Sistem Kurs

download Sistem Kurs

of 18

Transcript of Sistem Kurs

MAKALAH SISTEM PENETAPAN KURSDISUSUNOLEH

AMINAH12040047MATA KULIAH : KEUANGAN INTERNASIONAL

JURUSAN EKONOMI MANAJEMENSEKOLAH TINGGI ILMU EKONOMILHOKSEUMAWE2013SISTEM PENETAPAN KURS

A. Nilai TukarPengertian nilai tukar menurut Mudrajat Kuncoro, (2005:27-31), adalah merupakan jumlah mata uang dalam negeri yang harus dibayarkan untuk memperoleh satu unit mata uang asing. Menurut Krugman (2005:73), adalah harga mata uang suatu negara terhadap negara lain atau mata uang suatu negara dinyatakan dalam mata uang negara lain.Nilai tukar atau dikenal pula sebagai kurs dalam keuangan adalah sebuah perjanjian yang dikenal sebagai nilai tukar mata uang terhadap pembayaran saat kini atau di kemudian hari, antara dua mata uang masing-masing negara atau wilayah.Nilai tukar yang berdasarkan pada kekuatan pasar akan selalu berubah disetiap kali nilai-nilai salah satu dari dua komponen mata uang berubah. Sebuah mata uang akan cenderung menjadi lebih berharga bila permintaan menjadi lebih besar dari pasokan yang tersedia. Nilai tukar akan menjadi berkurang bila permintaan kurang dari suplai yang tersedia.Perubahan nilai tukar yang terjadi dapat menyebabkan peningkatan atau penurunan nilai mata uang domestic terhadap mata uang asing yang diistilahkan sebagai berikut: 1. Depresiasi adalah peningkatan harga mata uang asing di dalam negeri. Atau menurunnya nilai mata uang domestik dikaitkan dengan mata uang asing, yang disebabkan karena mekanisme pasar. Istilah lain yang menunjukkan penurunan nilai mata uang domestik terhadap mata uang asing adalah Devaluasi. Devaluasi adalah peningkatan harga mata uang asing di dalam negeri. Atau menurunnya nilai mata uang domestik dikaitkan dengan mata uang asing, yang dilakukan dengan sengaja oleh pemerintah melalui kebijakan moneter.2. Apresiasi adalah penurunan harga mata uang asing di dalam negeri. Atau meningkatnya nilai mata uang domestik dikaitkan dengan mata uang asing. Istilah lain yang menunjukkan peningkatan nilai mata uang domestik terhadap mata uang asing adalah Revaluasi. Revaluasi adalah penurunan harga mata uang asing di dalam negeri. Atau meningkatnya nilai mata uang domestik dikaitkan dengan mata uang asing yang dilakukan dengan sengaja oleh pemerintah melalui kebijakan moneter.

B.Sistem Nilai TukarSejak periode 1970 hingga sekarang, sistem nilai tukar yang berlaku di Indonesia telah mengalami perubahan sebanyak tiga kali, yaitu Sistem Nilai Tukar Tetap, Sistem Nilai Tukar Mengambang Bebas, dan terakhir Sistem Nilai Tukar Mengambang Terkendali.1. Sistem Nilai Tukar TetapSistem nilai tukar tetap (fixed exchange rate) dimana lembaga otoritas moneter menetapkan tingkat nilai tukar mata uang domestik terhadap mata uang negara lain pada tingkat tertentu, tanpa memperhatikan penawaran ataupun permintaan terhadap valuta asing yang terjadi. Bila terjadi kekurangan atau kelebihan penawaran atau permintaan lebih tinggi dari yang ditetapkan pemerintah, maka dalam hal ini akan mengambil tindakan untuk membawa tingkat nilai tukar ke arah yang telah ditetapkan.Tindakan yang diambil oleh otoritas moneter bisa berupa pembelian ataupun penjualan valuta asing, bila tindakan ini tidak mampu mengatasinya, maka akan dilakukan penjatahan valuta asing (Hendra Halwani, 2005).Bagaimana peran pemerintah dalam sistem niali tukar tetap dapat dijelaskan dalam tiga kondisi sebagai berikut:(a) Jika nilai tukar mata uang suatu negara terhadap dollar yang ditetapkan sama dengan nilai tukar keseimbangan di pasar valas, maka Bank Sentral tidak perlu melakukan tindakan apa-apa untuk mempengaruhi nilai tukar. Hal ini ditunjukkan oleh Gambar 1 Pada gambar tersebut terlihat bahwa nilai tukar tetap yang telah disepakati yaitu sebesar OA sama dengan nilai tukar keseimbangan di pasar valas.

