sistem demokrasi dan syariah dalam masyarakat

21
INTISARI Tulisan ini berisi tentang penerapan sistem demokrasi dalam falsafah pancasila di indonesia. Dimana di dalam terdapat materi-materi tentang pengertian sistem demokrasi dan juga perbandingan dengan sistem syariah islam, kelemahan-kelemahan demokrasi, kontradiksi demokrasi dengan islam, efek- efek negatif demokrasi dalam penerapannya di Indonesia, dan kesimpulan tentang manakah sistem yang lebih baik bagi kehidupan bermasyarakat untuk diterapakan. PENDAHULUAN Penulis mengambil judul “system demokrasi dan system syariah dalam masyarakat” adalah bertujuan untuk coba menguak lebih jelas dan sedikit lebih dalam tentang demokrasi dan syariah, dimana dalam penggunaan system demokrasi banyak menimbulkan efek bias dalam penerapannya karena system ini dihasilkan melalui pemikiran seorang manusia yang apabila diterapkan sering kali menimbulkan banyak perbedaan dalam pengertian dari demokrasi tersebut, contohnya seorang presiden Soekarno juga mengusung istilah demokrasi, Namun di sisi lain, banyak kalangan yang menilainya juga sangat diktator. Setidaknya untuk kurun dan kalangan tertentu. Bukankah presiden Soeharto juga mengusung istilah demokrasi? Namun semua kita tahu bahwa istilah demokrasi

description

Tulisan ini berisi tentang penerapan sistem demokrasi dalam falsafah pancasila di indonesia. Dimana di dalam terdapat materi-materi tentang pengertian sistem demokrasi dan juga perbandingan dengan sistem syariah islam

Transcript of sistem demokrasi dan syariah dalam masyarakat

Page 1: sistem demokrasi dan syariah dalam masyarakat

INTISARI

Tulisan ini berisi tentang penerapan sistem demokrasi dalam falsafah pancasila di

indonesia. Dimana di dalam terdapat materi-materi tentang pengertian sistem

demokrasi dan juga perbandingan dengan sistem syariah islam, kelemahan-kelemahan

demokrasi, kontradiksi demokrasi dengan islam, efek- efek negatif demokrasi dalam

penerapannya di Indonesia, dan kesimpulan tentang manakah sistem yang lebih baik

bagi kehidupan bermasyarakat untuk diterapakan.

PENDAHULUAN

Penulis mengambil judul “system demokrasi dan system syariah dalam masyarakat”

adalah bertujuan untuk coba menguak lebih jelas dan sedikit lebih dalam tentang

demokrasi dan syariah, dimana dalam penggunaan system demokrasi banyak

menimbulkan efek bias dalam penerapannya karena system ini dihasilkan melalui

pemikiran seorang manusia yang apabila diterapkan sering kali menimbulkan banyak

perbedaan dalam pengertian dari demokrasi tersebut,

contohnya seorang presiden Soekarno juga mengusung istilah demokrasi, Namun di

sisi lain, banyak kalangan yang menilainya juga sangat diktator. Setidaknya untuk

kurun dan kalangan tertentu.

Bukankah presiden Soeharto juga mengusung istilah demokrasi? Namun semua kita

tahu bahwa istilah demokrasi yang dimaksud oleh seorang presiden Soeharto tentu

sangat berbeda dengan istilah yang dimaksud oleh presiden Soekarno.

Hasilnya, kita boleh bilang bahwa meski demokrasi itu digunakan semua orang, tapi

isi, esensi, makna dan batasannya bisa saja sangat berbeda.

Berdasarkan hal-hal tersebut penulis coba membandingkan demokrasi dan syariah

lewat tulisan ini dimana syariah merupakan suatu system yang absolut, dan

berdasarkan sumber-sumber yang absolut pula yaitu Al-quran serta AL hadits.

