Sistem Informasi Pola Pembiayaan/ Lending Model Usaha Kecil filePermintaan-Penawaran b. Persaingan...

74
Sistem Informasi Pola Pembiayaan/ Lending Model Usaha Kecil PERKEBUNAN VANILI (Pola Pembiayaan Konvensional) BANK INDONESIA Jl. MH. Thamrin No 2, Jakarta 10350 Telp. (6221) 3817317, 3501867 E-mail : [email protected] , Website : www.bi.go.id

Transcript of Sistem Informasi Pola Pembiayaan/ Lending Model Usaha Kecil filePermintaan-Penawaran b. Persaingan...

Sistem Informasi Pola Pembiayaan/

Lending Model Usaha Kecil

PERKEBUNAN VANILI

(Pola Pembiayaan Konvensional)

BANK INDONESIA Jl. MH. Thamrin No 2, Jakarta 10350

Telp. (6221) 3817317, 3501867 E-mail : [email protected], Website : www.bi.go.id

DAFTAR ISI

1. Pendahuluan (hal 1)

2. Profil Usaha (hal 6) a. Profil Usaha

b. Pola Pembiayaan

3. Aspek Pemasaran (hal 9) a. Permintaan-Penawaran b. Persaingan dan Peluang

c. Harga d. Jalur Pemasaran

e. Kendala Pemasaran

4. Aspek Produksi (hal 25) a. Lokasi Usaha

b. Fasilitas Produksi

c. Bahan Baku d. Tenaga Kerja

e. Teknologi

f. Teknik Budidaya g. Jenis dan Mutu

h. Produksi Optimum i. Kendala Produksi

5. Aspek Keuangan (hal 48)

a. Pemilihan Pola Usaha

b. Asumsi c. Biaya Investasi

d. Kebutuhan Investasi e. Produksi-Pendapatan

f. Proyeksi Laba-Rugi g. Proyeksi Arus Kas

h. Analisis Sensitivitas

6. Aspek Sosial Ekonomi (hal 66)

7. Aspek Dampak Lingkungan (hal 68)

8. Penutup (hal 69) a. Kesimpulan

b. Saran

LAMPIRAN

Bank Indonesia – Perkebunan Vanili - Konvensional 1

1. Pendahuluan

Subsektor perkebunan merupakan salah satu bagian dari sektor pertanian yang mempunyai peranan penting dalam meningkatkan

pertumbuhan perekonomian nasional. Sektor ini berperan cukup besar dalam memberi kontribusi penyediaan lapangan kerja dan sumber

devisa. Pada tahun 1999, subsektor perkebunan menyerap 17,1 juta tenaga kerja atau 1,03% angkatan kerja. Di samping minyak bumi

yang menjadi sumber utama devisa negara, sektor perkebunan juga menyumbangkan devisa yang cukup besar. Nilai produksi nasional

subsektor perkebunan pada tahun yang sama sebesar Rp 18,3 trilyun

dengan rata-rata nilai devisa per tahun yang dihasilkan sebesar 3,9 milyar US$ atau 47,44% dari ekspor sektor pertanian.

Disamping itu, subsektor perkebunan mempunyai keunggulan

komparatif jika dibandingkan dengan subsektor lainnya antara lain disebabkan oleh tersedianya lahan yang belum dimanfaatkan secara

optimal dan berada di kawasan dengan iklim menunjang, ketersediaan tenaga kerja yang banyak, serta adanya pengalaman selama krisis

ekonomi yang membuktikan ketangguhan subsektor perkebunan dengan pertumbuhan ekonomi yang selalu bernilai positif (3,1%).

Kondisi ini merupakan hal yang dapat memperkuat daya saing harga

produk perkebunan Indonesia di pasaran dunia dan menjadi alasan kuat untuk selalu mengembangkan produk perkebunan.

Salah satu komoditi perkebunan yang cukup penting dengan nilai

ekonomi yang cukup tinggi dan telah mempunyai nama cukup baik di pasaran internasional adalah tanaman vanili dengan produk Java

Vanilla Beans. Vanili termasuk dalam komoditi non tradisional artinya komoditi yang memiliki volume ekspor masih rendah tetapi memiliki

nilai tinggi. Pada tahun 1988, kontribusi ekspor Indonesia sekitar 0,5% dari total ekspor pertanian, kemudian meningkat pada tahun

1991 menjadi 0,9% dari total ekspor pertanian Indonesia.

Tanaman vanili (Vanilla planifolia Andrews) merupakan salah satu

tanaman rempah yang termasuk dalam famili anggrek (Orchidaceae). Di Indonesia, tanaman ini banyak dikembangkan di Daerah Sumatera

Utara, Lampung, Jawa Barat, Jawa Timur, Bali, Nusa Tenggara Barat, Nusa Tenggara Timur, Sulawesi Utara, Sulawesi Tengah, Sulawesi

Selatan, dan sebagian kecil di Papua. Pengusahaan perkebunan vanili

Bank Indonesia – Perkebunan Vanili - Konvensional 2

di Indonesia sampai saat ini sebagian besar dilakukan dalam bentuk

perkebunan rakyat dan sebagian kecil dalam bentuk perkebunan swasta nasional. Data Direktorat Jenderal Perkebunan, Departemen

Pertanian tahun 2002 (angka estimasi) menunjukkan luas areal penanaman vanili di seluruh Indonesia berjumlah 12.222 ha yang

terdiri atas 12.101 ha perkebunan rakyat dan 97 ha perkebunan swasta nasional.

Komoditi ini ditujukan untuk pasar ekspor dan kebutuhan dalam

negeri. Berdasarkan data ekspor tahun 2001, komoditi vanili Indonesia diekspor dalam bentuk buah utuh kering dan vanili bentuk lainnya

yang berjumlah 469 ton dengan nilai ekspor sebesar US$ 19.309.437

(BPS, 2001), sedangkan untuk kebutuhan industri dalam negeri berdasarkan proyeksi kebutuhan pada tahun 2001 tidak lebih dari 630

ton (Direktorat Jenderal Perkebunan, 1986). Peluang pasar komoditi ini masih terbuka baik di dalam maupun luar negeri, karena jumlah

permintaan dunia akan vanili untuk tahun 1998 sebesar 2.500 – 3.000 metrik ton per tahun dengan pasar utama di Amerika Serikat, Uni

Eropa, Jepang, Swiss, dan Australia. Dengan bertambahnya jumlah penduduk dunia, permintaan vanili ini pun diperkirakan terus

meningkat, (Agribusiness Development Centre, 2000).

Indonesia sebagai salah satu negara pengekspor vanili dunia

mengalami perkembangan ekspor dari tahun ke tahun yang fluktuatif antara lain akibat adanya penanganan pascapanen dan pengelolaan

budidaya yang kurang memadai. Oleh karena itu sudah sewajarnya jika tanaman ini dikembangkan dan diperhatikan secara intensif

khususnya sistem pengolahan, budidaya dan penanganan pascapanennya. Dengan demikian, peningkatan produksi vanili untuk

ekspor tidak hanya akan mencakup segi kuantitas, tetapi juga segi kualitasnya. Sehingga perkembangan ekspor vanili Indonesia tidak

akan mengalami kecenderungan (trend) yang tidak menentu melainkan akan selalu meningkat.

Vanili banyak digunakan sebagai bahan pembantu industri makanan dan pewangi obat-obatan, (flavour and fragrance ingredients). Industri

makanan yang banyak menggunakan vanili sebagai bahan bakunya adalah industri biskuit, gula-gula, susu, roti, dan industri es krim.

Industri makanan menggunakan vanili sebagai penyedap atau penambah cita rasa. Industri farmasi menggunakannya sebagai

pembunuh bakteri dan untuk menutupi bau tidak sedap bahan-bahan lain seperti obat pembasmi serangga yang diperlukan oleh industri

bahan pengawet dan bahan insektisida.

Bank Indonesia – Perkebunan Vanili - Konvensional 3

Salah satu sentra perkebunan vanili di Provinsi Nusa Tenggara Timur

adalah Kabupaten Manggarai, tepatnya di Kecamatan Borong. Di kecamatan tersebut terdapat sebanyak 203 kepala keluarga yang

membudidayakan tanaman vanili dengan luas lahan sebanyak 107 ha yang terdiri atas 25 ha tanaman belum menghasilkan, 62 ha tanaman

menghasilkan, dan 20 ha tanaman tua atau rusak. Tingkat produktivitas tanaman vanili di Kecamatan Borong sekitar 177,42

kg/ha. Hampir semua komoditi hasil tanaman vanili yang diperdagangkan di tingkat petani adalah buah vanili segar yang baru

dipetik dari pohon, (Dinas Perkebunan dan Hortikultura Kabupaten Manggarai, 2005).

Alasan petani memilih budidaya tanaman vanili di wilayah Kecamatan Borong adalah adanya harga jual buah vanili yang cukup mahal,

kemudahan dalam pemeliharaan, dan agroklimat yang cocok. Berdasarkan in-depth interview yang dilakukan dengan petani

setempat, penanaman vanili dilakukan sebagai kesenangan yang dapat mendatangkan pendapatan cukup besar karena tidak

memerlukan perawatan yang rumit serta tidak ada hama dan penyakit yang susah untuk ditanggulangi. Bahkan untuk petani vanili di

Kabupaten Manggarai sebagian besar tidak tahu bagaimana cara memberi pupuk, jenis dan jumlah pupuk yang digunakan, waktu

pemupukan dilakukan serta tatacara melakukan pencegahan hama dan penyakit tanaman secara kimiawi.

Perhatian pemerintah daerah terhadap budidaya vanili ini cukup baik. Pemerintah melalui Dinas Perkebunan dan Holtikultura Kabupaten

Manggarai telah memberikan penyuluhan secara langsung kepada petani tentang teknik penyerbukan atau perkawinan tanaman vanili

dan himbauan untuk melakukan pemetikan buah yang sudah tua. Selain itu, Dinas Perindustrian dan Perdagangan melakukan pelatihan

dan pemberian bantuan sarana pengolahan buah vanili segar menjadi buah vanili kering guna meningkatkan pendapatan petani.

Bank Indonesia – Perkebunan Vanili - Konvensional 4

Foto 1.1. Tanaman Vanili

Budidaya tanaman vanili ini tidak saja menghasilkan buah vanili kering

sebagai komoditi ekspor yang menghasilkan devisa, tetapi juga menyerap tenaga kerja setiap ha sekitar 4 orang. Walaupun usaha

budidaya tanaman vanili ini menyerap tenaga kerja relatif sedikit, namun setidaknya dapat memberikan kesempatan kerja bagi para

pemuda yang sebelumnya kurang produktif di wilayah Kabupaten Manggarai.

Perkebunan vanili di Kabupaten Manggarai sampai saat ini belum

pernah ada yang mendapat kredit dari pihak perbankan, karena sifat pengusahaannya yang masih sederhana dan dengan melakukan

budidaya vanili secara bertahap sesuai dengan kemampuan tenaga kerja dan modal. Sebetulnya, pihak perbankan (Bank Pembangunan

Daerah Nusa Tenggara Timur dan PT Bank Rakyat Indonesia) siap

untuk membantu penambahan modal bagi petani yang memerlukannya, baik pinjaman untuk modal investasi maupun modal

kerja. Kantor Unit PT. Bank Rakyat Indonesia (Persero), Tbk dapat memberikan pinjaman modal sampai 25 juta rupiah, sedangkan

keputusan pemberian kredit di atas Rp. 25 juta ditentukan oleh Kantor

Bank Indonesia – Perkebunan Vanili - Konvensional 5

Cabang. Plafon dana yang berasal dari dana nasabah sendiri untuk

modal investasi berkisar 30%, sedangkan untuk modal kerja berkisar 50%. Tingkat bunga yang diberlakukan berdasarkan skim Kupedes

adalah tingkat bunga menurun sebesar 21% per tahun.

Bank Indonesia – Perkebunan Vanili - Konvensional 6

2. Profil Usaha

a. Profil Usaha

Perkebunan vanili yang ada di Desa Golo Loni Kecamatan Borong

Kabupaten Manggarai semuanya merupakan perkebunan rakyat. Tanaman ini merupakan salah satu jenis tanaman yang baru dikenal

masyarakat setempat. Sekitar awal tahun 1980-an seorang pendeta

dari Keuskupan Ruteng, Pater De Graf membawa beberapa setek pucuk tanaman vanili dari daerah Salatiga di Provinsi Jawa Tengah,

tanaman tersebut pertama kali dikembangkan di Daerah Lengko Ajang Kecamatan Elar Kabupaten Manggarai, ternyata dapat berkembang

dengan baik. Melalui informasi dari mulut ke mulut serta pengetahuan teknik penanaman secara 'getok tular' yang di fasilitasi oleh gereja

dan pemerintah tanaman ini berkembang secara meluas ke seluruh Kabupaten Manggarai dan kabupaten lain di Pulau Flores.

Pola penanaman perkebunan vanili di daerah ini umumnya dilakukan

secara tumpang sari (polikultur) dengan tanaman keras lainnya seperti

kopi. Sedangkan pola pengusahaannya dilakukan secara bertahap sesuai dengan kemampuan tenaga dan modal yang dipunyainya.

Teknik pembudidayaan perkebunan ini pun dilakukan secara sederhana. Hampir semua petani belum melakukan kegiatan

pemupukan secara kimiawi dan teknik-teknik budidaya secara 'modern', sehingga usaha ini relatif tidak memerlukan modal yang

banyak. Bahkan setek batang pohon pelindung dan panjat serta setek pucuk tanaman vanili yang merupakan bagian utama dari proses

pengembangan perkebunan vanili banyak didapatkan petani secara cuma-cuma dari para tetangganya meskipun dalam jumlah yang tidak

banyak.

Lokasi perkebunan vanili di Kabupaten Manggarai, khususnya di Desa Golo Loni, Kecamatan Borong, sebagian besar terletak di daerah

pegunungan dengan kondisi iklim yang sejuk dan jumlah bulan basah

tidak sama dengan bulan kering (5 bulan kering). Lahan yang menjadi tempat usaha perkebunan ini umumnya lahan sendiri atau tanah

ulayat yang pemanfaatannya ditentukan oleh kepala desa.

Alasan utama sebagian besar masyarakat melakukan pembukaan kebun vanili adalah adanya harga yang baik (pernah mencapai Rp

200.000 per kilogram basah), adanya pasar penjualan buah vanili, perawatannya yang mudah, tanah dan iklim yang cocok untuk

berkebun vanili, tradisi keluarga, dan teknik budidaya yang telah

Bank Indonesia – Perkebunan Vanili - Konvensional 7

dikuasai.

Di Desa Golo Loni saat ini terdapat sekitar 85 ha kebun vanili dengan

tenaga kerja yang terlibat didalamnya sebanyak sekitar 400 jiwa. Desa ini merupakan salah satu dari beberapa desa di Kecamatan Borong

yang menghasilkan vanili.

b. Pola Pembiayaan

Sampai saat ini pemberian kredit untuk pengembangan perkebunan vanili di Kabupaten Manggarai belum pernah ada. Namun untuk kredit

pedagang pengumpul hasil bumi termasuk hasil vanili kering sudah pernah diberikan oleh perbankan yang ada di Kabupaten Manggarai.

Meskipun belum pernah memberikan kredit secara langsung ke petani yang akan membuka perkebunan vanili, dari hasil wawancara secara

ekplisit semua perbankan menyatakan siap untuk membantu

pendanaannya asalkan semua kondisi dan persyaratan telah dipenuhi oleh petani yang memang membutuhkan dana tersebut.

