SKENARIO 3

46
Emergency Appendectomy BAB I PENDAHULUAN Apendisitis adalah peradangan pada apendiks vermiformis dan merupakan penyebab nyeri abdomen akut yang paling sering. Apendisitis akut sering tampil dengan gejala khas yang didasari oleh radang mendadak umbai cacing yang memberikan tanda setempat, disertai maupuntidak disertai rangsang peritonieum lokal. Gajala apendisitis ialah nyeri samar-samar dan tumpul yang merupakan nyeri viseral didaerah epigastrium disekitar umbilikus. Keluhan ini sering disertai mual dan kadang muntah. Umumnya nafsu makan menurun. Dalam beberapa jam nyeri akan berpindah ketitik mcBurney. Disini nyeri dirasakan lebih tajam dan lebih jelas letaknya sehingga merupakan nyeri somatik setempat Pembedahan diindikasikan bila diagnosa apendisitis telah ditegakkan. Apendiktomi (pembedahan untuk mengangkat apendiks) dilakukan sesegera mungkin untuk menurunkan resiko perforasi. Apendiktomi dapat dilakukan dibawah anestesi umum umum atau spinal, secara terbuka ataupun dengan cara laparoskopi yang merupakan metode terbaru yang sangat efektif. Bila apendiktomi terbuka, insisi Mc.Burney banyak dipilih oleh para ahli bedah. 1

description

3

Transcript of SKENARIO 3

Page 1: SKENARIO 3

Emergency Appendectomy

BAB I PENDAHULUAN

Apendisitis adalah peradangan pada apendiks vermiformis dan merupakan penyebab

nyeri abdomen akut yang paling sering. Apendisitis akut sering tampil dengan gejala

khas yang didasari oleh radang mendadak umbai cacing yang memberikan tanda

setempat, disertai maupuntidak disertai rangsang peritonieum lokal.

Gajala apendisitis ialah nyeri samar-samar dan tumpul yang merupakan nyeri viseral

didaerah epigastrium disekitar umbilikus. Keluhan ini sering disertai mual dan kadang

muntah. Umumnya nafsu makan menurun. Dalam beberapa jam nyeri akan berpindah

ketitik mcBurney. Disini nyeri dirasakan lebih tajam dan lebih jelas letaknya sehingga

merupakan nyeri somatik setempat

Pembedahan diindikasikan bila diagnosa apendisitis telah ditegakkan. Apendiktomi

(pembedahan untuk mengangkat apendiks) dilakukan sesegera mungkin untuk

menurunkan resiko perforasi. Apendiktomi dapat dilakukan dibawah anestesi umum

umum atau spinal, secara terbuka ataupun dengan cara laparoskopi yang merupakan

metode terbaru yang sangat efektif. Bila apendiktomi terbuka, insisi Mc.Burney

banyak dipilih oleh para ahli bedah.

1

Page 2: SKENARIO 3

BAB II PEMBAHASAN

Emergency appendectomy

I. Pramedikasi

Pramed adalah bagian dari teknik anestesi dan merupakan tanggung jawab ahli

anestesi untuk meresepkannya pada saat penilaian praoperasi.

Pemilihan pramed bersifat sangat individualistic. sebagian ahli anestesi

meresepkan obat yang sama untuk semua orang, sebagian menyesuaikan obat

dengan situasi, dan sebagaian lagi tidak meresepkan pramed dan penderita

senang, berarti tidak ada masalah. Namun, bila penderita belum mendapat

resep pramed dan sedang menderita nyeri, mual, atau sangat cemas, jangan

takut untuk menghubungi ahli anestesi yang bersangkutan.1

Pemeriksaan praoperasi anestesi

1. Anamnesis.2

Identifikasi pasien

Keluhan saat ini dan tindakan operasi yang akan dihadapi

Riwayat penyakit yang sedang/pernah diderita yang dapat menjadi

penyulit ansetesi seperti alergi, diabetes mellitus, penyakit paru

kronis, penyakit jantung, hipertensi, penyakit hati, dan penyakit

ginjal.

Riwayat obat-obatan yang meliputi alergi obat, intolerasi obat, dan

obat yang sedang digunakan dan dapat menimbulkan interaksi

dengan obat anestetik seperti kortikosteroid, obat antihipertensi,

antidiabetik, antibiotic, golongan aminoglikosida, digitalis,

diuretika, obat antialergi, MAO, dan bronkodilator.

Riwayat anestesi/operasi sebelumnya yang terdiri dari tanggal,

jenis pembedahan dan anestesi, komplikasi, dan perawatan intensif

pascabedah.

Riwayat kebiasaan sehari-hari yang dapat mempengaruhi tindakan

anestesi seperti merokok, minum alcohol, obat penenang, narkotik,

dan muntah.

Riwayat penderita yang menderita kelainan seperti hipertermia

maligna.

2

Page 3: SKENARIO 3

Riwayat berdasarkan system organ yang meliputi keadaan umum,

pernapasan, kardiovaskular, ginjal, gastrointestinal, hematologi,

neurologi, endokrin, psikiatrik, ortopedi, dan dermatologi

Makanan yang terakhir dimakan.

2. Pemeriksaan fisis.2

Tinggi badan dan berat badan. Untuk memperkirakan dosis obat,

terapi cairan yang diperlukan, serta jumlah urin selama dan sesudah

pembedahan.

Frekuensi nadi, tekanan darah, pola dan frekuensi napas, serta suhu

tubuh.

Jalan napas (airway). Daerah kepala dan leher diperiksa untuk

mengetahui adanya trismus, keadaan gigi geligi, adanya gigi palsu,

gangguan fleksi ekstensi leher, deviasi trakea, massa, dan bruit.

Jantung, untuk mengevaluasi kondisi jantung

paru-paru, untuk melihat adanya dispnu, ronki, dan mengi.

Abdomen untuk melihat adanya distensi, massa, asites, hernia, atau

tanda regurgitasi.

Ekstremitas, terutama untuk melihat perfusi distal, adanya jari

tabuh, sianosis, dan infeksi kulit, untuk melihat di tempat-tempat

pungsi vena atau daerah blok saraf regional

Punggung bila ditemukan adanya deformitas, memar, atau infeksi.

Neurologis, misalnya status mental, fungsi saraf cranial, kesadaran,

dan fungsi sensorimotorik.

3. Pemeriksaan laboratorium

Rutin: darah (hemoglobin, leukosit, hitung jenis leukosit, golongan darah,

masa perdarahan, masa pembekuan), urin (protein, reduksi, dan sedimen),

foto dada (terutama untuk bedah mayor), EKG (untuk pasien berusia di

atas 40 tahun).2

Khusus, dilakukan bila terdapat riwayat atau indikasi

EKG pada anak

Spirometri dan bronkospirometri pada pasien tumor paru

Fungsi hati pada pasien ikterus

Fungsi hati pada pasien hipertensi

3

Page 4: SKENARIO 3

4. Puasa

Sebagian besar mengetahui diperlukan periode puasa sebelum anestesi

umum. Namun, ada silang pendapat mengenai rekomendasi yang pasti

serta alasan-alasan di baliknya.1

Praktek lama

Perintah lama untuk penderita praoperasi adalah “jangan ada yang masuk

mulut setelah tengah malam”. Pendekatan ini memiliki sejumlah masalah:1

Keseimbangan cairan – bagi sebagian besar penderita, perintah ini

berarti cairan oral yang terakhir masuk sekitar pukul 7 malam. Apabila

penderita belum dioperasi sampai pukul 12 siang keesokan harinya,

akan terjadi deficit cairan yang cukup bermakna.

