skenario 3

28
Sistem Pelayanan Dokter Keluarga ( SPDK ) Untuk menunjang tugas dan wewenang nya diperlukan Sistem Pelayanan Dokter Keluarga yang terdiri atas komponen : a) Dokter keluarga yang menyelenggarakan pelayanan primer di klinik Dokter Keluarga (KDK), b) Dokter Spesialis yang menyelenggarakan pelayanan sekunder di klinik Dokter Spesialis (KDSp), c) Rumah sakit rujukan, d) Asuransi kesehatan/ Sistem Pembiayaan, e) Seperangkat peraturan penunjang. STANDAR PELAYANAN MEDIS DOGA: a. Anamnesis b. Pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang c. Penegakkan diagnosis dan diagnosis banding d. Prognosis e. Konseling membantu pasien (dan keluarga) untuk menentukan pilihan terbaik penatalaksanaan untuk pasien sendiri. f. Konsultasi jika diperlukan, dokter keluarga dapat melakukan konsultasi ke dokter lain (dokter keluarga lain, dokter keluarga konsultan, dokter spesialis, atau dinas kesehatan) yang dianggap lebih berpengalaman. g. Rujukan h. Tindak lanjut i. Tindakan j. Pengobatan rasional k. Pembinaan keluarga dilakukan bila dinilai bahwa penatalaksanaan pasien akan lebih baik jika adanya partisipasi keluarga.

description

blok medkol

Transcript of skenario 3

Page 1: skenario 3

Sistem Pelayanan Dokter Keluarga ( SPDK )Untuk menunjang tugas dan wewenang nya diperlukan Sistem Pelayanan DokterKeluarga yang terdiri atas komponen :

a) Dokter keluarga yang menyelenggarakan pelayanan primer di klinik DokterKeluarga (KDK), b) Dokter Spesialis yang menyelenggarakan pelayanan sekunder diklinik Dokter Spesialis (KDSp), c) Rumah sakit rujukan, d) Asuransi kesehatan/Sistem Pembiayaan, e) Seperangkat peraturan penunjang.

STANDAR PELAYANAN MEDIS DOGA:

a.    Anamnesis

b.    Pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang

c.    Penegakkan diagnosis dan diagnosis banding

d.   Prognosis

e.    Konseling membantu pasien (dan keluarga) untuk menentukan pilihan terbaik

penatalaksanaan untuk pasien sendiri.

f.     Konsultasi jika diperlukan, dokter keluarga dapat melakukan konsultasi ke dokter lain

(dokter keluarga lain, dokter keluarga konsultan, dokter spesialis, atau dinas kesehatan) yang

dianggap lebih berpengalaman.

g.    Rujukan

h.    Tindak lanjut

i.      Tindakan

j.      Pengobatan rasional

k.    Pembinaan keluarga dilakukan bila dinilai bahwa penatalaksanaan pasien akan lebih baik

jika adanya partisipasi keluarga.

Pelayanan yang diselenggarakan pada praktek dokter keluarga banyak macamnya. Secara umum

dapat dibedakan atas tiga macam:

1. Menyelenggarakan pelayanan rawat jalan

Pada bentuk ini, pelayanan yang diselenggarakan pada praktek dokter keluarga hanya pelayanan

rawat jalan saja. Dokter yang menyelenggarakan praktek dokter keluarga tersebut tidak

melakukan pelayanan kunjungan dan perawatan pasien di rumah atau pelayanan rawat inap di

rumah sakit. Semua pasien yang membutuhkan pertolongan diharuskan datang ke tempat praktek

Page 2: skenario 3

dokter keluarga. Jika kebetulan pasien tersebut memerlukan pelayanan rawat inap, pasien

tersebut dirujuk ke rumah sakit.

2. Menyelenggarakan pelayanan rawat jalan, kunjungan dan perawatan pasien dirumah.

Pada bentuk ini, pelayanan yang diselenggarakan pada praktek dokter keluarga mencakup

pelayanan rawat jalan serta pelayanan kunjungan dan perawatan pasien di rumah. Pelayanan

bentuk ini lazimnya dilaksanakan oleh dokter keluarga yang tidak mempunyai akses dengan

rumah sakit.

3. Menyelenggarakan pelayanan rawat jalan, kunjungan dan perawatan pasien di rumah, serta

pelayanan rawat inap di rumah sakit.

Pada bentuk ini, pelayanan yang diselenggarakan pada praktek dokter keluarga telah mencakup

pelayanan rawat jalan, kunjungan dan perawatan pasien di rumah, serta perawatan rawat inap di

rumah sakit. Pelayanan bentuk ini lazimnya diselenggarakan oleh dokter keluarga yang telah

berhasil menjalin kerja sama dengan rumah sakit terdekat dan rumah sakit tersebut memberi

kesempatan kepada dokter keluarga untuk merawat sendiri pasiennya di rumah sakit.

KLINIK DOKTER KELUARGA ( KDK )

a.       Merupakan klinik yang menyelenggarakan Sistem Pelayanan Dokter Keluarga (SPDK), 

b.      Sebaiknya mudah dicapai dengan kendaraan umum. (terletak di tempat strategis), 

c.       Mempunyai bangunan yang memadai,

d.      Dilengkapi dengan sarana komunikasi, 

e.       Mempunyai sejumlah tenaga dokter yang telah lulus pelatihan DK, 

f.       Mempunyai sejumlah tenaga pembantu klinik dan paramedis telah lulus perlatihan

khususpembantu KDK, 

g.      Dapat berbentuk praktek mandiri (solo) atau berkelompok.

h.      Mempunyai izin yang berorientasi wilayah,

i.        Menyelenggarakan pelayanan yang sifatnya paripurna, holistik, terpadu,

danberkesinambungan, 

j.        Melayani semua jenis penyakit dan golongan umur,

k.      Mempunyai sarana medis yang memadai sesuai dengan peringkat klinik ybs

Page 3: skenario 3

TIU 1 : MM SUMBER PEMBIAYAAN PRAKTEK DOKTER KELUARGA

Keuangan dalam praktik DOGA tercatat secara seksama dengan cara yang umum dan

bersifat transparansi. Manajemen keuangannya dapat mengikuti sistem pembiayaan praupaya

maupun sistem pembiayaan fee for service.