Fasilitas pelayanan pinjaman dari perbankan atau lembaga keuangan

lainnya yang ada di Kabupaten Manggarai saat ini terdiri atas Bank BRI baik kantor cabang maupun kantor unitnya, Bank Pembangunan

Daerah Nusa Tenggara Timur (Bank NTT), Bank BNI 46, dan Bank Perkreditan Rakyat Lugas Ganda. Pinjaman yang dapat diberikan

perbankan untuk usaha ini dapat berupa kredit investasi dan kredit modal kerja.

Baik Bank BRI maupun Bank NTT belum memiliki skema pinjaman khusus untuk usaha tani perkebunan vanili. Jenis pinjaman yang akan

diberikan lebih banyak ditentukan secara subyektif oleh perbankan dengan pendekatan secara personal. Pertimbangannya adalah karakter

usaha nasabah yang semuanya dikelola secara perseorangan dan apa adanya, tingkat risiko bisnis dari usaha yang dijalankan nasabah, dan

karakter calon nasabahnya sendiri.

Sedangkan skim kredit yang ditawarkan untuk membantu

pengembangan usaha ini dapat melalui kredit modal kerja, KUK, kredit kecil modal kerja (KKMK), kredit investasi, kredit usaha tani, Kupedes

(Bank BRI), dan Kredit modal kerja pertanian (KMKP).

Bank Indonesia – Perkebunan Vanili - Konvensional 8

Untuk usaha tani perkebunan vanili atau usaha lainnya, Bank BRI

memberikan plafon maksimum sebesar Rp 50 juta per debitur baik untuk investasi maupun modal kerja dengan tingkat suku bunga

sebesar 21%. Kewenangan memutuskan kredit untuk plafon hingga sebesar Rp 25 juta dimiliki oleh kantor unit dan untuk plafon di atas

Rp 25 juta dimiliki oleh kantor cabang. Persyaratan untuk mendapatkan kredit ini antara lain adanya jaminan berupa surat tanah

yang berlaku atau barang bergerak, tabungan/deposito, atau jaminan pribadi. Persyaratan yang berlaku sesuai dengan pengajuan Kredit

Umum Pedesaan (Kupedes). Persyaratan pengajuan Kupedes Bank BRI secara umum adalah sebagai berikut:

1. Warga Negara Indonesia 2. Pengusaha menyertakan:

a. Fotokopi KTP atau SIM b. Surat Keterangan Usaha

3. Jumlah Kredit sampai dengan Rp 50.000.000,- per nasabah 4. Jangka waktu kredit:

a. Kupedes investasi maksimum 36 bulan b. Kupedes modal kerja maksimum 24 bulan

Bank Indonesia – Perkebunan Vanili - Konvensional 9

3. Aspek Pemasaran

a. Permintaan-Penawaran

1. Permintaan

Perkebunan vanili memiliki hasil utama berupa buah vanili sebagai bahan baku pembuatan vanila. Selama ini, Indonesia memenuhi

permintaan pasar dunia vanili berupa buah vanili utuh kering (whole vanilla) dan buah vanili bentuk lain (other vanilla). Berdasarkan data

ekspor selama ini, buah vanili kering Indonesia banyak dikirim ke Amerika Serikat, Uni Eropa, Jepang, dan Swiss. Di wilayah Kabupaten

Manggarai umumnya petani menjual dalam bentuk buah vanili segar,

sedangkan buah vanili kering diolah oleh pedagang pengumpul. Pedagang pengumpul menentukan tingkat mutu dan jenih buah vanili

kering yang dikirim ke eksportir.

Berdasarkan data permintaan dunia akan vanili yang telah dikumpulkan oleh Agribusiness Development Centre (2000) jumlah

kebutuhan dunia sebesar 2.500 sampai 3.000 ton vanili kering per tahun dengan perincian kebutuhan vanili untuk Amerika Serikat

sebesar 1.500 - 2.000 ton per tahun, Canada sebesar 150 - 200 ton per tahun, Uni Eropa (Prancis, Jerman, dan lainnya) sebesar 700 - 800

ton per tahun, Jepang sebesar 50 - 80 ton per tahun, Swiss sebesar

35 - 55 ton per tahun, dan Australia 10 - 20 ton per tahun. Gambaran konsumsi dunia untuk vanili dapat dilihat pada Gambar 3.1.

Gambar 3.1. Besarnya Konsumsi Vanili Dunia per Tahun

Bank Indonesia – Perkebunan Vanili - Konvensional 10

Berdasarkan volume ekspor vanili selama 10 tahun terakhir, Indonesia

rata-rata mengekspor sebanyak 2.315 ton dengan nilai sebesar US$ 17.367 ribu. Perkembangan rata-rata volume ekspor selama 10 tahun

terakhir sebesar 140 % untuk kenaikan volume, dan 15% untuk kenaikan nilai ekspor. Gambaran lengkap besarnya ekspor vanili

Indonesia selama 10 tahun terakhir dapat dilihat pada Gambar 3.2. dan Tabel 3.1.

Gambar 3.2. Banyaknya Ekspor Vanili Indonesia Selama 10 Tahun

Terakhir

Adanya perbedaan yang sangat mencolok antara besarnya kebutuhan dunia dan kenyataan volume ekspor Indonesia pada 2 tahun terakhir menunjukkan bahwa kebutuhan dunia atau pasar dunia untuk

komoditi vanili mengalami perluasan atau peningkatan. Dengan

mencermati data tujuan ekspor vanili Indonesia yang mengalami peningkatan sangat drastis pada dua tahun terakhir, ternyata ada

pasar baru selain pasar tradisional (Amerika Serikat, Uni Eropa, Jepang, dan Swiss) yang sangat besar nilai ekspornya yaitu ke Cina.

Besarnya ekspor selama dua tahun terakhir itu, ialah sebesar 3.000 ton pada tahun 2002 dan 6.000 ton pada tahun 2003.

Permintaan dalam negeri akan vanili khususnya dalam bentuk vanillin

masih dipenuhi dari pasar impor karena Indonesia belum memiliki industri vanillin. Selain sebagai pengekspor vanili, Indonesia untuk

keperluan tertentu masih juga melakukan impor buah vanili kering.

Selama lima tahun terakhir jumlah rata-rata buah vanili yang diimpor sebanyak 767 ton dengan nilai US$1.810.000 dengan perkembangan

volume impor rata-rata pertahun sebesar 251%. Data selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 3.2.

Bank Indonesia – Perkebunan Vanili - Konvensional 11

Tabel 3.1.

Volume, Nilai, dan Perkembangan Ekspor Vanili Indonesia Tahun 1994 - 2003

Perkembangan

(%) Tahun Volume

(ton)

Nilai

(000

US$) Volume Nilai

1994 629 22.494 - -

1995 632 17.452 0,48 (22,41)

1996 539 12.726 (14,72) (27,08)

1997 507 9.145 (5,94) (28,14)

1998 729 8.764 43,79 (4,17)

1999 339 5.497 (53,50) (37,28)

2000 350 8.503 3,24 54,68

2001 468 19.309 33,71 127,08

2002 6.598 47.122 1.309,83 144,04

2003 12.363 22.660 87,37 (51,91)

Rata-

rata 2.315 17.367 140 15

Sumber : Direktorat Jenderal Bina Produksi Perkebunan (2003) dan

Statistik Ekspor Indonesia (2004)

Tabel 3.2. Volume, Nilai, dan Perkembangan Impor Vanili Indonesia Tahun 1999 -

2003

Perkembangan

(%) Tahun Volume

(ton)

Nilai

(000

US$) Volume Nilai

1999 147 201 - -

2000 203 4.087 38,10 1.933,33

Bank Indonesia – Perkebunan Vanili - Konvensional 12

2001 3.006 2.617 1.380,79 - 35,97

2002 394 1.211 - 86,89 - 53,73

2003 83 933 - 78,93 - 22,96

Rata-

rata 767 1.810 251,00 364,00

Sumber : Direktorat Jenderal Bina Produksi Perkebunan (2003) dan

Statistik Ekspor Indonesia (2004)

Kegunaan buah vanili selama ini adalah sebagai bahan pembentuk aroma pada industri pangan dan nonpangan. Di dalam industri pangan

vanili digunakan sebagai flavoring agent pada produk makanan dan minuman seperti pada es krim, minuman ringan, coklat, permen,

puding, kue, dan minuman keras. Sedangkan dalam industri non pangan vanili banyak digunakan sebagai bahan untuk penambah

wewangian (fragrance). Selain itu, vanili juga dapat dimanfaatkan sebagai zat antimikroba untuk mencegah jamur dan kapang pada pure

buah, serta zat antioksidan pada makanan yang banyak mengandung

komponen tak jenuh. Kombinasi vanillin dengan 500 ppm asam askorbat pada pH 3 mampu mencegah pertumbuhan mikroba alami

dan kontaminan pure strawberry yang disimpan selama 60 hari pada suhu ruang. (Cerutti et al., 1997). Dengan begitu luasnya kegunaan

vanili dan peningkatan ekspor vanili Indonesia, komoditi ini sebenarnya mempunyai prospek pengembangan yang sangat cerah.

2. Penawaran

Jumlah produksi vanili di Kabupaten Manggarai pada tahun 2004

sebanyak 82 ton dari luas 978 ha lahan yang telah dikembangkan.

Penyebaran produksi tanaman vanili di Kabupaten Manggarai ada pada 12 kecamatan. Data lengkap penyebaran produksi dan kondisi

tanaman vanili di Kabupaten Manggarai pada tahun 2004 dapat dilihat pada Tabel 3.3.

Bank Indonesia – Perkebunan Vanili - Konvensional 13

Tabel 3.3.

Penyebaran Luas dan Produksi Tanaman Vanili di Kabupaten Manggarai pada Tahun 2004

Luas Areal Kecamatan

TBM TM TT/TR Jumlah

Produksi

(ton)

Jumlah

KK

Ruteng 16 24 10 50 4 95

Wae Rii 9 16 8 33 3 63

Langke

Rembong 8 7 5 20 2 38

Satar Mese 15 23 10 48 4 91

Cibal 24 28 13 65 5 123

Reok 24 28 13 65 5 123

Lamba Leda 40 63 20 123 11 233

Poco Ranaka 1.535 49 32 116 8 220

Borong 25 62 20 107 11 203

Kota Komba 33 62 26 121 11 229

Elar 46 59 30 135 11 256

Sambi Rampas 30 38 27 95 8 180

Jumlah 305 459 214 978 82 1.854

Sumber : Laporan Dinas Perkebunan dan Holtikultura Kabupaten

Manggarai, 2005 Keterangan: TBM = tanaman belum menghasilkan

TM = tanaman menghasilkan TT/TR = tanaman tua/tanaman rusak

Banyaknya produksi dan luas lahan yang ditanami vanili di Provinsi Nusa Tenggara Timur pada tahun 2002 memperlihatkan bahwa

Kabupaten Manggarai termasuk Manggarai Barat mempunyai luas areal penanaman vanili paling luas, yaitu 1.154,17 ha dengan jumlah

produksi sebanyak 145,57 ton. Sentra produksi dan penanaman vanili di Provinsi Nusa Tenggara Timur secara terperinci dapat dilihat pada

Tabel 3.4.

Bank Indonesia – Perkebunan Vanili - Konvensional 14

Tabel 3.4.

Penyebaran Produksi dan Luas Areal Tanaman Vanili di Provinsi Nusa Tenggara Timur

pada Tahun 2002

Kabupaten Luas Areal

(ha)

Produksi

(ton)

Sumba Barat 114,01 49,44

Kupang 4,86 -

Lembata 62,75 0,12

Sikka 419,06 89,28

Ende 99,07 12,61

Ngada 571,45 226,73

Manggarai (+Manggarai Barat) 1.154,17 145,57

Jumlah 2.425,37 523,75

Sumber : Nusa Tenggara Timur Dalam Angka Tahun 2002

Provinsi dan kabupaten yang menjadi sentra penanaman vanili di

Indonesia berdasarkan data dari Statistik Perkebunan yang dikeluarkan oleh Direktorat Jenderal Perkebunan Departemen

Pertanian RI dengan luas lahan lebih dari 50 ha tersebar di 10 provinsi

yang terdiri atas 23 kabupaten. Perincian provinsi dan kabupaten daerah sentra produksi vanili di Indonesia dapat dilihat pada Tabel 3.5.

Sedangkan jumlah luas penanaman vanili untuk masing-masing provinsi pada Tahun 1999-2000 terlihat bahwa Provinsi Sulawesi Utara

mempunyai luas lahan penanaman paling luas diikuti Provinsi Lampung dan Nusa Tenggara Timur. Adapun untuk tingkat produksi

terbanyak dihasilkan dari Provinsi Sulawesi Selatan diikuti Nusa Tenggara Timur dan Lampung, data selengkapnya dapat dilihat pada

Tabel 3.6.

Bank Indonesia – Perkebunan Vanili - Konvensional 15

Tabel 3.5.

Sebaran Sentra Tanaman Vanili Menurut Kabupaten dan Provinsi Di Indonesia

Provinsi Kabupaten

Sumatera Utara Karo, Deli Serdang

Lampung Lampung Selatan, Lampung Tengah

Jawa Barat Sumedang

Jawa Tengah Brebes

Jawa Timur Banyuwangi

Bali Buleleng, Gianyar, Jembrana

Nusa Tenggara Timur Manggarai (+Manggarai Barat), Ngada, Sikka,

Sumba Barat, Ende, Lembata

Sulawesi Utara Minahasa, Bolaang Mangondow

Sulawesi Tengah Poso, Donggala

Sulawesi Selatan Tanah Toraja, Sinjai

Sumber : Hasil Pengolahan Statistik Perkebunan Indonesia Tanaman Vanili 1994-1996, Dirjen Perkebunan 1995

Tabel 3.6. Sebaran Luas dan Produksi Tanaman Vanili Per Provinsi Di Indonesia

Tahun 1999-2000

Luas Tanam (Ha) Produksi (ton) Provinsi

1999 2000 1999 2000

Nanggro Aceh Darusalam 69 70 3 3

Sumatera Utara 592 591 89 92

Sumatera Barat 53 54 10 10

Riau 0 0 0 0

Jambi 43 32 3 3

Bank Indonesia – Perkebunan Vanili - Konvensional 16

Sumatera Selatan 144 1.422 65 69

Bengkulu 97 97 10 10

Lampung 2.567 2.564 336 341

DKI Jakarta 0 0 0 0

Jawa Barat 951 961 106 112

Jawa Tengah 249 248 63 61

DI. Yogyakarta 18 18 2 3

Jawa Timur 1.125 1.190 157 167

Bali 752 749 7 12

Nusa Tenggara Barat 658 655 51 53

Nusa Tenggara Timur 1.767 1.773 343 351

Kalimantan Selatan 12 12 1 1

Kalimantan Timur 46 46 2 3

Sulawesi Utara 5.524 5.532 353 357

Sulawesi Tengah 676 694 65 71

Sulawesi Selatan 1.671 1.671 271 271

Sulawesi Tenggara 5 5 1 1

Maluku 57 56 2 3

Sumber : Direktorat Jenderal Bina Produksi Perkebunan (2003)

Jumlah produksi tanaman vanili di Indonesia selama 5 tahun terakhir memperlihatkan perkembangan yang terus meningkat dengan tingkat

perkembangan luas tanaman sebesar 0,47% dan perkembangan

produksi buah vanili sebesar 7,16%. Kondisi terakhir (2003) tanaman vanili di Indonesia telah mencapai produksi sebanyak 2.375 ton dan

luas areal penanaman seluas 15.922 ha, data selengkapnya dapat dilihat pada Gambar 3.3. dan Tabel 3.7.