Gambar 1Nilai Tukar Tetap sama dengan Tingkat Keseimbangan di Pasar Valas

(b) Tetapi supply dan demand valas tidak pernah tetap selamanya. Karena banyak perubahan-perubahan seperti perubahan tingkat harga, tingkat pendapatan, tingkat suku bunga, ekspektasi, dan sebagainya, sehingga penawaran dan permintaan valas akan berubah pula. Gambar 2. menunjukkan kondisi dimana pada tingkat nilai tukar tetap yang telah disepakati sebesar OA lebih tinggi dari nilai tukar keseimbangannya di pasar valas. Pada tingkat nilai tukar OA, supply valas lebih besar dari permintaannya, sehingga otoritas moneter harus mengambil tindakan agar supaya nilai tukar tetap berada pada tingkat OA (sesuai dengan kesepakatan bersama), yaitu dengan cara membeli kelebihan valas di pasar sebesar BC dan menyimpannya dalam cadangan devisa. Pada kondisi ini, dikatakan dollar sebagai mata uang yang mengalami overvalued, artinya mata uang yang dipertahankan nilainya di atas tingkat keseimbangan pasarnya.

Gambar 2Nilai Tukar Tetap Lebih Tinggi Dari Nilai Tukar Keseimbangan di Pasar Valas

(c) Sebaliknya, dapat saja terjadi dimana nilai tukar tetap (OA) berada di bawah nilai tukar keseimbangan di pasar valas, seperti diperlihatkan oleh Gambar 3 Pada nilai tukar sebesar OA permintaan valas lebih besar dibandingkan penawarannya. Oleh karena itu otoritas moneter perlu melakukan intervensi dengan cara menjual cadangan devisanya ke pasar sebesar DE, sehingga nilai tukar dapat dipertahankan sebesar OA. Pada kondisi ini dikatakan bahwa mata uang dollar mengalami undervalued, artinya mata uang yang nilai tukarnya dipertahankan berada di bawah nilai tukar keseimbangannya.

Gambar 3Nilai Tukar Tetap Lebih Rendah Dari Nilai Tukar Keseimbangan di Pasar Valas

2. Sistem Nilai Tukar MengambangNilai tukar mengambang, dimana pemerintah tidak mencampuri tingkat nilai tukar sehingga nilai tukar diserahkan pada permintaan dan penawaran valuta asing di pasar valas. Penerapan sistem ini dimaksudkan untuk mencapai penyesuaian yang lebih berkesinambungan pada posisi keseimbangan eksternal (external equilibrium position). Tetapi kemudian timbul indikasi bahwa beberapa persoalan akibat dari kurs yang fluktuatif akan timbul, terutama karena karakteristik ekonomi dan struktur kelembagaan pada negara berkembang masih sederhana.Dalam sistem nilai tukar mengambang bebas ini diperlukan sistem perekonomian yang sudah mapan (Eric Yuliana, 2000).Sistem Nilai Tukar Mengambang Bebas (Floating Exchange Rate System) adalah sistem nilai tukar (kurs) mengambang yang ditetapkan melalui mekanisme permintaan dan penawaran pada pasar valuta asing (bursa valas). Mulai berlaku 19 Maret 1973, yang ditandai dengan enam negara Eropa memberlakukan mata uang mereka dengan kurs mengambang terhadap USD. Sistem ini dibagi menjadi:1. Sistem kurs mengambang bebas (freely floating exchange rate system), yaitu sistem penentuan kurs valuta asing di pasar valas yang terjadi tanpa campur tangan pemerintah.2. Sistem kurs mengambang terkendali (managed floating exchange rate system), yaitu penentuan kurs di bursa valas terjadi dengan campur tangan pemerintah yang mempengaruhi permintaan dan penawaran valas melalui berbagai kebijakan fiskal, moneter, dan perdagangan luar negeri. Bagaimana sistem nilai tukar mengambang bebas dan mengambang terkendali ini bekerja dijelaskan sebagai berikut: Pada Gambar 4. pada kondisi awal permintaan valas (USD) diperlihatkan oleh kurva DVA1 dan penawaran valas diperlihatkan oleh kurva SVA, sehingga kurs keseimbangan yang terjadi antara Rupiah terhadap dollar adalah sebesar Rp 3000/$ pada titik E1.

