Situs Gunungpadang

21
Situs Gunungpadang merupakan situs prasejarah peninggalan kebudayaan Megalitikum di Jawa Barat . Tepatnya berada di perbatasan Dusun Gunungpadang dan Panggulan, Desa Karyamukti , Kecamatan Campaka , Kabupaten Cianjur . Lokasi dapat dicapai 20 kilometer dari persimpangan kota kecamatan WarungKondang, dijalan antara Kota Kabupaten Cianjur dan Sukabumi. Luas kompleks "bangunan" kurang lebih 900 m², terletak pada ketinggian 885 m dpl , dan areal situs ini sekitar 3 ha , menjadikannya sebagai kompleks punden berundak terbesar di Asia Tenggara. Laporan pertama mengenai keberadaan situs ini dimuat pada Rapporten van de Oudheidkundige Dienst (ROD, "Buletin Dinas Kepurbakalaan") tahun 1914. Sejarawan Belanda, N. J. Krom juga telah menyinggungnya pada tahun 1949. Setelah sempat "terlupakan", pada tahun 1979 tiga penduduk setempat, Endi, Soma, dan Abidin, melaporkan kepada Edi, Penilik Kebudayaan Kecamatan Campaka, mengenai keberadaan tumpukan batu-batu persegi besar dengan berbagai ukuran yang tersusun dalam suatu tempat berundak yang mengarah ke Gunung Gede [1] . Selanjutnya, bersama-sama dengan Kepala Seksi Kebudayaan Departemen Pendidikan Kebudayaan Kabupaten Cianjur, R. Adang Suwanda, ia mengadakan pengecekan. Tindak lanjutnya adalah kajian arkeologi, sejarah, dan geologi yang dilakukan Puslit Arkenas pada tahun 1979 terhadap situs ini. Lokasi situs berbukit-bukit curam dan sulit dijangkau. Kompleksnya memanjang, menutupi permukaan sebuah bukit yang dibatasi oleh jejeran batu andesit besar berbentuk persegi. Situs itu dikelilingi oleh lembah-lembah yang sangat dalam. Tempat ini

Transcript of Situs Gunungpadang

Page 1: Situs Gunungpadang

Situs Gunungpadang merupakan situs prasejarah peninggalan

kebudayaan Megalitikum di Jawa Barat. Tepatnya berada di perbatasan

Dusun Gunungpadang dan Panggulan, Desa Karyamukti,

Kecamatan Campaka, Kabupaten Cianjur. Lokasi dapat dicapai 20 kilometer

dari persimpangan kota kecamatan WarungKondang, dijalan antara Kota

Kabupaten Cianjur dan Sukabumi. Luas kompleks "bangunan" kurang lebih

900 m², terletak pada ketinggian 885 m dpl, dan areal situs ini sekitar 3 ha,

menjadikannya sebagai kompleks punden berundak terbesar di   Asia

Tenggara.

Laporan pertama mengenai keberadaan situs ini dimuat pada Rapporten van

de Oudheidkundige Dienst (ROD, "Buletin Dinas Kepurbakalaan") tahun

1914. Sejarawan Belanda, N. J. Krom juga telah menyinggungnya pada tahun

1949. Setelah sempat "terlupakan", pada tahun 1979 tiga penduduk

setempat, Endi, Soma, dan Abidin, melaporkan kepada Edi, Penilik

Kebudayaan Kecamatan Campaka, mengenai keberadaan tumpukan batu-

batu persegi besar dengan berbagai ukuran yang tersusun dalam suatu

tempat berundak yang mengarah ke Gunung Gede[1]. Selanjutnya, bersama-

sama dengan Kepala Seksi Kebudayaan Departemen Pendidikan

Kebudayaan Kabupaten Cianjur, R. Adang Suwanda, ia mengadakan

pengecekan. Tindak lanjutnya adalah kajian arkeologi, sejarah, dan geologi

yang dilakukan Puslit Arkenas pada tahun 1979 terhadap situs ini.

Lokasi situs berbukit-bukit curam dan sulit dijangkau. Kompleksnya

memanjang, menutupi permukaan sebuah bukit yang dibatasi oleh jejeran

batu andesit besar berbentuk persegi. Situs itu dikelilingi oleh lembah-

lembah yang sangat dalam. Tempat ini sebelumnya memang telah

dikeramatkan oleh warga setempat. Penduduk menganggapnya sebagai

tempat Prabu Siliwangi, raja Sunda, berusaha membangun istana dalam

semalam.

Page 2: Situs Gunungpadang

Fungsi situs Gunungpadang diperkirakan adalah tempat pemujaan bagi

masyarakat yang bermukim di sana pada sekitar 2000 tahun S.M. Hasil

penelitian Rolan Mauludy dan Hokky Situngkir menunjukkan kemungkinan

adanya pelibatan musik dari beberapa batu megalit yang ada Selain

Gunungpadang, terdapat beberapa tapak lain di Cianjur yang merupakan

peninggalan periode megalitikum.

