sistem operasional bank syariah

39
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia sebagai makhluk hidup mempunyai kebutuhkan yang bersifat fisik dan non fisik. Kebutuhan itu tidak pernah dapat dihentikan selama hidup manusia. Untuk mencapai kebutuhan itu, satu sama lain saling bergantung. Manusia sebagai makhluk sosial tidak mungkin dapat hidup seorang diri. Manusia pasti memerlukan kawan atau orang lain. Oleh karena itu, manusia perlu saling hormat menghormati, tolong menolong dan saling membantu dan tidak boleh saling menghina, menzalimi, dan merugikan orang lain. Setiap orang membutuhkan harta yang ada di tangan orang lain. Hal ini membuat manusia berusaha membuat beragam cara pertukaran, bermula dengan kebiasaan melakukan tukar menukar barang yang disebut barter, berkembang menjadi sebuah sistem jual-beli yang kompleks dan multidimensional. Perkembangan itu terjadi karena semua pihak yang terlibat berasal dari latar belakang yang berbeda, dengan karakter dan pola pemikiran yang bermacam- macam, dengan tingkat pendidikan dan pemahaman yang 1

description

sistem dan mekanisme bank syariah

Transcript of sistem operasional bank syariah

BAB IPENDAHULUAN

A. Latar BelakangManusia sebagai makhluk hidup mempunyai kebutuhkan yang bersifat fisik dan non fisik. Kebutuhan itu tidak pernah dapat dihentikan selama hidup manusia. Untuk mencapai kebutuhan itu, satu sama lain saling bergantung. Manusia sebagai makhluk sosial tidak mungkin dapat hidup seorang diri. Manusia pasti memerlukan kawan atau orang lain. Oleh karena itu, manusia perlu saling hormat menghormati, tolong menolong dan saling membantu dan tidak boleh saling menghina, menzalimi, dan merugikan orang lain. Setiap orang membutuhkan harta yang ada di tangan orang lain. Hal ini membuat manusia berusaha membuat beragam cara pertukaran, bermula dengan kebiasaan melakukan tukar menukar barang yang disebut barter, berkembang menjadi sebuah sistem jual-beli yang kompleks dan multidimensional. Perkembangan itu terjadi karena semua pihak yang terlibat berasal dari latar belakang yang berbeda, dengan karakter dan pola pemikiran yang bermacam-macam, dengan tingkat pendidikan dan pemahaman yang tidak sama. Baik itu pihak pembeli atau penyewa, penjual atau pemberi sewa, yang berutang dan berpiutang, pemberi hadiah atau yang diberi, saksi, sekretaris atau juru tulis, hingga calo, makelar atau broker. Semuanya menjadi majemuk dari berbagai kalangan dengan berbagai latar belakang sosial dan pendidikan yang variatif. Transaksi itu salah satunya dapat dilakukan secara muamalah. Muamalah adalah ajaran Islam yang menyangkut aturan-aturan dalam menata hubungan antar sesama manusia agar tercipta keadilan dan kedamaian dalam kebersamaan hidup manusia. Konsep dasar muamalah dalam Islam dibangun atas suatu asumsi tentang fungsi manusia menurut ajaran Islam sebagai khalifah dimuka bumi, yang bertugas menata kehidupan sebaik mungkin sehingga tercipta kedamaian dalam hidup di tengah perkembangan budaya manusia yang dinamis.Transaksi muamalah semakin lama semakin berkembang sesuai dengan tuntutan zaman. Sarana atau media dan fasilitator dalam melakukan transaksi juga kian hari kian canggih. Sementara komoditi yang diikat dalam satu transaksi juga semakin beragam, mengikuti kebutuhan umat manusia yang semakin konsumtif dan semakin terikat tuntutan zaman yang juga kian berkembang. Segala kegiatan ekonomi dibutuhkan oleh setiap orang termasuk orang muslim karena arti dari kegiatan ekonomi itu sendiri adalah segala kegiatan yang bertujuan untuk memenuhi kebutuhan hidup manusia. Di dalam agama Islam itu sendiri telah diatur segala macam aturan untuk manusia menjalani hidupnya yang dinamakan Syariat. Namun, semakin maju pesat perkembangan zaman sistem Syariat itu sendiri tidak dapat menjawab permasalahan-permasalahan kompleks yang terjadi di zaman sekarang dengan segala macam kecanggihan teknologi dan permasalahan baru yang terus bermunculan. Dari permasalahan yang terus bermunculan maka Fiqh Muamalah inilah yang dijadikan acuan dalam sistem ekonomi Islam yang membahas mengenai konsep transaksi muamalah, di mana maksud dari ekonomi Islam itu sendiri adalah sistem ekonomi yang berlandaskan atas hukum Islam.

B. Rumusan MasalahDari permasalahan di atas, maka dapat ditarik beberapa rumusan masalah :1. Apa yang dimaksud dengan ijaarah?2. Apa yang dimaksud dengan wadiah?3. Apa yang dimaksud dengan syarikah (bagi hasil)?4. Apakah yang dimaksud dengan jual beli?5. Apakah yang dimaksud dengan al-ajr?

