skizofrenia.docx

27
BAB I. PENDAHULUAN A.Skenario Seorang laki-laki 25 tahun datang ke poliklinik dengan keluhan selalu keluar rumah tanpa tujuan. Keluarganya melaporkan sudah beberapa hari tidak bisa tidur, karena seakan akan ada yang mengajaknya bicara, sehingga tampak berbicara sendiri. B.Kata Kunci Laki-laki 25 tahun Selalu keluar rumah tanpa tujuan Beberapa hari tidak bisa tidur Seakan ada yang mengajaknya bicara Tampak berbicara sendiri C.Pertanyaan 1. Apa yang dimaksud dengan gangguan tidur dan klasifikasinya? 2. Apakah penyebab pasien susah tidur? 3. Mengapa pasien menganggap ada yang bicara dengannya? 4. Adakah hubungan gangguan tidur denga gejala pada skenario? 5. Bagaimana fisiologi tidur dan fase tidur normal? 6. Apakah yang dimaksud dengan gangguan psikotik? 7. Apa penyebab pasien selalu keluar rumah?

Transcript of skizofrenia.docx

BAB I. PENDAHULUANA. SkenarioSeorang laki-laki 25 tahun datang ke poliklinik dengan keluhan selalu keluar rumah tanpa tujuan. Keluarganya melaporkan sudah beberapa hari tidak bisa tidur, karena seakan akan ada yang mengajaknya bicara, sehingga tampak berbicara sendiri.B. Kata Kunci Laki-laki 25 tahun Selalu keluar rumah tanpa tujuan Beberapa hari tidak bisa tidur Seakan ada yang mengajaknya bicara Tampak berbicara sendiriC. Pertanyaan1. Apa yang dimaksud dengan gangguan tidur dan klasifikasinya?2. Apakah penyebab pasien susah tidur?3. Mengapa pasien menganggap ada yang bicara dengannya?4. Adakah hubungan gangguan tidur denga gejala pada skenario?5. Bagaimana fisiologi tidur dan fase tidur normal?6. Apakah yang dimaksud dengan gangguan psikotik?7. Apa penyebab pasien selalu keluar rumah?8. Apa hubungan antara gangguan psikosis dengan gangguan tidur?9. Adakah hubungan usia dengan keluhan?10. Apa DD dari skenario?11. Bagaimana langkah-langkah diagnostik pada gangguan tidur?12. Bagaimana penatalaksanaa gangguan tidur?Berikut akan dijelaskan tentang salah satu diagnosis differensial dari skenario yaitu Skizofrenia.BAB II. PEMBAHASANSKIZOFRENIAA. DefinisiKata skizofrenia pertama kali diidentifikasi pada 1908 oleh ahli psikiatri Swiss, Eugen Bleuer, untuk mendeskripsikan sekumpulan gangguan mental yang dikarakteristikkan sebagai pikiran (phrenia) yang pecah (schizo). Konsep skizofrenia Bleuer didasarkan pada gambaran sekumpulan gangguan jiwa yang disebut demensia prekoks oleh ahli psikiatri Jerman, Emil Kraepelin, pada 1896.PPDGJ III (Pedoman Penggolongan dan Diagnosis Gangguan Jiwa di Indonesia III) menempatkan skizofrenia pada kode F20.Skizofrenia adalah gangguan kejiwaan dan kondisi medis yang mempengaruhi fungsi otak manusia, mempengaruhi fungsi normal kognitif, emosional dan tingkah laku. Ia adalah gangguan jiwa psikotik paling lazim dengan ciri hilangnya perasaan afektif atau respons emosional dan menarik diri dari hubungan antarpribadi normal. Sering kali diikuti dengan delusi (keyakinan yang salah) dan halusinasi (persepsi tanpa ada rangsang pancaindra).

