SKENARIO 3
-
Upload
everdina-esther-p -
Category
Documents
-
view
29 -
download
0
description
Transcript of SKENARIO 3
Emergency Appendectomy
BAB I PENDAHULUAN
Apendisitis adalah peradangan pada apendiks vermiformis dan merupakan penyebab
nyeri abdomen akut yang paling sering. Apendisitis akut sering tampil dengan gejala
khas yang didasari oleh radang mendadak umbai cacing yang memberikan tanda
setempat, disertai maupuntidak disertai rangsang peritonieum lokal.
Gajala apendisitis ialah nyeri samar-samar dan tumpul yang merupakan nyeri viseral
didaerah epigastrium disekitar umbilikus. Keluhan ini sering disertai mual dan kadang
muntah. Umumnya nafsu makan menurun. Dalam beberapa jam nyeri akan berpindah
ketitik mcBurney. Disini nyeri dirasakan lebih tajam dan lebih jelas letaknya sehingga
merupakan nyeri somatik setempat
Pembedahan diindikasikan bila diagnosa apendisitis telah ditegakkan. Apendiktomi
(pembedahan untuk mengangkat apendiks) dilakukan sesegera mungkin untuk
menurunkan resiko perforasi. Apendiktomi dapat dilakukan dibawah anestesi umum
umum atau spinal, secara terbuka ataupun dengan cara laparoskopi yang merupakan
metode terbaru yang sangat efektif. Bila apendiktomi terbuka, insisi Mc.Burney
banyak dipilih oleh para ahli bedah.
1
BAB II PEMBAHASAN
Emergency appendectomy
I. Pramedikasi
Pramed adalah bagian dari teknik anestesi dan merupakan tanggung jawab ahli
anestesi untuk meresepkannya pada saat penilaian praoperasi.
Pemilihan pramed bersifat sangat individualistic. sebagian ahli anestesi
meresepkan obat yang sama untuk semua orang, sebagian menyesuaikan obat
dengan situasi, dan sebagaian lagi tidak meresepkan pramed dan penderita
senang, berarti tidak ada masalah. Namun, bila penderita belum mendapat
resep pramed dan sedang menderita nyeri, mual, atau sangat cemas, jangan
takut untuk menghubungi ahli anestesi yang bersangkutan.1
Pemeriksaan praoperasi anestesi
1. Anamnesis.2
Identifikasi pasien
Keluhan saat ini dan tindakan operasi yang akan dihadapi
Riwayat penyakit yang sedang/pernah diderita yang dapat menjadi
penyulit ansetesi seperti alergi, diabetes mellitus, penyakit paru
kronis, penyakit jantung, hipertensi, penyakit hati, dan penyakit
ginjal.
Riwayat obat-obatan yang meliputi alergi obat, intolerasi obat, dan
obat yang sedang digunakan dan dapat menimbulkan interaksi
dengan obat anestetik seperti kortikosteroid, obat antihipertensi,
antidiabetik, antibiotic, golongan aminoglikosida, digitalis,
diuretika, obat antialergi, MAO, dan bronkodilator.
Riwayat anestesi/operasi sebelumnya yang terdiri dari tanggal,
jenis pembedahan dan anestesi, komplikasi, dan perawatan intensif
pascabedah.
Riwayat kebiasaan sehari-hari yang dapat mempengaruhi tindakan
anestesi seperti merokok, minum alcohol, obat penenang, narkotik,
dan muntah.
Riwayat penderita yang menderita kelainan seperti hipertermia
maligna.
2
Riwayat berdasarkan system organ yang meliputi keadaan umum,
pernapasan, kardiovaskular, ginjal, gastrointestinal, hematologi,
neurologi, endokrin, psikiatrik, ortopedi, dan dermatologi
Makanan yang terakhir dimakan.
2. Pemeriksaan fisis.2
Tinggi badan dan berat badan. Untuk memperkirakan dosis obat,
terapi cairan yang diperlukan, serta jumlah urin selama dan sesudah
pembedahan.
Frekuensi nadi, tekanan darah, pola dan frekuensi napas, serta suhu
tubuh.
Jalan napas (airway). Daerah kepala dan leher diperiksa untuk
mengetahui adanya trismus, keadaan gigi geligi, adanya gigi palsu,
gangguan fleksi ekstensi leher, deviasi trakea, massa, dan bruit.
Jantung, untuk mengevaluasi kondisi jantung
paru-paru, untuk melihat adanya dispnu, ronki, dan mengi.
Abdomen untuk melihat adanya distensi, massa, asites, hernia, atau
tanda regurgitasi.
Ekstremitas, terutama untuk melihat perfusi distal, adanya jari
tabuh, sianosis, dan infeksi kulit, untuk melihat di tempat-tempat
pungsi vena atau daerah blok saraf regional
Punggung bila ditemukan adanya deformitas, memar, atau infeksi.
Neurologis, misalnya status mental, fungsi saraf cranial, kesadaran,
dan fungsi sensorimotorik.
3. Pemeriksaan laboratorium
Rutin: darah (hemoglobin, leukosit, hitung jenis leukosit, golongan darah,
masa perdarahan, masa pembekuan), urin (protein, reduksi, dan sedimen),
foto dada (terutama untuk bedah mayor), EKG (untuk pasien berusia di
atas 40 tahun).2
Khusus, dilakukan bila terdapat riwayat atau indikasi
EKG pada anak
Spirometri dan bronkospirometri pada pasien tumor paru
Fungsi hati pada pasien ikterus
Fungsi hati pada pasien hipertensi
3
4. Puasa
Sebagian besar mengetahui diperlukan periode puasa sebelum anestesi
umum. Namun, ada silang pendapat mengenai rekomendasi yang pasti
serta alasan-alasan di baliknya.1
Praktek lama
Perintah lama untuk penderita praoperasi adalah “jangan ada yang masuk
mulut setelah tengah malam”. Pendekatan ini memiliki sejumlah masalah:1
Keseimbangan cairan – bagi sebagian besar penderita, perintah ini
berarti cairan oral yang terakhir masuk sekitar pukul 7 malam. Apabila
penderita belum dioperasi sampai pukul 12 siang keesokan harinya,
akan terjadi deficit cairan yang cukup bermakna.
Pengobatan – banyak penderita (dan petugas kesehatan) selalu
beranggapan bahwa pengobatan oral sebaiknya tidak diminum selama
puasa praoperasi. Penghentian pengobatan dapat menimbulkan efek
yang merugikan.
Anak – membenci puasa dan retriksi minum. Mereka bahkan lebih
rentan mengalami deficit cairan dan anak yang lebih kecil bias menjadi
hipoglikemik setelah puasa relative singkat.
pH lambung – semakin banyak bukti bahwa puasa total malah
menyebabkan penundaan pengosongan lambung dan menurunkan pH
cairan lambung.