Pengobatan – banyak penderita (dan petugas kesehatan) selalu

beranggapan bahwa pengobatan oral sebaiknya tidak diminum selama

puasa praoperasi. Penghentian pengobatan dapat menimbulkan efek

yang merugikan.

Anak – membenci puasa dan retriksi minum. Mereka bahkan lebih

rentan mengalami deficit cairan dan anak yang lebih kecil bias menjadi

hipoglikemik setelah puasa relative singkat.

pH lambung – semakin banyak bukti bahwa puasa total malah

menyebabkan penundaan pengosongan lambung dan menurunkan pH

cairan lambung.

Pemikiran mutakhir

Berdasarkan pengetahuan terakhir, regimen berikut dapat diterapkan bagi

penderita elektif sehat tanpa resiko tertentu:1

Hindari makanan padat selama 4 jam praoperasi

Minum air putih sampai 2 jam praoperasi

Pengobatan oral yang diminum dengan seteguk air tidak meningkatkan

risiko

Sarapan ringan yang dini aman bagi penderita yang jadwal operasinya

sore hari.

4

Page 5: SKENARIO 3

Penting bagi penderita untuk memahami bahwa gula-gula dan permen

karet dapat dianggap sebagai makanan padat, dan the serta kopi bukan air

putih.

Nutrisi Enteral

Pemberian makanan melalui selang diindikasikan apabila usus masih

berfungsi, tetapi pasien tidak dapat menelan. Pemberian makanan melaui

selang dapat dilakukan dengan selang nasogastrik biasa, tetapi selang

makan berlubang halus lebih disukai karena lebih nyaman. Posisi selang

harus dipastikan terlebih dahulu dengan sinar-X sebelum digunakan

(dibawah diafragma berarti baik, di paru berarti jelek).Makanan juga dapat

diberikan melalui selang gastrostomi perkutis (percutaneus gastrostomy

tube, ‘PEG’), yang lebih disukai untuk pemberian makan jangka panjang

atau selang jejunostomi. Pemberian makan melaui selang adalah tindakan

yang aman, efektif, dan membantu menjaga mempertahankan fungsi dan

integritas usus.

Kadang-kadang pasien yang usunsya masih berfungsi baik (yaitu bising

usus baik dan dapat flatus) tidak dapat menyerap makanan yang diberikan

melalui selang nasogastrik karena lambung tidak dapat mengosongkan

isinya. Masalah ini dapat diatasi dengan pemberian obat-obat prokinetik

lambung (mis, sisaprid 10 mg tid po atau metoklopramid 10 mg tid po),

atau dengan menempatkan selang langsung ke dalam jejunum.

Penempatan ini dapat dilakukan dengan memasukan selang nasogastrik

melewati pylorus secara endoskopis atau dengan selang jejunostomi.

Kedua cara tersebut lebih baik daripada pemberian TPN yang tidak perlu.1

Penyulit utama dari pemberian makan melaui selang adalah:1

diare

penyulit akibat insersi selang (malposisi, ulkus esophagus, dan

perforasi)

aspirasi paru, karena pemberian makan melalui selang sering

digunakan pada penderita gangguan reflex faring, dan adanya

selang mendorong terjadinya regurgitasi.

Nutrisi Parenteral (TPN)

5

Page 6: SKENARIO 3

TPN diindikasikan apabila terjadi disfungsi usus, baik akibat ileus, fistula,

atau sindrom malabsorpsi. Namun, TPN memiliki sejumlah kekurangan

dan dikontraindikasikan apabila pemberian makan enteral masih dapat

dilakukan.

TPN harus diberikan melalui vena sentral karena osmolalitasnya yang

tinggi akan merusak semua vena perifer. Tidak boleh ada bahan lain yang

diberikan melaui selang yang sama karena adanya risiko infeksi.1

Pemantauan

Untuk mencegah penyulit metabolic, diperlukan suatu system pemantauan

pasien yang mendapatkan TPN. salah satu system yang dianjurkan adalah:1

pengamatan berkala: suhu, TD, nadi, frekuensi pernapasan,

keseimbangan cairan

pemeriksaan berkala di bangsal: stik BM, urinalisis

pemeriksaan harian: U&E, glukosa

pemeriksaan setiap minggu (atau lebih sering): hitung darah

lengkap, pemeriksaan penapisan koagulasi, berat badan, LFT, Ca,

Mg, PO4, protein C-reaktif

atas indikasi: lemak serum, asam urat, gas darah, urine 24 jam

untuk ureum dan elktrolit

keadaan khusus: keseimbangan N2, pertukaran gas, pemeriksaan

kadar vitamin, keseimbangan trace element.

6

Regimen TPN ‘biasa’

500 ml Synthamin 17® dengan 500 ml dekstrosa 50% selama 12 jam dikombinasikan dengan 500 ml Intralipid® 20% selama 24 jam.

Dalam 24 jam, regimen ini memberikan:

Air (ml) 2500

Energi (kJ) 12800

CHO (g) 500

Nitrogen (g) 14

Lemak (g) 100

Page 7: SKENARIO 3

Kasus darurat dan trauma

Kasus bedah dapat langsung dioperasi tanpa puasa apabila risiko

penundaan melebihi risiko aspirasi (misalnya kasus yang dapat

menyebabkan perdarahan). Pada kasus-kasus yang lain, penderita harus

dipuasakan seperti biasa. Tidak ada alternative yang aman dan andal

sebagai pengganti puasa. Metoklopramid, pengisapan melalui selang

nasogastrik, dan obat emetic tidak dapat memberikan perlindungan.1

Anestesi local atau regional

Semua kasus yang direncanakan untuk anestesi local maupun regional juga

harus dipuasakan seperti biasa karena semua teknik local dapat gagal dan

anestesi umum harus dilakukan. Selain itu, sebagian besar teknik regional

berpotensi menimbulkan penyulit sehingga intubasi mungkin harus

dilakukan.1

5. Pemasangan kateter

Keluaran urin yang rendah pada pasien bedah merupakan suatu tanda

penting hipovolemia dan mungkin mendahului gagal ginjal akut (GGA).

jangan mengabaikan tanda ini karena GGA memiliki angka kematian yang

cukup tinggi dan sebagian besar kasus GGA dapat dicegah. Pada pasien

bedah, diharapkan volume urin setidaknya 0,5 ml/kg/jam (1ml/kg/jam

pada anak). Volume yang berkurang dari 20 ml/jam tidak sesuai dengan

ekskresi minimum beban zat terlarut, dan volume lebih kecil akan

menyebabkan penimbunan matabolit-metabolit (ureum, kalium, asam).3

Indikasi kateter

Indikasi kateterisasi adalah:3

pengukuran keluaran urin yang akurat

penatalaksanaan retensi urin

apabila pasien sulit atau tidak mungkin berkemih normal (mis,

cedera medulla spinalis, trauma mayor, koma)

irigasi kandung kemih.