Gambar 4.Penentuan Nilai Tukar Pada Sistem Nilai Tukar Mengambang Bebas

Misalnya permintaan valas (USD) meningkat, sehingga kurva DVA1 bergeser menjadi DVA2, sementara penawaran Valas-nya tetap, maka keseimbangan bergeser ke titik E2, dan kurs yang terjadi adalah Rp 4500/$. Sesuai dengan hukum permintaan kalau permintaan meningkat sedangkan penawarannya tetap, maka harganya akan naik. Demikian juga dengan valas, pada saat permintaan USD naik sedangkan penawarannya tetap, maka harga USD menjadi naik. Atau diperlukan Rupiah lebih banyak untuk membeli satu dollar, atau dikatakan Rupiah mengalami depresiasi. Sebaliknya jika terjadi penurunan USD dengan penawaran yang tetap, maka harga USD akan turun. Atau diperlukan Rupiah lebih sedikit untuk membeli satu dollar, atau dikatakan Rupiah mengalami apresiasi.Pada Gambar 5. misalnya pada posisi awal permintaan valas (USD) diwakili oleh kurva DVA1 dan penawaran valas (USD) diwakili oleh kurva SVA1, sehingga kurs yang terjadi adalah Rp 3000/$ pada titik E1. Kemudian permintaan valas mengalami peningkatan menjadi DVA2, sedangkan penawarannya tetap pada SVA1, sehingga dollar mengalami apresiasi (nilainya naik) terhadap rupiah menjadi Rp 6000/$ atau rupiah mengalami depresiasi (nilainya turun) terhadap dollar, pada titik E2. Dalam sistem mengambang terkendali, penentuan nilai tukar pada bursa valas dapat dipengaruhi oleh pemerintah. Jadi kalau pemerintah ingin mempertahankan nilai kurs pada tingkat Rp 3000/$, maka untuk mengembalikan nilai kurs pada tingkat tersebut, pemerintah dapat secara langsung atau tidak langsung mempengaruhi kurs tersebut melalui kebijakan moneter dan fiskal.