Pemikiran mutakhir
Berdasarkan pengetahuan terakhir, regimen berikut dapat diterapkan bagi
penderita elektif sehat tanpa resiko tertentu:1
Hindari makanan padat selama 4 jam praoperasi
Minum air putih sampai 2 jam praoperasi
Pengobatan oral yang diminum dengan seteguk air tidak meningkatkan
risiko
Sarapan ringan yang dini aman bagi penderita yang jadwal operasinya
sore hari.
4
Penting bagi penderita untuk memahami bahwa gula-gula dan permen
karet dapat dianggap sebagai makanan padat, dan the serta kopi bukan air
putih.
Nutrisi Enteral
Pemberian makanan melalui selang diindikasikan apabila usus masih
berfungsi, tetapi pasien tidak dapat menelan. Pemberian makanan melaui
selang dapat dilakukan dengan selang nasogastrik biasa, tetapi selang
makan berlubang halus lebih disukai karena lebih nyaman. Posisi selang
harus dipastikan terlebih dahulu dengan sinar-X sebelum digunakan
(dibawah diafragma berarti baik, di paru berarti jelek).Makanan juga dapat
diberikan melalui selang gastrostomi perkutis (percutaneus gastrostomy
tube, ‘PEG’), yang lebih disukai untuk pemberian makan jangka panjang
atau selang jejunostomi. Pemberian makan melaui selang adalah tindakan
yang aman, efektif, dan membantu menjaga mempertahankan fungsi dan
integritas usus.
Kadang-kadang pasien yang usunsya masih berfungsi baik (yaitu bising
usus baik dan dapat flatus) tidak dapat menyerap makanan yang diberikan
melalui selang nasogastrik karena lambung tidak dapat mengosongkan
isinya. Masalah ini dapat diatasi dengan pemberian obat-obat prokinetik
lambung (mis, sisaprid 10 mg tid po atau metoklopramid 10 mg tid po),
atau dengan menempatkan selang langsung ke dalam jejunum.
Penempatan ini dapat dilakukan dengan memasukan selang nasogastrik
melewati pylorus secara endoskopis atau dengan selang jejunostomi.
Kedua cara tersebut lebih baik daripada pemberian TPN yang tidak perlu.1
Penyulit utama dari pemberian makan melaui selang adalah:1
diare
penyulit akibat insersi selang (malposisi, ulkus esophagus, dan
perforasi)
aspirasi paru, karena pemberian makan melalui selang sering
digunakan pada penderita gangguan reflex faring, dan adanya
selang mendorong terjadinya regurgitasi.
Nutrisi Parenteral (TPN)
5
TPN diindikasikan apabila terjadi disfungsi usus, baik akibat ileus, fistula,
atau sindrom malabsorpsi. Namun, TPN memiliki sejumlah kekurangan
dan dikontraindikasikan apabila pemberian makan enteral masih dapat
dilakukan.
TPN harus diberikan melalui vena sentral karena osmolalitasnya yang
tinggi akan merusak semua vena perifer. Tidak boleh ada bahan lain yang
diberikan melaui selang yang sama karena adanya risiko infeksi.1
Pemantauan
Untuk mencegah penyulit metabolic, diperlukan suatu system pemantauan
pasien yang mendapatkan TPN. salah satu system yang dianjurkan adalah:1
pengamatan berkala: suhu, TD, nadi, frekuensi pernapasan,
keseimbangan cairan
pemeriksaan berkala di bangsal: stik BM, urinalisis
pemeriksaan harian: U&E, glukosa
pemeriksaan setiap minggu (atau lebih sering): hitung darah
lengkap, pemeriksaan penapisan koagulasi, berat badan, LFT, Ca,
Mg, PO4, protein C-reaktif
atas indikasi: lemak serum, asam urat, gas darah, urine 24 jam
untuk ureum dan elktrolit
keadaan khusus: keseimbangan N2, pertukaran gas, pemeriksaan
kadar vitamin, keseimbangan trace element.
6
Regimen TPN ‘biasa’
500 ml Synthamin 17® dengan 500 ml dekstrosa 50% selama 12 jam dikombinasikan dengan 500 ml Intralipid® 20% selama 24 jam.
Dalam 24 jam, regimen ini memberikan:
Air (ml) 2500
Energi (kJ) 12800
CHO (g) 500
Nitrogen (g) 14
Lemak (g) 100
Kasus darurat dan trauma
Kasus bedah dapat langsung dioperasi tanpa puasa apabila risiko
penundaan melebihi risiko aspirasi (misalnya kasus yang dapat
menyebabkan perdarahan). Pada kasus-kasus yang lain, penderita harus
dipuasakan seperti biasa. Tidak ada alternative yang aman dan andal
sebagai pengganti puasa. Metoklopramid, pengisapan melalui selang
nasogastrik, dan obat emetic tidak dapat memberikan perlindungan.1
Anestesi local atau regional
Semua kasus yang direncanakan untuk anestesi local maupun regional juga
harus dipuasakan seperti biasa karena semua teknik local dapat gagal dan
anestesi umum harus dilakukan. Selain itu, sebagian besar teknik regional
berpotensi menimbulkan penyulit sehingga intubasi mungkin harus
dilakukan.1
5. Pemasangan kateter
Keluaran urin yang rendah pada pasien bedah merupakan suatu tanda
penting hipovolemia dan mungkin mendahului gagal ginjal akut (GGA).
jangan mengabaikan tanda ini karena GGA memiliki angka kematian yang
cukup tinggi dan sebagian besar kasus GGA dapat dicegah. Pada pasien
bedah, diharapkan volume urin setidaknya 0,5 ml/kg/jam (1ml/kg/jam
pada anak). Volume yang berkurang dari 20 ml/jam tidak sesuai dengan
ekskresi minimum beban zat terlarut, dan volume lebih kecil akan
menyebabkan penimbunan matabolit-metabolit (ureum, kalium, asam).3
Indikasi kateter
Indikasi kateterisasi adalah:3
pengukuran keluaran urin yang akurat
penatalaksanaan retensi urin
apabila pasien sulit atau tidak mungkin berkemih normal (mis,
cedera medulla spinalis, trauma mayor, koma)
irigasi kandung kemih.
7
6. Alergi obat
Bila penderita mengaku memiliki alergi obat, selalu tanyakan apa yang
terjadi saat mereka minum obat tersebut. Tentu saja, setiap riwayat ruam,
pembengkakan, atau sakit parah harus diperhatikan dengan serius. Alergi
sejati sering terjadi akibat pemberian obat golongan penisilin, preparat
iodium, dan elastoplasts. Sensitivitas-silang dapat terjadi dengan obat lain
(mis, diperkirakan 8% orang yang alergi terhadap penisilin akan bereaksi
terhadap golongan sefalosporin).1
7. Anestesi obat
Pengertian Anastesi
Anestesi (pembiusan; berasal dari bahasa Yunani an-"tidak, tanpa" dan
aesthētos, "persepsi, kemampuan untuk merasa"), secara umum berarti
suatu tindakan menghilangkan rasa sakit ketika melakukan pembedahan
dan berbagai prosedur lainnya yang menimbulkan rasa sakit pada tubuh.
