SINTESIS CARBON NANODOTS (C-DOTS) DARI EKSTRAK KULIT...

33
SINTESIS CARBON NANODOTS (C-DOTS) DARI EKSTRAK KULIT BUAH NAGA MERAH (Hylocereus polyrhizus) DAN APLIKASINYA SEBAGAI SUPLEMEN TANAMAN Skripsi disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Sains Program Studi Fisika Oleh Lathifatus Sholikhah 4211415027 JURUSAN FISIKA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG 2019

Transcript of SINTESIS CARBON NANODOTS (C-DOTS) DARI EKSTRAK KULIT...

i

SINTESIS CARBON NANODOTS (C-DOTS) DARI EKSTRAK

KULIT BUAH NAGA MERAH (Hylocereus polyrhizus) DAN

APLIKASINYA SEBAGAI SUPLEMEN TANAMAN

Skripsi

disusun sebagai salah satu syarat

untuk memperoleh gelar Sarjana Sains

Program Studi Fisika

Oleh

Lathifatus Sholikhah

4211415027

JURUSAN FISIKA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG

2019

ii

ii

iii

iii

iv

iv

v

MOTTO DAN PERSEMBAHAN

MOTTO

Firman Allah SWT “Man Jada Wa Jada”

Pengalaman merupakan guru paling berharga dalam hidup

Tidak ada yang tidak mungkin selama mau berusaha dan berdo’a

PERSEMBAHAN

Skripsi ini saya persembahkan untuk

Alm. Ibuk Khoiroh, Alm. Mas Syaiful

yang berada di surga-Nya, Bapak,

Adik, Mas, dan pembimbing skripsi

saya Dr. Mahardika Prasetya Aji,

M.Si.serta teman-teman semua

v

vi

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas

segala rahmat dan hidayah-Nya. Shalawat serta salam senantiasa tercurah kepada

Nabi Agung Muhammad SAW, sehingga atas izin-Nya penulis dapat

menyelesaikan karya tulis berupa skripsi yang berjudul “Sintesis Carbon nanodots

(C-Dots) dari Ekstrak Kulit Buah Naga Merah (Hylocereus polyrhizus ) dan

Aplikasinya sebagai Suplemen Tanaman” semoga skripsi ini diberkahi Allat

SWT. Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan pendidikan

Strata Satu Program Studi Fisika di Jurusan Fisika, Universitas Negri Semarang

dalam rangka memperoleh gelar Sarjana Sains.

Terselesaikanya skripsi ini tidak lepas dari bantuan berbagai pihak. Untuk

itu penulis mengucapkan terimakasih kepada:

1. Bapak, Ida, Wafik, Mas Yahya, Mbak Elli, Najwa, Qonita tercinta yang

telah memberikan dukungan baik berupa doa, moril, materiil, semangat,

motivasi, dan saran yang tak henti-hentinya kepada penulis.

2. Dr. Mahardika Prasetya Aji, M.Si. sebagai dosen pembimbing yang telah

membimbing dengan penuh kesabaran, memberikan arahan kepada penulis

serta meluangkan waktu untuk selalu memberikan masukan, saran, dan

motivasi selama penyusunan skripsi.

3. Dr. Mohammad Tauviqirrahman dan istri yang senantiasa dengan tulus

memberikan dukungan dan bersedia memberikan motivasi serta saran

kepada penulis.

4. Muhammad Mustofa, S.Pd. yang senantiasa dengan penuh kesabaran

mendengarkan keluh kesah penulis dan bersedia memberikan motivasi

serta saran kepada penulis.

5. Keluarga di Applied Physics Laboratory: Mbak Ita, Tary, Fina, Arum, Mas

Aan, Mas Adi, Mas Devin, Dek Yuvita, Dek Dea, Dek Jenny atas bantuan,

canda tawa, serta motivasinya.

vi

vii

6. Sahabat-sahabat tersayang, Ella, Ina, Laras, Eva, Deska, Nurul, Juwita

yang penuh kesabaran mendengarkan keluh kesah penulis dan bersedia

memberikan motivasi serta saran kepada penulis.

7. Teknisi Labotarium Fisika UNNES: Pak Muttaqin, Bu Lia, dan Pak Wasi

yang senatiasa memberikan motivasi serta saran kepada penulis.

8. Teman-teman Kos Putri Bunga Anggrek atas motivasi dan dukungan

selama menjalani perkuliahan dan penelitian.

9.

10.

Teman-teman Fisika 2015 atas motivasi dan dukungan selama menjalani

perkuliahan dan penelitian.

Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu yang

membantu menyelesaikan skripsi ini.

Penulis juga memohon maaf apabila dalam penyusunan skripsi ini

ada beberapa kekurangan dan kesalahan karena keterbatasan yang dimiliki penulis.

Sebagai akhir kata, penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi

penulis sendiri dan bagi pembaca sekalian, dan juga penulis mengharapkan saran

dan kritik demi menyempurnakan kajian ini. Semoga penelitian yang telah

dilakukan dapat menjadikan sumbangsih bagi kemajuan dunia riset Indonesia.

Amin.

Semarang, 6 November 2019

Penulis

vii

viii

ABSTRAK

Sholikhah, Lathifatus. 2019. Sintesis Carbon nanodots (C-Dots) dari Ekstrak

Kulit Buah Naga Merah (Hylocereus polyrhizus) dan Aplikasinya sebagai

Suplemen Tanaman. Skripsi, Jurusan Fisika Fakultas Matematika dan Ilmu

Pengetahuan Alam Universitas Negeri Semarang. Pembimbing Dr. Mahardika

Prasetya Aji, M.Si.

Kata kunci: C-Dots, kulit buah naga merah, suplemen, tanaman

Tanaman membutuhkan unsur hara yang penting untuk pertumbuhan. Akan tetapi,

unsur hara yang sering digunakan dalam dekade terakhir ialah pupuk anorganik

berbahan dasar nano. Di sisi lain, pupuk anorganik berbahan dasar nano

membahayakan ekosistem dan mahluk hidup yang mengkonsumsinya, sehingga

dibutuhkan upaya untuk membuat pupuk berbahan dasar nano yang ramah

lingkungan dan aman untuk dikonsumsi. C-Dots dapat disintesis dari bahan dasar

organik yang tidak beracun dan ramah lingkungan berasal dari limbah kulit buah

naga merah (Hylocereus polyrhizus). Bahan dasar pembutan menggunakan ekstrak

kulit buah naga merah yang mengandung gugus nitrogen pada senyawa betalainnya.

Dengan kandungan gugus nitrogen yang tinggi diharapkan dapat menjadi solusinya.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui karakteristik sifat optik dan strukturnya

serta efektivitas penggunaan C-Dots ekstrak kulit buah naga merah sebagai

suplemen pertumbuhan tanaman. Sintesis C-Dots dilakukan menggunakan metode

microwave dengan variasi waktu pemanasan suhu ruang, 5 menit, 10 menit, 15

menit, 20 menit, 25 menit dan 30 menit daya yang tetap yaitu 230 watt. Treatment

pemberian suplemen ke tanaman dilakukan sebesar 20 ml/L setiap tiga hari sekali.

Hasil sintesis menunjukkan sifat fluoresensi dengan warna emisi biru kehijauan saat

diradiasi sinar UV. Pendaran tersebut mengindikasikan terbentuknya C-Dots.

