SISTEM PNEUMATIK UNTUK PENEMBAKAN - USD
Transcript of SISTEM PNEUMATIK UNTUK PENEMBAKAN - USD
SISTEM PNEUMATIK UNTUK PENEMBAKAN
BENANG PAKAN PADA MESIN TENUN
”TSUDAKOMA ZA 205i” TIPE AIR JET LOOM
TUGAS AKHIR
Untuk memenuhi sebagai persyaratan
mencapai derajat Sarjana Teknik
di Teknik Mesin
Diajukan oleh :
Albertus Nugroho Budi Sutrisno
045214017
PROGRAM STUDI TEKNIK MESIN
JURUSAN TEKNIK MESIN
FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
UNIVERSITAS SANATA DHARMA
YOGYAKARTA
2009
i
PNEUMATIC SYSTEM FOR WEFT YARN SHOOTING AT
”TSUDAKOMA ZA 205i” TYPE AIR JET LOOM
WEAVING MACHINE
FINAL PROJECT Presented as Partial Fulfillment of the Requirements
To Obtain the Sarjana Teknik Degree
In Mechanical of Engineering
By:
Albertus Nugroho Budi Sutrisno
045214017
MECHANICAL ENGINEERING STUDY PROGRAM
MECHANICAL ENGINEERING DEPARTMENT
FACULTY OF SCIENCE AND TECHNOLOGY
SANATA DHARMA UNIVERSITY
YOGYAKARTA
2009
ii
iii
iv
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA
Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam tugas akhir ini tidak terdapat karya
yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu Perguruan
Tinggi dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat
yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang sengaja tertulis
diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.
Yogyakarta, Februari 2009
Albertus Nugroho Budi Sutrisno
v
INTISARI Penelitian ini bertujuan untuk memaparkan sistem pneumatik untuk mesin tenun “Tsudakoma ZA 205i” tipe Air Jet Loom terutama pada komponen nosel utama (main nozzle). Pada komponen ini terdapat aliran nosel utama dan aliran untuk pemotongan (cutting blow). Pamaparan sistem pneumatik tersebut juga dilengkapi dengan perhitungan untuk mengetahui kecepatan, tekanan dan debit udara serta daya yang diperlukan. Data yang diperoleh untuk penelitian ini merupakan data berupa hasil pengaturan-pengaturan seperti pengaturan tekanan pada kotak regulator (regulator box) dan waktu kerja dari dua jenis aliran udara tersebut serta hasil pengukuran seperti pengukuran jarak dan rpm. Seluruh sistem pneumatik ini bekerja di dalam saluran pipa fleksibel (hose) sehingga dalam perhitungan banyak menggunakan persamaan kontinuitas dan persamaan Bernoulli. Dari hasil perhitungan menunjukkan bahwa untuk aliran nosel utama yang mengonsumsi udara sebesar 6,84×10-4 m3/detik membutuhkan kecepatan udara 54,28 m/detik dan daya yang digunakan adalah sebesar 340,6 watt. Pada aliran untuk pemotongan yang mengonsumsi udara sebesar 3,17×10-5 m3/detik membutuhkan kecepatan udara sebesar 2,45 m/detik dan daya yang digunakan adalah sebesar 6,31 watt. Tekanan udara pada ujung nosel untuk aliran nosel utama sebesar 4,98×105 Pa, sedangkan tekanan awal pada kotak regulator sebesar 5×105 Pa. Tekanan udara pada ujung nosel untuk aliran untuk pemotongan sebesar 1,97×105 Pa, sedangkan tekanan awal pada kotak regulator sebesar 2×105 Pa.
vi
vii
KATA PENGANTAR
Puji dan Syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena
dengan rahmatNya,penulis dapat menyelasaikan naskah Tugas Akhir yang
berjudul Sistem Pneumatik untuk Penembakan Benang Pakan pada Mesin Tenun
“Tsudakama ZA 205i tipe Air Jet Loom” . Engkau juga telah mencurahkan
rahmat-Mu kepada penulis lewat orang-orang yang telah membantu penulis baik
secara langsung maupun secara tidak lanngsung, maka penulis juga berterima
kasih kepada :
1. Romo Ir Gregorius Heliarko SJ., SS., B.ST., MA., M.Sc., selaku
Dekan Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Sanata Dharma
Yogyakarta.
2. Bapak Ir. Rines, M.T., selaku dosen pembimbing yang telah
memberikan bimbingan, dorongan serta meluangkan waktu untuk
membimbing penulis dalam menyelesaikan Tugas Akhir.
3. Seluruh dosen, staf dan karyawan Fakultas Sains dan Teknologi
Universitas Sanata Dharma Yogyakarta atas kuliah, bimbingan , serta
fasilitas yang diberikan selama masa kuliah.
4. Bapak Ir.Djarot Gunadi selaku Factory Manager PT. Daya
Manunggal, Salatiga, yang telah memberi kesempatan kepada penulis
untuk melakukan penelitian di pabrik.
5. Bapak Andre, yang banyak mengarahkan penulis dalam penelitian di
pabrik
6. Bapak Lilik Purwiyatno selaku Kepala Departemen Weaving AJL II
yang telah memberi kesempatan untuk melakukan penelitian.
7. Bapak Yuwono selaku Kepala Bagian Kompressor dan rekan-rekan
bagian kompressor yang memperbolehkan penulis meneliti bagian
kompressor.
8. Bapak Eko Sudianto selaku Kepala Bagian Maintenance Loom, dan
rekan-rekan bagian maintenance loom yang telah banyak meluangkan
viii
waktunya untuk membantu penulis dalam mengambil data serta
memberikan ilmu yang dimiliki untuk penulis.
9. Bapak dan Ibu penulis yang telah memberikan doa, semangat dan
saran-saran kepada penulis.
10. Kakakku Susi dan Adikku Agung, telah memberikan doa dan
semangat kepada penulis.
11. Istriku Tri Wahyuni H dan anakku Ria OC yang telah memberikan
semangat kepada penulis untuk Tugas Akhir serta telah bersabar
12. Dian S dan Andy P, Hendry serta lain-lain yang sudah banyak
memberi saran dan mau mendengarkan masalah-masalahku.
13. Saudara-saudara penulis dan teman-teman penulis yang tidak dapat
disebutkan oleh penulis satu per satu.
14. Semua teman-teman Teknik Mesin ’04 yang tidak dapat kami
sebutkan satu per satu, serta
15. Semua pihak yang telah membantu dalam menyelesaikan Tugas Akhir
ini.
Penulis sangat menyadari, bahwa Tugas Akhir ini masih perlu
penyempurnaan, sehingga saran dan kritik dari berbagai pihak demi
kesempurnaan Tugas Akhir ini sangat penulis harapkan dan semoga Tugas Akhir
dapat menjadi referensi teman-teman yang lain untuk mengembangan lebih lanjut.
Yogyakarta, Februari 2009
Albertus Nugroho Budi Sutrisno
ix
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ...................................................................................... i
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ........................................... ii
HALAMAN PENGESAHAN ...................................................................... iii
PERNYATAAN HASIL KARYA ............................................................... iv
INTISARI ................................................................................................... vi
PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS vii
KATA PENGANTAR .............................................................................. viii
DAFTAR ISI ................................................................................................ x
DAFTAR LAMBANG ............................................................................. xiii
DAFTAR TABEL ..................................................................................... xiv
DAFTAR GAMBAR ................................................................................. xv
BAB I PENDAHULUAN ..................................................................... 1
1.1 Latar Belakang ......................................................................... 1
1.2 Perumusan Masalah ................................................................. 3
1.3 Tujuan .......................................................................................... 4
1.4 Pembatasaan masalah .................................................................. 4
1.5 Manfaat ........................................................................................ 5
BAB II LANDASAN TEORI ............................................................... 7
2.1 Pneumatik .................................................................................. 7
2.1.1 Kelebihan Sistem Pneumatik .............................................. 8
2.1.2 Kekurangan (keterbatasan) Pneumatik .............................. 10
x
2.1.3 Prinsip Dasar Pneumatik ................................................... 12
2.1.3.1 Udara atmosfir ......................................................... 12
2.1.3.2 Tekanan Udara ........................................................ 13
2.1.3.3 Densitas ................................................................... 14
2.2 Persamaan-persamaan Fisika Dasar ......................................... 15
2.2.1 Persamaan Bernoulli .......................................................... 15
2.2.2 Persamaan Kontinuitas ...................................................... 16
2.2.3 Laju Aliran ......................................................................... 17
2.2.4 Hukum Pascal..................................................................... 17
2.2.5 Gaya ................................................................................... 18
2.2.6 Tekanan ............................................................................. 19
2.2.7 Gerak ................................................................................. 19
2.2.7.1 Gerak Parabola ........................................................ 19
2.2.7.2 Kecepatan ................................................................ 21
2.2.8 Periode dan Frekuensi ....................................................... 22
2.2.9 Daya ................................................................................... 22
BAB III MESIN TENUN ....................................................................... 23
3.1 Proses Pembentukan Kain ........................................................ 23
3.2 Istilah-istilah Penenunan .......................................................... 26
3.3 Alur dan Siklus Kerja serta Ukuran hose ................................. 43
3.3.1 Nosel Utama ....................................................................... 44
3.3.2 Aliran Pemotong................................................................. 45
3.3.3 Aliran konstan ................................................................... 46
xi
3.3.4 Nosel Pendukung ............................................................... 47
3.3.5 Siklus Benang Pakan ......................................................... 50
3.4 Timing pneumatik mesin tenun .............................................. 51
BAB IV PERHITUNGAN DAN ANALISIS ........................................ 53
4.1 Putaran mesin ........................................................................... 55
4.2 Kecepatan benang setelah ditembakkan ................................... 56
4.3 Nosel utama............................................................................... 62
4.4 Aliran Pemotong ...................................................................... 68
BAB V HASIL dan PEMBAHASAN ................................................... 77
5.1 Putaran mesin ........................................................................... 77
5.2 Kecepatan benang setelah ditembakkan ................................... 77
5.3 Penurunan benang .................................................................... 78
5.4 Nosel utama .............................................................................. 80
5.5 Aliran pemotong ...................................................................... 82
BAB VI KESIMPULAN dan SARAN ................................................... 84
6.1 Kesimpulan .............................................................................. 84
6.2 Saran ......................................................................................... 85
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................. 86
LAMPIRAN ................................................................................................ 87
xii
DAFTAR LAMBANG Lambang Keterangan
-Pe daerah tekanan hampa
+Pe daerah tekanan terukur
Pa Pascal
kPa kiloPascal (× 1000)
ρ rapat massa (densitas)
m massa, kg
V volume, m3
v kecepatan, m/detik
P tekanan, Pa
A luas penampang, m2
h ketinggian, m
g gravitasi, m/detik2
Q debit, m3/detik
F gaya, N
a percepatan, m/detik2
v0x kecepatan awal pada sumbu x, m/detik
v0y kecepatan awal pada sumbu y, m/detik
θ sudut kemiringan, 0
vx kecepatan pada sumbu x, m/detik
vy kecepatan pada sumbu y, m/detik
xFΣ jumlah gaya pada sumbu x, m/detik
yFΣ jumlah gaya pada sumbu y, m/detik
s jarak, m
t waktu, detik
T periode, detik
f frekuensi, rpm
W daya, watt
xiii
DAFTAR TABEL
Tabel 3.1 Simbol regulator box .................................................................. 35
Tabel 3.2 Simbol plug pada kotak regulator .............................................. 36
Tabel 3.3 Timing awal nosel pendukung ................................................... 49
Tabel 4.1 Data analisis mesin tenun ........................................................... 53
Tabel 4.2 Beberapa sifat udara pada tekanan atmosfir .............................. 54
Tabel 4.3 Penurunan benang pakan ........................................................... 60
Tabel 4.4 Penurunan benang pakan terhadap jarak tempuh dan waktu yang
dipergunakan ................................................................................ 62
Tabel 4.5 Ukuran penampang selang nosel utama ..................................... 64
Tabel 4.6 Persamaan matematis untuk nosel utama .................................. 66
Tabel 4.7 Perhitungan matematis untuk nosel utama ................................ 67
Tabel 4.8 Ukuran penampang selang untuk aliran pemotong .................... 69
Tabel 4.9 Persamaan matematis untuk aliran pemotong ............................ 70
Tabel 4.10 Perhitungan matematis untuk aliran pemotong ........................ 75
xiv
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Ilustrasi tekanan atmosfir ....................................................... 13
Gambar 2.2 Persamaan Bernoulli ............................................................. 15
Gambar 2.3 Persamaan Kontinuitas ........................................................... 16
Gambar 2.4 Gerak Parabola dalam grafik Kartesius .................................. 19
Gambar 3.1 Alur Proses Weaving AJL ...................................................... 23
Gambar 3.2 Mesin Tenun ........................................................................... 31
Gambar 3.3 Mekanik Mesin Tenun ........................................................... 32
Gambar 3.3 Jalur Pneumatik Mesin Tenun ............................................. 33
Gambar 3.4 Ball valve, Air filter, dan Micro aerator ................................. 35
Gambar 3.5 Regulator Box ........................................................................ 36
Gambar 3.6 Main tank dan Sub tank .......................................................... 37
Gambar 3.7 Solenoid untuk main nozzle ................................................... 38
Gambar 3.8 Solenoid untuk cutting blow .................................................. 38
Gambar 3.9 Solenoid untuk aliran konstan ................................................. 39
Gambar 3.10 Solenoid untuk nosel pendukung ......................................... 40
Gambar 3.11 FDP Drum ............................................................................ 41
Gambar 3.12 Bagian nosel utama ............................................................... 42
Gambar 3.13 Nosel utama .......................................................................... 42
Gambar 3.14 Nosel Pendukung ................................................................. 42
Gambar 3.15 Ukuran selang untuk nosel utama ........................................ 45
xv
Gambar 3.16 Ukuran selang untuk aliran pemotong ................................. 46
Gambar 3.17 Alur udara aliran konstan ..................................................... 47
Gambar 3.18 Jalur Udara nosel pendukung ............................................... 49
Gambar 3.19 Siklus kerja mesin tenun ...................................................... 52
Gambar 4.1 Gerakan penurunan benang pakan ........................................... 58
Gambar 4.2 Grafik penurunan benang pakan terhadap jarak tempuh ........ 61
Gambar 4.3 Grafik penurunan benang pakan ............................................ 63
xvi
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Perkembangan dunia dewasa ini semakin hari semakin maju, peningkatan
taraf hidup manusia juga menuntut orang untuk bekerja lebih baik agar dapat
mendapatkan hasil yang maksimal. Agar mandapatkan hasil yang lebih baik
dalam bekerja. Seiring perkembangan zaman, banyak pula pekembangan di
berbagai bidang. Perkembangan ini mempunyai salah satu tujuan agar segala
sesuatu dapat menjadi lebih praktis, mudah, murah, efektif dan efisien serta yang
penting adalah peningkatan kualitas suatu barang.
