skenario 3

download skenario 3

of 21

description

blok respirasi

Transcript of skenario 3

Alim Muslimah SuryantoroFKA / 1102013020 / A12

LI 1. Memahami dan Menjelaskan AsmaLO 1.1 DefinisiGlobal Institute for Asthma (GINA) mendefinisikan asma secara lengkap sebagai gangguan inflamasi kronis saluran napas dengan banyak sel yang berperan, antara lain sel mast, eosinofil, dan limfosit T. Pada orang yang rentan, inflamasi ini menyebabkan episode mengi yang berulang, sesak napas, rasa dada tertekan, dan batuk, khususnya pada waktu malam atau dini hari. Gejala ini biasanya berhubungan dengan hiperreaktivitas jalan napas terhadap berbagai rangsangan. Konsensus Nasional Asma Anak (KNAA) mendefinisikan asma adalah mengi berulang dan/atau batuk persisten dengan karakteristik timbul secara episodik, cenderung pada malam/dini hari (nokturnal), musiman, setelah aktivitas fisik, serta mempunyai riwayat asma atau atopi lain dalam keluarga atau penderita sendiri.LO 1.2 Etiologi1. AlergenDikenal 2 macam alergen sebagai penyebab serangan asma, yaitu:a) Alergen makanan: pada bayi dan anak berumur dibawah 3 tahun terutama adalah alergi susu sapi, telur dan kedelai. Pada anak besar dan dewasa penyebab utama adalah ikan, kerang-kerangan, kacang tanah dan nuts.b) Alergen hirup Alergen di dalam rumah (indoors) seperti tungau debu rumah, bulu kucing, bulu anjing atau binatang peliharaan lainnya. Alergen ini banyak dijumpai di negara-negara tropis juga terdapat di negara-negara dengan 4 musim. Alergen di luar rumah (outdoors), seperti serbuk sari khususnya negara 4 musim; tree pollen pada musim semi, grass pollen pada musim panas, jamur pada musim panas dan gugur.

2. Tungau Debu RumahTermasuk spesies laba-laba, banyak dalam debu rumah dan di tempat tidur. TDR tidak dapat dilihat dengan mata telanjang, bahkan dengan mikroskop pun sulit dilihat tanpa sinar dari samping. Populasi TDR banyak ditemukan pada permukaan kasur baik dari kapuk maupun dari busa, sebab untuk makanan TDR diperlukan serpihan kulit manusia.

3. Infeksi Saluran NapasSekitar 42% eksaserbasi asma dihubungkan dengan infeksi virus, terbanyak respiratory syncytial virus (RSV) pada masa bayi dan anak kecil dan parainfluenza virus pada anak yang lebih besar. Akibat infeksi virus terjadi kerusakan sel epitel saluran napas dan pajanan alergen pada reseptor aferen nervus vagus dan berakibat suatu bronkospasme dan serangan asma.

4. EmosiEmosi dapat meningkatkan aktivitas syaraf parasimpatikus, sehingga terjadi pelepasan asetilkolin dan mengakibatkan serangan asma. Faktor pencetus ini dapat bersumber dari masalah dengan orang tua, antar orang tua, atau masalah dengan guru di sekolah.

5. Latihan jasmaniAsma yang diinduksi latihan jasmani (Exercise Induced Asthma=EIA) dapat terjadi akibat lari bebas di udara yang dingin dan kering. Bila berlari di udara yang hangat dan lembab, EIA jarang timbul. Setelah berlari 2 menit umumnya terjadi dilatasi bronkus dan anak merasa lebih enak, tetapi setelah berlari antara 5-8 menit terjadilah konstriksi bronkus (respons dini), dan pada beberapa pasien juga dapat diikuti dengan respons lambat antara 4-6jam sesudah konstriksi bronkus yang pertama.