Bank Indonesia – Perkebunan Vanili - Konvensional 17

Gambar 3.3. Gambaran Perkembangan Luas dan Produksi Vanili

Indonesia

Tabel 3.7. Luas Areal, Produksi, Produktivitas dan Perkembangan Tanaman Vanili

di Indonesia

Perkembangan (%) Tahun Luas (ha)

Produksi

(ton)

Produktivitas

(ton/ha) Luas Produksi

1999 15.630 1.792 0,11 - -

2000 14.692 1.681 0,11 - 6,00 - 6,19

2001 14.749 2.198 0,15 0,39 30,76

2002 15.922 2.731 0,17 7,95 24,25

2003* 15.922 2.375 0,15 - - 13,04

Rata-rata 15.383 2.155 0,14 0,47 7,16

Sumber : Direktorat Jenderal Bina Produksi Perkebunan (2003)

*) Angka sementara

b. Persaingan dan Peluang

Jumlah produksi buah vanili olahan dunia rata-rata 2.000 sampai 3.000 ton per tahun, sesuai dengan pengaruh faktor kondisi iklim

Bank Indonesia – Perkebunan Vanili - Konvensional 18

negara penghasil utama. Negara penghasil utama buah vanili adalah

Madagaskar sebesar antara 1.000 sampai 1.500 ton per tahun diikuti oleh Indonesia yang mengalami peningkatan produksi cukup tinggi

dari 400 ton per tahun pada tahun 1980 menjadi 700 - 800 ton per tahun pada tahun 1990. Peringkat ketiga sebagai produsen vanili

dunia adalah Komoro dengan jumlah produksi sebesar 200 ton per tahun. (Agribusiness Development Centre, 2000). Tingkat penyerapan

vanili ke pasar dunia dari masing-masing negara produsen vanili ada pada Gambar 3.4. dan data selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 3.8.

Gambar 3.4. Besarnya Ekspor Vanili Dunia Berdasarkan Asal Negara

Tabel 3.8.

Besarnya Pangsa Pasar dari Negara Penghasil Vanili Dunia

Nama Negara

Porsi

pasar

(%)

Madagaskar 63

Indonesia 21

Komoro 9

Uganda 3

India 1

Jamaika 1

Papua New Guinea 1

Bank Indonesia – Perkebunan Vanili - Konvensional 19

Lainnya 1

Sumber : Jurnal Fruitrop, Januari 2003

Tingkat persaingan vanili Indonesia di pasar internasional terutama ditentukan oleh kualitas dan harga yang ditawarkan oleh masing-masing negara-negara pesaing, seperti Madagaskar, Komoro dan

Uganda. Selain itu, vanili alam ini mendapatkan persaingan yang sangat ketat dari vanili buatan/sintetis (synthetic vanilla). Vanili

buatan ini merupakan barang substitusi dari vanili alami yang dibuat dari bahan eugenol dari minyak cengkeh, sulphite liquor dari limbah

proses pembuatan kertas dan ekstrak tar batubara. Vanili sintetis ini memiliki aroma yang sama persis dengan vanili alami sehingga banyak

konsumen yang tidak dapat membedakannya apabila tidak diberitahu

terlebih dahulu.

Sebagai barang substitusi, permintaan vanili sintetis akan mengalami peningkatan apabila terjadi peningkatan harga vanili alami atau

penurunan suplai vanili alami. Lebih dari 95% permintaan dunia terhadap vanilla flavor dipenuhi oleh vanili sintetis. Tingginya pangsa

pasar vanili sintetis ini disebabkan oleh ketidakmampuan produsen vanili alami untuk mencukupi kebutuhan konsumen dan faktor harga

yang sangat mahal. Saat ini perbandingan harga vanili sintetis dengan vanili alami adalah antara 1 : 10 sampai 1 : 15.

Sebenarnya antara vanili alami dan sintetis sangat jauh berbeda. Vanili sintetis terdiri hanya dari senyawa vanillin saja, sedangkan vanili

alami terdiri dari beberapa senyawa aromatik yang secara bersama-sama memberikan flavor. Dengan adanya perbedaan yang mencolok

dan adanya kampanye kesadaran untuk hidup secara sehat dengan kembali ke alam (back to nature) peluang pembukaan kebun vanili ini

masih terbuka luas terutama di pasar dunia yang volume permintaannya akan terus meningkat.

c. Harga

Pada aspek pemasaran komoditi vanili ini akan dibahas tentang kondisi harga jual di tingkat petani dan pedagang pengumpulnya serta jalur pemasaran yang terjadi di lokasi penelitian dan secara umum di

Indonesia. Harga buah vanili yang diperdagangkan sangat bergantung

pada kualitas atau tingkat mutu buah vanilinya. Umumnya di tingkat

Bank Indonesia – Perkebunan Vanili - Konvensional 20

petani, vanili dijual dalam kondisi buah segar. Adapun jalur pemasaran

buah vanili dimulai oleh masing-masing petani ke pedagang pengumpul atau langsung ke pedagang besar yang mempunyai kontak

langsung dengan pembeli di luar negeri. Namun, pada umumnya jalur penjualan ke pedagang pengumpul relatif lebih banyak dilakukan oleh

petani vanili.

Harga vanili di pasaran sangat ditentukan oleh tingkat kualitas buah vanili yang dijual. Umumnya perdagangan buah vanili di tingkat petani

dilakukan dalam kondisi buah vanili segar (basah), sehingga tingkat harga yang terjadi merupakan harga yang paling rendah. Perbedaan

harga antara harga vanili basah dan vanili kering di lokasi cukup tinggi

dengan perbandingan yaitu sebesar 1 : 5.

Tinggi atau rendahnya harga vanili ditingkat petani ini sangat dipengaruhi oleh tingkat harga yang ada di pasaran dunia, semakin

tinggi harga di pasaran dunia, semakin tinggi pula harga vanili di tingkat petani, demikian juga sebaliknya. Oleh karena itu, fluktuasi

harga vanili di tingkat petani sangat ditentukan oleh fluktuasi harga vanili dunia. Dari data selama 5 tahun terakhir, harga buah vanili

segar mengalami fluktuasi yang sangat tinggi, pada periode tahun 2002-2003 mengalami tingkat harga yang sangat tinggi yaitu Rp

200.000 per kg vanili basah dan untuk tahun 2005 mengalami harga

yang sangat rendah yaitu Rp 20.000 per kg vanili basah. Perkembangan harga vanili basah ditingkat petani selama 5 tahun

terakhir dapat dilihat pada Tabel 3.9.

Tabel 3.9. Perkembangan Harga Vanili Basah di Kabupaten Manggarai

Tahun Harga (Rp/kg)

2000 45.000

2001 75.000

2002 200.000

2003 200.000

2004 75.000

2005 20.000

Rata-rata 102.500

Sumber Data Primer Petani (2005)

Bank Indonesia – Perkebunan Vanili - Konvensional 21

Terjadinya harga yang tinggi pada waktu itu (tahun 2002 - 2003)

disebabkan oleh adanya kegagalan panen akibat taufan di Madagaskar dan tingginya permintaan vanili pada saat itu. Sedangkan rendahnya

harga jual vanili saat ini (tahun 2005) disebabkan oleh tingginya pasokan vanili dunia dari Madagaskar dan rendahnya nilai jual yang

ditawarkan oleh pemasok dari negara itu.

Tingkat harga impor vanili dengan tingkat mutu I selama periode 1999 - 2001 di negara pengimpor utama komoditi ini menunjukkan adanya

peningkatan yang cukup tinggi. Informasi harga impor vanili mutu I di Amerika Serikat, Prancis dan Jerman dapat dilihat pada Tabel 3.10.

Tabel 3.10. Harga Impor Vanili Mutu I (US$/kg) Tahun 1999-2001

Tahun Negara Pengimpor

1999 2000 2001

Amerika Serikat 21 34 87

Prancis 27 41 86

Jerman 27 36 102

Rata-rata 24 37 92

Sumber: Jurnal Fruitrop, Januari 2003

d. Jalur Pemasaran

Secara umum, jalur pemasaran vanili tidak berbeda dengan komoditi pertanian lainnya. Di pemasaran dalam negeri, produsen menjual

produk ke pedagang pengumpul atau agen eksportir. Barulah

kemudian produk tersebut sampai ke tangan eksportir. Seperti telah disebutkan sebelumnya, sebagian besar perdagangan vanili adalah

untuk tujuan ekspor.

Pada praktiknya, keadaan pasar sering dipengaruhi oleh orang yang pertama kali melakukan proses transaksi. Terdapat beberapa situasi

pemasaran yang terjadi, yaitu pertama, pihak petani langsung menjual produk ke tengkulak/pedagang perantara, atau agen eksportir. Dalam

Bank Indonesia – Perkebunan Vanili - Konvensional 22

hal ini, petani memiliki posisi tawar yang lemah, harga lebih banyak

dipengaruhi oleh pembeli. Kedua, pihak pembeli yang mencari petani. Pada situasi ini, petani dapat memperoleh harga yang relatif lebih

baik. Hal ini seringkali terjadi jika komoditi ini sedang mempunyai harga yang tinggi, terbukti dengan adanya pemesanan dengan uang

muka terlebih dahulu oleh pembeli kepada petani sementara vanili belum dipanen.

Jalur pemasaran vanili dari petani sebagian besar ditampung terlebih

dahulu oleh para pengumpul. Dari survei di wilayah Kabupaten Manggarai, setidaknya ada lima perusahaan pengumpul vanili yang

cukup besar, yaitu PT Nugi Indah, PT Matahari, PT Kilimutu, PT Rayuan

Abadi dan UD Maju. Sedangkan pada saat komoditi vanili booming beberapa waktu yang lalu PT Djasula Wangi sempat mendirikan

instalasi pengolahan vanili di Kecamatan Borong, meskipun saat ini sudah tidak ada lagi.

Untuk jalur pemasaran luar negeri ada beberapa pihak yang mungkin

terlibat, yaitu agen eksportir, prosesor, tengkulak, dan pedagang. Jalur perdagangan vanili dapat digambarkan pada Gambar 3.5.

Pemasaran tersebut juga dapat menjadi lebih pendek. Petani menjual vanili kepada pedagang pengumpul atau pedagang besar dan kedua

jenis pedagang tersebut langsung menjualnya pada eksportir, seperti

ditunjukkan pada Gambar 3.1 bagian bawah.

Bank Indonesia – Perkebunan Vanili - Konvensional 23

Gambar 3.5. Jalur Pemasaran Perkebunan Vanili

e. Kendala Pemasaran

Kendala pemasaran vanili adalah masih sangat rendahnya tingkat pengetahuan petani dalam penanganan pasca panen. Petani vanili

masih mengalami kesulitan untuk mengolah buah vanili segar menjadi vanili yang bermutu tinggi. Akibat rendahnya pengetahuan pasca

panen ini adalah rendahnya tingkat mutu vanili yang dihasilkan petani. Faktor yang harus diperhatikan dalam upaya pemasaran vanili, adalah

dengan memperhatikan kualitas dan harga yang kompetitif. Secara umum, kendala pemasaran disebabkan oleh hal-hal berikut:

1. Rendahnya mutu vanili yang dihasilkan petani akibat pemetikan buah vanili muda karena terdesak oleh kebutuhan ekonomi

keluarga, takut kedahuluan pencuri, dan masih rendahnya tingkat pengetahuan petani terhadap pascapanen vanili,

Bank Indonesia – Perkebunan Vanili - Konvensional 24

2. Adanya pencampuran vanilla planiflolia dengan vanilla tahitensis

dalam perdagangan dunia oleh eksportir nakal mengakibatkan lemahnya posisi tawar perdagangan vanili asal Indonesia, dan

3. Harga yang berfluktuasi (dalam dan luar negeri) akibat tidak terkendalinya produksi dalam negeri dan persaingan negara

sesama produsen vanili.

Bank Indonesia – Perkebunan Vanili - Konvensional 25

4. Aspek Produksi

a. Lokasi Usaha

Tanaman vanili dengan hasil utama berupa buah vanili segar didapatkan dari perkebunan vanili yang dikelola dengan baik. Sebagai

tanaman perkebunan yang tergolong famili anggrek-anggrekan, tanaman ini memerlukan persyaratan tumbuh, dan teknik budidaya

yang spesifik.

Pemilihan lokasi yang cocok untuk penanaman pohon vanili sangat ditentukan oleh agroklimatnya, sedangkan dukungan sarana dan

prasarana untuk tumbuh kembangnya tanaman ini tidak begitu

menentukan. Syarat-syarat yang harus dipenuhi untuk dapat tumbuh dan berproduksi dengan baik tanaman vanili adalah sebagai berikut:

1. Iklim

Keadaan iklim yang diperlukan oleh tanaman vanili adalah suhu udara

25 - 38oC, kelembaban udara sekitar 80%, dan hujan berulang-ulang, tetapi tidak banyak. Keasaman (pH) tanah yang dikehendaki 6-7

dengan drainase yang baik. Di wilayah Indonesia dengan curah hujan antara 2.000 - 3.000 mm per tahun pada ketinggian 400 – 800 m di

atas permulaan air laut, tanaman vanili tumbuh dan berproduksi baik.

Tingkat kesesuaian iklim tanaman vanili dapat dilihat pada Tabel 4.1.

Tabel 4.1. Tingkat Kesesuaian Iklim Tanaman Vanili

No Faktor Iklim Sangat

Sesuai Sesuai Kurang Sesuai

1 Curah hujan (mm/tahun) 1.500 -

2.000

2.000 -

3.000 > 3.000

2 Jumlah hari hujan 80 - 178 178 - 210 <80 atau > 178

3 Bulan basah (curah hujan

lebih 100 mm/bulan) 7 - 9 5 - 6 3 - 4

4 Bulan kering (curah hujan

kurang 100 mm/bulan) 2 - 3 3 - 4 < 2 atau 4 - 6

Bank Indonesia – Perkebunan Vanili - Konvensional 26

5 Suhu harian (0C) 24 - 26 23 - 24 20 - 22

6 Kelembaban (%) 60 - 75 50 - 60

78 - 80

Kurang dari 50

Lebih dari 80

7 Radiasi Matahari (%) 30 - 50 51 - 55 Lebih dari 55

Kurang dari 20

Sumber: Ruhnayat (2003)

Apabila daerah-daerah penanaman vanili memiliki angin yang kencang, perlu ditanam tanaman pagar sebagai penahan angin agar

tanaman vanili tidak rusak dan tidak terjadi penguapan air yang berlebihan.

2. Tanah

Tanaman vanili dapat tumbuh di berbagai jenis tanah seperti andosol, latosol, podsolit, dan regosol, asal kondisi fisiknya baik. Lahan datar

yang memungkinkan air tergenang di sekitar perakaran vanili atau

lahan yang terlalu curam kurang baik untuk vanili. Lahan yang ideal adalah lahan yang sedikit miring sehingga air dapat terbuang, dan

memungkinkan untuk ditanami tanaman lain yang banyak menghasilkan bahan mulsa.

Guna menghindari adanya genangan air dapat dibuat saluran drainase

yang baik. Perakaran vanili relatif dangkal, oleh karena itu sebaiknya vanili ditanam di lahan yang lapisan humusnya tebal. Di lahan dengan

kandungan humus tinggi, perkembangan akarnya 85% lebih baik daripada yang ditanam di daerah biasa. Selain itu, pertumbuhan

batang barunya juga lebih baik.

Tanaman vanili membutuhkan tanah yang gembur, ringan, dan porous, sehingga mudah ditembus oleh akar. Unsur mineral dalam

tanah dengan jumlah yang cukup dan imbangan yang sesuai sangat

diperlukan oleh tanaman vanili. Diduga unsur kalium (K) dan kalsium (Ca), memegang peranan penting terhadap pertumbuhan tanaman

vanili karena pada bagian vegetatif tanaman banyak mengandung kedua unsur tersebut. Kesesuaian tanah tempat penanaman vanili

dapat dilihat pada Tabel 4.2.

