UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20359642-PR-Fitria...
Transcript of UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20359642-PR-Fitria...
UNIVERSITAS INDONESIA
LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER
DI BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN
REPUBLIK INDONESIA
DEPUTI II DIREKTORAT STANDARDISASI
OBAT TRADISIONAL, KOSMETIK DAN PRODUK KOMPLEMEN
PERIODE 4 JULI 2011 - 29 JULI 2011
LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER
FITRIA ALYA, S.Farm.
1006835293
ANGKATAN LXXIII
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
PROGRAM PROFESI APOTEKER – DEPARTEMEN FARMASI
DEPOK
DESEMBER 2011
Laporan praktek..., Fitria Alya, FMIPA UI, 2011
UNIVERSITAS INDONESIA
LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER
DI BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN
REPUBLIK INDONESIA
DEPUTI II DIREKTORAT STANDARDISASI
OBAT TRADISIONAL, KOSMETIK DAN PRODUK KOMPLEMEN
PERIODE 4 JULI 2011 - 29 JULI 2011
Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Apoteker
FITRIA ALYA, S.Farm.
1006835293
ANGKATAN LXXIII
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
PROGRAM PROFESI APOTEKER – DEPARTEMEN FARMASI
DEPOK
DESEMBER 2011
Laporan praktek..., Fitria Alya, FMIPA UI, 2011
Laporan praktek..., Fitria Alya, FMIPA UI, 2011
iii
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT atas limpahan nikmat dan kasih
sayangNya, Penulis dapat menyelesaikan Praktek Kerja Profesi Apoteker di
Badan Pengawas Obat dan Makanan yang dilaksanakan pada tanggal 4 Juli – 29
Juli 2011. Laporan ini disusun sebagai salah satu syarat bagi mahasiswa program
Apoteker untuk menyelesaikan program studi dan memperoleh gelar Apoteker.
Pada kesempatan ini penulis mengucapkan rasa terima kasih kepada semua
pihak yang telah membantu dalam proses berlangsungnya PKPA di Badan
Pengawas Obat dan Makanan. Ucapan terima kasih khususnya disampaikan
kepada:
(1) Ibu Dra. Fadjar Aju Tofiana, MT., Apt., selaku Kasubdit Standardisasi
Sarana Produksi dan sebagai pembimbing PKPA selama di Badan Pengawas
Obat dan Makanan.
(2) Dr. Berna Elya, M.Si., Apt., selaku pembimbing pemerintahan PKPA Profesi
Apoteker di Departemen Farmasi FMIPA UI.
(3) Ibu Dra. Kenik Sintawati, Apt., selaku Kasubdit Standardisasi Produk II dan
sebagai pembimbing pembuatan tugas khusus.
(4) Ibu Dra.Kustantinah, M.App.Sc., selaku Kepala Badan POM RI.
(5) Bapak Drs. Hary Wahyu T, Apt., selaku Direktur Standardisasi Obat
Tradisional, Kosmetik, dan Produk Komplemen Badan POM RI.
(6) Prof. Dr. Yahdiana Harahap, Apt., MS., selaku Ketua Departemen Farmasi
FMIPA UI.
(7) Dr. Harmita, Apt., selaku Ketua Program Profesi Apoteker Departemen
Farmasi FMIPA UI.
(8) Semua pegawai di lingkungan Badan POM pada umumnya dan khususnya
pegawai pada Direktorat Standardisasi Obat Tradisional, Kosmetik, dan
Produk Komplemen.
(9) Bapak dan Ibu staf pengajar beserta segenap karyawan Departemen Farmasi
FMIPA UI.
Laporan praktek..., Fitria Alya, FMIPA UI, 2011
iv
(10) Rekan-rekan PKPA di Direktorat Standardisasi Obat Tradisinal, Kosmetika
dan Produk Komplemen Badan POM RI yang berasal dari UHAMKA,
UNTAG, ISTN, dan teman-teman angkatan LXXIII Program Profesi
Apoteker Universitas Indonesia.
(11) Keluarga yang telah memberikan bantuan baik moril dan materil sehingga
pelaksanaan PKPA dan penyelesaian laporan dapat berjalan lancar, serta
pihak-pihak lain yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang telah
membantu baik langsung maupun tidak langsung.
Penulis menyadari bahwa dalam penulisan laporan ini masih banyak
terdapat kekurangan dan kesalahan. Penulis berharap semoga pengetahuan dan
pengalaman yang diperoleh selama menjalani PKPA dapat memberikan manfaat
bagi pihak yang membutuhkan.
Penulis
2011
Laporan praktek..., Fitria Alya, FMIPA UI, 2011
v
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL.................................................................................... i LEMBAR PENGESAHAN.......................................................................... ii KATA PENGANTAR.................................................................................. iii DAFTAR ISI................................................................................................ v DAFTAR GAMBAR.................................................................................... DAFTAR LAMPIRAN................................................................................
vi vii
1. PENDAHULUAN................................................................................. 1
1.1 Latar Belakang............................................................................... 1 1.2 Tujuan............................................................................................ 1 1.3 Manfaat..........................................................................................
2
2. TINJAUAN UMUM BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN…………………………………………………….
3
2.1 Latar Belakang .............................................................................. 3 2.2 Visi dan Misi……………………………………………………. 3 2.3 Kedudukan Tugas Pokok dan Fungsi……………………………. 4 2.4 Budaya Organisasi………………………………………………. 5 2.5 Logo……………………………………………………………... 5 2.6 Kebijakan Strategi......................................................................... 7 2.7 Target Kinerja................................................................................ 9 2.8 Struktur Organisasi........................................................................
9
3. TINJAUAN KHUSUS DIREKTORAT STANDARDISASI OBAT TRADISIONAL, KOSMETIK DAN PRODUK KOMPLEMEN...
18
3.1 Tugas Pokok dan Fungsi............................................................... 18 3.2 Struktur Organisasi....................................................................... 19
3.2.1 Subdirektorat Standardisasi Produk I…………………... 19 3.2.2 Subdirektorat Standardisasi Produk II………………….. 20 3.2.3 Subdirektorat Standardisasi Sarana Produksi…………...
21
4. PELAKSANAAN PKPA............................................................................... 23
5. PEMBAHASAN.................................................................................... 28
6. KESIMPULAN DAN SARAN............................................................ 33 6.1 Kesimpulan.................................................................................... 33 6.2 Saran.............................................................................................. 34
DAFTAR ACUAN..................................................................................... 35 LAMPIRAN................................................................................................ 37
Laporan praktek..., Fitria Alya, FMIPA UI, 2011
vi
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Tameng dan checklist pada logo Badan POM............................... 5 Gambar 2.2 Mata elang pada logo Badan POM................................................. 6 Gambar 2.3 Garis pada logo Badan POM......................................................... 6 Gambar 2.4 Logo Badan POM secara keseluruhan............................................. 6
Laporan praktek..., Fitria Alya, FMIPA UI, 2011
vii
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Struktur Organisasi Badan Pengawas Obat dan Makanan....... 34 Lampiran 2. Struktur Organisasi Deputi Bidang Pengawasan Obat
Tradisional, Kosmetik dan Produk Komplemen…………......
35 Lampiran 3. Struktur Organisasi Direktorat Standardisasi Obat
Tradisional, Kosmetik dan Produk Komplemen.....................
36
Laporan praktek..., Fitria Alya, FMIPA UI, 2011
Universitas Indonesia
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Salah satu struktur organisasi dari Badan Pengawas Obat dan Makanan
(Badan POM) yaitu Direktorat Standardisasi Obat Tradisional, Kosmetik dan
Produk Komplemen yang mempunyai tugas pokok penyiapan perumusan
kebijakan, penyusunan pedoman, standar, kriteria dan prosedur, serta pelaksanaan
pengendalian, bimbingan teknis dan evaluasi di bidang pengendalian dan
standardisasi obat tradisional, kosmetik dan produk komplemen. Untuk
melaksanakan tugas pokoknya tersebut perlu di dukung dengan sumber daya
apoteker yang memadai baik dari kompetensi maupun jumlah. Sumber daya
manusia yang kompeten diperlukan agar pelaksanaan tugas dan fungsi Badan
POM berjalan secara professional (Badan POM RI, 2010b).
Apoteker sebagai salah satu tenaga kesehatan yang memiliki dasar
pengetahuan di bidang obat dan makanan diharapkan mampu memberikan
konstribusi yang positif dan maksimal bagi perkembangan industri obat dan
makanan. Program profesi apoteker di bidang pemerintahan yang saat ini
dilaksanakan bekerja sama dengan Instansi Badan POM RI yang dikenal sebagai
salah satu tempat profesinya Apoteker. Praktek Profesi Apoteker ini berguna
untuk memberikan pembekalan, pengetahuan, pemahaman dan gambaran singkat
peran Apoteker dalam pengawasan obat dan makanan.
Pada PKPA ini pengamatan dan pembelajaran dilakukan di Direktorat
Standardisasi Obat Tradisional, Kosmetik dan Produk Komplemen di Badan POM
RI Jl. Percetakan Negara No. 23 Jakarta Pusat dari tanggal 4 Juli 2011 - 29 Juli
2011.
1.2. Tujuan.
Untuk meningkatkan kompetensi Apoteker di bidang pemerintahan
diperlukan pengenalan terhadap lembaga pemerintahan salah satunya yaitu Badan
POM. Tujuan pelaksanaan Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA) di Badan
POM adalah:
a. Memahami struktur organisasi Badan POM.
Laporan praktek..., Fitria Alya, FMIPA UI, 2011
2
Universitas Indonesia
b. Memahami dan mampu menjelaskan tugas dan fungsi Badan POM.
c. Memahami dan mampu menjelaskan kegiatan di Direktorat Standardisasi Obat
Tradisional, Kosmetik dan Produk Komplemen.
1.3. Manfaat
Manfaat pelaksanaan PKPA di Badan POM antara lain:
a. Dapat mengaplikasikan ilmu pengetahuan yang didapat selama masa
perkuliahan.
b. Dapat berperan serta dalam proses pembuatan peraturan/pedoman/standar di
bidang Obat Tradisional, Kosmetik dan Produk Komplemen.
Laporan praktek..., Fitria Alya, FMIPA UI, 2011
3
3 Universitas Indonesia
BAB 2
TINJAUAN UMUM
BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN
2.1 Latar Belakang
Badan Pengawas Obat dan Makanan sebagai Lembaga Pemerintah Non
Kementerian (LPNK) (dahulu disebut Lembaga Pemerintah Non
Departemen/LPND) adalah lembaga negara di Indonesia yang dibentuk untuk
melaksanakan tugas pemerintahan tertentu dari Presiden. LPNK berkedudukan di
bawah Presiden dan bertanggung jawab kepada Presiden melalui Menteri yang
mengkoordinasikan, sebagaimana termaksud dalam Undang-Undang Republik
Indonesia Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara pasal 25 ayat 1
yang menerangkan hubungan fungsional Kementerian dan Lembaga Pemerintah
Non Kementrian dilaksanakan secara sinergis sebagai satu sistem pemerintahan
dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia sesuai dengan peraturan perundang-
undangan (Presiden Republik Indonesia, 2005).
2.2 Visi dan Misi (Badan POM RI, 2010a)
Visi Badan Pengawas Obat dan Makanan yaitu menjadi Institusi Pengawas
Obat dan Makanan yang inovatif, kredibel dan diakui secara Internasional untuk
melindungi masyarakat. Sedangkan, Misi Badan Pengawas Obat dan Makanan
yaitu:
a. Melakukan pengawasan pre-market dan post-market berstandar internasional.
b. Menerapkan sistem jaminan mutu secara konsisten.
c. Mengoptimalkan kemitraan dengan pemangku kepentingan di berbagai lini.
d. Memberdayakan masyarakat agar mampu melindungi diri dari obat dan
makanan yang beresiko terhadap kesehatan.
e. Membangun organisasi pembelajar (Learning Organization).
Laporan praktek..., Fitria Alya, FMIPA UI, 2011
4
Universitas Indonesia
2.3 Kedudukan, Tugas Pokok dan Fungsi
Berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 103 tahun 2001 tentang
Kedudukan, Fungsi, Tugas, Kewenangan, Susunan Organisasi dan Tata Kerja
Lembaga Pemerintah Non Departemen, sebagaimana telah beberapa kali diubah
terakhir dengan Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 64 tahun 2005
dinyatakan bahwa:
2.3.1 Kedudukan
a. Badan POM adalah Lembaga Pemerintah Non Kementerian yang dibentuk
untuk melaksanakan tugas pemerintah tertentu dari Presiden.
b. Badan POM berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Presiden.
c. Dalam melaksanakan tugasnya Badan Pengawas Obat dan Makanan
dikoordinasikan oleh Menteri Kesehatan.
d. Badan POM dipimpin oleh Kepala Badan.
2.3.2 Tugas Pokok
Badan POM mempunyai tugas melaksanakan tugas pemerintahan di
bidang pengawasan obat dan makanan sesuai dengan peraturan perundang-
undangan yang berlaku.
2.3.3 Fungsi
Dalam melaksanakan tugas tersebut, Badan POM menyelenggarakan
fungsi:
a. Pengkajian dan penyusunan kebijakan nasional di bidang pengawasan obat
dan makanan.
b. Pelaksanaan kebijakan tertentu di bidang pengawasan obat dan makanan.
c. Koordinasi kegiatan fungsional dalam pelaksaan tugas Badan POM.
d. Pemantauan, pemberian bimbingan dan pembinaan terhadap kegiatan instansi
pemerintah di bidang pengawasan obat dan makanan.
e. Penyelenggaraan pembinaan dan pelayanan administrasi umum di bidang
perencanaan umum, ketatausahaan, organisasi dan tata laksana, kepegawaian,
keuangan, kearsipan, persandian, perlengkapan dan rumah tangga.