6. Faktor lain Bahan iritan (bau cat, hair spray, parfum, udara dan air dingin dll yang dapat menimbulkan hiperreaktivitas bronkus dan inflamasi). Asap rokok (mengandung zat-zat nikotin, nitrogen dioksida, dll) yang dapat menyebabkan kerusakan epitel bersilia, menurunkan klirens mukosiliar dan menghambat aktivitas fagosit serta efek bakterisid makrofag hiperreaktivitas bronkus) Refluks gastroesofagus refluks isi lambung ke saluran napas dapat memperberat asma pada anak dan merupakan salah satu penyebab asma nokturnal. Obat dan bahan kimia aspirin dapat sebagai pencetus serangan asma melalui proses alergi dan non alergi. Jarang pada anak. Obat lain yang perlu diperhatikan sebagai pencetus serangan asma adalah obat antiinflamasi seperti indometasin, ibuprofen, fenilbutazon, asam mefenamat, dan beta blocker. Bagi penderita yang alergi terhadap aspirin, mempunyai kemungkinan besar juga alergi terhadap bahan-bahan kimia seperti tartrazin (pewarna kuning untuk kapsul obat) dan sodium benzoat sebagai pengawet makanan atau minuman. Hormon Asma dapat timbul atau diperberat oleh menstruasi, segera sebelum atau setelah menstruasi. Pemakaian pil KB, terkadang dapat memperberat asma.LO 1.3 EpidemiologiPrevalensi total asma di dunia diperkirakan 7,2% (6% pada dewasa dan 10% pada anak). Prevalensi tersebut sangat bervariasi. Di Indonesia, prevalensi asma pada anak berusia 6- 7 tahun sebesar 3% dan untuk usia 13-14 tahun sebesar 5,2% (Kartasasmita, 2002) Berdasarkan laporan National Center for Health Statistics atau NCHS (2003), prevalensi serangan asma pada anak usia 0-17 tahun adalah 57 per 1000 anak (jumlah anak 4,2 juta), dan pada dewasa > 18 tahun, 38 per 1000 (jumlah dewasa 7,8 juta). Jumlah wanita yang mengalami serangan lebih banyak daripada lelaki.WHO memperkirakan terdapat sekitar 250.000 kematian akibat asma. Sedangkan berdasarkan laporan NCHS (2000) terdapat 4487 kematian akibat asma atau 1,6 per 100 ribu populasi. Kematian anak akibat asma jarang.

LO 1.4 Klasifikasi Penyakit asma dibagi menjadi dua menurut berat ringannya, yaitu:1. Klasifikasi derajat penyakit asmaKNAA membagi asma menurut perjalanan penyakitnya dan berdasarkan parameter klinis, kebutuhan obat dan faal paru menjadi 3 derajat penyakit, yaitu: Asma episodik jarang (asma ringan) 75%populasi asma pada anak Episode 95% 90-95% 20% setelah provokasi bronkus Analisa gas darah Pemeriksaan ini hanya dilakukan bila kita mencurigai adanya gangguan asam basa dalam tubuh. Gangguan asam basa dicurigai pada asma yang berat atau SpO2 tidak membaik >90%Diagnosis Banding Bronkitis KronisDitandai dengan batuk kronik menegluarkan sputum 3 bulan dalam setahun paling sedikti terjadi dua tahun. Gejala utama batuk disertai sputum biasanya terjadi pada penderita > 35 tahun dan perokok berat. Gejalanya berupa batuk di pagi hari, lama-lama disertai mengi, menurunya kemampuan kegiatan jasmani pada stadium lanjut ditemukan sianosis dan tanda-tanda kor pumonal. Emfisema ParuSesak merupakan gejala utama emfisema, sedangkan batuk dan mengi jarang menyertainya. Penderita biasanya kurus. Berbeda dengan asma, emfisema biasanya tida ada fase remisi, penderita selalu merasa sesak pada saat melakukan aktivitas. Pada pemeriksaan fisik di dapat dada seperti tong, gerakan nafas terbatas, hipersonor, pekak hati menurun, suara vesikuler sangat lemah. Pada foto dada di dapat adanya hiperinflasi. Gagal Jantung KiriGejala gagal jantung yang sering terjadi pada malam hari dikenal sebagai paroksisimal dispneu. Penderita tiba-tiba terbangun pada malam hari karena sesak, tetapi sesak berkurang jika penderita duduk. Pada pemeriksaan fisik ditemukan adanya kardiomegali dan udem paru. Emboli ParuHal-hal yang dapat menimbulkan emboli paru adalah gagal jantung dan tromboflebitis dengan gejala sesak nafas, pasien terbatuk-batuk disertai darah, nyeri pleura, keringat dingin, kejang, dan pingsang. Pada pemeriksaan fisik didapat ortopnea, takikardi, gagal jantung kanan, pleural friction, gallop, sianosis, dan hipertensi.