Sejak Maret 2011 Tim peneliti Katastrofi Purba yang dibentuk kantor Staf

Khusus Presiden Bidang Bantuan Sosial dan Bencana, dalam survei untuk

melihat aktifitas sesar aktif Cimandiri yang melintas dari Pelabuhan Ratu

sampai Padalarang melewati Gunung Padang. Ketika tim melakukan survei

bawah permukaan Gunung Padang diketahui tidak ada intrusi magma.

Kemudian tim peneliti melakukan survei bawah permukaan Gunung Padang

secara lebih lengkap dengan metodologi geofisika, yakni geolistrik, georadar,

dan geomagnet di kawasan Situs tersebut. Hasilnya, semakin meyakinkan

bahwa Gunung Padang sebuah bukit yang dibuat atau dibentuk oleh

manusia (man-made). Pada November 2011, tim yang dipimpin oleh Dr.

Danny Hilman Natawidjaja, terdiri dari pakar kebumian ini semakin meyakini

bahwa Gunung Padang dibuat oleh manusia masa lampau yang pernah

hidup di wilayah itu.

Hasil survei dan penelitian kemudian dipresentasikan pada berbagai

pertemuan ilmiah baik di tingkat nasional maupun internasional, bahkan

mendapat apresiasi dari Prof. Dr. Oppenheimer. Kemudian tim katastrofi

purba menginisiasi pembentukan tim peneliti yang difokuskan untuk

melakukan studi lanjutan di Gunung Padang, dimana para anggota peneliti

diperluas dan melibatkan berbagai bidang disiplin ilmu dan berbagai

keahlian. Sebut saja Dr. Ali Akbar seorang peneliti prasejarah dari Universitas

Indonesia, yang memimpin penelitian bidang arkeologi. Kemudian Pon

Purajatnika, M.Sc., memimpin penelitian bidang arsitektur dan kewilayahan,

Dr. Budianto Ontowirjo memimpin penelitian sipil struktur, dan Dr. Andang

Bachtiar seorang pakar paleosedimentologi, memimpin penelitian pada

Page 3: Situs Gunungpadang

lapisan-lapisan sedimen di Gunung Padang. Seluruh tim peneliti itu

tergabung dalam Tim Terpadu Penelitian Mandiri Gunung Padang yang

difasilitasi kantor Staf Khusus Presiden Bidang Bantuan Sosial dan Bencana.

Menariknya seluruh pembiayaan penelitian dilakukan secara swadaya para

anggota peneliti.

Berbagai temuan tim terpadu penelitian mandiri Gunung Padang ini akhirnya

dilakukan uji radiometrik karbon (carbon dating, C14). Menariknya hasil uji

karbon pada laboratorium Beta Miami, di Florida AS, menerangkan bahwa

karbon yang didapat dari pengeboran pada kedalaman 5 meter sampai

dengan 12 meter berusia 14.500-25.000 tahun. Hasil laporan selengkapnya

sebagai-berikut:

Bangunan di bawah permukaan situs Gunung Padang terbukti secara ilmiah

lebih tua dari Piramida Giza.[7] Hal ini merujuk pada hasil pengujian karbon

dating Laboratorium Batan (indonesia) dengan metoda LSC C14 dari

material paleosoil di kedalaman -4m pada lokasi bor coring 1, usia material

paleosoil adalah 5500 +130 tahun BP yang lalu. Sedangkan pengujian

material pasir di kedalaman -8 s.d. -10 m pada lokasi coring bor 2 adalah

11000 + 150 tahun.

Pembukaan semak-semak pada sisi Tenggara teras 5 ke arah bawah

menemukan 20 tingkat terasering punden berundak disusun oleh

masyarakat yang berbudaya gotong royong mempunyai kemampuan

teknologi yang maju. Terasering punden berundak ini mematahkan hipotesis

penelitian sebelumnya bahwa situs gunung Padang hanya terdiri dari 5 teras

pada area seluas 900 m2. Dengan dibukanya 20 tingkat terasering

menunjukan bahwa situs gunung Padang sangat besar. Diperkirakan zona

inti utama situs gunung Padang lebih besar dari 25 hektar.

Pembukaan semak-semak dan hasil pemindaian bumi dengan Georadar pada

sisi Timur teras 2 ke arah bawah menemukan bentuk struktur pintu gerbang

buatan manusia. Hasil pengambilan sampel dengan bor coring 1,

memastikan struktur buatan manusia sampai dengan kedalaman -27m dari

Page 4: Situs Gunungpadang

permukaan teras 3. Hasil pengambilan sampel dengan bor coring 2,

menemukan struktur rongga2 besar buatan manusia yang berisi pasir

dengan butiran yang sangat seragam. Hasil pengukuran dengan

geomagnetik menemukan anomali medan magnetik yang besar pada teras

2.