Laporan praktek..., Fitria Alya, FMIPA UI, 2011
5
Universitas Indonesia
2.4 Budaya Organisasi
Budaya organisasi merupakan nilai-nilai luhur yang harus diyakini dan
dihayati dan diamalkan oleh seluruh anggota organisasi dalam melaksanakan
tugas. Nilai-nilai luhur yang hidup dan tumbuh kembang dalam organisasi
menjadi semangat bagi seluruh anggota organisasi dalam berkarsa dan berkarya
(Badan POM RI, 2011).
a. Profesional
Menegakkan profesionalisme dan integritas, objektivitas, ketekunan dan
komitmen yang tinggi.
b. Kredibel
Dapat dipercaya dan diakui oleh masyarakat luas, nasional dan internasional.
c. Cepat tanggap
Antisipatif dan responsif dalam mengatasi masalah.
d. Kerjasama tim
Mengutamakan keterbukaan, saling percaya dan komunikasi yang baik.
e. Inovatif
Mampu melakukan pembaruan sesuai ilmu pengetahuan dan teknologi
terkini.
2.5 Logo
Unsur pertama dalam logo Badan POM adalah tameng yang
melambangkan perlindungan terhadap masyarakat dari penggunaan obat dan
makanan yang tidak memenuhi persyaratan keamanan, kemanfaatan dan mutu.
Selain sebagai tameng,unsur tersebut dapat juga dilihat sebagai tanda checklist
yang mempresentasikan trust atau rasa kepercayaan.
Gambar 2.1 Tameng dan checklist pada logo Badan POM
Laporan praktek..., Fitria Alya, FMIPA UI, 2011
6
Universitas Indonesia
Unsur kedua pada logo Badan POM adalah mata elang. Pengambilan
makna filosofis mata elang karena elang memiliki pandangan yang tajam sesuai
dengan fungsi Badan POM yang bertanggung jawab melindungi masyarakat
dengan mengawasi penggunaan obat dan makanan di Indonesia
Gambar 2.2 Mata elang pada logo Badan POM
Garis yang bergerak dari tipis menjadi semakin tebal melambangkan
langkah ke depan yaitu Dirjen POM yang berubah menjadi Badan POM. Selain
itu dapat juga dilihat sebagai representasi keadaan Badan POM sebagai
lembaga yg memberikan perlindungan (dilambangkan dengan garis hijau)
terhadap masyarakat (garis biru tebal) dari pengusaha Obat dan Makanan (garis
biru tipis) di Indonesia.
Gambar 2.3 Garis pada logo Badan POM
Logo secara keseluruhan memadukan unsur-unsur tersebut dalam satu
kesatuan yang padu dan serasi. Sedangkan pemilihan warna biru pekat (dark blue)
menggambarkan perlindungan, warna hijau (green) menggambarkan scientific-
base.
Gambar 2.4 Logo Badan POM secara keseluruhan
Laporan praktek..., Fitria Alya, FMIPA UI, 2011
7
Universitas Indonesia
2.6 Kebijakan Strategi
Badan POM mewujudkan visi dan misinya melalui empat kebijaka strategi
(Badan POM RI, 2011), yaitu:
2.6.1 Memperkuat Sistem Regulatori Pengawasan Obat dan Makanan
Sistem Pengawasan Obat dan Makanan diperkuat dengan mekanisme
operasional dan infrastruktur yang andal dengan kapabilitas berkelas dunia (world
class) dan menggunakan teknologi informasi yang modern regulatori pada seluruh
fungsi pengawasan, dilakukan revitalisasi yang diterapkan secara terintegrasi dan
menyeluruh (comprehensive), mencakup antara lain:
a. Kebijakan pengawasan obat dan makanan mampu menjamin obat dan
makanan aman, bermanfaat, dan bermutu.
b. Standar obat dan makanan mampu menjamin obat dan makanan aman,
bermanfaat dan bermutu.
c. Seluruh sarana produksi obat dan makanan memenuhi GMP.
d. Seluruh sarana distribusi obat dan makanan memenuhi GDP.
e. Seluruh obat dan makanan yang beredar telah terdaftar sesuai ketentuan.
f. Seluruh obat dan makanan aman dan memenuhi standar mutu yang telah
ditetapkan.
g. Seluruh label dan iklan/promosi obat dan makanan memenuhi persyaratan.
h. Setiap pelanggaran ditindaklanjuti sesuai peraturan/perundangan yang
berlaku.
2.6.2 Mewujudkan Laboratorium Badan POM yang Handal
Kapabilitas laboratorium Badan POM ditingkatkan terunggul di ASEAN
dengan jaringan kerja (networking) nasional dan internasional. Cakupan dan
parameter pengujian laboratorium, serta kompetensi personil laboratorium
pengawasan obat dan makanan ditingkatkan dengan menerapkan Good
Laboratory Practices secara konsisten serta mengembangkan sistem rujukan
laboratorium nasional, mencakup antara lain:
a. Seluruh laboratorium Badan POM menerapkan secara konsisten standar
internasional laboratorium.
Laporan praktek..., Fitria Alya, FMIPA UI, 2011
8
Universitas Indonesia
b. Seluruh obat dan makanan dapat diuji oleh laboratorium Badan POM sesuai
dengan standar dan persyaratan yang ditetapkan.
c. Terbentuknya laboratorium unggulan untuk menunjang kepentingan nasional.
d. Laboratorium Badan POM terintegrasi dalam jaringan nasional dan
internasional untuk pengawasan obat dan makanan.
2.6.3 Meningkatkan Kapasitas Manajemen Badan POM
Institusi Badan POM dikembangkan sebagai knowledge and learning
organization yang kredibel, inovatif dan unggul. Pengembangan institusi berfokus
terutama pada penguatan kompetensi, profesionalitas dan kapabilitas modal
insani. Untuk itu dilakukan pendidikan dan pelatihan yang terstruktur dan
berkelanjutan (continuous training and education) yang dilaksanakan di dalam
dan diluar negeri serta dengan membangun Pusat Pendidikan dan Pelatihan Badan
POM. Implementasi Sistem Pengawasan Obat dan Makanan serta layanan publik
oleh Badan POM dimantapkan dengan meningkatkan kapasitas menajemen
dengan mutu penyelenggaraan kepemerintahan yang efektif dan efisien. Untuk itu
dilakukan penerapan standar reformasi birokrasi dan tata kelola pemerintahan
yang baik secara menyeluruh dan konsisten.
2.6.4 Memantapkan Jejaring Lintas Sektor dan Memberdayakan Masyarakat
untuk Berperan Aktif dalam Pengawasan Obat dan Makanan
Pengawasan Obat dan Makanan lebih diperkuat dengan memantapkan
jejaring kerjasama lintas sektor terkait di dalam negeri dan kerjasama bilateral
maupun multilateral dengan berbagai institusi di luar negeri. Melalui Komunikasi,
Informasi dan Edukasi (KIE) dilakukan pemberdayaan kepada masyarakat luas
agar mampu mencegah dan melindungi diri sendiri dari penggunaan Obat dan
Makanan yang berisiko terhadap kesehatan, mencakup antara lain:
a. Berfungsinya jaringan lintas sektor yang aktif dalam pengawasan obat dan
makanan sampai ke tingkat Kabupaten/Kota.
b. Berfungsinya kerja sama nasional dan internasional dalam pengawasan obat
dan makanan.
c. Berfungsinya jaringan lintas sektor dalam pengembangan, pengawasan dan
konservasi tanaman obat.
Laporan praktek..., Fitria Alya, FMIPA UI, 2011
9
Universitas Indonesia
2.7 Target Kinerja
Adapun target kinerja Badan POM dalam melaksanakan tugas dan
fungsinya (Badan POM RI, 2011), yaitu:
a. Terkendalinya penyaluran produk terapetik dan NAPZA.
b. Terkendalinya mutu, keamanan dan khasiat/kemanfaatan produk obat dan
makanan termasuk klaim pada label dan iklan di peredaran.
c. Tercegahnya risiko penggunaan bahan kimia berbahaya sebagai akibat
pengelolaan yang tidak memenuhi syarat.
d. Penurunan kasus pencemaran pangan.
e. Peningkatan kapasitas organisasi yang didukung dengan kompetensi dan
keterampilan personil yang memadai.
f. Terwujudnya komunikasi yang efektif dan saling menghargai antar sesama
dan pihak terkait.
2.8 Struktur Organisasi
Berdasarkan Keputusan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan
No.02001/SK/Ka Badan POM Tahun 2001 tentang Organisasi dan Tata Kerja
Badan POM, Struktur organisasi Badan POM (Lampiran 1), yaitu:
2.8.1 Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan
Kepala Badan mempunyai tugas:
a. Memimpin Badan POM sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang
berlaku.
b. Menyiapkan kebijakan nasional dan umum sesuai dengan tugas Badan POM.
c. Menetapkan kebijakan teknis pelaksanaan tugas Badan POM yang menjadi
tanggung jawabnya.
d. Membina dan melaksanakan kerjasama dengan instansi dan organisasi lain.
2.8.2 Sekretariat Utama
Sekretariat Utama mempunyai tugas mengkoordinasikan perencanaan,
pembinaan, pengendalian terhadap program, administrasi dan sumber daya di
lingkungan Badan POM.
Laporan praktek..., Fitria Alya, FMIPA UI, 2011
10
Universitas Indonesia
Sekretariat Utama menyelenggarakan fungsi (Badan POM RI, 2001):
a. Pengkoordinasian, sinkronisasi dan integrasi perencanaan, penganggaran,
penyusunan laporan, pengembangan pegawai termasuk pendidikan dan
pelatihan serta perumusan kebijakan teknis di lingkungan Badan POM.
b. Pengkoordinasian, sinkronisasi dan integrasi penyusunan peraturan
perundang-undangan, kerjasama luar negeri, hubungan antar lembaga,
kemasyarakatan dan bantuan hukum yang terkait dengan tugas Badan POM.
c. Pembinaan dan pelayanan administrasi ketatausahaan, organisasi dan tata
laksana, kepegawaian, keuangan, kearsipan, perlengkapan dan rumah tangga.
d. Pembinaan dan pengendalian terhadap pelaksanaan kegiatan pusat-pusat dan
unit-unit pelaksana teknis di lingkungan Badan POM.
e. Pengkoordinasian administrasi pelaksanaan tugas Deputi di lingkungan Badan
POM.
f. Pelaksanaan tugas lain yang ditetapkan oleh Kepala Badan POM, sesuai
dengan bidang tugasnya.
Sekretariat Utama terdiri dari:
a. Biro Perencanaan dan Keuangan.
Biro perencanaan dan keuangan mempunyai tugas melaksanakan koordinasi
perumusan rencana strategis dan pengembangan organisasi, penyusunan program
dan anggaran, keuangan serta evaluasi dan pelaporan.
b. Biro Kerjasama Luar Negeri
Biro kerja sama luar negeri mempunyai tugas melaksanakan koordinasi
kegiatan kerja sama internasional yang berkaitan dengan tugas BPOM.
c. Biro Hukum dan Hubungan Masyarakat.
Biro hukum dan hubungan masyarakat mempunyai tugas melaksanakan
koordinasi kegiatan penyusunan rancangan peraturan perudang-undangan,
bantuan hukum, layanan pengaduan konsumen dan hubungan masyarakat.
d. Biro Umum.
Biro umum mempunyai tugas melaksanakan koordinasi urusan ketatausahaan
pimpinan, administrasi pegawai, pengembangan pegawai, keuangan serta
perlengkapan dan kerumahtanggaan.
Laporan praktek..., Fitria Alya, FMIPA UI, 2011
11
Universitas Indonesia
Sekretariat Utama Badan POM secara administrasi membina pelaksanaan
tugas sehari-hari dari Pusat Pengujian Obat dan Makanan Nasional, Pusat
Penyidikan Obat dan Makanan, Pusat Riset Obat dan Makanan dan Pusat
Informasi Obat dan Makanan.
2.8.3 Deputi Bidang Pengawasan Produk Terapetik dan Narkotika,
Psikotropika dan Zat Adiktif (NAPZA).
Deputi Bidang Pengawasan Produk Terapetik dan Narkotika, Psikotropik
dan Zat Adiktif mempunyai tugas melaksanakan perumusan kebijakan di bidang
pengawasan produk Terapetik dan Narkotika, Psikotropik dan Zat Adiktif. Dalam
melaksanakan tugasnya tersebut, deputi ini menyelenggarakan fungsi (Badan
POM RI, 2001):
a. Pengkajian dan penyusunan kebijakan nasional dan kebijakan umum di bidang
pengawasan produk terapetik dan narkotika, psikotropika dan zat adiktif.
b. Penyusunan rencana pengawasan produk terapetik dan narkotika, psikotropika
dan zat adiktif.
c. Perumusan kebijakan teknis, penetapan pedoman, standar, kriteria dan
prosedur, pengendalian pelaksanaan kebijakan teknis, pemantauan, pemberian
bimbingan di bidang penilaian obat dan produk biologi.
d. Perumusan kebijakan teknis, penetapan pedoman, standar, kriteria dan
prosedur, pengendalian pelaksanaan kebijakan teknis, pemantauan, pemberian
bimbingan di bidang standardisasi produk terapetik.
e. Perumusan kebijakan teknis, penetapan pedoman, standar, kriteria dan
prosedur, pengendalian pelaksanaan kebijakan teknis, pemantauan, pemberian
bimbingan di bidang inspeksi dan sertifikasi produk terapetik.
f. Perumusan kebijakan teknis, penetapan pedoman, standar dan prosedur,
pengendalian pelaksanaan kebijakan teknis, pemantauan, pemberian
bimbingan di bidang pengawasan distribusi produk terapetik dan perbekalan
kesehatan rumah tangga.
g. Perumusan kebijakan teknis, penetapan pedoman, standar, kriteria dan
prosedur, pengendalian pelaksanaan kebijakan teknis, pemantauan, pemberian
bimbingan di bidang pengawasan narkotika, psikotropika dan zat adiktif lain.