Page 2: sistem demokrasi dan syariah dalam masyarakat

URAIAN

Ilusi Demokrasi

Secara teori demokrasi merupakan sistem pemerintahan yang memberikan

kesetaraan (equality) kepada siapapun untuk mengatur pemerintahan baik secara

langsung atau melalui perwakilan. Hal ini karena demokrasi menghormati dan

menjamin terwujudnya kebebasan setiap orang untuk berbuat (freedom of behaviour),

beragama (freedom of religion), berpendapat (freedom of speech) dan memiliki

(freedom of property).

Salah satu bentuk kebebasan tersebut adalah kebebasan dalam menetapkan

aturan dan perundang-undangan. Tak aneh, dalam demokrasi aturan apapun dapat

berubah jika para legislator menghendakinya. Penetapan aturan bukan lagi didasarkan

pada agama, sebab agama dalam demokrasi bukanlah standar kebenaran, bahkan ia

harus dijauhkan dari ranah politik. Standar kebenaran demokrasi adalah suara

terbanyak.

Meski di dalam demokrasi terdapat pembagian kekuasaan yakni legislatif,

eksekutif dan yudikatif sebagaimana yang diajarkan oleh John Locke dalam “Two

Treeties of Goverment” (1690) dan Montesquieu dalam l’espirite des lois (1748),

namun tetap saja keadilan dan kesejahteraan yang diharapkan tidak pernah tercapai.

Yang terjadi justru monopoli kekuasaan dan kekayaan oleh segelintir orang sementara

angka kemiskinan, penindasan dan berbagai kejahatan sosial makin tinggi. Ini karena

berbagai aturan yang digunakan merupakan produk akal yang bersifat nisbi.

Sejumlah karya dan riset ilmiah yang mengkaji dampak penerapan demokrasi

dalam kehidupan manusia, telah membuktikan hal tersebut. Dari riset-riset tersebut

ditemukan beberapa hal antara lain:

1. Demokrasi telah membuat orang-orang yang memiliki kekuasaan dan orang -

orang kaya semakin menonjol sementara orang miskin dan lemah makin

terpuruk dalam kehidupan. Sebagai contoh dalam laporan Departemen

Pertanian AS (1999) dengan judul “A Citizen’s Guide To Food Recovery”

dinyatakan bahwa dari 1/5 penduduk AS yang membuang sisa makanan

mereka setiap tahun nilainya mencapai 31 miliar dollar. Padahal jumlah

Page 3: sistem demokrasi dan syariah dalam masyarakat

tersebut cukup untuk memberi makan 49 juta jiwa atau dua kali lipat dari

jumlah orang yang meninggal tiap tahunnya akibat kelaparan.

2. Demokrasi telah membolehkan orang untuk melakukan segala cara untuk

memperoleh keuntungan. Untuk menguasai minyak dan gas Irak, yang

merupakan penghasil minyak terbesar ke-2 setelah Arab Saudi dan penghasil

gas terbesar dunia, AS tidak segan menginvasi negara tersebut.

3. Kekuasaan dimonopoli oleh mereka yang memiliki kekuatan dan kekayaan

dan terus dimanfaatkan untuk mengakumulasi kekayaan dan memperluas

pengaruh meski mengakibatkan kematian dan melukai banyak orang. Haiti

misalnya pulahan tahun sebelumnya mampu memenuhi 95% kebutuhan

berasnya. Namun setelah mendapatkan hutang dari IMF, negara tersebut

disyaratkan untuk menurunkan tarif impornya yang sebelumnya 35%.

Akibatnya kini negara tersebut dibanjiri 75% beras impor dari AS. Angka

kemiskinan dan kekurangan pangan di negara tersebut melonjak hingga

hampir mencapai 50%.

4. Polusi merupakan konsekuensi logis dari demokrasi yang mendorong manusia

tamak dalam berproduksi. Sebagaimana yang dilaporkan oleh Global

Warming International Centre (GWIC), hingga kini misalnya AS sebagai

negara industri terbesar enggan meratifikasi protokol Kyoto meski negara

tersebut merupakan negara penghasil emisi gas terbesar di dunia sebesar

36.1%. selain itu negara tersebut juga menyumbang 25% seluruh emisi

karbondioksida. Padahal penduduk negara tersebut hanya 4% dari populasi

dunia .