Spektrum absorbansi C-Dots berada pada rentang panjang gelombang 375-700 nm.

Intensitas absorbansi maksimum berada pada panjang gelombang 412 nm

mengindikasikan adanya transisi elektron π–π* dan transisi n–π*, sedangkan

intensitas emisi maksimum pada panjang gelombang 450 nm (1,92 eV). Sintesis C-

Dots ekstrak kulit buah naga merah mengakibatkan perubahan struktur. Pemanasan

mengakibatkan bertambahnya ikatan C=N dan ikatan C=O pada bilangan

gelombang 1644 cm-1 yang mengikasikan adanya proses karbonisasi untuk

membentuk inti karbon. Ukuran kecil, reaktivitas, dan luas permukaan spesifik

suplemen C-Dots yang lebih tinggi apabila dibandingkan dengan pupuk curah,

dapat meningkatkan kelarutan, difusi, ketersediaan hara pada tanaman dan

meningkatkan pertumbuhan serta mengurangi pencemaran lingkungan. Pemberian

suplemen C-Dots setiap tiga hari sekali menghasilkan laju pertumbuhan tanaman

optimum sebesar 0,8875 cm/hari. Kelebihan tersebut menjadikan C-Dots dari

ekstrak kulit buah naga merah (Hylocereus polyrhizus) berpotensi sebagai

suplemen pertumbuhan tanaman. Hal ini didukung dengan adanya interaksi pada

bilangan gelombang 1483 cm-1 sehingga menghasilkan gugus fungsi C-N.

viii

ix

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL ........................................................................................... i

PERSETUJUAN ................................................................................................. ii

PERNYATAAN .................................................................................................. iii

PENGESAHAN .................................................................................................. iv

MOTTO DAN PERSEMBAHAN ...................................................................... v

KATA PENGANTAR ........................................................................................ vi

ABSTRAK .......................................................................................................... viii

DAFTAR ISI ....................................................................................................... ix

DAFTAR TABEL ............................................................................................... xi

DAFTAR GAMBAR .......................................................................................... xii

DAFTAR LAMPIRAN ....................................................................................... xiii

BAB

I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang .................................................................................... 1

1.2 Rumusan Masalah .............................................................................. 3

1.3 Batasan Masalah ................................................................................. 4

1.4 Tujuan Penelitian ................................................................................ 4

1.5 Manfaat Penelitian .............................................................................. 4

1.6 Sistematika Penulisan Skripsi ............................................................. 4

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Buah Naga Merah ............................................................................... 6

2.2 Pupuk (Fertilizer) ............................................................................... 7

2.2.1 Jenis-jenis Pupuk dan Fungsinya ........................................................ 9

2.2.1.1 Pupuk Organik .................................................................................... 9

2.2.1.2 Pupuk Anorganik ................................................................................ 10

ix

x

2.3 Nanopartikel Carbon Dots (C-Dots) .................................................. 12

2.3.1 Metode Sintesis C-Dots ...................................................................... 13

2.3.2 Sifat Absorbansi Nanopartikel C-Dots ............................................... 14

2.3.3 Sifat Fluoresensi Nanopartikel C-Dots ............................................... 15

2.3.4 Karakterisasi Struktur Nanopartikel C-Dots....................................... 16

2.4 Nanopartikel C-Dots untuk Fertilizer ................................................. 17

III. METODE PENELITIAN

3.1 Pelaksanaan Penelitian ....................................................................... 21

3.2 Tahap Sintesis ..................................................................................... 23

3.3 Karakterisasi C-Dots .......................................................................... 24

3.3.1 Spektofotometer UV-VIS Nir ............................................................. 24

3.3.2 Photoluminescence (PL) ..................................................................... 24

3.3.3 Fourier Transform Infrared (FTIR) .................................................... 25

3.4 Aplikasi performa C-Dots sebagai Tanaman...................................... 25

3.4.1 Dimensi Tanaman .............................................................................. 25

3.4.2 Laju Pertumbuhan Tanaman .............................................................. 26

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Sifat Optik C-Dots dari Kulit Buah Naga Merah ............................... 30

4.1.1 Absorbansi C-Dots ............................................................................. 30

4.1.2 Fluoresensi C-Dots ............................................................................. 34

4.2 Struktur C-Dots .................................................................................. 36

4.2.1 Karakterisasi FTIR ............................................................................. 36

4.3 Uji Performa C-Dots sebagai Suplemen Tanaman ............................ 38

4.3.1 Dimensi Tanaman ............................................................................... 38

4.3.2 Laju Pertumbuhan Tanaman .............................................................. 40

4.3.3 Interaksi C-Dots dengan NPK ............................................................ 41

V. BAB V PENUTUP

5.1 Kesimpulan ......................................................................................... 43

5.2 Saran ................................................................................................... 43

DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................ 44

LAMPIRAN ....................................................................................................... 48

x

xi

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

2.1 Berat Kecambah Kacang Hijau ................................................................. 20

3.1 Sintesis C-dots Ekstrak Kulit Buah Naga Variasi Waktu Pemanasan ....... 23

3.2 Sintesis C-dots Ekstrak Kulit Buah Naga Variasi Waktu Pemanasan ....... 24

4.1 Energi Gap C-Dots Kulit Buah Naga Merah Variasi Waktu Pemanasan .. 32

4.2 Hasil Pengukuran Dimensi Kangkung Variasi C-Dots Umur 40 hari ....... 39

4.3 Laju pertumbuhan kangkung darat variasi C-Dots umur 20 dan 40 hari .. 40

xi

xii

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

2.1 Morfologi buah naga merah (Hylocereus polyrhizus) ............................... 6

2.2 Struktur Betacyanin ................................................................................... 7

2.3 Pupuk Anorganik Jenis NPK ..................................................................... 10

2.4 Fluoresensi C-Dots dari Susu Kedelai. ...................................................... 13

2.5 Ilustrasi sintesis C-Dots metode top-down dan bottom-up ........................ 14

2.6 Skema Sintesis C-Dots Menggunakan Microwave ................................... 14

2.7 Spektrum Absorbansi C-Dots .................................................................... 15

2.8 Mekanisme transisi elektron pada fenomena fluoresensi .......................... 16

2.9 Ilustrasi struktur C-Dots ............................................................................ 17

2.10 Mekanisme massa aliran MWCNT ........................................................... 19

2.11 Pertumbuhan kacang tanah umur 110 hari ................................................ 19

2.12 Pertumbuhan kacang hijau 72 jam ............................................................. 20

3.1 Diagram alir penelitian .............................................................................. 22

4.1 Ekstrak kulit buah naga merah setelah proses pemanasan pada kondisi

sinar tampak (atas) dan sinar UV (bawah) ................................................ 28

4.2 Ilustrasi sintesis C-Dots dengan Teknik Microwave ................................. 29

4.3 Spektrum absorbansi C-Dots dari kulit buah naga merah variasi

waktu pemanasan ....................................................................................... 30

4.4 Energi gap C-Dots kulit buah naga merah variasi waktu pemanasan

ilustrasi sintesis C-Dots dengan Teknik Microwave ................................. 33