Page 4: skenario 3

BPJS : Badan Pengelola Jaminan Sosial

Manajemen Pembiayaan Klinik Doga

Berdasarkan bagan tersebut, dapat disimpulkan bahwa sistem pembiayaan klinik dokter keluarga dapat berasal dari asuransi sosial, asuransi komersial, dan out of pocket. Model pembiayaan yang diterapkan sesuai dengan kebutuhan.

Mekanisme pembiayaan yang ditemukan pada pelayanan kesehatan banyak macamnya. Jika disederhanakan secara umum dapat dibedakan atas dua macam. Pertama, pembiayaan secara tunai (fee for service), dalam arti setiap kali pasien datang berobat diharuskan membayar biaya pelayanan. Kedua, pembiayaan melalui program asuransi kesehatan (health insurance), dalam arti setiap kali pasien datang berobat tidak perlu membayar secara tunai, karena pembayaran tersebut telah ditanggung oleh pihak ketiga, yang dalam hat ini adalah badan asuransi.

tidaklah kedua cara pembiayaan ini dinilai sesuai untuk pelayanan dokter keluarga. Dari dua cara pembiayaan yang dikenal tersebut, yang dinilai sesuai untuk pelayanan dokter keluarga hanyalah pembiayaan melalui program asuransi kesehatan saja. Mudah dipahami, karena untuk memperkecil risiko biaya, program asuransi sering menerapkan prinsip membagi risiko (risk sharing) dengan penyelenggara pelayanan, yang untuk mencegah kerugian, tidak ada pilihan lain bagi penyelenggara pelayanan tersebut, kecuali berupaya memelihara dan meningkatkan kesehatan, dan atau mencegah para anggota keluarga yang menjadi tanggungannya untuk tidak sampai jatuh sakit. Prinsip kerja yang seperti ini adalah juga prinsip kerja dokter keluarga.

Bentuk - Bentuk   Pembiayaan   Pra-Upaya

Page 5: skenario 3

Mengingat bentuk pembayaran pra-upaya banyak menjanjikan keuntungan, maka pada

saaat ini bentuk pembayaran pra-upaya tersebut banyak diterapkan. Pada dasarnya ada tiga

bentuk pembiayaan secara pra-upaya yang dipergunakan.

Ketiga bentuk yang dimaksud adalah:

1.    Sistem kapitasi (capitation system)

Yang dimaksud dengan sistem kapitasi adalah sistem pembayaran dimuka yang dilakukan

oleh badan asuransi kepada penyelenggara pelayanan kesehatan berdasarkan kesepakatan harga

yang dihitung untuk setiap peserta untuk jangka waktu tertentu. Dengan sistem pembayaran ini,

maka besarnya biaya yang dibayar oleh badan asuransi kepada penyelenggara pelayanan yang

tidak ditentukan oleh frekwensi penggunaan pelayanan kesehatan oleh peserta, melainkan

ditentukan oleh jumlah peserta dan kesepakatan jangka waktu jaminan.

2. Sistem paket (packet system)

Yang dimaksud dengan sistem paket adalah sistem pembayaran di muka yang dilakukan

oleh badan asuransi kepada penyelenggara pelayanan kesehatan berdasarkan kesepakatan harga

yang dihitung untuk suatu paket pelayanan kesehatan tertentu. Dengan sistem pembayaran ini,

maka besarnya biaya yang dibayar oleh badan asuransi kepada penyelenggara pelayanan

kesehatan tidak ditentukan oleh macam pelayanan kesehatan yang diselenggarakan, melainkan

oleh paket pelayanan kesehatan yang dimanfaatkan. Penyakit apapun yang dihadapi, jika

termasuk dalam satu paket pelayanan yang sama, mendapatkan biaya dengan besar yang sama.

Sistem pernbiayaan paket ini dikenal pula dengan nama sistem pembiayaan kelompok diagnosis

terkait (diagnosis related group) yang di banyak negara maju telah lama diterapkan.

3. Sistem anggaran (budget system)

Yang dimaksud dengan sistem anggaran adalah sistem pembayaran di muka yang

dilakukan oleh badan asuransi kepada penyelenggara pelayanan kesehatan berdasarkan

kesepakatan harga, sesuai dengan besarnya anggaran yang diajukan penyelenggara pelayanan

kesehatan. Sama halnya dengan sistern paket, pada sistem anggaran ini, besarnya biaya yang

dibayar oleh badan asuransi kepada penyelenggara pelayanan kesehatan tidak ditentukan oleh

macam pelayanan kesehatan yang diselenggarakan, melainkan oleh besarnya anggaran yang

telah disepakati.

Info terbaru terkait sistem pembiayaan dalam SKN:

Page 6: skenario 3

Salah satu solusi yang dilakukan dalam sumber pembiayaan (termasuk nantinya pembiayaan

praktek dokter keluarga) untuk menyelenggarakan Sistem Kesehatan Nasional yang baik adalah

dengan menyelenggarakan amanat Undang-Undang Sistem Jaminan Sosial Nasional. Undang-

Undang yang telah ditetapkan tahun 2004 ini mengalami kendala dalam realisasinya terkait

pembentukan badan penyelenggaranya (BPJS) yang seharusnya telah ditetapkan saat 2009.

