Sintia Purnadanti SECUREDlib.ui.ac.id/file?file=digital/20317834-S43913-Ekspresi...5 !!! KATA...
Transcript of Sintia Purnadanti SECUREDlib.ui.ac.id/file?file=digital/20317834-S43913-Ekspresi...5 !!! KATA...
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM PROGRAM STUDI BIOLOGI
DEPOK JUNI 2012
UNIVERSITAS INDONESIA
EKSPRESI PROTEIN FUSI E6/GFP DAN E7/GFP
PADA SEL HeLa
SKRIPSI
SINTIA PURNADANTI 0806453371
Ekspresi protein..., Sintia Purnadanti, FMIPA UI, 2012
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM PROGRAM STUDI BIOLOGI
DEPOK JUNI 2012
UNIVERSITAS INDONESIA
EKSPRESI PROTEIN FUSI E6/GFP DAN E7/GFP
PADA SEL HeLa
SKRIPSI
Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memeroleh gelar Sarjana Sains
SINTIA PURNADANTI 0806453371
Ekspresi protein..., Sintia Purnadanti, FMIPA UI, 2012
HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS
Skripsi ini adalah hasil karya saya sendiri,
dan semua somber baik yang dikutip maupun dirujuk
telah saya nyatakan dengan benar.
Nama :Sintia Purnadanti
NPM :0806453371
Tanda Tangan :
Tanggal : 21 Juni 2012
111 Ekspresi protein..., Sintia Purnadanti, FMIPA UI, 2012
HALAMAN PENGESAHAN
Skripsi ini diajukan oleh Nama NPM Program Studi Judul Skipsi
:Sintia Purnadanti :0806453371 : Sl Biologi : Ekspresi Protein Fusi E6/GFP dan E7/GFP pada Sel HeLa
Telab berbasil dipertabankan di badapan Dewan Penguji dan diterima sebagai bagian persyaratan yang diperlukan untuk memeroleb gelar Sarjana Sains pada Program Studi Sl Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Indonesia.
,1>
DEWANPENGUJI
Pembimbing I : Dr.dr. Budiman Bela, SpMK (K) ( )
Pembimbing II :Dr.Abinawanto ( )
Penguji I : Dr. Wibowo Mangunwardoyo, M.Sc. ( )
Penguji II : Dr. Anom Bowolaksono, M.Sc. ( )
Ditetapkan di Tanggal
Depok 21 Juni 2012
IV
Ekspresi protein..., Sintia Purnadanti, FMIPA UI, 2012
5
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas semua nikmat
dan rahmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penulisan
skripsi ini. Shalawat dan salam senantiasa tercurah kepada Rasulullah
Muhammad SAW.
Penulis begitu banyak mendapatkan bantuan moril, material, dan
bimbingan dari berbagai pihak yang tidak dapat penulis balas satu per satu.
Penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada:
1. Dr. dr. Budiman Bela, SpMK (K) dan Dr. Abinawanto selaku Pembimbing I
dan II yang telah membimbing, membantu, dan mendukung penulis dalam
penelitian serta penulisan skripsi. Terima kasih atas segala bimbingan, saran,
doa, dan perhatiannya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.
2. Dr. Wibowo Mangunwardoyo, M.Sc. dan Dr. Anom Bowolaksono, M.Sc.
selaku Penguji I dan II, atas segala saran dalam pembuatan skripsi ini. Terima
kasih pula atas doa dan dukungan yang selalu diberikan penguji kepada
penulis.
3. Drs. Wisnu Wardhana, M.Si. selaku Pembimbing Akademik atas segala
perhatian, dukungan, doa, saran, dan semangat yang selalu diberikan kepada
penulis.
4. Dr.rer.nat. Mufti P. Patria, M.Sc. selaku Ketua Departemen Biologi FMIPA
UI, Dra. Nining Betawati Prihantini, M.Sc. selaku Sekretaris Departemen, Dr.
Wibowo Mangunwardoyo, M.Sc. dan Dra. Setiorini, M.Kes. selaku
Koordinator Seminar, Dra. Titi Soedjiarti, S.U. selaku Koordinator
Pendidikan, dan seluruh staf pengajar atas ilmu pengetahuan dan dukungan
yang telah diberikan kepada penulis selama berada di Biologi. Penulis juga
mengucapkan terima kasih kepada seluruh karyawan Departemen Biologi
FMIPA UI, atas segala dukungannya.
5. dr. Fera Ibrahim, M.Sc., Ph.D., SpMK sebagai Ketua IHVCB-UI, Bu Silvi, Bu
Sofy, Ka Eka, Ka Wuri, Mbak Henny, Bu Aroem, Ka Kober, Ka Atep, Mbak
Wendra, Mas Heru, Mas Ade, dan seluruh staf IHVCB-UI atas segala bantuan
dalam mendapatkan data maupun ilmu yang sangat bermanfaat bagi penulis.
Ekspresi protein..., Sintia Purnadanti, FMIPA UI, 2012
6
6. Mama (Turistia Indrayanti), Bapak (Solichin), kakak-kakak (Mbak Tari, Mas
Anto, Mas Dodi, dan Mas Mario), serta keponakan-keponakanku (Fatih
“kingkong” dan Rafa “Broto”) atas cinta, kasih sayang, doa, semangat,
dukungan, dan nasihat yang telah diberikan secara tulus untuk penulis.
Keluarga tercinta serta ridha Mama dan Bapak tersayang adalah hal yang
paling berarti dalam hidup penulis
7. Sahabat penelitian penulis, Refviana Dwi Putri atas semangat dan doa yang
selalu menguatkan penulis. Terima kasih pula kepada Atif, Puji, dan tim
Genetika 2008 (Winna, Ami, Icha, Nisa, dan Maya) atas semangat, dukungan,
suka, duka, dan doa yang membuat penulis pantang menyerah.
8. Bahagia Ayu Lestari dan Diah Oktofa Cahyo Setiani atas semangat, doa,
dukungan, dan keceriaan yang telah mewarnai hidup penulis. Terima kasih
kepada Edis, Erin, dan teman-teman BIOSENTRIS atas doa, dukungan, dan
hari-hari yang luar biasa dalam hidup penulis.
Akhir kata, penulis memohon maaf apabila terdapat kesalahan dan
kekhilafan. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi kehidupan dan ilmu
pengetahuan.
Penulis
2012
Ekspresi protein..., Sintia Purnadanti, FMIPA UI, 2012
HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI TUGAS AKHIR UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS
Sebagai sivitas akademik Universitas Indonesia, saya yang bertanda tangan di bawah ini:
Nama NPM Program Studi Departemen Fakultas Jenis karya
: Sintia Purnadanti : 0806453371 : Biologi S1 Reguler : Biologi :Matematika dan 11mu Pengetahuan Alam :Skripsi
demi pengembangan ilmu pengetahuan, menyetujui untuk memberikan kepada Universitas Indonesia Hak Bebas Royalti Noneksklusif (Non-exclusive Royalty Free Right) atas karya ilmiah saya yang beijudul:
Ekspresi Protein Fusi E6/GFP dan E7/GFP pada Sel HeLa
beserta perangkat yang ada (jika diperlukan). Dengan Hak Bebas Royalti Noneksklusif ini Universitas Indonesia berhak menyimpan, mengalihmedialformat-kan, mengelola dalam bentuk pangkalan data (database), merawat, dan memublikasikan tugas akhir saya tanpa meminta izin dari saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis/pencipta dan sebagai pemilik Hak Cipta.
Demikian pemyataan ini saya buat dengan sebenarnya.
Dibuat di : Depok Pada tanggal : 21 Juni 2012
Yang menyatakan
(Sintia Pumadanti)
Vll
Ekspresi protein..., Sintia Purnadanti, FMIPA UI, 2012
ABSTRAK
8 Universitas Indonesia
Nama : Sintia Purnadanti Program studi : Biologi S1 Reguler Judul : Ekspresi Protein Fusi E6/GFP dan E7/GFP pada Sel HeLa
Kanker serviks merupakan kanker peringkat kedua yang paling umum menyerang wanita dan disebabkan oleh infeksi human papillomavirus. Ekspresi protein E6 dan E7 human papillomavirus tipe risiko tinggi dapat menginduksi proses pembentukan tumor (Tumorigenesis). Penelitian bertujuan untuk mengekspresikan protein fusi E6/GFP dan E7/GFP pada sel HeLa. Plasmid pCDNA 3.1 yang membawa gen E6 dan E7 HPV-16 yang telah dimodifikasi, serta GFP sebagai reporter gene ditransfeksi ke dalam sel HeLa menggunakan metode elektroporasi. Hasil elektroporasi dianalisis menggunakan mikroskop konfokal. Hasil elektroporasi memperlihatkan perpendaran hijau pada sel yang dielektroporasi dengan gen E6 dan E7. Hasil penelitian menunjukkan protein fusi E6/GFP dan E7/GFP telah berhasil diekspresikan pada sel HeLa dengan persentase transfektan E6/GFP sebesar 0,0091% lebih tinggi dibandingkan E7/GFP sebesar 0,0002% maupun GFP sebesar 0,0022%.
