skenario 2 pediatri.docx

8
SYOK Kowalak JP, Welsh W, Mayer B. Profesional Guide of Pathophysiology. Dalam : Hartono A, editor. Buku Ajar Patofisiologi. Jakarta : EGC ; 2011 Syok atau renjatan bukanlah suatu penyakit melainkan suatu sindrom klinik yang menimulkan penurunan perfusi jaringan serta organ dan akhirnya disfungsi serta kegagalan organ. Syok dapat dipilah menjadi tiga kategori utama berdasarkan faktor pencetus, yakni syok distributif, syok kardiogenik dan syok hipovolemik. Meskipun telah dilakukan penanganan yang benar, syok tetap dapat memiliki angka mortalitas yang tinggi bila mekanisme kompensasi yang dimiliki tubuh tidak berhasil mengatasinya (Kowalak, 2011) Secara patofisiologis syok merupakan gangguan hemodinamik yang menyebabkan tidak adekuatnya hantaran oksigen dan perfusi jaringan. Gangguan hemodinamik tersebut dapat berupa penurunan tahanan vaskuler sistemik terutama di arteri, berkurangnya darah balik, penurunan pengisian ventrikel dan sangat kecilnya curah jantung. Gangguan faktor-faktor tersebut disebabkan oleh bermacam-macam proses baik primer pada sistim kardiovaskuler, neurologis ataupun imunologis (Hardisman, 2013) Hardisman. 2013. Memahami Patofisiologi dan Aspek Klinis Syok Hipovolemik: Update dan Penyegar. Jurnal Kesehatan Andalas. 2013; 2(3)

description

laporan tutorial

Transcript of skenario 2 pediatri.docx

SYOK

Kowalak JP, Welsh W, Mayer B. Profesional Guide of Pathophysiology. Dalam : Hartono A, editor. Buku Ajar Patofisiologi. Jakarta : EGC ; 2011Syok atau renjatan bukanlah suatu penyakit melainkan suatu sindrom klinik yang menimulkan penurunan perfusi jaringan serta organ dan akhirnya disfungsi serta kegagalan organ. Syok dapat dipilah menjadi tiga kategori utama berdasarkan faktor pencetus, yakni syok distributif, syok kardiogenik dan syok hipovolemik. Meskipun telah dilakukan penanganan yang benar, syok tetap dapat memiliki angka mortalitas yang tinggi bila mekanisme kompensasi yang dimiliki tubuh tidak berhasil mengatasinya (Kowalak, 2011) Secara patofisiologis syok merupakan gangguan hemodinamik yang menyebabkan tidak adekuatnya hantaran oksigen dan perfusi jaringan. Gangguan hemodinamik tersebut dapat berupa penurunan tahanan vaskuler sistemik terutama di arteri, berkurangnya darah balik, penurunan pengisian ventrikel dan sangat kecilnya curah jantung. Gangguan faktor-faktor tersebut disebabkan oleh bermacam-macam proses baik primer pada sistim kardiovaskuler, neurologis ataupun imunologis (Hardisman, 2013) Hardisman. 2013. Memahami Patofisiologi dan Aspek Klinis Syok Hipovolemik: Update dan Penyegar. Jurnal Kesehatan Andalas. 2013; 2(3) http://jurnal.fk.unand.ac.id/images/articles/vol2/no3/178-182.pdf (akses 9 Maret 2014)

PATOFISIOLOGI SYOK Ada tiga stadium dasar yang sering ditemukan pada setiap jenis syok, yaitu stadium kompensasi, progresif dan irreversibel atau refraktoriStadium KompensasiPada syok terjadi hipotensi yang kemudian pada ambang batas tertentu dideteksi oleh barosreseptor yang kemudian tubuh merespon dengan menghasilkan norepinefrin dan epinefrin. Norepinefrin berperan dalam vasokonstriksi pembuluh darah namun memberikan efek yang ringan pada peningkatan denyut jantung. Sedangkan epinefrin memberikan efek secara dominan pada peningkatan denyut jantung dan memberikan efek yang ringan terhadap asokonstriksi pembuluh darah. Dengan demikian kombinasi efek keduanya dapat berdampak terhadap peningkatan tekanan darah. Selain dilepaskan norepinefrin dan epinefrin, RAA (renin angiotensi aldosteron) juga teraktivasi dan terjadi juga pelepasan hormon vasopressor atau ADH (anti diuretic hormon) yang berperan untuk meningkatkan tekanan darah dan mempertahankan cairan didalam tubuh dengan cara menurunkan produksi urinPada tahap ini tubuh juga menjalani mekanisme fisiologis untuk mengembalikan kepada kondisi normal, meliputi neural, humoral, dan biokimia. Asidosis yang terjadi dalam tubuh dikompensasi dengan keadaan hiperventilasi dengan tujuan untuk mengeluarkan CO2 dari dalam tubuh, karena secara tidak langsung CO2 berperan dalam keseimbangan asam basa dengan cara mengasamkan atau menurunkan pH dalam darah. Dengan demikian ketika CO2 dikeluarkan melalui hiperventilasi dapat menaikkan pH darah didalam tubuh sehingga mengkompensasi asidosis yang terjadi.

