Sistem Panas Bumi Wayang Windu
-
Upload
shisil-fitriana -
Category
Documents
-
view
263 -
download
56
description
Transcript of Sistem Panas Bumi Wayang Windu
TUGAS TERSTRUKTUR II
GEOLOGI PANAS BUMI
‘’WAYANG WINDU’’
Oleh:
1. Deni Rachman (H1F012007)
2. Dalfa Fatihatussalimah (H1F012008)
3. Satrio Budi Harjo (H1F012009)
4. Erzandy Eka Putra (H1F012010)
5. Shisil Fitriana (H1F012013)
KEMENTRIAN RISET DAN TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI
UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
FAKULTAS TEKNIK
JURUSAN TEKNIK GEOLOGI
PURBALINGGA
2015
Geologi
A. Fisiografi Jawa Barat
Wilayah Jawa Barat berdasarkan atas kenampakan reliefnya, Bemmelen
(1949) membagi enam zona fisiografi, yaitu zona dataran aluvial bagian utara,
zona antiklinorium Bogor, zona kubah dan pegunungan pada depresi tengah, zona
depresi tengah, zona gunungapi Kuarter, dan zona pegunungan selatan.
Berdasarkan atas pembagian zona fisiografi daerah Jawa Barat, maka daerah
Wayang Windu termasuk ke dalam zona gunungapi Kuarter. Lebih lanjut
klasifikasi fisiografi yang dibuat Ipranta dkk. (2010) membagi bentuk-bentuk
fisiografi di Indonesia berdasarkan atas kenampakan morfologi, batuan atau
litologi, dan asal mula kejadian. Ipranta dkk. (2010) membagi daerah Jawa Barat
menjadi tiga zona yaitu Zona dataran rendah, Zona perbukitan, dan Zona
pegunungan, seperti diperlihatkan pada Gambar III.1. Jawa barat bagian utara
merupakan zona dataran rendah berupa dataran pantai. Jawa barat bagian tengah
merupakan zona perbukitan berupa perbukitan rendah dan daerah pegunungan
berupa pegunungan berkerucut. Sedangkan Jawa barat bagian selatan merupakan
zona perbukitan berupa perbukitan tinggi. Daerah Wayang Windu yang terletak di
sekitar daerah Gunung Malabar berada pada zona pegunungan berkerucut
(Gambar III.1). Dam (1994) menyatakan bahwa vulkanik Kuarter menutupi
vulkanik Miosen–Pliosen dan Kompleks batuan Paleogen-Miosen Awal di daerah
tersebut, seperti diperlihatkan pada Gambar III.2.
Gunung Malabar membatasi zona Bandung dengan Pegunungan Selatan Jawa
Barat, dimana Gunung Malabar menutupi bagian utara Pangalengan (bagian
tengah dari Pegunungan Selatan Jawa Barat) dan mengubur sesar diantara Plato
Pangalengan (1.400 m dpl) dengan Plato Bandung (700 m dpl). Sedangkan
berdasarkan morfologinya, lapangan panasbumi Wayang Windu terletak di
dataran tinggi Pangalengan dengan ketinggian antara 1.400 m hingga 2.180 m dpl,
yang dicirikan oleh morfologi berupa perbukitan terjal yang merupakan aliran dan
kubah lava, perbukitan bergelombang dan sebagian daerah dataran tinggi, seperti
diperlihatkan pada Gambar III.3 dan Gambar III.4.
Bronto dkk. (2006) membagi satuan batuan gunungapi di daerah Bandung
Selatann berdasarkan atas sumber asal erupsi gunungapi menjadi sembilan satuan
batuan ditambah satuan batuan Piroklastik Pangalengan dan Endapan Aluvium.
Seluruh satuan batuan dan endapan tersebut menumpang di atas batuan gunungapi
Miosen (12,0 ± 0,1 juta tahun yang lalu) yang berada di bawah permukaan.