Kata kunci : human papillomavirus; kanker serviks; protein E6; protein E7; sel HeLa
xii+ 40 halaman : 9 gambar Daftar pustaka : 48 (1980--2012)
Ekspresi protein..., Sintia Purnadanti, FMIPA UI, 2012
ABSTRACT
9 Universitas Indonesia
Name : Sintia Purnadanti Program study : Biology S1 Regular Title : Expression of E6/GFP and E7/GFP Fusion Proteins
in HeLa Cells
Cervical cancer ranked second as the most common cancer affecting women that is caused by human papillomavirus infection. E6 and E7 proteins expression of human papillomavirus can induce the process of tumor formation (tumorigenesis). The study is aimed at expressing the E6/GFP and E7/GFP fusion proteins in HeLa cells. Plasmid pCDNA 3.1 that carry modified E6 and E7 genes of HPV-16, as well as the GFP reporter gene was transfected into HeLa cells by electroporation method. The results of electroporation was analyzed by confocal microscopy. The results showed the green fluorescence was observed in cells that were transfected with E6 and E7. The results confirmed that the E6/GFP and E7/GFP fusion proteins were successfully expressed in HeLa cells with higher level of expression E6/GFP is 0,0091% in comparison with E7/GFP is 0,0002% or GFP 0,0022%.
Key words : human papillomavirus; cervical cancer; E6 protein; E7 protein; HeLa cells
xii + 40 page : 9 pictures Bibliography : 48 (1980 - 2012)
Ekspresi protein..., Sintia Purnadanti, FMIPA UI, 2012
DAFTAR ISI
Universitas Indonesia
HALAMAN JUDUL ......................................................................................... ii HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS .............................................. iii HALAMAN PENGESAHAN ........................................................................... iv KATA PENGANTAR ....................................................................................... v HALAMAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH ...................... vii ABSTRAK ......................................................................................................... viii ABSTRACT....................................................................................................... ix DAFTAR ISI...................................................................................................... x DAFTAR GAMBAR ......................................................................................... xii DAFTAR LAMPIRAN...................................................................................... xii
1. PE NDAHULUAN ................................................................................... 1
2.
TI
NJAUAN PUSTAKA ..........................................................................
4 2.1 Human Papillomavirus ................................................................. 4 2.2 Protein E6 Human Papillomavirus ............................................... 5 2.3 Protein E7 Human Papillomavirus ............................................... 6 2.4 Vaksin HPV .................................................................................. 6 2.5 Sel HeLa........................................................................................ 7 2.6 Vektor pCDNA 3.1 ....................................................................... 8 2.7 Ekspresi Protein ............................................................................ 9 2.8 Transfeksi ...................................................................................... 10 2.9 Green Fluorescence Protein ......................................................... 11
3. METODE PENELITIAN ....................................................................... 12 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian ........................................................ 12 3.2 Alat................................................................................................ 12 3.3 Bahan ............................................................................................ 12
3.3.1 Sel Inang ........................................................................ 12 3.3.2 Gen dan Vektor Ekspresi ............................................... 13 3.3.3 Medium .......................................................................... 13 3.3.4 Bahan Kimia .................................................................. 13
3.4 Cara Kerja ..................................................................................... 13 3.4.1 Pembuatan Medium ....................................................... 13 3.4.2 Kultur Sel HeLa ............................................................. 14 3.4.3 Elektroporasi .................................................................. 14 3.4.4 Pengamatan mikroskopik fluoresens ............................. 15
4. HASIL DAN PEMBAHASAN ............................................................... 17
4.1 Kultur Sel HeLa ............................................................................ 17 4.2 Elektroporasi dan Pengamatan Mikroskopik Fluoresens.............. 18
5. KESIMPULAN DAN SARAN ............................................................... 25
5.1 Kesimpulan ................................................................................... 25
x
Ekspresi protein..., Sintia Purnadanti, FMIPA UI, 2012
Universitas Indonesia
5.2 Saran ............................................................................................. 25
DAFTAR REFERENSI ................................................................................... 26
XI
Ekspresi protein..., Sintia Purnadanti, FMIPA UI, 2012
Universitas Indonesia
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Open reading frame (ORF) human papillomavirus ............ 4 Gambar 2.5 Sel HeLa dengan Perbesaran Mikroskopik 60X ................. 8 Gambar 2.6. Vektor pCDNA 3.1.............................................................. 9 Gambar 3.4 Skema Cara Kerja secara Umum......................................... 16 Gambar 4.2 (1) Hasil Elektroporasi Kontrol Negatif.................................... 19 Gambar 4.2 (2) Hasil Elektroporasi pCDNA 3.1-GFP................................. 20 Gambar 4.2 (3) Hasil Elektroporasi pCDNA 3.1-E6-GFP ........................... 21 Gambar 4.2 (4) Hasil Elektroporasi pCDNA 3.1-E7-GFP ........................... 22 Gambar 4.2.(5) Skema Posisi Gen E6, E7, dan GFP.................................... 23
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Pembuatan Medium............................................................. 31 Lampiran 2 Perhitungan Jumlah Sel dalam Flask Culture ..................... 32 Lampiran 3 Pengenceran Jumlah Sel untuk Dikultur
dalam Multiwell Culture Plate ............................................ 33 Lampiran 4 Perhitungan Jumlah Sel untuk Elektroporasi ...................... 34 Lampiran 5 Persentase Keberhasilan Elektroporasi................................ 35 Lampiran 6 Analisis Statistik Hasil Elektroporasi
Menggunakan Uji Normalitas ............................................. 37 Lampiran 7 Analisis Statistik Hasil Elektroporasi
Menggunakan Uji Anava Satu Faktor ................................. 38 Lampiran 8 Analisis Statistik Penilaian
Perbedaan Ekspresi GFP Menggunakan Uji Tukey ............ 39
xii
Ekspresi protein..., Sintia Purnadanti, FMIPA UI, 2012
Universitas Indonesia
BAB 1 PENDAHULUAN
Kanker serviks merupakan kanker peringkat kedua yang paling umum
menyerang wanita. Kanker serviks menyebabkan 250.000 kematian setiap tahun.
Sekitar 80% kasus kanker serviks terjadi di negara berpenghasilan rendah (WHO
2012: 1). National Cancer Institute melaporkan, pada tahun 2011, lebih dari
12.000 wanita di Amerika terdiagnosa menderita kanker serviks dan 4.000 wanita
diantaranya meninggal karena kasus tersebut. Hampir setengah juta wanita di
dunia setiap tahunnya terkena kanker serviks (National Cancer Institute 2011: 1).
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia (Kemenkes RI) melaporkan, setiap
90-100 dari 100.000 penduduk Indonesia menderita kanker serviks (Pradipta &
Sungkar 2007: 392).
Kanker serviks disebabkan oleh infeksi human papillomavirus (HPV)
(Bosch dkk. 2002: 244). Human papillomavirus merupakan virus DNA beruntai
ganda dan tidak memiliki selubung. Virus tersebut termasuk dalam famili
Papillomaviridae (Steben & Franco 2007: 1) dan berukuran sekitar 8.000 pb
(Muñoz dkk. 2006: 1). Hingga tahun 2002, lebih dari 100 genotipe HPV telah
diisolasi, dan lebih dari 40 tipe HPV menginfeksi lapisan epitel dan mukosa
saluran genital. Human papillomavirus dapat diklasifikasikan menjadi HPV
risiko rendah, contohnya HPV-6 dan HPV-11, serta HPV risiko tinggi, contohnya
HPV-16 dan HPV-18 (Steben & Franco 2007: 1). Human papillomavirus tipe 16
merupakan HPV yang paling banyak menginfeksi wanita di Indonesia (Tambunan
dkk. 2007: 58).
Human papillomavirus mengkode delapan open reading frame (ORF),
yaitu E1, E2, E4, E5, E6, E7, L1, dan L2 (Steben & Franco 2007: 1). Open
reading frame HPV terbagi menjadi tiga bagian utama yang fungsional, yaitu
daerah early (E), daerah late (L), dan daerah long control region (LCR). Daerah
early berperan dalam proses replikasi virus. Daerah late yang mengkode protein
struktural berperan pada proses pelekatan virion ke sel inang, sedangkan daerah
long control region merupakan daerah non-coding (IARC 2007: 48).
1
Ekspresi protein..., Sintia Purnadanti, FMIPA UI, 2012
Universitas Indonesia
2
Salah satu gen yang dimiliki oleh human papillomavirus adalah gen E6
(IARC 2007: 48). Ekspresi protein E6 human papillomavirus tipe risiko tinggi
menginduksi pembentukan tumor (Tumorigenesis). Protein E6 mengikat dan
memicu degradasi protein yang meregulasi jalur proliferasi sel. Protein E6
memiliki target protein 53 (p53) yang berperan dalam proses apoptosis dan siklus
sel. Gen lain yang berperan dalam pembentukan tumor adalah gen E7. Ekspresi
protein E6 dan E7 menyebabkan sel mengalami immortalisasi (Nomine´ dkk.
2006: 665). Pengikatan protein retinoblastoma (pRb) oleh protein E7
menyebabkan degradasi pRb (Song dkk. 1999: 5887). Protein retinoblastoma
merupakan produk dari tumor suppressor gene. yang mengendalikan proliferasi
sel. Protein retinoblastoma berikatan dengan faktor transkripsi E2F untuk
mencegah pengaktifan gen-gen yang memicu progresi siklus sel (Velázquez 2006:
2).
Pencegahan kanker serviks dapat dilakukan dengan cara vaksinasi. The
Food and Drug Administration (FDA) Amerika telah menyetujui dua vaksin
untuk mencegah infeksi HPV, yaitu Gardasil dan Cervarix. Kedua vaksin
tersebut efektif untuk mencegah infeksi HPV tipe 16 dan 18 yang menyebabkan
70% kasus kanker serviks (National Cancer Institute 2011: 1). Vaksin yang telah
ada saat ini tersusun atas protein L1 dan bersifat preventif (Bosch & Harper 2006:
22). Oleh karena itu, dibutuhkan informasi mengenai kandidat vaksin terapeutik
untuk menangani kasus kanker serviks. Informasi mengenai protein E6 dan E7
diindikasikan dapat membantu pengembangan vaksin HPV (National Cancer
Institute 2011: 1). Salah satu tahap pengembangan vaksin adalah
mengekspresikan protein E6 ke sel mamalia, yaitu sel HeLa untuk memperoleh
informasi mengenai potensi kandidat vaksin terapeutik HPV. Penelitian Nomine´
dkk. (2006: 673) menunjukkan bahwa ekspresi protein E6 HPV-18 yang telah
dimodifikasi dapat meningkatkan p53 tumor supressor endogen pada sel HeLa.
