skeling dan terpinen-4-ol type 1% dapat menurunkan kadar ...
Transcript of skeling dan terpinen-4-ol type 1% dapat menurunkan kadar ...
1
TESIS
SKELING DAN TERPINEN-4-OL TYPE 1% DAPAT
MENURUNKAN KADAR KOLAGENASE DAN IPP LEBIH
BANYAK DARIPADA SKELING DAN CHLORHEXIDINE
DIGLUCONATE 0,12% PADA PERIODONTITIS AKIBAT
KALKULUS
PUTU LESTARI SUDIRMAN
PROGRAM PASCA SARJANA
UNIVERSITAS UDAYANA
DENPASAR
2014
2
TESIS
SKELING DAN TERPINEN-4-OL TYPE 1% DAPAT
MENURUNKAN KADAR KOLAGENASE DAN IPP
LEBIH BANYAK DARIPADA SKELING DAN
CHLORHEXIDINE DIGLUCONATE 0,12% PADA
PERIODONTITIS AKIBAT KALKULUS
PUTU LESTARI SUDIRMAN
NIM : 1190761014
PROGRAM MAGISTER
PROGRAM STUDI ILMU BIOMEDIK
PROGRAM PASCA SARJANA
UNIVERSITAS UDAYANA
DENPASAR
2014
3
SKELING DAN TERPINEN-4-OL TYPE 1% DAPAT
MENURUNKAN KADAR KOLAGENASE DAN IPP
LEBIH BANYAK DARIPADA SKELING DAN
CHLORHEXIDINE DIGLUCONATE 0,12% PADA
PERIODONTITIS AKIBAT KALKULUS
Tesis ini untuk Memperoleh Gelar Magister
pada Program Magister, Program Studi Biomedik,
Program Pascasarjana Universitas Udayana
PUTU LESTARI SUDIRMAN
NIM : 1190761014
PROGRAM MAGISTER
PROGRAM STUDI ILMU BIOMEDIK
PROGRAM PASCA SARJANA
UNIVERSITAS UDAYANA
DENPASAR
2014
4
LEMBARAN PERSETUJUAN PEMBIMBING
USULAN PENELITIAN TESIS INI TELAH DISETUJUI
PADA TANGGAL :……………………..
Pembimbing I, Pembimbing II,
Prof. dr. Ketut Tirtayasa, MS.,AIF Dr. dr. I. P. G. Adiatmika, M.Kes.
NIP. : NIP 195012311980031015 NIP. : 196603091998021003
Mengetahui
Ketua Program Studi Magister Ilmu Biomedik
Program Pasca Sarjana
Universitas Udayana
5
Prof. Dr. dr. Wimpie I Pangkahila, Sp.And.FAACS
NIP. 194612131971071001
6
PENETAPAN PANITIA PENGUJI TESIS
Usulan Penelitian Tesis Ini Telah Disetujui dan Dinilai Oleh Panitia Penguji
Pada program Pasca Sarjana Universitas Udayana
Pada Tanggal : 28 Februari 2014
Berdasarkan SK Rektor Universitas Udayana,
No. : .................................................................
Tanggal : .................................................................
Panitia Penguji Tesis:
Ketua : Prof. dr. Ketut Tirtayasa, MS.,AIF
Sekretaris : Dr. dr. I. P. G. Adiatmika, M.Kes.
Anggota :
1. Prof. dr. I Gusti Made Aman, Sp.FK
2. Dr.dr. Wayan Putu Sutirta Yasa, MSi
3. Dr. dr. Ida Sri Iswari, Sp. MK, M. Kes.
7
8
UCAPAN TERIMA KASIH
Pertama-tama perkenankanlah penulis memanjatkan puji dan syukur kehadapan
Ida Sang Hyang Widhi Wasa, Tuhan Yang Maha Esa karena berkat karunia-Nya, penulis
dapat menyusun dan menyelesaikan penelitian yang berjudul ” Skeling dan Terpinen – 4
– Ol Tipe 1% Dapat Menurunkan Kadar Kolagenase dan IPP Lebih Banyak Daripada
Skeling dan Chlorhexidine Digluconate 0,12% Pada Periodontitis Akibat Kalkulus ”
dengan baik.
Pada kesempatan ini perkenankanlah penulis mengucapkan terima kasih yang
sebesar-besarnya kepada Rektor Universitas Udayana atas kesempatan yang diberikan
kepada penulis untuk mengikuti dan menyelesaikan pendidikan Magister di Universitas
Udayana. Ucapan terima kasih ini juga ditujukan kepada Direktur Program Pasca Sarjana
Universitas Udayana Prof. Dr.dr. Anak Agung Raka Sudewi, Sp.S(K) atas kesempatan
yang diberikan untuk menjadi mahasiswa Program Magister Universitas Udayana.
Terima kasih pula kepada Prof. Dr. dr. Wimpie I Pangkahila, Sp. And, FAACS, sebagai
Ketua Program Studi Ilmu Biomedik yang memberikan ide, dan masukan kepada
penulis.
Ucapan yang sama juga ditujukan kepada Prof. dr. Ketut Tirtayasa, MS.,AIF
selaku pembimbing I yang telah banyak memberikan masukan, saran ilmiah dan
bimbingan serta dorongan selama penulis menyelesaikan penelitian ini. Terima kasih
yang sebesar-besarnya pula penulis sampaikan kepada Dr. dr. I. P. G. Adiatmika, M.Kes.
selaku pembimbing II yang telah banyak memberikan dukungan, bimbingan dan saran
ilmiah selama penelitian ini.
9
Ucapan terima kasih yang sebesar-sebarnya juga penulis tujukan kepada para
penguji tesis, yaitu Prof. dr. I.G.M Aman.,Sp.FK, Dr.dr. Wayan Putu Sutirta Yasa, MSi
dan Dr. dr. Ida Sri Iswari, Sp. MK, M. Kes. yang telah banyak memberikan masukan,
koreksi, ide dan saran ilmiah sehingga penelitian ini dapat selesai dengan baik. Pada
kesempatan ini penulis juga ingin mengucapkan terima kasih kepada Dr. dr. Susy
Purnawati, M.KK. selaku Ketua Bagian Fisiologi yang telah berkenan mengijinkan
penulis untuk menempuh pendidikan pada Bagian Fisiologi dan dr. Desak Wihandani,
M.Kes. Ketua Bagian Biokimia atas ijin yang diberikan kepada penulis untuk melakukan
penelitian di Laboratorium bagian Biokimia Universitas Udayana. Terima kasih pula
penulis ucapkan kepada Ni Wayan Tianing, S.Si, M.Kes. yang telah banyak memberikan
bantuan kepada penulis selama penelitian.
Penulis juga menyampaikan ucapan terima kasih yang tulus kepada orang tua
yang telah mengasuh, membesarkan, serta selalu memberikan doa, dan bimbingannya
selama penulis menempuh pendidikan. Penulis juga menyampaikan terima kasih kepada
suami dan anak-anak tercinta, yang dengan penuh kasih sayang selalu menemani penulis
dalam setiap kegiatan dalam menyelesaikan pendidikan ini. Ucapan terima kasih juga
penulis ucapkan kepada teman – teman dan staf Program Studi Pendidikan Kedokteran
Gigi Fakultas Kedokteran Universitas Udayana yang telah memberikan dukungan dan
semangat kepada penulis dalam menyelesaikan pendidikan ini. Tidak lupa penulis
ucapkan terima kasih kepada teman-teman dan semua pihak yang telah memberikan
dorongan moril dalam menyelesaikan penelitian ini.
Penulis menyadari bahwa tesis ini masih jauh dari sempurna, untuk itu
penulis berharap dengan segala kekurangan dengan selesainya penelitian ini dapat
memberikan manfaat kepada banyak pihak. Semoga Ida Sang Hyang Widhi
10
Wasa/Tuhan Yang Maha Esa selalu melimpahkan rahmat-Nya kepada semua
pihak yang telah membantu pelaksanaan dan penyelesaian tesis ini .
Denpasar, 18 Januari 2014
Penulis
11
SKELING DAN TERPINEN-4-OL TYPE 1% DAPAT MENURUNKAN KADAR
KOLAGENASE DAN IPP LEBIH BANYAK DARIPADA SKELING DAN
CHLORHEXIDINE DIGLUCONATE 0,12% PADA PERIODONTITIS AKIBAT
KALKULUS
Oleh :
Putu Lestari Sudirman
Program Studi Ilmu Biomedik
ABSTRAK
Periodontitis merupakan penyakit infeksi pada jaringan penyangga gigi,
disebabkan oleh mikroorganisme yang menyebabkan kerusakan serat kolagen,
tulang alveolar, membentuk poket dan resesi gingiva, hal ini terjadi karena
kerusakan matriks metaloprotein yang disebabkan oleh kolagenase. Secara klinis
tingkat keparahan periodontitis dapat dilihat dari Indeks Penyakit Periodontal
(IPP). Terpinen-4-ol type merupakan kandungan aktif dari Tea Tree Oil sebagai
antiseptik, antibakteri, antiviral, antifungal, antiprotozoa dan antiinflamasi yang
belum pernah dipergunakan dipasaran untuk pengobatan periodontitis. Penelitian
ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan penurunan kadar Kolagenase dan IPP
pada penyakit periodontitis akibat kalkulus yang diberi perawatan skeling dan
Chlorhexidine Digluconate 0,12% dan Terpinen-4-ol type 1%. Penelitian ini dilakukan pada penderita periodontitis akibat kalkulus. Sebanyak
30 orang dengan rancangan eksperimental (Randomized Pre-post Test Control Group
Design), terdiri dari dua kelompok, yaitu kelompok perlakuan 1(KP1) yang diskeling dan
diberikan Chlorhexidine Digluconate 0,12% secara topikal dan kelompok perlakuan 2
(KP2) yang diskeling dan diberi Terpinen-4-ol type 1% secara topikal.
Hasil penelitian berdasarkan Uji Wilcoxon Signed Ranks menunjukkan bahwa
rerata kadar kolagenase pada KP1 mengalami penurunan sebelum perlakuan adalah
0,946+0,649 ng/mL, dan sesudah perlakuan adalah 0,874+0,242 ng/mL. Sedangkan pada
KP2 sebelum perlakuan adalah 1,334+0,655 ng/mL dan sesudah perlakuan adalah
0,649+0,171 ng/mL. Pada rerata IPP KP1 sebelum diberi perlakuan adalah 5,35±0,13
skor, dan sesudah diberi perlakuan adalah 3,20±0,41 skor, sedangkan rerata IPP KP2
sebelum diberi perlakuan adalah 5,52±0,18 skor, dan sesudah diberi perlakuan adalah
2,70±0,41 skor.
12
Disimpulkan bahwa skeling dan Terpinen-4-ol type 1% terbukti menurunkan
kadar kolagenase dan IPP lebih banyak daripada skeling dan Chlorhexidine Digluconate
0,12% penderita periodontitis akibat kalkulus.
Kata Kunci: Kolagenase, IPP, Terpinen-4-ol type 1%, Chlorhexidine Digluconate 0,12%.
13
ABSTRACT
SCALING AND TERPINEN-4-OL TYPE 1% CAN REDUCE LEVELS OF
COLLAGENASE AND IPP MORE THAN SCALING AND CHLORHEXIDINE
0.12% DIGLUCONATE PERIODONTITIS DUE TO THE CALCULUS
Periodontitis is an infectious disease in the periodontal tissues, caused by
microorganisms that cause damage collagen fibers, alveolar bone, forming a pocket and
gingival recession, this caused by matrix metalloprotein collagenase. In the clinical
severity of periodontitis can be seen from periodontal disease indeks (IPP). Terpinen – 4
– ol type is the active ingredient of Tea Tree Oil as an antiseptic, antibacterial, antiviral,
antifungal, and anti – inflammatory, antiprotozoa have not been used commercially to
treat periodontitis. This research aims to determine the difference decreased levels of
collagenase and IPP in Periodontitis to calculus which treated with scaling and
Chlorhexidine Digluconate 0,12% and Terpinen – 4 – ol type 1%.
This study was conducted in patients with periodontitis due to calculus . A total
of 30 people with the experimental design ( randomized pre -post test control group
design ), consists of two groups: treatment group 1 ( KP1 ) and given that diskeling
Digluconate 0.12 % Chlorhexidine topical and treatment group 2 ( KP2 ) is diskeling and
terpinen - 4 - ol type 1 % topical .
The results based on the Wilcoxon Signed Ranks Test showed that the average
levels of collagenase in KP1 decreased before treatment was 0.946 +0.649 ng / mL, and
after treatment was 0.874 +0.242 ng / mL. While on KP2 before treatment was 1.334
+0.655 ng / mL and after treatment was 0.649 +0.171 ng / mL. In the mean IPP KP1
before treatment is given a score of 5.35 ± 0.13, and after treatment is given a score of
3.20 ± 0.41, while the average IPP KP2 before treatment is given a score of 5.52 ± 0.18,
and after treatment is given a score of 2.70 ± 0.41.
It was concluded that the scaling and terpinen - 4 - ol type 1 % proven to reduce
levels of collagenase and IPP more than scaling and 0.12 % Chlorhexidine Digluconate
periodontitis patients due to calculus.
Keywords : Collagenase , IPP , terpinen - 4 - ol type 1 % , 0.12 % Chlorhexidine
Digluconate .
14
DAFTAR ISI
SAMPUL DALAM………………….…………………………………………………… i
PERSYARATAN GELAR…………..…………………………………………………… ii
LEMBAR PERSETUJUAN………..…………………………………………………….. iii
PENETAPAN PANITIA PENGUJI………………………………………………..……. iv
UCAPAN TERIMA KASIH……..………………………………………………………. v
ABSTRAK………….…………..………………………………………………………… viii
ABSTRACT….………………..…………………………………………………………. ix
DAFTAR ISI………………….………………………………………………………….. x
DAFTAR GAMBAR………….…………………………………………………………. xiii
DAFTAR TABEL…….……….…………………………………………………………. xiv
DAFTAR LAMPIRAN……...…………………………………………………………… xv
DAFTAR SINGKATAN..……………………………………………………………….. xvi
BAB I PENDAHULUAN………………………………………………………………... 1
1.1 Latar Belakang……………………………………………………………………... 1
1.2 Rumusan Masalah………………………………………………………………….. 7
1.3 Tujuan Penelitian…………………………………………………………………… 8
1.3.1 Tujuan umum………………………………………………………………. 8
1.3.2 Tujuan khusus…………………………………………………………........ 8
1.4 Manfaat Penelitian……………………………………………………………......... 9
BAB II KAJIAN PUSTAKA……………………………………………………………. 10
2.1 Kolagenase…………………………………………………………………………. 10
2.2 Indeks Penyakit Periodontal……………………………………………………….. 12
15
2.2.1 Indeks gingiva………………………………………………………………. 13
2.2.2 Mengukur derajat destruksi periodontal……………………………………. 14
2.2.3 Indeks plak………………………………………………………………….. 15
2.2.4 Indeks kalkulus……………………………………………………………… 16
2.3 Periodontal Pocket………………………………………………………………………….. 16
2.4 Terapi Periodontitis…………………………………………………………………. 18
2.4.1 Tahapan prosedur perawatan……………………………………………….. 20
2.5 Chlorhexidine Digluconate………………………………………………………………… 22
2.6 Tea Tree Oil…………………………………………………………………………………. 23
2.6.1 Deskripsi botani…………………………………………………………….. 23
2.7 Jaringan Periodontal………………………………………………………………… 25
2.7.1 Gingiva………………………………………………………………………. 26
2.7.1.1 Bagian - bagian gingiva……………………………………………... 26
2.7.2 Ligamen periodontal………………………………………………………… 28
2.7.3 Tulang alveolar……………………………………………………………… 29
2.7.4 Sementum…………………………………………………………………… 29
2.8 Gingivitis…………………………………………………………………………… 30
2.8.1 Pengertian gingivitis………………………………………………………… 30
2.8.2 Tanda - tanda gingivitis……………………………………………………... 31
2.9 Periodontitis………………………………………………………………………… 32
2.9.1 Penyebab periodontitis…………………………………………………….... 36
2.10 Kalkulus…………………………………………………………………………… 45
2.10.1 Pengaruh periodontal pocket terhadap permukaan akar gigi……………... 48
2.11 Cairan Sulkus Gingiva (Gingival Crevicular Fluid)……………………………... 49
BAB III KERANGKA BERPIKIR, KONSEP, DAN HIPOTESI PENELITIAN………. 52
16
3.1 Kerangka Berpikir…………………………………………………………………. 52
3.2 Konsep Penelitian………………………………………………………………….. 55
3.3 Hipotesis Penelitian………………………………………………………………… 56
BAB IV METODE PENELITIAN………………………………………………………. 57
4.1 Rancangan Penelitian………………………………………………………………. 57
4.2 Tempat dan Waktu Penelitian………………………………………………............ 58
4.2.1 Tempat penelitian…………………………………………………………… 58
4.2.2 Waktu penelitian……………………………………………………………. 59
4.3 Populasi dan Sampel……………………………………………………………….. 59
4.3.1 Populasi……………………………………………………………………... 59
4.3.2 Sampel………………………………………………………………………. 59
4.3.2.1 Kriteria inklusi………………………………………………………. 59
4.3.2.2 Kriteria eksklusi……………………………………………………... 60
4.3.2.3 Kriteria drop out…………………………………………………….. 60
4.3.2.4 Besar sampel………………………………………………………… 60
4.3.3 Teknik penentuan sampel…………………………………………………… 62
4.4 Variabel Penelitian…………………………………………………………………. 62
4.5 Definisi Operasional Variabel……………………………………………………… 62
4.6 Alat dan Bahan Penelitian …………………………………………………………. 66
4.6.1 Alat…………………………………………………………………………. 66
4.6.2 Bahan……………………………………………………………………….. 66
4.7 Prosedur Penelitian…………………………………………………………............. 67
4.8 Alur Penelitian……………………………………………………………………… 71
4.9 Analisis Data……………………………………………………………………… 72
17
BAB V HASIL PENELITIAN…………………………………………………………… 75
5.1 Analisis Deskriptif………………………………………………………………….. 75
5.2 Analisis Normalitas…………………………………………………………………. 76
5.3 Uji Komparasi………………………………………………………………………. 78
5.3.1 Uji komparasi umur antar kelompok perlakuan………………………........... 78
5.3.2 Uji komparasi kadar kolagenase…………………………………………….. 79
5.3.3 Uji komparasi IPP…………………………………………………………… 82
BAB VI PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN………………………………………… 85
6.1 Subjek Penelitian……………………………………………………………………. 85
6.2 Pengaruh Skeling dan Pemberian Terpinen - 4 - ol 1%
dan Chlorexidine Digluconate 0,12% terhadap kadar kolagenase……………….. 85
6.2.1 Pengaruh skeling dan pemberian Terpinen - 4 - ol 1%
terhadap kolagenase…………………………………………………………. 87
6.2.2 Pengaruh skeling dan pemberian Chlorexidine Digluconate 0,12%
terhadap kadar kolagenase………………………………………………….. 89
6.2.3 Peran Terpinen - 4 - ol 1% terhadap kadar kolagenase……………………... 89
6.3 Pengaruh Skeling dan Pemberian Terpinen - 4 - ol 1%
dan Chlorexidine Digluconate 0,12% terhadap IPP……………………………… 93
6.3.1 Pengaruh skeling dan pemberian Terpinen - 4 - ol 1% terhadap
IPP………………………………………………………………………….. 95
6.3.2 Pengaruh skeling dan pemberian Chlorexidine Digluconate 0,12%
terhadap IPP……………………………………………………………….. 95
6.3.3 Peran Terpinen - 4 - ol 1% terhadap IPP…………………………………… 96
BAB VII SIMPULAN DAN SARAN…………………………………………………… 100
18
7.1 Simpulan……………………………………………………………………………. 100
7.2 Saran……………………………………………………………………………….. 100
DAFTAR PUSTAKA...…………………………………………………………………… 101
LAMPIRAN………………………………………………………………………………. 106
19
DAFTAR GAMBAR
Halaman
2.1 Pengukuran IPP menggunakan dental probe..…................................... 15
2.2 Gambar radiodogi periodontitis………………………………………... 20
2.3 Periodontitis sebelum dan sesudah perawatan………………………… 22
2.4 Pohon melaleuca alternifolia...………………………………………... 24
2.5 Struktur anatomi jaringan periodontal…………………………………. 26
2.6 Gingivitis……………………………………………………………..... 31
2.7 Periodontitis……………………………………………………………. 33
2.8 Periodontitis kronis…………………………………………………….. 47
2.9 Periodontitis kronis setelah dirawat………………………………….... 48
3.1 Bagan konsep penelitian………………………………………….……. 55
4.1 Rancangan penelitian………………………………………………..…. 57
4.2 Alur penelitian………………………………………………………..... 71
6.1 Penurunan kolagenase sesudah diberi perlakuan………………………. 92
6.2 Penurunan IPP sesudah diberi perlakuan……………………………… 98
20
DAFTAR TABEL
Tabel 5.1 Analisis Deskriptif Variabel Penelitian…………………….. 75
Tabel 5.2 Uji Normalitas Variabel Antar Kelompok Penelitian………. 77
Tabel 5.3 Uji Perbedaan Rerata Umur Antar Kelompok Perlakuan …. 78
Tabel 5.4 Uji Pernedaan Rerata Kadar Kolagenase Sebelum
dan Sesudah Perlakuan Tiap Kelompok…………………… 79
Tabel 5.5 Uji Perbedaan Rerata Kadar Kolagenase Sebelum
dan Sesudah Perlakuan Antar Kelompok………………….. 80
Tabel 5.6 Uji Perbedaan Rerata Selisih Kadar Kolagenase Sebelum
dan Sesudah Perlakuan Antar Kelompok………………….. 81
Tabel 5.7 Uji Perbedaan Rerata IPP Sebelum
dan Sesudah Perlakuan Tiap Kelompok…………………… 82
Tabel 5.8 Uji Perbedaan Rerata IPP Antar Kelompok Sebelum
dan Sesudah Perlakuan …………………………………… 83
Tabel 5.9 Uji Perbedaan Rerata Selisih IPP Sebelum
dan Sesudah Perlakuan Antar Kelompok ………………… 84
21
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Informed Concent………………………………………………........ 106
Lampiran 2. Keterangan Kelaikan Etik (Ethical Clearance)……………………... 113
Lampiran 3. Dokumentasi Laboratorium…………………………………………. 114
Lampiran 4. Protokol Penelitian………………………………………………….. 117
Lampiran 5. Analisis Statistik…………………………………………………….. 127
22
DAFTAR SINGKATAN
AIDS : Acquired Immune Deficiency Syndrome
cAMP : cyclic Adenosine Monophospate
GCF : Gingival Crevicular Fluid
DHE : Dental Healt Education
ELISA : Enzyme Linked Immunosorbent Assay
HIV : Human Immunodefisiency Virus
IPP : Indeks Penyakit Periodontal
KP1 : Kelompok Perlakuan 1
KP2 : Kelompok Perlakuan 2
MMPs : Matrix Metalloproteinase
OHI : Oral Hygiene Instruction
TIMP : Tissue Inhibitor Matrix Metalloproteinase
23
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Kesehatan gigi dan mulut sering kali kurang mendapat perhatian yang
serius, akibat kurangnya kesadaran dan pengetahuan mengenai kesehatan gigi
dan mulut. Sering kali penyakit gigi dan mulut tidak mendapat penanganan yang
tepat waktu, bahkan tidak mendapat penanganan sama sekali. Pemeliharaan
kesehatan gigi di lingkungan rumah, seperti menyikat gigi yang tepat baik cara
dan waktunya masih tidak terlaksana dengan baik. Banyak dampak yang
ditimbulkan karena kebiasaan tersebut, akibat awal yang dapat dilihat adanya
peradangan gusi atau gingivitis. Hal ini diakibatkan oleh plak yang melekat pada
gigi terutama pada daerah yang sulit dijangkau sikat gigi misalnya pada sulkus
gingival atau interdental.
Akibat awal yang ditimbulkan dari pola hidup tersebut adalah banyak
terjadi radang gusi atau gingivitis. Gingivitis merupakan radang gusi yang
disebabkan oleh zat yang berasal dari mikroba yang terdapat dalam plak yang
terakumulasi di sulkus gingiva (Roy, 2005). Penumpukan bakteri plak pada
permukaan gigi merupakan penyebab utama penyakit periodontal. Setelah
menyikat gigi dengan tepat dan sempurna, akumulasi plak akan terbuang semua
dan dalam satu minggu gingivitis akan menyembuh (Asni, 2010). Pada gingivitis
terjadi respons inflamasi tanpa merusak jaringan pendukung dan dapat
menyebabkan perubahan warna gusi mulai dari kemerahan sampai kebiruan,
24
sesuai dengan bertambahnya proses peradangan yang terjadi terus – menerus
(Carranza et al., 2006). Perubahan warna ini disebabkan oleh peradangan pada
jaringan pendukung sebagai akibat dari dilatasi dan pertambahan permeabilitas
pembuluh darah. Seringkali penderita tidak menyadari bahwa dirinya
mempunyai suatu kelainan pada gingivanya, hal ini disebabkan tidak ada
keluhan rasa sakit ataupun nyeri pada kondisi ini.