Stratigrafi daerah penelitian (Gunung Wayang Windu dan sekitarnya) mengacu
kepada Bronto dkk (2006) ditunjukkan pada Gambar III.5 sebagai berikut:
1. Satuan Batuan Gunungapi Windu (WiV), tersusun atas litologi andesit
horblenda dan batuan ubahan hidrotermal.
2. Satuan Batuan Gunungapi Bedil (BdV), tersusun atas litologi andesit
horblenda dan batuan ubahan hidrotermal.
3. Satuan Batuan Gunungapi Malabar (MV), tersusun atas litologi basal-
andesit basal.
4. Satuan Batuan Gunungapi Wayang (WaV), tersusun atas litologi andesit
horblenda dan batuan ubahan hidrotermal.
5. Satuan Batuan Piroklastik Pangalengan (PV), tersusun atas litologi aliran
lava basal dan batuan piroklastik mengalami ubahan hidrotermal.
6. Satuan Batuan Gunungapi Kendang (GKV), tersusun atas litologi andesit-
andesit basal.
7. Satuan Batuan Gunungapi Kuda (KV), tersusun atas litologi andesit basal
piroksen.
8. Satuan Batuan Gunungapi Tilu-Lamajan (TLV), tersusun atas litologi aliran
lava basalt.
B. Struktur Jawa Barat
Berdasarkan analisis citra landsat, Bronto dkk. (2006) menyatakan bahwa
kelurusan pada umumnya berarah tenggara – baratlaut dan timur tenggara – barat
baratlaut, seperti dapat dilihat pada Gambar III.5. Kelurusan yang diyakini sebagai
sesar memotong Kaldera Malabar mengakibatkan bentuk perbukitan terpotong-
potong dan membentuk gawir di sekitar Pasir Panjang.
Pola struktur geologi yang berkembang di Jawa Barat mempunyai tiga arah utama
(Pulunggono dan Martodjojo, 1994 dalam Gambar III.6), yaitu:
1. Arah Meratus, berarah timurlaut - baratdaya yang diwakili oleh sesar
Cimandiri, sesar naik Rajamandala serta sesar lainnya di daerah Purwakarta,
mengikuti pola busur umur Kapur yang menerus ke Pegunungan Meratus di
Kalimantan.
2. Arah Sumatera, berarah baratlaut – tenggara yang diwaklili oleh Sesar Baribis,
sesar-sesar di lembah Cimandiri dan Gunung Walat.
3. Arah utara – selatan, kelurusan Ciletuh – Pulau Seribu, pola utama di daerah
paparan Sunda, lepas pantai utara Jawa Barat. Gambar III.6. Peta struktur
geologi regional daerah Jawa Barat (Pulunggono dan Martodjojo, 1994).
Daerah penelitian masuk ke dalam busur magmatik yang dipresentasikan
oleh barisan gunungapi aktif sepanjang sumbu Pulau Jawa. Struktur geologi yang
berkembang di daerah ini diperkirakan berasal dari tegasan berarah utara – selatan
yang dihasilkan oleh proses subduksi Lempeng Samudra Hindia dengan Lempeng
Benua Eurasia (Alzwar dkk., 1992). Gunung Malabar terletak pada busur Kuarter
Sunda yang terbentuk sebagai hasil subduksi kedua lempeng tersebut. Gunung
Malabar merupakan Gunungapi Kuarter yang terletak pada batas selatan.
C. Stratigrafi Daerah Penelitian
Peta geologi yang dibuat oleh Sudarman dkk. (1986) pada Gambar III.7
memperlihatkan bahwa litologi daerah lapangan panasbumi Wayang Windu
terdiri atas unit (satuan) sebagai berikut: Wayang-Windu, Malabar, Kendang,
Kencana serta batuan teralterasi secara intensif yang terbentuk di sekitar Gunung
Wayang Windu. Unit Wayang-Windu merupakan sebuah kubah lava andesit. Unit
Malabar dan Unit Kendang tersusun atas lava andesit, breksi andesitik dan tuf.