5. Demokrasi telah melegalkan hubungan sesama jenis. Pernikahan sesama jenis

baik antara laki-laki (homoseksual) maupan sesama jenis perempuan (lesbian)

telah dilegalkan di sejumlah negara meski ditentang oleh para pemuka agama.

6. Demokrasi telah mendorong manusia untuk menghabiskan waktunya untuk

kesenangan dan foya-foya. Sebagai contoh berdasarkan hasil riset Nielsen

Media Research (1999) ditemukan bahwa setiap harinya rata-rata orang AS

menghabiskan 3 jam 46 menit hanya untuk menonton tv equivalen dengan 52

hari dalam setahun menonton tayangan tv secara non-stop. Jika usia seseorang

65 tahun maka 9 tahun usianya digunakan untuk menonton tv.

7. Demokrasi dengan prinsip kebebasannya telah melahirkan hak untuk merusak

moral manusia melalui sin of city (kota yang bertabur dosa) seperti pelacuran

Page 4: sistem demokrasi dan syariah dalam masyarakat

dan minuman keras. Global Issue melaporkan pada tahun 1998 saja belanja

penduduk AS untuk minuman keras sebesar 105 miliar dollar.

8. Demokrasi telah melegalkan perang yang menghabiskan triliunan dolar dalam

rangka mempertahankan gaya hidup pendukungnya. Perang Irak misalnya

sebagaimana yang dilaporkan oleh Stiglitz telah menghabiskan lebih dari 3

triliun dollar.

9. Demokrasi telah mendorong manusia untuk menciptakan berbagai jenis

produk-produk keuangan untuk memuaskan ketamakan mereka meski

menghancurkan sendi-sendi perekonomian. Perbankan ribawi, mata uang

kertas dan pasar derivatif (CDO, MBS, dll) adalah contohnya. Akibat terlibat

dalam transaksi subprime mortgage, nilai kekayaan Citigroup merosot dari

225 miliar dollar (kwartal II-2007) AS menjadi hanya 19 miliar dollar pada 20

Januari 2009. Akibatnya pemerintah AS, negara-negara Eropa melakukan bail

out (suntikan dana) dengan menggunakan uang hasil pajak rakyatnya.

Dengan fakta tersebut, seharusnya manusia yang berakal menyadari bahwa demokrasi

tidak seindah teorinya. Inilah ilusi demokrasi.

Kontradiksi Demokrasi dengan Islam

Folks populi folks dei. Suara rakyat adalah suara tuhan. Demikian salah satu adagium

dalam demokrasi. Dalam sistem ini manusia ditempatkan sejajar dengan tuhan.

Sebuah pengingkaran terhadap Aqidah Islam.

Dengan mencermati realitas pemikiran dan praktek demokrasi, maka disimpulkan

bahwa ide tersebut sangat kontradiktif dengan Islam. Hal ini didasarkan pada

sejumlah alasan, antara lain:

Pertama, Demokrasi adalah sistem kehidupan yang dirancang dan dibuat oleh

akal dan hawa nafsu manusia. Sementara Islam adalah sistem kehidupan yang

berasal dari Allah Swt, diturunkan untuk seluruh manusia. Hanya dengan

Islam, manusia mendapatkan ridhai-Nya.

�ا د�ين م� ال� �س اإل �م� �ك ل ض�يت� و�ر� �ي �عم�ت ن �م ك �ي ع�ل م�مت� �ت و�أ �م �ك د�ين �م �ك ل م�لت� ك� أ �وم� ي ال

Page 5: sistem demokrasi dan syariah dalam masyarakat

Pada hari ini orang-orang kafir telah putus asa untuk (mengalahkan)

agamamu, sebab itu janganlah kamu takut kepada mereka dan takutlah

kepada-Ku. Pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu, dan

telah Ku-cukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan telah Ku-ridai Islam itu jadi

agama bagimu (QS al-Maidah [5]: 3)

ر�ين� خ�اس� ال م�ن� ة� �خ�ر� اآل ف�ي و�ه�و� ه� م�ن �ل� �قب ي �ن ف�ل �ا د�ين � م ال� �س اإل ر� غ�ي �غ� ت �ب ي و�م�ن

Barang siapa mencari agama selain agama Islam, maka sekali-kali tidaklah

akan diterima (agama itu) daripadanya, dan dia di akhirat termasuk orang-

orang yang rugi (QS Ali Imran [3]: 85).