Akhirnya pada hari rabu, 28 oktober 2011 sekitar pukul 20.40 WIB, RUU BPJS disahkan

menjadi UU BPJS dengan kesepakatan bahwa BPJS I yang mengurus jaminan kesehatan

diselenggarakan oleh ASKES akan mulai beroperasi pada tanggal 1 januari 2014. Sedangkan

BPJS II (Jamsostek, Taspen, dan Asabri) yang mengurus ketenagakerjaan selambat-lambatnya

beroperasi 1 juli 2015. Dengan demikian diharapkan penyelenggaraan sistem dokter keluarga

dapat menjadi lebih baik.

9. PELAKSANAAN DOGA DI INDONESIA

Mekanisme dan jenjang pelayanan kesehatan masyarakat yang dilakukan oleh tenaga

kesehatan sebenarnya atau idealnya, ada tiga tahap pelayanan kesehatan yang diperlukan oleh

masyarakat.Ketiga tahap pelayanan kesehatan adalah sebagai berikut; pertama, Pelayanan

Tingkat Primer. Pelayanan di sini diselenggarakan oleh Dokter Praktik Umum atau yang

selama ini dikenal dengan sebutan Dokter Umum. Tahap ini merupakan kontak pertama pasien

dengan dokter yang biasanya bertempat di Klinik Pribadi, Klinik Dokter Bersama, Puskesmas,

Balai Pengobatan, Klinik Perusahaan, atau Poliklinik Umum di rumah sakit, dsb.

Kedua,`Pelayanan Tingkat Sekunder. Jika diangap perlu, pasien akan dirujuk ke Pelayanan

Tingkat Sekunder. Untuk itu dokter praktik umum akan menulis surat konsultasi atau rujukan

kepada tenaga kesehatan yang lebih ahli, dalam hal ini dokter spesialis. Ketiga, Pelayanan

Tingkat Tersier. Jika masalahnya juga tidak dapat atau tidak mungkin diselesaikan oleh

pelayanan di tingkat sekunder maka pasien akan dikirim ke tingkat yang lebih tinggi, yaitu

pasien akan dirujuk kepada dokter konsultan atau subspesialis.

Setiap pasien semestinya harus ke pelayanan kesehatan primer terlebih dulu untuk semua

masalah kesehatan yang dihadapinya. Perkecualian tentu saja ada, misalnya untuk kasus

kedaruratan yang parah, pasien bisa langsung ke unit gawat darurat terdekat di manapun. Jika

masalah pasien telah ditangani di tingkat sekunder atau tersier, maka pasien akan dikembalikan

ke dokter umumnya untuk mendapatkan perawatan lanjutan.

Page 7: skenario 3

Pada dasarnya dokter keluarga adalah dokter praktik umum yang bertugas

menyelenggarakan pelayanan primer. Beberapa negara masih menggunakan istilah dokter

praktik umum, karena memang lulusan dokter yang keluar dari pendidikan kedokteran memang

telah memiliki keterampilan khusus dokter keluarga, dan sistem pelayanan dokter keluarga telah

digunakan secara menyeluruh di negara tersebut. sedang kan beberapa negara termasuk

Indonesia belum menerapkan sistem pelayanan dokter keluarga ini. Lulusan-lulusan dokter dari

berbagai institusi pendidikan kedokteran di Indonesia juga belum memiliki kompetensi dokter

keluarga.

Di Indonesia memang dokter di Puskesmas belum menerapkan fungsi DK, karena masih

terbentur oleh sistem. Yang kedua terbentur pada dokternya sendiri yang belum menguasai

prinsip pelayanan DK. Sistem itu begini, sebenarnya sudah ada bahwa pelayanan kedokteran itu

terdiri dari pelayanan primer, sekunder, dan tersier. Sistem yang ada di program Depkes juga

menyebutkan Puskesmas itu hanya melayani Unit Kesehatan Masyarakat (UKM), namun yang

terjadi Unit Kesehtan Personal (UKP)-nya tidak terlayani. Mungkin saja terlayani, tapi tidak

manfaatnya kurang terasa. Konsep itu yang seharusnnya ada, namun dilapangan kenyataannya

tidak seperti itu. PDKI menghendaki UKM dan UKP berjalan di sebagaimana mestinya,

bagaimana UKP adalah bagian dari UKM, dan bisa dikatakan Puskesmas adalah klinik DK.

Selain peranannya sebagai UKM

Namun, ada banyak hal yang menjadi hambatan bagi pelaksanaan secara komprehensif

sistem pelayanan dokter keluarga. Sebagian besar masyarakat masih belum mengerti denagn

peran sistem pelayanan kesehatan dokter keluarga, serta mekanisme pelayanan kesehatan

berjenjang. Akibatnya, sebagian masayarakat masih datang ke tempat pelayanan kesehatan

sekunder untuk wilayah kerja yang harusya mampu ditangani oleh pelayanan primer. Ini tentu

saja, menyebabkan biaya kesehatan yang dikelurkan oleh masyarat menjadi jauh lebih mahal.

Selain itu, sistem pembiayaan kesehatan berbasis asuransi yang masih belum bisa terlaksana

maksimal juga menghambat terlaksananya sistem pelayanan kesehatan dokter keluarga.

Satu hal lain yang juga penting untuk diperbaiki jika kita ingin menerapkan sistem

pelayanan dokter keluarga ini secara konsisten adalah paradigma kita dalam pembangunan

kesehatan. Semua pihak yang terkait, mulai dari pemerintah sebagai penanggung jawab

pelayanan kesehatan, Rumah sakit, PKM, serta penyedia jasa layanan kesehatan lainnya, tenaga

kesehatan, maupun masyarakat harus mampu mengubah paradigma kita dalam pelayanan

Page 8: skenario 3

kesehatan. “Paradigma orang sakit” yang selama ini kita gunakan, yang mengakibatkan kita lebih

banyak mengarahkan pembiayaan dan upaya-upaya kesehatan untuk pengobatan dan perawatan

pasca sakit, harus diubah ke arah paradigm sehat yaitu sebuah paradigma yang berusaha

mengarahkan upaya dan pembiayaan kesehatan ke arah pencegahan masyarakat dari penyakit

dan pendidikan kesehatan bagi masyarakat agar mampu menjaga kesehatannya secara mandiri.