Istilah anestesi digunakan pertama kali oleh Oliver Wendel Holmes Sr
pada tahun 1846.4
Tipe Anastesi
Beberapa tipe anestesi adalah:4
1. Pembiusan total — hilangnya kesadaran total
2. Pembiusan lokal — hilangnya rasa pada daerah tertentu yang
diinginkan (pada sebagian kecil daerah tubuh).
3. Pembiusan regional — hilangnya rasa pada bagian yang lebih luas
dari tubuh oleh blokade selektif pada jaringan spinal atau saraf yang
berhubungan dengannya.
Pembiusan lokal atau anestesi lokal adalah salah satu jenis anestesi yang
hanya melumpuhkan sebagian tubuh manusia dan tanpa menyebabkan
manusia kehilangan kesadaran. Obat bius jenis ini bila digunakan dalam
operasi pembedahan, maka setelah selesai operasi tidak membuat lama
waktu penyembuhan operasi.
8
Anestesi dilakukan oleh dokter spesialis anestesi atau anestesiologis. Dokter
spesialis anestesiologi selama pembedahan berperan memantau tanda-tanda
vital pasien karena sewaktu-waktu dapat terjadi perubahan yang memerlukan
penanganan secepatnya.
OBAT-OBAT KHUSUS ANASTHESI APENDIKSITIS
Infus IV Alfentanil epidural Asam aminokaproat Bretilium Doksapram Fentanil epidural Hidromorfon intravena Isoprolerenol Labetalol Lidokain magnesium Meripidin epidural Mafontermil Nitrogliserin Norepinefrine Fentolamin Fenileprine Prokainamid Sunsinil kolin Sufentanil epidural Trimetafan Vasopresin Katekolamin Dopamin Sobutanon
Kloropokain HCL Etidokain HCL Mepivakain HCL Natrium bikarbonat Epinefrine Atropin Adenosin Veropamil Dobutamin Nitrogliserin Nitroprusid Glukosa
Sebelum induksi anestesi
Sebelum memulai, periksalah jadwal pasien dengan teliti. Tanggung jawab
untuk pemeriksaan ulang ini berada pada ahli bedah dan ahli anestesi.
Periksalah apakah pasien sudah dipersiapkan untuk operasi dan tidak
makan/minum sekurang-kurangnya 6 jam sebelumnya, meskipun bayi yang
masih menyusui hanya dipuasakan 3 jam. (Untuk induksi anestesi pada
operasi darurat, lambung mungkin penuh). Ukurlah nadi dan tekanan darah
dan buatlah pasien relaks sebisa mungkin. Asisten yang membantu induksi
harus berlatih dan berpengalaman. Jangan menginduksi pasien sendirian saja
tanpa asisten.5
9
Pemeriksaan alat
Penting sekali kita memeriksa alat-alat sebelum melakukan anestesi, karena
keselamatan pasien tergantung pada hal ini. Kita harus mempunyai daftar hal-
hal yang harus diperiksa dan gantungkan pada alat anestesi yang sering
digunakan.
Pertama yakinlah bahwa alat yang akan dipergunakan bekerja dengan baik.
Jika kita menggunakan gas kompresi, periksalah tekanan pada silinder yang
digunakan dan silinder cadangan. Periksalah apakah vaporizer sudah
disambung dengan tepat tanpa ada yang bocor, hilang atau terlepas, system
pernapasan dan aliran gas ke pasien berjalan dengan baik dan aman. Jika kita
tidak yakin pada system pernapasan, cobalah pada diri kita (gas anestesi
dimatikan). Periksalah fungsi alat resusitasi (harus selalu ada untuk persiapan
bila terjadi kesalahan aliran gas), laringoskop, pipa endotraken (periksalah
apakah balon bisa mengembang atau apakah ada kebocoran) dan alat
penghisap.5
Persiapkan obat yang akan digunakan dalam spuit yang diberi label, dan
yakinkan bahwa obat itu masih baik kondisinya. Sebelum melakukan induksi
anestesi, yakinkan aliran infuse adekuat dengan memasukkan jarum
indwelling atau kanula ke dalam vena besar, untuk operasi besar infus dengan
cairan yang tepat harus segera dimulai.5
Anastesi Umum
Anastetika umum adalah obat yang dapat menimbulkan anastesia atau narkosa
(yunan = tanpa, aesthesis = perasaan), yakni suatu keadaan depresi umum dari
pelpagai pusat di SSP yang bersifat reversible, dimana seluruh perasaan dan
kesadaran ditiadakan, sehingga agak mirip keadaan pingsan.4
Penggolongan Anastesi Umum
Berdasarkan cara penggunaanya, anastesi umum dapat dibagi dalam lima
kelompok, disini hanya dibicarakan dua yang terpenting, yakni :4
1. Anastetika Inhalasi : gas tertawa, halotan, enfluran, isofluran, scuofluran.
Obat – obat ini diberikan sebagai uap melalui saluran nafas.
10
Keuntungannya adalah resepsi yang cepat melalui paru – paru seperti juga
ekskresinya melalui gelembung paru (alveoli) yang biasanya dalam
keadaan utuh. Obat ini terutama digunakan untuk memelihara anastesi.
2. Anastetika Intravena : thiopental, diazepam dan midazolam, ketamin, dan
propofol. Obat – obat ini juga dapat diberikan dalam sediaan suppositoria
secara rectal, tetapi resorpsinya kurang teratur. Terutama digunakan untuk
mendahului (induksi) anastesi total, atau memeliharanya, juga sebagai
anastesi pada pembedahan singkat.
Mekanisme Kerja
Anestesi inhalasi merupakan bentuk dasar teknik anestesi umum yang sering
digunakan, sedangkan teknik intravenadapat digunakan sebagai alternative.
Terdapat dua system yang berbeda untuk memberikan gas dan uap anestesi
kepada pasien. Pada system draw over, udara digunakan sebagai pembawa gas
yang mudah menguap atau gas kompresi sebagai tambahan. Pada system
continuous flow, udara tidak digunakan, tetapi digunakan gas medis yang
dikompresi, biasanya nitrogen oksida dan oksigen, mengalir melalui flow
meter (rotameter) dan vaporizer untuk memberikan anestesi kepada pasien
Sebagai anastesi inhalasi digunakan gas dan cairan terbang yang masing –
masing sangat berbeda dalam kecepatan induksi, aktivitas, sifat melemaskan
otot maupun menghilangkan rasa sakit. Untuk mendapatkan reaksi yang
secepat – cepatnya, obat ini pada permulaan harus diberikan dalam dosis
tinggi, yang kemudia diturunkan sampai hanya sekadar memelihara
keseimbangan antara pemberian dan pengeluaran (ekshalasi). Keuntungan
anastetika-inhalasi dibandingkan dengan anastesi-intravena adalah
kemungkinan untuk dapat lebih cepat mengubah kedalaman anastesi dengan
mengurangi konsentrasi dari gas/uap yang diinhalasi. Kebanyakan anastesi
umum tidak di metabolisasikan oleh tubuh, karena tidak bereaksi secara
kimiawi dengan zat-zat faali. Mekanisme kerjanya berdasarkan perkiraan
bahwa anastetika umum di bawah pengaruh protein SSP dapat membentuk
hidrat dengan air yang bersifat stabil. Hidrat gas ini mungkin dapat merintangi
transmisi rangsangan di sinaps dan dengan demikian mengakibatkan
anastesia.4
11
Efek Samping
Hampir semua anastetika inhalasi mengakibatkan sejumlah efek samping dan
yang terpenting adalah :4
1. Menekan pernapasan, yang ada pada anastesi dalam terutama ditimbulkan
oleh halotan, enfluran dan isofluran. Efek ini paling ringan pada N2O dan
eter.