Gambar 5.Penentuan Nilai Tukar Pada Sistem Nilai Tukar Mengambang Terkendali Untuk kasus seperti digambarkan dalam Gambar 5. tersebut, maka untuk mengembalikan kurs pada tingkat Rp 3000/$, pemerintah dapat melakukan kebijakan untuk menambah penawaran valas, dengan cara menjual cadangan valasnya ke bursa valas. Sehingga jumlah valas yang tersedia di bursa valas akan bertambah, yang diperlihatkan oleh pergeseran kurva SVA1 menjadi SVA2, dan keseimbangan sekarang berada pada titik E3, kurs kembali pada tingkat Rp 3000/$ dengan jumlah $ yang lebih besar. Indonesia mulai menerapkan sistem nilai tukar mengambang bebas pada periode 1997 hingga sekarang.Sejak pertengahan Juli 1997, Rupiah mengalami tekanan yang mengakibatkan semakin melemahnya nilai Rupiah terhadap US Dollar. Tekanan tersebut diakibatkan oleh adanya currency turmoil yang melanda Thailand dan menyebar ke negara-negara ASEAN lainnya termasuk Indonesia.Untuk mengatasi tekanan tersebut, Bank Indonesia melakukan intervensi baik melalui spot exchange rate (kurs langsung) maupun forward exchange rate (kurs berjangka) dan untuk sementara dapat menstabilkan nilai tukar Rupiah. Namun untuk selanjutnya tekanan terhadap depresiasi Rupiah semakin meningkat.Oleh karena itu dalam rangka mengamankan cadangan devisa yang terus berkurang, pada tanggal 14 Agustus 1997, Bank Indonesia memutuskan untuk menghapus rentang intervensi sehingga nilai tukar Rupiah dibiarkan mengikuti mekanisme pasar.C.Inflasi dan Nilai Tukar Secara sederhana inflasi diartikan sebagai meningkatnya harga-harga barang dan jasa secara umum dan terus menerus. Kenaikan harga dari satu atau dua barang saja tidak dapat disebut inflasi kecuali bila kenaikan itu meluas (atau mengakibatkan kenaikan harga) pada barang lainnya. Kebalikan dari inflasi disebut deflasi.Kenaikan harga satu atau dua barang tiddak bisa disebut dengan inflasi, kecuali harga barang tersebut bisa mengakibatkan barang lain menjadi ikut naik. Misalnya kenaikan harga telur, sefangkan harga barang yang lain konstan tidak bisa disebut dengan inflasi. Akan tetapi harga minyak dan listrik akan mengakibatkan harga-harga barang lain menjadi naik. Kenaikan harga minyak dan listrik ini dapat memicu terjadinya inflasi.Indikator yang sering digunakan untuk mengukur tingkat inflasi adalah Indeks Harga Konsumen (IHK). Perubahan IHK dari waktu ke waktu menunjukkan pergerakan harga dari paket barang dan jasa yang dikonsumsi masyarakat. Sejak Juli 2008, paket barang dan jasa dalam keranjang IHK telah dilakukan atas dasar Survei Biaya Hidup (SBH) Tahun 2007 yang dilaksanakan oleh Badan Pusat Statistik (BPS). Kemudian, BPS akan memonitor perkembangan harga dari barang dan jasa tersebut secara bulanan dibeberapa kota, di pasar tradisional dan modern terhadapbeberapa jenis barang/jasa di setiap kota.

Dalam menghitung inflasi secara umum digunakan rumus:

Dimana : = InflasiIHKt= Indeks Harga Konsumen tahun-tIHKt-1= Indeks Harga Konsumen tahun sebelumnya (t-1)

Indikator inflasi lainnya berdasarkan international best practice antara lain:1. Indeks Harga Perdagangan Besar (IHPB). Harga Perdagangan Besar dari suatu komoditas ialah harga transaksi yang terjadi antara penjual/pedagang besar pertama dengan pembeli/pedagang besar berikutnya dalam jumlah besar pada pasar pertama atas suatu komoditas.1. Deflator Produk Domestik Bruto (PDB) menggambarkan pengukuran level harga barang akhir (final goods) dan jasa yang diproduksi di dalam suatu ekonomi (negeri). Deflator PDB dihasilkan dengan membagi PDB atas dasar harga nominal dengan PDB atas dasar harga konstan.

Menurut Boediono (1996), inflasi dapat di bedakan menjadi 2 jenis :1. Demand pull inflation, yaitu inflasi yang disebabkan oleh terlalu kuatnya peningkatan agregat dari masyarakat terhadap komoditi-komoditi hasil produksi di pasar barang.2. Cost push inflation, yaitu inflasi yang dikarenakan bergesernya kurva penawaran agregat kea rah kiri atas (turun). Faktor-faktor yang menyebabkan bergesernya kurva penawaran agregat adalah meningkatnya harga-harga faktor produksi (baik yang berasal dari dalam maupun luar negeri) di pasar faktor produksi, sehingga menaikkan harga komoditi di pasar komoditi.

