Sistem Satuan Dan Pengukuran

7
Sidikrubadi Pramudito Pendahuluan I- 1 PERTEMUAN I PENDAHULUAN Tujuan Instruksional Khusus Setelah mengikuti pertemuan ini mahasiswa akan dapat menjelaskan metoda ilmiah dan pentingnya pengukuran dalam fisika, serta menyelesaikan masalah penjumlahan vektor sederhana. Pokok Bahasan Metoda Ilmiah dan Pengukuran dalam Fisika Sub Pokok Bahasan 1. Metoda Ilmiah 2. Pengukuran dan Satuan 3. Penjumlahan Vektor 1.1 Metoda Ilmiah Fisika adalah suatu bidang ilmu yang mempelajari gejala-gejala alam. Dalam mempelajari alam semesta ini, para fisikawan berusaha untuk melihat keteraturan dari gejala-gejala alam tersebut, memformulasikannya, dan kemudian mengembangkan formulasi tersebut menjadi teori-teori yang lebih baru yang dapat menjelaskan hasil-hasil pengamatan. Teori-teori yang sudah dihasilkan selalu diuji dengan berbagai pengamatan lain sehingga jika pada suatu ketika hasil pengamatan tidak sesuai teori yang telah ada, maka teori tersebut haruslah diperbaiki kembali. Dalam pengembangan fisika, sebagaimana juga pada pengembangan sains pada umumnya, manusia selalu terbentur pada keterbatasan teknis yang ada, yaitu tidak ada peralatan pengukuran yang sempurna sehingga tidak ada pengukuran yang tidak mempunyai kesalahan. Dengan demikian, suatu teori tidak pernah bisa diverifikasi secara mutlak. Keterbatasan yang lain adalah keterbatasan akal manusia itu sendiri sehingga tidak ada teori fisika yang kebenarannya mutlak. Teori baru yang diterima oleh fisikawan dalam beberapa kasus adalah karena secara kuantitatif lebih cocok dengan eksperimen dibandingkan teori yang lama. Dalam banyak kasus, teori yang baru dapat diterima oleh fisikawan karena dapat menjelaskan fenomena yang lebih luas dibandingkan teori yang lama. Sebagai contoh teori klasik (Newtonian) menjelaskan dengan baik sekali berbagai kejadian yang berkaitan dengan gerak partikel seperti yang kita lihat sehari-hari. Akan tetapi untuk gerak partikel yang sangat cepat mendekati kecepatan cahaya, ternyata teori klasik tidak cocok lagi. Kemudian Einstein mengemukakan teori relativitas khususnya yang dapat menjelaskan tidak hanya gerak partikel pada kecepatan yang sangat tinggi, tetapi juga gerak partikel dengan kecepatan rendah. Dengan demikian, teori relativitas khusus berlaku lebih umum dibandingkan teori klasik, atau dengan kata lain teori klasik merupakan hal khusus dari teori relativitas khusus. Sebagai ilustrasi, untuk penjumlahan kecepatan, teori klasik menyatakan: = + (1.1) sementara teori relativitas khusus menyatakan = + 1+ 2 (1.1) dengan c = 3x10 8 m/s merupakan kelajuan cahaya dalam ruang hampa.

description

Fisika Dasar

Transcript of Sistem Satuan Dan Pengukuran

Page 1: Sistem Satuan Dan Pengukuran

Sidikrubadi Pramudito Pendahuluan I- 1

PERTEMUAN I

PENDAHULUAN

Tujuan Instruksional Khusus

Setelah mengikuti pertemuan ini mahasiswa akan dapat menjelaskan metoda ilmiah dan

pentingnya pengukuran dalam fisika, serta menyelesaikan masalah penjumlahan vektor sederhana.

Pokok Bahasan

Metoda Ilmiah dan Pengukuran dalam Fisika

Sub Pokok Bahasan

1. Metoda Ilmiah

2. Pengukuran dan Satuan

3. Penjumlahan Vektor

1.1 Metoda Ilmiah

Fisika adalah suatu bidang ilmu yang mempelajari gejala-gejala alam. Dalam mempelajari

alam semesta ini, para fisikawan berusaha untuk melihat keteraturan dari gejala-gejala alam tersebut,

memformulasikannya, dan kemudian mengembangkan formulasi tersebut menjadi teori-teori yang

lebih baru yang dapat menjelaskan hasil-hasil pengamatan. Teori-teori yang sudah dihasilkan selalu

diuji dengan berbagai pengamatan lain sehingga jika pada suatu ketika hasil pengamatan tidak sesuai

teori yang telah ada, maka teori tersebut haruslah diperbaiki kembali.