B. Jenis-jenis Skizofrenia1. Skizofrenia paranoid Memenuhi kriteria umum diagnosis skizofrenia. Halusinasi dan atau waham harus menonjol.a) Suara-suara halusinasi yang mengancam pasien atau memberi perintah, atau halusinasi auditorik tanpa bentuk verbal berupa bunyi pluit, mendengung, atau bunyi tawa.b) Halusinasi pembauan atau pengecapan rasa, atau bersifat seksual, atau lain-lain perasaan tubuh. Halusinasi visual mungkin ada tetapi jarang menonjol.c) Waham dapat berupa hampir setiap jenis, tetapi waham dikendalikan, dipengaruhi, atau keyakinan dikejar-kejar yang beraneka ragam, adalah yang paling khas. Gangguan afektif, dorongan kehendak dan pembicaraan, serta gejala katatonik secara letaif tidak nyata/ tidak menonjol.2. Skizofrenia hebefrenik Memenuhi kriteria umum diagnosis skizofrenia. Diagnosis hebefrenik untuk pertama kalinya hanya ditegakkan pada usia remaja atau dewasa muda (15-25 tahun). Kepribadian premorbid menunjukkan cirri khas: pemalu dan senang menyendiri. Perilaku yang tidak bertanggung jawab dan tidak dapat diramalkan, serta mannerisme, perilaku menunjukkan hampa tujuan dan hampa perasaan. Afek pasien dangkal dan tidak wajar, sering disertai cekikikan atau perasaan puas diri, senyum sendiri, tinggi hati, mengibuli sacara bersenda gurau, dan ungkapan kata yang diulang-ulang. Proses pikir mengalami disorganisasi dan pembicaraan tak menentu serta inkoheren. Gangguan afektif dan dorongan kehendak, serta gangguan proses pikir umumnya menonjol. Halusinasi dan waham mungkin ada tetapi biasanya tidak menonjol.3. Skizofrenia katatonik Memenuhi kriteria umum untuk diagnosis skizofrenia. Satu atau lebih dari perilaku berikut ini harus mendominasi:a) Stupor (amat berkurangnnya dalam reaktivitas terhadap lingkungan dan dalam gerakan serta aktivitas spontan atau mutisme (tidak berbicara).b) Gaduh-gelisah (tampak jelas aktivitas motorik yang tak bertujuan, yang tidak dipengaruhi oleh stimuli eksternal).c) Menampilkan posisi tubuh tertentu (secara sukarela mengambil dan mempertahankan posisi tubuh tertentu yang tidak wajar/aneh.d) Negativisme (tampak jelas perlawanan yang tidak bermotif terhadap semua perintah atau upaya untuk menggerakkan, atau pergerakkan kearah yang berlawanan.e) Rigiditas (mempertahankan posisi tubuh yang kaku untuk melawan upaya menggerakkan dirinya).f) Fleksibilitas cerea (memprtahankan anggota gerak dan tubuh dalam posisi yang dapat dibentuk dari luar).g) Gejala-gejala lain : command automatism (kepatuhan secara otomatis terhadap perintah), dan pengulangan kata-kata serta kalimat-kalimat. Pada pasien yang tidak dapat komunikatif, dengan manifestasi perilaku dari gangguan katatonik, diagnosis skizofrenia mungkin ditunda sampai diperoleh bukti yang memadai tentang adanya gejala-gejala lain. Karena gejala katatonik bisa juga dicetuskan oleh penyakit otak, gangguan metabolik, alkohol, dan obat-obatan.4. Skizofrenia tak terinci (Undifferentiated) Memenuhi kriteria umum untuk diagnosis skizofrenia. Tidak memenuhi kriteria untuk diagnosis skizofrenia paranoid, hebefrenik, atau katatonik. Tidak memenuhi kriteria untuk skizofrenia residual atau deprsi pasca-skizofrenia.5. Depresi pasca-skizofrenia Diagnosis harus ditegakkan hanya kalau:a) Pasien telah menderita skizofrenia selama 12 bula terakhir ini.b) Beberapa gejala skizofrenia masih tetap ada tetapi tidak lagi mendominasi gambaran klinisnya.c) Gejala-gejala depresif menonjol dan mengganggu, memenuhi paling sedikit kriteria untuk episode depresif, dan telah ada dalam kurun waktu paling