Gingivitis akan berkembang menjadi kerusakan jaringan periodontal yang
lebih dalam yaitu periodontitis. Kasus periodontitis merupakan kelanjutan dari
gingivitis yang tidak mendapat penanganan, seperti yang diutarakan oleh
Wahyukundari (2008). Periodontitis merupakan penyakit infeksi pada jaringan
penyangga gigi, disebabkan oleh bakteri dan menyebabkan kerusakan ligament
periodontal, tulang alveolar, membentuk poket, resesi gingiva atau keduanya
(Carranza et al., 2006). Gambaran klinis yang membedakan periodontitis dari
gingivitis adalah adanya kehilangan perlekatan pada sulkus gingivanya.
Penyakit periodontitis yang berlanjut dapat menyebabkan hilangnya
jaringan penyangga gigi, yang dapat mengakibatkan gigi goyang (Lely, 2004).
Beberapa sumber mengatakan bahwa kasus ini menempati angka kedua terbesar
setelah karies gigi dalam bidang kedokteran gigi. Angka periodontitis sepanjang
tahun 2012 di Poliklinik Gigi RSUP Sanglah sebesar 927 kasus dari total
kunjungan pasien Poliklinik Gigi RSUP Sanglah sebanyak 4185 pasien, dari
angka tersebut hampir 22,15%.
Angka kejadian periodontitis bervariasi pada berbagai Negara di dunia dan
memperlihatkan kencenderungan terjadi peningkatan. Pada sebuah penelitian
25
tahun 2005 yang dilakukan di Brazil mengemukakan bahwa prevalensi
periodontitis agresif pada usia 12 – 25 tahun sebesar 6,5% dan meningkat menjadi
9,9% (Albandar, 2005). Pada 2006 dalam sebuah penelitian pula, dikatakan 25,9%
dari subyek yang diteliti menderita periodontitis kronis dan agresif (Levine et al.,
2006).
Kerusakan jaringan penyangga pada periodontitis kronis yang disebabkan
oleh adanya penumpukan kalkulus pada sulkus gingiva. Pada kalkulus terdapat
mikroorganisme penghasil kolagenase, yaitu suatu enzim ini dapat memecah
kolagen pada peristiwa remodeling jaringan, sehingga berakibat merusak jaringan
penyangga gigi (Wahyukundari, 2008). Untuk mengidentifikasi bakteri patogen
pada kasus periodontitis tidaklah mudah, karena terdapat komunitas bakteri yang
sangat kompleks. Mikroorganisme yang menyebabkan periodontitis selain
Streptococcus mutans juga disebabkan oleh Porphyromonas gingivalis dan
Actinobacillus actinomycetemcomitans (Carranza et al., 2006).
Jaringan penyangga gigi terdiri dari serat – serat kolagen. Kolagen adalah
protein fibrosa (berserat) yang paling banyak dan membentuk lebih dari 25%
tubuh manusia, termasuk didalamnya adalah tulang dan gigi yang diperkuat oleh
jaringan serat kolagen analog dengan kawat baja yang memperkuat beton. Serat
kolagen yang mendukung jaringan periodontal yang tergolong jaringan ikat dan
tulang merupakan kolagen tipe 1, dimana merupakan protein terbanyak yang
membentuk 90 – 95% material organik (Murray et al., 2013). Kolagen tipe 1
mempunyai struktur berupa matriks metaloprotein yang mengandung ion logam
yang berikatan erat. Pada periodontitis terjadi kerusakan matriks metaloprotein
26
yang disebabkan oleh enzim yang mempengaruhi degradasi dari makromolekul
matriks ekstraseluler, yaitu kolagen interstisial dan kolagen membran basalis,
fibronektin, lamini dan proteoglikan yang disebut matrix metalloproteinase
(MMPs). MMPs yang berperan sebagai penyembab kerusakan jaringan jaringan
kolagen pada ligament periodontal adalah MMPs – 8, pada kondisi fisiologis
enzim ini akan diimbangi dengan sekresi dari tissue inhibitor matrix
metalloproteinase (TIMP) yang dihasilkan oleh jaringan (Wahyukundari, 2008).
Kondisi menjadi tidak berimbang dan mengarah menjadi patologis karena adanya
akumulasi bakteri secara berlebihan dalam massa kalkulus. Kadar normal
kolagenase dalam Gingival Crevicular Fluid pada kondisi normal jaringan
penyangga gigi dalam sebuah penelitian yaitu ±0,250 ng/mL (Mantyla et al.,
2003).
Masa kalkulus yang menempati saku gingiva menyebabkan pergeseran
kedalaman saku gingiva dan kerusakan jaringan periodontalnya yang disebut
periodontal pocket, sehingga terjadinya pergeseran kedalaman dasar saku dari
kondisi normal 2 mm menjadi lebih dalam. Periodontal indeks secara klinis dapat
dilihat salah satunya dari kedalaman periodontal pocket, yang secara sederhana
dapat diukur dengan probe periodontal. Semakin dalam periodontal pocket yang
terdeteksi maka terindikasi kerusakan jaringan periodontal yang semakin luas,
dimana dapat diukur dengan Indeks Penyakit Periodontal (IPP). Indeks Penyakit
Periodontal (IPP) merupakan suatu metode yang disepakat dalam menghitung
kerusakan jaringan periodontal. Dalam kondisi normal skor IPP memiliki skor
nol.
27
Menurut Daliemunthe (1995) kalkulus atau karang gigi adalah plak bakteri
yang telah mengalami demineralisasi atau kalsifikasi. Kalkulus merupakan
kumpulan masa yang mengalami kalsifikasi yang melekat erat pada permukaan
gigi dan objek solid lainnya di dalam mulut. Sisa-sisa makanan dan bakteri mudah
melekat dan berkembang biak, hal ini disebabkan karena permukaannya yang
kasar sehingga terjadi penebalan dari kalkulus tersebut. Pengendapan kalkulus
yang banyak biasanya terjadi pada permukaan gigi yang berlawanan dengan
muara kelenjar ludah, misalnya bagian lingual gigi anterior sel – sel permukaan
mukosa rahang bawah dan bagian bukal gigi molar satu atas. Tetapi dapat juga
dijumpai pada setiap gigi geligi tiruan yang tidak di bersihkan dengan baik
(Carranza et al., 2006).
Menghilangkan faktor penyebabnya yaitu kalkulus dengan teknik yang
disebut skeling sangat membantu penyembuhan periodontitis oleh karena
kalkulus. Kalkulus diyakini sebagai penyebab utama dari penyakit gingiva dan
periodontal, namun pandangan ini berubah setelah lebih dikenalnya peranan plak
bakteri (Daliemunthe, 1995). Metode pengobatan kasus periodontitis adalah
memadukan teknik menghilangkan plak bakteri yang terdapat dalam kalkulus
dengan menghilangkan jumlah bakteri yang menyebabkan terjadinya kerusakan
pada gingiva dan jaringgan periodontal. Mulai dari penggunaan berbagai jenis
antibiotik dan zat – zat yang berperan membunuh bakteri diaplikasikan secara
topikal pada periodontal pocket yang telah mengalami periodontitis. Hingga saat
ini banyak digunakan bahan untuk menekan jumlah bakteri yang menghasilkan
enzim proteolitik yang sangat berperan dalam proses kerusakan jaringgan
28
periodontal yaitu Chlorhexidine Digluconate 0,12%. Bahan ini memiliki
kekurangan yaitu dapat menimbulkan stain dan gangguan pengecapan jika
digunakan dalam waktu lebih dari 14 hari.
Pada perkembangannya sering dijumpai bahan – bahan herbal yang
disisipkan pada produk – produk yang kerap dikonsumsi oleh masyarakat luas.
Tea tree oil merupakan salah satu bahan herbal yang mulai dipergunakan pada
produk pasta gigi dan bahan – bahan yang berkasiat menekan inflamasi baik pada
rongga mulut maupun kulit.
Tea tree oil adalah minyak esensial hasil dari destilasi tanaman khas
Australia Melaleuca alternifolia (Sekarsari, 2008), mempunyai kandungan zat –
zat aktif dengan dominasi kandungan oil of melaleuca, Terpinen-4-ol type sebesar
30 – 48% yang berkasiat sebagai anti mikroba (Mardisiswojo dan
Rajamangusudarso, 1977; Lily, 1980; Heyne, 1987). Tea tree oil mempunyai
aktifitas antibakteri, antiviral, antifungal, antiprotozoa dan antiinflamasi (Carson
et al., 2006). Mekanisme kerja dari Terpinen-4-ol type dalam membunuh
mikroorganisme dengan cara merusak membran sitoplasma sel dari
mikroorganisme tersebut (Christine et al., 2002). Pada kasus scabies dikatakan
tea tree oil dengan kandungan 1% mempunyai efek yang lebih baik dalam
membunuh tungau S. scabei secara invitro (Walton et al., 2004), yang
menimbulkan rasa ingin mengetahui penggunaan tea tree oil dengan konsentrasi
1% dalam menurunkan mikroorganisme penyebab periodontitis dengan tolok ukur
penurunan enzim proteolitik yang dihasilkan yaitu kolagenase dengan mengetahui
29
kadar Matrix Metalloproteinnase – 8 pada crevicular gingival fluid (CGF) dan
Indeks Penyakit Periodontal (IPP). Selain itu pada penelitian – penelitian
sebelumnya yang dilakukan secara invitro dikatakan Tea Tree Oil mempunyai
kemampuan sensitivitas terhadap mikroorganisme penghasil kolagenase pada
rongga mulut selain Streptococcus mutans seperti Porphyromonas gingivalis dan
Actinobacillus actinomycetemcomitans. Perbedaan konsentrasi Tea Tree Oil 1%
dipergunakan sesuai dengan penelitian terdahulu yang melihat kerentanan bakteri
rongga mulut dengan Tea Tree Oil pada konsentrasi 1% dan penggunaan bahan
Chlorhexidine Digluconate dalam bentuk sediaan yang telah terjual bebas dengan
konsentrasi 0,12%.
Menurut penelitian yang dilaksanakan oleh Groppo et al. (2002) yang
membandingkan efektivitas Chlorhexidine, bawang putih dan tea tree oil dalam
aktivitas antimikroba dalam rongga mulut, menyatakan bahwa Chlorhexidine dan
bawang putih menunjukan aktivitas antimikroba terhadap Streptococcus mutans,
tetapi tidak terhadap mikroorganisme lain dalam rongga mulut, sedangkan tea tree
oil mempunyai aktivitas antimikroba terhadap Streptococcus mutans dan
mikroorganisme rongga mulut lainnya.
1.2 Rumusan Masalah
Bertitik tolak dari latar belakang di atas, maka permasalahan yang timbul
adalah:
30
1. Apakah skeling dan pemberian Terpinen-4-ol type 1% menurunkan kadar
kolagenase lebih banyak daripada skeling dan pemberian Chlorhexidine
Digluconate 0,12% pada penderita periodontitis oleh karena kalkulus ?
2. Apakah skeling dan pemberian Terpinen-4-ol type 1% menurunkan Indeks
Penyakit Periodontal (IPP) lebih banyak daripada skeling dan pemberian
Chlorhexidine Digluconate 0,12% pada penderita periodontitis oleh karena
kalkulus ?
1.3 Tujuan Penelitian
1.3.1 Tujuan umum
Untuk mengetahui dengan pemberian Terpinen-4-ol type 1% secara topikal
setelah skeling dapat menurunkan kadar kolagenase dan Indeks Penyakit
Periodontal (IPP) penderita periodontitis kronis oleh karena kalkulus.
1.3.2 Tujuan khusus
1. Untuk mengetahui perawatan skeling dan pemberian Terpinen-4-ol type
1% dapat menurunkan kadar kolagenase lebih banyak daripada perawatan
skeling dan pemberian Chlorhexidine Digluconate 0,12% pada penderita
periodontitis oleh karena kalkulus.
2. Untuk mengetahui perawatan skeling dan pemberian Terpinen-4-ol type
1% dapat menurunkan Indek Penyakit Periodontal (IPP) lebih banyak
daripada perawatan skeling dan pemberian Chlorhexidine Digluconate
0,12% pada penderita periodontitis oleh karena kalkulus.
31
1.4 Manfaat Penelitian
1.4.1 Manfaat ilmiah
Informasi yang didapatkan menambah khasanah ilmu yang telah ada
khususnya para bagi tenaga kesehatan dalam bidang kedokteran gigi,
dalam penanganan kasus periodontitis kronis yang disebabkan oleh
kalkulus dengan menggunakan Terpinen-4-ol type 1%.
1.4.2 Manfaat praktis
1. Terpinen-4-ol type 1% sebagai alternatif lain dalam menurunkan
indeks periodontitis berdasarkan kadar kolagenase pada Gingival
Crevicular Fluid (GCF) dan Indeks Penyakit Periodontal (IPP) lebih
efektif dan terjangkau, pada penderita periodontitis kronis yang
disebabkan oleh kalkulus, setelah dilakukan perawatan skeling.
2. Terpinen-4-ol type 1% sebagai alternatif lain dalam menurunkan
indeks periodontitis berdasarkan kadar kolagenase pada Gingival
Crevicular Fluid (GCF) dan Indeks Penyakit Periodontal (IPP) lebih
efektif dan terjangkau, pada penderita periodontitis kronis yang
disebabkan oleh kalkulus, setelah dilakukan perawatan skeling.
32
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1 Kolagenase
Periodontitis merupakan penyakit inflamasi dari jaringan
pendukung gigi yang disebabkan oleh mikroorganisme dan mengakibatkan
kerusakan progresif dari ligamentum periodontal dan tulang alveolar dengan
pembentukan periodontal pocket dan resesi. Kadar kolagenase dapat dijadikan
indikator keberadaan mikroorganisme yang perperan sebagai penyebab kerusakan
jaringan periodontal pada periodontitis, selain itu secara klinis dapat diukur
dengan IPP (Indeks Penyakit Periodontal).
Pembentukan periodontal pocket menandakan adanya kerusakan serabut
kolagen. Serabut kolagen dan sementum ini berfungsi untuk mengikat gigi pada
tempatnya dimana serabut kolagen berjalan langsung dari tulang rahang menuju
membran periodontal, dan kemudian masuk kedalam sementum. Bila gigi
mendapat tekanan berlebihan, lapisan sementum menjadi lebih tebal dan lebih
kuat (Guyton dan Hall, 2008).
Kolagenase merupakan suatu enzim perusak jaringan yang paling khas,
dikatakan enzim yang dihasilkan oleh C. perfringens, S. aureus, Sterptokokus
Group A dan dalam jumlah yang lebih sedikit dihasilkan oleh bakteri anaerob.
Dikatakan pula kolagenase merupakan enzim proteolitik yang memecah kolagen ,
33
suatu protein utama pada jaringan ikat fibrosa, dan menyebabkan penyebaran
infeksi pada jaringan (Brooks et al., 2008).
Di jaringan manusia, telah ditemukan paling sedikit 25 tipe kolagen
berbeda yang dibentuk oleh lebih dari 30 rantai polipeptida berbeda ( masing –
masing dikode oleh gen terpisah). Meskipun beberapa dari tipe ini terdapat dalam
jumlah sangat kecil, namun kolagen tersebut berperan penting dalam menentukan
sifat fisik suatu jaringan tertentu (Guyton dan Hall, 2008; Robert et al., 2012).
Jaringan periodontal tersusun dari komponen matrik ekstra seluler yaitu
kolagen yang berperan dalam proses regenerasi dan kerusakan jaringan. Kolagen
interstisial jaringan periodontal berfungsi untuk penyembuhan dan pembentukan
jaringan baru. Penyakit periodontal didefinisikan sebagai penyakit yang
kehilangan struktur kolagennya pada daerah penyangga gigi sebagai respon dari
akumulasi bakteri pada jaringan periodontal, tapi pathogenesis secara molekular
masih belum jelas (Wahyukundari, 2008).
Kolagen merupakan protein fibrosa (berserat) yang paling banyak dan
membentuk lebih dari 25% massa protein dalam tubuh manusia. Protein fibrosa
ini merupakan sumber utama kekuatan struktural sel dan jaringan. Kulit mendapat
kekuatan dan kelenturannya dari jalinan serat kolagen dan keratin yang bersilang,
sementara tulang dan gigi diperkuat oleh jaringan serat kolagen yang analog.
Kolagen juga terdapat pada jaringan ikat, misalnya ligamentum dan tendon.
34
Kolagen tipe I terdiri dari suatu struktur heliks tripel dan membentuk
fibril. Semua tipe kolagen memiliki struktur tripel. Pada beberapa kolagen,
keseluruhan molekulnya adalah heliks tripel mungkin hanya membentuk sebagian
struktur. Kolagen tipe I yang matang mengandung 1000 asam amino, termasuk
dalam tipe pertama, pada tipe ini, setiap subunit polipeptida atau rantai alfa
terpuntir menjadi heliks putar-kiri (left-handed) tiga residu perpuntiran. Tiga dari
rantai alfa ini kemudian bergulung menjadi superhelik putar-kanan (right-
handed), membentuk molekul seperti batang dengan garis tengah 1,4 nm dan
panjang sekitar 300 nm. Gambaran yang mencolok pada kolagen adalah adanya
residu glisin disetiap posisi ke tiga bagian heliks tripel rantai alfa. Hal ini
diperlukan karena glisin adalah satu – satunya asam amino yang cukup kecil
untuk terakomodasi di ruang terbatas yang terdapat di bagian tengan heliks tripel
(Robert et al., 2012). Kadar normal kolagenase dalam Gingival Crevicular Fluid
pada kondisi normal jaringan penyangga gigi dalam sebuah penelitian yaitu
±0,250 ng/mL (Mantyla et al., 2003).
2.2 Indeks Penyakit Periodontal
Pemeriksaan klinis yang sederhana untuk menentukan tingkat keruskan
jaringan periodontal gigi dapat dilihat dengan menghitung Indeks Penyakit
Periodontal (IPP). Menurut Daliemunthe. (1995). Indeks penyakit periodontal
merupakan suatu metode yang disepakat dalam menghitung kerusakan jaringan
periodontal, meliputi :
35
2.2.1 Indeks gingiva
indeks yang digunakan untuk menilai derajad keparahan inflamasi.
Pengukuran dilakukan pada gingiva diempat sisi gigi – geligi yang
diperiksa adalah papilla distovestibular, tepi gingiva vestibular, papilla
mesiovestibular dan tepi gingiva oral. Skor untuk setiap gigi diperoleh
dengan menjumlahkan skor untuk keempat sisi yang diperiksa lalu dibagi
empat. Jumlah skor yang di dapat dijumlahkan dan dibagi dengan jumlah
gigi yang diperiksa maka diperoleh skor indeks gingiva untuk individu.
Kriteria untuk penentuan skornya adalah sebagai berikut :
Skor 0 : gingiva normal
Skor 1 : inflamasi ringan pada gingiva yang ditandai dengan
perubahan warna, sedikit oedema pada palpasi tidak terjadi
pendarahan
Skor 2 : inflamasi gingiva sedang, gingiva berwarna merah,
oedema dan berkilat, pada palpasi terjadi pendarahan.
Skor 3 : inflamasi gingiva parah, gingiva berwarna merah
menyolok, oedematous, terjadi ulserasi, gingiva mudah
berdarah.
Skor 4 : Bila pada kedua sisi yang diperiksa ada poket gingiva
yang sudah berada > 3 mm apikal dari batas semento – enamel.
Skor 5 : Bila pada dua sisi yang diukur poket gingivanya berada
3 – 6 mm apikal dari batas semento – enamel.
36
Skor 6 : Bila poket gingiva pada salah satu sisi yang diukur telah
berada > 6 mm apikal dari semento – enamel.
Keparahan inflamasi gingiva secara klinis dapat ditentukan dari skor
indeks gingiva dengan kriteria sebagai berikut :
Skor indeks gingiva kondisi gingiva
0,1 – 1,0 gingivitis ringan
1,1 – 2,0 gingivitis sedang
2,0 – 3,0 gingivitis parah
2.2.2 Mengukur derajat destruksi periodontal
A. Bila tepi gingiva berada pada enamel, ukur jarak dari gingiva ke batas
semento – enamel. Bila epitel penyatu berada pada akar gigi dan batas
semento – enamel tidak teraba dengan probe, catat kedalaman sulkus
gingiva pada mahkota. Kemudian ukur jarak dari tepi gingiva ke
periodontal pocket apabila probe dapat digeser ke apikal ke atas
semento – enamel tanpa hambatan atau timbulnya nyeri sakit. Jarak
dari atas semento – enamel ke dasar saku dapat dihitung dengan
mengurangi hasil pengukuran kedua (jarak tepi gingiva ke periodontal
pocket) dengan hasil pengukuran pertama (kedalaman sulkus pada
mahkota gigi) (Carranza et al., 2006).
B. Bila tepi gingiva berada pada sementum, ukur jarak dari batas semento
– enamel ke tepi gingiva (dicatat sebagai angka negatif). Kemudian
ukur jarak dari batas semento – enamel ke dasar sulkus (dicatat
sebagai angka positif). Besarnya kehilangan perlekatan adalah sebesar
37
hasil perhitungan kedua, sedangkan kedalaman periodontal pocket
dihitung dengan menjumlahkan hasil pengukuran pertama dengan hasil
pengukuran kedua (Carranza et al., 2006).
Pengukuran IPP secara klinis dengan menggunakan dental probe dapat
dilihat lebih jelas pada gambar 2.1.
Gambar 2.1 Pengukuran IPP menggunakan dental probe (Daliemunthe, 1995)
2.2.3 Indeks plak
Indeks 0 : tidak ada plak
Indeks1 : gingiva yang menutupi kurang dari sepertiga dari setengah
gingiva permukaan vestibular atau oral dari gigi
38
Indeks 2 : adanya plak yang menutupi lebih dari sepertiga tetapi kurang
dari dua – pertiga separuh gingiva permukaan vestibular dan
oral dari gigi
Indeks 3 : adanya plak menutupi dua – pertiga atau lebih separuh gingiva
permukaan vestibular atau oral dari gigi
2.2.4 Indeks kalkulus
Indeks 0 : tidak ada kalkulus
Indeks 1 : adanya kalkulus supragingiva yang sedikit meluas (tidak
lebih dari 1mm) apikal dari tepi gingiva bebas.
Indeks 2 : adanya kalkulus supragingiva dan subgingiva atau kalkulus
subgingiva saja dalam jumlah sedang.
Indeks 3 : adanya tumpukan kalkulus supragingiva dan subgingiva yang
banyak.
Pada kondisi fisiologis skor Indeks Penyakit Periodontal adalah 0 (nol)
yang ditinjau dari skor Indeks gingiva.
2.3 Periodontal Pocket
Periodontal pocket juga sering disebut saku periodontal, tentunya
berbeda dengan sulcus gingiva atau saku gingiva. Perbedaannya pada periodontal
pocket telah terjadi migrasi dari penyatu apikal dari batas sementum dan enamel.
39
Berdasarkan level dasar periodontal pocket terhadap krista tulang alveolar dapat
dibedakan menjadi dua yaitu (Daliemunthe, 1995; Lindhe et al., 2008) :
1. Gingival pocket atau pseudopocket kedalaman sulkus oleh karena
adanya pembesaran gingiva, tidak terjadi migrasi epitel dari pembatas
sementum dan enamel
2. Supraboni pocket yaitu dasar pocket dan epitel pocket masih berada
lebih koronal dari Krista tulang alveolar yang mengalami resorbsi
horizontal. Serat ligament periodontal transeptal merentang horizontal
sebagaimana biasanya, demikian pula serat – serat yang berada lebih
apikal dari dasar pocket tetap tersusun dalam arah horizontal
sebagaimana arah normal.
3. Infraboni pocket yaitu dasar pocket berada lebih apikal dari krista
tulang alveolar dan epitel pocket berada lebih lateral dari tulang alveolar
yang mengalami resorbsi vertikal atau angular, sedangkan serat
transeptal tidak lagi merentang horizontal melainkan serong melintasi
krista tulang alveolar. Serat – serat yang berada lebih apikal dari dasar
pocket merentang angular mengikuti pola angular tulang alveolar.
Berdasarkan jumlah permukaan gigi yang terlibat, periodontal pocket dapat
diklasifikasikan atas (Carranza et al., 2006) :
1. Pocket sederhana (simple pocket) adalah pocket yang melibatkan hanya
satu permukaan gigi saja.
40
2. Pocket gabungan (compound pocket) yaitu pocket yang melibatkan dua
permukaan gigi atau lebih dan dasar pocket bergabung langsung dengan
muara pocket pada masing – masing yang terlibat.
3. Pocket Kompleks (complex pocket) adalah tipe pocket yang dasarnya
berada pada salah satu permukaan atau sisi dan kemudian berjalan
mengelilingi gigi sehingga melibatkan satu atau lebih sisi lain sampai
bermuara pada satu sisi terakhir yang dilibatkan.
2.4 Terapi periodontitis
Perawatan periodontal mencakup jaringan lunak, fungsional, sistemik dan
pemeliharaan khusus. Dasar pemikiran perawatan periodontal meliputi hasil
perawatan yang diharapkan, faktor – faktor yang mempengaruhi penyembuhan
dan penyembuhan pasca perawatan.