Kedua, Dalam demokrasi, otoritas membuat undang-undang berada di tangan

rakyat. Kemudian secara praktis, otoritas itu dilimpahkan kepada parlemen

yang dianggap menjadi representasi rakyat. Sedangkan dalam Islam, satu-

satunya yang berhak menetapkan undang-undang adalah Allah Swt.

Konsekuensinya, seluruh hukum yang berlaku wajib bersumber dari wahyu

(al-Quran dan al-Sunnah, serta yang ditunjukkan oleh keduanya, yakni Ijma’

Sahabat dan al-Qiyas).

�ين� ف�اص�ل ال ر� ي خ� و�ه�و� ح�ق3 ال �ق�ص6 ي 3ه� �ل ل �ال3 إ م� ح�ك ال �ن� إ

Menetapkan hukum itu hanyalah hak Allah. Dia menerangkan yang

sebenarnya dan Dia Pemberi keputusan yang paling baik (QS al-An’am [6]:

57).

Menurut As- Syaukany di dalam Fathul Qadir, ayat diatas bermakna tidak

satupun hukum yang ada tentang sesuatu kecuali berasal dari Allah swt.

Di samping itu terdapat sejumlah ayat yang mencela pembuatan hukum dari

selain Allah swt.

�ال3 إ وا �م�ر� أ و�م�ا �م� ي م�ر ن� اب يح� م�س� و�ال 3ه� الل د�ون� م�ن �ا �اب ب ر� أ �ه�م �ان هب و�ر� ه�م �ار� ب ح

� أ 3خ�ذ�وا ات

�ون� ر�ك �ش ي ع�م3ا �ه� ان ح� ب س� ه�و� �ال3 إ �ه� �ل إ ال� و�اح�د�ا �ه�ا �ل إ �د�وا �عب �ي ل

Mereka menjadikan orang-orang alimnya, dan rahib-rahib mereka sebagai

tuhan selain Allah, dan (juga mereka mempertuhankan) al-Masih putra

Maryam; padahal mereka hanya disuruh menyembah Tuhan Yang Maha Esa;

Page 6: sistem demokrasi dan syariah dalam masyarakat

tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) selain Dia. Maha Suci Allah dari apa

yang mereka persekutukan (QS al-Taubah [9]: 31).Menurut At Thabary

asbabu an-nuzul ayat ini berkenaan dengan kisah Adiy bin Hatim:

: Cصليب �قي ع�ن وفي وسلم عليه الله صلى الله رسول� أتيت قال حاتم بن عدي عن

: ! : وانتهيت فطرحته، قال عنقك من الوثن� هذا اطرح ،Oعدي يا فقال ذهب، من

): ” �ا “ أرباب هبانهم ور� أحبارهم اتخذوا اآلية هذه فقرأ ، براءة سورة في يقرأ وهو إليه

: ! : ( ما مون Tيحر أليس فقال نعبد�هم لسنا إنا الله، رسول يا قلت قال ، الله دون من

: ! : : فتلك قال بلى قلت قال فتحل6ونه؟ الله م حر3 ما ويحل6ون مونه، Tفتحر الله أحل3

عبادتهم

Dari Adiy bin Hatim ia berkata: “Saya mendatangi Rasulullah saw sementara

di leher saya tergantung salib yang terbuat dari emas.” Beliau bersabda:

“Wahai Adiy, buang sesembahan itu dari lehermu.” Saya pun membuangnya.