Laporan praktek..., Fitria Alya, FMIPA UI, 2011
12
Universitas Indonesia
h. Koordinasi kegiatan fungsional pelaksanaan kebijakan di bidang pengawasan
produk terapetik, narkotika, psikotropika dan zat adiktif.
i. Evaluasi pelaksanaan kebijakan teknis pengawasan produk terapetik,
narkotika, psikotropika dan zat adiktif.
Deputi Bidang Pengawasan Produk Terapetik dan Narkotika, Psikotropik
dan Zat Adiktif terdiri dari (Badan POM RI, 2001):
a. Direktorat Penilaian Obat dan Produk Biologi.
b. Direktorat Standardisasi Produk Terapetik dan PKRT.
c. Direktorat Pengawasan Produksi Produk Terapetik dan PKRT.
d. Direktorat Pengawasan Distribusi Produk Terapetik dan PKRT.
e. Direktorat Pengawasan Narkotik, Psikotropika, dan Zat Adiktif.
2.8.4 Deputi Bidang Pengawasan Obat Tradisional, Kosmetika dan Produk
Komplemen.
Deputi Bidang Pengawasan Obat Tradisional, Kosmetika dan Produk
Komplemen mempunyai tugas melaksanakan perumusan kebijakan di bidang
pengawasan obat tradisional, kosmetik dan produk komplemen. Dalam
melaksanakan tugasnya tersebut, deputi ini menyelenggarakan fungsi
(Badan POM RI, 2001):
a. Pengkajian dan penyusunan kebijakan nasional dan kebijakan umum di bidang
pengawasan obat tradisional, kosmetika dan produk komplemen.
b. Penyusunan rencana pengawasan obat tradisional, kosmetika dan produk
komplemen.
c. Perumusan kebijakan teknis, penetapan pedoman, standar, kriteria dan
prosedur, pengendalian pelaksanaan kebijakan teknis, pemantauan, pemberian
bimbingan di bidang penilaian obat tradisional, kosmetika dan produk
komplemen.
d. Perumusan kebijakan teknis, penetapan pedoman, standar, kriteria dan
prosedur, pengendalian pelaksanaan kebijakan teknis, pemantauan, pemberian
bimbingan di bidang pengaturan dan standardisasi obat tradisional, kosmetika
dan produk komplemen.
Laporan praktek..., Fitria Alya, FMIPA UI, 2011
13
Universitas Indonesia
e. Perumusan kebijakan teknis, penetapan pedoman, standar, kriteria dan
prosedur, pengendalian pelaksanaan kebijakan teknis, pemantauan, pemberian
bimbingan di bidang inspeksi dan sertifikasi obat tradisional, kosmetika dan
produk komplemen.
f. Perumusan kebijakan teknis, penetapan pedoman, standar, kriteria dan
prosedur, pengendalian pelaksanaan kebijakan teknis, pemantauan, pemberian
bimbingan di bidang Obat Asli Indonesia (OAI).
g. Pengawasan obat tradisional, kosmetika dan produk komplemen.
h. Koordinasi kegiatan fungsional pelaksanaan kebijakan di bidang pengawasan
obat tradisional, kosmetika dan produk komplemen.
i. Evaluasi pelaksanaan kebijakan teknis pengawasan obat tradisional, kosmetika
dan produk komplemen.
j. Pelaksanaan tugas lain yang ditetapkan oleh Kepala Badan POM, sesuai
dengan bidang tugasnya.
Deputi Bidang Pengawasan Obat Tradisional, Kosmetik dan Produk
Komplemen terdiri dari (Badan POM RI, 2001):
a. Direktorat Penilaian Obat Tradisional, Suplemen Makanan dan Kosmetik.
b. Direktorat Standardisasi Obat Tradisional, Kosmetik dan Produk
Komplemen.
c. Direktorat Inspeksi dan Sertifikasi Obat Tradisional, Kosmetik dan Produk
Komplemen.
d. Direktorat Obat Asli Indonesia.
2.8.5 Deputi Bidang Pengawasan Keamanan Pangan dan Bahan Berbahaya.
Deputi Bidang Pengawasan Keamanan Pangan dan Bahan Berbahaya
mempunyai tugas melaksanakan perumusan kebijakan di bidang pengawasan
keamanan pangan dan bahan berbahaya. Dalam melaksanakan tugasnya tersebut,
Deputi ini menyelenggarakan fungsi (Badan POM RI, 2001):
a. Pengkajian dan penyusunan kebijakan nasional dan kebijakan umum di bidang
pengawasan keamanan pangan dan bahan berbahaya.
b. Penyusunan rencana pengawasan keamanan pangan dan bahan berbahaya.
Laporan praktek..., Fitria Alya, FMIPA UI, 2011
14
Universitas Indonesia
c. Perumusan kebijakan teknis, penetapan pedoman, standar, kriteria dan
prosedur, pengendalian pelaksanaan kebijakan teknis, pemantauan, pemberian
bimbingan di bidang penilaian keamanan pangan.
d. Perumusan kebijakan teknis, penetapan pedoman, standar, kriteria dan
prosedur, pengendalian pelaksanaan kebijakan teknis, pemantauan, pemberian
bimbingan di bidang standardisasi produk pangan.
e. Perumusan kebijakan teknis, penetapan pedoman, standar, kriteria dan
prosedur, pengendalian pelaksanaan kebijakan teknis, pemantauan, pemberian
bimbingan di bidang inspeksi dan sertifikasi pangan.
f. Perumusan kebijakan teknis, penetapan pedoman, standar, kriteria dan
prosedur, pengendalian pelaksanaan kebijakan teknis, pemantauan, pemberian
bimbingan di bidang surveilan dan penyuluhan keamanan pangan.
g. Pengawasan keamanan pangan dan bahan berbahaya.
h. Koordinasi kegiatan fungsional pelaksanaan kebijakan di bidang pengawasan
keamanan pangan dan bahan berbahaya.
i. Evaluasi pelaksanaan kebijakan teknis pengawasan keamanan pangan dan
bahan berbahaya.
j. Pelaksanaan tugas lain yang ditetapkan oleh Kepala Badan POM, sesuai
dengan bidang tugasnya.
Deputi Bidang Pengawasan Keamanan Pangan dan Bahan Berbahaya
terdiri dari (Badan POM RI, 2001):
a. Direktorat Penilaian Keamanan Pangan.
b. Direktorat Standardisasi Produk Pangan.
c. Direktorat Inspeksi dan Sertifikasi Pangan.
d. Direktorat Surveilan dan Penyuluhan Keamanan Pangan.
e. Direktorat Pengawasan Produk dan Bahan Berbahaya.
2.8.6 Inspektorat
Inspektorat dipimpin oleh inspektur yang berada di bawah dan
bertanggung jawab kepada Kepala Badan POM. Dalam pelaksanaan tugas
Inspektorat dibina oleh Sekretariat Utama. Inspektorat bertugas melaksanakan
Laporan praktek..., Fitria Alya, FMIPA UI, 2011
15
Universitas Indonesia
pengawasan fungsional di lingkungan Badan POM. Inspektorat terdiri dari
Kelompok Jabatan Fungsional dan Subbagian Tata Usaha (Badan POM RI, 2001).
2.8.7 Pusat Pengujian Obat dan Makanan Nasional (PPOMN)
Pusat Pengujian Obat dan Makanan Nasional adalah unsur pelaksana tugas
Badan POM RI yang berada dibawah dan bertanggung jawab kepada Kepala
Badan POM RI. Dalam melaksanakan tugas, secara teknis dibina oleh Deputi dan
secara administrasi dibina oleh Sekretariat Utama. Pusat Pengujian Obat dan
Makanan Nasional dipimpin oleh seorang Kepala dan bertugas melakukan
pemeriksaan secara laboratorium, pengujian dan penilaian mutu produk terapetik,
narkotika, psikotropika dan zat adiktif lain, alat kesehatan, obat tradisional,
kosmetik, produk komplemen, pangan dan bahan berbahaya sesuai dengan
peraturan perundang-undangan yang berlaku serta melaksanakan pembinaan mutu
laboratorium pengawasan obat dan makanan (Badan POM RI, 2001).
2.8.8 Pusat Penyidikan Obat dan Makanan
Pusat Penyidikan Obat dan Makanan adalah unsur pelaksana tugas Badan
POM RI yang berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Kepala Badan
POM RI. Dalam melaksanakan tugas, secara teknis dibina oleh deputi dan secara
administrasi dibina oleh Sekretariat Utama. Pusat Penyidikan Obat dan Makanan
dipimpin oleh seorang kepala dan bertugas melaksanakan kegiatan penyidikan
dan penyelidikan terhadap perbuatan melawan hukum di bidang produk terapetik,
narkotika, psikotropika dan zat adiktif, obat tradisional, kosmetik dan produk
komplemen dan makanan serta produk sejenis lainnya (Badan POM RI, 2001).
Pusat Penyidikan Obat dan Makanan terdiri dari Bidang Penyidikan
Produk Terapetik dan Obat Tradisional; Bidang Penyidikan Makanan; Bidang
Penyidikan Narkotika dan Psikotropika; Kelompok Jabatan Fungsional; dan
Subbagian Tata Usaha (Badan POM RI, 2001).
Laporan praktek..., Fitria Alya, FMIPA UI, 2011
16
Universitas Indonesia
2.8.9 Pusat Riset Obat dan Makanan
Pusat Riset Obat dan Makanan adalah unsur pelaksana tugas Badan POM
RI yang berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Kepala Badan POM RI.
Dalam melaksanakan tugas, secara teknis dibina oleh Deputi dan secara
administrasi dibina oleh Sekretariat Utama. Pusat Riset Obat dan Makanan
dipimpin oleh seorang Kepala dan bertugas melaksanakan kegiatan di bidang
toksikologi, keamanan pangan dan produk terapetik. Pusat Riset Obat dan
Makanan terdiri dari 3 bidang yaitu: Bidang Toksikologi; Bidang Keamanan
Pangan; Bidang Produk Terapetik; Kelompok Jabatan Fungsional; dan Subbagian
Tata Usaha (Badan POM RI, 2001).
2.8.10 Pusat Informasi Obat dan Makanan
Pusat Informasi Obat dan Makanan adalah unsur pelaksana tugas Badan
POM RI yang berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Kepala Badan
POM RI. Dalam pelaksanaan tugas sehari-hari, secara teknis dibina oleh deputi
dan secara administrasi dibina oleh Sekretariat Utama. Pusat Informasi Obat dan
Makanan dipimpin oleh seorang Kepala dan bertugas melaksanakan kegiatan di
bidang pelayanan informasi obat dan makanan, informasi keracunan dan
koordinasi kegiatan teknologi informasi. Pusat Informasi Obat dan Makanan
terdiri dari Bidang Informasi Obat; Bidang Informasi Keracunan; Bidang
Teknologi Informasi; Kelompok Jabatan Fungsional; dan Subbagian Tata Usaha
(Badan POM RI, 2001).
2.8.11 Unit Pelaksana Teknis
Unit Pelaksana Teknis bertugas melaksanakan tugas dan fungsi
pengawasan obat dan makanan di wilayah kerjanya, diatur dengan Keputusan
Kepala Badan POM setelah mendapat persetujuan tertulis dari Menteri yang
bertanggung jawab di bidang pendayagunaan aparatur negara (Badan POM RI,
2001).
2.8.12 Kelompok Jabatan Fungsional
Kelompok jabatan fungsional bertugas melakukan kegiatan sesuai dengan
jabatan fungsional masing-masing berdasarkan peraturan perundang-undangan
yang berlaku. Kelompok jabatan fungsional terdiri dari berbagai jabatan
Laporan praktek..., Fitria Alya, FMIPA UI, 2011
17
Universitas Indonesia
fungsional Pengawas Farmasi dan Makanan, Penyidik Pegawai Negeri Sipil dan
jabatan fungsional lain sesuai dengan bidang keahliannya. Masing-masing
kelompok jabatan fungsional dikoordinasikan oleh seorang tenaga fungsional
senior yang ditunjuk oleh Sekertariat Utama. Jumlah tenaga fungsional
sebagaimana dimaksud, ditentukan berdasarkan kebutuhan dan beban kerja.
Jenis dan jenjang jabatan fungsional, diatur berdasarkan peraturan perundang-
undangan yang berlaku (Badan POM RI, 2001).
.
Laporan praktek..., Fitria Alya, FMIPA UI, 2011
18 Universitas Indonesia
BAB 3
TINJAUAN KHUSUS
DIREKTORAT STANDARDISASI
OBAT TRADISIONAL, KOSMETIK DAN PRODUK KOMPLEMEN
3.1 Tugas Pokok dan Fungsi.
Adapun Tugas Pokok Direktorat Standardisasi Obat Tradisional, Kosmetik
dan Produk Komplemen (Badan POM RI, 2010b), yaitu:
3.1.1 Tugas Pokok
Direktorat Standardisasi Obat Tradisional, Kosmetik dan Produk
Komplemen mempunyai tugas penyiapan perumusan kebijakan, penyusunan
pedoman, standar, kriteria dan prosedur, serta pelaksanaan pengendalian,
bimbingan teknis dan evaluasi di bidang pengendalian dan standardisasi obat
tradisional, kosmetik dan produk komplemen.
3.1.2 Fungsi
Direktorat Standardisasi Obat Tradisional, Kosmetik dan Produk
Komplemen menyelenggarakan fungsi:
a. Penyiapan bahan perumusan kebijakan teknis, penyusunan pedoman, standar,
kriteria dan prosedur, serta pelaksanaan pengendalian, pemantauan, pemberian
bimbingan dan pembinaan di bidang pengaturan dan standardisasi Produk I.
b. Penyiapan bahan perumusan kebijakan teknis, penyusunan pedoman, standar,
kriteria dan prosedur, serta pelaksanaan pengendalian, pemantauan, pemberian
bimbingan dan pembinaan di bidang pengaturan dan standardisasi Produk II.
c. Penyiapan bahan perumusan kebijakan teknis, penyusunan pedoman, standar,
kriteria dan prosedur, serta pelaksanaan pengendalian, pemantauan, pemberian
bimbingan dan pembinaan di bidang pengaturan dan standardisasi sarana
produksi obat tradisional, kosmetik dan produk komplemen.
d. Penyusunan rencana dan program standardisasi obat tradisional, kosmetik dan
produk komplemen.
e. Koordinasi kegiatan fungsional pelaksanaan kebijakan teknis di bidang
pengaturan dan standardisasi obat tradisional, kosmetik dan produk
komplemen.
