SINKRETISME AGAMA: KASUS RITUAL BARITAN (SEDEKAH …

142
SINKRETISME AGAMA: KASUS RITUAL BARITAN (SEDEKAH LAUT) DI DESA ASEMDOYONG PEMALANG Skripsi Diajukan kepada Fakultas Ushuluddin Prodi Studi Agama-Agama Sebagai Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Agama (S.Ag) Oleh : Adiba Zahrotul Wildah NIM : 11140321000025 PRODI STUDI AGAMA - AGAMA FAKULTAS USHULUDDIN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 2018 M/1440 H

Transcript of SINKRETISME AGAMA: KASUS RITUAL BARITAN (SEDEKAH …

Page 1: SINKRETISME AGAMA: KASUS RITUAL BARITAN (SEDEKAH …

SINKRETISME AGAMA:

KASUS RITUAL BARITAN (SEDEKAH LAUT)

DI DESA ASEMDOYONG PEMALANG

Skripsi

Diajukan kepada Fakultas Ushuluddin Prodi Studi Agama-Agama

Sebagai Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Agama (S.Ag)

Oleh :

Adiba Zahrotul Wildah

NIM : 11140321000025

PRODI STUDI AGAMA - AGAMA

FAKULTAS USHULUDDIN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

2018 M/1440 H

Page 2: SINKRETISME AGAMA: KASUS RITUAL BARITAN (SEDEKAH …
Page 3: SINKRETISME AGAMA: KASUS RITUAL BARITAN (SEDEKAH …
Page 4: SINKRETISME AGAMA: KASUS RITUAL BARITAN (SEDEKAH …
Page 5: SINKRETISME AGAMA: KASUS RITUAL BARITAN (SEDEKAH …

v

ABSTRAK

Adiba Zahrotul Wildah. 2018. Sinkretisme Agama: Kasus Ritual Baritan

(Sedekah Laut) di Desa Asemdoyong Pemalang. Prodi Studi Agama-Agama

Fakultas Ushuluddin UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

Desa Asemdoyong Kecamatan Taman Kabupaten Pemalang merupakan

desa yang terletak pada pesisir utara Jawa. Desa ini dihuni oleh masyarakat yang

seluruhnya menganut agama Islam. Dalam kehidupan sehari-hari, mayoritas

masyarakat menjalankan syariat Islam sesuai dengan sumber pokok ajaran Islam.

Namun, beberapa kalangan senantiasa melaksanakan tradisi peninggalan nenek

moyang setempat yang mengandung unsur kepercayaan sebelumnya. Salah satu

tradisi yang masih dilestarikan adalah upacara ritual baritan atau yang lebih

dikenal dengan sedekah laut. Upacara baritan mengalami perkembangan, baik dari

segi tujuan maupun pelaksanaan. Mulanya upacara baritan ditujukan kepada para

penguasa laut. Namun, seiring meningkatnya religiusitas masyarakat, upacara

baritan dilakukan sebagai bentuk rasa syukur kepada Allah SWT. yang telah

memberikan rezeki yang melimpah atas hasil tangkap ikan yang didapatkan para

nelayan.

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah jenis penelitian

lapangan (field research) yang didukung oleh studi kepustakaan (library

research) dengan pendekatan kualitatif. Pendekatan yang digunakan dalam

melakukan penelitian adalah pendekatan antropologi dan sosiologi. Teknik

pengumpulan data pada penelitian ini menggunakan teknik observasi, wawancara,

dan dokumentasi. Kemudian teknik analisis data yang digunakan oleh penulis

adalah teknik deskriptif.

Hasil penelitian yang penulis dapatkan adalah dalam pelaksanaan upacara

baritan terjadi sinkretisme agama karena masih mengandung unsur agama Hindu

dan Islam. Percampuran kedua unsur agama tersebut terjadi baik dalam

perlengkapan, pelaksanaan, dan rangkaian acaranya. Hal tersebut menimbulkan

perbedaan pendapat antar kalangan masyarakat dalam menyikapi upacara baritan.

Namun, perbedaan tersebut tidak menjadi suatu pertentangan yang terbuka,

mereka menyadari bahwa hal tersebut hanya sebagai ekspresi keagamaan saja.

Selain itu, upacara baritan juga mengandung beberapa nilai yang bermanfaat bagi

semua kalangan masyarakat. Nilai-nilai tersebut antara lain: nilai Islam, nilai

sosial, dan nilai ekonomi. Dengan demikian, beberapa kalangan yang memiliki

perbedaan dalam menyikapi pelaksanaan upacara baritan, masih bisa menerima

dan menghargai adanya pelaksanaan tradisi tersebut.

Kata Kunci: Sinkretisme, Sedekah Laut, Ritual, Tradisi

Page 6: SINKRETISME AGAMA: KASUS RITUAL BARITAN (SEDEKAH …

vi

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah segala puji bagi Allah SWT. yang telah memberikan

kesempurnaan akal pikiran kepada manusia. Shalawat dan salam senantiasa

tercurahkan kepada baginda Nabi Muhammad SAW. beserta keluarga, para

sahabat, dan para pengikutnya dari awal hingga akhir zaman. Semoga kelak

mendapatkan syafa’atnya. Amin

Tiada kata yang dapat penulis haturkan selain ucapan syukur yang amat

besar kepada Allah SWT. atas segala karunia dan rahmat-Nya sehingga penulis

mampu menyelesaikan tanggung jawab kepada kedua orang tua penulis dengan

skripsi ini. Penulis berhasil menyelesaikan skripsi yang berjudul “Sinkretisme

Agama: Kasus Ritual Baritan (Sedekah Laut) di Desa Asemdoyong Pemalang”

dengan tujuan untuk memenuhi persyaratan memperoleh gelar Sarjana Agama

(S.Ag) di Fakultas Ushuluddin UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

Penulis menyadari dengan sepenuh hati bahwa skripsi ini tidak mungkin

dapat selesai tanpa dukungan dari berbagai pihak. Sudah sepatutnya penulis

menyampaikan ucapan terima kasih dan penghargaan yang tulus kepada semua

pihak yang telah membantu proses penyelesaian skripsi ini. Dari lubuk hati yang

paling dalam, penulis ingin mengucapkan ribuan terima kasih kepada:

1. Kedua orang tua tercinta, Achmad Agus Riyadi dan Eko Setiyowati yang

telah mencurahkan segala kasih sayangnya dalam bentuk apapun yang tak

mungkin dapat terbalaskan. Hanya doa tulus yang dapat penulis panjatkan

untuk Papah dan Mamah, semoga senantiasa diberi kesehatan dan selalu

dalam lindungan-Nya. Teruntuk dua jagoan adik tersayang, Dwi Miftahul

Ajmal dan Muhammad Hasan Sidiq yang menjadi motivasi penulis untuk

terus berjuang supaya kelak dapat menjadi panutan terbaik untuk mereka.

Penulis merasa sangat beruntung memiliki keluarga yang sederhana dan

penuh kebahagiaan ini. Tak ada yang dapat menggantikan kebahagiaan

lain selain berada di tengah-tengah mereka.

Page 7: SINKRETISME AGAMA: KASUS RITUAL BARITAN (SEDEKAH …

vii

2. Bapak Prof. Dr. Dede Rosyada, MA., selaku Rektor Universitas Islam

Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. Bapak Prof. Dr. Masri Mansoer, MA., selaku Dekan Fakultas Ushuluddin

Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, beserta jajarannya.

4. Bapak Dr. Media Zainul Bahri, MA., selaku Ketua Prodi Studi Agama-

Agama, Fakultas Ushuluddin Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah

Jakarta yang telah memberikan banyak masukan yang sangat bermakna.

5. Ibu Dra. Halimah S.M., MA., selaku Sekretaris Prodi Studi Agama-

Agama, Fakultas Ushuluddin Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah

Jakarta yang telah memberikan kemudahan penulis dalam proses

penyelesaian skripsi.

6. Bapak Drs. Dadi Darmadi, MA., selaku Penasihat Akademik yang telah

memberikan pengarahan dan bimbingan dalam proses pengajuan proposal.

7. Bapak Lebba, S.Ag., M.Si., yang telah bersedia meluangkan waktunya

untuk menjadi penguji proposal skripsi.

8. Bapak Drs. M. Nuh Hasan, MA., yang telah bersedia meluangkan

waktunya untuk menjadi penguji komprehensif.

9. Bapak Dr. M. Amin Nurdin, MA., yang telah bersedia meluangkan waktu

untuk mengoreksi, mengarahkan, dan membimbing penulisan skripsi

hingga penulis menyelesaikannya dengan baik.

10. Bapak Prof. Dr. M. Ikhsan Tanggok, M.Si. sebagai Penguji I dan Bapak

Syaiful Azmi, MA. sebagai Penguji II yang telah bersedia meluangkan

waktu untuk menguji skripsi yang telah disusun oleh penulis.

11. Segenap Dosen Fakultas Ushuluddin Universitas Islam Negeri Syarif

Hidayatullah Jakarta yang telah berkenan membagi ilmunya dengan

sepenuh hati kepada penulis.

12. Segenap staff perpustakaan, baik Perpustakaan Umum maupun

Perpustakaan Fakultas yang menyediakan berbagai referensi yang

dibutuhkan penulis.

13. Segenap staff dan karyawan Fakultas Ushuluddin yang telah berkenan

membantu penulis dalam mengurus hal pengadaan surat, perihal beasiswa

BLU yang penulis dapatkan hingga akhir semester 8, serta telah

Page 8: SINKRETISME AGAMA: KASUS RITUAL BARITAN (SEDEKAH …

viii

menyediakan sarana dan prasarana yang membuat penulis nyaman dalam

proses belajar di kelas.

14. Segenap masyarakat Desa Asemdoyong yang telah menyediakan tempat

dan waktu untuk penulis dalam melakukan penelitian. Bapak Darusalam

(Kepala Desa Asemdoyong) yang telah memberikan izin secara penuh

kepada penulis untuk melakukan penelitian dan pengambilan data; Bapak

Mukhlis (Sekretaris Desa) yang telah memberikan data mengenai Desa

Asemdoyong; Bapak Suroso (Ketua KUD Mina Misoyo Makmur) dan

Bapak Nur Komilia (Kepala Dusun Karanganyar) yang banyak

memberikan informasi dan pengarahan kepada penulis sebelum melakukan

penelitian, serta mendampingi penulis dalam melakukan penelitian; Bapak

Tahrudi (Ketua Panitia Baritan Tahun 2018) dan Bapak Sali (Sesepuh

nelayan pembuat ambeng laut) yang telah memberikan banyak informasi

dan data yang penulis butuhkan mengenai Upacara Ritual Baritan, serta

memberikan banyak pengetahuan mengenai kehidupan nelayan; Bapak

KH. Muhafidz Abdul Ghani dan Bapak Fatchuri yang telah bersedia

meluangkan waktunya untuk diwawancarai oleh penulis.

15. Sahabat-sahabat penulis Asyifa Darti, Nurul Izazah, Nurul Khikmah,

Indah Normasari, dan Nadia Muna Yusrina yang seringkali menjadi

tempat berkeluh kesah dan selalu memberikan dorongan, motivasi, dan

doa yang sangat bermanfaat bagi penulis.

16. Teman satu atap dalam tiga tahun terakhir Nindy Raisa Hanum, Chusnul

Yunita, dan Fanny Hayatunnisa yang telah menemani hari-hari penulis dan

menjadi saksi mata suka duka yang dihadapi penulis.

17. Teman seperantauan yang terbentuk dalam organisasi primordial Ikatan

Mahasiswa Pelajar Pemalang Jakarta (IMPP-J) yang seringkali membantu

mengurangi rasa rindu terhadap kampung halaman. Terutama Bidadari

IMPP-J 2014 (Ismiyatul Arifiah, Umi Latifah, Fatayatul Khusnia, Rani, Eli

Irmawati, dan lainnya) yang saling menguatkan untuk hidup jauh dari

keluarga.

18. Teman seperjuangan meraih gelar sarjana, Studi Agama-Agama angkatan

2014 yang telah mengajarkan banyak hal kepada penulis. Terutama untuk

Page 9: SINKRETISME AGAMA: KASUS RITUAL BARITAN (SEDEKAH …

ix

kelas A (Binna Ridhatul Shaumi, Nur Afifah, Qonita, Salwa Anwar, Dewi

Purnamasari, Siti Pheuna Tiara Hati, Teti Eliza, Elva Nuzuliah, Ridwan

Efendi, Muhammad Wahyu, dan lainnya) yang telah memberikan banyak

warna selama 4 tahun bersama. Bertemu dengan kalian merupakan

anugerah yang tak mungkin penulis dapatkan di tempat lain.

19. Seorang yang selalu siap siaga “Andriansah Permana”. Terima kasih telah

menjadi segala sosok untuk penulis, sebagai kakak, sahabat, teman, dan

kekasih.

20. Terlalu banyak pihak yang berpengaruh bagi penulis yang tidak dapat

penulis sebutkan satu persatu. Tanpa mengurangi rasa hormat, penulis

ucapkan ribuan terima kasih atas segala dukungan, baik dalam bentuk

dorongan, motivasi, dan doa sehingga penulis mampu menyelesaikan

skripsi ini dengan baik.

Akhir kata, semoga Allah SWT. membalas segala kebaikan kepada semua

pihak yang membantu, menemani, dan mendukung penulis dalam menjalani

proses perkuliahan hingga dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik. Penulis

menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kata sempurna, maka dari itu kritik

dan saran yang bersifat membangun sangat diperlukan demi kesempurnaan karya

selanjutnya. Besar harapan dari penulis, semoga skripsi ini dapat memberikan

manfaat secara umum bagi para pembaca dan khususnya bagi penulis.

Jakarta, 12 Desember 2018

Penulis,

Adiba Zahrotul Wildah

NIM 11140321000025

Page 10: SINKRETISME AGAMA: KASUS RITUAL BARITAN (SEDEKAH …

x

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL .............................................................................................. i

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING SKRIPSI ................................ ii

HALAMAN PENGESAHAN PANITIA UJIAN ............................................... iii

HALAMAN SURAT PERNYATAAN KEASLIAN ......................................... iv

HALAMAN ABSTRAK ....................................................................................... v

HALAMAN KATA PENGANTAR .................................................................... vi

HALAMAN DAFTAR ISI .................................................................................... x

HALAMAN DAFTAR TABEL ......................................................................... xii

HALAMAN DAFTAR GAMBAR .................................................................... xiii

HALAMAN DAFTAR LAMPIRAN ................................................................ xiv

BAB I PENDAHULUAN ...................................................................................... 1

A. Latar Belakang Masalah .............................................................................. 1

B. Masalah ....................................................................................................... 5

C. Pembatasan dan Rumusan Masalah ............................................................ 6

D. Tujuan Penelitian ........................................................................................ 6

E. Manfaat Penelitian ...................................................................................... 6

F. Tinjauan Pustaka ......................................................................................... 7

G. Landasan Teori .......................................................................................... 10

H. Metodologi Penelitian ............................................................................... 13

I. Sistematika Penulisan ............................................................................... 17

BAB II GAMBARAN UMUM DESA ASEMDOYONG PEMALANG......... 18

A. Sejarah Desa Asemdoyong Pemalang ....................................................... 18

B. Kondisi Geografis dan Demografi Desa Asemdoyong Pemalang ............ 19

Page 11: SINKRETISME AGAMA: KASUS RITUAL BARITAN (SEDEKAH …

xi

C. Kondisi Ekonomi Desa Asemdoyong Pemalang ...................................... 23

D. Kondisi Sosial dan Budaya Desa Asemdoyong Pemalang ....................... 25

E. Kondisi Keagamaan Desa Asemdoyong Pemalang .................................. 28

F. Kondisi Pendidikan Desa Asemdoyong Pemalang ................................... 30

BAB III PROSESI UPACARA RITUAL BARITAN (SEDEKAH LAUT)

DI DESA ASEMDOYONG PEMALANG ........................................................ 33

A. Perkembangan Upacara Ritual Baritan ..................................................... 33

B. Tujuan Upacara Ritual Baritan ................................................................. 38

C. Prosesi Upacara Ritual Baritan ................................................................. 39

1. Persiapan ............................................................................................ 39

2. Pelaksanaan ........................................................................................ 43

D. Baritan dan Masyarakat Desa Asemdoyong ............................................. 53

BAB IV SINKRETISME DAN NILAI-NILAI ISLAM DALAM UPACARA

RITUAL BARITAN (SEDEKAH LAUT) ........................................................ 58

A. Sinkretisme dalam Upacara Ritual Baritan ............................................... 58

1. Unsur Hindu ....................................................................................... 58

2. Unsur Islam ........................................................................................ 63

B. Nilai-Nilai Islam dalam Upacara Ritual Baritan ....................................... 65

BAB V PENUTUP ............................................................................................... 70

A. Kesimpulan ............................................................................................... 70

B. Saran .......................................................................................................... 71

DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 73

LAMPIRAN-LAMPIRAN ................................................................................. 77

Page 12: SINKRETISME AGAMA: KASUS RITUAL BARITAN (SEDEKAH …

xii

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Jumlah Penduduk Berdasarkan Jenis Kelamin ..................................... 19

Tabel 2.2 Jumlah Penduduk Berdasarkan Agama ................................................ 20

Tabel 2.3 Jumlah Penduduk Berdasarkan Usia ..................................................... 20

Tabel 2.4 Jumlah Penduduk Berdasarkan Mata Pencaharian ............................... 21

Tabel 2.5 Jumlah Penduduk Berdasarkan Pendidikan .......................................... 22

Tabel 2.6 Sarana Perekonomian Desa Asemdoyong ............................................ 24

Tabel 2.7 Sarana Sosial dan Budaya Desa Asemdoyong ...................................... 28

Tabel 2.8 Sarana Keagamaan Desa Asemdoyong................................................. 30

Tabel 2.9 Sarana Pendidikan Formal Desa Asemdoyong ..................................... 31

Page 13: SINKRETISME AGAMA: KASUS RITUAL BARITAN (SEDEKAH …

xiii

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Bedug ................................................................................................ 27

Gambar 2.2 Masjid Baitussalam ........................................................................... 28

Page 14: SINKRETISME AGAMA: KASUS RITUAL BARITAN (SEDEKAH …

xiv

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran I : Surat Seminar Proposal .......................................................... 77

Lampiran II : Hasil Seminar Proposal .......................................................... 78

Lampiran III : Surat Ujian Komprehensif ...................................................... 79

Lampiran IV : Hasil Ujian Komprehensif ...................................................... 80

Lampiran V : Surat Penunjukan Pembimbing Skripsi .................................. 81

Lampiran VI : Presensi Konsultasi Bimbingan Skripsi .................................. 83

Lampiran VII : Surat Izin Penelitian ................................................................ 84

Lampiran VIII : Surat Keterangan Penelitian ................................................... 85

Lampiran IX : Pedoman Wawancara ............................................................. 86

Lampiran X : Pernyataan Informan ............................................................... 88

Lampiran XI : Hasil Wawancara .................................................................... 94

Lampiran XII : Sertifikat OPAK ................................................................... 113

Lampiran XIII : Sertifikat KKN ...................................................................... 113

Lampiran XIV : Sertifikat TOEFL .................................................................. 114

Lampiran XV : Sertifikat TOAFL ................................................................. 114

Lampiran XVI : Dokumentasi Penelitian ........................................................ 115

Page 15: SINKRETISME AGAMA: KASUS RITUAL BARITAN (SEDEKAH …

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Indonesia merupakan negara yang memiliki sejarah keberagamaan yang

menarik. Sebelum kedatangan agama Hindu dan Buddha, masyarakat Indonesia

telah menjadi masyarakat yang tersusun secara teratur, sederhana, dan bersahaja.

Sistem religi yang dianut oleh masyarakat awal adalah animisme dan dinamisme.

Dua kepercayaan inilah yang menjadi inti munculnya ragam kebudayaan di

Indonesia. Pada masa itu, pikiran dan perilaku masyarakat sangat dikuasai oleh

kekuatan-kekuatan roh gaib yang tidak lain adalah roh-roh para leluhurnya.

Masyarakat melakukan penyembahan terhadap leluhur atau nenek moyangnya

sebagai bentuk penghormatan. Dengan harapan keluarganya akan dilindungi dari

roh-roh jahat dan mendapatkan bantuan dari roh-roh yang baik dalam aktivitas

kesehariannya.1

Kebudayaan asli Indonesia lebih cenderung kepada paham animisme dan

dinamisme. Perubahan besar terhadap kebudayaan Indonesia mulai terjadi setelah

masuknya agama Hindu dan Buddha yang berasal dari India. Kebudayaan India

memasuki dan mempengaruhi kebudayaan Indonesia meliputi: sistem

kepercayaan, kesenian, kesusasteraan, astronomi, mitologi, dan pengetahuan

umum. Kebudayaan Hindu dan Buddha ini disebarkan melalui sarana bahasa yaitu

bahasa sansekerta.2

Indonesia menjadi jalur perdagangan dari Asia Selatan ke Asia Timur,

sehingga muncullah para pendatang. Selain terletak pada jalur perdagangan,

Indonesia juga kaya akan rempah-rempah, emas, dan kekayaan alam yang banyak

diminati di dunia perdagangan. Mulai dari situlah kepercayaan asli masyarakat

Indonesia mulai terakulturasi. Para pendatang masuk ke Indonesia membawa

budaya asal dari negaranya. Tidak hanya itu, mereka juga membawa kepercayaan

1 Ahmad Khalil, Islam Jawa: Sufisme dalam Etika dan Tradisi Jawa (Malang: UIN

Malang Press, 2008), h. 132-133. 2M. Dimyati Huda, “Peran Dukun terhadap Perkembangan Peradaban Budaya Masyarakat

Jawa,” STAI Negeri Kediri, Vol. 4 (Oktober 2015), h. 5.

Page 16: SINKRETISME AGAMA: KASUS RITUAL BARITAN (SEDEKAH …

2

baru. Hal itu menarik perhatian pangeran-pangeran lokal untuk berkenalan dengan

pandangan politik dan religius luar, terutama India.

Para penguasa Nusantara melihat ideologi yang diajukan oleh para pendeta

Brahmani tepat untuk melegitimasi dan memperluas wawasan mereka. Para

pendeta Brahmani diminta untuk dapat menarik garis nenek moyang mereka

sampai kepada dewa-dewa Hindu dan menyatakan diri sebagai penjelmaan Siwa

atau Wisnu. Kemudian para Raja Jawa dikeramatkan sebagai pusat penjelmaan

dewa, yaitu sebagai titisan dewa atau pembawa esensi kedewataan dunia.

Mulailah muncul kerajaan-kerajaan Hindu dan Buddha.3

Berabad-abad masyarakat Indonesia beradaptasi dan menampung unsur-

unsur berharga dari agama Hindu-Buddha. Kebudayaan dan unsur-unsur impor

berhasil diresapi oleh kebudayaan Jawa sampai menjadi paham-paham Jawa asli,

seperti penghormatan kepada nenek moyang, pandangan-pandangan tentang

kematian dan penebusan kesalahan atau dosa, kepercayaan kepada kekuasaan

kosmis, dan mitos-mitos dari pendahulunya.

Tradisi budaya yang begitu mudah di terima membuat para Mubalig dari

Arab dan Persia masuk membawa ajaran Islam. Pada masa ini, kerajaan Majapahit

memiliki kekuasaan terluas di Nusantara. Namun pada abad ke-15 terjadi

perebutan kekuasaan di kalangan istana yang membuat kondisi kerajaan melemah

hingga kemudian diserang Girindawhardana dari Kediri. Alam Jawa kemudian

berganti suasana dengan berdirinya kerajaan Islam pertama yaitu kerajaan

Demak.4

Jawa kaya akan kebudayaan yang mereka dapatkan secara turun temurun

dari zaman nenek moyangnya. Secara geografis dan kebudayaannya, masyarakat

Jawa terbagi menjadi tiga bagian. Pertama, Negarigung. Kebudayaan masyarakat

di wilayah Negarigung adalah kebudayaan yang bersumber dari dan berakar pada

dunia keraton. Masyarakat ini disebut sebagai tiyang negari (orang negari) yang

mengutamakan kehalusan, baik dalam bahasa maupun kesenian. Kedua,

mancanegari. Masyarakat di wilayah mancanegari memiliki banyak kesamaan

dengan budaya negarigung dan mengidentifikasi dirinya sebagai tiyang pinggiran

(orang pinggiran) yang memiliki kebudayaan kurang halus dibandingkan dengan

3Ahmad Khalil, Islam Jawa: Sufisme dalam Etika dan Tradisi Jawa, h. 135-136 . 4Ahmad Khalil, Islam Jawa: Sufisme dalam Etika dan Tradisi Jawa, h. 144.

Page 17: SINKRETISME AGAMA: KASUS RITUAL BARITAN (SEDEKAH …

3

tiyang negari. Ketiga, pesisiran. Secara geografis, masyarakat yang memiliki

kebudayaan yang tinggal di pesisir utara Jawa, memiliki ciri khas budaya yang

berbeda, berwatak keras, dan terbuka. Masyarakat pesisiran terbagi menjadi dua

kelompok yaitu wilayah Timur terdiri dari: Cengkal Sewu, Surabaya, Gresik,

Sedayu, Tuban, Lasem, Juwana, Pati, Kudus, dan Jepara. Sedangkan wilayah

Barat terdiri dari: Demak, Kendal, Batang, Pekalongan, Wiradesa, Pemalang,

Tegal, dan Brebes.5

Islam di Jawa masuk melalui pesisir utara Jawa yang dimulai dari Tuban.

Masyarakat pesisir memiliki kebudayaan yang berwatak kosmopolit dan egaliter.

Hal itulah memiliki kecocokan dengan Islam yang mengagungkan egalitarianisme

(kesamaan derajat di sisi Tuhan) sehingga mudah di terima oleh masyarakat.

Selain itu, Islam juga dimodifikasi oleh para Wali dengan budaya lokal dan

keyakinan masyarakat sebelumnya yaitu animisme-dinamisme dan Hindu-

Buddha. Sehingga dengan memasukkan unsur-unsur Islam terhadap budaya yang

berkembang, masyarakat akan lebih mudah menerima.6

Pada umumnya, struktur sosial yang terbentuk dalam kehidupan

masyarakat Jawa yang berkaitan dengan masuknya agama serta peradaban Hindu

dan Islam di Jawa, mewujudkan adanya tiga bagian. Pertama, masyarakat

abangan yang berpusat di pedesaan dan menekankan pentingnya aspek-aspek

animistik. Kedua, masyarakat santri yang berpusat di tempat perdagangan atau

pesisir dan menekankan aspek-aspek Islam. Ketiga, masyarakat priyayi yang

berpusat di kota dan menekankan aspek-aspek Hindu.7 Adanya tiga struktur sosial

yang berlainan tersebut menunjukkan bahwa dalam kehidupan masyarakat

sesungguhnya terdapat variasi dalam sistem kepercayaan, nilai, dan upacara yang

berkaitan dengan masing-masing struktur sosial tersebut. Sehingga walaupun

masyarakat Desa Asemdoyong seluruhnya beragama Islam, tetapi mereka

memiliki budaya yang sangat melekat yaitu sedekah laut, yang termasuk kepada

tradisi masyarakat abangan. Tradisi masyarakat abangan masih sangat erat

berhubungan dengan roh-roh leluhur. Masyarakat abangan memiliki kepercayaan

5Nur Syam, Islam Pesisir (Yogyakarta: LkiS, 2005), h. 166. 6Nur Syam, Islam Pesisir, h. 167. 7Clifford Geertz, The Religion of Java, terj. Aswab Mahasin “Abangan, Santri, Priyayi

dalam Masyarakat Jawa” (Jakarta: Pustaka Jaya, 1983), h. VII.