sedikit 2 minggu. Apabila pasien tidak lagi menunjukkan gejala skizofrenia, diagnosis menjadi episode depresif. Bila gejala skizofrenia masih jelas dan menonjol diagnosis harus tetap salah satu dari subtype skizofrenia yang sesuai.6. Skizofrenia residual Gejala negative dari skizofrenia yang menonjol, misalnya perlambatan psikomotorik, aktivitas menurun, afek yang tumpul, sikap pasif dan ketiadaan inisiatif, kemiskinan dalam kuantitas atau isi pembicaraan, komunikasi non verbal yang buruk seperti dalam ekspresi muka, kontak mata, dan posisi tubuh, perawatan diri dan kinerja sosial yang buruk. Sedikitnya ada riwayat satu episode psikotik yang jelas di masa lampau yang memenuhi kriteria untuk diagnosis skizofrenia. Sedikitnya sudah melampaui kurun waktu satu tahun dimana intensitas dan frekuensi gejala yang nyataseperti waham dan halusinasi telah sangat berkurang dan telah timbul sindrom negative dari skizofrenia. Tidak terdapat demensia atau penyakit/gangguan otak organic lain, depresi kronis yang dapat menjelaskan disabilitas negative tersebut.7. Skizofrenia simpleks Gejala skizofrenia simpleks sulit dibuat secara meyakinkan karena tergantung pada pemantapan perkembangan yang berjalan perlahan dan progresif dari:a) Gejala negative yang khas dari skizofrenia residual tanpa didahului riwayat halusinasi, waham, atau manifestasi lain dari episode psikotik.b) Disertai dengan perubahan-perubahan perilaku pribadi yang bermakna, bermanifestasi sebagai kehilangan minat yang mencolok, tidak berbuat sesuatu, tanpa tujuan hidup, dan penarikan diri secara sosial. Gangguan ini kurang jelas gejala psikotiknya dibandingkan subtype skizofrenia lainnya.8. Skizofrenia lainnya9. Skizofrenia YTT

C. EpidemiologiStudi epidemiologi menyebutkan bahwa perkiraan angka prevalensi skizofrenia secara umum berkisar antara 0,2 % hingga 2 % tergantung di daerah atau negara mana studi itu dilakukan. Selanjutnya dikemukakan bahwa lifetime prevalensi skizofrenia diperkirakan antara 0,5 % dan 1 %. Karena skizofrenia cenderung menjadi penyakit yang menahun (kronis) maka angka insidensi penyakit ini dianggap lebih rendah dari angka prevalensi dan diperkirakan mendekati 1 per 10.000 per tahun. Di Indonesia sendiri angka penderita skizofrenia 25 tahun yang lalu diperkirakan 1/1000 penduduk dan proyeksi 25 tahun mendatang mencapai 3/1000 penduduk. Dasar (Riskesdas) tahun 2007, diperkirakan terdapat satu juta orang di Indonesia mengalami gangguan skizofrenia. Sementara menurut data WHO, diperkirakan pada tahun 2013 jumlah penderita skizofrenia meningkat hingga mencapai 450 juta jiwa di seluruh dunia.Di Amerika serikat terutama di kalangan penduduk perkotaan menunjukkan angka yang lebih tinggi hingga 2%. Di Indonesia angka yang tercatat di departemen kesehatan berdasarkan survei di Rumah Sakit (1983) adalah antara 0,05 % sampai 0,15 %. Skizofrenia terjadi dengan frekuensi yang sama antara laki-laki dan perempuan, tetapi laki-laki memiliki onset lebih awal daripada perempuan. Puncak insidensi antara usia 15-24 tahun pada laki-laki dan pada perempuan lebih terlambat. Antara 100000-200000 kasus skizofrenia baru diobati di Amerika setiap tahunnya. Diperkirakan 2 juta orang Amerika didiagnosis skizofrenia dan lebih dari 1 juta mendapatkan terapi psikiatrik setiap tahunnya. Pada saat ini mulai dikenal skizofrenia anak (sekitar 8 tahun bahkan ada yang 6 tahun) dan late onset skizofrenia (usia lebih dari 45 tahun). Berbagai hal lain yang bisa meningkatkan seseorang mengidap skizofrenia, yaitu memiliki garis