Laporan praktek..., Fitria Alya, FMIPA UI, 2011
19
Universitas Indonesia
f. Evaluasi dan penyusunan laporan di bidang pengaturan dan standardisasi obat
tradisional, kosmetik dan produk komplemen.
g. Pelaksanaan tugas lain sesuai dengan kebijakan yang ditetapkan oleh Deputi
Bidang Pengawasan Obat Tradisional, Kosmetik dan Produk Komplemen.
3.2 Susunan Organisasi
Struktur Organisasi Direktorat Standardisasi Obat Tradisional, Kosmetik
dan Produk Komplemen dapat dilihat dalam Lampiran 2 (Badan POM RI,
2010b).
3.2.1 Subdirektorat Standardisasi Produk I
Subdirektorat Standardisasi Produk I mempunyai tugas melaksanakan
penyiapan bahan perumusan kebijakan teknis, penyusunan pedoman, standar,
kriteria dan prosedur, evaluasi dan pelaksanaan pengaturan dan standardisasi
Produk I. Subdirektorat Standardisasi Produk I menyelenggarakan fungsi:
a. Penyusunan rencana dan program standardisasi Produk I.
b. Pelaksanaan penyiapan bahan perumusan kebijakan teknis, penyusunan
pedoman, standar, kriteria dan prosedur, serta pelaksanaan pengaturan dan
standardisasi obat tradisional dan suplemen makanan.
c. Pelaksanaan penyiapan bahan perumusan kebijakan teknis, penyusunan
pedoman, standar, kriteria dan prosedur, serta pelaksanaan pengaturan dan
standardisasi sediaan galenik.
d. Evaluasi dan penyusunan laporan standardisasi Produk I.
e. Pelaksanaan urusan tata operasional di lingkungan Direktorat Standardisasi
Obat Tradisional, Kosmetik dan Produk Komplemen.
Subdirektorat Standardisasi Produk I terdiri dari:
a. Seksi Standardisasi Obat Tradisional dan Suplemen Makanan
Seksi Standardisasi Obat Tradisional dan Suplemen Makanan mempunyai
tugas menyiapkan bahan perumusan kebijakan teknis, penyusunan rencana dan
program, penyusunan pedoman, standar, kriteria dan prosedur, evaluasi dan
penyusunan laporan, serta melakukan pengaturan dan standardisasi obat
tradisional dan suplemen makanan.
Laporan praktek..., Fitria Alya, FMIPA UI, 2011
20
Universitas Indonesia
b. Seksi Standardisasi Sediaan Galenik
Seksi Standardisasi Sediaan Galenik mempunyai tugas menyiapkan bahan
perumusan kebijakan teknis, penyusunan rencana dan program, penyusunan
pedoman, standar, kriteria dan prosedur, evaluasi dan penyusunan laporan, serta
melakukan pengaturan dan standardisasi sediaan galenik.
c. Seksi Tata Operasional
Seksi Tata Operasional mempunyai tugas melakukan urusan tata operasional
di lingkungan Direktorat Standardisasi Obat Tradisional, Kosmetik dan Produk
Komplemen.
3.2.2 Subdirektorat Standardisasi Produk II
Subdirektorat Standardisasi Produk II mempunyai tugas melaksanakan
penyiapan bahan perumusan kebijakan teknis, penyusunan pedoman, standar,
kriteria dan prosedur, evaluasi dan pelaksanaan pengaturan dan standardisasi
Produk II. Subdirektorat Standardisasi Produk II menyelenggarakan fungsi
(Badan POM RI, 2010b):
a. Penyusunan rencana dan program standardisasi Produk II.
b. Pelaksanaan penyiapan bahan perumusan kebijakan teknis, penyusunan
pedoman, standar, kriteria dan prosedur, serta pelaksanaan pengaturan dan
standardisasi bahan kosmetik.
c. Pelaksanaan penyiapan bahan perumusan kebijakan teknis, penyusunan
pedoman, standar, kriteria dan prosedur, serta pelaksanaan pengaturan dan
standardisasi kosmetik.
d. Evaluasi dan penyusunan laporan standardisasi Produk II.
Subdirektorat Standardisasi Produk II terdiri dari:
a. Seksi Standardisasi Bahan Kosmetik
Seksi Standardisasi Bahan Kosmetik mempunyai tugas menyiapkan bahan
perumusan kebijakan teknis, penyusunan rencana dan program, penyusunan
pedoman, standar, kriteria dan prosedur, evaluasi dan penyusunan laporan, serta
melakukan pengaturan dan standardisasi bahan kosmetik
Laporan praktek..., Fitria Alya, FMIPA UI, 2011
21
Universitas Indonesia
b. Seksi Standardisasi Kosmetik
Seksi Standardisasi Kosmetik mempunyai tugas menyiapkan bahan
perumusan kebijakan teknis, penyusunan rencana dan program, penyusunan
pedoman, standar, kriteria dan prosedur, evaluasi dan penyusunan laporan, serta
melakukan pengaturan dan standardisasi kosmetik.
3.2.3 Subdirektorat Standardisasi Sarana Produksi
Subdirektorat Standardisasi Sarana Produksi mempunyai tugas
melaksanakan penyiapan bahan perumusan kebijakan teknis, penyusunan
pedoman, standar, kriteria dan prosedur, evaluasi dan pelaksanaan pengaturan dan
standardisasi sarana produksi. Subdirektorat Standardisasi Sarana Produksi
menyelenggarakan fungsi (Badan POM RI, 2010b):
a. Penyusunan rencana dan program standardisasi sarana produksi obat
tradisional, kosmetik dan produk komplemen.
b. Pelaksanaan penyiapan bahan perumusan kebijakan teknis, penyusunan
pedoman, standar, kriteria dan prosedur, serta pelaksanaan pengaturan dan
standardisasi sarana produksi obat tradisional dan suplemen makanan.
c. Pelaksanaan penyiapan bahan perumusan kebijakan teknis, penyusunan
pedoman, standar, kriteria dan prosedur, serta pelaksanaan pengaturan dan
standardisasi sarana produksi kosmetik.
d. Evaluasi dan penyusunan laporan standardisasi sarana produksi obat
tradisional, kosmetik dan produk komplemen.
Subdirektorat Standardisasi Sarana Produksi terdiri dari:
a. Seksi Standardisasi Sarana Produksi Obat Tradisional dan Suplemen
Makanan.
Seksi Standardisasi Sarana Produksi Obat Tradisional dan Suplemen Makanan
mempunyai tugas menyiapkan bahan perumusan kebijakan teknis, penyusunan
rencana dan program, penyusunan pedoman, standar, kriteria dan prosedur,
evaluasi dan penyusunan laporan, serta melakukan pengaturan dan standardisasi
sarana produksi obat tradisional dan suplemen makanan.
Laporan praktek..., Fitria Alya, FMIPA UI, 2011
22
Universitas Indonesia
b. Seksi Standardisasi Sarana Produksi Kosmetik.
Seksi Standardisasi Sarana Produksi Kosmetik mempunyai tugas menyiapkan
bahan perumusan kebijakan teknis, penyusunan rencana dan program, penyusunan
pedoman, standar, kriteria dan prosedur, evaluasi dan penyusunan laporan, serta
melakukan pengaturan dan standardisasi sarana produksi kosmetik.
Laporan praktek..., Fitria Alya, FMIPA UI, 2011
Universitas Indonesia
23
BAB 4
PELAKSANAAN PKPA
Program Kerja Profesi Apoteker dilaksanakan di Badan POM RI dimulai
dari tanggal 4 Juli sampai 29 Juli 2011. Pada tanggal 4 Juli sampai 6 juli 2011
dimulai dengan pembukaan oleh Sekretaris Utama Badan POM, serta pembekalan
dan pengarahan dari masing-masing Direktorat. Setelah itu, diberikan kesempatan
untuk lebih memahami salah satu Direktorat pada Kedeputian II, yaitu Direktorat
Standardisasi Obat Tradisional, Kosmetik dan Produk Komplemen yang
dilaksanakan pada tanggal 7 Juli sampai 22 Juli 2011. Pada tanggal 25 Juli
sampai 26 Juli 2011 dilakukan presentasi hasil praktek kerja di Direktorat
Standardisasi Obat Tradisional, Kosmetik dan Produk Komplemen kepada seluruh
peserta PKPA di Badan POM, tanggal 26 Juli sampai 29 Juli 2011 dilakukan
finishing laporan.
Adapun jenis kegiatan yang dilaksanakan pada Direktorat Standardisasi
Obat Tradisional, Kosmetik dan Produk komplemen, yaitu:
4.1 Memahami Struktur Organisasi
Struktur organisasi Badan POM, Deputi Bidang Pengawasan Obat
Tradisional, Kosmetik dan Produk Komplemen dan Direktorat Standardisasi Obat
Tradisional, Kosmetik dan Produk Komplemen (Lampiran 1,2 dan 3), sesuai
dengan dasar hukum Keputusan Kepala Badan Pengawasan Obat dan Makanan
Nomor: 02001/SK/BPOM tanggal 26 Februari 2001 pasal 166 tentang Organisasi
dan Tata Kerja Badan Pengawasan Obat dan Makanan.
Direktorat Standardisasi Obat Tradisional, Kosmetik dan Produk
Komplemen merupakan bagian dari Deputi II yang memiliki 3 Subdirektorat
yaitu:
a. Subdirektorat Standardisasi Produk I mengenai Produk Obat Tradisional dan
Suplemen Makanan.
b. Subdirektorat Standardisasi Produk II mengenai Produk Kosmetik.
c. Subdirektorat Standardisasi Sarana Produksi, yang meliputi Sarana Produksi
Obat Tradisional, Kosmetik dan Produk Komplemen.
Laporan praktek..., Fitria Alya, FMIPA UI, 2011
24
Universitas Indonesia
4.2 Memahami mekanisme pembuatan peraturan/ pedoman/
Tahapan Pembuatan peraturan/pedoman/standar pada Direktorat
Standardisasi Obat Tradisional, Kosmetik dan Produk Komplemen mulai
direncanakan sampai disahkan, yaitu:
a. Perencanaan
Peraturan/pedoman/standar direncanakan berdasarkan adanya kebutuhan
mengenai regulasi.
b. Pengkajian dan Pembahasan
Melalui perintah Direktur, dilakukan analisa kebutuhan regulasi sesuai dengan
perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, kemudian dilakukan
pengkajian berdasarkan literatur, dan pustaka serta dari berbagai peraturan-
peraturan di negara lain yang sesuai, selanjutnya dibahas dan dilakukan
pengkajian secara internal. Hasil dari pengkajian tersebut kemudian didapat
draf peraturan/pedoman/standar dan akan dilakukan pembahasan bersama
yang berjenjang dengan melibatkan unit internal dan unit eksternal yang
terkait untuk mendapatkan masukan serta menyamakan persepsi. Draf
peraturan tersebut akan disounding kepada stakeholder yang terkait baik
internal maupun eksterna untuk dilakukan pembahasan kembali,
c. Pengesahan
Draf yang sudah disepakati selanjutnya dilegalisasi oleh Biro Hukum dan
Humas dan diajukan ke Kepala Badan POM melalui Sekretaris Utama,
kemudian terhadap peraturan yang telah ditandatangani oleh Kepala Badan
dilakukan sosialisasi kepada stakeholder dan di upload ke website Badan
POM. Mekanisme pembuatan peraturan Menteri Kesehatan sama dengan jalur
peraturan Kepala Badan akan tetapi ada tahapan lanjutan. Draf yang telah
diajukan dan disetujui oleh kepada Kepala Badan selanjutnya diajukan kepada
Menteri Kesehatan untuk mendapatkan pengesahan. Peraturan yang telah
disahkan tersebut dikirimkan kepada Kementerian Hukum dan HAM untuk
diundangkan serta dimasukkan sebagai Lembaran Negara RI.
Laporan praktek..., Fitria Alya, FMIPA UI, 2011
25
Universitas Indonesia
4.3 Memahami Tahapan Penetapan Standardisasi Simplisia dan Ekstrak
Selama di Direktorat Standardisasi Obat Tradisional, Kosmetik dan
Produk Komplemen juga diberi kesempatan untuk memahami suatu proses
kegiatan pengadaan jasa khususnya kegiatan yang melibatkan tim ahli untuk
melakukan kajian terhadap pemenuhan persyaratan mutu ekstrak dan simplisia
suatu tumbuhan obat. Tahapan yang dilakukan dalam penetapan standardisasi
simplisia dan ekstrak adalah sebagai berikut:
a. Sumber dalam penyusunan standardisasi simplisia dan ekstrak adalah
peraturan yang ada dan masalah yang berkaitan dengan mutu, keamanan dan
kemanfaatan simplisia dan ekstrak.
b. Proses penyusunan standardisasi simplisia dan ekstrak berawal dari pemilihan
prioritas tanaman obat oleh tim penyusun. Tanaman obat yang akan
ditentukan persyaratan mutunya baik dalam bentuk ekstrak maupun simplisia
tumbuhan obat, yaitu tumbuhan asli Indonesia, mudah diperoleh, khasiatnya
digunakan secara turun temurun oleh masyarakat Indonesia.
c. Tumbuhan terpilih tersebut kemudian diteliti oleh tim peneliti melalui
kerjasama dengan pihak luar yang berasal dari perguruan tinggi dan lembaga
penelitian. Tim peneliti dipilih menggunakan sistem tender dengan
persyaratan mempunyai kualitas dan kelengkapan laboratorium, serta
kemampuan sumber daya manusia untuk melakukan penelitian. Peneliti
melakukan penelitian terhadap parameter simplisia dan ekstrak yang telah
ditetapkan oleh tim penyusun. Hasil penyusunan kemudian dibahas dalam
rapat lintas program bersama pakar-pakar dari perguruan tinggi. Hasil rapat
berupa draft standar simplisia dan ekstrak yang kemudian diajukan kepada
Kepala Badan melalui Biro Hukum dan Humas untuk disetujui dan disahkan
sebagai standar nasional.
d. Standar simplisia yang telah disahkan oleh Kepala Badan disusun menjadi
review Materia Medika Indonesia (MMI) dan untuk standar ekstrak disusun
menjadi Monografi Ekstrak Tanaman Obat yang akan dijadikan panduan
untuk membuat Farmakope Herbal Indonesia (FHI) oleh Kementerian
Kesehatan.
