Skandal Manipulasi Laporan Keuangan PT
-
Upload
lilik-c-mafula -
Category
Documents
-
view
401 -
download
11
description
Transcript of Skandal Manipulasi Laporan Keuangan PT
ANALISIS KASUSSkandal Manipulasi Laporan Keuangan PT. Kimia Farma Tbk.
Untuk memenuhi tugas terstruktur mata kuliah Strategy Planning yang dibimbing oleh Bapak Sudjatno, SE., MS.
Disusun oleh :
Lilik Choirotul Mafula
115020200111111
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
JURUSAN MANAJEMEN
MALANG
2013
A. Permasalahan
PT Kimia Farma adalah salah satu produsen obat-obatan milik pemerintah
di Indonesia. Pada audit tanggal 31 Desember 2001, manajemen Kimia Farma
melaporkan adanya laba bersih sebesar Rp 132 milyar, dan laporan tersebut di
audit oleh Hans Tuanakotta & Mustofa (HTM). Akan tetapi, Kementerian BUMN
dan Bapepam menilai bahwa laba bersih tersebut terlalu besar dan mengandung
unsur rekayasa. Setelah dilakukan audit ulang, pada 3 Oktober 2002 laporan
keuangan Kimia Farma 2001 disajikan kembali (restated), karena telah ditemukan
kesalahan yang cukup mendasar. Pada laporan keuangan yang baru, keuntungan
yang disajikan hanya sebesar Rp 99,56 miliar, atau lebih rendah sebesar Rp 32,6
milyar, atau 24,7% dari laba awal yang dilaporkan. Kesalahan itu timbul pada unit
Industri Bahan Baku yaitu kesalahan berupa overstated penjualan sebesar Rp 2,7
miliar, pada unit Logistik Sentral berupa overstated persediaan barang sebesar Rp
23,9 miliar, pada unit Pedagang Besar Farmasi berupa overstatedpersediaan
sebesar Rp 8,1 miliar dan overstated penjualan sebesar Rp 10,7 miliar.
Kesalahan penyajian yang berkaitan dengan persediaan timbul karena nilai
yang ada dalam daftar harga persediaan digelembungkan. PT Kimia Farma,
melalui direktur produksinya, menerbitkan dua buah daftar harga persediaan
(master prices) pada tanggal 1 dan 3 Februari 2002. Daftar harga per 3 Februari
ini telah digelembungkan nilainya dan dijadikan dasar penilaian persediaan pada
unit distribusi Kimia Farma per 31 Desember 2001. Sedangkan kesalahan
penyajian berkaitan dengan penjualan adalah dengan dilakukannya pencatatan
ganda atas penjualan. Pencatatan ganda tersebut dilakukan pada unit-unit yang
tidak disampling oleh akuntan, sehingga tidak berhasil dideteksi. Berdasarkan
penyelidikan Bapepam, disebutkan bahwa KAP yang mengaudit laporan
keuangan PT Kimia Farma telah mengikuti standar audit yang berlaku, namun
gagal mendeteksi kecurangan tersebut. Selain itu, KAP tersebut juga tidak terbukti
membantu manajemen melakukan kecurangan tersebut.
Selanjutnya diikuti dengan pemberitaan di harian Kontan yang
menyatakan bahwa Kementerian BUMN memutuskan penghentian proses
divestasi saham milik Pemerintah di PT KAEF setelah melihat adanya indikasi
penggelembungan keuntungan (overstated) dalam laporan keuangan pada
semester I tahun 2002. Dimana tindakan ini terbukti melanggar Peraturan
Bapepam No.VIII.G.7 tentang Pedoman Penyajian Laporan Keuangan poin 2 –
Khusus huruf m – Perubahan Akuntansi dan Kesalahan Mendasar poin 3)
Kesalahan Mendasar, sebagai berikut:
“Kesalahan mendasar mungkin timbul dari kesalahan perhitungan
matematis, kesalahan dalam penerapan kebijakan akuntansi, kesalahan interpretasi
fakta dan kecurangan atau kelalaian.
Dampak perubahan kebijakan akuntansi atau koreksi atas kesalahan
mendasar harus diperlakukan secara retrospektif dengan melakukan penyajian
kembali (restatement) untuk periode yang telah disajikan sebelumnya dan
melaporkan dampaknya terhadap masa sebelum periode sajian sebagai suatu
penyesuaian pada saldo laba awal periode. Pengecualian dilakukan apabila
dianggap tidak praktis atau secara khusus diatur lain dalam ketentuan masa
transisi penerapan standar akuntansi keuangan baru”.