C. Tujuan Tujuan penulisan makalah ini, diharapkan dapat menjadi pengantar untuk :1. Mengetahui tentang ijaarah2. Memahami tentang wadiah3. Menguraikan tentang syarikah (bagi hasil)4. Menjelaskan tentang jual beli5. Memberikan penjelasan tentang al-ajr

D. ManfaatSetelah membaca makalah ini diharapkan akan memberikan manfaat diantaranya: 1. Akan mengetahui tentang ijaarah2. Dapat memahami tentang wadiah3. Dapat menguraikan tentang syarikah (bagi hasil)4. Akan dapat menjelaskan tentang jual beli5. Dapat memberikan penjelasan tentang al-ajr

BAB IIPEMBAHASAN

1. IJAARAHA. Pengertian IjaarahIjaarah artinya upah, sewa, jasa atau imbalan. Salah satu bentuk kegiatan manusia dalam muamalah adalah sewa menyewa, kontrak, menjual jasa dan lain-lain.Ada beberapa definisi ijaarah yang dikemukakan para ulama:a. Ulama Mazhab Hanafi mendefinisikan:Transaksi terhadap suatu manfaat dengan suatu imbalan.b. Ulama Mazhab Syafii mendefinisikannya:Transaksi terhadap manfaat yang dituju, tertentu bersifat bisa dimanfaatkan, dengan suatu imbalan tertentu.c. Ulama Malikiyah dan Hanbaliyah mendefinisikannya:Pemilikan manfaat sesuatu yang dibolehkan dalam waktu tertentu dengan suatu imbalan.Berdasarkan definisi-definisi di atas, maka akad al-ijaarah tidak boleh dibatasi oleh syarat. Akad al-ijaarah juga tidak berlaku bagi pepohonan untuk diambil buahnya, karena buah itu adalah materi (benda), sedangkan akad al-ijaarah itu hanya ditujukan kepada manfaat saja.[footnoteRef:1] [1: Ali Hasan, Berbagai Macam Transaksi dalam Islam, Rajawali Pers, Cet.I, Jakarta, 2003, hlm.227-228.]

B. Dasar Hukum Al-IjaarahUlama fikih berpendapat, bahwa yang menjadi dasar dibolehkan al-ijaarah adalah firman Allah:Apakah mereka yang membagi rahmat Tuhannya? Kami telah menentukan antara mereka penghidupan mereka dalam kehidupan dunia dan Kami telah meninggikan sebagian mereka atas sebagian yang lain beberapa derajat, agar sebagian mereka dapat mempergunakan sebagian yang lain. Dan rahmat Tuhanmu lebih baik dari apa yang mereka kumpulkan (az-Zukhruf: 32).Para ulama fikih juga mengemukakan alasan Sabda Rasulullah:Berilah upah/jasa kepada orang yang kamu pekerjakan sebelum kering keringatnya. (HR. Abu Yaala, Ibnu Majah, Thabrani dan Tirmidzi) C. Rukun dan Syarat IjaarahUlama Mazhab Hanafi mengatakan, bahwa rukun ijaarah hanya satu, yaitu ijab dan kabul saja (ungkapan menyerahkan dan persetujuan sewa-menyewa).Jumhur ulama berpendapat, bahwa rukun ijaarah ada empat:1. Orang yang berakal2. Sewa/imbalan3. Manfaat4. Sighah (ijab dan kabul)Menurut ulama Mazhab Hanafi, rukun yang dikemukakan oleh Jumhurulama di atas, bukan rukun tetapi syarat. Sebagai sebuah transaksi (akad) umum, ijaarah baru dianggap sah apabila telah memenuhi rukun dan syaratnya.Adapun syarat akad ijaarah ialah:1. Syarat bagi kedua orang yang berakad, adalah telah baligh dan berakal (Mazhab Syafii dan Hanbali). Dengan demikian, apabila orang itu belum atau tidak berakal, seperti anak kecil atau orang gila, menyewakan hartanya, atau diri mereka sebagai buruh (tenaga dan ilmu boleh disewa), maka ijaarahnya tidak sah.Berbeda dengan Mazhab Hanafi dan Maliki mengatakan, bahwa orang yang melakukan akad tidak harus mencapai usia baligh, tetapi anak yang telah mumayyiz pun boleh melakukan akad ijaarah dengan ketentuan, disetujui oleh walinya.2. Kedua belah pihak telah melakukan akad menyatakan, kerelaannya untuk melakukan akad ijaarah itu. Apabila salah seorang di antara keduanya terpaksa melakukan akad, maka akadnya tidak sah.3. Manfaat yang menjadi obyek ijaarah harus diketahui secara jelas, sehingga tidak terjadi perselisihan dibelakang hari. Jika manfaatnya tidak jelas, maka akad itu tidak sah.4. Obyek ijaarah itu dapat diserahkan dan dipergunakan secara langsung dan tidak ada cacatnya. Oleh sebab itu, ulama fikih sepakat mengatakan, bahwa tidak boleh menyewakan sesuatu yang tidak dapat diserahkan, dimanfaatkan langsung oleh penyewa.5. Obyek ijaarah itu sesuatu yang dihalalkan oleh syara. Oleh sebab itu ulama fikih sependapat, bahwa tidak boleh menggaji tukang sihir, tidak boleh menyewa orang untuk membunuh (pembunuh bayaran), tidak boleh menyewakan rumah untuk tempat berjudi atau tempat prostitusi (pelacuran). Demikian juga tidak boleh menyewakan rumah kepada non-muslim untuk tempat mereka beribadat.6. Obyek ijaarah merupakan sesuatu yang bisa disewakan, seperti rumah, mobil, hewan tunggangan dan lain-lain.7. Upah/sewa dalam akad ijaarah harus jelas, tertentu dan bernilai harta. Namun, tidak boleh barang yang diharamkan oleh syara.