Perawatan jaringan lunak dapat diperhatikan dari prosedur periodontal untuk
menyingkirkan inflamasi gingiva, periodontal pocket dengan melakukan skeling,
pembersihan permukaan akar gigi dengan bedah dan kuret. Berlanjut pada
prosedur periodontal untuk untuk menciptakan kontur gingiva dan hubungan
mukosa – gingiva yang kondusif untuk terpeliharanya kesehatan periodonsium
dengan cara melakukan gingivektomi dan bedah mukogingiva. Prosedur restoratif
untuk menambal lesi karies selanjutnya mengkoreksi tepi restorasi yang tidak
baik, perbaikan kontur permukaan proksimal, vestibular, dan oral restorasi yang
baik sehingga tercapainya kontak proksimal (Lindhe et al., 2008).
41
Pada perawatan bidang fungsional bertujuan untuk tercapainya stimulasi
fungsional yang dibutuhkan untuk terpeliharanya kesehatan jaringan periodontal,
mencakup prosedur penyelarasan oklusal (oclusal adjustement), prosedur
restoratif, prostetik dan ortodontik, prosedur splinting gigi yang memiliki
mobilitas, koreksi terhadap kebiasaan bruksisma dan klubsing. (Fedi et al., 2005)
Secara sistemik diperlukan kerja sama dengan dokter umum / spesialis yang
merawat untuk mengkondisikan penyakit sistemik penderita agar tetap terkontrol
dalam melakukan prosedur perawatan, menekan kondisi sistemik penderita agar
tidak mempengaruhi respon periodonsium terhadap prosedur perawatan. Kondisi
sistemik yang mengancam terpeliharanya kesehatan periodonsium setelah
selesainya perawatan (Carranza et al., 2006) .
Pemeliharaan kusus bertujuan untuk mempertahankan kesehatan
periodonsium setelah selesai perawatan, prosedur yang mencakup dalam bidang
ini adalah instruksi kontrol plak, kunjungan berkala sesuai jadwal yang
ditetapkan, keadaan restorasi untuk menyelaraskan oklusal lebih lanjut,
pemantauan kondisi periodonsium secara radiografis (Daliemunthe, 1995).
Gambaran rontgen foto periapikal kerusakan jaringan periodontal yang
disebabkan oleh periodontitis akibat kalkulus dapat dilihat pada gambar 2.2.
42
Gambar 2.2 Gambaran radiologi periodontitis (Daliemunthe, 1995)
2.4.1 Tahapan prosedur perawatan
Dasar pemikiran dalam tahapan prosedur perawatan periodontitis menurut
Fedi et al. (2005) mencakup:
1. OHI (Oral Hygiene Instructions).
2. Skeling, root planning (penghalusan permukaan akar gigi).
3. Aplikasi agen anti mikroba secara topikal pada subgingiva.
4. Evaluasi ulang.
5. Bila diperlukan dilakukan terapi kusus atau tambahan
6. Pembedahan
7. Terapi pemeliharaan dilakukan setiap tiga bulan sekali.
Periodontitis akibat kalkulus dengan retraksi gingiva dan kerusakan
jaringan periodontal yang meluas dan kondisi setelah dilakukan perawatan skeling
dan pemberian Chlorhexidine Digluconate 0,12% secara topikal dapat dilihat pada
gambar 2.3 dibawah ini.
43
Gambar 2.3 Periodontitis sebelum dan sesudah perawatan (Daliemunthe, 1995)
2.5 Chlorhexidine Digluconate
Chlorhexidine Digluconate mempunyai gugus kimia 1.6 – bis – p
chlorophenylbiguanidohexane, sebagai anti mikroorganisme dengan spektrm luas,
dan bersifat bakterisida dan berefek terhadap kuman gram positif. Penggunaan
Chlorhexidine Digluconate yang aman selama 14 hari, karena bahan ini dapat
menimbulkan gangguan pengecapan dan stain pada permukaan gigi jika dipakai
berkepanjangan (Soeherwine et al, 2000). Bahan ini sudah sering dijumpai dalam
sediaan – sediaan obat kumur yang mempunyai fungsi sebagai anti septik, dan
dianjurkan penggunaannya dalam menekan bakteri di rongga mulut pasca skeling,
pencabutan dan tindakan bedah.
2.6 Tea Tree Oil
Mempunyai kandungan zat – zat aktif dimana didominasi dengan
kandungan oil of melaleuca, Terpinen-4-ol type sebesar 30-48% yang berkasiat
sebagai anti mikroba. Dalam sebuah penelitian dikatakan bahwa Melaleuca
alternifolia diekstrak dari daun dan ranting dengan destilasi uap dan hasil ini
44
adalah sekitar 1,8% dengan komponen kimia utama memiliki aktivitas
antimikroba yaitu terpinen – 4 – ol (Ramamurthy dan Lakshmi., 2011).
Komposisi tea tree oil (TTO) yang telah diketahui diantaranya Terpinen-4-ol (30
– 40 %), γ-terpinene (10 – 28 %), α-terpinene (5 – 13 %), 1,8-cineole (0 – 5 %),
α-terpinolene (1,5 – 5 %), α-terpineol (1,5 – 8 %), α-pinene (1 – 6 %), p-cymene
(0,5 – 8 %) (Sonia dan Anupama, 2011).
2.6.1 Deskripsi botani
Mempunyai nama umum : Australian tea tree oil, melaleuca oil
Nama ilmiah : Melaleuca
alternifolia.
Gambar 2.4 Pohon Melaleuca alternifolia (Ramamurthy dan Lakshmi, 2011)
Kingdom : Plantae (Tumbuhan)
Divisi : Magnoliophyta (Tumbuhan berbunga)
Kelas : Magnoliopsida (berkeping dua / dikotil)
45
Sub Kelas : Magnoliidae
Ordo : Myrtales
Famili : Myrtaceae
Sub Famili : Myrtoideae
Tribe : Melalueaceae
Genus : Melaleuca
Spesie : Alternifolia.
Tergolong pohon kecil dari New South Wales, Australia, menyerupai
pohon cemara dengan daun seperti jarum dan bunga berwarna kuning keunguan
dengan tinggi kurang lebih 7 meter atau 20 kaki, tumbuh subur di daerah berawa.
Minyak yang dihasilkan dipergunakan oleh kaum pribumi untuk berbagai macam
pengobatan. Melaeuca ini telah dibudidayakan dibagian lain dari Australia
termasuk Queensland dan bagian barat Australia. Sementara spesies lain
Melaeuca tumbuh di Australia, Selandia Baru dan Indonesia (Ramamurthy dan
Lakshmi, 2011). Aktifitas antimikroba terhadap bakteri gram negatif, gram
positif, ragi dan jamur. Pada penelitian yang dilakukan oleh Kulik et al. pada
tahun 2000 menyatakan bahwa, mikroorganisme yang paling rentan adalah
Actinobacillus actinomycetemcomitans, Fusobacterium nucleatum dan
Porphyromonas gingivalis, sedangkan pada Streptococcus mutans dan
Prevotella intermedia dikatakan cukup rentan. Mekanisme kerja dari Terpinen-4-
ol type dalam menekan jumlah mikroorganisme dengan cara merusak membran
sitoplasma sel dari mikroorganisme tersebut (Christine et al., 2002).
46
2.7 Jaringan Periodontal
Jaringan periodonsium mencakup gingiva, ligamen periodontal, tulang
alveolar dan sementum. Bagian dari jaringan periodontal yang dapat dilihat secara
klinis adalah gingiva, sementara ligamen periodontal, tulang alveolar dan
sementum merupakan suatu unit fungsional yang berperan dalam menjaga gigi
agar tetap kokoh dalam soketnya. Struktur anatomi jaringan periodontal secara
jelas dapat dilihat pada gambar 2.5 dibawah ini.
Gambar 2.5 Stuktur anatomi jaringan periodontal (Carranza et al., 2006)
2.7.1 Gingiva
Gingiva adalah bagian mukosa rongga mulut yang mengelilingi gigi dan
menutupi linggir (ridge alveolar), yang merupakan bagian dari aparatus
pendukung gigi, periodonsium, dan membentuk hubungan dengan gigi
47
(Swastini, 2011). Gingiva yang sehat berwarna merah muda, tepinya seperti pisau
seseuai dengan kontur gigi geligi (Manson dan Eley, 1993).
2.7.1.1 Bagian bagian gingiva
Menurut Daliemunthe (1995) gingiva dapat dibagi menjadi :
1. Gingiva bebas (free gingiva) yaitu bagian gingiva yang paling koronal dan
tidak melekat ke permukaan gigi melainkan mengelilinginya seperti layaknya
leher baju. Lebarnya sekitar 1,0 mm, dan pada individu berbatas dengan
gingiva cekat oleh alur gusi bebas (free gingival groove). Bagian ini
membentuk dinding jaringan lunak dari sulkus gingiva (gingival sulcus).
Menurut Carranza et al. (2006), sulcus gingival terdapat di daerah gingiva
bebas dan berperan penting dalam penyakit periodontal, berbentuk huruf V
dan dalam keadaan normal atau sehat dalamnya berkisar antara 0 – 2 mm.
Adapun batas-batasnya adalah sebagai berikut :
a) Bagian lateral oleh ephitelium lining dari gingival margin
b) Bagian media oleh jaringan gigi
c) Bagian dasarnya terdapat ephithelial attachmen
2. Gingiva cekat (Attached gingival), yaitu : lanjutan dari gingiva bebas yang
mengarah ke arah apikal. Gingiva ini kaku, lenting dan merupakan bagian
dari gingiva yang melekat erat dengan jaringan sementum dan tulang alveolar.
Pada permukaan vestibular gingiva cekat berbatasan ke arah apikal dengan
48
mukosa alveolar yang reatif longgar dan bergerak oleh sesuatu batas yang
dinamakan batas mukogingiva (mucogingival junction). Lebar gingiva cekat
yaitu jarak antara batas mukogingiva dengan proyeksi dasar sulkus dasar
gingiva atau saku ke arah luar, merupakan suatu parameter klinis yang
penting. Tempat perlekatan epithelial attachment pada gigi, sangat erat
hubungannya dengan pertumbuhan gigi, Pertumbuhan gigi yang berhubungan
dengan dengan epithelial attachment berjalan terus menerus selama hidup.
Pertumbuhan ini dibagi atas :
a. Pertumbuhan yang aktif, yaitu pertumbuhan gigi ke jurusan oklusal
b. Pertumbuhan yang pasif, yaitu pergerakan dari epithelial attachment
ke jurusan apikal gigi.
4. Gingiva interdental (Interdental papilla), merupakan bagian dari
gingiva yang mengisi embrasur gingiva (gingival emrassure), yaitu
ruang interproksimal di bawah area kontak gigi. Biasa berbentuk
piramid pada gigi geligi anterior dan berbentuk lembah (col) pada gigi
geligi belakang. Pada gingiva interdental yang berbentuk piramid hanya
ada satu papilla tepat ada dibawah titik kontak gigi, sedangkan pada
yang berbentuk lembah terdapat dua papila yang dihubungkan oleh
suatu daerah landai berbentuk lembah yang mengikuti kontak
proksimal. Apabila terdapat diastema diantara dua gigi bersebelahan,
papilla interdental tidak dijumpai. Gingiva interdental ini pada bagian
tepinya dibentuk oleh perluasan gingiva bebas dari daerah yang
berbatasan, sedangkan bagian tengahnya dibentuk oleh gingiva cekat.
49
2.7.2 Ligamen periodontal
Ligamen periodontal merupakan jaringan ikat khusus. Fungsinya sebagian
berkaitan dengan keberadaan kumpulan serabut kolagen yang tersusun secara
khusus yang mendukung gigi ada berada dalam soketnya dan menyerap gaya
oklusi sehingga tidak tertransmisikan ke tulang sekitarnya. Rongga periodontium
berbatasan dengan sementoblas dan osteoblas (Walton dan Torabinejad, 2008).
2.7.3 Tulang alveolar
Tulang yang membatasi soket dan tempat melekatnya serabut periodontal
utama disebut tulang alveolus proprium (tulang bundle, lamina kribrisa). Tulang
alveolus memiliki banyak lubang kecil yang berfungsi untuk tempat pembuluh
darah, saraf, jaringan ikat, yang lewat dari bagian kanselus dari prosesus
alveolaris ke rongga periodontium. Keberandaan tulang alveolar menyatakan
keadaan periodontal yang sehat (Walton dan Torabinejad, 2008).
2.7.4 Sementum
Sementum adalah jaringan yang menyerupai tulang yang menutupi akar
dan menyediakan perlekatan bagi serabut periodontium utama. Terdapat beberapa
tipe sementum menurut Walton dan Torabinejad (2008) :
1. Sementum serabut intrinsik aseluler primer adalah sementum yang pertama
kali terbentuk dan telah ada sebelum serabut periodontium utama terbentuk
sempurna. Jaringan ini meluas dari tepi servikal ke sepertiga akar gigi pada
50
beberapa gigi dan mengelilingi seluruh akar pada sejumlah gigi lainnya
(insisivus dan kaninus).
2. Sementum serabut ektrinsik aseluler primer adalah sementum yang terus –
menerus terbentuk sekitar serabut periodonsium primer setelah keduanya
bergabung kedalam sementum serabut intrinsik aseluler primer.
3. Sementum serabut intrinsik seluler sekunder adalah sementum yang memiliki
penampilan seperti tulang dan hanya memainkan peran yang kecil dalam
perlekatan serabut. Sementum ini terjadi lebih sering dibagian apeks akar
premolar dan molar.
4. Sementum serabut campuran seluler sekunder adalah sementum dengan tipe
adaptif dari sementum seluler yang melubatkan serabut periodontium sambil
terus berkembang. Distibusi dan perluasannya sangat bervariasi dan dapat
dikenali oleh adanya inklusi sementosit, tampilnya yang berlapis – lapis, dan
keberadaan sementoid di permukaannya.
5. Sementum afibriler aseluler adalah sementum yang terdapat pada email yang
tidak berperan dalam perlekatan serabut.
2.8 Gingivitis
2.8.1. Pengertian gingivitis
Gingivitis merupakan penyakit keradangan gingiva dikarenakan iritasi
dari karang gigi, tergolong penyakit periodontal ringan, biasanya gusi berwarna
merah dan mudah berdarah. Selain itu juga merupakan penyakit periodontal yang
51
paling sering dijumpai dan merupakan awal dari penyakit periodontal. Gambara
gingivitis secara lengkap dapat dilihat pada gambar 2.6 dibawah ini.
Gambar 2.6 Gingivitis (Carranza et al., 2006)
Menurut Fedi et al. (2005) sebagian besar tipe gingivitis adalah yang
disebabkan oleh plak, meskipun faktor skunder dapat juga berpengaruh terhadap
manifestasi klinis dan menghasilkan subklasifikasi sebagai berikut :
1. Gingivitis ulseratif nekrosis akut.
2. Periodontitis yang dikaitkan dengan penyakit sistemik.
3. Gingivitis karena pengaruh hormon.
4. Gingivitis karena pengaruh obat – obatan.
5. Gingivitis deskuamatif.
52
2.8.2. Tanda-tanda gingivitis
Menurut Nio (1987), gingivitis merupakan tahap awal dari penyakit
periodontal, tanda-tanda gingivitis sebagai berikut :
1. Gingiva biasanya berwarna merah muda menjadi merah tua sampai
ungu, perubahan warna ini disebabkan karena adanya vasodilatasi
pembuluh darah sehingga terjadi suplay darah berlebihan pada jaringan
yang meradang.
2. Mudah terjadinya pendarahan pada gingiva dan sekitar gigi, terutama saat
menggosok gigi akan terdapat noda darah pada bulu sikat.
3. Terjadinya perubahan bentuk gingiva karena adanya pembengkakan.
4. Halitosis (bau mulut) disebabkan oleh adanya radang dalam rongga
mulut.
5. Pada peradangan gingiva yang lebih parah tampak adanya pus di sekitar
gigi dan gingiva.
Gingivitis jarang disadari oleh penderita karena pada tahap ini tidak adanya
keluhan rasa sakit dan nyeri yang dirasakan. Hal ini yang menyebabkan gingivitis
kerap berlanjut menjadi periodontitis, yaitu inflamasi jaringan periodontal yang
ditandai dengan migrasi epitel jungsional ke apikal, kehilangan perlekatan dan
puncak tulang alveolar. Dapat diketahui dari pemeriksaan klinis dengan prob
ditempat aktifnya penyakit, biasanya terjadi pendarahan dan perubahan kontur
fisiologis gingiva (Fedi et al., 2005).
53
2.9 Periodontitis
Periodontitis didefinisikan sebagai penyakit inflamasi dari jaringan
pendukung gigi yang disebabkan oleh mikroorganisme tertentu atau kelompok
mikroorganisme spesifik, mengakibatkan kerusakan progresif dari ligamentum
periodontal dan tulang alveolar dengan pembentukan periodontal pocket (saku
gingiva), resesi, atau keduanya (Carranza et al., 2006). Struktur periodontal yang
telah rusak oleh karena periodontitis dapat dilihat pada gambar 2.7 dibawah ini.
Gambar 2.7 Periodontitis (Carranza et al., 2006)
Menurut International Workshop for Classification of Periodontal
Diseases, 1989, dikatakan periodontitis dibagi menjadi :
1. Periodontitis dewasa (adult periodontitis ) atau yang disebut periodontitis
kronis (chronic periodontitis) adalah tipe periodontitis yang biasanya
terjadi pada orang dewasa usia diatas 35 tahun. Laju perkembangan
penyakitnya lambat, membutuhkan waktu bertahun – tahun, karena itu juga
54
disebut slowly progressing periodontitis. Stadium lanjut dari penyakit ini
biasanya dijumpai pada usia 50 – 60 tahun.
2. Periodontitis usia dini (early onset periodontitis) adalah sekelompok
periodontitis yang melibatkan anak – anak, remaja dan dewasa muda.
Angka kejadian penyakit ini sebenarnya rendah, namun sifatnya yang
agresif dengan laju resorpsi tulang yang cepat.
Periodontitis ini dapat juga diklasifikasikan menjadi :
a) Periodontitis prapubertas (prepubertal periodontitis) yaitu, tipe
periodontitis yang melibatkan gigi susu dan gigi permanen anak – anak
pada waktu atau tidak lama setelah erupsi (Daliemunthe, 1995).
b) Periodontitis juvenil (juvenile periodontitis) yaitu, bentuk dari
periodontitis pada anak – anak, yamg dimulai dari usia pubertas (12
tahun) sampai remaja usia remaja (26 tahun) yang sehat tanpa penyakit
sistemik, dengan tanda – tanda adanya destruksi tulang alveolar yang
berlangsung cepat dengan inflamasi gingiva pada molar pertama atau
pada insisivus. Prevalensi penyakit lebih banyak pada wanita
dibandingkan pria, wanita : pria ; 3:1 (Fedi et al., 2005)
c) Periodontitis progresif cepat (rapidly progressive periodontitis) yaitu,
kelainan periodontitis yang bakteri dan plak, dimana gingiva terlihat
normal dan beradaptasi rapat ke permukaan gigi, kehilangan tulang
yang cukup banyak, periodontal pocket yang dalam.
55
3. Periodontitis yang berhubungan dengan penyakit sistemik yaitu, penyakit
periodontal yang disebabkan oleh penyakit sistemik yang diderita (Carranza
et al., 2006).
4. Periodontitis nekrosis ulserasi adalah bentuk periodontitis yang biasanya
terjadi setelah episode berulang dari gingivitis nekrosis ulsera akut dalam
jangka waktu yang lama, yang tidak dirawat atau dirawat namun tidak
tuntas (Fedi et al., 2005).
5. Periodontitis refraktori yaitu kondisi dimana beberapa daerah pada rongga
mulut pasien memperlihatkan kehilangan perlekatan yang berlanjut,
walaupun telah dilakukan terapi periodontal yang biasa (Fedi, 2005).
Klasifikasi yang terbaru mengenai Periodontitis menurut International
Workshop for Classification of Periodontal Diseases, 1999 periodontitis dibagi
menjadi :
1. Periodontitis kronis yaitu periodontitis yang dikaitkan dengan akumulasi
plak dan kalkulus dan pada umumnya memiliki perkembangan laju penyakit
dari lambat sampai sedang dan menyerang orang dewasa diatas umur 35
tahun.
2. Periodontitis agresif yaitu periodontitis pada pasien dinyatakan sehat secara
klinis, mengalami kehilangangan perlekatan gingiva dan tulang alveolar
dengan cepat, adanya sejumlah mikroba sesuai dengan tingkat keparahan
dari penyakitnya, dipengaruhi pula dari faktor genetik.
3. Periodontitis sebagai manifestasi dari penyakit sistemik (periodontitis kronis
dimodifikasi oleh kondisi sistemik) adalah diagnosis untuk digunakan saat
56
kondisi sistemik dengan faktor predisposisi utama dan faktor-faktor lokal
seperti jumlah besar plak dan kalkulus tidak jelas. Dalam kasus di mana
kerusakan periodontal jelas merupakan hasil dari faktor lokal tetapi telah
diperburuk oleh terjadinya kondisi seperti diabetes mellitus atau infeksi
HIV.
2.9.1. Penyebab periodontitis
I. Faktor etiologi lokal
A. Faktor lokal pengiritasi
1) Faktor pencetus atau utama : plak bakteri
Plak bakteri yang sering disebut juga dental plaque. Plak secara umum
merupakan bakteri yang berhubungan dengan permukaan gigi, dapat
disingkirkan dari permukaannya yaitu permukaan gigi dengan cara
mekanis. Plak dapat dibedakan berdasarkan hubungan antara lokasi
huniannya dengan tepi gingiva, yaitu : plak supragingiva yang berada
koronal dari tepi gingiva, dan plak subgingiva yang berada lebih apikal
dari tepi gingiva (Deliemunthe, 1996a).
2) Faktor predisposisi atau pendorong
a. Material alba (zat berwarna putih) suatu campuran lunak protein
saliva, bakteri, sel epitel terdeskuamasi, dan kadang – kadang
leukosit yang mati. Campuran ini melekat longgar ke permukaan
gigi, plak dan gingiva, dan dapat dibersihkan dengan semprotan air
yang kuat (Fedi et al., 2005). Jika plak perlekatannya lebih kuat dan
57
memiliki struktur, sedangkan material alba tidak. Peranannya
sebagai faktor pendorong adalah karena material alba merupakan
suatu lingkungan yang menguntungkan bagi perkembangbiakan
bakteri yang berpotensi menyebabkan periodontitis (Deliemunthe,
1995).
b. Debris atau retensi makanan (food debris/food retention)
Debris makanan adalah partikel makanan yang tersisa dimulut
akibat tidak tuntas terlarut oleh enzim bakteri atau dibersihkan oleh
mekanisme lidah, bibir dan pipi. Peran dari debris makanan ini
adalah sumber makanan bagi bakteri plak, jadi bukan merupakan
penyebab utama kelainan periodontal (Deliemunthe, 1995).
c. Stein gigi (dental stain)
3). Deposit berpigmen yang melekat ke permukaan gigi. Umumnya stein
terjadi akibat pigmentasi pelikel akuid oleh bakteri kromogenik,
makanan atau bahan kimia. Beberapa bakteri kromogenik menyebabkan
stain yang bervariasi seperti : stein hitam (black stain), stein hijau
(green stain), stain jingga (orange stain). Tannin bisa menimbulkan
stein coklat pada gigi bila penyikatan gigi tidak dilakukan sebagaimana
mestinya. Beberapa bahan kimia yang menimbulkan stein, antara lain
berupa : stein tembakau (tobacco stain), stein klorheksidin
(chlorhexidine stain), stein logam (metallic stain) (Carranza et al.,
2006).
58
a. Kalkulus (calculus)
Kalkulus merupakan suatu masa yang mengalami kalsifikasi yang
terbentuk dan melekat erat pada permukaan gigi dan objek solid
lainnya di dalam mulut. Permukaannya yang kasar, sehingga sisa-
sisa makanan dan bakteri mudah melekat dan berkembang biak
yang mengakibatkan terjadinya penebalan dari kalkulus tersebut.