Laporan praktek..., Fitria Alya, FMIPA UI, 2011
26
Universitas Indonesia
4.4 Hal lain yang dapat dipelajari pada Direktorat Standardisasi Obat
Tradisional, Kosmetik dan Produk Komplemen yaitu telah menerbitkan beberapa
peraturan, antara lain:
4.3.1 Bidang Kosmetik
a. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 1175/Menkes/Per/VIII/2010 Tahun
2010 tentang Izin Produksi Kosmetik
b. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 1176/Menkes/Per/VIII/2010 Tahun
2010 tentang Notifikasi Kosmetik.
c. Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Nomor
HK.00.06.4.1745 Tahun 2003 tentang Kosmetik.
d. Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia
Nomor HK.00.05.42.1018 Tahun 2008 tentang Bahan Kosmetik.
e. Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Nomor
HK.03.1.23.12.10.12459 Tahun 2010 tentang Persyaratan Teknis Kosmetik.
f. Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Nomor
HK.00.1.23.12.10.11983 Tahun 2010 tentang Kriteria dan Tata Cara
Pengajuan Notifikasi Kosmetik.
g. Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia
Nomor HK 03.1.23.04.11.03724 Tahun 2011 tentang Pengawasan
Pemasukan Kosmetika.
h. Keputusan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Nomor
HK.00.05.4.3870 Tahun 2003 tentang Pedoman Cara Pembuatan Kosmetik
Yang Baik.
4.3.2 Bidang Obat Tradisional
a. Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Nomor
HK.00.05.41.1384 Tahun 2005 tentang Kriteria dan Tata Laksana
Pendaftaran Obat Tradisional, Obat Herbal Terstandar dan Fitofarmaka.
b. Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Nomor
HK.00.05.4.1380 Tahun 2005 tentang Pedoman Cara Pembuatan Obat
Tradisional yang Baik.
Laporan praktek..., Fitria Alya, FMIPA UI, 2011
27
Universitas Indonesia
c. Keputusan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Nomor
HK.00.05.4.2411 Tahun 2004 tentang Ketentuan Pokok Pengelompokkan
dan Penandaan Obat Bahan Alam Indonesia.
4.3.3 Suplemen Makanan
a. Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan No.HK.00.05.23.3644
Tahun 2005 tentang Ketentuan Pokok Pengawasan Suplemen Makanan.
b. Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan No.HK.00.05.41.1381
Tahun 2005 tentang Tata Laksana Pendaftaran Suplemen Makanan.
Laporan praktek..., Fitria Alya, FMIPA UI, 2011
28 Universitas Indonesia
BAB 5
PEMBAHASAN
Dalam rangka melindungi kepentingan konsumen, kesehatan masyarakat
dan perlindungan kelestarian fungsi lingkungan serta memberikan acuan bagi
pelaku usaha dan membentuk persaingan pasar yang transparan maka diperlukan
suatu standardisasi. Menurut Peraturan Pemerintah Nomor 102 Tahun 2000,
standardisasi adalah suatu proses merumuskan, menetapkan, menerapkan dan
merevisi standar yang dilaksanakan secara tertib dan bekerja sama dengan semua
pihak. Sedangkan standar adalah spesifikasi teknis atau sesuatu yang dibakukan
termasuk tata cara dan metode yang disusun berdasarkan konsensus semua pihak
yang terkait dengan memperhatikan syarat-syarat keselamatan, keamanan,
kesehatan, lingkungan hidup, perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi
serta pengalaman, perkembangan masa kini dan masa yang akan datang untuk
memperoleh manfaat yang sebesar-besarnya (Sekretariat Negara RI, 2000).
Badan POM dalam melakukan proses standardisasi memiliki direktorat
standardisasi pada tiap deputi, antara lain pada Deputi Bidang Pengawasan
Produk Terapetik dan Narkotika, Psikotropika dan Zat Adiktif terdapat Direktorat
Standardisasi Produk Terapetik dan Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga; Deputi
Bidang Pengawasan Obat Tradisional, Kosmetik dan Produk Komplemen terdapat
Direktorat Standardisasi Obat Tradisional, Kosmetik dan Produk Komplemen;
dan Deputi Bidang Pengawasan Keamanan Pangan dan Bahan Berbahaya terdapat
Direktorat Standardisasi Produk Pangan. Setiap direktorat standardisasi memiliki
tugas dan fungsi pokok terkait bidang masing-masing. Tugas pokok Direktorat
Standardisasi Obat Tradisional, Kosmetik dan Produk Komplemen yaitu
penyiapan perumusan kebijakan, penyusunan pedoman, standar, kriteria dan
prosedur serta pelaksanaan pengendalian, bimbingan teknis dan evaluasi di bidang
pengendalian dan standardisasi obat tradisional, kosmetik dan produk komplemen.
Standar yang dibuat oleh Direktorat Standardisasi dapat berupa pembuatan
standar baru atau revisi standar yang sudah ada disesuaikan dengan perkembangan
IPTEK. Standar yang disosialisasikan dalam bentuk surat edaran, buletin,
informasi dalam situs Badan POM di internet. Setiap peraturan dan ketentuan
mengenai standar mutu yang berlaku harus diikuti oleh semua industri yang
Laporan praktek..., Fitria Alya, FMIPA UI, 2011
29
Universitas Indonesia
terlibat, oleh karena itu perlu koordinasi dan kerja sama yang baik antara industri
farmasi 1 dan Badan POM agar dapat bersama-sama menjalankan regulasi yang
telah disepakati atau ditetapkan.
Direktorat Standardisasi Obat Tradisional, Kosmetik dan Produk
Komplemen dalam melaksanakan tugasnya terbagi menjadi 3 Subdirektorat antara
lain Subdirektorat Standardisasi Produk I, Subdirektorat Standardisasi Produk II
dan Subdirektorat Standardisasi Sarana Produksi. Masing-masing Subdirektorat
memiliki program kerja yang berbeda yang mendukung kinerja dari direktorat lain
dalam satu kedeputian maupun kedeputian lainnya.
5.1 Subdirektorat Standardisasi produk I
Peraturan yang telah diterbitkan, diantaranya:
1. Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Nomor
HK.00.05.4.1380 Tahun 2005 tentang Pedoman Cara Pembuatan Obat
Tradisional yang Baik, yang dimaksud dengan Cara Pembuatan Obat
Tradisional yang Baik (CPOTB) meliputi seluruh aspek yang menyangkut
pembuatan obat tradisional yang bertujuan untuk menjamin agar produk yang
dihasilkan senantiasa memenuhi persyaratan mutu yang telah ditentukan
sesuai dengan tujuan penggunaannya. Mutu produk tergantung dari bahan
awal, proses produksi dan pengawasan mutu, bangunan, peralatan dan
personalia yang menangani.
2. Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Nomor
HK.00.05.41.1384 Tahun 2005 tentang Kriteria dan Tata Laksana
Pendaftaran Obat Tradisional, Obat Herbal Terstandar dan Fitofarmaka,
dimana obat tradisional, obat herbal terstandar dan fitofarmaka yang dibuat
dan atau diedarkan di wilayah Indonesia wajib memiliki izin edar dari Kepala
Badan POM dan untuk memperoleh izin edar tersebut harus dilakukan
pendaftaran, terkecuali obat tradisional, obat herbal terstandar dan fitofarmaka
untuk penelitian, obat tradisional impor untuk digunakan sendiri dalam jumlah
terbatas dan yang telah terdaftar serta beredar di negara asal untuk tujuan
pameran dalam jumlah terbatas, obat tradisional tanpa penandaan yang dibuat
Laporan praktek..., Fitria Alya, FMIPA UI, 2011
30
Universitas Indonesia
oleh usaha jamu racikan dan jamu gendong, bahan baku obat tradisional
berupa simplisia dan sediaan galenik.
3. Keputusan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Nomor
HK.00.05.4.2411 Tahun 2004 tentang Ketentuan Pokok Pengelompokkan dan
Penandaan Obat Bahan Alam Indonesia, yang dimaksud dengan Obat Bahan
Alam Indonesia adalah obat bahan alam yang diproduksi di Indonesia.
Berdasarkan cara pembuatan serta jenis klaim penggunaan dan tingkat
pembuktian khasiat, obat bahan alam di Indonesia dikelompokkan menjadi 3
yaitu jamu, obat herbal terstandar dan fitofarmaka.
4. Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Nomor
HK.00.05.23.3644 Tahun 2005 tentang Ketentuan Pokok Pengawasan
Suplemen Makanan. Pengawasan suplemen makanan dilaksanakan melalui
kegiatan, sebagai berikut:
a. Penetapan standar dan persyaratan kemanfaatan, keamanan dan mutu produk
serta standar dan persyaratan sarana produksi dan distribusi.
b. Penilaian kemanfaatan, keamanan, mutu dan penandaan serta analisa
laboratoris
c. Pemberian izin edar
d. Pemberian izin dan sertifikat sarana produksi
e. Pemeriksaan sarana produksi dan distribusi
f. Pengambilan contoh dan pengujian laboratorium serta pemantauan
penandaan/label
g. Penarikan kembali dari peredaran dan pemusnahan
h. Penilaian dan pemantauan promosi termasuk iklan
i. Pemberian bimbingan di bidang produksi dan distribusi
j. Surveilan dan monitoring efek samping
k. Pemberian sanksi administratif
5. Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Nomor
HK.00.05.41.1381 Tahun 2005 tentang Tata Laksana Pendaftaran Suplemen
Makanan. Pendaftaran suplemen makanan dalam negeri ada 3 yaitu: Pendaftar
suplemen makanan tanpa lisensi, Pendaftar suplemen makanan lisensi dan
Pendaftar suplemen makanan kontrak.
Laporan praktek..., Fitria Alya, FMIPA UI, 2011
31
Universitas Indonesia
5.2 Subdirektorat Standardisasi Produk II
Peraturan yang telah diterbitkan, diantaranya:
1. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 1175/Menkes/Per/VIII/2010 Tahun 2010
tentang Izin Produksi Kosmetik. Izin produksi adalah izin yang harus dimiliki
oleh pabrik kosmetika untuk melakukan kegiatan pembuatan kosmetika dan
izin produksi berlaku selama 5 (lima) tahun dan dapat diperpanjang selama
memenuhi ketentuan yang berlaku.
2. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 1176/Menkes/Per/VIII/2010 Tahun 2010
tentang Notifikasi Kosmetik. Notifikasi dilakukan sebelum kosmetika beredar
oleh Pemohon kepada Kepala Badan dan Kosmetika yang dinotifikasi harus
dibuat dengan menerapkan CPKB dan memenuhi persyaratan teknis.
3. Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Nomor
HK.00.06.4.1745 Tahun 2003 tentang Kosmetik. Kosmetik adalah bahan atau
sediaan yang dimaksudkan untuk digunakan pada bagian luar tubuh manusia
(epidermis, rambut, kuku, bibir dan organ genital bagian luar) atau gigi dan
mukosa mulut terutama untuk membersihkan, mewangikan, mengubah
penampilan dan atau memperbaiki bau badan atau melindungi atau
memelihara tubuh pada kondisi baik.
4. Peraturan Kepala Bahan Pengawas Obat dan Makanan Nomor
HK.00.05.42.1018 Tahun 2008 tentang Bahan Kosmetik, dimana bahan
kosmetik adalah bahan atau campuran bahan yang berasal dari alam dan atau
sintetik yang merupakan komponen kosmetik.
5. Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Nomor
HK.03.1.23.12.10.12459 Tahun 2010 tentang Persyaratan Teknis Kosmetik.
Kosmetika yang beredar harus memenuhi persyaratan teknis yang meliputi
keamanan, kemanfaatan, mutu, penandaan dan klaim.
6. Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Nomor
HK.00.1.23.12.10.11983 Tahun 2010 tentang Kriteria dan Tata Cara
Pengajuan Notifikasi Kosmetik. Pemohon yang akan mengajukan permohonan
notifikasi harus mendaftarkan diri kepada Kepala Badan.
Laporan praktek..., Fitria Alya, FMIPA UI, 2011
32
Universitas Indonesia
7. Keputusan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Nomor
HK.00.05.4.3870 Tahun 2003 tentang Pedoman Cara Pembuatan Kosmetik
Yang Baik. Cara Pembuatan Kosmetik yang Baik (CPKB) merupakan salah
satu faktor penting untuk dapat menghasilkan produk kosmetik yang
memenuhi standar mutu dan keamanan.
Dalam pelaksanakan tugas dan fungsinya, Direktorat Standardisasi Obat
Tradisional, Kosmetik dan Produk Komplemen perlu bekerja sama secara optimal
dengan Direktorat lain seperti Direktorat Penilaian Obat Tradisional, Suplemen
Makanan, dan Kosmetik; Direktorat Inspeksi dan Sertifikasi Obat Tradisional,
Kosmetik dan Produk Komplemen; Direktorat Obat Asli Indonesia, PPOMN,
PROM, termasuk dengan pihak luar seperti Perguruan Tinggi dan instansi terkait
lainnya. Berbagai pedoman/standar/peraturan dibuat sesuai dengan kebutuhan dan
harus mudah dipahami dan dapat diterapkan. Pembuatan suatu
peraturan/pedoman/standar membutuhkan waktu yang lama.