Page 18: SINKRETISME AGAMA: KASUS RITUAL BARITAN (SEDEKAH …

4

bahwa roh-roh leluhur membawa pengaruh besar dalam kehidupan masyarakat.

Sedangkan seharusnya masyarakat muslim sudah tidak lagi melaksanakan tradisi

yang masih mengandung kepercayaan lain. Dalam ajaran Islam, umat muslim

dilarang untuk menyekutukan Allah SWT. karena tidak ada kekuatan lain yang

menandingi kekuatan Allah SWT. yang dapat menghendaki segala yang terjadi

pada kehidupan manusia.

Sedekah laut merupakan tradisi atau upacara yang diadakan tiap 1

Muharam atau dikenal masyarakat Jawa dengan sebutan 1 Suro. Bulan Muharam

merupakan bulan yang mulia yang termasuk dari empat bulan yang dijadikan

Allah sebagai bulan haram, sebagaimana firman-Nya:

“Sesungguhnya bilangan bulan di sisi Allah dua belas bulan, dalam

ketetapan Allah di waktu Dia menciptakan langit dan bumi, diantaranya terdapat

empat bulan haram.” (QS. At-Taubah: 36)8

Masyarakat pesisir utara Jawa pada malam 1 Muharam mengadakan

pengajian dan keesokan harinya dilaksanakan upacara sedekah laut, seperti yang

dilakukan masyarakat Asemdoyong Pemalang. Mulanya tidak ada pengajian,

hanya ada pangung sandiwara, wayang, dan tradisi dari kepercayaan sebelumnya.

Namun, lambat laun Islam mulai diterima dan seluruh masyarakat menjadi

penganut agama Islam. Mulai dari itulah, masyarakat menginginkan adanya

percampuran atau penggabungan dalam tradisi sedekah laut yang memiliki unsur

animisme dan hinduisme dengan nilai-nilai Islam. Mereka menyebut tradisi

sedekah laut dengan Tradisi Baritan.

Tradisi Baritan ini dilakukan sebagai bentuk rasa syukur kepada Tuhan

karena telah melimpahkan rezeki di laut yang merupakan sumber mata

pencaharian masyarakat pesisir. Namun, tradisi ini dipadukan dengan budaya

lokal yang berasal dari agama yang dianut masyarakat sebelum Islam, seperti

sesaji, ruwat, slametan, dan pagelaran wayang. Tradisi ini sudah ada sejak nenek

moyang masyarakat Desa Asemdoyong dan terus dilestarikan secara turun

temurun meskipun banyak mengalami perkembangan dan pergeseran. Mulanya

pelaksanaan tradisi ini ditujukan sebagai ucapan terima kasih kepada penguasa

laut (Mbaurekso) dan memberi sajen dengan harapan penguasa laut akan

8Irfan Bahar Nurdin, “Bulan Muharam sebagai Inspirasi Kebangkitan Umat,” Jurnal

Huda Cendekia, Vol. VII/I/2016 No.07 (Bandung: Huda Cendekia, 2016), h. 5.

Page 19: SINKRETISME AGAMA: KASUS RITUAL BARITAN (SEDEKAH …

5

melimpahkan rezeki dan menjauhkan musibah dari para nelayan. Bahkan sebelum

tahun 2015, masyarakat menyambut 1 Muharam dengan pesta dangdut semalam

penuh. Namun, beberapa tahun terakhir sudah mengalami perubahan, yaitu

dengan mengadakan pengajian di malam 1 Muharam.

Prosesi baritan berlangsung selama satu minggu. Mulai dengan persiapan,

membuat ambeng, membuat sesaji, menghias kapal atau perahu, mengadakan

pengajian, ambeng diarak keliling desa, acara puncak yaitu larung sesaji, ruwat,

dan terakhir pementasan wayang. Tradisi ini sangat membutuhkan kerjasama

masyarakat desa dari berbagai kelompok dan hal ini meningkatkan tali

persaudaraan antar masyarakat desa.

Masyarakat Desa Asemdoyong mayoritas sangat antusias dalam

menyambut pelaksanaan tradisi baritan. Tradisi baritan mengandung beberapa

nilai-nilai Islam. Dengan menyambut baik tradisi ini, berarti masyarakat telah

memuliakan bulan Muharam sebagai upaya memperbaiki diri di tahun mendatang,

sebagai bentuk rasa syukur kepada Tuhan atas segala karunia-Nya, dan sebagai

bentuk pendekatan diri kepada Tuhan.

Uraian masalah di atas, menarik untuk ditelaah lebih jauh. Maka dari itu,

penelitian ini difokuskan untuk membahas prosesi ritual, sinkretisme, dan nilai-

nilai Islam dalam tradisi baritan (sedekah laut) di Desa Asemdoyong Pemalang,

dengan skripsi yang berjudul “Sinkretisme Agama: Kasus Ritual Baritan

(Sedekah Laut) di Desa Asemdoyong Pemalang”.

B. Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dikemukakan, penulis

menemukan masalah sebagai berikut: masyarakat Desa Asemdoyong seluruhnya

beragama Islam, tetapi mereka memiliki budaya yang sangat melekat yaitu

sedekah laut, yang termasuk kepada tradisi masyarakat abangan. Tradisi

masyarakat abangan masih sangat erat berhubungan dengan roh-roh leluhur.

Masyarakat abangan memiliki kepercayaan bahwa roh-roh leluhur membawa

pengaruh besar dalam kehidupan masyarakat. Sedangkan seharusnya masyarakat

muslim sudah tidak lagi melaksanakan tradisi yang masih mengandung unsur dari

kepercayaan lain. Dalam pelaksanaan tradisi ritual baritan juga menimbulkan pro

Page 20: SINKRETISME AGAMA: KASUS RITUAL BARITAN (SEDEKAH …

6

dan kontra dalam kalangan masyarakat. Dalam ajaran Islam, umat muslim

dilarang untuk menyekutukan Allah SWT. karena tidak ada kekuatan lain yang

menandingi kekuatan Allah SWT. yang dapat menghendaki segala yang terjadi

pada kehidupan manusia.

C. Pembatasan dan Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian pada latar belakang masalah dan masalah di atas,

penulis membatasi penelitian ini terfokus kepada Upacara Ritual Baritan di Desa

Asemdoyong saja. Dalam pembatasan masalah tersebut membentuk satu

pertanyaan yang dijadikan rumusan masalah dalam penelitian ini, antara lain:

“Bagaimana bentuk sinkretisme dan nilai-nilai Islam dalam Upacara Ritual

Baritan (sedekah laut)?”

D. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka penelitian ini memiliki tujuan

untuk mengetahui bagaimana bentuk sinkretisme dan nilai-nilai Islam dalam

upacara ritual baritan (sedekah laut) di Desa Asemdoyong Pemalang.

E. Manfaat Penelitian

Berdasarkan uraian pada latar belakang dan rumusan masalah di atas,

maka penelitian ini memiliki manfaat antara lain:

1. Manfaat Akademis

a. Penelitian ini diharapkan dapat memberi sumbangan pengetahuan

mengenai bentuk sinkretisme dalam upacara ritual baritan (sedekah

laut) di Desa Asemdoyong.

b. Penelitian ini dilakukan untuk memenuhi persyaratan guna

memperoleh gelar sarjana Strata 1 (S1) Agama pada Prodi Studi

Agama-Agama Fakultas Ushuluddin Universitas Islam Negeri Syarif

Hidayatullah Jakarta

2. Manfaat Praktis

Penelitian ini dilakukan untuk memberi manfaat khususnya kepada

masyarakat Desa Asemdoyong dan manfaat umumnya bagi para pembaca

Page 21: SINKRETISME AGAMA: KASUS RITUAL BARITAN (SEDEKAH …

7

dalam menambah pengetahuan mengenai bentuk sinkretisme dan nilai-

nilai Islam yang terkandung dalam upacara ritual baritan (sedekah laut) di

Desa Asemdoyong Kecamatan Taman Kabupaten Pemalang.

F. Tinjauan Pustaka

Penelitian mengenai ritual sinkretik terhadap tradisi baritan (sedekah laut)

di Desa Asemdoyong Pemalang belum diteliti dalam penelitian-penelitian

sebelumnya. Namun penulis akan membahas penelitian-penelitian sebelumnya

yang berhubungan dengan judul penelitian skripsi ini.

Pertama, karya dalam bentuk buku yang ditulis oleh Nur Syam yang

berjudul Islam Pesisir. Buku ini terfokus kepada perkembangan kehidupan agama

Islam dalam tradisi masyarakat pesisir Desa Palang, Tuban, Jawa Timur. Dalam

kajiannya melalui pendekatan teori konstruktivisme sosial oleh Peter Berger dan

Thomas Luckman, menjelaskan tentang bagaimana masyarakat pesisir melakukan

berbagai upacara, seperti upacara lingkungan hidup, kalenderikal, upacara tolak

bala, maupun upacara hari-hari baik. Nur Syam berpendapat bahwa konstruksi

sosial pada keberagamaan masyarakat pesisir Palang, umumnya merupakan hasil

dari proses akulturasi ajaran Islam dan budaya lokal. Salah satunya pelaksanaan

upacara sedekah laut yang sudah tidak mengandung unsur dari kepercayaan

sebelumnya. Upacara sedekah laut di Desa Palang dilaksanakan dengan pengajian.

Namun, diakuinya sebagian kecil masih ada yang melakukan selamatan di tepi

pantai.9

Kedua, karya dalam bentuk jurnal yang ditulis oleh M. Mansur Syariffudin

yang berjudul Islam dan Tradisi Baritan dari IAIN Walisongo Semarang. Jurnal

ini selaras dengan penelitian penulis yaitu membahas tradisi baritan di Desa

Asemdoyong Pemalang. Namun, kajian dalam jurnal ini lebih kepada Islam yang

dinyatakan dalam subbab Islam sebagai Sistem Simbol. Dalam kajian pelaksanaan

tradisi baritan juga terdapat banyak perbedaan karena seiring dengan

perkembangan pola pikir dan religiusitas masyarakat Desa Asemdoyong. Jurnal

9Nur Syam, Islam Pesisir.

Page 22: SINKRETISME AGAMA: KASUS RITUAL BARITAN (SEDEKAH …

8

ini memiliki pendapat bahwa dalam pelaksanaan tradisi baritan telah terjadi proses

sinkretisme antara Islam dengan budaya lokal.10

Ketiga, karya dalam bentuk skripsi yang ditulis oleh Rina H. Muhammad

yang berjudul Tradisi Sinkretik di Kalangan Umat Islam Suma Halmahera

Selatan dari Jurusan Studi Agama-Agama Fakultas Ushuluddin UIN Syarif

Hidayatullah Jakarta tahun 2017. Skripsi ini selaras dengan penelitian penulis

yaitu membahas tradisi sinkretik yang berkembang dalam suatu masyarakat.

Namun, tradisi yang dibahas berbeda. Skripsi ini membahas tradisi sinkretik

dalam upacara kematian, pernikahan, relasi sosial, dan kerukunan sosial pada

masyarakat Suma Halmahera Selatan.11

Keempat, karya dalam bentuk skripsi yang ditulis oleh Martia Awaliah

yang berjudul Keberagamaan Masyarakat Nelayan (Studi Kasus Tradisi Pesta

Laut di Desa Banten Kecamatan Kasemen Kota Serang) dari Jurusan Studi

Agama-Agama Fakultas Ushuluddin UIN Syarif Hidayatullah Jakarta tahun 2016.

Skripsi ini lebih terfokus pada keberagamaan masyarakat Desa Banten yang masih

melestarikan tradisi nenek moyang yaitu tradisi pesta laut. Dalam hal ini, tingkat

keberagamaan masyarakat yang justru merubah konsep pesta laut dengan

memasukkan nilai-nilai keagamaan. Selain itu, skripsi ini juga membahas

pengaruh tradisi pesta laut terhadap unsur religi, psikologi, sosiologi, dan

ekonomi masyarakat.12

Kelima, karya dalam bentuk skripsi yangditulis oleh Umi Kulsum yang

berjudul Perkembangan Tradisi Sedekah Laut di Kelurahan Sugih Waras

Kabupaten Pemalang Tahun 1980-2005 dari Jurusan Sejarah Fakultas Ilmu Sosial

Universitas Negeri Semarang tahun 2007. Skripsi ini pokok pembahasannya

mengenai perkembangan tradisi sedekah laut. Perkembangan tradisi sedekah laut

yang dijabarkan dalam skripsi ini dimulai dari tahun 1980, di mana pada saat itu

pelaksanaan tradisi sedekah laut tidak ada campur tangan dari pemerintah daerah

dan dilaksanakan secara sederhana. Pada tahun 1987, berdasarkan Peraturan

10M. Mansur Syariffudin, “Islam dan Tradisi Baritan,” Jurnal Kebudayaan Islam, Vol. 11

No. 1 (Januari-Juni 2013). 11Rina H. Muhammad, “Tradisi Sinkretik di Kalangan Umat Islam Suma Halmahera

Selatan,” (Skripsi S1 Fakultas Ushuluddin, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2017). 12Martia Awaliah, “Keberagamaan Masyarakat Nelayan (Studi Kasus Tradisi Pesta Laut

di Desa Banten Kecamatan Kasemen Kota Serang),” (Skripsi S1 Fakultas Ushuluddin, UIN Syarif

Hidayatullah Jakarta, 2016).

Page 23: SINKRETISME AGAMA: KASUS RITUAL BARITAN (SEDEKAH …

9

Daerah Nomor 2 Tahun 1987 bahwa tradisi sedekah laut berada di bawah naungan

Dinas Pariwisata dan Kebudayaan dan mulai dari situlah, tradisi sedekah laut

diketahui oleh masyarakat luas. Seiring perkembangan zaman, tradisi sedekah laut

diadakan semakin besar-besaran dan berhasil mengundang masyarakat luas, baik

warga Pemalang maupun sekitarnya. Namun, pada tahun 2000 terjadi pro-kontra

di antara golongan masyarakat, sehingga untuk menyikapinya diadakan pengajian

pada malam setelah pelaksanaan larung sesaji. Pada skripsi juga dijelaskan

mengenai pengaruh perkembangan bagi masyarakat dalam bidang ekonomi, sosial

dan budaya, dan pendidikan serta pengaruh bagi Dinas Pariwisata dan

Kebudayaan adalah menambah pemasukan karena semakin bertambahnya

pengunjung saat pelaksanaan tradisi sedekah laut tersebut.13

Keenam, karya dalam bentuk skripsi yang ditulis oleh Dewi Zulaikah yang

berjudul Nilai Islam dalam Tradisi Baritan di Desa Wringinpitu Kabupaten

Banyuwangi dari Jurusan Sejarah dan Kebudayaan Islam Fakultas Adab dan

Humaniora Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya tahun 2015. Skripsi

ini memiliki kesamaan yaitu membahas nilai agama (Islam) dalam tradisi baritan.

Namun, tradisi baritan di Desa Wringinpitu ini diartikan sebagai doa bersama

yaitu doa untuk memohon turunnya hujan dan kesuburan tanah. Keadaan tanah di

desa ini lengket, kering, tandus, bahkan membelah, serta sering terjadi kemarau

panjang di setiap tahun. Tradisi baritan ini diyakini masyarakat Desa Wringinpitu

dapat mendatangkan hujan.14

Ketujuh, karya dalam bentuk skripsi yang ditulis oleh Agus Atiq Murtadlo

yang berjudul Akulturasi Islam dan Budaya Lokal dalam Tradisi Upacara

Sedekah Laut di Pantai Teluk Penyu Kabupaten Cilacap dari Jurusan Sejarah dan

Kebudayaan Islam Fakultas Adab Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga

Yogyakarta tahun 2009. Skripsi ini memiliki sudut pandang yang berbeda dengan

peneliti yaitu menggunakan teori akulturasi. Teori akulturasi oleh J. Powel yang

mengungkapkan bahwa akulturasi diartikan sebagai masuknya nilai-nilai budaya

asing ke dalam budaya lokal tradisional. Dalam hal ini, budaya asing yang

13Umi Kulsum, “Perkembangan Tradisi Sedekah Laut Di Kelurahan Sugih Waras

Kabupaten Pemalang Tahun 1980-2005,” (Skripsi S1 Fakultas Ilmu Sosial, Universitas Negeri

Semarang, 2007). 14Dewi Zulaikah, “Nilai Islam dalam Tradisi Baritan di Desa Wringinpitu Kabupaten

Banyuwangi,” (Skripsi S1 Fakultas Adab dan Humaniora, UIN Sunan Ampel Surabaya, 2015).

Page 24: SINKRETISME AGAMA: KASUS RITUAL BARITAN (SEDEKAH …

10

dimaksud adalah Islam dan budaya lokal tradisionalnya adalah tradisi upacara

sedekah laut tersebut. Pembahasan skripsi ini meliputi proses akulturasi dari

mulanya banyak yang menolak hingga kini sudah banyak masyarakat yang

menerima, nilai-nilai Islam yang terkandung dalam upacara sedekah laut, dan

respon masyarakat dalam menyikapi adanya proses akulturasi tersebut.15

Kedelapan, karya dalam bentuk skripsi yang ditulis oleh Ali Wildan yang

berjudul Tradisi Sedekah Laut dalam Etika Ekologi Jawa (Di Desa Gempolsewu

Kecamatan Rowosari Kabupaten Kendal) dari Jurusan Aqidah dan Filsafat

Fakultas Ushuluddin dan Humaniora Universitas Islam Negeri Walisongo

Semarang tahun 2015. Skripsi ini memiliki kesamaan yaitu pembahasan mengenai

nilai-nilai yang terkandung dalam sedekah laut. Namun, yang membedakan

adalah fokus pembahasannya. Fokus pembahasan skripsi ini adalah etika ekologi

yaitu konsep etika lingkungan di mana dalam tradisi ini terbentuk hubungan

timbal balik antara makhluk hidup dengan alam sekitarnya. Lokasi penelitian

berbeda yaitu berada di Desa Gempolsewu Kecamatan Rowosari Kabupaten

Kendal.16

G. Landasan Teori

Istilah sinkretisme muncul pertama kali dari ahli sejarah yang berasal dari

Yunani yaitu Plutarch. Istilah sinkretisme atau syncretismos digunakan untuk

menggambarkan bagaimana bangsa Cretan bertindak untuk menghentikan

permusuhan sesama mereka dan bersatu untuk menghadapi musuh yang sama.

Menurut Reese, sinkretisme berasal dari kata syncretism atau synkretizein

yang bermaksud menggabungkan. Reese merujuk pada penggabungan antara

falsafah pemikiran, agama, dan budaya yang berbeda. Siv Ellen Kraft merincikan

definisi tersebut sebagai percampuran idea dan praktik agama, dengan maksud

salah satu mengambil sedikit atau banyak prinsip dari lainnya atau keduanya

bersatu secara keseluruhan dan sedikit bentuk politeistik.

15Agus Atiq Murtadlo, “Akulturasi Islam dan Budaya Lokal dalam Tradisi Upacara

Sedekah Laut di Pantai Teluk Penyu Kabupaten Cilacap,” (Skripsi S1 Fakultas Adab, UIN Sunan

Kalijaga Yogyakarta, 2009). 16Ali Wildan, “Tradisi Sedekah Laut dalam Etika Ekologi Jawa (Di Desa Gempolsewu

Kecamatan Rowosari Kabupaten Kendal),” (Skripsi S1 Fakultas Ushuluddin dan Humaniora, UIN

Walisongo Semarang, 2015).

Page 25: SINKRETISME AGAMA: KASUS RITUAL BARITAN (SEDEKAH …

11

Robert Baird muncul dengan membawa kritik yang menyarankan

sinkretisme sebagai konsep yang perlu diharamkan daripada kajian sejarah agama.

Menurutnya, proses percampuran seperti itu adalah hal yang biasa dalam sejarah

agama. Sehingga untuk menjelaskan sesuatu sebagai sinkretik adalah ibarat tidak

menjelaskan sesuatu. Kritik dari Baird inilah yang membuat istilah sinkretisme

banyak diperbincangkan. Hingga muncul dan berkembang dua aliran utama.

Aliran pertama, mereka yang berusaha mengelakkan penilaian (deskriptif). Aliran

pertama lebih bersifat inklusif dan mencadangkan sinkretisme sebagai proses

semula dengan mempertahankan keaslian mereka.

Golongan aliran pertama ini adalah Shaw dan Stewart. Steward

menawarkan konsep sinkretisme dengan lebih luas yaitu sinkretisme dapat

menimbulkan persoalan sejarah mengenai asal usul, hubungan budaya, dan

pengaruh yang diterima. Hal ini dapat dilakukan dalam memahami agama dan

fenomena budaya lain. Prinsip-prinsip asas sinkretisme digunakan untuk

menggambarkan agama dan pada peringkat lebih baik, dapat digolongkan kepada

teori agama. Aliran kedua, mereka menerapkannya secara eksklusif yaitu

mempermasalahkan ketulenan tradisi yang dicampur. Mereka memperbincangkan

sinkretisme daripada perspektif Kristian yang menggunakan tema sinkretisme

yang merujuk hanya kepada proses percampuran yang membawa bahaya kepada

tradisi Kristian.17 Selain itu, Beatty mengutip pendapat Stewart mengemukakan

bahwa sinkretisme merupakan konsep yang mengarahkan pada isu akomodasi,

konteks, kelayakan, indigenisasi, dan menjadi wadah bagi proses antar budaya

yang dinamis. Karena baginya, sinkretisme mengacu kepada proses dinamis dan

berulang terhadap suatu faktor yang konstan, yaitu dalam reproduksi

kebudayaan.18

Menurut Nur Syam yang melihat sinkretisme dalam pandangan Geertz,

Beatty, dan Mulder, menyatakan bahwa Islam yang dianut masyarakat Jawa

adalah Islam sinkretik yang merupakan paduan antara ajaran Islam, Hindu,

Buddha, dan agama lokal (animisme). Sinkretisme digunakan untuk

17Roz Aiza Mohd Mokhtar dan Che Zarrina Sa’ari, “Sinkretisme dalam Adat Tradisi

Masyarakat Islam,” h. 72-73. 18Andrew Beatty, Varieties of Javanese Religion, terj. Achmad Fedyani Saefuddin

“Variasi Agama di Jawa: Suatu Pendekatan Antropologi” (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada,

2001), h. 4.

Page 26: SINKRETISME AGAMA: KASUS RITUAL BARITAN (SEDEKAH …

12

menggambarkan upaya memadukan berbagai unsur mengenai keagamaan, tanpa

memecahkan berbagai perbedaan dasar dari prinsip-prinsip yang ada di dalamnya.

Proses yang terjadi pada Islam sinkretis merupakan proses saling mendominasi

atau saling mengalahkan. Hubungan antara Islam dan budaya lokal pada

kehidupan masyarakat Jawa, yang dominan adalah budaya Jawa dan Islam hanya

sebagai kulit luarnya saja atau bisa disebut pembungkus kebudayaan Jawa.19

Tidak hanya itu, sarjana Islam juga memberi sumbangsih mengenai arti

kata atau makna dari istilah sinkretisme. Hamka dan Abu Jamin Roham memiliki

pendapat yang sama bahwa pada surat al-Kafirun ayat 1 sampai dengan 6

merupakan jawaban persoalan sinkretisme dalam perspektif Islam.20 Surat ini

memberi pedoman tegas bagi umat Nabi Muhammad SAW bahwa aqidah tidak

dapat diperdamaikan, digabungkan, atau dicampurkan. Aqidah dan tauhid tidak

sepadan dengan sinkretisme yang berarti menyatukan antara dua keimanan.

Misalnya menyembelih binatang untuk tujuan memuja hantu atau jin dengan

membaca bismillah dan contoh lainnya.

Malik Bennabi memberikan persepsi mengenai sinkretisme agama dan

budaya. Menurutnya, sifat sebuah kehidupan bukanlah saling memecah-belah

tetapi menggabungkan. Apabila unsur-unsur yang dimilikinya itu sesuai dan dapat

diasimilasikan dalam situasi tidak bercanggah serta mencemar ketulenan agama,

maka akan menjadi satu sintesis. Lain halnya jika unsur-unsurnya berbagai jenis

dan tidak boleh dibandingan karena percanggahan yang dapat mencemarkan

agama, maka akan menimbulkan sinkretisme, timbun-tambah, dan kekalutan.

Menurutnya pula, dunia Islam kini merupakan hasil dari percampuran budaya

yang diwarisi dari zaman selepas kekhalifahan Islam dan peninggalan kebudayaan

baru daripada dunia Barat, yang membentuk pembaharuan yang tidak dapat

ditapiskan.21

Jadi dapat disimpulkan bahwa sinkretisme merupakan penggabungan dan

percampuran dari ide, agama, dan budaya yang berkembang pada masyarakat

yang diambil sedikit atau banyak dari masing-masing unsur tersebut supaya

19Nur Syam, Islam Pesisir, h. 11. 20Roz Aiza Mohd Mokhtar dan Che Zarrina Sa’ari, “Sinkretisme dalam Adat Tradisi

Masyarakat Islam,” h. 76-77. 21Roz Aiza Mohd Mokhtar dan Che Zarrina Sa’ari, “Sinkretisme dalam Adat Tradisi

Masyarakat Islam,” h. 79.

Page 27: SINKRETISME AGAMA: KASUS RITUAL BARITAN (SEDEKAH …

13

mudah diterima oleh masyarakat. Seperti halnya di Jawa, Islam bukan agama

besar pertama yang masuk ke Jawa. Ada Hindu dan Buddha yang sudah melekat

pada masyarakat berabad-abad. Selain itu, kepercayaan asli masyarakat seperti

animisme dan dinamisme tidak dapat hilang dari kehidupan masyarakat Jawa.

Seperti pendapat Geertz, bahwa pada masa sekarang ini sistem keagamaan di

Jawa pada umumnya terdiri dari suatu perpaduan yang seimbang dari unsur-unsur

Hindu dan Islam, membentuk sinkretisme dasar yang merupakan tradisi rakyat

yang sesungguhnya. Oleh karena itu, Islam masuk dengan mencampurkan budaya

yang telah ada sebelumnya di Jawa supaya mudah di terima, tanpa menghilangkan

atau mengurangi ketauhidan dan ajaran-ajaran Islam.

Salah satu tradisi Jawa yang terjadi proses sinkretisme adalah upacara

ritual baritan di Desa Asemdoyong Pemalang. Upacara ritual baritan ini

merupakan tradisi membuang sajen di tengah laut yang dimaksud sebagai

pemberian kepada makhluk-makhluk yang ada di laut. Pemberian sajen tersebut

memiliki harapan untuk mendapatkan timbal balik bagi para nelayan yang

mencari ikan di laut supaya mendapatkan hasil tangkap ikan yang melimpah.

Seperti teori yang diungkapkan oleh Marcel Mauss dalam karyanya yang berjudul

The Gift atau Pemberian, bahwa tidak ada sesuatu pemberian yang tanpa pamrih.

Karena menurutnya, kehidupan manusia telah berlangsung suatu evolusi secara

alamiah, sehingga manusia memiliki hubungan dengan roh-roh dari mereka yang

sudah meninggal atau dengan para dewa. Jadi dengan melaksanakan pemberian

atau saling tukar-menukar adalah hal yang dianggap penting karena untuk

menghindari adanya kekuatan jahat dari para roh leluhur dan membuat kehidupan

masyarakat menjadi lebih mudah dan aman.22

H. Metodologi Penelitian

1. Jenis Penelitian

Dalam penelitian ini, jenis penelitian yang digunakan adalah

penelitian lapangan (field research) dengan pendekatan kualitatif. Menurut

Denzin dan Licoln (2009), kata kualitatif menyiratkan penekanan pada

22Marcel Mauss, The Gift: Form and Functions of Exchange in Archaic Societies, terj.

Parsudi Suparlan “Pemberian: Bentuk dan Fungsi Tukar-Menukar di Masyarakat Kuno” (Jakarta:

Yayasan Obor Indonesia, 1992), h. 19.