Pengendapan kalkulus yang banyak biasanya terjadi pada
permukaan gigi yang berlawanan dengan muara kelenjar ludah,
misalnya bagian lingual gigi anterior sel-sel permukaan mukosa
rahang bawah dan bagian bukal gigi molar satu atas. Tetapi dapat
juga dijumpai pada setiap gigi geligi tiruan yang tidak di bersihkan
dengan baik (Carranza et al., 2006).
b. Karies
Karies diawali dengan proses demineralisasi jaringan keras gigi
yang diakibatkan oleh invasi bakteri sehingga menimbulkan rasa
nyeri jika kedalamannya telah mendekati ruang pulpa. Pada kondisi
yang berlanjut akan menyebabkan kerusakan yang meluas ke
jaringan periodontal, dapat disebabkan oleh aktifitas mengunyah
yang tidak pernah dilakukan pada regio tersebut, sehingga adanya
penumpukan kalkulus (Baum et al., 1997)
c. Merokok
Perokok mempunyai skor plak dan kalkulus yang lebih tinggi
dibandingkan dengan bukan perokok (Sari, 2011). Merokok juga
59
memberi pengaruh buruk pada jaringan periodontal, ini disebabkan
oleh stein, panas, asap, yang ditimbulkan pada waktu merokok
(Deliemunthe, 1995). Sebuah penelitian menyatakan bahwa,
nikotin dalam rokok merusak sistem respon imun dan
menyebabkan penyempitan pembuluh darah, termasuk pembuluh
darah di dalam jaringan periodontal sehingga terjadi penurunan
oksigen. Hal ini menyebabkan terbentuknya suatu lingkungan yang
menguntungkan bagi pertumbuhan bakteri penyebab penyakit
periodontal (Kasim, 2001).
d. Impaksi makanan
Makan yang terjebak diantara gigi ataupun di sulkus gigi yang
secara mekanis dapat menekan ke arah apikal, selain itu sering
dilakukan pembersihan dengan menggunakan tusuk gigi yang
semakin menyebabkan makanan masuk dan melukai jaringan
periodontal (Wiyantini, 2009).
e. Kesalahan prosedur kedokteran gigi
Hasil pekerjaan dokter gigi yang justru menjadi faktor pendorong
pada jaringan periodontal, seperti : tepi restorasi yang mengemper
(overhanging), keadaan ini merupakan daerah yang
menguntungkan penumpukan plak dan daerah yang sukar
dibersihkan. Restorasi dengan kontak proksimal yang terbuka,
restorasi dengan keadaan seperti ini dapat mempermudah
terjadinya impaksi makanan. Tepi mahkota tiruan yang tidak baik,
60
tepi mahkota tiruan yang tidak bertemu dengan rapat dengan tepi
gigi yang diasah dapat mempermudah penumpukan plak, selain itu
tepi restorasi yang kasar dapat mengiritasi gingiva. Restorasi yang
over kontur pada arah mesial – distal sehingga ruang embrasur
interproksimal inadekuat, akan menghambat pelaksanaan kontrol
plak sehingga mempermudah penumpukan plak. Gigi tiruan
lepasan atau cekat yang tidak baik duduknya, hal ini dapat
menciderai gingiva secara langsung juga dapat mempermudah
penumpukan plak. Piranti orthodonsi, terutama piranti cekat yang
mempersukar kontrol plak sehingga mempermudah
penumpukannya terutama pada servikal gigi.
f. Kontrol plak inadekuat
Kontrol plak yang inadekuat menyebabkan terjadinya penumpukan
plak dan deposit lunak sehingga susah untuk dihilangkan, selain itu
juga menghambat stimulasi keratinisasi yang penting bagi
pertahanan gingiva.
g. Makanan yang berkonsistensi lunak yang melekat
Makanan yang berkonsistensi lunak dan melekat merupakan
lingkungan yang menguntungkan bagi perkembangbiakan bakteri
dalam plak, sebaliknya makanan dengan konsistensi yang kenyal
dan berserat dapat menghambat pertumbuhan plak.
61
h. Trauma mekanis
Cidera mekanis pada gingiva dapat terjadi karena salah cara
menyikat gigi, kebiasaan menggaruk gingiva dengan kuku atau hal
– hal lain yang dapat menyebabkan luka pada permukaan gingiva
sehingga dapat mempermudah timbulnya inflamasi.
i. Trauma kimiawi
Penggunaan obat – obat puyer yang diaplikasikan pada gigi dengan
cara yang tidak tepat, seperti aspirin, ataupun golongan bahan
yang berfungsi dalam perawatan saluran akar gigi dan kavitas yang
melumer keluar sehingga melukai gingiva.
B. Faktor lokal fungsional
1) Gigi yang hilang tanpa diganti
Kehilangan gigi dapat menyebabkan kemampuan menelan dan
mencerna makanan berkurang. Kelemahan dan tidak adanya koordinasi
dari lidah akan menyebabkan terjadinya retensi makanan di bagian
bukal mulut. Sisa makanan yang terus tertimbun akan menimbulkan
bau mulut, kerusakan gigi, penyakit periodontal, bone loss dan jika
tidak diobati dapat terjadi disorientasi temporomandibula yang dapat
menimbulkan rasa nyeri ( Andhira, 2012)
2) Maloklusi / malposisi
Dikatakan sebagai faktor etiologi fungsional karena dapat
menimbulkan tekanan oklusal yang arahnya miring dan tidak vertikal
seperti pada keadaan normalnya. Selain itu pada gigi yang maloklusi
62
dapat menyebabkan impaksi makanan karena susah membersihkan dan
susah melakukan kontrol terhadap plak (Deliemunthe, 1995; Lindhe et
al., 2008).
3) Kebiasaan bernafas dari mulut dan mendorong lidah
Bernafas melalui mulut dan mendorong lidah ini merupakan kebiasaan
buruk yang berpengaruh pada kerusakan jaringan periodontal. Bernafas
melalui mulut dapat terjadi karena penutupan bibir yang tidak sempurna
atau karena hambatan pada hidung yang dapat memperburuk inflamasi
gingiva yang disebabkan oleh plak. Mekanismenya pasti belum
diketahui, namun diduga kebiasaan tersebut dapat menyebabkan
dehidrasi pada gingiva. Kebiasaan mendorong lidah ke arah depan
dapat mendorong gigi ke posisi yang abnormal, hal ini dapat
menyebabkan terjadinya celah interproksimal yang meluas
(Deliemunthe, 1996b).
4) Kebiasanan parafungsional
Kebiasaan ini adalah beberapa kebiasaan buruk yang berpengaruh pada
jaringan periodontal, diantaranya bruksisma (bruxism) dan kebiasaan
menggigit benda – benda tertentu seperti pipa, pensil, dan kuku
menimbulkan tekanan berlebihan pada periodonsium
5) Oklusi yang traumatik
Kerusakan jaringan periodontal dapat disebabkan oleh kesalahan dalam
oklusi, dimana tekanan oklusi tersebut melebihi kemampuan
beradaptasi dari jaringan periodontal. Tekanan yang ditimbulkan akan
63
menyebabkan terjadinya trauma pada jaringan periodontal (Lindhe et
al., 2008)
II. Faktor etiologi sistemik
Faktor – faktor endokrin (hormonal)
A. kesehatan mulutnya masa pubertas, sewaktu hamil dan menopause
1) Pubertas (puberty)
Pengaruh hormonal pada masa pubertas dapat mempengaruhi respon
gingiva terhadap iritan lokal pada rongga mulut, hal ini dapat terlihat
pada peningkatan prevalensi gingivitis pada usia pubertas
(Daliemunthe, 1995).
2) Kehamilan (pregnancy)
Dari beberapa penelitian menyatakan bahwa hubungan antara
kesehatan gigi dan mulut pada wanita hamil dengan periodontitis
sebanyak 84 %. Peningkatan permeabelitas kapiler pada kapiler
gingival akibat meningkatnya kadar progesterone. Menurunnya daya
tahan gingiva terhadap serangan bakteri terkait pula dengan tekanan
respon limfosite – T maternal. Degradasi sel mast karena peningkatan
hormone seks mendukung terlepasnya histamine juga dapat
meningkatkan respon gingiva terhadap iritan lokal. Dikatakan pula
adanya peningkatan estrogen dan progesterone pada masa kehamilan
juga merupakan kondisi yang mendukung untuk perkembangbiakan P.
Intermedia dan Capnocytophaga (Daliemunthe, 1995).
64
3) Menopause
Kondisi rongga mulut menjadi tidak nyaman, adanya rasa sakit dan
sensasi mulut terbakar , mulut kering (xerostomia), kelaian – kelaian
periodontal dan persepsi rasa berubah, hal ini disebabkan dengan
perubahan kualitas saliva (Lindhe et al., 2008).
B. Gangguan dan defisiensi nutrisi
1) Defisiensi vitamin dan protein
Defisiensi nutrisi dapat menyebabkan peradangan gingiva mengarah
ke periodontitis . Tanda-tanda infeksi diikuti oleh kehilangan banyak
zat gizi atau nutrisi. Zat-zat gizi yang diperlukan untuk penyembuhan
jaringan periodontal antara lain adalah protein, karbohidrat, lipida,
vitamin A dan C, Zn, Cu, serta Mg. Vitamin A dan C, serta Zn
khususnya, diperlukan dalam pembentukan kolagen, komponen utama
jaringan periodontal (Praptiwi et al., 2009).
C. Obat – obatan
1) Obat – obatan yang menyebabkan hiperplasia gingiva non inflamatori
2) Kontrasepsi hormonal
D. Faktor – faktor psikologi (emosional)
Faktor psikologi dapat mempengaruhi jaringan periodontium secara tidak
langsung dengan menimbulkan kebiasaan buruk seperti; menggigit pensil,
mengigit kuku ataupun menjadi perokok berat dan pengkonsumsi alkohol
(Daliemunthe, 1995).
65
E. Penyakit metabolism : diabetes mellitus
Diabetes mellitus yang tidak terkontrol dapat mempengaruhi kesehatan
periodontal, sebab dapat menurunkan daya tahan peridonsium terhadap
serangan bakteri pada plak. Penurunan daya tahan ini lebih disebabkan
oleh penebalan membran basal kapiler darah yang berpengaruh pada
lumen kapiler yang mengecil sehingga pasokan nutrient ke gingiva
menjadi berkurang, penurunan kadar monoposfat adenosine siklis (cyclic
adenosine monophosphate / cAMP) yang berfungsi mengurangi inflamasi,
peningkatan kadar glukosa dalam darah dan cairan sulkus gingiva
menyebabkan lingkungan subgingiva menguntungkan bagi
perkembangbiakan patogen periodontal tertentu terutama bakteri yang
menghambat khemoteksis netrofil polimorfonukleus, kelemahan
polimorfonukleus menyebabkan terganggunya khemotaksis dan
fagositosis (Harris dan White, 2005).
F. Gangguan penyakit hematologi
Dua dari sekian gangguan hematologi yang berperan sebagai faktor
etiologi sistemik adalah ;
1) Leukemia
2) Anemia
G. Penyakit – penyakit yang melemahkan (debilitating diseases)
Beberapa infeksi kronis yang merupakan penyakit – penyakit melemahkan
(debilitating diseses) seperti : sifilis, nefritis dan tuberkulosa yang
mempengaruhi kemampuan periodontium terhadap iritasi lokal. Selain itu
66
ada pula penyakit AIDS ( Acquired Immune Deficiency Syndrome ) atau
infeksi HIV (Human Immunodeficiency Virus) yang menyebabkan
penderita mangalami imunodefisiensi akibat kerusakan pada limfositnya.
(Mataftsi et al., 2010)
2.10 Kalkulus
Kalkulus merupakan penyebab tertinggi periodontitis kronis pada usia
muda (Melati, 2008). Menurut Daliemunthe (1995) kalkulus dapat terjadi dari
plak bakteri yang mengalami demineralisasi atau kalsifikasi. Deposit ini dapat
menumpuk pada permukaan gigi dan gigi tiruan dan mempunyai peranan penting
dalam menimbulkan kerusakan jaringan periodontal. Secara sederhana kalkulus
dapat dibagi menurut lokasi perlekatannya diantaranya (Carranza et al., 2006) :
1. Supra gingival calculus adalah kalkulus yang melekat pada permukaan
mahkota, berwarna putih, konsistensinya keras. Kalkulus tipe ini
terletak lebih koronal dari tepi gingiva dan terlihal secara klinis.
Sumber mineral dari kalkulus tipe ini diperoleh dari saliva, sehingga
dikatakan juga salivary calculus.
2. Sub gingival calculus adalah kalkulus yang berada di lebih apikal dari
gingival margin atau tepi gingiva biasanya pada daerah saku gusi dan
tak dapat terlihat pada waktu pemeriksaan. Untuk menentukan lokasi
dan perluasannya harus dilakukan probing dan explorer, biasanya
padat dan keras, warnanya coklat tua atau hijau kehitam-hitaman
konsistensinya seperti kepala korek api dan melekat erat ke permukaan
67
gigi. Bila gingiva mengalami resesi maka sub gingival calculus akan
terlihat seperti supra gingival calculus dan akan ditutupi oleh supra
gingival yang asli. Kalkulus subgingiva dikatakan faktor retentif plak
yang lebih berperan dalam menimbulkan periodontitis dibandingkan
kalkulus supra gingiva (Adler et al., 2013).
Menurut asalnya kalkulus dapat digolongkan sebagai berikut :
1. Salivary calculus adalah kalkulus yang berasal dari saliva, berwarna
kuning, konsistensi lunak, terletak di permukaan gigi
2. Cerumal calculus adalah kalkulus yang berasal dari serum darah karena
adanya peradangan, berwarna coklat sampai hitam, konsistensi keras,
terletak di permukaan akar.
Kalkulus terdiri dari sel-sel darah dan sel-sel epitel lepas radang endapan
bahan-bahan anorganik yang terdiri dari : 20% air, 13% calcium carbonat, 6%
calcium phospat, endapan natrium dan ferum (Ireland, 2006). Gambaran kalkulus
yang melekat kuat pada servikal gigi anterior bawah disisi lingual dapat dilihat
pada gambar 2.8 di bawah ini.
68
Gambar 2.8 Periodontitis Kronis (Daliemunthe, 1995)
Periodontitis kronis yang telah dirawat dengan melakukan skeling dan root
planning dapat dilihat pada gambar 2.9 di bawah ini.
Gambar 2.9 Periodontitis kronis setelah dirawat (Daliemunthe, 1995)
2.10.1 Pengaruh periodontal pocket terhadap permukaan akar gigi
Peningkatan pembentukan saku gusi (periodontal pocket) yang cepat,
menjadikan penyakit ini sebagai penyebab utama hilangnya gigi pada orang
dewasa (Praptiwi et al., 2009). Pembentukan periodontal pocket menyebabkan
terjadinya perubahan pada permukaan akar gigi yang menjadi salah satu dinding
pocket, karena dengan adanya perubahan tersebut dapat menimbulkan infeksi
pada periodonsium, menimbulkan rasa sakit dan mempersulit proses
69
penyembuhan pada perawatan periodontitis. Perubahan – perubahan yang terjadi
meliputi perubahan struktur :
1. Adanya granul – granul patologis, dimana merupakan tempat yang
sebelumnya merupakan letak dari kolagen – kolagen yang telah
hancur oleh aktivitas bakteri dan enzim ataupun trauma.
2. Daerah dengan mineralisasi yang meningkat yang disebabkan oleh
adanya pertukaran antara mineral saliva dengan komponen organik
sementum.
3. Daerah demineralisasi disebabkan oleh proteolisis sisa – sisa serat
Sharpey yang tertanam pada sementum. Sementum akan menjadi
lunak dan akhirnya terbentuk lesi karies.
2.11 Cairan sulkus gingiva (Gingival Crevicular Fluid)
Gingival crevicular fluid (GCF) merupakan eksudat inflamasi yang
merembes ke dalam celah – celah atau saku periodontal sekitar radang gingiva.
Hal ini terdiri dari bahan serum dan dihasilkan secara lokal seperti produk
jaringan rusak, mediator inflamasi, dan antibody diarahkan terhadap bakteri dan
plak gigi. Komposisi GCF merupakan hasil dari interaksi antara biofilm bakteri
melekat pada permukaan gigi dan sel – sel dari jaringan periodontal (Gupta, 2012)
Pengumpulan GCF adalah prosedur invasif minimal dan analisis konstituen
tertentu dalam GCF menyediakan indikator biokimia kuantitatif untuk evaluasi
metabolisme sel lokal yang mencerminkan status kesehatan periodontal seseorang
(Champagne et al., 2003).
70
Gingival crevicular fluid (GCF) noninvasif dan merupakan cara efisien
untuk sampel biomarker peradangan dan resorpsi tulang dalam rongga mulut.
GCF merupakan komponen serum overlayed dengan produk dari fenomena
fisiologis lokal, seperti kerusakan jaringan ikat dan tulang keropos, dan mungkin
memiliki nilai diagnostik. Sementara sampel GCF individu memiliki
kemungkinan menggambarkan peristiwa inflamasi yang terjadi pada situs
tersebut, sampel dikumpulkan dari sejumlah kecil situs dapat menjadi ciri luas
kerentanan periodontitis pasien, dan memungkinkan penilaian berkala selama
perawatan periodontal atau pemeliharaan. Matrix Metalloproteinase - 8 (MMPs –
8) adalah kolagenase dominan dalam GCF (Reinhardt et al., 2010). Terdapat 65
komponen GCF yang kemungkinan diperiksa sebagai penanda perkembangan
periodontitis, dimana komponen – komponen ini digolongkan menjadi tiga
katagori menurut Siregar dan Akbar (2006) yaitu :
1. Host – enzim yang diturunkan dan inhibitornya , diantaranya adalah
Aspartate amino transferase, Alkalin phosphatase, Acid phosphatase,
β – Glucuronidase, Elastase, Elastase inhibitor (α2 – Macroglobulin,
α1 – Proteinase inhibitor), Cathepsins (Cysteine proteinases B,H,L ,
Serine proteinase G, Cathepsin D. Trypsi – like enzymes,
Immunoglobulin – degrading enzamymes, Dippeptidyl peptidases,
Nonspecific neutral proteinases, Collagenases termasuk didalamnya :
Matrix metalloproteinase-l (MMP-l) Matrix metalloproteinase-3
(MMP-3), Matrix metalloproteinase-8 (MMP-8), Matrix
metalloproteinase-13 (MMP-13), Gelatinases diantaranya adalah
71
Matrix metalloproteinase-2 (MMP-2),Matrix metalloproteinase-9
(MMP-9), Tissue inhibitor of MMP-l (TIMP-l), Stromyelysins,
Myeloperoxidases, Lactate dehydrogenase, Arylsulfatase dan β-N-
acetyl-hexosaminidase
2. Rincian produk jaringan diantaranya adalah : Glycosaminoglycans,
Hyaluronic acid, Chondroitin-4-sulfate, Chondroitin-6-sulfate,
Dermatan sulfate, Hydroxyproline, Fibronectin fragments, Connective
tissue dan bone proteins, Osteonectin, Osteocalcin, Type I collagen
peptides, Osteopontin, Laminin, Calprotectin, Hemoglobin β-chain
peptides, Pyridinoline crosslinks (ICTP), Polypeptide growth factors
3. Mediator inflamasi dan indikator – indikator yang pengubah respon
host juga ada didalam GCF.
72
BAB III
KERANGKA BERPIKIR, KONSEP, DAN HIPOTESIS PENELITIAN
3.1 Kerangka Berpikir
Periodontitis dapat berlanjut dari peradangan gingiva yang disebut
gingivitis. Penyakit keradangan gingiva kurang mendapat perhatian dan tindak
lanjut, sebab belum ada keluhan rasa sakit dan tidak nyaman pada tahap ini.
Gingivitis akan berkembang menjadi kerusakan lebih lanjut yang disebut
periodontitis yaitu penyakit inflamasi dari jaringan pendukung gigi yang
disebabkan oleh mikroorganisme tertentu atau kelompok mikroorganisme
spesifik, mengakibatkan kerusakan progresif dari ligamentum periodontal dan
tulang alveolar dengan pembentukan saku, resesi, atau keduanya. Periodontitis
yang disebabkan oleh kalkulus digolongkan ke dalam periodontitis kronis, pada
umumnya memiliki perkembangan laju penyakit dari lambat sampai sedang, yang
pada umumnya menyerang orang dewasa diatas umur 35 tahun.
Salah satu penyebab periodontitis adalah kalkulus. Kalkulus merupakan
suatu masa yang mengalami kalsifikasi yang terbentuk dan melekat erat pada
permukaan gigi dan objek solid lainnya di dalam mulut. Perlekatan kalkulus tidak
dapat dibersihkan hanya dengan menyikat gigi, sehingga memerlukan aktifitas
secara mekanik dengan alat – alat kedokteran gigi yang disebut skeling. Beberapa
penelitian mencoba menemukan terapi – terapi yang lebih efektif dengan
menggunakan perpaduan skeling dan obat – obatan antibiotika untuk membunuh
mikroorganisme yang berperan. Bakteri – bakteri anaerob banyak memngambil
73
peranan penting dalam proses penghancuran jaringan periodontal. Bakteri patogen
Porphyromonas gingivalis dan Actinobacillus actinomycetemcomitans, bakteri
penghasil kolagenase yang dapat menghancurkan kolagen pada jaringan
periodontal, yang menyebabkan lepasnya perlekatan – perlekatan gingiva dengan
sementum, sehingga terjadinya saku gingiva atau sulcus gingival yang semakin
dalam membentuk periodontal pocket, hingga kerusakan tulang alveolar dan
mobilitas gigi hingga terlepas dari soketnya. Penurunan jumlah bakteri tentu
menurunkan jumlah kolagenase yang dihasilkan, sehingga dapat menghilangkan
periodontitis.
Terapi terhadap periodontitis dewasa ini berkembang dengan menggunakan
sediaan – sediaan antiseptik dalam bentuk gel yang diaplikasikan langsung setelah
dilakukan perawatan skeling, salah satunya dengan Chlorhexidine Digluconate
0,12%. Memberikan tambahan Chlorhexidine Digluconate 0,12% pasca skeling
pada penderita periodontitis terbukti mempercepat hilangnya keradangan pada
jaringan periodontal. Namun Chlorhexidine Digluconate mempunyai kelemahan
yaitu menimbulkan stain atau warna yang tidak baik pada permukaan gigi, selain
itu juga mengganggu pengecapan pada lidah.
Dalam bentuk herbal ditemukan Tea tree oil yang merupakan minyak
esensial yang dihasilkan dari destilasi tanaman khas Australia Melaleuca
alternifolia dan mempunyai kandungan zat – zat aktif dimana didominasi dengan
kandungan oil of melaleuca, Terpinen-4-ol type sebesar 30-48% yang berkasiat
sebagai antimikroba. Tanaman tea tree (Melaleuca alternifolia) mempunyai sifat
aktifitas antibakteri, antiviral, antifungal, antiprotozoa juga antiinflamasi. Dari
74
kelebihan yang dimiliki diharapkan bisa menjadi terobosan baru dalam
pengobatan periodontitis, khususnya yang disebabkan oleh karena kalkulus.
Dibentuk dalam sediaan gel Terpinen-4-ol type 1% diaplikasikan pada sulkus
gingiva pasca perawatan skeling, selama empat belas hari. Dengan kemampuan
Terpinen-4-ol type 1% dalam menekan jumlah mikroorganisme lain dalam rongga
mulut, selain Streptococcus mutans yaitu Porphyromonas gingivalis dan
Actinobacillus actinomycetemcomitans yang juga merupakan mikroorganisme
penghasil kolagenase dalam rongga mulut, diharapkan mempunyai kemampuan
lebih baik dalam mengurangi kadar kolagenase daripada Chlorhexidine
Digluconate 0,12%.
75
3.2 Konsep Penelitian
Berdasarkan permasalahan dan tinjauan pustaka yang telah diuraikan dalam
bab sebelumnya maka dapat dibuat suatu konsep yang terkait dengan masalah
penelitian seperti di bawah ini:
Faktor Internal Faktor Eksternal
Keterangan :
: dikerjakan
------ : tidak dikerjakan
Gambar 3.1 Bagan Konsep Penelitian
PERIODONTITIS
1. Kadar Kolagenase
Menurun
2. Indeks Penyakit
Periodontal menurun
1. Skeling + Chlorhexidine
Digluconate 0,12%
2. Skeling + Terpinen-4-ol
type 1%
Edentulous menurun
1. Obat –obatan
2. Rokok
3. Zat – zat kimia
4. Trauma mekanis
5. Kesalahan prosedur
kedokteran gigi
6. Konsistensi makanan
1. Lokal
a) Lokal pengiritasi
b) Lokal fungsional
2. Sistemik
a) Endokrin (hormonal)
b) Gangguan dan defisiensi nutrisi
c) Psikologi
d) Penyakit metabolisme
(diabetes mellitus)
e) Penyakit – penyakit hematologi
f) Penyakit – penyakit yang
melemahkan (debilitating
diseases
76
3.3 Hipotesis Penelitian
Berdasarkan tinjauan pustaka dan kerangka konsep di atas dapat dirumuskan
hipotesis penelitian:
1. Skeling dan pemberian Terpinen-4-ol type 1% dapat menurunkan kadar
kolagenase lebih banyak daripada perawatan skeling dan pemberian
Chlorhexidine Digluconate 0,12% pada penderita periodontitis oleh karena
kalkulus.
2. Skeling dan pemberian Terpinen-4-ol type 1% dapat menurunkan Indek
Penyakit Periodontal (IPP) lebih banyak daripada perawatan skeling dan
pemberian Chlorhexidine Digluconate 0,12% pada penderita periodontitis
oleh karena kalkulus.
77
BAB IV
METODE PENELITIAN
4.1 Rancangan Penelitian
Penelitian eksperimental dengan menggunakan rancangan penelitian
Randomized Pretest-Posttest Control Group Design (Pocock, 2008).
P1
O1 O2
Po S RA P2
O3 O4
Gambar 4.1 Rancangan Penelitian
Keterangan:
Po = Populasi.
S = Sampel.
R.A = Random Alokasi.
P1 = Perlakuan pada kelompok perlakuan 1 (KP1) dengan skeling dan
pemberian Chlorhexidine Digluconate 0,12% .