Dalam pengembangan fisika, sebagaimana juga pada pengembangan sains pada umumnya,

manusia selalu terbentur pada keterbatasan teknis yang ada, yaitu tidak ada peralatan pengukuran

yang sempurna sehingga tidak ada pengukuran yang tidak mempunyai kesalahan. Dengan demikian,

suatu teori tidak pernah bisa diverifikasi secara mutlak. Keterbatasan yang lain adalah keterbatasan

akal manusia itu sendiri sehingga tidak ada teori fisika yang kebenarannya mutlak. Teori baru yang

diterima oleh fisikawan dalam beberapa kasus adalah karena secara kuantitatif lebih cocok dengan

eksperimen dibandingkan teori yang lama. Dalam banyak kasus, teori yang baru dapat diterima oleh

fisikawan karena dapat menjelaskan fenomena yang lebih luas dibandingkan teori yang lama.

Sebagai contoh teori klasik (Newtonian) menjelaskan dengan baik sekali berbagai kejadian

yang berkaitan dengan gerak partikel seperti yang kita lihat sehari-hari. Akan tetapi untuk gerak

partikel yang sangat cepat mendekati kecepatan cahaya, ternyata teori klasik tidak cocok lagi.

Kemudian Einstein mengemukakan teori relativitas khususnya yang dapat menjelaskan tidak hanya

gerak partikel pada kecepatan yang sangat tinggi, tetapi juga gerak partikel dengan kecepatan rendah.

Dengan demikian, teori relativitas khusus berlaku lebih umum dibandingkan teori klasik, atau dengan

kata lain teori klasik merupakan hal khusus dari teori relativitas khusus. Sebagai ilustrasi, untuk

penjumlahan kecepatan, teori klasik menyatakan:

𝑤 = 𝑢 + 𝑣 (1.1)

sementara teori relativitas khusus menyatakan

𝑤 =𝑢 + 𝑣

1 +𝑢𝑣𝑐2

(1.1)

dengan c = 3x108 m/s merupakan kelajuan cahaya dalam ruang hampa.

Page 2: Sistem Satuan Dan Pengukuran

Sidikrubadi Pramudito Pendahuluan I- 2

Ambillah u = 10 m/s dan v = 9 m/s, maka persamaan (1-1) menghasilkan w=19 m/s sementara

persamaan (1-2) menghasilkan w=18,99999999999981 m/s. kedua hasil tersebut praktis tidak dapat

dibedakan. Akan tetapi tinjaulah suatu kasus dengan u=0.5c dan v=c. Maka persamaan (1.1)

menghasilkan w=1.5c yang tidak sesuai dengan kenyataan. Sementara persamaan (1.2) menghasilkan

w=c yang sesuai dengan kenyataan. Dengan demikian jelaslah bahwa persamaan (1.2) berlaku lebih

umum dibandingkan persamaan (1.1), dan untuk kecepatan rendah, penyebut pada persamaan (1-2)

praktis berharga 1 sehingga persamaan (1.2) tereduksi menjadi persamaan (1.1), atau dengan kata lain

persamaan (1.1) merupakan penyederhanaan dari persamaan (1.2) untuk kecepatan-kecepatan rendah.

Dalam pengembangannya, ilmu fisika membutuhkan perangkat-perangkat. Secara umum ada

dua perangkat yang digunakan, yaitu perangkat pengamatan dan perangkat analisis.

1.1.1 Perangkat pengamatan

Perangkat pengamatan merupakan perangkat keras berupa alat-alat untuk mengukur besaran-

besaran fisis. Dalam mempelajari fisika di TPB ini, perangkat pengamatan yang tersedia adalah

berupa bangunan laboratorium fisika dasar, lengkap dengan peralatannya. Sedangkan penggunaannya

dalam bentuk praktikum yang terstruktur sesuai dengan bahan kuliah yang diberikan.

1.1.2 Peubah bebas dan peubah tidak bebas

Dalam suatu persoalan khusus seringkali kita dapatkan beberapa besaran saling berkait satu

sama lain membentuk hubungan fungsional. Sebagai contoh dalam persoalan kinematika, besaran-

besaran posisi, kecepatan dan percepatan suatu benda merupakan fungsi dari waktu, sementara dalam

persoalan kerja-energi kita dapatkan Energi Potensial dan Gaya Konservatif yang berkaitan

dengannya merupaka fungsi dari posisi. Dengan demikian dalam suatu persoalan khusus kita dapat

membagi besaran-besaran fisis menjadi dua kategori yaitu besaran-besaran fisis yang merupakan

peubah bebas dan besaran-besaran fisis yag merupakan peubah tidak bebas. Dalam persoalan

kinematika, waktu merupakan peubah bebas sedangkan posisi, kecepatan serta percepatan suatu benda

merupakan peubah-peubah tidak bebas (dalam hal ini merupakan fungsi dari waktu). Pada persoalan

kerja-energi, posisi merupakan peubah bebas sedangkan energi potensial dan gaya konservatif yang

berkaitan dengannya merupakan peubah-peubah tidak bebas.