keturunan skizofrenia, terajangkit virus dalam kandungan, kekurangan gizi saat dalam kandungan, stressor lingkungan yang tinggi, memakai obat-obatan psikoaktif saat remaja dan lain-lain.Sementara menurut Kaplan, Sadock dan Grebb; davison & neale, onset untuk laki-laki 15 sampai 25 tahun sedangkan wanita 25-35 tahun. Prognosisnya adalah lebih buruk pada laki-laki dari pada wanita. Beberapa penelitian menunjukkan beberapa pria lebih mungkin memunculkan gejala negatif dibandingkan wanita, dan wanita memiliki fungsi sosial yang baik dari pada pria. Pada kesimpulannya individu pada umur berapapun rawan menderita skizofrenia bila faktor biologis berinteraksi dengan faktor psikologis dan sosial.D. Etiologi dan PsikopatologiPenyebab pasti dari skizofrenia sebenarnya belum diketahui. Berikut ini adalah beberapa teori yang mungkin bisa menjelaskan penyebab skizofrenia. Adapun faktor-faktor yang berpengaruh antara lain:1. Faktor GenetikDalam studi terhadap keluarga menyebutkan pada orangtua 5.6%; saudara kandung 10.1 %; anak-anak 12.8 %; dan penduduk secara keseluruhan 0.9 %. Dalam studi terhadap orang kembar (twin) menyebutkan pada kembar identik (monozygote) 59.2 %, sedangkan kembar non identik atau fraternal (dizygote) adalah 15.2 %. Risiko berkembang menjadi skizofrenia pada masyarakat umum1%, pada orang tua resiko 5%, pada saudara kandung 8% dan pada anak 15%-20% apabila salah satu orang tua menderita skizofrenia walaupun anak telah dipisahkan dari orang tua sejak lahir, anak dari kedua orang tua skizofrenia 30%-40%, pada kembar monozigot 40%-50%, sedangkan untuk kembar dizigot sebesar 5%-10%. Dari penelitian epidemiologi keluarga terlihat bahwa resiko untuk keponakan adalah 3%, masih lebih tinggi dari populasi umum yang hanya 1%. Demikian juga dari penelitian anak yang diadopsi dikatakan, anak penderita skizofrenia yang diadopsi orang tua normal, tetap mempunyai resiko 16.6%, sebaliknya anak sehat yang diadopsi penderita skizofrenia resiko 1.6%, dengan demikian dapat disimpulkan bahwa semakin dekat hubungan keluarga biologis semakin tinggi resiko terkena skizofrenia.2. Faktor BiokimiaAda beberapa neurotransmitter yang diduga berpengaruh terhadap timbulnya skizofrenia. Dua diantaranya yang paling jelas adalah neurotransmitter dopamin dan serotonin. Berdasarkan penelitian, pada pasien-pasien dengan skizofrenia ditemukan adanya aktivitas berlebihan dari dopamin atau peningkatan jumlah hipersensitivitas reseptor dopamin dalam otak. Peningkatan kadar dopamin ini ternyata mempengaruhi fungsi kognitif (alam fikir), afektif (alam perasaan) dan psikomotor (perilaku) yang menjelma dalam bentuk gejala -gejala positif maupun negatif skizofrenia.Menurut Mesholam gately et.al dalam jurnal neurocognition in first episode schizophrenia: meta analytic review (2009), gangguan neurokognisi adalah fitur utama episode pertama penderita skizofrenia. Gangguan tersebut membuat sistem kognisi tidak dapat bekerja seperti kondisi normal. Penelitian juga menyebutkan bahwa serotoin, norepinefrin, glutamat dan GABA juga berperan dalam menimbulkan gejala-gejala skizofrenia.Pada study fMRI dimana efek glutamat dalam fungsi kognitif telah diinvestigasi oleh manipulasi level dari transmisi glutamatergik selama penggunaaan memantine. Memantine mengurangi aksi glutamat pada reseptor NMDA dan sering digunakan untuk mengobati penyakit alzheimer, karena itu menguurangi efek exsisitotoxik. Memantine mempunyai efek menurunkan aktivasi neuron di region peri-Sylvian, terutama di sisi kiri. Menurut cf. Bartha et al. (1999) dan Tritsch et al.