Namun, masih belum diketahui ekpresi protein E6 dan E7 HPV-16 yang telah
dimodifikasi pada sel HeLa.
Ekspresi plasmid pengekspresi gen E6 dan E7 dilakukan dengan cara
transfeksi. Tranfeksi merupakan teknik transfer DNA ke dalam sel mamalia.
Salah satu metode tranfeksi yang umum digunakan adalah metode elektroporasi.
Ekspresi protein..., Sintia Purnadanti, FMIPA UI, 2012
Universitas Indonesia
3
Metode elektroporasi adalah metode pengintroduksian DNA ke dalam sel
menggunakan kejutan listrik bertegangan tinggi. Metode elektroporasi umum
digunakan karena tingkat keberhasilannya lebih tinggi dibandingkan dengan
metode kimia (Freshney 2005: 291). Salah satu indikator ekspresi gen yang
umum digunakan adalah gen GFP. Gen GFP berperan sebagai reporter gene
sehingga akan menghasilkan perpendaran pada sel yang tertransfeksi (Tsien 1998:
510 & 532).
Sampai saat ini, publikasi mengenai penelitian kanker serviks dan protein
E6 dan E7 HPV di Indonesia masih sedikit. Informasi mengenai keberhasilan
pengobatan kanker serviks juga masih terbatas. Oleh karena itu, Laboratorium
Institute of Human Virology and Cancer Biology of the University of Indonesia
(IHVCB-UI) sedang melakukan penelitian untuk pengembangan vaksin HPV.
Salah satu tahapan pengembangan vaksin adalah mengekspresikan protein E6 dan
E7 HPV-16 ke sel HeLa untuk memperoleh informasi mengenai kandidat vaksin
HPV. Penelitian bertujuan untuk mengekspresikan protein fusi E6/GFP dan
E7/GFP pada sel HeLa. Hipotesis penelitian adalah protein fusi E6/GFP dan
E7/GFP dapat diekspresikan pada sel HeLa.
Ekspresi protein..., Sintia Purnadanti, FMIPA UI, 2012
Universitas Indonesia
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Human papillomavirus
Human papillomavirus (HPV) merupakan virus DNA beruntai ganda yang
terdiri atas sekitar 8000 pasang basa (Castellsagué 2008: S4) dan termasuk ke
dalam famili Papillomaviridae (Steben & Franco 2007: S2--S3). Papillomavirus
tidak memiliki envelope dan memiliki diameter 52--55 nm. Partikel virus
memiliki protein kapsid yang tersusun atas 72 kapsomer. Kapsid HPV terdiri atas
dua protein struktural, yaitu protein Late 1(L1) dan Late 2 (L2) (IARC 2007: 48).
Human papillomavirus terdiri atas delapan open reading frame (ORF)
(Gambar 2.1). Open reading frame HPV dapat dibagi menjadi tiga bagian
fungsional, yaitu daerah early (E), daerah late (L), dan daerah long control region
(LCR). Daerah early mengkode protein E1--E7 yang berperan dalam replikasi
virus. Daerah late mengkode protein struktural L1 dan L2 yang berperan dalam
penyusunan partikel virus, sedangkan daerah LCR merupakan daerah non-coding
(IARC 2007: 48).
Gambar 2.1. Open reading frame (ORF) human papillomavirus [Sumber: KCDC 2007: 1.]
4
Ekspresi protein..., Sintia Purnadanti, FMIPA UI, 2012
Universitas Indonesia
5
Protein E1 dan E2 bertindak sebagai faktor yang mengenali titik origin of
replication. Protein E2 juga berperan sebagai regulator utama transkripsi gen
virus. Protein E4 terlibat dalam fase akhir siklus hidup virus, sedangkan protein
E5 berkaitan dengan fase awal dan akhir siklus hidup HPV. Protein E6 dan E7
memiliki target sejumlah regulator negatif siklus sel terutama p53 dan pRb (IARC
2007: 48).
Hingga kini, lebih dari 100 genotipe HPV telah teridentifikasi dan lebih
dari 40 diantaranya menginfeksi lapisan epitel dan mukosal saluran anogenital.
Human papillomavirus menginfeksi sel epitel yang berada di lapisan basal
(Fehrmann & Laimins 2003: 5201). Berdasarkan risiko penyebab kanker serviks,
HPV dapat diklasifikasikan menjadi HPV risiko rendah (contohnya HPV-6 dan
HPV-11) dan HPV risiko tinggi (contohnya HPV-16 dan HPV-18). Human
papillomavirus tipe 6 dan 11 menginfeksi daerah anogenital (dubur dan alat
kelamin) dan menyebabkan kutil pada daerah tersebut. Infeksi HPV yang
menyebabkan kanker serviks berasal dari HPV tipe risiko tinggi yaitu HPV tipe
16 dan 18 (Steben & Franco 2007: S2--S3).
2.2 Protein E6 human papillomavirus
Protein E6 merupakan protein yang dikode oleh gen E6 HPV. Protein E6
berikatan dengan sejumlah protein yang meregulasi jalur proliferasi sel dan
memicu degaradasi protein-protein tersebut. Protein E6 HPV tipe risiko tinggi
membentuk suatu kompleks dengan E6AP selular ubiquitin ligase. Kompleks
tersebut dapat memicu degradasi protein tumor suppressor p53 oleh proteosom.
Inaktivasi p53 menyebabkan virus dapat mencegah apoptosis yang dimediasi oleh
p53 pada sel yang terinfeksi dan memfasilitasi replikasi DNA virus dengan
memblokir fungsi p53 (Nomine´ dkk. 2006: 665). Protein p53 pada keadaan
normal berikatan dengan DNA untuk menstimulasi produksi protein p21. Protein
p21 berinteraksi dengan cell division-stimulating protein, yaitu cdk untuk
menghentikan siklus sel agar tidak maju ke fase S (NCBI 2012: 1). Aktivitas
protein E6 memiliki kontribusi penting dalam progresi kanker (Nomine´ dkk.
2006: 665).
Ekspresi protein..., Sintia Purnadanti, FMIPA UI, 2012
Universitas Indonesia
6
2.3 Protein E7 human papillomavirus
Protein E7 HPV berperan dalam pembentukan tumor (Nomine´ dkk. 2006:
665). Protein E7 dapat berikatan dan mendegradasi protein tumor supressor
retinoblastoma (pRb) (Rampias dkk. 2009: 412). Ekspresi protein E7 HPV tipe
risiko tinggi dapat menginduksi immortalisasi sel epitel manusia (Phelps dkk.
1992: 2418).
Sekelompok gen yang mengkode faktor transkripsi disebut dengan famili
E2F. Famili E2F merupakan aktivator siklus sel dan diregulasi oleh penempelan
pRb. Protein E7 HPV dapat berikatan dengan pRb, sehingga pRb tidak dapat
berikatan dan meregulasi E2F (Gambar 2.3). Hal tersebut menyebabkan E2F
mengaktivasi siklus sel yang tak terkontrol. Protein pRb pada keadaan normal
berikatan dengan E2F. Fosforilasi pRb diregulasi melalui siklus sel yang pada
keadaan normal pRb terhipofosforilasi pada fase G0 dan G1 dan terfosforilasi
selama fase S, G2, dan M. Protein pRb mengalami fosforilasi yang diinisiasi oleh
cyclin-dependent kinase pada fase G1 ke fase S dan tetap terfosforilasi hingga fase
M. Bentuk pRb dalam keadaan hipofosforilasi dapat menghambat progresi siklus
sel. Protein E7 mengikat hipofosforilasi pRb, sehingga siklus sel dapat masuk ke
fase S. Hal tersebut menyebabkan protein E7 dapat menginduksi sintesis DNA
dan proliferasi sel (Stanford 2004:1).
2.4 Vaksin HPV
Penanganan kasus kanker serviks dapat dilakukan dengan vaksinasi. Saat
ini terdapat dua vaksin preventif yang telah dikomersialisasikan, yaitu Gardasil
dan Cervarix. Gardasil merupakan rekombinan vaksin yang dapat memberikan
proteksi terhadap infeksi HPV tipe 6, 11, 16, dan 18. Vaksin rekombinan lain
adalah vaksin Cervarix yang dapat memberikan proteksi terhadap infeksi HPV
tipe 16 dan 18. Kedua vaksin tersebut telah terbukti bersifat imunogenik dan
dapat menginduksi produksi antibodi untuk mencegah 80% kasus infeksi HPV.
Keberhasilan komersialisasi vaksin preventif tersebut dapat mengontrol kasus
kanker serviks di dunia. Namun, kebutuhan untuk vaksin terapeutik HPV
Ekspresi protein..., Sintia Purnadanti, FMIPA UI, 2012
Universitas Indonesia
7
terbilang cukup tinggi bila dikaitkan dengan jumlah penderita kanker serviks di
dunia. Beberapa kasus infeksi HPV tidak mengekspresikan kadar antigen L1
maupun L2 yang dapat terdeteksi, sehingga vaksin preventif tidak efektif untuk
mengeliminasi virus HPV dalam tubuh penderita kanker serviks. Selain itu, kedua
vaksin preventif tersebut tergolong mahal bagi negara berkembang tempat 80%
kasus kanker serviks dunia terjadi (Ma dkk. 2010:81--82).