4.5 Spektrum fluoresensi C-Dots ekstrak kulit buah naga merah variasi

waktu pemanasan ....................................................................................... 34

4.6 Ilustrasi mekanisme fluoresensi C-Dots dari kulit buah naga merah ........ 35

4.7 Hasil analisis FTIR C-Dots kulit buah naga merah setelah mengalami

proses pemanasan dengan variasi waktu pemanasan................................. 36

4.8 Dimensi pertumbuhan tanaman kangkung darat variasi C-Dots

(a) Umur 20 hari (b) Umur 40 hari ............................................................ 39

4.9 Grafik laju pertumbuhan kangkung darat variasi C-Dots umur 20 hari

dan 40 hari … ........................................................................................... 41

4.10 Analisis interaksi struktur C-Dots dengan NPK di dalam tanah ............... 42

xii

xiii

LAMPIRAN

Halaman

Lampiran 1. Hasil Pengukuran Absorpsi C-Dots ............................................... 48

Lampiran 2. Hasil Pengukuran Energi Gap C-Dots ........................................... 52

Lampiran 3. Hasil Pengukuran FTIR C-Dots .................................................... 56

Lampiran 4. Dokumentasi Penelitian ................................................................. 57

Lampiran 5. Dokumentasi Karakterisasi Penelitian .......................................... 60

xiii

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Tanaman membutuhkan unsur hara yang penting untuk pertumbuhan

seperti unsur Fosfat (P), Seng (Zn), Nitrogen (N), Kalium (K), dan Silikon (Si).

Unsur Silikon (Si) dapat berperan untuk meningkatkan hasil panen terutama dalam

kondisi kekeringan, salinitas, dan patogen (Epstein, 2009; Menaa, 2013). Unsur

Nitrogen (N) dapat berkontribusi untuk pertumbuhan daun, pembentuk protein dan

klorofil (Kaya, 2013). Unsur kalium mampu berkontribusi sebagai pembendung

air, sintesis protein, dan pertumbuhan akar tanaman (Mandal et al., 2009; Gu et al.,

2009). Unsur-unsur hara tersebut berperan penting dalam meningkatkan

produktivitas tanaman.

Peningkatan produktivitas tanaman dapat mencukupi kebutuhan bahan

pangan bagi masyarakat sekaligus meningkatkan keuntungan bagi petani di negara

agraris khususnya Indonesia. Akan tetapi, produktivitas tanaman yang tidak

dikontrol dengan baik dapat berangsur-angsur menurun. Salah satu penyebab

menurunnya produktivitas tanaman adalah menipisnya lahan pertanian di

Indonesia. Meningkatnya populasi penduduk di Indonesia mengakibatkan lahan

pertanian dialihfungsikan menjadi pemukiman penduduk. Data terakhir tercatat

bahwa sawah seluas 187.720 hektar beralih fungsi ke penggunaan lain setiap

tahunnya, terutama di pulau Jawa (Dirjen PLA, 2005). Berkurangnya lahan

pertanian dapat berdampak buruk pada berkurangnya jumlah bahan pangan yang

dihasilkan. Sebuah upaya diperlukan untuk meningkatkan produktivitas tanaman

agar memenuhi kebutuhan bahan pangan tersebut.

Salah satu upaya untuk meningkatkan produktivitas tanaman yang banyak

dikembangkan pada bidang pertanian dalam segi pupuk ialah menggunakan

nanoteknologi (Dey et al., 2018). Material nano memiliki ukuran yang sangat kecil

sehingga mampu mengikat dan menyerap nutrisi yang menyebabkan tanaman tidak

mudah kehilangan nutrisi (Naderi et al., 2013). Di samping itu, unsur hara dapat

terikat kuat oleh nanomaterial akibat adanya interaksi gaya elektrostatik pada akar

1

2

tanaman (Corradini et al., 2010). Dengan demikian, pupuk berbahan dasar nano

mampu meningkatkan efisiensi penggunaan unsur hara pada tanaman

(Chinnamuthu et al., 2009).

Beberapa pupuk berbahan dasar nano telah berhasil dikembangkan oleh

para peneliti (Gogos et al., 2012). Pupuk nano urea berhasil meningkatkan

pertumbuhan tunas dan akar kacang hijau dibandingkan tanaman kontrol (Wang et

al., 2018). Nanopartikel ZnO yang diberikan pada kacang tanah dapat

meningkatkan jumlah kecambah yang tumbuh dibandingkan tanaman kontrol

(Prasad et al., 2012). Nano-Si mampu mencegah stress salinitas pada

perkecambahan biji tomat (Haghighi et al., 2012). Di samping itu, nano TiO2

mampu meningkatkan proses fotosintesis dan pertumbuhan tanaman bayam (Yang

et al., 2006).

Pupuk nanomaterial yang paling banyak digunakan berbahan dasar

anorganik. Nanomaterial anorganik dapat membahayakan ekosistem dan mahluk

hidup yang mengkonsumsinya (Tilman et al., 2002). Salah satu penyebab

kerusakan ekosistem ialah tanaman yang kehilangan hara anorganik dalam tanah

akibat hujan, penguapan atau dibawa oleh organisme (Ouyang et al., 2017). Sebuah

upaya diperlukan untuk membuat pupuk berbahan dasar yang ramah lingkungan

dan aman untuk dikonsumsi.

Bahan nanomaterial organik memiliki kelebihan daripada bahan

nanomaterial anorganik karena memiliki sifat tidak beracun sehingga aman bagi

lingkungan dan makluk hidup yang mengkonsumsinya. Selain itu, pupuk organik

juga dapat meningkatkan hasil produktivitas tanah dan tanaman (Hartatik et al.,

2015). Carbon Nanodots (C-Dots) merupakan nanomaterial yang dapat disintesis

dari bahan organik. Beberapa contoh sintesis C-Dots dari bahan organik yaitu C-

Dots dari kulit jeruk, kulit manggis, limbah kertas dan lain sebagainya (Sahu et al.,

2012; Aji et al., 2017; Fadlan et al., 2016). C-Dots merupakan salah satu karbon

nanopartikel yang berukuran kurang dari 10 nm sehingga memiliki sifat yang

mudah larut dalam air, biokompabilitas dan tidak beracun.

C-Dots dapat disintesis dari bahan dasar organik yang tidak beracun berasal

dari limbah kulit buah naga merah (Hylocereus polyrhizus). Penelitian Jariwala

(2017) menyebutkan bahwa limbah kulit buah banyak mengandung nutrisi yang

3

baik untuk pertumbuhan tanaman. Nutrisi yang terdapat di dalam kulit buah naga

merah salah satunya ialah senyawa betalain (Khalida et al., 2010; Cao et al., 2012).