Industri merupakan salah satu bidang yang mengikuti perkembangan
tersebut agar peningkatan mutu tercapai. Dahulu, untuk menghasilkan suatu
barang produksi, industri masih banyak menggunakan tenaga dari manusia.
Tenaga manusia tidak konstan, dapat juga habis atau menurun, jadi manusia
membutuhkan istirahat, maka dianggap kurang efektif dalam beberapa hal di
bidang industri, sebab di industri selalu menargetkan barang produksinya. Seiring
dengan perkembangan ilmu pengetahuan, industripun juga ikut mengalami
perkembangan. Dahulu menggunakan tenaga manusia, mulai dibantu sedikit demi
sedikit dengan menggunakan bantuan mesin dan terus berkembang lalu mesin
yang mengerjakan pekerjaan, sedangkan manusia mengendalikan atau mengawasi.
1
2
Begitu banyak jenis mesin yang tercipta untuk mempermudah pekerjaan
manusia dan mengefektifkan kerja manusia serta labih memaksimalkan hasil yang
diperoleh, terutama mesin yang digunakan untuk produksi.
Tekstil, merupakan salah satu industri dari berbagai industri yang juga
melakukan peningkatan mutu untuk menghasilkan barang produksi tersebut.
Penggunaan mesin-mesin juga dilakukan untuk meningkatan mutu tersabut. Salah
satu mesin yang digunakan adalah mesin tenun.
Menenun merupakan pembuatan lembaran kain dengan cara memasukkan
benang secara tegak lurus dengan benang lainnya. Pada zaman dahulu, awal
aktivitas ini dimulai, kegiatan ini dilakukan dengan menggunakan tangan. Berkat
kemajuan dari teknologi yang setiap hari semakin berkembang, maka kemudian
mulai diciptakan mesin tenun sederhana, tetapi masih menggunakan bantuan
manusia sebagai penggerak mesin tersebut. Dari waktu ke waktu mesin tenun
terus mengalami perubahan, mulai dari yang seluruh pengoperasiannya yang
menggunakan tenaga manusia, lalu berkembang menggunakan tenaga manusia
dan dibantu dengan mekanik bahkan penggunaan tenaga manusia juga sudah
dapat tergantikan dengan tenaga listrik yaitu dengan motor listrik.
Pada saat ini, mesin tenun yang masih dipergunakan adalah perpaduan
dengan menggunakan tenaga motor listrik, mekanik penggerak. Selain motor
listrik dan mekanik penggerak, biasanya para produsen memberikan kekhasan
pada mesin tenun buatannya, salah satu kekhasan tersebut adalah dengan
penggunaan udara bertekanan, dengan kata lain yaitu sistem pneumatik. Dikatakan
demikian karena udara bertekanan tersebut digunakan sebagai alat peluncur
3
benang dalam penganyaman dan motor listrik sebagai alat penggerak mekanik
yang mendukung penganyaman tersebut.
Tenaga pneumatik sangat vital, karena jika tidak terdapat udara bertekanan
ini maka tidak akan terjadi proses menganyaman, jadi udara bertekanan ini perlu
dipelihara dan dijaga baik didalam perpipaan maupan didalam sistem pada mesin
tersebut. Karena mesin tenun tersebut menggunakan tenaga pneumatik sebagai
penggerak vital, dengan demikian mesin tenun ini disebut dengan mesin tenun
tipe Air Jet Loom atau lebih mudah dengan sebutan AJL. Dengan adanya mesin
tenun tersebut, maka manusia lebih fokus untuk mengawasi mesin tersebut jika
terjadi masalah teknis. Selain itu tenaga manusia juga dapat difokuskan untuk
merawat (maintenance) mesin tersebut.
Setelah tahu bahwa aktivitas menganyam yang sebelumnya dikerjakan
dengan menggunakan tenaga manusia dan kini dapat digantikan dengan udara
bertekanan, maka satu perkerjaan lagi akan dapat menjadi lebih efektif dan efisien
serta dapat maksimal pula hasilnya.
1.2 Perumusan Masalah
Pada penelitian ini akan dilakukan perhitungan ulang terhadap masin tenun
“Tsudakoma ZA 205i” tipe Air jet Loom. Dalam penelitian ini, tidak seluruh
sistem pneumatik di lakukan penghitungan ulang, tetapi hanya pada nosel utama
(main nozzle) yang merupakan bagian awal dari suatu penembakan Penelitian ini
untuk memberikan suatu alternatif penghitungan terhadap suatu mesin tenun yang
4
ditunjukkan dari sisi kecepatan tembakan yang dihasilkan oleh nosel utama, debit
udara bertekanan dan daya yang dipergunakan.
1.3 Tujuan
Tujuan dari penelitian ini antara lain :
1. Memaparkan sistem pneumatik secara umum pada mesin tenun
“Tsudakoma ZA 205i” tipe Air jet Loom terutama pada komponen
nosel utama.
2. Menganalisa dan menghitung ulang kecepatan tembakan yang
dihasilkan oleh nosel utama, debit udara bertekanan dan daya yang
digunakan pada nosel utama untuk aliran nosel utama dan aliran
pemotong (cutting blow).
Dengan memperoleh hasil dari analisa dan perhitungan, secara bersamaan
akan diketahui pengaruh yang diberikan dari pengaturan udara bertekanan
pada kotak regulator (regulator box).
1.4 Pembatasaan masalah
Pada mesin tenun terdapat beberapa macam sistem yang dimana sistem
tersebut akan menunjang atau mendukung terjadinya sebuah anyaman yang terus
menerus. Salah satu sistem yang terdapat dalam mesin tenun tersebut adalah
sistem pneumatik. Pada sistem pneumatik ini terdapat beberapa bagian yang
saling ketergantungan. Pada naskah ini, akan memaparkan sistem pneumatik
untuk komponen nosel utama serta pendukung pada nosel utama tersebut. Jadi
5
permasalahan yang akan di paparkan secara lebih lengkap adalah pada bagian
yang menyangkut kemponen nosel utama. Hal-hal yang dijelaskan diluar
komponen nosel utama merupakan pendukung saja.
1.5 Manfaat
Manfaat yang diperoleh dari penelitian ini antara lain :
1. Bagi Perusahaan
a. Memberikan satu wawasan baru mengenai sistem pneumaitk
dalam sebuah mesin tenun yang dimiliki perusahaan tersebut.
b. Membuka kemungkinan melakukan tali kerjasama yang saling
menguntungkan dengan universitas.
2. Bagi Universitas
a. Memberikan wacana baru mengenai salah satu penggunaan
tenaga pneumatik dibidang industri.
b. Membuka untuk kemungkinan melakukan tali kerjasama yang
saling menguntungkan dengan perusahaan
6
3. Bagi mahasiswa
a. Pengaplikasian berbagai teori yang telah diperoleh di bangku
perkuliahan.
b. Mengenal dan memahani serta menemukan cara untuk
pemecahan masalah yang ada di perusahaan pada bagian
pneumatik.
c. Mengembangkan kepribadian dengan cara berinteraksi dengan
semua orang yang berada di perusahaan.
BAB II
LANDASAN TEORI
2.1 Pneumatik
Pneumatik merupakan pengetahuan tentang udara yang bergerak, keadaan-
keadaan keseimbangan udara dan syarat-syarat keseimbangan. Kata pneumatik itu
berasal dari perkataan Yunani “pneuma” yang berarti “napas” atau “udara”. Jadi
pneumatik berarti : terisi udara atau digerakkan oleh udara mampat.
Pneumatik itu merupakan cabang mekanika fluida dan tidak hanya
meliputi aliran-aliran udara melalui suatu sistem saluran, yang terdiri atas pipa-
pipa, selang-selang, perlengkapan (device) dan sebagainya, tetapi juga aksi dan
penggunaan udara mampat.
Pneumatik dalam pelaksanaan teknik udara mampat dalam industri
merupakan ilmu pengetahuan dari semua proses mekanis dimana udara
memindahkan suatu gaya atau suatu gerakan, dengan demikian bidang pneumatik
itu meliputi semua komponen mesin atau peralatan yang memanfaatkan udara
sebagai pemberi dayanya.
Pada mulanya pemakaian udara mampat terbatas untuk alat-alat kerja
dengan peralatan tumbuk atau putar. Setelah itu,terutama setelah Perang Dunia II,
peralatan-peralatan udara mampat ini oleh sebab majunya perkembangan teknik,
mekanisasi dan otomatisasi, lebih mendapatkan pengakuan sebagai alat bantu
yang cocok sekali pada pelaksanaan produksi.
7
8
Kata pneumatik juga tidak dapat lepas dari kata fluida, baik fluida diam
maupun fluida bergerak. Pengertian fluida adalah zat-zat yang mampu mengalir
dan yang menyesuaikan diri dengan bentuk wadahnya.
Perbedaan utama antara fluida cairan dengan fluida gas:
a. Cairan termasuk fluida yang tidak kompresibel, sedangkan gas
marupakan fluida yang kompresibel Kompresibel artinya fluida
dapat ditekan atau di mampatkan pada suatu ruang tertentu sampai
mencapai volume tertentu.
b. Cairan mengisi volume tertentu dalam sebuah wadah dan
mempunyai permukaan - permukaan bebas, sedangkan gas dengan
massa tertentu mengembang sampai mengisi seluruh bagian wadah
yang ditempati.
Dalam hal ini, pada dasarnya hanya sistem pneumatik yang menggunakan
udara sebagai fluida kerja. Udara yang dimampatkan adalah udara yang diambil
dari lingkungan sekitar dan kemudian udara tersebut akan ditempatkan atau
dialirkan pada ruangan yang lebih kecil daripada sebelumnya. Udara yang
dimampatkan tadi akan menekan ke segala arah dan tekanan tersebut yang
nantinya akan menjadi tenaga atau energi yang dipakai untuk melakukan suatu
proses kerja.
2.1.1 Kelebihan Sistem Pneumatik
Di berbagai industri atau banyak orang lebih memilih sistem pneumatik
sebagai alat bantu atau rekan kerja dalam pekerjaan mereka, ini dikarenakan
9
sistem pneumatik mempunyai beberapa kelebihan dibandingkan menggunakan
sistem hidrolik.
1. Fluida kerja mudah diperoleh dan mudah diangkut:
a. udara terdapat dimana saja dalam jumlah yang tidak terhingga.
b. saluran balik tidak diperlukan karena udara yang telah dipakai
dapat dibuang dengan bebas.
2. Dapat disimpan dengan baik
Kompresor tidak perlu dihidupkan secara terus menerus. Udara
hasil kompresi dapat di simpan ke dalam tangki penyimpanan.
Penyimpanan ini juga dapat berguna jika terhentinya pasokan energi
listrik.
3. Bersih dan kering
Jika terjadi kebocoran pada saluran pipa dari udara bertekanan,
maka benda kerja maupun bahan tidak menjadi kotor. Ini penting dan
cocok sekali dalam industri makanan, kayu dan tekstil.
4. Tidak peka terhadap suhu
Hal ini akan menjamin terjaganya peralatan dan saluran, walaupun
di bawah kondisi perbedaan temperatur yang besar.
5. Aman
Udara hasil pemampatan tidak memberi resiko untuk terjadinya
percikan api, jadi aman terhadap kebakaran dan ledakan.
10
6. Bentuk
Bentuk sistem pneumatik lebih sederhana, jadi lebih mudah dan
murah dalam pemeliharaan.
7. Kecepatan
Udara bertekanan merupakan media kerja yang cepat. Kecepatan
kerja yang tinggi dapat tercapai.
8. Pengaturan
Dengan pengaturan komponen udara bertekanan, kecepatan dan
gaya dapat diatur.
9. Beban berlebih
Perkakas dan perlengkapan pneumatik akan tetap aman terhadap
beban berlebih yang diberikan.
2.1.2 Kekurangan (keterbatasan) Pneumatik
Selain mempunyai kelebihan atau sisi positif, sistem pneumatik ini juga
mempunyai kekurangan atau sisi negatif jika juga diperbandingkan dengan sistem
hidrolik.
1. Udara buangan menimbulkan suara yang sangat bising, tetapi masalah
ini dapat diatasi secara baik dengan adanya material peredam suara.
2. Pemakaian udara bertekanan memerlukan biaya yang relatif mahal.
Biaya energi yang mahal dikompensasi oleh harga komponen yang
murah dan prestasi kerja yang tinggi.
11
3. Udara bertekanan harus disiapkan dengan baik untuk mencegah
timbulnya resiko keausan dan debu terhadap komponen pneumatik.
4. Kelembaban udara dalam udara yang di mampatkan akan terjadi
penurunan suhu dan peningkatan tekanan berakibat terjadinya air
embun. Hal ini dapat teratasi dengan penggunaan filter sebagai
penyaring air embun.
5. Pelumasan pada udara mampat diberikan bersamaan dengan udara
mengalir. Bahan pelumas harus dikabutkan dalam udara mampat.
Sama halnya dengan ilmu-ilmu pengetahuan lainnya seperti : elektro dan
konstruksi saluran-saluran pipa, untuk pneumatik juga telah ditetapkan lambang-
lambang bagan untuk unsur hubungan yang telah disebutkan, sehingga hubungan-
hubungan yang direncanakan menjadi jelas.
Lambang dan penggambaran pneumatik sangat diperlukan untuk :
a. sebutan yang sama bagi unsur-nusur pneumatik.
b. bagan hubungan yang seragam dalam semua cabang industri.
c. agar bagan pneumatik dapat dibaca tanpa kesalahan-kesalahan.
d. penafsiran cepat dari arti fungsi bagan pneumatik.
e. studi literatur dalam maupun luar negeri.
Keterangan lambang-lambang pneumatik dapat dilihat dalam lembar
Lampiran( Gambar. L1, L2, L3, L4, L5, L6, L7, L8, L9, L10, L11)
12
2.1.3 Prinsip Dasar Pneumatik
2.1.3.1 Udara atmosfir
Udara atmosfir merupakan campuran unsur-unsur nitrogen, oksigen, uap
air dan pengotor (debu, jelaga dan sebagainya). Udara campuran gas ini rata-rata
mempunyai susunan berupa nitrogen (N2)78,03%, oksigen (O2)20,90%, argon
(Ar)0,94%, karbon dioksida (CO2)0,03% dan helium, neon, kripton, xenon 0,10%
Nilai tersebut diatas berlaku untuk lapisan udara yang paling atas
permukaan laut. Permukaan air laut ini juga dpat dianggap sebagai patokan atau
titik referensi, dimana atmosfir memberikan tekanan sebesar 101 kPa. Tekanan
atmosfir turun seiring dengan meningkatnya ketinggian. Pada daerah dengan
ketinggian 0 sampai 20.000 ft (6,1 km), hubungan antara ketinggian dan tekanan
mendekati linier, dengan penurunan sekitar 11 kPa per km. Udara atmosfir ini
biasanya mempunyai kadar uap air yang tinggi sehingga juga disebut udara
lembab.