Page 28: SINKRETISME AGAMA: KASUS RITUAL BARITAN (SEDEKAH …

14

proses dan makna yang tidak dikaji secara ketat atau belum diukur dari sisi

kuantitas, jumlah, intensitas, atau frekuensinya. Jadi dengan pendekatan

kualitatif ini, peneliti menekankan sifat realitas yang terbangun ketika

menyelidiki suatu fenomena sosial dan masalah manusia di lapangan.

Adapun penelitian lapangan yang dilakukan oleh penulis dilaksanakan

pada:

Tanggal : 6 September 2018 - 21 September 2018

Tempat : Desa Asemdoyong Kecamatan Taman Kabupaten Pemalang

Selain itu, peneliti juga melakukan studi kepustakaan (library

research) yaitu penelitian yang dilakukan peneliti dengan menghimpun

data atau informasi tertulis yang dianggap relevan dengan topik yang

diteliti. Data atau informasi tersebut diperoleh dari buku-buku ilmiah,

laporan penelitian, jurnal ilmiah, skripsi, tesis, disertasi, dan sumber-

sumber lainnya, baik berupa cetak maupun elektronik.23

2. Pendekatan

Penelitian ini mengkaji tentang ritual dalam tradisi baritan yang

merupakan budaya masyarakat pesisir Desa Asemdoyong. Tradisi ini

sangat erat kaitannya dengan agama dan budaya, maka pendekatan yang

digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan antropologi. Selain itu,

peneliti juga menggunakan pendekatan sosiologis karena penelitian ini erat

sekali dengan kehidupan masyarakat.

3. Sumber Data

Data merupakan informasi tentang suatu kenyataan atau fenomena

empiris yang wujudnya dapat berupa seperangkat ukuran (kuantitatif) atau

berupa ungkapan kata-kata (kualitatif). Sumber data yang didapatkan

peneliti yaitu dari masyarakat pesisir Desa Asemdoyong. Penelitian ini

menggunakan dua jenis data yaitu data primer dan data sekunder.

a. Data Primer

Data primer merupakan data yang didapatkan langsung dari

sumbernya. Data primer umumnya berupa karakteristik demografi atau

23Juliansyah Noor, Metodologi Penelitian: Skripsi, Tesis, Disertasi, dan Karya Ilmiah

(Jakarta: Kencana, 2012), h. 33-34.

Page 29: SINKRETISME AGAMA: KASUS RITUAL BARITAN (SEDEKAH …

15

sosioekonomi, sikap atau pendapat, kesadaran atau pengetahuan,

minat, motivasi, dan perilaku (tindakan dan penggunaan).

b. Data Sekunder

Data sekunder merupakan data yang telah disusun,

dikembangkan, dan diolah dari aslinya kemudian tercatat. Data

sekunder terdiri dari data sekunder internal suatu organisasi (terutama

untuk penelitian terapan dan studi kasus) dan data sekunder eksternal

yang dipublikasikan.24

4. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data merupakan cara mengumpulkan data

yang dibutuhkan untuk menjawab rumusan masalah penelitian. Teknik

yang digunakan dalam penelitian ini adalah observasi, wawancara, dan

dokumentasi.

a. Observasi

Observasi merupakan teknik pengumpulan data yang didapat

dari pengamatan peneliti baik secara langsung maupun tidak langsung

terhadap objek penelitian. Observasi ini dilakukan untuk mendapatkan

gambaran realistis perilaku atau kejadian dan menjawab pertanyaan.

Jenis observasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah observasi

tidak berstruktur, dimana peneliti harus mampu mengembangkan daya

pengamatannya dalam mengamati objek penelitiannya tersebut.

Dalam hal ini peneliti datang langsung ke lokasi penelitian

yaitu Desa Asemdoyong untuk melihat dan mengamati fenomena-

fenomena yang terjadi dan diharapkan mampu memberikan gambaran

objektif mengenai sinkretisme dan nilai-nilai Islam pada tradisi baritan

tersebut.

b. Wawancara

Wawancara merupakan teknik pengumpulan data yang

dilakukan dengan berhadapan secara langsung dengan yang

diwawancarai tetapi dapat juga dengan memberikan daftar pertanyaan.

Jenis wawancara yang digunakan dalam penelitian ini adalah

24Juliansyah Noor, Metodologi Penelitian: Skripsi, Tesis, Disertasi, dan Karya Ilmiah,

h.137.

Page 30: SINKRETISME AGAMA: KASUS RITUAL BARITAN (SEDEKAH …

16

wawancara mendalam, yaitu proses memperoleh keterangan untuk

tujuan penelitian dan tanya jawab dengan bertatap muka antara

pewawancara (peneliti) dengan informan. Hal ini dilakukan untuk

memperoleh data dan informasi langsung dari sumber-sumber yang

dianggap kompeten, serta untuk memastikan kembali kebenaran data

yang telah didapat peneliti melalui pengamatannya.

Dalam penelitian ini, penulis mewawancarai beberapa

narasumber yang merupakan pelaku, pelaksana, dan penjaga tradisi

baritan (sedekah laut), antara lain:

1) Bapak Darusalam selaku Kepala Desa Asemdoyong

2) Bapak KH. Muhafidz Abdul Ghani selaku tokoh agama (pemilik

Pondok Pesantren Qothrotunnada)

3) Bapak Fatchuri selaku tokoh agama (ketua NU Ranting

Asemdoyong)

4) Bapak Suroso selaku sesepuh (ketua KUD Mina Misoyo Makmur)

5) Bapak Nur Komilia selaku Kepala Dusun Karanganyar

6) Bapak Sali selaku sesepuh nelayan

7) Bapak Tahrudi selaku nelayan dan Ketua Panitia Baritan 2018.

c. Dokumentasi

Dokumentasi merupakan teknik pengumpulan data yang

didapat dari dokumen-dokumen atau catatan-catatan yang tersimpan,

seperti autobiografi, surat pribadi, buku atau catatan harian, memorial,

klipping, dokumen pemerintah atau swasta, data di server atau

flashdisk, dan data tersimpan di web site.25

5. Teknik Analisis Data

Teknik analisis data merupakan cara menganalisis data penelitian,

termasuk alat-alat statistik yang relevan untuk digunakan dalam penelitian.

Jenis analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif.26

25Juliansyah Noor, Metodologi Penelitian: Skripsi, Tesis, Disertasi, dan Karya Ilmiah,

h.138-141. 26Juliansyah Noor, Metodologi Penelitian: Skripsi, Tesis, Disertasi, dan Karya Ilmiah,

h.163.

Page 31: SINKRETISME AGAMA: KASUS RITUAL BARITAN (SEDEKAH …

17

6. Teknik Penulisan

Teknik penulisan dalam skripsi ini menggunakan buku Pedoman

Akademik Program Strata 1 Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah

Jakarta 2014/2015 yang diterbitkan oleh UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

tahun 2014.

I. Sistematika Penulisan

Sistematika penulisan penelitian ini disusun secara sistematis yang terdiri

dari lima bab, sebagai berikut :

Bab I, yaitu pendahuluan yang meliputi latar belakang masalah, masalah,

pembatasan dan rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, tinjauan

pustaka, landasan teori, metodologi penelitian, dan sistematika penulisan.

Bab II, yaitu berisi gambaran umum Desa Asemdoyong yang meliputi

sejarah desa, kondisi geografis, kondisi ekonomi, kondisi sosial dan budaya,

kondisi keberagamaan, dan kondisi pendidikan masyarakat Desa Asemdoyong

Pemalang.

Bab III, yaitu membahas tentang prosesi ritual baritan (sedekah laut) di

Desa Asemdoyong Pemalang yang meliputi perkembangan upacara ritual baritan,

tujuan upacara ritual baritan, prosesi upacara ritual baritan, serta baritan dan

masyarakat Desa Asemdoyong.

Bab IV, yaitu membahas sinkretisme dan nilai-nilai Islam dalam upacara

ritual baritan (sedekah laut) yang meliputi sinkretisme dalam upacara ritual

baritan dan nilai-nilai Islam dalam upacara ritual baritan.

Bab V, yaitu penutup yang meliputi kesimpulan dan saran dari penulis.

Page 32: SINKRETISME AGAMA: KASUS RITUAL BARITAN (SEDEKAH …

18

BAB II

GAMBARAN UMUM DESA ASEMDOYONG PEMALANG

A. Sejarah Desa Asemdoyong Pemalang

Desa Asemdoyong merupakan desa yang berada di Kecamatan Taman

Kabupaten Pemalang Provinsi Jawa Tengah. Desa Asemdoyong terletak di pesisir

pantai utara Pulau Jawa. Desa Asemdoyong memiliki Pelabuhan Perikanan (PP)

yang sangat potensial dan merupakan aset daerah dalam memperoleh pendapatan

daerah di Kabupaten Pemalang.

Penamaan Desa Asemdoyong berasa dari sesepuh desa yang bernama Ki

Gede Pondoh. Konon ceritanya, Ki Gede Pondoh menemukan pohon asem di tepi

sungai Jurumangu yang hampir roboh (doyong). Ki Gede Pondoh memiliki hewan

peliharaan yaitu seekor kucing hutan besar (harimau) yang diberi nama Mbah

Peko. Mbah Peko dipeliharanya di tempat tersebut. Selain menjadi tempat tinggal

Mbah Peko, Ki Gede Pondoh sering memanjat pohon asem tersebut bersama

saudaranya yang bernama Ki Gede Klinthing. Pohon asem tersebut berdiri

condong ke arah barat dan menghadap ke Sido Ayu yang sekarang disebut Candi

Sedayu. Akhirnya Ki Gede Pondoh menamakan desa tersebut dengan nama Desa

Asemdoyong (pohon asem yang hampir roboh atau berdiri condong). Kemudian

pada masa Lurah Wiro Wongso, pohon asem tersebut ditebang dan dirobohkan.

Batang pohon asem tersebut dibuat bedug dengan diameter 120 cm dan panjang

130 cm yang diletakkan di masjid utama Desa Asemdoyong yaitu Masjid

Baitussalam Dusun Asemdoyong.

Seiring perkembangan jaman, banyak ditemukan bukti-bukti sejarah

mengenai masuknya agama Islam di Desa Asemdoyong. Salah satu buktinya

adalah adanya makam kuno Mbah Jiwo Agung dan Mbah Syeikh Kyai Haji Abu

Bakar yang dikenal sebagai tokoh penyebar agama Islam. Tradisi dan cerita-cerita

lisan dari masa ke masa yang berkembang dalam kehidupan masyarakat Desa

Asemdoyong turut mewarnai berdirinya Kabupaten Pemalang sebagai satu

kesatuan yang tidak dapat dipisahkan. Secara sosio-historis, kesatuan pemukiman

di Desa Asemdoyong sudah mulai berkembang sebelum menjadi desa.

Page 33: SINKRETISME AGAMA: KASUS RITUAL BARITAN (SEDEKAH …

19

B. Kondisi Geografis dan Demografi Desa Asemdoyong Pemalang

Desa Asemdoyong adalah sebuah desa di Kecamatan Taman Kabupaten

Pemalang Provinsi Jawa Tengah. Letak Desa Asemdoyong berdekatan dengan

Ibukota Kabupaten yaitu dengan jarak tempuh 10 Km dan jarak dari Ibukota

Provinsi sejauh 30 Km. Ketinggian wilayah Desa Asemdoyong dari permukaan

laut adalah 2 mdpl, sehingga memiliki suhu maksimal 36˚C. Desa Asemdoyong

memiliki luas wilayah 566,268 ha yang terbagi atas tanah kering dengan luas

218,268 ha, tanah basah dengan luas 75 ha, dan tanah sawah dengan luas 273 ha.27

Selain itu, Desa Asemdoyong juga memiliki batas-batas wilayah sebagai

berikut:

1. Sebelah utara berbatasan dengan Laut Jawa

2. Sebelah selatan berbatasan dengan Desa Kabunan

3. Sebelah barat berbatasan dengan Desa Danasari dan Desa Kabunan

4. Sebelah timur berbatasan dengan Desa Kedungbanjar dan Desa

Nyamplungsari.28

Data penduduk Desa Asemdoyong yang tercatat pada Kantor Desa

Asemdoyong tahun 2017 adalah sebanyak 17.841 jiwa dengan jumlah

keseluruhan kepala keluarga di Desa Asemdoyong sebanyak 4.939 KK. Adapun

data tersebut akan dipetakan pada tabel berikut ini:

Tabel 2.1 Jumlah Penduduk Berdasarkan Jenis Kelamin

No. Jenis Kelamin Jumlah Persentase

1.

2.

Laki-laki

Perempuan

9.102 jiwa

8.739 jiwa

51,02%

48,98%

Jumlah Total 17.841 jiwa 100%

Sumber: Data primer yang telah diolah.29

27Data Monografi Desa Asemdoyong, Kecamatan Taman, Kabupaten Pemalang, Tahun

2017, h. 1-2. 28Naskah RPJM Desa Asemdoyong, Kecamatan Taman, Kabupaten Pemalang, Tahun

2016-2021, h. 22. 29Data Monografi Desa Asemdoyong, Kecamatan Taman, Kabupaten Pemalang, Tahun

2017, h. 10.

Page 34: SINKRETISME AGAMA: KASUS RITUAL BARITAN (SEDEKAH …

20

Penduduk Desa Asemdoyong berdasarkan data di atas, jumlah laki-laki

lebih banyak dibandingan dengan jumlah perempuan. Faktor dari ketidak

seimbangan tersebut, pertama adalah banyak terjadinya pernikahan dini yang

terjadi pada anak-anak tamatan SD, sehingga terjadi pertumbuhan penduduk dari

luar daerah akibat pernikahan tersebut. Faktor kedua, kurangnya minat masyarakat

terhadap program KB. Karena masyarakat Asemdoyong memiliki keyakinan

bahwa banyak anak membawa banyak rezeki. Angka kelahiran dalam setiap

keluarga lebih dominan berjenis kelamin laki-laki daripada perempuan.

Tabel 2.2 Jumlah Penduduk Berdasarkan Agama

No. Agama Jumlah Persentase

1.

2.

3.

4.

5.

6.

Islam

Katolik

Protestan

Hindu

Buddha

Konghucu

17.841 jiwa

0 jiwa

0 jiwa

0 jiwa

0 jiwa

0 jiwa

100%

0%

0%

0%

0%

0%

Jumlah Total 17.841 jiwa 100%

Sumber: Data primer yang telah diolah.30

Dari data jumlah penduduk berdasarkan agama terlihat bahwa seluruh

penduduk Desa Asemdoyong menganut agama Islam. Hal ini menunjukan bahwa

masyarakat memiliki tingkat religiusitas yang tinggi. Dalam kehidupan sehari-

hari, masyarakat sering mengadakan kegiatan keagamaan di lingkungan masing-

masing.

Tabel 2.3 Jumlah Penduduk Berdasarkan Usia

No. Usia Jumlah Persentase

1.

2.

3.

4.

0 – 6 tahun

7 – 12 tahun

13 – 18 tahun

19 – 24 tahun

1.891 jiwa

1.963 jiwa

2.248 jiwa

2.128 jiwa

10,60%

11,00%

12,60%

11,93%

30Data Monografi Desa Asemdoyong, Kecamatan Taman, Kabupaten Pemalang, Tahun

2017, h. 10.

Page 35: SINKRETISME AGAMA: KASUS RITUAL BARITAN (SEDEKAH …

21

5.

6.

7.

25 – 55 tahun

56 – 79 tahun

80 tahun ke atas

7.882 jiwa

1.646 jiwa

86 jiwa

44,17%

9,22%

0,48%

Jumlah Total 17.841 jiwa 100%

Sumber: Data primer yang telah diolah.31

Dari data jumlah penduduk berdasarkan usia terlihat bahwa penduduk

Desa Asemdoyong paling banyak berusia 25 – 55 tahun yang merupakan

termasuk dalam usia produktif. Seseorang yang berusia produktif, dianggap dapat

berproduksi atau menghasilkan suatu produk atau jasa untuk menjalani

kehidupannya secara optimal.

Tabel 2.4 Jumlah Penduduk Berdasarkan Mata Pencaharian

No. Mata Pencaharian Jumlah Persentase

1.

2.

3.

4.

5.

6.

7.

8.

9.

10.

Petani

a. Pemilik tanah

b. Penggarap tanah

c. Buruh tani

Nelayan

Pengusaha

Pengrajin

Buruh

a. Industri

b. Bangunan

c. Perkebunan

Pedagang

Pengangkutan

PNS

TNI / POLRI

Peternak

a. Kerbau

b. Kambing

c. Domba

1.875 jiwa

504 jiwa

474 jiwa

897 jiwa

4.284 jiwa

4 jiwa

35jiwa

564 jiwa

258 jiwa

205 jiwa

101 jiwa

910 jiwa

19 jiwa

17 jiwa

15 jiwa

2.609 jiwa

5 jiwa

71 jiwa

1 jiwa

18,13%

41,42%

0,04%

0,34%

5,45%

8,80%

0,18%

0,16%

0,15%

25,23%

31Data Monografi Desa Asemdoyong, Kecamatan Taman, Kabupaten Pemalang, Tahun

2017, h. 11.

Page 36: SINKRETISME AGAMA: KASUS RITUAL BARITAN (SEDEKAH …

22

11.

d. Ayam

e. Itik

Pensiunan

2.514 jiwa

18 jiwa

10 jiwa

0,10%

Jumlah Total 10.342 jiwa 100%

Sumber: Data primer yang telah diolah.32

Penduduk Desa Asemdoyong mayoritas bermata pencaharian sebagai

nelayan, baik itu sebagai pemilik kapal maupun buruh dari pemilik kapal. Jika

diurutkan, mata pencaharian yang terunggul dimulai dari nelayan, peternak, dan

petani. Hal tersebut dikarenakan letak Desa Asemdoyong yang berada di pesisir

pantai yang memiliki peluang sangat besar dalam memperoleh rezeki dari

kekayaan laut. Untuk mata pencaharian sebagai peternak lebih dominan menjadi

peternak ayam, baik itu dalam jumlah besar atau dikelola secara pribadi di

halaman rumahnya. Selain itu, Desa Asemdoyong juga masih memiliki tanah

sawah yang cukup luas yaitu 273 ha. Sehingga tidak sedikit masyarakat

memanfaatkan lahan tersebut sebagai sumber penghasilan untuk keluarga mereka.

Tabel 2.5 Jumlah Penduduk Berdasarkan Pendidikan

No. Pendidikan Jumlah Persentase

1.

2.

3.

4.

5.

6.

7.

8.

Belum Sekolah

Tidak Tamat Sekolah Dasar

Tamat SD/Sederajat

Tamat SLTP/Sederajat

Tamat SLTA/Sederajat

Tamat Akademi/Sederajat

Tamat Perguruan Tinggi

Buta Huruf

5.342 jiwa

3.874 jiwa

6.107 jiwa

1.310 jiwa

812 jiwa

66 jiwa

73 jiwa

257 jiwa

29,94%

21,71%

34,23%

7,34%

4,55%

0,37%

0,41%

1,44%

Jumlah Total 17.841 jiwa 100%

Sumber: Data primer yang telah diolah.33

32Data Monografi Desa Asemdoyong, Kecamatan Taman, Kabupaten Pemalang, Tahun

2017, h. 12-13. 33Data Monografi Desa Asemdoyong, Kecamatan Taman, Kabupaten Pemalang, Tahun

2017, h. 13.

Page 37: SINKRETISME AGAMA: KASUS RITUAL BARITAN (SEDEKAH …

23

Data tabel di atas menunjukkan bahwa masyarakat Desa Asemdoyong

kurang menyadari akan pentingnya pendidikan. Hal tersebut dinilai dari

banyaknya masyarakat yang hanya belajar sampai pada tingkat SD/sederajat.

Dikarenakan masyarakat menilai bahwa keturunannya akan tetap menjadi nelayan

yang tidak membutuhkan jenjang pendidikan yang tinggi. Selain itu, banyak pula

yang belum sekolah artinya bahwa angka kelahiran di desa ini sangat tinggi.

Namun, jumlah penduduk yang mengenyam pendidikan lebih tinggi hingga

tingkat akademi maupun perguruan tinggi tiap tahun selalu bertambah. Artinya

perlahan-lahan masyarakat Desa Asemdoyong bisa lebih mengerti akan

pentingnya pendidikan.

C. Kondisi Ekonomi Desa Asemdoyong Pemalang

Desa Asemdoyong terletak di pesisir utara Laut Jawa yang kaya akan jenis

biota laut, seperti ikan, kerang, udang, cumi-cumi, kepiting, dan lainnya.

Kekayaan laut Desa Asemdoyong dinilai lebih unggul daripada di desa lain di

Kabupaten Pemalang. Hal tersebut menjadi peluang sangat besar bagi masyarakat,

sehingga mayoritas masyarakat bermata pencaharian sebagai nelayan. Fasilitas

ekonomi untuk para nelayan juga lebih diperhatikan, seperti adanya Koperasi Unit

Desa (KUD) yang terletak di pelabuhan perikanan Desa Asemdoyong. Adanya

KUD ini ditujukan untuk membantu masyarakat mengelola pendapatan dari hasil

tangkapannya di laut. Kegiatan besar untuk para nelayan juga setiap tahun

diadakan guna memberikan rasa syukur kepada Allah SWT. atas rezeki yang

mereka dapatkan di laut, sekaligus sebagai ajang silaturahmi atau pesta bagi para

nelayan dan masyarakat sekitar. Kegiatan tersebut dinamakan baritan atau

sedekah laut.34

Masyarakat Desa Asemdoyong ada yang memiliki kapal (tekong) dan

memiliki buruh nelayan untuk dipekerjakan, namun adapula yang memiliki kapal

yang digunakan sendiri untuk mencari ikan bersama anggota keluarganya. Buruh

nelayan mendapatkan upah dari tekong tergantung dari hasil tangkapan ikannya.

Hasil tangkapan ikan dikumpulkan di Pelabuhan Perikanan Pantai. Setelah

dikumpulkan, kemudian dikelompokkan sesuai dengan ukuran yaitu ikan besar,

34Wawancara Pribadi dengan Bapak Darusalam, “Kepala Desa Asemdoyong”, Pemalang,

20 September 2018.

Page 38: SINKRETISME AGAMA: KASUS RITUAL BARITAN (SEDEKAH …

24

ikan sedang, dan ikan kecil. Ikan besar akan diperjualbelikan dengan sistem

lelang, biasanya ikan-ikan besar akan di ekspor ke luar kota atau bahkan ke luar

negeri. Ikan sedang diperjualbelikan kepada pengusaha kelas menengah yang

biasanya dijual di super market. Untuk ikan kecil diperjualbelikan kepada

pengusaha kecil yang biasanya dijual di depan pelabuhan ataupun di pasar-pasar

Kabupaten Pemalang. Adapula para nelayan yang melakukan tangkapan ikan

dengan kapal milik pribadi dan hasil tangkapan ikan tersebut langsung dibeli para

pengusaha kecil dengan harga yang relatif murah. Maka dari itu, banyak sekali

masyarakat Desa Asemdoyong yang menggantungkan hidupnya dengan hasil

tangkapan ikan tersebut, baik sebagai bos kapal (tekong), nelayan, maupun

pengusaha atau pedagang.

Masyarakat Desa Asemdoyong selain menjadi nelayan, banyak pula yang

menjadi peternak, petani, pedagang, dan buruh. Desa Asemdoyong banyak

memiliki pekarangan yang dimanfaatkan para peternak untuk memelihara hewan

ternaknya. Hamparan sawah di desa ini juga sangat luas dan sangat membantu

produksi beras baik untuk masyarakat Kabupaten Pemalang maupun luar kota

Pemalang. Masyarakat yang menjadi pedagang ada yang berdagang ikan di

pelabuhan maupun di pasar, ada yang memiliki toko pribadi, adapula yang

menjadi pedagang keliling. Pemalang memiliki bebarapa industri kecil seperti

tekstil dan tenun. Sebagian masyarakat Desa Asemdoyong bekerja sebagai buruh

industri tersebut dan adapula sebagai buruh bangunan.

Dalam melakukan aktifitas perekonomian, tentu masyarakat membutuhkan

sarana sebagai penunjang untuk mencapai tujuan perekonomian. Sarana

perekonomian yang dimiliki Desa Asemdoyong antara lain:

Tabel 2.6 Sarana Perekonomian Desa Asemdoyong

No. Sarana Perekonomian Jumlah

1.

2.

3.

4.

Koperasi

a. Koperasi Unit Desa (KUD)

b. BPKD (BUM Desa)

Pasar Ikan

Toko / Kios / Warung

Bank

1 unit

1 unit

1 unit

827 unit

1 unit

Page 39: SINKRETISME AGAMA: KASUS RITUAL BARITAN (SEDEKAH …

25

5.

6.

Lumbung Desa

Perusahaan / Usaha

a. Industri

1) Besar

2) Kecil

3) Rumah Tangga

b. Rumah Makan

c. Angkutan

1 unit

1 unit

2 unit

17 unit

17 unit

16 unit

Jumlah Total 885 unit

Sumber: Data primer yang telah diolah.35

D. Kondisi Sosial dan Budaya Desa Asemdoyong Pemalang

Desa Asemdoyong memiliki banyak potensi dari para pemudanya, baik

dari segi tenaga maupun pikiran. Para pemuda Desa Asemdoyong membentuk

berbagai perkumpulan guna menjalin silaturahmi dan gotong royong. Salah satu

organisasi kepemudaan yang paling menonjol di desa adalah karang taruna yang

dikenal dengan nama Muda Bahari. Kegiatannya meliputi kegiatan sosial seperti

membantu rehab rumah bagi rumah yang tidak layak huni, kerja bakti, santunan,

membantu hajatan pernikahan, khitanan, dan lainnya. Kelompok karang taruna

juga seringkali mengadakan kegiatan keagamaan seperti yasin dan tahlil,

manaqib, dzikir jamaah, dan kajian seputar agama. Adapula organisasi

kepemudaan di bidang olahraga yaitu PERSEDA (Persatuan Sepak Bola Desa

Asemdoyong). Fokus kegiatannya dilakukan di Lapangan Krida Bahari yang

memiliki luas tanah 1 ha. Untuk organisasi lain yang sering bergerak di bidang

sosial adalah Ikatan Remaja Berjiwa Sosial (IRBAS), komunitas sepeda onthel,

Ikatan Remaja Bulusari (IRB), Ikatan Remaja Kebonan (IREK), dan lainnya.

Desa Asemdoyong merupakan desa yang masih sangat menjaga budaya

leluhurnya. Budaya yang lahir dari leluhurnya masih terus dilestarikan. Daerah

pesisir terkenal memiliki kepercayaan yang sangat kuat akan roh-roh gaib. Namun

seiring berkembangnya zaman, kepercayaan yang sangat kuat itu hidup

35Data Monografi Desa Asemdoyong, Kecamatan Taman, Kabupaten Pemalang, Tahun

2017, h. 13.

