Sistem Dan Rekayasa Penimbunan Batubara

7
Doc. Ira Pracinasari/R0012048 SISTEM DAN REKAYASA PENIMBUNAN BATUBARA (COAL STOCKPILING SYSTEM AND ENGINEERING) Pemilihan sistem penimbunan batubara tergantung pada faktor-faktor sebagai berikut : 1. jumlah atau tonase batubara yang akan ditimbunkan harus disesuaikan dengan lamanya masa penimbunan/penyimpanannya 2. luas daerah tanah atau kapasitas alat untuk penimbunan/penyimpanan yang tersedia 3. topografi lokasi daerah tempat penimbunan 4. kondisi iklim, dan 5. dampak lingkungan dan keselamatan. Berdasarkan faktor-faktor ini, ada 2 (dua) cara penimbunan batubara yaitu : pada daerah tanah lapangan yang terbuka, luas dan rata (bed stockpiling yard) dengan menggunakan storage bin atau bunker. Karena jumlah produksi (tonase) batubara dari suatu tambang umumnya besar, maka cara penimbunan batubara yang lazim digunakan adalah dengan menggunakan bed stocking yard atau stockyard. Disini diperlukan prosedur baku operasi untuk mencapai tujuan penimbunan batubara yang aman dalam rangka : 1. untuk mencegah swapemanasan (self-heating) dan swabakar (spontaneous combustion) supaya jangan sampai terjadi hot coal, 2. untuk mencegah terjadinya penurunan kualitas dipandang dari segi parameter kualitas komersialnya yaitu berupa : a. kehilangan sifat pengkokasan dari batubara kokas (coking coals) sebagai bahan baku (feedstock) untuk pembuatan kokas metalurgi, atau b. penurunan nilai kalori batubara sebagai bahan bakar (solid fuel).

Transcript of Sistem Dan Rekayasa Penimbunan Batubara

Doc. Ira Pracinasari/R0012048SISTEM DAN REKAYASA PENIMBUNAN BATUBARA (COAL STOCKPILING SYSTEM AND ENGINEERING)Pemilihan sistem penimbunan batubara tergantung pada faktor-faktor sebagai berikut :1. jumlah atau tonase batubara yang akan ditimbunkan harus disesuaikan dengan lamanya masa penimbunan/penyimpanannya2. luas daerah tanah atau kapasitas alat untuk penimbunan/penyimpanan yang tersedia3. topografi lokasi daerah tempat penimbunan4. kondisi iklim, dan5. dampak lingkungan dan keselamatan.Berdasarkan faktor-faktor ini, ada 2 (dua) cara penimbunan batubara yaitu : pada daerah tanah lapangan yang terbuka, luas dan rata (bed stockpiling yard) dengan menggunakan storage bin atau bunker. Karena jumlah produksi (tonase) batubara dari suatu tambang umumnya besar, maka cara penimbunan batubara yang lazim digunakan adalah dengan menggunakan bed stocking yard atau stockyard.Disini diperlukan prosedur baku operasi untuk mencapai tujuan penimbunan batubara yang aman dalam rangka :1. untuk mencegah swapemanasan (self-heating) dan swabakar (spontaneous combustion) supaya jangan sampai terjadi hot coal,2. untuk mencegah terjadinya penurunan kualitas dipandang dari segi parameter kualitas komersialnya yaitu berupa :a. kehilangan sifat pengkokasan dari batubara kokas (coking coals) sebagai bahan baku (feedstock) untuk pembuatan kokas metalurgi, ataub. penurunan nilai kalori batubara sebagai bahan bakar (solid fuel). Untuk mencapai tujuan ini, maka prosedur operasional yang baku menganjurkan atau merekomendasikan bahwa supaya :1. tidak menimbun secara bersama-sama batubara yang berbeda ukuran (bongkahan, kasar atau halus)2. tidak menimbun secara bersama-sama batubara yang segar (fresh) dengan yang teroksidasi atau lapuk ( oxydized or weathered coal)3. tidak menimbun secara bersama-sama batubara yang berbeda kecenderungannya terhadap swabakar4. tidak menimbun secara bersama-sama batubara yang kering dengan yang basah, atau5. tidak menimbun secara bersama-sama batubara yang kotor (ROM-/raw- coal) dengan yang bersih (washed/clean coal)Beberapa faktor teori dan praktek yang harus dipertimbangkan untuk merekayasa sistem manajemen penimbunan batubara yang baku dalam rangka menciptakan kondisi lokasi dan prosedur operasional penimbunan batubara (coal stockyardand its operational procedure)) yang aman adalah sebagai berikut :1. Lokasi tempat penimbunan batubara2. Sistem penimbunan batubara3. Sistem pemantauan suhu timbunan dan cara penanggulangi kebakaran4. Sistem pengelolaan pengambilan kembali dari timbunan.Lokasi tempat penimbunan batubara Lokasi daerah tanah lapangan tempat penimbunan