Dan penggolongan inflasi menurut asalnya (Boediono, 1996), dapat dibedakan menjadi 2, yaitu domestic inflation, yaitu inflasi yang sepenuhnya disebabkan oleh kesalahan pengolahan perekonomian baik di sektor riil maupun di sektor moneter dalam negeri okeh para pelaku ekonomi maupun masyarakat dan yang kedua imported inflation, yaitu inflasi yang disebabkan oleh kenaikan harga-harga komoditi di luar negeri (di negara asing yang mempunyai hubungan dengan negara yang bersangkutan). Bagaimana hubungan antara inflasi dengan nilai tukar dapat dijelaskan dengan Gambar 2.6. berikut ini. Diasumsikan bahwa kondisi awal nilai tukar rupiah terhadap dollar USA adalah pada tingkat Rp 3000/$, dengan kurva penawaran dan permintaan dollar (SVA1 dan DVA1) berpotongan pada titik A. Lalu misalnya tingkat harga di Indonesia meningkat tetapi tingkat harga di USA tetap. Peningkatan harga di Indonesia menyebabkan pada nilai tukar berapapun, barang dan jasa USA menjadi lebih menarik baik bagi penduduk Indonesia maupun bagi orang USA sendiri. Karena barang dan jasa Indonesia lebih mahal, maka permintaan barang dan jasa dari luar negeri (USA) menjadi berkurang. Atau dengan kata lain, ekspor Indonesia ke USA berkurang. Kondisi ini akan menyebabkan penawaran (supply) dollar menurun, yang diperlihatkan oleh pergeseran kurva supply valas SVA1 bergeser ke kanan atas menjadi SVA2, dengan jumlah permintaan dollar tetap sebesar DVA1, maka nilai tukar akan mengalami peningkatan (Rupiah mengalami depresiasi), keseimbangan nilai tukar di pasar valas bergeser dari titik A ke titik B.

Gambar 6.Perubahan Nilai Tukar yang Disebabkan Karena Perubahan Harga Relatif

Disamping itu, peningkatan harga di Indonesia sementara harga barang di luar negeri tetap, akan menyebabkan harga barang impor menjadi lebih murah dibandingkan barang domestik. Hal ini akan menyebabkan barang impor menjadi lebih menarik, sehingga impor akan meningkat. Peningkatan impor akan mempengaruhi permintaan valas (dollar), yang diperlihatkan oleh pergeseran kurva demand valas ke kanan atas dari DVA1 menjadi DVA2. Keseimbangan nilai tukar bergeser dari titik B ke titik C, dan nilai tukar meningkat lagi atau Rupiah menjadi semakin terdepresiasi atau semakin melemah. Dengan demikian peningkatan harga barang-barang domestik (relatif terhadap harga barang-barang luar negeri) menyebabkan mata uang domestik mengalami depresiasi, sebaliknya penurunan harga barang-barang domestik (relatif terhadap harga barang-barang luar negeri) menyebabkan mata uang domestik mengalami apresiasi.

D. Ekspor-Impor dan Nilai TukarBagi perkembangan perekonomian Indonesia, kegiatan ekspor dan impor merupakan salah satu kegiatan ekonomi untuk memperlancar pembangunan nasional, yaitu dengan meningkatkan ekspor dan menekan impor. Meskipun demikian, karena Indonesia masih belum mampu untuk memenuhi kebutuhan masyarakatnya, maka impor masih tetap dilakukan. Pengertian impor itu sendiri adalah proses memasukkan barang dari luar negeri ke dalam negeri.Nilai ekspor adalah semua pendapatan yang diterima atau diperoleh wajib pajak luar Negeri, nilai ekspor mencerminkan permintaan barang dan jasa yang dihasilkan perekonomian Indonesia oleh masyarakat luar negeri. Kenaikan nilai ekspor merupakan indikasi kenaikan permintaan oleh masyarakat luar negeri terhadap barang dan jasa yang dihasilkan perekonomian.Pada dasarnya ekspor domestik yang dilakukan oleh suatu negara akan berdampak positif terhadap peningkatan devisa yang akan diterima oleh negera pengekspor tersebut. Peningkatan cadangan devisa tersebut akan jelas pengaruhnya terhadap peningkatan supply valas. Peningkatan supply dengan permintaan valas yang tetap akan berdampak kepada penurunan harga valas itu sendiri dan nilai tukar mata uang domestik mengalami penguatan atau apresiasi. Sebaliknya jika impor mengalami kenaikan justru akan menyebabkan meningkatnya permintaan valas sebagai akibat dari kewajiban pembayaran kepada pihak asing. Meningkatnya permintaan valas dengan supply valas yang tetap akan menyebbakan harga valas meningkat atau dengan kata lain mata uang domestik melemah atau mengalami depresiasi. Jadi secara teoritis ekspor mempunyai hubungan negatif dengan nilai tukar, sedangkan impor mempunyai hubungan positif dengan nilai tukar.