6. Adanya tanda-tanda berbentuk gambar atau cekungan buatan manusia

pada setiap batu yang berada di teras 1 s.d. 5. Penelitian mengenai makna

bentuk gambar dan aksara yang terbentuk pada batu breksi andesit

merupakan hal terbaru.[12]

Selain riset dan survei, kajian pustaka terus dilakukan. Sebut saja

pada Naskah Bujangga Manik dari abad ke-16 menyebutkan suatu tempat

"kabuyutan" (tempat leluhur yang dihormati oleh orang Sunda) di hulu Ci

Sokan, sungai yang diketahui berhulu di sekitar tempat ini[13]. Menurut

legenda, Situs Gunungpadang merupakan tempat pertemuan berkala

(kemungkinan tahunan) semua ketua adat dari masyarakat Sunda Kuna.

Saat ini situs ini juga masih dipakai oleh kelompok penganut agama asli

Sunda untuk melakukan pemujaan.

Penelitian apakah di bawah permukaan Gunung Padang ada bangunan telah

dilakukan oleh beberapa tim ahli : 1. Tim dari Badan Geologi ESDM; 2. Tim

dari Kemenristek 3. Tim Arkeologi Nasional; 4. Tim Katastrofi Purba yang

kemudian menjadi Tim Terpadu Riset Mandiri. Tim pertama, kedua, dan

ketiga sudah menyimpulkan bahwa tidak ada bangunan di bawah

permukaan gunung padang. Adapun luasan gunung padang adalah 900

meter persegi seperti sejak ditemukan NJ Krom. Ini kesimpulan final yang

secara resmi hasil risetnya ada tertulis. Tim keempat, Tim terpadu Riset

mandiri berkesimpulan berbeda dan sudah menemukan bukti kuat sebagai

fakta awal bahwa ada bangunan di bawah permukaan gunung Padang, dan

luasannya jauh lebih besar dari yang ada sekarang seperti yang disimpulkan

ketiga tim lainnya. Dengan prinsip menghargai perbedaan dan menjaga

etika riset, maka menjadi kewajiban tim terpadu untuk membuktikan lebih

Page 5: Situs Gunungpadang

lanjut keseluruhan hipotesanya. Tim terpadu akan menepati janjinya,

beberapa hari ke depan riset dilanjutkan. Diharapkan tidak lebih dari satu

bulan, temuan baru sejarah Indonesia akan diumumkan. Kita berharap

masyarakat mengawasi, para ahli saling menahan diri dan menghormati

keberlangsungan riset beserta semua temuan risetnya nanti. Kita bangun

iklim yang sehat dalam dunia riset Indonesia. Kita yakin keempat tim yang

meneliti gunung padang memiliki niat dan kejujuran intelektual yang sama.

Skeptisme tak dilarang, itu ciri saintis sejati. Dan, ciri saintis sejati pula untuk

merubah skeptisme itu menjadi dukungan jika ternyata semua hipotesa

terbukti.

Jika dilihat dari atas, gunung padang terlihat sangat persis bentuknya

dengan piramida yang ada di mesir. umurnya diperkirakan jauh lebih tua

dari pada piramida mesir sekitar 10.000 tahun sebelum masehi. karena

sesungguhnya gunung padang bukanlah gunung melainkan bangunan

berbentuk mirip dengan piramida yang telah terkena timbunan debu

vulkanik sehingga terlihat seperti gunung yang sudah ditumbuhi pepohonan.

didalam gunung padang dipercaya memiliki ruang didalamnya yang kini

telah tertimbun tanah.

Dalam situs gunung padang ditemukan alat musik yang berupa batu persegi

panjang yang bergelombang pada bagian atasnya, jika setiap gelombang

dipukul, maka akan mengeluarkan bunyi yang berbeda antar gelombang

satu dengan yang lain. dan alat musik dari batu itu dapat dimainkan dengan

benar.

Ada beberapa orang yang percaya kalau situs gunung padang memiliki

keterkaitan dengan situs piramida yang ada di mesir, dikarenakan

bentuknya yang mirip dengan ruang didalamnya dan karena umurnya yang

jauh lebih tua dibandingkan piramida yang ada di mesir. saaat ini situs

padang masih berada dalam masa pengkajian lebih lanjut.

Menelusuri misteri situs Gunung Padang. Usia "piramida" Gunung Padang

diperkirakan 4.700-10.900 tahun sebelum Masehi--bandingkan dengan

Page 6: Situs Gunungpadang

piramida Giza di Mesir, yang hanya 2.500 SM. Namun pembuktian belum

maksimal, dan ini menyebabkan pakar geologi masih ragu terhadap

"piramida" itu. Terlalu dini untuk diumumkan. Oleh karena itu Tim Terpadu

Riset Mandiri Gunung Padang melanjutkan penelitiannya pada 2013

ini. [14] Hingga saat ini Gunung Padang sudah menjadi buah bibir setelah Tim

Katastrofi Purba meneliti patahan gempa Sesar Cimandiri, sekitar empat

kilometer ke arah utara dari situs tersebut.