Senyawa betalain merupakan senyawa yang memiliki fungsi perlindungan

terhadap bahaya efek sinar UV (Gergiev et al., 2008). Senyawa betalain terdiri dari

dua pigmen, yaitu pigmen betasianin yang menunjukkan kandungan pigmen

merah-ungu dan pigmen betasantin yang menunjukkan pigmen kuning-jingga

(Azerodo et al., 2008). Pigmen merah yang terdapat pada senyawa betalain

mengandung gugus nitrogen dan bersifat larut dalam air (Moreno et al., 2008). Di

samping itu, nitrogen berfungsi untuk pembentuk protein, klorofil dan

pertumbuhan daun pada tanaman (Kaya et al., 2013). Di sisi lain, kulit buah naga

merah juga mengandung polyphenol dan antioksidan yang dapat menghambat

83,48 ± 1,02% radikal bebas (Nurliyana et al., 2010; Jamilah et al., 2011). Hal

tersebut mengartikan bahwa kulit buah naga merah banyak mengandung nutrisi

yang baik untuk pertumbuhan tanaman. Kelebihan-kelebihan itu menjadikan kulit

buah naga berpotensi sebagai C-Dots suplemen organik untuk pertumbuhan

tanaman karena berukuran sangat kecil, tidak beracun, bernutrisi dan mudah larut

dalam air. Hingga kini C-Dots yang disintesis dari bahan dasar organik

dimanfaatkan untuk fertilizer dalam bidang pertanian masih sangat sedikit.

Fokus penelitian ini ialah suplemen pemicu pertumbuhan tanaman dari

bahan dasar nanomaterial organik, yaitu C-Dots dari limbah kulit buah naga. C-

Dots dari kulit buah naga merah memiliki ukuran kecil dan mengandung nitrogen,

sehingga menyebabkan nutrisi yang terdapat di dalam nitrogen dapat larut dengan

mudah untuk mendukung pertumbuhan tanaman. Hasil dari penelitian ini

berpotensi digunakan sebagai acuan dalam kajian upaya konservasi lingkungan

serta sebagai salah satu jawaban dalam menangani masalah limbah untuk

mendapatkan suplemen pertumbuhan tanaman yang baik.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan dari latar belakang masalah diatas maka dapat dirumuskan

masalah sebagai berikut:

1. Bagaimanakah karakteristik sifat optik nanopartikel Carbon Dots (C-

Dots) dari limbah kulit buah naga merah (Hylocereus polyrhizus)?

4

2. Bagaimanakah efektivitas penggunaan nanopartikel Carbon Dots (C-

dots) dari limbah kulit buah naga merah (Hylocereus polyrhizus) sebagai

suplemen pertumbuhan tanaman?

1.3 Batasan Masalah

Batasan masalah dalam penelitian ini, yaitu:

1. Penelitian ini berfokus untuk mengetahui karakteristik sifat optik

nanopartikel Carbon Dots (C-Dots) dari limbah kulit buah naga merah

(Hylocereus polyrhizus) yang dibatasi pada karakterisasi Vis-Nir, Bandgap,

PL dan FTIR

2. Efektivitas penggunaan nanopartikel Carbon Dots (C-dots) dari limbah kulit

buah naga merah (Hylocereus polyrhizus) sebagai suplemen pertumbuhan

tanaman kangkung yang dilakukan dalam penelitian ini dibatasi pada

karakterisasi dimensi dan laju pertumbuhan

1.4 Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dari penelitian ini yaitu:

1. Mengetahui karakteristik sifat optik nanopartikel Carbon Dots (C-Dots)

dari limbah kulit buah naga merah (Hylocereus polyrhizus)

2. Mengetahui efektivitas penggunaan nanopartikel Carbon Dots (C-Dots)

dari limbah kulit buah naga merah (Hylocereus polyrhizus) sebagai

suplemen pertumbuhan tanaman

1.5 Manfaat Penelitian

Manfaat dari karya tulis ini antara lain:

1. Memberikan informasi tentang karakteristik sifat optik Carbon Dots (C-

Dots) dari limbah kulit buah naga merah (Hylocereus polyrhizus) sebagai

suplemen pertumbuhan tanaman

2. Memberikan informasi tentang pemanfaatan Carbon dots (C-dots) dari

limbah kulit buah naga merah untuk suplemen pertumbuhan tanaman

sehingga mengurangi pencemaran limbah padat pada tanah

1.6 Sistematika Penulisan Skripsi

Sistematika penulisan skripsi disusun dan dibagi menjadi tiga bagian untuk

memudahkan pemahaman tentang struktur dan isi skripsi. Penulisan skripsi ini

5

dibagi menjadi tiga bagian, yaitu bagian pendahuluan skripsi, bagian isi skripsi, dan

bagian akhir isi skripsi.

Bagian pendahuluan skripsi terdiri dari halaman judul, sari (abstrak),

halaman pengesahan, motto dan persembahan, kata pengantar, daftar isi, daftar

gambar, daftar tabel, dan daftar lampiran.

Bagian isi skripsi, terdiri dari lima bab yang tersusun dengan sistematika

bab 1 yang meliputi pendahuluan, berisi latar belakang, rumusan masalah,

pembatasan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan sistematika

penulisan skripsi; bab 2 yang berisi landasan teori yaitu teori-teori pendukung

penelitian; bab 3 memuat metode penelitian, berisi tempat pelaksanaan penelitian,

alat dan bahan yang digunakan, serta langkah kerja yang dilakukan dalam

penelitian; bab 4 yang meliputi hasil penelitian dan pembahasan, dalam bab ini

dibahas tentang hasil-hasil penelitian yang telah dilakukan dan terakhir bab 5 yaitu

penutup yang berisi tentang kesimpulan hasil penelitian yang telah dilakukan serta

saran-saran yang berkaitan dengan hasil penelitian.

Bagian akhir skripsi memuat tentang daftar pustaka yang digunakan sebagai

acuan dari penulisan skripsi.

6

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1 Buah Naga Merah (Hylocereus polyrhizus)

Buah naga merah dalam dekade terakhir banyak dikembangbiakan pada

negara beriklim tropis seperti Australia, negara-negara asia tenggara khususnya

Indonesia. Buah ini memiliki kulit berwarna merah dan daging keunguan, batang

berlilin, hijau keputihan dengan tepian tajam, dan memiliki duri yang kecil,

morfologi buahnya terlihat pada Gambar 2.2. Buah naga merah dihasilkan oleh

tanaman sejenis kaktus dengan klasifikasi sebagai berikut:

Divisi : Spermatophyta

Subdivisi : Angiospermae

Kelas : Dicotyledonae

Ordo : Cactales

Famili : Cactaceae

Subfamili : Hylocereanea

Genus : Hylocereus

(Kristanto et al., 2008)

Gambar 2.1 Morfologi buah naga merah (Hylocereus polyrhizus)

Kulit buah naga merah (Hylocereus polyrhizus) mengandung pigmen

betacyanin (150,46 mg/100g), pektin (10,17%) dan serat 69,30% (jamilah, 2011).

Buah ini juga mengandung berbagai senyawa bioaktif seperti asam stearat, asam

oleat, campesterol, stigmasterol, asam asetat, betanin, isobetanin, fenolik, dan

flavonoid (Foong et al., 2012). Flavonoid adalah salah satu senyawa alami yang

6

7

berpotensi sebagai agen fotoprotektif karena memiliki kemampuan dalam

menyerap sinar UV serta dapat menjadi senyawa antioksidan (Saewan et al., 2013).

Di samping itu, senyawa antioksidan tersebut dapat melawan radikal bebas karena

memiliki gugus-gugus fenol atau gugus –OH yang terikat pada karbon cincin

aromatik. Aktivitas antioksidan buah ini dengan nilai IC50 73,2772 ppm,

sedangkan kadar total rata-rata antosianin diperoleh sebesar 58,0720 ± 0,0001 ppm

dan jenis antosianin yang terkandung dalam ekstrak etanol kulit buah naga merah

adalah sianidin dengan membentuk puncak maksimum pada panjang gelombang

547 nm (Putri, 2015). Kandungan-kandungan tersebut ternyata dapat meningkat

pertumbuhan tanaman.

