Skenario 2
-
Upload
febrinarizk -
Category
Documents
-
view
405 -
download
10
Transcript of Skenario 2
PENEMU MAYAT MENGHILANG
BLOK MEDIKOLEGAL
Disusun oleh : A - 1
1. Citra Sari 1102006064
2. Adeline Nurul Hasanah 1102009006
3. Aditya Tirta Kusuma 1102009010
4. Alfisyahrin 1102009023
5. Ami Wahyuni 1102009025
6. Cahya Dwi Lestari 1102009059
7. Dian Mardiani 1102009078
8. Dita Mintardi 1102009088
9. Febrina Rizkya 1102009111
10. Indah Tri Handayani 1102009139
Fakultas Kedokteran
UNIVERSITAS YARSI
2012 – 2013
SKENARIO 2
Penemu Mayat Menghilang
Mayat perempuan dengan seragam pramuka dan tanpa identitas yang diperkirakan berusia sekitar 12 hingga 15 tahun ditemukan sudah membusuk Selasa malam sekitar pukul 19.00 oleh warga Desa Muara Lawai Kecamatan Merapi Timur. Mayat itu sendiri ditemukan warga di dalam semak belukar yang sempat membuat warga sekitar geger. Mayat perempuan itu ditemukan sekitar 100 meter dari terowongan Kereta Api (KA) Muara Lawai dengan posisi terlentang dan sudah membusuk dipenuhi ulat belatung. Kondisinya sudah menghitam, berbau dan membengkak. Diduga mayat diperkosa sebelum dibunuh. Ini terbukti celana dalam korban digunakan untuk mengikat kedua tangannya dan mulut yang disumpal dengan kaos kaki. Setelah menerima laporan, Petugas Mapolsek Merapi langsung menghubungi Mapolres Lahat dan kemudian langsung menuju lokasi kejadian. Sayangnya, warga yang menemukan mayat itu langsung menghilang setelah melapor. Akibatnya, petugas kesulitan meminta keterangan lebih lanjut. Kapolres Lahat AKBP Drs. Iwan Yusuf Chairudin didampingi Kasat Reskrim, AKP Yoga Bagaskara Sik, melalui KSPK Polres Lahat Ipda Mira membenarkan adanya penemuan mayat itu. Menurut Mira, “Mayat tersebut pertama kali ditemukan warga yang melintas di TKP. Korban bisa saja meninggal akibat dibunuh dan diperkosa melihat luka di beberapa bagian tubuhnya. Namun kita akan melakukan pemeriksaan lebih lanjut dan melakukan autopsi,” sambung Kanit Identifikasi Polres Lahat, Bripka L. Dias usai memeriksa kondisi jenazah di RSUD Lahat. Korban juga akan dibuatkan visumnya bila suatu saat tertangkap pelakunya maka kasus akan disidangkan sesuai dengan peraturan.
2 | SKENARIO 2 BLOK MEDIKOLEGAL
KATA-KATA SULIT
Visum : hasil pemeriksaan fisik yang diminta oleh polisi kepada dokter untuk kepentingan penyelidikan
Autopsi : pembedahan yang dilakukan kepada mayat untuk kepentingan penyelidikan
PERTANYAAN
1. Mengapa mayat itu bisa bengkak ? Oleh karena adanya bekteri Clostridium sp. Yang menghasilkan gas dan proses pembusukan
2. Mengapa polisi bisa menentukan mayat tersebut diperkosa ? Karena ditemukannya belatung di bagian vagina, dan celana dalam korban digunakan untuk mengikat kedua tangannya, serta adanya bekas luka akibat perlawanan korban
3. Berapa lama waktu untuk mayat dapat membusuk ? Kurang lebih 24 jam
4. Mengapa penemu mayat menghilang ? Mungkin karena orang yang menemukan mayat takut dijadikan saksi atau tersangka
5. Bagaimana cara mengetahui mayat tersebut diperkosa dalam keadaan hidup ? Adanya perlawanan/bekas luka perlawanan dang tangan korban yang diikat
6. Apa tujuan pembuatan visum dan alasan penundaan visum ? Sebagai bukti dari kejadian perkara dan ditundanya pembuatan visum dikarenakan menunggu sampai tersangka atau pelaku ditemukan
HIPOTESIS
Mayat perempuan usia sekitar 12-15 tahun, diduga diperkosa sebelum akhirnya dibunuh karena pada mulut korban disumpal kaos kaki, kedua tangannya diikat dengan celana dalam dan ada bekas luka akibat korban melakukan perlawanan. Saat ditemukan, mayat sudah dalam keadaan hitam akibat proses pembusukan oleh bakteri Clostridium sp. dan adanya gas, bengkak, dan dipenuhi ulat belatung. Polisi meminta dokter melakukan autopsi untu kepentingan penyelidikan, dan pembuatan visum akan dilakukan bila pelakunya telah tertangkap.
3 | SKENARIO 2 BLOK MEDIKOLEGAL
STEP 1
SASARAN BELAJAR
LO 1. Memahami dan Menjelaskan Perubahan-Perubahan Setelah Mati
1.1 Definisi1.2 Jenis dan Patofisiologi
LO II. Memahami dan Menjelaskan Investigasi Kasus Pemerkosaan
1.1 Definisi1.2 Cara dan Prosedur Pemeriksaan
LO III. Memahami dan Menjelaskan Visum et Repertum
1.1 Definisi1.2 Klasifikasi 1.3 Isi dan Kerangka1.4 Tujuan Pembuatan1.5 Aspek Medikolegal
LO IV. Memahami dan Menjelaskan Otopsi
1.1 Definisi1.2 Klasifikasi1.3 Tujuan1.4 Cara
4 | SKENARIO 2 BLOK MEDIKOLEGAL
STEP 2
(MANDIRI)
5 | SKENARIO 2 BLOK MEDIKOLEGAL
STEP 3
LO 1. Memahami dan Menjelaskan Perubahan-Perubahan Setelah Mati
1.1 Definisi
Kematian manusia berdasarkan dua dimensi yaitu kematian seluler (seluler death)
akibat ketiadaan oksigen dan kematian manusia sebagai individu (somatic death).
Kematian individu dapat didefinisikan secara sederhana sebagai terhentinya kehidupan
secara permanen (permanent cessation of life) atau dapat diperjelas lagi menjadi
berhentinya secara permanen fungsi berbagai organ vital yaitu paru-paru, jantung dan
otak sebagai kesatuan yang utuh yang ditandai oleh berhentinya konsumsi oksigen.
Sebagai akibat berhentinya konsumsi oksigen ke seluruh jaringan tubuh maka sel-sel
sebagai elemen terkecil pembentuk manusia akan mengalami kematian, dimulai dari sel-
sel paling rendah daya tahannya terhadap ketiadaan oksigen.
Mati suri adalah penurunan fungsi organ vital sampai taraf minimal untuk
mempertahankan kehidupan, sehingga tanda-tanda kliniknya seperti sudah mati yang
sifatnya reversibel. Sedangkan mati somatik adalah keadaan dimana ketika fungsi ketiga
organ vital sistem saraf pusat, sistem kardiovaskuler, dan sistem pernafasan berhenti
secara menetap.
Mati serebral adalah kerusakan kedua hemisfer otak yang irreversible kecuali
batang otak dan serebelum, kedua sistem lain masih berfungsi dengan bantuan alat.
Sedangkan mati batang otak adalah kerusakan seluruh isi neuronal intrakranial yang
ireversibel, termasuk batang otak dan serebelum.
Kriteria diagnostik penentuan kematian:
1. Hilangnya semua respon terhadap sekitarnya (respon terhadap komando atau perintah,
dan sebagainya)
2. Tidak ada gerakan otot serta postur, dengan catatan pasien tidak sedang berada
dibawah pengaruh obat-obatan curare.
3. Tidak ada reflek pupil
4. Tidak ada reflek kornea
5. Tidak ada respon motorik dari saraf kranial terhadap rangsangan
6. Tidak ada reflek menelan atau batuk ketika tuba endotracheal didorong ke dalam
7. Tidak ada reflek vestibulo-okularis terhadap rangsangan air es yang dimasukkan ke
dalam lubang telinga
6 | SKENARIO 2 BLOK MEDIKOLEGAL
8. Tidak ada napas spontan ketika respirator dilepas untuk waktu yang cukup lama
walaupun pCO2 sudah melampaui wilayah ambang rangsangan napas (50 torr)
Tes klinik ini baru boleh dilakukan paling cepat 6 jam setelah onset koma serta apneu
dan harus diulangi lagi paling cepat sesudah 2 jam dari tes yang pertama. Sedangkan tes
konfirmasi dengan EEG dan angiografi hanya dilakukan jika tes klinik memberikan hasil
yang meragukan atau jika ada kekhawatiran akan adanya tuntutan di kemudian hari.
1.2 Tanda dan Patofisiologi
Tanda kematian tidak pasti
1. Berhentinya sistem pernafasan dan sistem sirkulasi.
Secara teoritis, diagnosis kematian sudah dapat ditegakkan jika jantung dan
paru berhenti selama 10 menit, namun dalam prakteknya seringkali terjadi
kesalahan diagnosis sehingga perlu dilakukan pemeriksaan dengan cara
mengamati selama waktu tertentu. Pemeriksaan dapat dilakukan dengan
mendengarkannya melalui stetoscope pada daerah precordial dan larynx
dimana denyut jantung dan suara nafas dapat dengan mudah terdengar.
Kadang-kadang jantung tidak segera berhenti berdenyut setelah nafas terhenti,
selain disebabkan ketahanan hidup sel tanpa oksigen yang berbeda-beda dapat
juga disebabkan depresi pusat sirkulasi darah yang tidak adekwat, denyut nadi
yang menghilang merupakan indikasi bahwa pada otak terjadi hipoksia.
Sebagai contoh pada kasus judicial hanging dimana jantung masih berdenyut
selama 15 menit walaupun korban sudah diturunkan dari tiang gantungan.
2. Kulit yang pucat
Kulit muka menjadi pucat ,ini terjadi sebagai akibat berhentinya sirkulasi
darah sehingga darah yang berada di kapiler dan venula dibawah kulit muka
akan mengalir ke bagian yang lebih rendah sehingga warna kulit muka tampak
menjadi lebih pucat. Akan tetapi ini bukan merupakan tanda yang dapat
dipercaya. Kadang-kadang kematian dihubungkan dengan spasme agonal
sehingga wajah tampak kebiruan. Pada mayat yang mati akibat kekurangan
7 | SKENARIO 2 BLOK MEDIKOLEGAL
oksigen atau keracunan zat-zat tertentu (misalnya karbon monoksida) warna
semula dari raut muka akan bertahan lama dan tidak cepat menjadi pucat.
3. Relaksasi otot
Pada saat kematian sampai beberapa saat sesudah kematian , otot-otot polos
akan mengalami relaksasi sebagai akibat dari hilangnya tonus. Relaksasi pada
stadium ini disebut relaksasi primer. Akibatnya rahang turun kebawah yang
menyebabkan mulut terbuka, dada menjadi kolap dan bila tidak ada penyangga
anggota gerakpun akan jatuh kebawah. Relaksasi dari otot-otot wajah
menyebabkan kulit menimbul sehingga orang mati tampak lebih muda dari
umur sebenarnya, sedangkan relaksasi pada otot polos akan mengakibatkan
iris dan sfincter ani akan mengalami dilatasi. Oleh karena itu bila menemukan
anus yang mengalami dilatasi harus hati-hati menyimpulkan sebagai akibat
hubungan seksual perani/anus corong.
4. Perubahan pada mata
Perubahan pada mata meliputi hilangnya reflek kornea dan reflek cahaya yang
menyebabkan kornea menjadi tidak sensitif dan reaksi pupil yang negatif.
Knight mengatakan hilangnya reflek cahaya pada kornea ini disebabkan
karena kegagalan kelenjar lakrimal untuk membasahi bola mata. Kekeruhan
pada kornea akan timbul beberapa jam setelah kematian tergantung dari posisi
kelopak mata. Akan tetapi Marshall mengatakan kornea akan tetap menjadi
keruh tanpa dipengaruhi apakah kelopak mata terbuka atau tertutup. Walaupun
sering ditemui kelopak mata tertutup secara tidak komplit, ini terjadi oleh
karena kekakuan otot-otot kelopak mata. Kekeruhan pada lapisan dalam
kornea ini tidak dapat dihilangkan atau diubah kembali walaupun digunakan
air untuk membasahinya.
Bila kelopak mata tetap terbuka sclera yang ada disekitar kornea akan
mengalami kekeringan dan berubah menjadi kuning dalam beberapa jam yang
kemudian berubah menjadi coklat kehitaman. Area yang berubah warna ini
berbentuk trianguler dengan basis pada perifer kornea dan puncaknya di
8 | SKENARIO 2 BLOK MEDIKOLEGAL
epikantus. Area ini disebut’taches noires de la sclerotiques’ yang pertama kali
digambarkan oleh Somner pada tahun 1833.
Knight mengatakan iris masih bereaksi dengan stimulasi kimia sampai 4 jam
sesudah kematian somatik, tetapi reflek cahaya segera hilang bersamaan
dengan iskemik pada batang otak. Pupil biasanya pada posisi mid midriasis
yang disebabkan oleh karena relaksasi dari muskulus pupilaris walaupun ada
sebagian ahli yang menganggap ini sebagai proses rigor mortis. Diameter pupil
sering dihubungkan dengan sebab kematian seperti lesi di otak atau intoksikasi
obat seperti keracunan morphin dimana sewaktu hidup pupil menunjukan
kontraksi. Akan tetapi Price (1963) memeriksa mata dari 1000 mayat dan
menyimpulkan bahwa keadaan pupil tidak berhubungan dengan sebab
kematian, dan kematian menyebabkan pupil menjadi dilatasi atau cadaveric
position .
Setelah kematian tekanan intra okuler akan turun, tekanan intra okuler yang
turun ini mudah menyebabkan kelainan bentuk pupil sehingga pupil
kehilangan bentuk sirkuler setelah mati dan ukurannya pun menjadi tidak sama
,pupil dapat berkontraksi dengan diameter 2 mm atau berdilatasi sampai 9 mm
dengan rata-rata 4-5 mm oleh karena pupil mempunyai sifat tidak tergantung
dengan pupil lainnya maka sering terdapat perbedaan sampai 3 mm.