D. Sifat Akad IjaarahUlama Mazhab Hanafi berpendapat, bahwa akad ijaarah itu bersifat mengikat kedua beah pihak, tetapi dapat dibatalkan secara sepihak, apabila ada uzur seperti meninggal dunia atau tidak dapat bertindak secara hukum seperti gila. Jumhur ulama berpendapat, bahwa akad ijaarah itu bersifat mengikat, kecuali ada ccat atau barang itu tidak dapat dimanfaatkan.Sebagai akibat dari pendapat yang berbeda ini adalah kasus, salah seorang yang berakad meninggal dunia. Menurut Mazhab Hanafi, apabila salah seorang meninggal dunia, maka akad ijaarah menjadi batall, karena manfaat tidak dapat diwariskan kepada ahli waris. Menurut Jumhur ulama, akad itu tidak menjadi batal karena menfaat menurut mereka dapat diwariskan kepada ahli waris. Manfaat juga termasuk harta.

E. Macam-macam IjaarahDilihat dari segi obyeknya ijaarah dapat dibagi menjadi dua macam:1. Ijaarah yang bersifat manfaat. Misalnya, sewa menyewa rumah, toko, kendaraan, pakaian (pengantin) dan perhiasan.2. Ijaarah yang bersifat pekerjaan, ialah dengan cara mempekerjakan seseoran untuk melakukan suatu pekerjaan. Ijaarah semacam ini dibolehan seperti buruh bangunan, tukang jahit, tukang sepatu dan lain-lain, yaitu ijaarah yang bersifat kelompok. Ijaarah yang bersifat pribadi juga dapat dibenarkan seperti menggaji pembantu rumah, tukang kebun, dan satpam.

F. Tanggung Jawab Orang yang Digaji/upahPada dasarnya semua yang dipekerjakan untuk pribadi dan kelompok harus mempertanggungjawabkan pekerjaan masing-masing. Jika tidak ada unsur kelalaian atau kesengajaan tidak perlu mengantinya, namun jika mengandung unsur kelalaian atau kesengajaan maka dia harus mempertanggungjawabkannya, apakah dengan cara mengganti atau dengan sanksi.Sekiranya menjual jasa itu untuk kepentingan orang banyak seperti tukang jahit dan tukang sepatu, maka ulama berbeda pendapat.Imam Abu Hanifah, Zufar bin Huzail dan Syafii berpendapat, bahwa apabila kerusakan itu bukan karena unsur kesengajaan dan kelalaian, maka para pekerja itu tidak dituntut ganti rugi.Abu Yusuf dan Muhammad bin Hasan asy-Syaibani (murid Abu Hanifah), berpendapat, bahwa pekerja itu ikut bertanggung jawab atas kerusakan tersebut, baik yang sengaja atau tidak. Berbeda tentu kalau terjadi kerusakan itu diluar batas kemampuannya seperti banjir besar atau kebakaran.Menurut Mazhab Maliki apanila sifat pekerjaan itu membekas pada barang itu seperti tukang binatu, juru masak dan buruh angkut (kuli), maka baik sengaja atau tidak segala kerusakan menjadi tanggung jawab pekerja itu dan wajib ganti rugi.

G. Akad Ijaarah BerakhirSuatu akad ijaarah berakhir:1. Obyek hilang atau musnah seperti rumah terbakar2. Habis tenggang waktu yang disepakatiKedua point tersebut di atas disepakati oleh ulama3. Menurut Mazhab Hanafi, akad berakhir apabila salah seorang meninggal dunia, karena manfaat tidak dapat diwariskan. Berbeda dengan Jumhur ulama, akad tidak berakhir (batal) karena manfaat dapat diwariskan4. Menurut Mazhab Hanafi, apabila ada uzur seperti rumah disita, maka akad berakhir. Sedangkan Jumhur ulama melihat, bahwa uzur yang membatalkan ijaarah itu apabila obyeknya mengandung cacat atau manfaatnya hilang seperti kebakaran dan dilanda banjir.[footnoteRef:2] [2: Ibid, hlm. 229-238.]

2. WADIAHA. Pengertian WadiahWadiah ialah memanfaatkan sesuatu di tempat yang bukan pada pemiliknya untuk dipelihara. Dalam bahasa Indonesia disebut titipan. Akad wadiah merupakan suatu akad yang bersifat tolong-menolong antara sesama manusia.Ada dua definisi wadiah yang dikemukakan ulama fikih.Ulama Mazhab Hanafi mendefinisikannya:Mengikutsertakan orang lain dalam memelihara harta, baik dengan ungkapan ynag jelas maupun melalui isyarat.Mazhab Syafii, Maliki dan Hanbali (Jumhur ulama) mendefinisikannya:Mewakilkan orang lain untuk memelihara harta tertentu dengan cara tertentu.

B. Dasar Hukum WadiahUlama fikih sependapat, bahwa wadiah adalah sebagai salah satu akad dalam rangka tolong-menolong antara sesama manusia.Sebagai landasannya adalah firman Allah:Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya (An-Misa: 58)Di dalam hadits Rasulullah disebutkan:Serahkanlah amanat kepada orang yang mempercayai anda dan janganlah anda mengkhianati orang yang mengkhianati anda. (HR. Abu Daud, Tirmiidzi dan Hakim)Berdasarkan ayat dan hadits di atas, para ulama sepakat mengatakan, bahwa akad wadiah (titipan) hukumnya disunnahkan, dalam rangka tolong-menolong sesama manusia.