78
P2 = Perlakuan pada kelompok perlakuan 2 (KP2) dengan skeling dan
pemberian Terpinen-4-ol type 1%
O1 = Observasi kadar kolagenase dan Indeks Penyakit Periodontal (IPP)
pada kelompok perlakuan 1, sebelum dirawat dengan skeling dan
pemberian Chlorhexidine Digluconate 0,12% .
O2 = Observasi kadar kolagenase dan Indeks Penyakit Periodontal (IPP)
pada kelompok perlakuan 1, sesudah dirawat dengan skeling dan
pemberian Chlorhexidine Digluconate 0,12% selama 14 hari.
O3 = Observasi kadar kolagenase dan Indeks Penyakit Periodontal (IPP)
pada kelompok perlakuan 2, sebelum dirawat dengan skeling dan
pemberian Terpinen-4-ol type 1%.
O4 = Observasi kadar kolagenase dan Indeks Penyakit Periodontal (IPP)
pada kelompok perlakuan 2, sesudah dirawat dengan skeling dan
pemberian Terpinen-4-ol type 1% selama 14 hari.
4.2 Tempat dan Waktu Penelitian
4.2.1 Tempat penelitian
Penelitian ini dilakukan di Kelurahan Abianbase, Kecamatan Mengwi,
Kabupaten Badung.
79
4.2.2 Waktu penelitian
Penelitian dilakukan sejak April – Juli 2013, sejak penyusunan proposal
hingga analisis data.
4.3 Populasi dan Sampel
4.3.1 Populasi
Dalam penelitian ini yang dimaksud dengan populasi penelitian adalah;
1. Populasi target : semua penderita periodontitis oleh karena kalkulus
(periodontitis kronis) di desa Abianbase, kecamatan Mengwi,
kabupaten Badung.
2. Populasi terjangkau : penderita periodontitis oleh karena kalkulus
periodontitis kronis) yang merupakan tenaga buruh bangunan yang
ada di desa Abianbase, kecamatan Mengwi, kabupaten Badung.
4.3.2 Sampel
Sampel penelitian didapat dari populasi yang memenuhi kriteria sebagai
berikut:
4.3.2.1 Kriteria inklusi
Yang dimaksud sebagai sampel penelitian dalam penelitian ini harus
memenuhi kriteria inklusi sebagai berikut:
1. Penderita periodontitis oleh karena kalkulus (periodontitis kronis)
80
2. Dewasa usia 35 – 50 thn.
3. Jenis kelamin laki – laki
4. Mempunyai Indeks Penyakit Periodontal (IPP) minimal 5.
5. Tidak mengkonsumsi obat-obatan yang dapat menimbulkan gangguan
metabolisme (misal : obat – obat untuk diabetes millitus, antibiotik dalam
2 minggu terakhir).
6. Bersedia mengikuti penelitian dengan mengisi informed consent.
4.3.2.2 Kriteria eksklusi
1. Penderita periodontitis oleh karena kalkulus (periodontitis kronis) yang
disertai penyakit sistemik, seperti diabetes mellitus dan penyakit –
penyakit hematologi.
4.3.2.3 Kriteria drop out
1. Sakit saat pengambilan data.
2. tidak hadir sebanyak 2 kali berturut – turut.
4.3.2.4 Besar sampel
Besar sampel ditentukan berdasarkan hasil penelitian terdahulu yang
dilakukan oleh Hammer et al. (2003) mengenai kerentanan bakteri dalam rongga
mulut terhadap melaleuca alternifolia (tea tree oil) secara invitro, didapatkan
standar deviasi (σ) = 0,15, selisih rerata kedalaman periodontal pocket (μ1- μ2) =
0,18. Besar sampel (n) dihitung dengan menggunakan rumus Pocock (2008)
sebagai berikut:
81
2 σ2
n = x f ( α . β )
(μ1- μ2)2
Keterangan:
n = Jumlah sampel.
σ = Perkiraan standar deviasi kerentanan bakteri rongga mulut
terhadap melaleuca alternifolia (tea tree oil) dari penelitian
Hammer.
f ( α . β ) = 10,5
(μ1- μ2)2
= selisih rerata dari penelitian Hammer.
2 . 0,152
n = x 10,5
0,182
2 . 0,0225
= x 10,5
0,0324
= 14,58 dibulatkan 15 per kelompok
15 orang sebagai kelompok perlakuan 1 dan 15 orang sebagai kelompok
perlakuan 2.
82
4.3.3 Teknik penentuan sampel
Penentuan sampel dilakukan dengan teknik simple random sampling dengan
cara, membuat undian sejumlah sampel dengan masing – masing tertulis
kelompok perlakuan 1 dan kelompok perlakuan 2, yang diambil dengan cara acak
oleh sampel, untuk menentukan kelompoknya masing – masing.
4.4 Variabel Penelitian
1.Variabel bebas : perawatan skeling dan pemberian Chlorhexidine
Digluconate 0,12%, perawatan skeling dan pemberian Terpinen-4-ol
type 1%
2.Variabel tergantung : kadar kolagenase, Indeks Penyakit Periodontal
(IPP).
3.Variabel terkendali : umur, jenis kelamin, penderita periodontitis kronis.
4.5 Definisi Operasional Variabel
1. Perawatan skeling dan pemberian Chlorhexidine Digluconate 0,12% yang
dimaksud dalam penelitian ini adalah prosedur awal pembuangan kalkulus,
plak, akumulasi materi dan stain dari mahkota gigi dan akar disertai
pemberian Chlorhexidine Digluconate 0,12% secara topikal pada sepanjang
sulkus gingiva empat gigi anterior bawah dengan spuit.
2. Perawatan skeling dan pemberian Terpinen-4-ol type 1% yang dimaksud
dalam penelitian ini adalah prosedur awal pembuangan kalkulus, plak,
akumulasi materi dan stain dari mahkota gigi dan akar disertai pemberian
83
Terpinen-4-ol type 1% secara topikal pada sepanjang sulkus gingiva empat
gigi anterior bawah dengan spuit.
3. Kadar kolagenase adalah kadar kolagenase dari GCF yang diukur dengan
metode ELISA (Enzyme Linked Immunosorbent Assay) dengan satuan
nanogram/mililiter (ng/mL).
4. Indeks Penyakit Periodontal (IPP) adalah Indek Penyakit Periodontal yang
dihitung dengan ketentuan sebagai berikut :
A. Dengan mengukur Indeks gingiva
indeks yang digunakan untuk menilai derajad keparahan inflamasi.
Pengukuran dilakukan pada gingiva diempat sisi gigi – geligi yang
diperiksa : papilla distovestibular, tepi gingiva vestibular, papilla
mesiovestibular dan tepi gingiva oral. Skor untuk setiap gigi
diperoleh dengan menjumlahkan skor untuk keempat sisi yang
diperiksa lalu dibagi empat. Jumlah skor yang di dapat dijumlahkan
dan dibagi dengan jumlah gigi yang diperiksa maka diperoleh skor
indeks gingiva untuk individu. Kriteria untuk penentuan skornya
adalah sebagai berikut :
a. Skor 0 : gingiva normal
b. Skor 1 : inflamasi ringan pada gingiva yang ditandai dengan
perubahan warna, sedikit oedema pada palpasi tidak terjadi
pendarahan
84
c. Skor 2 : inflamasi gingiva sedang, gingiva berwarna merah,
oedema dan berkilat, pada palpasi terjadi pendarahan.
d. Skor 3 : inflamasi gingiva parah, gingiva berwarna merah
menyolok, oedematous, terjadi ulserasi, gingiva mudah berdarah.
e. Skor 4 : Bila pada kedua sisi yang diperiksa ada poket gingiva
yang sudah berada > 3 mm apikal dari batas semento – enamel.
f. Skor 5 : Bila pada dua sisi yang diukur poket gingivanya berada
3 – 6 mm apikal dari batas semento – enamel.
g. Skor 6 : Bila poket gingiva pada salah satu sisi yang diukur telah
berada > 6 mm apikal dari semento – enamel.
Keparahan inflamasi gingiva secara klinis dapat ditentukan dari skor
indeks gingiva dengan kriteria sebagai berikut :
Skor indeks gingiva kondisi gingiva
0,1 – 1,0 gingivitis ringan
1,1 – 2,0 gingivitis sedang
2,0 – 3,0 gingivitis parah
B. Mengukur derajat destruksi periodontal
a. Bila tepi gingiva berada pada enamel, ukur jarak dari gingiva ke
batas semento – enamel. Bila epitel penyatu berada pada akar gigi
dan batas semento – enamel tidak teraba dengan prob, catat
kedalaman sulkus gingiva pada mahkota. Kemudian ukur jarak dari
tepi gingiva ke dasar periodontal pocket apabila probe dapat
85
digeser ke apikal ke atas semento – enamel tanpa hambatan atau
timbulnya nyeri sakit. Jarak dari atas semento – enamel ke dasar
saku dapat dihitung dengan mengurangi hasil pengukuran kedua
(jarak tepi gingiva ke dasar periodontal pocket) dengan hasil
pengukuran pertama (kedalaman sulkus pada mahkota gigi)
(Carranza et al., 2006).
b. Bila tepi gingiva berada pada sementum, ukur jarak dari batas
semento – enamel ke tepi gingiva (dicatat sebagai angka negatif).
Kemudian ukur jarak dari batas semento – enamel ke dasar sulkus
(dicatat sebagai angka positif). Besarnya kehilangan perlekatan
adalah sebesar hasil perhitungan kedua, sedangkan kedalaman saku
gingiva dihitung dengan menjumlahkan hasil pengukuran pertama
dengan hasil pengukuran kedua (Carranza et al., 2006).
5. Umur orang coba didasarkan atas tanggal, bulan, dan tahun kelahiran yang
dilihat dari KTP / SIM.
6. Jenis kelamin orang coba dari penelitian ini adalah laki – laki, yaitu jenis
kelamin yang dapat dilihat dari kartu identitas KTP/ SIM.
1.6 Alat dan Bahan Penelitian
1.6.1 Alat.
1. Formulir informed consent, sebagai bukti kesediaan yang bersangkutan
diteliti.
2. Kartu status pasien
3. Dental unit
86
4. Ultrasonic scaller
5. Diagnostic set : pinset, kaca mulut, sonde, neerbecken, excavator, dental
probe.
6. ELISA KIT kolagenase type 1(MMPs-8)
7. Disposable polypropylene tips steril
8. Disposable polypropylene tube steril
9. Arloji
10. Alat tulis.
11. Kamera.
12. Timbangan elektrik
4.6.2 Bahan
1. Chlorhexidine Digluconate 0,12%
2. Tea tree oil gel (Terpinen-4-ol type 1%)
3. Larutan phospate buffer saline steril
4. Cotton pellet
5. Cotton roll
4.7 Prosedur Penelitian
Prosedur penelitian sebagai berikut :
1. Menyiapkan informed consent, dan alat-alat tulis untuk keperluan
penelitian.
2. Membagikan dan menjelaskan informed consent kepada sampel yang
sudah memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi.
87
3. Alat yang digunakan pada penelitian ini adalah diagnostic set (kaca mulut,
sonde, excavator) Scaler, dental probe, disposable polypropylene tips
steril , disposable polypropylene tube steril
4. Mempersiapkan bahan yang digunakan fordenta gel, Tea tree oil gel,
larutan phospate buffer saline steril, Cotton pellet, Cotton roll
5. Cara pembuatan tea tree oil gel 1% dari tea tree oil murni yang dapat
dibeli dari (nama pabrik……………….) menurut Ansel (1989) dan
Anonim (1995) adalah
R/ Tea tree oil ………………………………1gram
CMC……………………………………..2-4gram
Nipagin ……………………………….....qs
Gliserin…………………………………...40gram
Air murni ad……………………………...100gram
Ini untuk pembuatan sejumlah 100 gram.
a) Disiapkan alat dan bahan
b) Dipanaskan campuran air dan gliserin menggunakan beaker glass
c) Dipindahkan campuran air dan gliserine yang telah dipanaskan ke
dalam mortar hangat
d) Ditaburkan serbuk CMC sedikit demi sedikit ke dalam mortar
sambil digerus pelan – pelan hingga homogeny
e) Ditambahkan nipagin ke dalam mortar grus hingga homoge
6. Tata cara penelitian
88
a. Sebelum penelitian dilakukan semua sampel dikumpulkan dan sudah
dikelompokkan. Diberi informasi untuk penyelenggaraan penelitian
akan dilakukan bertahap sesuai dengan kelompoknya, hal ini
dikarenakan pengerjaan yang lama untuk setiap pasien, sehingga
pencatatan waktu yang tepat sangat dibutuhkan. Penjelasan dalam
pelaksaan penelitian ini akan dilakukan skeling yaitu pembuangan
kalkulus atau karang gigi. pada keadaan karang gigi yang banyak dan
sudah menutupi ruang interdental gigi dapat menyebabkan gigi seolah
– olah jarang dan mempunya jarak, pada keadaan karang gigi yang
telah melekat pada bagian akar gigi dan menimbulkan resesi gingiva
yang dalam, dapat menyebabkan kondisi mobilitas gigi lebih terlihat,
dan adanya pendarahan saat dilakukan skeling. Pendarahan akan
segera terhenti beberapa saat setelah skeling selesai dan mobilitas gigi
akan berkurang secara perlahan setelah perawatan dengan aplikasi
bahan (Chlorhexidine Digluconate 0,12% maupun Terpinen-4-ol type
1%) dilakukan.
b. Disediakan dan dipersilahkan untuk makan agar tidak kelaparan
selama penelitian ini diakukan, mengingat waktu yang dibutuhkan
cukup lama
c. Kemudian dilakukan pengambilan GCF sebelum perawatan skeling
dengan menggunakan metode pencucian (washing methode), setelah
berkumur dan menyikat gigi regio yang akan diambil GCF nya
diblokir dengan cotton roll dan dikeringkan dengan cotton pellet.
89
Disposable polypropylene tips steril berisi larutan phosphate buffer
saline steril 10 ml, disemprotkan ke dalam crevicular gingival masing
– masing 1ml , dan diulang sebanyak 2 kali pada satu gigi anterior
bawah masing – masing dibagian labial dan lingual, hingga terkumpul
dari ke empat gigi anterior bawah, hal ini dilakukan agar semua
komponen GCF dapat tersedot masuk ke dalam Disposable
polypropylene tips. Kemudian dipindahkan kedalam disposable tube
steril dan segera disimpan dalam freezer dengan suhu -200C
d. Selanjutnya dilakukan pengukuran Indeks Penyakit Periodontal (IPP),
mempergunakan alat bantu dental probe.
e. Dimulai dengan perawatan skeling, kemudian diaplikasikan bahan
sesuai dengan kelompok masing – masing diberi penjelasan bahwa
tidak diperkenankan makan, minum menyikat gigi dan berkumur
setelah pemberian bahan Chlorhexidine Digluconate 0,12% maupun
Terpinen-4-ol type 1% selama 1 jam.
f. Seluruh sampel akan diberi penjelasan tentang menjaga kebersihan
rongga mulut, cara dan waktu yang tepat untuk menyikat gigi dan
selalu dipantau kondisi rongga mulut dan cara pemakaian bahan
Chlorhexidine Digluconate 0,12% dan Terpinen-4-ol type 1% setiap
pagi sebelum bekerja dan sore Pk. 18.00 wita, selama penelitian (14
hari). Pengambilan GCF dan pengukuran Indeks Penyakit Periodontal
(IPP) kembali pada hari ke 14.
7. Pelaksanaan pada masing – masing kelompok
90
a. Kelompok Perlakuan 1
Dijadwalkan pada hari ke 1, semua sampel diambil GCF dan
pengukuran Indeks Penyakit Periodontal (IPP) kemudian dilakukan
perawatan skeling dan pemberian Chlorhexidine Digluconate 0,12% .
Dilanjutkan dengan memberi penyuluhan mengenai cara menjaga
kebersihan rongga mulut (cara dan waktu menyikat gigi yang tepat)
dan cara dan waktu penggunaan Chlorhexidine Digluconate 0,12%.
Akan dipantau dua kali dalam sehari hingga hari ke 14 setelah
perawatan kemudian dilanjutkan dengan pengambilan GCF dan
pengukuran Indeks Penyakit Periodontal (IPP) kembali.
b. Kelompok perlakuan 2
Dijadwalkan pada hari ke 2, semua sampel diambil GCF dan
pengukuran Indeks Penyakit Periodontal (IPP) kemudian dilakukan
perawatan skeling dan pemberian Tea tree oil gel (Terpinen-4-ol type
1%). Dilanjutkan dengan memberi penyuluhan mengenai cara
menjaga kebersihan rongga mulut (cara dan waktu menyikat gigi yang
tepat) dan cara dan waktu penggunaan Terpinen-4-ol type 1%. Akan
dipantau dua kali dalam sehari hingga hari ke 14 setelah perawatan
kemudian dilanjutkan dengan pengambilan GCF dan pengukuran
Indeks Penyakit Periodontal (IPP) kembali.
4.8 Alur Penelitian
Populasi diambil dengan menggunakan kriteria inklusi dan ekslusi untuk
mendapatkan sampel, kemudian sampel ditentukan alokasi perlakuannya, dihitung
91
Indeks Penyakit Periodontal (IPP), dan diberi perlakuan sesuai dengan
kelompoknya masing – masing.
Gambar 4.2 Alur Penelitian
4.10 Analisis Data
Untuk menganalisis data hasil penelitian, dipakai:
4.10.1 Analisis Deskriptif untuk mengetahui rerata dan simpang baku
terhadap variabel umur, kadar kolagenase, indeks penyakit periodontal
(IPP).
Populasi
Kriteria Inklusi
Pengambilan sampel
Kelompok Perlakuan 2
Analisis Data
Skeling dan Terpinen-4-
ol type 1% selama 14 hari
Kriteria eksklusi
Kelompok Perlakuan1
Skeling dan Chlorhexidine
Digluconate 0,12% selama
14 hari
Observasi
kadar kolagenase
dan IPP
Observasi
kadar kolagenase
dan IPP
Observasi
kadar kolagenase
dan IPP
Observasi
kadar kolagenase
dan IPP
92
4.10.2 Uji Normalitas tiap kelompok untuk melihat distribusi data sampel
sebelum dan sesudah perlakuan, uji dilakukan terhadap kadar
kolagenase dan Indeks Penyakit Periodontal (IPP) dengan Uji Shapiro-
Wilk.
a. Data berdistribusi normal pada:
a) Kadar kolagenase Kelompok Perlakuan 2 (KP2) post
b) IPP Kelompok Perlakuan 1(KP1) post
c) IPP Kelompok Perlakuan 2 (KP2) post.
b. Data tidak berdistribusi normal pada :
a) Umur Kelompok Perlakuan 1(KP1)
b) Umur Kelompok Perlakuan 2 (KP2)
c) Kadar kolagenase Kelompok Perlakuan 1(KP1) pre
d) Kadar kolagenase Kelompok Perlakuan 2(KP2) pre
e) Kadar kolagenase Kelompok Perlakuan 1(KP1) post
f) IPP Kelompok Perlakuan 1 (KP1) pre
g) IPP Kelompok Perlakuan 2 (KP2) pre.
4.10.3 Uji Beda
4.10.3.1 Uji beda masing – masing kelompok sebelum dan sesudah
mendapat perlakuan dengan Wilcoxon Signed Ranks Test
karena data tidak terdistribusi normal pada :
a. perbedaan rerata kadar kolagenase sebelum dan sesudah
perlakuan tiap kelompok
93
b. perbedaan rerata IPP sebelum dan sesudah perlakuan tiap
kelompok
4.10.3.2 Uji perbedaan antar kelompok sesudah perlakuan terhadap
penurunan kadar kolagenase dan Indeks Penyakit Periodontal
(IPP). Bila data berdistribusi normal dan homogan dengan
Independent T – Test, dan U – Mann Whitney untuk data yang
tidak terdistribusi normal atau tidak homogen.
a. Data berdistribusi normal; pada perbedaan rerata IPP antar
kelompok sebelum dan sesudah perlakuan
b. Data tidak berdistribusi normal, pada :
a) umur antar kelompok
b) perbedaan kadar kolagenase antar kelompok sebelum
dan sesudah perlakuan
c) perbedaan rerata selisih kadar kolagenase sebelum dan
sesudah perlakuan antar kelompok
d) perbedaan rerata selisih IPP sebelum dan sesudah
perlakuan antar kelompok
94
BAB V
HASIL PENELITIAN
Dalam penelitian ini dilibatkan sebanyak 30 orang penderita periodontitis
akibat kalkulus sebagai sampel. Subjek dibagi menjadi 2 (dua) kelompok masing-
masing berjumlah 15 orang, yaitu kelompok perlakuan 1 (skeling dan pemberian
Chlorhexidine Digluconate 0,12%) dan kelompok perlakuan 2 (Skeling dan
pemberian Terpinen-4-ol type 1%). Hasil penelitian dianalisis secara deskriptif
dan analitik untuk menguji hipotesis statistic dan hipotesis penelitian.
5.1 Analisis Deskriptif
Data deskriptif menjelaskan karakteristik subjek penelitian diuji melalui
variabel penelitian yang terdiri atas umur kedua kelompok penelitian, kadar
kolagenase sebelum dan sesudah perlakuan serta IPP sebelum dan sesudah
perlakuan., nilai sebelum dan sesudah perlakuan juga dicantumkan (Tabel 5.1).
Tabel 5.1
Analisis Deskriptif Variabel Penelitian
Variabel Rerata Min Maks
Umur KP 1 45,9+ 2,7 tahun 38,0 tahun 50,0 tahun
KP 2 45,7+ 2,6 tahun 38,0 tahun 50,0 tahun
Kadar kolagenase KP 1 pre 0,946+0,649 ng/mL 0,060 ng/mL 2,870 ng/mL
KP 1 post 0,874+0,242 ng/mL 0,670 ng/mL 1,360 ng/mL
KP 2 pre 1,334+0,655 ng/mL 0,828 ng/mL 3,470 ng/mL
KP 2 post 0,649±0,171ng/mL 0,272 ng/mL 0,940 ng/mL
IPP KP 1 pre 5,35±0,13 skor 5,25 skor 5,50 skor
KP 1 post 3,20±0,41 skor 2,50 skor 4,00 skor
KP 2 pre 5,52±0,18 skor 5,25 skor 5,75 skor
KP 2 post 2,70±0,41 skor 2,00 skor 3,50 skor
95
Tabel 5.1 menunjukkan bahwa umur antara kelompok perlakuan 1 (KP1)
dan perlakuan 2 (KP2) berkisar antara 38 – 50 tahun. Rerata umur KP1 adalah
45,9+ 2,7 tahun dan tidak berbeda jauh dengan rerata KP2 yaitu 45,7+2,6 tahun.
Hasil tersebut menunjukkan bahwa rerata umur antara KP1 dan KP2 tidak
berbeda jauh.
Rerata kadar kolagenase pada KP1 sebelum perlakuan adalah 0,946+0,649
ng/mL dengan rentang antara 0,060 ng/mL sampai 2,870 ng/mL, sedangkan
sesudah perlakuan adalah 0,874+0,242 ng/mL dengan rentang antara 0,670 ng/mL
sampai 1,360 ng/mL. Rerata Kadar kolagenase pada KP2 sebelum perlakuan
adalah 1,334+0,655 ng/mL dengan rentang antara 0,828 ng/mL sampai 3,470
ng/mL dan sesudah perlakuan adalah 0,649±0,171 ng/mL dengan rentang antara
0,272 ng/mL sampai 0,940 ng/mL. Hasil tersebut menunjukkan bahwa kadar
kolagenase pada kedua kelompok setelah diberikan perlakuan sama-sama
mengalami penurunan.
Rerata IPP pada KP1 sebelum perlakuan adalah 5,35±0,13 skor dengan
rentang antara 5,25 skor sampai 5,50 skor dan sesudah perlakuan adalah
3,20±0,41 skor dengan rentang antara 2,50 skor sampai 4,00 skor. Rerata IPP
pada KP2 sebelum perlakuan adalah 5,52±0,18 skor dengan rentang antara 5,25
sampai 5,75 skor dan sesudah perlakuan adalah 2,70±0,41 skor dengan rentang
antara 2,00 skor sampai 3,50 skor. Hasil tersebut menunjukkan bahwa IPP pada
kedua kelompok setelah diberikan perlakuan sama-sama mengalami penurunan.
5.2 Analisis Normalitas
Distribusi data dinilai dengan Uji Normalitas terhadap variable umur, IPP,
96
kadar kolagenase baik sebelum perlakuan maupun sesudah perlakuan pada
masing-masing kelompok. Uji normalitas dilakukan dengan menggunakan uji
Shapiro-Wilk karena jumlah subjek dibawah 30. Hasil uji normalitas disampaikan
pada Tabel 5.2
Tabel 5.2
Uji Normalitas Variabel Antar Kelompok Penelitian
dengan Shapiro Wilk Test (n = 30)
Variabel P Keterangan
Umur KP 1(tahun) 0,010 Tidak normal
Umur KP 2(tahun) 0,006 Tidak normal
Kolagenase KP 1 pre (ng/mL) 0,012 Tidak normal
Kolagenase KP 2 pre (ng/mL) 0,001 Tidak normal
Kolagenase KP 1 post (ng/mL) 0,004 Tidak normal
Kolagenase KP 2 post (ng/mL) 0,815 Normal
IPP KP 1 pre (skor) 0,001 Tidak normal
IPP KP 2 pre (skor) 0,006 Tidak normal
IPP KP 1 post (skor) 0,052 Normal
IPP KP 2 post (skor) 0,052 Normal
Tabel 5.2 menunjukkan bahwa tidak semua data semua dari variabel
berdistribusi normal, karena nilai p umur KP1 adalah p = 0,010 dan KP2 adalah p
= 0,006 sehingga umur tidak berdistribusi normal (p < 0,05). Nilai p kadar
kolagenase KP1 sebelum perlakuan adalah p = 0,012 dan sesudah perlakuan
adalah p = 0,004 sehingga sehingga data berdistribusi tidak normal (p < 0,05).