2. Sistem kardiovaskuler, terutama oleh halotan, enfluran dan isofluran. Efek
ini juga ditimbulkan oleh eter, tetapi karena eter juga merangsang SS
simpatis, maka efek keseluruhannya menjadi ringan.
3. Merusak hati (dan ginjal), terutama senyawa klor, misalnya kloroform.
4. Oliguri (reversibel) karena berkurangnya pengaliran darah di ginjal,
sehingga pasien perlu dihidratasi secukupnya.
5. Menekan sistem regulasi suhu, sehingga timbul perasaan kedinginan
(menggigil) pasca-bedah.
Teknik Pemberian Obat Inhalasi
Di antara banyak cara pemberian anstetika inhalasi, ada beberapa cara yang
paling sering digunakan, yakni :5
1. Sistem Terbuka : Cairan terbang (eter, kloroform, trikloretilen) diteteskan
tetes demi tetes ke atas sehelai kain kasa di bawah suatu kap dari kawat
yang menutupi mulut dan hidung pasien.
2. Sistem Tertutup : Suatu mesin khusus menyalurkan campuran gas dengan
oksigen ke dalam suatu kap, di mana sejumlah CO2 dari ekshalasi
dimasukkan kembali.
3. Insuflasi : Gas atau uap ditiupkan ke dalam mulut atau tenggorok dengan
perantaraan suatu mesin. Cara ini berguna pada pembedahan yang tidak
menggunakan kap, misalnya pada pembedahan pengeluaran amandel
(tonsil lectomia).
Zat – Zat Tersendiri
1. Eter (F.I) : diethylether, Ether ad narcosin
2. Trikloretilen : trilene, Cl2C = CCl
12
3. Nitrogenoksida : gas tertawa
4. Halotan : Fluothane
5. Enfluran : Enthrane, Alyrane
6. Propofol : diprivan
7. Ketamin : Ketalar
8. Tiopental (F.I) = thiopentone, penthiobarbital, pentothal
9. Midazolam : dormicum
10. Droperidol : thalamonal
Anestesi Lokal
Anestesi local ialah obat yang menghambat hantaran saraf bila dikenakan
secara local pada jaringan saraf dengan kadar cukup. Obat ini bekerja pada
tiap bagian susunan saraf. Sebagai contoh, bila anestetik local dikenakan pada
korteks otoris, impuls yang dialirkan dari daerah tersebut terhenti, dan bila
disuntikan ke dalam kulit maka transmisi impuls sensorik dihambat.
Pemberian anestetik local pada batang saraf menyebabkan pralisis sensorik
dan motorik di daerah yang dipersarafinya. Banyak macam zat yang dapat
mempengaruhi hantaran saraf, tetapi umumnya tidak dapat dipakai karena
dapat menyebabkam kerusakan permanen pada sel saraf. Paralisis saraf oleh
anestetik local bersifat reversible, tanpa merusak serabut atau sel saraf.
sifat anestetik local yang ideal sebaiknya tidak mengiritasi dan tidak merusak
jaringan saraf secara permanen. Kebanyakan anestetik local memenuhi syarat
ini. Batas keamanan harus lebar, sebab anestetik local akan diserap dari tempat
suntikan. Mula kerja harus sesingkat mungkin, sedangkan masa kerja harus
cukup lama sehingga cukup waktu untuk melakukan tindakan operasi, tetapi
tidak demikian lama sampai memperpanjang masa pemulihan. Zat anestetik
local juga harus larut dalam air, stabil dalam larutan, dapat disterilkan tanpa
mengalami perubahan.5
Macam-macam anestetik local:
Anestetik local sintetik : prokain, lidokain, bupivakain, dan anestesi
local sintetik lain.
Anestesi local sentetik lain:
anestesi local yang diberikan secara suntikan: dibukain,
mepivakain HCL, tetrakain, prilokain HCL.
13
anestesi local yang diberikan secara topical: benzokain.
Teknik pemberian anestesi local
Anestesi permukaan
Larutan garam anestetik local tidak dapat menembus kulit sehat.
Larutan lidokain 2% dalam karboksimetilselulosa digunakan untuk
menghilangkan nyeri di selaput lender mulut, faring, dan esophagus.
Anestetik local yang tidak larut merupakan sediaan terpilih untuk
menghilangkan nyeri pada luka, ulkus dan luka bakar. Sediaan ini
aman dan pada kadar yang tepat tidak akan mengganggu proses
penyembuhan luka.5
Anestesi infiltrasi
Tujuan teknik ini menimbulkan anesthesia ujung saraf melalui kontak
langsung dengan obat. Larutan obat ini disuntikan secara intradermal
atau SK. Cara anesthesia infiltrasi yang sering digunakan yaitu
blockade lingkar (ring block). Dengan cara ini obat disuntikkan SK
mengelilingi daerah yang akan dioperasi, terjadi blockade saraf
sensorik secara efektif di daerah yang akan dioperasi. Campuran
dengan epinefrin tidak dianjurkan pada blockade lingkar untuk
anesthesia jari atau penis, agar tidak terjadi iskemia setempat.5
Anestesi blok
Bermacam-macam teknik digunakan untuk mempengaruhi konduksi
saraf otonom maupun somatic dengan anesthesia local. Hal ini
bervariasi dari blockade pada saraf tunggal, misalnya saraf oksipital,
pleksus brakialis, dll sampai ke anesthesia epidural dan anesthesia
spinal. Cara ini dapat digunakan pada tindakan pembedahan maupun
untuk tujuan diagnostic dan terapi.5
Anestesi spinal
Anestesi spinal (blockade subarachnoid atau intratekal) merupakan
anesthesia blok yang luas. Sesudah penyuntikan intratekal, yang
dipengaruhi lebih dahulu yaitu saraf simpatis dan parasimpatis, diikuti
dengan saraf untuk rasa dingin, panas, raba, dan tekan dalam. Yang
mengalami blockade terakhir yaitu serabut motoris, rasa getar, dan
propioseptif. Blokade simpatis ditandai dengan adanya kenaikan suhu
14
kulit tungkai bawah. Setelah anesthesia selesai, pemulihan terjadi
dengan urutan yang sebaliknya, yaitu fingsi motoris yang pertama kali
pulih kembali.5
Tabel Anastesi spinal yang paling sering digunakan
Anastesi
lokal
Berat Jenis Sifat Dosis
Lidocain (Xylobain, Lignokain )
2% plain 1.006 Isobarik 20-100 mg (2-5 ml)
5%
dalam
dekstros
a 7,5%
1.033 Hiperbarik 20-50 mg (1-2 ml)
Bupivakain (Markain)
0,5%
dalam air
1.005 Isobarik 5-20 mg (1-4 ml)
0,5%
dalam
dekstros
a 8,25%
1.027 Hiperbarik 5-15 mg (1-3 ml)
Indikasi
Anestesi spinal dapat diberikan pada tindakan yang melibatkan tungkai
bawah, panggul, dan perineum. Anestesi ini juga digunakan pada
keadaan khusus seperti bedah endoskopi, urologi, bedah rectum,
perbaikan fraktur tulang panggul, bedah obstetric, dan bedah anak.