B. Sanksi dan Denda
Sehubungan dengan temuan tersebut, maka sesuai dengan Pasal 102
Undang-undang Nomor 8 tahun 1995 tentang Pasar Modal jo Pasal 61 Peraturan
Pemerintah Nomor 45 tahun 1995 jo Pasal 64 Peraturan Pemerintah Nomor 45
tahun 1995 tentang Penyelenggaraan Kegiatan di Bidang Pasar Modal maka PT
Kimia Farma (Persero) Tbk. dikenakan sanksi administratif berupa denda yaitu
sebesar Rp. 500.000.000,- (lima ratus juta rupiah).
Sesuai Pasal 5 huruf n Undang-Undang No.8 Tahun 1995 tentang Pasar
Modal, maka:
1. Direksi Lama PT Kimia Farma (Persero) Tbk. periode 1998 – Juni 2002
diwajibkan membayar sejumlah Rp 1.000.000.000,- (satu miliar rupiah)
untuk disetor ke Kas Negara, karena melakukan kegiatan praktek
penggelembungan atas laporan keuangan per 31 Desember 2001.
2. Sdr. Ludovicus Sensi W, Rekan KAP Hans Tuanakotta dan Mustofa selaku
auditor PT Kimia Farma (Persero) Tbk. diwajibkan membayar sejumlah Rp.
100.000.000,- (seratus juta rupiah) untuk disetor ke Kas Negara, karena atas
risiko audit yang tidak berhasil mendeteksi adanya penggelembungan laba
yang dilakukan oleh PT Kimia Farma (Persero) Tbk. tersebut, meskipun
telah melakukan prosedur audit sesuai dengan Standar Profesional Akuntan
Publik (SPAP), dan tidak diketemukan adanya unsur kesengajaan. Tetapi,
KAP HTM tetap diwajibkan membayar denda karena dianggap telah gagal
menerapkan Persyaratan Profesional yang disyaratkan di SPAP SA Seksi
110 – Tanggung Jawab & Fungsi Auditor Independen, paragraf 04
Persyaratan Profesional, dimana disebutkan bahwa persyaratan profesional
yang dituntut dari auditor independen adalah orang yang memiliki
pendidikan dan pengalaman berpraktik sebagai auditor independen.
C. Keterkaitan Akuntan Terhadap Skandal PT Kimia Farma Tbk.
Badan Pengawas Pasar Modal (Bapepam) melakukan pemeriksaan atau
penyidikan baik atas manajemen lama direksi PT Kimia Farma Tbk. ataupun
terhadap akuntan publik Hans Tuanakotta dan Mustofa (HTM). Dan akuntan
publik (Hans Tuanakotta dan Mustofa) harus bertanggung jawab, karena akuntan
publik ini juga yang mengaudit Kimia Farma tahun buku 31 Desember 2001 dan
dengan yang interim 30 Juni tahun 2002.
Pada saat audit 31 Desember 2001 akuntan belum menemukan kesalahan
pencatatan atas laporan keuangan. Tapi setelah audit interim 2002 akuntan publik
Hans Tuanakotta Mustofa (HTM) menemukan kesalahan pencatatan alas laporan
keuangan. Sehingga Bapepam sebagai lembaga pengawas pasar modal
bekerjasama dengan Direktorat Akuntansi dan Jasa Penilai Direktorat Jenderal
Lembaga Keuangan yang mempunyai kewenangan untuk mengawasi para
akuntan publik untuk mencari bukti-bukti atas keterlibatan akuntan publik dalam
kesalahan pencatatan laporan keuangan pada PT. Kimia Farma Tbk. untuk tahun
buku 2001.
Namun dalam hal ini seharusnya akuntan publik bertindak secara
independen karena mereka adalah pihak yang bertugas memeriksa dan
melaporkan adanya ketidakwajaran dalam pencatatan laporan keuangan. Dalam
UU Pasar Modal 1995 disebutkan apabila di temukan adanya kesalahan, selambat-
lambamya dalam tiga hari kerja, akuntan publik harus sudah melaporkannya ke
Bapepam. Dan apabila temuannya tersebut tidak dilaporkan maka auditor tersebut
dapat dikenai pidana, karena ada ketentuan yang mengatur bahwa setiap profesi
akuntan itu wajib melaporkan temuan kalau ada emiten yang melakukan
pelanggaran peraturan pasar modal. Sehingga perlu dilakukan penyajian kembali
laporan keuangan PT. Kimia Farma Tbk. dikarenakan adanya kesalahan
pencatatan yang mendasar, akan tetapi kebanyakan auditor mengatakan bahwa
mereka telah mengaudit sesuai dengan standar profesional akuntan publik.
Akuntan publik Hans Tuanakotta & Mustofa ikut bersalah dalam manipulasi
laporan keuangan, karena sebagai auditor independen akuntan publik Hans
Tuanakotta & Mustofa (HTM) seharusnya mengetahui laporan-laporan yang
diauditnya itu apakah berdasarkan laporan fiktif atau tidak.