Sedangkan Unit Kencana tersusun atas lava andesit piroksen, breksi vulkanik dan
breksi laharik.
Jika disebandingkan dengan peta geologi regional lembar Garut dan
Pameungpeuk (Alzwar dkk., 1992), maka Unit Kencana diinterpretasikan
ekivalen dengan satuan Andesit Waringin-Bedil, Malabar Tua (Qwb) berumur
Pleistosen Awal serta satuan lava Kencana (Qkl) dan lava Huyung (Qhl) yang
berumur Pleistosen Akhir. Unit Kendang ekivalen dengan satuan batuan Gunung
Api Guntur-Pangkalan dan Kendang (Qgpk) berumur Pleistosen Awal. Unit
Malabar ekivalen dengan satuan batuan gunung api Malabar-Tilu (Qmt) berumur
Pleistosen Akhir dan endapan rempah lepas gunung api tua tak teruraikan (Qopu).
Unit Wayang-Windu ekivalen dengan batuan gunung api muda (Qyw) berumur
Holosen. Runtutan stratigrafi produk-produk erupsi gunung api ditampilkan dalam
Tabel III.1. Kolom Stratigrafi Daerah Penelitian.
D. Stratigrafi Daerah Penelitian
Lapangan panas bumi Wayang-Windu terletak di dalam zona vulkanik aktif
berumur Kuarter. Sistem panasbumi ini terletak pada batuan berumur Pleistosen
dengan kisaran umur antara 1,0 – 0,147 juta tahun yang lalu (jtl). Pada periode
tersebut terdapat dua pusat gunungapi aktif, yaitu komplek gunungapi Malabar
dan kubah lava Wayang Windu. Keduanya menghasilkan endapan lava yang
relatif lebih muda (147.000 tahun yang lalu). Kemudian lava tersebut tertutupi
oleh endapan sedimen yang lebih muda dan produk vulkanik epiklastik yang
mengisi daerah lembah Wayang-Windu kurang dari 50.000 tahun yang lalu
(Ganda dkk., 1992). Perselingan antara breksi-tuf dengan aliran lava merupakan
perlapisan penciri umur Pleistosen. Beberapa retas yang hadir pada zona dangkal
telah memotong batuan di permukaan yang berkaitan dengan perkembangan
kubah lava Wayang-Windu (Ganda dkk., 1992). Bogie dan Mackenzie (1998)
menggunakan konsep fasies vulkanik tersebut untuk menjelaskan hubungan antara
formasi di daerah Wayang Windu (Gambar III.8).
Aplikasi fasies vulkanik tersebut didasarkan kepada data geologi yang berasal
dari inti bor dan serbuk bor dari 22 sumur produksi dan injeksi, serta empat sumur
slimhole, ditambah dengan data geokimia dan dating K-Ar dari batuan lava segar
dan data resistivity image Schlumberger FMI dan FMS. Terdapat lima formasi
yang dapat dikenali berdasarkan batas formasi yang diwakili oleh perubahan yang
tegas pada fasies vulkanik dan/atau ketidakselarasan menyudut. Lapangan
panasbumi Wayang Windu termasuk ke dalam Formasi Wayang Windu,
merupakan formasi yang tersusun atas lava termuda yang mudah dibedakan
dengan formasi lainnya karena terdapat xenokris kuarsa. Formasi Wayang Windu
ini tersingkap di permukaan berupa sebuah punggungan berarah utara – selatan
dari pusat-pusat vulkanik kecil. Formasi tersebut terdiri atas andesit kuarsa yang
menutupi tuf kristal andesit kuarsa. Pusat- pusat erupsi utama berdasarkan dating
K-Ar masing-masing adalah Gunung Bedil (0,18 jtl), Gunung Wayang (0,49 jtl)
dan Gunung Windu (0,10 jtl). Di bagian utara daerah penelitian dijumpai Formasi
Malabar, berupa gradasi antara fasies proksimal yang terletak di lereng selatan
Gunung Malabar, dimana aliran lava mendominasi dan kubah parasit dari Gunung
Gambung dengan komposisi dasit yang merupakan fasies medial. Formasi
Malabar tersebut terdiri dari perselingan lava, breksi dan lahar yang berkomposisi
andesit-basaltik hingga dasitik. Lava memiliki fenokris berupa plagioklas, augit,
hipersten dan magnetik; dan andesit- basaltik mengandung olivin; sedangkan dasit
memiliki fenokris berupa hornblenda dan kuarsa. Pengukuran umur batuan
menggunakan K-Ar menunjukkan bahwa Formasi Malabar berumur 0,23 ± 0,03
jtl (Bogie dan Mackenzie, 1998; Gambar III.8).