7

Page 8: SKENARIO 3

6. Alergi obat

Bila penderita mengaku memiliki alergi obat, selalu tanyakan apa yang

terjadi saat mereka minum obat tersebut. Tentu saja, setiap riwayat ruam,

pembengkakan, atau sakit parah harus diperhatikan dengan serius. Alergi

sejati sering terjadi akibat pemberian obat golongan penisilin, preparat

iodium, dan elastoplasts. Sensitivitas-silang dapat terjadi dengan obat lain

(mis, diperkirakan 8% orang yang alergi terhadap penisilin akan bereaksi

terhadap golongan sefalosporin).1

7. Anestesi obat

Pengertian Anastesi

Anestesi (pembiusan; berasal dari bahasa Yunani an-"tidak, tanpa" dan

aesthētos, "persepsi, kemampuan untuk merasa"), secara umum berarti

suatu tindakan menghilangkan rasa sakit ketika melakukan pembedahan

dan berbagai prosedur lainnya yang menimbulkan rasa sakit pada tubuh.

Istilah anestesi digunakan pertama kali oleh Oliver Wendel Holmes Sr

pada tahun 1846.4

Tipe Anastesi

Beberapa tipe anestesi adalah:4

1. Pembiusan total — hilangnya kesadaran total

2. Pembiusan lokal — hilangnya rasa pada daerah tertentu yang

diinginkan (pada sebagian kecil daerah tubuh).

3. Pembiusan regional — hilangnya rasa pada bagian yang lebih luas

dari tubuh oleh blokade selektif pada jaringan spinal atau saraf yang

berhubungan dengannya.

Pembiusan lokal atau anestesi lokal adalah salah satu jenis anestesi yang

hanya melumpuhkan sebagian tubuh manusia dan tanpa menyebabkan

manusia kehilangan kesadaran. Obat bius jenis ini bila digunakan dalam

operasi pembedahan, maka setelah selesai operasi tidak membuat lama

waktu penyembuhan operasi.

8

Page 9: SKENARIO 3

Anestesi dilakukan oleh dokter spesialis anestesi atau anestesiologis. Dokter

spesialis anestesiologi selama pembedahan berperan memantau tanda-tanda

vital pasien karena sewaktu-waktu dapat terjadi perubahan yang memerlukan

penanganan secepatnya.

OBAT-OBAT KHUSUS ANASTHESI APENDIKSITIS

Infus IV Alfentanil epidural Asam aminokaproat Bretilium Doksapram Fentanil epidural Hidromorfon intravena Isoprolerenol Labetalol Lidokain magnesium Meripidin epidural Mafontermil Nitrogliserin Norepinefrine Fentolamin Fenileprine Prokainamid Sunsinil kolin Sufentanil epidural Trimetafan Vasopresin Katekolamin Dopamin Sobutanon

Kloropokain HCL Etidokain HCL Mepivakain HCL Natrium bikarbonat Epinefrine Atropin Adenosin Veropamil Dobutamin Nitrogliserin Nitroprusid Glukosa

Sebelum induksi anestesi

Sebelum memulai, periksalah jadwal pasien dengan teliti. Tanggung jawab

untuk pemeriksaan ulang ini berada pada ahli bedah dan ahli anestesi.

Periksalah apakah pasien sudah dipersiapkan untuk operasi dan tidak

makan/minum sekurang-kurangnya 6 jam sebelumnya, meskipun bayi yang

masih menyusui hanya dipuasakan 3 jam. (Untuk induksi anestesi pada

operasi darurat, lambung mungkin penuh). Ukurlah nadi dan tekanan darah

dan buatlah pasien relaks sebisa mungkin. Asisten yang membantu induksi

harus berlatih dan berpengalaman. Jangan menginduksi pasien sendirian saja

tanpa asisten.5

9

Page 10: SKENARIO 3

Pemeriksaan alat

Penting sekali kita memeriksa alat-alat sebelum melakukan anestesi, karena

keselamatan pasien tergantung pada hal ini. Kita harus mempunyai daftar hal-

hal yang harus diperiksa dan gantungkan pada alat anestesi yang sering

digunakan.

Pertama yakinlah bahwa alat yang akan dipergunakan bekerja dengan baik.

Jika kita menggunakan gas kompresi, periksalah tekanan pada silinder yang

digunakan dan silinder cadangan. Periksalah apakah vaporizer sudah

disambung dengan tepat tanpa ada yang bocor, hilang atau terlepas, system

pernapasan dan aliran gas ke pasien berjalan dengan baik dan aman. Jika kita

tidak yakin pada system pernapasan, cobalah pada diri kita (gas anestesi

dimatikan). Periksalah fungsi alat resusitasi (harus selalu ada untuk persiapan

bila terjadi kesalahan aliran gas), laringoskop, pipa endotraken (periksalah

apakah balon bisa mengembang atau apakah ada kebocoran) dan alat

penghisap.5

Persiapkan obat yang akan digunakan dalam spuit yang diberi label, dan

yakinkan bahwa obat itu masih baik kondisinya. Sebelum melakukan induksi

anestesi, yakinkan aliran infuse adekuat dengan memasukkan jarum

indwelling atau kanula ke dalam vena besar, untuk operasi besar infus dengan

cairan yang tepat harus segera dimulai.5

Anastesi Umum

Anastetika umum adalah obat yang dapat menimbulkan anastesia atau narkosa

(yunan = tanpa, aesthesis = perasaan), yakni suatu keadaan depresi umum dari

pelpagai pusat di SSP yang bersifat reversible, dimana seluruh perasaan dan

kesadaran ditiadakan, sehingga agak mirip keadaan pingsan.4

Penggolongan Anastesi Umum

Berdasarkan cara penggunaanya, anastesi umum dapat dibagi dalam lima

kelompok, disini hanya dibicarakan dua yang terpenting, yakni :4

1. Anastetika Inhalasi : gas tertawa, halotan, enfluran, isofluran, scuofluran.

Obat – obat ini diberikan sebagai uap melalui saluran nafas.

10

Page 11: SKENARIO 3

Keuntungannya adalah resepsi yang cepat melalui paru – paru seperti juga

ekskresinya melalui gelembung paru (alveoli) yang biasanya dalam

keadaan utuh. Obat ini terutama digunakan untuk memelihara anastesi.

2. Anastetika Intravena : thiopental, diazepam dan midazolam, ketamin, dan

propofol. Obat – obat ini juga dapat diberikan dalam sediaan suppositoria

secara rectal, tetapi resorpsinya kurang teratur. Terutama digunakan untuk

mendahului (induksi) anastesi total, atau memeliharanya, juga sebagai

anastesi pada pembedahan singkat.

Mekanisme Kerja

Anestesi inhalasi merupakan bentuk dasar teknik anestesi umum yang sering

digunakan, sedangkan teknik intravenadapat digunakan sebagai alternative.