Bank Indonesia – Perkebunan Vanili - Konvensional 27

Tabel 4.2. Tingkat Kesesuaian Tanah Tanaman Vanili

No Faktor Tanah Sangat

Sesuai Sesuai

Kurang

Sesuai

1 Drainase Baik Agak baik Agak

terhambat

2 Tekstur Lempung

berpasir

Lempung

berhumus Pasir Lainnya

3 pH 6 - 7 5 - 6 7 - 8

4 Kedalaman air tanah

(cm) > 100 60 - 1000 40 - 60

5 Kap. tukar kation

(me/100g) > 16 5 - 16 < 5

6 Salinitas

(mmhos/cm) < 1 1 - 2 2 - 4

7 Kedalaman sulfidik

(cm) >100 60 - 100 50 - 60

8 N-Total 0,51 - 0,75 0,2 -5,0 0,1 - 0,2

9 P205 (ppm) >16 10 - 15 < 10

10 K2 0 > 1 0,3 - 1,0 < 0,3

11 Ca (me/100 g) 6 -10 2 - 5 < 2

12 Mg (me/100 g) 1,1 - 2,0 0,4 - 1,0 > 2,1

13 Kejenuhan basa (%) 36 - 50 20 - 35 < 20 atau >

35

14 Lereng (%) 3 - 15 0 - 3 15 -45

Sumber: Ruhnayat (2003)

Bank Indonesia – Perkebunan Vanili - Konvensional 28

b. Fasilitas Produksi

FASILITAS PRODUKSI DAN PERALATAN

Guna pelaksanaan kegiatan perkebunan vanili diperlukan peralatan

penunjang dan sarana produksi utama tanam vanili. Peralatan atau

sarana produksi tanaman vanili dapat dibedakan menjadi peralatan untuk budidaya vanili dan perlengkapan pasca panen vanili. Fasilitas

produksi dan macam peralatan yang digunakan untuk perkebunan vanili dapat dilihat pada Tabel 4.3.

Tabel 4.3.

Fasilitas dan Peralatan Untuk Kebun Vanili

No Uraian Banyaknya

A Peralatan dan fasilitas

budidaya

1 Sepatu lapang 2 buah

2 Sabit 1 buah

3 Parang 2 buah

4 Sekop 2 buah

5 Cangkul/tajak 2 buah

6 Gunting pangkas 2 buah

7 Hand sprayer 1 buah

8 Ember 2 buah

9 Kerangjang rotan 3 buah

10 Batu asahan 1 buah

11 Gunting panen 3 buah

12 Pagar keliling (pagar hidup)

13 Pondok jaga

B Peralatan pascapanen

Bank Indonesia – Perkebunan Vanili - Konvensional 29

1 Ketel atau dandang

perebusan 1 unit

2 Kerangjang pencelupan 2 unit

3 Rak penirisan 1 unit

4 Kotak pemeraman 3 unit

5 Lantai jemur/tray

penjemuran 1 unit

6 Tutup kain tray penjemuran 6 unit

7 Alat pengering 1 unit

8 Rak pengering anginan 1 unit

9 Kotak pengkondisian 3 unit

10 Meja dan kursi sortasi 1 unit

11 Keranjang sortasi 2 unit

c. Bahan Baku

Bahan-bahan yang digunakan untuk kegiatan budidaya tanaman vanili terdiri atas setek atau bibit vanili yang akan ditanam, setek tanaman

pelindung atau pemanjat, pupuk kandang dan pupuk buatan (Urea, TSP, dan SP 36), pupuk daun, fungisida, dan bahan untuk keperluan

pascapanen yang terdiri atas kertas minyak, tali rafia, dan kotak untuk pengemasan. Bahan yang diperlukan untuk kegiatan budidaya kebun

vanili ini mempunyai spesifikasi, jumlah, dan jadwal yang tertentu dalam penggunaannya.

1. Bibit Vanili

Penanaman vanili dapat dilakukan dengan cara generatif dan vegetatif. Karena sulitnya penanaman secara generatif, para petani biasanya

melakukan penanaman secara vegetatif melalui setek sulur. Setek sulur ini dapat langsung ditanam di kebun atau melalui pembibitan

dahulu. Untuk setek sulur yang langsung tanam di kebun dianjurkan paling sedikit mempunyai 5 buku. Makin panjang sulur yang ditanam,

Bank Indonesia – Perkebunan Vanili - Konvensional 30

makin cepat tanaman berbuah. Jika bahan tanaman terbatas,

penggunaan setek pendek sepanjang 1 - 3 buku harus disemaikan dulu sampai 5 - 7 buku.

Bahan tanaman yang digunakan sebagai bibit diambil dari sulur induk

yang mempunyai produksi tinggi dan bebas dari hama penyakit. Disamping itu, sulur yang diambil sebaiknya belum pernah berbunga,

mempunyai ruas yang pendek, dan diambil pada pertengahan musim penghujan pada saat pohon induk dalam keadaan aktif. Banyaknya

sulur yang diambil disesuaikan dengan jumlah pohon yang akan ditanam (sesuai dengan jarak tanamnya).

Bibit vanili di Indonesia kebanyakan dalam jenis Vanilla planifolia Andrews. Bibit vanili yang sekarang banyak diintroduksikan ke petani

adalah bibit vanili BIO-FOB dengan keunggulan pada ketahanan akan serangan penyakit busuk batang. Bibit ini dihasilkan oleh Badan

Penelitian Tanaman Rempah Obat di Bogor.

2. Tanaman Pelindung/Panjat

Sebelum tanaman vanili ditanam, perlu disiapkan tanaman

pelindung/panjat terlebih dahulu. Penanaman tanaman pelindung/panjat ini dilakukan 6 - 12 bulan sebelum setek vanili

ditanam. Tanaman ini selain berfungsi sebagai penunjang (panjatan), juga berfungsi sebagai naungan. Tanaman pelindung/panjat

hendaknya memiliki lingkar batang yang tidak besar, kuat sebagai penyangga, mudah diperbanyak dengan setek, tidak mengalami

pengguguran daun secara total, daunnya relatif kecil sehingga sinar matahari bias tembus, akarnya dalam, dan pertumbuhannya cepat.

Percabangannya diatur pada ketinggian 1,5 - 2 m, sehingga sulur

vanili mudah menggantung, dan mudah dicapai oleh pekerja pada waktu mengawinkan bunga.

Jarak tanam yang digunakan untuk tanaman penegak/ pelindung

adalah 1,5 x 2,5 atau 2 x 1 m (jarak 1,5 m dan 2 m adalah jarak antar barisan) disesuaikan dengan jarak tanam vanili. Banyaknya naungan

yang diperlukan tergantung pada tinggi tempat/lokasi penanaman dari permukaan laut. Semakin tinggi tempat/lokasi penanaman, semakin

sedikit diperlukan naungan. Jenis tanaman yang baik digunakan sebagai pelindung/ pemanjat hendaknya mempunyai persyaratan

sebagai berikut:

1. Pertumbuhan cepat dan cukup rimbun,

2. Mempunyai perakaran yang dalam,

Bank Indonesia – Perkebunan Vanili - Konvensional 31

3. Dapat bersimbiosis atau berasosiasi dengan mikroba tanah yang

menguntungkan, 4. Produksi daun banyak sehingga dapat dijadikan bahan pupuk

organik dan mulsa, 5. Daun tidak mudah gugur di musim kemarau,

6. Tidak bersifat alelopati yaitu penghambatan secara langsung atau tidak langsung dari senyawa kimia yang dihasilkan pohon

panjat terhadap perkembangan vanili, 7. Mudah dipangkas dan daya regenerasi cepat, 8. Tahan terhadap hama dan penyakit, 9. Bukan tanaman inang hama dan penyakit vanili.

Tanaman yang dapat digunakan sebagai pohon pelindung dan panjatan vanili yang baik, antara lain adalah gamal (Glyricidia

maculata), dadap cangkring (Erythrina fulusca), dan lamtoro. Batang pohon pelindung/panjat diambil dari pohon induk yang sehat dan

sudah cukup umur (batang sudah dewasa) dengan diameter 5 - 7 cm dan panjang 1,75 - 2,00 m.

Penggunaan pupuk kandang, pupuk buatan (urea, TSP, SP 36, pupuk

daun) dan fungisida untuk tanaman vanili akan diuraikan secara rinci pada sub bab teknik budidaya tanaman vanili.

d. Tenaga Kerja

Tenaga kerja yang diperlukan dalam kegiatan perkebunan vanili ini relatif tidak terlalu banyak. Tenaga untuk kegiatan budidaya ini

sebenarnya hanya membutuhkan 2 - 3 orang pekerja per hektarnya

yang dikerjakan secara bertahap dan kontinyu sepanjang tahun. Para pekerja ini dalam kegiatannya ada yang dibayar secara borongan

seperti untuk kegiatan penyerbukan atau dibayar per hari untuk kegiatan pemeliharaan, pemanenan dan pembersihan kebun.

Tanaman vanili tidak dapat melakukan penyerbukan sendiri guna

menghasilkan buah, maka tenaga kerja atau petani yang trampil untuk melakukan kegiatan penyerbukan sangat diperlukan. Hal ini menjadi

salah satu kriteria tingkat keberhasilan dalam pembudidayaan perkebunan vanili ini. Disamping itu, komoditi vanili yang mempunyai

nilai ekonomi tinggi (nilainya setara dengan emas atau biasa disebut

sebagai emas hijau) menjadi incaran khusus bagi para pencuri. Oleh karena itu, dalam pengelolaannya diperlukan kegiatan penjagaan baik

secara fisik maupun kelembagaan.

Bank Indonesia – Perkebunan Vanili - Konvensional 32

e. Teknologi

Tingkat teknologi budidaya vanili yang dilakukan petani di Kabupaten Manggarai pada saat penulisan ini dilakukan masih sederhana. Proses

penanaman vanili dilakukan secara tumpang sari dengan tanaman kopi. Petani melakukan penanaman vanili tanpa ada proses

pengolahan lahan atau menerapkan teknik tanam tanpa olah tanah (tot), penanaman vanili dengan pohon panjat/pelindungnya dilakukan

secara bersamaan pada lubang tanam yang dibuat dari tugal/linggis.

Setelah itu, tanaman vanili dibiarkan tanpa ada pemupukan baik pupuk kandang maupun pupuk buatan, sedangkan pemeliharaan

hanya dilakukan untuk membersihkan rumput yang ada di sekitar pohon vanili (hanya dipotong atas tidak dicabut), penurunan sulur

vanili, dan pemangkasan untuk merangsang pembungaan. Kegiatan yang cukup banyak menyita tenaga dan waktu para petani vanili

adalah proses penyerbukan. Bahkan ada petani yang memborongkan tanaman vanilinya dikawinkan oleh petani lain dengan sistem upah

dari hasil panen dengan pembagian 50% : 50%. Untuk pemanenan vanili dilakukan dengan memetik langsung buah vanili yang dianggap

tua dari polongnya dengan cara diputar. Setelah itu, buah vanili segar langsung dijual pada pedagang pengumpul yang banyak berkeliling ke

desa-desa sentra produksi vanili.

Budidaya perkebunan vanili yang saat ini banyak dilakukan petani di

daerah sentra tanaman vanili seperti di Jawa dan Bali sudah banyak menggunakan sentuhan teknologi modern seperti penggunaan pupuk

buatan, penyemprotan insektisida, penggunaan fungisida dan pemakaian teknik budidaya yang lebih intensif, sehingga dihasilkan

buah vanili segar yang lebih banyak. Penanganan pascapanen vanili baik di Kabupaten Manggarai maupun sentra di Pulau Jawa dan Bali

masih sedikit petani yang melakukannya, kebanyakan petani menjual langsung dalam kondisi segar. Hal ini disebabkan oleh (1)

ketidaktahuan petani tentang tata cara pengolahan untuk mendapatkan mutu vanili yang baik, (2) kekurangan sarana modal

dan tenaga untuk mengolah vanili, (3) ketakutan menanggung risiko

dan beranggapan lebih menguntungkan menjual buah basah, (4) keperluan uang yang mendesak, dan (5) ketakutan dicuri.

Pola perkebunan vanili yang akan dibuatkan dalam laporan ini

merupakan kombinasi dari kondisi yang ada di Kabupaten Manggarai dengan teknik budidaya yang telah banyak dilakukan pada sentra

Bank Indonesia – Perkebunan Vanili - Konvensional 33

daerah produksi vanili lainnya (Pulau Jawa dan Pulau Bali). Teknik

budidaya dengan sentuhan teknologi modern ini, tanaman vanili yang sebelumnya berisiko terserang penyakit busuk batang sekarang telah

mulai dapat diatasi.

f. Teknik Budidaya

1. Penyiapan Lahan

Lahan untuk penanaman vanili perlu dipersiapkan dengan baik agar akar berkembang cepat sehingga setek vanili dapat lebih terjamin

pertumbuhannya. Pekerjaan yang perlu dipersiapkan adalah pengolahan tanah dan pembuatan guludan. Pengolahan tanah dapat

dilakukan dengan mencangkul atau membajak, sehingga struktur tanahnya gembur, dalam, remah, dan beraerasi baik. Guludan dibuat

sepanjang kebun dengan lebar 1,2 m dan tinggi + 30 cm. Untuk

kebun-kebun yang keadaan tanahnya datar, pada pinggiran kebun dapat dibuat saluran drainase dengan lebar 60 cm dan dalam 40 cm.

2. Penanaman

Sebelum ditanam setek dibiarkan 3 - 4 hari di tempat teduh agar luka

bekas potongan kering sehingga tidak terjadi pembusukan. Setek ditanam setelah tanah di sekitar tanaman pelindung dicampur pupuk

kandang sapi yang sudah masak. Di dekat pangkal tanaman pelindung jarak ditambah 10 cm, disiapkan lubang tanam sedalam 10 cm. Tiga

sampai empat daun pada bagian pangkal setek dibuang, karena

bagian ini akan dibenamkan ke dalam tanah. Posisi dan cara penananam vanili pada tanah dapat dilihat pada Gambar 4.1.

Bank Indonesia – Perkebunan Vanili - Konvensional 34

Gambar 4.1. Penanaman Setek Tanaman Vanili

Penanaman setek sebaiknya dilakukan pada awal musim hujan. Setek

ditanam pada lubang yang telah disiapkan di dekat pangkal tanaman pelindung. Tanah di sekitar setek harus dijaga tetap basah. Caranya

adalah dengan memberi daun-daunan (serasah) di sekitar tanaman vanili. Apabila perlu dapat juga dilakukan penyiraman. Bagian setek

yang ditanam ke dalam tanah 3 - 4 buku dengan posisi melengkung, sehingga pangkal batangnya tidak tertimbun tanah, lalu tanahnya

sedikit ditekan. Bagian batang yang di atas tanah diikat pada tanaman pelindungnya, sehingga pada saat tumbuh akan langsung menempel

pada pohon panjatan. Sebagai bahan pengikat dapat digunakan tali plastik atau tali dari pelepah batang pisang. Kondisi vanili yang telah

tertanam selama 2 minggu dapat dilihat pada Foto 4.1.

3. Penjalaran Tanaman Vanili

Penjalaran tanaman vanili dapat dilakukan dengan 3 cara, yaitu sistem

pagar, sistem penegak tunggal dengan pelengkungan bolak-balik, dan sistem rumbai (air mancur).

Bank Indonesia – Perkebunan Vanili - Konvensional 35

Foto 4.1. Penanaman Vanili Di Sekitar Pohon Pelindung

a. Sistem Pagar

Sistem pagar dilakukan apabila cabang-cabang tanaman panjat tidak horizontal. Pada ketinggian 2 m dari tanaman panjat, dikaitkan bambu

untuk tempat merambatnya batang vanili, sehingga nantinya tanaman vanili menjalar horizontal pada bambu tersebut. Teknik penjalaran

dengan sistem pagar dapat dilihat pada Gambar 4.2.