Dengan paradigma sehat, penulis yakin penyelenggaraan pelayanan kesehatan berbasis dokter

keluarga bisa terwujud dalam waktu dekat.

Mengenai sistem pembiayaan dokter keluarga, ASKES sebagai salah satu BUMN yang digadang menjadi BPJS menerapkan besaran kapitasi Dokter keluarga mengacu pada pola perhitungan yang didasarkan pada 2 (dua) ketentuan popok:

1.      Hasil penetapan penggololongan Dokter Keluarga berdasarkan kapasitas pelayan yang dimiliki

2.      Penetapan komposisi jenis kelamin dan umur peserta yang terdaftar di Dokter Keluarga tersebut (Community Rating by Class)

Pembayaran besaran kapitasi tersebut, pada prinsipnya hanya dapat dilakukan bila Kantor Cabang telah melaksanakan perhitungan sesuai ketentuan-ketentuan pokok seperti di atas Penetapan penggolongan Dokter Keluarga berdasarkan kapitasi pelayanan yang dimilikinya dilakukan melalui pelaksanaan seleksi PPK (credentialing) dan seleksi kembali PPK (re-credentialing) dengan memperhatihkan indicator-indikator penentu yakni:

1.      Hasil penilaian sarana dan prasarana2.      Ketersediaan tenaga perawat3.      Ketersediaan tenaga administrasi4.      Kemampuan penyediaan sarana laboratorium5.      Penggolongan besaran kapitasi Dokter Keluarga berdasarkan kapasitas 6.      pelayanan yang dimiliki di bagi atas 3 kategori yakni:

-Kategori Kapitasi A yakni apabila Dokter Keluarga memenuhi seluruh indicator (indicator penentu point (1)-(4) point c). besaran kapitasi yang ditetapkan adalah maksimal sebesar Rp 6500,00 per jiwa-Kategori Kapitasi B yakni apabila Dokter Keluarga hanya mampu memenuhi minimal 2 (dua) indicator penentu. Besaran kapitasi yang ditetapkan adalah maksimal sebesar Rp 6000,00 per jiwa-Kategori Kapitasi C yakni apabila Dokter keluarga hanya mampu memenuhi indicator sarana dan prasarana sedangkan indicator penentu lainnya tidak terpenuhi. Besarnya kapitasi yang ditetapkan adalah maksimal Rp 5500,00Penetapan komponen besaran kapitasi yang dibayarkan kepada Dokter Keluarga untuk masing-masing kategori adalah sebagai berikut:

1.      Kategori Kapitasi A yakni maksimal sebesar Rp 6.500,00 per jiwa, terdiri  dari: jasa medis dokter, pelayanan obat dan pelayanan laboratorium sederhana (darah rutin dan urine rutin). Besaran jasa medis dokter adalah sebesar Rp 2.000,00, siasanya adalah biaya obat dan pelayanan laboratorium sederhana (darah rutin dan urine rutin).

Page 9: skenario 3

2.      Kategori Kapitasi B yakni maksimal sebesar Rp 6.000,00 per jiwa terdiri dari : jasa medis dokter, pelayanan obat dan salah satu pelayanan laboratorium sederhana (darah rutin dan urine rutin). Besaran jasa medis dokter adalah sebesar Rp 2.000,00, sisanya adalah biaya obat dan salah satu pelayanan laboratorium sederhana (darah rutin dan urine rutin).

3.      Kategori Kapitasi C yakni maksimal sebesar Rp 5.500,00 per jiwa, terdiri dari : jasa medis dokter, pelayanan obat (tanpa pelayanan laboratorium sederhana). Besaran jasa medis dokter adalah sebesar Rp 2.000,00, sisanya adalah pelayanan obat (tanpa pelayanan laboratorium sederhana)

Dapat disimpulkan bahwa terdapat dua hal dasar yang dibutuhkan dalam pelaksanaan

dokter keluarga secara konsisten, yaitu mekanisme pelayanan kesehatan berjenjang dan sistem

pembiayaan kesehatan berbasis asuransi. Sayangnya sistem pembiayaan yang ada, seperti

dilakukan ASKES belum ideal. Penelitian yang dilakukan oleh pakar jaminan sosial Prof.

Hasbullah Thabrany menunjukkan bahwa untuk menyelenggarakan jaminan sosial yang ideal,

paling tidak kapitasina sebesar Rp. 20.000 per jiwa, tentu angka ini masih jauh dibanding yang

telah dilaksanakan (Rp.5.500- Rp. 6500 per jiwa). Tanpa pelaksanaan mekanisme pelayanan

kesehatan berjenjang sangat sulit untuk mengedukasi masyarakat akan peran dan manfaat dokter

keluarga. Tanpa pembiayaan kesehatan berbasis asuransi yang merata, juga akan tetap sangat

sulit bagi masyarkat untuk mengakses pelayanan dokter keluarga. Di berbagai negara,

pelaksanaan pelayanan dokter keluarga telah diintegrasikan dengan mekanisme pembiayaan

kesehatan berbasis asuransi dan mekanisme pelayanan kesehatan berjenjang. Sayangnya sistem

jaminan sosial yang memiliki prinsip asuransi belum terlaksana (2014 akan dilaksanakan)

sehingga saat ini pembiayaan praktek dokter keluarga masih menjadi kendala tersendiri dalam

pelaksanaan sistem ini.