Diagnosis banding lainnya :1. Rinosinusitis1. Refluks gastroesofageal1. Infeksi respiratorik bawah viral berulang1. Displasia bronkopulmoner1. Tuberkulosis 1. Malformasi kongenital yang menyebabkan penyempitan saluran respiratorik intratorakal1. Aspirasi benda asing1. Sindrom diskinesia silier primer1. Defisiensi imun1. Penyakit jantung bawaan

LO 1.8 TatalaksanaAlur Tatalaksana Serangan Asma pada AnakKlinik / IGDNilai derajat seranganTatalaksana awal nebulisasi -agonis 1-3x, selang 20 menit (2) nebulisasi ketiga + antikolinergik jika serangan berat, nebulisasi. 1x (+antikoinergik)Serangan sedang (nebulisasi 1-3x, respons parsial) berikan oksigen (3) nilai kembali derajat serangan, jika sesuai dgn serangan sedang, observasi di Ruang Rawat Sehari/observasi pasang jalur parenteralSerangan ringan (nebulisasi 1-3x, respons baik, gejala hilang) observasi 2 jam jika efek bertahan, boleh pulang jika gejala timbul lagi, perlakukan sebagai serangan sedangSerangan berat(nebulisasi 3x, respons buruk) sejak awal berikan O2 saat / di luar nebulisasi pasang jalur parenteral nilai ulang klinisnya, jika sesuai dengan serangan berat, rawat di Ruang Rawat Inap foto Rontgen toraks

Boleh pulang bekali obat -agonis (hirupan / oral) jika sudah ada obat pengendali, teruskan jika infeksi virus sbg. pencetus, dapat diberi steroid oral dalam 24-48 jam kon-trol ke Klinik R. Jalan, untuk reevaluasiRuang Rawat Sehari/observasi oksigen teruskan berikan steroid oral nebulisasi tiap 2 jam bila dalam 12 jam perbaikan klinis stabil, boleh pulang, tetapi jika klinis tetap belum membaik atau meburuk, alih rawat ke Ruang Rawat InapRuang Rawat Inap oksigen teruskan atasi dehidrasi dan asidosis jika ada steroid IV tiap 6-8 jam nebulisasi tiap 1-2 jam aminofilin IV awal, lanjutkan rumatan jika membaik dalam 4-6x nebulisasi, interval jadi 4-6 jam jika dalam 24 jam perbaikan klinis stabil, boleh pulang jika dengan steroid dan aminofilin parenteral tidak membaik, bahkan timbul Ancaman henti napas, alih rawat ke Ruang Rawat IntensifCatatan:1. Jika menurut penilaian serangannya berat, nebulisasi cukup 1x langsung dengan -agonis + antikolinergik1. Bila terdapat tanda ancaman henti napas segera ke Ruang Rawat Intensif1. Jika tidak ada alatnya, nebulisasi dapat diganti dengan adrenalin subkutan 0,01ml/kgBB/kali maksimal 0,3ml/kali1. Untuk serangan sedang dan terutama berat, oksigen 2-4 L/menit diberikan sejak awal, termasuk saat nebulisasi

Tatalaksana awal adalah pemberian beta agonis secara nebulisasi ditambahkan NaCl 0,9%. Nebulisasi dapat diulang 2x dengan selang 20 menit dan pada pemberian kedua ditambahkan prednison oral 1mg/kg/kali dan O2. Pemberian O2 dan prednison dapat diberikan segera pada serangan berat. Pemberian prednison sistemik awal dapat mencegah penderita untuk dirawat di RS.

Alur Tatalaksana Asma Anak jangka Panjang

Obat pereda: -agonis atau teofilin (hirupan atau oral) bila perlu

PENGHINDARAN

Asma episodik jarang

3-4 minggu, obat dosis / minggu > 3x < 3xTambahkan obat pengendali:Kortikosteroid hirupan dosis rendah *)

Asma episodik sering

6-8 minggu, respons: (-) (+)

Pertimbangkan alternatif penambahan salah satu obat: -agonis kerja panjang (LABA) teofilin lepas lambat antileukotrien atau dosis kortikosterid ditingkatkan (medium)

Asma persisten

6-8 minggu, respons: (-) (+)Kortikosteroid dosis medium ditambahkanan salah satu obat: -agonis kerja panjang teofilin lepas lambat antileukotrien atau dosis kortikosteroid ditingkatkan (tinggi)

6-8 minggu, respons: (-) (+)Obat diganti kortikoteroid oral

*) Ketotifen dapat digunakan pada pasien balita dan/atau asma tipe rinitis

Obat asma dapat dibagi dalam 2 kelompok besar, yaitu obat pereda (reliever) dan obat pengendali (controller). Obat pereda digunakan untuk meredakan serangan atau gejala asma jika sedang timbul. Bila serangan sudah teratasi dan sudah tidak ada lagi gejala maka obat ini tidak lagi digunakan atau diberikan bila perlu. Kelompok kedua adalah obat pengendali yang disebut juga obat pencegah, atau obat profilaksis. Obat ini digunakan untuk mengatasi masalah dasar asma, yaitu inflamasi kronik saluran nafas. Dengan demikian pemakaian obat ini terus menerus diberikan walaupun sudah tidak ada lagi gejalanya kemudian pemberiannya diturunkan pelan- pelan yaitu 25% setip penurunan setelah tujuan pengobatan asma tercapai 6 8 minggu.