Nicati (1894) telah melakukan pengukuran terhadap tekanan bola mata
posmortem dimana tekanan normal pada bola mata pada waktu hidup adalah
14g -25g akan tetapi begitu sirkulasi terhenti maka penurunan tekanan bola
mata menjadi sangat rendah (tidak sampai mencapai 12g) dan dalam waktu 30
menit akan berkurang menjadi 3g yang kemudian menjadi nol setelah 2 jam
kematian. Penurunan tekanan bola mata ini pernah dicoba untuk menentukan
perkiraan saat kematian.
Kervokian (1961) berusaha menerangkan perubahan-perubahan yang terjadi
pada retina 15 jam pertama setelah kematian dimana kornea dapat
dipertahankan dalam keadaan baik dengan menggunakan air atau larutan
garam fisiologis yang kemudian dilakukan pemeriksaan dengan optalmoskop.
9 | SKENARIO 2 BLOK MEDIKOLEGAL
Pemeriksaan ini tidaklah mudah, ternyata pemeriksaan retina pada mayat jauh
lebih sulit bila dibandingkan dengan orang hidup. Dan perubahan warna yang
terjadi pada retina dicoba dihubungkan dengan perkiraan saat kematian.
Dengan berhentinya aliran darah maka pembuluh darah retina akan
mengalami perubahan yang disebut segmentasi atau ‘trucking’ dan ini terjadi
dalam 15 menit pertama setelah kematian. Pada pemeriksaan dalam 2 jam
pertama setelah kematian, dapat dilihat retina tampak pucat dan daerah sekitar
fundus tampak kuning, demikian pula daerah sekitar makula. Sekitar 6 jam
batas fundus menjadi tidak jelas, dan tampak gambaran segmentasi pada
pembuluh darah, dengan latar belakang yang berwarna kelabu kekuningan.
Gambaran ini mencapai seluruh perifer retina sekitar 7-10 jam. Setelah 12 jam
diskus hanya dapat dilihat sebagai titik yang terlokalisasi dengan sisa-sisa
pembuluh darah yang bersegmentasi hingga pada akhirnya diskus dan
pembuluh darah retina menghilang yang ada hanya makula yang berwarna
coklat gelap. Beberapa pengamat menggambarkan perubahan dini posmortem
yang terjadi pada retina mempunyai arti yang kecil untuk dihubungkan dengan
perkiraan saat mati. Sedangkan Tomlin ( 1967) beranggapan bahwa
segmentasi pada retina lebih berindikasi pada kematian serebral daripada
penghentian sirkulasi.
Wroblewski dan Ellis (1970) mempelajari perubahan mata pada 300 mayat
dimana tidak hanya perubahan yang terjadi pada retina tetapi juga perubahan
yang terjadi pada kornea juga dicatat. Mereka telah memeriksa 204 fundus dari
subjek dan 115 diantaranya terdapat segmentasi atau ‘trucking’ pada satu atau
kedua mata setelah satu jam posmortem dan negatif pada 89 lainnya. Bagian
yang paling sulit pada pemeriksaan ini adalah kekeruhan kornea yang terjadi
dalam 75% pasien dalam 2 jam setelah kematian. Akhirnya mereka
menyimpulkan bahwa segmentasi merupakan perubahan posmortem yang
alami daripada menghubungkannya dengan perkiraan saat kematian.
Tanda Kematian Pasti
1. LEBAM MAYAT
10 | SKENARIO 2 BLOK MEDIKOLEGAL
Lebam Mayat disebut juga Post Mortem Lividity, Post Mortem Suggilation,
Hypostasis, Livor Mortis, Stainning. Lebam mayat terbentuk bila terjadi kegagalan
sirkulasi darah dalam mempertahankan tekanan hidrostatik yang menggerakan darah
mencapai capillary bed dimana pembuluh–pembuluh darah kecil afferent dan efferent
saling berhubungan. Maka secara bertahap darah yang mengalami stagnasi di dalam
pembuluh vena besar dan cabang-cabangnya akan dipengaruhi gravitasi dan mengalir
ke bawah, ke tempat–tempat yang terendah yang dapat dicapai. Dikatakan bahwa
gravitasi lebih banyak mempengaruhi sel darah merah tetapi plasma akhirnya juga
mengalir ke bagian terendah yang memberikan kontribusi pada pembentukan
gelembung–gelembung di kulit pada awal proses pembusukan.
Adanya eritrosit di daerah yang lebih rendah akan terlihat di kulit sebagai
perubahan warna biru kemerahan. Oleh karena pengumpulan darah terjadi secara
pasif maka tempat–tempat di mana mendapat tekanan lokal akan menyebabkan
tertekannya pembuluh darah di daerah tersebut sehingga meniadakan terjadinya lebam
mayat yang mengakibatkan kulit di daerah tersebut berwarna lebih pucat.
Lebam mayat ini biasanya timbul setengah jam sampai dua jam setelah
kematian, Dimana setelah terbentuk hypostasis yang menetap dalam waktu 10–12 jam
ternyata akan memberikan lebam mayat pada sisi yang berlawanan setelah dilakukan
reposisi pada tubuh dari pronasi ke supinasi (interpostmorchange).
Lebam mayat ini biasanya berkembang secara bertahap dan dimulai dengan
timbulnya bercak-bercak yang berwarna keunguan dalam waktu kurang dari setengah
jam sesudah kematian dimana bercak-bercak ini intensitasnya menjadi meningkat dan
kemudian bergabung menjadi satu dalam beberapa jam kemudian, dimana fenomena
ini menjadi komplet dalam waktu kurang lebih 8–12 jam, pada waktu ini dapat
dikatakan lebam mayat terjadi secara menetap. Menetapnya lebam mayat ini
disebabkan oleh karena terjadinya perembesan darah kedalam jaringan sekitar akibat
rusaknya pembuluh darah akibat tertimbunnya sel–sel darah dalam jumlah yang
banyak, adanya proses hemolisa sel-sel darah dan kekakuan otot-otot dinding
pembuluh darah. Dengan demikian penekanan pada daerah lebam yang dilakukan
setelah 8-12 jam tidak akan menghilang. Hilangnya lebam pada penekanan dengan
ibu jari dapat memberi indikasi bahwa suatu lebam belum terfiksasi secara sempurna.
Setelah empat jam, kapiler-kapiler akan mengalami kerusakan dan butir-butir darah
merah juga akan rusak. Pigmen-pigmen dari pecahan darah merah akan keluar dari
11 | SKENARIO 2 BLOK MEDIKOLEGAL
kapiler yang rusak dan mewarnai jaringan di sekitarnya sehingga menyebabkan warna
lebam mayat akan menetap serta tidak hilang jika ditekan dengan ujung jari atau jika
posisi mayat dibalik. Jika pembalikan posisi dilakukan setelah 12 jam dari
kematiannya maka lebam mayat baru tidak akan timbul pada posisi terendah, karena
darah sudah mengalami koagulasi.
Fenomena lebam mayat yang menetap ini sifatnya lebih bersifat relatif.
Perubahan lebam ini lebih mudah terjadi pada 6 jam pertama sesudah kematian, bila
telah terbentuk lebam primer kemudian dilakukan perubahan posisi maka akan terjadi
lebam sekunder pada posisi yang berlawanan. Distribusi dari lebam mayat yang ganda
ini adalah penting untuk menunjukan telah terjadi manipulasi posisi pada tubuh. Akan
tetapi waktu yang pasti untuk terjadinya pergeseran lebam ini adalah tidak pasti,
Polson mengatakan “ untuk menunjukan tubuh sudah diubah dalam waktu 8 sampai
12 jam”, sedangkan Camps memberi patokan kurang lebih 10 jam.
Akan tetapi pada kematian wajarpun darah dapat menjadi permanent
incoagulable oleh karena adanya aktifitas fibrinolisin yang dilepas kedalam aliran
darah selama proses kematian. Sumber dari fibrinolisin ini tidak diketahui tetapi
kemungkinan berasal dari endothelium pembuluh darah, dan permukaan serosa dari
pleura. Aktifitas fibrinolisin ini nyata sekali pada kapiler-kapiler yang berisi darah.
Darah selalu ditemukan cair dalam venule dan kapiler, dan ini yang bertanggung
jawab terhadap lebam mayat.
Akumulasi darah pada daerah yang tidak tertekan akan menyebabkan
pengendapan darah pada pembuluh darah kecil yang dapat mengakibatkan pecahnya
pembuluh darah kecil tersebut dan berkembang menjadi petechie (tardieu`s spot) dan
purpura yang kadang-kadang berwarna gelap yang mempunyai diameter dari satu
sampai beberapa milimeter, biasanya memerlukan waktu 18 sampai 24 jam untuk
terbentuknya dan sering diartikan bahwa pembusukan sudah mulai terjadi. Fenomena
ini sering terjadi pada asphyxia atau kematian yang terjadinya lambat.
2. KAKU MAYAT (RIGOR MORTIS)
Kaku mayat atau rigor mortis adalah kekakuan yang terjadi pada otot yang
kadang-kadang disertai dengan sedikit pemendekan serabut otot, yang terjadi setelah
periode pelemasan/ relaksasi primer. Hal ini disebabkan karena terjadinya perubahan
kimiawi pada protein yang terdapat pada serabut-serabut otot. Menurut Szen-Gyorgyi
12 | SKENARIO 2 BLOK MEDIKOLEGAL
di dalam pembentukan kaku mayat peranan ATP adalah sangat penting. Seperti
diketahui bahwa serabut otot dibentuk oleh dua jenis protein, yaitu aktin dan myosin,
dimana kedua jenis protein ini bersama dengan ATP membentuk suatu masa yang
lentur dan dapat berkontraksi (gambar II.3). Bila kadar ATP menurun, maka akan
terjadi pada perubahan pada akto-miosin, diamana sifat lentur dan kemampuan untuk
berkontraksi menghilang sehingga otot yang bersangkutan akan menjadi kaku dan
tidak dapat berkontraksi.
Gambar II.3.
Kontraksi otot
Oleh
karena kadar glikogen yang terdapat pada setiap otot itu berbeda-beda, sehingga
sewaktu terjadinya pemecahan glikogen menjadi asam laktat dan energi pada saat
terjadinya kematian somatic, dimana energi tersebut digunakan untuk resintesa ATP,
akan menyebabkan adanya perbedaan kadar ATP dalam setiap otot. Keadaan tersebut
dapat menerangkan mengapa kaku mayat akan mulai nampak pada jaringan otot yang
jumlah serabut ototnya sedikit. Atas dasar itulah mengapa pada kematian karena
infeksi, konvulsi kelelahan fisik serta keadaan suhu keliling yang tinggi akan dapat
mempercepat terbentuknya kaku mayat, demikian pula pada mereka yang keadaan
gizinya jelek akan lebih cepat terjadi kaku mayat bila dibandingkan dengan korban
yang mempunyai tubuh yang baik.
Secara biokimiawi saat relaksasi primer, pH protoplasma sel otot masih
alkalis. Perubahan alkalis menjadi asam terjadi 2-6 jam kemudian karena adanya
13 | SKENARIO 2 BLOK MEDIKOLEGAL
perubahan biokimia, yaitu glikogen menjadi asam sarkolaktik / fosfor. Perubahan
protoplasma menjadi asam menyebabkan otot menjadi kaku (rigor). Relaksasi
sekunder terjadi setelah ada perubahan biokimia, yaitu asam berubah menjadi alkalis
kembali saat terjadi pembusukan.
Kaku mayat akan terjadi pada seluruh otot (gambar II.4), baik otot lurik
maupun otot polos. Dan bila terjadi pada otot rangka, maka akan didapatkan suatu
kekakuan yang mirip atau menyerupai papan sehingga dibutuhkan cukup tenaga untuk
dapat melawan kekakuan tersebut , bila hal ini terjadi otot dapat putus sehingga
daerah tersebut tidak mungkin lagi terjadi kaku mayat.
Gambar II.4. Kaku mayat pada lengan dan leher
Kaku mayat mulai terdapat sekitar 2 jam post mortem dan mencapai
puncaknya setelah 10-12 jam pos mortem, keadaan ini akan menetap selama 24 jam
dan setelah 24 jam kaku mayat mulai menghilang sesuai dengan urutan terjadinya,
yaitu dimulai dari otot-otot wajah, leher, lengan, dada, perut, dan tungkai.
Adanya kejanggalan dari postur pada mayat dimana kaku mayat telah
terbentuk dengan posisi sewaktu mayat ditemukan, dapat menjadi petunjuk bahwa
pada tubuh korban telah dipindahkan setelah mati. Ini mungkin dimaksudkan untuk
menutupi sebab kematian atau cara kematian yang sebenarnya.
Faktor-Faktor yang mempengaruhi kaku mayat :
a. Kondisi otot
- Persediaan glikogen
Cepat lambat kaku mayat tergantung persediaan glikogen otot. Pada kondisi
tubuh sehat sebelum meninggal, kaku mayat akan lambat dan lama, juga pada
14 | SKENARIO 2 BLOK MEDIKOLEGAL
orang yang sebelum mati banyak makan karbohidrat, maka kaku mayat akan
lambat.
- Gizi
Pada mayat dengan kondisi gizi jelek saat mati, kaku mayat akan cepat terjadi.
- Kegiatan Otot
Pada orang yang melakukan kegiatan otot sebelum meninggal maka kaku
mayat akan terjadi lebih cepat.
b. Usia
- Pada orang tua dan anak-anak lebih cepat dan tidak berlangsung lama.
- Pada bayi premature tidak terjadi kaku mayat, kaku mayat terjadi pada bayi
cukup bulan.
c. Keadaan Lingkungan
- Keadaan kering lebih lambat dari pada panas dan lembab
- Pada mayat dalam air dingin, kaku mayat akan cepat terjadi dan berlangsung
lama.
- Pada udara suhu tinggi, kaku mayat terjadi lebih cepat dan singkat, tetapi pada
suhu rendah kaku mayat lebih lambat dan lama.
- Kaku mayat tidak terjadi pada suhu dibawah 10oC, kekakuan yang terjadi
pembekuan atau cold stiffening.
d. Cara Kematian
- Pada mayat dengan penyakit kronis dan kurus, kuku mayat lebih cepat terjadi
dan berlangsung tidak lama.
- Pada mati mendadak, kaku mayat terjadi lebih lambat dan berlangsung lebih
lama.