10. KOMUNIKASI DOKTER-PASIEN

Hubungan yang berlangsung antara dokter/dokter gigi dengan pasiennya selama proses

pemeriksaan/pengobatan/perawatan yang terjadi di ruang praktik perorangan, poliklinik, rumah

sakit, dan puskesmas dalam rangka membantu menyelesaikan masalah kesehatan pasien.

Pengembangan hubungan dokter-pasien secara efektif yang berlangsung secara efisien, dengan

tujuan utama penyampaian informasi atau pemberian penjelasan yang diperlukan dalam rangka

membangun kerja sama antara dokter dengan pasien. Komunikasi yang dilakukan secara verbal

dan non-verbal menghasilkan pemahaman pasien terhadap keadaan kesehatannya, peluang dan

kendalanya, sehingga dapat bersama-sama dokter mencari alternatif untuk mengatasi

permasalahannya.

Page 10: skenario 3

Komunikasi efektif diharapkan dapat mengatasi kendala yang ditimbulkan oleh kedua

pihak, pasien dan dokter. Opini yang menyatakan bahwa mengembangkan komunikasi dengan

pasien hanya akan menyita waktu dokter, tampaknya harus diluruskan.

Sebenarnya bila dokter dapat membangun hubungan komunikasi yang efektif dengan

pasiennya, banyak hal-hal negatif dapat dihindari. Dokter dapat mengetahui dengan baik kondisi

pasien dan keluarganya dan pasien pun percaya sepenuhnya kepada dokter. Kondisi ini amat

berpengaruh pada proses penyembuhan pasien selanjutnya. Pasien merasa tenang dan aman

ditangani oleh dokter sehingga akan patuh menjalankan petunjuk dan nasihat dokter karena yakin

bahwa semua yang dilakukan adalah untuk kepentingan dirinya. Pasien percaya bahwa dokter

tersebut dapat membantu menyelesaikan masalah kesehatannya.

Kurtz (1998) menyatakan bahwa komunikasi efektif justru tidak memerlukan waktu lama.

Komunikasi efektif terbukti memerlukan lebih sedikit waktu karena dokter terampil mengenali

kebutuhan pasien (tidak hanya ingin sembuh). Dalam pemberian pelayanan medis, adanya

komunikasi yang efektif antara dokter dan pasien merupakan kondisi yang diharapkan sehingga

dokter dapat melakukan manajemen pengelolaan masalah kesehatan bersama pasien, berdasarkan

kebutuhan pasien. Namun disadari bahwa dokter dan dokter gigi di Indonesia belum disiapkan

untuk melakukannya. Dalam kurikulum kedokteran dan kedokteran gigi, membangun

komunikasi efektif dokter-pasien belum menjadi prioritas. Untuk itu dirasakan perlunya

memberikan pedoman (guidance) untuk dokter guna memudahkan berkomunikasi dengan pasien

dan atau keluarganya. Melalui pemahaman tentang hal-hal penting dalam pengembangan

komunikasi dokter-pasien diharapkan terjadi perubahan sikap dalam hubungan dokter-pasien.

Tujuan dari komunikasi efektif antara dokter dan pasiennya adalah untuk mengarahkan

proses penggalian riwayat penyakit lebih akurat untuk dokter, lebih memberikan dukungan pada

pasien, dengan demikian lebih efektif dan efisien bagi keduanya (Kurtz, 1998).

Menurut Kurzt (1998), dalam dunia kedokteran ada dua pendekatan komunikasi yang

digunakan:

        Disease centered communication style atau doctor centered communication style.

Komunikasi berdasarkan kepentingan dokter dalam usaha menegakkan diagnosis, termasuk

penyelidikan dan penalaran klinik mengenai tanda dan gejala-gejala.

        Illness centered communication style atau patient centered communication style. Komunikasi

berdasarkan apa yang dirasakan pasien tentang penyakitnya yang secara individu merupakan

Page 11: skenario 3

pengalaman unik. Di sini termasuk pendapat pasien, kekhawatirannya, harapannya, apa yang

menjadi kepentingannya serta apa yang dipikirkannya.

Dengan kemampuan dokter memahami harapan, kepentingan, kecemasan, serta kebutuhan

pasien, patient centered communication style sebenarnya tidak memerlukan waktu lebih lama

dari pada doctor centered communication style. Keberhasilan komunikasi antara dokter dan

pasien pada umumnya akan melahirkan kenyamanan dan kepuasan bagi kedua belah pihak,

khususnya menciptakan satu kata tambahan bagi pasien yaitu empati. Empati itu sendiri dapat

dikembangkan apabila dokter memiliki ketrampilan mendengar dan berbicara yang keduanya

dapat dipelajari dan dilatih.

Carma L. Bylund & Gregory Makoul dalam tulisannya tentang Emphatic Communication

in Physician-Patient Encounter (2002), menyatakan betapa pentingnya empati ini

dikomunikasikan. Dalam konteks ini empati disusun dalam batasan definisi berikut:

1)   kemampuan kognitif seorang dokter dalam mengerti kebutuhan pasien (a physician cognitive

capacity to understand patient’s needs),

2)   menunjukkan afektifitas/sensitifitas dokter terhadap perasaan pasien (an affective sensitivity to

patient’s feelings),

3)   kemampuan perilaku dokter dalam memperlihatkan/menyampaikan empatinya kepada pasien (a

behavioral ability to convey empathy to patient).

Sementara, Bylund & Makoul (2002) mengembangkan 6 tingkat empati yang dikodekan

dalam suatu sistem (The Empathy Communication Coding System (ECCS) Levels). Berikut

adalah contoh aplikasi empati tersebut:

Level 0: Dokter menolak sudut pandang pasien

    Mengacuhkan pendapat pasien

    Membuat pernyataan yang tidak menyetujui pendapat pasien seperti “Kalau stress ya, mengapa

datang ke sini?” Atau “Ya, lebih baik operasi saja sekarang.”