E. Struktur Geologi Daerah Penelitian
Pola struktur geologi pada daerah penelitian diperlihatkan pada Gambar III.9,
secara umum didominasi oleh kelurusan berarah baratdaya – timurlaut berupa
struktur sesar mendatar menganan dan kelurusan dengan arah baratlaut – tenggara
yang pada umumnya berupa struktur sesar mendatar mengiri (Alzwar dkk., 1992).
Sedangkan data head-on resistivity mengindikasikan terdapat bidang sesar normal
berarah timurlaut – baratdaya dengan jurus U 2010 T dan kemiringan sekitar 700
(Sudarman dkk., 1986). Selain itu, aktifitas volkanisme dari komplek vulkanik
Gunung Malabar, Gunung Gambung, Gunung Bedil, Gunung Wayang dan
Gunung Windu juga mempengaruhi pola struktur di daerah ini. Pada bagian
tenggara Pangalengan terdapat dataran tinggi Ranca Gede dan kerucut-kerucut
vulkanik Wayang Windu. Gunung Wayang dan Gunung Windu masing-masing
mempunyai ketinggian 2.182 m dan 2.054 mdpl, dan kedua puncak kerucut
terpisah dalam jarak sekitar 1,6 km (Gambar III.9). Kedua gunung tersebut
termasuk dalam tipe B (dimasa lampau pernah aktif), dengan sisa keaktifannya
adalah berupa kawah dan hembusan solfatara dan fumarol.
Gambar III.9. Peta struktur geologi daerah Wayang Windu (Alzwar dkk., 1992)
dan lokasi manifestasi permukaan.
Sistem Panas Bumi
A. Batuan Reservoir
DAS Cisangkuy yang terletak pada litologi batuan beku (andesit dan
basalt) mempunyai nilai densitas rata-rata rekahan yang lebih tinggi (5,3
m/m2). Sedangkan dua DAS lainnya yang terletak pada litologi batuan
sedimen (batupasir dan batulempung) memiliki densitas rekahan masing-
masing 4,1 m/m2 untuk DAS Cilaki dan sebesar 3,1 m/m2 untuk DAS
Citarum.
B. Batuan Penutup
Batuan penutup pada daerah Wayang Windu berupa lava yang terdiri
dari andesit dan basalt.
C. Sumber Panas
Terdapat tiga zona yang diperkirakan sebagai daerah resapan untuk
reservoir panasbumi Wayang Windu. Daerah resapan tersebut terletak di
bagian baratlaut (Sungai Cisangkuy), baratdaya (Sungai Cilaki) dan
timurlaut (Sungai Citarum) dari lapangan panasbumi Wayang Windu
D. Kondisi Reservoir
Diinterpretasikan bahwa reservoir lapangan panasbumi Wayang
Windu merupakan tipe transisi antara kondisi dominasi uap dan dominasi
air dengan empat pusat upwelling. Pada umumnya semakin ke arah
selatan semakin berumur lebih muda dan lebih didominasi oleh reservoir
dominasi air, hal ini konsisten dengan umur pusat volkanik. Temperatur
reservoir adalah sekitar 260-325 derajat Celcius yang ditemukan pada
kedalaman 1300 meter hingga 2500 meter.