Waktu terjadinya rigor mortis (kaku mayat)
Kurang dari 3 – 4 jam post mortem : belum terjadi rigor mortis
Lebih dari 3 – 4 jam post mortem : mulai terjadi rigor mortis
Rigor mortis maksimal terjadi 12 jam setelah kematian
Rigor mortis dipertahankan selama 12 jam
Rigor mortis menghilang 24 – 36 jam post mortem
Terdapat kekakuan pada pada mayat yang menyerupai kaku mayat :
- Cadaveric spasme (instantaneous rigor), adalah bentuk kekakuan otot
yang terjadi pada saat kematian dan menetap. Cadaveric spasme
15 | SKENARIO 2 BLOK MEDIKOLEGAL
sesungguhnya merupakan kaku mayat yang timbul dengan intensitas
sangat kuat tanpa didahului oleh relaksasi primer. Penyebabnya adalah
akibat habisnya cadangan glikogen dan ATP yang bersifat setempat pada
saat mati klinis karena kelelahan atau emosi yang hebat sesaat sebelum
meninggal.
Kepentingan medikolegalnya adalah menunjukkan sikap terakhir masa
hidupnya. Misalnya, tangan yang menggenggam erat benda yang diraihnya pada
kasus tenggelam, tangan yang menggenggam pada kasus bunuh diri.
- Heat stiffening, yaitu kekakuan otot akibat koagulasi protein otot oleh panas.
Otot-otot berwarna merah muda, kaku, tepi rapuh (mudah robek). Keadaan ini
dapat dijumpai pada korban mati terbakar. Pada saat stiffening serabut-serabut
ototnya memendek sehingga menimbulkan fleksi leher, siku, paha, dan lutut,
membentuk sikap petinju (pugilistic attitude). Perubahan sikap ini tidak
memberikan arti tertentu bagi sikap semasa hidup, intravitalitas, penyebab
atau cara kematian.
- Cold stiffening, yaitu kekakuan tubuh akibat lingkungan dingin (dibawah
3,5oC atau 40oF), sehingga terjadi pembekuan cairan tubuh, termasuk cairan
sendi, pemadatan jaringan lemak subkutan dan otot, bila cairan sendi yang
membeku menyebabkan sendi tidak dapat digerakan. Bila sendi di
bengkokkan secara paksa maka akan terdengar suara es pecah. Dan mayat
yang kaku ini akan menjadi lemas kembali bila diletakkan ditempat yang
hangat, kemudian rigor mortis akan terjadi dalam waktu yang sangat singkat.
3. Pembusukan Atau Decompositio
Pembusukan mayat nama lainnya dekomposisi dan putrefection.
Pembusukan adalah proses degradasi jaringan pada tubuh mayat yang terjadi
sebagai akibat proses autolisis dan aktivitas mikroorganisme, terutama Clostridium
welchii.
Autolisis adalah perlunakan dan pencairan jaringan yang terjadi dalam
keadaan steril melalui proses kimia yang disebabkan oleh enzim-enzim
intraseluler, sehingga organ-organ yang kaya dengan enzim-enzim akan mengalami
proses autolisis lebih cepat daripada organ-organ yang tidak memiliki enzim,
dengan demikian pankreas akan mengalami autolisis lebih cepat dari pada jantung.
16 | SKENARIO 2 BLOK MEDIKOLEGAL
Proses autolisis ini tidak dipengaruhi oleh mikroorganisme oleh karena itu pada
mayat yang steril misalnya mayat bayi dalam kandungan proses autolisis ini tetap
terjadi. Proses auotolisis terjadi sebagai akibat dari pengaruh enzim yang
dilepaskan pasca mati. Mula-mula yang terkena adalah nukleoprotein yang terdapat
pada kromatin dan sesudah itu sitoplasmanya, kemudian dinding sel akan
mengalami kehancuran sebagai akibatnya jaringan akan menjadi lunak dan
mencair.
Pada mayat yang dibekukan pelepasan enzim akan terhambat oleh pengaruh
suhu yang rendah maka proses autolisis ini akan dihambat demikian juga pada
suhu tinggi enzim-enzim yang terdapat pada sel akan mengalami kerusakan
sehingga proses ini akan terhambat.
Setelah seseorang meninggal, maka semua sistem pertahanan tubuh akan
hilang, bakteri yang secara normal dihambat oleh jaringan tubuh akan segera
masuk ke jaringan tubuh melalui pembuluh darah, dimana darah merupakan media
yang terbaik bagi bakteri untuk berkembang biak. Bakteri ini menyebabkan
hemolisa, pencairan bekuan darah yang terjadi sebelum dan sesudah mati,
pencairan trombus atau emboli, perusakan jaringan-jaringan dan pembentukan gas
pembusukan. Bakteri yang sering menyebabkan destruktif ini sebagian besar
berasal dari usus dan yang paling utama adalah Cl. welchii. Bakteri ini berkembang
biak dengan cepat sekali menuju ke jaringan ikat dinding perut yang menyebabkan
perubahan warna. Perubahan warna ini terjadi oleh karena reaksi antara H2S (gas
pembusukan yang terjadi dalam usus besar) dengan Hb menjadi Sulf-Meth-Hb.
Tanda pertama pembusukan baru dapat dilihat kira-kira 24 jam - 48 jam pasca mati
berupa warna kehijauan pada dinding abdomen bagian bawah, lebih sering pada
fosa iliaka kanan dimana isinya lebih cair, mengandung lebih banyak bakteri dan
letaknya yang lebih superfisial. Perubahan warna ini secara bertahap akan meluas
keseluruh dinding abdomen sampai ke dada dan bau busukpun mulai tercium.
Perubahan warna ini juga dapat dilihat pada permukaan organ dalam seperti hepar,
dimana hepar merupakan organ yang langsung kontak dengan kolon transversum.
Pada saat Cl.welchii mulai tumbuh pada satu organ parenchim, maka sitoplasma
dari organ sel itu akan mengalami disintegrasi dan nukleusnya akan dirusak
sehingga sel menjadi lisis atau rhexis. Kemudian sel-sel menjadi lepas sehingga
jaringan kehilangan strukturnya.
17 | SKENARIO 2 BLOK MEDIKOLEGAL
Bakteri ini kemudian masuk kedalam pembuluh darah dan berkembang
biak didalamnya yang menyebabkan hemolisa yang kemudian mewarnai dinding
pembuluh darah dan jaringan sekitarnya. Bakteri ini memproduksi gas-gas
pembusukan yang mengisi pembuluh darah yang menyebabkan pelebaran
pembuluh darah superfisial tanpa merusak dinding pembuluh darahnya sehingga
pembuluh darah beserta cabang-cabangnya tampak lebih jelas seperti pohon gundul
(arborescent pattern atau arborescent mark) yang sering disebut marbling. Bakteri
pembusukan ini banyak terdapat dalam intestinal dan paru, maka gambaran
marbling ini jelas terlihat pada bahu,dada bagian atas, abdomen bagian bawah dan
paha.
Secara mikroskopis bakteri dapat dilihat menggumpal pada rongga-rongga
jaringan dimana bakteri tersebut banyak memproduksi gelembung gas. Ukuran
gelembung gas yang tadinya kecil dapat cepat membesar menyerupai honey
combed appearance. Lesi ini dapat dilihat pertama kali pada hati . Kemudian
permukaan lapisan atas epidermis dapat dengan mudah dilepaskan dengan jaringan
yang ada dibawahnya dan ini disebut ‘skin slippage’. Skin slippage ini
menyebabkan identifikasi melalui sidik jari sulit dilakukan. Pembentukan gas yang
terjadi antara epidermis dan dermis mengakibatkan timbulnya bula-bula yang
bening, fragil, yang dapat berisi cairan coklat kemerahan yang berbau busuk.
Cairan ini kadang-kadang tidak mengisi secara penuh di dalam bula. Bula dapat
menjadi sedemikian besarnya menyerupai pendulum yang berukuran 5 – 7,5 cm
dan bila pecah meninggalkan daerah yang berminyak, berkilat dan berwarna
kemerahan, ini disebabkan oleh karena pecahnya sel-sel lemak subkutan sehingga
cairan lemak keluar ke lapisan dermis oleh karena tekanan gas pembusukan dari
dalam. Selain itu epitel kulit, kuku, rambut kepala, aksila dan pubis mudah dicabut
dan dilepaskan oleh karena adanya desintegrasi pada akar rambut.
Selama terjadi pembentukan gas-gas pembusukan, gelembung-gelembung
udara mengisi hampir seluruh jaringan subkutan. Gas yang terdapat di dalam
jaringan dinding tubuh akan menyebabkan terabanya krepitasi udara. Gas ini
menyebabkan pembengkakan tubuh yang menyeluruh, dan tubuh berada dalam
sikap pugilistic attitude.
Scrotum dan penis dapat membesar dan membengkak, leher dan muka
dapat menggembung, bibir menonjol seperti “frog-like-fashion”, Kedua bola mata
18 | SKENARIO 2 BLOK MEDIKOLEGAL
keluar, lidah terjulur diantara dua gigi, ini menyebabkan mayat sulit dikenali
kembali oleh keluarganya. Pembengkakan yang terjadi pada seluruh tubuh
mengakibatkan berat badan mayat yang tadinya 57 - 63 kg sebelum mati menjadi
95 - 114 kg sesudah mati.
Tekanan yang meningkat didalam rongga dada oleh karena gas
pembusukan yang terjadi didalam cavum abdominal menyebabkan pengeluaran
udara dan cairan pembusukan yang berasal dari trakea dan bronkus terdorong
keluar, bersama-sama dengan cairan darah yang keluar melalui mulut dan hidung.
Cairan pembusukan dapat ditemukan di dalam rongga dada, ini harus dibedakan
dengan hematotorak dan biasanya cairan pembusukan ini tidak lebih dari 200 cc.
Pengeluaran urine dan feses dapat terjadi oleh karena tekanan intra
abdominal yang meningkat. Pada wanita uterus dapat menjadi prolaps dan fetus
dapat lahir dari uterus yang pregnan. Pada anak-anak adanya gas pembusukan
dalam tengkorak dan otak menyebabkan sutura-sutura kepala menjadi mudah
terlepas.
Organ-organ dalam mempunyai kecepatan pembusukan yang berbeda-beda.
Jaringan intestinal,medula adrenal dan pancreas akan mengalami autolisis dalam
beberapa jam setelah kematian. Organ-organ dalam lain seperti hati, ginjal dan
limpa merupakan organ yang cepat mengalami pembusukan. Perubahan warna
pada dinding lambung terutama di fundus dapat dilihat dalam 24 jam pertama
setelah kematian. Difusi cairan dari kandung empedu kejaringan sekitarnya
menyebabkan perubahan warna pada jaringan sekitarnya menjadi coklat kehijauan.
Pada hati dapat dilihat gambaran honey combs appearance, limpa menjadi sangat
lunak dan mudah robek, dan otak menjadi lunak.
Pembusukan lanjut dari organ dalam ini adalah pembentukan granula-
granula milliary atau ‘milliary plaques’ yang berukuran kecil dengan diameter 1-3
mm yang terdapat pada permukaan serosa yang terletak pada endotelial dari tubuh
seperti pleura, peritoneum, pericardium dan endocardium.
Golongan organ berdasarkan kecepatan pembusukannya, yaitu:
1. Early : Organ dalam yang cepat membusuk antara lain jaringan intestinal,
medula adrenal, pankreas, otak, lien, usus, uterus gravid, uterus post partum,
dan darah
19 | SKENARIO 2 BLOK MEDIKOLEGAL
2. Moderate : Organ dalam yang lambat membusuk antara lain paru-paru,
jantung, ginjal, diafragma, lambung, otot polos dan otot lurik.
3. Late : Uterus non gravid dan prostat merupakan organ yang lebih tahan
terhadap pembusukan karena memiliki struktur yang berbeda dengan jaringan
yang lain yaitu jaringan fibrousa.
Pada orang yang mengalami obesitas, lemak-lemak tubuh terutama
perirenal, omentum dan mesenterium dapat mencair menjadi cairan kuning yang
transluscent yang mengisi rongga badan diantara organ yang dapat menyebabkan
autopsi lebih sulit dilakukan.
Disamping bakteri pembusukan insekta juga memegang peranan penting
dalam proses pembusukan sesudah mati. Beberapa jam setelah kematian lalat akan
hinggap di badan dan meletakkan telur-telurnya pada lubang-lubang mata, hidung,
mulut dan telinga. Biasanya jarang pada daerah genitoanal. Bila ada luka ditubuh
mayat lalat lebih sering meletakkan telur-telurnya pada luka tersebut, sehingga bila
ada telur atau larva lalat didaerah genitoanal ini maka dapat dicurigai adanya
kekerasan seksual sebelum kematian. Telur-telur lalat ini akan berubah menjadi
larva dalam waktu 24 jam. Larva ini mengeluarkan enzim proteolitik yang dapat
mempercepat penghancuran jaringan pada tubuh. Larva lalat dapat kita temukan
pada mayat kira-kira 36-48 jam pasca kematian. Berguna untuk memperkirakan
saat kematian dan penyebab kematian karena keracunan. Saat kematian dapat kita
perkirakan dengan cara mengukur panjang larva lalat. Penyebab kematian karena
racun dapat kita ketahui dengan cara mengidentifikasi racun dalam larva lalat.
Insekta tidak hanya penting dalam proses pembusukan tetapi meraka juga
memberi informasi penting yang berhubungan dengan kematian. Insekta dapat
dipergunakan untuk memperkirakan saat kematian, memberi petunjuk bahwa tubuh
mayat telah dipindahkan dari satu lokasi ke lokasi lainnya, memberi tanda pada
badan bagian mana yang mengalami trauma, dan dapat dipergunakan dalam
pemeriksaan toksikologi bila jaringan untuk specimen standart juga sudah
mengalami pembusukan.
Aktifitas pembusukan sangat optimal pada temperatur berkisar antara 70°-
100°F (21,1-37,8°C) aktifitas ini dihambat bila suhu berada dibawah 50°F(10°C)
atau pada suhu diatas 100°F (lebih dari 37,8°C). Bila mayat diletakkan pada suhu
hangat dan lembab maka proses pembusukan akan berlangsung lebih cepat.
20 | SKENARIO 2 BLOK MEDIKOLEGAL
Sebaliknya bila mayat diletakkan pada suhu dingin maka proses pembusukan akan
berlangsung lebih lambat. Pada mayat yang gemuk proses pembusukan
berlangsung lebih cepat dari pada mayat yang kurus. Pembusukan berlangsung
lebih cepat karena kelebihan lemak akan menghambat hilangnya panas tubuh dan
pada mayat yang gemuk memiliki darah yang lebih banyak, yang merupakan
media yang baik untuk perkembangbiakkan organisme pembusukan.