Kontroversi merebak setelah Andi Arief merilis ada sejenis piramida di bawah

Gunung Padang pada awal tahun lalu. "Apa pun nama dan bentuknya, yang

jelas di bawah itu ada ruang-ruang. Selintas tak seperti gunung, seperti man-

made." demikian jelas Andi Arief

Kecurigaannya berawal dari bentuk Gunung Padang yang hampir segitiga

sama kaki jika dilihat dari utara. Sebelumnya, Tim juga menemukan bentuk

serupa di Gunung Sadahurip di Garut dan Bukit Dago Pakar di Bandung saat

meneliti Sesar Lembang.

Andi Arief mengatakan pekerjaan timnya di Gunung Padang sudah hampir

kelar. Untuk urusan penggalian, dia angkat tangan karena membutuhkan

biaya besar. Namun demikian, Andi Ariefbersama Tim Terpadu Riset

Mandiri Gunung Padang terus melanjutkan penelitian dan survei untuk

mengetahui lebih jauh bawah permukaan Gunung Padang dengan berbagai

metodologi, baikgeofisika, arkeologi, paleosedimentasi, arsitektur dan

kawasan, dan lain-lain. Direncanakan tim ini akan terus bekerja hingga Maret

2014 nanti.

Menjelang akhir tahun 2012, para peneliti Tim Terpadu Riset Mandiri Gunung

Padang mengadakan pertemuan untuk mengevaluasi hasil riset dan survei

pada 2012 dan merencanakan riset lanjutan di Gunung Padang. Pada

pertemuan itu dihadiri oleh geolog andal, Dr. Danny Hilman Natawijaya,

paleosedimentolog, Dr. Andang Bachtiar, arkeolog muda ahli prasejarah,

Dr. Ali Akbar, ahli budaya, Dr. Lily Tjahjandari, praktisi arsitek dan

kawasan, Pon Purajatnika, ahli kompleksitas dan astronomi, Hokky

Page 7: Situs Gunungpadang

Situngkir, Rolan Mauludi, ahli permodelan sipil, Dr. Budianto Ontowirjo,ahli

petrografi, Dr. Andri S Subandrio, geofisisis, Erick Ridzky, dan tentu saja

dihadiri juga oleh inisiator tim, Andi Arief.[15]

Pertemuan yang diselenggarakan di Kantor Staf Khusus Presiden pada 18

Desember 2012 itu, menghasilkan pandangan-pandangan baru dari para ahli

yang tergabung dalam Tim Terpadu Riset Mandiri memaparkan dan

mendiskusikan temuan-temuan riset dan langkah-langkah ke depan. Tim

Geologi memandang bahwa survei dan kajian yang dilakukan sudah

mencapai 99% telah mendapatkan data lengkap baik data hasil

survei geolistrik, georadar, maupun geomagnetik, serta dan alat

bantu geofisika lainnya. Selain tentunya citra satelit, foto IFSAR, kontur dan

peta model dijital elevasi (DEM). Dari berbagai data yang dihasilkan itu,

ditambah dengan pembuktian paleosedimentasi di beberapa titik bor

sampling, serta analisa petrografi, secara saintifik bisa disimpulkan bahwa

memang ada man-made structure di bawah permukaan situs Gunung

Padang.

Bangunan di bawah permukaan ini juga dipastikan memiliki chamber dan

bentuk-bentuk struktur lain (dugaan goa atau lorong), serta kecenderungan

adanya anomali magnetik di berbagai lintasan alat geofisika. Temuan ini

makin diperkuat dengan temuan Tim arkeologi yang berhasil menemukan

artefak-artefak di barat dan timur bangunan Gunung Padang juga

tersingkap, terutama di luar situs definitif saat ini. Bahkan temuan awal

artefak berupa batu melengkung di sisi timur situs, menunjukkan dugaan

kuat sebagai “pintu masuk” ke dalam bangunan bawah permukaan Gunung

Padang. Temuan arkeologi ini, merupakan temuan terbaru sejak situs ini

pertama kali ditemukan.

Di samping itu, Tim sipil dan arsitek sudah sampai tahap maju, selain

memaparkan berbagai jenis potongan batu (yang menunjukkan campur

tangan manusia dan teknologi masa itu), juga memaparkan luasan situs

yang jauh lebih besar dari yang ada sekarang. Tim ini sudah menemukan

Page 8: Situs Gunungpadang

struktur yang hampir mirip dengan temuan di Sumba Nusa Tenggara Barat.

Sebelumnya tim arsitektur menemukan kemiripan yang sama dengan

piramida Machupichu Peru.

Dalam waktu dekat struktur imaginer yang lebih detail akan dibuat

berdasarkan perbandingan yang ada. Sementara Tim astronomi akan

menyelesaikan temuan timeline tahun pembuatan yang bisa secara saintifik

dilakukan di luar hasil radio-carbon dating yang sudah dilakukan sampai

validasi di dua lab yaitu labpratorium Badan Atom Nasional dan

laboratorium radio-carbon di Miami Florida , Amerika Serikat.