1.2 Pengukuran dan Satuan

Pengukuran adalah proses membandingkan suatu besaran dengan suatu besaran lain yang

sejenis yang dipilih sebagai standar. Pengukuran besaran-besaran fisis merupakan suatu proses yang

penting dalam pengembangan ilmu fisika karena dengan pengukuran-pengukuran inilah kita dapat

memahami keterkaitan antara besaran-besaran fisis tersebut secara kuantitatif sehingga selanjutnya

dapat disusun berbagai prinsip atau hukum yang menjelaskan keterkaitan tersebut. Dalam pengukuran

suatu besaran fisis kita membandingkan besaran tersebut dengan suatu standar atau satuan besaran

yang dipilih. Sebagai contoh kita dapat mengukur besaran panjang dalam satuan-satuan seperti cm,

inci, meter, km. dengan demikian menyatan hasil pengukuran hanya dalam bentuk angka saja tidak

mempunyai arti sehingga satuan dari besaran yang kita ukur haruslah disertakan.

1.2.1 Ketidakpastian dalam Pengukuran

Dalam pengukuran-pengukuran besaran fisis ini tidak ada satupun yang hasilnya tepat secara

mutlak karena pada setiap pengukuran akan terjadi ketidakpastian yang muncul dari berbagai hal

diantaranya keterbatasan ketelitian peralatan, pengaruh dari sekitarnya seperti adana getaran,

perubahan keadaan ruang (suhu, tekanan dan kelembaban), serta keterampilan pengamat dalam

menggunakan allat ukur. Dengan demikian dalam setiap pengukuran perlulah untuk menyatakan

Page 3: Sistem Satuan Dan Pengukuran

Sidikrubadi Pramudito Pendahuluan I- 3

ketelitian atau perkiraan ketidakpastian dari hasil pengukuran tersebut. Sebagai contoh jika kita

mengukur lebar meja dengan memakai mistar biasa kita dapat menuliskan hasilnya sebagai:

(72.3 ± 0.1) cm.

72,3 merupakan angka yang terbaik yang kita dapatkan untuk pengukuran lebar meja tersebut

sedangkan ±0.1 cm menunjukkan perkiraan ketidakpastian dalam pengukuran sehingga lebar meja

sebenarnya paling mungkin berada diantara 72.2 dan 72.4 cm.

1.2.2 Standar

Sampai lebih dari 200 tahun yang lalu satuan-satuan pengukuran tidak distandarkan. Hal ini

menimbulkan kesulitan dalam komunikasi ilmiah. Untuk besaran panjang saja orang yang berbeda

dari tempat yang berbeda menggunakan satuan yang berbeda misalnya jengkal, yard, langkah, li,

bahkan untuk panjang satu kaki (foot) ternyata bervariasi dari satu tempat ke teampat lain. Untuk

mengatasi hal ini maka sejak tahun 1791 dilakukan usaha-usaha untuk menstandarkan satuan-satuan

ini serta menyempurnakannya dari waktu ke waktu.

Standar mutakhir dipilih pada tahun 1960. Satuan standar untuk panjang adalah meter yang

didefinisikan sebagai 1,650,763.73 kali panjang gelombang cahaya jingga yang dipancarkan oleh gas

krypton 86. Satuan standar untuk waktu adalah sekon yang didefinisikan sebagai waktu yang

dibutuhkan oleh atom-atom cecium untuk bervibrasi sebanyak 9,192,631,770 kali dengan modus

vibrasi tertentu. Satuan standar untuk massa adalah kilogram yaitu dalam hal ini adalah sebuah

silinder platinum-iridium yang disimpan di Lembaga Berat dan Ukuran Internasional di dekat Paris,

Perancis.