Dalam perhitungan-perhitungan yang berkaitan dengan sirkuit pneumatik,
tekanan sebesar 101 kPa dipakai sebagai sebuah standard. Nilai densitas bobot
udara adalah 11,8 N/m3 pada tekanan 101 kPa absolut dan temperatur 20°C.
Perhitungan-perhitungan sirkuit yang berhadapan dengan perubahan volume
dan tekanan udara harus dilakukan dengan menilai nilai-nilai tekanan dan
temperatur absolut. Dalam satuan Metris (SI), untuk memperoleh tekanan absolut
adalah dengan cara menjumlahkan antara tekanan yang terukur pada penunjukkan
dari alat pressure gauge dengan nilai 101000 ( ) dan kesemuanya itu dalam 5101×
13
satuan Pa. Pernyataan diatas tersebut jika diubah dalam model matematika akan
menjadi seperti berikut ini:
Tekanan absolut (Pa abs) = tekanan terukur (Pa ukur) + 101000 (2.1)
2.1.3.2 Tekanan Udara
Di bumi ini pada dasarnya dipengaruhi oleh tekanan atmosfir absolut,
tekanan ini pada dasarnya tidak dapat dirasakan. Oleh karena itu tekanan atmosfir
Patm dipandang sebagai dasar dan suatu selisih disebut tekanan lebih Pe dan dapat
diilustrasikan oleh Gambar 2.1 Ilustrasi tekanan atmosfir
Tekanan atmosfir
+Pe tekanan terukur
-Pe hampa (vacum)
Gambar 2.1 Ilustrasi tekanan atmosfir
Tekanan atmosfir tidak mempunyai harga yang konstan. Tekanan atmosfir
bervariasi dengan geografis dan cuaca. Daerah yang terdapat antara garis nol
absolut dengan tekanan atmosfir yang berubah-ubah disebut daerah hampa (-Pe)
dan diatasnya yaitu daerah tekanan terukur (+Pe)
Tekanan absolut Pabs terdiri dari tekanan -Pe dan tekanan +Pe. Di dalam
prakteknya alat ukur yang digunakan hanya menunjukkan tekanan lebih (terukur)
14
+Pe. Jika tekanan absolut ditentukan, penunjukkan harga akan lebih tinggi ≈ 100
kPa (1bar).
Dulu seringkali digunakan singkatan atau, untuk menunjukkan tekanan
yang dimaksudkan masing-masing adalah tekanan mutlak dan tekanan lebih.
Sekarang singkatan singkatan ini tidak diperbolehkan lagi. Sejak 1 Januari 1978
hanya diperbolehkan satuan tekanan (satuan SI) yang berikut ini :
Pascal (Pa) dan pada tekanan-tekanan yang lebih besar bar.
1 Pa = 1 N/m2 = 10-5bar = 10 μbar
1bar =105 Pa = 105 N/m2
1mbar = 100Pa = 100 N/m2
Dalam ilmu teknik tekanan udara dapat diukur dengan manometer, yang
berkerja atas dasar yang sama dengan barometer (barometer air raksa dan
barometer aneroida, barometer yang tidak menggunakan air raksa).
2.1.3.3 Densitas
Densitas merupakan kerapatan massa atau berat jenis suatu zat baik itu zat
cair, padat maupan gas. Densitas (atau kerapatan) ρ suatu gas (dan berarti juga
udara) adalah hasil bagi massa m dan volume V:
Vm=ρ (2.2)
satuan dari densitas adalah kg/m3 (atau kg/dm3 atau g/cm3).
Dalam ilmu pneumatik ini digunakan ilmu-ilmu fisika lain sebagai
pendukung ilmu pneumatik ini, antara lain adalah persamaan kontinuitas, hukum
15
Pascal, persamaan kecepatan dan percepatan, persamaan Bernoulli dan juga
persamaan fisika lainnya.
2.2 Persamaan-persamaan Fisika Dasar
2.2.1 Persamaan Bernoulli
Prinsip Bernoulli adalah sebuah istilah di dalam mekanika fluida yang
menyatakan bahwa pada suatu aliran fluida, peningkatan pada kecepatan fluida
akan menimbulkan penurunan tekanan pada aliran tersebut. Prinsip ini sebenarnya
merupakan penyederhanaan dari Persamaan Bernoulli yang menyatakan bahwa
jumlah energi pada suatu titik di dalam suatu aliran tertutup sama besarnya
dengan jumlah energi di titik lain pada jalur aliran yang sama. Prinsip ini diambil
dari nama ilmuwan Belanda/Swiss yang bernama Daniel Bernoulli.(sumber:
wikipedia Indonesia). Untuk lebih memahami penjelasan, lihat Gambar 2.2
Persamaan Bernoulli
Gambar 2.2 Persamaan Bernoulli (Sumber: Budikase, 2003,hal 109)
16
Persamaan Bernoulli ini dipergunakan untuk menghitung suatu persamaan
fluida, yang dimana fluida tersebut adalah fluida bergerak. Persamaan Bernoulli
ini dapat dirumuskan sebagai berikut:
22221
211 2
12
1 ghvPghvP ρρρρ ++=++ (2.3)
Pada umumnya untuk mempermudah dalam perhitungan, variabel
ketinggian akan diasumsikan sama dengan nol (0) dan persamaan diatan akan
menjadi demikian:
222
211 2
12
1 vPvP ρρ +=+ (2.4)
2.2.2 Persamaan Kontinuitas
Dalam ilmu pneumatik, sebagian besar proses kerja udara bertekanan
terjadi pada katup dan selang (hose) atau pipa. Bila suatu fluida mengalir didalam
suatu pipa dan laju (kecepatan) aliran fluida v serta luas penampang pipa A
diketahui, banyaknya fluida yang mengalir tiap detik dapat dihitung. Banyaknya
fluida yang mengalir persatuan waktu disebut kecepatan aliran atau debit aliran Q.
Semakin kecil luas penampang A, yang berarti semakin saling berdekatan letak
garis aliran, semakin besar kecepatan aliran fluida, begitu pula dengan sebaliknya.
Untuk lebih memperjelas kalimat diatas, lihat Gambar 2.3 Persamaan Kontinuitas.
17
v1
v2
D1 D2
Qmasuk Qkeluar
21
Gambar 2.3 Persamaan Kontinuitas (Sumber:Budikase, 2003, hal 106)
Dari gambar persamaan kontinuitas tersebut dapat dirumuskan sebagai berikut :
A1 . v1 = A2 . v2 = A3 . v3 = konstan (2.5)
Persamaan kontinuitas ini dalam di buat dalam bentuk lain yaitu:
21
21 A
vvA ⋅= atau 2
1
21 v
AAv = (2.6)
2.2.3 Laju Aliran
Laju aliran merupakan perluasan daari persamaan kontinuitas. Laju aliran
merupakan hasil kali antara luas penampang lintang dengan kecepatan fluida yang
mengalir pada luas penampang tersebut.
ν×= AQ (2.7)
2.2.4 Hukum Pascal
Hukum Pascal menyatakan bahwa tekanan yang diadakan dari luar zat cair
yang ada di dalam ruang tertutup diteruskan oleh zat cair itu ke segala arah
dengan sama rata. Dalam permasalahan ini fluida kerja yang digunakan bukanlah
18
zat cair, tetapi menggunakan fluida gas (udara bertekanan). Meskipun demikian,
prinsip dari hukum Pascal tetap dapat digunakan.
Di atas penulis telah menjelaskan atau mengulangi beberapa ilmu fisika
yang telah diperoleh di bangku SMA yang ternyata berguna untuk menyelesaikan
perhitungan ilmu pneumatik. Persamaan dan hukum-hukum tersebut diatas selalu
dipergunakan dalam perhitungan pneumatik, tetapi dalam permasalahan ini,
penulis juga menambahkan beberapa teori agar dapat mendukung penyelesaikan
dari permasalahan yang ada.
2.2.5 Gaya
Gaya ialah suatu tarikan atau dorongan yang dapat menimbulkan
perubahan gerak (Drs. Kamajaya, Bandung, 1984, hal. 28) atau suatu interaksi
yang bila berkerja sendiri menyababkan perubahan gerak pada benda
(Ensiklopedia Indonesia, Jakarta, 1987, hal. 1093). Gaya dan gerak mempunyai
hubungan dengan ilmu fisika yang benama Hukum Newton.
Pada Hukum Newton II, percepatan yang ditimbulkan oleh gaya yang
bekerja pada sebuah benda berbanding lurus dan searah dengan gaya dan
berbanding terbalik dengan massa benda. Pesamaan hukum Newton II sebagai
berikut:
amF ⋅= (2.8)
19
2.2.6 Tekanan
Dalam ilmu fisika, tekanan didefinisikan sebagai gaya per satuan luas. Jika
gaya sebesar F bekerja secara merata dan tegak lurus pada suatu permukaan yang
luasnya A, tekanan P pada permukaan itu adalah:
AFP = (2.9)
Satuan tekanan dalam SI yang biasa dipergunakan adalah Newton/meter2
(N/m2) atau lebih dikenal dengan istilah Pascal (Pa), sedangkan 1 bar = 105 N/m2.
2.2.7 Gerak
Gerak merupakan perubahan posisi atau tempat suatu benda terhadap suatu
titik acuan setiap saat. Benda bergerak berarti tempat benda berubah dan
mempunyai kecepatan. Salah satu bentuk dari gerak adalah gerak parabola.
2.2.7.1 Gerak Parabola
Pada ilmu fisika, gerakan parabola ini mempunyai beberapa unsur seperti:
sudut elevasi dan kecepatan awal pelemparan. Kecepatan awal dari gerak parabola
yang digambarkan dapat dijabarkan dalam komponen v0x dan v0y seperti yang
dapat dilihat pada Gambar 2.4 Gerak Parabola dalam koordinat Kartesius.
Komponen v0x dan v0y ini dapat dijabarkan kembali dalam bentuk matematika
yaitu: θcos00 vxv = dan θsin00 vyv = .
20
xx vvv 0== Y v vy
θ vxvoθ v0y vx vy v
v0x
0θ vxX
0θθ =
vy v vx
θ
v vy
Gambar 2.4 Gerak Parabola dalam koordinat Kartesius. (Sumber: Sears, 1960, hal 99)
Dengan menggunakan koordinat Kartesius tersebut, Hukum Newton II
dapat dibagi dua komponen x dan y yaitu xx maF =Σ dan yy maF =Σ , kemudian
Hukum Newton II tersebut akan dapat diubah dalam sumbu x pada koordinat
Kartesius menjadi dan dalam sumbu y pada koordinat Kartesius menjadi
, yang dimana percepatan pada setiap titik pada sumbu x di koordinat
Kartesius akan menjadi
0=Σ xF
mgFy −=Σ
0=Σ
=mF
a xx dan percepatan pada sumbu y pada
koordinat Kartesius akan menjadi
gmmg
mF
a yy −=
−=
Σ= (2.10)
Dari persamaan diatas, selama percepatan pada arah horizontal bernilai
nilai nol (0) dan selama kecepatan selalu konstan di setiap titik pada lintasan,
akan diperoleh persamaan:
xa
xv
21
000 cosθvvv xx == (2.11)
Ketika selama percepatan pada arah vertikal bernilai , akan
diperoleh pula kecepatan dalam arah vertikal di setiap waktu adalah:
gya −=
yv
gtvgtvv yy −=−= 000 sinθ (2.12)
Dari dua persamaan kecepatan dan tersebut akan diperoleh resultant
kecepatan yaitu:
xv yv
v yvxv 22 += (2.13)
Selain itu sudut yang dibentuk dari arah horizontal dapat ditemukan dari:
xv
v y=θtan (2.14)
Pada koordinat Kartesius, untuk koordinat x di setiap waktu saat
kecepatan x diasumsikan konstant mempunyai persamaan matematika yaitu:
( )tvx 00 cosθ= (2.15)
dan untuk koordinat yaitu: y
( ) 221
0sin0 gttvy −= θ (2.16)
2.2.7.2 Kecepatan
Secara matematika, kecepatan dapat didefinisikan sebagai perubahan
kedudukan per satuan waktu. Definisi tersebut juga dapat ditulis dengan
persamaaan sebagai berikut:
tsv = (2.17)
22
2.2.8 Periode dan Frekuensi
Istilah periode dan frekuensi ini pada umumnya berlaku pada suatu
gerakan benda yang melingkar. Definisi dari periode T adalah waktu yang
diperlukan untuk mengelilingi satu lingkaran / putaran penuh, sedangkan
frekuensi f putaran adalah banyaknya putaran tiap detik. Jika periode dan
frekuensi digabungkan dalam satu rumus, maka akan menjadi sebagai berikut:
Τ
=1f atau
f1
=Τ (2.18)
2.2.9 Daya
Daya merupakan laju usaha yang dilakukan. Dalam sistem SI, 1watt W
daya adalah laju usaha 1 Joule J yang dilakukan selama satu detik (second).
Dalam permasalahan ini, perumusan daya lebih dikembangkan lagi agar dapat
dengan mudah dipergunakan dalam perhitungan. Persamaan (2.19) merupakan
persamaan daya pada ilmu pengetahuan fisika secara umum. Saat persamaan daya
tersebut dipergunakan dalam ilmu pengetahuan pneumatik akan diperoleh
persamaan (2.20). Persamaan (2.20) ini menganut pada persamaan (2.19) dengan
memperhatikan satuan yang dipergunakannya.
waktuusahadaya =
sm1N1
sJ1W1 ==
( )( )swaktum.Nusaha)W(daya = (2.19)
( ) ( )smQm
NPdaya3
2 ×= (2.20)
BAB III
MESIN TENUN
3.1 Proses Pembentukan Kain
Sebelum mengetahui seluk beluk mesin tenun, akan dijelaskan sedikit
tentang proses perjalanan benang yang nantinya akan menjadi lembaran kain.
Untuk mengetahui alur perjalanan benang untuk menjadi lembaran kain, dapat
dilihat pada Gambar 3.1 Alur Proses Weaving AJL.