Level 1: Dokter mengenali sudut pandang pasien secara sambil lalu

  “A ha”, tapi dokter mengerjakan hal lain: menulis, membalikkan badan, menyiapkan alat, dan

lain-lain

Level 2: Dokter mengenali sudut pandang pasien secara implicit

    Pasien, “Pusing saya ini membuat saya sulit bekerja”

    Dokter, “Ya...? Bagaimana bisnis Anda akhir-akhir ini?

Page 12: skenario 3

Level 3: Dokter menghargai pendapat pasien

  “Anda bilang Anda sangat stres datang ke sini? Apa Anda mau menceritakan lebih jauh apa yang

membuat Anda stres?”

Level 4: Dokter mengkonfirmasi kepada pasien

  “Anda sepertinya sangat sibuk, saya mengerti seberapa besar usaha Anda untuk menyempatkan

berolah raga”

Level 5:Dokter berbagi perasaan dan pengalaman (sharing feelings and experience) dengan pasien.

  “Ya, saya mengerti hal ini dapat mengkhawatirkan Anda berdua. Beberapa pasien pernah

mengalami aborsi spontan, kemudian setelah kehamilan berikutnya mereka sangat, sangat,

khawatir”

Empati pada level 3 sampai 5 merupakan pengenalan dokter terhadap sudut pandang

pasien tentang penyakitnya, secara eksplisit.

maka dokter dapat sampai kepada sesi memberikan penjelasan. Tanpa informasi yang akurat di

sesi sebelumnya, dokter dapat terjebak kedalam kecurigaan yang tidak beralasan Secara ringkas

ada 6 (enam) hal yang penting diperhatikan agar efektif dalam berkomunikasi dengan pasien,

yaitu:

1.      Materi Informasi apa yang disampaikan

a.       Tujuan anamnesis dan pemeriksaan fisik (kemungkinan rasa tidak nyaman/sakit saat

pemeriksaan).

b.      Kondisi saat ini dan berbagai kemungkinan diagnosis.

c.       Berbagai tindakan medis yang akan dilakukan untuk menentukan diagnosis, termasuk manfaat,

risiko, serta kemungkinan efek samping/komplikasi.

d.       Hasil dan interpretasi dari tindakan medis yang telah dilakukan untuk menegakkan diagnosis.

e.       Diagnosis, jenis atau tipe. (??)

f.       Pilihan tindakan medis untuk tujuan terapi (kekurangan dan kelebihan masingmasing cara).

g.      Prognosis.

h.      Dukungan (support) yang tersedia.

2.      Siapa yang diberi informasi

a.       Pasien, apabila dia menghendaki dan kondisinya memungkinkan.

Page 13: skenario 3

b.       Keluarganya atau orang lain yang ditunjuk oleh pasien.

c.        Keluarganya atau pihak lain yang menjadi wali/pengampu dan bertanggung jawab atas pasien

kalau kondisi pasien tidak memungkinkan untuk berkomunikasi sendiri secara langsung

3.      Berapa banyak atau sejauh mana

a.       Untuk pasien: sebanyak yang pasien kehendaki, yang dokter merasa perlu untuk disampaikan,

dengan memerhatikan kesiapan mental pasien.

b.      Untuk keluarga: sebanyak yang pasien/keluarga kehendaki dan sebanyak yang dokter perlukan

agar dapat menentukan tindakan selanjutnya.

4.      Kapan menyampaikan informasi

Segera, jika kondisi dan situasinya memungkinkan.

5.      Di mana menyampaikannya

a.       Di ruang praktik dokter.

b.       Di bangsal, ruangan tempat pasien dirawat.

c.       Di ruang diskusi.

d.      Di tempat lain yang pantas, atas persetujuan bersama, pasien/keluarga dan dokter.

6.      Bagaimana menyampaikannya

a.       Informasi penting sebaiknya dikomunikasikan secara langsung, tidak melalui telpon, juga

tidak diberikan dalam bentuk tulisan yang dikirim melalui pos, faksimile, sms, internet.

b.      Persiapan meliputi:

  materi yang akan disampaikan (bila diagnosis, tindakan medis, prognosis sudah disepakati oleh

tim);

  ruangan yang nyaman, memperhatikan privasi, tidak terganggu orang lalu lalang, suara gaduh

dari tv/radio, telepon;

  waktu yang cukup;

  mengetahui orang yang akan hadir (sebaiknya pasien ditemani oleh keluarga/orang yang

ditunjuk; bila hanya keluarga yang hadir sebaiknya lebih dari satu orang).

c.       Jajaki sejauh mana pengertian pasien/keluarga tentang hal yang akan dibicarakan.

Page 14: skenario 3

d.      Tanyakan kepada pasien/keluarga, sejauh mana informasi yang diinginkan dan amati kesiapan

pasien/keluarga menerima informasi yang akan diberikan.

Tujuan dan manfaat

Tujuan

Dari sekian banyak tujuan komunikasi maka yang relevan dengan profesi dokter

adalah:

1)   Memfasilitasi terciptanya pencapaian tujuan kedua pihak (dokter dan pasien).

2)   Membantu pengembangan rencana perawatan pasien bersama pasien, untuk kepentingan pasien

dan atas dasar kemampuan pasien, termasuk kemampuan finansial.

3)   Membantu memberikan pilihan dalam upaya penyelesaian masalah kesehatan pasien.

4)   Membimbing pasien sampai pada pengertian yang sebenarnya tentang penyakit/masalah yang

dihadapinya.

5)   Membantu mengendalikan kinerja dokter dengan acuan langkah-langkah atau halhal

6)   yang telah disetujui pasien.

Manfaat

Berdasarkan hari penelitian, manfaat komunikasi efektif dokter-pasien di antaranya:

1)   Meningkatkan kepuasan pasien dalam menerima pelayanan medis dari dokter atau institusi

pelayanan medis.