Setelah itu saya menemuinya lalu beliau membaca surah Baraah: “Mereka

menjadikan pendeta dan rahib-rahib mereka sebagai tuhan selain Allah.” Saya

kemudian berkata: “Wahai Rasulullah, kami tidak menyebahnya. Beliua

menjawab: bukankah mereka mengharamkan apa yang dihalalkan Allah lalu

kalian mengharamkannya. Mereka juga menghalalkan apa yang diharamkan

Allah lalu kalian menghalalkannya? Saya menjawab: betul. Beliau berkata:

“demikianlah bentuk ibadah mereka.” (Tafsir at-Thabary vol.21 hal.210).

Ketiga, Metode dalam penetapan hukum. Dalam demokrasi, semua keputusan

hukum diputuskan berdasarkan suara terbanyak. Setiap perbedaan dan

perselisihan, diselesaikan dengan jalan voting (pemungutan suara) ataupun

lobi. Sedangkan dalam Islam, semua keputusan hukum berdasarkan pada dalil

syara’. Perbedaan pendapat dalam masalah hukum harus diselesaikan oleh

imam dengan jalan mengambil hukum yang paling kuat dalilnya.

Di dalam Al Quran dijelaskan bahwa setiap perkara yang diperselisihkan

wajib dikembalikan kepada al-Quran dan as-Sunnah.

�ا 6ه�ا ي ي� 3ذ�ين� أ �وا ال �م�ن �ط�يع�وا آ 3ه� أ �ط�يع�وا الل ول� و�أ س� �ول�ي الر3 �مر� و�أ �م األ ك �ن م�ن �م ف�إ عت �از� �ن ت

ء] ف�ي ي د6وه� ش� �ل�ى ف�ر� 3ه� إ س�ول� الل �ن و�الر3 �م إ ت �ن �ون� ك �ؤم�ن 3ه� ت �الل � ب �وم ي �خ�ر� و�ال �ك� اآل رC ذ�ل ي خ�

ن� �حس� و�يال� و�أ �أ ت

Page 7: sistem demokrasi dan syariah dalam masyarakat

Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (Nya), dan

ulil amri di antara kamu. Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang

sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al Qur’an) dan Rasul

(sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian.

Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya (QS al-

Nisa’ [4]: 59).

Kelemahan-kelemahan demokrasi di Indonesia

Perdebatan di seputar fatwa haramnya golput oleh MUI beberapa waktu lalu

tampaknya masih belum mereda. Pasalnya, MUI sendiri—juga mereka yang

berkepentingan terhadap suksesnya Pemilu 2009—seperti melupakan alasan utama di

balik kemungkinan maraknya golput pada Pemilu 2009 nanti.

            Di luar alasan teknis Pemilu—seperti tidak terdatanya sejumlah calon pemilih

—setidaknya ada dua alasan mengapa sebagian masyarakat memilih golput. Pertama:

alasan ekonomi. Intinya, sebagian kalangan yang memilih golput sudah semakin

sadar, bahwa Pemilu, termasuk Pilkada, tidak menjanjikan kesejahteraan apapun bagi

rakyat. Bagi mereka, selama ini terpilihnya para wakil rakyat, kepala daerah, atau

presiden dan wakil presiden yang serba baru tidak membawa perubahaan apa-apa

yang bisa sedikit saja meningkatkan kesejahteraan rakyat. Padahal, sebagaimana

dikatakan pengamat politik J Kristiadi, "Harapan masyarakat sebenarnya sederhana.

Begitu mereka nyoblos atau mencontreng, kesejahteraan mereka bisa menjadi lebih

baik dengan pemerintahan terpilih. Kenyataannya, ada ruang yang sangat luas dan

terkadang manipulatif (menipu, red.) antara Pemilu dan kesejahteraan itu." (Kompas,

2/2/2009).

Kedua: alasan ideologis. Bagi calon pemilih yang golput dengan alasan ini,

Pemilu (baca: demokrasi) tidak akan pernah menjanjikan perubahan apapun.

Pasalnya, demokrasi hanya semakin mengokohkan sekularisme. Padahal

sekularismelah yang selama ini menjadi biang dari segala krisis yang terjadi.