Benang / Yarn Warp / Lusi Weft / Pakan Warper Cone Winder Machine For Residual Yarn Sizing Machine Warp Leasing In Machine Reaching In Machine Reed Drawing Warp Tying In Machine Machine
konstruksi baru Melanjutkan Loom (Tenun) konstruksi lama Inspection Meassuring & Balling Plaiting Machine Press Export Stock Gudang
Gambar 3.1 Alur Proses Weaving AJL
23
24
Pada halaman sebalumnya telah diperlihatkan alur proses penganyaman
benang menjadi kain dalam bentuk gambar dan penjelasan dari gambar tersebut
akan dijelaskan sebagai berikut ini:
1. Benang / Yarn
Merupakan bahan baku untuk pembuatan kain, dalam proses pembuatan benang
dibagi menjadi dua macam penggunaanya yaitu: a.Benang Lusi /Warp Yarn
b.Benang Pakan /Weft Yarn
2. Warper Machine
Adalah mesin untuk menggulung benang dari bentuk cheese / cone ke dalam
beam intermediate untuk diproses kaji /sizinig, untuk menentukan jumlah
barang lusi sesuai konstruksinya
3. Mini Automatic Cone Winder For Residual Yarn
Adalah alat untuk menggulung sisa-sisa benang dari mesin warping menjadi
gulungan standar yang kemudian digunakan untuk pakan.
4. Sizing Machine
Adalah mesin untuk menganji benang lusi, di mana tujuan dari penganjian yaitu
untuk meningkatkan kekuatan dari benang lusi untuk di tenun karena di mesin
tenun benang lusi akan mengalami hentakan, gesekan, penguluran, dsb.
25
5. Warp Leasing – In Machine
Adalah mesin untuk menyilang jajaran benang lusi yang sudah dikanji dan
sudah dibeam. Ini bertujuan agar jajaran benang lusi satu sama lainnya lurus
tidak bersilang terlalu jatuh yang dimana akan menghambat proses penenunan.
6. Reacing – In Machine
Adalah mesin menyuap benang lusi yang sudah dibeaming untuk dicucuk.
Pencucukan adalah proses memasukan benang lusi ke dalam lubang dropper pin
dan gun (flat heald)
7. Reed Drawing – In Machine
Adalah mesin untuk memasukan benang lusi yang sudah dicucuk kedalam
lubang sisir / reed, dimana sisir ini yang menentukan kepadatan atau kerataan
anyaman dan lebar kain.
8. Loom Machine
Adalah mesin untuk membuat kain, dimana dengan mesin iniantara benang lusi
dengan benang pakan dianyam hingga menjadi kain yang di kehendaki (kain
mentah / grey)
9. Warp Tying Machine
Adalah mesin untuk menyambung benang lusi yang sudah terpasang di mesin
tenun dan telah habis diproses. Selain itu juga dapat untuk menyambung dengan
26
konstruksi yang terdahulu dilanjutkan dengan cara diganti dengan beam baru
untuk kemudian disambung.
10. Inspection
Adalah proses pemeriksaan kain yang telah dibuat untuk menentukan
kualitasnya atau menentukan grade kain.
11. Automatic Meassuring And Plaiting Machine
Adalah alat pelipat dan pengukur panjang kain.
12. Balling Press
Adalah alat packing kain
13. Gudang
3.2 Istilah-istilah Penenunan
Dari alur proses produksi tenun yang di jelaskan secara utuh, sekarang
penjelasan akan fokuskan hanya pada nomor 8 yaitu Loom Machine atau Mesin
tenun.
Loom Machine atau Mesin Tenun merupakan mesin yang bertujuan untuk
menganyam antara benang lusi dengan benang pakan agar menjadi kain mentah.
Benang pakan ini akan disisipkan diantara benang-benang lusi yang akan terjadi
anyaman dan menjadi kain.
27
Lusi (lungsin, lusi) adalah benang bahan pembuat kain yang arah
gerakannya menuju ke arah kita saat berada di depan mesin tenun. Benang lusi ini
nanti akan dikatakan sebagai sisi panjang dari kain. Kata ”lungsin” dalam kamus
bahasa Indonesia-Inggris berarti “warp”, sedangkan kata ”warp” itu sendiri
dalam kamus Inggris-Indonesia berarti “melengkung”. Jadi istilah ”melengkung”,
”lungsin (lusi)” dan ”warp” dapat dikaitkan. Istilah tersebut dapat dikaitkan
karena sisi panjang kain nantinya akan dibentuk menjadi sebuah gulungan kain
dan gulungan kain itu yang berbentuk melengkung.
Pakan (weft) adalah benang bahan pembuat kain yang arah gerakannya
sejajar dengan kita saat berada di depan mesin tenun tersebut. Benang pakan ini
terkadang juga disebut benang pengisi. Dikatakan dengan benang pengisi karena
benang ini akan mengisi diantara benang lusi (lungsin) secara menyilang. Kata
”pakan”, dalam istilah industri textile bernama ”weft”, dalam bahasa Inggris
berarti ”woof”. Nama lain untuk benang pakan adalah pick.
Selain itu juga terdapat beberapa istilah yang ada dalam mesin tenun yang
sering dipergunakan serta harus diperhatikan dalam proses menenun atau
weaving, antara lain adalah sebagai berikut:
1. Timing
Dasar kata timing ini adalah ”time” yang berarti waktu. Arti timing dalam
pengetahuan secara umum dapat disimpulkan sebagai ”waktu yang tepat untuk
melakukan suatu kegiatan tertentu”. Begitu pula dalam kegiatan menenun dengan
menggunakan mesin yang memakai tenaga pneumatik. Timing ini digunakan
untuk melakukan kegiatan seperti melemparkan benang pakan, memotong benang
28
pakan dan sebagainya. Tujuan dari penggunaan timing pada mesin tenun ini
adalah agar anyaman yang dihasilkan dapat sempurna dan tidak terjadinya
pemborosan dalam pemakaian udara bertekanan dan energi listrik. Timing ini
berguna menunjukkan beberapa hal yang penting, yaitu:
a. Penunjukkan sudut dan lama waktu dimana nozzle mengeluarkan udara
bertekanan. Selain itu juga untuk penunjukkan sudut dan lama waktu
solenoid pin untuk melepaskan benang pakan untuk proses memenun.
b. Penunjukkan sudut ketika benang pakan mulai menyisip dan keluar pada
benang lusi.
c. Penunjukkan sudut gunting mulai dan lama waktu memotong benang
pakan yang telah di lemparkan.
Timing ini beupa angka-angka yang menunjukkan waktu dan lama
peralatan tersebut beroperasi. Angka-angka ini mempunyai satuan yaitu derajat (°)
dalam sudut, sebab angka-angka ini berdasarkan putaran dari motor listrik. Jumlah
putaran dari motor listrik ini juga sangat berpengaruh pada lamanya peralatan di
dalam mesin tenun beroperasi. Jadi yang menentukan waktu dan lama sudut
tersebut beroperasi adalah motor listrik, tetapi untuk mempernudahkan dalam
perawatan, pengecekan dan lain sebagainya, maka penunjukkan sudut tersebut
ditunjukkan dengan sebuah benda yaitu crank angle.
2. Crank Angle
Crank Angle ini berbentuk mirip seperti piring makan tetapi dengan
diameter 0,3 meter (30 cm). Pada sisi bagian luar terdapat angka-angka yang
29
menunjukkan sudut. Fungsi dari crank angle ini adalah sebagai alat penunjuk
sudut putaran pada mesin.
3. Pakan masuk dan pakan keluar
Pakan masuk disebut juga dengan fil.ins.timing (insertion). Fil.ins.timing
(insertion) adalah sudut awal benang pakan mulai dilemparkan. Pada mesin tenun,
fil.ins.timing (insertion) ini telah diatur dengan sudut 95°. Sudut ini berlaku untuk
semua jenis benang pakan.
Pakan keluar disebut juga arrival set. Arrival set ini merupakan sudut yang
seharusnya dimana benang pakan mulai keluar dari benang lusi yang terakhir.
Sudut kedatangan ini sebenarnya sudah diatur yaitu 225° tetapi pada keadaan
aktual dilapangan, sudut kedatangan lebih dari yang semestinya. Kondisi ini dapat
terjadi dikarenakan kerapatan benang lusi (lungsin) yang terkadang menjadi faktor
penghambat.
4. Densitas
Kain mentah atau grey merupakan hasil dari anyaman antara benang lusi
dan benang pakan. Deretan dari benang pakan maupun benang lusi juga
mempunyai kerapatan atau densitas antara benang yang satu dengan benang yang
lain. Dalam ilmu fisika densitas mempunyai satuan kg/m3, akan tetapi dalam
persoalan dalam mesin tenun ini, densitas juga mempunyai satuan tetapi berbeda
yaitu per inchi2 lebih tepatnya helai/inchi2. Dikatakan demikian karena 1 inchi2
terdapat sejumlah benang lusi dan sejumlah benang pakan. Sebagai contoh,
30
densitas yang tercantum dalam mesin tenun adalah 110 x 55, maka ini berarti
dalam 1 inchi2 terdapat 110 helai benang lusi dan 55 helai benang pakan.
Sebelum membahas mengenai sistem pneumatik pada mesin tenun, akan
dijelaskan sedikit bagian dari mesin tenun. Untuk gambar dari mesin tenun yang
akan diteliti dapat di lihat pada Gambar 3.2 Mesin Tenun. FDP Drum dan mesin
tenun ini sendiri merupakan satu kesatuan karena mesin tenun tanpa FDP Drum
tidak akan dapat bekerja dengan sempurna dan jika FDP Drum tanpa mesin tenun,
alat ini tidak akan berguna. Mesin tenun ini menggunakan penggerak utama
berupa motor listrik dan diteruskan dengan menggunakan belt dan puli. Penggerak
mesin tenun ini dapat di lihat pada Gambar 3.3 Penggerak mesin tenun
31
32
Gambar 3.3 Mekanik Mesin Tenun
33
34
Gambar 3.3 pada halaman sebelumnya menunjukkan jalur pneumatik
mesin tenun dari awal udara bertekanan masuk menuju mesin, pengaturan udara
bertekanan sampai keluar untuk dipergunakan sebagai alat bantu penganyaman.
Untuk penjelasan dari bagian-bagian pada jalur pneumatik, akan dijelaskan
sebagai berikut:
1. Katup Bola (Ball valve)
Berfungsi untuk membuka atau menutup aliran udara bertekanan yang
masuk kedalam mesin tenun secara manual. Untuk menjelaskan keterangan
diatas, dapat dilihat pada Gambar 3.4 Ball valve, Air filter, dan Micro aerator.
2. Filter Udara (Air filter)
Berfungsi untuk mengurangi atau mengilangkan debu dan kandungan air
yang berada didalam udara bertekanan agar benang tidak terlalu lembab. Untuk
menjelaskan keterangan diatas, dapat dilihat pada Gambar 3.4 Ball valve, Air
filter, dan Micro aerator.
3. Micro-aerator
Berfungsi untuk mengurangi kadar oli yang terdapat di udara bertekanan
agar udara yang dihasilkan lebih kering. Untuk menjelaskan keterangan diatas,
dapat dilihat pada Gambar 3.4 Ball valve, Air filter, dan Micro aerator.
35
Gambar 3.4 Ball valve, Air filter, dan Micro aerator
4. Kotak regulator (Regulator box)
Berfungsi untuk mengatur tekanan udara yang akan dialirkan kedalam
mesin tenun. Pada kotak regulator terdapat simbol-simbol untuk pengaturan udara
bertekanan. Gambar 3.5 Regulator box dapat sedikit membantu untuk
memperjelas maksud simbol dari kotak regulator. Untuk simbol dan keterangan
tersebut dapat dilihat pada Tabel 3.1 Simbol regulator box.
Tabel 3.1 Simbol regulator box
Simbol Arti Keterangan
M Main Nozzle Pengaturan udara bertekanan pada main nozzle.
S Sub Nozzle Pengaturan udara bertekanan pada sub nozzle.
C Cutting Blow Pengaturan udara bertekanan pada cutting blow.
J Constant Jet Pengaturan udara bertekanan pada constant jet.
Didalam kotak regulator juga terdapat huruf P yang berarti plug. Ini
merupakan tempat pengukur tekanan (perssure gauge) ditancapkan untuk
mengetahui tekanan yang akan digunakan. Sebagai pengaturnya yaitu dengan
memutar kran yang terdapat simbol-simbol tersebut. Untuk menjelaskan arti plug
36
pada setiap simbol di kotak regulator, dapat dilihat pada Tabel 3.2 Simbol plug
pada kotak regulator
Tabel 3.2 Simbol plug pada kotak regulator
Simbol Arti
M1P udara akan dialirkan menuju Main Tank 1
M2P udara akan dialirkan menuju Main Tank 2
S1P udara akan dialirkan menuju Sub Tank1
S2P udara akan dialirkan menuju Sub Tank2
C1P udara akan dialirkan menuju Cutting Blow 1
C2P udara akan dialirkan menuju Cutting Blow 2
J1P udara akan dialirkan menuju J. Stop valve 1
J2P udara akan dialirkan menuju J. Stop valve 2
Gambar 3.5 Regulator Box
5. Tangki Pendukung (Sub tank)
Berfungsi untuk tempat penyimpanan udara bertekanan sementara sebelum
di distribusikan ke nosel pendukung (sub nozzle) dan aliran untuk pemotongan
serta aliran konstan (jet constant)t. Selain itu agar udara bertekanan yang akan
dipergunakan lebih stabil. Tangki Pendukung ini berbentuk silinder yang terletak
37
pada bagian bawah mesin tenun, dekat dengan lantai Untuk membantu
menjelaskan penjelasan di atas, dapat dilihat Gambar 3.6 Main tank dan Sub tank.
6. Tangki Utama (Main tank)
Berfungsi untuk tempat penyimpanan udara bertekanan sementara sebelum
di distribusikan ke main nozzle. Selain itu agar udara bertekanan yang akan
dipergunakan lebih stabil. Bentuk dan letak dari main nozzle ini adalah sama
seperti pada sub tank.
Main Tank 1
Sub Tank 2
Sub Tank 1
Gambar 3.6 Main tank dan Sub tank
7. Katup untuk nosel utama (valve for main nozzle)
Merupakan katup yang kerjanya menggunakan aliran listrik (solenoid)
yang mana katup ini berfungsi mengatur waktu udara bertekanan untuk mengalir
ke nosel utama. Pada rangkaian ini terdapat katup cek (check valve) yang
berfungsi untuk mengalirkan udara bertekanan tetapi aliran udara tersebut tidak
dapat berbalik arah menuju ke sumber udara bertekanan. Untuk membantu
memahami penjelasan diatas, lihat Gambar 3.7 Solenoid untuk main nozzle.
38
Gambar 3.7 Solenoid untuk main nozzle
8. Katup untuk aliran pemotongan (valve for cutting blow)
Merupakan katup yang kerjanya menggunakan aliran listrik (solenoid)
yang mana katup ini berfungsi mengatur waktu udara bertekanan untuk mengalir
ke nosel utama. Gambar solenoid untuk aliran pemotongan ditunjukkan oleh
Gambar 3.8 Solenoid untuk cutting blow. Kerja dari katup ini adalah setelah katup
untuk nosel utama berhenti melakukan kerja.