Apa yang akan dilakukan Ke depan? Semua tim terus bekerja dengan titik

konsentrasi di lokasi yang berada di luar situs. Tim arkeologi menjadi

terdepan membuka “pintu peradaban” leluhur kita yang sangat luar biasa

ini. Adapun bentuk dan isi di dalamnya akan secara otomatis terkuak. Kita

berharap kelanjutan riset ini berjalan lancar, dan akan selalu akan

diumumkan terbuka kepada masyarakat.[16]

Disadari bahwa riset ini bukan hanya milik peneliti tetapi milik masyarakat

luas. Kita berharap tidak berhenti pada terbukanya pintu peradaban saja,

lebih dari itu ditemukan sesuatu yang bermanfaat dan dirasakan langsung

oleh rakyat, ada dampaknya buat kesejahteraan rakyat masa kini dan masa

depan.

Pada awal Januari 2013 Tim Arkeologi yang

dikomandoi arkeolog muda Universitas Indonesia, Ali Akbar, kembali merilis

temuan 5 makam tua di areal yang kini menjadi objek penelitiannya.

Penemuan tersebut bisa mengungkap tabir baru bahwa masyarakat

sekitarlah yang pertama kali menemukan situs Gunung Padang.

Dikemukakan bahwa penemuan 5 makam di sisi teras kelima situs itu, yang

memiliki artefak (nisan) terbaca 2 makam saja. Berdasarkan

pengamatannya, makam tersebut ada di areal situs megalitik sekitar tahun

1900-an. Dari beberapa makam yang ada, terdapat satu makam yang sedikit

memberikan gambaran mengenai keberadaan makam dari sepasang nisan

Page 9: Situs Gunungpadang

makam tersebut. Dijelaskan Ali Akbar, bahwa bila dilihat dari bentuk

makamnya, itu adalah makam Islam. Satu nisan bertuliskan huruf latin dan

satunya lagi bertuliskan huruf Arab. Menurut penjelasannya, dengan adanya

temuan makam tua tersebut, berarti ada masyarakat yang tinggal dan

menetap di situ. Kemudian ada jeda sampai NJ Krom menemukan situs

tersebut dan melaporkannya ke pemerintah Belanda pada 1914.

Pada salah satu nisan tertera tulisan latin yang menerangkan nama jasad

yang dimakamkan bernama "Hadi Winata" yang wafat pada tahun 1947.

Almarhum tertulis juga wafat pada usia 68 tahun, artinya almarhum lahir

pada tahun 1879. Di nisan lainnya, makam yang sama, tertera pula tulisan

Arab, di nisan tersebut terbaca 'prabu' serta terdapat tahun hijriyah, 1356 H.

Diperkirakan kemungkinan jasad yang dimakamkan itu merupakan golongan

bangsawan bila sekilas diamati dari nama latin yang tercantum di nisan dan

juga tulisan 'Prabu' di nisan berhuruf Arab. Para peneliti masih terus bekerja

untuk bisa menaksir usia makam lainnya yang ada di areal Gunung Padang.

Awal Januari- Maret 2013 Tim Terpadu Riset Mandiri yang dipimpin oleh

Dr. Danny Hilman Natawidjaja (ahli kebumian), Dr. Ali Akbar(arkeolog),

Dr. Andang Bachtiar (paleosedimentolog) kembali melakukan penelitian dan

survei lanjutan, menyatakan bahwa, di bawah permukaan Gunung Padang:

Ada struktur geologi tak alamiah, dengan hipotesis Teknologi canggih zaman

purba.

Kali ini Tim melakukan penggalian arkeologi dan survei geolistrik detil di

sekitar penggalian lereng timur bukit, di luar pagar situs cagar budaya.

Tim arkeologi dipimpin DR. Ali Akbar dari Universitas Indonesia. Tim itu

menemukan bukti yang mengkonfirmasi hipotesa tim bahwa di bawah tanah

Gunung Padang ada struktur bangunan buatan manusia yang terdiri dari

susunan batu kolom andesit, sama seperti struktur teras batu yang sudah

tersingkap, dan dijadikan situs budaya di atas bukit. Terlihat di kotak gali

permukaan fitur, susunan batu kolom andesit ini sudah tertimbun lapisan

Page 10: Situs Gunungpadang

tanah setebal setengah sampai dua meter yang bercampur bongkahan

pecahan batu kolom andesit.

Kotak gali arkeologi Tim Dr. Ali Akbar UI. memperlihatkan permukaan

bangunan yang disusun dari batu-batu kolom andesit yang sudah tertutup

oleh lapisan tanah dengan bongkah-bongkah pecaan batuan. Batu kolom ini

posisinya memanjang sejajar lapisan.