C. Rukun WadiahMenurut ulama Mazhab Hanafi, rukun wadiah hanya satu saja yaitu ijab dan kabul.Jumhur ulama mengatakan, bahwa rukun wadiah ada tiga:1. Orang yang berakad2. Barang titipan3. Sighah ijab dan kabul

D. Syarat-syarat Wadiah1. Orang yang berakadMenurut Mazhab Hanafi, orang yang berakad harus berakal. Anak kecil yang tidak berakal (mumayyiz) yang telah diizinkan oleh walinya, boleh melakukan akad wadiah. Mereka tidak mensyaratkan baligh dalam soal wadiah. Orang gila tidak dibenarkan melakukan akad wadiah.Menurut Jumhur ulama, orang yang berakad wadiah disyaratkan baligh, berakal dan cerdas (dapat bertindak secara hukum), karena akad wadiah, merupakan akad yang banyak mengandung risiko penipuan. Oleh sebab itu, anak kecil walaupun sudah berakal, tidak dapat melakukan akad wadiah baik sebagai orang yang menitipkan maupun sebagai orang yang menerima titipan.2. Barang titipanBarang titipan harus jelas dan dapat dipegang dan dikuasai. Maksudnya, barang titipan itu dapat diketahui jenisnya atau identitasnya dan dikuasai untuk dipelihara.

E. Sifat Akad WadiahUlama fikih sepakat, bahwa status wadiah bersifat amanat, bukan dhamaan (ganti rugi), sehingga semua kerusakan penitipan tidak menjadi tanggung jawab pihak yang menitipi, berbeda sekiranya kerusakan itu disengaja oleh orang yang dititipi, sebagai alasannya adalah Sabda Rasulullah:Orang yang dititipi barang, apabila tidak melakukan pengkhianatan tidak dikenakan ganti rugi. (HR. Baihaqi dan Daru-Quthni)Dalam riwayat lain dikatakan:Tidak ada ganti rugi terhadap orang yang dipercaya memegang amanat. (HR. Daru-Quthni)Dengan demikian, apabila dalam akad wadiah ada disyaratkan ganti rugi atas orang yang dititipi maka akad itu tidak sah. Kemudian orang yang dititipi juga harus menjaga amanat dengan baik dan tidak boleh menuntut upah (jasa) dari orang yang menitipkan.

F. Perubahan Wadiah dari Amanat menjadi DhamaanPara ulama fikih memikirkan kemungkinan lain, yaitu dari wadiah yang bersifat amanat berubah menjadi wadiah yang bersifat dhamaan (ganti rugi). Kemungkinan-kemungkinan tersebut adalah:1. Barang itu tidak dapat dipelihara oleh orang yang dititipi. Demikian juga halnya apabila ada orang lain yang akan merusaknya, tetapi dia tidak mempertahankannya, sedangkan dia mempu mengatasinya.2. Barang titipan itu dititipkan lagi kepada orang lain bukan kelarga dekat, atau orang yang bukan dibawah tanggung jawabnya.3. Barang titipan itu dimanfaatkan oleh orang yang dititipi, kemudian barang itu rusak atau hilang. Sedangkan barang titipan seharusnya dipelihara, bukan dimanfaatkan.4. Orang yang dititipi mengungkari ada barang titipan kepadanya. Oleh sebab itu, sebaiknya dalam akad wadiah disebutkan jenis barangnya dan jumlahnya taupun sifat-sifat lain sehingga apabila terjadi keingkaran dapat ditunjukkan buktinya.5. Orang yang menerima titipan barang itu, mencampuradukan dengan barang pribadinya, sehingga sekiranya ada yang rusak atau hilang, maka sukar untuk menetukannya.6. Orang yang menerima titipan itu tidak menepati syarat-syarat yang dikemukakan oleh penitip barang itu, seperti tempat penyimpanannya dan syarat-syarat lainnya.

G. Praktek Wadiah di IndonesiaWadiah dipraktekkan di bank-bank yang menggunakan sistem Syariah seperti Bank Muamalat Indonesia (BMI). Bank Muamalat Indonesia mengartikan wadiah sebagai titipan murni yang dengan seizin penitip, boleh digunakan oleh bank. Demikian juga mengenai keuntungan yang diperoleh sepenuhnya menjadi milik bank. Namun, pihak BMI mengambil suatu kebijaksanaan, bahwa kepada pemilik (nasabah wadiah) dapat diberikan bonus. Kebijaksanaan ini sejalan dengan Mazhab Hanafi dan Hanbali.Setelah kita perhatikan, dalam perkembangannya bentuk-bentuk titipan (wadiah) di dunia Islam, menjadi semakin bervariasi dan pihak-pihak yang terkait pun semakin beragam.[footnoteRef:3] [3: Ibid, hlm. 245-251.]