Page 40: SINKRETISME AGAMA: KASUS RITUAL BARITAN (SEDEKAH …

26

berdampingan dengan agama yang dianut masyarakat yaitu agama Islam. Budaya

tersebut seperti:

1. Upacara Baritan (Sedekah Laut)

Upacara baritan merupakan upacara adat jawa yang dilakukan para

nelayan setiap tahun. Kata baritan berarti berbaris-baris, yaitu beberapa

perahu berbaris-baris dan berduyun-duyun ke tengah laut.36 Upacara ini

dilakukan untuk menandai masa awal musim penangkapan ikan setelah

masa paceklik, sehingga dengan melaksanakan upacara ini diharapkan

akan meningkatkan hasil tangkapan ikan yang sangat baik.37

2. Sintren

Sintren merupakan kesenian rakyat khususnya di pantai utara Jawa

Tengah, pemeran utama dipegang oleh gadis berumur belasan tahun,

dibantu gadis lain sebagai pengiring nyanyian, diiringi dengan musik jawa

seperti gamelan, angklung, gong, dan sebagainya.38 Kelompok sintren di

Desa Asemdoyong ini dikenal dengan nama Sintren Sekar Melati dibawah

pimpinan Bapak Warid yang berada di Kampung Baru dekat dengan

pantai. Sintren Sekar Melati pernah mengikuti beberapa acara di wilayah

Karesidenan. Pada masa jayanya, kelompok sintren ini pernah mendapat

kesempatan menampilkan pertunjukannya di Ancol Jakarta Utara.39

3. Krangkeng

Krangkeng merupakan kesenian yang memiliki perpaduan antara

gerak tari, olahraga, ilmu bela diri, dan gerakan akrobatik yang dikemas

menarik untuk menjadi sebuah tontonan. Kesenian krangkeng

mengandung unsur magis yang dapat membuat pemain berhasil melakukan

gerakan akrobatik. Tujuan penciptaan kesenian krangkeng adalah untuk

melatih pencak silat yang diisi kekebalan tubuh, namun dikemas dalam

bentuk kesenian supaya lebih menarik dan sebagai upaya untuk

menyiarkan agama Islam. Penyiaran agama Islam yang terkandung dalam

36Wawancara Pribadi dengan Bapak Fatchuri, “Ketua NU Ranting Asemdoyong”,

Pemalang, 20 September 2018. 37Nur Syam, Islam Pesisir, h. 183. 38Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa, Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi

Kelima (Versi Online) (Jakarta: Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia,

2016). 39Wawancara Pribadi dengan Bapak Darusalam.

Page 41: SINKRETISME AGAMA: KASUS RITUAL BARITAN (SEDEKAH …

27

kesenian krangkeng terdapat pada iringan musik yang bernafaskan Islam

yaitu genjring, bedug, serta menggunakan lagu-lagu shalawat.40 Namun,

kesenian krangkeng di Desa Asemdoyong sudah berkurang eksistensinya,

karena tidak ada penerus pendirinya dan kurangnya pemuda yang tertarik

akan meneruskan kesenian tersebut.

4. Selametan

Selamatan merupakan sebuah tradisi ritual masyarakat Jawa

sebagai bentuk acara syukuran dengan mengundang beberapa kerabat atau

tetangga. Tujuan pelaksanaan selamatan adalah untuk terhindar dari

gangguan roh-roh jahat setempat dengan upaya tawar-menawar melalui

makanan yang disajikan pada pelaksanaan slametan.41 Dalam kehidupan

masyarakat Desa Asemdoyong sering mengadakan slametan hampir pada

semua kejadian, seperti kelahiran, pernikahan, kematian, pindah rumah,

kelulusan sekolah, hari-hari besar, dan lain sebagainya.

Selain budaya, Desa Asemdoyong memiliki peninggalan dari leluhurnya

yaitu bedug. Bedug tersebut terbuat dari pohon asem yang besar yang dijadikan

sebagai asal usul penamaan Desa Asemdoyong yaitu pohon asem yang doyong

(condong). Sebagai bukti sejarah, pohon asem tersebut diabadikan menjadi bedug

dan diletakkan di Masjid Baitussalam yang merupakan masjid tertua di Desa

Asemdoyong.42

Gambar 2.1 Bedug

(Foto: Dokumen penulis)

40Nurul Amalia, “Bentuk dan Fungsi Kesenian Tradisional Krangkeng di Desa

Asemdoyong Kecamatan Taman Kabupaten Pemalang,” Jurnal Fakultas Bahasa dan Seni, Vol. 4

No. 2 (Semarang: Universitas Negeri Semarang, 2015), h. 2-7. 41Clifford Geertz, The Religion of Java, h. 17-18. 42Wawancara Pribadi dengan Bapak Darusalam.

Page 42: SINKRETISME AGAMA: KASUS RITUAL BARITAN (SEDEKAH …

28

Gambar 2.2 Masjid Baitussalam

(Foto: Dokumen penulis)

Dalam menunjang kegiatan-kegiatan yang dilakukan masyarakat

kesehariannya, Desa Asemdoyong memiliki beberapa sarana sosial dan budaya,

baik milik pribadi masyarakat maupun desa, antara lain:

Tabel 2.7 Sarana Sosial dan Budaya Desa Asemdoyong

No. Sarana Sosial dan Budaya Jumlah

1.

2.

3.

Rumah Penduduk

Pariwisata

a. Pantai

b. Sanggar Kesenian

Kesehatan

a. Poliklinik

b. Puskesmas

c. Apotek

d. Posyandu

3.640 unit

1 unit

3 unit

4 unit

1 unit

1 unit

6 unit

Jumlah Total 3.656 unit

Sumber: Data primer yang telah diolah.43

E. Kondisi Keagamaan Desa Asemdoyong Pemalang

Masyarakat Desa Asemdoyong memiliki jiwa religius yang kuat, karena

agama yang dianut oleh semua kalangan adalah agama Islam yang mayoritas

tergolong dalam kelompok Nahdiyin (NU). Masyarakat desa memiliki jiwa

solidaritas yang sangat tinggi, mereka sering mengadakan perkumpulan sehingga

43Data Monografi Desa Asemdoyong, Kecamatan Taman, Kabupaten Pemalang, Tahun

2017, h. 7-8.

Page 43: SINKRETISME AGAMA: KASUS RITUAL BARITAN (SEDEKAH …

29

banyak kelompok yang dibentuk untuk mewadahi perkumpulan tersebut. Dalam

hal ini untuk kegiatan keagamaan, masyarakat berkumpul dalam beberapa

organisasi keislaman, baik yang diikuti oleh kalangan pemuda, kaum bapak-

bapak, maupun kaum ibu-ibu. Organisasi keislaman tersebut seperti Ikatan Santri

Asemdoyong Kaffah (IKSAFF), Ikatan Remaja Masjid (IRMA), Jam’iyah

Muslimat, Majelis Qur'an, Majelis Diba, Majelis Qhotrotunnada, Majelis

Berzanji, Kelompok Hadroh As-Salam, dan lainnya. Kegiatan organisasi tersebut

meliputi pengajian, yasin dan tahlil, baca al-Qur’an dan Iqro’, manaqib, asmaul

husna, shalawatan, dzikir bersama, kajian, diskusi maupun kegiatan sosial seperti

bakti sosial dan santunan.

Kegiatan keagamaan yang rutin diadakan di Desa Asemdoyong adalah

sebagai berikut:

1. Mujahadah Nihadul Mustaghfirin yang dipimpin oleh kelompok NU

lanting Asemdoyong. Kegiatan dilaksanakan secara bergilir antar masjid di

Desa Asemdoyong setiap malam Minggu (Sabtu malam) pahing.

2. Khaul Desa di Makam KH. Abu Bakar. Kegiatan khaul desa dilaksanakan

satu kali dalam setiap tahun yaitu pada tanggal 8 Syawal.

3. Asemdoyong Bershalawat. Kegiatan tersebut meliputi pengajian dan

shalawat berjamaah yang biasanya mendatangkan ulama dari luar kota.

Untuk pelaksanaannya satu tahun sekali, namun waktunya tidak

ditentukan.

4. Jamiyahan yang dilaksanakan setiap Kamis malam (malam Jum’at) untuk

kaum bapak-bapak, sedangkan setiap Minggu pagi dan ba’da Jum’at untuk

kaum ibu-ibu.

5. Pengajian rutin setiap Selasa sore, Rabu sore, dan ba’da Jumat yang

dilaksanakan di Pondok Pesantren Qothrotunnada, Pondok Pesantren al-

Mubarok, dan beberapa mushala.44

Dalam melaksanakan kegiatan-kegiatan keagamaan, Desa Asemdoyong

memiliki beberapa sarana untuk menunjang terlaksananya kegiatan tersebut antara

lain:

44Wawancara Pribadi dengan Bapak Darusalam.

Page 44: SINKRETISME AGAMA: KASUS RITUAL BARITAN (SEDEKAH …

30

Tabel 2.8 Sarana Keagamaan Desa Asemdoyong

No. Sarana Keagamaan Jumlah

1.

2.

3.

Tempat Ibadah

a. Masjid

b. Mushala

Pondok Pesantren

Majelis Taklim

5 unit

28 unit

2 unit

35 kelompok

Jumlah Total 35 unit dan

35 kelompok

Sumber: Data primer yang telah diolah.45

F. Kondisi Pendidikan Desa Asemdoyong Pemalang

Pendidikan pada umumnya terbagi menjadi dua jenis yaitu pendidikan

formal dan pendidikan non formal. Pendidikan formal meliputi Pendidikan Anak

Usia Dini (PAUD), Taman Kanak-Kanak (TK), Sekolah Dasar (SD), Sekolah

Lanjut Tingkat Pertama (SLTP), Sekolah Lanjut Tingkat Akhir (SLTA), dan

Perguruan Tinggi. Pada zaman modern saat ini, pendidikan formal bersifat sangat

penting supaya tidak menjadi masyarakat yang terbelakang. Tingkat pendidikan

yang dicapai oleh masyarakat Desa Asemdoyong sesuai dengan data yang penulis

peroleh sebanyak 21,71% jumlah masyarakat tidak tamat SD dan sebanyak

34,23% tamat SD. Anak-anak Desa Asemdoyong lebih memilih menghabiskan

waktunya untuk bermain dengan teman sebayanya. Hal ini dikarenakan kurangnya

motivasi dari orang tua agar anak-anaknya tetap bersekolah dan pengaruh dari

teman sebayanya yang juga tidak melanjutkan pendidikan. Anak-anak mereka

yang umurnya masih belasan tahun biasanya lebih memilih ikut dengan ayahnya

untuk pergi melaut dan hal tersebut diperbolehkan oleh orang tuanya. Namun,

sebagian dari mereka masih ada yang mampu memberikan motivasi hingga

anaknya bisa menyelesaikan pendidikan yang semestinya.

Motivasi yang mereka berikan bahwa anak-anaknya harus bisa sukses dari

orang tuanya, tidak menjadi nelayan. Sehingga sebanyak 7,34% dapat

45Data Monografi Desa Asemdoyong, Kecamatan Taman, Kabupaten Pemalang, Tahun

2017, h. 7-9.

Page 45: SINKRETISME AGAMA: KASUS RITUAL BARITAN (SEDEKAH …

31

menyelesaikan pendidikan hingga jenjang SLTP dan 4,55% jenjang SLTA.

Pemahaman akan pentingnya menyekolahkan anak dinilai sudah mulai

meningkat. Hal tersebut terbukti dengan mulai banyaknya anak-anak asli Desa

Asemdoyong yang sudah bergelar Ahli Madya dengan persentase 0,37% dan

bergelar sarjana sebanyak 0,41%. Semakin banyak keluarga yang memiliki

tingkat kesadaran tinggi akan pentingnya pendidikan, maka semakin banyak pula

masyarakat lain yang terpengaruh. Selain itu, sosial media dan relasi luar juga

merupakan faktor untuk meningkatkan motivasi masyarakat dalam meningkatkan

kesadaran akan pentingnya pendidikan untuk masa depan anak-anaknya. Sarana

sebagai penunjang pendidikan formal bagi masyarakat Desa Asemdoyong, antara

lain46:

Tabel 2.9 Sarana Pendidikan Formal Desa Asemdoyong

No. Sarana Pendidikan Formal Jumlah

1.

2.

3.

4.

5.

6.

7.

8.

9.

10.

PAUD

TK

SD Negeri

SD Swasta/MI

SLTP Negeri

SLTP Swasta

SLTA Negeri / Sederajat

SLTA Swasta / Sederajat

Perguruan Tinggi Negeri

Perguruan Tinggi Swasta

2 unit

2 unit

5 unit

1 unit

1 unit

0 unit

0 unit

0 unit

0 unit

0 unit

Jumlah Total 11 unit

Sumber: Data primer yang telah diolah.47

Pendidikan non formal tidak kalah penting dengan pendidikan formal.

Pendidikan non formal disini meliputi kursus, baca iqro’ dan al-Qur’an,

pengajian, dan diskusi. Kursus merupakan pilihan untuk menambah pengetahuan

di luar jam sekolah, biasanya anak-anak mengikuti kursus supaya lebih faham

46Wawancara Pribadi dengan Bapak Darusalam. 47Data Monografi Desa Asemdoyong, Kecamatan Taman, Kabupaten Pemalang, Tahun

2017, h. 5-7.

Page 46: SINKRETISME AGAMA: KASUS RITUAL BARITAN (SEDEKAH …

32

pelajaran yang sudah didapatkan dari lembaga pendidikan formal. Kursus tidak

hanya dalam bidang pelajaran, adapula dalam bidang keahlian seperti kursus

menjahit, komputer, bahasa, dan lainnya. Biasanya kursus diadakan di tempat

bimbingan belajar, tempat kursus keahlian, bahkan adapula secara pribadi yaitu

datang ke rumah. Sebagian masyarakat memang masih kurang memiliki

pemahaman akan pentingnya pendidikan formal, namun untuk pendidikan baca

iqro’ dan al-Qur’an, masyarakat sangat mewajibkan anak-anaknya. Hal tersebut

dapat dibuktikan dengan adanya pondok pesantren yang memiliki banyak santri

dan banyaknya majelis serta Taman Pendidikan al-Qur’an (TPQ). Bagi

masyarakat, pengetahuan akan ayat al-Qur’an sangat penting bagi kehidupan

manusia, baik di dunia dan untuk bekal kelak di akhirat. Sehingga sebagian anak

yang tidak bersekolah, mereka memiliki banyak waktu untuk mengaji, baik iqro’,

juz ‘amma, pengetahuan agama seperti fiqih, akhlak, dan lainnya mereka belajar

di tempat dan waktu yang berbeda. Hal tersebut membuktikan bahwa kekuatan

religius masyarakat Asemdoyong sangat kuat.48

48Wawancara Pribadi dengan Bapak Sali, “Sesepuh Nelayan Desa Asemdoyong”,

Pemalang, 18 September 2018.

Page 47: SINKRETISME AGAMA: KASUS RITUAL BARITAN (SEDEKAH …

33

BAB III

PROSESI UPACARA RITUAL BARITAN (SEDEKAH LAUT)

DI DESA ASEMDOYONG PEMALANG

A. Perkembangan Upacara Ritual Baritan

Masyarakat pesisir memiliki upacara yang khas, salah satunya adalah

upacara baritan atau upacara sedekah laut. Upacara baritan adalah sebuah tradisi

peninggalan dari leluhur yang sudah melekat dan belum bisa dipisahkan dari

kehidupan masyarakat sampai pada masa sekarang.49 Dari berbagai informasi

yang penulis dapatkan, upacara baritan belum diketahui secara pasti kapan mulai

dilaksanakan di Desa Asemdoyong dan bagaimana asal mulanya. Namun, upacara

ini diyakini memang sudah ada semenjak budaya Jawa masih asli, belum

tercampur dengan budaya luar.

Upacara baritan tidak memiliki sejarah tertulis, hanya dilestarikan dan

diceritakan secara lisan dari generasi ke generasi berikutnya. Setiap tradisi

dilestarikan melalui proses pelembagaan yang ada dalam tatanan masyarakat.

Pelembagaan tradisi dimaksudkan agar tradisi yang memiliki rangkaian panjang

dari generari terdahulu tidak hilang atau berkurang, akan tetapi tetap menjadi

bagian dari generasi-generasi berikutnya. Proses pewarisan tradisi dilakukan

melalui beberapa media, antara lain: pengajian, penyebaran informasi melalui

media cetak dan media elektronik, cerita-cerita dari para tokoh, memberikan

pengalaman kepada anak-anak, dan pengulangan tindakan.50

Pertama, pengajian. Pengajian dinilai sebagai sarana paling efektif dalam

pelestarian dan pengembangan tradisi lokal yang tersinkretik dengan agama Islam,

yaitu upacara baritan. Dalam upacara baritan tahun 2018 mendatangkan KH.

Misbahul Musthofa, salah satu tokoh agama dari Tegal. KH. Misbahul Musthofa

dalam ceramahnya mengungkapkan tentang pentingnya peringatan Bulan Suro

atau Bulan Muharam, melaksanakan sedekah, dan menjaga akidah dari kesalahan-

kesalahan penafsiran dalam melaksanakan tradisi. Jadi dengan adanya pengajian,

diharapkan akan menguatkan akidah masyarakat.

49Wawancara Pribadi dengan Bapak Suroso, “Ketua KUD Mina Misoyo Makmur”,

Pemalang, 20 September 2018. 50Nur Syam, Islam Pesisir, h. 211-216.

Page 48: SINKRETISME AGAMA: KASUS RITUAL BARITAN (SEDEKAH …

34

Kedua, penyebaran informasi melalui media cetak (brosur, pamflet, dan

buku) dan media elektronik (internet, televisi, dan radio) mengenai manfaat atau

kegunaan upacara-upacara. Biasanya satu bulan sebelum pelaksanaan, brosur dan

pamflet tentang upacara baritan sudah mulai tersebar di masyarakat Pemalang.

Jadi masyarakat banyak mengetahui info pelaksanaan upacara baritan dari brosur

dan pamflet tersebut. Selain itu, pada saat pelaksanaan upacara baritan juga

banyak mendokumentasikan tradisi tersebut. Kemudian masyarakat yang

mendokumentasikan tersebut, disebarkan melalui sosial media dan adapula yang

dikirim ke Youtube sehingga dapat dilihat oleh generasi-generasi berikutnya.

Ketiga, melalui penguatan-penguatan dari cerita-cerita tentang pengalaman

kehidupan yang bersesuaian dengan tradisi tersebut yang disampaikan oleh para

sesepuh, juru kunci, kiai, dan masyarakat pada umumnya. Dalam hal ini penulis

merasakan hal tersebut karena penulis mendapat berbagai informasi dari para

sesepuh. Para sesepuh menceritakan pengalaman sejak usia dini mengikuti

upacara baritan yang dilaksanakan di tempat tinggalnya setiap tahun. Penulis juga

mendapat cerita dari sesepuh nelayan yang mengalami pengalaman spiritual

sehingga mengetahui sesaji apa saja yang dibutuhkan. Pengalaman spiritual

didapatkan secara turun temurun dalam keluarganya.

Keempat, memberikan pengalaman kepada anak-anak. Dalam setiap

upacara baritan berlangsung, banyak orang tua yang mengajak anaknya untuk

melihat pelaksanaan upacara tersebut. Hal tersebut baik secara langsung atau tidak

langsung akan memberikan pengalaman kepada anak-anak tentang pentingnya

upacara tersebut.

Kelima, penguatan melalui pengulangan tindakan. Upacara baritan

dilakukan secara terus menerus dari tahun ke tahun. Bahkan persiapan upacara ini

juga selama setahun sebelum pelaksanaan. Sehingga tanpa disadari masyarakat

semakin mengetahui arti penting dan makna upacara tersebut bagi kehidupan.

Lima media tersebut sangat berpengaruh dalam proses pelestarian suatu

tradisi. Masyarakat merupakan penggerak utama dalam lima media pelestarian

tradisi tersebut. Namun, kehidupan masyarakat selalu mengalami perubahan, baik

dalam tingkah laku maupun pola pikir. Perubahan tersebut mendorong tatanan

kehidupan masyarakat menjadi berkembang. Faktor yang menjadi penyebab

Page 49: SINKRETISME AGAMA: KASUS RITUAL BARITAN (SEDEKAH …

35

perubahan tersebut antara lain: pertama, perubahan lingkungan alam. Kedua,

perubahan yang disebabkan adanya kontak dengan suatu kelompok lain. Ketiga,

perubahan karena adanya penemuan. Keempat, perubahan yang terjadi karena

masyarakat mengadopsi beberapa elemen kebudayaan material yang telah

dikembangkan oleh masyarakat lain di tempat asalnya. Kelima, perubahan yang

terjadi karena suatu bangsa memodifikasi cara hidupnya dengan mengadopsi

suatu kepercayaan baru atau karena perubahan dalam pandangan hidup.51 Dalam

hal ini suatu tradisi yang hidup dalam suatu lingkungan tentu akan merasakan

dampak dari perubahan tersebut. Tradisi selalu mengalami perkembangan

menyesuaikan dengan pelaku tradisi dan kepercayaannya.

Pada awal abad ke-20, upacara baritan dilakukan secara sederhana. Dahulu

dilakukan dengan perlengkapan sesaji yang sederhana dan dilakukan oleh masing-

masing pemilik kapal. Upacara baritan dimulai dengan pembuatan sajen,

kemudian didoakan oleh sesepuh. Setelah itu, dilaksanakan larung sesaji ke laut.

Sesaji yang dilarungkan dimaksudkan sebagai ucapan terimakasih kepada

mbaurekso atau penguasa laut atas limpahan hasil tangkapan para nelayan dan

sebagai permohonan supaya selalu dilindungi dari malapetaka saat pergi ke laut.

Pada masa ini, hiburannya hanya wayang dan balapan perahu. Belum ada orkes

dangdut dan pengajian.52

Pada akhir abad ke-20, upacara baritan mulai mendapat perhatian dari

pemerintah daerah. Sehingga upacara baritan mulai dikenal masyarakat luas.

Upacara baritan memiliki fungsi komunikasi. Pelaksanaan upacara baritan

mendapat dukungan dari berbagai lapisan masyarakat. Dalam hal ini pemerintah

daerah yang mulai memberi arahan dan melindungi pelaksanaan upacara baritan.

Secara langsung membutuhkan kerjasama antar pemerintah desa dengan

masyarakat. Kerjasama ini menjadi media komunikasi yang bermanfaat bagi

masyarakat nelayan, karena dapat berbagi persoalan yang dialami para nelayan

dan berharap memperoleh solusi dari pemerintah daerah. Selain fungsi

51Elly M. Setiadi, dkk., Ilmu Sosial dan Budaya Dasar Edisi Kedua (Jakarta: Kencana,

2011), h. 44. 52Wawancara Pribadi dengan Bapak Muhafidz Abdul Ghani, “Tokoh Agama Desa

Asemdoyong”, Pemalang, 20 September 2018.

Page 50: SINKRETISME AGAMA: KASUS RITUAL BARITAN (SEDEKAH …

36

komunikasi, adapula perubahan menjadi fungsi hiburan.53 Hiburan mulai

berkembang yaitu dengan adanya pesta dangdut. Hiburan pesta dangdut sangat

diminati oleh semua kalangan. Oleh karena itu, banyak masyarakat dari desa

tetangga yang turut hadir untuk menikmati hiburan tersebut.

Pada masa orde baru tahun 1997, pelaksanaan upacara baritan bersamaan

dengan hari tenang pasca pelaksanaan Pemilihan Umum Presiden, sehingga

pelaksanaan upacara baritan dilarang oleh pemerintah. Namun masyarakat tetap

melaksanakan tetapi tidak dengan rangkaian upacara resmi dan hiburan meriah,

hanya melaksanakan larung sesaji di laut oleh para nelayan dan keluarganya.54

Memasuki abad ke-21, tradisi baritan mulai dilaksanakan dengan meriah

seiring dengan meningkatnya kesejahteraan masyarakat sehingga mendapat

usulan dari masyarakat untuk meningkatkan hiburan. Pada masa ini, upacara

baritan dimulai dengan acara musik dangdut yaitu pada malam hari sebelum 1

Muharam. Kemudian pada 1 Muharam, dilaksanakan acara inti yaitu larung sesaji

ke laut yang sebelumnya sudah didoakan terlebih dahulu oleh ulama desa. Dalam

waktu bersamaan pula, wayang kulit mulai dimainkan hingga dini hari. Pagelaran

wayang merupakan suatu rangkaian acara yang wajib diselenggarakan setiap

tahun dalam pelaksanaan upacara baritan. Pagelaran wayang pada waktu

bersamaan dengan larung sesaji dikenal dengan istilah ruwatan. Lakon dalam

pelaksanaan ruwatan setiap tahun selalu sama yaitu Badeg Basu. Lakon Badeg

Basu menceritakan kisah asal usul binatang di alam ini, termasuk asal mula ikan.55

Namun, pada tahun 2013 timbul kontra dari kalangan ulama desa. Karena

menurut para ulama tidak pantas jika pesta dangdut dilakukan pada malam 1

Muharam. Pada malam 1 Muharam 1435 (5 November 2013) mayoritas

masyarakat mengikuti acara mujahadah dan pengajian yang dilaksanakan di

lapangan utama Desa Asemdoyong, tetapi di PP Desa Asemdoyong juga

mengadakan pesta dangdut. Menurut para ulama, pada malam itu layaknya

masyarakat merenungi diri atas kesalahan-kesalahan yang dilakukan pada tahun

sebelumnya dan berfikir untuk menjadi manusia yang lebih baik lagi di tahun

53Sri Widati, “Tradisi Sedekah Laut di Wonokerto Kabupaten Pekalongan: Kajian

Perubahan Bentuk dan Fungsi,” Jurnal PP, Vol. 1, No. 2 (Pekalongan: Desember 2011), h. 146. 54Wawancara Pribadi dengan Bapak Suroso. 55Sri Widati, “Tradisi Sedekah Laut di Wonokerto Kabupaten Pekalongan: Kajian

Perubahan Bentuk dan Fungsi,” h. 145-146.

Page 51: SINKRETISME AGAMA: KASUS RITUAL BARITAN (SEDEKAH …

37

mendatang. Upaya yang dilakukan adalah dengan membaca doa akhir tahun dan

doa awal tahum, kemudian dzikir dan bermujahadah bersama. Oleh karena itu,

susunan acara pelaksanaan upacara baritan berubah di tahun selanjutnya.

Pada tahun 2014, upacara baritan dimulai dengan pengajian akbar yang

dilaksanakan pada malam 1 Muharam di KUD Mina Misoyo Makmur. Pengajian

akbar menghadirkan ulama dari luar kota. Perubahan tersebut awalnya berat dan

muncul pro kontra dari masyarakat. Sebagian masyarakat berpendapat bahwa

upacara baritan akan menjadi kurang ramai. Kemudian diadakan musyawarah

bersama dari kalangan ulama, aparat desa, dan para nelayan. Setelah disadari

bersama, akhirnya menghasilkan kesepakatan bahwa malam 1 Muharam yang

mulanya diadakan pesta dangdut, sekarang berganti untuk kegiatan pengajian.

Kemudian pada tanggal 1 Muharam dilaksanakan acara inti upacara baritan yaitu

dengan larung sesaji ke laut. Dalam waktu bersamaan, wayang kulit mulai

dimainkan oleh dalang hingga dini hari. Kemudian pada tanggal 2 Muharam,

acara musik dangdut di mulai dari pagi hingga malam hari sebagai hiburan bagi

masyarakat Asemdoyong dan sekitarnya.

Pada tahun 2016, muncul kesadaran dari para nelayan untuk mengadakan

santunan yatim dan piatu, serta membantu untuk pembangunan pondok pesantren,

musala, dan masjid. Pelaksanaan santunan masih dalam Bulan Muharam tetapi

untuk tanggal menyesuaikan keadaan.56

Perkembangan upacara baritan telah merubah tradisi yang semula

memiliki fungsi sakral menjadi fungsi hiburan. Bentuk-bentuk upacara yang

diikuti prosesi, tari-tarian, doa bersama, makan bersama, dan upacara korban

dianggap sebagai aktivitas yang unik dan menarik oleh sebagian masyarakat.

Selain itu, dukungan dari pemerintah desa yang memandang tradisi tersebut

sebagai aset budaya yang harus dilestarikan membawa dampak semakin

banyaknya wisatawan yang berkunjung.57 Hiburan yang turut menjadi daya tarik

para wisatawan seperti pertandingan persahabatan sepak bola, drum band, seni

kuda lumping, pagelaran wayang, serta para nelayan yang menyediakan

perahunya untuk para wisatawan yang ingin mengikuti prosesi ritual di tengah

56Wawancara Pribadi dengan Bapak Darusalam. 57Sugeng Pujileksono, Pengantar Antropologi: Memahami Realitas Sosial Budaya

(Malang: Intrans Publishing, 2015), h. 113.