(2007) diperkirakan bahwa defisiensi transmisi glut ametergik pada halusinasi pendengaran yang akan memicu pengalaman mendengar suara.3. Faktor BiologisPada pasien skizofrenia ditemukan beberapa perubahan diantaranya perubahan morfologi, imunologi, enzimatik, dan farmakologi.Adanya pelebaran ventrikel pada pasien skizofrenia dihubungkan dengan kegagalan kognitif yang hebat, adanya gejala negatif seperti anhedonia dan apatis, resisten terhadap pengobatan.4. Abnormalitas perkembangan otak janinFaktor-faktor yang dapat mengganggu perkembangan otak janin antara lain adanya infeksi virus atau infeksi lain selama kehamilan, menurunnya autoimun yang mungkin disebabkan infeksi selama kehamilan, adanya berbagai macam komplikasi kandungan, dan malnutrisi pada trimester pertama. Apabila terdapat gangguan pada perkembangan otak janin selama kehamilan (epigenetic factor), maka interaksi antara gen yang abnormal yang sudah ada dengan faktor epigenetik tersebut dapat memunculkan gejala skizofrenia.5. Abnormalitas struktur dan aktivitas otakPada beberapa subkelompok penderita skizofrenia, tekhnik pencitraan otak (CT, MRI dan PET) telah menunjukkan adanya abnormalitas pada struktur otak yang meliputi pelebaran ventrikel, penurunan aliran darah ventrikel, terutama di korteks prefrontal penurunan aktivitas metabolik dibagian-bagian otak tertentu, atrofi serebri. Para penderita skizofrenia diketahui bahwa sel-sel dalam otak yang berfungsi sebagai penukar informasi mengenai lingkungan dan bentuk impresi mental jauh lebih tidak aktif dibanding orang normal.

E. Dasar Biologis SkizofreniaDasar biologis ini belum diketahui secara pasti, tetapi dopamine merangsang peranan penting.1. Lintasan dopaminergik mesolimbik Lintasan dopamine mesolimbik berasal dari badan sel di area tegmental ventral batang otak, terutama nucleus accumbens. Lintasan ini penting bagi munculnya gejala-gejala positif skizofrenia, gejala emosional, waham, halusinasi, dan gangguan pikiran. Obat-obat yang digunakan untuk mengatasi gejala-gejala ini bekerja sebagai antagonis terhadap reseptor dopamine tipe 2 (D2). Gejala-gejala positif ditimbulkan karena hiperaktivitas system limbic ini.2. Lintasan dopaminergik mesokorteks Badan sel sistem ini juga terdapat di area tegmental ventral batang otak dekat badan sel sistem lintasan dopamine mesolimbik. Sistem ini diduga berperan pada munculnya gejala negative dan gejala kognitif. Ini disebabkan difisit fungsi sistem tersebut. Proses degenerasi disistem ini akan memperburuk gejala negative dan kognitif. Ini disebut sebagai gejala negative primer. Gejala negative sekunder bisa dikarenakan efek atas antipsikotik, depresi pasca-skizofrenia, gejala dan diinstitusionalisasi.3. Lintasan dopamine nigrostriatal Lintasan ini berasal dari badan sel substansia nigra batang otak dan berakhir di striatum (basal ganglia). Hiperfungsi sistem ini menyebabkan gangguan motorik (hiperkinetik), misalnya diskinesia dan tics. Blokade secara kronik pada reseptor D2 dapat mengakibatkan gerakan hiperkinetik seperti neuroleptik-induce tardive dyskinesia.4. Lintasan dopamine tuberoinfundibular Lintasan ini mulai badan sel dari hipotalamus ke hipofisis anterior. Dalam keadaan normal sistem ini mengontrol prolactin. Kalau tidak terkontrol, akan menyebabkan peningkatan prolaktin, sehingga dapat menimbulkan gejala misalnya galactorrhea, amenorrhea, dan disfungsi seksual. Keadaan diatas terjadi misalnya akibat efek samping pemberian antipsikotik yang memblokir rseptor D2.