Anestesi spinal pada bayi dan anak kecil dilakukan setelah bayi
ditidurkan dengan anestesi umum.6
Kontraindikasi
Kontraindikasi mutlak meliputi infeksi kulit pada tempat dilakukan
pungsi lumbal, bakteremia, hipovolemia berat (syok), koagulopati, dan
peningkatan tekanan intracranial. Kontraindikasi relatf meliputi
15
neuropati, prior spine surgery, nyeri punggung, penggunaan obat-
obatan preoperasi golongan AINS, heparin subkutan dosis rendah, dan
pasien yang tidak stabil, serta a resistant surgeon.6
Anestesi epidural
Anestesi epidural merupakan suatu anestesi blok yang luas, yang
diperoleh dengan jalan menyuntikkan zat anestetik local ke dalam
ruang epidural. Dengan teknik ini anesthesia bagian sensorik dapat
diperluas sampai setinggi dagu. Pada cara ini dapat digunakan dosis
tunggal atau dosis yang diberikan secara terus menerus.5
Anestesi kaudal
Anestesia kaudal yaitu bentuk anesthesia apidural yang larutan
anestetiknya disuntikkan ke dalam kanalis sakralis melalui hiatus
sakralis. Ada dua bahaya pada teknik ini, yaitu:5
1. jarum masuk ke dalam pleksus vena yang terletak sepanjang
kanalis sakralis yang berakibat masuknya obat ke vena
2. jarum menembus durameter disertai dengan anesthesia spinal yang
luas. Biasanya digunakan bupivakain 0,125-0,25% sebanyak 0,5-1
mL/kgBB, atau lidokain 1,5%, 15-20 mL, atau kloprokain 2%, 1
mL/kgBB. Untuk menghambat absorpsi sistemik sering ditambah
larutan epinefrin 1:100.000.
8. Reaksi anafilaktoid
Reaksi anafilaktoid umumnya menjelaskan respon alergi yang mendadak,
generalisata, dan mngancam nyawa; reaksi tersebut paling sering disebabkan
oleh obat iv. Ada dua tipe:3
- Hipersensitivitas tipe I. Pada tipe ini, diperlukan pajanan obat sebelumnya.
- Reaksi yang diperantarai oleh komplemen.
Gambaran klinis
- Kulit. Ruam urtikaria atau flushing yang khas muncul dengan cepat.
- Sistem kardiovaskular.
- Bronkospasme, dapat mengancam nyawa.
- Edema glottis.
16
- Saluran cerna. Mual, muntah, diare.
Penatalaksanaan
- Hentikan obat yang dicurigai, berikan oksigen, dan pertahankan jalan napas.
- Berikan adrenalin secara iv. Dosis iv awal harus 0,1 mg, yaitu 1 ml dari
larutan 1:10.000, dan pemberiannya bertingkat dengan penambahan dosis
0,1 ,g setiap kalinya.
- Berikan cairan iv, misalnya 1-2 liter salin. Pemebrian cairan iv
membutuhkan akses vena yang memadai.
- Edema glottis memerlukan intubasi atau krikotiroidotomi.
II. Operasi
` Tatalaksana apendisitis pada kebanyakan kasus adalah apendektomi.
Keterlambatan dalam tatalaksana dapat meningkatkan kejadian perforasi.
Penggunaan ligasi ganda pada setelah appendektomi terbuka dilakukan
dengan jahitan yang mudah diserap tubuh. Ligasi yang biasa dilakukan pada
apendektomi adalah dengan purse string (z-stich atau tobacco sac) dan ligasi
ganda. Pada keadaan normal, digunakan jahitan purse string. Ligasi ganda
digunakan pada saat pembalikkan tunggul tidak dapat dicapai dengan aman,
sehingga yang dilakukan adalah meligasi ganda tunggul dengan dua baris
jahitan. Dengan peningkatan penggunaan laparoskopi dan peningkatan teknik
laparoskopik, apendektomi laparoskopik menjadi lebih sering. Prosedur ini
sudah terbukti menghasilkan nyeri pasca bedah yang lebih sedikit, pemulihan
yang lebih cepat dan angka kejadian infeksi luka yang lebih rendah, akan
tetapi terdapat peningkatan kejadian abses intra abdomen dan pemanjangan
waktu operasi. Laparoskopi itu dikerjakan untuk diagnosa dan terapi pada
pasien dengan akut abdomen, terutama pada wanita.
17
Insisi Grid Iron (McBurney Incision)11
Insisi Gridiron pada titik McBurney. Garis insisi parallel dengan otot oblikus eksternal, melewati titik McBurney yaitu 1/3 lateral garis yang menghubungkan spina liaka anterior superior kanan dan umbilikus.
Lanz transverse incision12
Insisi dilakukan pada 2 cm di bawah pusat, insisi transversal pada garis miklavikula-midinguinal. Mempunyai keuntungan kosmetik yang lebih baik dari pada insisi grid iron.
Rutherford Morisson’s incision (insisi suprainguinal)13
Merupakan insisi perluasan dari insisi McBurney. Dilakukan jika apendiks terletak di parasekal atau retrosekal dan terfiksir.
Low Midline Incision13
Dilakukan jika apendisitis sudah terjadi perforasi dan terjadi peritonitis umum.
18
Insisi paramedian kanan bawah13
Insisi vertikal paralel dengan midline, 2,5 cm di bawah umbilikus sampai di atas pubis.