Gambar 3.8 Solenoid untuk cutting blow
39
9. Katup untuk aliran konstan (stop valve for jet constant)
Fungsinya sama dengan katup bola yaitu untuk membuka atau menutup
aliran udara bertekanan. Beda dengan katup bola, katup ini bekerja menggunaka
aliran listrik. Jika pada katup untuk nosel utama dan katup untuk aliran pemotong,
guna solenoid adalah untuk mengatur waktu aliran udara mengalir, sedangkan
pada katup untuk aliran konstan, solenoid akan selalu mengalirkan aliran udara
selama mesin tenun dialiri listrik, jika tidak ada aliran listrik pada mesin tenun,
maka solenoid ini akan menutup. Jadi jika ada perawatan mesin yang memakan
waktu yang lama, maka katup bola yang terdapat diluar mesin akan di posisikan
tertutup. Gambar solenoid untuk jet constant ditunjukkan pada gambar 3.9
Gambar 3.9 Solenoid untuk jet constant
10. Katup untuk nosel pendukung (valve for sub nozzle)
Merupakan katup dengan menggunakan aliran listrik (solenoid) yang
berfungsi untuk mengatur udara bertekanan yang akan dialirkan ke sub nozzle.
Pada mesin tenun yang diamati, terdapat sedikit perbedaan antara gambar diatas
dengan kondisi lapangan pada valve for sub nozzle yang terakhir. Katup terakhir
ini juga digunakan juga untuk stretch nozzle. Untuk memjelas pengertian valve for
sub nozzle, ditunjukkan oleh Gambar 3.10 Solenoid untuk sub nozzle
40
Gambar 3.10 Solenoid untuk sub nozzle
11. Button for Threading Weft
Berfungsi untuk mengalirkan udara ke dalam pipa yang berada didalam
FDP Drum yang bertujuan untuk menarik benang pakan masuk kedalam FDP
Drum. Mengaktifkan alat ini dengan cara menekan tombol yang berada didekat
FDP Drum.
12. FDP Drum
Bagian ini merupakan bagian persiapan untuk benang pakan yang akan
ditembakkan melalui main nozzle. Benang pakan akan dimasukkan melalui
bagian belakang belakang FDP Drum menggunakan miniature valve. Pada FDP
Drum terdapat motor listrik yang berguna untuk memutarkan pipa yang terdapat
didalam FDP Drum. Pipa ini yang akan mengarahkan benang pakan untuk
menuju ke bagian dapan FDP Drum untuk di tempatkan secara melingkar agar
pada waktu proses menenun lebih mudah. Pada begian depan FDP Drum terdapat
alat untuk melepas benang pakan agar benang dapat tertarik kedalam nozzle dan
41
terjadi penganyaman. Alat ini dinamakan solenoid pin. Untuk memperjelas
pengertian diatas, lihat Gambar 3.11 FDP Drum
Gambar 3.11 FDP Drum
13. Nosel Utama (Main nozzle)
Berfungsi untuk tempat melemparkan benang pakan yang akan dianyam
oleh mesin tenun. Pada main nozzle ini terdapat dua bagian yaitu pemandu benang
(thread guide) dan pipa nosel (nozzle pipe). Pemandu benang ini adalah alat yang
berfungsi untuk mengarahkan aliran udara menuju ke bagian depan dari nosel
utama, sedangkan pipa nosel berfungsi untuk neneruskan aliran udara yang
menuju ke bagian depan nosel utama. Untuk lebih memperjelas kalimat diatas,
lihat Gambar 3.12 Bagian nosel utama dan Gambar 3.13 Nosel utama.
42
Gambar 3.12 Bagian nosel utama
Gambar 3.13 Nosel utama
14. Nosel Pendukung (Sub nozzle)
Nosel Pendukung, yang ditunjukkan pada gambar 3.14 adalah sebuah
komponen dari mesin tenun yang berfungsi untuk meniupkan udara bertekanan ke
alur sisir yang ada di sepanjang sisir. Digunakannya nosel pendukung di
sepanjang sisir ini bertujuan agar kecepatan benang pakan yang ditembakkan dari
nosel utama agar selalu tetap.
Gambar 3.14 Nosel Pendukung
43
15. Nosel Pemotong (Stretch nozzle)
. Nosel Pemotong sebenarnya adalah sebuah nosel pendukung yang
mempunyai sedikit perbedaan fungsi dengan penjelasan nosel pendukung pada
no.14. . Nosel Pemotong ini berfungsi untuk menahan benang pakan agar tidak
kendur selama dalam proses penganyaman. Selain itu juga untuk mengurangi
kecepatan dai benang pakan. Diantara Nosel pemotong terdapat dua buah sensor
yang dinamakan Feeler H1 dan Feeler H2.
Feeler H1 dan Feeler H2 merupakan suatu sensor benda. Feeler ini
dipergunakan dalam mesin tenun bertujuan untuk mendeteksi saat benang pakan
melewat. Jika dalam satu siklus, sensor tidak mendeteksi benang pakan yang
lewat atau kedua sensor mendeteksi benang pakan yang lewat maka mesin tenun
akan berhenti beroperasi.
3.3 Alur dan Siklus Kerja serta Ukuran hose
Udara bertekanan sebelum masuk ke dalam mesin tenun akan melewati
beberapa komponen dan perlakuan agar udara bertekanan tersebut lebih siap
untuk dipergunakan. Pertama kali udara bertekanan akan masuk melalui ball
valve, lalu udara tersebut akan melewati melalui air filter dan kemudian micro-
aerator agar udara yang akan digunakan lebih bebas dari air. Udara bertekanan
tersebut kemudian dialirkan masuk kedalam regulator box untuk diatur
tekanannya sesuai dengan kebutuhan udara yang akan dipergunakan.
Setelah udara diatur di kotak regulator, maka udara bertekanan tersebut
akan dapat digunakan sesuai dengan kegunaannya. Dari kotak regulator menuju
suatu komponen akan dihubungkan dengan selang, begitu pula dengan satu
44
komponen ke komponen yang lainnya juga dihubungkan dengan hose pula. Luas
penampang hose yang dipergunakan pada setiap komponen tidak semuanya sama.
Untuk mempermudahkan pemahaman selang yang digunakan pada mesin tenun
ini dari kotak regulator menuju ke output dapat dijelaskan dengan dibantu dengan
gambar sebagai berikut:
3.3.1 Nosel Utama
Pengaturan nosel utama terdapat pada kotak regulator. Pada kotak
regulator akan diatur tekanan udara yang akan dipargunakan dalam
penganyaman. Udara bertekanan tersebut akan masuk ke tangki utama
dengan menggunakan selang berukuran 12,7mm. Setelah melewati tangki
utama, udara bertekanan lalu dialirkan menuju katup untuk nosel utama
dan selang yang digunakan berukuran 12,7mm. Katup ini akan mengatur
waktu buka maupun tutup udara bertekanan yang akan dialirkan menuju
nosel utama. Kerja dari katup untuk nosel utama ini menggunakan aliran
listrik. Selain itu udara bertekanan yang telah ditampung sementara, juga
akan di alirkan pula ke katup bantu nosel utama. Karena katup bantu nosel
utama tidak dipergunakan di pabrik yang dilakukan penelitian, maka pada
bagian katup bantu nosel utama ini tidak dijelaskan secara mendalam.
Setelah melalui katup untuk nosel utama, maka udara bertekanan tadi
dialirkan menuju nosel utama. Selang yang digunakan untuk menuju ke
nosel utama berukuran 8mm. Pada ujung luar nosel utama yang berfungsi
untuk output dari benang pakan mempunyai diameter 4mm. Benang pakan
akan diluncurkan dengan menggunakan udara bertekanan menuju ke
45
sejumlah lusi yang berderet. Waktu kerja untuk nosel utama adalah 90°-
190°. Untuk memperjelas kalimat diatas, lihat Gambar 3.15 Ukuran hose
untuk nosel utama.
kotak regulator
Ø 12,7mm
Ø 12,7mm Ø 12,7mm
Ø 8mm Ø 8mm
M
Tangki utama
Katup untuk nosel utama nosel bantu
nosel bantu nosel utama
Gambar 3.15 Ukuran hose untuk nosel utama
3.3.2 Aliran untuk Pemotongan
Aliran pemotong ini merupakan aliran udara yang berfungsi untuk
mempertahankan benang pakan agar tetap lurus dan tegang saat benang
pakan akan dipotong. Setelah pada kotak regulator diatur tekanannya,
maka dengan menggunakan hose yang berukuran 9,525mm udara
bertekananpun dialirkan menuju ke katup untuk aliran pemotong.
Selanjutnya, udara bertekanan yang telah melewati katup untuk aliran
pemotong kemudian diteruskan menuju rangkaian katup untuk nosel
utama menggunakan hose dengan ukuran 6,35mm. Didalam rangkaian
katup untuk nosel utama. Aliran udara ini diatur menggunakan katup yang
46
dimana valve tersebut menggunakan aliran listrik. Aliran ini bekerja juga
menngunakan timing antara 350°-30 dan dalam siklus, benang pakan akan
terpotong di alat pemotong (cutter) pada sudut 35°, dengan demikian
sebelum benang pakan terpotong, benang tersebut dibuat tegang agar
benang pakan dapat lebih dalam pemotongannya. Untuk memperjelas
kalimat diatas, lihat Gambar 3.16 Ukuran selang untuk aliran pemotong
kotak regulator Ø 9,525mm Ø 6,35mm
katup untuk nosel utama
katup untuk aliran pemotong
C
Gambar 3.16 Ukuran selang untuk aliran pemotong
3.3.3 Aliran konstan
Aliran konstan merupakan jenis aliran udara yang alirannya selalu
tetap. Aliran konstan ini pada mulanya diatur di kotak regulator dan
terhubung dengan katup untuk aliran konstan yang menggunakan aliran
listrik. Aliran konstan berhubngan dengan katup yang menuju ke katup
untuk nosel utama dan katup bantu nosel utama. Aliran konstan (J) juga
merupakan pendukung kelanjutan dari proses pekerjaan penganyaman.
Fungsi dari aliran konstan adalah untuk menahan benang pakan agar ujung
dari benang tidak kembali keluar melalui bagian belakang nosel utama saat
47
udara bertekanan dari tangki utama dan dari aliran pemotong tidak bekerja.
Aliran konstan ini selalu mengalirkan udara bertekanan setiap saat
walaupun pada saat mesin berhenti, jadi ketika mesin berhenti atau
dihentikan dalam jangka waktu yang cukup lama, katup bola akan
diposisikan pada posisi tertutup dengan tujuan agar tidak terjadi
pemborosan. Selain itu pada saat posisi mesin tenun berhenti, aliran
konstan ini akan mengalirkan udara bertekanan secara terus menerus ke
nosel utama dengan tujuan agar benang pakan yang telah masuk kedalam
nosel utama tersebut tidak kembali keluar atau melengkung. Untuk
memperjelas kalimat diatas, lihat Gambar 3.17 Alur udara aliran konstan
kotak regulator Ø 6,35mm
Ø 6,35mm Ø 6,35mm
Ø 8 mm Ø 8mm
J
Katup untu aliaran konstan
katup untuk nosel utama Katup bantu
rangkaian nosel utama nosel utama
Gambar 3.17 Alur udara aliran konstan
3.3.4 Nosel Pendukung
Untuk nosel pendukung ini, setelah tekanan diatur di kotak
regulator, udara bertekanan tersebut akan diteruskan melalui selang masuk
kedalam tangki pendukung. Sama halnya dengan tangki utama, tangki
48
pendukung ini berguna untuk menyimpan sementara udara bertekanan
sebelum dipergunakan dan juga agar aliran udara lebih stabil. Keluar dari
tangki pendukung, udara bertekanan tersebut akan masuk ke katup untuk
nosel pendukung yang berfungsi untuk mengatur waktu buka dan tutup
udara bertekanan yang akan masuk ke dalam nosel pendukung. Pada
deratan katup untuk nosel pendukung pada gambar 3.18 terdapat angka-
angka. Angka tersebut dikatakan dengan istilah grup (group). Sebagai
contoh, pada katup untuk nosel pendukung dengan angka 1 merupakan
katup untuk nosel pendukung grup 1, lalu pada katup untuk nosel
pendukung dengan angka 2 merupakan katup untuk nosel pendukung grup
2 dan begitu pula dengan seterusnya.
Jumlah nosel pendukung disetiap grup sebetulnya adalah sama,
kemudian dikatakan tidak sama karena satu nosel terakhir mempunyai
fungsi yang sedikit berbeda. Jumlah nosel pendukung yang sama (secara
fungsi) hanya nosel pendukung dari grup 1 sampai dengan grup 4, yaitu
berjumlah 5 buah ditiap grop-nya sedangkan pada nosel pendukung grop 5
hanya terdapat 3 sampai 4 buah nosel pendukung saja. Jumlah nosel pada
group 5 ini berbeda dengan yang lainnya, ini dikarenakan karena
disesuaikan dengan panjang sisir yang dipergunakan. Pada grup 5 ini
disisakan satu buah nosel yang berfungsi sebagai nosel pemotong dan
nosel tersebut berdiri sendiri serta letaknya agak berjauhan dengan yang
lain. Ini dikarenakan karena waktu kerja nosel ini yang sedikit berbeda
49
dengan lainnya. Untuk memperjelas kalimat diatas, lihat Gambar 3.18
Jalur udara Sub Nozzle
kotak regulator Ø 15,88mm 5 x Ø 12,7mm katup nosel pendukung Ø 4,76mm nosel pendukung
nosel pemotong
tangki pendukung 1
1 2 3 4 5
S1 S2
tangki pendukung 2
Gambar 3.18 Jalur Udara nosel pendukung
Waktu kerja untuk nosel pendukung diatur menggunakan aliran listrik
yang terpasang pada katup untuk nosel pendukung. Waktu kerja untuk nosel
pendukung pada pangaturan awal dapat dilihat pada Tabel 3.3 Timing awal nosel
pendukung
Tabel 3.3 Timing awal nosel pendukung
Group Timing
1 80°-160°
2 110°-190
3 140°-220°
4 170°-240°
5 190-260°
50
Udara bertekanan yang telah diatur didalam kotak regulator yang di
teruskan menuju ke tangki pendukung tidak hanya dipergunakan untuk nosel
pendukung, tangki pendukung juga dipergunakan untuk miniature valve yang
dimana katup ini terhubung dengan FDP Drum, juga udara bertekanan dari tangki
pendukung juga akan masuk menuju kotak regulator. Di kotak regulator, udara
bertekanan ini akan diatur kembali tekanannya pada simbol C (aliran pemotong)
dan J (aliran konstan).