Gambar 2.2 Struktur Betacyanin (Bhagwat dan Holden, 2014)

Limbah kulit buah naga yang diolah menjadi ekstrak menunjukkan pH 2,73

(Ingrath, 2015). Di sisi lain, limbah kulit buah banyak mengandung nutrisi yang

baik untuk pertumbuhan tanaman (Jariwala et al., 2017). Diperlukan upaya untuk

mengubah kondisi pH limbah kulit buah naga agar dapat dimanfaatkan secara

optimum sebagai suplemen pertumbuhan tanaman.

2.2 Pupuk (Fertilizer)

Unsur-unsur hara sangat dibutuhkan tanaman akan kebutuhan nutrisi untuk

pertumbuhan dan produktivitas tanaman. Unsur-unsur hara tersebut telah dikemas

dalam bentuk pupuk. Pupuk merupakan bahan atau material senyawa kimia yang

dapat digunakan untuk meningkatkan pertumbuhan tanaman dan buah (Corradini

et al., 2010). Definisi lain menyebutkan bahwa pupuk adalah bahan alami atau

8

buatan yang ditambahkan pada tanah, agar dapat meningkatkan kesuburan tanah

(Hamidah et al., 2010). Di samping itu, kandungan nutrisi yang terdapat di dalam

pupuk dapat memenuhi kebutuhan untuk pertumbuhan tanaman. Pupuk biasanya

diberikan pada tanah (penyerapan hara oleh akar tanaman) atau pada daun

(penyerapan hara melalui daun). Selain itu, pupuk juga dapat digunakan pada

lingkungan perairan, seperti pemupukan pada hidroponik.

Pupuk yang sering digunakan dalam dekade terakhir ialah pupuk anorganik.

Kandungan pupuk anorganik terdiri dari tiga nutrisi utama yaitu nitrogen, fosfor,

dan kalium (N, P dan K). Disebutkan oleh Corradini (2010) kandungan yang

terdapat di dalam pupuk terdiri dari P2O4, K2O, dan MgO.

Pupuk memiliki kandungan nutrisi pelengkap apabila tanaman tidak dapat

memenuhinya mengakibatkan berbagai macam gangguan. Gangguan yang dialami

tanaman dapat dibedakan menjadi gangguan dari luar dan gangguan dari dalam.

Gangguan dari luar dapat dicontohkan seperti gangguan pada hama tanaman, iklim,

kondisi pH tanah, tanah dengan sedikit kandungan humusnya, dan lain sebagainya.

Gangguan dari dalam dapat didefinikan seperti pertumbuhan yang tidak sempurna

akibat sifat gen dari tanaman (pertumbuhan kerdil, warna yang berbeda dari

induknya, tidak berbunga atau berbuah dan lain sebagainya). Peningkatan efisiensi

pemberian nutrisi pada tanaman sehingga dapat meningkatkan hasil panen dan

mengurangi pencemaran lingkungan merupakan strategi penting (Baligar, 2014).

Akan tetapi, sebagian besar nutrisi yang diaplikasikan ke tanah sebagai pupuk

anorganik tanaman, telah menghilang dari tanah sebesar 40-70 % nitrogen, 80-90

% fosfor, dan 50-70 % nitrogen. Kandungan nutrisi pupuk unsur hara N berfungsi

sebagai pendorong pertumbuhan tanaman yang cepat dan memperbaiki tingkat hasil

serta kualitas (Kaya et al., 2013), pengembangan luas daun, pembentukan biji,

pengisian biji, dan sintesis protein pada tanaman. Unsur hara K berfungsi

meningkatkan produksi tanaman. Buah naga merah (Hylocereus polyrhizus) sangat

berlimpah di Indonesia, sehingga banyak masyarakat yang berminat untuk

mengonsumsinya secara besar-besaran. Di sisi lain dengan konsumen buah naga

yang besar berdampak pada limbah kulit, kususnya kulit buah naga yang terbuang

secara cuma-cuma.

9

Pupuk sebagai pelengkap unsur hara pada tanaman memiliki beberapa

manfaat yang berkaitan dengan sifat fisika dan kimia tanah. Manfaat pupuk yang

berkaitan dengan sifat fisika tanah yaitu memperbaiki struktur tanah dari padat

menjadi gembur. Pemberian pupuk organik terutama dapat memperbaiki struktur

tanah dengan menyediakan ruang pada tanah untuk udara dan air. Manfaat lain

adalah mengurangi erosi pada permukaan tanah, berfungsi sebagai penutup tanah

dan memperkuat struktur tanah di bagian permukaan sehingga tanah tidak mudah

tergerus air. Manfaat pupuk yang berkaitan dengan sifat kimia tanah yaitu

menyediakan unsur hara yang diperlukan tanaman untuk membantu mencegah

terjadinya kehilangan unsur hara seperti N, P, dan K yang sifatnya sangat mudah

hilang karena penguapan.

2.2.1 Jenis-jenis Pupuk dan Fungsinya

Metode pemberian pupuk yang tepat, penambahan bahan organik seperti

tandan buah kosong berpotensi membantu penyerapan pupuk secara efektif

(Kheong et al., 2010). Penyerapan pupuk secara efektif dipengaruhi oleh kelarutan,

difusi dan luas permukaan pupuk tersebut. Pupuk berdasarkan senyawa dapat

digolongkan menjadi dua jenis yaitu pupuk organik dan pupuk anorganik.

2.1.1.1 Pupuk Organik

Pupuk organik dapat didapatkan secara konvensional atau tradisional.

Pupuk organik mengandung bahan yang dibutuhkan oleh tanaman guna untuk

kesuburan tanah baik biologi, kimia maupun fisik. Pupuk organik sebagai sumber

hara yang penting bagi tanah dan tanaman, pupuk organik mempunyai beberapa

keunggulan yaitu dapat meningkatkan kandungan bahan organik di dalam tanah,

pendukung agregat tanah, dapat mencegah degradasi lahan dan meningkatkan

ketersediaan hara di dalam tanah. Pupuk organik mengandung asam humus yang

dapat membantu membebaskan unsur-unsur yang terikat, sehingga mudah diserap

oleh tanaman (Hasibun et al., 2006).

Pupuk organik dapat dibedakan menjadi pupuk organik padat dan pupuk

organik cair. Pengaplikasian pupuk organik padat biasanya disebar atau ditabur

pada tanah agar nutrisinya dapat diserap secara langsung oleh tanah akar tanaman.

10

Akan tetapi, pupuk dalam bentuk padat mengalami slow release apabila diserap

oleh akar tanaman, karena proses difusi akar tanaman membutuhkan waktu yang

cukup lama. Pengaplikasian pupuk organik cair lebih mudah diserap oleh akar

tanaman karena larut di dalam air.

Dosis atau konsentrasi yang diberikan untuk pengaplikasian terhadap

tanaman disebutkan bahwa konsentrasi pupuk organik cair sebesar 4 ml/L air dapat

memberikan pengaruh terbaik terhadap bobot kering tanaman (Ridwan, 2018).