Obat obat Pereda (Reliever): I. Bronkodilator a. Short- acting 2 agonist Merupakan bronkodilator terbaik dan terpilih untuk terapi asma akut pada anak. Reseptor 2 agonist berada di epitel jalan napas, otot pernapasan, alveolus, sel-sel inflamasi, jantung, pembuluh darah, otot lurik, hepar, dan pankreas. Obat ini menstimulasi reseptor 2 adrenergik menyebabkan perubahan ATP menjadi cyclic-AMP sehingga timbul relaksasi otot polos jalan napas yang menyebabkan terjadinya bronkodilatasi. Efek lain seperti peningkatan klirens mukosilier, penurunan permeabilitas vaskuler, dan berkurangnya pelepasan mediator sel mast.

Epinefrin/adrenalinTidak direkomendasikan lagi untuk serangan asma kecuali tidak ada 2 agonis selektif. Epinefrin menimbulkan stimulasi pada reseptor 1, 2, dan a sehingga menimbulkan efek samping berupa sakit kepala, gelisah, palpitasi, takiaritmia, tremor, dan hipertensi. Pemberian epinefrin aerosol kurang menguntungkan karena durasi efek bronkodilatasinya hanya 1-1,5 jam dan menimbulkan efek samping, terutama pada jantung dan CNS. 2 agonis selektif Obat yang sering dipakai : salbutamol, terbutalin, fenoterol. Dosis salbutamol oral : 0,1- 0,15 mg/kgBB/kali , setiap 6 jam. Dosis tebutalin oral : 0,05 0,1 mg/kgBB/kali , setiap 6 jam. Dosis fenoterol : 0,1 mg/kgBB/kali , setiap 6 jam. Dosis salbutamol nebulisasi : 0,1 - 0,15 mg/kgBB (dosis maksimum 5mg/kgBB), interval 20 menit, atau nebulisasi kontinu dengan dosis 0,3 0,5 mg/kgBB/jam (dosis maksimum 15 mg/jam). Dosis terbutalin nebulisasi : 2,5 mg atau 1 respul/nebulisasi.

Pemberian oral menimbulkan efek bronkodilatasi setelah 30 menit, efek puncak dicapai dalam 2 4 jam, lama kerjanya sampai 5 jam. Pemberian inhalasi (inhaler/nebulisasi) memiliki onset kerja 1 menit, efek puncak dicapai dalam 10 menit, lama kerjanya 4 6 jam. Serangan ringan : MDI 2 - 4 semprotan tiap 3 - 4 jam. Serangan sedang : MDI 6 10 semprotan tiap 1 2 jam. Serangan berat : MDI 10 semprotan.

Pemberian intravena dilakukan saat serangan asma berat ksrena pada keadaan ini obat inhalasi sulit mencapai bagian distal obstruksi jalan napas. Efek samping takikardi lebih sering terjadi. Dosis salbutamol IV : mulai 0,2 mcg/kgBB/menit, dinaikkan 0,1 mcg/kgBB setiap 15 menit, dosis maksimal 4 mcg/kgBB/menit. Dosis terbutalin IV : 10 mcg/kgBB melalui infuse selama 10 menit, dilanjutkan dengan 0,1 - 0,4 ug/kgBB/jam dengan infuse kontinu. Efek samping 2 agonist antara lain tremor otot skeletal, sakit kepala, agitasi, palpitasi, dan takikardi.