III. Pasca operasi
1. Keseimbangan cairan dan elektrolit
Kebutuhan rumatan normal
Rumatan normal adalah cairan yang diperlukan untuk mengganti
pengeluaran normal. 3 angka yang penting:
Air 30 mL/kgBB/hari
Natrium 1-2 mmol/kgBB/hari
Kalium 1 mmol/kgBB/hari
Defisit dan Pengeluaran
Pengeluaran normal
Dalam keadaan normal, cairan tubuh keluar sebagai urin dan ‘insensible
losses’. Keluaran urin bervariasi, tetapi angka rata-rata adalah 1500
ml/hari untuk orang dewasa yang memiliki berat badan 70 kg. Insensible
losses terutama ditentukan oleh keringat, ditambah sedikit dari berbagai
sekresi, feses, dll. Pada keadaan normal, insensible losses adalah sekitar
0,5 ml/kgBB/jam, walaupun angka ini dapat sangat bervariasi. Demam,
kegemukan, dan suhu lingkungan yang tinggi, semuanya meningkatkan
insensible losses, kadang-kadang sampai 3 l/hari.1
Pengeluaran pada pembedahan
Pengeluaran darah. Pengeluaran darah di kamar bedah biasanya dicatat,
atau lebih tepatnya, perkiraan darah yang keluar. Angka-angka yang
menyatakan pengeluaran darah biasanya tidak akurat, walaupun sudah
19
dilakukan pengukuran dengan cermat, misalnya, dengan menimbang
kassa/kapas. Pengeluaran darah juga mungkin tersamar, misalnya
hematom retroperitoneum pada fraktur panggul.1
Defisit yang sudah ada sebelumnya.
Defisit yang sudah ada sebelumnya mungkin merupakan elemen
keseimbangan cairan yang paling sulit diperkirakan. Pasien yang memiliki
bagan keseimbangan cairan di rumahnya hanya sedikit, dan hampir
mustahil memperkirakan volume cairan yang hilang melalui muntahan
atau diare. Pengeluaran darah di luar rumah sakit juga sulit diperkirakan.
Perkiraan dapat berlebihan, karena bahkan sedikit darah dapat tampak
mengkhawatirkan, atau malah kurang, misalnya, pada laserasi kulit kepala
yang dapat mengeluarkan banyak darah. Satu-satunya cara hanyalah selalu
waspada terhadap pasien yang mungkin datang dalam keadaan deficit
cairan yang besar.1
Stres dan Keseimbangan cairan
Respon stress mempengaruhi keseimbangan cairan melalui suatu
mekanisme yang memerlukan perhatian khusus. Semua orang mengalami
cedera akibat trauma atau pembedahan meperlihatkan respon stress. Salah
satu respon stress tersebut berupa pengeluaran hormone aldosteron dan
ADH dalam jumlah besar, yang menyebabkan retensi garam dan air.
Respon tersebut menyebabkan sebagian orang mengambil kesimpulan
yang menakutkan, bahwa pasien yang stress tidak memerlukan natrium
dan penatalaksanaan yang terbaik adalah memberikan 3 L dekstrosa 5%
setiap hari.
Setelah pembedahan besar, retensi natrium dan air pasti akan terjadi dan
kadang-kadang menyebabkan oliguria. Reabsorpsi natrium ditingkatkan
oleh berbagai mekanisme, yaitu kerja aldosteron di tubulus proksimal
menyebabkan penurunan jumlah zat terlarut yang disalurkan ke lengkung
asendens Henle, satu-satunya tempat natrium diserap tanpa air, dan
akhirnya mengakibatkan ginjal tidak mampu lagi menghasilkan urin yang
encer. Mekanisme ini sangat meningkat pada saat-saat stress karena terjadi
20
peningkatkan sekresi ADH. Oleh karena itu, pasien yang mengalami stress
tidak dapat mengekskresikan beban air dalam jumlah besar.1
Penatalaksanaan
Cairan iv
Selain macam-macam trnasfusi darah, cairan iv dibagi menjadi 2 golongan
besar: kristaloid, yang hanya mengandung sedikit partikel kecil, misalnya,
ion natrium dan klorida atau glukosa, dan koloid yang mengandung
molekul-molekul besar yang mampu menimbulkan tekanan onkotik.1
Rumus menghitung tetes infuse
MACRO = 1 cc = 20 tts/mnt
Tetes infuse macro
tts/mnt = jumlah cairan x 20/ lama infuse x 60
Lama infuse macro
lama infuse = (jumlah cairan x 20) / (tts/menit x 60)
MICRO = 1 cc = 60 tts/mnt
Tetes infuse micro
tts/mnt = (jumlah cairan x 60) / (lama infuse x 60)
Lama infuse micro
lama infuse = (jumlah cairan x 60 ) / (tts/mnt x 60)
Kristaloid. Distribusi cairan iv di dalam tubuh terutama bergantung pada
kandungan natriumnya karena natrium merupakan ion yang paling penting
dalam proses osmosis. Oleh karena itu, cairan kristaloid yang tersedia
dibedakan menjadi 3 kelompok:1
Salin normal (0,9%) dan larutan Hartmann (laktat ringer)
mengandung kurang lebih 150 mmol/l natrium, seperti cairan
ekstrasel. Larutan-larutan ini akan terdistribusi di kompartemen
cairan ekstraselular.
Dekstrosa 5%. Semua gula dalam larutan ini dengan cepat tertarik
ke dalam sel dan dibakar atau diubah menjadi gliokogen. Sehingga,
21
memberikan dekstrosa 5% sama saja dengan memberikan air
murni. Cairan ini akan terdistribusi ke seluruh cairan tubuh total.
‘Desktrosa/salin’ berada diantara keduanya. Larutan ini memiliki
sedikit natrium sehingga sebagian cairan (20%) akan tetap berada
di CES, tetapi sebagian besar tetap akan berakhir menjadi cairan
tubuh total.
Koloid. Koloid adalah larutan yang mengandung molekul yang terlalu
besar untuk melewati membrane kapiler. Pada keadaan normal, cairan
semacam ini akan tertahan di dalam ruag intravascular dan bermanfaat
apabila diperlukan ekspansi intravascular yang cepat. Koloid yang
paling sering digunakan adalah gelatin, Haemaccel, dan Gelofusine,
yang semuanya terbuat dari sapi. Cairan lain adalah Hetastarch dan
dekstran, serta koloid alami, misalnya, albumin dan plasma beku segar.
Merencanakan suatu regimen
Tujuan perencanaan regimen adalah menghasilkan pasien yang stabil
tetapi sedikit kering. Untuk semua pasien, persamaannya sama:
Defisit sebelumnya. Apabila Anda berpendapat bahwa pasien Anda
sedang mengalami deficit, atasilah ditempat itu dan saat itu juga
dengan menggunakan fluid challenge servo loop. Berikan bolus cairan
(mis, 250 ml stat salin), nilai ulang status hemodinamik dan keluaran
urin.
Rumatan. Kebutuhan rumatan harian: air 30 ml/kgBB, natrium 1-2
mmol/kgBB. Berarti orang dewasa dengan berat badan 70 kg
membutuhkan 2000 ml air dan kurang lebih 70-140 mmol natrium.
Dengan demikian, untuk pasien yang stabil dengan pengeluaran cairan
minimal, pemberian cairan 500 ml salin 0,9% ditambah 1500 ml
dekstrosa 5% selama 24 jam sedah cukup banyak. Sebagian besar
pasien yang mendapat lebih dari 1500 ml dekstrosa 5% per hari akan
menjadi hiponatremik.