Page 52: SINKRETISME AGAMA: KASUS RITUAL BARITAN (SEDEKAH …

38

laut. Hal tersebut yang menjadi penyebab pergeseran fungsi tradisi. Namun,

berbagai perkembangan tersebut memang dimaksudkan untuk kepentingan

masyarakat bersama, karena tradisi diciptakan oleh dan untuk manusia.

B. Tujuan Upacara Ritual Baritan

Upacara baritan atau sedekah laut memiliki arti yang sangat penting bagi

masyarakat Desa Asemdoyong, terutama bagi kalangan nelayan. Sebagian

masyarakat Desa Asemdoyong berpendapat bahwa baritan merupakan pestanya

para nelayan. Upacara baritan dinilai sebagai bentuk selametan yang ditujukan ke

laut supaya menimbulkan timbal balik yang baik kepada nelayan. Timbal balik

yang dimaksudkan adalah para nelayan telah memberikan sesajian kepada laut

yang diharapkan akan menimbulkan kebaikan ketika para nelayan mencari ikan di

laut, mendapat ikan yang banyak dan besar, serta dijauhkan dari marabahaya.

Kepercayaan tersebut seperti teori yang diungkapkan oleh Marcel Mauss dalam

karyanya yang berjudul The Gift atau Pemberian (1992), bahwa tidak ada sesuatu

pemberian yang tanpa pamrih. Jadi para nelayan memberikan sesajian tersebut

disertai dengan harapan mendapatkan timbal balik, tidak hanya memberi dengan

suka rela.

Mulanya masyarakat memberikan sesajian ditujukan untuk para penguasa

laut, seperti Nabi Khidir, Kaki Baurekso, Nini Baurekso, Kaki Rengkeng, Nini

Rengkeng, Mbah Endugras, Mbah Omplok, Kaki Cempalok, dan Nini Cempalok.

Tujuan memberikan sesajian kepada para penguasa laut adalah supaya para

penguasa laut menjaga para nelayan ketika sedang mencari ikan dan hasil tangkap

para nelayan semakin meningkat. Namun, seiring berkembangnya pola pikir dan

meningkatnya religiusitas masyarakat, maka kepercayaan tersebut bergeser.

Mayoritas masyarakat menganggap bahwa upacara baritan sebagai bentuk puji

syukur atas segala rezeki yang diberikan oleh-Nya dan sebagai permohonan

supaya dalam mencari rezeki diberi keselamatan, serta rezekinya bertambah.

Sedangkan bagi sesepuh nelayan, upacara baritan memang ditujukan kepada Allah

SWT., tetapi melalui perantara para penguasa laut.

Tujuan pelaksanaan upacara baritan di Desa Asemdoyong berkembang

sebagai berikut:

Page 53: SINKRETISME AGAMA: KASUS RITUAL BARITAN (SEDEKAH …

39

1. Untuk ajang silaturahmi masyarakat Desa Asemdoyong dan sekitarnya.

Pada pelaksanaan upacara baritan, banyak para pemuda yang bekerja di

luar kota sengaja pulang ke tempat tinggalnya, sehingga mereka bisa

berkumpul dengan keluarga dan teman-temannya. Para nelayan tidak

melakukan aktifitas mencari ikan seperti hari-hari biasanya, sehingga pada

pelaksanaan upacara baritan dimanfaatkan untuk berkumpul bersama

keluarganya.

2. Untuk hiburan bagi masyarakat Desa Asemdoyong. Waktu yang dimiliki

para nelayan setiap harinya mereka habiskan untuk mencari nafkah di laut.

Sehingga pada momen tersebut, para nelayan dapat sejenak melepas lelah

dengan menikmati hiburan-hiburan yang ada.

3. Untuk menghimbau nelayan supaya lebih tertib dan patuh kepada aturan

yang telah diatur oleh pemerintah daerah guna mengurangi hal-hal yang

tidak diinginkan.

4. Untuk menjaga dan melestarikan budaya masyarakat pesisir yang sudah

dilaksanakan secara turun temurun.

C. Prosesi Upacara Ritual Baritan

1. Persiapan

Masyarakat Desa Asemdoyong berpegang teguh dengan prinsip

agama Islam. Namun, dalam kehidupan sehari-hari tidak dapat terlepas

dari pengaruh kebiasaan leluhurnya terdahulu. Sehingga sering disebut

bahwa masyarakat Jawa masih menganut kepercayaan Kejawen. Kejawen

adalah ajaran spiritual asli leluhur Jawa yang belum mendapat pengaruh

dari budaya luar, yaitu sebelum budaya Hindu dan Buddha masuk.58

Baritan merupakan tradisi yang sudah ada sejak masa nenek

moyang. Dahulu melaksanakan tradisi tersebut sebagai upaya

persembahan kepada roh-roh gaib yang ada di laut. Namun berbeda

dengan masa kini bahwa persembahan tersebut dilakukan sebagai

perwujudan rasa syukur kepada Allah SWT. atas rezeki yang diterima oleh

58Suwardi Endraswara, Etnologi Jawa (Yogyakarta: CAPS, 2015), h. 158.

Page 54: SINKRETISME AGAMA: KASUS RITUAL BARITAN (SEDEKAH …

40

para nelayan dengan memberi makan kepada makhluk-makhluk di laut.

Persembahan sajen yang diberikan tidak jauh berbeda dari masa ke masa.

Para nelayan mulai mempersiapkan upacara baritan sejak satu

tahun sebelum pelaksanaan. Upacara baritan dilaksanakan setiap tahun

yaitu pada tanggal 1 Muharam atau 1 Suro. Setelah pelaksanaan selesai

dan dilakukan pembubaran panitia, kemudian dilanjutkan pembentukan

panitia untuk pelaksanaan di tahun selanjutnya. Selanjutnya diadakan

musyawarah setiap bulan untuk menentukan dan mematangkan konsep

acara, serta mengakumulasikan dana. Dalam pelaksanaan upacara baritan

ini, dana yang terkumpul merupakan dana dari para nelayan dengan iuran

perkapal.

Persiapan yang paling diperhatikan adalah ambeng laut. Dimulai

dari pembuatan ambeng59, yaitu perahu kecil untuk meletakkan sajen yang

akan di larung ke laut. Pembuatan perahu kecil tersebut dimulai dari satu

bulan sebelum pelaksanaan. Kemudian dua minggu sebelum pelaksanaan,

mulai membelanjakan barang-barang perlengkapan sajen.

Masyarakat Jawa pada umumnya mengenal empat jenis sesajian,

antara lain: pertama, sesajian dalam bentuk selamatan yang diperuntukkan

kepada para roh-roh yang dianggap suci dan dihormati. Kedua, sesajian

dalam bentuk penolakan yaitu untuk menolak mara bahaya dari pengaruh

ro-roh jahat. Ketiga, sesajian dalam bentuk Wadima. Sesajian yang

dilakukan secara rutin yang diperuntukkan para wali, jin-jin, bidadari, dan

lain-lain. Keempat, sedekah sesajian berupa makanan yang bertujuan untuk

keselamatan orang yang sudah meninggal. Preusz berpendapat bahwa

sesaji atau ritual ini dilakukan karena keterbatasan manusia sehingga

mereka melakukan tindakan-tindakan untuk keperluan hidupnya. Fungsi

sesaji adalah untuk menjadikan upacara sebagai sesuatu yang gembira dan

meriah tetapi juga keramat, bukan sebagai suatu upacara yang khidmad

dan keramat.60

59Pada umumnya masyarakat menyebut ambeng dengan ancak. 60Sulkhan Chakim, “Potret Islam Sinkretisme: Praktik Ritual Kejawen,” Jurnal Dakwah

dan Komunikasi, Vol. 3 No. 1 (Januari-Juni 2009), h. 3.

Page 55: SINKRETISME AGAMA: KASUS RITUAL BARITAN (SEDEKAH …

41

Perlengkapan sesaji tidak asal memilih, tetapi memang permintaan

dari roh gaib yang dipercaya sebagai penguasa laut. Perlengkapan yang

dipersiapkan dalam sajen antara lain61:

Pertama, dolanan atau mainan merupakan simbol kebahagiaan,

dengan harapan para lelembut merasa bahagia karena diberikan mainan

seperti layaknya anak-anak kecil. Mainan yang disajikan seperti sepasang

boneka, ketapel, layangan, kipas tangan, bola bekel, kain selendang, topi,

gatik-gatikan, panggalan, garu luku, otot-otot, dan pecut. Mainan tersebut

dipersembahkan untuk para lelembut atau roh-roh anak kecil.

Kedua, replika rumah dan uang, serta alat-alat dapur seperti sodet,

dandang, kukusan, gayung, centong, tampah, sendok, dan ulekan

merupakan simbol kemuliaan dalam kehidupan sehari-hari manusia.

Ketiga, kemenyan dan candu (bibit kemenyan). Kemenyan

digunakan untuk menandakan mulai dilakukannya upacara. Candu sebagai

pelengkap dari kemenyan yang harus diikutkan dalam sesaji.

Keempat, alat-alat kecantikan seperti bedak, lipstik, pensil alis,

minyak duyung (parfum), sisir, kaca, dan emas. Alat rias dimaksudkan

sebagai penghormatan kepada roh-roh gaib perempuan supaya ketika

mencari ikan tidak mengganggu dan hasil tangkap selalu melimpah.

Kelima, aneka buah seperti melon, salak, jeruk, semangka, nangka,

nanas, waluh, bengkoang, jambe, dan tujuh macam pisang (longok, kapok,

graite, raja, lengi, rayap, mas).

Keenam, aneka minuman seperti sprite, minuman keras, wedang

santen (terbuat dari campuran air dan santan), wedang jembawut (terbuat

dari campuran kopi dan santan), dawet, kopi manit dan hambar, serta teh

manis dan teh tawar.

Ketujuh, sandang ancak (pakaian perahu) sebagai hiasan yang

terdiri dari kain panjang (selendang), bendera, payung, janur, tikar, dan

terpal.

61Wawancara Pribadi dengan Bapak Sali.

Page 56: SINKRETISME AGAMA: KASUS RITUAL BARITAN (SEDEKAH …

42

Kedelapan, ayam betina dan kepala kerbau yang dikalungkan emas

imitasi sebagai bentuk pengorbanan yang tulus dan membuang kebodohan

atau ketidaktahuan di kalangan nelayan.

Kesembilan, sekar telon yaitu tujuh mata air yang diambil dari

sumur Kalimalang, kali Jembawan, air pancer, air laut, sumur

Asemdoyong, sumur Kabunan, dan sumur Loning. Tujuh mata air berarti

bahwa sumber kehidupan manusia dilambangkan dengan air yang

merupakan sumber kehidupan dari bumi dan langit.

Kesepuluh, bunga setaman yaitu beberapa jenis bunga yang berbau

harum yang ditemukan di kebun. Bunga melambangkan keharuman

dengan harapan semua orang yang terlibat dalam perikanan dapat dikenal

baik oleh para roh setempat.

Kesebelas, sambetan yaitu ulekan beberapa bumbu dapur sebagai

sarana untuk menurunkan kapal atau sebagai pelindung.

Keduabelas, aneka makanan seperti dodol pasar, kinang, singkong

bakar, ubi bakar, kolak pisang raja, arang-arang, kambang, kue cucur,

rujak waluh, sate kambing, ayam bakar, telor basi, clorot, bubur halus,

bubur menir, nasi kuning, rujak daugan (kelapa hijau), dan tumpeng damar

murub.

a. Tumpeng alus merupakan nasi putih yang dibentuk kerucut tanpa

diberi lauk pauk. Tumpeng ini dimaksudkan sebagai permohonan dari

orang-orang yang mengadakan selamatan dikabulkan dan dijauhkan

dari segala godaan.

b. Nasi liwet dicampur ayam dan nasi dicampur tempe dan tahu

dibungkus daun pisang, dimaksudkan sebagai ucapan terimakasih

kepada para penunggu atau biasa disebut mbaurekso.

c. Nasi kuning berarti semua nelayan bersatu dengan satu tujuan

meminta restu dalam mencari nafkah di laut.

d. Bubur merah putih, merah yang berarti berani dan putih berarti murni.

Berani dimaksudkan bahwa para nelayan harus berani menghadapi

segala hambatan ketika mencari nafkah di laut. Murni dimaksudkan

Page 57: SINKRETISME AGAMA: KASUS RITUAL BARITAN (SEDEKAH …

43

bahwa para nelayan harus jujur sehingga akan mendapatkan hasil dan

jauh dari segala petaka.

e. Jagung disajikan sebagai bentuk penghormatan kepada penunggu

batu, seperti batu karang atau batu-batu lainnya.

f. Kupat luwar disajikan sebagai simbol bahwa orang yang melakukan

selamatan telah menepati janji

g. Kupat lepet disajikan sebagai simbol permohonan maaf atas segala

kesalahan.

h. Kupat buncu lima dimaknai sebagai simbol penghormatan kepada

sedulur papat yang berada di empat penjuru mata angin.

i. Jajan pasar merupakan makanan anak kecil seperti kacang, lempeng,

slondok, dan lainnya yang dibeli di pasar. Jajan pasar diibaratkan ikan

berkerumun seperti pasar sehingga dalam mencari nafkah para

nelayan mendapat lebih banyak ikan.62

Ketigabelas, perlengkapan lain seperti mbakoenak atau rokok dan

dedak (serbuk halus yang terbuat dari kulit padi).

2. Pelaksanaan

Ritual adalah tata cara peribadatan sebagai perwujudan keyakinan

yang dianut manusia terhadap Tuhannya. Peribadatan dimaksudkan

sebagai bentuk penghormatan, ketundukan, mencari perlindungan, dan

pertolongan atas kehidupan manusia di dunia dan kehidupan selanjutnya

setelah kematian.63

Penulis mengklasifikasikan pelaksanaan upacara ritual baritan

dalam tiga bagian yaitu pra-ritual baritan, upacaran ritual baritan, dan

pasca ritual baritan. Pertama, pra-ritual baritan diawali dengan

pertandingan persahabatan sepak bola di lapangan Krida Bahari.

Pertandingan persahabatan dimulai pada tanggal 4 – 11 September 2018.

Pada hari Sabtu malam Minggu tanggal 8 September 2018 dilakukan

undian ambeng laut. Pada hari Senin tanggal 10 September 2018

62Wahyana Giri MC, Sajen dan Ritual Orang Jawa (Yogyakarta: NARASI, 2010), h. 30-

35. 63Rusmin Tumanggor dan Kholis Ridho, Antropologi Agama (Jakarta: UIN Press, 2015),

h. 49.

Page 58: SINKRETISME AGAMA: KASUS RITUAL BARITAN (SEDEKAH …

44

mengadakan tradisi nyajeni. Pada hari Senin malam Selasa mengadakan

pengajian umum. Kedua, acara inti yaitu upacara ritual baritan.

Dilaksanakan pada hari Selasa tanggal 11 September 2018 (1 Muharam

1440 H) dilaksanakan kirab ambeng laut. Ketiga, pada hari Selasa malam

Rabu dimulai pagelaran wayang kulit. Kemudian ditutup dengan gebyar

orkes dangdut pada hari Rabu 12 September 2018.

a. Pra-ritual baritan

Rangkaian acara ritual baritan, diawali dengan pertandingan

persahabatan sepak bola antar desa di Kabupaten Pemalang.

Pertandingan tersebut diadakan di lapangan Krida Bahari Desa

Asemdoyong. Pertandingan persahabatan diadakan selama 8 hari yaitu

pada tanggal 4 – 11 September 2018. Pertandingan ini diadakan

sebagai ajang silaturahmi dari masyarakat Desa Asemdoyong dengan

warga desa sekitar.

Pada hari Sabtu malam Minggu tanggal 8 September 2018

dilakukan undian ambeng laut. Undian ambeng laut ini dilakukan

untuk menentukan 3 kapal yang akan membawa ambeng laut ke

tengah laut. Hal ini dilakukan guna menghindari saling rebut antar

pemilik kapal karena hampir semua menginginkan kapal mereka yang

membawa ambeng laut.

Pada hari Senin mengadakan tradisi nyajeni. Tradisi nyajeni

merupakan serangkaian acara yang dilakukan sebelum pelaksanaan

ritual baritan. Tradisi nyajeni dilakukan mulai ba’da dhuhur hingga

malam hari. Namun, puncak ramainya pada sore hari. Tradisi nyajeni

merupakan tradisi yang dilakukan masing-masing pemilik kapal

dengan memberikan sesajian yang diletakkan di tempat yang dianggap

keramat, yaitu di perbatasan antara sungai dan laut. Sesajian dalam

tradisi nyajeni berupa makanan seperti tumpeng damar murub, nasi

dan telur yang diletakkan dalam kendil, pisang raja, ikan asin, kupat,

lepet, bubur merah putih, bubur cadil, ketan hitam, rengginang, mie

hijau, kolak, dan jajanan pasar. Selain itu adapula aneka minuman

seperti teh manis dan tawar, kopi hitam manis dan hambar, air santan,

Page 59: SINKRETISME AGAMA: KASUS RITUAL BARITAN (SEDEKAH …

45

dan kepala hijau, serta adapula alat-alat kecantikan seperti bedak,

kaca, pensil alis, parfum, serta ada kemenyan dan air yang diletakkan

pada ember kecil.64

Tradisi nyajeni dimulai dengan bakar kemenyan yang

dilakukan oleh Pak Uritno (sesepuh kampung) sebagai pertanda

dimulainya tradisi nyajeni tersebut. Kemudian dilakukan pembacaan

doa bersama pemilik kapal dan nelayan, serta menyebutkan

permintaan apa saja yang ingin diwujudkan. Setelah selesai, air yang

di ember kecil tersebut di siramkan ke kapal karena dipercaya air

tersebut barokah dan akan memberi keselamatan saat melaut.

Kemudian berbagai makanan yang tadi disajikan, menjadi rebutan

anak-anak kecil dengan kepercayaan makanan tersebut barokah.

Adapula ibu-ibu yang memanfaatkan tampah dan kendil untuk

menambah koleksi dapurnya. Tradisi nyajeni ini dilakukan sebagai

bentuk kepedulian para nelayan terhadap alam gaib. Menurut para

nelayan, laut itu dihuni oleh berbagai macam makhluk gaib, sehingga

untuk menjaga kedamaian perlu memberikan sesaji. Hal tersebut

dipercaya akan memberikan timbal balik bahwa kebaikan akan

dirasakan bersama ketika para nelayan mencari nafkah di laut.

Pada hari Senin malam Selasa tanggal 10 September 2018

diadakan pengajian umum tasyakur baritan. Pengajian ini diadakan di

KUD Mina Misoyo Makmur. Acara di mulai pukul 21:00 WIB yang

dibuka oleh grup hadroh dan dilanjut dengan pembacaan ayat suci al-

Qur’an. Kemudian sambutan dari Bapak Tahrudi selaku ketua panitia

dan Bapak Darusalam selaku kepala desa. Pengajian umum ini diisi

oleh ulama-ulama desa yaitu KH. Asrori dan KH. Saefudin Fahrozi,

serta ulama dari kota Tegal yaitu KH. Misbahul Musthofa. KH. Asrori

dan KH. Saefudin Fahrozi memimpin pembacaan doa akhir tahun dan

awal tahun kemudian dilanjutkan dzikir bersama. Mereka juga

menyampaikan beberapa pesan bahwa masyarakat dihimbau supaya

tidak salah tujuan dalam melaksanakan ritual baritan.

64Wawancara Pribadi dengan Bapak Nur Komilia, “Kepala Dusun Karanganyar Desa

Asemdoyong”, Pemalang, 06 September 2018.

Page 60: SINKRETISME AGAMA: KASUS RITUAL BARITAN (SEDEKAH …

46

Tujuan dalam hal ini bahwa ritual baritan yang dinilai sebagai

sedekah ditujukan sebagai rasa syukur atas rezeki yang Allah berikan

dengan melalui perantara laut dan seisinya yang merupakan ciptaan-

Nya. Sehingga masyarakat bermaksud untuk membagi rezeki yang

telah didapatkan kepada makhluk-makhluk yang ada di laut. Selain

itu, masyarakat juga dihimbau bahwa walaupun ritual baritan tetap

dilestarikan, namun esensi keislaman harus lebih di perkuat supaya

tidak salah tujuan. Bapak KH. Misbahul Musthofa mengatakan bahwa

acara pengajian tersebut sangat tepat diadakan pada malam pergantian

tahun Islam, sehingga masyarakat ramai berkumpul melakukan hal

yang bermanfaat dengan berdoa bersama, bermujahadah bersama, dan

mendengarkan ceramah dari para ulama.

b. Upacara ritual baritan.

Upacara ritual baritan dilaksanakan pada hari Selasa tanggal

11 September 2018 (1 Muharam 1440 H). Ritual baritan di Desa

Asemdoyong dilakukan setiap tahun yaitu tepat pada tanggal 1

Muharam atau 1 Suro.

Ritual baritan dimulai dari pemberangkatan tiga ambeng laut

(cantrang, garok, dan gemplo) dari rumah pembuat sajen yaitu rumah

Bapak Sali menuju ke Balai Desa Asemdoyong. Ambeng laut

diangkat menggunakan tangga kayu oleh delapan orang menuju ke

mobil pick up. Ambeng laut mulai berangkat dari rumah Bapak Sali

pukul 07:30 WIB dengan diiringi oleh grup rebana (terbangan).

Kemudian setelah sampai di Balai Desa pukul 08:00 WIB,

dilaksanakan upacara pelepasan ambeng laut. Susunan upacara

disampaikan oleh Bapak Asep selaku sekretaris desa. Upacara

pelepasan ambeng laut dimulai dari laporan panitia, sambutan dari

kepala desa, dan doa bersama. Kemudian dilanjutkan potong tali

sebagai simbol pelepasan ambeng laut yang dilakukan oleh Bapak

Darusalam (Kepala Desa Asemdoyong).

Setelah dilakukan pelepasan ambeng laut dari balai desa,

kemudian dilanjutkan kirab ambeng laut. Kirab ambeng laut

Page 61: SINKRETISME AGAMA: KASUS RITUAL BARITAN (SEDEKAH …

47

merupakan ritual membawa ambeng laut keliling Desa Asemdoyong

dengan diiringi oleh grup rebana, grup drum band dari SMP Negeri 1

Taman, dan grup seni kuda lumping dari Beji65. Ambeng laut dibawa

keliling desa hingga sampai ke KUD Mina Misoyo Makmur.

Setelah ambeng laut sampai di KUD Mina Misoyo Makmur

pukul 09:35 WIB, kemudian diadakan upacara pelepasan ambeng laut

dari KUD untuk dilaksanakan larung sesaji di laut. Ambeng laut

diturunkan dari mobil pick up dan diletakkan di atas meja yang telah

disusun. Pada saat itu, KUD sudah sangat dipenuhi oleh masyarakat

dari mana saja. Mereka sengaja menghadiri hanya untuk melihat

bagaimana pelaksanaan prosesi ritual baritan tersebut.

Upacara dimulai dari pembukaan oleh master of ceremony.

Upacara dibuka dengan penampilan tari gambyong66 oleh grup Pandu

Kusuma. Kemudian dilanjutkan laporan keuangan oleh Bapak Tahrudi

selaku ketua panitia. Setelah itu, diselingi dengan hiburan tari goyor

dari grup pandu kusuma sebelum dilanjut oleh sambutan para tamu

undangan. Sambutan yang pertama oleh Bapak Muntohir selaku

kepala Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Pemalang. Bapak

Muntohir menyampaikan bahwa sedekah laut yang dilaksanakan

setiap tahun di Desa Asemdoyong merupakan acara dalam rangka

mensyukuri nikmat dan rezeki yang Allah berikan kepada para

nelayan dengan memberikan berbagai makanan sebagai upaya

memberi makan ikan-ikan di laut, bukan termasuk ke dalam perbuatan

syirik. Kemudian dilanjutkan sambutan dari Kapolres Pemalang yang

diwakilkan oleh AKBP Agus Setyawan HP, SH, SIK, Kompol Alkaf.

Isi dari sambutan tersebut adalah himbauan kepada para

pemilik kapal untuk memperhatikan kapasitas kapal dalam membawa

pengunjung yang akan melihat proses ritual baritan di tengah laut.

Beliau menekankan bahwa kapasitas untuk kapal besar maksimal 20

65Beji adalah salah satu kelurahan di Kabupaten Pemalang yang masuk dalam wilayah

administrasi Kecamatan Taman, Kabupaten Pemalang. 66Tari gambyong merupakan suatu tarian yang disajikan untuk menyambut tamu atau

mengawali suatu acara. Tari ini berasal dari daerah Surakarta, Jawa Tengah.

Page 62: SINKRETISME AGAMA: KASUS RITUAL BARITAN (SEDEKAH …

48

orang dan untuk kapal kecil maksimal 10 orang. Himbauan tersebut

sebagai bentuk antisipasi atas kejadian kapal tenggelam pada tahun

2008 lalu. Selesai acara sambutan, kemudian dilanjut pembacaan doa

oleh Bapak KH. Asrori untuk memohon perlindungan kepada Allah

SWT. supaya diberikan keselamatan dan keberkahan dalam

pelaksanaan ritual baritan tersebut. Kemudian penyerahan hadiah

untuk kapal yang terpilih membawa ambeng laut untuk dilarungkan di

laut.

1) Ambeng cantrang dibawa oleh kapal milik Bapak Sohidin.

Cantrang merupakan alat penangkapan ikan yang bersifat aktif

dengan pengoperasian menyentuh dasar perairan. Cantrang

dioperasikan dengan menebar tali selambar sepanjang ±1000

meter secara melingkar, dilanjutkan dengan menurunkan jaring

cantrang, kemudian kedua ujung tali selambar dipertemukan.

Kedua ujung tali tersebut kemudian ditarik ke arah kapal sampai

seluruh bagian kantong jaring terangkat. Penarikan ini dibantu

dengan gardan. Dalam satu kapal, terdapat ±8 orang yang ikut

bekerja. Hasil tangkapan cantrang adalah jenis ikan demersal yaitu

Ikan Petek, Ikan Kuniran, Ikan Layur, dan Ikan Bawal Hitam.

2) Ambeng gemplo atau waring dibawa oleh kapal milik Bapak

Turadi. Gemplo merupakan alat tangkap ikan yang paling

sederhana karena dilakukan secara manual oleh ±12 orang.

Gemplo mempunyai bagian badan yang menyerupai kantong,

sayap yang menyatu dengan badan yang berbentuk kerucut, tali

penarik, dan jaring dengan panjang ±500 meter. Cara

pengoperasian alat tangkap gemplo dimulai dari pelampung tanda

diturunkan kemudian diikuti tali selambar sebelah kiri dengan arah

gerak kapal membentuk lingkaran, kemudian jaring diturunkan

dan diikuti tali selambar kanan hingga bertemu pelampung tanda,

kemudian pelampung tanda dinaikan ke kapal diikuti penarikan

tali selambar, penarikan ini dilakukan dengan manual. Hasil

Page 63: SINKRETISME AGAMA: KASUS RITUAL BARITAN (SEDEKAH …

49

tangkapan gemplo adalah jenis ikan pelagis yaitu Ikan Kembung,

Ikan Tembang, Ikan Teri Nasi, Ikan Tongkol, dan Ikan Tenggiri.67

3) Ambeng garok dibawa oleh kapal milik Bapak Wagirun. Garok

adalah alat khusus untuk menangkap kerang dengan metode

pengoperasiannya menggaruk dasar perairan, tetapi tidak menutup

kemungkinan spesies lain dapat tertangkap. Alat tangkap garok

terdiri dari bingkai, gigi raga, jaring kantong, mulut raga, dan

pemberat. Pengoperasian alat garok dimulai dengan menurunkan

alat tangkap garok dibagian buritan, kemudian diturunkan alat

tangkap garok yang kedua yaitu di sisi sebelah kanan perahu.