Stadium ProgresifKetika syok tidak berhasil ditangani dengan baik, maka syok akan mengalami tahap progresif dan mekanisme kompensasi mulai mengalai kegagalan. Pada stadium ini, Asidosis metabolik semakin parah, akibat sel beralih ke metabolisme anaerob. Asidosis ini juga akan mengakibatkan penekanan pada fungsi miokardium. Sementara itu otot polos pada pembuluh darah mengalami relaksasi sehingga terjadi penimbunan darah dalam pembuluh darah. Hal ini mengakibatkan peningkatan tekanan hidrostatik dikombinasikan dengan terlepasnya histamin yang mengakibatkan bocornya cairan ke dalam jaringan sekitar. Hal ini mengakibatkan konsentrasi dan viskositas darah menjadi meningkat dan dapat terjadi penyumbatan pada aliran darah sehingga berakibat terjadinya kematian pada jaringan. Jika organ pencernaan mengalami nekrosis, dapat menyebabkan masuknya bakteri kedalam aliran darah yang kemudian dapat memperparah komplikasi yaitu syok endotoksik.

Stadium RefraktoriPada stadium ini terjadi kegagalan organ untuk berfungsi dan syok menjadi ireversibel. Kerusakan organ yang permanen aan terjadi karena mekanisme kompensasi tidak lagi mampu mempertahankan curah jantung. Syok menjadi irevesibel karena ATP sudah banyak didegradasi menjadi adenosin ketika terjadi kekurangan oksigen dalam sel. Adenosin yang terbentuk mudah keluar dari sel dan menyebabkan vasodilatasi kapiler. Adenosin selanjutnya di transformasi menjadi asam urat yang kemudian di eksresi ginjal. Pada tahap ini, pemberian oksigen menjadi sia- sia karena sudah tidak ada adenosin yang dapat difosforilasi menjadi ATP. Penurunan perfusi oksigen akan merusak membran sel, enzim lisosim akan dibebaskan dan simpanan energi menjadi menurun sehingga terjadi kematian sel. Asam laktat yang menumpuk menyebabkan peningkatan permeabilitas kapiler dan gerakan cairan keluar dari ruang vaskuler yang menyebabkan hipotensi. Perfusi arteri koronaria menyebabkan depresi pada miokardium semakin memburuk (Kowalak, 2011)