b. Methyl xanthine Efek bronkodilatasi methyl xantine setara dengan 2 agonist inhalasi, tapi karena efek sampingnya lebih banyak dan batas keamanannya sempit, obat ini diberikan pada serangan asma berat dengan kombinasi 2 agonist dan anticholinergick. Efek bronkodilatasi teofilin disebabkan oleh antagonisme terhadap reseptor adenosine dan inhibisi PDE 4 dan PDE 5. Methilxanthine cepat diabsorbsi setelah pemberian oral, rectal, atau parenteral. Pemberian teofilin IM harus dihindarkan karena menimbulkan nyeri setempat yang lama. Umumnya adanya makanan dalam lambung akan memperlambat kecepatan absorbsi teofilin tapi tidak mempengaruhi derajat besarnya absorpsi. Metilxanthine didistribusikan keseluruh tubuh, melewati plasenta dan masuk ke air susu ibu. Eliminasinya terutama melalui metabolism hati, sebagian besar dieksresi bersama urin. Dosis aminofilin IV inisial bergantung kepada usia : 1 6 bulan : 0,5mg/kgBB/Jam 6 11 bulan : 1 mg/kgBB/Jam 1 9 tahun : 1,2 1,5 mg/kgBB/Jam > 10 tahun : 0,9 mg/kgBB/Jam Efek samping obat ini adalah mual, muntah, sakit kepala. Pada konsentrasi yang lebih tinggi dapat timbul kejang, takikardi dan aritmia.c. Anticholinergics Obat yang digunakan adalah Ipratropium Bromida. Kombinasi dengan nebulisasi 2 agonist menghasilkan efek bronkodilatasi yang lebih baik. Dosis anjuran 0, 1 cc/kgBB, nebulisasi tiap 4 jam. Obat ini dapat juga diberikan dalam larutan 0,025 % dengan dosis : untuk usia diatas 6 tahun 8 20 tetes; usia kecil 6 tahun 4 10 tetes. Efek sampingnya adalah kekeringan atau rasa tidak enak dimulut.d. Kortikosteroid Kortikosteroid sistemik terutama diberikan pada keadaan: Terapi inisial inhalasi 2 agonist kerja cepat gagal mencapai perbaikan yang cukup lama Serangan asma tetap terjadi meski pasien telah menggunakan kortikosteroid hirupan sebagai kontroler. Serangan ringan yang mempunyai riwayat serangan berat sebelumnya. Kortikosteroid sistemik memerlukan waktu paling sedikit 4 jam untuk mencapai perbaikan klinis, efek maksimum dicapai dalan waktu 12 24 jam. Preparat oral yang di pakai adalah prednisone, prednisolon, atau triamsinolon dengan dosis 1 2 mg/kgBB/hari diberikan 2 3 kali sehari selama 3 5 kali sehari. Kortikosteroid tidak secara langsung berefek sebagai bronkodilator. Obat ini bekerja sekaligus menghambat produksi sitokin dan kemokin, menghambat sintesis eikosainoid, menghambat peningkatan basofil, eosinofil dan leukosit lain di jaringan paru dan menurunkan permeabilitas vascular. Metilprednisolon merupakan pilihan utama karena kemampuan penetrasi kejaringan paru lebih baik, efek anti inflamasi lebih besar, dan efek mineralokortikoid minimal. Dosis metilprednisolon IV yang dianjurkan adalah 1 mg/kgBB setiap 4 sampai 6 jam. Dosis Hidrokortison IV 4 mg/kgBB tiap 4 6 jam. Dosis dexamethasone bolus IV 0,5 1 mg/kgBB dilanjtkan 1 mg/kgBB/hari setiap 6 8 jam.

e. Ekspektoran Adanya mukus kental dan berlebihan (hipersekresi) di dalam saluran pernafasan menjadi salah satu pemberat serangan asma, oleh karenanya harus diencerkan dan dikeluarkan. Sebaiknya jangan memberikan ekspektoran yang mengandung antihistamin, sedian yang ada di Puskesmas adalah Obat Batuk Hitam (OBH), Obat Batuk Putih (OBP), Glicseril guaiakolat (GG).

f. Antibiotik Hanya diberikan jika serangan asma dicetuskan atau disertai oleh rangsangan infeksi saluran pernafasan, yang ditandai dengan suhu yang meninggi.

Obat obat Pengontrol Obat obat asma pengontrol pada anak anak termasuk inhalasi dan sistemik glukokortikoid, leukotrien modifiers, long acting inhaled 2-agonist, theofilin, cromones, dan long acting oral 2-agonist.

1. Inhalasi glukokortikosteroid Glukokortikosteroid inhalasi merupakan obat pengontrol yang paling efektif dan direkomendasikan untuk penderita asma semua umur. Intervensi awal dengan penggunaan inhalasi budesonide berhubungan dengan perbaikan dalam pengontrolan asma dan mengurangi penggunaan obat-obat tambahan. Terapi pemeliharaan dengan inhalasi glukokortikosteroid ini mampu mengontrol gejala-gejala asma, mengurangi frekuensi dari eksaserbasi akut dan jumlah rawatan di rumah sakit, meningkatkan kualitas hidup, fungsi paru dan hiperresponsif bronkial, dan mengurangi bronkokonstriksi yang diinduksi latihan. Glukokortikosteroid dapat mencegah penebalan lamina retikularis, mencegah terjadinya neoangiogenesis, dan mencegah atau mengurangi terjadinya down regulation receptor 2 agonist. Dosis yang dapat digunakan sampai 400ug/hari (respire anak). Efek samping berupa gangguan pertumbuhan, katarak, gangguan sistem saraf pusat, dan gangguan pada gigi dan mulut.