3. SYARIKAH/BAGI HASIL (PROFIT-SHARING)Secara umum prinsip, bagi hasil dalam perbankan syariah dapat dilakukan dalam empat akad utama, yaitu al-musyarakah, al-mudharabah, al-muzaraah, dan al-musaqah. Prinsip yang banyak dipakai adalah al-musyarakah dan al-mudharabah, sedangkan al-muzaraah dan al-musaqah dipergunakan khusus untuk pembiayaan pertanian oleh beberapa bank Islam.A. Al-Musyarakah1. Pengertian al-MusyarakahAl-musyarakah adalah akad kerja sama antara dua pihak atau lebih untuk suatu usaha tertentu dimana masing-masing pihak memberikan kontribusi dana dengan kesepakatan bahwa keuntungan dan risiko akan ditanggung bersama sesuai dengan kesepakatan.2. Landasan SyariahDalam akad al-Musyarakah berlandaskan Al-Quran, al-Hadits, dan Ijma. Seperti firman Allah SWT, Dan sesungguhnya kebanyakan dari orang-orang yang berserikat itu sebagian mereka berbuat zalim kepada sebagian yang lain kecuali orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh. (Shaad: 24)Ayat di atas menunjukan perkenaan dan pengakuan Allah SWT akan adanya perserikatan dalam kepemilikan harta. Dalam surah diatas perserikatan terjadi atas dasar akad (ikhtiyari).3. Jenis-jenis al-Musyarakaha. Musyarakah PemilikanMusyarakah pemilikan tercipta karena warisan, wasiat, atau kondisi lainnya yang mengakibatkan pemilikan satu aset oleh dua orang atau lebih.b. Musyarakah Akad (kontrak)Musyarakah akad tercipta dengan cara kesepakatan dimana dua orang atau lebih setuju bahwa tiap orang dari mereka memberikan modal musyarakah. Mereka pun sepakat berbagi keuntungan dan kerugian. Musyarakah akad terbagi menjadi: al-inan, al-mufawadhah, al-amaal, al-wujuh, dan al-mudharabah. 4. Aplikasi dalam Perbankana. Pembiayaan Proyekb. Modal Ventura5. Manfaat al-Musyarakaha. Bank akan menikmati peningkatan dalam jumlah tertentu pada saat keuntungan nasabah meningkat.b. Bank tidak berkewajiban membayar dalam jumlah tertentu kepada nasabah pendanaan secara tetap, tetapi disesuaikan dengan pendapatan/hasil usaha bank, sehingga bank tidak akan pernah mengalami negative spread.c. Pengembalian pokok pembiayaan disesuaikan dengan cash flow/arus kas usaha nasabah, sehingga tidak memberatkan nasabah.d. Bank akan lebih selektif dan hati-hati mencari usaha yang benar-benar halal, aman, dan menguntungkan.e. Prinsip bagi hasil dalam mudharabah/musyarakah ini berbeda dengan prinsip bunga tetap dimana bank akan menagih nasabah satu jumlah bunga tetap berapa pun keuntungan yang dihasilkan nasabah, bahkan sekalipun merugi dan terjadi krisis ekonomi.[footnoteRef:4] [4: Muhammad Syafii Antonio, Bank Syariah dari Teori ke Praktik, Gema Insani, Jakarta, 2001, hlm. 90-95.]

B. Al-Mudharabah (Trust Financing, Trust Investment)1. Pengertian al-Mudharabah Mudharabah berasal dari kata dharb, berarti memukul atau berjalan. Al-mudharabah adalah akad kerja sama usaha antara dua pihak dimana pihak pertama (shahibul maal) menyediakan seluruh modal, sedangkan pihak lainnya menjadi pengelola. Keuntungan usaha secara mudharabah dibagi menurut kesepakatan yang dituangkan dalam kontrak, sedangkan apabila rugi ditanggung oleh pemilik modal selama kerugian itu bukan akibat kelalaian si pengelola. Seandainya kerugian itu diakibatkan karena kecurangan atau kelalaian si pengelola, si pengelola harus bertanggungjawab atas kerugian tersebut.2. Landasan SyariahAl-Mudharabah berlandaskan al-Quran, al-Hadits, dan Ijma. Seperti dalam firman Allah SWT, Apabila telah ditunaikan shalat maka bertebaranlah kamu di muka bumi dan carilah karunia Allah SWT (al-Jumuah: 10)3. Jenis-jenis al-Mudharabaha. Mudharabah MutlaqahTransaksi mudharabah mutlaqah adalah bentuk kerja sama antara shahibul maal dan mudharib yang cakupannya sangat luas dan tidak dibatasi oleh spesifikasi jenis usaha, waktu, dan daerah bisnis. b. Mudharabah MuqayyadahMudharabah muqayyadah adalah kebalikan dari mudharabah mutlaqah. Si mudharib dibatasi dengan batasan jenis usaha, waktu, atau tempat usaha. 4. Aplikasi dalam PerbankanPada sisi penghimpunan dana, al-mudharabah diterapkan pada:a. Tabungan berjangkab. Deposito specialAdapun pada sisi pembiayaan, mudharabah diterapkan untuk:a. Pembiayaan modal kerja;b. Investasi khusus5. Manfaat dan Resiko al-MudharabahManfaat dalam transaksi al-Mudharabah sama dengan transaksi al-Musyarakah, hanya saja dalam al-musyarakah tidak ada kemungkinan resiko yang akan terjadi sedangkan di al-mudharabah ada. Resiko itu antara lain:a. Side streaming: nasabah mengunakan dana itu bukan seperti yang disebut dalam kontrak;b. Lalai dan kesalahan yang disengaja;c. Penyembunyian keuntungan yang dilakukan oleh nasabah bila nasabahnya tidak jujur.