Nilai p kadar kolagense KP2 sebelum perlakuan adalah p = 0,001 dan sesudah
perlakuan adalah p = 0,815, sehingga kadar kolagenase sebelum perlakuan
terdistribusi tidak normal (p < 0,05), dan sesudah perlakuan berdistribusi normal
(p > 0,05). IPP KP1 sebelum perlakuan adalah p = 0,001 dan sesudah perlakuan p
97
= 0,052, sehingga data sebelum perlakuan berdistribusi tidak normal (p < 0,05)
dan sesudah perlakuan berdistribusi normal (p > 0,05). IPP KP2 sebelum
perlakuan adalah p = 0,006 dan sesudah perlakuan adalah p = 0,052, sehingga data
IPP sebelum perlakuan berdistribusi tidak normal (p < 0,05) dan sesudah
perlakuan berdistribusi normal (p > 0,05).
5.3 Uji komparasi
Analisis komparasi dilakukan untuk menguji efek perlakuan dalam
kelompok dan antar kelompok. Efek dalam kelompok diuji melalui uji statistik
antar sebelum dan sesudah perlakuan, sedangkan efek antar kelompok diuji antara
KP1dan KP2 pada saat sebelum dan sesudah perlakuan. Untuk melakukan uji
komparasi dalam dan antar kelompok, maka dilakukan terlebih dahulu uji statistik
terhadap distribusi data dan variasi data antar KP1 dan KP2.
5.3.1 Uji komparasi Umur Antar Kelompok Perlakuan
Uji komparasi terhadap umur KP1 dan KP2 dilakukan dengan uji U –
Mann Whitney karena data terdistribusi tidak normal, Hasil uji disampaikan pada
Tabel 5.3.
Tabel 5.3
Uji Perbedaan Rerata Umur antar Kelompok Perlakuan
dengan U – Mann Whitney (n = 30)
Kelompok Subjek
Rerata
Z P Umur ± SB
KP 1 45,9+ 2,7 tahun
-0,486 0,627
KP 2 45,7+2,6 tahun
98
Tabel 5.3 menunjukkan rerata umur pada KP1 adalah 45,9+2,7 tahun
dan rerata umur KP2 adalah 45,7+2,6 tahun. Analisis kemaknaan dengan U –
Mann Whitney menunjukkan bahwa nilai Z = -0,486 dan nilai p = 0,627. Hal ini
berarti bahwa rerata umur kedua kelompok perlakuan tidak berbeda secara
bermakna (p > 0,05). Hasil uji statistik menunjukkan bahwa rerata umur kedua
kelompok adalah sama sehingga tidak mempengaruhi hasil pengujian variabel lain
antar kelompok perlakuan.
5.3.2 Uji Komparasi Kadar Kolagenase
Uji komparasi selanjutnya adalah uji rerata kadar kolagenase pada setiap
kelompok. Uji dilakukan untuk menilai efek perlakuan pada tiap kelompok
dengan tingkat kemaknaan 0,05. Uji dilakukan dengan Wilcoxon Signed Ranks
karena distribusi data tidak normal dan varian data homogen. Hasil uji disajikan
pada Tabel 5.4.
Tabel 5.4
Uji Perbedaan Rerata Kadar Kolagenase Sebelum dan Sesudah Perlakuan
Tiap Kelompok dengan Uji Wilcoxon Signed Ranks (n = 30)
Kelompok Variabel Rerata Z P
KP 1
Kadar kolagenase pre
Kadar kolagenase post
0,946+0,649ng/mL
0,874+0,242ng/mL
-0,341 0,733
KP 2
Kadar kolagenase pre
Kadar kolagenase post
1,334+0,655ng/mL
0,649+0,171ng/mL
-3,408
0,001
Tabel 5.4 menunjukkan rerata kadar kolagenase KP1 sebelum perlakuan
adalah 0,946+0,649 ng/mL, dan sesudah perlakuan adalah 0,874+0,242 ng/mL.
Analisis kemaknaan dengan Wilcoxon Signed Ranks menunjukkan bahwa nilai Z
99
= -0,341 dan nilai p = 0,733. Hasil ini menunjukkan bahwa tidak ada penurunan
secara bermakna pada KP1 (p > 0,05). Rerata kadar kolagenase KP2 sebelum
perlakuan adalah 1,334+0,655 ng/mL dan sesudah perlakuan adalah 0,649+0,171
ng/mL. Analisis kemaknaan dengan Wilcoxon Signed Ranks menunjukkan bahwa
nilai Z = -3,408 dan nilai p = 0,001. Hasil ini menunjukkan bahwa perlakuan
pada KP2 menunjukkan penurunan secara bermakna (p < 0,05). Uji statistik
rerata kadar kolagenase pada Tabel 5.5 menunjukkan bahwa pemberian
Chlorhexidine Digluconate 0,12% tidak menyebabkan penurunan secara
bermakna, sedangkan pemberian Terpinen-4-ol type 1% dapat menurunkan kadar
kolagenase secara bermakna.
Selanjutnya dilakukan uji komparasi terhadap Kadar Kolagenase antar
kelompok dengan membandingkan rerata kadar kolagenase antar kelompok
sebelum perlakuan dan kadar kolagenasi antar kelompok sesudah perlakuan
dengan tingkat kemaknaan 0,05. Hasil disajikan pada Tabel 5.5.
Tabel 5.5
Uji Perbedaan Rerata Kadar Kolagenase Antar Kelompok Sebelum dan
Sesudah Perlakuandengan Uji U – Mann Whitney (n = 30)
Perlakuan Kelompok
Rerata Kadar
Kolasenase Z P
KP 1 0,946+0,649 ng/mL
Sebelum
-2,157 0,031
KP 2 1,334+0,655 ng/mL
KP 1 0,874+0,242 ng/mL
Sesudah
-2,675 0,007
KP 2 0,649+ 0,171 ng/mL
100
Tabel 5.5 menunjukkan rerata kadar kolagenase sebelum perlakuan pada
KP1 adalah 0,946+0,649 ng/mL dan KP2 adalah 1,334+0,655 ng/mL. Analisis
kemaknaan dengan uji U – Mann Whitney menunjukan bahwa nilai Z = -2,57 dan
nilai p = 0,031. Hasil ini menunjukan ada perbedaan bermakna rerata kadar
kolagenase sebelum diberi perlakuan pada kedua kelompok (p < 0,05).
Kadar kolagenase sesudah perlakuan pada KP1 adalah 0,874+0,242
ng/mL dan pada KP2 adalah 0,649 + 0,171ng/mL. Analisis kemaknaan dengan uji
U – Mann Whitney menunjukan bahwa nilai Z = -2,675 dan nilai p = 0,007 .
Hasil tersebut menunjukan bahwa ada perbedaan kadar kolagenase secara
bermakna pada kedua kelompok sesudah diberi perlakuan (p < 0,05).
Oleh karena rerata kadar kolagenase sebelum perlakuan berbeda
bermakna, maka untuk menguji perbedaan penurunan kadar kolagenase antar
kelompok dilakukan uji komparasi terhadap selisih Kadar Kolagenase sebelum
diberi perlakuan dan sesudah diberi perlakuan antar kelompok perlakuan 1 dan
kelompok perlakuan 2 dengan uji U – Mann Whitney dan tingkat kemaknaan 0,05.
Hasil disajikan pada Tabel 5.6.
Tabel 5.6
Uji Perbedaan Rerata selisih Kadar Kolagenase sebelum dan sesudah
perlakuan Antar Kelompok Uji U – Mann Whitney (n = 30).
Kelompok
Rerata selisih
Kolagenase
pre dan post SD Z P
KP 1 -0,073 ng/mL 0,677 -3,298 0,001
KP 2 -0,685 ng/mL 0,608
101
Tabel 5.6 menunjukkan rerata penurunan kadar kolagenase pada KP1
adalah -0,073±0,677 ng/mL dan pada KP2 adalah -0,685±0,608 ng/mL. Analisis
kemaknaan perbedaan penurunan dengan uji U – Mann Whitney menunjukan
bahwa Z = -3,298 dan nilai p = 0,001. Hasil tersebut menunjukkan ada perbedaan
yang bermakna antara penurunan kadar kolagenase pada KP1 dan KP2 (p < 0,05).
Dengan demikian pemberian Terpinen-4-ol type 1% lebih baik dalam menurunkan
kadar kolagenase daripada Chlorhexidine Digluconate 0,12%.
5.3.3. Uji Komparasi IPP
Uji komparasi selanjutnya adalah uji rerata IPP pada setiap kelompok. Uji
dilakukan untuk menilai efek perlakuan pada tiap kelompok dengan tingkat
kemaknaan 0,05. Uji dilakukan dengan U – Mann Whitney karena distribusi data
tidak normal dan varian data homogen. Hasil disajikan pada Tabel 5.7.
Tabel 5.7
Uji Perbedaan Rerata IPP Sebelum dan Sesudah Perlakuan tiap Kelompok
dengan Uji Wilcoxon Signed Ranks (n = 30)
Kelompok Variabel Rerata Z p
KP 1
IPP Pre
IPP Post
5,35±0,13 skor
3,20±0,41skor -3,427 0,001
KP 2
IPP Pre
IPP Post
5,52±0,18 skor
2,70±0,41 skor
-3,424 0,001
Tabel 5.7 menunjukkan rerata IPP KP1 sebelum diberi perlakuan adalah
5,35±0,13 skor, dan sesudah diberi perlakuan adalah 3,20±0,41 skor, analisis
kemaknaan dengan Wilcoxon Signed Ranks menunjukkan bahwa nilai Z = -3,427.
102
Dan p = 0,001. Hasil ini menunjukan bahwa adanya penurunan secara bermakna
pada KP1 p = 0,001 (p < 0,05). Rerata IPP KP2 sebelum diberi perlakuan adalah
5,52±0,18 skor, dan sesudah diberi perlakuan adalah 2,70±0,41 skor. Analisis
kemaknaan dengan Wilcoxon Signed Ranks menunjukkan bahwa nilai Z = -3,424
dan nilai p = 0,001. Hasil ini menunjukan bahwa perlakuan pada KP2
menunjukkan penurunan secara bermakna (p < 0,05).
Hasil uji statistik rerata IPP pada tabel 5.8 menunjukan bahwa pemberian
Chlorhexidine Digluconate 0,12% dan pemberian Terpinen-4-ol type 1% dapat
penurunkan IPP secara bermakna.
Selanjutnya dilakukan uji komparasi terhadap IPP antar kelompok dengan
membandingkan rerata IPP antar kelompok sebelum perlakuan dan IPP antar
kelompok sesudah perlakuan dengan tingkat kemaknan 0,05. Hasil disajikan pada
Tabel 5.8.
Tabel 5.8
Uji Perbedaan Rerata IPP Antar Kelompok Sebelum dan Sesudah
Perlakuan, dengan Uji U – Mann Whitney untuk sbelum perlakuan dan Uji
T-independent untuk sesudah perlakuan dan (n = 30)
Perlakuan Kelompok Rerata IPP
Z P
KP 1 5,35±0,13 skor
Sebelum
-2,591 0,010
KP 2 5,52±0,18 skor
Perlakuan Kelompok Rerata IPP Beda rerata t p
KP 1 3,20±0,41 skor
Sesudah
0,60±0,03 skor 3,969 0,001
KP 2 2,70±0,41 skor
103
Tabel 5.8 menunjukkan rerata IPP sebelum perlakuan pada KP1 adalah
5,35±0,127 skor dan KP2 adalah 5,52±0,18 skor. Analisis pada kemaknaan
dengan U – Mann Whitney menunjukan bahwa Z = -2,591 dan nilai p = 0,010.
Hasil ini menunjukan ada perbedaan bermakna rerata IPP sebelum diberi
perlakuan pada kedua kelompok (p < 0,05)
Rerata IPP sesudah perlakuan pada KP1 adalah 3,20±0,41 skor dan pada
IPP KP2 adalah 2,70±0,41 skor. Analisis kemaknaan dengan uji T-independent
menunjukan bahwa t = 3,969 dan nilai p = 0,001. Hasil tersebut menunjukan
bahwa ada perbedaan IPP secara bermakna pada kedua kelompok sesudah diberi
perlakuan (p < 0,05).
Oleh karena rerata IPP sebelum perlakuan berbeda bermakna, maka untuk
menguji perbedaan penurunan IPP antar kelompok dilakukan uji komparasi
terhadap selisih IPP sebelum diberi perlakuan dan sesudah diberi perlakuan antar
kelompok perlakuan 1 dan kelompok perlakuan 2 dengan uji U – Mann Whitney
dan tingkat kemaknaan 0,05. Hasil disajikan pada Tabel 5.9.
Tabel 5.9
Uji Perbedaan Rerata selisih IPP sebelum dan sesudah perlakuan Antar
Kelompok Uji U – Mann Whitney (n = 30).
Kelompok
Rerata selisih
IPP pre dan post SD Z P
KP 1 -2.05 skor 0,42 -3,735 0,001
KP 2 -2,82 skor 0,48
104
Tabel 5.9 menunjukkan rerata penurunan IPP pada KP1 adalah -
2.05±0,42 skor, dan KP2 adalah -2,82±0,48 skor. Analisis dengan uji U – Mann
Whitney menunjukan bahwa Z = -3,735 dan nilai p = 0,001. Hasil tersebut
menunjukan ada perbedaan yang bermakna antara penurunan IPP pada KP1 dan
KP2 (p < 0,05).
105
BAB VI
PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN
6.1. Subjek Penelitian
Untuk menguji skeling dan pemberian Terpinen-4-ol type 1% terhadap
penurunan kadar kolagenase dan IPP, maka dilakukan penelitian pada penderita
periodontitis akibat kalkulus. Sebanyak 30 orang sebagai sampel, yang dibagi
menjadi 2 (dua) kelompok masing-masing berjumlah 15 orang, yaitu kelompk
perlakuan 1 dan kelompok perlakuan 2. Berdasarkan hasil analisis didapatkan
bahwa umur penderita antar kelompok tidak berbeda secara bermakna antara
kedua kelompok perlakuan 1 dan kelompok perlakuan 2 (p>0,05). Subjek akan
diberi perlakuan selama 14 hari baik pemberian Chlorhexidine Digluconate 0,12%
maupun Terpinen-4-ol type 1% sebab diketahui sifat dari bahan Chlorhexidine
Digluconate 0,12% dapat menimbulkan gangguan pengecapan dan timbulnya
stain pada lapisan email gigi jika dipergunakan dalam waktu lama, dan waktu
yang aman dianjurkan selama 14 hari (Soeherwine et al, 2000).
6.2 Pengaruh Skeling dan pemberian Terpinen-4-ol type 1% dan
Chlorhexidine Digluconate 0,12% terhadap Kadar Kolagenase
Jaringan periodontal tersusun dari komponen matrik ekstra seluler yaitu
kolagen yang berperan dalam proses regenerasi dan kerusakan jaringan. Kolagen
interstisial jaringan periodontal berfungsi untuk penyembuhan dan pembentukan
jaringan baru. Kerusakan kolagen ini disebabkan oleh adanya Kolagenase yaitu
106
enzim perusak jaringan yang paling khas (Wahyukundari, 2008). Enzim ini
dihasilkan oleh C. perfringens, S. aureus, Sterptokokus Group A dan dalam
jumlah yang lebih sedikit dihasilkan oleh bakteri anaerob. Dikatakan pula
kolagenase merupakan enzim proteolitik yang memecah kolagen , suatu protein
utama pada jaringan ikat fibrosa, dan menyebabkan penyebaran infeksi pada
jaringan (Brooks et al., 2008). Penurunan kadar kolagenase yang dihasilkan oleh
mikroorganisme penyebab kerusakan jaringan periodontal merupakan faktor
penting dalam penyembuhan periodontitis akibat kalkulus dan pembentukan
jaringan periodontal yang baru dan sehat agar gigi dapat kuat bertahan di dalam
soketnya.
Pada penelitian ini rerata kadar kolagenase pada KP1 sebelum perlakuan
adalah 0,946+0,649 ng/mL dengan rentang antara 0,060 ng/mL sampai 2,870
ng/mL, sedangkan sesudah perlakuan adalah 0,874+0,242 ng/mL dengan rentang
antara 0,670 ng/mL sampai 1,360 ng/mL. Rerata Kadar kolagenase pada KP2
sebelum perlakuan adalah 1,334+0,655 ng/mL dengan rentang antara 0,828
ng/mL sampai 3,470 ng/mL dan sesudah perlakuan adalah 0,649±0,171 ng/mL
dengan rentang antara 0,272 ng/mL sampai 0,940 ng/mL. Hasil tersebut
menunjukkan bahwa kadar kolagenase pada kedua kelompok setelah diberikan
perlakuan sama-sama mengalami penurunan. Penelitian ini sesuai dengan
penelitian sebelumnya yang telah dilakukan oleh oleh Groppo et al. (2002) yang
membandingkan efektivitas Chlorhexidine, bawang putih dan tea tree oil dalam
aktivitas antimikroba dalam rongga mulut, menyatakan bahwa Chlorhexidine dan
bawang putih menunjukan aktivitas antimikroba terhadap Streptococcus mutans,
107
tetapi tidak terhadap mikroorganisme lain dalam rongga mulut, sedangkan tea tree
oil mempunyai aktivitas antimikroba terhadap Streptococcus mutans dan
mikroorganisme rongga mulut lainnya. Selain itu juga membuktikan bahwa
perawatan periodontitis akan lebih baik jika dikombinasikan dengan menekan
mikroorganisme seperti yang dikatakan oleh Berdasarkan tahapan – tahapan Fedi
et al. (2005) : OHI (Oral Hygiene Instructions), skeling, root planning
(penghalusan permukaan akar gigi), aplikasi agen anti mikroba secara topikal
pada subgingiva, evaluasi ulang ,Bila diperlukan dilakukan terapi kusus atau
tambahan, pembedahan, terapi pemeliharaan dilakukan setiap tiga bulan sekali.
Chlorhexidine Digluconate 0,12% merupakan bahan antiseptik yang biasa
dipergunakan untuk perawatan penderita periodontitis akibat kalkulus untuk
menekan pertumbuhan bakteri penghasil kolagenase yang dapat merusak kolagen
jaringan periodontal, dengan harapan dapat mempercepat kesembuhan.
Sedangkan Terpinen-4-ol type merupakan kandungan oil of melaleuca,
sebesar 30-48% yang berkasiat sebagai anti mikroba. Pada penelitian yang
dilakukan oleh Kulik et al. pada tahun 2000 menyatakan bahwa, mikroorganisme
yang paling rentan adalah Actinobacillus actinomycetemcomitans, Fusobacterium
nucleatum dan Porphyromonas gingivalis, sedangkan pada Streptococcus
mutans dan Prevotella intermedia dikatakan cukup rentan.
6.2.1 Pengaruh Skeling dan pemberian Terpinen-4-ol type 1% terhadap
Kadar Kolagenase
108
Menurut hasil penelitian ini perawatan skeling dan pemberian Terpinen-4-
ol type 1% terhadap kadar kolagenase pada penderita periodontitis akibat kalkulus
dapat dilihat sebagai berikut, Rerata kadar kolagenase KP2 sebelum perlakuan
adalah 1,334+0,655 ng/mL dan sesudah perlakuan adalah 0,649+0,171 ng/mL.
Analisis kemaknaan dengan Wilcoxon Signed Ranks menunjukkan bahwa nilai Z
= -3,408 dan nilai p = 0,001. Hasil ini menunjukkan bahwa perlakuan pada KP2
adanya penurunan secara bermakna (p < 0,05). Hasil uji statistik rerata kadar
kolagenase pada penderita periodontitis akibat kalkulus yang diberikan Terpinen-
4-ol type 1% secara topikal selama 14 hari setelah dilakuan skeling dapat memberi
efek penurunan yang bermakna. Penelitian ini sesuai dengan penelitian yang telah
dilakukan oleh Kulik et al. pada tahun 2000 menyatakan bahwa Terpinen-4-ol
type paling rentan pada Actinobacillus actinomycetemcomitans, Fusobacterium
nucleatum dan Porphyromonas gingivalis, sedangkan pada Streptococcus
mutans dan Prevotella intermedia dikatakan cukup rentan.
Penurunan kadar kolagenase secara bermakna dapat mempercepat
pembentukan jaringan periodontal yang baru dan memperkuat perlekatan gigi
pada tulang alveolar. Sehingga pada kelompok ini jelas terlihat penurunan
mobilitas gigi yang telah mengalami periodontitis akibat kalkulus. Dalam
beberapa penelitian dikatakan bahwa Terpinen-4-ol type merupakan zat aktif
yang dapat menekan jumlah mikroorganisme penghasil kolagenase dengan cara
merusak membran sitoplasma sel dari mikroorganisme tersebut (Christine et al.,
2002). Sekalipun demikian penggunaan Terpinen-4-ol type dalam praktek
kedokteran gigi belum banyak dilakukan.
109
6.2.2 Pengaruh Skeling dan pemberian Chlorhexidine Digluconate 0,12%
terhadap Kadar Kolagenase
menunjukkan rerata kadar kolagenase KP1 sebelum perlakuan adalah
0,946+0,649 ng/mL, dan sesudah perlakuan adalah 0,874+0,242 ng/mL. Analisis
kemaknaan dengan Wilcoxon Signed Ranks menunjukkan bahwa nilai Z = -0,341
dan nilai p = 0,733. Hasil ini menunjukkan bahwa tidak ada penurunan secara
bermakna pada KP1 (p > 0,05). menunjukkan bahwa pemberian Chlorhexidine
Digluconate 0,12% tidak menyebabkan penurunan secara bermakna. Penelitian ini
tidak sesuai dengan penelitian yang sebelumnya yang dilakukan oleh Soeherwine
et al, pada tahun 2000 yang menyatakan bahwa, Chlorhexidine Digluconate
mempunyai gugus kimia 1.6 – bis – p chlorophenylbiguanidohexane, sebagai anti
mikroorganisme dengan spektrm luas, dan bersifat bakterisida dan berefek
terhadap kuman gram positif dan gram negatif. Dapat terjadi karena tidak disertai
dengan pemberian antibiotik peroral.
Chlorhexidine Digluconate merupakan bahan antiseptik yang biasa
dipergunakan baik dalam sediaan gel maupun obat kumur dalam dunia kedokteran
gigi, yang diharapkan mampu menekan mikroorganisme pada perawatan pasca
bedah, skeling dan pada pasien – pasien dengan tingkat kebersihan mulut yang
kurang baik. Dalam penggunaannya biasanya dikombinasikan dengan antibiotik
peroral dan anti radang.
6.2.3 Peran Terpinen-4-ol type 1% terhadap Kadar Kolagenase
Hasil penelitian ini menunjukkan rerata kadar kolagenase KP1 sebelum
perlakuan adalah 0,946+0,649 ng/mL, dan sesudah perlakuan adalah 0,874+0,242
110
ng/mL. Analisis kemaknaan dengan U – Mann Whitney menunjukkan bahwa nilai
Z = -0,341 dan nilai p = 0,733. Hasil ini menunjukkan bahwa tidak ada penurunan
secara bermakna pada KP1 (p > 0,05). Rerata kadar kolagenase KP2 sebelum
perlakuan adalah 1,334+0,655 ng/mL dan sesudah perlakuan adalah 0,649+0,171
ng/mL. Analisis kemaknaan dengan U – Mann Whitney menunjukkan bahwa nilai
Z = -3,408 dan nilai p = 0,001. Hasil ini menunjukkan bahwa perlakuan pada KP2
menunjukkan penurunan secara bermakna (p < 0,05). Menunjukkan bahwa
pemberian Chlorhexidine Digluconate 0,12% tidak menyebabkan penurunan
secara bermakna, sedangkan pemberian Terpinen-4-ol type 1% dapat menurunkan
kadar kolagenase secara bermakna. Penurunan kadar kolagenase secara bermakna
dapat mempercepat pembentukan jaringan periodontal yang baru dan memperkuat
perlekatan gigi pada tulang alveolar. Sehingga pada kelompok ini jelas terlihat
penurunan mobilitas gigi yang telah mengalami periodontitis akibat kalkulus.
Dalam beberapa penelitian dikatakan bahwa Terpinen-4-ol type merupakan zat
aktif yang dapat menekan jumlah mikroorganisme penghasil kolagenase dengan
cara merusak membran sitoplasma sel dari mikroorganisme tersebut (Christine et
al., 2002).