Pada bayi yang baru lahir hilangnya panas tubuh yang cepat menghambat
pertumbuhan bakteri disamping pada tubuh bayi yang baru lahir memang terdapat
sedikit bakteri sehingga proses pembusukan berlangsung lebih lambat. Proses
pembusukan juga dapat dipercepat dengan adanya septikemia yang terjadi sebelum
kematian seperti peritonitis fekalis, aborsi septik, dan infeksi paru. Disini gas
pembusukan dapat terjadi walaupun kulit masih terasa hangat.
Secara garis besar terdapat 17 tanda pembusukan pada jenazah, yaitu :
1. Wajah membengkak.
2. Bibir membengkak.
3. Mata menonjol.
4. Lidah terjulur.
5. Lubang hidung keluar darah.
6. Lubang mulut keluar darah.
7. Lubang lainnya keluar isinya seperti feses (usus), isi lambung, dan partus
(gravid).
8. Badan gembung.
9. Bulla atau kulit ari terkelupas.
10. Aborescent pattern / morbling yaitu vena superfisialis kulit berwarna kehijauan.
11. Pembuluh darah bawah kulit melebar.
12. Dinding perut pecah.
13. Skrotum atau vulva membengkak.
14. Kuku terlepas.
15. Rambut terlepas.
16. Organ dalam membusuk.
17. Larva lalat.
Pembusukan dipengaruhi oleh beberapa faktor interinsik diatas, selain itu juga
dipengaruhi oleh faktor ekstrinsik antara lain kelembaban udara dan medium di
21 | SKENARIO 2 BLOK MEDIKOLEGAL
mana mayat berada. Semakin lembab udara di sekeliling mayat maka pembusukan
lebih cepat berlangsung, sedangkan pembusukan pada medium udara lebih cepat
dibandingkan medium air dan pembusukan pada medium air lebih cepat
dibandingkan pada medium tanah.
Pada keadaan tertentu tanda-tanda pembusukan tersebut tidak dijumpai,
namun yang ditemui adalah modifikasi pembusukan. Jenis-jenis modifikasi
pembusukan antara lain.
a. Mumifikasi
Mumifikasi dapat terjadi karena proses dehidrasi jaringan yang
cukup cepat sehingga terjadi pengeringan jaringan yang selanjutnya dapat
menghentikan pembusukan. Proses mumufikasi terjadi bila keadaan
disekitar mayat kering, kelembaban rendah, suhunya tinggi dan tidak ada
kontaminasi dengan bakteri. Terjadinya beberapa bulan sesudah mati
dengan tanda-tanda sebagai berikut mayat menjadi kecil, kering,
mengkerut atau melisut, warna coklat kehitaman, kulit melekat erat
dengan tulang di bawahnya, tidak berbau, dan keadaan anatominya masih
utuh.
b. Saponifikasi
Saponifikasi dapat terjadi pada mayat yang berada di dalamsuasana
hangat, lembab atau basah. Terjadi karena proses hidrolisis dari lemak menjadi
asam lemak. Selanjutnya asam lemak yang tak jenuh akan mengalami
dehidrogenisasi menjadi asam lemak jenuh dan kemudian bereaksi dengan alkali
menjadi sabun yang tak larut. Terbentuk pertama kali pada lemak superfisial
bentuk bercak, di pipi, di payudara, bokong bagian tubuh atau ekstremitas.
Terjadinya saponikasi memerlukan waktu beberapa bulan dan dapat terjadi pada
setiap jaringan tubuh yang berlemak dengan tanda-tanda berwarna keputihan
dan berbau tengik seperti minyak kelapa.
4. Penurunan suhu tubuh mayat/algor mortis
Pada saat sel masih hidup ia akan selalu menghasilkan kalor dan energi.
Kalor dan energi ini terbentuk melalui proses pembakaran sumber energi seperti
glukosa, lemak, dan protein. Sumber energi utama yang digunakan adalah glukosa.
Satu molekul glukosa dapat menghasilkan energi sebanyak 36 ATP yang nantinya
22 | SKENARIO 2 BLOK MEDIKOLEGAL
digunakan sebagai sumber energi dalam berbagai hal seperti transport ion, kontraksi
otot dan lain-lain. Energi sebanyak 36 ATP hanya menyusun sekitar 38% dari total
energi yang dihasilkan dari satu molekul glukosa (gambar II.1). Sisanya sebesar 62%
energi yang dihasilkan inilah yang dilepaskan sebagai kalor atau panas.
Gambar II.1. Metabolisme Glukosa
Sesudah mati, metabolisme yang menghasilkan panas akan terhenti sehingga
suhu tubuh akan turun menuju suhu udara atau medium di sekitarnya. Penurunan ini
disebabkan oleh adanya proses radiasi, konduksi, dan pancaran panas. Proses
penurunan suhu pada mayat ini biasa disebut algor mortis. Algor mortis merupakan
23 | SKENARIO 2 BLOK MEDIKOLEGAL
salah satu perubahan yang dapat kita temukan pada mayat yang sudah berada pada
fase lanjut post mortem.
Pada beberapa jam pertama, penurunan suhu terjadi sangat lambat dengan
bentuk sigmoid. Hal ini disebabkan ada 2 faktor, yaitu :
1. Masih adanya sisa metabolisme dalam tubuh mayat, yakni karena masih adanya
proses glikogenolisis dari cadangan glikogen yang disimpan di otot dan hepar
(gambar II.2).
2. Perbedaan koefisien hantar sehingga butuh waktu mencapai tangga suhu.
Gambar II.3. Glikogenolisis
Pada jam-jam pertama penurunannya sangat lambat tetapi sesudah itu
penurunan menjadi lebih cepat dan pada akhirnya menjadi lebih lambat kembali. Jika
dirata-rata maka penurunan suhu tersebut antara 0,9 sampai 1 derajat celcius atau
sekitar 1,5 derajat Fahrenheit setiap jam, dengan catatan penurunan suhu dimulai dari
37 derajat Celcius atau 98,4 derajat Fahrenheit sehingga dengan dapat dirumuskan
24 | SKENARIO 2 BLOK MEDIKOLEGAL
cara untuk memperkirakan berapa jam mayat telah mati dengan rumus (98,4oF - suhu
rectal oF) : 1,5oF. Pengukuran dilakukan per rectal dengan menggunakan
thermometer kimia (long chemical thermometer).
Terdapat dua hal yang mempengaruhi cepatnya penurunan suhu mayat ini
yakni:
1. Faktor internal
a. Suhu tubuh saat mati
Sebab kematian, misalnya perdarahan otak dan septikemia, mati dengan suhu
tubuh tinggi. Suhu tubuh yang tinggi pada saat mati ini akan mengakibatkan
penurunan suhu tubuh menjadi lebih cepat. Sedangkan, pada hypothermia
tingkat penurunannya menjadi sebaliknya.
b. Keadaan tubuh mayat
Konstitusi tubuh pada anak dan orang tua makin mempercepat penurunan suhu
tubuh mayat. Pada mayat yang tubuhnya kurus, tingkat penurunannya
menjadi lebih cepat.
2. Faktor Eksternal
a. Suhu medium
Semakin besar selisih suhu antara medium dengan mayat maka semakin cepat
terjadinya penurunan suhu. Hal ini dikarenakan kalor yang ada di tubuh mayat
dilepaskan lebih cepat ke medium yang lebih dingin.
b. Keadaan udara di sekitarnya
Pada udara yang lembab, tingkat penurunan suhu menjadi lebih besar. Hal ini
disebabkan karena udara yang lembab merupakan konduktor yang baik. Selain
itu, Aliran udara juga makin mempercepat penurunan suhu tubuh mayat
c. Jenis medium
Pada medium air, tingkat penurunan suhu menjadi lebih cepat sebab air
merupakan konduktor panas yang baik sehingga mampu menyerap banyak
panas dari tubuh mayat.
d. Pakaian mayat
Semakin tipis pakaian yang dipakai maka penurunan suhu mayat semakin
cepat. Hal ini dikarenakan kontak antara tubuh mayat dengan suhu medium
atau lingkungan lebih mudah.
25 | SKENARIO 2 BLOK MEDIKOLEGAL
ENTOMOLOGI FORENSIK
Entomologi forensik merupakan salah satu cabang dari sains forensik yang memberikan
informasi mengenai serangga yang digunakan untuk menarik kesimpulan ketika melakukan
investigasi yang berhubungan dengan kasus-kasus hukum yang berkaitan dengan dengan
manusia atau satwa (Gaensslen, 2009; Gennard, 2007).
Dalam kasus entomologi forensik, Gomes et al. (2006) menyatakan bahwa lalat merupakan
invertebrata primer yang mendekomposisi komponen organik pada hewan termasuk juga
mayat manusia. Pada saat lalat mengambil materi organik yang ada di dalam tubuh mayat,
maka lalat tersebut akan memindahkan telur yang akan berkembang menjadi larva dan pupa
(Sukontason et al., 2007). Adanya berbagai perubahan dari berbagai jenis lalat dan serangga
lain akan menimbulkan suatu komunitas dalam mayat yang secara ekologi dan evolusi akan
terjadi proses kompetisi, predasi, seleksi, penyebaran dan kepunahan lokal dalam tubuh
mayat tersebut (Hangeveld, 1989).
Amendt et al. (2004a) menyebutkan bahwa ada empat kategori secara ekologi untuk
mengidentifikasi suatu komunitas pada bangkai/mayat, antara lain:
1. Adanya spesies necrophagous yang memakan bangkai/mayat.
2. Adanya predator dan parasit pada terhadap spesies necrophagous yang memakan
serangga atau golongan Arthropoda yang lain. Terkadang juga ditemukan spesies
Schizophagous, yakni spesies yang hadir untuk memakan pada saat pertama kali,
namun akan menjadi predator pada tahap larva.
3. Adanya spesies omnivora seperti semut, lebah, dan beberapa jenis kumbang yang
memakan baik pada bangkai maupun pada koloni serangga yang ada.
4. Adanya spesies lain seperti laba-laba yang menggunakan bangkai/mayat untuk tempat
tinggalnya.
Tahapan Dekomposisi
Peristiwa dekomposisi melibatkan berbagai aspek selain faktor biotik, yakni faktor abiotik
yang meliputi parameter fisik seperti temperatur, kelembaban, dan lain-lain. Menurut
Gennard (2007) dan Goff (2003), tahapan dekomposisi terdiri dari lima tahap antara lain:
26 | SKENARIO 2 BLOK MEDIKOLEGAL
Tahap1: fresh stage, tahapan dimulai pada saat kematian dan ditandai adanya tanda
penggelembungan pada tubuh. Serangga yang pertama kali datang adalah lalat dari famili
Calliphoridae dan Sarcophagidae. Lalat betina akan meletakkan telurnya di daerah yang
terbuka seperti daerah kepala (mata, hidung, mulut, dan telinga).
Tahap 2: bloated stage, merupakan tahapan pembusukan yang sedang dimulai. Gas yang
dihasilkan oleh aktivitas metabolisme bakteri anaerob menyebabkan penggelembungan pada
pada perut mayat. Selanjutnya suhu internal naik selama tahapan ini sebagai akibat dari
aktivitas bakteri pembusuk dan aktivitas metabolime dari larva lalat. Lalat dari famili
Calliphoridae sangat tertarik pada mayat selama tahapan ini. Kemudian selama mengembang
akibat adanya gas, cairan dalam tubuh terdorong keluar dari lubang-lubang tubuh dan
meresap ke dalam tanah. Cairan tersebut tersusun oleh senyawa seperti amonia yang
dihasilkan oleh aktivitas metabolisme dari larva lalat sehingga akan menyebabkan tanah di
bawah mayat itu untuk menjadi alkali (basa) dan fauna tanah menjadi tertarik untuk menuju
ke mayat.
Tahap 3: decay stage, tahapan ini ditandai adanya kerusakan kulit dan mengakibatkan gas
keluar dari tubuh. Larva lalat membentuk gerombolan yang besar pada mayat. Meskipun
beberapa serangga predator, seperti kumbang, tawon, dan semut, pada tahap bloated stage,
serangga necrophagous dan predator dapat diamati dalam jumlah besar menjelang tahapan ini
berakhir. Pada akhir tahap ini, lalat dari famili Calliphoridae dan Sarcophagidae telah
menyelesaikan perkembangan siklusnya dan meninggalkan mayat untuk menjadi pupa. Pada
akhir tahap ini, larva lalat akan menghilang dari jaringan tubuh pada mayat.
Tahap 4: postdecay stage, pada tahap ini sisa-sisa tubuh seperti kulit, kartilago dan usus
sudah mengalami pembusukan. Selanjutnya sisa jaringan tubuh yang masih ada akan
mengering. Indikator pada tahap ini adalah hadirnya kumbang dan berkurangnya dominansi
lalat di dalam tubuh mayat.
Tahap 5: skeletal stage, pada tahap ini hanya tersisa tulang belulang dan rambut. Tahapan ini
tidak jelas serangga apa saja yang hadir. Pada kasus tertentu, kumbang dari famili Nitidulidae
terkadang ditemukan. Tubuh mayat sudah mengalami akhir dari dekomposisi.
27 | SKENARIO 2 BLOK MEDIKOLEGAL
Estimasi Waktu Kematian
Ahli entomologi forensik sering memeriksa bukti serangga pada mayat manusia dan
menetukan berapa lama serangga tersebut berada di mayat. Periode waktu tersebut di
interpretasikan dalam postmortem interval (PMI) atau waktu sejak kematian. Analsis PMI
terbagi menjadi dua, yakni precolonization interval (pre-CI) dan postcolonization interval
(post-CI). Adapun penjelasan masing-masing interval tertera pada Gambar 4 (Tomberlin et
al., 2011).
Gambar 4. Fase entomologikal pada proses dekomposisi vertebrata (Tomberlin et al., 2011).
Pada Gambar 4 tersebut menggambarkan periode kolonisasi dan aktivitas serangga pada
mayat. Adapun perubahan-perubahan pada mayat manusia setelah mengalami kematian
disajikan pada Tabel 1. Pola-pola peruabahan pada Tabel 1 dapat digunakan untuk
mengetahui estimasi waktu kematian pada manusia. Selain itu, untuk waktu kematian
berdasarkan perkembangan serangga disajikan pada Gambar 5. Contoh pada Gambar 5
tersebut adalah menentukan waktu kematian berdasarkan siklus hidup serangga
Protophormia terraenovae.
Tabel 1. Perubahan postmortem pada tubuh manusia (pada suhu 21°C dan kelembaban 30%)
(Amendt et al., 2004a).
28 | SKENARIO 2 BLOK MEDIKOLEGAL
Gambar 5. Kurva
pertumbuhan
Protophormia
terraenovae mulai
dari larva, pupa, dan
dewasa (adult) pada
suhu 15, 20, 25, 30
and 35°C (Amendt et
al., 2004a).