F. Manifestasi Klinis:1. Gejala positif: Delusi Halusinasi Kekacauan dalam pikiran Gelisah Merasa hebat Pikiran penuh kecurigaan Menyimpan dendam 2. Gejala negative: Tak berekspresi Mengasingkan diri Pendiam Pasif Sulit berpikir abstrak Pola pikir stereotip Tidak ada inisiatif G. Diagnosis1. Harus ada sedikitnya satu gejala berikut ini yang amat jelas (dan biasanya dua atau lebih bila gejala-gejala itu kurang tajam atau kurang jelas): Pikiran aneh (pikiran bergema, sisipan pikiran, pikiran dapat disedot, atau pikiran dapat disiarkan). Waham aneh (waham dikendalikan, waham dipengaruhi, waham tak berdaya, waham persepsi). Halusinasi auditorik (suara mengomentari terus-menerus, suara-suara berdiskusi, suara salah satu bagian tubuhnya). Waham menetap jenis lainnya, yang menurut budaya setempat dianggap tidak wajar dan sesuatu yang mustahil.2. Atau paling sedikit dua gejala dibawah ini yang harus selalu ada secara jelas: Halusinasi yang menetap dari panca indra apa saja (setiap hari selama 1 bulan atau lebih, disertai waham mengambang tanpa kandungan afektif yang jelas, atau disertai ide yang berlebihan dan menetap). Arus pikiran yang terputus atau yang mengalami sisipan, yang berakibat inkoherensi atau pembicaraan yang tidak relevan, atau neologisme. Perilaku katatonik (gaduh, gelisah, mematung, negativism, stupor). Gajala negative ( sangat apatis, miskin pembicaraan, ekspresi emosi tumpul/ tak serasi).H. Penatalaksaan1. Terapi somatika) Antipsikotik Antagonis reseptor dopamine: golongan fenotiazin (klorpromazin, tioridazin), golongan tioxantin (klorprotiksen). Risperidone (risperdal) Clozapine (clozaril)

b) Terapi somatik lainnyaElektrokonvulsif ( ECT ) dapat diindikasikan pada pasien katatonik dan bagi pasien yang karena suatu alasan tidak dapat menggunakan antipsikotik (kurang efektif).2. PsikoterapiPsikoterapi pada penderita skizofrenia baru dapat diberikan apabila penderita dengan terapi psikofarmaka diatas sudah mencapai tahapan dimana kemampuan menilai realitas sudah kembali pulih dan pemahaman diri sudah baik. Psikoterapi diberikan dengan catatan bahwa penderita masih tetap mendapat terapi psikofarmaka. Psikoterapi ini banyak macam ragamnya tergantung dari kebutuhan dan latar belakang penderita sebelum sakit. Contohnya adalah: psikoterapi suportif dimaksudkan untuk memberikan dorongan, semangat dan motivasi agar penderita tidak merasa putus asa. Psikoterapi suportif dimaksudkan untuk memberikan pendidikan ulang yang mekasudnya memperbaiki kesalahan pendidikan di waktu yang lalu. Psikoterapi rekonstruktif dimaksudkan untuk memperbaiki kembali kepribadian yang telah mengalami keretakan menjadi kepribadian yang utuh seperti semula sebelum sakit. Psikoterapi kognitif diamksudkan untuk memulihkan kembali fungsi kognitif rasional sehingga penderita mampu membedakan nilai - nilai moral etika mana yang baik dan buruk, mana yang boleh dan tidak dan sebagainya. Psikoterapi perilaku dimaksudkan untuk memulihkan gangguan perilaku yang terganggu menjadi perilaku yang mampu menyesuaikan diri. Psikoterapi keluarga dimaksudkan untuk memulihkan penderita dan keluarganya.3. PsikososialDengan terapi psikososial dimaksudkan agar penderita mampu kembali beradaptasi dengan lingkungansosial sekitarnya dan mampu merawat diri, mampu mandiri tidak tergantung pada orang lain. Selama menjalani terapi psikososial penderita hendaknya masih menkonsumsi obat psikofarmaka. Penderita diusahakan untuk tidak menyendiri, tidak melamun, banyak kegiatan dan kesibukan, dan banyak bergaul.4. PsikoreligiusDari penelitian yang dilakukan, secara umum memang menunjukkan bahwa komitmen agama berhubungan dengan manfaatnya di bidang klinik (religious commitment is assosiated with clinical benefit). Dari hasil penelitian Larson, dkk (1982) didapatkan bahwa terapi keagamaan mempercepat penyembuhan. Terapi keagamaan yang dimaksudkan dalam penelitian tersebut berupa kegiatan ritual keagamaan seperti sembahyang, berdoa, memanjatkan puji-pujian kepada Tuhan, ceramah keagamaan dan kajian kitab suci.