Gambar 4.2. Penjalaran Tanaman Vanili dengan Sistem Pagar

Bank Indonesia – Perkebunan Vanili - Konvensional 36

b. Sistem Penegak Tunggal dengan Pelengkungan Bolak-Balik

Pada sistem ini, tanaman vanili dijalarkan ke atas setinggi 2,5 m.

Selanjutnya 0,75 m sulur pucuk dilepas dari pokok rambatannya dan dibiarkan menggantung sampai sekitar 50 cm diatas permukaan

tanah, lalu ujungnya diarahkan lagi ke atas dan diikat pada penegaknya. Begitu seterusnya sehingga terbentuk lingkaran-

lingkaran dari lengkungan batang-batang vanili tersebut. Teknik penjalaran sistem penegak tunggal dapat dilihat pada Gambar 4.3.

Gambar 4.3. Penjalaran Tanaman Vanili dengan Sistem Penegak

Tunggal

c. Sistem Rumbai (Air Mancur)

Sistem air mancur sama dengan sistem pelengkungan bolak-balik,

yaitu dengan melengkungkan ke bawah setelah mencapai ketinggian 1,5 - 2 m. Lalu pada saat ujungnya mendekati permukaan tanah (- 30

cm di atas permukaan tanah), pucuknya dipangkas. Setelah tumbuh lagi dan mencapai 1,5 - 2 m dilengkungkan lagi, lalu setelah dekat

dengan permukaan tanah pucuknya dipangkas lagi. Demikian seterusnya.

Bank Indonesia – Perkebunan Vanili - Konvensional 37

4. Pemangkasan Pohon Pelindung dan Sulur

Tanaman vanili hanya membutuhkan 50 - 70% sinar matahari. Intensitas cahaya matahari tersebut dapat diatur dengan cara

pemangkasan dahan-dahan dan cabang-cabang pohon pelindungnya. Pemangkasan pohon pelindung ini biasanya dilakukan satu tahun

sekali pada awal musim penghujan.

Tanaman vanili sebaiknya berbunga serempak dan seragam, sehingga

perlu perangsangan untuk pembungaan. Caranya dengan mengurangi naungan, memijit semua pucuk muda sehingga pertumbuhan

vegetatifnya terhambat, atau memangkas sulur. Apabila setelah dipijit masih keluar pucuk berarti harus dipijit lagi atau naungannya

dikurangi lagi. Selain itu tanaman vanili perlu disemprot dengan Gandasil B. Pemijitan pucuk atau pemangkasan sulur tersebut

dilakukan pada saat akhir musim kemarau, agar 2-3 bulan kemudian terjadi pembungaan.

5.Penyerbukan Bunga

Tanaman vanili tidak dapat menyerbuk sendiri, oleh karena itu harus dilakukan penyerbukan buatan oleh manusia. Waktu untuk melakukan

penyerbukan terbatas karena mekarnya bunga hanya berlangsung 12 jam, yaitu mulai sekitar pukul 24.00 sampai menjelang tengah hari.

Pekerjaan penyerbukan ini akan lebih mudah bila dilakukan sebelum pukul 12.00, yaitu pukul 08.00 - 12.00, saat bunga sudah kering dari

air embun.

Biasanya satu tandan bunga terdiri dari 15 - 20 tangkai bunga dan

pada satu tandan tidak lebih dari 3 bunga yang mekar serempak. Dengan demikian, pengerjaan penyerbukan pada satu tandan bunga

memerlukan waktu beberapa hari. Setiap tanaman maksimal menghasilkan 15 tandan. Apabila jumlah tandan yang dinginkan telah

dicapai, maka semua sisa bunga yang ada dibuang. Ukuran bunga yang baik sekitar 15 cm.

Cara penyerbukan bunga adalah dengan mengangkat rostellum yang

membatasi bunga jantan (anther) dan alat betinanya (stigma) dengan mengunakan lidi sepanjang 10 cm. Kemudian serbuk sari diletakkan

pada stigma yang berada di bawahnya. Untuk mengetahui berhasil

atau tidaknya pekerjaan penyerbukan dapat dilihat dari keadaan bunga setelah 1 - 2 hari. Apabila bunga tetap tinggal dirangkaiannya

berarti penyerbukan berhasil dan jika proses penyerbukan gagal bunga

Bank Indonesia – Perkebunan Vanili - Konvensional 38

akan jatuh. Bila jumlah buah dalam satu tandan sudah cukup (9-12

buah), pekerjaan penyerbukan dihentikan dan sisa bunga yang ada dibuang. Rata-rata satu orang dapat mengawinkan 1.000 bunga per

hari. Ilustrasi teknik penyerbukan tanaman vanili dapat dilihat pada Gambar 4.4.

Gambar 4.4. Cara Penyerbukan Bunga Vanili,

(a. Pengangkatan Rostellum dengan lidi, b. Peletakan serbuk sari pada stigma)

6. Pemupukan

Dalam budidaya tanaman vanili, proses pemupukan penting dilakukan. Jenis pupuk yang dapat digunakan adalah pupuk kandang, pupuk

buatan yang terdiri atas pupuk lengkap (N, P, K, Ca, Mg), Gandasil D, Gandasil B dan Gier (kotoran sapi yang diencerkan). Penggunakan

pupuk kandang 1,5 kaleng minyak tanah per pohon per tahun dapat meningkatkan hasil buah. Pemberian pupuk kandang 20 liter per

pohon per tahun atau 100 g pupuk NPK 15-15-15 per pohon per tahun tidak begitu berpengaruh terhadap pertumbuhan dan hasil buah.

Penggunaan pupuk kandang diperlukan terutama pada daerah-daerah yang kekurangan air dan diberikan pada awal musim kemarau.

Gandasil D diberikan apabila tanaman kelihatan kurus, tandan bunga

muncul dalam jumlah banyak, atau setelah masa panen. Pemberian Gandasil D ini penting untuk mengimbangi pertumbuhan, karena

tanaman yang buahnya lebat tenaganya akan terkuras dan dapat

menyebabkan kematian tanaman.

Gandasil B diberikan pada saat menjelang pembungaan yang berguna untuk menyeragamkan tumbuhnya bunga dan menambah jumlah

tandan bunga. Pemberian Gandasil D atau Gandasil B dilakukan 2

Bank Indonesia – Perkebunan Vanili - Konvensional 39

minggu sekali selama musim penghujan dengan dosis 5 - 8 g/liter air.

Pupuk ini disemprotkan pada daun pada pagi hari sebelum pukul 06.00 atau sore setelah pukul 18.00, dapat juga pada waktu pagi atau siang

hari setelah hujan lebat.

Pupuk kandang dan pupuk buatan dapat diberikan pada awal dan akhir musim penghujan. Dosis pupuk yang akan diberikan disesuaikan

dengan umur tanaman.

Tabel 4.4.

Dosis Pupuk Kandang dan Buatan untuk Tanaman Vanili

Dosis Pupuk (gr/pohon/tahun) Umur Tanaman

(tahun) Kandang Urea SP-36 KCL

Kurang dari 1 800 20 40 60

1 - 2 800 40 80 120

2 - 3 960 80 160 240

3 - 5 1.280 160 320 480

lebih dari 5 1.600 300 600 750

Sumber: Ruhnayat (2003)

7. Pengendalian Hama dan Penyakit

Hama yang menyerang tanaman vanili sangat jarang. Hama yang dapat menyerang biasanya ngengat putih (Lawava Sp.). Jika tanaman

terlihat mulai diserang baru dilakukan proses penyemprotan dengan insektisida Decis 0,5 - 1,0 ml/liter air. Jika terjadi serangan,

penyemprotan dapat dilakukan 7 - 10 hari sekali sampai hamanya hilang.

Penyakit utama tanaman vanili adalah busuk batang. Penyakit ini

disebabkan oleh jamur Fusarium oxysporum f. sp. vanillae yang

penyebarannya cukup luas. Sampai saat ini belum ada tanaman vanili yang betul-betul tahan atau toleran terhadap penyakit ini. Sekali

penyakit ini ada di kebun, perkembangannya akan sangat cepat dan sulit untuk dikendalikan. Cara pencegahan penyakit ini adalah sebagai

berikut:

1. Menanam bibit atau setek yang ditanam harus bebas patogen busuk batang;

Bank Indonesia – Perkebunan Vanili - Konvensional 40

2. Selama kegiatan di kebun; hindari tanaman vanili terluka dan

guludan terinjak; 3. Menanam bawang-bawangan (kucai atau bakung) di sekitar

gulutan; 4. Menghindari pupuk kandang dari kotoran ayam;

5. Membuat drainase di sekaliling lahan; 6. Mengoleskan fungisida di pangkal batang selama musim

penghujan; 7. Memberikan mulsa dari daun cengkeh kering;

8. Melakukan penyemprotan dengan fungisida setelah penyiangan, pemupukan, pemangkasan, dan panen; (Fungisida yang dapat

digunakan adalah Benlate 50 WP 1 g/liter, Topsin 2 g/liter, Dithane M 45 2 - 3 g/liter, dan Delsene MX-200 2-3 g/l. Dosis

pemakaian fungisida dengan tingkat umur tanaman. Patokan pemberian fungisida dapat dilihat pada Tabel 4.5.);

9. Memusnahkan bagian tanaman yang menunjukkan gejala

terserang penyakit sedini mungkin.

Tabel 4.5. Patokan Pemberian Fungisida Pada Tanaman Vanili

Umur Tanaman

(tahun)

Fungisida

(kg/ha)

Kurang dari 1 -

1 - 2 12

2 - 3 14

3 - 4 15

lebih dari 5 18

Sumber : BRI (1986)

8. Panen

Buah vanili akan cukup masak sekitar 9 bulan setelah terjadinya

pembuahan, dengan panjang buah 15 - 25 cm dan warna buah menjadi kuning di bagian ujungnya. Untuk mendapatkan mutu vanili

yang baik, buah harus dipanen pada saat yang tepat (cukup masak), jangan terlalu awal (kurang masak), atau terlalu masak. Buah yang

panen tepat waktu, kandungan vanilinnya di atas 2,2% berwarna hitam, berminyak, dan mengkilat. Bila dipanen kurang masak, buah

terlalu kaku dan aromanya kurang, karena kadar vanilinya rendah. Bila dipetik terlalu masak, buah akan pecah, sehingga harganya akan

Bank Indonesia – Perkebunan Vanili - Konvensional 41

rendah. Berdasarkan hasil penelitian buah vanili yang dipanen sekitar

umur 240 hari setelah penyerbukan, kadar vanilinnya tertinggi (2,95%).

Tabel 4.6.

Pengaruh Umur Panen terhadap Kadar Vanillin, Kadar Abu dan Kadar Air

Umur Panen

(hari)

Kadar Vanilin

(%)

Kadar Abu

(%)

Kadar Air

(%)

150 0,85 6,75 17,54

180 1,90 5,68 18,26

210 2,65 4,91 18,49

240 2,95 3,59 17,52

Sumber: Salim (1993)

Tanda-tanda buah vanili mulai masak adalah warnanya berubah dari hijau tua mengkilat menjadi hijau muda suram, pada kulit jangatnya

terbentuk garis-garis kecil berwarna kuning yang lambat laun menjadi besar, dan ujung buah menjadi kuning. Setelah ujung buah menjadi

kuning itulah saat yang paling tepat untuk panen. Apabila terlewat, buah akan pecah. Masaknya buah vanili di lapangan (kebun) tidak

akan seragam, sehingga pemetikannya sebaiknya dilakukan secara bertahap satu per satu. Hanya buah yang cukup masak dipetik. Selain

waktu yang tepat, panen harus dilakukan secara hati-hati agar tidak merusak atau melukai buah lain yang belum masak. Pemetikan

dilakukan setiap hari, dan dapat berlangsung selama 3 bulan. Cara pemetikan buah vanili adalah sebagai berikut: tangan kiri memegang

tangkai tandan buah, tangan kanan memegang buah yang telah

masak, kemudian dengan hati-hati buah dilepas (diputar) dari tandan buah.

9. Pasca Panen

Tahap penanganan yang harus dilakukan dengan baik setelah panen

(pascapanen) adalah penanganan buah segar, pelayuan (pencelupan), pemeraman dan pengeringan, pengeringanginan, penyimpanan, serta

sortasi dan pengepakan. Tahap pasca panen ini memegang peranan penting dalam menentukan mutu buah vanili, sehingga harus

dilakukan dengan baik dan benar. Aroma khas vanili akan terbentuk

pada tahap pasca panen ini. Buah vanili yang baru dipetik tidak

Bank Indonesia – Perkebunan Vanili - Konvensional 42

mempunyai aroma khas vanili. Aroma khas buah vanili akan dihasilkan

karena adanya kandungan vanillin yang diperkuat oleh senyawa aromatik sekunder (kompleks aromatik aldehid, alkohol, dan ester).

g. Jenis dan Mutu

JENIS DAN MUTU PRODUKSI

Hasil perkebunan vanili saat ini (2004) di Kecamatan Borong adalah

sebanyak 11 ton buah vanili segar atau produktivitas rata-rata 177,42 kg/ha. Dari buah segar sebanyak itu akan dihasilkan buah vanili kering

sebanyak 2,2 ton. Jenis vanili yang dihasilkan dari daerah ini tergolong Vanilla planifolia.

Mutu produksi vanili di tingkat petani dan tingkat pedagang eksportir di Indonesia sampai saat ini masih rendah. Di petani kebanyakan

belum tahu tata cara atau teknologi untuk mendapatkan mutu vanili yang baik dan di tingkat pedagang eksportir karena pasokan dari

petaninya sudah bermutu rendah sangat sedikit pula hasil vanili kualitas tinggi.

Mutu vanili kering hasil perdagangan para eksportir Indonesia yang

berkualitas 1A dengan tujuan ke Uni Eropa sangat sedikit jumlahnya,

sekitar 30%. Kebanyakan (sekitar 70%) tujuan ekspor vanili Indonesia ditujukan ke Amerika Serikat yang hanya mensyaratan tingkat mutu

untuk vanili cukup ringan.

Setiap negara pengimpor menetapkan persyaratan mutu yang berlainan. Amerika Serikat lebih memerlukan vanili dengan kadar air

rendah (20 - 25%) karena akan digunakan sebagai bahan baku industri ekstraksi. Sedangkan Uni Eropa yang umumnya

mengkonsumsi langsung untuk rumah tangga menghendaki vanili utuh (berpenampilan baik), kadar vanillin tinggi, beraroma tajam, dan

kadar air 30 - 35 %. Secara internasional, Organisasi Standar

Internasional (ISO) telah menetapkan spesifikasi vanili yang diperdagangkan di pasar dunia, yaitu ISO 5565-1982, seperti

tercantum pada Tabel 4.7. Untuk keperluan kegiatan ekspor dan peningkatan mutu hasil vanili Indonesia, Badan Standarisasi Nasional

telah menetapkan Standar Nasional Indonesia vanili dengan nomor SNI 01-0010-2002. Persyaratan mutu vanili yang sesuai dengan

standar nasional Indonesia dapat dilihat pada Tabel 4.8.

Bank Indonesia – Perkebunan Vanili - Konvensional 43

Tabel 4.7.