Batu-batu kolom andesit disusun dengan posisi mendekati horisontal dengan

arah memanjang hampir barat-timur (sekitar 70 derajat dari utara ke timur -

N 70 E), sama dengan arah susunan batu kolom di dinding timur-barat teras

satu, dan undak lereng terjal yang menghubungkan teras satu dengan teras

dua. Dari posisi horisontal batu-batu kolom andesit dan arah lapisannya,

dapat disimpulkan dengan pasti, bahwa batu-batu kolom atau “columnar

joints” ini bukan dalam kondisi alamiah.

Batu-batu kolom hasil pendinginan dan pelapukan batuan lava/intrusi

vulkanis di alam maka arah memanjang kolomnya akan tegak lurus terhadap

arah lapisan atau aliran seperti ditemukan di banyak tempat di dunia.

Kenampakan susunan batu-kolom yang terkuak di kotak gali memang

terlihat luarbiasa rapi seperti layaknya kondisi alami saja.

Sehingga tidak heran apabila di akhir 2012 lalu ada tim arkeolog lain bekerja

terpisah, dan sudah ikut menggali di sini menyimpulkan batu-batu kolom

andesit di bawah tanah ini merupakan sumber batuan alamiahnya; mungkin

karena mereka belum mempertimbangkan aspek geologinya dengan

lengkap, dan juga tidak mengetahui data struktur bawah permukaan seperti

diperlihatkan oleh hasil survei geolistrik.

Yang lebih mengejutkan adalah ditemukannya material pengisi diantara

batu-batu kolom ini. Bahkan diantaranya ada batu kolom yang sudah pecah

berkeping-keping, namun ditata dan disatukan lagi oleh material pengisi,

atau kita sebut saja sebagai semen purba. [17]

Page 11: Situs Gunungpadang

Makin ke bawah kotak gali, semen purba ini terlihat makin banyak, dan

merata setebal 2 sentimeteran di antara batu-batu kolom. Selain di kotak

gali, semen purba ini juga sudah ditemukan pada tebing undak antara teras

satu dan dua, dan juga pada sampel inti bor dari kedalaman 1 sampai 15

meter dari pemboran yang dilakukan oleh tim pada tahun 2012 lalu di atas

situs.

Ahli geologi tim dan juga pembina pusat Ikatan Ahli Geologi Indonesia pusat,

DR. Andang Bachtiar, berdasarkan hasil analisis kimia yang dilakukannya

pada sampel semen purba dari undak terjal teras satu ke dua, menemukan

fakta lebih mengejutkan lagi. Ternyata material semen ini mempunyai

komposisi utama 45% mineral besi dan 41% mineral silika. Sisanya adalah

14% mineral lempung, dan juga terdapat unsur karbon. Ini adalah komposisi

bagus untuk semen perekat yang sangat kuat.

Barangkali ia menggabungkan konsep membuat resin, atau perekat modern

dari bahan baku utama silika, dan penggunaan konsentrasi unsur besi yang

menjadi penguat bata merah. Tingginya kandungan silika mengindikasikan

semen ini bukan hasil pelapukan dari batuan kolom andesit di sekelilingnya

yang miskin silika.

Kemudian, kadar besi di alam, bahkan di batuan yang ada di pertambangan

mineral bijih sekalipun umumnya tak lebih dari 5% kandungan besinya,

sehingga kadar besi “semen Gunung Padang” ini berlipat kali lebih tinggi

dari kondisi alamiah.

Oleh karena itu dapat disimpulkan material diantara batu-batu kolom andesit

ini adalah adonan semen buatan manusia. Artinya, teknologi masa itu

kelihatannya sudah mengenal metalurgi. Andang menjelaskan, bahwa satu

teknik umum untuk mendapatkan konsentrasi tinggi besi adalah dengan

melakukan proses pembakaran dari hancuran bebatuan dengan suhu sangat

tinggi. Mirip pembuatan bata merah, yaitu membakar lempung kaolinit dan

illit untuk menghasilkan konsentrasi besi tinggi pada bata tersebut.

Page 12: Situs Gunungpadang

Indikasi adanya teknologi metalurgi purba ini diperkuat lagi oleh temuan

segumpal material seperti logam sebesar 10 sentimeter oleh tim Ali Akbar

pada kedalaman 1 meter di lereng timur Gunung Padang. Material logam

berkarat ini mempunyai permukaan kasar berongga-rongga kecil

dipermukaannya. Diduga material ini adalah adonan logam sisa pembakaran

(“slug”) yang masih bercampur dengan material karbon yang menjadi bahan

pembakarnya, bisa dari kayu, batu bara atau lainnya. Rongga-rongga itu

kemungkinan terjadi akibat pelepasan gas CO2 ketika pembakaran. Tim

akan melakukan analisa lab lebih lanjut untuk meneliti hal ini.