C. Al-Muzaraah (Harvest-Yield Profit Sharing)1. Pengertian al-MuzaraahAl-Muzaraah adalah kerja sama pengolahan pertanian antara pemilik lahan dan penggarap, dimana pemilik lahan memberikan lahan pertanian kepada si penggarap untuk ditanami dan dipelihara dengan imbalan bagian tertentu (persentase) dari hasil panen.2. Landasan SyariahLandasan syariah yang digunakan dalam al-Muzaraah adalah al-Hadits dan Ijma. Seperti yang diriwayatkan oleh Bukhari dari Jabir yang mengatakan bahwa bangsa Arab senantiasa mengolah tanahnya secara muzaraah dengan rasio bagi hasil 1/3:2/3, 1/4:3/4, 1/2:1/2, maka Rasulullah pun bersabda, Hendaklah menanami atau menyerahkan untuk digarap. Barangsiapa tidak melakukan salah satu dari keduanya, tahanlah tanahnya.[footnoteRef:5] [5: Ibid,hlm. 95-99.]

D. Al-Musaqah1. Pengertian al-MusaqahAl-musaqah adalah bentuk sederhana dari muzaraah dimana si penggarap hanya bertanggungjawab atas penyiraman dan pemeliharaan. Sebagai imbalan, si penggarap berhak atas nisbah tertentu dari hasil panen.2. Landasan SyariahLandasan syariah yang digunakan adalah al-Hadits dan ijma. Ibnu Umar berkata bahwa Rasullullah saw. pernah memberikan tanah dan tanaman kurma di Khaibar kepada Yahudi Khaibar untuk dipelihara dengan mempergunakan peralatan dan dana mereka. Sebagai imbalan, mereka memperoleh persentase tertentu dari hasil panen.[footnoteRef:6] [6: Ibid, hlm. 100. ]

4. JUAL BELI Ada tiga jenis jual beli yang telah dikembangkan sebagai sandaran pokok dalam pembiayaan modal kerja dan investasi dalam perbankan syariah, yaitu bai al-murabahah, bai as-salam, dan bai al-istishna.A. Bai Al-Murabahah (Deferred Payment Sale)1. Pengertian Bai al-murabahah adalah jual beli barang pada harga asal dengan tambahan keuntungan yang disepakati. Dalam bai al-murabahah, penjual harus memberi tahu harga produk yang ia beli dan menentukan suatu tingkat keuntungan sebagai tambahannya.2. Landasan SyariahDalam transaksi bai al-murabahah berlandaskan al-Quran, dan al-Hadits. Seperti dalam firman Allah SWT, Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba (al-Baqarah: 275)3. Syarat Bai al-Murabahaha. Penjual memberi tahu biaya modal kepada nasabah.b. Kontrak pertama harus sah sesuai dengan rukun yang ditetapkan.c. Kontrak harus bebas dari riba.d. Penjual harus menjelaskan kepada pembeli bila terjadi cacat atas barang sesudah pembelian.e. Penjual harus menyampaikan semua hal yang berkaitan dengan pembelian, misalnya jika pembelian dilakukan secara utang.4. Beberapa Ketentuan Umum a. Jaminanb. Utang dalam Murabahah KPPc. Penundaan Pembayaran oleh Debitor Mampud. Bangkrut5. Aplikasi dalam PerbankanDapat diterapkan pada produk pembiayaan untuk pembelian barang-barang investasi, baik domestik maupun luar negeri.6. Manfaat dan Resiko Bai al-MurabahahManfaat bai al-murabahah salah satunya adalah adanya keuntungan yang muncul dari selisih harga beli dari penjual dengan harga jual kepada nasabah. Selain itu sistem bai al-murabahah juga sangat sederhana.Diantara kemungkinan resiko yang harus diantisipasi antara lain:a. Default atau kelalaian;b. Fluktuasi harga komparatif.c. Penolakan nasabahd. Dijual

B. Bai As-Salam (In-Front Payment Sale)1. PengertianBai as-salam berarti pembelian barang yang diserahkan di kemudian hari, sedangkan pembayaran dilakukan dimuka.2. Landasan SyariahBai as-salam menggunakan landasan syariah al-Quran dan al-Hadits. Dalam hal ini Allah SWT berfirman, Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu bermuamalah tidak secara tunai untuk waktu yang ditentukan, hendaklah kamu menuliskannya (al-Baqarah: 282)3. Rukun Bai as-SalamRukun bai as-salam meliputi: muslam (pembeli), muslam ilaih (penjual), modal atau uang, muslam fihi (barang), sighat (ucapan)4. Syarat Bai as-Salama. Modal Transaksi Bai as-Salam: modal harus diketahui, penerimaan pembayaran salam.b. Al-Muslam Fihi (Barang)Syarat yang harus dipenuhi barang yang ditransaksikan dalam bai as-salam adalah sebagai berikut:1. Harus spesifik dan dapat diakui sebagai utang.2. Harus bisa diidentifikasi secara jelas3. Penyerahan dilakukan dikemudian hari.4. Kebanyakan ulama mensyaratkan penyerahan barang harus ditunda pada suatu waktu kemudian, tetapi mazhab Syafii membolehkan penyerahan segera.5. Bolehnya menentukan tanggal waktu di masa yang akan datang untuk penyerahan barang.6. Tempat penyerahan.7. Pengganti muslam fihi dengan barang lain.