3.3.5 Siklus Benang Pakan
Benang pakan yang telah dipersiapkan di FDP Drum akan
dilepaskan oleh solenoid pin pada sudut 80° dan solenoid akan menahan
benang kembali pada sudut 200°. Benang akan terhisap masuk kedalam
nosel utama dan siap untuk di “tembakkan”. Benang pakan dapat terhisap
masuk dikarenakan dalam nosel utama terdapat aliran udara yang dimana
aliran tersebut memang digunakan untuk menarik masuk benang pakan.
Aliran tersebut diatur dalam kotak regulator dengan simbol J. Pada sudut
90° sampai 190°, nosel utama akan menyemburkan udara bertekanan
untuk menembakkan benang pakan. Benang pakan yang dilepaskan akan
menyisip masuk diantara deretan lusi. Benang pakan ini juga akan
melewati sisir yang dimana sisir tersebut terdapat deretan nosel pendukung
yang bertujuan untuk membantu mendorong benang pakan agar tetap
melaju pada lintasannya sampai di sisi yang lainnya. Saat benang pakan
telah sampai pada sisi yang lain, maka benang akan melewati sensor H1.
51
Saat benang akan dipotong dengan pemotong maka nosel utama akan
kembali menyamburkan udara bertekanan bukan dari katup nosel utama,
tetapi dari C (aliran pemotong). Aliran pemotong ini akan bekerja untuk
menarik benang pakan agar kembali menegang (lurus) sebelum dipotong
menggunakan pemotong.
3.4 Timing pneumatik mesin tenun
Komponen-komponen pneumatik mesin tenun ini sebagian besar
menggunakan timing untuk melakukan kerja. Pada pembahasan mengenai timing,
timing berwujud angka dan ditunjukkan dalam derajat(°) sudut. Proses
penganyaman pada mesin tenun terjadi berulang-ulang (siklis kerja) dan siklus ini
juga menggunakan. berbagai timing. Untuk memperjelas timing dalam siklus
kerja mesin tenun ini, lihat pada Gambar 3.19 Siklus kerja mesin tenun.
52
Crank Angle Section
0° 90° 180° 270° 360°
Beating (Reed)
Pin
80° 200°
Main Nozzle
90° 190°
Auxiliary Main Nozzle
90° 190°
Fil. Ins. Timing - Arrival Set
95° 225°
Sub Nozzle
80° 160° 110° 190° 140° 220° 170° 240° 190° 260°
Weft Detection Feeler H1 Feller H2 Feeler Timing
200° 290° 200° 310°
Cutting Blow
30° 350°
Cutter
35°
Grup 1; 5pcs
Grup 2; 5pcs
Grup 4; 5pcs
Grup 5; 5pcs
Grup 3; 5pcs
Gambar 3.19 Siklus kerja mesin tenun.
BAB IV
PERHITUNGAN DAN ANALISIS
Pada Bab I telah dikemukakan bahwa salah satu tujuan dari penelitian ini
adalah menganalisa kebutuhan udara yang keluar melalui nosel utama dan
menjelaskan konsekuensi dari penentuan takanan pada kotak regulator.
Di dalam bab ini akan dijelaskan mengenai mesin tenun dengan
menggunakan perhitungan ilmu pengetahuan fisika dan matematika, sebelum
melakukan perhitungan dan analisa, baiknya mengetahui data-data yang terdapat
pada mesin tenun yang dipergunakan dalam perhitungan agar dapat membantu
dalam melakukan perhitungan. Dari data yang diperoleh pada mesin tenun yang
digunakan diringkas sesuai dengan keparluan analisis separti yang ditunjukkan
dalam Tabel 4.1 Data analisis mesin tenun. Data yang tertera pada Tabel 4.1 ini
merupakan salah satu data mesin tenun dari banyak mesin tenun yang
dipergunakan.
53
54
Tabel 4.1 Data analisis mesin tenun
Putaran mesin (rpm) 650
Lebar Kain (in) 63
Panjang sisir yang digunakan (m) 1,9
nosel utama (M) 4 Tekanan pada kotak
regulator (bar.g) aliran pemotang (C) 1
nosel utama (M) 70 – 190
aliran pemotang (C) 350 – 30
pakan keluar (Arv) 235 Timing (°)
pakan masuk (ins) 95
Selain dari data-data yang dapat diambil diatas, ada data yang perlu
dicantumkan, yaitu mengenai massa jenis udara, sebab perhitungan yang akan
dibahas selalu berkenaan dengan udara. Untuk mempermudah dalam perhitungan,
suhu yang dipergunakan sebagai patokan pada parhitungan adalah suhu ruangan
yaitu 27°C. Dari Tabel 4.2 Beberapa sifat udara pada tekanan atmosfir, suhu 27°C
merupakan interpolasi dari data dengan suhu 20°C dengan 37,8°C.pada suhu 27°C
ini udara mempunyai rapat massa ρ sebesar 1,175 kg/m3.
55
Tabel 4.2 Beberapa sifat udara pada tekanan atmosfir
Suhu
°C(°F)
Kerapatan
ρ kg/m3
Kekentalan kine-
matik m2/dtk
Kekentalan dina-
mik µ Pa dtk
- 17,8 (0) 1,382 1,171 x 10-5 1,57 x 10-5
- 6,7 (20) 1,326 1,263 1,68
+ 4,4 (40) 1,274 1,356 1,73
15,6 (60)
20,0 (68)
26,7 (80)
37,8 (100)
48,9 (120)
1,222
1,202
1,176
1,135
1,109
1,468
1,486
1,570
1,672
1,756 x 10-5
1,79
1,80
1,84
1,90
1,95 x 10-5
(Sumber: Giles, 1986, hal.256)
Setelah kita mengetahui data-data diatas maka akan kita bahas satu demi
satu perhitungan mengenai nosel utama.
4.1 Putaran mesin
Dari Tabel 4.1, putaran mesin adalah 650 rpm dan jika putaran mesin
tersebut di ubah menjadi tiap detik maka akan menghasilkan putaran sebanyak
10,83 putaran tiap detiknya (rps). Dalam bab II telah dijelaskan sedikit mengenai
frekuensi, oleh karena itu putaran mesin ini juga dapat dikatakan sebagai
frekuensi. Untuk menghasilkan 1 putaran mesin dibutuhkan periode T yang cukup
singkat. Untuk lebih jelasnya akan dijabarkan sebagai berikut ini:
56
f
T 1=
RPS83,10
1=
092,0= detik
4.2 Kecepatan benang setelah ditembakkan
Untuk melakukan satu siklus “penembakan ” atau “pelemparan” benang
pakan, tidak memerlukan waktu 1 putaran penuh putaran mesin, akan tetapi
waktu yang dipergunakan untuk melakukan satu kali tembakan adalah antara
pakan masuk - pakan keluar. Untuk data kali ini waktu benang pakan masuk
pada sudut 95° dan waktu benang pakan keluar pada sudut 235°, jadi untuk
melakukan satu kali tembakan membutuhkan besar sudut 140°
Dengan demikian waktu untuk melakukan 1 putaran mesin secara penuh
adalah 0,092 detik dan waktu yang dipergunakan untuk melakukan tembakan
sebesar sudut 140° adalah sebagai beikut ini:
( )T
gtiinsfilarvt ×
−=
o
o
360
min...
092,0360
140⋅=
o
odetik
035,0= detik
Dengan ini diperoleh waktu yang dibutuhkan untuk menembakkan satu
buah benang pakan adalah 0,035 detik dan dengan mengetahui waktu yang
57
diperlukan untuk penembakan benang pakan maka kecepatan benang pakan juga
dapat diperoleh. Untuk mengetahui kecepatan dari benang pakan tersebut adalah
dengan penjabaran sebagai berikut:
tsv =
035,09,1
= m/detik
28,54= m/detik
Jadi kecepatan benang pakan pada proses penganyaman kali ini adalah
54,28 m/detik. Kecepatan udara bertekanan yang dibutuhkan untuk menembakkan
benang pakan akan diasumsikan sama dengan kecepatan benang pakan itu sendiri.
Kecepatan sebesar 54,28 m/detik ini pula akan diasumsikan selalu sama di setiap
titik disepanjang lintasan karena di lintasan itu pula terdapat sejumlah nosel
pendukung yang berguna untuk mempertahankan agar kecepatan benang pakan
selalu sama di sepanjang lintasan sampai sisi lain yang satunya.
Berbeda jika sumber udara bertekanan hanya melalui nosel utama saja
tanpa mempergunakan sejumlah nosel pendukung. Meskipun nosel utama ini
mengalirkan udara bertekanan selama 110° ( 190° - 70°) bukan berarti kecepatan
benang pakan sebasar 54,28 m/detik yang keluar dari nosel utama selalu sama di
sepanjang lintasan. Jika pada lintasan tidak difungsikan nosel pendukung, maka
gerakan benang pakan saat ditembakkan akan berangsur-angsur menurun seperti
gerakan parabola. Ini dikarenakan sumber udara bertekanan hanya berasal dari
satu tempat saja yaitu nosel utama bukan dari sepanjang lintasan. Maka dari itu
kecepatan tersebut diatas akan dianggap sebagai kecepatan awal (v0)
58
Selanjutnya akan dibahas mengenai penurunan ketinggian dari benang
pakan. Dalam persoalan ini, massa dari benang pakan tidak diperhitungkan. Untuk
lebih jelasnya, akan dijabarkan menggunakan perumusan dengan menggunakan
Hukum Newton II. Sesungguhnya, benang pakan yang akan ditembakkan tidak
memiliki sudut elevasi awal atau dengan kata lain, sudut awal tembakkan adalah
0° dan kecepatan awal yang dimiliki benang pakan tersebut sesuai dengan hasil
perhitungan sebelumnya yaitu 54,28 m/detik. Untuk lebih mempermudah dalam
pemahaman dari pernyataan diatas dapat dilihat pada Gambar 4.1 Gerakan
penurunan benang pakan.
Gambar 4.1 Gerakan penurunan benang pakan
Sebelum melakukan pembahasan, akan diberikan sedikit keterangan untuk
memahami pembahasan. Perhitungan ini akan dilakukan sebanyak dua kali yaitu
pertama penurunan benang pakan pada saat berada di tengah lintasan dan kedua
saat benang pakan berada pada akhir lintasan.
Pertama, akan mulai membahas pada sumbu x pada saat benang pakan
berada pada setengah dari waktu yang dipergunakan untuk melakukan satu kali
tembakan. Untuk perhitungannya, akan dijabarkan sebagai berikut:
59
Jika waktu yang digunakan untuk melakukan 1 kali tembakkan adalah
0,035 detik, maka waktu yang digunakan benang pakan saat posisi berada di
tengah tungah dari sisir adalah
035,021×=t detik
detik 0175,0=
Karena waktu t yang akan dipergunakan telah diperoleh, dengan demikian jarak
pada waktu t –pun juga dapat diperoleh.
( ) tvx ××= 00 cosθ
( ) 0175,00cossm28,54 0 ××= detik
m 95,0=
Setelah memperoleh jarak pada sumbu x, akan dilanjutkan dengan mencari
jarak pada sumbu y.
( ) 221
0sin0 gttvy −= θ
2gt21
−=
( )2ikdet0175,0sm81,921 2 ××−=
m atau 0015,0−= 5,1− mm
Setelah memperoleh data mengenai penurunan ketinggian saat benang
berada di 0,0175 detik atau dijarak 0,95 m pada sumbu x, selanjutnya perhitungan
akan dilakukan pada saat benang berada pada 0.035 detik dan karena waktu t yang
60
akan dipergunakan telah diperoleh, dengan demikian jarak pada waktu t tersebut
juga dapat diperoleh
( ) tcosvx 00 ×θ×=
( ) 035,00cossm28,54 0 ××= detik
= 1,9 m
Setelah memperoleh jarak pada sumbu x, akan dilanjutkan mencari jarak
pada sumbu y yang akan dijabarkan sebagai berikut:
( ) 221
0sin0 gttvy −= θ
2gt21
−=
( )2ikdet035,0sm81,921 2 ××−=
m atau -6 mm 006,0−=
Hasil yang telah diperoleh dapat dirangkum didalam tabel dan hasil dalam
bentuk tabel dapat dilihat dalam Tabel 4.3 Penurunan benang pakan. Hasil yang
tertera didalam Tabel 4.3 juga dapat dituangkan dalam Gambar 4.2 Grafik
penurunan benang pakan terhadap jarak tempuh
Tabel 4.3 Penurunan benang pakan
Koordianat Waktu (t)
Sumbu x (m) Sumbu y (m)
0,0175 0,95 -0,0015
0,035 1,9 -0,006
61
grafik penurunan benang pakan terhadap jarak tempuh0
-6,36E-03
-1,59E-03
-0,008
-0,006
-0,004
-0,002
00 0,95 1,9
jarak tempuh benang pakan
penu
runa
n be
nang
pak
an
Gambar 4.2 Grafik penurunan benang pakan terhadap jarak tempuh
Dari Gambar 4.2 Grafik penurunan benang pakan terhadap jarak tempuh
yang telah digambar diatas dapat terlihat garis basar dari gerakan benang pakan
yang setiap bertambahnya jarak yang ditempuh semakin besar pula penurunan
benang pakan dari acuan yaitu dari nosel utama. Dari Gambar 4.2, akan dilakukan
pengulangan kembali perhitungan dengan menggunakan rumus jarak pada sumbu
x dan y seperti diatas dan akan menghitung kembali untuk mencari penurunan
benang pakan dari ujung nosel utama. Perhitungan ini bertujuan agar hasil grafik
yang diperoleh dapat lebih baik lagi dan untuk mempersingkat perhitungan, akan
digunakan tabel yang dapat dilihat pada Tebel 4.4 Penurunan benang pakan
terhadap jarak tempuh dan waktu yang dipergunakan. Dari Tabel 4.4 yang telah
dibuat, kemudian dapat diperoleh pula Gambar 4.3 Grafik penurunan benang
pakan
62
Tabel 4.4 Penurunan benang pakan terhadap jarak tempuh dan
waktu yang dipergunakan
Jarak tempuh terhadap
main nozzle (m)
Waktu yang
digunakan (s)
Penurunan benang
pakan (m)
0 0 0
0,1 0,0018 -1,59x10-5
1,9 0,036 -6,36 x10-3
penurunan benang pakan terhadap jarak tempuh
-0,007
-0,006
-0,005
-0,004
-0,003
-0,002
-0,001
00 0,2 0,4 0,6 0,8
0,95 1,1 1,3 1,5 1,7 1,9
jarak tempuh (m)
penu
runa
n be
nang
pak
an (m
)
Gambar 4.3 Grafik penurunan benang pakan
4.3 Nosel utama
Dengan hasil data kecepatan awal sebasar 54,28 m/detik, maka aliran
udara bertekanan yang berada di dalam pipa fleksibel pada sistem pneumatik
akan dapat diketahui. Selain itu dari data tekanan pada kotak regulator yang telah
63
diperoleh juga dapat diketahui konsekuensi penurunan takanannya saat keluar dari
nosel utama.