1.2.3 Besaran Dasar, Besaran Turunan dan Sistem Satuan Internasional

Seperti kita ketahui, dari berbagai gejala alam kita dapati besaran-besaran fisis yang

jumlahnya banyak sekali itu satu sama lain berkaitan. Dengan demikian satu besaran fisis dapat

dinyatakan dalam beberapa besaran fisis lainnya. Melihat hal ini, untuk menyederhanakan persoalan

perlulah dipilih seperangkat besaran fisis yag dijadikan besaran dasar yang dengan demikian besaran-

besaran fisis lainnya dapat dinyatakan sebagai kombinasi dari besaran-besaran dasar tersebut. Dalam

Konferensi Umum mengenai Berat dan Ukuran ke 14 tahun 1971 ditetapkan tujuh besaran dasar yang

merupakan dasar bagi Sistem Satuan Internasional yang biasanya disingkat dengan SI (berasal dari

bahasa Perancis “Le Systeme International d’Unites”). Ketujuh besaran dasar ini ditunjukkan dalam

Tabel 1-1.

No. Nama Besaran Satuan dalam SI Simbol Satuan

1 Panjang meter m

2 Massa kilogram kg

3 Waktu sekon s

4 Arus listrik ampere A

5 Suhu termodinamika kelvin K

6 Banyaknya zat mole mol

7 Intensitas penerangan candela cd

Tabel 1-1. Satuan-satuan dasar SI

Page 4: Sistem Satuan Dan Pengukuran

Sidikrubadi Pramudito Pendahuluan I- 4

Dengan telah ditentukannya tujuh besaran dasar tersebut, maka besaran yang lain merupakan

besaran turunan. Sebagai contoh besaran volume dari suatu balok adalah perkalian dari panjang, lebar

dan tebal balok yang masing-masing merupakan besaran panjang. Maka satuan dari volume adalah

m3. Rapat massa adalah massa persatuan volume, maka satuan rapat massa adalah kg/m

3. Kecepatan

adalah perubahan posisi tiap satuan waktu, maka satuannya dalah m/s.

1.2.4 Dimensi dan Analisis Dimensi

Seperti sudah disebutkan di atas, besaran-besaran turunan dibentuk dari kombinasi besaran

besaran dasar. Dalam mekanika besaran-besaran dasar ini hanya ada tiga yaitu besaran panjang, massa

dan waktu. Untuk suatu besaran turunan kombinasi besaran-besaran dasar ini dapat diperlihatkan

dalam bentuk simbol simbol dimensi besaran dasar yaitu [L] untuk dimensi panjang, [M] untuk

dimensi massa dan [T] untuk dimensi waktu. Sebagai contoh volume balok adalah perkalian dari

panjang, lebar dan tebal balok yang ketiga-tiganya merupakan besaran panjang. Maka dimensi

volume

[V]=[L][L][L]=[L]3

Analisis dimensi suatu besaran turunan dapat dilakukan berdasarkan bentuk perumusan

maternatis besaran tersebut. Dengan demikian analisis dimensi dapat digunakan untuk menentukan

satuan suatu besaran atau untuk meneliti kebenaran suatu perumusan atau persamaan yang melibatkan

beberapa besaran fisis.

Contoh soal 1-3

Tentukan dimensi dan satuan besaran-besaran (a) momentum yang dirumuskan sebagai 𝐩 = m𝐯 dan

(b) gaya yang dirumuskan sebagai perubahan momentum per satuan waktu.

Jawab:

a. Dimensi momentum: 𝐩 = m 𝐯 = MLT−1

Satuan momentum: kg m/s

b. Dimensi gaya: F = p t −1 = MLT−1 T−1 = MLT−2

Satuan gaya: kg m/s2

1.2.5 Pemakaian imbuhan pada nilai suatu besaran fisis

Suatu besaran fisika bisa berharga kecil sekali, tapi bisa juga besar sekali. Sebagai contoh

diameter suatu atom itu sangat kecil sekitar 1/10.000.000.000 m atau 10-10

m sedangkan radius bumi

sangat besar sekitar 6.380.000 m atau 6,3106 m. Untuk bisa mengakomodasi hal ini, dapat

digunakan imbuhan yang menunjukkan pangkat dari 10.

Page 5: Sistem Satuan Dan Pengukuran

Sidikrubadi Pramudito Pendahuluan I- 5

Kelipatan Imbuhan Singkatan Kelipatan Imbuhan Singkatan

1018

eksa E 10-18

atto a

1015

peta P 10-15

femto f

1012

tera T 10-12

piko p

109

giga G 10-9

nano n

106

mega M 10-6

mikro

103

kilo k 10-3

mili m

102

hekto h 10-2

senti c

101

deka da 10-1

desi d

1.3 Penjumlahan Vektor

1.3.1 Vektor dan Skalar

Jika sebuah partikel berpindah dari posisi P ke posisi Q, perpindahan dapat dinyatakan

sebagai anak panah dari P ke Q (lihat gambar 3-1). Jejak lintasan partikel itu sendiri tidak harus

merupakan garis lurus dari P ke Q. anak panah hanya mnggambarkan hasil gerak secara keseluruhan

dan bukan gerakan sesungguhnya. Garis putus-putus berliku dari P ke Q pada Gambar 3-1

menunjukkan lintasan gerak dari partikel tersebut. Jadi lintasan gerak tidak sama dengan

perpindahan.