Untuk mengukur waktu kematian dapat digunakan suhu yang dibutuhkan oleh serangga
untuk hidup. Serangga merupakan hewan poikilotermik atau hewan yang suhu tubuh dan
aktivitas metabolismenya dipengaruhi oleh lingkungan. Serangga menggunakan energi panas
(thermal unit) untuk pertumbuhan dan perkembangnya. Sehingga kebutuhan energi selama
masa hidupnya dapat dikalkulasi. Thermal unit disebut juga hari derajat (degree days – °D )
yang mana nilai °D dapat ditambahkan bersamaan yang akan menghasilkan nilai accumulated
29 | SKENARIO 2 BLOK MEDIKOLEGAL
degree days (ADD). Jika periode thermal unit pendek maka bisa digunakan accumulated
degree hours (ADH). Dari peristiwa tersebut, maka waktu kematian dpat dihitung dengan
menggunakan rumus:
ADH= Waktu(hours) × (temperatur - temperatur basal)
ADD= Waktu(days) × (temperatur - temperatur basal)
Waktu yang digunakan adalah waktu tahapan perkembangan serangga yang dapat diketahui
dari literatur yang sudah ada. Sementara temperatur yang digunakan adalah temperatur
lingkungan yang bisa diperoleh melalui stasium badan meteorologi. Sementara temperatur
basal adalah temperatur fisiologi terendah yang setiap serangga memiliki nilai temperatur
yang berbeda- beda
(Tabel 2).
Sebagai contoh ditemukan larva instar III dari spesies Calliphora vicina yang periode
waktunya selama 68 jam. Kemudian suhu lingkungan adalah 26,7°C dan tempertur basalnya
adalah 2°C. Sehingga akan diperoleh nilai:
ADH = 68 × (26,7 – 2) = 1679,6 ADD = 1679,6/24 = 7
Dari perhitungan tersebut dapat diperkirakan waktu kematiannya adalah 7 hari (Gennard,
2007).
LO II. Memahami dan Menjelaskan Investigasi Kasus Pemerkosaan
1.1 Definisi
Perkosaan adalah persetubuhan diluar nikah dengan kekerasan atau dibawah ancaman
kekerasan à12 th(ps 285).
UU perlindungan anak
30 | SKENARIO 2 BLOK MEDIKOLEGAL
UU HAM no 26/2000
UU KDRT no 23/2004
Three elements are necessary to constitute the crime:
– Sexual intercourse (carnal knowledge)
– Failure to seek or to obtain the consent of the victim.
– Force
1.2 Cara dan prosedur pemeriksaan
Prosedur Pemeriksaan
Izin pemeriksaan adalah hal pertama yang harus didapatkan dari wanita atau jika anak kecil,
dari orang tuanya atau yang menemaninya. Pemeriksaan seharusnya dilakukan pada ruangan
tertutup Almarhum W. H. Grace merekomendasikan agar korban diberikan tempat duduk
yang paling nyaman, jika dia tidak merasa gelisah, maka keaslian dari segala keluhannya
patut dicurigai.
Waktu dan tanggal ketika dilakukan pemeriksaan haruslah dicatat, karena interval antara
pemeriksaan dan peristiwa kejadian akan dijadikan bahan. Interval seterusnya akan
memerlukan penjelasan, dan yang paling penting adalah dokter, akan mengeluarkan surat izin
pemeriksaan yang menjelaskan jika ada tanda-tanda pemerkosaan. Hasil negatif pada orang
dewasa didapatkan jika pemeriksaan dilakukan setelah lewat beberapa hari, wanita yang telah
menikah atau jika dia sudah terbiasa melakukan hubungan seksual.
31 | SKENARIO 2 BLOK MEDIKOLEGAL
Dokter akan mengambil kesempatan untuk memperhatikan gaya berjalan korban ketika
memasuki ruangan pemeriksaan atau dengan tes spesifik. Dokter akan memperhatikan gerak-
gerik secara umum dan kebiasaan tubuh. Apakah ketika berjalan akan terasa sakit yang
disebabkan oleh luka pada alat kelamin? Apakah korban merasa gembira, menderita, atau jika
merasa terganggu, sebagai konsekwensi dari keadaan setelah baru saja diperkosa? Apakah dia
adalah wanita lemah atau sehat fisiknya, dan perlawanan macam apa yang bisa dia lakukan?
Pengumpulan spesimen merupakan hal yang penting. Akan lebih baik bila disiapkan
perlengkapan untuk mengumpulkan dan menyimpan barang bukti.
Rape Kit
• Formulir rangkaian pemeriksaan barang bukti
• Formulir pemeriksaan dokter
• Amplop2 penyimpan barang bukti
• Sisir untuk rambut pubis
• Gunting untuk rambut pubis
• Tabung pengambilan darah
• Kertas saring untuk pengambilan saliva
• Lidi kapas dan tabung untuk pengambilan spesimen swab vagina, anus, dan oral
• Tabung kultur
• Slide mikroskop
• Label
• Checklist
Mulai dengan proses informed consent
Informasi:
• Manfaat pemeriksaan
• Prosedur yg akan dilakukan
• Penyelidikan lanjutan yg diperlukan dan tujuannya
Consent :
• Oleh ybs atau keluarga terdekat (“proxy consent” hanya boleh bila ybs tak
mampu memberikannya)
32 | SKENARIO 2 BLOK MEDIKOLEGAL
Anamnesis
Individu, keluarga, sos-ek, dik
Lingkungan hidup
Hubungan dengan pelaku
Rincian peristiwa
Tindakan pra dan pasca
Penyelesaian yg diinginkan
Faktor2 yg berpengaruh
Pemeriksaan fisik
Menyeluruh
• Umum
• Lokal pada (dugaan) cedera
• Ginekologis
Dapat dituntun oleh temuan dalam anamnesa
Berpedoman pada standar
Dapat dibantu dengan pemeriksaan radiologis, usg, dll
Ginekologis
Usahakan agar selalu dilakukan (harus ada consent)
Dysuri, gangguan menstruasi, perdarahan per-vag, masalah seks, nyeri dubur, dll
Cedera di bagian luar : pubis, v / v, perineum, anus
Lakukan seperti pada korban kejahatan seksual
Dokumentasi
Deskriptif di rekam medis
Fotografik:
• Minta ijin dulu
• Skala, warna, sudut pandang
• Penyimpanan
Video:
Data medis lain
Pembuktian perkosaan
33 | SKENARIO 2 BLOK MEDIKOLEGAL
Bukti kekerasan :
• Fisik, racun / obat
Bukti persetubuhan
• Bukti penetrasi
• Bukti ejakulasi :
Sperma
Cairan mani
Bukti lain
Bukti tentang pelaku
Anamnesa
Riwayat kejadian:
– Sebelum
• Kenal dengan pelaku? Diberi minuman? Diancam? Dengan kata2 atau dengan senjata?
Diberi iming2/janji2
– Selama
• Melawan? Pelaku menggunakan kekerasan? Berteriak? Pelaku menggunakan kondom?
Terjadi penetrasi? Terjadi ejakulasi?
– Sesudah
• Membasuh diri? Mandi? Ganti pakaian? Kencing? Bab? Minum? Sikat gigi?
Riwayat seksual:
– Menarche, menstruasi, sudah menikah atau belum? Kb yang dipakai? Jumlah anak? Pernah
aborsi? Dll
Tugas dokter
1. Yang harus dicari oleh dokter adalah
– Tanda tanda persetubuhan
– Tanda-tanda kekerasan
– Umur bila korban tidak tau tanggal lahir pasti
– Pantas dikawin atau tidak
2. Go to
3. Pembuatan diskripsi luka
4. Pembuatan kesimpulan
Tanda-tanda persetubuhan
34 | SKENARIO 2 BLOK MEDIKOLEGAL
– Adanya robekan hymen (tidak selalu)
– Adanya sperma dan cairan sperma (tidak selalu)
– Kehamilan à dengan usg, test pack
– Pms : go, hiv, sifilis dll
Tanda-tanda kekerasan
– Cari luka luka memar biasanya mempunyai tempat predileksi
– Ambil darah atau urine untuk toksikologi dan mikrobiologi
Umur, bila klien tidak mengetahui umurnya dengan pasti
– Dari gigi
– Radiologis
Pantas dikawin atau tidak
– Menarche pertama umur berapa?
– Tanda kelamin sekunder
Pengumpulan barang bukti. Ingat semuanya harus menggunakan label
Pada kasus yang masih baru, buka seluruh pakaian
diatas selembar kertas berukuran 1 m x 1 m, untuk
pemeriksaan lebih lanjut bila diperlukan
Pengumpulan barang bukti lainnya misalnya daun
kering dan tanah yang melekat pada korban
35 | SKENARIO 2 BLOK MEDIKOLEGAL
Periksa memar pada mulut dan langit-langit pada persetubuhan oral.
Pengumpulan barang bukti lainnya untuk pemeriksaan dna = gigi, fingerprint
Bila ada bercak sperma pada tubuh, bila kering kerok dengan skalpel, bila basah gunakan
kapas lidi dan masukkan dalam amplop
Status ginekologis
Indikasi pemeriksaan inspekulo:
1. Di ok dan bila akan dilakukan tindakan
2. Dalam keadaan narkose umum
Pemeriksaan laboratorium
• Darah dan urine untuk toksikologi
– Napza, hipnotik, alkohol dll
– Kehamilanà emergency pill
• Sperma :
– Cairannya
• Fosfatase asam
• Berberio
• Florence
– Selnya
• Dari swab vagina : malachite green
• Terjebak dalam kain: baechi
– Dna pada kasus-kasus paternitas dan salome
36 | SKENARIO 2 BLOK MEDIKOLEGAL
Alat Kelamin dan Payudara
Payudara
Satu atau kedua payudara akan mengalami memar apabila diperlakukan secara kasar.
Mungkin digigit dan cetakan gigi dari si pelaku terlihat jelas, seperti pada kasus Gorringe
putingnya mungkin terlihat seperti bekas digigit.
Pemeriksaan dengan sinar uv Fosfatase asam
Rambut kemaluan
Sampel diperlukan dan harus diambil pada saat pemeriksaan lanjut karena rambut harus
didapat tanpa pemotongan langsung pada daerah yang dicurigai. Perlengketan dari rambut
dapat disebabkan oleh cairan semen yang mengering. Sampel rambut diperlukan untuk
pembuktian akan hal ini dan juga untuk perbandingan dengan rambut yang ditemukan pada
baju tersangka.
Genitalia
Pemeriksaan yang dilakukan adalah pemeriksaan secara menyeluruh yang biasa dilakukan,
tetapi padda bagian vulva dan hymen diperlukan pemeriksaan yang lebih lanjut dan teliti.
Vulva
Cedera/trauma pada vulva dapat dilihat dengan adanya sakit pada perabaan, pembengkakan,
kemerahan (perubahan warna dengan sekitar), memar, dan lecet.
37 | SKENARIO 2 BLOK MEDIKOLEGAL
Selaput dara
Pemeriksaan selaput darah terutama pada anak, yang sulit dilakukan atau sulit dinilai /
dijangkau difasilitasi dengan penggunaan pemeriksaan tertentu ( Glaister & Rentoul -1966).
Robekan (luka) selaput dara yang masih baru dapat dilihat dengan adanya perdarahan
pembengkakan dan proses inflamasi, tetapi jika sudah terjadi proses penyembuhan luka, perlu
diperhatikan dengan seksama antara robekan selaput dara dengan bentuk –bentuk yang tidak
biasa dari selaput darah yang masih utuh.
Liang senggama (Vagina )
Pelebaran dari liang senggama (vagina ) dapat menunjukkan akan adanya persetubuhan, tapi
hal tersebut juga dapat disebabkan oleh masuknya benda asing (seperti tampon). Memar,
lecet atau terkikisnya kulit dapat terjadi karena adanya paksaan dalam persetubuhan dan tidak
menyatakan bahwa hal tersebut sebagai tindakan perkosaan.
Terdapat kasus-kasus menarik tentang robeknya liang senggama yang tidak disebabkan olen
perkosaan. Seperti yang diilustrasikan pada kasus robeknya liang senggama (vagina)
dikarenakan koitus yang biasa, yang dilaporkan oleh Victor Boney (1912). Seorang wanita
dilarikan ke rumah sakit setelah dilaporkan menderita perdarahan dan peritonitis. Robekan
pada fornix posterior sampai peritoneum. Dia sempat disangka melakukan aborsi kriminalis
dengan menggunakan alat bantu (dia adalah seorang wanita yang telah memiliki banyak anak
sebelumnya). Pada kenyataannya perdarahan tersebut terjadi dikarenakan melakukan koitus
dengan posisi berdiri pada saat mabuk. Adapula kasus perforasi vagina yang disebabkan
karena kelemahnya tekstur.
Cairan vagina
Cairan vagina dikumpulkan ( swab & fresh smear) terutama untuk menunjang pemeriksaan.
Dapat untuk mendeteksi penyakit sexual yang ditularkan, menemukan sperma, dan cairan
semen untuk mengarahkan akan telah terjadinya persetubuhan
38 | SKENARIO 2 BLOK MEDIKOLEGAL
RANGKAIAN PEMERIKSAAN BARANG BUKTI
FAKTOR YANG BERPERAN
ü Saat/waktu pemeriksaan
ü Keaslian barang bukti
Semakin cepat didapatkan barang bukti dari si korban, maka keaslian barang
bukti makin bisa dipertahankan.
ü Teknik pemeriksaan
Teknik pemeriksaan haruslah benar sesuai dengan aturan-aturan yang sudah
ada agar mendapatkan hasil baik untuk dipakai sebagai barang bukti.
ü Koordinasi dokter dan penyidik
Dokter dan penyidik bekerjasama megumpulkan barang bukti yang terkait
dengan korban/pelaku.
ANALISA LABORATORIUM
• IDENTIFIKASI SPERMATOZOA
- Vaginal dan cervic swab
Merupakan cara yang terbaik untuk mendapatkan bukti telah terjadinya
persetubuhan yang masih baru.Akan tetapi, terkadang pada beberapa kasus
sperma bias tidak diketemukan, misalnya pada orang yang sudah vasektomi
atau cairan maninya sendiri tidak mengandung sperma.
- Oral / anal swab
Swab pada bagian rectum rectum/bukal/palatum dengan lidi yang dililiti kapas
lalu diolesi ke kaca objek untuk diperiksa apakah sperma +/-
• PEMERIKSAAN ASAM FOSFATASE (KWANTITATIF)
Pemeriksaan ini sangat penting untuk menilai adanya asam fosfatase prostatic.