I. PrognosisGejala premorbid merupakan gejala awal dari penyakit dan mulai pada masa remaja diikuti dengan perkembangan gejala prodromal dalam beberapa hari sampai beberapa bulan. Onset gejala yang mengganggu terlihat setelah tercetus oleh perubahan sosial atau lingkungan. Sindrom prodromal dapat berlangsung selama satu tahun atau lebih sebelum onset gejala psikotik yang jelas. Setelah episode psikotik yang pertama, pasien memiliki periode pemulihan yang bertahap diikuti periode fungsi yang relatif normal. Tetapi relaps biasanya terjadi dalam lima tahun pertama setelah diagnosis, diikuti oleh pemburukan lebih lanjut pada fungsi dasar asien. Perjalanan klasik skizofrenia adalah suatu eksaserbasi dan remisi. Gejala positif dari skizofrenia cenderung lebih baik dibanding dengan gejala negatif yang dapat menimbulkan ketidakmampuan secara sosial.Skizofrenia merupakan gangguan yang bersifat kronis, pasien secara berangsur-angsur menjadi semakin menarik diri dan tidak berfungsi selama bertahun-tahun. Beberapa penelitian telah menemukan lebih dari periode waktu 5 sampai 10 tahun setelah perawatan psikiatrik pertama kali di rumah sakit jiwa, hanya 10%-20% memiliki hasil yang baik. Lebih dari 50% memiliki hasil buruk dengan perawatan berulang di rumah sakit, eksaserbasi gejala, gangguan mood berat dan ada usaha bunuh diri. Rentang angka pemulihan berkisar 10%-60%, kira- kira 20%-30% dari penderita terus mengalami gejala yang sedang dan 40%-60% dari penderita terus mengalami gangguan secara bermakna seumur hidup.

BAB III. KESIMPULANSkizofrenia adalah sekelompok gangguan psikotik dengan gangguan dasar pada kepribadian distorsi yang khas proses pikir, kadang-kadang mempunyai perasaan bahwa dirinya sedang dikenadalikan oleh kekuatan dari luar dirinya, waham yang kadang-kadang aneh, gangguan persepsi. Afek abnormal yang terpadu dengan situasi yang nyata atau sebenarnya dan autism. Meskipun demikian, kesadaran yang jernih dan kapasitas intelektual biasanya tidak terganggu.Klasifikasi skizofrenia menurut PPDGJ III dibagi menjadi 9 tipe. Penatalaksanaan untuk skizofrenia dapat diterapu dengan obat-obat antipsikotik, terapi electroconvulsive, terapi psikososial, serta psikoreligius. Prognosis skizofrenia yaitu lebih dari periode waktu 5 sampai 10 tahun setelah perawatan psikiatrik pertama kali di rumah sakit jiwa, hanya 10%-20% memiliki hasil yang baik. Lebih dari 50% memiliki hasil buruk dengan perawatan berulang di rumah sakit, eksaserbasi gejala, gangguan mood berat dan ada usaha bunuh diri.

REFERENSI1. Maslim, Rusdi. Buku Saku: Diagnosis Gangguan Jiwa, Rujukan Ringkas PPDGJ-III Dan DSM-5. Bagian Ilmu Kedokteran Jiwa FK Unika Atma Jaya, Jakarta, 20132. Nuraini, Farida. Prevalensi Skizofrenia Paranoid Dengan Gejala Halusinasi Di Rumah Sakit Jiwa Dr. Soeharto Heerdjan Jakarta Tahun 2010. Fakultas Kedokteran Dan Ilmu Kesehatan Program Studi Pendidikan Dokter Uin Syarif Hidayatullah Jakarta, 2011.3. http://bbtklppjakarta.pppl.depkes.go.id/assets/files/downloads/f1375258333-schizophrenia.pdf4. Adityani, Reschita. Penatalaksanaan Skizofrenia. Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Jiwa FK UNS/RS Jiwa Daerah Surakarta. Surakarta, 2012.5. Slide bahan kuliah Skizofrenia oleh dr. M. Faisal Idrus, Sp.KJ (K).