Untuk penggunaan ukuran selang pada nosel utama akan ditunjukkan pada
Tabel 4.5 Ukuran penampang selang nosel utama.
Tabel 4.5 Ukuran luas penampang selang nosel utama.
Diameter Luas Penampang
luar Dalam
in mm mm
mm² m²
posisi
1/2 12,7 10 78,54 7,85 x 10-5 1
1/2 12,7 10 78,54 7,85 x 10-5 2
5/16 8 6 28,27 2,827 x 10-5 3
4 12,57 1,256 x 10-5 4
Dari Tabel 4.5, dengan menggunakan persamaan kontinuitas akan
diperoleh kecepatan v didalam hose tersebut. Dengan mengumpamakan kecepatan
awal dengan v4 maka kecepatan yang lain juga akan diperoleh. Dengan
menurunkan persamaan kontinuitas, akan diperoleh persamaan-persamaan yang
dapat mempermudah perhitungan. Untuk lebih memperjelas dalam pembahasan,
kita akan merumuskan dalam bentuk metematika yang dapat di lihat dibawah ini.
64
4433 AvAv =
43
43 v
AA
v =⇔
41083,2 51026,1 5
vx
x ×−
−=
445,0 v=
3322 AvAv =
32
32 v
AA
v =⇔
445,01085,7 51083,2 5
vx
x ×−
−=
416,0 v=
Untuk melakukan perhitungan mengenai tekanan pada kotak regulator
akan dipergunakan persamaan Bernoulli dan dengan mengasumsikan tidak
terdapat perbedaan ketinggian atau z1=z2=z3=z4=0
222
233 2
12
1 vPvP ρρ +=+
[ ]23
2223 2
12
1 vvPP ρρ −+=⇔
( )[ ]23
222 2
1 vvP −+= ρ
( )[ ]24
224
22 45,016,02
1 vvP −+= ρ
( )[ ]22242 45,016,02
1 −+= vP ρ
65
[ ]242 088,0 vP ρ−+=
242 088,0 vP ρ−=
233
244 2
12
1 vPvP ρρ +=+
[ ]24
2334 2
12
1 vvPP ρρ −+=⇔
( )[ ]24
233 2
1 vvP −+= ρ
( )[ ]24
24
23 45,02
1 vvP −+= ρ
( )[ ]22243 145,02
1 −+= vP ρ
[ ]243 398,0 vP ρ−+=
243 398,0 vP ρ−=
Hasil dari persamaan-persamaan yang telah diperoleh disusun dalam
dalam bentuk tabel yang dapat dilihat pada Tabel 4.6 Persamaan matematis untuk
nosel utama.
66
Tabel 4.6 Persamaan matematis untuk nosel utama
posisi 1 2 3 4
Diameter Øi (mm) 10 10 6 4
Luas penampang A
( ), (m510−× 2) 7,85 7,85 2,83 1,26
Kec.aliran v
(m/detik) 0,16v4 0,16v4 0,45 v4 v4
Tekanan (Pa) P1 P1=P2 P2 -0,09ρ 24v P3 -0,398ρ 2
4v
Dari Tabel 4.6 diatas dan berbekal kecepatan awal serta data tekanan dari
kotak regulator, selanjutnya persamaan-persamaan kecepatan aliran dan tekanan
pada Tabel 4.6 pun dapat dilengkapi.
Sebelum itu, dari data yang terdapat pada Tabel 4.1, takanan pada koatak
regulator untuk nosel utama adalah sebesar 4 bar.g atau 4 bar terukur dan bila
angka tersebut diubah dalam satuan Metris (SI) akan menjadi Pa. Dalam
perhitungan, tekanan terukur tersebut harus dijadikan tekanan absolut dan akan
menjadi Pa, sebab untuk memperoleh tekanan absolut, tekanan terukur
yang mempunyai satuan dalam Pa akan selalu dijumlahkan dengan Pa.
Untuk lebih jelasnya, dibawah ini akan dijelaskan maksud dari keterangan diatas
5104 x
5105×
5101×
Tekanan absolut (Pa abs) = tekanan terukur (Pa ukur) + Pa 5101×
= Pa + Pa 5104× 5101×
= Pa 5105×
67
Pada Tabel 4.6 diatas akan di lengkapi pada bagian kecepatan aliran dan
tekanan, dan tabel tersebut dapat dilihat pada Tabel 4.7 Perhitungan matematis
untuk nosel utama
Tabel 4.7 Perhitungan matematis untuk nosel utama.
posisi 1 2 3 4
Diameter Øi (mm) 10 10 6 4
Luas penampang A
( ), (m510−× 2)7,85 7,85 2,83 1,26
Kec.aliran v
(m/detik)8,68 8,68 24,43 54,28
Tekanan P (Pa)5105×
5105×
51099,4 × 51098,4 ×
Dari Tabel 4.7 diatas terlihat meskipun kecepatan aliran yang mengalami
perubahan drastis tetapi tekanan dari kotak regulator menuju ke nosel utama tidak
mengalami banyak perubahan, jadi tekanan untuk aliran nosel utama dapat
dikatakan sama disetiap luas penampang pada jalur nosel utama. Dari tabel yang
sama maka juga diperoleh debit aliran yang ada di dalam sistem untuk katup nosel
utama.
ν×= AQ
m51085,7 −= x 2 68,8× m/detik
m41084,6 −×= 3/detik
68
Dari tabel yang sama pula juga dapat diperoleh daya yang digunakan untuk nosel
utama.
QPW ×=
Pa m51098,4 xW = 41084,6 −×× 3/detik
watt 63,340=W
4.4 Aliran Pemotong
Seperti yang telah dijelaskan pada Bab III bahwa, katup nosel utama tidak
hanya menggunakan satu jenis aliran saja, tetapi juga menggunakan aliran dari
aliran pemotong dan aliran konstan. Selain nosel utama, aliran pemotong, aliran
konstan maupun nosel pendukung, aliran udara bertekanan juga menggunakan
selang. Untuk mengetahui penggunaan ukuran selang pada aliran pemotong, dapat
menggunakan pada Tabel 4.8 yang menunjukkan ukuran penampang selang untuk
aliran pemotong. Selain itu untuk mengetahui persamaan aliran udara bertekanan
untuk aliran pemotong yang terjadi di berbagai jenis ukuran luas penampang dapat
dilihat pada Tabel 4.9 yang menunjukkan persamaan matematis untuk aliran
pemotong.
69
Tabel 4.8 Ukuran penampang selang untuk aliran pemotong.
Diameter Luas Penampang
luar Dalam
in mm mm mm² m²
posisi
3/8 9,525 7,3 41,83 41,83 x 10-5 1
1/4 6,35 4,7 17,53 17,53 x 10-5 2
5/16 8 6 28,27 2,83 x 10-5 3
4 12,57 1,26 x 10-5 4
Tabel 4.9 Persamaan matematis untuk aliran pemotong
posisi 1 2 3 4
Diameter Øi (m) 7,3 4,7 6 4
Luas penampang A
( ), (m) 510−×4,18 1,75 2,83 1,26
Kec.aliran v
(m/detik) 0,31v4 0,73v4 0,45 v4 v4
Tekanan P (Pa) P1241 22,0 vP ρ− 2
41 165,0 vP ρ−243 4,0 vP ρ−
Pada Tabel 4.9, bagian kecepatan aliran dan tekanan terdapat beberapa
persamaan. Persamaan tersebut diturunkan dari persamaan kontinuitas dan
persamaan Bernoulli. Persamaan kontinuitas untuk persoalan ini akan dijabarkan
untuk menjelaskan kecepatan aliran di berbagai posisi dan untuk lebih
70
memperjelas dalam pembahasan, kita akan merumuskan dalam bentuk
metematika yang dapat di lihat di bawah ini.
4433 AvAv =
43
43 v
AA
v =⇔
41083,2 51026,1 5
vx
x ×−
−=
445,0 v=
3322 AvAv =
32
32 v
AA
v =⇔
45
5
45,01075,11083,2 v
xx
×= −
−
473,0 v=
2211 AvAv =
21
21 v
AAv =⇔
45
5
73,01018,41075,1 v
xx
×= −
−
431,0 v=
71
Untuk melakukan perhitungan berkenaan dengan tekanan pada kotak
regulator akan digunakan persamaan Bernoulli dengan mengasumsikan tidak
terdapat perbedaan ketinggian atau z1=z2=z3=z4=0
211
222 2
12
1 vPvP ρρ +=+
[ ]22
2112 2
12
1 vvPP ρρ −+=⇔
( )[ ]22
211 2
1 vvP −+= ρ
( )[ ]24
224
21 73,031,02
1 vvP −+= ρ
( )[ ]22241 73,0031,02
1 −+= vP ρ
[ ]241 22,0 vP ρ−+=
241 22,0 vP ρ−=
222
233 2
12
1 vPvP ρρ +=+
[ ]23
2223 2
12
1 vvPP ρρ −+=⇔
( )[ ]23
222 2
1 vvP −+= ρ
( )[ ]24
224
22 45,073,02
1 vvP −+= ρ
( )[ ]22242 45,073,02
1 −+= vP ρ
[ ]242 165,0 vP ρ−+=
242 165,0 vP ρ−=
72
233
244 2
12
1 vPvP ρρ +=+
[ ]24
2334 2
12
1 vvPP ρρ −+=⇔
( )[ ]24
233 2
1 vvP −+= ρ
( )[ ]24
224
23 145,02
1 vvP −+= ρ
( )[ ]22243 145,02
1 −+= vP ρ
[ ]243 4,0 vP ρ−+=
243 4,0 vP ρ−=
Pada perhitungan untuk nosel utama kecepatan awal penembakan pada
diperoleh hasil 54,28 m/detik. Jika kecepatan tersebut dipergunakan untuk
melakukan perhitungan pada aliran pemotong akan diperoleh beberapa hasil yaitu:
Aliran pemotong memiliki waktu kerja pada sudut 350° sampai sudut 30°
sehingga lama waktu tembak untuk aliran pemotong ini adalah sebesar 40°.
Dengan demikian, dengan menggunakan kecepatan putaran mesin yang sama,
akan diperoleh lama penembakan dalam satuan waktu.
( ) Tt blowcutting ×=o
o
360
40
092,0360
40×=
o
odetik
detik 0102,0=
73
Dengan mengalikan nilai dari kecepatan yang telah diperoleh sebelumnya
dan waktu kerja dari aliran pemotong, akan diperoleh jarak tempuh yang
dihasilkan oleh aliran pemotong tersebut.
m/detik 28,54=S 0102,0× detik
m 55,0=
Dari kedua hasil yang telah diperoleh diatas, dapat diambil kesimpulan
bahwa jika perhitungan untuk aliran pemotong menggunakan kecepatan yang
sama dengan perhitungan untuk nosel utama dapat dipastikan akan terjadi banyak
pemborosan udara bertekanan. Untuk perhitungan aliran pemotong ini, jarak
tempuh yang dipergunakan hanya 0,025m atau 2,5cm, dengan demikian kecepatan
yang diperlukan akan jauh perbedaannya.
( )
( )blowcutting
blowcutting
ts
v =
0102,0025,0
= m/detik
45,2= m/detik
Dengan memperoleh kecepatan v diatas, maka dapat melengkapi Tabel 4.9
Persamaan matematis untuk aliran pemotong pada kecepatan aliran di berbagai
74
ukuran luas penampang, tetapi sebelum itu, perhutingan akan dilanjutkan untuk
persamaan Bernoulli.
Dari data yang tertera pada Tabel 4.1, tekanan yang diatur oleh kotak
regulator untuk aliran pemotong adalah 1 bag.g atau 1 bar terukur dan bila angka
tersebut diubah dalam satuan Metris (SI) akan menjadi Pa. Dalam
perhitungan, tekanan terukur tersebut harus dijadikan tekanan absolut dan akan
menjadi Pa, sebab untuk memperoleh tekanan absolut, tekanan terukur
yang mempunyai satuan dalam Pa akan selalu dijumlahkan dengan Pa.
Untuk lebih jelasnya, dibawah ini akan dijelaskan maksud dari keterangan diatas
5101×
5102×
5101×
Tekanan absolut (Pa abs) = tekanan terukur (Pa ukur) + Pa 5101×
= Pa + Pa 5101× 5101×
= Pa 5102×
Pada Tabel 4.9, luas penampang A yang mempunyai nilai 1,75×10-5m,
pada tekanan P terdapat persamaan . Dengan memasukkan nilai dari
kerapatan udara pada tabel 4.2 dan hasil perhitungan kecepatan untuk aliran
pemotong yang telah diperoleh, maka akan diperoleh sebuah nilai yang dimana
nilai tersebut akan menjadi nilai tekanan yang berada pada luas penampang
1,75×10
241 22,0 vP ρ−
-5
75
241 22,0 vP ρ−⇔
Pa 5102×⇔ 175,122,0 ×− kg/m3 × 2,45 m/detik
Pa atau Pa 199998⇔ 51099,1 ×
Tabel 4.9 Persamaan matematis untuk aliran pemotong yang telah
dituliskan diatas akan di lengkapi pada bagian kecepatan aliran dan tekanan, dan
tabel hasil dari perhitungan tersebut dapat dilihat pada Tabel 4.10 Perhitungan
matematis untuk aliran pemotong.
Tabel 4.10 Perhitungan matematis untuk aliran pemotong.
posisi 1 2 3 4
Diameter Øi (m) 7,3 4,7 6 4
Luas penampang A
( ), (m)510−×4,18 1,75 2,83 1,26
Kec.aliran v
(m/detik)0,756 1,7885 1,1025 2,45
Tekanan P (Pa)5102×
51099,1 × 51098,1 × 51097,1 ×
Dari nilai-nilai yang tertara pada tabel 4.10 diatas terlihat meskipun
kecepatan aliran yang mengalami perubahan drastis tetapi tekanan dari kotak
regulator menuju ke aliran pemotong tidak mengalami banyak perubahan bahkan
dapat dianggap tidak ada perubahan tekanan di setiap perubahan luas penampang.
76
Dari hasil perhitungan pada tabel 4.10 diatas, dapat diperoleh pula debit aliran
yang ada di dalam sistem untuk katup aliran pemotong tersebut.
ν×= AQ
m51018,4 −×= 2 × 0,76 m/detik
m51017,3 −×= 3/detik
Dari tabel yang sama pula juga dapat diperoleh daya yang digunakan untuk aliran
pemotong.