2. Leukotriene Receptor Antagonist (LTRA) Secara hipotesis obat ini dikombinasikan dengan steroid hirupan dan mungkin hasilnya lebih baik. Sayangnya, belum ada percobaan jangka panjang yang membandingkannya dengan steroid hirupan + LABA. Keuntungan memakai LTRA adalah sebagai berikut: a. LTRA dapat melengkapi kerja steroid hirupan dalam menekan cystenil leukotriane b. Mempunyai efek bronkodilator dan perlindungan terhadap bronkokonstriktor; c. Dapat diberikan per oral. d. Montelukast. Hanya diberikan sekali per hari., penggunaannya aman, dan tidak mengganggu fungsi hati; sayangnya preparat Montelukast ini belum ada di Indonesia; e. Mungkin juga mempunyai efek menjaga integritas epitel, yaitu dengan meningkatkan kerja epithel growth factor (EGF) dan menekan transforming growth factor (TGF) sehingga dapat mengendalikan terjadinya fibrosis, hyperplasia, dan hipertrofi otot polos, serta diharapkan mencegah perubahan fungsi otot polos menjadi organ pro-inflamator.

Ada 2 preparat LTRA : Montelukast Preparat ini belum ada di Indonesia dan harganya mahal. Dosis per oral 1 kali sehari.(respiro anak) Dosis pada anak usia 2-5 tahun adalah 4 mg qhs. (gina) Zafirlukast Preparat ini terdapat di Indonesia, digunakan untuk anak usia > 7 tahun dengan dosis 10 mg 2 kali sehari. Leukotrin memberikan manfaat klinis yang baik pada berbagai tingkat keparahan asma dengan menekan produksi cystenil leukotrine. Efek samping obat dapat mengganggu fungsi hati (meningkatkan transaminase) sehingga perlu pemantauan fungsi hati.

3. Long acting 2 Agonist (LABA)Preparat inhalasi yang digunakan adalah salmeterol dan formoterol. Pemberian ICS 400ug dengantambahan LABA lebih baik dilihat dari frekuensi serangan, FEV pagi dan sore, penggunaan steroid oral,menurunnya hiperreaktivitas dan airway remodeling. Kombinasi ICS dan LABA sudah ada dalam 1 paket, yaitu kombinasi fluticasone propionate dan salmeterol (Seretide), budesonide dan formoterol (Symbicort). Seretide dalam MDI sedangkan Symbicort dalam DPI. Kombinasi ini mempermudah penggunaan obat dan meningkatkan kepatuhan memakai obat. 4. Teofilin lepas lambat Teofilin efektif sebagai monoterapi atau diberikan bersama kortikosteroid yang bertujuan untuk mengontrol asma dan mengurangi dosis pemeliharaan glukokortikosteroid. Tapi efikasi teofilin lebih rendah daripada glukokortikosteroid inhalasi dosis rendah. Efek samping berupa anoreksia, mual, muntah, dan sakit kepala, stimulasi ringan SSP, palpitasi, takikardi, aritmia, sakit perut, diare, dan jarang, perdarahan lambung. Efek samping muncul pada dosis lebih dari 10mg/kgBB/hari, oleh karena itu terapi dimulai pada dosis inisial 5mg/kgBB/hari dan secara bertahap diingkatkan sampai 10mg/kgBB/hari.

Prinsip terapi inhalasi Terapi inhalasi adalah pemberian obat secara langsung ke dalam saluran napas melalui penghisapan. Terapi pemberian ini, saat ini makin berkembang luas dan banyak dipakai pada pengobatan penyakit-penyakit saluran napas. Berbagai macam obat seperti antibiotik,mukolitik, anti inflamasi dan bronkodilator sering digunakan pada terapi inhalasi. Obat asma inhalasi yang memungkinkan penghantaran obat langsung ke paru-paru, dimana saja dan kapan saja akan memudahkan pasien mengatasi keluhan sesak napas. Untuk mencapai sasaran di paru-pari, partikel obat asma inhalasi harus berukuran sangat kecil (2-5 mikron). Keuntungan terapi inhalasi ini adalah obat bekerja langsung pada saluran napas sehingga memberikan efek lebih cepat untuk mengatasi serangan asma karena setelah dihisap, obat akan langsung menuju paru-paru untuk melonggarkan saluran pernapasan yang menyempit. Selain itu memerlukan dosis yang lebih rendah untuk mendapatkan efek yang sama, dan harga untuk setiap dosis lebih murah. Untuk efek samping obat minimal karena konsentrasi obat didalam rendah.