Setelah dua alat tangkap diturunkan, kemudian di tarik

menggunakan perahu dengan membentuk lingkaran. Kemudian

setelah alat tangkap garok terasa berat, segera diangkat untuk

diambil hasil tangkapannya. Kemudian dilakukan penyortiran

hasil tangkapan. Dalam melakukan pengoperasian menggunakan

alat tangkap garok, perahu cukup membawa 2-3 orang untuk

bekerja.68

Ketiga ambeng laut dilepas secara simbolis oleh Bapak

Muntohir selaku Dinas Kelautan dan Perikanan. Kemudian masing-

masing ambeng diangkat oleh 8 – 10 orang dengan ditopang tangga

kayu menuju ke kapal yang sudah ditentukan sesuai undian.

Pukul 11:00 WIB, kapal yang membawa ambeng laut mulai

diberangkatkan ke tengah laut. Ketiga kapal berjalan ke masing-

masing tempat dimana mereka mencari ikan dengan diikuti kapal-

kapal lain yang sejenis dengan alat tangkapnya. Setelah hampir

sampai di lokasi, Pak Sali (sesepuh nelayan) mulai membakar

kemenyan sebagai tanda dimulainya ritual baritan. Kemudian Pak Sali

mendoakan para leluhur seperti Nabi Khidir, Kaki Baurekso, Nini

67Fitri Karningsih, dkk, “Analisis Teknis dan Finansial Usaha Perikanan Tangkap

Cantrang dan Payang di Pelabuhan Perikanan Pantai Asemdoyong Kabupaten Pemalang,” Journal

of Fisheries Resources Utilization Management and Technology, Vol. 3, No. 3 (Semarang: 2014),

h. 162-163. 68Aristi Dian P.F., dkk., “Modifikasi Dredged Net Untuk Peningkatan Efektivitas dan

Efisiensi Penangkapan Udang di Tambak Lorok, Semarang,” Buletin Oseanografi Marina, Vol. 1

(Semarang: Oktober 2011), h. 97.

Page 64: SINKRETISME AGAMA: KASUS RITUAL BARITAN (SEDEKAH …

50

Baurekso, Kaki Rengkeng, Nini Rengkeng, Mbah Endugras, Mbah

Omplok, Kaki Cempalok, dan Nini Cempalok. Nama-nama leluhur

tersebut dipercaya sebagai penjaga laut utara Jawa, dimana para

nelayan Asemdoyong mencari nafkah.

Doa yang dibaca Pak Sali antara lain kalimat syahadat

sebanyak tiga kali dan surat-surat pendek seperti al-Fatihah tiga kali,

al-Ikhlas sebelas kali, dan an-Nas satu kali. Pak Sali berdoa tepat di

depan sajen yang akan di larung. Setelah selesai berdoa, kepala kerbau

terlebih dahulu di buang ke laut supaya langsung tenggelam, jadi tidak

diambil oleh masyarakat yang berebut sajen di laut. Setelah kepala

kerbau, kemudian sajen yang berada di dalam ambeng tersebut

dilarungkan secara bersamaan. Kemudian para nelayan dari kapal-

kapal lain berebut mengambil air disekitar pembuangan ambeng laut

untuk dimandikan ke kapalnya masing-masing. Hal tersebut dipercaya

akan membawa rezeki yang melimpah bagi para nelayan yang

mencari nafkah di laut menggunakan kapal yang sudah dimandikan

tersebut. Selain itu, adapula yang membawa pulang air yang sudah

diambil di sekitar pembuangan sajen. Adapula yang berebut

mengambil makanan yang berada di dalam ambeng yang sudah

dilarungkan. Setelah itu, semua kapal berbondong-bondong untuk

kembali ke darat. Prosesi larung sesaji selesai dilaksanakan pukul

11:50 WIB.

Pada saat kapal pembawa ambeng berangkat ke tengah laut,

upacara ruwatan69 juga dilaksanakan bersamaan dengan berjalannya

ritual baritan hingga sore hari. Ruwatan dilaksanakan oleh Sanggar

Bima Laras di KUD Mina Misoyo Makmur. Ruwatan dipimpin oleh

dalang dengan diawali membakar kemenyan sebagai tanda mulainya

upacara ruwatan. Kemudian dalang membaca mantra dan doa untuk

69Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, ruwatan adalah upacara membebaskan orang

dari nasib buruk yang akan menimpa. Ruwatan merupakan kebudayaan yang berasal dari jaman

pra-Hindu, yaitu upacara penyembahan terhadap roh nenek moyang. Ngruwat berarti mengatasi

atau menghindarkan suatu kesulitan batin dengan jalan mengadakan pertunjukan wayang kulit dan

mengambil cerita tertentu. Pada hakekatnya ruwatan merupakan suatu bentuk untuk mencapai

kesenangan atau hiburan guna melupakan kesulitan batin.

Page 65: SINKRETISME AGAMA: KASUS RITUAL BARITAN (SEDEKAH …

51

kelancaran ruwatan dan ritual baritan. Setelah itu, musik gamelan

mulai dimainkan. Upacara ruwatan tersebut menceritakan sejarah dari

terciptanya ikan dan makhluk lainnya, cerita tentang sesajian, cerita

tentang peristiwa di laut. Cerita tersebut diungkapkan oleh dalang

dengan memperagakan wayang kulit. Secara tradisional, fungsi

wayang kulit tidak hanya untuk hiburan, tetapi juga untuk upacara

ruwatan dengan tujuan untuk menangkal marabahaya.70

Ruwatan memiliki beberapa arti bagi masyarakat, antara lain:

pertama, sebagai upaya membuang sial yang ada dalam diri masing-

masing individu. Kedua, ruwatan merupakan media untuk

menyelaraskan energi positif dan membuang energi negatif. Ketiga,

ruwatan dilaksanakan sebagai upaya melestarikan budaya leluhur.

Keempat, ruwatan berarti sedekah kepada sesama.71 Jadi ruwatan

adalah tradisi yang sudah ada dikalangan masyakarat Jawa kuno yang

diadakan sebagai upaya membebaskan orang dari nasib buruk yang

akan menimpanya atau keluarganya atau tempat tinggalnya.

c. Pasca ritual baritan

Pada hari Selasa malam Rabu pukul 21:00 WIB dimulai

pagelaran wayang kulit. Pagelaran wayang kulit dibawakan oleh Ki

Dalang Sigit Anggoro dari Cilacap dengan lakon Kumbakarna Gugur.

Pagelaran wayang kulit ini diadakan semalam penuh hingga dini hari.

Lakon dalam pagelaran wayang kulit ini menceritakan tentang

Kumbakarna yaitu seorang raksasa yang memiliki hati dan perangai

yang baik. Kumbakarna gugur setelah bertempur membela tanah

airnya yaitu Bumi Alengka. Bumi Alengka saat itu menjadi rebutan

para musuh, termasuk Prabu Rama. Kumbakarna bertempur

mengenakan baju serba putih. Baju putih yang dikenakan

Kumbakarna melambangkan penyerahan dirinya terhadap Prabu Rama

yang diyakini sebagai penjelmaan Bathara Wisnu, dewa kebahagiaan.

Kumbakarna memiliki kepercayaan jika mati ditangan Prabu Rama,

70Wawancara Pribadi dengan Bapak Tahrudi, “Nelayan Desa Asemdoyong”, Pemalang,

18 September 2018. 71Suwardi Endraswara, Etnologi Jawa, h. 182.

Page 66: SINKRETISME AGAMA: KASUS RITUAL BARITAN (SEDEKAH …

52

maka akan mendapatkan surga. Mulanya, Kumbakarna berhasil

membunuh ribuan bala tentara Prabu Rama dengan segala

kesaktiannya. Kemudian Lesmana menyerang Kumbakarna dengan

memotong kedua tangan dan kedua kaki Kumbakarna. Wibisana yang

merupakan adik dari Kumbakarna tidak kuasa melihat kondisi

kakaknya yang kesakitan. Akhirnya Wibisana meminta Prabu Rama

untuk mengakhiri penderitaan kakaknya dengan menggunakan panah

miliknya. Kumbakarna gugur di medan perang sebagai pahlawan

membela tanah airnya. Wibisana menangisi kepergian kakaknya yang

paling dicintainya.72

Rangkaian acara Baritan 2018 ditutup dengan gebyar orkes

dangdut New Kendedes dari Jawa Timur. Gebyar orkes dangdut

dilaksanakan pada hari Rabu 12 September 2018 mulai pukul 09:00

WIB hingga 24:00 WIB. Acara ini dipadati oleh seluruh masyarakat

Desa Asemdoyong dan masyarakat desa sekitar yang sengaja datang

untuk menikmati penampilan orkes dangdut Kendedes.

Selain itu, banyak pula masyarakat yang memanfaatkan

momen tersebut untuk berjualan dan membuka lahan parkir. Berbagai

macam dagangan turut memadati wilayah KUD Mina Misoyo

Makmur mulai hari Senin malam Selasa hingga acara orkes dangdut

berakhir. Pedagang yang berjualan datang dari berbagai desa di

Kabupaten Pemalang. Dagangan yang dijual beraneka ragam seperti

lauk pauk, jajanan, sayuran, baju, dan segala bentuk perabotan rumah,

serta adapula wahana mainan untuk anak-anak. Jadi upacara ritual

baritan selain dilaksanakan sebagai upaya untuk melestarikan adat

leluhur, acara ini juga sebagai lahan meningkatkan perekonomian

masyarakat karena banyak masyarakat dari desa lain sengaja

berkunjung dengan tujuan untuk berwisata.

72Iva Ariani, Etika dalam Lakon Kumbakarna Gugur (Yogyakarta: Fakultas Filsafat

UGM Yogyakarta, 2013), h. 80-95.

Page 67: SINKRETISME AGAMA: KASUS RITUAL BARITAN (SEDEKAH …

53

D. Baritan dan Masyarakat Desa Asemdoyong

Kehidupan masyarakat selalu diwarnai dengan perbedaan mengenai segala

sesuatu yang terjadi atau dilakukan dalam kehidupan sehari-hari. Hal itu terjadi

pada upacara ritual baritan di Desa Asemdoyong. Masyarakat Desa Asemdoyong

memiliki perbedaan dalam menyikapi tradisi tersebut. Mayoritas masyarakat

menerima adanya pelaksanaan upacara ritual baritan, namun tidak dipungkiri

bahwa ada beberapa golongan yang kurang setuju dengan ritual-ritual yang

dilakukan. Perbedaan tersebut tidak menimbulkan perpecahan dalam kehidupan

masyarakat karena mereka memiliki jiwa solidaritas yang tinggi.

Mayoritas masyarakat berpendapat bahwa pelaksanaan upacara ritual

baritan merupakan suatu kewajiban yang harus dilaksanakan setiap tahun sebagai

upaya untuk melestarikan budaya nenek moyang setempat. Menurut kepercayaan

para nelayan, mereka mendapatkan banyak rezeki dari laut. Maka dari itu, sebagai

bentuk timbal balik, mereka patut memberi sajen kepada para penjaga laut.

Masyarakat memiliki kepercayaan seperti yang dikatakan Bapak Tahrudi, bahwa:

“Upacara ritual baritan belum pernah tidak dilaksanakan. Pada tahun 2008,

pernah tetap dilaksanakan tetapi sesajinya kurang. Akhirnya terjadi

bencana, kapal yang ditumpangi para pengunjung tenggelam dan

mengakibatkan adanya korban yang meninggal dunia. Itu yang ditakutkan

masyarakat. Sesajinya kurang saja memakan korban, apalagi tidak

dilaksanakan.”73

Masyarakat meyakini hubungan antara manusia dengan makhluk gaib

sangat kuat, sehingga untuk menjaga hubungan baik antar keduanya, masyarakat

harus memberikan sesembahan kepada para penjaga laut. Pasca pelaksanaan

upacara ritual baritan 11 September 2018, salah satu sesepuh desa Bapak Suroso

mendapat kunjungan dari seorang anak perempuan berumur 19 tahun yang datang

bersama dengan ibunya yaitu Mbak Vita dan Ibu Tuti. Kemudian Bapak Suroso

menyampaikan maksud kedatangan Mbak Vita dengan ibunya.

“Saya merasa ketakutan mbak, mbuh kui wonge ngomong temenan apa

ora. Pelaksanaan baritan kemarin disini kedatangan tamu gaib Ratu Kidul

dan Dewi Lanjar yang mana tidak senang sekali melihat pemuda yang

hura-hura tersebut, bahkan informasinya mau ditumplek (kapalnya dibalik)

tapi dilarang oleh Tirta Jagad dan Mbak Vita. Mbak Vita bilang, tahun

depan jangan sampai seperti ini, paling tidak kita sakralkan baritan.”74

73Wawancara Pribadi dengan Bapak Tahrudi. 74Wawancara Pribadi dengan Bapak Suroso.

Page 68: SINKRETISME AGAMA: KASUS RITUAL BARITAN (SEDEKAH …

54

Kejadian tersebut menghebohkan masyarakat. Kemudian diadakan

musyawarah bersama antar panitia dan pemerintah desa. Musyawarah tersebut

menghasilkan adanya pelaksanaan pemberian sajen kembali berupa aneka

makanan dan minuman yang dilengkapi dengan satu ekor kambing hidup.

Pemberian sajen tersebut sebagai bentuk permohonan maaf atas kesalahan yang

diperbuat oleh para pemuda Desa Asemdoyong. Acara tersebut dilaksanakan

secara sakral oleh para panitia dan pemerintah desa yang dilaksanakan dua

minggu setelah pelaksanaan baritan.

Dari kejadian tersebut bisa terlihat bahwa masyarakat sangat menerima

tradisi dan kepercayaan-kepercayaan yang ada di dalamnya. Masyarakat Desa

Asemdoyong terutama kalangan nelayan memiliki kekhawatiran apabila tidak

dilaksanakan upacara ritual baritan, para penjaga laut dan nenek moyang setempat

akan marah, sehingga mengakibatkan hasil tangkapan nelayan berkurang dan

terjadi bencana atau musibah yang tidak diinginkan.

Namun dari penelusuran penulis di lapangan, ditemukan beberapa orang

yang kurang setuju dengan ritual inti yang dilaksanakan dalam upacara baritan.

Hal-hal yang menjadi alasan beberapa kalangan tidak menyetujui ritual tersebut

adalah pertama, mengandung unsur syirik75 karena masyarakat terutama para

nelayan memiliki kepercayaan adanya kekuatan lain selain Allah yaitu para

penjaga laut atau roh nenek moyang setempat. Hal tersebut diperkuat lagi dengan

adanya rasa takut dan khawatir apabila tidak melakukan tradisi tersebut, maka

akan menimbulkan bencana. Kedua, mubazir76. Dalam hal ini mubazir karena

sajen yang beraneka ragam di buang di tengah laut sebagai bentuk sesembahan

kepada para penjaga laut. Hal tersebut dinilai terlalu menghamburkan uang,

padahal banyak masyarakat yang masih membutuhkan.77 Pendapat lain menurut

salah satu tokoh agama Desa Asemdoyong yaitu Bapak Fatchuri, bahwa

“Acara baritan dikenal juga dengan sebutan sedekah laut. Istilah nama

dengan menggunakan kata sedekah itu tidak masalah, namun sayangnya,

sekarang bukan sedekah laut melainkan pesta laut. Menurut nelayan, acara

75Syirik adalah penyekutuan Allah SWT. dengan yang lain, misalnya pengakuan

kemampuan ilmu daripada kemampuan dan kekuatan Allah, pengabdian selain kepada Allah SWT

dengan menyembah patung, tempat keramat, dan kuburan, dan kepercayaan terhadap keampuhan

peninggalan nenek moyang yang diyakini akan menentukan dan mempengaruhi jalan kehidupan. 76Mubazir adalah menjadi sia-sia atau tidak berguna atau terbuang-buang. 77Wawancara Pribadi dengan Bapak Muhafidz Abdul Ghani.

Page 69: SINKRETISME AGAMA: KASUS RITUAL BARITAN (SEDEKAH …

55

itu untuk membuat syukuran ke laut agar laut memberikan timbal balik

(kebaikan) ke nelayan. Namun menurut saya, hal itu kurang tepat. Secara

logika kepala kerbau dibuang ke laut itu mubazir. Daripada dibuang ke

laut tujuannya untuk di makan ikan, lebih baik dibagikan ke masyarakat.

Secara tauhid, berarti tidak percaya dengan yang kuasa (Allah SWT).

Karena mau memberikan makan ikan, padahal tidak diberipun Sang Kuasa

(Allah SWT) sudah memberi makan semua makhluknya. Tapi itu kembali

lagi menjadi haknya para nelayan.”78

Masyarakat yang kontra tersebut tetap menghargai adanya pelaksanaan

upacara ritual baritan. Mereka menyadari bahwa tradisi ini sudah mengakar pada

kehidupan masyarakat Desa Asemdoyong terutama para nelayan, sehingga sulit

untuk dihilangkan. Upaya yang mereka lakukan adalah dengan memberikan

pengetahuan agama yang mendalam untuk anak-anak Desa Asemdoyong. Anak-

anak Desa Asemdoyong merupakan generasi penerus yang harus memahami

agama lebih dalam.

Anak-anak Desa Asemdoyong diberikan pendidikan agama di beberapa

pondok pesantren. Pemilik pondok pesantren berharap para santrinya dapat

berfikir secara agamis, obyektif, dan kritis terhadap upacara ritual baritan tersebut.

Untuk menanamkan hal tersebut, para pengajar atau ustadz memberi tahu tentang

hukum tradisi tersebut, kemudian menggali maslahat dan mudaratnya. Upaya

yang dilakukan supaya para santri tidak turut serta dalam tradisi tersebut yaitu

pada malam 1 Muharam mengadakan istigasah dan pembacaan doa akhir dan awal

tahun bersama. Pada tanggal 1 Muharam mengadakan acara sendiri seperti lomba-

lomba dan adapula yang diajak berkeliling untuk meminta sumbangan dana guna

pembangunan pondok. Walaupun ritual inti upacara baritan dianggap

mengandung syirik, tetapi dalam pelaksanaan upacara baritan juga terdapat

manfaat, antara lain dapat mengadakan penggalangan dana di tengah jalan di

mana banyak pengunjung yang berdatangan dari berbagai daerah, beberapa

masyarakat yang rumahnya berdekatan dengan pusat acara dapat membuka lahan

parkir, masyarakat dapat berjualan, adanya pengajian yang dapat membantu

meningkatkan keimanan, adanya santunan anak yatim, dan pondok juga mendapat

bantunan untuk pembangunan.79

78Wawancara Pribadi dengan Bapak Fatchuri. 79Wawancara Pribadi dengan Bapak Muhafidz Abdul Ghani.

Page 70: SINKRETISME AGAMA: KASUS RITUAL BARITAN (SEDEKAH …

56

Perbedaan pendapat tersebut tidak menimbulkan perselisihan. Dalam

kehidupan sehari-hari, mereka tetap hidup rukun dan berdampingan. Bahkan

anak-anak Desa Asemdoyong yang merupakan anak dari para nelayan, diberikan

pendidikan agama di pondok pesantren tersebut. Namun, pemilik pondok

melakukan upaya untuk mengurangi kefanatikan terhadap upacara baritan dengan

memberikan pengetahuan mengenai hukum tradisi tersebut dan memberi

pengetahuan bahwa tradisi yang dilakukan mengandung unsur syirik karena

memberikan sesembahan terhadap roh-roh yang dipercaya membawa pengaruh

dalam kehidupan para nelayan. Para santri yang mendapat pelajaran tersebut

diharapkan dalam kehidupannya kelak, dapat merubah tradisi tersebut ke arah

yang lebih bermanfaat dengan tidak membuang makanan dan hal lainnya seperti

yang dilakukan sampai saat ini.

Para nelayan juga menghargai perbedaan pendapat tersebut. Menurut para

nelayan, walaupun mereka melaksanakan tradisi tersebut tetapi mereka juga

percaya kepada Tuhan dan tetap berdoa kepada-Nya. Namun, mereka juga

percaya bahwa nenek moyang setempat memiliki peran yang kuat dalam

kehidupannya. Karena tradisi tersebut merupakan budaya yang sudah ada sejak

nenek moyang tinggal di Desa Asemdoyong dan tradisi tersebut penting bagi

mereka. Sehingga menurut para nelayan, tradisi tersebut harus tetap dilestarikan

dengan mengikuti perkembangan menyelaraskan dengan agama yang di anut

masyarakat, yaitu agama Islam.

Hal ini menyangkut perkara tolak ukur moral.Tolak ukur moral ini adalah

manfaat dan keseimbangan. Adanya keseimbangan merupakan wujud ideal dari

tolak ukur moral tersebut. Pengalaman-pengalaman agama dalam norma-

normanya yang luas membentuk pribadi manusia yang memberi watak Islami.80

Dalam melakukan upacara ritual baritan ini, masyarakat Desa Asemdoyong

menganggap bahwa tradisi ini penting dan memiliki manfaat tersendiri bagi

mereka, dengan menyeimbangkan agama yang mereka anut, yaitu agama Islam.

Dalam ritual ini dapat terlihat bagaimana perasaan keagamaan mereka sebagai

masyarakat Jawa yang beragama Islam.

80Abdurrahman Wahid, Tabayun Gusdur: Pribumisasi Islam, Hak Minoritas, Reformasi

Kultural (Yogyakarta: LKiS Yogyakarta, 2010), h.138-139.

Page 71: SINKRETISME AGAMA: KASUS RITUAL BARITAN (SEDEKAH …

57

Perasaan keagamaan seseorang itu tidak dapat dilihat dari siapa mereka

sebenarnya. Baik atau buruknya seseorang yang terlihat dari luar tidak dapat

mewakili perasaan keagamaan orang yang sebenarnya. Sebab, pengalaman

beragama itu memiliki dua ekspresi, yaitu ekspresi implisit dan ekspresi eksplisit.

Ekspresi implisit lebih ke dalam, sedangkan yang eksplisit mengikuti ajaran

agama secara tuntas. Dua-duanya ini memiliki hak yang sama dan sama-sama

Islam.81 Dengan catatan bahwa ia dapat menggambarkan dengan tepat visi Islam.

Ketika perbuatan atau ekspresi keagamaan yang dilakukan oleh masyarakat masih

bermanfaat, kegiatan tersebut masih dapat dipakai. Sedangkan, jika tidak

bermanfaat dan malah berakibat keburukan, maka kegiatan atau hal tersebut harus

dijauhkan. Dengan demikian perbedaan antara masyarakat yang pro dan kontra

mengenai upacara ritual baritan di Desa Asemdoyong ini merupakan wujud dari

dua ekspresi kegamaan tersebut. Ada yang benar-benar mengikuti ajaran Islam

dan ada yang mengikutinya tanpa meninggalkan tradisinya. Dalam mewujudkan

ekspresi keagamaan itulah, masyarakat Desa Asemdoyong baik yang pro maupun

yang kontra dapat hidup secara berdampingan dan saling menghargai.

81Abdurrahman Wahid, Tabayun Gusdur: Pribumisasi Islam, Hak Minoritas, Reformasi

Kultural, h.138.

Page 72: SINKRETISME AGAMA: KASUS RITUAL BARITAN (SEDEKAH …

58

BAB IV

SINKRETISME DAN NILAI-NILAI ISLAM

DALAM UPACARA RITUAL BARITAN (SEDEKAH LAUT)

A. Sinkretisme dalam Upacara Ritual Baritan

Tradisi bermula dari kebiasaan-kebiasaan yang dilakukan oleh masyarakat

awal. Tradisi yang dilakukan tentunya berasal dari kepercayaan yang dianut.

Kebiasaan tersebut dinilai penting oleh masyarakat sehingga terus dilestarikan dan

dikembangkan oleh masyarakat hingga masa sekarang.

Tradisi ritual baritan dalam perkembangannya melalui proses sinkretis,

dimana terjadi suatu perpaduan dari unsur-unsur Hindu dan Islam yang

membentuk sinkretisme dasar dan menjadi tradisi rakyat yang sesungguhnya.

Reese mengartikan sinkretisme sebagai percampuran antara falsafah pemikiran,

agama, dan budaya yang berbeda.82 Dalam hal ini, penulis melihat bentuk

sinkretisme yaitu dengan adanya percampuran antara unsur Hindu dan Islam

dalam ritual baritan di Desa Asemdoyong.

1. Unsur Hindu

Masuknya agama Hindu yang berasal dari India tentunya

membawa pengaruh besar akan perubahan yang terjadi pada budaya Jawa.

Hindu adalah agama yang para penganutnya menyembah dan memuja

dewa-dewa Wisnu, Siwa, Sakti, Avatara (penjelmaannya), anak-anaknya

dan sebagainya. Dalam pengertian lain, agama Hindu juga percaya dan

menyembah dewa-dewa alam yang jumlahnya banyak yang dianggap

pengatur alam dan penting kedudukannya dalam suatu upacara. Dewa-

dewa ini diharapkan memberi kesenangan, kebahagiaan, dan ketenangan,

dengan harapan, apabila para dewa merasa senang, maka para dewa akan

mengabulkan keinginannya.83 Upacara ritual baritan mengandung

beberapa unsur dalam agama Hindu, antara lain:

82Roz Aiza Mohd Mokhtar dan Che Zarrina Sa’ari, “Sinkretisme dalam Adat Tradisi

Masyarakat Islam,” h. 71. 83Romdhon, dkk., Agama-Agama di Dunia (Yogyakarta: IAIN Sunan Kalijaga Press,

1988), h. 55-56.

Page 73: SINKRETISME AGAMA: KASUS RITUAL BARITAN (SEDEKAH …

59

Pertama, meyakini adanya kekuatan roh-roh leluhur yang

mempengaruhi kehidupan masyarakat. Bagi masyarakat Jawa, roh-roh

orang yang sudah meninggal tetap hidup di sekeliling tempat tinggalnya

dan membawa kekuatan baik untuk membantu kehidupan masyarakat atau

bahkan membawa kekuatan buruk untuk membuat celaka. Masyarakat

meyakini bahwa semua kejadian di alam ini merupakan akibat dari roh.

Kepercayaan ini sudah menjadi dasar religiusitas masyarakat Jawa

sejak zaman pra-sejarah hingga saat ini. Sehingga meskipun Jawa sudah

mendapat banyak pengaruh budaya dan agama dari luar, tetapi sebagian

masyarakat masih mempercayai adanya kekuatan roh-roh. Roh-roh

tersebut diklasifikasikan ke dalam tiga kelas, antara lain:

a. Roh-roh dari alam yang memusuhi manusia dan mendatangkan

penyakit. Roh-roh ini biasa disebut Saitan, Setan, dan Iblis.

b. Roh-roh yang melakukan perintah atas permintaan atau penyumpahan

dendan atau balasan. Roh-roh ini dinamakan Mejim, Memedi, dan

Medi.

c. Roh-roh dari orang-orang yang sudah meninggal dan masih

berkeliaran di bumi atau tinggal di hutan-hutan. Roh-roh ini dianggap

sebagai sosok pelindung dan pemenuh kehendak atas permintaan

pemohon keselamatan. Roh-roh ini biasa disebut Jiwa, Sukma, Nyawa

atau Roh.84

Kepercayaan terhadap roh-roh leluhur masih sangat kuat bagi

masyarakat Desa Asemdoyong. Sebagian masyarakat meyakini bahwa

penguasa laut yang membantu nelayan atas limpahan hasil tangkap ikan

dan menjaga keselamatan para nelayan saat pergi mencari ikan di laut.