Manfaat pupuk cair antara lain dapat meningkatkan pembentukan klorofil,

meningkatkan vigor tanaman agar menjadi lebih kokoh, merangsang pertumbuhan

cabang produksi, meningkatkan pembentukan bunga dan bakal buah dan

mengurangi gugurnya daun.

2.1.1.2 Pupuk Anorganik

Sebagian besar penduduk Indonesia masih banyak menggunakan pupuk

anorganik. Ketersediaan Pupuk anorganik dapat didapatkan dengan pengolahan

bahan kimia. Bahan kimia yang sering digunakan dalam komposisi pupuk

anorganik di pasaran di antaranya N, P2O4, K2O, dan MgO.

Gambar 2.3 Pupuk anorganik jenis NPK

Pupuk berdasarkan fasanya dibedakan menjadi dua jenis yaitu pupuk padat

dan pupuk cair. Pupuk padat merupakan kelarutan yang beragam, mulai yang

mudah larut dalam air sampai yang sukar larut. Pupuk cair, merupakan pupuk yang

dilarutkan dahulu ke dalam air dan umumnya pupuk ini disemprotkan ke daun.

Pupuk cair mengandung banyak hara, baik makro maupun mikro, harganya relatif

mahal. Pupuk amoniak cair merupakan pupuk cair yang kadar nitrogennya sangat

tinggi sekitar 83%, penggunaannya dapat diinjeksikan lewat tanah

11

Pupuk berdasarkan reaksi fisiologinya dibedakan menjadi dua jenis yaitu

pupuk yang mempunyai reaksi fisiologis masam dan pupuk yang mempunyai reaksi

fisiologis basis. Pupuk yang mempunyai reaksi fisiologis masam merupakan pupuk

yang diberikan ke dalam tanah, menimbulkan kecenderungan tanah menjadi lebih

masam (pH menjadi rendah). Misalnya Za dan urea. Di sisi lain, pupuk yang

mempunyai reaksi fisiologis basis, merupakan pupuk yang bila diberikan ke dalam

tanah menyebabkan pH tanah cenderung naik, misalnya pupuk chili saltpeter,

calnitro, dan kalsium sianida.

Pupuk berdasarkan jumlah hara yang dikandung dibedakan menjadi dua

jenis yaitu pupuk tunggal dan pupuk majemuk. Pupuk tunggal merupakan pupuk

yang hanya mengandung satu jenis hara tanaman saja. Misalnya, urea hanya

mengandung hara N, TSP hanya dipenting hara P saja (meskipun ada mengandung

hara Ca). Pupuk majemuk merupakan pupuk yang mengandung dua atau lebih hara

tanaman contohnya seperti NPK, amophoska, dan nitrophoska.

Pupuk berdasarkan macam hara tanaman dibedakan menjadi dua jenis yaitu

pupuk makro, pupuk mikro dan pupuk campuran. Pupuk makro merupakan pupuk

yang hanya mengandung hara makro saja. Contohnya NPK dan nitrophoska. Pupuk

mikro merupakan pupuk yang hanya mengandung hara mikro saja. Contohnya

mikrovet, mikroplek, dan metalik. Pupuk campuran makro dan mikro, misalnya

pupuk gandasil, bayfolan, rustika.

Syarat-syarat suatu material dapat digolongkan ke dalam pupuk yang baik

yaitu:

1. Kadar unsur hara. Nilai pupuk ditentukan oleh banyaknya unsur hara yang

terkandung didalamnya, makin tinggi kadar unsur haranya berarti pupuk

semakin baik. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tanaman terdiri dari air

(±90%) dan bahan kering atau dry matter (±10%). Bahan kering terdiri dari

bahan-bahan organik dan anorganik. Menurut analisis kimia bahwa bahan

organik terdiri dari 47 % Karbon (C), 7% Hidrogen (H), 44% Oksigen (O)

dan 0,2% sd 2% Nitrogen (N). Sedangkan bahan anorganik merupakan

bagian-bagian mineral atau abu.

2. Higroskopisitas. Higroskopisitas adalah tingkat kemudahan pupuk

menyerap air dari udara. Pupuk yang memiliki higroskopisitas kurang baik

12

akan mudah menjadi basah dan mencair bila terkena udara langsung. Bila

udara kering pupuk akan menjadi bongkahan keras.

3. Kelarutan. Semakin tinggi kelarutan suatu pupuk maka semakin mudah pula

pupuk diserap oleh tanaman. Pupuk N dan K umumnya mudah sekali

diserap oleh tanaman.

4. Keasaman. Pupuk buatan ada yang bersifat atau bereaksi asam dan ada juga

yang bersifat netral dan alkalis. Pupuk yang bersifat asam dapat menurunkan

pH tanah menjadi lebih asam dan dapat menyebabkan tanah menjadi cepat

mengeras. Pada tanah asam, sebaiknya menggunakan pupuk yang kadar

keasamannya rendah seperti pupuk ZK.

5. Kecepatan bekerja pupuk. Kecepatan bekerja suatu pupuk adalah kecepatan

pupuk dalam memberikan reaksi setelah diaplikasikan.

2.3 Nanopartikel Carbon Dots (C-Dots)

Nanopartikel Carbon Dots (C-Dots) merupakan salah satu jenis keluarga

nano berukuran kurang dari 10 nm yang biasanya mengandung karbon sp2/sp3 dan

gugus fungsi seperti amino, karbonil, hidroksil, dan asam karboksilik pada

permukaannya(Geogakirlas et al., 2015). Perolehan pertama kali C-Dots yaitu pada

proses pemurnian single-walled carbon nanotubes (SWCNTs) melalui proses

elektroforesis. C-Dots juga telah memiliki karakterisasi khas, yaitu muculnya sifat

fotoluminesensi. Di samping C-Dots sebagai material yang memiliki sifat

fotoluminesensi, C-Dots juga dimanfaatkan mulai dari bidang optoelektronik

hingga medis seperti imaging, sensor, dan drug delivery (Roy et.al., 2015; Xu et.al.,

2004; Yang et.al., 2013).

Ciri khas sifat fotoluminesensi C-Dots yaitu bahan dari keluarga karbon

yang memiliki rentang panjang gelombang emisi 360-631nm (Aji et al., 2017; Lu

et al., 2017; Zhu et al., 2015). Di samping itu, C-Dots juga dapat disintesis dari

berbagai bahan organik diantaranya seperti C-Dots dari bawang putih, susu kedelai,

limbah kertas, dan kulit jeruk (Zhao et al., 2015; Zhu et al., 2012; Fadlan et al.,

2016; Sahu et al., 2012). Selain itu, C-Dots juga dapat disintesis dengan proses

sederhana sehingga memerlukan biaya yang rendah. Gambar 2.4 menujukkan

contoh C-Dots yang dihasilkan dari sumber karbon susu kedelai.

13

Gambar 2.4 Fluoresensi C-Dots dari susu kedelai (Zhu et al., 2012)

2.3.1 Metode Sintesis C-Dots

Metode sintesis C-Dots dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu metode top-

down dan metode bottom-up. Metode top-down yaitu metode sintesis nanomaterial

dengan cara memecah partikel yang berukuran besar menjadi partikel berukuran

nano. Metode top-down ini C-Dots diperoleh dari pemotongan sumber karbon

seperti carbon fiber, carbon black, carbon nanotubes (CNTs) dan lain sebagainya.