Selanjutnya dilakukan uji komparasi terhadap Kadar Kolagenase antar
kelompok dengan membandingkan rerata kadar kolagenase antar kelompok
sebelum perlakuan dan kadar kolagenasi antar kelompok sesudah perlakuan
dengan tingkat kemaknaan 0,05, dengan hasil sebagai berikut : rerata kadar
kolagenase sebelum perlakuan pada KP1 adalah 0,946+0,649 ng/mL dan KP2
adalah 1,334+0,655 ng/mL. Analisis kemaknaan dengan uji U – Mann Whitney
111
menunjukan bahwa nilai Z = -2,57 dan nilai p = 0,031. Hasil ini menunjukan ada
perbedaan bermakna rerata kadar kolagenase sebelum diberi perlakuan pada
kedua kelompok (p < 0,05).
Kadar kolagenase sesudah perlakuan pada KP1 adalah 0,874+0,242
ng/mL dan pada KP2 adalah 0,649 + 0,171 ng/mL . Analisis kemaknaan dengan
uji U – Mann Whitney menunjukan bahwa nilai Z = -2,675 dan nilai p = 0,007 .
Hasil tersebut menunjukan bahwa ada perbedaan kadar kolagenase secara
bermakna pada kedua kelompok sesudah diberi perlakuan (p < 0,05).
Oleh karena rerata kadar kolagenase sebelum perlakuan berbeda
bermakna, maka untuk menguji perbedaan penurunan kadar kolagenase antar
kelompok dilakukan uji komparasi terhadap selisih Kadar Kolagenase sebelum
diberi perlakuan dan sesudah diberi perlakuan antar kelompok perlakuan 1 dan
kelompok perlakuan 2 dengan uji U – Mann Whitney dan tingkat kemaknaan 0,05.
Dari hasil uji tersebut didapat hasil sebagai berikut, rerata penurunan kadar
kolagenase pada KP1 adalah -0,073±0,677 ng/mL dan pada KP2 adalah -
0,685±0,608 ng/mL. Analisis kemaknaan perbedaan penurunan dengan uji U –
Mann Whitney menunjukan bahwa Z = -3,298 dan nilai p = 0,001. Hasil tersebut
menunjukkan ada perbedaan yang bermakna antara penurunan kadar kolagenase
pada KP1 dan KP2 (p < 0,05). Dengan demikian pemberian Terpinen-4-ol type
1% lebih baik dalam menurunkan kadar kolagenase daripada Chlorhexidine
Digluconate 0,12%. Penurunan kadar kolagenase pada masing – masing
kelompok perlakuan padat dilihat lebih jelas pada grafik dibawah ini :
112
Gambar 6.1 Penurunan Kolagenase Sesudah diberi Perlakuan
Sebelumnya dalam sebuah penelitian yang dilakukan oleh Groppo et al.
(2002) yang membandingkan efektivitas Chlorhexidine, bawang putih dan tea tree
oil dalam aktivitas antimikroba dalam rongga mulut, menyatakan bahwa
Chlorhexidine dan bawang putih menunjukan aktivitas antimikroba terhadap
Streptococcus mutans, tetapi tidak terhadap mikroorganisme lain dalam rongga
mulut, sedangkan tea tree oil mempunyai aktivitas antimikroba terhadap
Streptococcus mutans dan mikroorganisme rongga mulut lainnya. Dalam
penelitian ini penggunaan Terpinen-4-ol type 1% mempunyai efek yang jauh lebih
baik dalam penyembuhan periodontitis akibat kalkulus, terbukti dari kadar
kolagenase yang dapat menurun jauh lebih besar dari pada dengan Chlorhexidine
Digluconate 0,12% , karena kemampuan antiseptik, antimikroba yang jauh lebih
baik. Diharapkan pada waktu mendatang penggunaan Terpinen-4-ol type pada
praktek kedokteran gigi bisa dikembangkan lebih luas lagi, sehingga dapat
memberi alternatif dalam penekanan mikroorganisme penyebab periodontitis
ng
/mL
113
akibat kalkulus dan pemulihan matrik – matrik kolagenase yang telah rusak akibat
aktifitas enzim – enzim proteolitik khususnya kolagenase.
6.3 Pengaruh Skeling dan pemberian Terpinen-4-ol type 1% dan
Chlorhexidine Digluconate 0,12% terhadap IPP
Selain kadar kolagenase, tingkat kerusakan jaringan periodontal pada
penderita periodontitis akibat kalkulus juga dapat dilihat dari Indeks Penyakit
Periodontal (IPP). Pengukuran IPP merupakan pengukuran secara klinis, dengan
melihat keradangan pada gingiva dan kedalaman poket periodontal dengan
menggunakan alat bantu probe periodontal. Gingivitis merupakan radang gusi
yang disebabkan oleh zat yang berasal dari mikroba yang terdapat dalam plak
yang terakumulasi di sulkus gingiva (Roy, 2005). Pada gingivitis terjadi respons
inflamasi tanpa merusak jaringan pendukung dan dapat menyebabkan perubahan
warna gusi mulai dari kemerahan sampai kebiruan, sesuai dengan bertambahnya
proses peradangan yang terjadi terus – menerus (Carranza et al., 2006).
Pada penelitian ini rerata IPP pada KP1 sebelum perlakuan adalah 5,35+0,13
skor dengan rentang antara 5,25 skor sampai 5,50 skor, sedangkan sesudah
perlakuan adalah 3,20+0,41 skor dengan rentang antara 2,50 skor sampai 4,00
skor. Rerata IPP pada KP2 sebelum perlakuan adalah 5,52+0,18 skor dengan
rentang antara 5,25 skor sampai 5,75 skor dan sesudah perlakuan adalah
2,70±0,41 skor dengan rentang antara 2,00 skor sampai 3,50 skor. Hasil tersebut
menunjukkan bahwa IPP pada kedua kelompok setelah diberikan perlakuan sama-
sama mengalami penurunan yang bermakna.
114
Sesuai dengan hasil penelitian ini dapat dilihat adanya penurunan rerata
IPP pada perlakuan skeling disertai pemberian Chlorhexidine Digluconate 0,12%
dan perlakuan skeling disertai pemberian Terpinen-4-ol type 1%. Penurunan nilai
IPP ini berbanding lurus dengan penurunan keradangan gingiva dan kedalaman
poket periodontal, pemeriksaan ini dilakukan secara klinis, sehingga merupakan
pemeriksaan yang paling sederhana dan sering dilakukan untuk menentukan
kerusakan jaringan periodontal.
6.3.1 Pengaruh Skeling dan pemberian Terpinen-4-ol type 1% terhadap IPP
Menurut hasil penelitian ini perawatan skeling dan pemberian Terpinen-4-ol
type 1% terhadap IPP pada penderita periodontitis akibat kalkulus dapat dilihat
sebagai berikut, Rerata IPP KP2 sebelum perlakuan adalah 5,52+0,18 skor dan
sesudah perlakuan adalah 2,70+0,41 skor. Analisis kemaknaan dengan U – Mann
Whitney menunjukkan bahwa nilai Z = -3,424 dan nilai p = 0,001. Hasil ini
menunjukkan bahwa perlakuan pada KP2 adanya penurunan secara bermakna (p
< 0,05). Hasil uji statistik rerata IPP pada penderita periodontitis akibat kalkulus
yang diberikan Terpinen-4-ol type 1% secara topikal selama 14 hari setelah
dilakuan skeling dapat memberi efek penurunan yang bermakna. Sehingga pada
kelompok ini jelas terlihat penurunan mobilitas gigi yang telah mengalami
periodontitis akibat kalkulus. Dalam beberapa penelitian dikatakan bahwa
Terpinen-4-ol type merupakan zat aktif yang dapat menekan jumlah
mikroorganisme penghasil kolagenase dengan cara merusak membran sitoplasma
sel dari mikroorganisme tersebut (Christine et al., 2002). mikroorganisme
115
spesifik, mengakibatkan kerusakan progresif dari ligamentum periodontal dan
tulang alveolar dengan pembentukan periodontal pocket (saku gingiva), resesi,
atau keduanya (Carranza et al., 2006). Dengan demikian dapat membuktikan
bahwa pemberian Terpinen-4-ol type 1% dapat menekan peradangan gusi,
kedalaman poket periodontal dan pada akhirnya menurunkan IPP pada kasus
periodontitis akibat kalkulus.
6.3.2 Pengaruh Skeling dan pemberian Chlorhexidine Digluconate 0,12%
terhadap IPP
Pada penelitian ini perawatan skeling dan pemberian Chlorhexidine
Digluconate 0,12% terhadap IPP pada penderita periodontitis akibat kalkulus
dapat dilihat sebagai berikut, Rerata IPP KP1 sebelum perlakuan adalah
5,35+0,13 skor dan sesudah perlakuan adalah 3,20+0,41 skor. Analisis
kemaknaan dengan U – Mann Whitney menunjukkan bahwa nilai Z = -3,427dan
nilai p = 0,001. Hasil ini menunjukkan bahwa perlakuan pada KP2 adanya
penurunan secara bermakna (p < 0,05). Hasil uji statistik rerata IPP pada penderita
periodontitis akibat kalkulus yang diberikan Chlorhexidine Digluconate 0,12%
secara topikal selama 14 hari setelah dilakuan skeling dapat memberi efek
penurunan yang bermakna. Pada penelitian terdahulu dikatakan bahwa,
Chlorhexidine Digluconate mempunyai gugus kimia 1.6 – bis – p
chlorophenylbiguanidohexane, sebagai anti mikroorganisme dengan spektrm luas,
dan bersifat bakterisida dan berefek terhadap kuman gram positif dan gram
negatif (Soeherwine et al, 2000). Dengan demikian Chlorhexidine Digluconate
0,12% dapat dipergunakan sebagai bahan antiseptik yang membantu
116
penyembuhan keradangan pada gingiva dan menurunkan kedalaman periodontal
poket yang dapat dilihat dalam IPP.
6.3.3 Peran Terpinen-4-ol type 1% terhadap IPP
Hasil penelitian ini menunjukkan rerata IPP KP1 sebelum perlakuan adalah
5,35+0,13 skor, dan sesudah perlakuan adalah 3,20+0,41 skor. Analisis
kemaknaan dengan Wilcoxon Signed Ranks Test menunjukkan bahwa nilai Z = -
3,427 dan nilai p = 0,001. Hasil ini menunjukkan bahwa adanya penurunan secara
bermakna pada KP1 (p < 0,05). Rerata kadar kolagenase KP2 sebelum perlakuan
adalah 5,52+0,18 skor dan sesudah perlakuan adalah 2,70+0,41 skor. Analisis
kemaknaan dengan Wilcoxon Signed Ranks Test menunjukkan bahwa nilai Z = -
3,424 dan nilai p = 0,001. Hasil ini menunjukkan bahwa perlakuan pada KP2
menunjukkan penurunan secara bermakna (p < 0,05). Menunjukkan bahwa
pemberian Chlorhexidine Digluconate 0,12% maupun Terpinen-4-ol type 1%
dapat menurunkan IPP secara bermakna. Hasil ini sesuai dengan penelitian
sebelumnya yang dilakukan oleh Soeherwine et al, pada tahun 2000, yang
menyatakan bahwa Chlorhexidine Digluconate mempunyai gugus kimia 1.6 – bis
– p chlorophenylbiguanidohexane, sebagai anti mikroorganisme dengan spektrm
luas, dan bersifat bakterisida dan berefek terhadap kuman gram positif dan gram
negatif.
Selanjutnya dilakukan uji komparasi terhadap IPP antar kelompok dengan
membandingkan rerata IPP antar kelompok sebelum perlakuan dan IPP antar
kelompok sesudah perlakuan dengan tingkat kemaknaan 0,05, dengan hasil
117
sebagai berikut, rerata IPP sebelum perlakuan pada KP1 adalah 5,35+0,13 skor
dan KP2 adalah 5,52+0,18 skor. Analisis kemaknaan dengan uji T – Independent
menunjukan bahwa nilai t = -2,977 dan nilai p = 0,006. Hasil ini menunjukan ada
perbedaan bermakna rerata IPP sebelum diberi perlakuan pada kedua kelompok (p
< 0,05).
IPP sesudah perlakuan pada KP1 adalah 3,20+0,41 skor dan pada KP2
adalah 2,70+0,41skor. Analisis kemaknaan dengan uji T – Independent
menunjukan bahwa nilai t = 3,969 dan nilai p = 0,001 . Hasil tersebut
menunjukan bahwa ada perbedaan IPP secara bermakna pada kedua kelompok
sesudah diberi perlakuan (p < 0,05).
Oleh karena rerata IPP sebelum perlakuan berbeda bermakna, maka untuk
menguji perbedaan penurunan IPP antar kelompok dilakukan uji komparasi
terhadap selisih IPP sebelum diberi perlakuan dan sesudah diberi perlakuan antar
kelompok perlakuan 1 dan kelompok perlakuan 2 dengan uji U – Mann Whitney
dan tingkat kemaknaan 0,05. Dari hasil uji tersebut didapat hasil sebagai berikut,
rerata penurunan IPP pada KP1 adalah -2,05±0,42 skor dan pada KP2 adalah -
2,82±0,48 skor. Analisis kemaknaan perbedaan penurunan dengan uji U – Mann
Whitney menunjukan bahwa Z = -3,735 dan nilai p = 0,001. Hasil tersebut
menunjukkan ada perbedaan yang bermakna antara penurunan IPP pada KP1 dan
KP2 (p < 0,05). Dengan demikian pemberian Terpinen-4-ol type 1% lebih baik
dalam menurunkan IPP daripada Chlorhexidine Digluconate 0,12%.
Dari tabel yang ada penurunan IPP pada masing – masing kelompok
perlakuan dapat dilihat lebih jelas pada grafik dibawah ini :
118
Gambar 6.2 Penurunan IPP Sesudah diberi Perlakuan
Penurunan IPP secara bermakna merupakan tolok ukur dari penurunan
peradangan yang ada pada gingiva dan pemulihan perlekatan – perlekatan serat –
serat periodontal pada sementum gigi. Sebelumnya dalam sebuah penelitian yang
dilakukan oleh Groppo et al. (2002) yang membandingkan efektivitas
Chlorhexidine, bawang putih dan tea tree oil dalam aktivitas antimikroba dalam
rongga mulut, menyatakan bahwa Chlorhexidine dan bawang putih menunjukan
aktivitas antimikroba terhadap Streptococcus mutans, tetapi tidak terhadap
mikroorganisme lain dalam rongga mulut, sedangkan tea tree oil mempunyai
aktivitas antimikroba terhadap Streptococcus mutans dan mikroorganisme rongga
mulut lainnya. Dalam penelitian ini penggunaan Terpinen-4-ol type 1%
mempunyai efek yang jauh lebih baik dalam penyembuhan periodontitis akibat
kalkulus, terbukti dari IPP yang dapat menurun jauh lebih besar dari pada dengan
Chlorhexidine Digluconate 0,12% , karena kemampuan antiseptik, antimikroba
yang jauh lebih baik. Diharapkan pada waktu mendatang penggunaan Terpinen-4-
Sk
or
119
ol type pada praktek kedokteran gigi bisa dikembangkan lebih luas lagi, sehingga
dapat memberi alternatif dalam penekanan mikroorganisme penyebab
periodontitis akibat kalkulus dan pemulihan kerusakan jaringan periodontal yang
padat dilihat dari berkurangnya kedalaman periodontal poket dan menghilangkan
reaksi radang pada gingiva.
120
BAB VII
SIMPULAN DAN SARAN
7.1 Simpulan
Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan sebagai berikut:
1. Skeling dan pemberian Terpinen-4-ol type 1% dapat menurunkan kadar
kolagenase lebih banyak daripada perawatan skeling dan pemberian
Chlorhexidine Digluconate 0,12% pada penderita periodontitis oleh
karena kalkulus.
2. Skeling dan pemberian Terpinen-4-ol type 1% dapat menurunkan Indek
Penyakit Periodontal (IPP) lebih banyak daripada perawatan skeling dan
pemberian Chlorhexidine Digluconate 0,12% pada penderita
periodontitis oleh karena kalkulus.
7.2 Saran
Sebagai saran dalam penelitian ini adalah :
1. perlu dilakukan penelitian dengan variasi dosis yang lebih banyak,
baik lebih rendah dari 1 % untuk mengetahui efek terapi dan lebih
tinggi dari 1% untuk mengetui efek samping dari pemberian
Terpinen-4-ol type 1% terhadap penurunan kadar kolagenase dan
Indeks Penyakit Periodontal (IPP) pada penderita periodontitis oleh
karena kalkulus dengan dosis yang tepat.
2. Disarankan untuk melakukan penelitian dengan beberapa variasi
waktu yang lebih singkat dari 14 hari maupun lebih lama dari dalam
121
pemberian Terpinen-4-ol type 1% untuk penurunan kadar
kolagenase dan Indeks Penyakit Periodontal (IPP) pada penderita
periodontitis oleh karena kalkulus.
122
DAFTAR PUSTAKA
Adler, C. J., Dobney K., Weyrich L.S., Kaidosis J. 2013.Sequencing Ancint
Dental Plaque Shows Changes in Oral Microbiota with Dietary Shifts
of the Neolithic and Industrial Revolutions. Dental journal. (45) : 450
– 5.
Albandar, J. M. 2005. Epidemiology of Aggressive Periodontitis in a South
Brazilian Population. IADR. J Periodont. 73 :762.
Andhira, A. D., 2012. Bab I . (tesis) [cited : 27 April 2013] available from :
http://repository.unhas.ac.id/
Anonim. 1995. Farmakope Indonesia edisi IV. Jakarta. Departemen Kesehatan
Republik Indonesia.
Ansel. 1998. Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi. Jakarta. Universitas Indonesia
press
Asni, A. M. 2010. Pengaruh Karang Gigi Terhadap Kesehatan Gusi pada Anak
SD Negeri Limbung Putri Kec. Bajeng Kab. Gowa Tahun 2008. Media
Kesehatan Gigi (1) : 58-64.
Baum, Phillips, Lund. 1997. Buku Ajar Ilmu Konservasi Gigi. Alih bahasa : Prof.
Dr. drg. Rasita Tarigan. Edisi : 3. Cetakan I: 34 – 8 .
Brooks, G. F., Butel, J. S., Morse, S. A. 2008. Mikrobiologi Kedokteran. Edisi 23.
Cetakan I. EGC. Jakarta.
Carranza, F. A., Newman, M. G., Takei, H. H. 2006. Clinical Periodontology. 9th
ed Philadelpia: WB Saunders Co; p. 74.
Carson, C. F., Hammer, K. A., Riley, T. V. 2006. Melaleuca alternifolia (Tea tree)
Oil: a Review of Antimicrobial and Other Medicinal Properties. Clin.
Microb. Rev. 19 (1): 50 – 62
Champagne, C. M. E., Buchanan, W., Reddy, M., Preisser, J. S., Wilson, D, T.
2003. Potensial for Gingival Crevicular Fluid Meansures as Predictors
of Risk for Periodontal Diseases. Journal Periodontal. (31) : 167 – 80 .
Christine, F., Carson., Brian, J., Mee, Thomas, V., Rihey. 2002. Mechanism of
Action of Melaleuca Alternifolia (tea Tree) Oil on Staphylococcus
123
aureus Determined by Time Kill, Lysis, Leakage, and Salt Tolerance
Assays and Electron Microscopy. Journal American Sosiety for
Microbiology. (46) : 1914 – 20.
Daliemunthe, S. H. 1995. Pengantar Periodonsia. Universitas Sumatera Utara
Press. Sumatera Utara.
Daliemunthe, S. H. 1996 a. Perawatan Periodonsia. Universitas Sumatera Utara
Press. Sumatera Utara.
Daliemunthe, S. H. 1996 b. Periodonsia Klinis. Universitas Sumatera Utara Press.
Sumatera Utara.
Fiorellini, J. P., Kim, D. M., Ishikawa, S. O. 2002. The gingival. In: Newman
MG, takei HH, Carranza FA, editors. Clinical periodontology. 9th
. Ed.
Philadelphia
Fedi, P. F., Vernino, A. R., Gray, J. L. 2005. Silabus Periodonti. Edisi 4. Cetakan
1. GEC. Jakarta.
Geo, F. B., Janet, S. B., Stephen, A. M. 2008. Mikrobiologi Kedokteran (Jawetz,
Melnick,&Adelberg’s Medical Microbiology ). Edisi : 23. EGC.
Jakarta.
Groppo, F. C., Ramacciato, J. C., Simoes, R. P., Florio, F. M., Sartoratto, A. 2002.
Antimicrobial Activity of Garlic, Tea Tree Oil, and Chlorhexidine
Against Oral Microorganisms. Int Dent J. PAracicaba Dental School –
UNICAMP. Brazil.
Gupta, G. 2012. Gingival Crevicular Fluid as a Periodontal Diagnostic Indicator –
I : Host Derived Enzymes and Tissue Breakdown Products. Journal of
Medicine and Life. Bucharest, Romania. (201).
Guyton, A. C., dan Hall, J. E. 2008. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi 11.
Jakarta: EGC.
Hammer, K. A., Dry, L., Johnson, M., Michalak, M., Carson, C. F., Riley, T. V.
2003. Susceptibility of Oral Bacteria to Melaleuca alternifolia (tea
tree) oil in vitro. Journal Oral Microbiology and Immunologi. (18) :
389 – 92.
Harris, G. D., White, R. D. 2005. Diabetes Management Exercise in Patients with
Diabetes. Clinical Diabetes. (23) : 165 – 8.
124
Heyne, K. 1987. Tumbuhan Berguna Indonesia. (Badan Litbang Pertanian).
Jakarta. Yayasan Sarana Wanajaya, Jakarta.
Ireland, R. 2006. Clinical Textbook of Dental Hygiene and Therapy. Blackwell
Munksgaard. P.25. UK.
Kasim, E. 2001. Merokok Sebagai Faktor Risiko Terjadinya Penyakit Periodontal.
Jkedokter Trisakti. (19) : 9.
Kulik, E., Lenkei,t K., Meyer, J. 2000. Antimicrobial effects of tea tree oil
(Melaleuca alternifolia) on oral microorganisms. (Article in German)
Schweiz Monatsschr Zahnmed. (11) : 125-30.
Levine, L., Baev, V., Lev, R., Stablolz, A., Ashkenazi, M. 2006. Aggressive
Periodontitis Among Young Israeli Army Personnel. J Periodontal
(77) : 1392-6
Lily, M. P. 1980. Medical Plants of East and Sautheart Asia. The MIT Pres,
London. (232).
Lindhe, J., Lang, N. P., Karring, T. 2008. Clinical Periodontology and Implant
Dentistry. Edisi 15. Cetakan I. Blackwell.
Lely, M. A. 2004. Pengaruh Kadar Glukosa Darah yang terkontrol
terhadap penurunan derajat kegoyahan gigi penderita diabetes mellitus
di RS Persahabatan Jakarta. Media Litbang Kesehatan XIV (3).
Manson, J. D., Eley, B. M. 1993. Buku Ajar Periodonti. Edisi 2. p.45, Hipokrates
Jakarta.
Mantyla, P., Stenman, M., Kinane, D.F., Tikanoja, S., Luoto, H., Salo, T., Sorsa,
T. 2003. Gingival Crevicular Fluid Collagenase-2 (MMP-8) Test Stick
for Chair-side Monitoring of Periodontitis. J Periodontal Res. (38) P
:436-9.
Mardisiswojo, S., Rajamangusudarso, H. 1977. Cabe Puyang Warisan Nenek
Moyang. PT Karya Wreda. 13.
Mataftsi, M., Skoura, L., Sakellari, D. 2010. HIV infection and Periodontal
Diseases : an Over of the Post – HAART era. Oral Diseases. (17) : 13
– 25.
Melati, Y. 2008. “Tingkat Akumulasi Kalkulus Pada Perempuan
Paskamenopause” (skripsi). Jakarta. Universitas Indosesia.
125
Murray, P., Bryan, S., Graham, K., Ver, K., 2013. Profibrotic Activities for
Matrix Metaloproteinase – 8 during Bleomycin Mediated Lung Injury.
Journal of Immunology. (45) P : 544 – 50.
Nio, K. B. 1987. Preventive Dentistry. Yayasan Kesehatan Gigi Indonesia, p. 16
Bandung.
Pedersen, G. W. 1996. Buku Ajar Praktis Bedah Mulut. Alih bahasa : drg.
Purwanto dan drg. Basoeseno, MS. EGC. Jakarta.
Pocock, S.J. 2008. Clinical Trials, A Practical Approach. Cichestes, John Wiley
& Sons.
Praptiwi , Sulistyowati, E., Kustiyono. 2009. Pola Makan dan Pertumbuhan Bobot
Tubuh Tikus yang Diinokulasi Porphyromonas gingivalis Sebelum dan
Sesudah Terjadinya Periodontitis. Media Medika Indonesia. (43) : 229
– 33.
Ramamurthy. J., Lakshmi. T. 2011. Prarmacological Aspect of Tea Tree Oil
(TTO) and Its Role in Dentistry – a Comprehensive. Review.
International Journal of Pharma dan Bio Sciences. (2) : 4
Reinhardt, R. A., Stoner, J. A., Golub, L. M., Lee, H. M., Nummikoski P.V.,
Sorsa T., Payne J. B. 2010. Association of Gingival Crevicular Fluid
Biomarkers During Periodontal Mainteance with Subsequent
Progressive Periodontitis. J Periodontal. (2) : 251.