Pada pemeriksaan ini dapat mengidentifikasikan cairan mani bahkan jika di
dalamnya tidak mengandung sperma.
Dengan swab vagina atau pencucian vagina dapat ditentukan juga kadar asam
fosfatase secara kualitatif.
39 | SKENARIO 2 BLOK MEDIKOLEGAL
Pada pemeriksaan asam fosfatase secara kuantitatif dapat dipakai sebagai
petunjuk waktu antara saat terjadinya persetubuhan dan pengumpulan bahan
specimen.
• PEMERIKSAAN DNA
- Rambut pubis dan kerokan kulit kepala
Harus didapatkan specimen rambut pubis pada korban yaitu bias dengan cara
memotong rambut pada permukaan kulit atau jika perlu
dilakukan pencabutan sampai didapatkan akar rambutnya untuk dilakukan
pemeriksaan dan perbandingan apakah rambut tersebut diduga
milik korban atau si pelaku.
- Jaringan epidermis dan darah (bila ada) dari bawah kuku korban.
Terkadang bisa ditemukan adanya epitel jaringan kulit di bawah kuku si korban atau
bercak darah untuk mekanisme pertahanan.
- Jika korban telah menikah,dengan dilakukannya pemeriksaan DNA ini dapat diketahui
sperma tersebut berasal dari suami atau pelaku.
Keberhasilan Investigasi
Keberhasilan investigasi tergantung 3 faktor yang saling mendukung, yakni korban – petugas
kepolisian – petugas medis. Petugas kepolisian atau petugas medis yang pertama kali tiba di
tempat kejadian atau menemukan korban harus segera menangani kegawatdaruratan medis.
Bila korban terluka parah, usaha penyelamatan harus menjadi prioritas dibanding hal-hal lain,
seperti interogasi misalnya. Saat korban telah dievakuasi, atau ternyata korban ditemukan
dalam keadaan tak bernyawa, tempat kejadian harus segera diamankan dan penyelidikan
mencari barang bukti segera dilaksanakan. Kalaupun korban tak terluka secara fisik, korban
pasti memerlukan support untuk menangani trauma psikisnya. Akan lebih baik bila korban
ditangani oleh petugas kepolisian wanita.
Perlu juga kerjasama dari pihak korban, karena biasanya korban akan memaksa untuk
diantar / dijemput oleh keluarga / kenalan sehingga seringkali tidak menuju tempat fasilitas
40 | SKENARIO 2 BLOK MEDIKOLEGAL
medis, atau pemeriksaan yang harusnya dilakukan dengan segera menjadi tertunda dan bukti-
bukti berharga hilang.
PEMERIKSAAN TERHADAP TERSANGKA PELAKU PEMERKOSAAN
Pemeriksaan terhadap tersangka pelaku pemerkosaan dapat menjadi bagian dari syarat –
syarat sistem pemeriksaan kejahatan seksual.
Penile washing – dilakukan untuk menentukan aktivitas seksual terakhir, sehingga
diharapkan dapat membantu meng-identifikasi kemungkinan – kemungkinan pelaku.
Dalam test ini, penis tersangka dicuci dengan saline, lalu hasil dari pencucian tersebut
diwarnai dengan pewarnaan Papanicolaou à jika ditemukan sel epitel vagina dan serviks serta
barr body, maka hasil tersebut menandakan adanya persetubuhan yang baru terjadi
Pemeriksaan ini tentu memerlukan inform consent, yang dapat berupa perintah dari
pengadilan.
Izin untuk pemeriksaan terhadap tersangka tidak merupakan patokan utama, seharusnya
didapat oleh dokter serta ditulis dan melalui kesaksian pada pemeriksaan.
Pemeriksa akan menulis tentang usia, ukuran fisik dan bentuk fisik yang terdapat pada
tersangka. Pemeriksaan juga harus menjelaskan jika terdapat luka-luka ( bekas cakaran
kuku/luka lecet, luka memar, dan tanda-tanda yang mengarah kepala perlawanan)
Pemeriksaan cairan semen, bercak sperma pada pakaian diharapkan dapat memberikan
penjelasan. Juga diperlukan pemeriksaan lanjut seperti ukuran penis, apakah pria tersebut
potent/impotent. Akumulasi dari smegma kurang dapat menentukan tetapi robekan pada
frenum mengarahkan atas terjadi hubungan sex. Pemeriksaan bakteriologis juga dapat
dilakukan (penularan penyakit sexual yang terjadi akibat persetubuhan), pemeriksaan sampel
darah juga dapat dilakukan (terutama pada kasus-kasus grouping ). Pemeriksaan terhadap
baju tersangka perlu dilakukan terutama untuk menemukan adanya rambut, darah, bercak.
Jika didapatkan bercak darah maka harus ditentukan milik siapa.
PROSEKUSI TERSANGKA PELAKU KEJAHATAN SEKSUAL
Prosekusi dari kasus kejahatan seksual mungkin adalah prosekusi yang paling sulit dari
keseluruhan pengungkapan kasus – kasus kejahatan seksual. Biasanya, hanya sebagian kecil
dari banyak kasus – kasus kejahatan seksual yang benar – benar sukses di prosekusikan.
41 | SKENARIO 2 BLOK MEDIKOLEGAL
Pada kasus – kasus seperti ini, biasanya tidak ada saksi mata. Seringkali, hanya ada kesaksian
dari korban melawan kesaksian tersangka. Korban sendiri adalah saksi mata yang tidak kuat,
dan bisa saja, korban tidak dapat ditanya.
Dahulu, pada kasus – kasus seperti ini, ada ketergantungan yang kuat terhadap bukti – bukti
dari tempat kejadian dan sekitarnya, dan sangat sedikit memakai bukti – bukti ilmiah. Dengan
investigasi dan pengumpulan barang bukti secara ilmiah yang benar, maka sekarang ini, bukti
– bukti ilmiah banyak digunakan, walaupun kesaksian saksi mata tetap menjadi bukti penting.
Petugas polisi yang melakukan investigasi sama bergunanya dengan seorang saksi mata
untuk mendeskripsikan tempat kejadian perkara dan kondisi korban saat pertama kali
ditemukan.
Dokter pemeriksa juga dapat menjadi saksi ahli yang tak kalah pentingnya. Selain itu, foto –
foto yang juga dapat menjadi bukti yang penting dalam mendemonstrasikan luka dengan
efektif. Dokter sebaiknya diberi kesempatan untuk mengidentifikasikan foto dari korban dan
memperkenalkannya sebagai barang bukti.
Ahli patologi dan ahli laboratorium penting diajukan sebagai saksi ahli karena kesaksian
mereka adalah yang paling teknis dan juri harus yakin kalau mereka berkompetensi untuk
memberikan kesaksian tersebut. Sebaiknya kesaksian tersebut dengan menggunakan kata kata
yang mudah dimengerti oleh juri.
Bagi juri korban adalah saksi yang paling penting karena juri mungkin akan mengabaikan
bukti bukti ilmiah.
Bagi korban mati, ahli patologi yang melakukan pemeriksaan forensik menggantikan korban
sebagai saksi dipengadilan. Deskripsinya tentang luka luka dan hasil dari analisis lab akan
menginformasikan bagaimana perkiraan kejahatan tersebut.
Contoh kesimpulan
Pada pemeriksaan terhadap wanita berusia dua puluh tiga tahun ini ditemukan
robekan baru pada selaput dara pada posisi jam tujuh sampai dasar karena kekerasan
tumpul yang menembus liang senggama (penetrasi). Selanjutnya pada pemeriksaan
laboratorium ditemukan adanya tanda-tanda persetubuhan. Selain itu pada
pemeriksaan fisik ditemukan adanya memar-memar pada badan dan anggota gerak
karena kekerasan tumpul yang menurut sifat dan polanya sesuai dengan luka tangkis.
42 | SKENARIO 2 BLOK MEDIKOLEGAL
LO III. Memahami dan Menjelaskan Visum et Repertum
1.1 Definisi dan Landasan Hukum
Adalah keterangan tertulis yang dibuat oleh dokter atas permintaan penyidik yang berwenang mengenai hasil pemeriksaan medik terhadap manusia, baik hidup atau mati ataupun bagian atau diduga bagian tubuh manusia, berdasarkan keilmuannya dan di bawah sumpah, untuk kepentingan peradilan.
Landasan hukumPasal 133 KUHAP menyebutkan:
1) Dalam hal penyidik untuk kepentingan peradilan menangani seorang korban baik luka, keracunan ataupun mati yang diduga karena peristiwa yang merupakan tindak pidana, ia berwenang mengajukan permintaan keterangan ahli kepada ahli kedokteran kehakiman atau dokter dan atau ahli lainnya.
2) Permintaan keterangan ahli sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan secara tertulis, yang dalam surat itu disebutkan dengan tegas untuk pemeriksaan luka atau pemeriksaan mayat dan atau pemeriksaan bedah mayat.
3) Mayat yang dikirim kepada ahli kedokteran kehakiman atau dokter pada rumah sakit harus diperlakukan secara baik dengan penuh penghormatan terhadap mayat tersebut dan diberi label yang memuat identitas mayat, dilak dengan diberi cap jabatan yang dilekatkan pada ibu jari kaki atau bagian lain badan mayat.
Yang berwenang meminta keterangan ahli adalah penyidik dan penyidik pembantu sebagaimana bunyi pasal 7(1) butir h dan pasal 11 KUHAP :
Penyidik yang dimaksud di sini adalah penyidik sesuai dengan pasal 6(1) butir a, yaitu penyidik yang pejabat Polisi Negara RI. Penyidik ini adalah penyidik tunggal bagi pidana umum, termasuk pidana yang berkaitan dengan kesehatan dan jiwa manusia. Oleh karena visum et repertum adalah keterangan ahli mengenai pidana yang berkaitan dengan kesehatan jiwa manusia, maka penyidik pegawai negeri sipil tidak berwenang meminta visum et repertum, karena mereka hanya mempunyai wewenang sesuai dengan undang-undang yang menjadi dasar hukumnya masing-masing (Pasal 7(2) KUHAP).
Pasal 179 KUHAP
(1) Setiap orang yang diminta pendapatnya sebagai ahli kedokteran kehakiman atau dokter ahli lainnya wajib memberikan keterangan ahli demi keadilan
(2) Semua ketentuan tersebut diatas untuk saksi berlaku juga bagi mereka yang memberikan keterangan ahli, dengan ketentuan bahwa mereka mengucapkan sumpah atau janji akan memberikan keterangan yang sebaiknya dan yang sebenarnya menurut pengetahuan dalam bidang keahliannya
43 | SKENARIO 2 BLOK MEDIKOLEGAL
Sanksi hukum bila siapa saja yang menolak permintaan penyidik, dapat dikenakan sanksi pidana :
Pasal 216 KUHP :
Barangsiapa dengan sengaja tidak menuruti perintah atau permintaan yang dilakukan menurut undang-undang oleh pejabat yang tugasnya mengawasi sesuatu, atau oleh pejabat berdasar- kan tugasnya, demikian pula yang diberi kuasa untuk mengusut atau memeriksa tindak pidana; demikian pula barangsiapa dengan sengaja mencegah, menghalang-halangi atau mengga-galkan tindakan guna menjalankan ketentuan, diancam dengan pidana penjara paling lama empat bulan dua minggu atau denda paling banyak sembilan ribu rupiah.
Pasal 222 KUHP
Barangsiapa dengan sengaja mencegah, menghalang-halangi atau menggagalkan pemeriksaan mayat untuk pengadilan, diancam dengan pidana penjara paling lama sembilan bulan atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah
Pasal 224 KUHP :
Barangsiapa dipanggil sebagai saksi, ahli atau juru bahasa menurut undang-undang dengan sengaja tidak memenuhi kewajiban berdasarkan undang-undang yang harus dipenuhinya, diancam : dalam perkara pidana, dengan penjara paling lama sembilan bulan.
Visum et repertum adalah salah satu alat bukti yang sah sebagaimana tertulis dalam pasal 184 KUHP:
Alat bukti yang sah adalah :
(a) Keterangan saksi, (b) Keterangan ahli, ( c ) Surat, (d) Petunjuk, (e) Keterangan terdakwa
1.2 Klasifikasi
Macam-macam visum et repertum:o Visum et Repertum korban hidup :
Visum et repertum. Visum et Repertum sementara. Visum et Repertum lanjutan.
o Visum et Repertum mayatHarus dibuat berdasarkan hasil autopsi lengkap
44 | SKENARIO 2 BLOK MEDIKOLEGAL
o Visum et Repertum pemeriksaan TKP.o Visum et Repertum penggalian mayat.o Visum et Repertum mengenai umur.o Visum et Repertum Psikiatrik.o Visum et Repertum mengenai BB
1.3 Isi dan Kerangka
Setiap visum et repertum harus dibuat memenuhi ketentuan umum sebagai berikut:
o Diketik di atas kertas berkepala surat instansi pemeriksao Bernomor dan bertanggalo Mencantumkan kata ”Pro Justitia” di bagian atas kiri (kiri atau tengah)o Menggunakan bahasa Indonesia yang baik dan benaro Tidak menggunakan singkatan, terutama pada waktu mendeskripsikan temuan
pemeriksaan o Tidak menggunakan istilah asingo Ditandatangani dan diberi nama jelaso Berstempel instansi pemeriksa tersebuto Diperlakukan sebagai surat yang harus dirahasiakano Hanya diberikan kepada penyidik peminta visum et repertum. Apabila ada lebih dari
satu instansi peminta, misalnya penyidik POLRI dan penyidik POM, dan keduanya berwenang untuk itu, maka kedua instansi tersebut dapat diberi visum et repertum masing-masing asli
o Salinannya diarsipkan dengan mengikuti ketentuan arsip pada umumnya, dan disimpan sebaiknya hingga 20 tahun
Bagian-bagian visum et repertum:
1. PRO JUSTISIA.Kata ini dicantumkan disudut kiri atas, dan dengan demikian visum et repertum tidak perlu bermaterai, sesuai dengan pasal 136 KUHAP.
2. PENDAHULUAN.Bagian ini memuat antara lain :
o Identitas pemohon visum et repertum.o Identitas dokter yang memeriksa /membuat visum et repertum.o Tempat dilakukannya pemeriksaan (misalnya rumah sakit X Surabaya).o Tanggal dan jam dilakukannyao Identitas korban.o Keterangan dari penyidik mengenai cara kematian, luka, dimana korban
dirawat, waktu korban meninggal. o Keteranganmengenai orang yang menyerahkan / mengantar korban pada
dokter dan waktu saat korban diterima dirumah sakit.