Standar Mutu Vanili Menurut ISO 5565-1982

Bentuk

Polong Spesifikasi

1. Utuh

a. Ketegori 1

- A1 non-

split

Semua polong vanili utuh, tak ada yang terpotong-potong

atau pecah, mengkilat, penuh berisi, dan elastis. aroma

khas vanili, warna seragam dari coklat sampai gelap, dan

bebas noda. kadar air maksimum 38%

- B1 split Karakteristik polong vanili sama dengan A1, tetapi bentuk

polongnya sudah pecah

b. Kategori 2

- A2 non

split

Semua polong vanili utuh, tak ada yang terpotong atau

pecah, mengkilat, penuh berisi, dan elastis. Aroma khas

vanili, warna seragam dari coklat sampai gelap. Boleh

terdapat sedikit polong vanili yang bernoda, tetapi

panjang total noda tidak boleh lebih 1/3 panjang polong

vanili. Kadar air maksimum 38%

- B2 split Karakteristik polong vanili sama dengan A2, tetapi bentuk

polongnya sudah pecah

c. Kategori 3

- A3 non

split

Semua polong vanili utuh, tak ada yang terpotong atau

pecah mengkilat, penuh berisi dan elastis. Aroma khas

vanili, warna seragam dari coklat sampai gelap. Boleh

terdapat banyak polong vanili yang bernoda, tetapi

panjang total noda tidak boleh lebih dari 1/2 panjang

polong vanili. Boleh juga terdapat filamen merah pada

polong, tetapi panjangnya tidak boleh lebih dari 1/3

panjang polong. Kadar air maksimum 30%

- B2 split Karakteristik polong vanili sama dengan A3, tetapi bentuk

polongnya sudah pecah

Bank Indonesia – Perkebunan Vanili - Konvensional 44

2. Tidak

Utuh

a.

Terpotong-

potong

Spesifikasi mutu sesuai dengan vanili utuh, penuh berisi,

warna coklat sampai coklat gelap dan beraroma khas

tajam. Kadar air maksimum 30%

b. Bulk

Potong utuh atau terpotong, beraroma khas vanili yang

tajam, warna coklat gelap, dan beberapa polong boleh

mempunyai noda besar. Kadar air maksimum 30%

Tabel 4.8.

Persyaratan Mutu Vanili Menurut SNI 01-0010-2002 1. Persyaratan Umum

Kharakteristik Syarat Mutu Cara

Pengujian

Bau Wangi khas vanili Organoleptik

Warna Hitam mengkilat, hitam

kecoklatan Visual

Polong

Penuh berisi, berminyak,

lentur sampai kaku dan

kurang kaku

Visual

Benda Asing Bebas Visual

Kapang Bebas Visual

2. Persyaratan Khusus

Persyaratan

No Mutu

1A Mutu 1B Mutu II Mutu III

Bentuk Utuh Utuh Utuh/dipotong-

potong

Utuh/dipotong-

potong

Ukuran 11 11 8 8

Bank Indonesia – Perkebunan Vanili - Konvensional 45

polong utuh

(cm)

Ukuran

potongan

polong

Tidak

ada Tidak ada

Tidak

dipersyaratkan

Tidak

dipersyaratkan

Polong utuh

yang pecah

dan

terpotong

(b/b)

Maks.

5%

Tidak

dipersyaratkan

Tidak

dipersyaratkan

Tidak

dipersyaratkan

Kadar air

(b/b)

Maks.

38% Maks. 38% Maks. 30% Maks. 25%

Kadar

vanilin (b/b

kering)

Min.

2,25% Min. 2,25% Min. 1,50% Min. 1,50%

Kadar abu

(b/b kering)

Maks.

8% Maks. 8% Maks. 8% Maks. 10%

Keterangan:

• Buah polong vanili yang cukup tua adalah yang berwarna hijau

kekuning-kuningan dengan ujung yang menguning. • Polong utuh yang pecah adalah vanili yang disajikan dalam

bentuk utuh tetapi pecah lebih dari 4 ukuran panjangnya • Benda asing adalah bahan-bahan bukan vanili, misalnya ranting,

batu, tanah, bagian tubuh serangga dan lain-lainnya yang terikut dalam vanili

• Kapang adalah vanili yang ditumbuhi/diserang oleh kapang yang dapat dilihat dengan kasat mata

• Polong utuh yang terpotong adalah polong vanili yang pada bagian ujungnya terpotong sebagian tetapi persyaratan panjang

minimumnya masih terpenuhi.

Sumber: SNI 01-0010-2002

Bank Indonesia – Perkebunan Vanili - Konvensional 46

h. Produksi Optimum

Hasil panen tanaman vanili sangat ditentukan oleh tingkat kesuburan tanah, pemeliharaan, pemupukan , serta varitas tanamannya. Hasil optimum tanaman vanili jenis Vanilla planifolia dengan teknik budidaya

yang baik bisa menghasilkan 3 kg buah vanili segar per pohon. Sedangkan untuk tiap hektarnya dapat dihasilkan sebanyak 3.000 kg

buah vanili segar. Untuk Indonesia, hasil itu sangat jauh karena sampai saat ini rata-rata tiap hektarnya baru didapat sebanyak 140 kg

buah vanili segar.

Berdasarkan wawancara dengan petani dan studi literatur, pola

produksi tanaman vanili setiap tahunnya tidak selalu sama. Tanaman vanili jika dipelihara dengan baik akan mempunyai hasil yang optimum

pada umur panen ke 3 – 4, setelah itu akan terus menurun sampai pada panen ke-7 tanaman lalu mati. Besarnya produksi optimum buah

vanili segar selama produktif itu dapat dilihat pada Tabel 4.9.

Tabel 4.9. Produksi Optimum Tanaman Vanili per Pohon per Tahun

Tahun Buah Vanili basah

(kg)

1 -

2 -

3 -

4 0,36

5 0,72

6 1,08

7 1,44

8 1,08

9 0,90

10 0,72

Sumber: Data Primer Wawancara dengan Petani

Bank Indonesia – Perkebunan Vanili - Konvensional 47

i. Kendala Produksi

Kendala utama yang dihadapi oleh petani vanili dalam kegiatan

produksi guna menghasilkan mutu dan hasil tanaman vanili yang optimal adalah masih rendahnya dan sedikitnya petani yang

mempunyai ketrampilan dalam proses penyerbukan bunga serta minimnya pengetahuan petani dalam teknik pembersihan lahan atau

gulma sehingga terjadi kematian dari pohon vanili atau tanaman vanili dibiarkan dalam kondisi bergulma.

Bank Indonesia – Perkebunan Vanili - Konvensional 48

5. Aspek Keuangan

a. Pemilihan Pola Usaha

Analisa keuangan dilakukan dengan tujuan untuk mendapatkan jawaban apakah pola perkebunan vanili akan memperoleh pendapatan

serta mampu mengembalikan kredit yang diberikan bank dalam jangka waktu yang wajar. Hasil dari analisis ini dapat juga dijadikan

petunjuk bagi bank dalam menilai setiap permohonan kredit yang diajukan pengusaha kecil/koperasi yang mengembangkan usaha ini.

Selain itu, dari analisa ini diketahui juga kelayakan usaha dari sisi

keuangan, sehingga dapat diperoleh informasi tentang nilai tambah yang akan didapat pengusaha dari kegiatan usahanya dan

kemampuan pengusaha dalam mengembalikan kredit yang diperoleh dari bank. Analisa keuangan ini juga dapat dimanfaatkan oleh petani

dalam perencanaan dan pengelolaan usahanya.

Usaha perkebunan vanili saat ini telah berkembang luas ke berbagai

daerah karena tinggi tingkat harga jual buah vanili, mudahnya pemeliharaan dan perawatannya, teknik budidaya yang semakin

banyak dikuasai masyarakat dan tidak memerlukan biaya pengelolaan yang besar.

Pola usaha tani yang akan dijalankan dalam perkebunan vanili ini dilakukan secara tumpang sari dengan tanaman kopi arabika yang

telah banyak dan biasa dijalankan di masyarakat Kabupaten Manggarai. Dalam analisa perhitungannya vanili sebagai tanaman

utama perkebunan ditanam dengan jarak 1,5 x 2,5 m dan disela-selanya ditanam pohon kopi dengan jarak 2,5 x 2,5 m. Dengan

mempertimbangkan kondisi lahan dan penggunaan untuk saluran drainase maka hanya 96% yang dapat digunakan untuk perkebunan.

Gambaran pola penanaman antara vanili dengan kopi secara tumpang sari dapat dilihat pada Gambar 5.1. Dengan cara tanam seperti ini

diharapkan buah vanili yang dihasilkan dapat terlindungi sehingga memperkecil tingkat pencurian. Dalam proses pemeliharaan dan

perawatan tanaman kopi mengikuti jadwal perawatan tanaman vanili sebagai tanaman utama, sehingga tingkat produksinya ditetapkan

seperti yang selama ini diterima petani di Kabupaten Manggarai yaitu

400 kg/tahun. Secara teoritis kemungkinan produksi maksimal kopi arabika yang sebesar 2.000 kg kopi kering per tahun.

Bank Indonesia – Perkebunan Vanili - Konvensional 49

Gambar 5.1. Jarak dan Pola Tanam Vanili dengan Kopi Arabika

b. Asumsi

ASUMSI DAN PARAMETER PERHITUNGAN

Analisis kelayakan investasi dan keuangan usaha tani ini digunakan

untuk memperoleh gambaran finansial mengenai pendapatan dan biaya usaha, kemampuan usaha untuk membayar kredit, dan

kelayakan usaha. Perhitungan ketiga hal tersebut memerlukan dasar-dasar perhitungan yang diasumsikan berdasarkan hasil survei dan

pengamatan yang terjadi di lapangan dan informasi dari beberapa literatur. Asumsi yang digunakan dalam perhitungan aspek keuangan

disajikan pada Tabel 5.1. dan data selengkapnya ada pada Lampiran

1.

Periode proyek diasumsikan selama 10 tahun dengan masa persiapan sebelum tanam vanili 1 tahun, vanili mulai berbunga setelah umur 20

bulan, umur panen 9 bulan setelah berbunga dan periode panen setahun sekali. Tanaman vanili dengan teknik budidaya yang baik

dapat mencapai 7 kali masa panen. Usaha tani ini diasumsikan memerlukan lahan seluas 1 hektar. Seperti kondisi di lokasi survei

pengkajian pola pembiayaan ini didasarkan pada penanaman secara

Bank Indonesia – Perkebunan Vanili - Konvensional 50

tumpang sari dengan tanaman kopi arabika yang semuanya dihitung

dari kondisi awal atau tahun ke-nol. Selain dengan tanaman kopi, tumpang sari dapat juga dilakukan dengan tanaman keras lainnya

seperti kelapa. Tanaman kopi arabika mulai berbuah setelah umur 3 tahun dan hidup secara ekonomis sampai 20 tahun.

Tabel 5.1.

Beberapa Asumsi Teknis dalam Perkebunan Vanili (per Hektar)

>No >Asumsi >Satuan >Nilai

1 Umur proyek tahun 10

2 Luas lahan Hektar 1

3 Jarak tanam vanili Meter 1,5 X 2,5

4 Tingkat kematian setek vanili Persen 15%

5 Presentase tanaman vanili yang

tertanam Persen 96%

6 Jumlah setek vanili yang disediakan Pohon 2.944

7 Jumlah tanaman vanili hidup di

lapang Pohon 2.560

8 Jumlah setek batang tanaman

pemanjat Pohon 2.560

9 Jarak tanam kopi Meter 2,5 X 2,5

10 Tingkat kematian kopi Persen 15%

11 Jumlah bibit kopi yang disediakan Pohon 1.766

12 Tanaman kopi yang hidup dilapang Pohon 1.536

13 Waktu penanaman pohon panjat Tahun 1

sebelumnya

14 Umur vanili mulai berbunga Bulan 20

15 Umur buah vanili dipanen Bulan 9

16 Frekuensi pemanenan kopi dan

vanili Setahun 1

17 Umur kopi mulai berbuah Tahun 3

Bank Indonesia – Perkebunan Vanili - Konvensional 51

18 Jumlah produksi kopi Kg/ha 400

19 Harga jual buah vanili segar per kilo Rupiah 50.000

20 Harga jual kopi arabika asalan per

kilo Rupiah 6.000

21 Tingkat suku bunga Persen 21%

22 Gaji pengelola per bulan Rupiah 750.000

23 Ongkos tenaga kerja per hari Rupiah 18.000

24 Harga sewa lahan per hektar Rupiah 1.000.000

25 Pembuatan pagar hidup keliling per

meter lari Rupiah 1.000

26 Pembuatan parit (drainage) per

meter lari Rupiah 1.500

1. Analisis keuangan dilakukan berdasarkan umur produktif tanaman selama 9 tahun (7 kali panen), sebelum diremajakan

2. Asumsi teknik produksi di atas dianggap cukup moderat

c. Biaya Investasi

BIAYA INVESTASI DAN OPERASIONAL

Usaha tani perkebunan vanili berkembang karena tingkat harga jual buah vanili segar yang cukup tinggi, mudah perawatannya dan tidak

memerlukan biaya yang besar. Perkebunan vanili tidak memerlukan peralatan dan sarana produksi pertanian yang banyak sehingga biaya

investasi dan biaya operasional yang dibutuhkan juga tidak banyak (rendah).

1. Biaya Investasi

Biaya investasi adalah biaya tetap yang digunakan untuk memulai

suatu usaha. Biaya investasi pembukaan kebun vanili meliputi

pengadaan lahan, biaya perijinan dan sertifikasi lahan, konstruksi bangunan, dan peralatan pembantu lainnya seperti ditunjukkan pada

Bank Indonesia – Perkebunan Vanili - Konvensional 52

Tabel 5.2. Sedangkan perincian lebih lengkap dapat dilihat pada

Lampiran 2. Jumlah biaya investasi pembukaan kebun vanili seluas 1 ha di Kabupaten Manggarai adalah Rp 3.996.000.

Tabel 5.2. Biaya Investasi Kebun Vanili (1 Ha)

No Komponen

Biaya Volume Satuan Harga/Unit

Nilai

(Rp)

Biaya

Prasarana

1 Pagar hidup 400 meter 5.000 2.000.000

2 Pondok Jaga 1 unit 500.000 500.000

3 Perijinan 500.000

Biaya

Peralatan

1 Sepatu lapang 3 buah 50.000 150.000

2 Sabit 1 buah 15.000 15.000

3 Parang 3 buah 25.000 75.000

4 Sekop 3 buah 20.000 60.000

5 Cangkul/tajak 3 buah 35.000 105.000

6 Gunting

pangkas 3 buah 25.000 75.000

7 Ember 3 buah 15.000 45.000

8 Keranjang rotan 3 buah 12.000 36.000

9 Batu asah 1 buah 10.000 10.000

10 Gunting panen 3 buah 25.000 75.000

11 Handsprayer 1 buah 350.000 350.000

Total Biaya

Investasi 3.996.000

Bank Indonesia – Perkebunan Vanili - Konvensional 53

2. Biaya Operasional

Biaya operasional perkebunan vanili meliputi upah tenaga kerja yang

diperlukan dalam pemeliharaan kebun dan kebutuhan bahan-bahan untuk sarana produksi. Selama periode proyek pengelolaan

berlangsung, besarnya biaya yang dikeluarkan tiap tahunnya tidak selalu sama. Rekapitulasi kebutuhan biaya operasional kebun vanili

dapat dilihat pada Tabel 5.3. Perincian lengkap kebutuhan biaya operasional selama kegiatan perkebunan vanili berlangsung dapat

dilihat pada Lampiran 3, Lampiran 4, Lampiran 5, Lampiran 6, Lampiran 7, dan Lampiran 8.