batubara (coal stockyard) harus memenuhi persyaratan sebagai berikut :1. harus terletak di daerah yang stabil, rata dan luas,2. harus dilengkapi dengan sistem pengeringan air dan selokan buangan air3. harus dilengkapi dengan jalan masuk untuk semua jenis kendaraan (muat-angkut-tumpah = load-haul-dump), khususnya alat gali/muat berupa tyre-wheeled loader, melalui pintu-pintu pada tanggul/dinding penahan aliran angin yang mengelilingi tempat timbunan batubara tersebut,4. harus dilengkapi dengan tanggul/dinding tanah di sekeliling tempat timbunan batubara sebagai penahan aliran angin (wind shielder/breaker) setinggi sekitar 4,0 m disamping sebagai penahan hanyutan partikel batubara halus keluar lokasi timbunan batubara, dan5. harus dilengkapi dengan peralatan pemadaman kebakaran berupa hydrant.Sistem penimbunan batubara Karena swabakar dari suatu jenis batubara di tempat timbunan atau penyimpanan umumnya disebabkan oleh dua faktor yaitu udara dan panas, maka pencegahan terjadinya swabakar hanya dapat dilakukan apabila salah satu dari kedua faktor ini dihilangkan atau ditiadakan melalui tindakan pemadatan dalam memperkecil terjadinya kontak antara partikel batubara dengan oksigen dari udara. Hal ini perlu dilakukan, terutama untuk penimbunan atau penyimpanan jangka panjang (reserve storage or long term consolidated stockpile (untuk jangka waktu penimbunan lebih dari 3 bulan) untuk mencegah terjadinya penurunan kualitas batubara disamping untuk mengurangi bahaya swabakar yang menyebabkan kebakaran. Pemadatan timbunan batubara harus dilakukan secara sistematis yaitu dilakukan secara lapis demi lapis dimana setiap lapis yang disebarkan merata setebal katakanlah 0,5 sampai 1,0 m dan langsung dipadatakan dengan rubber-tired heavy mobile equipment, seperti loader dari pada dengan bulldozer yang umumnya memakai track, untuk mencegah kehancuran partikel batubara lebih lanjut. Permukaan datar dan kemiringan di sisi samping timbunan batubara harus dikompakan. Perataan permukaan seharusnya dilaksanakan untuk mempermudah pengeringan air dan penyemprotan air. Permukaan kemiringan bagian sisi timbunan batubara sebaiknya dilapisi dengan bahan yang tidak mudah terbakar untuk mencegah masuknya aliran udara ke dalam timbunan batubara tersebut. Dalam hal ini, terutama untuk tempat timbunan batubara yang dikompakan berjangka panjang (reserve storageor long term consolidated stockpile), sudut sisi miring sampai ke puncak timbunan harus kurang dari sudut alami yang terbentuk oleh batubara yang ditimbunkan (angle of repose) sekitar 45o. Biasanya sudut ini dibuat selandai mungkin sekitar 15o dan 30o atau rata-rata 20o dari bidang datar tanah supaya alat pengompakan bisa bekerja aman. Menurut informasi pustaka lama, tinggi maksimum timbunan yang dianjurkan adalah kira-kira 2 3 m untuk tempat timbunan batubara baik yang berasal dari tambang (ROM- coal) maupun yang bersih dari washplant (clean or saleable coal) yang tidak dikompakan dengan waktu penimbunan berjangka pendek (live storage or short term live unconsolidated stockpile). Dengan sistem penimbunan batubara yang dikompakan (reserve storage), tinggi timbunan batubaranya bisa mencapai kira-kira 11 12 m, terutama untuk penimbunan batubara bersih.Sistem pemantauan suhu timbunan dan cara penanggulangi kebakaran Suhu timbunan batubara harus dipantau secara teratur untuk mengetahui apakah ada tanda-tanda (clues) terjadinya gejala swabakar dalam timbunan batubara tersebut atau tidak. Adanya tanda-tanda naiknya suhu timbunan menunjukkan adanya oksidasi batubara (self-heating) yang akan menimbulkan swabakar berupa hot coal dan kalau gejala ini tidak diatasi atau dicegah, maka akan terjadi kebakaran. Pekerjaan pengukuran suhu timbunan batubara dapat dilakukan dengan menggunakan thermometer yang dimasukkan ke dalam sebuah pipa besi yang diberi lobang-lobang dan berujung runcing dengan dasar tertutup. Pipa-pipa pemantauan suhu ini sebagai titik-titik pemantauan suhu (temperature monitoring points) dipasang tegak lurus ke dalam timbunan sedalam kira-kira 1,5 m dari permukaan timbunan dengan jarak antar titik-titik pemantauan sekitar 5 m dengan pola persegi (square grid) yang meliputi seluruh daerah timbunan yang diawasi tersebut. Suhu yang dicatat berupa data pengukuran suhu diplot di peta daerah penimbunan batubara yang bersangkutan. Pekerjaan pemantauan suhu pada tempat timbunan batubara yang berjangka panjang (reserve storage) sebaiknya dilakukan 2 (dua) kali se minggu. Jika suhu timbunan menaik lebih dari 5oC di atas suhu sekitarnya di permukaan (ambient temperature), pemantauan suhu sebaiknya dilaksanakan setiap hari. Suhu kritis suatu jenis batubara tergantung pada kemampuan dari batubara tersebut untuk beroksidasi (penyerapan oksigen = self-heating) yaitu umumnya jenis batubara yang berkadar air-lembab (lengas), oksigen dan zat-terbang = VM yang tinggi mempunyai kemampuan menyerap oksigen lebih tinggi, terutama dari jenis batubara berperingkat rendah seperti sub-bituminous dan lignit). Karena itu, suhu kritis timbunan dari jenis batubara berperingkat (kelas = rank) tinggi yaitu anthrasit dan bituminous adalah 70o 80oC, sedangkan dari jenis batubara yang berperingkat rendah yaitu sub-bituminous dan lignit adalah 50o 55oC. Jika suhu kritis ini dilampaui, maka batubara panas (hot coal) akan terjadi dan segera harus diatasi atau dicegah supaya tidak terjadi kebakaran dengan cara membongkar/menggalinya serta disebarkan supaya dingin atau dipadamkan dengan semprotan air.Ada 2 (dua) cara untuk mendeteksi gejala awal terjadinya self-heating batubara yang akhirnya dapat menyebabkan terjadinya swabakar berupa hot coal yaitu sebagai berikut :1. Fisika : perkembangan self-heating batubara selalu diikuti dengan munculnya tanda-tanda : keluarnya keringat (pengembunan uap air), kabut (haze), bau (odour), panas (heat), dan asap.2. Kimia : karena gas swabakar pada hot coal spot adalah CO2, CO, dan H2O, maka emisi CO dapat dipakai sebagai tanda adanya gejala terjadinya swabakar.Berbagai pilihan metode dan prosedur yang dapat diterapkan untuk mengendalikan atau memadamkan hot coal akibat swabakar adalah sebagai berikut :1. inertisasi (inertization)2. penggalian hot coal (excavating the hot spot or fire)3. penyekatan (sealing off) dengan stoppings (dam semen, pasangan bata atau sandbags)4. perendaman (flooding or inundation)5. pengeimbangan tekanan yang dilokalisir sehingga tidak terjadi kebocoran udara (localized pressure balancing), dan6. pelapisan (coating) permukaan timbunan batubara dengan bahan bitumen atau ter, atau penyuntikan atau penambalan kebocoran udara pada lapisan batuan di sekitar dinding lubang bukaan tambang dengan menggunakan resin, gypsum atau beton (sealants)Sistem pengelolaan pengambilan kembali dari timbunanKarena luasnya daerah tempat penimbunan batubara, maka pada prinsipnya ada 2 (dua) bagian daerah kegiatan yaitu daerah tempat penimbunan sementara (live storage) untuk batubara yang dapat dijual (saleable coals) sesuai dengan syarat mutu baku pasaran batubara baik yang dari tambang atau yang dari terminal batubara ekspor dan daerah tempat penimbunan batubara yang sebenarnya untuk jangka panjang (reserve storage) dimana proses penaburan (spreading) batubara yang ditimbunkan secara lapis demi lapis melalui stacker boom yang dapat dilanjutkan dengan pemadatan per lapis dengan menggunakan tyre-wheeled loader. Dengan kata lain, sistem pengaturannya adalah bahwa batubara dari live storage sesuai dengan urutan kedatangan atau penerimaan dan asal pengiriman batubara ditangani lagi secara sistematis yaitu first in first out untuk ditimbunkan ke tempat timbunannya sebenarnya (reserve storage) sebelum didistribusikan juga secara sistematis untuk siap dikosumsi atau dipakai oleh unit PLTU Batubara secara sistematis. Biasanya posisi kedua daerah kegiatan ini saling berdampingi mengikuti arah memanjang timbunan batubara (lihat Gambar 4.1) dimana peralatan yang umum digunakan pada lokasi timbunan batubara (coal stockpile) yang luas, terbuka dan rata ini terdiri dari : seperti alat gusur/gali berupa bulldozer, alat muat berupa tyre-wheeled loader yang merangkap sebagai alat pemadatan partikel batubara yang ditimbunkan secara lapis demi lapis, alat penimbun (tripper stacker) dan alat pengambil batubara kembali (reclaimer).