Terdapat dua system yang berbeda untuk memberikan gas dan uap anestesi

kepada pasien. Pada system draw over, udara digunakan sebagai pembawa gas

yang mudah menguap atau gas kompresi sebagai tambahan. Pada system

continuous flow, udara tidak digunakan, tetapi digunakan gas medis yang

dikompresi, biasanya nitrogen oksida dan oksigen, mengalir melalui flow

meter (rotameter) dan vaporizer untuk memberikan anestesi kepada pasien

Sebagai anastesi inhalasi digunakan gas dan cairan terbang yang masing –

masing sangat berbeda dalam kecepatan induksi, aktivitas, sifat melemaskan

otot maupun menghilangkan rasa sakit. Untuk mendapatkan reaksi yang

secepat – cepatnya, obat ini pada permulaan harus diberikan dalam dosis

tinggi, yang kemudia diturunkan sampai hanya sekadar memelihara

keseimbangan antara pemberian dan pengeluaran (ekshalasi). Keuntungan

anastetika-inhalasi dibandingkan dengan anastesi-intravena adalah

kemungkinan untuk dapat lebih cepat mengubah kedalaman anastesi dengan

mengurangi konsentrasi dari gas/uap yang diinhalasi. Kebanyakan anastesi

umum tidak di metabolisasikan oleh tubuh, karena tidak bereaksi secara

kimiawi dengan zat-zat faali. Mekanisme kerjanya berdasarkan perkiraan

bahwa anastetika umum di bawah pengaruh protein SSP dapat membentuk

hidrat dengan air yang bersifat stabil. Hidrat gas ini mungkin dapat merintangi

transmisi rangsangan di sinaps dan dengan demikian mengakibatkan

anastesia.4

11

Page 12: SKENARIO 3

Efek Samping

Hampir semua anastetika inhalasi mengakibatkan sejumlah efek samping dan

yang terpenting adalah :4

1. Menekan pernapasan, yang ada pada anastesi dalam terutama ditimbulkan

oleh halotan, enfluran dan isofluran. Efek ini paling ringan pada N2O dan

eter.

2. Sistem kardiovaskuler, terutama oleh halotan, enfluran dan isofluran. Efek

ini juga ditimbulkan oleh eter, tetapi karena eter juga merangsang SS

simpatis, maka efek keseluruhannya menjadi ringan.

3. Merusak hati (dan ginjal), terutama senyawa klor, misalnya kloroform.

4. Oliguri (reversibel) karena berkurangnya pengaliran darah di ginjal,

sehingga pasien perlu dihidratasi secukupnya.

5. Menekan sistem regulasi suhu, sehingga timbul perasaan kedinginan

(menggigil) pasca-bedah.

Teknik Pemberian Obat Inhalasi

Di antara banyak cara pemberian anstetika inhalasi, ada beberapa cara yang

paling sering digunakan, yakni :5

1. Sistem Terbuka : Cairan terbang (eter, kloroform, trikloretilen) diteteskan

tetes demi tetes ke atas sehelai kain kasa di bawah suatu kap dari kawat

yang menutupi mulut dan hidung pasien.

2. Sistem Tertutup : Suatu mesin khusus menyalurkan campuran gas dengan

oksigen ke dalam suatu kap, di mana sejumlah CO2 dari ekshalasi

dimasukkan kembali.

3. Insuflasi : Gas atau uap ditiupkan ke dalam mulut atau tenggorok dengan

perantaraan suatu mesin. Cara ini berguna pada pembedahan yang tidak

menggunakan kap, misalnya pada pembedahan pengeluaran amandel

(tonsil lectomia).

Zat – Zat Tersendiri

1. Eter (F.I) : diethylether, Ether ad narcosin

2. Trikloretilen : trilene, Cl2C = CCl

12

Page 13: SKENARIO 3

3. Nitrogenoksida : gas tertawa

4. Halotan : Fluothane

5. Enfluran : Enthrane, Alyrane

6. Propofol : diprivan

7. Ketamin : Ketalar

8. Tiopental (F.I) = thiopentone, penthiobarbital, pentothal

9. Midazolam : dormicum

10. Droperidol : thalamonal

Anestesi Lokal

Anestesi local ialah obat yang menghambat hantaran saraf bila dikenakan

secara local pada jaringan saraf dengan kadar cukup. Obat ini bekerja pada

tiap bagian susunan saraf. Sebagai contoh, bila anestetik local dikenakan pada

korteks otoris, impuls yang dialirkan dari daerah tersebut terhenti, dan bila

disuntikan ke dalam kulit maka transmisi impuls sensorik dihambat.

Pemberian anestetik local pada batang saraf menyebabkan pralisis sensorik

dan motorik di daerah yang dipersarafinya. Banyak macam zat yang dapat

mempengaruhi hantaran saraf, tetapi umumnya tidak dapat dipakai karena

dapat menyebabkam kerusakan permanen pada sel saraf. Paralisis saraf oleh

anestetik local bersifat reversible, tanpa merusak serabut atau sel saraf.

sifat anestetik local yang ideal sebaiknya tidak mengiritasi dan tidak merusak

jaringan saraf secara permanen. Kebanyakan anestetik local memenuhi syarat

ini. Batas keamanan harus lebar, sebab anestetik local akan diserap dari tempat

suntikan. Mula kerja harus sesingkat mungkin, sedangkan masa kerja harus

cukup lama sehingga cukup waktu untuk melakukan tindakan operasi, tetapi

tidak demikian lama sampai memperpanjang masa pemulihan. Zat anestetik

local juga harus larut dalam air, stabil dalam larutan, dapat disterilkan tanpa

mengalami perubahan.5

Macam-macam anestetik local:

Anestetik local sintetik : prokain, lidokain, bupivakain, dan anestesi

local sintetik lain.

Anestesi local sentetik lain:

anestesi local yang diberikan secara suntikan: dibukain,

mepivakain HCL, tetrakain, prilokain HCL.

13

Page 14: SKENARIO 3

anestesi local yang diberikan secara topical: benzokain.

Teknik pemberian anestesi local

Anestesi permukaan

Larutan garam anestetik local tidak dapat menembus kulit sehat.

Larutan lidokain 2% dalam karboksimetilselulosa digunakan untuk

menghilangkan nyeri di selaput lender mulut, faring, dan esophagus.

Anestetik local yang tidak larut merupakan sediaan terpilih untuk

menghilangkan nyeri pada luka, ulkus dan luka bakar. Sediaan ini

aman dan pada kadar yang tepat tidak akan mengganggu proses

penyembuhan luka.5

Anestesi infiltrasi

Tujuan teknik ini menimbulkan anesthesia ujung saraf melalui kontak

langsung dengan obat. Larutan obat ini disuntikan secara intradermal

atau SK. Cara anesthesia infiltrasi yang sering digunakan yaitu

blockade lingkar (ring block). Dengan cara ini obat disuntikkan SK

mengelilingi daerah yang akan dioperasi, terjadi blockade saraf

sensorik secara efektif di daerah yang akan dioperasi. Campuran

dengan epinefrin tidak dianjurkan pada blockade lingkar untuk

anesthesia jari atau penis, agar tidak terjadi iskemia setempat.5

Anestesi blok

Bermacam-macam teknik digunakan untuk mempengaruhi konduksi

saraf otonom maupun somatic dengan anesthesia local. Hal ini

bervariasi dari blockade pada saraf tunggal, misalnya saraf oksipital,

pleksus brakialis, dll sampai ke anesthesia epidural dan anesthesia

spinal. Cara ini dapat digunakan pada tindakan pembedahan maupun

untuk tujuan diagnostic dan terapi.5

Anestesi spinal

Anestesi spinal (blockade subarachnoid atau intratekal) merupakan

anesthesia blok yang luas. Sesudah penyuntikan intratekal, yang

dipengaruhi lebih dahulu yaitu saraf simpatis dan parasimpatis, diikuti

dengan saraf untuk rasa dingin, panas, raba, dan tekan dalam. Yang

mengalami blockade terakhir yaitu serabut motoris, rasa getar, dan

propioseptif. Blokade simpatis ditandai dengan adanya kenaikan suhu

14

Page 15: SKENARIO 3

kulit tungkai bawah. Setelah anesthesia selesai, pemulihan terjadi

dengan urutan yang sebaliknya, yaitu fingsi motoris yang pertama kali

pulih kembali.5

Tabel Anastesi spinal yang paling sering digunakan

Anastesi

lokal

Berat Jenis Sifat Dosis

Lidocain (Xylobain, Lignokain )