Sehingga masyarakat mengadakan upacara ritual baritan guna memberikan

timbal balik atas kebaikan para penguasa laut. Mereka yang diyakini

masyakarat adalah Nabi Khidir, Kaki Baurekso, Nini Baurekso, Kaki

Rengkeng, Nini Rengkeng, Mbah Endugras, Mbah Omplok, Kaki

Cempalok, dan Nini Cempalok. Seperti yang diyakini Bapak Sali seorang

sesepuh nelayan yang dipercaya membuat sajen, mengakui bahwa macam-

84R. P. Suyono, Dunia Mistik Orang Jawa: Roh, Ritual, Benda Magis (Yogyakarta: LKiS,

2009), h. 76-77.

Page 74: SINKRETISME AGAMA: KASUS RITUAL BARITAN (SEDEKAH …

60

macam sajen yang disediakan merupakan permintaan dari para roh-roh

yang diperolehnya melalui mimpi.85

Kedua, sajen. Sajen merupakan upaya masyarakat untuk membuat

roh-roh atau dewa yang ada di laut merasa senang, sehingga akan

membantu para nelayan dalam melimpahkan hasil tangkapnya. Sajen yang

diberikan pun tidak sembarangan, tetapi memang sudah permintaan dan

mengandung permohonan masing-masing. Sajen tersebut akan dinikmati

sarinya oleh para roh. Jadi meskipun wujud sajen masih utuh, namun

masyarakat percaya bahwa sajen tersebut menjadi hambar tidak ada

kandungannya karena sari yang dikandung dari sajen tersebut sudah di

makan oleh para roh atau dewa.

Ketiga, nyajeni. Nyajeni masuk dalam rangkaian acara pra-ritual

baritan karena dilaksanakan pada hari sebelum pelaksanaan upacara

baritan. Nyajeni merupakan bentuk syukuran atau selamatan yang

diadakan oleh para pemilik kapal dan keluarganya dengan menaruh sajen

di tempat keramat yaitu perbatasan muara sungai dengan laut. Tradisi

selamatan mulanya merupakan bentuk tradisi dari agama Hindu.

Selamatan dilakukan dengan tujuan untuk menghilangkan perbedaan

antara sesama manusia dan manusia bisa terhindar dari roh-roh jahat yang

mengganggu dan membahayakan manusia.86

Selain itu, tujuan diadakannya selamatan bagi masyarakat

Asemdoyong adalah untuk mendapatkan keberkahan, keselamatan, dan

sebagai bentuk rasa syukur atas segala rezeki yang didapatkan dalam satu

tahun terakhir. Sinkretisme ini terjadi saat sesepuh desa mendoakan sajen-

sajen yang telah diletakkan di tempat keramat dengan bacaan doa dalam

Islam. Selain itu, meskipun sajen-sajen tersebut ditujukan untuk para roh,

namun beberapa masyarakat juga meyakini bahwa tujuan dari adanya

tumpeng yang berbentuk kerucut adalah untuk mengingatkan adanya

kekuasaan tertinggi yaitu Tuhan Yang Maha Esa.

Keempat, pagelaran wayang kulit. Wayang memiliki arti sebuah

bayangan yaitu bayangan hidup manusia. Pengertian wayang kulit jika

85Wawancara Pribadi dengan Bapak Sali. 86Clifford Geertz, The Religion of Java, h. 17-18.

Page 75: SINKRETISME AGAMA: KASUS RITUAL BARITAN (SEDEKAH …

61

dilihat dari wujudnya adalah sebuah boneka bertangkai yang terbuat dari

kulit yang dipahat pipih dan diberi warna atau dilukis sesuai dengan

karakter dari tokoh-tokoh yang digambarkan. Asal mula pagelaran wayang

kulit tertulis pada Prasasti Kuti yang dimulai pada abad ke-9. Istilah yang

diperkenalkan dalam Prasasti Kuti adalah haringgit yang artinya wayang.

Keterangan lain ditemukan dalam Prasasti Wukajana bahwa pagelaran

wayang pada masa itu adalah “mawayang buat hyang” yang artinya

pertunjukan wayang untuk Hyang. Hyang adalah sebutan untuk sosok

yang dihormati oleh umat Hindu seperti Tuhan atau dewa atau nenek

moyang.87

Selain dari beberapa bukti prasasti yang ditemukan, beberapa ahli

juga memiliki pendapat mengenai asal usul wayang. Hagemen, Poensen,

dan Prof. Vert memiliki pendapat yang sama bahwa wayang berasal dari

pengaruh Hindu. Hagemen berpendapat bahwa wayang diciptakan oleh

Raden Panji Kertapati pada abad ke XII pada masa kejayaan kebudayaan

yang dipengaruhi Hindu. Poensen setuju dengan teori yang diungkapkan

oleh Hagemen, yaitu pertunjukan wayang mula-mula lahir di Jawa dengan

bantuan dan bimbingan orang Hindu. Pendapat yang sama diungkapkan

oleh Prof. Vert bahwa wayang dan gamelan mendapat pengaruh dari suatu

bangsa yang memiliki peradaban yang lebih tinggi, yaitu Hindu.

Sedangkan pendapat berbeda datang dari Prof. Niemann dan Dr. Brandes.

Menurut Niemann, wayang tidak mungkin berasal dari Hindu. Lebih

jelasnya diungkapkan oleh Dr. Brandes bahwa orang Hindu memiliki

teater yang sangat berbeda dengan teater Jawa dan dalam wayang istilah

yang digunakan merupakan khas Jawa, bukan Sansekerta.88

Lakon Kumbakarna Gugur yang menjadi pertunjukan di Desa

Asemdoyong termasuk ke dalam epos Ramayana. Ramayana merupakan

cerita dari India yang menceritakan petualangan Rama sebagai titisan

Dewa Wisnu dalam mitologi Hindu. Dalam ceritanya, Kumbakarna gugur

di medan pertempuran melawan pasukan Prabu Rama demi membela

87Iva Ariani, Etika dalam Lakon Kumbakarna Gugur, h. 10-15. 88Sri Mulyono, Wayang: Asal Usul, Filsafat dan Masa Depannya (Jakarta: ALDA, 1975),

h.9-10.

Page 76: SINKRETISME AGAMA: KASUS RITUAL BARITAN (SEDEKAH …

62

tanah airnya yaitu bumi Alengka. Harapan Kumbakarna untuk gugur di

tangan Prabu Rama terlaksana, namun Kumbakarna tidak dapat masuk

surga. Karena Kumbakarna membela tanah airnya yang salah, tanah air

yang penuh dengan keserakahan kakaknya yaitu Dasamuka. Hal tersebut

dinilai bertentangan dengan ajaran Hyang Widhi (Tuhan). Akhirnya

Kumbakarna harus mengulangi hidup kembali (reinkarnasi) untuk

mendarmakan baktinya demi kebenaran dan keadilan yang pada kehidupan

sebelumnya tidak dilakukan. Untuk menyempurnakan perbuatannya di

dunia, Kumbakarna harus menyatukan rohnya ke dalam diri Bima dalam

perang Bhatarayudha.89

Dari cerita lakon Kumbakarna mengandung nilai bahwa manusia

memang harus membela negara, namun negara yang berada dalam posisi

yang benar dan baik. Pagelaran wayang selalu menampilkan pesan-pesan

moral untuk kehidupan masyarakat. Pada masa sekarang, isi dan fungsi

wayang dinilai telah bergeser dari ritual agama Hindu menjadi sarana

pendidikan, dakwah, dan komunikasi. Namun dalam pertunjukannya,

masih menceritakan tokoh-tokoh dari Hindu, seperti lakon Kumbakarna

Gugur yang ditampilkan pada pelaksanaan upacara ritual baritan di Desa

Asemdoyong.

Kelima, korban. Upacara korban dilakukan oleh umat weda untuk

memuliakan para leluhur dan dengan harapan supaya para dewa

melindungi manusia dari gangguan roh jahat, serta memberikan

kelancaran, kemurahan, ketenangan, dan ketentraman. Benda yang

dipersembahkan merupakan benda-benda yang disukai manusia, mulai

dari buah-buahan, sayur-sayuran, susu, kue, dan binatang. Persembahan

seperti buah dan sayuran merupakan sesaji yang sangat sederhana untuk

pelaksanaan upacara korban kecil. Upacara korban kecil dilakukan sendiri

oleh pemilik rumah sebagai penanggungjawab anggota keluarganya.

Persembahan korban binatang merupakan bukti korban manusia yang pasti

diterima oleh para dewa.90

89Iva Ariani, Etika dalam Lakon Kumbakarna Gugur, h. 112-113. 90Romdhon, dkk., Agama-Agama di Dunia, h.65-66.

Page 77: SINKRETISME AGAMA: KASUS RITUAL BARITAN (SEDEKAH …

63

Hal ini seperti yang dilakukan oleh masyarakat Desa Asemdoyong,

dalam pelaksanaan upacara baritan terdapat persembahan berupa kepala

kerbau dan ayam betina. Selain itu, panitia juga memberikan sajen kembali

berupa korban kambing hidup sebagai pengganti nyawa manusia. Korban

kambing hidup dipersembahkan sebagai bentuk permohonan maaf

mengenai kedatangan Ratu Kidul dan Dewi Lanjar yang tidak suka dengan

para pemuda yang hura-hura di atas kapal yang turut mengiringi kapal

pembawa ambeng laut. Dari kejadian tersebut dapat terlihat bahwa unsur

agama Hindu masih sangat mempengaruhi kehidupan masyarakat Desa

Asemdoyong.

2. Unsur Islam

Kedatangan Islam di Nusantara diperkirakan mulai pada abad ke-8

dengan adanya orang-orang Islam yang bermukim di Nusantara dalam

kapasitas sebagai pedagang dan pendakwah. Pendapat lain menyatakan

bahwa pada abad ke-13 merupakan awal perkembangan Islam di

Nusantara dengan adanya kerajaan-kerajaan Islam yang secara politis telah

menjadi instrumen bagi penyebaran Islam. Menurut Graaf, terdapat tiga

metode penyebaran Islam yaitu pertama, oleh pedagang muslim yang

menyebarkan Islam melalui jalur perdagangan secara damai. Kedua, oleh

pendakwah sufi yaitu para da’i dan orang suci (wali) yang sengaja datang

dari Arab dengan tujuan mengislamkan orang-orang kafir dan

meningkatkan pengetahuan bagi yang telah beriman. Ketiga, politik yaitu

dengan kekuasaan atau memaklumkan perang terhadap negara-negara

penyembah berhala.91

Penyebaran Islam di Jawa ditandai dengan munculnya para wali

pada masa kehancuran kerajaan Majapahit. Metode yang digunakan para

wali dalam menyebarkan Islam adalah dengan menggunakan tradisi yang

telah ada misalnya medium kesenian dan numerology92 dengan cara

mengubahnya menjadi bernafaskan Islam. Para wali memulai pelembagaan

Islam dengan mendirikan masjid, pesantren, dan kerajaan sebagai pusat

91Nur Syam, Islam Pesisir, h.62-63. 92Numerology adalah suatu cabang ilmu yang mempelajari hubungan antara nomor

dengan beberapa kejadian.

Page 78: SINKRETISME AGAMA: KASUS RITUAL BARITAN (SEDEKAH …

64

pengembangan Islam. Kerajaan Islam pertama di Jawa adalah Kerajaan

Demak. Sasaran utama Kerajaan Demak adalah Kerajaan Majapahit yang

saat itu kondisinya sudah lemah. Setelah Kerajaan Majapahit runtuh,

dimulailah era baru dari kerajaan Hindu ke kerajaan Islam yaitu pada abad

ke-15.93

Perubahan tersebut memberi dampak kepada masyarakat. Tradisi

pada masyarakat yang semula kental dengan ajaran Hindu-Jawa menjadi

tercampur dengan unsur Islam. Hal ini terjadi pada tradisi masyarakat Desa

Asemdoyong yaitu upacara ritual baritan yang kini dikenal dengan istilah

Sedekah Laut. Dalam Islam, sedekah berasal dari akar kata sha-da-qa yang

berarti jujur, benar, dan memberi dengan ikhlas. Makna dari pengertian

sha-da-qa tersebut mengisyaratkan bahwa orang-orang yang bersedekah

berarti telah berlaku jujur kepada dirinya sendiri mengenai kelebihan yang

telah diberikan oleh Allah SWT. Manfaat sedekah dalam Islam adalah

untuk membuka pintu rezeki, mengikis sifat kikir, membersihkan harta,

dan menolak musibah.94 Penggunaan istilah sedekah dalam upacara baritan

merupakan bentuk tujuan dari masyarakat Desa Asemdoyong. Tujuan

masyarakat yang dahulu murni sebagai persembahan kepada para penguasa

laut, kini berubah sebagai bentuk rasa syukur kepada Allah SWT. atas

segala rezeki yang telah diberikan dan berharap akan diberikan rezeki yang

lebih melimpah dari sebelumnya serta diberi keselamatan dalam mencari

nafkah di laut.

Pelaksanaan upacara baritan dahulu menggunakan bacaan mantra-

mantra atau pujian terhadap roh nenek moyang dan dewa-dewa. Namun,

setelah Islam memasuki wilayah Desa Asemdoyong, masyarakat mulai

mengenal bacaan doa dalam Islam. Seperti yang dilakukan oleh Pak Sali

sebelum sajen di larung di tengah laut, Pak Sali membakar kemenyan

kemudian mendoakan sajen tersebut dengan membacakan Syahadat, Surat

Al-Fatihah, Surat Al-Ikhlas, dan Surat An-Nas.

93Nur Syam, Islam Pesisir, h. 70-77. 94Saadiyah Binti Syekh Bahmid, “Sedekah dalam Pandangan Al-qur’an,” Jurnal Rausyan

Fikr, Vol. 10 No. 2 (Juli-Desember 2014), h. 197-213.

Page 79: SINKRETISME AGAMA: KASUS RITUAL BARITAN (SEDEKAH …

65

Seiring dengan semakin meningkatnya keimanan masyarakat Desa

Asemdoyong, dalam pelaksanaan upacara baritan ditambahkan acara

pengajian oleh ulama besar dari kota lain. Dalam pengajian tersebut para

ulama memberikan pengetahuan agama, membantu meluruskan niat dalam

pelaksanaan sedekah laut, kemudian melakukan pembacaan doa akhir dan

awal tahun, serta zikir bersama.

Kedua unsur agama tersebut berproses secara sinkretis untuk

menyelaraskan antara tradisi yang telah ada dengan agama yang dianut oleh

masyarakat. Hal tersebut dilakukan supaya tradisi yang telah ada tetap dapat

dilestarikan dan tidak menyimpang dari ajaran agama Islam. Namun, beberapa

kalangan tidak setuju dengan ritual inti dalam upacara baritan karena dinilai unsur

dari kepercayaan sebelumnya masih terlalu kuat sehingga menyimpang dari

ketauhidan Islam. Perbedaan dalam menyikapi upacara baritan tidak menjadi

halangan dalam pelaksanaan setiap tahunnya, karena perkembangan upacara

baritan menimbulkan nilai-nilai yang bermanfaat bagi masyarakat Desa

Asemdoyong.

B. Nilai-Nilai Islam dalam Upacara Ritual Baritan

Nilai adalah sesuatu yang baik yang selalu diinginkan, dicita-citakan, dan

dianggap penting oleh seluruh manusia sebagai anggota masyarakat. Sesuatu yang

dikatakan memiliki nilai apabila berguna, berharga, indah, bermoral, dan

religius.95 Upacara baritan merupakan tradisi dari nenek moyang setempat yang

terus dilestarikan oleh masyarakat Desa Asemdoyong. Tradisi dalam sebuah

masyarakat akan tetap dilestarikan apabila memiliki manfaat bagi kehidupannya.

Upacara baritan mengandung nilai-nilai Islam yang bermanfaat bagi kehidupan

masyarakat.

Masyarakat Desa Asemdoyong tergolong masyarakat yang taat terhadap

agama. Sehingga kegiatan dalam sehari-hari selalu mengarah kepada agama.

Dalam hal ini adalah agama Islam yang dianut oleh seluruh masyarakat Desa

Asemdoyong. Perkembangan upacara ritual baritan semakin menuju ke arah nilai-

nilai Islam. Pelaksanaan upacara ritual baritan yang mengandung nilai-nilai Islam,

95Elly M. Setiadi, Ilmu Sosial dan Budaya Dasar Edisi Kedua, h. 31.

Page 80: SINKRETISME AGAMA: KASUS RITUAL BARITAN (SEDEKAH …

66

antara lain seperti sedekah, pembacaan al-Qur’an, pembacaan doa, dzikir,

pengajian, dan shalawat.

Mulanya upacara baritan ditujukan hanya kepada para penguasa laut.

Namun, semakin meningkat religiusitas masyarakat, tujuan mereka mengadakan

upacara baritan adalah sebagai bentuk rasa syukur kepada Allah SWT atas segala

rezeki yang mereka dapatkan. Rasa syukur tersebut diwujudkan dalam bentuk

sedekah atau shodaqoh. Sedekah memiliki banyak manfaat antara lain untuk

membuka pintu rezeki, mengikis sifat kikir, membersihkan harta, dan menolak

musibah.96

Rasa syukur yang diucapkan oleh masyarakat tentunya memberikan

banyak manfaat. Sehingga dengan mewujudkan rasa syukur dalam bentuk

sedekah, diharapkan akan memberikan rezeki yang melimpah kepada masyarakat

dan keluarganya, serta mengurangi sifat kikir dengan berbagi kepada sesama

makhluk-Nya, membersihkan harta karena sebagian harta yang dimiliki

merupakan hak orang lain yang membutuhkan, dan mengharapkan perlindungan

dari Allah SWT.

Dalam pelaksanaan upacara baritan, terdapat kegiatan pembacaan al-

Qur’an pada acara pengajian dan upacara pelepasan ambeng laut. Pembacaan al-

Qur’an tentu saja mengandung nilai Islam, diantaranya baik bagi pembaca dan

pendengar mendapatkan pahala dari Allah SWT., serta masyarakat mengharapkan

rahmat dan keberkahan dalam pelaksanaan upacara baritan. Selain itu,untuk

mengingatkan masyarakat sebagai umat Islam agar selalu berpegang teguh pada

pada Al-Qur’an dan meresapi maknanya serta mengaplikasikan dalam kehidupan

sehari-hari.

Selain itu, ada pula pembacaan doa yang dilakukan oleh tokoh ulama pada

saat acara pengajian dan pelepasan ambeng laut, serta oleh sesepuh nelayan pada

saat pelaksaan ritual larung sesaji. Doa memiliki arti meminta, memohon,

memanggil, dan memuji. Pada umumnya, manusia berdoa untuk memohon

sesuatu kepada Allah dengan cara-cara tertentu. Pembacaan doa tersebut sebagai

upaya untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT. dengan harapan mendapatkan

keberkahan dan keselamatan dalam menjalani kehidupan. Pembacaan doa ini juga

96Saadiyah Binti Syekh Bahmid, “Sedekah dalam Pandangan Al-qur’an,” Jurnal Rausyan

Fikr, Vol. 10 No. 2 (Juli-Desember 2014), h. 197-213.

Page 81: SINKRETISME AGAMA: KASUS RITUAL BARITAN (SEDEKAH …

67

mengingatkan masyarakat agar selalu meminta dan memohon sesuatu apa pun

hanya kepada Allah SWT tidak kepada yang lainnya sehingga tidak

menyekutukan Allah SWT.

Acara zikir bersama dalam pengajian juga mengandung nilai Islam. Zikir

merupakan bentuk ibadah umat Islam dengan menyebut nama Allah dan

menghayatinya dengan sepenuh hati. Umat Islam yang selalu berzikir, maka

dirinya akan selalu mengingat Allah SWT. dan merasa dekat dengan-Nya. Zikir

dapat menghilangkan kegelisahan hati dan kecemasan emosi, dengan berzikir

manusia akan mendapatkan ketenangan batin.97

Selain itu, shalawat yang selalu dilantunkan dalam prosesi pelepasan

ambeng laut juga mengandung nilai Islam. Shalawat juga termasuk bentuk ibadah

umat Islam yaitu dengan melantunkan puji-pujian terhadap Allah SWT. dan

Rasul-Nya Nabi Muhammad SAW. Umat muslim sangat meyakini bahwa Nabi

Muhammad SAW. sangat berjasa dalam mencapai kemerdekaan agama dan umat

Islam, sehingga umat muslim selalu mengagungkannya dengan syair-syair

shalawat. Dalam melantunkan shalawat, umat muslim tentu akan selalu mengingat

jasa para Nabinya dan mengharapkan syafaat untuk di akhirat kelak. Berbagai

unsur Islam yang dilaksanakan dalam rangkaian upacara ritual baritan terdapat

banyak nilai Islam. Dari berbagai nilai tersebut tentu memiliki tujuan yaitu untuk

membantu meningkatkan keimanan dan mensyukuri nikmat Allah SWT.

Pelaksanaan upacara baritan tidak hanya mengandung nilai Islam,

melainkan juga mengandung nilai sosial dan nilai ekonomi. Nilai sosial yang

dapat diambil oleh masyarakat pada upacara baritan sama seperti pandangan

Hildred Geertz dalam tatanan nilai keluarga orang Jawa.

Pertama, penghormatan. Upacara baritan merupakan tradisi peninggalan

nenek moyang setempat yang dapat terus dilestarikan. Pelaksanaan upacara

baritan dijadikan sebagai upaya untuk menghormati para leluhur atau nenek

moyang yang pernah bertempat tinggal di Desa Asemdoyong. Pelaksanaan

upacara baritan memiliki harapan supaya roh nenek moyang yang masih berada di

tengah masyarakat, dapat berdampingan baik dengan masyarakat serta tidak

mengganggu kehidupan masyarakat Desa Asemdoyong. Sikap hormat didasarkan

97Harmathilda H. Sholeh, “Do’a dan Zikir dalam Meningkatkan Kecerdasan Emosi,”

Jurnal Psikologi Islam, Vol. 2 No. 1 (Juni 2016), h. 30.

Page 82: SINKRETISME AGAMA: KASUS RITUAL BARITAN (SEDEKAH …

68

atas hubungan kemasyarakatan orang Jawa yang bersifat hierarki. Karena dalam

tatanan kehidupan masyarakat, setiap generasi memiliki hubungan keluarga

terhadap roh leluhurnya. Oleh karena itu, memelihara tradisi peninggalan leluhur

merupakan suatu kebaikan.

Kedua, rukun. Nilai sosial dalam upacara baritan dapat dilihat dari tahap

persiapan dan tahan pelaksanaannya. Tahap persiapan sangat panjang dan

membutuhkan banyak orang, sehingga gotong royong sangat diperlukan dalam

tahap ini. Sikap gotong royong inilah yang membentuk nilai rukun sehingga

menimbulkan keharmonisan dan meningkatkan ukhuwah antara semua lapisan

masyarakat Desa Asemdoyong. Sikap rukun tidak hanya dilihat dari adanya saling

gotong royong saja, tetapi dengan tidak adanya pertentangan antar pribadi secara

terbuka. Meskipun beberapa masyarakat Asemdoyong memiliki perbedaan dalam

menyikapi baritan, tidak ada pertentangan dalam hubungan sosialnya dengan

masyarakat lain. Mereka saling menghormati dan memberi manfaat dalam

pelaksanaannya.

Kedua sikap tersebut memiliki hubugan erat. Karena dalam mewujudkan

sikap saling menghormati dalam kehidupan masyarakat, tentu akan menimbulkan

kehidupan yang rukun antar masyarakat. Keadaan yang demikian dipandang

sebagai cita-cita leluhur dalam kehidupan masyarakat Jawa.98

Nilai ekonomi dalam pelaksanaan upacara baritan semakin meningkat

dikarenakan adanya pergeseran fungsi, dari fungsi sakral menjadi fungsi wisata

atau hiburan. Upacara baritan terdiri dari prosesi ritual, kesenian, doa bersama,

makan bersama, dan upacara korban. Bentuk upacara tersebut dianggap unik dan

menarik bagi masyarakat dan mengundang para wisatawan untuk berkunjung. Hal

tersebut membantu meningkatkan jumlah wisatawan yang berkunjung ke Desa

Asemdoyong dan pemerintah juga dapat terbantu dalam memperkenalkan tempat

wisata yang ada yaitu Pantai Asemdoyong.99

Berkunjungnya para wisatawan tentu membawa manfaat bagi masyarakat

terutama dalam bidang ekonomi. Kedatangan para wisatawan dapat dimanfaatkan

masyarakat dengan membuka lapangan kerja, seperti berjualan, membuka lahan

98Hildred Geertz, The Javanese Family, terj. Hersri “Keluarga Jawa” (Jakarta: Grafiti

Pers, 1983), h. 153-156. 99Sugeng Pujileksono, Pengantar Antropologi: Memahami Realitas Sosial Budaya, h.113.

Page 83: SINKRETISME AGAMA: KASUS RITUAL BARITAN (SEDEKAH …

69

parkir, menyediakan perahu untuk dinaiki pengunjung, dan memfasilitasi

pengadaan sumbangan atau infak yang biasanya digunakan untuk pembangunan

masjid atau perbaikan jalan desa. Nilai ekonomi sangat dirasakan oleh semua

kalangan masyarakat Desa Asemdoyong dalam meningkatkan pendapatan harian.

Para pedagang yang menjajakan dagangannya selama pelaksanaan upacara baritan

tidak hanya masyarakat asli Desa Asemdoyong, namun ada juga para pedagang

yang datang dari desa sekitar yang terikat dalam paguyuban pedagang musiman.

Page 84: SINKRETISME AGAMA: KASUS RITUAL BARITAN (SEDEKAH …

70

BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Upacara baritan merupakan sebuah tradisi peninggalan dari leluhur yang

sudah melekat dan belum dapat dipisahkan dari kehidupan masyarakat Desa

Asemdoyong. Asal mula upacara baritan menjadi bagian dari masyarakat Desa

Asemdoyong tidak diketahui secara pasti. Namun upacara baritan dipercaya

sebagai bagian tradisi yang telah dilakukan sejak nenek moyang mereka hidup.

Masyarakat berupaya untuk terus melestarikan upacara baritan karena keyakinan

yang telah mereka dapatkan dari orang tua sebelum mereka bahwa upacara baritan

adalah tradisi yang sangat penting untuk dilaksanakan. Masyarakat masih

meyakini bahwa apabila upacara baritan tidak dilaksanakan, maka akan

menimbulkan musibah bagi kehidupan masyarakat Desa Asemdoyong.

Upacara baritan mengalami perkembangan pada setiap generasi

masyarakat. Perkembangan tersebut berubah mengikuti pelaku tradisi dan

kepercayaannya. Perkembangan yang sangat nampak dapat dilihat dari tujuan

pelaksanaannya. Pelaksanaan upacara baritan mulanya ditujukan sebagai

sesembahan kepada penguasa laut yang dipercaya telah memberikan hasil

tangkapan ikan yang melimpah. Namun, setelah Islam masuk dan dianut oleh

seluruh masyarakat Desa Asemdoyong, tujuan tersebut perlahan bergeser menuju

pada konsepsi Islam. Kini, tujuan pelaksanaan upacara baritan sebagai bentuk rasa

syukur kepada Allah SWT. atas segala rezeki yang didapatkan ketika mencari

ikan. Sedangkan pelaksanaan larung sesaji sebagai bentuk sedekah yaitu dengan

berbagi rezeki kepada makhluk yang berada di laut.