Vaksin terapeutik HPV harus memiliki target antigen HPV yang
diekspresikan terus menerus. Protein E6 dan E7 merupakan target ideal untuk
vaksin terapeutik. Protein E6 dan E7 terekspresi di semua lapisan epitel yang
terinfeksi HPV, sedangkan L1 dan L2 hanya terekpresi pada lapisan epitel terluar.
Strategi vaksin terapeutik difokuskan untuk menstimulasi produksi dan aktivasi
sel T. Sel T tersebut dapat mengenali sel terinfeksi yang mengekspresikan antigen
E6 dan E7. Antigen tersebut dipresentasikan oleh sel dendritik, sehingga vaksin
terapeutik dapat menstimulasi CD8 sel T-sitotoksik dan CD 4 sel T-helper. Sel T-
helper dapat membantu meningkatkan respons imun sel T-sitotoksik. Sistem
imun adaptif tersebut memiliki potensi untuk menghancurkan sel yang terinfeksi
HPV tanpa menimbulkan kerusakan pada jaringan normal (Ma dkk. 2010: 83).
2.5 Sel HeLa
Sel HeLa merupakan cell line yang bersifat immortal. Sel tersebut sudah
digunakan secara umum untuk penelitian yang menggunakan cell line manusia
(Gambar 2.5). Cell line HeLa merupakan turunan dari sel yang diisolasi dari sel
kanker seorang wanita keturunan Afrika-Amerika bernama Henrietta Lacks. Sel
HeLa adalah cell line manusia pertama yang dikultur secara luas dan memiliki
kemampuan adaptasi yang kuat terhadap lingkungan. Sel HeLa memiliki
kariotipe yang tidak normal seperti sel tubuh normal. Secara fenotip, sel HeLa
memiliki penampilan seperti epitel dan dapat tumbuh cepat dengan doubling time
(waktu penggandaan) sekitar 24 jam (Rahbari dkk. 2009: 1).
Sel HeLa dapat terus tumbuh dan membelah selama kondisi kultur terjaga
dengan baik. Sel HeLa merupakan sel kanker serviks akibat infeksi HPV-18. Sel
tersebut bersifat adherent atau menempel dengan permukaan flask culture
Ekspresi protein..., Sintia Purnadanti, FMIPA UI, 2012
Universitas Indonesia
8
(Microbiologybites 2010: 1). Kultur sel HeLa memerlukan medium yang terdiri atas Dulbecco's modified eagle medium (DMEM), fetal bovine serum (FBS) 10%,
dan antibiotik penisilin-streptomisin. Kultur sel HeLa diinkubasi pada suhu 37o C
dengan kadar CO2 sebesar 5% (Woods Hole Physiology 2006: 5--8).
Keterangan:
: Sel HeLa
Gambar 2.5. Sel HeLa dengan perbesaran mikroskopik 60X [Sumber: Exploratorium 2012: 1.]
2.6 Vektor pCDNA 3.1
Vektor pCDNA 3.1 merupakan vektor ekspresi mamalia yang memiliki
ukuran 5428 pb (Gambar 2.6). Vektor tersebut memiliki promoter
Cytomegalovirus (CMV) yang dapat meningkatkan tingkat ekspresi pada sel
inang. Vektor pCDNA 3.1 juga memiliki sekuens sinyal poliadenilasi Bovine
Growth Hromone (BGH) yang berguna meningkatkan stabilitas mRNA. Gen bla
pada pCDNA 3.1 berperan dalam resistensi terhadap ampisilin yang berguna
dalam seleksi dan pemeliharaan dalam E. coli. Vektor tersebut juga memiliki gen
resistensi neomisin yang berguna dalam seleksi pada cell line. Vektor pCDNA
Ekspresi protein..., Sintia Purnadanti, FMIPA UI, 2012
Universitas Indonesia
9
3.1 memiliki situs origin SV40 yang berperan dalam replikasi episomal
(Invitrogen 2010: 1).
Gambar 2.6. Vektor pCDNA 3.1 [Sumber: Georgantas 2007: 1.]
2.7 Ekpresi protein
Ekspresi protein pada mamalia merupakan sistem satu arah yang diawali
dengan proses transkripsi. Transkripsi adalah proses sintesis mRNA
menggunakan DNA sebagai cetakan oleh RNA polymerase. Proses tersebut
dibantu oleh protein yang disebut dengan faktor transkripsi. Faktor transkripsi
dapat berfungsi sebagai activator atau repressor pengikatan RNA polymerase
dengan sekuens DNA. Materi genetik mamalia memiliki daerah non-coding yang
disebut dengan intron. Oleh karena itu, perlu dilakukan penghilangan intron
sebelum dilakukan translasi. Penghilangan intron dilakukan oleh kompleks
protein dan RNA yang dikenal dengan nama spliceosome. Proses selanjutnya
adalah sintesis polipeptida melalui proses translasi. Asam amino dibentuk dengan
Ekspresi protein..., Sintia Purnadanti, FMIPA UI, 2012
Universitas Indonesia
10
menerjemahkan tiga nukleotida yang berurutan pada sekuens RNA (NCBI 1999:
1).
2.8 Transfeksi
Transfeksi adalah proses introduksi asam nukleat ke dalam sel eukariota
dengan metode nonviral. Proses tersebut menggunakan metode zat kimia, lipid,
ataupun metode fisika. Teknologi transfer gen tersebut berguna untuk
mempelajari fungsi gen dan ekspresi protein pada sel. Transfeksi merupakan
metode penetralan molekul bermuatan negatif seperti gugus fosfat pada DNA.
Zat kimia seperti kalsium fosfat dapat menetralkan, bahkan membentuk muatan
positif pada molekul. Hal tersebut menyebabkan DNA dapat lebih mudah
melewati membran sel. Metode fisika seperti mikroinjeksi atau elektroporasi
dapat meningkatkan permeabilitas membran dan mengintroduksi DNA ke dalam
sitoplasma (Promega 2012: 1).
Salah satu metode transfeksi adalah elektroporasi. Metode tersebut
menggunakan kejutan listrik bertegangan tinggi. Kejutan listrik menyebabkan
membran menjadi berlubang sehingga DNA dapat masuk ke dalam sel dan
menyatu ke dalam genom sel. Elektroporasi umumnya dilakukan pada suhu ruang
dan sesudahnya sel disimpan di dalam es dengan jangka waktu tertentu agar
membran tetap terbuka. Bentuk DNA yang linier lebih efisien untuk produksi
transfektan dibandingkan dengan DNA superkoil. Suspension cell lebih mudah
ditransfeksi dibandingkan dengan adherent cell. Hal tersebut terjadi karena
adherent cell harus terlebih dahulu dilepaskan dari permukaan bejana kultur.
Metode elektroporasi memiliki efisiensi yang lebih tinggi dibandingkan dengan
metode zat kimia (Freshney 2005: 498). Fase pertumbuhan sel mempengaruhi
pula hasil elektroporasi. Tingkat keberhasilan elektroporasi pada sel mamalia
akan tinggi bila sel dielektroporasi pada pertengahan fase log (Bio-Rad 2010: 48).
Ekspresi protein..., Sintia Purnadanti, FMIPA UI, 2012
Universitas Indonesia
11
2.9 Green fluorescence protein
Green fluorescence protein (GFP) merupakan protein berpendar yang
ditemukan pada ubur-ubur Aequorea victoria. Protein tersebut menyebabkan
terbentuknya perpendaran warna hijau bila terpapar sinar UV. Perpendaran warna
hijau tersebut terbentuk karena adanya gugus chromophore. Aplikasi green
fluorescence protein dalam penelitian molekular dapat digunakan sebagai label
atau indikator ekspresi gen (Tsien 1998: 510 & 532). Green fluorescence protein
berperan sebagai reporter gene yang akan berfluorosensi menggunakan sinar UV
pada mikroskop khusus, sehingga dapat mendeteksi sel yang telah tertransfeksi
pada sel hidup (Freshney 2005: 496). Keunggulan green fluorescence protein
dibandingkan reporter gene lain, yaitu luciferase adalah ukuran gen yang lebih
kecil sehingga lebih mudah untuk diinsersikan ke dalam vektor ekspresi (Day dkk.
2006: 2).
Ekspresi protein..., Sintia Purnadanti, FMIPA UI, 2012
Universitas Indonesia
BAB 3 METODE PENELITIAN
3.1 Lokasi dan waktu penelitian
Penelitian dilakukan di Laboratorium IHVCB-UI (Institute of Human
Virology and Cancer Biology of the University of Indonesia), Salemba, Jakarta
Pusat. Penelitian dilakukan selama 4 bulan, yaitu selama bulan Januari sampai
dengan April 2012.
3.2 Alat
Alat-alat yang digunakan selama penelitian, antara lain tips berfilter
mikropipet [Sorenson Bioscience, Inc.]; mikropipet berbagai ukuran (2 µl, 10 µl,
200 µl, 1000 µl) [Bio-rad]; sentrifugator [Sorvall Legend]; waterbath [n-Biotech];
bio safety cabinet [ESCO]; ice maker [Hoshizaki]; rak tabung [Nalgene]; tabung
falcon 15 ml & 50 ml [Corning]; stopwatch [BioRad]; pipet serologi berbagai
ukuran (5 ml, 10 ml, 25 ml) [Corning]; cell culture flask 75 cm2 [Corning];
millipore syringe filter [Corning]; Syringe 10 ml [Terumo]; mikroskop konfokal
[Olympus]; inkubator [Barnstead Lab-line]; kamar hitung improved neubauer
[Assistent]; tangki nitrogen [Thermoline]; tally counter [Robic]; cell scraper
[NUNC]; elektroporator [BioRad]; kuvet elektroporasi [BioRad]; 12 multiwell
culture plate [Corning]; coverslip [VWR], kulkas [Sharp]; freezer [LG & Sharp];
sarung tangan [Sensi gloves]; masker [General Care]; parafilm [M]; dan berbagai
alat tulis.