Sekularisme sendiri adalah sebuah keyakinan dasar (akidah) yang menyingkirkan

peran agama dari kehidupan. Dalam konteks Indonesia yang mayoritas Muslim,

sekularisme telah nyata menjauhkan syariah Islam untuk mengatur segala aspek

kehidupan masyarakat (ekonomi, politik, pendidikan, peradilan, sosial, dll).

Page 8: sistem demokrasi dan syariah dalam masyarakat

Padahal mayoritas rakyat Indonesia yang Muslim sesungguhnya menyetujui

penerapan syariah Islam itu di negeri ini. Hal ini sudah dibuktikan oleh berbagai

survei yang dilakukan oleh sejumlah lembaga survei seperti PPIM UIN Syarif

Hidayatullah (2001), Majalah Tempo (2002). Roy Morgan Research (2008), SEM

Institute (2008), LSM Setara (2008), dll yang rata-rata menunjukkan bahwa 70-80%

masyarakat Indonesia setuju dengan penerapan syariah Islam dalam negara (Lihat

kembali: Al-Islam, Edisi 434/XII/08). Dalam hal ini, pengamat politik Bima Arya

mengatakan, adanya survey yang menyebutkan mayoritas masyarakat di Indonesia

mendukung syariah memang cukup masuk akal. “Itu terjadi karena adanya kejenuhan

dari masyarakat terhadap sistem yang ada,” ujarnya (Eramuslim, 19/12/08).

Pertanyaannya, jika mayoritas masyarakat saat ini pro-syariah, lalu mengapa

partai-partai Islam tetap kalah dari partai-partai sekular pada Pemilu 2004 lalu dan

kemungkinan juga pada Pemilu 2009 nanti? Jawabannya, karena boleh jadi mereka

melihat tidak adanya satu partai Islam pun yang sungguh-sungguh memperjuangkan

penerapan syariah Islam di Indonesia. Barangkali, karena itulah, di antara mereka

yang pro syariah ini lebih memilih golput.

Walhasil, kenyataan inilah yang seharusnya dipahami oleh MUI terlebih dulu

—juga oleh para tokoh, ulama, politikus, ormas, dan terutama parpol peserta Pemilu

—yang menolak golput.

Lebih dari sekadar keinginan mayoritas umat Islam di atas, penegakkan

syariah Islam secara kâffah dalam negara tentu merupakan kewajiban dari Allah SWT

yang dibebankan kepada kaum Muslim. Kewajiban inilah yang sesungguhnya lebih

layak difatwakan oleh MUI dan tentu selaras dengan fatwa MUI tahun 2005 yang

telah memfatwakan haramnya sekularisme.

 

Demokrasi: Memiskinkan Rakyat

Kondisi masyarakat yang miskin alias tidak sejahtera jelas dialami oleh

sebagian rakyat Indonesia saat ini. Padahal semua orang tahu, Indonesia adalah negeri

yang kaya-raya. Seluruh jenis barang tambang nyaris ada di Indonesia. Minyak bumi,

gas, batubara, emas, tembaga dan beberapa yang lain bahkan ada di negeri ini dengan

Page 9: sistem demokrasi dan syariah dalam masyarakat

kadar yang melimpah. Kekayaan laut Indonesia berupa ikan dan hasil-hasil laut

lainnya juga luar biasa. Indonesia pun memiliki areal hutan tropis yang sangat luas.

Dengan semua kekayaan alam yang melimpah-ruah itu, rakyat Indonesia seharusnya

makmur dan sejahtera, dan tidak ada yang miskin.

Namun, akibat diterapkannya sistem ekonomi kapitalis sejak negara ini

merdeka, sebagian besar kekayaan alam yang melimpah-ruah itu hanya dinikmati oleh

segelintir orang, yang sebagian besarnya bahkan pihak asing. Contoh kecil: Di Bumi

Papua, kekayaan tambang emasnya setiap tahun menghasilkan uang sebesar Rp 40

triliun. Sayangnya, kekayaan tersebut 90%-nya dinikmati perusahaan asing (PT

Freeport) yang sudah lebih dari 40 tahun menguasai tambang ini. Wajarlah jika gaji

seorang CEO PT Freeport Indonesia mencapai sekitar Rp 432 miliar pertahun (=Rp

36 miliar perbulan atau rata-rata Rp 1.4 miliar perhari). Padahal, rakyat Papua sendiri

hingga saat ini hanya berpenghasilan Rp 2 juta saja pertahun (=Rp 167 ribu perbulan).