45 | SKENARIO 2 BLOK MEDIKOLEGAL
3. PEMBERITAAN.o Identitas korban menurut pemeriksaan dokter, (umur, jenis kel,TB/BB), serta
keadaan umum.o Hasil pemeriksaan berupa kelainan yang ditemukan pada korban.o Tindakan-tindakan / operasi yang telah dilakukan.o Hasil pemeriksaan tambahano Syarat-syarat :
- Memakai bahasa Indonesia yg mudah dimengerti orang awam.- Angka harus ditulis dengan huruf, (4cm ditulis empat sentimeter). - Tidak dibenarkan menulis diagnosa luka, (luka bacok, luka tembak
dll).- Luka harus dilukiskan dengan kata-kata- Memuat hasil pemeriksaan yang objektif (sesuai apa yang dilihat dan
ditemukan).4. KESIMPULAN.
o Bagian ini berupa pendapat pribadi dari dokter yang memeriksa, mengenai hasil pemeriksaan sesuai dgn pengetahuan yang sebaik-baiknya.
o Seseorang melakukan pengamatan dengan kelima panca indera (pengelihatan, pendengaran, perasa, penciuman dan perabaan).
o Sifatnya subjektif.
5. PENUTUP.
o Memuat kata “Demikianlah visum et repertum ini dibuat dengan mengingat sumpah pada waktu menerima jabatan”.
o Diakhiri dengan tanda tangan, nama lengkap/NIP dokter.
1.4 Maksud dan Tujuan Pembuatan
Maksud pembuatan VeR adalah sebagai salah satu barang bukti (corpus delicti) yang sah di
pengadilan karena barang buktinya sendiri telah berubah pada saat persidangan berlangsung.
Jadi VeR merupakan barang bukti yang sah karena termasuk surat sah sesuai dengan KUHP
pasal 184.
Ada 5 barang bukti yang sah menurut KUHP pasal 184, yaitu:
1. Keterangan saksi
2. Keterangan ahli
3. Keterangan terdakwa
4. Surat-surat
5. Petunjuk
Ada 3 tujuan pembuatan VeR, yaitu:
1. Memberikan kenyataan (barang bukti) pada hakim46 | SKENARIO 2 BLOK MEDIKOLEGAL
2. Menyimpulkan berdasarkan hubungan sebab akibat
3. Memungkinkan hakim memanggil dokter ahli lainnya untuk membuat kesimpulan VeR
yang lebih baru
1.5 Aspek Medikolegal
Visum et repertum adalah salah satu alat bukti yang sah sebagaimana tertulis dalam pasal
184 KUHP. Visum et repertum turut berperan dalam proses pembuktian suatu perkara pidana
terhadap kesehatan dan jiwa manusia, dimana VeR menguraikan segala sesuatu tentang
hasil pemeriksaan medik yang tertuang di dalam bagian pemberitaan, yang karenanya dapat
dianggap sebagai pengganti barang bukti.
Visum et repertum juga memuat keterangan atau pendapat dokter mengenai hasil
pemeriksaan medik tersebut yang tertuang di dalam bagian kesimpulan. Dengan
demikian visum et repertum secara utuh telah menjembatani ilmu kedokteran dengan
ilmu hukum sehingga dengan membaca visum et repertum, dapat diketahui dengan jelas
apa yang telah terjadi pada seseorang, dan para praktisi hukum dapat menerapkan norma-
norma hukum pada perkara pidana yang menyangkut tubuh dan jiwa manusia.
Apabila visum et repertum belum dapat menjernihkan duduk persoalan di sidang
pengadilan, maka hakim dapat meminta keterangan ahli atau diajukannya bahan baru, seperti
yang tercantum dalam KUHAP, yang memungkinkan dilakukannya pemeriksaan atau
penelitian ulang atas barang bukti, apabila timbul keberatan yang beralasan dari
terdakwa atau penasehat hukumnya terhadap suatu hasil pemeriksaan. Hal ini sesuai dengan
pasal 180 KUHAP.
Bagi penyidik (Polisi/Polisi Militer) visum et repertum berguna untuk mengungkapkan
perkara. Bagi Penuntut Umum (Jaksa) keterangan itu berguna untuk menentukan pasal
yang akan didakwakan, sedangkan bagi Hakim sebagai alat bukti formal untuk
menjatuhkan pidana atau membebaskan seseorang dari tuntutan hukum. Untuk itu perlu
dibuat suatu Standar Prosedur Operasional Prosedur (SPO) pada suatu Rumah Sakit
tentang tata laksana pengadaan visum et repertum.
47 | SKENARIO 2 BLOK MEDIKOLEGAL
LO IV.
Memahami dan Menjelaskan Otopsi
1.1 Definisi
Otopsi (juga dikenal pemeriksaan kematian atau nekropsi) adalah investigasi medis jenazah untuk memeriksa sebab kematian. Kata "otopsi" berasal dari bahasa Yunani yang berarti "lihat dengan mata sendiri". "Nekropsi" berasal dari bahasa Yunani yang berarti "melihat mayat".
Autopsi (otopsi) adalah pemeriksaan terhadap tubuh mayat, dengan tujuan menemukan proses penyakit dan atau adanya cedera, melakukan interpretasi atas penemuan-penemuan tersebut, menerangkan penyebab kematian serta mencari hubungan sebab akibat antara kelainan-kelainan yang ditemukan dengan penyebab kematian. (Mansjoer, 2000).
48 | SKENARIO 2 BLOK MEDIKOLEGAL
Terdapat 4 teknik autopsi dasar yaitu, teknik Virchow, Rokitansky, Letulle, dan Ghon. Perbedaan terutama saat pengangkatan keluar organ, baik dalam urutan maupun jumlah/kelompok organ yang dikeluarkan pada satu saat, serta bidang pengirisan organ yang diperiksa.
1.2 Klasifikasi
Berdasarkan tujuannya, otopsi terbagi atas :
Otopsi Anatomi, dilakukan untuk keperluan pendidikan mahasiswa fakultas kedokteran. Bahan yang dipakai adalah mayat yang dikirim ke rumah sakit yang setelah disimpan 2 x 24 jam di laboratorium ilmu kedokteran kehakiman tidak ada ahli waris yang mengakuinya. Setelah diawetkan di laboratorium anatomi, mayat disimpan sekurang-kurangnya satu tahun sebelum digunakan untuk praktikum anatomi. Menurut hukum, hal ini dapat dipertanggungjawabkan sebab warisan yang tak ada yang mengakuinya menjadi milik negara setelah tiga tahun (KUHPerdata pasal 1129). Ada kalanya, seseorang mewariskan mayatnya setelah ia meninggal pada fakultas kedokteran, hal ini haruslah sesuai dengan KUHPerdata pasal 935.
Ciri-cirinya :1. Mayat yang di otopsi biasanya dari gelandangan, tapi tidak bisa langsung di
otopsi, tetapi ditunggu selama satu tahun.2. Sementara menunggu tsb, mayat diawetkan dalam lemari pendingin atau
difiksasi. Bila dalam 1 tahun tidak ada keluarganya maka dilakukan otopsi anatomi.
3. Sebenarnya secara hukum kita harus menunggu selama 3 tahun, oleh karena ketentuan hukum bahwa sesuatu barang bukti bila tidak ada ahli warisnya selama 3 tahun maka barang bukti tersebut menjadi milik negara.
Otopsi Klinik, dilakukan terhadap mayat seseorang yang diduga terjadi akibat suatu penyakit. Tujuannya untuk menentukan penyebab kematian yang pasti, menganalisa kesesuaian antar diagnosis klinis dan diagnosis postmortem, patogenesis penyakit, dan sebagainya. Otopsi klinis dilakukan dengan persetujuan tertulis ahli waris, ada kalanya ahli waris sendiri yang memintanya. Ciri-cirinya :
1. Tidak perlu menyeluruh2. Harus ada persetujuan keluarga3. Bila tidak perlu persetujuan keluarga yaitu pada anggota ABRI meninggal tiba-
tiba dalam tugas / pendidikan yang bukan disebabkan oleh tembakan.4. Otopsi forensik5. Dilakukan menyeluruh6. Tidak perlu persetujuan keluarga7. Dilakukan untuk penyidikan8. Yang perlu adalah keluarga diberitahukan (lihat KUHAP 133 dan 134)
49 | SKENARIO 2 BLOK MEDIKOLEGAL
9. Bila keluarga menolak, polisi tunggu 2 x 24 jam dengan maksud untuk pendekatan kepada keluarga.
10. Bila setelah 2 x 24 jam keluarga menolak maka otopsi telah dikerjakan
Guna otopsi secara klinik :
1. Untuk mengetahui sebab kematian2. Untuk mengetahui apakah obat-obat yang diberi sesuai atau tidak3. Untuk mengetahui perjalanan penyakit
Otopsi Forensik/Medikolegal, dilakukan terhadap mayat seseorang yang diduga meninggal akibat suatu sebab yang tidak wajar seperti pada kasus kecelakaan, pembunuhan, maupun bunuh diri. Otopsi ini dilakukan atas permintaan penyidik sehubungan dengan adanya penyidikan suatu perkara.
Otopsi medikolegal dilakukan atas permintaan penyidik sehubungan dengan adanya penyidikan suatu perkara. Hasil pemeriksaan adalah temuan obyektif pada korban, yang diperoleh dari pemeriksaan medis.
Dasar hukum otopsi forensik
KUHAP 133 KUHAP 134 KUHAP 222 Reglemen pencatatan sipil Eropa 72 Reglemen pencatatan sipil Tionghoa 80 STBL 1871/91 UU RI No 23 Th 1992 Pasal 70
Barang bukti
Misalnya : Pakaian, dompet dan isinya, surat-surat, perhiasan, anak peluru dsb. Barang bukti harus diperiksa oleh dokter → dicatat → dilaporkan dalam V.et R. Barang bukti setelah diperiksa → diserahkan kepada penyidik secepatnya dengan
disertai surat tanda penerimaan yang ditanda tangani oleh penyidik.
(KUHAP 42).
Beberapa hal yang perlu diperhatikan pada otopsi medikolegal :
Tempat untuk melakukan otopsi adalah pada kamar jenazah. Otopsi hanya dilakukan jika ada permintaan untuk otopsi oleh pihak yang berwenang. Otopsi harus segera dilakukan begitu mendapat surat permintaan untuk otopsi. Hal-hal yang berhubungan dengan penyebab kematian harus dikumpulkan dahulu sebelum memulai otopsi. Tetapi kesimpulan harus berdasarkan temuan-temuan dari pemeriksaan fisik.
Pencahayaan yang baik sangat penting pada tindakan otopsi. Identitas korban yang sesuai dengan pernyataan polisi harus dicatat pada laporan. Pada kasus jenazah yang tidak dikenal,
50 | SKENARIO 2 BLOK MEDIKOLEGAL
maka tanda-tanda identifikasi, photo, sidik jari, dan lain-lain harus diperoleh. Ketika dilakukan otopsi tidak boleh disaksikan oleh orang yang tidak berwenang.
Pencatatan perincian pada saat tindakan otopsi dilakukan oleh asisten. Pada laporan otopsi tidak boleh ada bagian yang dihapus. Jenazah yang sudah membusuk juga bisa diotopsi.
Tujuan dari otopsi medikolegal adalah :
Untuk memastikan identitas seseorang yang tidak diketahui atau belum jelas. Untuk menentukan sebab pasti kematian, mekanisme kematian, dan saat kematian. Untuk mengumpulkan dan memeriksa tanda bukti untuk penentuan identitas benda
penyebab dan pelaku kejahatan. Membuat laporan tertulis yang objektif berdasarkan fakta dalam bentuk visum et
repertum.
1.3 Tujuan
Tujuan dilakukannya Otopsi klinik adalah untuk:1. menentukan sebab kematian yang pasti.2. menentukan apakah diagnosis klinik yang dibuat selama perawatan sesuai dengan
diagnosis postmortem,
3. mengetahui korelasi proses penyakit yang ditemukan dengan diagnosis klinis dan gejala-gejala klinik.
4. menentukan efektifitas pengobatan.
5. mempelaiari perjalanan lazim suatu proses penyakit.
6. pendidikan para mahasiswa kedokteran dan para dokter. untuk Autopsi klinik ini mutlak diperlukan izin dari keluarga terdekat mayat yang bersangkutan untuk mendapatkan hasil yang maksimal, yang terbaik adalah melakukan Otopsi klinik yang lengkap, meliputi pembukaan rongga tengkorak, dada dan perut/panggul, serta melakukan pemeriksaan terhadap seluruh alat-alat dalam/organ. Namun bila pihak keluarga berkeberatan untuk dilakukannya otopsi klinik lengkap, masih dapat diusahakan untuk melakukan Autopsi klinik parsial, yaitu yang terbatas pada satu atau dua rongga badan tertentu. Apabila ini masih ditolak, kiranya dapat diusahakan dilakukannya suatu needle autopsy terhadap organ tubuh tertentu, untuk kemudian dilakukan pemeriksaan histopatologik.
Autopsi forensik atau Autopsi medikolegal dilakukan terhadap mayat seseorang berdasarkan peraturan undang-undang, dengan tujuan membantu dalam hal penentuan identitas mayat. Menentukan sebab pasti kematian, memperkirakan cara kematian serta memperkirakan saat kematian. mengumpulkan serta mengenali benda-benda bukti untuk penentuan identitas benda penyebab serta identitas pelaku kejahatan. Membuat laporan tertulis yang obyektif dan berdasarkan fakta dalam bentuk visum et repertum melindungi orang yang tidak bersalah dan membantu dalam penentuan identitas serta penuntutan terhadap orang yang bersalah.
51 | SKENARIO 2 BLOK MEDIKOLEGAL
Untuk melakukan Autopsi forensik ini, diperlukan suatu Surat Permintaan Pemeriksaan/Pembuatan visum et repertum dan yang berwenang, dalam hal ini pihak penyidik. Dan keluarga tidak diperlukan, bahkan apabila ada seseorang yang menghalang-halangi dilakukannya autopsi forensik, yang bersangkutan dapat dituntut berdasarkan undang-undang yang berlaku.
Dalam melakukan Autopsi forensik, mutlak diperlukan pemeriksaan yang lengkap, meliputi pemeriksaan tubuh bagian luar, pembukaan rongga tengkorak, rongga dada dan rongga perut/panggul. Seringkali perlu pula dilakukan pemeriksaan penunjang lainnya, antara lain pemeriksaan toksikologi forensik, histopatologi forensik, serologi forensik dan sebagainya.