3.3 Bahan
3.3.1. Sel inang
Sel inang yang digunakan dalam penelitian adalah sel HeLa.
12
Ekspresi protein..., Sintia Purnadanti, FMIPA UI, 2012
Universitas Indonesia
13
3.3.2. Gen dan vektor ekspresi
Gen yang digunakan dalam penelitian adalah gen sintetik E6 dan E7 yang
telah dimodifikasi serta gen GFP yang dikonstruksi dalam vektor pCDNA 3.1
koleksi IHVCB-UI.
3.3.3. Medium
Medium basal yang digunakan untuk kultur sel adalah Dulbecco's modified
eagle medium (DMEM) [Invitrogen], sedangkan medium yang digunakan untuk
elektroporasi adalah opti-MEM [Invitrogen].
3.3.4. Bahan kimia
Bahan kimia yang digunakan dalam penelitian adalah sodium bikarbonat
[Invitrogen]; HEPES [Invitrogen]; FBS [Invitrogen]; penisilin-streptomisin
[Invitrogen]; tripsin-EDTA 5% [Invitrogen]; PBS [Invitrogen]; BSA [Invitrogen];
formaldehida [Merck]; trypan blue [Invitrogen]; triton x-100 [Sigma-Aldrich];
dan mowiol [Merck].
3.4 Cara kerja
Skema cara kerja secara umum dapat dilihat pada Gambar 3.4.
3.4.1. Pembuatan medium
Proses pembuatan medium yang digunakan selama penelitian dapat dilihat
pada Lampiran 1.
Ekspresi protein..., Sintia Purnadanti, FMIPA UI, 2012
Universitas Indonesia
14
3.4.2. Kultur sel HeLa
Sebanyak 1 ml sel HeLa dari stock culture dimasukkan ke tabung falcon
15 ml dan ditambahkan dengan 1 ml medium DMEM lengkap (perbandingan
sampel sel dengan medium adalah 1:1). Campuran kemudian disentrifugasi
dengan kecepatan 1000 rpm selama 10 menit. Supernatan dibuang dan pelet
diresuspensi dengan 2 ml medium DMEM lengkap. Pelet yang telah diresuspensi
kemudian dipindahkan ke dalam cell culture flask dan ditambahkan 10 ml
medium DMEM lengkap. Kultur sel diinkubasi pada suhu 37o C dan kadar CO2
5% selama 3--4 hari. Medium dibuang dan ditambahkan 10 ml medium DMEM
lengkap baru. Kultur sel yang telah menutupi 70--80% permukaan cell culture
flask disubkultur ke multiwell culture plate. Kultur sel dicuci dengan 5 ml PBS.
Kultur kemudian ditambahkan 5 ml tripsin-EDTA 5% dan diinkubasi 5--10 menit
pada suhu 37o C hingga sel terlepas dari permukaan cell culture flask. Sel yang
telah lepas ditambahkan 3 ml medium DMEM lengkap. Campuran dipindahkan
ke dalam tabung falcon 15 ml dan disentrifugasi dengan kecepatan 1000 rpm
selama 10 menit. Supernatan yang terbentuk dibuang dan pelet diresuspensi
dengan 1 ml medium DMEM lengkap. Sel kemudian dihitung menggunakan
kamar hitung improved neubauer dengan mencampurkan 80 µl PBS, 10 µl trypan
blue, dan 10 µl sel. Sel kemudian dikultur menggunakan multiwell culture plate
dengan perbandingan setiap well berisi 500.000 sel. Pengenceran sel dilakukan
dengan menambahkan 4,2 ml DMEM (Lampiran 3). Sebanyak 1 ml sel
dimasukkan ke dalam setiap well dan ditambahkan 1 ml medium DMEM, dan
diinkubasi kembali pada suhu 37o C. (Woods Hole Physiology 2006: 5--9).
3.4.3. Elektroporasi
Elektroporasi sel HeLa dilakukan berdasarkan protokol dari Bio-Rad
(2010: 70). Tahap awal elektroporasi adalah memanen kultur sel terlebih dahulu.
Kultur sel dicuci dengan 2 ml PBS dan ditambahkan 1 ml tripsin-EDTA 5%. Sel
kemudian diinkubasi selama 5 menit pada suhu 37o C. Sel dipindahkan ke dalam
tabung falcon 15 ml. Sebanyak 3 ml DMEM lengkap ditambahkan ke dalam
Ekspresi protein..., Sintia Purnadanti, FMIPA UI, 2012
Universitas Indonesia
15
tabung falcon yang berisi kultur sel. Tabung falcon yang berisi kultur sel
disentrifugasi dengan kecepatan 1000 rpm selama 10 menit. Supernatan dibuang
dan pelet diresuspensi dengan 1 ml DMEM lengkap. Sel kemudian dihitung
dengan kamar hitung improved neubauer. Sel diencerkan dengan 15,2 ml opti-
MEM hingga jumlah sel mencapai 500.000 sel (Lampiran 4). Sebanyak 1 ml
sampel sel dimasukkan ke dalam empat kuvet elektroporasi berbeda. Kuvet
elektroporasi pertama ditambahkan 2 µl vektor pCDNA 3.1-GFP. Kuvet kedua
ditambahkan 2 µl plasmid pCDNA 3.1-GFP-E6 . Kuvet ketiga ditambahkan 3 µl
pCDNA 3.1-GFP-E7, sedangkan kuvet terakhir hanya berisi sel HeLa saja.
Konsentrasi DNA yang dipakai sebesar 100 ng/ml. Sel kemudian dielektroporasi
dengan voltase 160 volt dan diinkubasi di dalam es selama 5 menit. Sel
dimasukkan ke dalam multiwell culture plate yang dasar well-nya telah diletakkan
coverslip dan ditambahkan 1 ml DMEM lengkap. Sel diinkubasi pada suhu 37o C
selama 1 hari.
3.4.4. Pengamatan mikroskopik fluoresens
Medium kultur sel yang telah diinkubasi selama satu hari dibuang.
Coverslip yang berada di dalam well dipindahkan ke object glass yang telah
diteteskan 8 µl mowiol. Object glass kemudian didiamkan selama 1 hari hingga
kering dan diamati menggunakan mikroskop konfokal. Hasil pengamatan
mikroskopik kemudian dianalisis secara statistik menggunakan software SPSS
17.0 dengan uji normalitas, uji Anava, dan uji Tukey.
Ekspresi protein..., Sintia Purnadanti, FMIPA UI, 2012
Universitas Indonesia
16
Kultur sel HeLa
Elektroporasi
Sel HeLa + pCDNA 3.1-GFP
+ pCDNA 3.1-GFP-E6 + pCDNA 3.1-GFP-E7
Pengamatan
mikroskopik
fluoresens
Gambar 3.4. Skema cara kerja secara umum
Ekspresi protein..., Sintia Purnadanti, FMIPA UI, 2012
Universitas Indonesia
BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Kultur sel HeLa
Tahap awal penelitian adalah mengkultur sel HeLa sebagai sel inang.
Jumlah sel yang dikultur dalam flask sebesar 2,62 x 106 sel. Cara penghitungan
jumlah sel dapat dilihat pada Lampiran 2. Jumlah sel dalam flask dengan bidang
kultur seluas 75 cm2 umumnya berkisar 2--10 x 106 sel (Bio-Rad 2010: 70). Sel
HeLa merupakan cell line kanker serviks dan digunakan karena memiliki
kemampuan adaptasi yang kuat terhadap lingkungan. Sel HeLa juga memiliki
keunggulan dapat tumbuh cepat dengan doubling time (waktu penggandaan)
sekitar 24 jam (Rahbari dkk. 2009: 1). Kultur sel HeLa menggunakan medium
DMEM lengkap dalam pemeliharaannya. Medium DMEM lengkap terdiri atas
medium DMEM, FBS 10%, sodium bikarbonat, HEPES, dan penisilin-
streptomisin. Medium Dulbecco's modified eagle medium (DMEM) merupakan
medium yang terdiri atas asam amino, vitamin, mineral, dan metabolit lain yang
berguna sebagai nutrisi bagi kultur sel. Fetal bovine serum (FBS) merupakan
serum yang umum digunakan dalam pemeliharaan kultur sel. Serum tersebut
mengandung faktor pertumbuhan yang dapat meningkatkan proliferasi sel dan
memiliki aktivitas anti tripsin, sehingga sel dapat melekat pada wadah kultur
dengan baik. Penggunaan antibiotik seperti penisilin dan streptomisin dalam
medium kultur berguna untuk mengurangi frekuensi kontaminasi. Kultur sel
HeLa dapat tumbuh dengan optimal pada kisaran pH 7,0--7,4. HEPES digunakan
dalam medium sebagai larutan penyangga (buffer) sehingga pH medium dapat
tetap terjaga (Freshney 2005: 117--123). Selain HEPES, sodium bikarbonat juga
berfungsi untuk menjaga pH medium pada kisaran 7,2--7,4 (Corning 2011: 1).
Kultur sel diinkubasi pada suhu 37o C dan kadar CO2 5%. Sel HeLa
merupakan cell line manusia sehingga dapat tumbuh secara optimal pada suhu
yang sama dengan suhu tubuh manusia normal yaitu 37o C (Woods Hole Physiology 2006: 5--8).. Pentingnya CO2 dalam kultur sel mamalia sama seperti
CO2 dalam darah mamalia. Sebagian besar CO2 yang ada dalam darah berada
17
Ekspresi protein..., Sintia Purnadanti, FMIPA UI, 2012
Universitas Indonesia
18
dalam bentuk bikarbonat (HCO3-) bertindak sebagai buffer agar pH tidak berubah
secara signifikan (Negrete dkk. 2008: 230--231). Kultur sel yang telah menutupi
70--80% permukaan cell culture flask disubkultur ke multiwell culture plate.