Tipe reservoir panasbumi dipengaruhi besarnya (persentase) infiltrasi
air meteorik yang meresap. Daerah resapan pada DAS Citarum terletak
paling dekat (berjarak sekitar 3 km) dengan reservoir panasbumi
dominasi uap (di bagian utara), tetapi konstribusi resapan air meteoriknya
paling sedikit. Sebaliknya DAS Cilaki dan DAS Cisangkuy yang terletak
paling jauh (sekitar 5 dan 8 km) mampu meresapkan air meteorik lebih
banyak ke dalam reservoir panasbumi dominasi air yang letaknya di
sebelah selatan.
E. Pola Hidrologi
Model hipotetik yang dibuat oleh Sudarman dkk. (1986)
memperlihatkan bahwa air meteorik sebagian besar berinfiltrasi dari
bagian barat dan barat daya, meliputi daerah Gunung Karancang, Gunung
Kencana dan Gunung Walang. Interpretasi berdasarkan data geokimia air
dari manifestasi dan sumur-sumur pemboran yang dilakukan oleh
Suminar dkk. (2003), Hendrasto dan Hutasoit (2011) menjelaskan adanya
pendugaan arah aliran air yang masuk ke dalam reservoir panasbumi
Wayang Windu, serta terdapat resapan air hangat di bagian utara dan
selatan dan resapan air dingin di bagian barat dari Gunung Bedil.
Wayang Windu telah dilakukan oleh Hutasoit dan Hendrasto (2007).
Penelitian tersebut berdasarkan atas analisis isotop stabil (δ18O dan δ2H)
dari sampel air hujan, mataair panas, mataair dingin, kondensat fumarola
dan fluida dari sumur pemboran panasbumi. Hasil penelitian tersebut
menyimpulkan bahwa terdapat daerah resapan untuk mata air panas yang
berbeda dengan daerah resapan untuk fluida reservoir dan kondensat
fumarol. Daerah resapan untuk mataair panas berada pada kisaran elevasi
1.988 – 2.839 m dari permukaan laut (dpl), sedangkan daerah resapan
untuk fluida reservoir dan kondensat fumarol terletak pada kisaran
elevasi 1.314 – 1.602 mdpl, yang berada di sebelah barat, selatan dan
timur dari area produksi uap lapangan panasbumi Wayang Windu.
F. Manifestasi
Di lapangan Wayang Windu ini ditemukan beberapa manifestasi:
mata air panas
fumarola
steaming ground atau tanah beruap.
Manifestasi ini umumnya keluar melalui struktur geologi yang memiliki
rekahan-rekahan terbuka. Karena berasal dari reservoir, karakteristik kimia
dari manifestasi ini umumnya memiliki korelasi kuat dengan karakteristik
reservoir. Namun demikian, karena adanya kemungkinan pencampuran
(dilution) dengan air tanah dan kondisi sekitarnya, maka tak jarang pula
manifestasi yang keluar tidak bisa lagi mewakili karakteristik reservoir
dengan baik.
DAFTAR PUSTAKA
Anonim .2007. Catatan Kuliah Panasbumi. Retrieved 26 Desember 2007 from
http://taman.blogsome.com/
Dickson Mary H. dan Fanelli Mario. 2004. What is Geothermal Energy? Prepared
on February 2004. From http://iga.igg.cnr.it/index.php
Dwikorianto. Tavip. dan Ciptadi. 2006. Exsplorasi, Exsploitasi & Pengembangan
Panasbumi di Indonesia. Seminar Nasional HM Teknik Geologi UNDIP 2006
Hendrasto, Fajar. 2014. Daerah Resapan Lapangan Panas Bumi Wayang Windu
berdasarkan analisis rekahan dan sistem reservoir panas bumi. Bandung: ITB