2% plain 1.006 Isobarik 20-100 mg (2-5 ml)

5%

dalam

dekstros

a 7,5%

1.033 Hiperbarik 20-50 mg (1-2 ml)

Bupivakain (Markain)

0,5%

dalam air

1.005 Isobarik 5-20 mg (1-4 ml)

0,5%

dalam

dekstros

a 8,25%

1.027 Hiperbarik 5-15 mg (1-3 ml)

Indikasi

Anestesi spinal dapat diberikan pada tindakan yang melibatkan tungkai

bawah, panggul, dan perineum. Anestesi ini juga digunakan pada

keadaan khusus seperti bedah endoskopi, urologi, bedah rectum,

perbaikan fraktur tulang panggul, bedah obstetric, dan bedah anak.

Anestesi spinal pada bayi dan anak kecil dilakukan setelah bayi

ditidurkan dengan anestesi umum.6

Kontraindikasi

Kontraindikasi mutlak meliputi infeksi kulit pada tempat dilakukan

pungsi lumbal, bakteremia, hipovolemia berat (syok), koagulopati, dan

peningkatan tekanan intracranial. Kontraindikasi relatf meliputi

15

Page 16: SKENARIO 3

neuropati, prior spine surgery, nyeri punggung, penggunaan obat-

obatan preoperasi golongan AINS, heparin subkutan dosis rendah, dan

pasien yang tidak stabil, serta a resistant surgeon.6

Anestesi epidural

Anestesi epidural merupakan suatu anestesi blok yang luas, yang

diperoleh dengan jalan menyuntikkan zat anestetik local ke dalam

ruang epidural. Dengan teknik ini anesthesia bagian sensorik dapat

diperluas sampai setinggi dagu. Pada cara ini dapat digunakan dosis

tunggal atau dosis yang diberikan secara terus menerus.5

Anestesi kaudal

Anestesia kaudal yaitu bentuk anesthesia apidural yang larutan

anestetiknya disuntikkan ke dalam kanalis sakralis melalui hiatus

sakralis. Ada dua bahaya pada teknik ini, yaitu:5

1. jarum masuk ke dalam pleksus vena yang terletak sepanjang

kanalis sakralis yang berakibat masuknya obat ke vena

2. jarum menembus durameter disertai dengan anesthesia spinal yang

luas. Biasanya digunakan bupivakain 0,125-0,25% sebanyak 0,5-1

mL/kgBB, atau lidokain 1,5%, 15-20 mL, atau kloprokain 2%, 1

mL/kgBB. Untuk menghambat absorpsi sistemik sering ditambah

larutan epinefrin 1:100.000.

8. Reaksi anafilaktoid

Reaksi anafilaktoid umumnya menjelaskan respon alergi yang mendadak,

generalisata, dan mngancam nyawa; reaksi tersebut paling sering disebabkan

oleh obat iv. Ada dua tipe:3

- Hipersensitivitas tipe I. Pada tipe ini, diperlukan pajanan obat sebelumnya.

- Reaksi yang diperantarai oleh komplemen.

Gambaran klinis

- Kulit. Ruam urtikaria atau flushing yang khas muncul dengan cepat.

- Sistem kardiovaskular.

- Bronkospasme, dapat mengancam nyawa.

- Edema glottis.

16

Page 17: SKENARIO 3

- Saluran cerna. Mual, muntah, diare.

Penatalaksanaan

- Hentikan obat yang dicurigai, berikan oksigen, dan pertahankan jalan napas.

- Berikan adrenalin secara iv. Dosis iv awal harus 0,1 mg, yaitu 1 ml dari

larutan 1:10.000, dan pemberiannya bertingkat dengan penambahan dosis

0,1 ,g setiap kalinya.

- Berikan cairan iv, misalnya 1-2 liter salin. Pemebrian cairan iv

membutuhkan akses vena yang memadai.

- Edema glottis memerlukan intubasi atau krikotiroidotomi.

II. Operasi

` Tatalaksana apendisitis pada kebanyakan kasus adalah apendektomi.

Keterlambatan dalam tatalaksana dapat meningkatkan kejadian perforasi.

Penggunaan ligasi ganda pada  setelah appendektomi terbuka dilakukan

dengan jahitan yang mudah diserap tubuh. Ligasi yang biasa dilakukan pada

apendektomi adalah dengan purse string (z-stich atau tobacco sac) dan ligasi

ganda. Pada keadaan normal, digunakan jahitan purse string. Ligasi ganda

digunakan pada saat pembalikkan tunggul tidak dapat dicapai dengan aman,

sehingga yang dilakukan adalah meligasi ganda tunggul dengan dua baris

jahitan. Dengan peningkatan penggunaan laparoskopi dan peningkatan teknik

laparoskopik, apendektomi laparoskopik menjadi lebih sering. Prosedur ini

sudah terbukti menghasilkan nyeri pasca bedah yang lebih sedikit, pemulihan

yang lebih cepat dan angka kejadian infeksi luka yang lebih rendah, akan

tetapi terdapat peningkatan kejadian abses intra abdomen dan pemanjangan

waktu operasi. Laparoskopi itu dikerjakan untuk diagnosa dan terapi pada

pasien dengan akut abdomen, terutama pada wanita.

17

Page 18: SKENARIO 3

Insisi Grid Iron (McBurney Incision)11

Insisi Gridiron pada titik McBurney. Garis insisi parallel dengan otot oblikus eksternal, melewati titik McBurney yaitu 1/3 lateral garis yang menghubungkan spina liaka anterior superior kanan dan umbilikus.

Lanz transverse incision12

Insisi dilakukan pada 2 cm di bawah pusat, insisi transversal pada garis miklavikula-midinguinal. Mempunyai keuntungan kosmetik yang lebih baik dari pada insisi grid iron.

Rutherford Morisson’s incision (insisi suprainguinal)13

Merupakan insisi perluasan dari insisi McBurney. Dilakukan jika apendiks terletak di parasekal atau retrosekal dan terfiksir.

Low Midline Incision13

Dilakukan jika apendisitis sudah terjadi perforasi dan terjadi peritonitis umum.

18

Page 19: SKENARIO 3

Insisi paramedian kanan bawah13

Insisi vertikal paralel dengan midline, 2,5 cm di bawah umbilikus sampai di atas pubis.