Tabel 5.3. Rekapitulasi Kebutuhan Biaya Operasional Kebun Vanili (1 ha)

Tahun

Upah

Tenaga

Kerja

Bahan-

Bahan

Sewa

Lahan

Biaya

Operasional

1 12.682.000 5.647.360 1.000.000 19.329.360

2 10.800.000 5.002.240 1.000.000 16.802.240

3 14.724.000 2.601.720 1.000.000 18.325.720

4 16.956.000 6.548.940 1.000.000 24.504.940

5 16.956.000 10.550.070 1.000.000 28.506.070

6 16.956.000 15.622.260 1.000.000 33.578.260

7 16.956.000 15.622.260 1.000.000 33.578.260

8 16.956.000 15.622.260 1.000.000 33.578.260

9 16.956.000 15.622.260 1.000.000 33.578.260

10 16.956.000 15.622.260 1.000.000 33.578.260

Total 156.898.000 108.461.630 10.000.000 275.359.630

Rata-

rata 15.689.800 10.846.163 1.000.000 27.535.963

Bank Indonesia – Perkebunan Vanili - Konvensional 54

d. Kebutuhan Investasi

KEBUTUHAN INVESTASI DAN MODAL KERJA

Kebutuhan dana usaha tani perkebunan vanili dapat dirinci

berdasarkan biaya investasi dan biaya operasional. Petani vanili

biasanya membutuhkan kredit di awal usaha, yaitu untuk meningkatkan kapasitas usaha dan biaya untuk pembelian sarana

produksi tanaman vanili (biaya investasi) serta ongkos tenaga kerja (biaya operasional). Besarnya dana untuk investasi dan modal kerja

pembukaan kebun vanili ini adalah sebesar Rp 63.362.260. Dari jumlah kebutuhan dana untuk pembukaan kebun itu, sebanyak Rp

44.353.582 didapatkan dari perbankan (70%). Sedangkan sebanyak Rp 19.008.678 harus disediakan sendiri (30%). Biaya investasi untuk

pembukaan kebun seluas 1 hektar sebesar Rp 3.996.000. Dana yang diperoleh dari perbankan sebanyak Rp 2.797.200 atau 70% dari total

yang dibutuhkan. Disamping itu, petani juga membutuhkan biaya operasional selama usaha perkebunan vanili belum menghasilkan.

Jumlah kumulatif biaya operasional selama tanaman vanili belum menghasilkan (4 tahun pertama) sebesar Rp 59.366.260. Dana untuk

modal kerja tersebut sebesar Rp 41.556.382 (70%) diperoleh dari

perbankan, dan sisanya dipenuhi dari dana sendiri. Besarnya dana usaha tani perkebunan vanili secara terperinci dapat dilihat pada Tabel

5.4.

Tabel 5.4. Kebutuhan Dana Usaha Tani Perkebunan Vanili

Uraian

Dana

Pinjaman

(70%)

Dana Sendiri

(30%)

Jumlah

Total (Rp)

Modal Investasi 2.797.200 1.198.800 3.996.000

Modal Kerja

Tahun 1 13.530.552 5.798.808

Tahun 2 11.761.568 5.040.672

Tahun 3 12.853.204 5.508.518

Tahun 4 3.411.058 1.461.882 59.366.260

Bank Indonesia – Perkebunan Vanili - Konvensional 55

Jumlah 44.353.582 19.008.678 63.362.260

Sumber kredit pembiayaan usaha perkebunan vanili ini adalah kredit komersial dari perbankan yang ketentuannya berbeda untuk masing-

masing bank. Berdasarkan survei yang dilakukan, pinjaman untuk modal investasi maupun modal kerja mempunyai tingkat suku bunga

yang sama yaitu 21% dengan jangka waktu yang berbeda. Kredit investasi mempunyai jangka waktu pengembalian sampai 5 tahun,

sedangkan kredit modal kerja mempunyai jangka waktu pengembalian 1-3 tahun. Karena usaha tani kebun vanili ini baru mempunyai hasil

setelah usia proyek 4 tahun, maka perlu adanya grace period selama 4 tahun guna menutup kebutuhan operasional kebun. Sedangkan

angsuran pokoknya dan bunganya dapat dibayarkan secara angsuran

selama 3 tahun setelah tanaman vanili menghasilkan. Bunga sebelum tanaman vanili menghasilkan dikapitalisasi pada tahun ke-5 dengan

tingkat suku bunga sebesar 21% dengan bunga berbunga. Adapun pencairan kredit modal kerjanya dilakukan secara bertahap setiap

triwulan sebesar dana yang dibutuhkan dengan porsi 70% dari bank dan 30% dari dana sendiri. Untuk pembayaran bunga dan angsuran

pokok serta kapitalisasinya diangsur selama 3 tahun mulai tahun ke-5. Besarnga angsuran pokok dan pembayaran bunga pada tahun ke-5

mencapai Rp 42.205.433 sementara untuk tahun ke-6 sebesar Rp 36.767.924 dan tahun ke-7 sebesar Rp 31.330.414. Perincian

pengembalian dana investasi dan modal kerja dapat dilihat pada Tabel 5.5. dan data selengkapnya ada pada Lampiran 9.

e. Produksi-Pendapatan

Perkebunan vanili yang merupakan kebun pola tumpang sari ini dengan tanaman kopi arabika ini, mulai dapat menghasilkan produksi

setelah tanaman kopi berumur 3 tahun. Sedangkan tanaman vanili mulai berbunga setelah umur 20 bulan sejak penanaman, dengan

buah vanili telah cukup tua untuk dipetik setelah berumur 9 bulan dari

waktu penyerbukan dilakukan. Sehingga buah vanili segar baru dapat dipetik setelah tanaman berusia 4 tahun umur proyek. Jadwal

penanaman, pemelihanaan dan panen perkebunan vanili secara terperinci dapat dilihat pada Lampiran 10.

Bank Indonesia – Perkebunan Vanili - Konvensional 56

Tabel 5.5.

Perhitungan Kapitalisasi dan Angsuran Kredit

Tahun Angsuran

Pokok

Angsuran

Bunga Kapitalisasi

Total

Angsuran

Kredit

Baru

Saldo

Awal

Saldo

Akhir

0 386.918 2.797.200 3.184.118 3.184.118

1 2.594.781 13.530.552 19.309.452 19.309.452

2 6.012.538 11.761.568 37.083.558 37.083.558

3 10.200.462 12.853.204 60.137.223 60.137.223

4 14.130.430 3.411.058 77.678.712 77.678.712

5 25.892.904 16.312.529 42.205.433 77.678.712 51.785.808

6 25.892.904 10.875.020 36.767.924 51.785.808 25.892.904

7 25.892.904 5.437.510 31.330.414 25.892.904

Perhitungan tingkat produksi tanaman kopi arabika untuk tahun

pertama panen diasumsikan sebesar 40% dari tingkat produksi optimum di lapangan (400 kg/ha), dan akan meningkat terus sampai

90% pada umur optimum produksi kopi arabika pada tahun ke-sembilan dan ke-sepuluh. Sedangkan tingkat produksi tanaman vanili

didasarkan pada tingkat produksi per tanaman dan umur tanaman vanili yang ada di lapangan seperti telah diuraikan pada sub-bab 4.8.

Selain itu, tanaman vanili yang ada tidak seluruhnya berproduksi atau berbunga sehingga didasarkan informasi dari lapangan ada

penyesuaian tingkat persentase pohon terpanen untuk tiap tahunnya.

Berdasarkan hasil wawancara dengan petani, harga buah vanili segar

dapat berubah dalam rentang Rp 20.000 - 200.000 per kilogram. Namun dalam analisis keuangan ini, harga jual buah vanili segar

diasumsikan tetap selama periode proyek sebesar Rp 50.000 per kilogram. Angka ini didasarkan dari informasi penerimaan petani vanili

secara wajar (harga di tingkat petani) dalam kondisi buah vanili segar terhadap harga yang diberikan pihak importir dari Amerika Serikat.

Untuk kopi arabika asalan, harga jualnya ditentukan sebesar Rp 6.000 per kilo kering sesuai dengan harga yang ada ditingkat petani

penulisan buku ini dilakukan. Pengaruh perubahan harga atau pendapatan usaha tani ini akan dianalisis pada bagian analisis

sensitivitas usaha. Perhitungan hasil produksi perkebunan berupa buah vanili dan kopi diperhitungan secara pesimistik seperti diuraikan

Bank Indonesia – Perkebunan Vanili - Konvensional 57

dalam Lampiran 11. Rincian produksi dan pendapatan perkebunan

vanili selama umur proyek dapat ditunjukkan oleh Tabel 5.6.

Tabel 5.6.

Besarnya Produksi dan Pendapatan Perkebunan Vanili

Uraian Vanili

Basah (kg)

Nilai

Penjualan

(Rp)

Kopi

Arabika

(Kg)

Nilai

Penjualan

(Rp)

Tahun 3 160 960.000

Tahun 4 369 18.432.000 200 1.200.000

Tahun 5 1.106 55.296.000 280 1.680.000

Tahun 6 1.935 96.768.000 320 1.920.000

Tahun 7 2.949 147.456.000 280 1.680.000

Tahun 8 1.935 96.768.000 240 1.440.000

Tahun 9 1.382 69.120.000 360 2.160.000

Tahun 10 922 46.080.000 360 2.160.000

f. Proyeksi Laba-Rugi

PROYEKSI LABA-RUGI DAN BREAK EVEN POINT

Hasil proyeksi rugi laba menunjukkan bahwa pada tahun pertama

sampai keempat usaha tani ini belum memperoleh laba, baru pada tahun ke-5 memperoleh laba bersih setelah pajak sebesar Rp

7.501.590 dengan profit on sales usaha mencapai 13,17%. Tingkat laba dan profit on sales usaha tani perkebunan vanili ini setelah tahun

ke-5 akan terus meningkat sampai pada tahun ke-7, mulai tahui ke-8

sampai akhir umur proyek profit on sales mengalami penurunan menjadi 19,96% di akhir umur proyek. Nilai Break Even Point (BEP)

pada tahun ke-5 sebesar 620,12 kg setara vanili dan terus mengalami peningkatan sampai akhir umur proyek.

Rata-rata keuntungan bersih selama umur proyek mencapai Rp

39.984.223 per tahun dengan profit on sales rata-rata mencapai 39,79% per tahun. Sedangkan nilai rata BEP setara vanili segar

sebanyak 677,96 kg atau nilai penjualan sebesar Rp 33.898.228 per

Bank Indonesia – Perkebunan Vanili - Konvensional 58

tahun. Perhitungan proyeksi rugi-laba secara lengkap dapat dilihat

pada Tabel 5.7. dibawah ini atau Lampiran 12.

Tabel 5.7. Proyeksi Rugi Laba Usaha Tani Perkebunan Vanili

No Komponen

Analisis Tahun 1 Tahun 2 Tahun 3 Tahun 4 Tahun 5

A Penjualan . . . . .

- Kopi

Arabika . . 960.000 1.200.000 1.680.000

- Vanili . . . 18.432.000 55.296.000

Total

Penjualan . . 960.000 19.632.000 56.976.000

B Pengeluaran . . . . .

1 Biaya

Peralatan . . 996.000 . 2.500.000

2

Biaya

Produksi &

Operasi

19.329.360 16.802.240 18.325.720 24.504.940 28.506.070

3 Total

Pengeluaran 19.329.360 16.802.240 19.321.720 24.504.940 31.006.070

4 Laba Bersih (19.329.360) (16.802.240) (18.361.720) (4.8725.940) 25.969.930

5 Depresiasi 832.000 832.000 832.000 832.000 832.000

6 Pembayaran

Bunga . . . . 16.312.529

7

Laba bersih

sebelum

pajak

(20.161.360) (17,634.240) (19,193.720) (5.704.940) 8.825.401

8 Pajak 15% - - - - 1.323.810

9 Laba bersih

setelah (20.161.360) (17,634.240) (19,193.720) (5.704.940) 7.501.590

Bank Indonesia – Perkebunan Vanili - Konvensional 59

pajak

10 Rata-rata

laba bersih 39.984.223 . . . .

11 Profit on

sales (%) . . . . 13,17

12

Rata-rata

profit on

sales

39.79% . . . .

13 BEP setara

vanili (kg) . . . . 620,12

14

BEP rata-

rata setara

vanili (kg)

677,96 . . . .

BEP rata-

rata (Rp) 33.898.228 . . . .

No Komponen

Analisis Tahun 6 Tahun 7 Tahun 8 Tahun 9 Tahun 10

A Penjualan . . . . .

- Kopi

Arabika 1.920.000 1.920.000 1.920.000 2.160.000 2.160.000

- Vanili 96.768.000 147.456.000 96.768.000 69.120.000 46.080.000

Total

Penjualan 98.688.000 149.376.000 98.688.000 71.280.000 48.240.000

B Pengeluaran . . . . .

1 Biaya

Peralatan 996.000 . . 996.000 2.500.000

2

Biaya

Produksi &

Operasi

33.578.260 33.578.260 33.578.260 33.578.260 33.578.260

Bank Indonesia – Perkebunan Vanili - Konvensional 60

3 Total

Pengeluaran 34.574.260 33.578.260 33.578.260 34.574.260 36.078.260

4 Laba Bersih 64.113.740 115.797.740 65.109.740 36.705.740 12.161.740

5 Depresiasi 832.000 832.000 832.000 832.000 832.000

6 Pembayaran

Bunga 10.875.020 5.437.510 . . .

7

Laba bersih

sebelum

pajak

52.406.720 109.528.230 64.277.740 35.873.740 11.329.740

8 Pajak 15% 7.861.008 16.429.235 9.641.661 5.381.061 1.699.461

9

Laba bersih

setelah

pajak

44.545.712 93.098.996 54.636.079 30.492.679 9.630.279

10 Rata-rata

laba bersih . . . . .

11 Profit on

sales (%) 45,14 62,33 55,36 42,78 19,96

12

Rata-rata

profit on

sales

. . . . .

13 BEP setara

vanili (kg) 691,49 671,57 671,57 691,49 721,57

14

BEP rata-

rata setara

vanili (kg)

. . . . .

BEP rata-

rata (Rp) . . . .

Bank Indonesia – Perkebunan Vanili - Konvensional 61

g. Proyeksi Arus Kas

PROYEKSI ARUS KAS DAN KELAYAKAN PROYEK

Proyeksi arus kas usaha tani perkebunan vanili selama 10 tahun

secara lengkap dapat ditunjukkan pada Lampiran 13. Berdasarkan

proyeksi arus kas, jumlah inflow atau pendapatan baru ada setelah tahun ke-3 umur proyek sebesar Rp 960.000 hasil dari tanaman kopi

dan baru tahun ke-4 untuk tanaman vanili yaitu sebesar Rp 19.200.000. Sedangkan mulai tahun pertama sampai tahun ke-4 umur

proyek, usaha tani ini masih dapat menutupi biaya operasional sehingga memerlukan tambahan modal kerja.

Besarnya biaya operasional perkebunan adalah Rp 19.329.360 untuk

tahun pertama, Rp 16.802.240 untuk tahun ke-2, Rp 18.325.720 untuk tahun ke-3, dan Rp 24.504.940 untuk tahun ke-4.

Untuk menganalisis kelayakan usaha tani perkebunan vanili pola tumpang sari ini, dapat dihitung nilai Internal Rate of Return (IRR),

Net Benefit-Cost Ratio, Payback Period (PBP), dan Net Present Value (NPV). Hasil perhitungan dapat dilihat pada Tabel 5.8. Nilai IRR

sebesar 33,68% mengimplikasikan bahwa proyek ini layak untuk dijalankan sampai tingkat suku bunga mencapai 33,68%. Dengan

menggunakan discount rate 21%, Net B/C ratio memiliki nilai 1,66. Karena Net B/C Ratio > 1 maka usaha ini layak untuk dilaksanakan.

Payback period dari usaha ini adalah 6,64 tahun. Net Present Value juga bernilai positif, yaitu Rp 29.040.980 sehingga proyek layak

dilaksanakan.

Tabel 5.8.