Culture flask digunakan untuk mengkultur sel dalam jumlah besar, sedangkan
multiwell plate digunakan untuk mengkultur sel dalam skala kecil (Landsbergh
1999: 231). Kultur sel dicuci dengan PBS terlebih dahulu. Phosphate buffer
saline merupakan larutan isotonik dan dan tidak bersifat racun terhadap sel.
Larutan tersebut dapat menjaga osmolaritas sel sehingga sesuai untuk prosedur
pencucian sel (Medicago 2010: 1).
Kultur kemudian dipanen dengan tripsin-EDTA 5% hingga sel terlepas
dari permukaan cell culture flask. Tripsin-EDTA berfungsi untuk mendisagregasi
sel agar terlepas dari permukaan wadah kultur (Freshney 2005: 184).
Penghitungan sel menggunakan kamar hitung improved neubauer dengan
mencampurkan PBS, trypan blue, dan sel. Trypan blue umum digunakan dalam
penghitungan sel karena dapat membedakan sel yang hidup dengan sel mati. Sel
hidup terlihat tidak berwarna dan terang, sedangkan sel mati akan berwarna biru
dan gelap (Freshney 2005: 340). Jumlah sel perbandingan setiap well berisi
500.000 sel (Woods Hole Physiology 2006: 5--9). Jumlah sel yang dikultur
berkaitan dengan jumlah sel yang akan dielektoporasi. Jumlah optimal sel untuk
elektroporasi sel HeLa adalah 500.000-1.000.000 sel yang merupakan kepadatan
optimal untuk introduksi DNA (Flemington 2000: 1).
4.2 Elektroporasi dan pengamatan mikroskopik fluoresens
Hasil pengamatan mikroskopik fluoresens memperlihatkan adanya
perpendaran warna hijau pada slide sel HeLa dengan pCDNA 3.1-GFP (Gambar
4.2 (2)), sel HeLa dengan pCDNA 3.1-E6-GFP (Gambar 4.2 (3)), dan sel HeLa
dengan pCDNA 3.1-E7-GFP (Gambar 4.2 (4)), sedangkan pada kontrol negatif
yang hanya berisi sel HeLa saja tidak memperlihatkan adanya perpendaran
(Gambar 4.2 (1)).
Ekspresi protein..., Sintia Purnadanti, FMIPA UI, 2012
Universitas Indonesia
19
(a)
Keterangan:
a. Latar belakang: gelap b. Latar belakang: sel pada slide Perbesaran: 40X
(b)
Gambar 4.2 (1). Hasil elektroporasi kontrol negatif
Ekspresi protein..., Sintia Purnadanti, FMIPA UI, 2012
Universitas Indonesia
20
(a)
Keterangan:
(b)
a. Latar belakang: gelap Perbesaran: 40X b. Latar belakang: sel pada slide : Transfektan
Gambar 4.2 (2). Hasil elektroporasi pCDNA 3.1-GFP
Ekspresi protein..., Sintia Purnadanti, FMIPA UI, 2012
Universitas Indonesia
21
(a)
Keterangan:
(b)
a. Latar belakang: gelap Perbesaran: 40X b. Latar belakang: sel pada slide : Transfektan
Gambar 4.2 (3). Hasil elektroporasi pCDNA 3.1-E6-GFP
Ekspresi protein..., Sintia Purnadanti, FMIPA UI, 2012
Universitas Indonesia
22
(a)
Keterangan:
(b)
a. Latar belakang: gelap Perbesaran: 40X b. Latar belakang: sel pada slide : Transfektan
Gambar 4.2 (4). Hasil elektroporasi pCDNA 3.1-E7-GFP
Ekspresi protein..., Sintia Purnadanti, FMIPA UI, 2012
Universitas Indonesia
23
Hal tersebut menunjukkan bahwa vektor pCDNA 3.1 berhasil ditransfeksi
ke dalam sel HeLa. Green fluorescence protein berperan sebagai reporter gene
yang akan berfluorosensi akibat terpapar sinar UV sehingga dapat mendeteksi sel
yang telah tertransfeksi pada sel hidup (Freshney 2005: 496). Protein E6 dan E7
dapat dikatakan terekspresi pada sel HeLa karena gen E6 dan E7 berfusi dengan
gen GFP (Gambar 4.2.(5)), sehingga kedua gen tersebut berada di bawah kontrol
promoter yang sama untuk ditranskripsi menjadi single mRNA dan ditranslasikan
menjadi protein (Boulin dkk.2006: 8--9).
Promoter
E6 GFP
Promoter E7 GFP
Gambar 4.2.(5). Skema posisi gen E6, E7, dan GFP [Sumber: IHVCB-UI 2012.]
Ekspresi plasmid rekombinan menggunakan metode elektroporasi Opti-
MEM merupakan medium yang umum digunakan untuk prosedur elektroporasi.
Medium tersebut mengandung konsentrasi ion yang tinggi sehingga dapat
memudahkan penghantaran listrik untuk meningkatkan efisiensi transfeksi (Wang
dkk. 2009: 4419). Jumlah kuvet yang dielektroporasi adalah empat buah, yaitu
kontrol negatif yang hanya berisi sel HeLa saja, sel HeLa dengan pCDNA 3.1-
GFP, sel HeLa dengan pCDNA 3.1-E6-GFP, dan sel HeLa dengan pCDNA 3.1-
E7-GFP. Vektor pCDNA 3.1 merupakan vektor ekspresi mamalia dan memiliki
promoter Cytomegalovirus (CMV) yang dapat meningkatkan tingkat ekspresi
pada sel inang (Invitrogen 2010: 1). Konsentrasi DNA yang dipakai 100 ng/ml
merupakan konsentrasi optimal untuk elektroporasi menggunakan sel HeLa
(Flemington 2000: 1). Sel kemudian dielektroporasi dengan voltase 160 volt.
Viabilitas sel HeLa pada proses elektroporasi optimal pada voltase 100--200 volt.
Ekspresi protein..., Sintia Purnadanti, FMIPA UI, 2012
Universitas Indonesia
24
Sel akan lebih banyak mengalami apoptosis maupun nekrosis pada voltase yang
lebih tinggi. Hal tersebut terjadi karena tegangan listrik yang terlalu tinggi akan
merusak membran sel sehingga sel akan mengalami kematian (Zhou dkk. 2012:
82--83). Inkubasi dalam es setelah elektroporasi bertujuan agar membran sel tetap
terbuka (Freshney 2005: 498).
Analisis hasil elektroporasi dilakukan dengan mengamati fluorosensi
menggunakan mikroskop konfokal. Sel sebelumnya diberi mowiol, yaitu
mounting medium yang digunakan pada pengamatan fluoresensi agar sel dapat
tetap melekat pada permukaan slide. Mowiol memiliki aktivitas anti-fading agent
sehingga penampakan sel tidak akan memudar (Polysciences 2012: 1). Hasil
elektroporasi kemudian dihitung presentase keberhasilannya dan dapat dilihat
pada lampiran 5. Hasil elektroporasi juga dianalisis dengan uji normalitas
(Lampiran 6), uji Anava (Lampiran 7), dan uji Tukey (Lampiran 8). Uji Anava
digunakan untuk melihat ada tidaknya perbedaan signifikan pada lebih dari dua
kelompok data, sedangkan uji Tukey merupakan uji lanjutan untuk melihat
perbandingan perbedaan signifikansi antar kelompok. Hasil uji normalitas
menunjukkan bahwa data terdistribusi normal sehingga data dapat diuji
menggunakan uji Anava (Steel & Torrie 1980: 95 & 185). Hasil uji Anava
menunjukkan bahwa terdapat perbedaan signifikan antar perlakuan. Perbedaan
hasil elektroporasi pada sel HeLa yang ditransfeksi dengan gen E6 dan E7 dapat
terlihat dari persentase transfektan dan hasil uji Tukey (Lampiran 8). Persentase
keberhasilan sel yang ditransfeksi gen E6 sebesar 0,0091%, sedangkan E7 sebesar
0,0002% (Lampiran 5). Sel HeLa yang mengekspresikan E6 lebih tinggi tingkat
ekspresinya dibandingkan dengan E7. Penelitian Benencia dkk. (2008: 8) juga
menunjukkan bahwa ekspresi E6 lebih tinggi dibandingkan E7 pada sel ID8 yang
merupakan sel epitel permukaan ovarium mencit. Persentase keberhasilan
elektroporasi yang kecil dapat disebabkan sel yang dielektroporasi tidak berada
dalam keadaan mitosis. Plasmid akan lebih mudah berintroduksi ke dalam
nukleus pada saat mitosis. Hal tersebut dapat terlihat dalam penelitian
sebelumnya bahwa pada ekspresi gen pada sel limfoid yang dielektroporasi pada
fase stasioner pertumbuhan lebih rendah dua kali lipat dibandingkan pada sel yang
berada pada fase logaritmik pertumbuhan (Martinez & Hollenbeck 2003: 324).
Ekspresi protein..., Sintia Purnadanti, FMIPA UI, 2012
25 Universitas Indonesia
BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan
Protein fusi E6/GFP dan E7/GFP telah berhasil diekspresikan pada sel
HeLa dengan persentase transfektan E6/GFP sebesar 0,0091% lebih tinggi
dibandingkan E7/GFP sebesar 0,0002%, dan GFP sebesar 0,0022%.