Peraturan/pedoman/standar yang dibuat dapat berupa peraturan/pedoman/ standar
baru yang belum pernah ada, atau perubahan terhadap peraturan/pedoman/standar
yang lama karena perkembangan ilmu pengetahuan atau peraturan yang berlaku di
dunia internasional. Peraturan/pedoman/standar perlu diperbaharui secara terus
menerus sehingga peraturan yang dibuat dapat selalu mengikuti perkembangan
ilmu pengetahuan.
Laporan praktek..., Fitria Alya, FMIPA UI, 2011
33 Universitas Indonesia
BAB 6
KESIMPULAN DAN SARAN
6.1 Kesimpulan
Setelah melakukan program Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA) di
Badan POM pada tanggal 4 Juli sampai 29 Juli 2011 di Direktorat Standardisasi
Obat Tradisional, Kosmetik dan Produk Komplemen, dapat disimpulkan bahwa:
a. Badan POM dipimpin oleh seorang kepala Badan POM, membawahi
Sekretariat Utama yang terdiri dari empat biro yaitu Biro Perencanaan dan
Keuangan, Biro Kerjasama Luar Negeri, Biro Hukum dan Humas, dan Biro
Umum; empat pusat yang ada di Badan POM, yaitu Pusat Pengujian Obat dan
Makanan Nasional (PPOMN), Pusat Riset Obat dan Makanan (PROM), Pusat
Penyidikan Obat dan Makanan (PPOM) dan Pusat Informasi Obat dan
Makanan (PIOM); tiga kedeputian meliputi Bidang Pengawasan Produk
Terapetik dan Narkotika, Psikotropika dan Zat Adiktif (Deputi I), Bidang
Pengawasan Obat Tradisional, Kosmetik dan Produk Komplemen (Deputi II)
dan Bidang Pengawasan Keamanan Pangan dan Bahan Berbahaya (Deputi
III); Balai/Balai Besar POM sebagai unit pelaksana teknis di daerah.
b. Badan POM mempunyai tugas melaksanakan pengawasan obat dan makanan
sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Dalam
melaksanakan tugas, Badan POM meyelenggarakan fungsi pengkajian,
penyusunan, pelaksanaan kebijakan tertentu; koordinasi kegiatan fungsional
dalam pelaksaan tugas Badan POM; pemantauan, pemberian bimbingan dan
pembinaan terhadap kegiatan instansi pemerintah; penyelenggaraan
pembinaan dan pelayanan administrasi umum di bidang perencanaan umum,
ketatausahaan, organisasi dan tata laksana, kepegawaian, keuangan, kearsipan,
persandian, perlengkapan dan rumah tangga.
c. Pembuatan peraturan/pedoman/standar dilakukan melalui beberapa tahap,
yaitu perencanaan, pengkajian, pembahasan, sounding, pengesahan, dan
sosialisasi. Pembuatan peraturan/ pedoman/ standar tidak mudah dan
memerlukan waktu atau proses yang lama. Hasil atau output dari Direktorat
Standardisasi Obat Tradisional, Kosmetik dan Produk Komplemen berupa
Laporan praktek..., Fitria Alya, FMIPA UI, 2011
34
Universitas Indonesia
peraturan/pedoman/ standar di bidang Obat Tradisional, Kosmetik dan Produk
Komplemen.
6.2 Saran
a. Diperlukan rencana kegiatan yang jelas dalam rangka pembinaan atau
pelatihan peserta PKPA di Badan POM khususnya di Direktorat Standardisasi
Obat Tradisional, Kosmetik dan Produk Komplemen mengingat PKPA
dilakukan secara periodik.
b. Kerja Praktek yang dilaksanakan selama kurang lebih tiga minggu di Badan
POM sudah cukup baik, diharapkan untuk masa yang akan datang dalam
pelaksanaan Kerja Praktek perlu dilakukan pemutaran atau rolling tempat
yang ada di Badan POM.
Laporan praktek..., Fitria Alya, FMIPA UI, 2011
35 Universitas Indonesia
DAFTAR ACUAN
Badan POM RI. (2001). Keputusan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan
No. 02001/SK/KBPOM tentang Organisasi dan Tata Kerja Badan
Pengawas Obat dan Makanan. Jakarta.
Badan POM RI. (2003a). Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan
Nomor HK.00.06.4.1745 tentang Kosmetik. Jakarta.
Badan POM RI. (2003b). Keputusan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan
No. HK.00.05.4.3870 tentang Pedoman Cara Pembuatan Kosmetik yang
Baik. Jakarta
Badan POM RI. (2004a). Keputusan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan
Nomor HK.00.05.4.2411 tentang Ketentuan Pokok Pengelompokkan dan
Penandaan Obat Bahan Alam Indonesia. Jakarta.
Badan POM RI. (2005a). Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan
No. HK.00.05.4.1380 tentang Pedoman Cara Pembuatan Obat
Tradisional yang Baik. Jakarta.
Badan POM RI. (2005b). Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan
Nomor HK.00.05.41.1384 tentang Kriteria dan Tata Laksana
Pendaftaran Obat Tradisional, Obat Herbal Terstandar dan Fitofarmaka
Jakarta.
Badan POM RI. (2005c). Keputusan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan
RI No. HK.00.05.41.1381 tentang Tata Laksana Pendaftaran Suplemen
Makanan. Jakarta.
Badan POM RI. (2005d). Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan
Nomor HK.00.05.23.3644 tentang Ketentuan Pokok Pengawasan
Suplemen Makanan. Jakarta.
Badan POM RI. (2008). Keputusan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan
RI No.HK.00.05.42.1018 tentang Bahan Kosmetik. Jakarta.
Badan POM RI. (2010a). Keputusan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan
No. HK.04.01.21.11.10.10509 tentang Penetapan Visi dan Misi BPOM.
Jakarta.
Badan POM RI. (2010b). Keputusan Direktur Standardisasi Obat Tradisional,
Kosmetik dan Produk Komplemen No. HK.06.02.42.12.10.570 Tentang
Rencana Strategi Direktorat Standardisasi Obat Tradisional, Kosmetik
dan Produk Komplemen 2010-2014. Jakarta.
Laporan praktek..., Fitria Alya, FMIPA UI, 2011
36
Universitas Indonesia
Badan POM RI. (2010c). Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan
Nomor HK.03.1.23.12.10.12459 tentang Persyaratan Teknis Kosmetik. .
Jakarta.
Badan POM RI. (2010d). Peraturan Menteri Kesehatan Nomor
1175/Menkes/Per/VIII/2010 Tahun 2010 tentang Izin Produksi Kosmetik.
Jakarta.
Badan POM RI. (2011). Profil Badan Pengawas Obat dan Makanan. Juli 21,
2011. http://www.pom.go.id.
Kementrian Kesehatan RI. (2010). Peraturan Menteri Kesehatan Republik
Indonesia No. 1176/MENKES/Per/ VIII/2010 tentang Notifikasi
Kosmetika. Jakarta.
Presiden Republik Indonesia. (2005). Peraturan Presiden Republik Indonesia No.
64 tentang kedudukan Tugas, Fungsi, Kewenangan, Susunan Organisasi
dan Tata Kerja Lembaga Pemerintah Non Departemen. Jakarta.
Sekretariat Negara RI. (2000). Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor
102 Tahun 2000 tentang Standardisasi Nasional. Jakarta.
Laporan praktek..., Fitria Alya, FMIPA UI, 2011
LAMPIRAN
Laporan praktek..., Fitria Alya, FMIPA UI, 2011
37
Lampiran 1. Struktur Organisasi Badan Pengawas Obat dan Makanan
Lampiran 2
Struktur Organisasi Deputi II
Laporan praktek..., Fitria Alya, FMIPA UI, 2011
38
Lampiran 2. Struktur Organisasi Deputi Bidang Pengawasan Obat Tradisional,
Kosmetik dan Produk Komplemen
Laporan praktek..., Fitria Alya, FMIPA UI, 2011
39
Lampiran 3. Struktur Organisasi Direktorat Standardisasi Obat Tradisional, Kosmetik
dan Produk Komplemen
Direktorat Standardisasi Obat
Tradisional, Kosmetik Dan
Produk Komplemen
(Drs. Hary Wahyu T, Apt)
Subdit. Standardisasi
Produk I
(Dra. Sri Hariyati, M.Sc)
Subdit. Standardisasi
Produk II
(Dra. Kenik Sintawati, Apt)
Seksi Standardisasi OT dan
Suplemen Makanan
( Drh. Rachmi S., M.K.M)
Seksi Standardisasi
Bahan Kosmetik
Astini Riani, S.Si.,Apt)
Seksi Standardisasi Sediaan
Galenik
(Dra. Rini Tria S.,Apt M.Sc)
Seksi Standardisasi Sarana
Produksi OT dan Suplemen
Makanan
(Ambar Setyorini., S.Si.,Apt)
Subdit. Standardisasi
Sarana Produksi
(Dra. Fadjar Aju T. Apt., ,MT)
Seksi Standardisasi
Kosmetik
(Dra. Yurita A., Apt.,M.K.M)
Seksi Standardisasi Sarana
Produksi Kosmetik (Masruroh
S.Si.,Apt.,M.K.M)
Seksi
Tata Operasional
(Dra. Arnida Roesli, Apt)
Laporan praktek..., Fitria Alya, FMIPA UI, 2011
UNIVERSITAS INDONESIA
MONITORING EFEK SAMPING KOSMETIK
TUGAS KHUSUS PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER
FITRIA ALYA, S.Farm.
1006835293
ANGKATAN LXXIII
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
PROGRAM PROFESI APOTEKER – DEPARTEMEN FARMASI
DEPOK
DESEMBER 2011
Laporan praktek..., Fitria Alya, FMIPA UI, 2011
ii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL…………………………………………………....... i
DAFTAR ISI…………………………………………………………….... ii
DAFTAR LAMPIRAN…………………………………………………...
iii
1. PENDAHULUAN…………………………………………………….. 1
1.1 Latar Belakang……………………………………………………... 1
1.2 Tujuan……………………………………………………………… 1
2. TINJAUAN PUSTAKA……………………………………………… 2
2.1 Definisi Kosmetik…………………………………………………. 2
2.2 Fungsi Kosmetik…………………………………………………... 2
2.3 Penentuan Sebagai Kosmetik…………………………………….... 2
2.4 Penggolongan Kosmetik…………………………………………... 3
2.5 Kriteria Kosmetik………………………………………………….. 4
2.6 Analisa Resiko Kosmetik………………………………………….. 5
2.6.1 Bahan Kosmetik…………………………………………….. 5
2.6.2 Review Bahan Kosmetik……………………………………. 5
2.6.3 Kemungkinan Penyimpangan Produk Kosmetik…………… 5
2.6.4 Alternatif Mengatasi Penyimpangan………………………...
6
3. METODE PENELITIAN……………………………………………
3.1 Waktu dan Tempat Pengambilan Data……………………………
3.2 Metode…………………………………………………………….
4. PEMBAHASAN………………………………………………………
8
8
8
9
5. KESIMPULAN DAN SARAN……………………………………… 13
DAFTAR ACUAN…….………………………………………………… 14
LAMPIRAN……………………………………………………………... 15
Laporan praktek..., Fitria Alya, FMIPA UI, 2011
iii
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia…………………. 15
Lampiran 2. Alur Proses Untuk Mengidentifikasi Produk dan Klaim Kosmetik... 16
Lampiran 3. Formulir Monitoring Efek Samping Kosmetik……………………..
17
Laporan praktek..., Fitria Alya, FMIPA UI, 2011
1 Universitas Indonesia
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Penggunaan kosmetik pada saat ini sudah merupakan kebutuhan bagi
masyarakat, tidak terkecuali masyarakat Indonesia yang animonya sangat besar
terhadap produk kosmetik dalam dan luar negri. Di pasaran kosmetik banyak yang
beredar baik produk dalam negeri maupun produk impor.
Kosmetik yang beredar di pasaran harus memenuhi persyaratan mutu,
keamanan dan kemanfaatan. Sebelum kosmetika diedarkan di pasaran maka
kosmetika tersebut harus dinotifikasi terlebih dahulu ke Badan Pengawas obat dan
Makanan. Industri kosmetik yang berada di wilayah Indonesia harus memiliki
Dokumen Informasi Produk (DIP) untuk setiap kosmetik yang akan dinotifikasi.
DIP sewaktu-waktu akan diperiksa/diaudit oleh Petugas Badan Pengawas Obat
dan Makanan (Badan POM RI, 2010a).
Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
1176/MENKES/PER/VIII/2010 pasal 17 yang terdapat dalam lampiran I tertulis
bahwa setiap industri kosmetik, importir kosmetik, atau usaha perorangan/ badan
usaha yang melakukan kontrak produksi wajib melakukan monitoring terhadap
kosmetik yang beredar, menanggapi dan menangani keluhan atau kasus efek yang
tidak diinginkan, serta pelaporan kepada Kepala Badan Pengawas Obat dan
Makanan melalui mekanisme mekanisme Monitoring Efek Samping Kosmetik
(Kementrian Kesehatan RI, 2010b).
Dalam Permenkes tersebut disebutkan bahwa ketentuan mengenai
mekanisme Monitoring Efek Samping Kosmetik (MESKOS) ditetapkan oleh
Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan. Atas pertimbangan di atas, maka
laporan ini akan membahas Monitoring Efek Samping Kosmetika (MESKOS).
1.2 Tujuan
Mengkaji Sistem Monitoring Efek Samping Kosmetik di Indonesia dan
membandingkan dengan pedoman Monitoring Efek Samping di negara lain.
Laporan praktek..., Fitria Alya, FMIPA UI, 2011
2 Universitas Indonesia
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi Kosmetik
Kosmetik berasal dari kata Yunani “kosmetikos” yang berarti keterampilan
menghias. Kosmetik adalah setiap bahan atau sediaan yang dimaksudkan untuk
digunakaan pada seluruh bagian luar tubuh manusia (epidermis, rambut, kuku,
bibir dan organ genital bagian luar) atau gigi dan membran mukosa disekitar
mulut terutama untuk membersihkan, mewangikan, mengubah penampilan dan
atau memperbaiki bau badan dan atau melindungi atau memelihara tubuh pada
kondisi baik (Badan POM RI, 2010a).