Pemerintah Indonesia pun hanya mendapatkan royalti dan pajak yang tak seberapa

dari penghasilan PT Freeport yang luar biasa itu (Jatam.org, 30/3/07).

Di Kaltim, batubara diproduksi sebanyak 52 juta meter kubik pertahun; emas

16.8 ton pertahun; perak 14 ton pertahun; gas alam 1.650 miliar meter kubik pertahun

(2005); minyak bumi 79.7 juta barel pertahun, dengan sisa cadangan masih sekitar 1.3

miliar barel. Namun, dari sekitar 2.5 juta penduduk Kaltim, sekitar 313.040 orang

(12.4 persen) tergolong miskin.

Di Aceh, cadangan gasnya mencapai 17.1 tiliun kaki kubik. Hingga tahun

2002, sudah 70 persen cadangan gas di wilayah ini dikuras oleh PT Arun LNG

dengan operator PT ExxonMobile Oil yang sudah berdiri sejak 1978, Namun, Aceh

menempati urutan ke-4 sebagai daerah termiskin di Indonesia. Jumlah penduduk

miskinnya sekitar 28.5 persen.

Itulah secuil fakta ironis di negeri ini, yang puluhan tahun menerapkan

demokrasi, bahkan terakhir disebut-sebut sebagai salah satu negara paling demokratis

di dunia.

Ironi ini sebetulnya mudah dipahami karena watak demokrasi di manapun,

termasuk di negeri ini, secara faktual selalu berpihak kepada para kapitalis/pemilik

modal. Demokrasi di negeri ini, misalnya, telah melahirkan banyak UU dan peraturan

Page 10: sistem demokrasi dan syariah dalam masyarakat

yang lebih berpihak kepada konglomerat, termasuk asing. Di antaranya adalah melalui

kebijakan swastanisasi dan privatisasi. Kebijakan ini dilegalkan oleh UU yang

notabene produk DPR atau oleh Peraturan Pemerintah yang dibuat oleh Presiden

sebagai pemegang amanah rakyat. UU dan peraturan tersebut memungkinkan pihak

swasta terlibat dalam pengelolaan (baca: penguasaan) kekayaan milik rakyat. Sejak

tahun 60-an Pemerintah Indonesia telah mengeluarkan UU Penanaman Modal Dalam

Negeri (UU No. 6/1968). UU ini memberikan peluang kepada perusahaan swasta

untuk menguasai 49 persen saham di sektor-sektor milik publik, termasuk BUMN.

Tahun 90-an Pemerintah kemudian mengeluarkan PP No. 20/1994. Isinya antara lain

ketentuan bahwa investor asing boleh menguasai modal di sektor-sektor milik publik,

termasuk BUMN, hingga 95 persen.

Secara tidak langsung demokrasi juga sering menjadi pintu bagi masuknya

intervensi para pemilik modal, bahkan para kapitalis asing. Lahirnya UUD

amandemen 2002 adalah kran awal dari intervensi asing dalam perundang-undangan.

Ditengarai ada dana asing USD 4,4 miliar dari AS untuk mendanai proyek di atas.

Hasilnya, lahirlah UU Migas, UU Listrik dan UU Sumber Daya Air (SDA) yang sarat

dengan kepentingan asing. Dampaknya, tentu saja adalah semakin leluasanya pihak

asing untuk merampok sumber-sumber kekayaan alam negeri ini, yang notabene milik

rakyat. Dampak lanjutannya, rakyat bakal semakin merana, karena hanya menjadi

pihak yang selalu dikorbankan; hanya menjadi 'tumbal' demokrasi, yang ironisnya

selalu mengatasnamakan rakyat.