5.2 Saran
Perlu adanya penelitian lebih lanjut pada hewan uji untuk mengetahui
apakah ekspresi protein E6 dan E7 HPV-16 yang telah dimodifikasi dapat
menstimulasi pembentukan antibodi dalam rangka pengembangan vaksin.
Ekspresi protein..., Sintia Purnadanti, FMIPA UI, 2012
Universitas Indonesia
DAFTAR REFERENSI
Abedon, S. T. 2007. Supplemental lecture. 1 hlm. http://www.mansfield.ohio-
state.edu/~sabedon/biol4039.htm#A1. 19 Mei 2012, pk. 20.33.
Benencia, F., M. C. Courrèges & G. Coukos. 2008. Whole tumor antigen
vaccination using dendritic cells: Comparison of RNA electroporation and
pulsing with UV-irradiated tumor cells. Journal of Translation Medicine
6(21): 1--14.
Bio-Rad. 2010. Gene pulser Xcell™ electroporation system. Bio-Rad, Amerika
Serikat: 76 hlm.
Bosch, F. X., A. Lorincz, N. Muñoz, C. J. L. M. Meijer & K. V. Shah. 2002. The
causal relation between human papillomavirus and cervical cancer.
Journal of Clinical Pathology 55: 244--265.
Bosch, X. & D. Harper. 2006. Prevention strategies of cervical cancer in the HPV
vaccine era. Gynecologic Oncology 103: 21--24.
Boulin, T., J. F. Etchberger, O. Hobert & H. Hughes. 2006. Reporter gene fusion.
Wormbook 38: 1--23.
Castellsagué, X. 2008. Natural history and epidemiology of HPV infection and
cervical cancer. Gynecologic Oncology 110: S4--S7.
Corning. 2011. Sodium bicarbonate, liquid. 1 hlm.
http://cellgro.com/products/cell-culture-reagents/buffers/sodium-
bicarbonate-liquid.html. 1 Mei 2012, pk. 18.34.
Day, J. C., M. J. Chaichi, I. Najafil & A. S. Whiteley. 2006. Genomic structure of
the luciferase gene from the bioluminescent beetle, Nyctophila cf.
caucasica. Journal of Insect Science 6(37): 1--8.
Exploratorium. 2012. Cancer: cells behaving badly. 1 hlm.
http://www.exploratorium.edu/imaging_station/research/cancer/story_canc
er4.php. 26 Februari 2012, pk. 13.45.
Fehrmann, F. & L. A. Laimins. 2003. Human papillomaviruses: Targeting
differentiating epithelial cells for malignant transformation. Oncogene 22:
5201--5207.
26
Ekspresi protein..., Sintia Purnadanti, FMIPA UI, 2012
Universitas Indonesia
27
Flemington, E. 2000. Hela electroporation conditions. 1 hlm.
http://www.flemingtonlab.com/Protocols/HelaCellElectroporation.pdf. 26
Februari 2012, pk. 20.11.
Freshney, R. I. 2005. Culture of animal cells: A manual of basic technique.5th ed.
John Wiley & Sons, New Jersey: xxvi + 642 hlm.
Georgantas. 2007. CD34+ hematopoietic stem-progenitor cell microRNA
expression and function: A circuit diagram of differentiation control.
http://www.pnas.org/content/suppl/2007/01/31/0610983104.DC1. 23 Mei
2012, pk. 07.33.
IARC (= International Agency for Research on Cancer). 2007. Monograph on
human papillomaviruses. IARC Monographs on the evaluation of
carcinogenic risks to humans 90: 1--689.
Invitrogen. 2010. pcDNA™3.1(+) pcDNA™3.1(–). Invitrogen Corporation,
California: 23 hlm.
KCDC (=Korea Centers for Disease Control and Prevention). 2007.
Papillomaviruses. 1 hlm.
http://kcdc.labkm.net/vsd/database/gene_search_7.jsp?orgId=7&reset=1.
20 Februari 2012, pk. 19.43.
Kovala, A. T., K. A. Harvey, P. M. Glynn, G. Boguslawski, J. G. N. Garcia & D.
English. 2000. High-efficiency transient transfection of endothelial cells
for functional analysis. The Federation of American Societies for
Experimental Biology Journal 14: 2486--2494.
Laerd. 2012. One-way ANOVA using SPSS. 2 hlm.
https://statistics.laerd.com/spss-tutorials/one-way-anova-using-spss-
statistics.php. 29 Mei 2012, pk. 01.45.
Landsbergh, C. A. 1999. A culture flask for the circulation of a large quantity of
fluid medium. The Journal of Experimental Medicine 70(3): 231--238.
Ma, B., Y. Xu, C. F. Hung & T. C. Wu. 2010. HPV and therapeutic vaccines:
Where are we in 2010. Current Cancer Therapies 6: 81--103.
Martinez, C. Y. & P. J. Hollenbeck. 2003. Transfection of primary CNS and PNS
neurons by electroporation. Methods in Cell Biology 71:321--332.
Ekspresi protein..., Sintia Purnadanti, FMIPA UI, 2012
Universitas Indonesia
28
Medicago. 2010. Phosphate buffered saline (PBS), pH 7.4 and 7.2. 2 hlm.
http://www.medicago.se/sites/default/files/pdf/productsheets/PBS_Buffer_
v._01.pdf. 1 Mei 2012, pk. 19.01.
Microbiologybites. 2010. Cell culture. 1 hlm.
http://www.microbiologybytes.com/video/culture.html. 26 Februari 2012,
pk. 10.10.
Muñoz, N., X. Castellsague, A. B. de Gonzalez & L. Gissmann. 2006. Chapter 1:
HPV in the etiology of human cancer. Vaccine 24: 1--10.
National Cancer Institute. 2011. Human papillomavirus (HPV) vaccine. 1 hlm.
http://www.cancer.gov/cancertopics/factsheet/prevention/HPV-vaccine. 18
Februari 2012, pk. 19.27.
NCBI. 1999. Chapter 1: DNA structure and gene expression. 1 hlm.
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK7585/. 18 Maret 2012, pk. 16.33.
NCBI. 2012. The p53 suppressor protein. 1 hlm.
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK22268/. 4 Maret 2012, pk. 19.14.
Negrete, A., T. C. Ling & A. Lyddiatt. 2008. Effect of pluronic F-68, 5% CO2
atmosphere, HEPES, and antibiotic-antimycotic on suspension adapted
293 Cells. The Open Biotechnology Journal 2: 229--234.
Nomine´, Y., M. Masson, S. Charbonnier, K. Zanier, T. Ristriani, F. Derycke` re,
A. P. Sibler, D. Desplancq, R. A. Atkinson, E. Weiss, G. Orfanoudakis, B.
Kieffer & G. Trave´. 2006. Structural and functional analysis of E6
oncoprotein: Insights in the molecular pathways of human papillomavirus-
mediated pathogenesis. Molecular Cell 21: 665--678.
Perez, S. 2006. Cell counts using Improved Neubauer haemocytometer. 1 hlm.
http://people.oregonstate.edu/~weisv/Protocols/Symbiodinium/Cell%20Co
unts.pdf. 6 Maret 2012, pk. 20.16.
Phelps, W. C., K. Munger,C. L. Yee, J. A. Barnes & P. M. Howley. 1992.
Structure-function analysis of the human Papillomavirus type 16 E7
oncoprotein. Journal of Virology 66(4): 2418--2427.
Polysciences. 2012. Mowiol® 4-88. 1 hlm.
http://www.polysciences.com/Catalog/Department/Product/98/categoryId_
_57/productId 920/. 4 Mei 2012, pk. 20.11.
Ekspresi protein..., Sintia Purnadanti, FMIPA UI, 2012
Universitas Indonesia
29
Pradipta, B. & S. Sungkar. 2007. Penggunaan vaksin human papillomavirus dalam
pencegahan kanker serviks. Majalah Kedokteran Indonesia 57(11): 391--
396.
Promega. 2012. Transfection. 1 hlm. www.promega.com/resources/product-
guides-and-selectors/protocols-and-applications-guide/transfection/. 26
Februari 2012, pk. 15.33.
Rahbari R., T. Sheahan, V. Modes, P. Collier, C. Macfarlane & R. M. Badge.
2009. A novel L1 retrotransposon marker for HeLa cell line identification.
Biotechniques. 46(4): 1--12.
Rampias, T., C. Sasaki , P. Weinberger & A. Psyrri. 2009. E6 and E7 gene
silencing and transformed phenotype of human Papillomavirus 16 –
positive oropharyngeal cancer cells. Journal of the National Cancer
Institute 101: 412--423.
Song, S., H. C. Pitot & P. F. Lambert. 1999. The human papillomavirus type 16
E6 gene alone is sufficient to induce carcinomas in transgenic animals.
Journal of Virology 73(7): 5887--5893.
Stanford. 2004. Genetic events in oncogenesis. 1 hlm.
http://www.stanford.edu/group/virus/papilloma/2004goglincarnevale/Papil
loma/GenesCancer.htm. 25 Februari 2012, pk. 10.56.
Steben, M. & E. D. Franco. 2007. Human papillomavirus infection: Epidemiology
and pathophysiology. Gynecologic Oncology 107: S2--S5.
Steel, R. G. D. & J. H. Torrie. 1980. Principles and procedure of statistics a
biometrical approach. McGraw-Hill, Singapura: xxi + 633 hlm.
Tambunan, U. S. F., A. A. Parikesit, T. A. Tochary & D. Sugiono. 2007. Studi in
silico modifikasi pos translasi disain vaksin chimeric berbasis virus like
particle human papillomavirus dengan kapsid virion L1. Makara Sains
11(2): 56--62.