Hasil Analisis Kelayakan Usaha Perkebunan Vanili

>Kriteria Kelayakan Nilai >Justifikasi

Kelayakan

IRR Rp 29.040.980 > 0

Net B/C ratio 33,68% > 21 %

NPV 1,66 > 1

Payback period (tahun) 6,64 < 10

Bank Indonesia – Perkebunan Vanili - Konvensional 62

h. Analisis Sensitivitas

Dalam analisis kelayakan proyek banyak asumsi yang digunakan. Penggunaan asumsi ini memiliki ketidakpastian yang sudah

diminimalkan berdasarkan nilai aktual yang terjadi di lapangan. Untuk menguji sensitivitas proyek terhadap perubahan asumsi pendapatan

dan biaya operasional, digunakan beberapa skenario.

Skenario 1.

Usaha mengalami penurunan pendapatan sedangkan biaya dan

komponen lain tetap. Penerimaan dapat menurun jika terjadi penurunan hasil produksi dan permintaan konsumen atau penurunan

harga jual produk.

Tabel 5.9.

Hasil Analisis Sensitivitas Usaha Skenario 1

Pendapatan turun Kriteria kelayakan

23% 24%

IRR 21,19% 20,52%

Net B/C ratio 1,01 0,98

NPV Rp 359.382 - Rp 915.361

Payback period (tahun) 9.16 > 10

Berdasarkan Tabel 5.9. tampak bahwa pada skenario pertama dengan asumsi terjadi penurunan penerimaan/pendapatan sampai 23% maka

usaha ini masih layak untuk dilaksanakan dengan nilai IRR yang masih lebih besar dari tingkat suku bunga yaitu sebesar 21,194%, nilai Net

B/C rationya masih diatas 1 atau sebesar 1,01 dan nilai NPV yang masih positif yaitu sebesar Rp 359.382. Akan tetapi pada saat

penerimaan/pendapatan turun sebesar 24 %, usaha ini sudah tidak layak untuk dilaksanakan lagi, karena nilai IRR dibawah tingkat suku

bunga yang telah ditetapkan yaitu sebesar 20,52%, NPV-nya sudah negatif dengan nilai -Rp 915.361 dan payback period-nya telah

melebihi umur proyek. Perincian perhitungan dapat dilihat pada Lampiran 14 dan Lampiran 15.

Bank Indonesia – Perkebunan Vanili - Konvensional 63

Skenario 2.

Biaya operasional mengalami kenaikan yang mungkin dapat terjadi

karena kenaikan harga sarana produksi tanaman vanili atau peralatan lainnya. Pada kondisi ini diasumsikan komponen lainnya termasuk

pendapatan adalah tetap (konstan).

Tabel 5.10.

Hasil Analisis Sensitivitas Usaha Skenario 2

Biaya Operasional

Naik Kriteria kelayakan

31% >32%

IRR 21,19% 20,80%

Net B/C ratio 1,01 0,99

NPV Rp

456.105

- Rp

487.252

Payback period

(tahun) 8,90 > 10

Pada Skenario 2 ditunjukkan bahwa kenaikan biaya operasional masih

layak untuk diusahakan sampai terjadi kenaikan sebesar 31%. Pada kenaikan biaya operasional sebesar itu, nilai IRR masih 21,19% atau

diatas tingkat suku bunga, net B/C rationya masih diatas 1 yaitu 1,01, NPV-nya masih positif (Rp 456.105), dan payback period-nya 8,90

tahun. Adapun jika terjadi kenaikan operasional diatas 32 %, usaha vanili ini sudah tidak layak diusahakan. Nilai IRR-nya menjadi 20,80%

atau dibawah tingkat suku bunga yang ditetapkan. Dengan Net B/C rationya sebesar 0,99 atau dibawah 1, NPV-nya sebesar -Rp 487.252

atau telah negatif, dan payback period-nya telah lebih dari umur proyek. Perincian perhitungan dapat dilihat pada Lampiran 16 dan

Lampiran 17.

Skenario 3.

Usaha mengalami penurunan pendapatan dan kenaikan biaya operasional secara bersama-sama yang mungkin dapat terjadi karena

Bank Indonesia – Perkebunan Vanili - Konvensional 64

penurunan harga jual buah vanili dan diikuti oleh kenaikan harga

sarana produksi tanaman vanili.

Tabel 5.11. Hasil Analisis Sensitivitas Usaha Skenario 3

Penurunan pendapatan &

Kenaikan biaya operasional Kriteria kelayakan

13% 14%

IRR 21,40% 20,35%

Net B/C ratio 1,02 0,97

NPV Rp 850.311 - Rp 1.368.050

Payback period

(tahun) 8,08 > 10

Adanya penurunan pendapatan dan kenaikan biaya operasional secara bersamaan. Pada tingkat perubahan sebesar 13% usaha ini masih

menunjukkan kinerja yang baik dengan nilai IRR sebesar 21,40%, Net B/C ratio sebesar 1,01, NPV sebesar Rp 850.311,-, dan payback period

8,08 tahun. Tetapi pada saat ada perubahan sebesar 14% usaha ini

tidak layak untuk diusahakan, karena nilai IRR-nya telah dibawah tingkat suku bunga yaitu sebesar 20,35%, nilai Net B/C ratio sebesar

0,97, NPV telah negatif sebesar Rp 1.368.050, dan payback period telah lebih dari umur proyek. Perincian perhitungan dapat dilihat pada

Lampiran 18 dan Lampiran 19.

Skenario 4.

Usaha mengalami penurunan luas areal yang akan ditanami.

Tabel 5.12.

Hasil Analisis Sensitivitas Usaha Skenario 4

Penurunan Skala Usaha

(ha) Kriteria Kelayakan

0,11 0,10

IRR 21,81% 20,64%

Net B/C ratio 1,04 0,98

Bank Indonesia – Perkebunan Vanili - Konvensional 65

NPV 377,717 -Rp 158.006

Payback period

(tahun) 9,36 > 10

Hasil analisis penurunan luas lahan, mengindikasikan bahwa luas areal usaha sebesar 0,11 ha atau 1.100 meter2, usaha ini masih layak

untuk diusahakan dengan nilai IRR sebesar 21,81%, Net B/C ratio sebesar 1,04, NPV sebesar Rp 377.717, dan payback period sebesar

9,36 tahun. Tetapi setelah turun menjadi 0,10 ha atau 1.000 meter2 usaha ini tidak layak untuk usahakan karena nilai IRR-nya telah

dibawah tingkat suku bunga yaitu 20,64%, nilai Net B/C rationya dibawah 1 yaitu sebesar 0,98, nilai NPV-nya telah negatif yaitu

sebesar Rp 158.006, dan payback period-nya telah lebih dari umur proyek. Perhitungan analisis sensitivitas untuk mencari nilai IRR, Net

B/C ratio, dan NPV secara lengkap dapat dilihat pada Lampiran 20 dan Lampiran 21.

Analisis sensitivitas menunjukkan bahwa penurunan pendapatan lebih sensitif dibandingkan peningkatan biaya operasional. Hal ini terbukti

dari penurunan pendapatan sebesar 24% proyek sudah tidak layak, sedangkan peningkatan biaya operasional sampai 31% proyek masih

layak dilaksanakan. Namun demikian dari hasil analisis keuangan secara keseluruhan dapat diketahui usaha tani perkebunan vanili

merupakan usaha yang cukup menguntungkan dan layak untuk dilaksanakan.

Bank Indonesia – Perkebunan Vanili - Konvensional 66

6. Aspek Sosial Ekonomi

Aspek ekonomi dan sosial diidentifikasi dengan justifikasi terhadap kepentingan masyarakat berkaitan dengan adanya kegiatan

penanaman vanili di lingkungannya. Kegiatan ini secara langsung memberikan keuntungan yang dapat dinikmati oleh masyarakat yaitu :

1. Perluasan tenaga kerja 2. Pertumbuhan Produk Domestik Regional Bruto 3. Meningkatkan tingkat pendapatan masyarakat baik sebagai

petani budidaya tanaman vanili secara langsung maupun pelaku yang terlibat secara tidak langsung seperti pedagang pengumpul

dan para penyedia jasa yang berkaitan dengan adanya kegiatan

perkebunan vanili ini.

Usaha tani perkebunan vanili merupakan salah satu komoditi yang dapat diunggulkan di pasar internasional. Meskipun kontribusinya

relatif tidak terlalu tinggi dibandingkan dengan komoditi lainnya, namun setidaknya ekspor vanili telah memberikan pemasukan devisa

di atas 22 juta US$ pada tahun 2003 padahal volume ekspornya tidak terlalu besar. Permintaan dan peluang pasar di dunia masih cukup luas

untuk dikembangkan sehingga pembukaan perkebunan vanili pada lahan yang sesuai di daerah lain di Indonesia masih memiliki potensi

pasar.

Kontribusi komoditi vanili ini terhadap produk nasional Indonesia

tercermin dari banyaknya kebutuhan dalam negeri dan volume ekspor. Hasil perhitungan Suwanda (2001) menunjukkan bahwa komoditi

vanili untuk kedua kegiatan diatas tercatat sebanyak 17.241 ton dan 1.751 ton. Sedangkan hasil penelitian Benu (1991) yang mengaitkan

secara langsung perubahan pendapatan dari usaha tani vanili dengan total pendapatan Kabupaten Minahasa mendapatkan angka pelipatan

sebesar 44,16. Angka ini berarti setiap perubahan Rp 1 dari pendapatan usaha tani vanili akan menyebabkan perubahan total

pendapatan Kabupaten Minahasa sebesar Rp 44,16.

Dari aspek ketenagakerjaan, usaha ini tidak menyerap jumlah tenaga

kerja secara langsung yang banyak. Namun, memiliki pengaruh ke belakang (backward effect) setidaknya pada usaha pasokan pupuk

kandang dan buatan serta kaitan ke depan (forward effect) pada usaha perdagangan dan jasa pengangkutan akibat adanya usaha tani

ini.

Bank Indonesia – Perkebunan Vanili - Konvensional 67

Penyerapan tenaga kerja dari usaha ini dapat dirasakan oleh masyarakat sekitar di pedesaan yang umumnya petani dan memiliki

dampak langsung terhadap peningkatan pendapatan dan ekonomi mereka. Dengan berkurangnya pengangguran secara langsung akan

berdampak pada kondisi sosial masyarakat seperti penurunan tingkat kriminalitas.

Bank Indonesia – Perkebunan Vanili - Konvensional 68

7. Aspek Dampak Lingkungan

Usaha tani perkebunan vanili sebagai kegiatan produksi menghasilkan limbah dari kegiatannya berupa sampah-sampah organik hasil

pembersihan kebun dan sampah ikutan dari pembelian bahan-bahan sarana produksi berupa bekas kemasan pupuk organik maupun

anorganik, botol-botol dari plastik dan gelas bekas kemasan pupuk

daun (gandasil) dan fungisida. Jumlah limbah bekas kemasan ini tidak begitu banyak dan dapat dikelola dengan cara dijual kepada lapak

pemulung barang bekas, atau dipakai sendiri untuk keperluan lain. Sedangkan limbah organik berupa rerumputan, sisa-sisa daun dan

batang pohon vanili yang ditebang pada waktu proses pemangkasan dan pembersihan kebun biasanya dikumpulkan disuatu tempat untuk

dijadikan kompos.

Bank Indonesia – Perkebunan Vanili - Konvensional 69

8. Penutup

a. Kesimpulan

1. Usaha tani kebun vanili pada umumnya dilakukan di wilayah

pedesaan dengan kondisi iklim dan tanah yang cocok untuk

tanaman ini.

2. Usaha ini memiliki prospek yang cerah. Peluang pasar komoditi

vanili terutama untuk ekspor masih terbuka, sehingga secara langsung memberikan peluang bagi pengembangan dan

peningkatan produksi.

3. Salah satu kendala utama yang dihadapi oleh para petani vanili

adalah masih minimnya tingkat pengetahuan dan teknologi budidaya vanili yang dikuasai petani sehingga tingkat produksi

dan mutu vanili yang dihasilkan masih rendah.

4. Di daerah survei, usaha tani perkebunan vanili ini dilakukan dengan pola tumpang sari dengan tanaman kopi yang teknik budidayanya terlebih dahulu dikuasai oleh petani.

5. Pola pembiayaan atau kredit untuk usaha tani perkebunan vanili di daerah survei sampai saat ini belum pernah diberikan dan

tidak ada skema kredit khusus untuk usaha tani ini. Bank siap

dan dapat memberikan kredit secara umum dengan tingkat suku bunga 21% per tahun.

6. Usaha tani perkebunan vanili memiliki Internal Rate of Return (IRR) yang cukup tinggi yaitu 33,68% yang berarti bahwa usaha

ini masih layak dilaksanakan sampai tingkat bunga mencapai 33,68%. Net B/C ratio usaha ini juga lebih besar dari satu, yaitu

1,66 sehingga usaha ini dinyatakan layak. Kelayakan usaha juga dapat dilihat dari Nilai NPV yang positif sebesar Rp 29.040.980.

7. Berdasarkan analisis sensitivitas 1, usaha tani perkebunan vanili masih layak sampai terjadi penurunan pendapatan sebesar 24%.

Penurunan pendapatan sebesar 24% menyebabkan usaha ini menjadi tidak layak dengan nilai IRR sebesar 20,52 %, Net B/C

ratio 0,98 dan NPV - Rp 915.361.

8. Berdasarkan analisis sensitivitas 2, usaha tani perkebunan vanili masih layak hingga terjadi kenaikan biaya operasional sebesar

32%. Kenaikan biaya operasional sebesar 32% menyebabkan

Bank Indonesia – Perkebunan Vanili - Konvensional 70

usaha tani perkebunan vanili menjadi tidak layak dengan IRR

20,80 %, Net B/C ratio 0,99 dan NPV - Rp 487.252.

9. Berdasarkan analisis sensitivitas 3, usaha tani perkebunan vanili masih layak hingga terjadi penurunan pendapatan dan kenaikan biaya operasional sebesar 14% pada saat yang bersamaan.

Perubahan sebesar 14 % (pendapatan turun 14% dan biaya operasional naik 14%) menyebabkan usaha tani perkebunan

vanili menjadi tidak layak dengan IRR 20,35%, Net B/C ratio 0,97 dan NPV - Rp 1.368.050.

10. Berdasarkan analisis sensitivitas 4, usaha tani perkebunan vanili masih layak untuk diusahakan sampai pada skala usaha di

atas 0,10 ha atau 1.000 m2. Pembukaan usaha tani perkebunan vanili seluas 1.000 m2 mempunyai tingkat kelayakan dengan

IRR 20,64%, Net B/C ratio 0,98 dan NPV - Rp 158.006.

11. >Munculnya usaha tani perkebunan vanili memberikan

peluang kerja bagi masyarakat setempat, baik untuk pengusaha

maupun para pekerjanya, sehingga dapat meningkatkan taraf hidupnya.

12. Usaha tani perkebunan vanili tidak menimbulkan pencemaran dan tidak menghasilkan limbah yang berbahaya.

Limbah berupa sisa daun dan batang tebangan pohon vanili yang dapat digunakan sebagai pupuk hijau.

b. Saran

1. Pengembangan usaha tani perkebunan vanili sebaiknya dikembangkan secara tumpang sari (mix farming) dengan

tanaman keras lainnya baik kopi atau kelapa. Supaya petani mempunyai jenis pendapatan lebih bervariasi dan bisa saling

menutupi jika terjadi penurunan atau kegagalan pada salah satu komoditi

2. Untuk memperbaiki mutu buah vanili yang dihasilkan, petani vanili perlu dibekali dengan pengetahuan teknik budidaya dan

pasca panen secara memadai sehingga dapat menghasilkan mutu produksi vanili yang mempunyai daya saing tinggi di

pasaran dunia.

3. Secara finansial dan dari kondisi di lapangan, usaha tani perkebunan vanili ini cukup layak untuk dibiayai. Namun, pihak

Bank Indonesia – Perkebunan Vanili - Konvensional 71

bank tetap harus memberikan kredit berdasarkan analisis usaha

yang komprehensif berdasarkan prinsip kehati-hatian.