III. Pasca operasi

1. Keseimbangan cairan dan elektrolit

Kebutuhan rumatan normal

Rumatan normal adalah cairan yang diperlukan untuk mengganti

pengeluaran normal. 3 angka yang penting:

Air 30 mL/kgBB/hari

Natrium 1-2 mmol/kgBB/hari

Kalium 1 mmol/kgBB/hari

Defisit dan Pengeluaran

Pengeluaran normal

Dalam keadaan normal, cairan tubuh keluar sebagai urin dan ‘insensible

losses’. Keluaran urin bervariasi, tetapi angka rata-rata adalah 1500

ml/hari untuk orang dewasa yang memiliki berat badan 70 kg. Insensible

losses terutama ditentukan oleh keringat, ditambah sedikit dari berbagai

sekresi, feses, dll. Pada keadaan normal, insensible losses adalah sekitar

0,5 ml/kgBB/jam, walaupun angka ini dapat sangat bervariasi. Demam,

kegemukan, dan suhu lingkungan yang tinggi, semuanya meningkatkan

insensible losses, kadang-kadang sampai 3 l/hari.1

Pengeluaran pada pembedahan

Pengeluaran darah. Pengeluaran darah di kamar bedah biasanya dicatat,

atau lebih tepatnya, perkiraan darah yang keluar. Angka-angka yang

menyatakan pengeluaran darah biasanya tidak akurat, walaupun sudah

19

Page 20: SKENARIO 3

dilakukan pengukuran dengan cermat, misalnya, dengan menimbang

kassa/kapas. Pengeluaran darah juga mungkin tersamar, misalnya

hematom retroperitoneum pada fraktur panggul.1

Defisit yang sudah ada sebelumnya.

Defisit yang sudah ada sebelumnya mungkin merupakan elemen

keseimbangan cairan yang paling sulit diperkirakan. Pasien yang memiliki

bagan keseimbangan cairan di rumahnya hanya sedikit, dan hampir

mustahil memperkirakan volume cairan yang hilang melalui muntahan

atau diare. Pengeluaran darah di luar rumah sakit juga sulit diperkirakan.

Perkiraan dapat berlebihan, karena bahkan sedikit darah dapat tampak

mengkhawatirkan, atau malah kurang, misalnya, pada laserasi kulit kepala

yang dapat mengeluarkan banyak darah. Satu-satunya cara hanyalah selalu

waspada terhadap pasien yang mungkin datang dalam keadaan deficit

cairan yang besar.1

Stres dan Keseimbangan cairan

Respon stress mempengaruhi keseimbangan cairan melalui suatu

mekanisme yang memerlukan perhatian khusus. Semua orang mengalami

cedera akibat trauma atau pembedahan meperlihatkan respon stress. Salah

satu respon stress tersebut berupa pengeluaran hormone aldosteron dan

ADH dalam jumlah besar, yang menyebabkan retensi garam dan air.

Respon tersebut menyebabkan sebagian orang mengambil kesimpulan

yang menakutkan, bahwa pasien yang stress tidak memerlukan natrium

dan penatalaksanaan yang terbaik adalah memberikan 3 L dekstrosa 5%

setiap hari.

Setelah pembedahan besar, retensi natrium dan air pasti akan terjadi dan

kadang-kadang menyebabkan oliguria. Reabsorpsi natrium ditingkatkan

oleh berbagai mekanisme, yaitu kerja aldosteron di tubulus proksimal

menyebabkan penurunan jumlah zat terlarut yang disalurkan ke lengkung

asendens Henle, satu-satunya tempat natrium diserap tanpa air, dan

akhirnya mengakibatkan ginjal tidak mampu lagi menghasilkan urin yang

encer. Mekanisme ini sangat meningkat pada saat-saat stress karena terjadi

20

Page 21: SKENARIO 3

peningkatkan sekresi ADH. Oleh karena itu, pasien yang mengalami stress

tidak dapat mengekskresikan beban air dalam jumlah besar.1

Penatalaksanaan

Cairan iv

Selain macam-macam trnasfusi darah, cairan iv dibagi menjadi 2 golongan

besar: kristaloid, yang hanya mengandung sedikit partikel kecil, misalnya,

ion natrium dan klorida atau glukosa, dan koloid yang mengandung

molekul-molekul besar yang mampu menimbulkan tekanan onkotik.1

Rumus menghitung tetes infuse

MACRO = 1 cc = 20 tts/mnt

Tetes infuse macro

tts/mnt = jumlah cairan x 20/ lama infuse x 60

Lama infuse macro

lama infuse = (jumlah cairan x 20) / (tts/menit x 60)

MICRO = 1 cc = 60 tts/mnt

Tetes infuse micro

tts/mnt = (jumlah cairan x 60) / (lama infuse x 60)

Lama infuse micro

lama infuse = (jumlah cairan x 60 ) / (tts/mnt x 60)

Kristaloid. Distribusi cairan iv di dalam tubuh terutama bergantung pada

kandungan natriumnya karena natrium merupakan ion yang paling penting

dalam proses osmosis. Oleh karena itu, cairan kristaloid yang tersedia

dibedakan menjadi 3 kelompok:1

Salin normal (0,9%) dan larutan Hartmann (laktat ringer)

mengandung kurang lebih 150 mmol/l natrium, seperti cairan

ekstrasel. Larutan-larutan ini akan terdistribusi di kompartemen

cairan ekstraselular.

Dekstrosa 5%. Semua gula dalam larutan ini dengan cepat tertarik

ke dalam sel dan dibakar atau diubah menjadi gliokogen. Sehingga,

21

Page 22: SKENARIO 3

memberikan dekstrosa 5% sama saja dengan memberikan air

murni. Cairan ini akan terdistribusi ke seluruh cairan tubuh total.

‘Desktrosa/salin’ berada diantara keduanya. Larutan ini memiliki

sedikit natrium sehingga sebagian cairan (20%) akan tetap berada

di CES, tetapi sebagian besar tetap akan berakhir menjadi cairan

tubuh total.

Koloid. Koloid adalah larutan yang mengandung molekul yang terlalu

besar untuk melewati membrane kapiler. Pada keadaan normal, cairan

semacam ini akan tertahan di dalam ruag intravascular dan bermanfaat

apabila diperlukan ekspansi intravascular yang cepat. Koloid yang

paling sering digunakan adalah gelatin, Haemaccel, dan Gelofusine,

yang semuanya terbuat dari sapi. Cairan lain adalah Hetastarch dan

dekstran, serta koloid alami, misalnya, albumin dan plasma beku segar.

Merencanakan suatu regimen

Tujuan perencanaan regimen adalah menghasilkan pasien yang stabil

tetapi sedikit kering. Untuk semua pasien, persamaannya sama:

Defisit sebelumnya. Apabila Anda berpendapat bahwa pasien Anda

sedang mengalami deficit, atasilah ditempat itu dan saat itu juga

dengan menggunakan fluid challenge servo loop. Berikan bolus cairan

(mis, 250 ml stat salin), nilai ulang status hemodinamik dan keluaran

urin.

Rumatan. Kebutuhan rumatan harian: air 30 ml/kgBB, natrium 1-2

mmol/kgBB. Berarti orang dewasa dengan berat badan 70 kg

membutuhkan 2000 ml air dan kurang lebih 70-140 mmol natrium.