D. Keterkaitan Manajemen Terhadap Skandal PT Kimia Farma Tbk
Mantan direksi PT Kimia Farma Tbk. Telah terbukti melakukan
pelanggaran dalam kasus dugaan penggelembungan (mark up) laba bersih di
laporan keuangan perusahaan milik negara untuk tahun buku 2001. Kantor
Menteri BUMN meminta agar kantor akuntan itu menyatakan kembali (restated)
hasil sesungguhnya dari laporan keuangan Kimia Farma tahun buku 2001.
Sementara itu, direksi lama yang terlibat akan diminta pertanggungjawabannya.
Seperti diketahui, perusahaan farmasi terbesar di Indonesia itu telah mencatatkan
laba bersih 2001 sebesar Rp 132,3 miliar. Namun kemudian Badan Pengawas
Pasar Modal (Bapepam) menilai, pencatatan tersebut mengandung unsur rekayasa
dan telah terjadi penggelembungan. Terbukti setelah dilakukan audit ulang, laba
bersih 2001 seharusnya hanya sekitar Rp 100 miliar. Sehingga diperlukan lagi
audit ulang laporan keuangan per 31 Desember 2001 dan laporan keuangan per 30
Juni 2002 yang nantinya akan dipublikasikan kepada publik.
Setelah hasil audit selesai dilakukan oleh Kantor Akuntan Publik Hans
Tuanakotta & Mustafa, akan segera dilaporkan ke Bapepam. Dan Kimia Farma
juga siap melakukan revisi dan menyajikan kembali laporan keuangan 2001, jika
nanti ternyata ditemukan kesalahan dalam pencatatan. Untuk itu, perlu
dilaksanakan rapat umum pemegang saham luar biasa sebagai bentuk
pertanggungjawaban manajemen kepada publik. Meskipun nantinya laba bersih
Kimia Farma hanya tercantum sebesar Rp 100 miliar, investor akan tetap menilai
bagus laporan keuangan. Dalam persoalan Kimia Farma, sudah jelas yang
bertanggung jawab atas terjadinya kesalahan pencatatan laporan keuangan yang
menyebabkan laba terlihat di-mark up ini, merupakan kesalahan manajemen lama.
E. Kesalahan Pencatatan Laporan Keuangan Kimia Farma Tahun 2001
Badan Pengawas Pasar Modal (Bapepam) menilai kesalahan pencatatan
dalam laporan keuangan PT Kimia Farma Tbk. tahun buku 2001 dapat
dikategorikan sebagai tindak pidana di pasar modal. Kesalahan pencatatan itu
terkait dengan adanya rekayasa keuangan dan menimbulkan pernyataan yang
menyesatkan kepada pihak-pihak yang berkepentingan. Bukti-bukti tersebut
antara lain adalah kesalahan pencatatan apakah dilakukan secara tidak sengaja
atau memang sengaja diniatkan. Tapi bagaimana pun, pelanggarannya tetap ada
karena laporan keuangan itu telah dipakai investor untuk bertransaksi. Seperti
diketahui, perusahaan farmasi itu sempat melansir laba bersih sebesar Rp 132
miliar dalam laporan keuangan tahun buku 2001. Namun, kementerian Badan
Usaha Milik Negara selaku pemegang saham mayoritas mengetahui adanya
ketidakberesan laporan keuangan tersebut. Sehingga meminta akuntan publik
Kimia Farma, yaitu Hans Tuanakotta & Mustofa (HTM) menyajikan kembali
(restated) laporan keuangan Kimia Farma 2001. HTM sendiri telah mengoreksi
laba bersih Kimia Farma tahun buku 2001 menjadi Rp 99 milliar. Koreksi ini
dalam bentuk penyajian kembali laporan keuangan itu telah disepakati para
pemegang saham Kimia Farma dalam rapat umum pemegang saham luar biasa.
Dalam rapat tersebut, akhirnya pemegang saham Kimia Farma secara aklamasi
menyetujui tidak memakai lagi jasa HTM sebagai akuntan publik.
F. Dampak Terhadap Profesi Akuntan
Aktivitas manipulasi pencatatan laporan keungan yang dilakukan
manajemen tidak terlepas dari bantuan akuntan. Akuntan yang melakukan hal
tersebut memberikan informasi yang menyebabkan pemakai laporan keuangan
tidak menerima informasi yang fair. Akuntan sudah melanggar etika profesinya.
Kejadian manipulasi pencatatan laporan keuangan yang menyebabkan dampak
yang luas terhadap aktivitas bisnis yang tidak fair membuat pemerintah campur
tangan untuk membuat aturan yang baru yang mengatur profesi akuntan dengan
maksud mencegah adanya praktik-praktik yang akan melanggar etika oleh para
akuntan publik.