Metode pemotongan tersebut menggunakan asam oksida (HNO3, HSO4, atau

campuran). Contoh dari metode top-down ialah arc-discharger, laser ablation dan

oksidasi elektrokimia (Roy et al., 2015). Metode bottom-up merupakan metode

dengan proses sintetis yang lebih sederhana daripada top-down. Sintesis pada

metode bottom-up biasanya menggunakan microwave, ultrasonik, teknik oksidasi

pembakaran, hidrotermal, atau oksidasi asam. Metode bottom-up, juga disebut

metode kimia, asam organik banyak digunakan sebagai bahan awal dengan metode

kimia (Kumar et al, 2018). Sintesis C-dots dari asam sitrat menggunakan metode

microwave, dan juga dilaporkan bahwa menggunakan metode microwave hanya

senyawa organik sederhana dengan berat molekul kurang dari 800 Da dapat berhasil

menghasilkan nanopartikel Carbon Dots (C-dots) (Surati et al, 2012).

Penelitan ini memilih fokus pada teknik microwave, sebab memiliki metode

alternatif sintesis C-dots dalam kondisi ringan. Sintesis C-Dots dari kulit buah naga

merah dapat disintesis dengan mengunnakan metode microwave. Sintesis C-Dots

dengan metode top-down dan bottom-up dapat diilustrasikan seperti pada Gambar

2.5.

14

Gambar 2.5 Ilustrasi sintesis C-Dots metode top-down dan bottom-up

Metode yang digunakan untuk ekstraksi betalain menggunakan microwave,

yaitu pemanasan menggunakan gelombang mikro berdasarkan tumbukan langsung

dengan material polar atau pelarut dan diatur oleh dua fenomena yaitu konduksi

ionik dan rotasi dipole (Delazar et al., 2012). Metode MAE (Microwave Assisted

Extraction) mempunyai keunggulan antara lain waktu yang dibutuhkan lebih

singkat, pelarut yang dibutuhkan lebih sedikit, sesuai untuk konstituen termolabil,

memberikan hasil ekstraksi yang efisien dan mengurangi emisi CO2.

Sintesis C-Dots dilakukan dengan menggetarkan molekul prekursor yang

dilarutkan di dalam aquades dengan menggunakan radiasi gelombang mikro.

Metode tersebut dilakukan oleh Zhu et al(2009) untuk mensintesis C-Dots dari

PEG2000N dan Sakarida dilarutkan dalam air, kemudian dipanaskan dengan 550 W

selama 2 hingga 10 menit seperti Gambar 2.5.

Gambar 2.6 Skema sintesis C-Dots menggunakan microwave

2.3.2 Sifat Absorbansi Nanopartikel C-Dots

Fenomena penyerapan cahaya oleh suatu material yang menandakan adanya

transisi elektron dari keadaan energi rendah ke energi yang lebih tinggi biasa

disebut sebagai fenomena absorpsi. Di dalam molekul organik, transisi ini terjadi

di dalam orbital molekul, yaitu elektron pada Highest Occupied Molecular Orbital

(HOMO) dan Lowest Unoccupied Molecular Orbital (LUMO). C-Dots

menunjukkan absorpsi pada daerah UV, dengan ekor memanjang ke daerah tampak.

Besar C-Dots yang biasannya disintesis menggunakan metode hidrotermal,

BULK POWDER NANOPARTIKEL CLUSTER ATOMS

TOP DOWN BOTTOM UP

15

microwave menunjukkan absorpsi pada daerah panjang gelombang 260-320 nm

dengan ekor memanjang ke daerah tampak, namun setelah C-Dots mengalami

modifikasi luas permukaan akan menunjukkan absorpsi optik pada 350-550 nm (Li

et al., 2012; Wang et al., 2017).

Gambar 2.7 Spektrum absorbansi C-Dots (Sahu et al., 2012)

Spektrum absorbansi C-Dots berkaitan erat dengan struktur di dalamnya.

Absorbansi C-Dots pada daerah panjang gelombang 340 nm menunjukkan adanya

orbital gugus aromatik π di dalamnya. Daerah tersebut juga mempresentasikan

adanya mekanisme transisi elektron π yaitu transisi elektron C-Dots pada orbital

n→π* yang merupakan transisi dari ikatan C=C dan transisi dari sp2 yang terdiri

dari ikatan C=O dan C=N pada orbital π→π* (Zhou et al., 2013; Lu et al., 2017;

Niu et al., 2014).

2.3.3 Sifat Fluororesensi Nanopartikel C-Dots

Fenomena luminesensi merupakan fenomena yang dimiliki oleh beberapa

material bersifat mudah menyerap/mengabsorbsi energi dan kemudian

memancarkan kembali energi tersebut dalam bentuk cahaya tampak. Energi dari

cahaya yang dipancarkan kembali tersebut berasal dari transisi elektron dalam zat

padat. Energi yang diserap tersebut mengakibatkan elektron tereksitasi dari pita

valensi ke pita konduksi. Daerah pada pita konduksi elektron berada dalam keadaan

tidak stabil sehingga mengakibatkan elektron kembali menuju pita valensi dengan

memancarkan cahaya (Lee et al., 2013). Energi yang diserap tersebut dapat berasal

16

dari energi panas, energi mekanik, energi kimia atau sinar UV. Di samping itu,

luminesensi yang sumbernya berasal dari listrik disebut elektroluminesensis,

sedangkan luminesensi yang sumbernya dari optik dapat dinamakan

fotoluminesensi.

Material luminesensi biasanya disebut sebagai phosphor. Material

luminesensi merupakan material semikonduktor dengan emisi yang dihasilkan

bergantung pada energi gap bahan tersebut. Material luminesensi yang dalam

dekade terakhir menjadi kajian menarik ialah Carbon nanodots (C-Dots).

Berdasarkan waktu tunda antara saat mengabsorbsi dengan saat

memancarkan kembali, luminesensi diklasifikasikan dibagi menjadi dua, yaitu

fluoresensi dan fosforesensi. Rentang waktu antara saat mengabsorbsi dengan

memancarkan kembali berlangsung singkat (kurang dari 1 detik) disebut

fluoresensi, sedangkan untuk rentang waktu yang lama disebut fosforesensi.

(Callister & Rethwisch, 2009). Peristiwa fotoluminesensi C-Dots termasuk di

dalam proses fluorosensi dengan pancaran foton terjadi pada selang waktu yang

singkat, yaitu 10-9 – 10-7s setelah penyerapan energi (Wang et al., 2013).

Gambar 2.8 Mekanisme transisi elektron pada fenomena fluoresensi

2.3.4 Karakterisasi Struktur Nanopartikel C-Dots

Struktur nanopartikel C-Dots mengandung gugus molekuler diantaranya

oksigen, karbon dan hidrogen (Damayanti et al., 2014). Ukuran diameter C-Dots

yang kurang dari 10 nm terdiri dari ikatan hibridasi sp2 dan sp3 (Geogakirlas et al,

2015). C-Dots tersusun atas bagian inti (core) dan permukaan yang terdiri dari

molekul-molekul ligan yang melekat pada inti C-Dots. Adapun ilustrasi struktur C-

Dots dapat ditunjukkan pada Gambar 2.9.