DEMAM KARENA INFEKSIDemam merupakan tanda adanya kenaikan set-point di hipotalamus akibat infeksi atau adanya ketidakseimbangan antara produksi dan pengeluaran panas. Demam merupakan akibat kenaikan set point (oleh sebab infeksi) atau oleh adanya ketidakseimbangan antara produksi panas dan pengeluarannya. Demam pada infeksi terjadi akibat mikroorganisme merangsang makrofag atau PMN membentuk PE (faktor pirogen endogenik) seperti IL-1, IL-6, TNF (tumuor necrosis factor), dan IFN (interferon). Zat ini bekerja pada hipotalamus dengan bantuan enzim cyclooxygenase (COX) pembentuk prostaglandin. Prostaglandin-lah yang meningkatkan set point hipotalamus (Ismoedijanto, 2000) Ismoedijanto. 2000. Demam pada Anak. Sari Pediatri, Vol. 2, No. 2, Agustus 2000: 103 108. http://saripediatri.idai.or.id/pdfile/2-2-6.pdf Demam dapat disebabkan oleh faktor infeksi ataupun faktor non infeksi. Demam akibat infeksi bisa disebabkan oleh infeksi bakteri, virus, jamur, ataupun parasit. Infeksi bakteri yang pada umumnya menimbulkan demam pada anak-anak antara lain pneumonia, bronkitis, osteomyelitis, appendisitis, tuberculosis, bakteremia, sepsis, bakterial gastroenteritis, meningitis, ensefalitis, selulitis, otitis media, infeksi saluran kemih, dan lain-lain. Infeksi virus yang pada umumnya menimbulkan demam antara lain viral pneumonia, influenza, demam berdarah dengue, demam chikungunya, dan virus-virus umum seperti H1N1. Infeksi fungus seperti histoplasmosis. Infeksi protozoa yang pada umumnya menimbulkan demam antara lain malaria, toksoplasmosis, dan trikonosis (Kowalak, 2011) MALARIAMalaria merupakan penyakit infeksi akut atau kronis yang disebabkan oleh plasmodium,ditandai dengan gejala demam rekuren, anemia, dan hepatosplenomegali.Ada empat tipe plasmodium parasit yang dapat menginfeksi manusia, namun yang seringkali ditemui pada kasus penyakit malaria adalah Plasmodium falciparum (malaria tropika) dan Plasmodium vivax (malaria tertiana). Lainnya adalah Plasmodium ovale (malaria ovale) dan Plasmodium malariae (malaria quartana).Patogenesis malaria ditekankan pada terjadinya peningkatan permeabilitas pembuluh darah daripada koagulasi intravaskuler. Bentuk skizogoni menyebabkan kerusakan eritrosit sehingga menimbulkan anemia.Limpa membesar mengalami pembendungan dan pigmentasi sehingga mudah pecah. Dalam limpa dijumpai banyak parasit dalam makrofag dan sering terjadi fagositosis, serta eritrosit yang terinfeksi maupun yang tidak terinfeksi. Pembesaran limpa biasa ditemui dengan peningkatan IgM. Selain itu juga sering terjadi hepatomegali karena sel-sel Kupffer yang terlibat dalam respon fagositosis (Behrman, 2000).Gejala malaria timbul pada saat pecahnya eritrosit yang mengandung parasit. Gejala yang paling mencolok adalah demam yang disebabkan oleh pirogen endogen (TNF dan IL-1). Demam menyebabkan vasodilatasi perifer. Splenomegali yang terjadi karena peningkatan jumlah eritrosit yang terinfeksi parasit, teraktivasinya sistem RES untuk memfagositosis eritrosit yang terinfeksi parasit dan sisa eritrosit akibat hemolisis. Pecahnya eritrosit dan fagositosis oleh sistem RES juga menyebabkan anemia. Imunitas humoral dan seluler terhadap malaria didapat sejalan dengan infeksi ulangan. Namun, tidak mutlak dapat mengurangi gambaran klinis infeksi (Rampengan, 2007).Masa tunas/inkubasi penyakit ini dapat beberapa hari sampai beberapa bulan yang kemudian barulah muncul tanda dan gejala yang dikeluhkan oleh penderita seperti demam, menggigil, nyeri persendian, kadang sampai muntah, tampak pucat/anemis, hati serta limpa membesar, air kencing tampak keruh/ pekat karena mengandung Hemoglobin (Hemoglobinuria), terasa geli pada kulit dan mengalami kekejangan. Namun demikian, tanda yang klasik ditampakkan adalah adanya perasaan tiba-tiba kedinginan yang diikuti dengan kekakuan dan kemudian munculnya demam dan banyak berkeringat setelah 4 sampai 6 jam kemudian, hal ini berlangsung tiap dua hari. Diantara masa tersebut, mungkin penderita merasa sehat seperti sediakala. Pada usia anak-anak serangan malaria dapat menimbulkan gejala aneh, misalnya menunjukkan gerakan / postur tubuh yang abnormal sebagai akibat tekanan rongga otak. Bahkan lebih serius lagi dapat menyebabkan kerusakan otak (Malaria cerebral)Dengan adanya tanda dan gejala yang dikeluhkan serta tampak oleh Tim kesehatan, maka akan segera dilakukan pemeriksaan laboratorium (khususnya pemeriksaan darah) untuk memastikan penyebabnya dan diagnosa yang akan diberikan kepada penderita. Selain pemeriksaan darah, diagnosis malaria juga dapat menggunakan tes serologis seperti IFA, IHA, ELISA.Berdasarkan pemeriksaan, baik secara langsung dari keluhan yang timbul maupun lebih berfokus pada hasil laboratium maka dokter akan memberikan beberapa obat-obatan kepada penderita. Diantaranya adalah pemberian obat untuk menurunkan demam seperti paracetamol, vitamin untuk meningkatkan daya tahan tubuh sebagai upaya membantu kesembuhan. Sedangkan obat antimalaria biasanya yang dipakai adalah Chloroquine, karena harganya yang murah dan sampai saat ini terbukti efektif sebagai penyembuhan penyakit malaria di dunia. Namun ada beberapa penderita yang resisten dengan pemberian Chloroquine, maka beberapa dokter akan memberikan antimalaria lainnya seperti Artesunate-Sulfadoxine/pyrimethamine, Artesunate-amodiaquine, Artesunat-piperquine, Artemether-lumefantrine, dan Dihidroartemisinin-piperquine (Rampengan, 2007). Rampengan, T.H. 2007. Penyakit Infeksi Tropik pada Anak Edisi 2. Jakarta: EGC.Behrman, Kliegman, Arvin. Ed: A. Samik Wahab. 2000. Ilmu Kesehatan Anak Nelson Edisi 15. Jakarta : EGC.