F. Suku Bunga SBI dan Nilai TukarKebijakan moneter dapat dilakukan melalui pengendalian jumlah uang beredar (sasaran kuantitas) dan atau suku bunga (sasaran harga), seperti disebutkan dalam UU RI No. 23 Th. 1999 tentang Bank Indonesia, pasal 1 ayat 10. Dalam transmisi kebijakan moneter melalui tingkat suku bunga, Bank Indonesia dapat secara langsung mempengaruhi tingkat suku bunga jangka pendek, yaitu diantaranya adalah melalui pengaturan tingkat suku bunga SBI (Sertifikat Bank Indonesia). Penetapan suku bunga ini selanjutnya akan mempengaruhi suku bunga deposito dan suku bunga kredit. Bagaimana perubahan suku bunga di dalam negeri (atau suku bunga SBI) dan pengaruhnya terhadap nilai tukar mata uang domestic terhadap mata uang asing dapat dijelaskan dengan menggunakan teori Klasik yang mengatakan bahwa tabungan merupakan fungsi dari tingkat suku bunga. Makin tinggi tingkat suku bunga makin tingga pula keinginan masyarakat untuk menabung. Sejalan dengan teori tersebut, teori permintaan asset keuangan menyebutkan bahwa faktor-faktor yang paling menentukan permintaan asset keuangan di dalam negeri dan asset keuangan luar negeri adalah penghasilan yang diharapkan (expected return) akan diperoleh dari asset keuangan domestik relatif terhadap asset keuangan luar negeri. Apabila penghasilan dari asset keuangan domestic lebih besar dari penghasilan dari asset keuangan luar negeri maka para investor akan memilih menyimpan dananya dalam mata uang domestik daripada dalam mata uang asing. Atau dapat dijelaskan dengan Gambar 7 berikut. Jika suku bunga domestik dari id1 menjadi id2 maka expected return deposito mata uang domestik naik dari ERd1 menjadi ERd2 dan mengakibatkan nilai tukar bergerak dari E1 ke E2 atau mata uang domestik mengalami apresiasi.