Dengan demikian, untuk pasien yang stabil dengan pengeluaran cairan

minimal, pemberian cairan 500 ml salin 0,9% ditambah 1500 ml

dekstrosa 5% selama 24 jam sedah cukup banyak. Sebagian besar

pasien yang mendapat lebih dari 1500 ml dekstrosa 5% per hari akan

menjadi hiponatremik.

22

cairan yang dibutuhkan = deficit sebelumnya + rumatan normal + pengeluaran yang sedang berlangsung

Page 23: SKENARIO 3

Kebutuhan cairan rumatan

Berat Jumlah cairan

10 kg pertama

10 kg kedua

10 kg selanjutnya

4 ml/kgBB/jam

2 ml/kgBB/jam

1 ml/kgBB/jam

Pengeluaran yang sedang berlangsung. Apabila pasien sedang

mengalami pengeluaran cairan, kemungkinan cairan tersebut

mengandung natrium sehingga setiap penambahan cairan harus berupa

salin atau larutan Hartmann. Dengan demikian, untuk pembedahan

yang lebih besar cukup diberikan cairan dekstrosa 5% sebanyak 1,5-2 l

ditambah 1000 ml salin 0,9% dalam 24 jam. Selain terapi air dan

garam, pasien tersebut membutuhkan:

Kalium. Setelah hari pertama, pasien mnedapatkan kalium 1

mmol/kgBB/hari. Apabila pasien masih bergantung pada cairan

parenteral, kalium diberikan sebanyak 20-40 mmol KCl untuk

setiap liter cairan.

Darah, sesuai kebutuhan untuk mempertahankan hemoglobin

diatas 10g/dl.

Penggantian pengeluaran cairan saluran cerna yang terukur.

Penggantian paling baik dicapai dengan memberikansalin

dalam jumlah yang sama, ditambah dengan KCl sebanyak 20

mmol/l. Pengeluaran dalam jumlah besar harus diukur

kandungan elektrolit untuk memastikan penggantian yang

tepat.

Gizi. Apabila terapi cairan diteruskan melebihi hari ketiga

pascaoperasi, harus dipertimbangkan pemberian makanan

artificial.

2. Pencegahan perdarahan lebih lanjut

Elevasi tempat yang mengalami perdarahan adalah tindakan efektif,

terutama pada perdarahan vena. Dengan mengenakan sarung tangan,

23

Page 24: SKENARIO 3

laukan penekanan memakai kain atau kapas bersih. Kadang-kadang

tekanan pada arteri induk dapat mengontrol perdarahan di sebelah

distalnya. Jangan menggunakan tourniquet karena sering meningkatkan

kongesti vena dan perdarahan serta dapat mengancam viabilitas jaringan di

sebelah distal. Usaha untuk menjepit atau mengikat titik perdarahan pada

luka akan menganggu pembekuan darah, dan kecil kemungkinan berhasil

kecuali dilakukan oleh ahli di ruang operasi yang terkontrol.1

Terapi suportif

Larutan dekstrosa tidak bermanfaat untuk mengobati hipovolemia

karena akan tersebar ke seluruh cairan tubuh total.

Semua larutan garam bermanfaat, tetapi hanya 30% dari jumlah

yang diberikan yang tetap berada di dalam sirkulasi, sisanya

terdistribusi di ruang interstisium.

Larutan koloid buatan akan tertahan di dalam sirkulasi dalam

jangka pendek sehingga diperlukan jumlah yang lebih sedikit bila

dipakai untuk memulihkan hipovolemia. Dekstran sebaiknya tidak

digunakan karena memiliki efek menghambat trombosit dan dapat

mengganggu pemeriksaan cross march.

Produk darah juga merupakan larutan koloid dan dapat

memulihkan volume plasma.

Transfusi

Transfusi sel darah merah

Terdapat dua indikasi dasar untuk transfuse sel darah merah:

perdarahan akut dan anemia.

Keputusan melakukan transfusi bergantung pada:

o kadar hemoglobin

o perkiraan pengeluaran darah lebih lanjut.

o kesehatan pasein secara umum.

Darah harus dihangatkan (paling tidak sampai suhu kamar) dan

pada pasien sehat, satu unit darah diberikan dalam waktu 2-3 jam.

Diperlukan sebuah venflon berukuran 18 (hijau) atau lebih besar.

24

Page 25: SKENARIO 3

Selama transfuse, laukan ‘obs darah’ (suhu, TD, nadi, pernapasan)

dengan teratur. Set transfuse darah meliputi sebuah penyaring

untuk menyingkirkan gumpalan sel darah merah. Satu unit sel

darah merah biasanya akan menaikkan konsentrasi hemoglobin

sebesar 1 g/dl. Namun, pada pasien berusia lanjut, konsentrasi

hemoglobinnya dapat naik 2-3 g/dl.

Produk plasma yang paling penting pada masa perioperasi adalah

fresh frozen plasma atau FFP. Satu unit FFP adalah plasma dari

satu unit whole blood, yang dibekukan dengan cepat sampai suhu -

300C. Indikasi utama pemberian FFP pada masa perioperasi adalah

untuk mengganti factor-faktor pembekuan. Dua situasi yang sering

membutuhkan transfuse produk plasma ini:1

o Untuk memperbaiki koagulasi akibat transfuse massif

o Untuk mengoreksi antikoagulasi warfarin dengan cepat.

Trombosit

Keputusan untuk memberi transfuse bergantung pada hitung

trombosit dan apakah terjadi perdarahan pada pasien. Transfusi

trombosit sangat jarang dindikasikan apabila hitung trombosit > 50

x 109/l. Apabila pasien tidak mengalami perdarahan, hitung

trombosit sampai 20x 109/l masih dapat diterima. Sebelum

meminta transfuse trombosit, mintalah nasehat dari ahli

hematologi, terutama apabila penyebab trombositopenia tidak jelas.

Trombosit jangan diberikan melalui set transfuse yang memiliki

yang penyaring/filter. Gunakan set yang tidak berfilter, atau

sedotlah trombosit ke dalam tabung suntik 50 ml dan injeksikan

dengan tangan.1

Pencocokan –silang praoperasi

Sebelum pembedahan rutin, biasanya dilakukan cross-match

sebagai antisipasi bila diperkirakan perdarahan cukup banyak.

Untuk operasi yang kecil kemungkinannya membutuhkan

transfuse, biasanya sampel dikirim hanya untuk ’dikelompokkan

dan disimpan’. Sampel diperiksa untuk mencari antibody atipikal.

25

Page 26: SKENARIO 3

Apabila tidak ditemukan antibody atipikal, darah ‘negatif-antigen’

diambil dan disiapkan.1

Penyulit transfuse darah

Kelebihan cairan

Setiap infuse iv dapat memicu kelebihan cairan apabila Anda tidak berhati-

hati. Pasien yang berisiko tinggi mengalami kelebihan cairan adalah pasien

berusia lanjut, penderita sakit jantung, dan pasien dengan anemia

megaloblastik.