2.2 Fungsi Kosmetik
Fungsi kosmetik sesuai dengan definisi kosmetik pada Permenkes No
1175/Menkes/PER/VIII tahun 2010 tentang Izin Produksi Kosmetik, yaitu:
membersihkan; mewangikan; mengubah penampilan; memperbaiki bau badan;
melindungi atau memelihara tubuh pada kondisi baik (Kementrian Kesehatan RI,
2010a)
2.3 Penentuan Sebagai Kosmetik
Dalam penentuan suatu produk sebagai kosmetika atau bukan dilakukan
proses identifikasi produk dan klaim kosmetik seperti yang terdapat pada
Lampiran 2 (Badan POM RI, 2010b).
a. Komposisi Kosmetik
Kosmetik tidak boleh mengandung bahan yang dilarang dan/atau melebihi
batas kadar dan/atau tidak sesuai dengan ketentuan yang dipersyaratkan.
b. Area penggunaan Kosmetik
Kosmetik dimaksudkan hanya untuk bagian luar tubuh manusia (epidermis,
rambut, kuku, bibir dan organ genital bagian luar) atau gigi dan membran
mukosa mulut. Produk yang digunakan secara oral, injeksi, atau bersentuhan
dengan bagian lain dari tubuh manusia, misalnya membran mukosa hidung
atau organ genital bagian dalam, bukan termasuk kosmetik.
Laporan praktek..., Fitria Alya, FMIPA UI, 2011
3
Universitas Indonesia
c. Fungsi Utama Kosmetik
Berfungsi untuk membersihkan, mewangikan, mengubah penampilan,
memperbaiki bau badan dan atau melindungi atau memelihara tubuh pada
kondisi baik.
d. Peruntukan produk
Kosmetik tidak digunakan untuk mengobati atau mencegah penyakit. Hal-hal
yang harus dievaluasi agar tidak menyimpang dari peruntukannya yaitu,
klaim produk dan keterkaitan klaim dengan kegunaan kosmetik; bentuk
sediaan dan cara penggunaan; penandaan; iklan; target kelompok konsumen
tertentu. Populasi dengan penyakit tertentu atau kondisi efek samping dari
penyakit tertentu tidak diperbolehkan, contoh: melembabkan kulit untuk
penderita psoriasis.
e. Efek fisiologi produk
Kosmetik mempunyai efek fisiologi yang tidak permanen, dimana untuk
mempertahankan efeknya, beberapa kosmetik perlu digunakan secara teratur.
2.4 Penggolongan Kosmetik
Penggolongan kosmetik dapat dilihat pada Peraturan Kepala Badan
Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia Nomor Hk.03.1.23.12.10.11983
Tahun 2010 tentang Kriteria dan Tata Cara Pengajuan Notifikasi Kosmetik
(Badan POM RI, 2010a), yaitu:
a. Sediaan bayi, misalnya baby oil, bedak bayi dan lain-lain.
b. Sediaan perawatan kulit, misalnya bedak dingin, minyak untuk pijat dan lain-
lain.
c. Sediaan rias wajah, misalnya alas bedak, vanishing cream.
d. Sediaan rias mata., misalnya alas bedak untuk mata.
e. Sediaan kebersihan badan, misalnya bedak badan, bedak badan antiseptik dan
lain-lain.
f. Sediaan mandi, misalnya sabun mandi padat, sabun mandi antiseptik dan lain-
lain.
g. Sediaan wangi-wangian, misalnya eau de cologne, eau de parfum dan lain-
lain.
Laporan praktek..., Fitria Alya, FMIPA UI, 2011
4
Universitas Indonesia
h. Sediaan rambut, misalnya pelurus rambut, sampo dan lain-lain.
i. Sediaan pewarna rambut, misalnya pemudar warna rambut (hair lightener),
pewarna rambut dan lain-lain..
j. Sediaan cukur, misalnya sabun cukur, sediaan pra cukur dan lain-lain.
k. Sediaan hygiene mulut, misalnya pasta gigi, penyegar mulut dan lain-lain.
l. Sediaan kuku, misalnya base coat, nail dryer dan lain-lain.
m. Sediaan mandi surya dan tabir surya, misalnya tabir surya.
2.5 Kriteria Kosmetik
Kosmetik yang diedarkan di wilayah Indonesia harus memenuhi kriteria
(Badan POM RI, 2010a):
a. Keamanan yang dinilai dari bahan kosmetik yang digunakan sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan dan kosmetik yang dihasilkan tidak
mengganggu atau membahayakan kesehatan manusia, baik digunakan secara
normal maupun pada kondisi penggunaan yang telah diperkirakan.
b. Kemanfaatan yang dinilai dari kesesuaian dengan tujuan penggunaan
dan klaim yang dicantumkan.
c. Mutu yang dinilai dari pemenuhan persyaratan sesuai CPKB dan bahan
kosmetik yang digunakan sesuai dengan Kodeks Kosmetik Indonesia, standar
lain yang diakui, dan ketentuan peraturan perundangundangan.
d. Penandaan yang berisi informasi lengkap, obyektif, dan tidak menyesatkan.
2.6 Analisa Resiko Kosmetik
2.6.1 Bahan Kosmetik
Bahan kosmetik adalah bahan atau campuran bahan yang berasal dari alam
dan atau sintetik yang merupakan komponen kosmetik. Bahan lain yang diawasi
dalam kosmetik (Badan POM RI, 2008), yaitu:
a. Bahan pewarna
Bahan pewarna adalah bahan atau campuran bahan yang digunakan untuk
memberi dan atau memperbaiki warna pada kosmetik.
Laporan praktek..., Fitria Alya, FMIPA UI, 2011
5
Universitas Indonesia
b. Bahan Pengawet
Bahan pengawet adalah bahan atau campuran bahan yang digunakan untuk
mencegah kerusakan kosmetik yag disebabkan oleh mikroorganisme.
c. Bahan tabir surya
Bahan yang digunakan untuk melindungi kulit dari radiasi sinar ultraviolet
dengan cara menyerap, memancarkan, dan menghamburkan.
Di dalam peraturan tersebut tercantum bahan yang dilarang dalam
kosmetik dan bahan yang diizinkan serta bahan yang diizinkan dengan
pembatasan dan persyaratan penggunaan. Selain bahan kosmetik, juga terdapat
lampiran bahan pewarna, bahan pengawet dan bahan tabir surya yang diizinkan
serta ketentuan kadar dan batasan kondisi penggunaan.
2.6.2 Review Bahan Kosmetik
Untuk meriview bahan kosmetik yang terdapat dalam ASEAN Cosmetic
Document (ACD), ASEAN Cosmetic Committee (ACC) membentuk ASEAN
Cosmetic Scientific Body (ACSB) yang beranggotakan pakar di bidang kosmetik
untuk melakukan kajian ilmiah terhadap bahan kosmetik. ACSB mempunyai
tugas untuk mengkaji data keamanan serta masalah teknis lainnya, mengkaji
masing-masing bahan yang tercantum dalam ASEAN Handbook dan membuat
rekomendasi untuk diputuskan oleh ACC. Sidang ACC dilakukan dua kali dalam
setahun. (Badan POM RI, 2005).
2.6.3 Kemungkinan Peyimpangan Produk Kosmetik
Kemungkinan penyimpangan dapat terjadi karena pelanggaran terhadap
peraturan dibidang kosmetik (Badan POM RI, 2008), yaitu:
a. Penggunaan bahan kosmetik yang dilarang.
b. Penggunaan bahan yang tidak sesuai dalam hal kadar dan persyaratan
penggunaan.
c. Penggunaan bahan pewarna selain yang tercantum kecuali bahan pewarna
yang penggunaannya hanya untuk pewarna rambut.
Laporan praktek..., Fitria Alya, FMIPA UI, 2011
6
Universitas Indonesia
d. Penggunaan bahan pewarna yang tercantum diluar batasan kondisi
penggunaan kecuali bahan pewarna yang penggunaannya hanya untuk
pewarna rambut.
e. Penggunaan Bahan pengawet selain yang tercantum.
f. Penggunaan Bahan pengawet yang tercantum diluar kadar dan batasan
kondisi penggunaan.
g. Penggunaan bahan tabir surya selain yang tercantum.
h. Penggunaan bahan tabir surya yang tercantum diluar kadar dan batasan
kondisi penggunaan.
2.6.4 Alternatif Mengatasi Penyimpangan
Setiap kosmetik yang beredar wajib memenuhi standar dan persyaratan
mutu, keamanan, dan kemanfaatan. Untuk mengatasi penyimpangan terhadap
kosmetik maka dilakukan:
2.6.4.1 Notifikasi kosmetik sebelum diedarkan
Setiap kosmetik hanya dapat diedarkan setelah mendapat izin edar berupa
notifikasi. Pemohon notifikasi harus memiliki izin produksi bagi industri
kosmetik yang berada di wilayah Indonesia atau usaha perorangan atau badan
usaha yang menerima kontrak produksi, harus mempunyai Angka Pengenal Impor
(API) dan surat penunjukan keagenan dari produsen negara asal bagi importir.
Kosmetik yang dinotifikasi harus dibuat dengan menerapkan CPKB dan
memenuhi persyaratan teknis (keamanan, kemamfaatan, mutu, penandaan, dan
klaim). Sebelum kosmetik dinotifikasi pemohon harus memiliki Dokumen
Informasi Produlk (DIP) yang dapat diperiksa sewaktu-waktu oleh Petugas Badan
Pengawas Obat dan Makanan ( Kementrian Kesehatan RI, 2010a)
2.6.4.2 Monitoring Efek Samping Kosmetik
Monitoring Efek Samping kosmetik merupakan program pemantauan
keamanan kosmetik sesudah beredar (pasca-pemasaran). Keamanan yang dinilai
dari bahan kosmetik yang digunakan sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-udangan dan kosmetik yang dihasilkan tidak mengganggu atau
membahayakan kesehatan manusia, baik digunakan secara normal maupun pada
kondisi penggunaan yang telah diperkirakan. Sejak adanya Harmonisasi ASEAN
Laporan praktek..., Fitria Alya, FMIPA UI, 2011
7
Universitas Indonesia
dibidang kosmetik, pertanggungjawaban produk kosmetik yang beredar di pasaran
menjadi tanggung jawab produsen sebagaimana terdapat dalam Peraturan Menteri
Kesehatan Republik Indonesia Nomor1176/MENKES/PER/VIII/2010 tentang
Notifikasi Kosmetik (kementrian Kesehatan, 2010b).
2.6.4.3 Sanksi administratif
Pelanggaran terhadap ketentuan dalam Peraturan Menteri Kesehatan RI
Nomor 1176/MENKES/PER/VIII/2010 dapat dikenakan sanksi administratif
berupa:
a. Peringatan tertulis.
b. Larangan mengedarkan kosmetik untuk sementara.
c. Penarikan kosmetik yang tidak memenuhi persyaratan mutu, keamanan,
kemanfaatan, dan penandaan dari peredaran.
d. Pemusnahan kosmetik.
e. Penghentian sementara kegiatan produksi dan/atau peredaran kosmetik.
Laporan praktek..., Fitria Alya, FMIPA UI, 2011
8 Universitas Indonesia
BAB 3
METODE PENELITIAN
3.1 Waktu dan Tempat Pengambilan Data
Data diambil pada PKPA yang berlangsung pada tanggal 4 sampai 29 Juli
2011. Pengambilan data dilakukan di Direktorat Standardisasi Obat Tradisional,
Kosmetik dan Produk Komplemen, Badan pengawas Obat dan Makanan.
3.2 Metode
Metode yang digunakan dalam pengkajian Monitoring Efek Samping
Kosmetik (MESKOS) yaitu melalui studi pustaka. Pustaka yang digunakan untuk
menyusun kajian bersumber dari peraturan, buku dan artikel internet. Dari pustaka
tersebut dilakukan pengkajian mengenai Monitoring Efek Samping Kosmetik
(MESKOS).
Laporan praktek..., Fitria Alya, FMIPA UI, 2011
9 Universitas Indonesia
BAB 4
PEMBAHASAN
Monitoring Efek Samping Kosmetik (MESKOS) merupakan salah satu
bentuk pengawasan kosmetik setelah beredar (post-market surveillance).
Sebagaimana terdapat dalam Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia
Nomor 1176/MENKES/PER/VIII/2010 pasal 17, industri kosmetik, importir
kosmetik, atau usaha perorangan/ badan usaha yang melakukan kontrak produksi
bertanggung jawab terhadap kosmetik yang diedarkan dan menangani keluhan
dan/atau menarik kosmetik yang bersangkutan dari peredaran apabila terjadi
kerugian atau kejadian yang tidak diinginkan (Kementrian Kesehatan RI, 2010b).
Pelaporan kosmetik di Indonesia yang diduga atau yang telah terbukti
menimbulkan efek samping disampaikan dengan pengaduan tertulis. Produsen
atau orang yang bertanggung jawab terhadap suatu produk wajib melaporkan
produk kosmetik yang menimbulkan efek samping. Selain pelaporan dari
Produsen, pelaporan MESKOS juga menggunakan metode pelaporan secara
sukarela (voluntary reporting) dari tenaga kesehatan dan konsumen dengan
formulir pelaporan pada Lampiran 3 yang telah dirancang sehingga memudahkan
pengisiannya. Metoda ini dipilih karena relatif sedikit membutuhkan biaya dan
bila terlaksana dengan baik, cukup efektif untuk mengumpulkan laporan
MESKOS dari tenaga kesehatan dan konsumen itu sendiri (Badan POM RI,
2007).
Menurut ASEAN Cosmetic Directive (ACD), efek samping dikategorikan
serius bila menimbulkan kematian, mengancam jiwa atau berpotensi
menimbulkan kematian, menyebabkan perawatan rumah sakit dan menimbulkan
kecacatan atau ketidakmampuan yang persisten atau signifikan. Efek samping
yang dilaporkan yaitu efek samping serius yang telah menyebabkan kematian atau
mengancam jiwa, menimbulkan korban yang harus mendapatkan rawat inap,
menyebabkan cacat, dan efek samping yang sering terjadi baik yang
menyebabkan reaksi serius maupun reaksi yang tidak serius (Health Sciences
Authority, 2011).