22
cairan yang dibutuhkan = deficit sebelumnya + rumatan normal + pengeluaran yang sedang berlangsung
Kebutuhan cairan rumatan
Berat Jumlah cairan
10 kg pertama
10 kg kedua
10 kg selanjutnya
4 ml/kgBB/jam
2 ml/kgBB/jam
1 ml/kgBB/jam
Pengeluaran yang sedang berlangsung. Apabila pasien sedang
mengalami pengeluaran cairan, kemungkinan cairan tersebut
mengandung natrium sehingga setiap penambahan cairan harus berupa
salin atau larutan Hartmann. Dengan demikian, untuk pembedahan
yang lebih besar cukup diberikan cairan dekstrosa 5% sebanyak 1,5-2 l
ditambah 1000 ml salin 0,9% dalam 24 jam. Selain terapi air dan
garam, pasien tersebut membutuhkan:
Kalium. Setelah hari pertama, pasien mnedapatkan kalium 1
mmol/kgBB/hari. Apabila pasien masih bergantung pada cairan
parenteral, kalium diberikan sebanyak 20-40 mmol KCl untuk
setiap liter cairan.
Darah, sesuai kebutuhan untuk mempertahankan hemoglobin
diatas 10g/dl.
Penggantian pengeluaran cairan saluran cerna yang terukur.
Penggantian paling baik dicapai dengan memberikansalin
dalam jumlah yang sama, ditambah dengan KCl sebanyak 20
mmol/l. Pengeluaran dalam jumlah besar harus diukur
kandungan elektrolit untuk memastikan penggantian yang
tepat.
Gizi. Apabila terapi cairan diteruskan melebihi hari ketiga
pascaoperasi, harus dipertimbangkan pemberian makanan
artificial.
2. Pencegahan perdarahan lebih lanjut
Elevasi tempat yang mengalami perdarahan adalah tindakan efektif,
terutama pada perdarahan vena. Dengan mengenakan sarung tangan,
23
laukan penekanan memakai kain atau kapas bersih. Kadang-kadang
tekanan pada arteri induk dapat mengontrol perdarahan di sebelah
distalnya. Jangan menggunakan tourniquet karena sering meningkatkan
kongesti vena dan perdarahan serta dapat mengancam viabilitas jaringan di
sebelah distal. Usaha untuk menjepit atau mengikat titik perdarahan pada
luka akan menganggu pembekuan darah, dan kecil kemungkinan berhasil
kecuali dilakukan oleh ahli di ruang operasi yang terkontrol.1
Terapi suportif
Larutan dekstrosa tidak bermanfaat untuk mengobati hipovolemia
karena akan tersebar ke seluruh cairan tubuh total.
Semua larutan garam bermanfaat, tetapi hanya 30% dari jumlah
yang diberikan yang tetap berada di dalam sirkulasi, sisanya
terdistribusi di ruang interstisium.
Larutan koloid buatan akan tertahan di dalam sirkulasi dalam
jangka pendek sehingga diperlukan jumlah yang lebih sedikit bila
dipakai untuk memulihkan hipovolemia. Dekstran sebaiknya tidak
digunakan karena memiliki efek menghambat trombosit dan dapat
mengganggu pemeriksaan cross march.
Produk darah juga merupakan larutan koloid dan dapat
memulihkan volume plasma.
Transfusi
Transfusi sel darah merah
Terdapat dua indikasi dasar untuk transfuse sel darah merah:
perdarahan akut dan anemia.
Keputusan melakukan transfusi bergantung pada:
o kadar hemoglobin
o perkiraan pengeluaran darah lebih lanjut.
o kesehatan pasein secara umum.
Darah harus dihangatkan (paling tidak sampai suhu kamar) dan
pada pasien sehat, satu unit darah diberikan dalam waktu 2-3 jam.
Diperlukan sebuah venflon berukuran 18 (hijau) atau lebih besar.
24
Selama transfuse, laukan ‘obs darah’ (suhu, TD, nadi, pernapasan)
dengan teratur. Set transfuse darah meliputi sebuah penyaring
untuk menyingkirkan gumpalan sel darah merah. Satu unit sel
darah merah biasanya akan menaikkan konsentrasi hemoglobin
sebesar 1 g/dl. Namun, pada pasien berusia lanjut, konsentrasi
hemoglobinnya dapat naik 2-3 g/dl.
Produk plasma yang paling penting pada masa perioperasi adalah
fresh frozen plasma atau FFP. Satu unit FFP adalah plasma dari
satu unit whole blood, yang dibekukan dengan cepat sampai suhu -
300C. Indikasi utama pemberian FFP pada masa perioperasi adalah
untuk mengganti factor-faktor pembekuan. Dua situasi yang sering
membutuhkan transfuse produk plasma ini:1
o Untuk memperbaiki koagulasi akibat transfuse massif
o Untuk mengoreksi antikoagulasi warfarin dengan cepat.
Trombosit
Keputusan untuk memberi transfuse bergantung pada hitung
trombosit dan apakah terjadi perdarahan pada pasien. Transfusi
trombosit sangat jarang dindikasikan apabila hitung trombosit > 50
x 109/l. Apabila pasien tidak mengalami perdarahan, hitung
trombosit sampai 20x 109/l masih dapat diterima. Sebelum
meminta transfuse trombosit, mintalah nasehat dari ahli
hematologi, terutama apabila penyebab trombositopenia tidak jelas.
Trombosit jangan diberikan melalui set transfuse yang memiliki
yang penyaring/filter. Gunakan set yang tidak berfilter, atau
sedotlah trombosit ke dalam tabung suntik 50 ml dan injeksikan
dengan tangan.1
Pencocokan –silang praoperasi
Sebelum pembedahan rutin, biasanya dilakukan cross-match
sebagai antisipasi bila diperkirakan perdarahan cukup banyak.
Untuk operasi yang kecil kemungkinannya membutuhkan
transfuse, biasanya sampel dikirim hanya untuk ’dikelompokkan
dan disimpan’. Sampel diperiksa untuk mencari antibody atipikal.
25
Apabila tidak ditemukan antibody atipikal, darah ‘negatif-antigen’
diambil dan disiapkan.1
Penyulit transfuse darah
Kelebihan cairan
Setiap infuse iv dapat memicu kelebihan cairan apabila Anda tidak berhati-
hati. Pasien yang berisiko tinggi mengalami kelebihan cairan adalah pasien
berusia lanjut, penderita sakit jantung, dan pasien dengan anemia
megaloblastik.
Sebagian besar menyarankan pemberian diuretic bersama transfuse karena
dapat menurunkan risiko kelebihan cairan, tetapi cara ini telah menjadi
suatu reflex batang otak setiap kali kita meresapkan darah. Pemberian
diuretic tidak perlu dilakukan untuk setiap pasien. Apabila Anda harus
memberikan diuretic, cukup berikan furosemid 20 mg per oral untuk setiap
unit darah.1
Infeksi
Kunci pencegahan adalah kombinasi penapisan donor yang ketat dam
pemeriksaan laboratorium pada setiap darah yang didonorkan.1
Penyulit imunologis
Inkompatibilitas ABO. Sistem ABO terdiri dari antibody terhadap
antigen sel darah merah, yaitu anti-A, dan anti-B. Antibdi tersebut
dijumpai pada orang yang belum pernah terpajan antigen yang
bersangkutan sehingga disebut antibody ‘alami’.