Sebagian besar menyarankan pemberian diuretic bersama transfuse karena

dapat menurunkan risiko kelebihan cairan, tetapi cara ini telah menjadi

suatu reflex batang otak setiap kali kita meresapkan darah. Pemberian

diuretic tidak perlu dilakukan untuk setiap pasien. Apabila Anda harus

memberikan diuretic, cukup berikan furosemid 20 mg per oral untuk setiap

unit darah.1

Infeksi

Kunci pencegahan adalah kombinasi penapisan donor yang ketat dam

pemeriksaan laboratorium pada setiap darah yang didonorkan.1

Penyulit imunologis

Inkompatibilitas ABO. Sistem ABO terdiri dari antibody terhadap

antigen sel darah merah, yaitu anti-A, dan anti-B. Antibdi tersebut

dijumpai pada orang yang belum pernah terpajan antigen yang

bersangkutan sehingga disebut antibody ‘alami’.

Inkompatibilitas Rhesus, dan antibody sel darah merah lainnya.

Reaksi yang paling penting adalah reaksi rhesus anti-D.1

3. Alat-alat pemantauan.3

Pengukuran tekanan darah non-invasif, dapat bervariasi di antara

kedua lengan dan tidak akurat apabila ukuran manset tidak tepat.

Alat otomatis cenderung mengukur lebih rendah pada tekanan

tinggi dan lebih tinggi pada tekanan rendah. Alat ini bingung

26

Page 27: SKENARIO 3

apabila volume nadi berubah-ubah seperti pada fibrilasi atrium,

atau apabila ada gerak tambahan.

Selang arteri, sangat akurat. Jangan menyuntikkan apapun ke

dalamnya atau membiarkan tutupnya terbuka.

Selang CVP, perlu ditempatkan sampai ujungnya terletak di vena

kava superior agar hasil pembacaannya dapat dipercaya.

Interpretasi hasil sering membingungkan

Oksimeter pulsa, memberikan informasi mengenai oksigenasi,

kecepatan denyut jantung, dan aliran darah ke ekstremitas. Jangan

menggunakan alat ini untuk mendeteksi obstruksi jalan napas atau

hipoventilasi karena peringatannya akan datang sangat terlambat.

Monitor EKG, sebaiknya diletakkan di bangsal penyakit dalam

atau ICU, tempat para perawat yang kemungkinan besar mampu

mengenali adanya kelainan. Lagi pula, tentukannya pasien yang

berisiko tinggi mengalami disritmia dirawat di tempat tersebut.

Pemantau ‘pilihan pertama’ yang terbaik untuk pasien sakit berat

adalah oksimeter pulsa dan Dinamap.

4. Komplikasi pascaoperasi

Komplikasi pascaoperasi yang paling lazim adalah:7

1. Muntah, kadang-kadang dipersulit oleh dehidrasi.

2. “Chests” (komplikasi paru).

3. Trombosis vena tungkai, kadang-kadang dipersulit oleh emboli.

4. Retensi karbon dioksida.

5. Nyeri pascaoperasi

6. Trauma mekanis

7. Efek toksik lambat dari obat anestetik.

Muntah pascabedah

Pertimbangkan sebab-sebab mungkin dan pencegahan muntah

pascaoperasi:

Sebelum pembiusan

- Kepribadian pasien. Ketakutan dan sugesti.

27

Page 28: SKENARIO 3

- Morfin prabedah. Morfin menimbulkan nausea pada kira-kira 30%

kasus dan menginduksi muntah pada 10%. Pasien yang diketahui

mudah muntah setelah mendapat morfin dan mereka yang khusus

diharapakan menghindari muntah boleh diberikan metoklopramid atau

suatu antiemetic spesifik lain dengan premedikasi morfin atau petidin.

Selama pembiusan

- Letak operasi. OPerasi pada usus, pada gonad, dan daerah, mastoid

adalah contoh pembedahan yang mempunyai potensi besar untuk

muntah.

- Obat anestetik. Halotan dan barbiturate intravena mempunyai reputasi

paling sedikit memyebabkan muntah.

- Perubahan metabolic.

- Iritasi lambung. Pelanggar biasa adalah:

o Uap anestetik yang tertelan

o Darah yang tertelan

o Hipoksia

Setelah operasi

- Baskom muntah. Jangan letakan baskom di hadapan pasien. Sebaiknya

letakan di atas kepala pasien.

- Makanan dan minuman. Pada permulaan, pemberian air tawar sedikit

demi sedikit mungkin dapat dijinkan. Kemudian sedikit air buah.

- Morfin.

- Sebab-sebab selain pascaoperasi

Penatalaksanaan

- Jika darah dimuntahkan oleh lambung, berikan larutan natrium

bikarbonat hangat yang akan dikeluarkan lagi, jadi pembiusan lambung

yang efektif.

- Hentikan semua yang masuk melalui mulut.

- Bila muntah terus, lebih dari 8 jam, dehidrasi tak dapat dihindari. Atasi

dengan infuse glukosa 5% dalam air.

28

Page 29: SKENARIO 3

Nyeri pascaoperasi

Nyeri bukanlah akibat sisa pembedahan yang tak dapat dihindari tetapi ini

merupakan komplikasi bermakna pada lebih dari separuh pasien.

Penatalaksanaan penting, karena nyeri yang tak dikurangi dapat

menyebabkan hipotensi dan ventilasi tak-memadai.

29

Page 30: SKENARIO 3

BAB III PENUTUP

Kesimpulan

Pembedahan diindikasikan bila diagnosa apendisitis telah ditegakkan. Apendiktomi

(pembedahan untuk mengangkat apendiks) dilakukan sesegera mungkin untuk menurunkan

resiko perforasi. Apendiktomi dapat dilakukan dibawah anestesi umum umum atau spinal,

secara terbuka ataupun dengan cara laparoskopi yang merupakan metode terbaru yang sangat

efektif.

Sebelum dilakukan anestesi, ada beberapa hal yang harus diperhatikan dan dilaksanakan

yaitu: Pembersihan dan pengosongan lambung. Dewasa puasa 6-8 jam, anak puasa 3-5 jam,

gigi palsu, bulu mata palsu, perhiasan dilepas, kandung kemih dikosongkan, sal. Napas

dibersihkan dari lender, informed consent, pasien memakai pakaian khusus operasi,

pengulangan PF.

Dan setelah operasi harus diperhatikan kembali TTV, keseimbangan cairan dan elektrolit,

gizi, pengeluaran darah selama operasi dari si pasien. Agar kondisi pasien dapat terkontrol

dan kembali pulih dengan cepat.

30

Page 31: SKENARIO 3

DAFTAR PUSTAKA

1. Hambly P, Sainsbury M. Manajemen perioperatif: penatalaksanaan pasien bedah

di bangsal. Jakarta: EGC; 2006. Hal 146-151.

2. Gleadle J. At glance anamnesis dan pemeriksaan fisik. Jakarta: erlangga; 2005.

3. Sabiston C. buku ajar bedah. vol 1. Jakarta: EGC; 2000.

4. Dobson M, Dharma A. Penuntun praktis anestesi. Jakarta: EGC; 2004. Hal 53-59.

5. Gunawan, Sulistia. Farmakologi dan terapi. Edisi 5. Jakarta: FKUI; 2007. Hal

259-272.

6. Ostlere G. Anestesiologi. Edisi 9. Jakarta: EGC; 1991.

7. Info. Apendisitis. Desember 2008. Diunduh dari : http://ilmubedah.info/definisi-

insiden-patogenesis-diagnosis-penatalaksanaan-penyakit-apendisitis-akut-

2012008.html, 10 November 2012.

31