Tsien, R. Y. 1998. The green fluorescent protein. Annual Review of Biochemistry
67: 509--544.
Velázquez, E. C. 2006. pRb’s role in cell fate, lineage commitment, and
tumorigenesis. Thesis the Degree of Doctor of Philosophy Department of
Ekspresi protein..., Sintia Purnadanti, FMIPA UI, 2012
Universitas Indonesia
30
Biology Massachusetts Institute of Technology, Massachusetts: xvi + 203
hlm.
Wang, S., X. Zhang, W. Wang & L. J. Lee. 2009. Semi-continuous flow
electroporation chip for high throughput transfection on mammalian cells.
Analytical Chemistry 81(11): 4414--4421.
WHO. 2012. Cancer of the Cervix. 1 hlm.
http://www.who.int/reproductivehealth/topics/cancers/en/. 13 Februari
2012, pk. 15.43.
Woods Hole Physiology. 2006. Cell culture protocols, HeLa and CHO cells. 32
hlm. http://www.willamette.edu/~daltman/materials/MBLmanual.pdf. 25
Februari 2012, pk. 19.39.
Zhou, W., Z. Xiong, Y. Liu, C. Yao & C. Li. 2012. Low voltage irreversible
electroporation induced apoptosis in HeLa cells. Journal of Cancer
Research and Therapeutics 8(1):80--85.
Ekspresi protein..., Sintia Purnadanti, FMIPA UI, 2012
Universitas Indonesia
31
Lampiran 1
Pembuatan medium
No Nama medium,
larutan, dan buffer
Komposisi dan cara pembuatan
1 Medium Dulbecco's
modified eagle medium
(DMEM) lengkap
Sebanyak 5 ml FBS 10% dicampurkan dengan 1
ml sodium bikarbonat, 500 µl HEPES, dan 500 µl
penisilin-streptomisin. Campuran kemudian
ditambahkan dengan media DMEM hingga
volume akhir mencapai 50 ml. Medium
disterilkan menggunakan syringe filter kemudian
disimpan dalam suhu 4° C.
[Sumber: Woods Hole Physiology 2006: 5--9.]
Ekspresi protein..., Sintia Purnadanti, FMIPA UI, 2012
Universitas Indonesia
32
Lampiran 2
Perhitungan jumlah sel dalam flask culture
Jumlah sel = n x 10 x 104
4
= 105 x 10 x 104
4
= 2,62 x 106 / ml
Keterangan:
n = jumlah sel dalam empat kamar hitung besar
4 = jumlah kotak kamar hitung
10 = faktor pengenceran
104 = volume setiap kotak pada kamar hitung
[Sumber: Perez 2006: 3.]
Ekspresi protein..., Sintia Purnadanti, FMIPA UI, 2012
Universitas Indonesia
33
Lampiran 3
Pengenceran jumlah sel untuk dikultur dalam multiwell culture plate
Faktor pengenceran
= 2,62 x 106
500.000 Volume total
=
=
5,2
dF x V0
= 5,2 x 1 ml = 5,2 ml
Volume DMEM yang perlu ditambahkan = 5,2 ml – 1 ml
= 4,2 ml
Keterangan
500.000 = jumlah sel yang dikultur dalam setiap well
dF = faktor pengenceran
V0 = Volume sebelum pengenceran
[Sumber: Abedon 2007: 1.]
Ekspresi protein..., Sintia Purnadanti, FMIPA UI, 2012
Universitas Indonesia
34
Lampiran 4
Perhitungan jumlah sel untuk elektroporasi
Jumlah sel = n x 10 x 104
4
= 324 x 10 x 104
4
= 8,1 x 106 / ml
Faktor pengenceran
= 8,1 x 106
500.000 Volume total
=
=
16,2
dF x V0
= 16,2 x 1 ml = 16,2 ml
Volume opti-MEM yang perlu ditambahkan = 16,2 ml – 1 ml
= 15,2 ml
Keterangan:
n = jumlah sel dalam empat kamar hitung besar
4 = jumlah kotak kamar hitung
10 = faktor pengenceran penghitungan sel
104 = volume setiap kotak pada kamar hitung
500.000 = jumlah sel yang dielektroporasi
dF = faktor pengenceran
V0 = Volume sebelum pengenceran
[Sumber: Abedon 2007: 1 & Perez 2006: 3.]
Ekspresi protein..., Sintia Purnadanti, FMIPA UI, 2012
Universitas Indonesia
35
Lampiran 5
Persentase keberhasilan elektroporasi
Persentase keberhasilan elektroporasi =
n1 + n2
500.000
x
2
pCDNA 3.1-GFP
10 + 12
500.000
4,4 x 105
2
= 0,0022%
= x x 100% = 4,4 x 10-5
x 100%
Persentase keberhasilan sel yang dielektroporasi pCDNA 3.1-GFP = 0,0022%
pCDNA 3.1-E6-GFP
35 + 56
500.000
= 1,82 x 10-4
Ekspresi protein..., Sintia Purnadanti, FMIPA UI, 2012
Universitas Indonesia
36
Lanjutan Lampiran 5
1,82 x 10-4
2
= 0,0091%
x 100%
Persentase keberhasilan sel yang dielektroporasi pCDNA 3.1-E6-GFP = 0,0091%
pCDNA 3.1-E7-GFP
1 + 1
500.000
4 x 10-6
2
= 0,0002%
= 4 x 10-6
x 100%
Persentase keberhasilan sel yang dielektroporasi pCDNA 3.1-E7-GFP = 0,0002%
Keterangan:
n1 = jumlah transfektan pada pengulangan 1
n2 = jumlah transfektan pada pengulangan 2
500.000 = jumlah sel yang dielektroporasi
[Sumber: Kovala dkk. 2000: 2487.]
Ekspresi protein..., Sintia Purnadanti, FMIPA UI, 2012
Universitas Indonesia
37
Lampiran 6
Analisis statistik hasil elektroporasi menggunakan uji normalitas
NPar Tests
One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test
Transfektan
N
Mean Std. Deviation
Absolute
Positive
Negative
8
Normal Parametersa,,b .00002875
.000041084
Most Extreme Differences .296
.296
-.242
Kolmogorov-Smirnov Z .837
Asymp. Sig. (2-tailed) .485
a. Test distribution is Normal.
b. Calculated from data.
Keterangan:
Ho = Distribusi data normal
Ha = Distribusi data tidak normal
Bila α > 0,05 maka Ho diterima
α = 0, 485
0,485 > 0,05
maka Ho diterima
[Sumber: Laerd 2012: 1--2.]
Ekspresi protein..., Sintia Purnadanti, FMIPA UI, 2012
Universitas Indonesia
38
Lampiran 7
Analisis statistik hasil elektroporasi menggunakan uji Anava satu faktor
ANOVA
Transfektan
Sum of
Squares
df
Mean Square
F
Sig.
Between Groups (Combined)
Contrast
Deviation
.000
3
.000
16.368
.010
.000
1
.000
2.528
.187
.000
2
.000
23.288
.006
Within Groups
.000
4
.000
Total
.000
7
Keterangan:
Ho = Tidak terdapat perbedaan signifikan antar perlakuan
Ha = Terdapat perbedaan signifikan antar perlakuan
Bila α > 0,05 maka Ho diterima
α = 0, 010
0,010 < 0,05
maka terdapat perbedaan signifikan antar perlakuan
[Sumber: Laerd 2012: 1--2.]
Ekspresi protein..., Sintia Purnadanti, FMIPA UI, 2012
(I) Perlakuan (J} Perlakuan
Mean Difference
(1-J)
Std. Error
Sig.
95% Confidence Interval I
lower Bound Upper Bound i
TJkey HSD
Kontrol Negatif GFP
Ee-GFP
E7-GFP
-.000022000
-.000091000
-.000002000
.000014916
. .000014916
.000014916
.525
.012
.999
-.00008272
-.00015172
' -.00006272
.000038721
-.00003028
.00005872
GFP KontrolNegatif
E6-GFP
E"l-GFP
.000022000
-.000069000
.000020000
.000014916
.000014916
.000014916
.525
.033
.588
-.00003872
-.00012972
-.00004072
.00008272
-.00000828
.00008072
E6-GFP KontrolNegatif
GFP
E7-GFP
.000091000
.000069000
.000089000
.000014916
. .000014916
.000014916
.012
.033
c;
.00003028
.00000828
.00002828
.00015172
.00012972
.00014972
Lampinm 8
Analisis statistik penilaian perbedaan ekspresi GFP menggunakan uji Tukey
Multiple Comparisons
Dependent Variable:Transfektan c :;::1:· (!)
Cil ;::;: Q) r.n 5" c. 0 ::1 (!)
. UJ Q) \0
Ekspresi protein..., Sintia Purnadanti, FMIPA UI, 2012
E7-GFP
Kontrol Negatif
GFP -
E6-GFP
.000002000
-.000020000
-.000089000
.000014916
.000014916
.000014916
.999
.588
c;y
-.00005872
-.00008072
-.00014972
.00006272
.00004072
-.00002828
<"
-
Lanjutan Lampiran 8
-------·-- --
*. The mean difference is significant at the 0.05 level.
Keterangan:
Ho = Tidak terdapat perbedaan signifikan antar perlakuan
I-Ia = Terdapat perbedaan signifikan antar perlakuan
Bila a > 0,05 maka Ho diterima
a= 0, 010
0,014 < 0,05
maka Ho ditolak c :l
(1)
Ci1 ;:; Ill (/)
5' 0. 0 :l (1)
Ill
[Sumber: Laerd 2012: 1.]
0
Ekspresi protein..., Sintia Purnadanti, FMIPA UI, 2012