Yang tidak kalah mencengangkan adalah perkiraan umur dari semen purba

ini. Hasil analisis radiometrik dari kandungan unsur karbonnya pada

beberapa sampel semen di bor inti dari kedalaman 5 – 15 meter yang

dilakukan pada 2012 di laboratorium bergengsi BETALAB, Miami, USA pada

pertengahan 2012 menunjukan umur dengan kisaran antara 13.000 sampai

23.000 tahun lalu. Kemudian, hasil carbon dating dari lapisan tanah yang

menutupi susunan batu kolom andesit di kedalaman 3-4 meter di Teras 5

menunjukkan umur sekitar 8700 tahun lalu.[18]

Sebelumnya hasil carbon dating yang dilakukan di laboratorium BATAN dari

pasir dominan kuarsa yang mengisi rongga di antara kolom-kolom andesit di

kedalaman 8-10 meter di bawah Teras lima, juga menunjukkan kisaran umur

sama yaitu sekitar 13.000 tahun lalu.

Fakta itu sangat kontroversial karena pengetahuan mainstream sekarang

belum mengenal atau mengakui ada peradaban (tinggi) pada masa se-purba

ini, di manapun di dunia, apalagi di nusantara yang konon masa pra-

sejarahnya banyak diyakini masih primitif walaupun alamnya luarbiasa indah

dan kaya; sementara di wilayah tandus gurun pasir Mesir orang bisa

membuat bangunan piramida yang sangat luarbiasa itu. Tapi fakta di

Gunung Padang berbicara lain. Rasanya bukan mustahil lagi bangsa

Nusantara mempunyai peradaban yang semaju peradaban Mesir purba,

bahkan pada masa yang jauh lebih tua lagi.

Page 13: Situs Gunungpadang

Struktur bangunan dari susunan batu-batu kolom berdiameter sampai 50 cm

dengan panjang bisa lebih dari 1 meter ini sudah sangat spektakuler karena

bagaimanakah masyarakat purbakala dapat menyusun batu-batu besar yang

sangat berat ini demikian rapi dan disemen pula oleh adonan material yang

istimewa. Selanjutnya survei geolistrik yang dilakukan di sekitar lokasi

pengalian oleh tim geologi/geofisika dari LabEarth LIPI, menguak fakta yang

tidak kalah fantastis dari fitur bangunan purba di bawah permukaan ini.

Survei terbaru ini adalah survei pendetilan sebagai lanjutan dari puluhan

lintasan survei geolistrik 2-D, 3-D dan survei georadar yang sudah dilakukan

pada tahun 2011, 2012 dan awal 2013 di sekujur badan Gunung Padang,

dari kaki sampai puncak bukit.

Hasil survei geolistrik memperlihatkan bahwa lapisan susunan batu kolom

yang terlihat di kotak gali keberadaannya dapat diikuti terus sampai ke atas

bersatu di bawah badan situs Gunung Padang di atas bukit, dan juga

melebar sampai jauh ke kaki bukit.

Penampang struktur bawah permukaan berdasarkan resistivitas batuan dari

lintasan geolistrik melewati kotak gali (testpit) arkeologi. Lapisan bangunan

dari susunan kolom andesit terlihat menerus ke bagian bawah dari situs di

atas bukit dan juga ke kaki bukit. Di bawahnya terlihat geometri unik yang

diduga masih bangunan. Peralatan survey memakai Supersting R8 dan

software Earth Imager. Model di atas memakai metoda Average Resistivity.

Nilai RMS menunjukkan bahwa hasil simulasi dari model ini mempunyai

perbedaan/tingkat kesalahan hanya 4% dibandingkan dengan data hasil

survey.

Teka-teki Batuan Lava[sunting | sunting sumber]

Fakta ini mendukung hasil penelitian ahli arsitektur Pon Purajatniko, anggota

tim terpadu yang juga pernah menjabat Ketua Ikatan Ahli Arsitektur Jawa

Barat, yang pertama kali melontarkan gagasan tentang struktur teras-teras

Gunung Padang mirip situs Michu Pichu di Peru.

Page 14: Situs Gunungpadang

Sampai saat ini penggalian dilakukan baru sampai kedalaman 4 meteran

saja, namun survei geolistrik memperlihatkan di bawahnya masih ada

kenampakan struktur bangunan dengan geometri yang terlihat menakjubkan

sampai kedalaman lebih dari 10 meter. Hasil survei geolistrik, dan georadar

juga sudah dapat memperlihatkan struktur (geologi) bawah permukaan yang

membentuk morfologi bukit Gunung Padang adalah lapisan batuan dengan

ketebalan 30-50 meter yang mempunyai nilai tahanan listrik (resistivitas)

sangat tinggi (ribuan Ohm-Meter) berbentuk seperti lidah dengan posisi

hampir horisontal, selaras dengan bukit memanjang utara-selatan, dan

miring landai ke arah utara. Jadi selaras juga dengan undak-undak teras

yang dibangun di atasnya.

Lapisan batu berbentuk seperli lidah ini juga mempunyai bidang miring yang

rata ke arah barat dan timur bukit selaras dengan kemiringan lerengnya.

Lapisan lava ini berada pada kedalaman lebih dari 10 meter di bawah

permukaan.