Inkompatibilitas Rhesus, dan antibody sel darah merah lainnya.
Reaksi yang paling penting adalah reaksi rhesus anti-D.1
3. Alat-alat pemantauan.3
Pengukuran tekanan darah non-invasif, dapat bervariasi di antara
kedua lengan dan tidak akurat apabila ukuran manset tidak tepat.
Alat otomatis cenderung mengukur lebih rendah pada tekanan
tinggi dan lebih tinggi pada tekanan rendah. Alat ini bingung
26
apabila volume nadi berubah-ubah seperti pada fibrilasi atrium,
atau apabila ada gerak tambahan.
Selang arteri, sangat akurat. Jangan menyuntikkan apapun ke
dalamnya atau membiarkan tutupnya terbuka.
Selang CVP, perlu ditempatkan sampai ujungnya terletak di vena
kava superior agar hasil pembacaannya dapat dipercaya.
Interpretasi hasil sering membingungkan
Oksimeter pulsa, memberikan informasi mengenai oksigenasi,
kecepatan denyut jantung, dan aliran darah ke ekstremitas. Jangan
menggunakan alat ini untuk mendeteksi obstruksi jalan napas atau
hipoventilasi karena peringatannya akan datang sangat terlambat.
Monitor EKG, sebaiknya diletakkan di bangsal penyakit dalam
atau ICU, tempat para perawat yang kemungkinan besar mampu
mengenali adanya kelainan. Lagi pula, tentukannya pasien yang
berisiko tinggi mengalami disritmia dirawat di tempat tersebut.
Pemantau ‘pilihan pertama’ yang terbaik untuk pasien sakit berat
adalah oksimeter pulsa dan Dinamap.
4. Komplikasi pascaoperasi
Komplikasi pascaoperasi yang paling lazim adalah:7
1. Muntah, kadang-kadang dipersulit oleh dehidrasi.
2. “Chests” (komplikasi paru).
3. Trombosis vena tungkai, kadang-kadang dipersulit oleh emboli.
4. Retensi karbon dioksida.
5. Nyeri pascaoperasi
6. Trauma mekanis
7. Efek toksik lambat dari obat anestetik.
Muntah pascabedah
Pertimbangkan sebab-sebab mungkin dan pencegahan muntah
pascaoperasi:
Sebelum pembiusan
- Kepribadian pasien. Ketakutan dan sugesti.
27
- Morfin prabedah. Morfin menimbulkan nausea pada kira-kira 30%
kasus dan menginduksi muntah pada 10%. Pasien yang diketahui
mudah muntah setelah mendapat morfin dan mereka yang khusus
diharapakan menghindari muntah boleh diberikan metoklopramid atau
suatu antiemetic spesifik lain dengan premedikasi morfin atau petidin.
Selama pembiusan
- Letak operasi. OPerasi pada usus, pada gonad, dan daerah, mastoid
adalah contoh pembedahan yang mempunyai potensi besar untuk
muntah.
- Obat anestetik. Halotan dan barbiturate intravena mempunyai reputasi
paling sedikit memyebabkan muntah.
- Perubahan metabolic.
- Iritasi lambung. Pelanggar biasa adalah:
o Uap anestetik yang tertelan
o Darah yang tertelan
o Hipoksia
Setelah operasi
- Baskom muntah. Jangan letakan baskom di hadapan pasien. Sebaiknya
letakan di atas kepala pasien.
- Makanan dan minuman. Pada permulaan, pemberian air tawar sedikit
demi sedikit mungkin dapat dijinkan. Kemudian sedikit air buah.
- Morfin.
- Sebab-sebab selain pascaoperasi
Penatalaksanaan
- Jika darah dimuntahkan oleh lambung, berikan larutan natrium
bikarbonat hangat yang akan dikeluarkan lagi, jadi pembiusan lambung
yang efektif.
- Hentikan semua yang masuk melalui mulut.
- Bila muntah terus, lebih dari 8 jam, dehidrasi tak dapat dihindari. Atasi
dengan infuse glukosa 5% dalam air.
28
Nyeri pascaoperasi
Nyeri bukanlah akibat sisa pembedahan yang tak dapat dihindari tetapi ini
merupakan komplikasi bermakna pada lebih dari separuh pasien.
Penatalaksanaan penting, karena nyeri yang tak dikurangi dapat
menyebabkan hipotensi dan ventilasi tak-memadai.
29
BAB III PENUTUP
Kesimpulan
Pembedahan diindikasikan bila diagnosa apendisitis telah ditegakkan. Apendiktomi
(pembedahan untuk mengangkat apendiks) dilakukan sesegera mungkin untuk menurunkan
resiko perforasi. Apendiktomi dapat dilakukan dibawah anestesi umum umum atau spinal,
secara terbuka ataupun dengan cara laparoskopi yang merupakan metode terbaru yang sangat
efektif.
Sebelum dilakukan anestesi, ada beberapa hal yang harus diperhatikan dan dilaksanakan
yaitu: Pembersihan dan pengosongan lambung. Dewasa puasa 6-8 jam, anak puasa 3-5 jam,
gigi palsu, bulu mata palsu, perhiasan dilepas, kandung kemih dikosongkan, sal. Napas
dibersihkan dari lender, informed consent, pasien memakai pakaian khusus operasi,
pengulangan PF.
Dan setelah operasi harus diperhatikan kembali TTV, keseimbangan cairan dan elektrolit,
gizi, pengeluaran darah selama operasi dari si pasien. Agar kondisi pasien dapat terkontrol
dan kembali pulih dengan cepat.
30
DAFTAR PUSTAKA
1. Hambly P, Sainsbury M. Manajemen perioperatif: penatalaksanaan pasien bedah
di bangsal. Jakarta: EGC; 2006. Hal 146-151.
2. Gleadle J. At glance anamnesis dan pemeriksaan fisik. Jakarta: erlangga; 2005.
3. Sabiston C. buku ajar bedah. vol 1. Jakarta: EGC; 2000.
4. Dobson M, Dharma A. Penuntun praktis anestesi. Jakarta: EGC; 2004. Hal 53-59.
5. Gunawan, Sulistia. Farmakologi dan terapi. Edisi 5. Jakarta: FKUI; 2007. Hal
259-272.
6. Ostlere G. Anestesiologi. Edisi 9. Jakarta: EGC; 1991.
7. Info. Apendisitis. Desember 2008. Diunduh dari : http://ilmubedah.info/definisi-
insiden-patogenesis-diagnosis-penatalaksanaan-penyakit-apendisitis-akut-
2012008.html, 10 November 2012.
31