2)   Meningkatkan kepercayaan pasien kepada dokter yang merupakan dasar hubungan dokter-

pasien yang baik.

3)   Meningkatkan keberhasilan diagnosis terapi dan tindakan medis.

4)   Meningkatkan kepercayaan diri dan ketegaran pada pasien fase terminal dalam menghadapi

penyakitnya.

11.RUJUKAN

Masalah Konsultasi dan Rujukan

Masalah yang dimaksud mencakup antara lain:

1.     Apabila konsultasi dan atau rujukan tersebut dilakukan atas inisiatif dokter serta penjelasan

yang dilakukan tidak dapat meyakinkan pasien, daat menimbulkan rasa kurang percaya pasien

terhadap dokter. Sebenarnya timbul rasa kurang percaya pasien ini tidak perlu terlalu dirisaukan

Page 15: skenario 3

dalam praktik sehari-hari. Malah telah terbukti, dokter yang bijaksana serta berpikiran dewasa,

untuk kebaikan pasien tidak segan-segan melakukan konsultasi atau rujukan. Yang perlu

dilakukan di sini hanyalah memberikan penjelasan yang sebaik-baiknya kepada pasien tentang

alasan serta maksud dilaksanakannya konsultasi atau rujukan tersebut.

2.      Apabila konsultasi dan atau rujukan tersebut dilakukan atas permintaan pasien, dapat

menimbulkan rasa kurang senang pada diri dokter. Dalam hal ini dokter harus meyakinkan

pasien tentang perlu atau tidaknya konsultasi atau rujukan yang dimintakan pasien tersebut.

Tetapi apabila pasien tetap meminta, dokter yang bijaksana lazimnya tidak menolak permintaan

pasien.

3.      Apabila tidak ada jawaban dari konsultasi

4.      Apabila tidak sependapat dengan saran/tindakan dokter konsultan

5.      Apabila ada pembatas dalam melakukan konsultasi dan ataupun rujukan. Ada yang berasal

dari dokter, misalnya sikap dan perilaku yang tidak menunjang. Ada yang berasal dari pasien,

misalnya tidak bersedia dan ataupun yang terpenting karena tidak cukup biaya atau karena

kesulitan transportasi. Atau ada pula yang berasal dari pihak ketiga, misalnya berbagai ketentuan

program asuransi kesehatan, dan ataupun perusahaan yang menanggung biaya pelayanan

kesehatan. Penyelesaian terhadap berbagai pembatas ini harus dapat dilakukan dengan sebaik-

baiknya, dengan catatan seyogyanya sikap dan perilaku dokter sendiri tidak bersifat negatif

terhadap konsultasi atau rujukan.

6.      Apabila pasien tidak bersedia untuk dikonsultasikan dan ataupun dirujuk. Banyak yang

berperan di sini. Mulai dari hambatan sosial budaya sampai dengan hambatan sosial ekonomi. Di

Indonesia hambatan yang paling banyak ditemukan adalah karena keadaan ekonomi penduduk

yang belum memuaskan, dan karenanya tidak bersedia dan atau tidak dapat memenuhi anjuran

konsultasi dan atau rujukan tersebut.

Tata cara rujukan

• Pasien harus dijelaskan selengkap mungkin alasan akan dilakukan konsultasi dan rujukan.

Penjelasan ini sangat perlu, terutama jika menyangkut hal-hal yang peka, seperti dokter ahli

tertentu.

• Dokter yang melakukan konsultasi harus melakukan komunikasi langsung dengan dokter yang

dimintai konsultasi. Biasanya berupa surat atau bentuk tertulis yang memuat informasi secara

Page 16: skenario 3

lengkap tentang identitas, riwayat penyakit dan penanganan yang dilakukan oleh dokter

keluarga.

• Keterangan yang disampaikan tentang pasien yang dikonsultasikan harus selengkap mungkin.

Tujuan konsultasi pun harus jelas, apakah hanya untuk memastikan diagnosis,

menginterpretasikan hasil pemeriksaaan khusus, memintakan nasihat pengobatan atau yang

lainnya.

• Sesuai dengan kode etik profesi, seyogianya dokter dimintakan konsultasi wajib memberikan

bantuan profesional yang diperlukan. Apabila merasa diluar keahliannya, harus menasihatkan

agar berkonsultasi ke dokter ahli lain yang lebih sesuai.

• Terbatas hanya pada masalah penyakit yang dirujuk saja

• Tetap berkomunikasi antara dokter konsultan dan dokter yg meminta rujukan

• Perlu disepakati pembagian wewenang dan tanggungjawab masing-masing pihak

Pembagian wewenang & tanggungjawab

1. Interval referral, pelimpahan wewenang dan tanggungjawab penderita sepenuhnya kepada dokter

konsultan untuk jangka waktu tertentu, dan selama jangka waktu tersebut dokter tsb tidak ikut

menanganinya.

2. Collateral referral, menyerahkan wewenang dan tanggungjawab penanganan penderita hanya

untuk satu masalah kedokteran khusus saja.

3. Cross referral, menyerahkan wewenang dan tanggungjawab penanganan penderita sepenuhnya

kepada dokter lain untuk selamanya.

4. Split referral, menyerahkan wewenang dan tanggungjawab penanganan penderita sepenuhnya

kepada beberapa dokter konsultan, dan selama jangka waktu pelimpahan wewenang dan

tanggungjawab tersebut dokter pemberi rujukan tidak ikut campur.

Kewajiban dan Hak Pasien

Undang-undang Nomor 29 Tahun 2004 Tentang Praktik Kedokteran Paragraf 7 mengatur

kewajiban dan hak pasien sebagai berikut:

Kewajiban Pasien

1. memberikan informasi yang lengkap dan jujur tentang masalah kesehatannya;

2. mematuhi nasihat dan petunjuk dokter atau dokter gigi;

3. mematuhi ketentuan yang berlaku di sarana pelayanan kesehatan; dan

Page 17: skenario 3

4. memberikan imbalan jasa atas pelayanan yang diterima.