G. PEMBAHASAN
Keterkaitan Manajemen Risiko Etika disini adalah pada pelaksanaan audit
oleh KAP HTM selaku badan independen, kesepakatan dan kerjasama dengan
klien (PT Kimia Farma Tbk.) dan pemberian opini atas laporan keuangan klien.
Dalam kasus ini, jika dipandang dari sisi KAP HTM, maka
urutanstakeholder mana ditinjau dari segi kepentingan stakeholderadalah:
1. Klien atau PT Kimia Farma Tbk.
2. Pemegang saham
3. Masyarakat luas
Dalam kasus ini, KAP HTM menghadapi sanksi yang cukup berat dengan
dihentikannya jasa audit mereka. Hal ini terjadi bukan karena kesalahan KAP
HTM semata yang tidak mampu melakukanreview menyeluruh atas semua elemen
laporan keuangan, tetapi lebih karena kesalahan manajemen Kimia Farma yang
melakukan aksi manipulasi dengan penggelembungan nilai persediaan.
Kasus yang menimpa KAP HTM ini adalah risiko inheren dari
dijalankannya suatu tugas audit. Sedari awal, KAP HTM seharusnya menyadari
bahwa kemungkinan besar akan ada risiko manipulasi seperti yang dilakukan PT.
Kimia Farma, mengingat KAP HTM adalah KAP yang telah berdiri cukup lama.
Risiko ini berdampak pada reputasi HTM dimata pemerintah ataupun publik, dan
pada akhirnya HTM harus menghadapi konsekuensi risiko seperti hilangnya
kepercayaan publik dan pemerintah akan kemampuan HTM, penurunan
pendapatan jasa audit, hingga yang terburuk adalah kemungkinan di tutupnya
Kantor Akuntan Publik tersebut.
Diluar risiko bisnis, risiko etika yang dihadapi KAP HTM ini cenderung
pada kemungkinan dilakukannya kolaborasi dengan manajemen Kimia Farma
dalam manipulasi laporan keuangan. Walaupun secara fakta KAP HTM terbukti
tidak terlibat dalam kasus manipulasi tersebut, namun hal ini bisa saja terjadi.
Sesuai dengan teori yang telah di paparkan diatas, manajemen risiko yang
dapat diterapkan oleh KAP HTM antara lain adalah dengan mengidentifikasi dan
menilai risiko etika, serta menerapkan strategi dan taktik dalam membina
hubungan strategis denganstakeholder.
1. Mengidentifikasi dan menilai risiko etika
Dalam kasus antara KAP HTM dan Kimia Farma ini, pengidentifikasian
dan penilaian risiko etika dapat diaplikasikan pada tindakan sebagai berikut:
a) Melakukan penilaian dan identifikasi para stakeholder HTM
HTM selayaknya membuat daftar mengenai siapa dan apa saja
parastakeholder yang berkepentingan beserta harapan mereka. Dengan
mengetahui siapa saja para stakeholder dan apa kepentingannya serta harapan
mereka, maka KAP HTM dapat melakukan penilaian dalam pemenuhan
harapan stakeholder melalui pembekalan kepada para auditor senior dan
junior sebelum melakukan audit pada Kimia Farma.
b) Mempertimbangkan kemampuan SDM HTM dengan ekspektasi
para stakeholder, dan menilai risiko ketidak sanggupan SDM HTM dalam
menjalankan tugas audit.
c) Mengutamakan reputasi KAP HTM
Yaitu dengan berpegang pada nilai-nilai hypernorm, seperti kejujuran,
kredibilitas, reliabilitas, dan tanggung jawab. Faktor-faktor tersebut bisa
menjadi kerangka kerja dalam melakukan perbandingan.
Tiga tahapan ini akan menghasilkan data yang memungkinkan pimpinan
KAP HTM dapat mengawasi adanya peluang dan risiko etika, sehingga dapat
ditemukan cara untuk menghindari dan mengatasi risiko tersebut, serta agar dapat
secara strategis mengambil keuntungan dari kesempatan tersebut.
2. Menerapkan strategi dan taktik dalam membina hubungan strategis
dengan stakeholder
KAP HTM dapat melakukan pengelompokan stakeholder dan meratingnya
dari segi kepentingan, dan kemudian menyusun rencana untuk berkolaborasi
dengan stakeholder yang dapat memberikan dukungan dalam penciptaan strategi,
yang dapat memenuhi harapan para stakeholder HTM.
Sumber : http://davidparsaoran.wordpress.com/2009/11/04/skandal-manipulasi-
laporan-keuangan-pt-kimia-farma-tbk/