Robert, K. M., Daryl, K. G., Victor, W. R. 2012. Biokimia Harper (Harper’s
Illustrated Biochemistry). Edisi : 27. Alih bahasa : dr. Brahm U.
Pendit. EGC. Jakarta.
Roy, C. 2005. Gingivitis . Journal of Clinical Periodontology . (13) : 345 – 55 .
Sari, G. 2011. “Permen Karet Xylitol yang Dikunyah Selama 5 Menit
Meningkatkan dan Mempertahankan pH Saliva Perokok Selama 3
Jam” (tesis). Denpasar. Universitas Udayana. P.2.
Samaranayake, L. P. 2002. Essential Microbiology For Detistr. W.B. Saunders
Company. Philadelphia. 425-6
Schachtele, C. F. 1983. Dental Caries Oral Microbiology and Infection Disease,
ed. 2. Baltimore: Williams & Wilkins. p. 197-233.
126
Sekarsari. 2008. Manfaat Tea Tree Oil (Minyak Tea Tree). [cited : 24 Januari
2013]. Available from : http://www.nikensekarsari.com/manfaat-tea-
tree-oil/
Siregar, F. S. M., Akbar, S. 2007. Jatropha Curcas Latex Inhibits The Release of
Collagenase by Gingival Fibroblast. J periodontal. (23) : 254 – 7
Soeherwin, M., Muthalib, A., Ariadna, D.,2000. Efek Kumur Dengan
Chlorhexidine Gluconate 0,2% Sebelum Operasi Molar Molar 3
Terhadap Bakteremia. Journal Dental Horison. (2) : 1 – 9.
Sonia, K., Anupama, D. 2011. Microemulsion Based Transdermal Drug Delivery
of Tea Tree Oil. International Journal of Drug Development &
Research. (3). Available at : http://www.ijddr.in . Netherlands.
Suwandi, T. 2010. Perawatan Awal Penutupan Diastema Gigi Goyang pada
Penderita Periodontitis Kronis Dewasa. Jurnal PDGI. (59) : 105 – 9.
Swastini. 2011. “Pemberian Lendir Bekicot (Achatina fulica) Secara Topikal
Lebih Cepat Menyembuhkan Gingivitis Grade 3 Karena Calculus
Daripada Povidone Iodine 10%” (tesis). Denpasar. Universitas
Udayana.
Wahyukundari, M. H. 2008. “Perbedaan Kadar Matix Metalloproteinase-8 Setelah
Scaling dan Pemberian Tetrasiklin pada Penderita Periodontitis
Kronis” (tesis). Surabaya-Indonesia. Departemen Periodonsia Fakultas
Kedokteran Gigi Universitas Airlangga.
Walton, R. E., Torabinejad, M. 2008. Prisip & Praktik Ilmu Endodonsia. Edisi 3.
Cetakan I. EGC. Jakarta.
Walton, S. F., McKinnon, M., Pizzutto, S., Dougall, A., Williams, E., Currie, B.
J., 2004. Acaricidal Activity of Melaleuca Alternifolia (Tea Tree Oil)
in Vitro Sensitivity of Sarcoptes Scabiei Var Hominis to Terpinen – 4
– ol. Arch Dermatol Journal 140 (5). P.563 – 6.
Wiyantini, T., Setyawan, H., Hadisaputro, S. 2009. Faktor – faktor Lokal Dalam
Mulut dan Prilaku Pencegahan yang Berhubungan dengan
Periodontitis (Studi Kasus di Tiga Puskesmas Kabupaten Demak).
[cite 2013 Jan. 14]. Available from : https://docs.google.com
Willett, N. P., White, R. R., Rosen, W. 1991. Essential Dental Microbiology. ed.
International.Gramedia. Jakarta. 327-8.
127
LAMPIRAN 1
PENJELASAN YANG DISAMPAIKAN KEPADA PENDERITA
SEBELUM MENANDATANGANI FORMULIR PERSETUJUAN IKUT
SERTA DALAM PENELITIAN
(Informed consent)
Pendahuluan
Informed consent pada dasarnya untuk menghargai hak – hak individu
guna memperoleh penjelasan yang penuh dan tepat yang berkaitan dengan
penelitian yang akan dijalankan sebelum membuat keputusan yang benar.
Informed consent hendaknya mengandung hal – hal yang penting sebagai berikut :
1. Penjelasan terperinci serta pemakaian bahasa yang mudah dimengerti yang
berkaitan dengan penelitian yang akan dilakukan.
2. Adanya jaminan bahwa penderita mendapat kebebasan untuk memutuskan
apakah akan ikut serta atau menolak, sebab secara moral dan legal
penderita memiliki hak untuk itu.
Penelitian ini berjudul :
SKELING DAN TERPINEN-4-OL TYPE 1% DAPAT MENURUNKAN
KADAR KOLAGENASE DAN IPP LEBIH BANYAK DARIPADA
SKELING DAN CHLORHEXIDINE DIGLUCONATE 0,12% PADA
PERIODONTITIS AKIBAT KALKULUS
Latar Belakang
Sering kali penyakit gigi dan mulut tidak mendapat penanganan yang tepat
waktu, bahkan tidak mendapat penanganan sama sekali. Pemeliharaan kesehatan
128
gigi di lingkungan rumah, seperti menyikat gigi yang tepat baik cara dan
waktunya masih tidak terlaksana dengan baik. Akibat awal yang ditimbulkan dari
pola hidup tersebut adalah banyak terjadi radang gusi atau gingivitis, yaitu radang
gusi yang disebabkan oleh zat yang berasal dari mikroba yang terdapat dalam
plak yang terakumulasi di sulkus gingival. Penumpukan bakteri plak pada
permukaan gigi merupakan penyebab utama penyakit periodontal. Kasus
periodontitis merupakan kelanjutan dari gingivitis yang tidak mendapat
penanganan, kasus ini menempati angka kedua terbesar setelah karies gigi dalam
bidang kedokteran gigi.
Penyakit periodontitis yang berlanjut dapat menyebabkan hilangnya jaringan
penyangga gigi, yang dapat mengakibatkan gigi goyang. Karang gigi yang
melekat erat pada permukaan gigi dan lama tidak dibersihkan sehingga akan
mengiritasi dan menimbulkan gangguan pada kesehatan gusi sehingga mudah
berdarah. Jika keadaan ini tidak segera mendapat penanganan, akan berlanjut
menjadi periodontitis, yaitu kerusakan jaringan periodontal.
A. Manfaat praktis
Terpinen-4-ol type 1% sebagai alternatif lain dalam menurunkan indeks
periodontitis berdasarkan kadar kolagenase pada Gingival Crevicular Fluid
(GCF) dan Indeks Penyakit Periodontal (IPP) lebih efektif dan terjangkau, pada
penderita periodontitis kronis yang disebabkan oleh kalkulus, setelah dilakukan
perawatan skeling.
129
Tatalaksana Penelitian
1. Sebelum penelitian dilakukan semua sampel dikumpulkan dan sudah
dikelompokkan. Diberi informasi untuk makan dan minum sebelumnya,
karena tidak diperkenankan makan, minum, merokok dan berkumur
setelah dilakukan perawatan skeling hingga 30 menit setelah aplikasi
bahan.
2. Kelompok perlakuan 1
Dijadwalkan pada hari pertama, semua sampel diambil GCF dan
pengukuran Indeks Penyakit Periodontal (IPP) kemudian dilakukan
perawatan skeling dan pemberian Chlorhexidine Digluconate 0,12% dua
kali dalam sehari hingga hari ke 14 setelah perawatan kemudian
dilanjutkan dengan pengambilan GCF dan pengukuran Indeks Penyakit
Periodontal (IPP) kembali.
3. Kelompok perlakuan 2
Dijadwalkan pada hari ke 2, semua sampel diambil GCF dan pengukuran
Indeks Penyakit Periodontal (IPP) kemudian dilakukan perawatan skeling
dan pemberian Tea tree oil gel (Terpinen-4-ol type 1%) dua kali dalam
sehari hingga hari ke 14 setelah perawatan kemudian dilanjutkan dengan
pengambilan GCF dan pengukuran Indeks Penyakit Periodontal (IPP)
kembali.
Risiko penelitian dan cara penanggulangan
Akibat langsung dari penelitian ini adalah rasa lapar dan haus selama perawatan
pertama hingga aplikasi bahan, akibat dari aplikasi bahan Chlorhexidine
130
Digluconate 0,12% dan Terpinen-4-ol type 1% belum pernah dilaporkan. Bila
terjadi reaksi alergi terhadap bahan – bahan yang diaplikasikan, segera hentikan
pemakaian selanjutnya berkumur dengan air putih sebanyak – banyaknya dan
hubungi operator di no. 081239885740.
Hal – hal yang juga perlu mendapat perhatian :
1. Bahwa penelitian ini bersifat sukarela.
2. Walaupun prosedur penelitian telah dijalankan secara cermat, apabila
terjadi risiko atau ketidak nyamanan selama penelitian maka akan
dirundingkan bersama.
3. Karena penelitian ini bersifat sukarela maka peserta penelitian dapat
mengundurkan diri jika menemukan hal – hal yang dirasa merugikan.
4. Hasil penelitian akan sepenuhnya dipergunakan untuk keperluan keilmuan,
tidak untuk kepentingan publikasi (media masa).
5. Penjelasan ini serta surat persetujuan dibuat rangkap dua, satu untuk
peneliti dan satu untuk peserta penelitian.
Penutup
Untuk dapat terselenggaranya penelitian ini dengan baik, maka mutlak diperlukan
kerjasama yang baik antara peserta penelitian dan peneliti.
131
Surat Persetujuan
Ikut Serta Dalam Penelitian
Yang bertanda tangan dibawah ini :
Nama : ……………………………………………………………………..
Umur : ……………………………………………………………………..
Jenis Kelamin : ……………………………………………………………………..
Alamat : …………………………………………………………………….
No. KTP : …………………………………………………………………….
Setelah mendapat keterangan secukupnya serta memahami dan menyadari
manfaat dan risiko penelitian yang berjudul :
SKELING DAN PEMBERIAN TERPINEN-4-OL TYPE 1% DAPAT
MENURUNKAN KADAR KOLAGENASE DAN INDEKS PENYAKIT
PERIODONTAL LEBIH BANYAK DARIPADA PEMBERIAN
CHLORHEXIDINE DIGLUCONATE 0,12% PADA PERIODONTITIS
AKIBAT KALKULUS
Dengan sukarela menyetujui diikutsertakan dalam penelitian diatas serta
mematuhi segala ketentuan – ketentuan penelitian yang sudah saya pahami,
dengan catatan apabila suatu waktu merasa dirugikan dalam bentuk apapun,
berhak membatalkan persetujuan ini.
Badung, ……………….2013
Mengetahui Yang menyetujui
Penanggung jawab penelitian Peserta penelitian
(Putu Lestari Sudirman) (…………………………….)
132
LAMPIRAN 2
KETERANGAN KELAIKAN ETIK (ETHICAL CLEARENCE)
133
LAMPIRAN 3
DOKUMENTASI PENELITIAN
Persiapan sampel Persiapan pembuatan standar
Setiap sampel di spin dengan microspin Sampel siap diletakan pada plate
Plate dengan sampel Diinkubasi semala 2 jam
siap diincubasi
134
Pencucian 4 kali dengan Pemberian MMP – 8 Conjugate
Wass Buffer
Setelah diberi MMP – 8 Conjugate Diinkubasi kembali selama 2 jam
Dicuci kembali 4 kali Pemberian stop solution
dengan Wass Buffer
135
Pemberian stop solution Inkubasi selama 30 menit
Siap dilakukan pembacaan hasil Pembacaan hasil dengan komputer
Chlorhexidine Digluconate 0,12% dan
Sediaan tea tree oil 1%
136
Penyiapan orang coba
1. Skeling dan pengambilan GCF, pengukuran IPP pada kelompok
perlakuan 1 dan kelompok perlakuan 2
Skeling Pengambilan GCF
2. Pemantauan setiap aplikasi Chlorhexidine Digluconate 0,12% dan Sediaan
Tea Tree Oil 1%
Pemantauan setiap aplikasi Chlorhexidine Digluconate 0,12 % dan sediaan
Tea Tree Oil 1% sebanyak 2 kali sehari pada pagi hari setelah sarapan
Pk.08.00 dan sore hari Pk. 18.00 sepulang dari para orang coba bekerja,
selama 14 hari.
3.Pengukuran
1. Kadar kolagenase adalah kadar kolagenase dari GCF yang diukur dengan
metode ELISA (Enzyme Linked Immunosorbent Assay).
A. Persiapan
a. Sampel diencerkan 20 kali (10 µl + 190 µl)
b. Pembuatan standart MMP – 8 dengan 1,0 mL Deionisasi Water.
Pengerjaan ini menghasilkan larutan stok dari 100 ng/mL. Campuran
standar untuk memastikan pemulihan lengkap dan memungkinkan
137
standar untuk didiamkan selama 15 menit dengan agitasi lembut
sebelum melakukan pengenceran.
c. Pipet 270 µL dari larutan pengencer RD5 – 10 ke dalam tabung 10
ng/mL. pipet 150 µL larutan pengencer ke dalam tabung yang tersisa.
Gunakan larutan sisa untuk serangkaian pengenceran selanjutnya.
Mencampur setiap tabung secara menyeluruh (homogen) sebelum
pendah ke tabung berikutnya. Standar 10 ng/mL berfungsi sebagai
standar yang tinggi. Larutan pengencer RD5 – 10 berfungsi sebagai
nol standar (0 ng/mL).
B. Cara kerja
a. Tambahkan 150 µL assay dilarutan RD1 – 52 pada masing – masing
well. Homogenkan RD1 – 52 sebelum digunakan.
b. Tambahkan 50 µl pada setiap well sebagai berikut :
Standar untuk standar
Sampel untuk sampel
Kontrol untuk kontrol
138
c. Inkubasi selama 2 jam pada suhu kamar pada 500 rpm dengan thermo
shaker
d. Aspirate dan cuci 4 kali dengan Wass Buffer masing – masing
sebanyak 400 µl
e. Tambahkan 200 µl MMP-8 Conjugate masing – masing well tutup
dengan setiap dan inkubasi selama 2 jam suhu kamar, kemudian di
homogenkan dengan thermo shaker
f. Kemudian Asrpirate dan cuci 4 kali dengan Wass Buffer masing –
masing sebanyak 400 µl
g. Tambahkan 200 µl substrat solution masing – masing well, inkubasi
selama 30 menit hindari dari sinar lampu
h. Tambahkan 50 µl stop solution pada masing – masing well warna biru
hingga menjadi kuning, jika warna well menjadi hijau maka tidak
homogen.
i. Pembacaan pada 450 nm atau 570 nm, sampai 30 manit (tidak boleh
lebih)
2. Pengukuran pengukuran Indeks Penyakit Periodontal (IPP),
mempergunakan alat bantu dental probe. Indeks Penyakit Periodontal
(IPP) adalah Indek Penyakit Periodontal yang dihitung dengan ketentuan
menurut Ramfjord :
A. Dengan mengukur Indeks gingiva
indeks yang digunakan untuk menilai derajad keparahan inflamasi.
Pengukuran dilakukan pada gingiva diempat sisi gigi – geligi yang
139
diperiksa : papilla distovestibular, tepi gingiva vestibular, papilla
mesiovestibular dan tepi gingiva oral. Skor untuk setiap gigi
diperoleh dengan menjumlahkan skor untuk keempat sisi yang
diperiksa lalu dibagi empat. Jumlah skor yang di dapat dijumlahkan
dan dibagi dengan jumlah gigi yang diperiksa maka diperoleh skor
indeks gingiva untuk individu. Kriteria untuk penentuan skornya
adalah sebagai berikut :
Skor 0 : gingiva normal
Skor 1 : inflamasi ringan pada gingiva yang ditandai dengan
perubahan warna, sedikit oedema pada palpasi tidak terjadi
pendarahan
Skor 2 : inflamasi gingiva sedang, gingiva berwarna merah,
oedema dan berkilat, pada palpasi terjadi pendarahan.
Skor 3 : inflamasi gingiva parah, gingiva berwarna merah
menyolok, oedematous, terjadi ulserasi, gingiva mudah
berdarah.
Skor 4 : Bila pada kedua sisi yang diperiksa ada saku gingiva
yang sudah berada > 3 mm apikal dari batas semento – enamel.
Skor 5 : Bila pada dua sisi yang diukur saku gingivanya berada 3
– 6 mm apikal dari batas semento – enamel.
Skor 6 : Bila sulkus gingiva pada salah satu sisi yang diukur telah
berada > 6 mm apikal dari semento – enamel.
140
V. Tahap pelaksanaan penelitian
Penelitian dilakukan pada jam kerja yaitu pukul 8.00 wita hingga pukul
16.00 Wita. Tahap kegiatan pelaksanaan penelitian adalah sebagai berikut :
1. Sebelum penelitian dilakukan semua sampel dikumpulkan dan sudah
dikelompokkan. Diberi informasi untuk penyelenggaraan penelitian akan
dilakukan bertahap sesuai dengan kelompoknya, hal ini dikarenakan
pengerjaan yang lama untuk setiap pasien, sehingga pencatatan waktu
yang tepat sangat dibutuhkan. Penjelasan dalam pelaksaan penelitian ini
akan dilakukan skeling yaitu pembuangan kalkulus atau karang gigi. pada
keadaan karang gigi yang banyak dan sudah menutupi ruang interdental
gigi dapat menyebabkan gigi seolah – olah jarang dan mempunya jarak,
pada keadaan karang gigi yang telah melekat pada bagian akar gigi dan
menimbulkan resesi gingiva yang dalam, dapat menyebabkan kondisi
mobilitas gigi lebih terlihat, dan adanya pendarahan saat dilakukan
skeling. Pendarahan akan segera terhenti beberapa saat setelah skeling
selesai dan mobilitas gigi akan berkurang secara perlahan setelah
perawatan dengan aplikasi bahan (Chlorhexidine Digluconate 0,12%
maupun Terpinen-4-ol type 1%) dilakukan.
2. Disediakan dan dipersilahkan untuk makanan agar tidak kelaparan selama
penelitian ini diakukan, mengingat waktu yang dibutuhkan cukup lama
3. Kemudian dilakukan pengambilan GCF sebelum perawatan skeling
dengan menggunakan metode pencucian (washing methode), setelah
berkumur dan menyikat gigi regio yang akan diambil GCF nya diblokir
141
dengan cotton roll dan dikeringkan dengan cotton pellet. Disposable
polypropylene tips steril berisi larutan phosphate buffer saline steril 10 ml,
disemprotkan ke dalam crevicular gingival masing – masing 1ml , dan
diulang sebanyak 2 kali pada satu gigi anterior bawah masing – masing
dibagian labial dan lingual, hingga terkumpul dari ke empat gigi anterior
bawah, hal ini dilakukan agar semua komponen GCF dapat tersedot masuk
ke dalam Disposable polypropylene tips. Kemudian dipindahkan kedalam
disposable tube steril dan segera disimpan dalam freezer dengan suhu -
200C
4. Selanjutnya dilakukan pengukuran Indeks Penyakit Periodontal (IPP),
mempergunakan alat bantu dental probe.
5. Dimulai dengan perawatan skeling, kemudian diaplikasikan bahan sesuai
dengan kelompok masing – masing diberi penjelasan bahwa tidak
diperkenankan makan, minum menyikat gigi dan berkumur setelah
pemberian bahan Chlorhexidine Digluconate 0,12% maupun Terpinen-4-
ol type 1% selama 1 jam.
6. Seluruh sampel akan diberi penjelasan tentang menjaga kebersihan rongga
mulut, cara dan waktu yang tepat untuk menyikat gigi dan selalu dipantau
kondisi rongga mulut dan cara pemakaian bahan Chlorhexidine
Digluconate 0,12% dan Terpinen-4-ol type 1% setiap pagi sebelum
bekerja dan sore Pk. 18.00 wita, selama penelitian (14 hari). Pengambilan
GCF dan pengukuran Indeks Penyakit Periodontal (IPP) kembali pada
hari ke 14
142
143
LAMPIRAN 4
ANALISIS STATISTIK
Tabel 5.1 Analisis Deskriptif Variabel Penelitian
Variabel Rerata Min Maks
Umur KP 1 45,9+ 2,7 tahun 38,0 tahun 50,0 tahun
KP 2 45,7+ 2,6 tahun 38,0 tahun 50,0 tahun
Kadar kolagenase KP 1 pre 0,946+0,649 ng/mL 0,060 ng/mL 2,870 ng/mL
KP 1 post 0,874+0,242 ng/mL 0,670 ng/mL 1,360 ng/mL
KP 2 pre 1,334+0,655 ng/mL 0,828 ng/mL 3,470 ng/mL
KP 2 post 0,649±0,171ng/mL 0,272 ng/mL 0,940 ng/mL
IPP KP 1 pre 5,35±0,13 skor 5,25 skor 5,50 skor
KP 1 post 3,20±0,41 skor 2,50 skor 4,00 skor
KP 2 pre 5,52±0,18 skor 5,25 skor 5,75 skor
KP 2 post 2,70±0,41 skor 2,00 skor 3,50 skor
Tabel 5.2 Uji Normalitas Variabel Antar Kelompok Penelitian
dengan Shapiro Wilk Test (n = 30)
Variabel p Keterangan
Umur KP 1 0,010 Tidak normal
Umur KP 2 0,006 Tidak normal
Kolagenase KP 1 pre 0,012 Tidak normal
Kolagenase KP 2 pre 0,001 Tidak normal
Kolagenase KP 1 post 0,004 Tidak normal
Kolagenase KP 2 post 0,815 Normal
IPP KP 1 pre 0,001 Tidak normal
IPP KP 2 pre 0,006 Tidak normal
IPP KP 1 post 0,052 Normal
IPP KP 2 post 0,052 Normal
144
Tabel 5.3 Uji Perbedaan Rerata Umur antar Kelompok Perlakuan
dengan U – Mann Whitney (n = 30)
Kelompok Subjek
Rerata
Z P Umur ± SB
KP 1 45,9+ 2,7 tahun
-0,486 0,627
KP 2 45,7+2,6 tahun
Tabel 5.4 Uji Perbedaan Rerata Kadar Kolagenase Sebelum dan Sesudah
Perlakuan Tiap Kelompok dengan Uji Wilcoxon Signed Ranks (n = 30)
Kelompok Variabel Rerata Z P
KP 1
Kadar kolagenase pre
Kadar kolagenase post
0,946+0,649ng/mL
0,874+0,242ng/mL
-0,341 0,733
KP 2
Kadar kolagenase pre
Kadar kolagenase post
1,334+0,655ng/mL
0,649+0,171ng/mL
-3,408
0,001
Tabel 5.5 Uji Perbedaan Rerata Kadar Kolagenase Antar Kelompok
Sebelum dan Sesudah Perlakuandengan Uji U – Mann Whitney (n = 30)
Perlakuan Kelompok
Rerata Kadar
Kolasenase Z P
KP 1 0,946+0,649 ng/mL
Sebelum
-2,157 0,031
KP 2 1,334+0,655 ng/mL
KP 1 0,874+0,242 ng/mL
Sesudah
-2,675 0,007
KP 2 0,649+ 0,171 ng/mL
145
Tabel 5.5Uji Perbedaan Rerata selisih Kadar Kolagenase sebelum dan
sesudah perlakuan Antar Kelompok Uji U – Mann Whitney (n = 30).
Kelompok
Rerata selisih
Kolagenase
pre dan post SD Z P
KP 1 -0,073 ng/mL 0,677 -3,298 0,001
KP 2 -0,685 ng/mL 0,608
Tabel 5.8 Uji Perbedaan Rerata IPP Sebelum dan Sesudah Perlakuan tiap
Kelompok
dengan Uji Wilcoxon Signed Ranks (n = 30)
Kelompok Variabel Rerata Z P
KP 1
IPP Pre
IPP Post
5,35±0,13 skor
3,20±0,41skor -3,427 0,001
KP 2
IPP Pre
IPP Post
5,52±0,18 skor
2,70±0,41 skor
-3,424 0,001
Tabel 5.9 Uji Perbedaan Rerata IPP Antar Kelompok Sebelum dan Sesudah
Perlakuan, dengan Uji U – Mann Whitney untuk sbelum perlakuan dan Uji
T-independent untuk sesudah perlakuan dan (n = 30)
Perlakuan Kelompok Rerata IPP
Z P
KP 1 5,35±0,13 skor
Sebelum
-2,591 0,010
KP 2 5,52±0,18 skor
Perlakuan Kelompok Rerata IPP Beda rerata t p
KP 1 3,20±0,41 skor
Sesudah
0,60±0,03 skor 3,969 0,001
KP 2 2,70±0,41 skor
146
Tabel 5.10 Uji Perbedaan Rerata selisih IPP sebelum dan sesudah perlakuan
Antar Kelompok Uji U – Mann Whitney (n = 30).
Kelompok
Rerata selisih
IPP pre dan post SD Z P
KP 1 -2.05 skor 0,42 -3,735 0,001
KP 2 -2,82 skor 0,48