Hak Pasien

1. Mendapatkan penjelasan secara lengkap tentang tindakan medis

2. Meminta pendapat dokter atau dokter gigi lain (second opinion)

3. Mendapatkan pelayanan sesuai dengan kebutuhan medis;

4. Menolak tindakan medis; dan

5. Mendapatkan isi rekam medis

Kewajiban dan Hak Dokter

Sebagaimana lazimnya suatu perikatan, perjanjian medik pun memberikan hak dan kewajiban

bagi dokter. Dalam Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004 Tentang Praktik Kedokteran, hak

dan kewajiban dokter atau dokter gigi terdapat dalam paragraf 6, yaitu;

Kewajiban Dokter/Dokter Gigi

1.   memberikan pelayanan medis sesuai dengan standar profesi dan standar prosedur operasional

serta kebutuhan medis pasien;

2.   merujuk pasien ke dokter atau dokter gigi lain yang mempunyai keahlian atau kemampuan yang

lebih baik, apabila tidak mampu melakukan suatu pemeriksaan atau pengobatan;

3.   merahasiakan segala sesuatu yang diketahuinya tentang pasien, bahkan juga setelah pasien

meninggal dunia;

4.   melakukan pertolongan darurat atas dasar perikemanusiaan, kecuali bila ia yakin ada orang lain

yang bertugas mampu melakukannya;

5.   menambah ilmu pengetahuan dan mengikuti perkembangan ilmu kedokteran atau kedokteran

gigi.

Hak Dokter/Dokter Gigi

1.      memperoleh perlindungan hukum sepanjang melaksanakan tugas sesuai dengan standar profesi

dan standar prosedur operasional;

2.      memberikan pelayanan medis menurut standar profesi dan standar prosedur operasional;

3.      memperoleh informasi yang lengkap dan jujur dari pasien atau keluarganya; dan

4.      menerima imbalan jasa.

Page 18: skenario 3

“Pelayanan islami di sini (RS Sari Asih) misalnya, membaca doa sebelum minum obat, memberikan

bimbingan rohani kepada semua pasien rawat inap, pemutaran murottal (pengajian) pada pagi

hari di rumah sakit dan berlaku ramah dan sopan santun terhadap tamu yang dating

IKHLAS : Melindungi dari segala hal yang diharamkan Allah SWT

 

I : Ilmiah yang dijiwai keimana dan ketaqwaan kepada Allah SWT dalam  memberikan pelayanan kesehatan yang akan menghasilkan hidayah sehingga dapat dipertanggungjawabkan kepada Illahi.

K : Kualitas pelayanan yang kami berikan adalah terbaik untuk  kesembuhan pasien.

H : Hemat dan efisien dalam memenuhi proses penyembuhan pasien dalam hal biaya dan tenaga.

L : Lancar dalam setiap pelayanan.

A : Asri dan Aman lingkungan tempat pasien dirawat sehingga pasien merasa nyaman.

S : Sabar, Santun, sopan serta senyum adalah sikap yang kami terapkan pada setiap pelayanan.

Prilaku petugas kesehatan:

1. Ikhlas dalam setiap pekerjaan . amalan yang ikhlas adalah amalan yang semata-mata hanya mengharapkan keridhaan dan balasan dari ALLAH . sebagai mana ALLAH berfirman:Dan tidaklah mereka diuruh kecuali supaya menyembah ALLAH dengan memurnikan ketaatan (mukhlis) kepadanya dalam menjalankan agama. Al-bayyinah :5

2. Murooqobah merasakan adanya pengawasan dari ALLAH secara langsung saat melakukan segalahal ,jika petugas kesehatan memiliki sikap seperti ini maka tidak akan ada kecurangan dan kebohongan karena setiap petugas merasa ALLAH selalu mengawasinya dan akan mendapat balasan yang setimpal. Qudamah 1997

3. Muhaasabah. Senantiasa melakukan introspeksi diri dengan hisab (perhitungan-perhitungan). Dengan introspeksi diri seseorang akan tau kekurangan-kekurangannya dalam katagori ini yaitu dengan mendengarkan kritik dan saran dari orang lain. Gymnastiar 2000

4. Mujaahadah. Dalam konteks prilaku adalah bersungguh-sungguh berjuang mengendalikan diri. Mujaahadan merupakan kerelaan untuk memaksakan diri melakukan sebuah amalan yang di ridhai oleh ALLAH dan tidak ada kata lelah untuk ketaatan.

Page 19: skenario 3

Dengan memiliki sifat ini maka kita akan giat dalam melakukan pekerjaan dan dalam mengejar ridha dari ALLAH.

5. Sabar, merupakan aakhlak islami yang paling dan menjadi keharusan seorang hamba. Jika dilihat dari pengertian manajemen modern, salah satu model sabar adalah Adversity Quotient (AQ) yaitu ketahanan seseorang dalam menghadapi permasalahan , tantangan dan hambatan yang menghadangnya.

6. Kerja ihsan (optimal), optimalisasi hasil kerja dengan cara melakukan pekerjaan sebai mungkin.

7. Tawadlu’ kerendahan hati , contohnya tida meremehkan oranglain.8. Berpenampilan fisik sederhhana / islami, 9. Cinta bersih, 10. Rasa bahagia, sikap toleran dan lemah lembut secara otomatis menimbulkan

penampilan yang selau ceria, penuh gembira dan murah senyum.

Prilaku antar petugas kesehatan:

1. Budaya menasehati / amar ma’ruf nahi munkar2. Kerjasama /ta’awun 3. Menjauhi budaya menggunjing / ghibah4. Toleransi / as-samaah5. Silaturahmi6. As- salam