KESIMPULAN 

Dengan sedikit paparan di atas, jelas bahwa jika memang semua kalangan

menghendaki terwujudnya kesejahteraan rakyat—sebagaimana yang juga sering

dijanjikan oleh para caleg dan elit parpol setiap kali kampanye menjelang Pemilu—

maka tidak ada cara lain kecuali seluruh komponen bangsa ini harus berani

mencampakkan sekularisme, yang menjadi dasar dari sistem politik demokrasi dan

sistem ekonomi kapitalis yang terbukti gagal mensejahterakan rakyat. Selanjutnya,

seluruh komponen bangsa ini harus segera menerapkan syariah Islam secara kâffah

dalam negara; baik dalam bidang politik, ekonomi, pendidikan, peradilan, sosial,

keamanan dan pertahanan, dll dalam kehidupan berpancasila di Indonesia. Yakinlah,

hanya dalam negara yang menerapkan syariah secara kâffah-lah—yang dalam sistem

Page 11: sistem demokrasi dan syariah dalam masyarakat

politik Islam disebut dengan sistem Khilafah—kesejahteraan rakyat bakal benar-benar

terwujud.

Bukti historis menunjukkan, sistem syariah telah mampu menciptakan

kesejahteraan bagi jutaan manusia pada setiap kurun Kekhilafahan Islam pada masa

lalu selama berabad-abad, tanpa pernah mengenal kata krisis.

Pada masa Kekhilafahan Umar bin al-Khaththab ra. (13-23 H/634-644 M),

misalnya, hanya dalam 10 tahun masa pemerintahannya, kesejahteraan rakyat merata

ke segenap penjuru negeri. Pada masanya, di Yaman, misalnya, Muadz bin Jabal

sampai kesulitan menemukan seorang miskin pun yang layak diberi zakat (Al-

Qaradhawi, 1995).

Pada masa Khalifah Umar bin Abdul Aziz (99-102 H/818-820 M), hanya

dalam 3 tahun umat Islam terus mengenangnya sebagai khalifah yang berhasil

menyejahterakan rakyat. Yahya bin Said, seorang petugas zakat masa itu, berkata,

"Saya pernah diutus Umar bin Abdul Aziz untuk memungut zakat ke Afrika. Setelah

memungutnya, saya bermaksud memberikannya kepada orang-orang miskin. Namun,

saya tidak menjumpai seorang miskin pun. Umar bin Abdul Aziz telah menjadikan

setiap individu rakyat pada waktu itu berkecukupan." (Ibnu Abdil Hakam, Sîrah

'Umar bin Abdul 'Azîz, hlm. 59).

Pada masanya pula, kemakmuran tidak hanya ada di Afrika, tetapi juga merata

di seluruh penjuru wilayah Khilafah Islam, seperti Irak dan Bashrah (Abu Ubaid, Al-

Amwâl, hlm. 256).

Mahabenar Allah Yang berfirman:

Seandainya penduduk negeri beriman dan bertakwa, Kami pasti akan

membukakan pintu keberkahan bagi mereka dari langit dan bumi (QS al-A'raf

[7]: 96)

Page 12: sistem demokrasi dan syariah dalam masyarakat

DAFTAR PUSTAKA

http://www.muslimdaily.net/

Islam dan Negara Sekuler, Menegosiasikan Masa Depan Syariah, Bandung:Mizan.

Anderson, Benedict, 1999, Komunitas-Komunitas Imajiner: Renungan tentang AsalUsul dan Penyebaran Nasionalisme (terj.), Yogyakarta, Pustaka Pelajar.

http://mediamuslim.blogdetik.com/

Page 13: sistem demokrasi dan syariah dalam masyarakat

TUGAS MATA KULIAH UMUM PANCASILA

PENERAPAN SISTEM DEMOKRASI DALAM FALSAFAH PANCASILA di

INDONESIA

NAMA : KUKUH MUKTI SUBEKTI

NIM : 2010430057

SEMESTER: 1

FAKULTAS: Tehnik kimia

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH JAKARTA2010/2011

Page 14: sistem demokrasi dan syariah dalam masyarakat