Gambar 3.1. Perpindahan dan lintasan gerak suatu partikel. Anak panah menunjukkan perpindahan

sedangkan garis putus-putus berliku menunjukkan lintasan gerak.

Kalau kita membicarakan perpindahan, maka informasi yang harus kita punyai ada dua yaitu

seberapa besar perpindahan itu dan kemana arahnya. Karena itu perpindahan dicirikan dengan

panjang dan arahnya. Besaran-besaran yang memiliki sifat seperti pergeseran disebut besaran

vektor. Jadi secara umum, vektor adalah besaran yang dapat dinyatakan secara tepat oleh besar,

arah serta satuannya. perhitungan yang menyangkut besaran vektor bukanlah perhitungan aljabar

biasa. Contoh besaran vektor yang lain antara lain gaya, kecepatan, percepatan. Kalau kita

membicarakan lintasan gerak partikel tersebut maka yang relevan untuk dibicarakan adalah panjang

P

Q

Page 6: Sistem Satuan Dan Pengukuran

Sidikrubadi Pramudito Pendahuluan I- 6

lintasan itu saja sedangkan arahnya tidak. Besaran yang dapat dinyatakan dengan tepat hanya oleh

sebuah bilangan dan satuannya saja disebut besaran skalar. Perhitungan yang menyangkut besaran

skalar dapat menggunakan aturan aljabar biasa. Contoh besaran skalar yang lain antara lain massa,

kecepatan, tekanan, dan waktu.

1.3.2 Penjumlahan Vektor Metoda Geometris

Jika seseorang bergerak lurus sejauh 20 m kemudian dari tempat yag baru ini bergerak lurus

lagi sejauh 30 m, maka panjang lintasan yang ditempuh adalah 50 m. Akan tetapi kalau dinyatakan

dimana posisi akhir orang tersebut, maka kita perlu memperhatikan arah-arah gerak orang tersebut.

Gambar 3.2 memperlihatkan situasi tersebut. Vektor a yang mewakili segmen gerak pertama sejauh

20 m dan vektor b mewakili segmen gerak yang kedua, sedangkan vektor c mewakili perpindahan

total dari gerak orang tersebut.

Gambar 3-2. Penjumlahan vektor-vektor a dan b secara geometrik, c = a + b

Dua vektor a dan b dapat dijumlahkan dengan meletakkan pangkal vektor b di ujung vektor

a, sedangkan hasilnya c = a + b adalah vektor yang pangkalnya di pangkal vektor a dan ujungnya di

ujung vektor b.

Dapat diperlihatkan secara geometrik bahwa penjumlahan vektor bersifat komutatif, yaitu

(a + b) = (b + a) seperti terlihat pada Gambar 3-3

Gambar 3-3. Penjumlahan vektor bersifat komutatif, a + b = b + a.

Operasi pengurangan vektor dapat dilakukan dengan mendefinisikan negatif dari suatu

vektor. Negatif dari vektor b adalah vektor –b yaitu suatu vektor yang besarnya sama dengan besar

vektor b tapi arahnya berlawanan. Gambar 3-4 memperlihatkan pengurangan vektor secara

geometris.

a b

a+b

a b

b+a

a b

c

Page 7: Sistem Satuan Dan Pengukuran

Sidikrubadi Pramudito Pendahuluan I- 7

Gambar 3-4. Pengurangan vektor. a – b = a + (-b)

1.3.2 Perhitungan Penjumlahan Vektor dengan Metoda Jajaran Genjang

Dengan metoda jajaran genjang, dua vektor yang dijumlahkan, kedua titik pangkalnya

diletakkan pada satu titik kemudian dibuat jajaran genjang dengan pembangunnya adalah anak-anak

panah dari kedua vektor tersebut seperti digambarkan pada Gambar 3-5.

Gambar 3-5. Penjumlahan vektor dengan metoda jajaran genjang, c = a + b. Sudut θ merupakan

sudut antara vektor a dan vektor b.

Dari hubungan trigonometri didapatkan besar vektor c,

𝑐 = 𝑎2 + 𝑏2 + 2𝑎𝑏cosθ

---oo0oo---

a b

c=a+b

b

θ

b

-b

a

-b

a

a - b