5. Perbedaan Bai as-Salam dengan IjonDalam ijon, barang yang dibeli tidak diukur atau ditimbang secara jelas dan spesifik. Demikian juga penetapan harga beli, sangat tergantung pada keputusan sepihak si tengkulak yang seringkali sangat dominan dan menekan petani yang posisinya lebih lemah.Adapun transaksi bai as-salam mengharuskan adanya dua hal berikut:1. Pengukuran dan spesifikasi yang jelas.2. Adanya keridhaan yang utuh antara kedua belah pihak.6. Aplikasi dalam PerbankanBai as-salam biasanya dipergunakan pada pembiayaan bagi petani dengan jangka waktu yang relative pendek, yaitu 2-6 bulan. Bai as-salam juga dapat diaplikasikan pada pembiayaan barang industri, misalnya produk garmen.7. ManfaatManfaat bai as-Salam adalah selisih harga yang didapat dari nasabah dengan harga jual kepada pembeli. C. Bai Al-Ishtishna (Purchase by Order or Manufacture)1. Pengertian Bai al-IshtishnaTransaksi bai al-ishtishna merupakan kontrak penjualan antara pembeli dan pembuat barang. Dalam bentuk ini, pembuat barang menerima pesanan dari pembeli. Pembuat barang lalu berusaha melalui orang lain untuk membuat atau membeli barang menurut spesifikasi yang telah disepakati dan menjualnya kepada pembeli akhir. Kedua belah pihak bersepakat atas harga serta sistem pembayaran: apakah pembayaran dilakukan dimuka, melalui cicilan, atau ditangguhkan sampai suatu waktu pada masa yang akan datang.Menurut jumhur fuqaha, bai al-ishtishna merupakan suatu jenis khusus dari akad bai as-salam maka ketentuan dan aturan akad mengikuti bai as-salam.2. Landasan Syariah Mengingat bai al-ishtishna merupakan lanjutan dari bai as-salam maka landasan keduanya sama.Menurut mazhab Hanafi , bai al-ishtisna merupakan akad yang dilarang namun mereka akhirnya menyetujui akad ini dengan beberapa alasan yaitu:a. Mayarakat telah mempraktekkan bai al-ishtishna secara luas dan terus menerus tanpa ada keberatan sama sekali.b. Di dalam syariah dimungkinkan adanya penyimpangan terhadap qiyas berdasarkan ijma ulama.c. Keberadaan bai al-ishtishna didasarkan atas kebutuhan masyarakat.d. Bai al-ishtishna sah sesuai dengan aturan umum mengenai kebolehan kontrak selama tidak bertentangan dengan nash atau aturan syariah.[footnoteRef:7] [7: Ibid, hlm. 101-116.]

5. AL-AJR (PENGAMBILAN FEE)Bank membeli equipment yang dibutuhkan nasabah kemudian menyewakan dalam waktu yang telah disepakati. Prinsip al ajr disini ada lima :A. Al-Wakalah1. Pengertian al-WakalahSecara bahasa arti penyerahan, pendelegasian, atau pemberian mandat. Secara istilah wakalah berarti pelimpahan kekuasaan oleh seseorang kepada yang lain dalam hal-hal yang diwakilkan2. Landasan Syariaha. Al-QuranYang artinya Jadikanlah aku bendaharawan negara (Mesir). Sesungguhnya aku adalah orang yang pandai menjaga lagi berpengalaman. (QS. Yusuf : 55)b. Al- HadistBahwasanya Rasulullah saw. Mewakilkan kepada Abu Rafi dan seorang Anshar untuk mewakilinya mengawini Maimunah bintil-Harits. (HR. Malik no. 678, kitab al Muwatha, bab haji)Dalam perkembangan fiqh Islam, wakalah dikategorikan menjadi dua, yaitu niabah (mewakili) atau wilayah (wali). Wakalah katagori niabah ini si wakil tidak dapat menggantikan seluruh fungsi muwakkil. Wakalah kategori wilayah dibolehkan untuk mengarah kepada yang lebih baik, sebagaimana dalam jual beli, melakukan pembayaran secara tunai lebih baik, walaupun diperkenankan secara kredit.

B. Al-Kafalah1. PengertianJaminan yang diberikan oleh penanggung kepada pihak ketiga untuk memenuhi kewajiban pihak kedua atau yang ditanggung. Dengan kata lain, kafalah berarti mengalihkan tanggung jawab seseorang yang dijamin dengan berpegang pada tanggung jawab orang lain sebagai penjamin.2. Landasan Syariaha. Al-QuranPenyeru-penyeru itu berseru, kami kehilangan piala raja dan barang siapa yang dapat mengembalikannya akan memperoleh makanan (seberat) beban unta dan aku menjamin terhadapnya. (QS. Yusuf: 72)b. Al-HadistTelah dihadapkan kepada Rasulullah saw. (mayat seorang laki-lakiuntuk dishalatkan)... Rasulullah saw. Bertanya apakah dia mempunyai warisan? Para sahabat menjawab,Tidak,Rasulullah bertanya lagi apakah dia mempunyai utang? Sahabat menajawab Ya, sejumlah tiga dinar. Rasulullah pun menyuruh para sahabat untuk menshalatkannya (tetapi beliau sendiri tidak). Abu Qatadah lalu berkata, Saya menjamin utangnya, ya Rasulullah. Maka Rasulullah pun menshalatkan mayat tersebut. (HR. Bukhari no. 2127, kitab al Hawalah)Salah satu bentuk kafalah ini dapat dilaksanakan oleh bank untuk kepentingan nasabahnya dalam bentuk kerja sama dengan perusahaan penyewaan. Jaminan pembayaran bagi bank dapat berupa deposito/tabungan dan bank dapat membebankan uang jasa (fee) kepada nasabah itu.