Pemeriksaan yang tidak lengkap, yaitu autopsi parsial atau needle necropsy dalam rangka pemeriksaan ini tidak dapat dipertanggung jawabkan, karena tidak akan dapat mencapai tujuan-tujuan tersebut di atas. Otopsi forensik harus dilakukan oleh dokter, dan ini tidak dapat diwakilkan kepada mantri atau perawat.
Baik dalam melakukan Autopsi klinik maupun Autopsi forensik, ketelitian yang maksimal harus diusahakan. Kelainan yang betapa kecil pun harus dicatat. Autopsi sendiri harus dilakukan sedini mungkin, karena dengan lewatnya waktu, pada tubuh mayat dapat terjadi perubahan yang mungkin akan menimbulkan kesulitan dalam menginterpretasikan kelainan yang ditemukan.
1.4 Cara
Informasi untuk dokter sebelum melakukan otopsi
1. Kecelakaan lalu lintasa. Bagaimana kecelakaan terjadib. Siapakah korbanc. Apakah ada dugaan korban mabuk, minum obat sejenis Amphetamine dsb
2. Kecelakaan lainDokter harus diberitahu benda yang menyebabkan kecelakaan
3. Pembunuhan, bunuh diri4. Kematian mendadak5. Kematian setelah berobat/perawatan6. Tanggal dan jam korban ditemukan meninggal, tanggal dan jam korban terakhir
terlihat masih hidup
Alat-alat yang diperlukan untuk otopsi
Timbangan besar (500 kg) Timbangan kecil (3 kg) Pita pengukur Penggaris Alat pengukur cairan Pisau Gunting
52 | SKENARIO 2 BLOK MEDIKOLEGAL
Pinset Gergaji dengan gigi halus Jarum besar-jarum goni Benang yang kuat
Bahan-bahan yang diperlukan untuk otopsi
Botol/stoples untuk spesium pemeriksaan toksikologi Alkohol 96% 5 liter Botol untuk spesium pemeriksaan histopatologi Formalin 10% 1 liter Kaca sediaan dan kaca penutup
Teknik otopsi
Pemeriksaan luar Pemeriksaan dalam : Insisi bentuk I dan insisi bentuk Y Pemeriksaan tambahan Pemeriksaan khusus
Pemeriksaan tambahan
a. Pemeriksaan histopatologib. Pemeriksaan mikrobiologi c. Pemeriksaan virologyd. Pemeriksaan imunologye. Pemeriksaan toksikologif. Pemeriksaan trace evidence
Pemeriksaan khusus
a. Pemeriksaan pneumo thoraxb. Pemeriksaan emboli udarac. Percobaan getah paru-paru (longsap proof)d. Percobaan apung paru-paru (docimasia pulmonum hydrostatica = longdrijproef)e. Emboli lemak
Pemeriksaan luar
a. Identifikasib. Pakaianc. Lebam mayatd. Kaku mayate. Pembusukanf. Panjang dan berat badang. Kepalah. Leheri. Perutj. Alat kelamin
53 | SKENARIO 2 BLOK MEDIKOLEGAL
k. Duburl. Anggota gerakm. Punggungn. Bokong
Pemeriksaan dalam
Yang perlu diperhatikan :
a. Rongga perut perlu diinspeksi dulu sebelum rongga dada dibuka b. Pemeriksaan dalam kepala harus dilakukan setelah rongga dada kosongc. Cara mengiris alat tubuh :
Permukaan terlihat seluas-luasnya Satu kali irisan Irisan lain sejajar dengan irisan pertama Permukaan tidak boleh dicuci tetapi di hapus
Radiologi otopsi
Kita dapat melakukan pemeriksaan radiologi otopsi pada kasus-kasus seperti
a. Curigai emboli udara b. Pneumotorakc. Barotraumad. Luka tembake. Curigai adanya perdarahan subarachnoidf. Kasus mutilasig. Ledakan bom
Laporan otopsi
Laporan otopsi adalah suatu catatn permanen mengenai penemuan dan hal penting terutama untuk medikolegal ketika tiap kata-kata dalam bedah mayat digunakan untuk suatu pengadilan beberapa bulan atau tahun kemudian. Setelah itu, berguna jika semua rekoleksi pemeriksaan telah hilang dari pikiran ahli patologi forensik oleh beratus-ratu otopsi. Di dalam suatu otopsi klinis di dalam suatu rumah sakit, pembedahan mungkin dipertunjukkan dan dibahas dengan dokter-dokter lain. Bagaimanapun, laporan suatu otopsi forensik menjadi suatu dokumen sah dan semuanya harus dilakukan tepat waktunya untuk membuat laporan itu bermanfaat dan menyeluruh.
Format laporan otopsi
Laporan terdiri dari dua jenis utama, dan praktek lokal dan tentu saja perundang-undangan boleh menentukan yang mana yang digunakan, tanpa tergantung dengan berbagai keinginan ahli patologi itu. Pilihan adalah, bagaimana, yang sering dipakai oleh staf dari kasus alamiah tersebut
a. Suatu gaya bebas esai, yang masih bertahan, tetapi membuat ahli patologi bebas untuk memperluas pada berbagai aspek menurut perkiraannya. Jenis ini pada umumnya
54 | SKENARIO 2 BLOK MEDIKOLEGAL
digunakan pada kasus kematian kejahatan di mana mungkin proses pengadilan. Mempunyai keuntungan bahwa semua bagian dari otopsi dapat diperluas tanpa batasan ; format laporan dapat diubah menjadi suatu statement yang sah untuk peradilan.
b. Suatu proforma yang dicetak, dimana berbagai bagian pemeriksaan dan sistem organ telah ditulis sebagai judul, sisa-sisa spasi kosong untuk menulis penemuan itu. Keuntungan meliputi fakta bawah ini terdapat daftar untuk bertindak sebagai suatu catatan peringatan bagi ahli patologi itu, siapa yang tidak melakukan sejumlah besar otopsi dan juga penerima yang tidak medis jadilah lebih mampu mengikuti pola teladan yang diset laporan itu. Satu kerugian adalah bahwa pengaturan jarak mencegah fleksibilitas uraian kecuali jika proforma adalah besar, ketika sebagian besar spasi mungkin ditinggalkan kosong. Juga ada jarak spasi cukup pada ujung format untuk suatu pendapat dan diskusi yang luas tentang penemuan berdasar fakta yang terdahulu. Tipe format ini biasanya digunakan untuk otopsi non-ligitious sebagai contoh kasus bunuh diri dan kematian mendadak pada kasus-kasus koroner.
Adapun juga yang format, harus berisi informasi, Numeration berurutan, Persandian komputer, aspek administratif dan lainnya, tetapi berbagai hal yang berikut harus disediakan untuk dalam semua laporan otopsi, meskipun demikan tidak harus di dalam urutan ini
1. Identitas yang detail, kecuali jika tidak dikenal, ini meliputi nama, jenis kelamin, umur, pekerjaan dan alamat.
2. Tempat, tanggal dan waktunya otopsi itu.3. Nama, kecakapan dan status ahli patologi.4. Orang-orang yang hadir dalam pemeriksaan itu.5. Pengawas otopsi itu6. Catatan orang yang mengidentifikasi orang tersebut.7. Nama dan alamat, nomor pokok reguler penjaga medis.8. Tanggal dan waktu kematian jika diketahui.9. Keadaan kematian. Catatan itu, ahli patologi harus memfilekannya juga
menyimpulkan penyebab kematian dalam kasus itu.10. Pemeriksaan eksternal.11. Pemeriksaan internal.12. Daftar spesimen dan contoh untuk pemeriksaan lebih lanjut dikirim ke
laboratorium ilmu pengetahuan forensik, harus secara formal dikenali atas pertolongan nomor urut dan nama orang untuk siapa mereka telah disampaikan.
13. Hasil pemeriksaan lebih lanjut seperti histologi, mikrobiologi, toksikologi, dan serology.
14. Suatu ringkasan luka yang dipertunjukkan oleh otopsi.15. Diskusi penemuan, jika perlu dipandang dari sudut sejarah yang dikenal.16. Suatu pendapat menyangkut urutan peristiwa yang hampir bisa dipastikan atau
yang terbatas yang mendorong ke arah kematian.17. Suatu penyebab formal kematian, di dalam format yang direkomendasikan
oleh Organisasi Kesehatan Dunia, yang pantas untuk penyelesaian suatu sertifikasi kematian.
18. Tandatangan ahli patologi itu.
55 | SKENARIO 2 BLOK MEDIKOLEGAL
Pemeriksaan eksternal perlu merekam detail uraian, materi yang utama menjadi
a) Tinggi badan, berat badan dan status gizi nyata.b) Penampakan dari penyakit alami seperti oedema, bengkak abdominal,
penyakit kulit, perubahan senile, dll.c) Identifikasi seperti warna kulit, tato, parut, kelainan bawaan, bentuk gigi
palsu, warna mata dan rambut.d) Kekakuan, hypostatis, pembusukkan dan pewarnaan kulit abnormal. Suhu
badan suhu lingkungan harus dicatat sesuai, dengan kalkulasi mengenai cakupan waktu perkiraan kematian, meskipun aspek ini boleh ditunda sampai ‘Ringkasan akhir dan Kesimpulan’.
e) Kondisi mata, mencakup petechie, arcus senilis, ukuran pupil dan kondisi iris dan lensa.
f) Kondisi mulut dan bibir, mencakup luka-luka, gigi dan material asing.g) Kondisi dubur/pelepasan dan alat kelamin eksternal.h) Daftar/Lis dan uraian dan semua luka-luka eksternal baik yang baru maupun
yang lama.
Pemeriksaan internal semua kelainan, pada umunya di dalam suatu urutan konvensional seperti :
a) Sistem kardiovaskuler : (berat) jantung, dilatasi, pembesaran ventrikuler, cacat sejak lahir, perikardium, epikardium, endokardium, katup, arteri koroner, myocardium, aorta, pembuluh darah besar dan pembuluh darah perifer.
b) Sistem pernafasan : eksternal nares, glotis, laring, trakea, bronkus, rongga pleura, pleura, paru-paru (mencakup berat) dan arteri pulmonalis.
c) Sistem gastrointestinal : mulut, faring, esofagus, rongga peritoneal, omentum, gaster, duodenum, usus halus, usus besar, liver (berat), pancreas, kandung empedu, dan rektum.
d) Sistem endokrin : pituitary, gondok, thymus, dan adrenal.e) Sistem retikulo-endotelial : limpa (berat) dan kelenjar getah bening.f) Sistem genitourinary : ginjal (berat), ureter, kandung kencing, prostat, uterus,
ovarium, testis.g) Sistem muskuloskeletal : tengkorak, tulang belakang, tulang rangka, dan
musculature jika perlu.h) Sistem saraf pusat : Kulit kepala, tengkorak, meninges, pembuluh darah
cerebral, otak (berat), telinga tengah, sinus, sumsum tulang belakang.
DAFTAR PUSTAKA
56 | SKENARIO 2 BLOK MEDIKOLEGAL
1. Dahlan, Sofwan. 2007. Ilmu Kedokteran Forensik. Pedoman Bagi Dokter dan Penegak
Hukum. Badan Penerbit Universitas Diponegoro: Semarang. 47-65.
2. Atmadja. DS., Thanatologi;Ilmu Kedokteran Forensik;Edisi Pertama ;Bagian
Kedokteran Forensik FKUI;1997:5:37-55.
3. Coe, John I M.D and Curran William J.LL.M,SMHyg; Definition and Time of Death;
Modern Legal Medicine, Psychiatry, and Forensic Science;F.A. Davis
Company; ;1980:7:141-164.
4. Ilmu Kedokteran Forensik, Bagian Kedokteran Forensik Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia.1997. Thanatologi. Halaman 25-35.
5. Di Maio Dominick J. and Di Maio Vincent J.M; Time of Death; Forensic Pathology;CRC
Press,Inc;1993:2:21-41.
6. Dr. Bushan Kapur, Ph.D, FRSC, FACB, FCACB Department of Clinical Pathology,
Sunnybrook Health Science Center, Toronto. Division of Clinical Pharmacology and
Toxicology, The Hospital for Sick Children, Toronto, and Department of Laboratory
Medicine and Pathobiology, Faculty of Medicine, University of Toronto. CSCC News,
vol. 50, no. 2 April 2008.
7. Anonim. Harvesting Energy: Glycolysis and Cellular Respiration. Diunduh dari
http//www.Biochembull.com. diakses tanggal 31 Juli 2009
8. Al Fatih, Muhammad. Algor Mortis. Diunduh dari http//www.KlinikIndonesia.com.
diakses tanggal 31 Juli 2009.
9. Idris, M A Dr. Saat kematian. Pedoman Ilmu Kedokteran Forensik. Bina Rupa Aksara.
1997 : 53-77.
10. Van De Graff, K M. Muscle Tissue and The Mode of Contraction. Schaum’s Outline of
Human Anatomy. Mc-Graw Hill. 2001 : 51-53.
57 | SKENARIO 2 BLOK MEDIKOLEGAL
11. Dix Jay. Time Of Death and Decompotition
12. Dahlan, Sofwan. Traumatologi, Dalam: Ilmu Kedokteran Forensik Pedoman Bagi Dokter
dan Penegak Hukum. Semarang: Balai Penerbit Universitas Diponegoro. 2004, Hal 60-62
13. The Journal of Heredity.64:329-330.1973. Genetic Control of Blood Biochemistry.
M.P.Mi, M.N. Rashad and F.K. Koh.
14. Dahlan S. Thanatologi. Ilmu Kedokteran Forensik. Badan Penerbit Universitas
Diponegoro Semarang. 2007 : 47-65
15. Anonym, perkiraan saat mati diunduh dari :http//www/forensic/kakumayat.htm Copyright
2005
16. Nishat A. Sheikh Estimation of postmortem interval according to time course of
potassium ion activity in cadaveric spasme synovial fluid. Indian Journal of Forensic
Medicine & Toxicology diunduh dari :http//www/forensic/journals.php.htm Copyright
2005
17. Anonym, postmortem changes and time of death diunduh dari
http/www.dundee.ac.uk/forensicmedicine/notes/timedeath
18. http://www.freewebs.com/forensicpathology/lebammayat.htm
19. http://www.freewebs.com/dekomposisi_posmortem/dekomposisi.htm
20. www.klinikindonesia.com
21. http://autopsi_forensik.webs.com/autopsipxinternal.htm
22. http://sibermedik.files.wordpress.com/2008/10/thanatologi-prest_ppt.pdf
58 | SKENARIO 2 BLOK MEDIKOLEGAL