Pita Konduksi

Pita Valensi

hf

Fluoresensi

17

Gambar 2.9 Ilustrasi struktur C-Dots

C-Dots setelah melalui proses pemanasan mengalami penguraian ikatan

rantai karbon pada gugus molekuler, kemudian akan tersusun kembali dan mengikat

unsur-unsur seperti hidrogen, oksigen, karbon dan nitrogen (Aji et al., 2018).

Analisis spektrum C-Dots pada jelaga lilin memunculkan tiga sinyal karbon, di

antaranya ikatan C=C eksternal, ikatan C=C internal dan ikatan C=O tanpa adanya

kemunculan ikatan hibridasi sp3 (Ray et al, 2009; Liu et al, 2007).

2.4 Nanopartikel C-Dots untuk Fertilizer

Ukuran nanopartikel C-Dots yang kurang dari 10 nm dapat menyebabkan

senyawa betalain mudah larut dan terjadi difusi. Kelarutan suatu pupuk dapat

digunakan untuk memperkirakan kecepatan absorpsi pupuk dan termasuk salah satu

faktor penting untuk meningkatkan ketersediaan hara di dalam tanaman.

Ketersediaan hara sangat tergantung pada kemampuan pupuk yang dapat terlarut ke

dalam tanah sebelum diserap oleh tanaman.

Difusi merupakan faktor lain yang penting dalam ketersediaan unsur hara

dalam tanah. Mekanisme difusi dapat terjadi karena adanya perbedaan konsentrasi

unsur hara dalam tanah. Konsentrasi unsur hara yang terdapat pada pemukaan akar

tanaman lebih rendah dibandingkan konsentrasi hara dalam larutan tanah,

konsentrasi unsur hara pada permukaan koloid liat, serta pada permukaan koloid

organik. Tingginya konsentrasi unsur hara pada ketiga posisi tersebut menyebabkan

terjadinya peristiwa difusi dari unsur hara berkonsentrasi tinggi ke konsentrasi

rendah yaitu di posisi permukaan akar tanaman (Simanjuntak et al., 2018).

18

Bidang pertanian nanopartikel C-Dots memiliki kebermanfaatan yang

sangat menjanjikan seperti pada aplikasi pestisida nano untuk kontrol penyakit

tanaman, pemulihan nutrisi dan pupuk cerdas (gogos et al., 2012; dimkpa et al.,

2017; nair et al., 2010). Nanofertilizer dapat didefinisikan sebagai pembawa nutrisi

yang berukuran nanodimensi berkisar antara 30 nm sampai 40 nm (10-9 nm atau

satu milyar meter) dan dapat mengikat nutrisi melimpah karena luas permukaan

yang tinggi serta dapat melepaskanya perlahan hingga menyukupi dengan

kebutuhan tanaman (Subramanian et al., 2015). Salah satu pupuk nano sudah

dimanfaatkan pada tanaman padi ialah nutrisi pupuk dengan sistem CNT (Yatim et

al., 2019) seperti tampak pada Gambar 2.4. Sistem CNT merupakan pengiriman

nutrisi dengan cara aliran massa untuk meningkatkan perkecambahan tanaman

melalui efesiensi asupan air, oksigen dan nutrisi. Pemberian pupuk nutrisi CNT ke

dalam tanaman memiliki dua mekanisme, yaitu penetrasi langsung dan endositosis.

Penetrasi langsung merupakan pemberian nutrisi CNT ke dalam sel epidermis,

sedangkan endositosis merupakan transpor CNT ke dalam sel dengan cara

membentuk vesikula baru dari membran plasma.

Nanopartikel Si juga dapat meningkatkan salinitas pada perkecambahan biji

tomat (Haghighi et al., 2012). Nano-ZnO dengan ukuran 25 nm yang dicampurkan

pada 1000 ppm juga berhasil dimanfaatkan konten tertinggi klorofil, kekuatan bibit

lebih tinggi, pertumbuhan vegetatif awal dan hasil polong signifikan dari kacang

tanah (Prasad et al., 2012). Nanopartikel Carbon Dots yang sudah masuk kedalam

tanaman, maka akan terkumpul paling banyak berada pada daun. Sebab daun

tanaman yang berwarna hijau menunjukkan adanya kandungan klorofil yang

terdapat antioksidan. Sedangkan antioksidan untuk tubuh dapat diperoleh dari

klorofil tumbuhan (Iriyana et al., 2014). Nanofertilizer pada tanaman juga dapat

menghasilkan hasil panen yang melimpah pada tanaman (Kottegoda et al., 2017).

19

Gambar 2.10 Mekanisme massa aliran MWCNT yang masuk ke akar padi

(Yatim et al., 2019)

Nanopartikel ZnO dapat memberikan efek terhadap pertumbuhan

perkecambahan pada biji kacang tanah (Prasad et al., 2012). Hal ini disebabkan

oleh Zn yang memiliki peran mobilitas di dalam floem sehingga meningkatkan

produktivitas tanaman. Gambar 2.5 memperlihatkan hasil dimensi pertumbuhan

tanaman kacang tanah umur 110 hari variasi control, bulk ZnO 1000 ppm dan

carbon nanodots ZnO 1000 ppm memiliki perbedaan signifikan.

Gambar 2.11 Pertumbuhan kacang tanah umur 110 hari variasi; control, bulk

ZnO 1000 ppm dan Carbon nanodots ZnO 1000 ppm

Di sisi lain, pemberian pupuk anorganik urea pada pertumbuhan kacang

hijau telah berhasil diujikan. Gambar 2.6 menujukkan pertumbuhan

perkecambahan kacang hijau selama 72 jam dengan variasi air dan urea 0,2 mg/ml

(Wang et al., 2018). Pertumbuhan tunas dan akar kecambah kacang hijau tersebut

memiliki perbedaan yang signifikan. Hal ini dibuktikan dengan rata-rata tunas dan

20

akar kecambah carbon nanodots urea memanjang 1,5 kali dari panjang kecambah

kacang hijau kontrol. Berat kecambah kacang hijau variasi control 550 gram,

sedangkan berat kacang hijau carbon nanodots urea 0,2 mg/ml sebesar 646 gram

seperti pada Tabel 2.3.

Gambar 2.12 Pertumbuhan kacang hijau 72 jam variasi; air dan urea 0,2

mg/ml

Penelitian tentang suplemen tanaman bertipe daun, sebagai pupuk cair

organik, khususnya unsur hara pada Nitrogen (N) memberikan efek terhadap

tanaman (sintha et al., 2010). Sinkonisasi pelepasan nutrisi dari pupuk dengan

permintaan tanaman selama musim tanam dibutuhkan untuk meningkatkan

penggunaan effisiensi pupuk nanomaterial (Monreal et al., 2015). Hal ini

menjadikan suplemen ataupun pupuk Carbon nanodots memiliki peluang penuh

dalam efesiensi penanaman tumbuhan.

Tabel 2.1 Berat kecambah kacang hijau umur 72 jam variasi; air dan urea 0,2

mg/ml

Variasi Berat

N-CDs (0,2 mg/ml) 646 gram

Air murni 550 gram