Gambar 7.Perubahan Nilai Tukar karena Perubahan Suku Bunga Domestik

E.Jumlah Uang Beredar dan Nilai TukarSecara mudah dan sederhana dapat dikatakan apa yang dimaksud dengan jumlah uang yang beredar adalah total persediaan uang dalam suatu perekonomian pada saat tertentu (biasanya satu tahun anggaran). Jadi berdasarkan pengertian di atas kita ketahui bahwa uang beredar itu bukanlah uang yang hanya beredar dan berada di tangan masyarakat, akan tetapi dalam pengertian keseluruhan jumlah uang yang dikeluarkan secara resmi baik oleh bank sentral berupa uang kartal, maupun uang giral dan uang kuasi (tabungan, valas dan sebagainya).Menurut Iskandar Putong, jumlah uang beredar dalam arti sempit dan sering dinotasikan sebagai M1 adalah berupa uang kartal + giral, sedangkan uang yang beredar dalam arti luas adalah M1 ditambahkan dengan uang kuasi (terkadang disebut juga near money) yaitu deposito berjangka (pendek), Pinjaman semalam antar bank, tabungan dan rekening valas pihak swasta domestic. Dalam arti yang lebih luas lagi disebut M3, yaitu M2 ditambah sertifikat deposito. Total uang beredar (penawaran uang) adalah sebesar : M1 + M2 + M3 Mn = MtMenurut Sadono Sukirno uang beredar adalah semua jenis uang yang berada di perekonomian, yaitu jumlah dari mata uang yang beredar ditambah dengan uang giral dalam bank-bank umum. (1998:207).Sadono membedakan uang beredar menjadi dua pengertian (1998:207) :1. Dalam pengertian yang sempit uang beredar adalah mata uang dalam peredaran ditambah uang giral yang dimiliki oleh perseorangan-perseorangan, perusahaan-perusahaan, dan badan-badan pemerintah.2. Dalam pengertian luas uang beredar meliputi: uang dalam peredaran, uang giral dan uang kuasi. Uang kuasi terdiri dari deposito berjangka, tabungan, dan rekening (tabungan) valuta asing milik swasta domestik.Uang beredar dalam pengertian luas ini dinamakan dengan likuiditas perekonomian M2, dan dalam pengertian sempit dari uang beredar selalu disingkat M1.Menurut Samuelson dan Nordhous uang beredar dibedakan menjadi dua yakni (1992:467):1. M1 (Narrow money / transaction money) adalah alat pembayaran yang sah (uang koin maupun uang kertas) + Rekening koran.2. M2 (Broad money / near money) adalah M1 + Tabungan di bank.Pengaruh permintaan dan penawaran dari uang dapat menentukan suku bunga. Mengingat suku bunga merupakan harga yang dibayarkan untuk uang yang digunakan, maka suku bunga merupakan penentu dalam pasar uang. Dimana pasar uang tersebut dipengaruhi oleh keinginan masyarakat untuk menyimpan uang dan kebijakan moneter dari pemerintah. Bila kebijakan moneter menetapkan peredaran uang itu berkurang maka suku bunga pasar meningkat, begitu pula jika permintaan terhadap uang meningkat maka suku bunga bisa meningkat pula (Samuelson dan Nordhous, 1998:505).Penawaran (supply) uang di setiap negara diasumsikan ditentukan secara independen oleh otoritas moneter negara yang bersangkutan. Permintaan (demand) uang, sebaliknya, ditentukan oleh tingkat pendapatan riil, tingkat harga, dan tingkat suku bunga. Semakin tinggi pendapatan riil dan tingkat harga, maka semakin besar permintaan akan uang, karena semakin banyak transaksi yang dilakukan, sehingga uang memerlukan uang lebih banyak. Semakin tinggi tingkat suku bunga, semakin besar keinginan untuk menabung, sehingga semakin sedikit permintaan akan uang.Dalam jangka panjang, penambahan supply uang ini akan menyebabkan harga barang-barang di dalam negeri naik dan mata uang domestik terdepresiasi. Hal ini sejalan dengan rumus Irving Fisher, yaitu :MV = PQdimana M menunjukkan jumlah uang, V adalah tingkat perputaran uang (velocity), yakni berapa kali suatu mata uang pindah tangan (misalnya untuk transaksi) dari satu orang ke orang lain dalam suatu periode tertentu, P adalah harga barang, dan Q adalah volume barang yang menjadi objek dalam transaksi. Jika diasumsikan bahwa V relatif tetap sebab pola pembayaran dan kebiasaan bertransaksi diperkirakan relatif konstan. Q juga tetap Sehingga hubungan antara M dan P dapat dirumuskan sebagai berikut:

Jika jumlah uang ditambah sehingga menjadi dua kali lipat, tingkat harga akan naik dua kali lipat juga, begitu juga jika jumlah uang menjadi setengahnya, tingkat harga akan menjadi setengahnya. Perubahan tingkat harga yang disebabkan karena perubahan jumlah uang beredar ini selanjutnya akan menyebabkan perubahan nilai tukar. Jika jumlah beredar bertambah maka harga-harga akan naik dan nilai tukar mata uang domestik akan terdepresiasi, sebaliknya penurunan jumlah uang beredar akan menurunkan harga-harga dan mata uang domestik akan terapresiasi.

7

E

D$

O

S$

Rp/$

Q$

Nilai Tukar

A

B

C

E

D$

O

S$

Rp/$

Q$

Nilai tukar

A

D

E

E

D$

O

S$

Rp/$

Q$

Nilai Tukar

A

DVA2DVA1SVARp/$$100150Rp 3000/$Rp 4500/$E1E20DVA2DVA1SVA1Rp/$$100150Rp 3000/$Rp 6000/$E1E2E3SVA23000DVA2DVA1SVA2Rp/$$100150Rp 3000/$Rp 6000/$ACSVA1300B0US$/Rp

Tingkat Suku Bunga Domestik

E1

E2

ERd1

ERf1

0

ERd2

E3

ERd3