QPW ×=
Pa m/ detik 51099,1 ×= 51017,3 −××
31,6= watt
BAB V
HASIL dan PEMBAHASAN
Penelitan yang dilakukan pada salah satu mesin tenun “Tsudakoma ZA
205i” tipe Air Jet Loom telah diperoleh beberapa hasil. Data penelitian yang
diperoleh di lapangan juga telah dilakukan perhitungan ulang pada Bab IV. Dari
penghitungan tersebut telah diperoleh beberapa hasil yaitu mengenai waktu,
kecepatan., penurunan benang, debit udara dan daya yang digunakan dalam mesin
tenun selama melakukan proses kerja. Pada bab ini, hasil perhitungan pada Bab
IV akan di ringkas dan dilakukan pembahasan.
5.1 Putaran mesin
Pada Bab IV diperoleh hasil berupa waktu atau periode T yaitu 0,092
detik. Maksud dari nilai tersebut adalah dengan menggunakan putaran mesin 650
rpm, berarti untuk melakukan satu (1) kali putaran mesin diperlukan waktu
sebanyak 0,092 detik. Nilai ini juga dapat diartikan bahwa untuk melakukan 360°
atau satu (1) kali putaran crank angle diperlukan waktu sebanyak 0,092 detik.
Nilai ini juga sangat diperlukan dalam melakukan konversi angka-angka dalam
bentuk sudut manjadi bentuk satuan waktu (detik).
5.2 Kecepatan benang setelah ditembakkan
Benang pakan yang ditembakkan dari nosel utama menuju ke nosel
pemotong membutuhkan waktu selama 0,035 detik. Nilai ini lebih kecil
77
78
dibandingkan periode selama satu putaran mesin (0,092 detik), sebab waktu yang
diperlukan untuk melakukan menembakkan benang pakan (dalam sudut) hanya
antara sudut 95° sampai 235°. Dari data jarak tempuh benang pakan (1,9m) dan
waktu yang dibutuhkan (0,035 detik) untuk melakukan tembakkan tersebut,
diperoleh pula kecepatan benang pakan sewaktu ditembakkan yaitu 54,28 m/detik.
Nilai kecepatan benang pakan ini akan digunakan untuk mengasumsikan
kecepatan udara bertekanan yang ditembakkan adalah sama dengan kecepatan
benang pakan itu sendiri. Kecepatan udara bertekanan ini selalu sama disetiap titik
disepanjang sisir untuk menganyam karena disepanjang sisir yang digunakan
terdapat nosel pendukung yang berfungsi untuk mempertahankan kecepatan dari
benang pakan. Selain itu nosel pendukung juga berguna untuk menjaga agar
benang pakan tetap pada jalurnya.
5.3 Penurunan benang
Pada sub bab 5.2 menyatakan bahwa kecepatan udara bertekanan di
sepanjang lintasan sisir adalah sama. Pernyataan tersebut benar jika di sepanjang
lintasan sisir terdapat sejumlah nosel pendukung yang berguna untuk membantu
dalam penganyaman, tetapi jika dalam penganyaman benang menjadi kain tidak
menggunakan udara bertekanan dari nosel pendukung dapat dipastikan, benang
pakan yang di tembakkan akan mengalami penurunan. Dalam Bab IV telah
dihitung penurunan benang pakan sepanjang 1,9 m dan hasil dari perhitungan
tersebut juga dituangkan dalam bentuk tabel dan gambar grafik yaitu Tabel 4.4
Penurunan benang pakan terhadap jarak tempuh dan waktu yang dipergunakan
79
dan Gambar 4.3 Grafik penurunan benang pakan . Untuk tidak menyita waktu,
akan ditampilkan kembali Tabel 4.4 dan Gambar 4.3 sebagai berikut ini:
Tabel 4.4 Penurunan benang pakan terhadap jarak tempuh dan
waktu yang dipergunakan
Jarak tempuh terhadap
main nozzle (m)
Waktu yang
digunakan (s)
Penurunan benang
pakan (m)
0 0 0
0,1 0,0018 -1,59x10-5
1,9 0,036 -6,36 x10-3
-0,007
-0,006
-0,005
-0,004
-0,003
-0,002
-0,001
00 0,2 0,4 0,6 0,8
0,95 1,1 1,3 1,5 1,7 1,9
jarak tempuh (m)
penu
runa
n be
nang
pak
an (m
)
Gambar 4.3 Grafik penurunan benang pakan
Dari Tabel 4.4 diatas terlihat bahwa sepanjang jarak tempuh 1,9 m, benang
pakan hanya mengalami penurunan sejauh 6,36 x10-3 m atau 6 cm. Secara teori,
dengan kecapatan yang telah diperoleh yaitu sebesar 54,28 m/detik tanpa
80
mempergunakan nosel pendukung proses penganyaman dapat terjadi, akan tetapi
dalam kenyataan, dengan hanya menggunakan kecepatan 54,28 m/detik tanpa
menggunakan peran serta nosel pendukung, proses penganyaman tidak akan
terjadi karena sisir pada mesin tenun yang selalu bergerak maju dan mundur.
Selain itu juga diperlukan peran serta nosel pendukung yang bertujuan untuk
menahan agar benang pakan tidak keluar dari jalur dan untuk mempertahankan
agar kecapatan benang pakan tetap di sepanjang lintasan.
5.4 Nosel utama
Bab IV pada bagian nosel utama telah di peroleh beberapa hasil dalam
bentuk tabel persamaan, dan tabel hasil perhitungan. Tabel-tabel tersebut
bertujuan untuk mempermudah pembaca dalam melihat hasil perhitungan dan
pada bab ini akan di tampilkan kembali Tabel 4.6 dan Tabel 4.7 berikut ini:
Tabel 4.6 Persamaan matematis untuk nosel utama
Posisi 1 2 3 4
Diameter Øi (mm) 10 10 6 4
Luas penampang A
( ), (m510−× 2) 7,85 7,85 2,83 1,26
Kec.aliran v
(m/detik) 0,16v4 0,16v4 0,45 v4 v4
Tekanan (Pa) P1 P1=P2 P2 -0,09ρ 24v P3 -0,398ρ 2
4v
81
Tabel 4.7 Perhitungan matematis untuk nosel utama
Posisi 1 2 3 4
Diameter Øi (mm) 10 10 6 4
Luas penampang A
( ), (m510−× 2)7,85 7,85 2,83 1,26
Kec.aliran v
(m/detik)8,68 8,68 24,43 54,28
Tekanan P (Pa)5105×
5105×
51099,4 × 51098,4 ×
Pada Tabel 4.7 diatas, nilai yang terdapat pada kecepatan aliran setiap
indeks mengalami perubaan yang cukup banyak. Nilai ini dipengaruhi oleh luas
penampang yang berbeda bada pula. Meskipan nilai kecapatan aliran di setiap
indeks banyak mengalami perubahan, berbeda pada bagian tekanan. Pada bagian
takanan hanya mengalami sedikit sekali perubahan di setiap indeksnya. Dengan
perubahan yang hanya, dengan kata lain bahwa tekanan pada jalur nosel utama ini
adalah sama meski di berbagai luas penampang yang berbeda.
Dari hasil perhitungan debit udara bertekanan dan daya yang digunakan
pada Bab IV terdapat dua nilai yang sangat berbeda. Dengan membuang udara
bertekanan sebanyak 6,84 ×10-4 m3/detik ternyata membutuhkan daya yang
cukup besar yaitu 340,63 watt. Meskipun menggunakan daya yang cukup basar,
akan tetapi juga menghasilkan kecepatan yang tinggi pula. Selain itu daya yang
besar ini hanya berlangsung dalam waktu yang sangat singkat.
82
5.5 Aliran pemotong
Sama halnya dengan nosel utama, hasil dari perhitungan aliran aliran
pemotong dibuat dalam bentuk tabel. Pada Bab IV, tabel hasil perhitungan ini
terdapat pada Tabel 4.10 Perhitungan matematis untuk aliran pemotong dan untuk
mempermudah pembaca dalam mengamati, akan ditampilkan kembali tabel
tersebut berikut ini:
Tabel 4.10 Perhitungan matematis untuk aliran pemotong
Posisi 1 2 3 4
Diameter Øi (m) 7,3 4,7 6 4
Luas penampang A
( ), (m)510−×4,18 1,75 2,83 1,26
Kec.aliran v
(m/detik)0,756 1,7885 1,1025 2,45
Tekanan P (Pa)5102×
51099,1 × 51098,1 × 51097,1 ×
Hasil dari perhitungan aliran pemotong ini mempunyai pola yang sama
dengan nosel utama yaitu kecepatan aliran semakin menurun ketika luas
penampang yang dilalui udara bertekanan semakin besar dan begitu pula dengan
sebaliknya, kecepatan aliran akan semakin bertambah ketika luas penampang
yang dilalui udara bertekanan semakin kecil. Meski pada kecepatan aliran banyak
terjadi perubahan pada hasil perhitungan, tetapi takanan yang terdapat pada jalur
83
aliran pemotong dapat dikatakan sama. Ini terjadi dikarenakan rapat massa ρ
udara yang kecil yaitu 1,175 kg/m3.
Selain Tabel 4.10 yang ditampilkan diatas, terdapat pula hasil perhitungan
pada Bab IV mengenai debit dan daya. Untuk melakukan tembakkan
menggunakan aliran pemotong dibutuhkan debit udara sebanyak 3,17×10-5
m3/detik, tetapi untuk membuang udara sebanyak itu di butuhkan daya sebesar
6,31watt dan nilai ini senilai dengan dua buah baterai.
BAB VI
KESIMPULAN dan SARAN
6.1 Kesimpulan
Dari hasil penelitian pada mesin tenun “TSUDAKOMA ZA 205i” Tipe
Air Jet Loom dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut:
1. Udara bertekanan dari kompressor dan dikondisikan kembali di
kotak regulator.
a. Untuk aliran nosel utama, keluar dari kotak regulator, aliran
udara akan ditampung di tangki. Keluar dari tangki, aliran
udara akan melewati solenoid untuk diatur waktu kerjanya.
Setelah itu, aliran udara dialirkan menuju nosel utama yang
digunakan untuk melakukan tembakkan.
b. Untuk aliran pemotong, keluar dari kotak regulator, aliran
udara akan menuju solenoid untuk diatur waktu kerjanya.
Setelah itu, aliran udara dialirkan menuju nosel utama yang
digunakan untuk melakukan tembakkan untuk pemotongan.
2. Kecepatan aliran udara untuk nosel utama diperoleh sebesar 54,28
m/detik dan untuk memperoleh kecepatan tersebut dibutuhkan
debit sebesar 6,84×10-4 m3/detik serta daya yang digunakan adalah
sebesar 340,63watt.
3. Kecepatan aliran udara untuk aliran pemotong diperoleh sebesar
2,45 m/detik dan untuk memperoleh kecepatan tersebut dibutuhkan
84
85
debit sebesar 3,17×10-5 m3/detik serta daya yang digunakan adalah
sebesar 6,31watt.
4. Tekanan udara pada ujung nosel untuk aliran nosel utama sebasar
4,98×105 sedangkan tekanan awal pada kotak regulator sebasar
5×105. Dari hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa takanan dari
kotak regulator sampai ke ujung nosel utama hanya terjadi sedikit
penurunan tekanan.
5. Tekanan udara pada ujung nosel untuk aliran pemotong sebasar
1,97×105 sedangkan tekanan awal pada kotak regulator sebesar
2×105. Dari hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa tekanan dari
kotak regulator sampai ke ujung nosel utama hanya terjadi sedikit
penurunan tekanan.
6.2 Saran
Bagi pembaca yang tertarik untuk melakukan penelitian ini lebih lanjut
diharapkan pada saat pengambilan data, peneliti aktif dan mandiri dalam mencari
informasi dalam bentuk apapan juga, sebab di dalam lingkungan industri semua
orang sibuk dengan perkerjaannya masing-masing.
DAFTAR PUSTAKA
Sears,F.W., Zemansky,M.W., 1960, College Physics, Third Edition, Addison-
Wesley Publishing Company, Inc., Massachusetts, U.S.A.
Budikase, E., Kertiasa,N, 2003, Fisika 2 untuk Sekolah Menengah Atas Kelas 11,
Balai Pustaka, Jakarta.
Giles, R.V., 1986, Teori dan Soal-soal Mekanika Fluida dan Hidraulika , Edisi
Kedua, Penerbit Erlangga, Jakarta.
Sugihartono, 1985, Dasar-dasar Kontrol Pneumatik, Penerbit Tarsito, Bandung.
Krist,T., 1993, Dasar-Dasar Pneumatik, Prinsip Dasar – Perhitungan -
Komponen - Pelaksanaan, Alih Bahasa, Dines Ginting, Penerbit Erlangga,
Jakarta.
Leksono, Y.N., Tiatira,D.T., 2002, Compressor Atlas CopcoZR 315 VSD di
Departemen Weaving AJL I, Laporan Kerja Praktek, Universitas Kristen
Satya Wacana, Salatiga
86
L A M P I R A N
87
88
Gambar L1. Simbol katup pneumatik
Lambang Keterangan
Saluran pengisian, saluran kerja
Saluran pengendali
Saluran pengendali
Saluran pengendali
Saluran fleksibel selang, pipa spiral
Biasanya dihubungkan dengan unsur yang
dapat bergerak
Hubungan dilas, disolder, disekrup.
Saluran tidak saling terhubung
Gambar L2. Simbol saluran pneumatik
89
Lambang Keterangan Lambang Keterangan
Pengatura aliran volume
Sakelar elektronik
Pengatur tekanan
Salelar tekanan kontak
Pengatur aliran volume
Sakelar aliran
Pengatur suhu
Pengatur tekanan
diferensial
Gambar L3. Simbol alat ukur dalam instalasi pneumatik
Gambar L4. Simbol kompressor dan motor pneumatik
90
Gambar L5. Simbol silinder pneumatik
Gambar L6. Simbol kontrol katup pengarah dari pneumatik
91
Lambang Keterangan
Katup check tanpa pegas
Katup check dengan pegas
Katup bola
Katup dua tekanan (belum distandarisasikan)
Gambar L7. Simbol katup non balik pneumatik
Lambang Keterangan
Katup pengatur tekanan dengan lubang keluar dapat disetel
Katup pembatas tekanan, dapat disetel
Katup pengatur tanpa lubang keluar dapat disetel
Gambar L8. Simbol kontrol tekan pneumatik
Lambang Keterangan
Katup hambat dengan batasan konstan
Katup hambat, dapat disetel
Gambar L9. Simbol pengontrol aliran pneumatik
92
Lambang Keterangan
Katup buang cepat
Peredam
Pemisah air, dioperasikan secara manual
Filter dengan pemisah air otomatis
Pengering udara
Pelumas
Saringan, katup pengatur tekanan, pengukur
tekanan, pelumas yang menjadi satu
Saringan, katup pengatur tekanan, pengukur
tekanan, pelumas dengan gambar yang
disederhanakan
Gambar L10. Simbol-simbol bagan berbagai komponen pneumatik
93
Gambar L11. Simbol-simbol bagan untuk metode pelayanan katup pneumatik