Jenis Terapi Inhalasi Pemberian aerosol yang ideal adalah dengan alat yang sederhana, mudah dibawa, tidak mahal, secara selektif mencapai saluran napas bawah, hanya sedikit yang tertinggal di saluran napas atas, serta dapat digunakan oleh pasien, orang cacat, dan orang tua. Namun keadaan ideal tersebut tidak dapat sepenuhnya tercapai.

Berikut beberapa alat terapi inhalasi: Metered Dose Inhaler (MDI) Spacer (alat penyambung) akan menambah jarak antara alat dengan mulut, sehingga kecepatan aerosol pada saat dihisap menjadi berkurang. Hal ini mengurangi pengendapan di orofaring (saluran napas atas). Spacer ini berupa tabung (dapat bervolume 80 ml) dengan panjang sekitar 10-20 cm, atau bentuk lain berupa kerucut dengan volume 700-1000 ml. Penggunaan spacer ini sangat menguntungkan pada anak.

Dry Powder Inhaler (DPI) Penggunaan obat dry powder (serbuk kering) pada DPI memerlukan hirupan yang cukup kuat. Pada anak yang kecil, hal ini sulit dilakukan. Pada anak yang lebih besar, penggunaan obat serbuk ini dapat lebih mudah, karena kurang memerlukan koordinasi dibandingkan MDI. Deposisi (penyimpanan) obat pada paru lebih tinggi dibandingkan MDI dan lebih konstan. Sehingga dianjurkan diberikan pada anak di atas 5 tahun

Turbuhaler Digunakan dengan cara menghisap, dosis obat ke dalam mulut, kemudian diteruskan ke paruparu. Pasien tidak akan mendapat kesulitan dengan menggunakan turbuhaler karena tidak perlu menyemprotkan obat terlebih dahulu. Satu produk turbuhaler mengandung 60-200 dosis. Ada indicator dosis yang akan memberitahu anda jika obat hampir habis. Contoh produk: Bricasma, Pulmicort, Symbicort Rotahaler. Digunakan dengan cara yang mirip dengan turbuhaler. Perbedaan setiap kali akan menghisap obat, rotahaler harus didiisi dulu dengan obat yang berbentuk kapsul/rotacap. Jadi rotahaler hanya berisi satu dosis, rotahaler sangat cocok untuk anak-anak dan usia lanjut. Contoh produk: Ventolin Rotacap

Nebulizer Nebulizer digunakan dengan cara menghirup dengan cara menghirup larutan obat yang telah diubah menjadi bentuk kabut. Nebulizer sangat cocok digunakan untuk anak-anak, usila dan mereka yang sedang mengalami serangan asma parah. Dua jenis nebulizer berupa kompresor dan ultrasonic. Tidak ada kesulitan sama sekali dalam menggunakan nebulizer, karena pasien cukup bernapas seperti biasa dan kabut obat akan terhirup masuk ke dalam paru-paru. Satu dosis obat akan terhirup habis tidak lebih dari 10 menit. Contoh produk yang bisa digunakan dengan nebulizer: Bisolvon solution, Pulmicort respules, Ventolin nebulas. Anak-anak usia kurang dari 2 tahun membutuhkan masker tambahan untuk dipasangkan ke nebulizer.Untuk memberikan medikasi secara langsung pada saluran napas untuk mengobati bronkospasme akut, produksi mucus yang berlebihan, batuk dan sesak napas dan epiglottis Keuntungan nebulizer terapi adalah medikasi dapat diberikan langsung pada tempat/sasaran aksinya seperti paru-paru sehingga dosis yang diberikan rendah. Dosis yang rendah dapat menurunkan absorpsi sistemik dan efek samping sistemik. Pengiriman obat melalui nebulizer ke paru-paru sangat cepat, sehingga aksinya lebih cepat daripada rute lainnya seperti: subkutan/oral. Udara yang dihirup melalui nebulizer telah lembab, yang dapat membantu mengeluarkan sekresi bronkus.Perhatian dan Kontraindikasi Pasien yang tidak sadar/confusion tidak kooperatif dengan prosedur ini, membutuhkan mask/sungkup, tetapi mask efektifnya berkurang secara spesifik. Medikasi nebulizer kontraindikasi pada keadaan dimana suara napas tidak ada/berkurang, kecuali jika medikasi nebulizer diberikan melalui endotracheal tube yang menggunakan tekanan positif. Pasien dengan penurunan pertukaran gas juga tidak dapat menggerakkan/memasukkan medikasi secara adekuat ke dalam saluran napas. Pemakaian katekolamin pada pasien dengan cardiac irritability harus dengan perlahan. Ketika diinhalasi katekolamin dapat meningkatkan cardiac rate dan menimbulkan disritmia Medikasi nebulizer tidak dapat diberikan terlalu lama melalui IPPB/Intermittent Positive Pressure Breathing, Sebab IPPB mengiritasi dan meningkatkan bronkhospasme