Di Indonesia, semua reaksi atau efek kosmetik yang tidak diinginkan yang
berakibat fatal atau mengancam keselamatan jiwa secepat mungkin diberitahukan
Laporan praktek..., Fitria Alya, FMIPA UI, 2011
10
Universitas Indonesia
kepada Badan POM melalui telepon, faksimile, email, atau secara tertulis paling
lama dalam waktu 7 (tujuh) hari kalender sejak reaksi atau efek diketahui.
Selanjutnya, data informasi harus dilengkapi berupa formulir pelaporan efek
samping kosmetik dalam waktu 8 (delapan) hari kalender sejak tanggal
pemberitahuan, dan menyediakan semua informasi lain yang dipersyaratkan oleh
Badan POM. Reaksi atau efek samping yang serius lainnya namun tidak fatal atau
mengancam jiwa, paling lama dilaporkan dalam waktu 15 (lima belas) hari
kalender setelah reaksi diketahui. Industri harus menarik kosmetik yang tidak
memenuhi persyaratan dari pasaran dan tidak melanjutkan peredaran kosmetik
yang bersangkutan, atas inisiatif sendiri atau berdasarkan perintah dari Badan
POM (Badan POM RI, 2010a).
Salah satu rujukan MESKOS di Indonesia yaitu MESKOS Singapura yang
juga berpedoman kepada ASEAN Ccsmetic Directive. Perbedaan antara kedua
negara tersebut yaitu semua informasi produk di Indonesia harus disimpan oleh
industri dalam dokumen informasi produk minimal 4 tahun setelah produk
terakhir dipasarkan sedangkan di Singapura minimal 3 tahun. Selain itu, di
Singapura dokumen informasi produk harus tersedia dan dapat diakses oleh
pengawas dalam periode waktu 15-60 hari kalender bila akan dilakukan audit,
atau dalam waktu yang ditentukan tergantung dari urgensi audit. Audit di
Singapura dilakukan dengan dua cara yaitu routine audits dimana pengawas akan
memberitahukan kegiatan audit kepada produsen paling kurang 1 bulan sebelum
audit agar produsen bisa mempersiapkan data, yang kedua yaitu Ad-hos audits
dilakukan apabila ditemukan efek yang tidak diinginkan dari sampel produk
dipasaran atau laporan konsumen. Audit akan diberitahukan kepada pabrik paling
kurang 48 jam sebelum audit dilakukan, tetapi apabila mendesak maka audit
dilakukan tanpa pemberitahuan kepada pihak pabrik (Health Sciences Authority,
2011).
Pedoman laporan efek samping lain yang dibahas yaitu Australia,
pedoman tersebut mengatur obat. Pedoman pelaporan efek samping di Australia
diatur oleh Therapeutic Goods Administration (TGA) Australia. Untuk produk
obat yang terdaftar, laporan reaksi obat yang diduga merugikan diterima dari
semua sumber termasuk tenaga kesehatan dan konsumen. Menurut Therapeutic
Goods Administration (TGA) Australia, efek samping dikatakan serius apabila
Laporan praktek..., Fitria Alya, FMIPA UI, 2011
11
Universitas Indonesia
menimbulkan kematian, mengancam jiwa, memerlukan perawatan rumah sakit
atau perawatan yang lebih lama, menimbulkan kecacatan atau ketidakmampuan
yang tetap atau signifikan, menimbulkan cacat lahir, dan reaksi yang
membutuhkan pengobatan (Department of Health and Ageing, 2005).
Waktu pelaporan dari efek samping yang serius berbeda dengan waktu
pelaporan di Indonesia. Di Australia waktu pelaporan oleh industri selambat-
lambatnya 15 hari kalender setelah informasi efek samping didapat, sedangkan di
Indonesia wajib dilakukan pelaporan selambat-lambatnya 7 hari setelah kejadian.
Efek samping yang tidak serius di Australia tidak perlu dilaporkan secara cepat,
pelaporan dilakukan berdasarkan permintaan dari TGA dan jika perlu dimasukkan
dalam laporan periodik data keamanan produk (Department of Health and Ageing,
2005).
Industri diharuskan untuk memvalidasi dan menindaklanjuti semua reaksi
serius yang dilaporkan oleh konsumen maupun tenaga kesehatan kepada TGA.
Supaya efek samping dapat dilaporkan dengan cepat, industri dapat mengajukan
laporan awal. Data minimum yang diperlukan yaitu data pasien, data pelapor,
reaksi yang dicurigai dan obat yang dicurigai, untuk selanjutnya harus
menyerahkan laporan yang berisi informasi lebih rinci (Department of Health and
Ageing, 2005).
Setiap informasi yang berasal dari pelapor atau pasien bersifat rahasia.
TGA meminta rincian kontak dari pelapor untuk dapat mencari informasi lebih
lanjut tentang reaksi dicurigai. Informasi yang diperlukan yaitu informasi pasien,
rincian kontak untuk pelapor, penjelasan reaksi, obat-obatan yang diduga
menyebabkan reaksi, setiap obat-obatan yang pasien konsumsi, tanggal terjadinya
reaksi, tanggal mulai dan berhenti mengkonsumsi obat yang dicurigai, tanggal
mulai dan berhenti mengkonsumsi obat-obatan lainnya, rincian bagaimana reaksi
diatasi. Pelaporan menggunakan Formulir “Blue Card’’ yang dapat di download
atau tersedia di kantor TGA. Formulir yang telah diisi dikirimkan melalui surat,
fax, atau email, dan dapat juga dilaporkan dengan sistem online dan telepon pada
hari Senin sampai Jumát jam 09.00 am-05.00 pm (Department of Health and
Ageing, 2005).
Laporan praktek..., Fitria Alya, FMIPA UI, 2011
12
Universitas Indonesia
Kegiatan pengawasan perlu dilakukan secara komprehensif, semenjak
awal proses suatu produk hingga produk tersebut beredar di masyarakat.
Pengawasan produk yang telah beredar (post market surveilance) dapat berjalan
dengan baik bila ada kerja sama yang menyeluruh dari semua pihak terkait, baik
dari produsen, konsumen/masyarakat dan peran serta langsung dari pemerintah.
Produsen bertanggung jawab terhadap mutu dan keamanan suatu produk berawal
dari proses produksi. Oleh karena itu produsen perlu menerapkan Cara Produksi
Kosmetik Yang Baik (CPKB). Pengawasan yang dilakukan produsen tidak hanya
selama produksi tapi juga setelah kosmetik diedarkan. Produsen harus mengawasi
dan mencegah timbulnya efek yang tidak diinginkan (Badan POM RI, 2011).
Konsumen selaku pengguna juga perlu melakukan pengawasan dengan
meningkatkan kesadaran serta pengetahuan terhadap produk yang akan
digunakan. Pengawasan oleh masayarakat sangat penting dilakukan karena pada
akhirnya masyarakat yang mengambil keputusan untuk membeli dan
menggunakan suatu produk. Pemerintah juga berperan langsung dalam hal
pengawasan, melalui pengaturan dan standardisasi, penilaian keamanan, khasiat
dan mutu produk sebelum diijinkan beredar, inspeksi, pengambilan sampel dan
pengujian laboratorium produk yang beredar serta peringatan kepada publik yang
didukung penegakan hukum. Untuk meningkatkan kesadaran dan pengetahuan
masyarakat terhadap mutu, khasiat dan keamanan produk maka pemerintah juga
melaksanakan kegiatan komunikasi, informasi dan edukasi (Badan POM RI,
2011).
Laporan praktek..., Fitria Alya, FMIPA UI, 2011
13 Universitas Indonesia
BAB 4
KESIMPULAN DAN SARAN
4.1 Kesimpulan
Monitoring Efek Samping Kosmetik (MESKOS) merupakan salah satu
bentuk pengawasan kosmetik setelah beredar di pasaran (post-market
surveillance). Industri kosmetika wajib melaporkan efek samping dari kosmetik
yang diedarkan di pasar. Kegiatan MESKOS juga dapat dilakukan oleh tenaga
kesehatan dan konsumen dengan sistem sukarela (voluntary) dengan
menggunakan formulir laporan MESKOS. Mekanisme pelaporan kosmetik di
Indonesia mengacu pada ASEAN Cosmetic Directive (ACD).
4.2 Saran
a. Diperlukan adanya peraturan mengenai tata cara pelaporan Efek Samping
Kosmetika di Indonesia.
b. Diperlukan publikasi tata cara pelaporan Efek Samping Kosmeti mengingat
kejadian adanya public warning mengenai bahan kosmetik yang berbahaya
dan zat warna yang dilarang.
Laporan praktek..., Fitria Alya, FMIPA UI, 2011
14 Universitas Indonesia
DAFTAR ACUAN
Badan POM RI. (2007). InfoPOM, Monitoring Efek Samping Obat dan Public
Warning tentang Kosmetik Mengandung Bahan Berbahaya dan Zat Warna
yang Dilarang, Volume 8: Nomor 7. Jakarta.
Badan POM RI. (2005). Buklet Harmonisasi Regulasi ASEAN di Bidang
Kosmetik. Jakarta.
Badan POM RI. (2008). Peraturan Kepala Badan POM RI No. HK.0005.42.1018
tentang Bahan Kosmetik. Jakarta.
Badan POM RI. (2010a). Peraturan Kepala Badan POM RI Nomor
Hk.03.1.23.12.10.11983 tentang Kriteria dan Tata Cara Pengajuan Notifikasi
Kosmetik. Jakarta.
Badan POM RI. (2010b) Peraturan Kepala Badan POM RI Nomor
Hk.03.1.23.12.10.12459 tentang Persyaratan Teknis Kosmetik. Jakarta.
Badan POM RI. (2011). Kerangka Konsep Sistem Pengawasan Obat dan
Makanan . Juli 21, 2011. http://www.pom.go.id.
Health Sciences Authority. (2011). Regulatory Guidance, Guideline On The
Control Of Cosmetic Products Revised February 2011. Singapore.
Department of Health and Ageing. (2005). Australian Guideline For
Pharmacovigilance Responsibility Sponsors of Registered Medicines
Regulated by Drug Safety and Evaluation Branch. Agustus 1, 2011.
http://www.terapeuticgoodadministration.gov.au/pdf/australianpharmacovigi
lance-guideline 050531.pdf.
Kementrian Kesehatan RI. (2010a). Peraturan Mentri Kesehatan Republik
Indonesia Nomor 1175/MenKes/PER/VIII/2010 tentang Izin Produksi
Kosmetik. Jakarta.
Kementrian Kesehatan RI (2010b). Peraturan Mentri Kesehatan Republik
Indonesia Nomor 1176/MenKes/PER/VIII2010 tentang Notifikasi Kosmetik,
Jakarta.
Laporan praktek..., Fitria Alya, FMIPA UI, 2011
LAMPIRAN
Laporan praktek..., Fitria Alya, FMIPA UI, 2011
15
Lampiran 1. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia
PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 1176/MENKES/PER/VIII/2010
TENTANG
NOTIFIKASI KOSMETIK
BAB V
MONITORING EFEK SAMPING KOSMETIK
Pasal 17
(1) Setiap industri kosmetik, importir kosmetik, atau usaha perorangan/badan usaha
yang melakukan kontrak produksi wajib melakukan monitoring terhadap kosmetik
yang telah beredar.
(2) Industri kosmetik, importir kosmetik, atau usaha perorangan/badan usaha yang
melakukan kontrak produksi wajib untuk menanggapi dan menangani keluhan atau
kasus efek yang tidak diinginkan dari kosmetik yang diedarkan.
(3) Kasus efek yang tidak diinginkan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) wajib
dilaporkan kepada Kepala Badan melalui mekanisme Monitoring Efek Samping
Kosmetik (MESKOS).
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai mekanisme Monitoring Efek Samping Kosmetik
(MESKOS) ditetapkan oleh Kepala Badan.
Laporan praktek..., Fitria Alya, FMIPA UI, 2011
16
Lampiran 2. Alur Proses Identifikasi Produk dan Klaim Kosmetika
Produk
1. Apakah produk
mengandung bahan sesuai
dengan Peraturan Kepala
Badan POM RI tentang
Kosmetika dan tidak
mengandung bahan yang
dilarang dalam peraturan
tersebut?
2. Apakah produk
dimaksudkan untuk
digunakan pada bagian luar
tubuh manusia (epidermis,
rambut, kuku, bibir dan
organ genital bagian luar)
atau gigi dan membran?
4. Apakah produk
dimaksudkan untuk
membersihkan,
mewangikan, mengubah
penampilan, memperbaiki
bau badan dan atau
melindungi atau memelihara
tubuh pada kondisi baik?
3. Apakah produk
dimaksudkan untuk
mengobati atau mencegah
penyakit pada manusia?
5. Apakah produk secara
permanen mengembalikan,
memperbaiki atau
mengubah fungsi fisiologi
dengan mekanisme
farmakologi, imunologi atau
metabolik?
Ya
Kosmetika
3.Fungsi
Utama
4.Peruntukan
Non Kosmetika
5. Fungsi
Non Kosmetika
Ya
Ya
Tidak
Tidak
Tidak
Tidak
Tidak
1.Komposisi
Ya
Ya
Bukan Kosmetika
2.Area
penggunaan
Bukan Kosmetika
Bukan Kosmetika
Bukan Kosmetika
Bukan Kosmetika
Laporan praktek..., Fitria Alya, FMIPA UI, 2011
17
Lampiran 3. Formulir Monitoring Efek Samping Kosmetik
Laporan praktek..., Fitria Alya, FMIPA UI, 2011
18
Lampiran 3. Formulir Monitoring Efek Samping Kosmetik (lanjutan)
Laporan praktek..., Fitria Alya, FMIPA UI, 2011