Dari data pemboran yang dilakukan oleh DR. Andang Bachtiar dan juga

analisis mikroskopik batuan dari sampel inti bor yang dilakukan oleh DR.

Andri Subandrio, ahli geologi batuan gunung api dari Lab. Petrologi ITB,

dapat dipastikan tubuh batuan dengan resistivitas tinggi ini adalah batuan

lava andesit, sama seperti tipe batu kolom dari situs Gunung Padang. Hal

lain cukup menarik dari analisa petrologi adalah temuan banyaknya retakan-

retakan mikroskopik pada sayatan tipis batu kolom andesit yang diduga non-

alamiah. Soalnya, retakan itu memotong kristal-kristal mineral penyusunnya.

Dari banyak penampang geolistrik, terlihat lidah lava andesit ini mempunyai

leher intrusi (sumber terobosan batuan vulkanis dari bawah) berlokasi di

area lereng selatan dari situs Gunung Padang. Jadi setelah cairan panas

intrusi magma mencapai permukaan kemudian mengalir ke utara, dan

setelah mendingin membentuk lidah lava tersebut. Yang masih menjadi

teka-teki besar adalah apakah tubuh batuan lava di perut Gunung Padang ini

Page 15: Situs Gunungpadang

adalah sumber dari batu-batu kolom andesit yang dipakai untuk menyusun

situs?

Boleh jadi benar. Sampai saat ini tidak ditemukan ada sumber batuan kolom

andesit dalam radius beberapa kilometer dari Gunung Padang. Masalahnya

tidak ada bekas-bekas penambangan, atau lapisan lava yang tersingkap di

area Gunung Padang.

Jadi, apabila orang berhipotesa bahwa sumber batuannya dari dalam bukit,

maka mau tidak mau harus juga mengasumsikan dulunya lapisan lava itu

pernah tersingkap, atau ditambang oleh manusia purba, kemudian baru

batu-batu kolom yang sudah diambil lalu disusun-ulang untuk menutupi

sekujur badan lava menjadi satu mahakarya monumen arsitektur besar yang

luarbiasa.

Perlu juga dicatat bahwa mengekstraksi batu-batu kolom andesit dari batuan

induknya bukanlah hal mudah. Ia harus dapat memisahkan batu-batu besar

dan berat tersebut dengan utuh dari batuan induknya dalam jumlah sangat

besar. Berbeda dengan penambangan batuan biasa yang tidak perlu kuatir

dengan batu yang pecah, misalnya dengan peledakan dinamit. Yang jelas

untuk abad sekarang atau ratusan tahun ke belakang di dunia ini tak pernah

ada penambangan batu-batu kolom andesit untuk dipakai sebagai bata

bangunan.

Lebih dahsyat dari Borobudur?[sunting | sunting sumber]

Penelitian di Gunung Padang belum selesai. Tim Terpadu Riset Mandiri,

walaupun tanpa dibantu dana negara, akan terus bekerja keras meneliti

banyak misteri besar yang masih belum terkuak. Termasuk melakukan

pemboran, atau eskavasi dalam untuk membuktikan dengan lebih gamblang

keberadaan struktur bangunan dan ruang-ruang di bawah kedalaman 4-5

meter.

Demikian juga pentarikhan umur situs. Walaupun sudah dilakukan dengan

teliti dan hati-hati, masih perlu dicek ulang dengan sampel-sampel yang

Page 16: Situs Gunungpadang

lebih baik lagi, karena umur ini hal yang sangat vital untuk kesimpulan

akhirnya nanti.

Tim juga menduga situs Gunung Padang kemungkinan besar tidak dibangun

dalam satu masa, tapi produk lebih dari satu lapis kebudayaan. Misalnya,

yang membuat batu-batu kolom menjadi menhir-menhir, belum tentu sama

dengan masyarakat yang membuat susunan batu-batu kolom dengan semen

purba. Demikian juga bangunan susunan batu kolom andesit di permukaan,

atau yang sudah tertimbun beberapa meter di bawah, belum tentu dibangun

satu masa dengan struktur bangunan di bawahnya lagi.

Penelitian ala Tim Terpadu Riset Mandiri memperlihatkan bahwa bahu

membahu yang erat dari berbagai disiplin ilmu dengan metoda penelitian

saling mengisi sangat diperlukan untuk menguak warisan kebudayaan

nusantara. Masalah Gunung Padang tidak bisa lagi dikesampingkan.

Walaupun masih banyak pertanyaan belum terjawab, dan analisa yang

belum tuntas, hasil-hasil penelitian yang sudah ada memberikan banyak

informasi penting.

Juga ada harapan situs Gunung Padang berpotensi setara Borobudur, dengan

makna yang penting karena dapat menjadi terobosan pengetahuan tentang

“the craddle of civilizations” pada abad ini. Ia bisa menjadi bukti monumen

besar dari peradaban adijaya tertua di dunia, yang entah karena bencana

apa, musnah ribuan tahun lalu dalam masa pra-sejarah Indonesia. [19]

Catatan kaki