LO 1.9 KomplikasiKomplikasi yang mungkin terjadi : Akut : dehidrasi, gagal napas, infeksi saluran napas Kronis : kor-pulmonale, PPO kronis, pneumotorak

LO 1.10 PrognosisBeberapa studi kohort menemukan bahwa banyak bayi dengan wheezing tidak berlanjut menjadi asma pada masa anak dan remajanya. Proporsi kelompok tersebut berkisar antara 45 hingga 85%, tergantung besarnya sample studi, tipe studi koort, dan lamnya pemantauan. Adanya asma pada orang tua dan dermatitis atopic pada anak dengan wheezing merupakan salah satu indikator penting terjadinya asma dikemudian hari. Apabila terdapat kedua hal tersebut maka kemungkinan menjadi asma yang lebih besar atau terdapat salah satu diatas disertai dengan 2 dari 3 keadaan berikut, seperti eosinofia,rhinitis alergika, dn wheezing yang menetap pada keadaan bukan flu.

LO 1.11 PencegahanPencegahan Primer Ditujukan untuk mencegah sensitisasi pada bayi dengan resiko asma (orangtua asma), dengan cara: Penghindaran Asap rokok dan polutan lain selama kehamilan dan masa perkembangan bayi/ anak Diet Hipoalergenik ibu hamil, asalkan/ dengan syarat diet tersebut tidak mengganggu asupan janin Pemberian ASI eksklusif sampai usia 6 bulan Diet Hipoalergenik ibu menyusui Pencegahan Sekunder Ditujukan untuk mencegah inflamasi pada anak yang telah tersentisisasi dengan cara menghindari pajanan asap rokok, serta allergen dalam ruangan terutama tungau debu rumah Pencegahan Tersier Ditujukan untuk mencegah manifestasi asma pada anak yang telah menunjukkan manifestasi penyakit alergi. Sebuah penelitian multi senter yang dikenal dengan nama ETAC study (early treatment of atopic children) mendapatkan bahwa pemberian Setirizin selama 18 bulan pada anak atopi dengan dermatitis atopi dan igE spesifik terhadap serbuk rumput (pollen) dan tungau debu rumah menurunkan kejadian asma sebanyak 50% perlu ditekankan bahwa pemberian Setirizin pada penelitian ini bukan sebagai pengendali asma (controller)

DAFTAR PUSTAKA

Lemanske RF, Green CG. Asthma in infancy and childhood. Dalam: Middleton E Jr, Ellis EF, penyunting. Allergy, Principle & Practice. Edisi ke-5. St Louis, Mosby 1998, pp 877-900.

Ellis EF. Astma in infancy and childhood. Dalam: Adkinson NF, penyunting. Middletons Allergy. Principles and Practice. Edisi ke-6. St Louis 2003. H.1225-62.

UKK Pulmonologi. Konsensus Nasional Asma Anak. PP IDAI, Jakarta 2000.

Siwik JP, Nowak RM, Zoratti EM. The evaluation and management of acute, severe asthma. Med Clin Amer 2002;86:

Larche M, Robinson DS, Kay AB. The role of T lymphocytes in the patogenesis of asthma. J Allergy Clin Immunol. 2003; 111:450-63.

Warner JO. Guidelines for treatment of asthma. Dalam: Leung DYM, Sampson HA, Geha RS, Szefler SJ, penyunting. Pediatric Allergy; Principles and Practice. St Louis 2003, h.350-356.

Lemanske RF, Busse WW. Asthma. J Allergy Clin Immunol. 2003;111:S502-S19.

Ilmu Penyakit Dalam. 2014. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Edisi VI Jilid 1. Jakarta: Interna Publishing21