C. Al-Hawalah1. Pengertian al-HawalahPengalihan utang dari orang yang berutang kepada orang lain yang wajib menanggungnya. Dalam istilah para ulama, hal ini merupakan pemindahan beban utang dari muhil (orang yang berutang) menjadi tanggungan muhalalaih (orang yang berkewajiban membayar utang).2. Landasan Syariaha. SunnahMenunda pembayaran bagi orang yang mampu adalah suatu kezaliman. Dan, jika salah seorang dari kamu diikutkan (di-hawalah-kan) kepada orang yang mampu atau kaya, terimalah hawalahmu itu. (HR Imam Bukhari dan Muslim dari Abu Hurairah).Aplikasi hawalah di dalam dunia perbankan yaitu salah satunya Factoring atau anjak piutang, dimana para nasabah yang memiliki piutang kepada pihak ketiga memindahkan piutang itu kepada bank, bank lalu membayar piutang tersebut dan bank menagihnya dari pihak ketiga itu.

D. Ar-Rahn1. Pengertian ar-RahnMenahan salah satu harta milik si peminjam sebagai jaminan atas pinjaman yang diterimanya. Barang yang ditahan tersebut memiliki nilai ekonomis. Secara sederhana dapat dijelaskan bahwa rahn adalah semacam jaminan utang atau gadai.2. Landasan Syariaha. Al-QuranJika kamu dalam perjalanan (dan bermuamalah tidak secara tunai) sedang kamu tidak memperoleh seorang penulis, hendaklah ada barang tanggungan yang dipegang (oleh yang berpiutang)... (QS. Al-Baqarah: 283)b. Al-HadistAisyah r.a. berkata bahwa Rasulullah membeli makanan dari seorang Yahudi dan menjaminkan kepadanya baju besi. (HR Bukhori no. 1926, kitab al-Buyu, dan Muslim)Dibeberapa negara tidak terkecuali Indonesia, akad rahn telah dipakaii sebagai alternatif dari pegadaian konvensional.Bedanya adalah nasabah tidak dikenakan bunga. Yang dipungut dari nasabah adalah biaya penitipan, pemeliharaan, penjagaan dan penaksran.

E. Al-Qardh1. PengertianPemberian harta kepada orang lain yang dapat ditagih atau diminta kembali atau degan kata lain meminjamkan tanpa mengharapkan imbalan.2. Landasan Syariaha. Al-QuranSiapakah yang mau meminjamkan kepada Allah pinjaman yang baik, Allah akan melipatgandakan (balasan) pinjaman itu untuknya dan dia akan memperoleh pahala yang banyak. (QS al Hadiid: 11)b. Al-HadistIbnu Masud meriwayatkan bahwa Nabi saw. Berkata: Bukan seorang muslim (mereka) yang meminjamkan muslim (lainnya) dua kali kecuali satunya adalah senilai sedekah. (HR Ibnu Majah no. 2421, kitab al-Ahkam: Ibnu Hibban dan Baihaqi)Didalam aplikasi perbankannya, Qardh biasanya diterapkan sebagai fasilitas nasabah yang memerlukan dana cepat, sedangkan ia tidak bisa menarik dananya karena tersimpan dalam bentuk deposito.[footnoteRef:8] [8: Ibid, hlm. 120-134.]

BAB IIIPENUTUP

A. Kesimpulan Makalah1. Ijaarah adalah upah, sewa, jasa atau imbalan. Salah satu bentuk kegiatan manusia dalam muamalah adalah sewa menyewa, kontrak, menjual jasa dan lain-lain. Ijaarah berlandaskan al-quran dan al-hadits dan untuk melakukan transaksi ijaarah ada beberapa rukun dan syarat yang harus dipenuhi.2. Wadiah ialah memanfaatkan sesuatu di tempat yang bukan pada pemiliknya untuk dipelihara. Dalam bahasa Indonesia disebut titipan. Akad wadiah merupakan suatu akad yang bersifat tolong-menolong antara sesama manusia. Dasar hukum yang digunakan adalah al-quran dan al-hadits serta untuk melakukan transaksi wadiah ada rukun dan syarat yang harus dipenuhi.3. Syarikah/bagi hasil dalam perbankan syariah dapat dilakukan dalam empat akad utama, yaitu al-musyarakah, al-mudharabah, al-muzaraah, dan al-musaqah. Prinsip yang banyak dipakai adalah al-musyarakah dan al-mudharabah, sedangkan al-muzaraah dan al-musaqah dipergunakan khusus untuk pembiayaan pertanian oleh beberapa bank Islam.4. Ada tiga jenis jual beli yang telah dikembangkan sebagai sandaran pokok dalam pembiayaan modal kerja dan investasi dalam perbankan syariah, yaitu bai al-murabahah, bai as-salam, dan bai al-istishna.5. Proses transaksi muamalah dalam sistem al-ajr (jasa) terbagi menjadi lima bagian, meliputi: al-wakalah, al-kafalah, al-hawalah, ar-rahn, al-qardh.

B. Kesimpulan PemakalahAda banyak transaksi muamalah. Dari beberapa jenis transaksi itu memiliki dasar landasan syariah masing-masing. Landasan itu sesuai dengan firman Allah SWT dan perkataan Rasulullah serta ijma para ulama. Karena berlandaskan syariah Islam maka transaksi muamalah ini diusahakan bersifat adil sehingga tidak menimbulkan kerugian bagi salah satu pihak yang melakukan transaksi.1