Meskipun secara umum pelaksanaan upacara baritan semakin menuju

kepada konseps Islam. Namun, upacara baritan masih mengandung unsur dari

agama yang dianut masyarakat sebelumnya. Sehingga sinkretisme agama terjadi

pada pelaksanaan upacara ritual baritan. Bentuk sinkretisme yang terjadi dalam

upacara ritual baritan adalah karena adanya unsur dari agama Hindu, yaitu dengan

adanya kepercayaan terhadap roh-roh leluhur dan penguasa laut, adanya sajen,

adanya pagelaran wayang, dan adanya korban. Pengaruh tersebut yang membuat

Page 85: SINKRETISME AGAMA: KASUS RITUAL BARITAN (SEDEKAH …

71

beberapa kelompok masyarakat memiliki perbedaan dalam menyikapi upacara

baritan. Sebagian dari masyarakat tidak setuju dengan rangkaian inti upacara

baritan, yaitu pada saat pelaksanaan ritual larung sesaji. Hal tersebut dinilai

mengandung unsur syirik dan mubazir. Namun, hal tersebut tidak menimbulkan

pertentangan. Kelompok yang memiliki pandangan bahwa upacara baritan

mengandung unsur syirik dan mubazir, tetap menghargai tradisi yang sudah

melekat di kalangan nelayan Desa Asemdoyong.

Rangkaian pelaksanaan upacara baritan juga selalu mengalami perubahan.

Mulanya upacara baritan dilaksanakan secara sakral. Namun, seiring

berkembangnya pola pikir dan meningkatnya religiusitas serta kebutuhan

masyarakat, pelaksanaan upacara baritan beralih fungsi menjadi fungsi hiburan.

Hal tersebut dilakukan supaya tradisi ini dapat terus dilestarikan karena

memberikan banyak manfaat. Upacara baritan mengandung beberapa nilai Islam,

sosial, dan ekonomi. Berbagai kegiatan keagamaan dan pertunjukan hiburan

diadakan. Dengan tujuan untuk meningkatkan keimanan kepada Allah SWT.,

meningkatkan keharmonisan dalam kehidupan masyarakat, dan meningkatkan

pendapatan harian masyarakat dengan banyaknya pengunjung yang sengaja

datang untuk melihat pelaksanaan upacara baritan. Nilai-nilai tersebut menjadi

tolak ukur bahwa upacara baritan masih dapat dilestarikan.

B. Saran

Dari pengamatan yang dilakukan oleh penulis, penulis beranggapan bahwa

upacara ritual baritan harus tetap dipertahankan dan dilestarikan. Selain upacara

ini menjadi tradisi khas Kabupaten Pemalang, juga dikarenakan memiliki nilai

sosial yang sangat kuat. Secara tidak langsung, nilai tersebut dirasakan oleh

semua kalangan masyarakat yang turut serta dalam pelaksanaan upacara baritan.

Masyarakat saling bekerjasama mensukseskan pelaksanaan upacara baritan

sehingga dapat menciptakan keharmonisan dan kerukunan antar masyarakat. Hal

tersebut merupakan suatu identitas masyarakat Jawa yang harus selalu dijaga.

Perlu adanya pertimbangan logis dalam melaksanakan upacara ritual

baritan. Tidak hanya sekedar melaksanakan warisan tradisi dari nenek moyang

setempat, tetapi masyarakat harus menyadari dan mempertimbangkan apakah

Page 86: SINKRETISME AGAMA: KASUS RITUAL BARITAN (SEDEKAH …

72

upacara ritual baritan sudah sesuai dengan syariat agama yang dianut oleh seluruh

masyarakat Desa Asemdoyong, yaitu agama Islam.

Para tokoh ulama desa hendaknya menyatukan kekuatan untuk melakukan

pendekatan kepada masyarakat yang masih meyakini kepercayaan sebelum Islam.

Sehingga Islam yang dianut tidak sekedar sebagai identitas kependudukan, tetapi

juga sebagai pedoman kehidupan masyarakat sehari-hari. Upaya yang dilakukan

bisa dalam bentuk dakwah secara pribadi maupun dalam skala besar dengan tema

syariat dan hukum-hukum dalam Islam, guna menyentuh dan menimbulkan

semangat ibadah bagi masyarakat. Tradisi-tradisi dalam masyarakat juga lebih

diarahkan kepada konsep Islam. Meskipun upaya tersebut telah dilakukan oleh

para ulama, penulis berharap para ulama tidak menyerah dan terus berjuang demi

menciptakan masyarakat yang lebih Islami.

Demikian penulis menyadari bahwa karya ini masih jauh dari kata

sempurna. Oleh sebab itu, sumbangan saran dan kritik yang bersifat membangun

sangat diharapkan demi kesempurnaan pada penulisan selanjutnya. Namun, dari

ketidaksempurnaan tersebut, penulis memiliki harapan semoga karya ini dapat

membantu melengkapi penelitian sebelumnya dan menjadi acuan untuk penelitian

selanjutnya.

Page 87: SINKRETISME AGAMA: KASUS RITUAL BARITAN (SEDEKAH …

73

DAFTAR PUSTAKA

Referensi Buku:

Ariani, Iva. Etika dalam Lakon Kumbakarna Gugur. Yogyakarta: Fakultas

Filsafat UGM Yogyakarta, 2013.

Beatty, Andrew. Varieties of Javanese Religion. Terj. Achmad Fedyani Saefuddin

“Variasi Agama di Jawa: Suatu Pendekatan Antropologi”. Jakarta: PT Raja

Grafindo Persada, 2001.

Endraswara, Suwardi. Etnologi Jawa. Yogyakarta: CAPS, 2015.

Geertz, Clifford. The Religion of Java. Terj. Aswab Mahasin “Abangan, Santri,

Priyayi dalam Masyarakat Jawa”. Jakarta: Pustaka Jaya, 1983.

Geertz, Hildred. The Javanese Family. Terj. Hersri “Keluarga Jawa”. Jakarta:

Grafiti Pers, 1983.

Khalil, Ahmad. Islam Jawa: Sufisme dalam Etika dan Tradisi Jawa. Malang: UIN

Malang Press, 2008.

Mauss, Marcel. The Gift: Form and Functions of Exchange in Archaic Societies.

Terj. Parsudi Suparlan “Pemberian: Bentuk dan Fungsi Tukar-Menukar di

Masyarakat Kuno”. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 1992.

MC, Wahyana Giri. Sajen dan Ritual Orang Jawa. Yogyakarta: NARASI, 2010.

Mulyono, Sri. Wayang: Asal Usul, Filsafat dan Masa Depannya. Jakarta: ALDA,

1975.

Noor, Juliansyah. Metodologi Penelitian: Skripsi, Tesis, Disertasi, dan Karya

Ilmiah. Jakarta: Kencana, 2012.

Pujileksono, Sugeng. Pengantar Antropologi: Memahami Realitas Sosial Budaya.

Malang: Intrans Publishing, 2015.

Romdhon, dkk. Agama-Agama di Dunia. Yogyakarta: IAIN Sunan Kalijaga Press,

1988.

Setiadi, Elly M., dkk. Ilmu Sosial dan Budaya Dasar Edisi Kedua. Jakarta:

Kencana, 2011.

Suyono, R. P. Dunia Mistik Orang Jawa: Roh, Ritual, Benda Magis. Yogyakarta:

LKiS, 2009.

Page 88: SINKRETISME AGAMA: KASUS RITUAL BARITAN (SEDEKAH …

74

Syam, Nur. Islam Pesisir. Yogyakarta: LkiS, 2005.

Tumanggor, Rusmin dan Kholis Ridho. Antropologi Agama. Jakarta: UIN Press,

2015.

Wahid, Abdurrahman. Tabayun Gusdur: Pribumisasi Islam, Hak Minoritas,

Reformasi Kultural. Yogyakarta: LKiS Yogyakarta, 2010.

Sumber Jurnal dan Skripsi:

Amalia, Nurul. “Bentuk dan Fungsi Kesenian Tradisional Krangkeng di Desa

Asemdoyong Kecamatan Taman Kabupaten Pemalang.” Jurnal Fakultas

Bahasa dan Seni, Vol. 4 No. 2. Semarang: Universitas Negeri Semarang,

2015.

Awaliah, Martia. “Keberagamaan Masyarakat Nelayan (Studi Kasus Tradisi Pesta

Laut di Desa Banten Kecamatan Kasemen Kota Serang).” Skripsi S1

Fakultas Ushuluddin, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2016.

Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa. Kamus Besar Bahasa Indonesia

Edisi Kelima (Versi Online). Jakarta: Kementerian Pendidikan dan

Kebudayaan Republik Indonesia, 2016.

Chakim, Sulkhan. “Potret Islam Sinkretisme: Praktik Ritual Kejawen.” Jurnal

Dakwah dan Komunikasi, Vol. 3 No. 1. Januari-Juni 2009.

Data Monografi Desa Asemdoyong, Kecamatan Taman, Kabupaten Pemalang,

Tahun 2017.

F., Aristi Dian P., dkk. “Modifikasi Dredged Net Untuk Peningkatan Efektivitas

dan Efisiensi Penangkapan Udang di Tambak Lorok, Semarang.” Buletin

Oseanografi Marina, Vol. 1 (Semarang: Oktober 2011).

Huda, M. Dimyati. “Peran Dukun terhadap Perkembangan Peradaban Budaya

Masyarakat Jawa.” STAI Negeri Kediri, Vol. 4. Oktober 2015.

Karningsih, Fitri, dkk. “Analisis Teknis dan Finansial Usaha Perikanan Tangkap

Cantrang dan Payang di Pelabuhan Perikanan Pantai Asemdoyong

Kabupaten Pemalang.” Journal of Fisheries Resources Utilization

Management and Technology, Vol. 3, No. 3. Semarang: 2014.

Page 89: SINKRETISME AGAMA: KASUS RITUAL BARITAN (SEDEKAH …

75

Kulsum, Umi. “Perkembangan Tradisi Sedekah Laut Di Kelurahan Sugih Waras

Kabupaten Pemalang Tahun 1980-2005.” Skripsi S1 Fakultas Ilmu Sosial,

Universitas Negeri Semarang, 2007.

Muhammad, Rina H. “Tradisi Sinkretik di Kalangan Umat Islam Suma

Halmahera Selatan.” Skripsi S1 Fakultas Ushuluddin, UIN Syarif

Hidayatullah Jakarta, 2017.

Murtadlo, Agus Atiq. “Akulturasi Islam dan Budaya Lokal dalam Tradisi Upacara

Sedekah Laut di Pantai Teluk Penyu Kabupaten Cilacap.” Skripsi S1

Fakultas Adab, UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, 2009.

Naskah RPJM Desa Asemdoyong, Kecamatan Taman, Kabupaten Pemalang,

Tahun 2016-2021.

Nurdin, Irfan Bahar. “Bulan Muharam sebagai Inspirasi Kebangkitan Umat.”

Jurnal Huda Cendekia, Vol. VII/I/2016 No.07. Bandung: Huda Cendekia,

2016.

Roz Aiza Mohd Mokhtar dan Che Zarrina Sa’ari, “Sinkretisme dalam Adat

Tradisi Masyarakat Islam,” Jurnal Usuluddin 43. Malaysia: 2016.

Saadiyah Binti Syekh Bahmid. “Sedekah dalam Pandangan Al-qur’an.” Jurnal

Rausyan Fikr, Vol. 10 No. 2. Juli-Desember 2014.

Sholeh, Harmathilda H. “Do’a dan Zikir dalam Meningkatkan Kecerdasan

Emosi.” Jurnal Psikologi Islam, Vol. 2 No. 1. Juni 2016.

Syariffudin, M. Mansur. “Islam dan Tradisi Baritan.” Jurnal Kebudayaan Islam,

Vol. 11 No. 1. Januari-Juni 2013.

Widati, Sri. “Tradisi Sedekah Laut di Wonokerto Kabupaten Pekalongan: Kajian

Perubahan Bentuk dan Fungsi.” Jurnal PP, Vol. 1, No. 2. Pekalongan:

Desember 2011.

Wildan, Ali. “Tradisi Sedekah Laut dalam Etika Ekologi Jawa (Di Desa

Gempolsewu KecamatanRowosari Kabupaten Kendal).” Skripsi S1

Fakultas Ushuluddin dan Humaniora, UIN Walisongo Semarang, 2015.

Zulaikah, Dewi. “Nilai Islam dalam Tradisi Baritan di Desa Wringinpitu

Kabupaten Banyuwangi.” Skripsi S1 Fakultas Adab dan Humaniora, UIN

Sunan Ampel Surabaya, 2015.

Page 90: SINKRETISME AGAMA: KASUS RITUAL BARITAN (SEDEKAH …

76

Sumber Wawancara:

Wawancara Pribadi dengan Bapak Darusalam, “Kepala Desa Asemdoyong”,

Pemalang, 20 September 2018.

Wawancara Pribadi dengan Bapak Fatchuri, “Ketua NU Ranting Asemdoyong”,

Pemalang, 20 September 2018.

Wawancara Pribadi dengan Bapak Muhafidz Abdul Ghani, “Tokoh Agama Desa

Asemdoyong”, Pemalang, 20 September 2018.

Wawancara Pribadi dengan Bapak Nur Komilia, “Kepala Dusun Karanganyar

Desa Asemdoyong”, Pemalang, 06 September 2018.

Wawancara Pribadi dengan Bapak Sali, “Sesepuh Nelayan Desa Asemdoyong”,

Pemalang, 18 September 2018.

Wawancara Pribadi dengan Bapak Suroso, “Ketua KUD Mina Misoyo Makmur”,

Pemalang, 20 September 2018.

Wawancara Pribadi dengan Bapak Tahrudi, “Nelayan Desa Asemdoyong”,

Pemalang, 18 September 2018.

Page 91: SINKRETISME AGAMA: KASUS RITUAL BARITAN (SEDEKAH …

77

LAMPIRAN-LAMPIRAN

Page 92: SINKRETISME AGAMA: KASUS RITUAL BARITAN (SEDEKAH …

77

77

Lampiran I : Surat Seminar Proposal

Page 93: SINKRETISME AGAMA: KASUS RITUAL BARITAN (SEDEKAH …

78

Lampiran II : Hasil Seminar Proposal

Page 94: SINKRETISME AGAMA: KASUS RITUAL BARITAN (SEDEKAH …

79

Lampiran III : Surat Ujian Komprehensif

Page 95: SINKRETISME AGAMA: KASUS RITUAL BARITAN (SEDEKAH …

80

Lampiran IV : Hasil Ujian Komprehensif

Page 96: SINKRETISME AGAMA: KASUS RITUAL BARITAN (SEDEKAH …

81

Lampiran V : Surat Penunjukan Pembimbing Skripsi

Page 97: SINKRETISME AGAMA: KASUS RITUAL BARITAN (SEDEKAH …

82

Page 98: SINKRETISME AGAMA: KASUS RITUAL BARITAN (SEDEKAH …

83

Lampiran VI : Presensi Konsultasi Bimbingan Skripsi

Page 99: SINKRETISME AGAMA: KASUS RITUAL BARITAN (SEDEKAH …

84

Lampiran VII : Surat Izin Penelitian

Page 100: SINKRETISME AGAMA: KASUS RITUAL BARITAN (SEDEKAH …

85

Lampiran VIII : Surat Keterangan Penelitian

Page 101: SINKRETISME AGAMA: KASUS RITUAL BARITAN (SEDEKAH …

86

Lampiran IX: Pedoman Wawancara

PEDOMAN WAWANCARA

Data Informan

Nama :

Umur :

Alamat :

Jabatan :

Waktu Wawancara :

Tempat Wawancara :

Daftar Pertanyaan

A. Gambaran Umum Desa Asemdoyong

1. Bagaimana asal usul Desa Asemdoyong?

2. Bagaimana kondisi geografis Desa Asemdoyong?

3. Bagaimana kondisi ekonomi masyarakat Desa Asemdoyong?

4. Bagaimana kondisi sosial dan budaya Desa Asemdoyong?

5. Bagaimana kondisi keagamaan masyarakat Desa Asemdoyong?

6. Bagaimana kondisi pendidikan masyarakat Desa Asemdoyong?

B. Sekilas tentang Upacara Baritan

1. Apakah yang dimaksud dari Upacara Baritan?

2. Apakah filosofi dan makna dari Upacara Baritan bagi masyarakat Desa

Asemdoyong?

3. Apa tujuan dilaksanakannya Upacara Baritan?

4. Kapan dan dimana Upacara Baritan dilaksanakan?

5. Mengapa Upacara Baritan harus dilaksanakan setiap tahun?

6. Apa akibatnya jika Upacara Baritan tidak dilaksanakan?

7. Bagaimana perkembangan Upacara Baritan?

8. Bagaimana masyarakat menyikapi pelaksanaan Upacara Baritan?

Page 102: SINKRETISME AGAMA: KASUS RITUAL BARITAN (SEDEKAH …

87

C. Sinkretisme dan Nilai-Nilaidalam Upacara Baritan

1. Sejak kapan Upacara Baritan menjadi bagian dari agama Islam?

2. Apakah sesuai dengan syariat Islam?

3. Apakah pelaksanaan Upacara Baritan mendapat pengaruh dari agama lain

selain Islam?

4. Apakah manfaat pelaksanaan Upacara Baritan?

5. Adakah nilai-nilai yang dapat diambil oleh masyarakat dalam pelaksanaan

Upacara Baritan?

Page 103: SINKRETISME AGAMA: KASUS RITUAL BARITAN (SEDEKAH …

88

Lampiran X : Pernyataan Informan

Page 104: SINKRETISME AGAMA: KASUS RITUAL BARITAN (SEDEKAH …

89

Page 105: SINKRETISME AGAMA: KASUS RITUAL BARITAN (SEDEKAH …

90

Page 106: SINKRETISME AGAMA: KASUS RITUAL BARITAN (SEDEKAH …

91

Page 107: SINKRETISME AGAMA: KASUS RITUAL BARITAN (SEDEKAH …

92

Page 108: SINKRETISME AGAMA: KASUS RITUAL BARITAN (SEDEKAH …

93

Page 109: SINKRETISME AGAMA: KASUS RITUAL BARITAN (SEDEKAH …

94

Lampiran XI : Hasil Wawancara

HASIL WAWANCARA

Data Informan

Nama : Darusalam, S.Ag

Umur : 50 Tahun

Alamat : Dusun Trinem RT.29/RW.05 Asemdoyong

Jabatan : Kepala Desa Asemdoyong

Tanggal wawancara : 20 September 2018, pukul 11:53 WIB

Tempat wawancara : Balai Desa Asemdoyong

Daftar Pertanyaan

A. Gambaran Umum Desa Asemdoyong

1. Bagaimana asal usul Desa Asemdoyong?

Jawab: Nama Asemdoyong diambil dulu dari adanya pohon besar,

namanya pohon asem yang condong ke barat berada di dusun 1 yang

sekarang disebut Dusun Doyong di tepi kali (sungai). Dulu pohon asem

yang besar itu dijadikan sebuah nama asal usul Asemdoyong. Konon

ceritanya, ada salah satu sesepuh desa yang domisili di situ dan memiliki

peliharaan. Salah satu dari peninggalan asem tersebut diabadikan menjadi

bedug yang diletakkan di Masjid Baitussalam yang merupakan masjid

tertua di Asemdoyong.

2. Bagaimana kondisi geografis Desa Asemdoyong?

Jawab: Dari segi kecamatan merupakan wilayah paling utara dari

Kecamatan Taman. Sebelah timur berbatasan dengan Desa Nyamplungsari

dan Desa Kedungbanjar. Sebelah selatan berbatasan dengan Desa

Kabunan. Sebelah barat berbatasan dengan Sungai Elon atau Sungai

Waluh. Sebelah utara berbatasan dengan Laut Jawa. Asemdoyong

merupakan salah satu desa di Kecamatan Taman yang mempunyai pantai

atau laut.

Page 110: SINKRETISME AGAMA: KASUS RITUAL BARITAN (SEDEKAH …

95

3. Bagaimana kondisi ekonomi masyarakat Desa Asemdoyong?

Jawab: Mayoritas berkerja sebagai nelayan, kemudian pertanian,

perkebunan, sisanya pedagang dan pegawai. Untuk fasilitas ekonomi lebih

banyak ditujukan untuk para nelayan, seperti adanya baritan atau sedekah

laut.

4. Bagaimana kondisi sosial dan budaya Desa Asemdoyong?

Jawab: Banyak organisasi keislaman, pemuda, jamiyah baik untuk bapak-

bapak maupun ibu-ibu. Dari jamiyah muslimat, bersifat kepemudaan yang

biasanya bernuansa pada kegiatan keagamaan seperti jamiyah tahlil,

manaqib, barzanji, asmaul husna, dan ada juga karang taruna. Karang

taruna bernama Muda Bahari, fokus kegiatannya pada kegiatan olahraga

dan bakti sosial, contoh rehab rumah untuk rumah yang kebakaran dan

rumah yang tidak layak huni. Adapula kegiatan sepakbola di bawah

organisasi PERSEDA yang fokus kegiatannya dilakukan di Lapangan

Krida Bahari. Untuk kebudayaan ada kegiatan seni Sintren namanya

Sintren Sekar Melati di bawah pimpinan Bapak Warid di Kampung Baru

dekat pantai. Pernah mengikuti acara tingkat Kabupaten, bahkan pernah

juga di Ancol pada masa jayanya. Adapula kelompok remaja seperti

rebana atau hadroh, yang sudah melahirkan kelompok hadroh terkenal

yang bernama As Salam.

5. Bagaimana kondisi keagamaan masyarakat Desa Asemdoyong?

Jawab: Masyarakat Asemdoyong mayoritas beragama Islam, tidak ada

agama lain. Mayoritas masuk dalam organisasi Nahdiyin, meskipun ada

yang lain tetapi hanya sebagian kecil dan mereka belum menujukkan

identitas organisasi mereka. Belum ada pengakuan formal dari kalangan

mereka, saya hanya menilai dari penampilan dan sikap yang mereka

perlihatkan dan mereka merupakan orang-orang pendatang. Untuk

kegiatan keagamaan yang rutin seperti Mujahadah Nihadul Mustaghfirin

yang dipimpin oleh kelompok NU ranting Asemdoyong. Kegiatan tersebut

dilaksanakan secara bergilir antar masjid di Asemdoyong setiap malam

Minggu pahing (Sabtu malam). Kegiatan Khaul Desa di Makam KH. Abu

Bakar setiap 8 Syawal. Kegiatan Asemdoyong bershalawat untuk

Page 111: SINKRETISME AGAMA: KASUS RITUAL BARITAN (SEDEKAH …

96

pelaksanaannya tidak ditentukan. Adapula kegiatan Jamiyah yang

dilaksanakan setiap Kamis malam (malam Jum’at) untuk kaum bapak-

bapak, sedangkan setiap Minggu pagi dan ba’da Jum’at untuk kaum ibu-

ibu.

6. Bagaimana kondisi pendidikan masyarakat Desa Asemdoyong?

Jawab: Lembagapendidikan yang ada di Asemdoyong mulai dari PAUD

yaitu Ibnu Sabil, As Salam, yang masih rintisan ada Qothrotunnada.Kalau

TK, ada TK Pertiwi dan Tunas Nusantara. Kalau SD ada SDI Roudhotul

Muta’alimin dan SD Negeri 01-05. MI tidak ada. SMP ada SMP N 6

Taman. SMA tidak ada. Untuk sekarang, mayoritas masyarakat lulus

sampai tingkat SMP – SMA. Termasuk sarjana S1 S2 sudah mulai banyak.

Kalau dulu zaman saya masih bisa dihitung jari, sekarang alhamdulillah

termasuk tingkat kesadaran akan pendidikan semakin meningkat.

Persentase kesadaran tersebut meningkat ±50%.

B. Sekilas tentang Upacara Baritan

1. Apakah yang dimaksud dari Upacara Baritan?

Jawab: Sebenarnya yang mendasari baritan adalah bentuk rasa syukur,

mensyukuri nikmat yang Allah berikan. Karena aktivitasnya di laut maka

digandeng dengan lokasinya sehingga namanya sedekah laut. Terjemah

bebasnya sedekah kepada ikan-ikan supaya tidak terjerumus ke khurafat.

Versi kita ya washilnya ke Nabi Khidir. Shodaqoh yang dilaksanakan oleh

warga nelayan Asemdoyong dalam rangka mensyukuri nikmat yang telah

Allah berikan atau rezeki yang Allah berikan. Dengan shodaqoh

harapannya semoga dalam mencari rezeki di laut selamat dan diberi rezeki

yang tambah bermanfaat untuk nafkah keluarga dan biaya pendidikan. Arti

kata Baritan memiliki banyak versi. Waktu saya kajian di BAPPEDA, ada

yang berpendapat baritan diambil dari kata barito atau perahu. Tetapi

sebenarnya di daerah lain, acara baritan itu tidak dilaut saja.

2. Apa tujuan dilaksanakannya Upacara Baritan?

Jawab: Agar dalam mencari rezeki diberi keselamatan dan rezekinya

bertambah, serta sebagai upaya mensyukuri nikmat yang Allah berikan.

Page 112: SINKRETISME AGAMA: KASUS RITUAL BARITAN (SEDEKAH …

97

3. Kapan dan dimana Upacara Baritan dilaksanakan?

Jawab: Kalau pusat pelaksanaannya ada di Pelabuhan Perikanan (PP) Desa

Asemdoyong. Sedangkan waktu pelaksanaannya setiap 1 Muharam.

4. Mengapa Upacara Baritan harus dilaksanakan setiap tahun?

Jawab: Itu sudah menjadi kemufakatan. Dikaitkan dengan momen Suro

sehingga disepakati baritan diagendakan setiap 1 Suro atau 1 Muharam.

Namun seiring berkembangnya waktu, mungkin dulu diadakan hanya

sekedar bancakan, kesejahteraan meningkat kemudian mendapat usulan

dari masyarakat untuk meningkatkan hiburan. Dulu orkesnya bertepatan

pada 1 Suro, setelah saya menjabat kemudian saya ubah. Mulai diubah

pada tahun 2014. Karena pada tahun 2013, ketika di

kelurahanmengadakan mujahadah, di TPI malah ada dangdutan.Momen

tersebut tidak sesuai dilaksanakan pada 1 Suro. Akhirnya saya berfikir

supaya sinkron. Awalnya berat dan banyak pro kontra dari masyarakat.

Ada yang berpendapat nanti kurang ramai, tapi setelah disadari bersama,

akhirnya sepakat bahwa malam 1 Suro yang tadinya untuk acara

dangdutan, sekarang untuk kegiatan pengajian atau mujahadah atau

istighozah. Kemudian akhir-akhir ini muncul kesadaran dari para nelayan

untuk mengadakan santunan yatim dan piatu walaupun volumenya belum

sebesar hiburan. Santunan mulai diadakan tahun 2016.

5. Apakah ritual dalam Upacara Baritan dilaksanakan sesuai dengan syari’at

Islam?

Jawab: Hanya acaranya yang disesuaikan dengan syariat Islam. Contoh

saat pemberangkatan ada kegiatan doa. Kalau untuk sajennya saya

memandang sebagai shodaqoh. Itu sudah tradisi jadi sulit untuk diubah.

6. Bagaimana masyarakat menyikapi pelaksanaan Upacara Baritan?

Jawab: Sangat antusias sekali, bahkan melebihi hari raya umat muslim.

Baritan kan ibarat lebarannya perahu. Kalau lebaran, masyarakat se-

Pemalang tidak memadati desa ini tapi kalau Baritan, desa ini penuh orang

dari mana saja.

Page 113: SINKRETISME AGAMA: KASUS RITUAL BARITAN (SEDEKAH …

98

C. Sinkretisme dan Nilai-Nilai dalam Upacara Baritan

1. Sejak kapan Upacara Baritan menjadi bagian dari agama Islam?

Jawab: Diadakan Baritan, sejak Islam masuk di Asemdoyong karena

pelaksananya orang-orang muslim.

2. Apakah pelaksanaan Upacara Baritan mendapat pengaruh dari agama lain

selain Islam?

Jawab: Ada, kalau dari kajian sesajinya berasal dari Hindu karena mulanya

Indonesia berbasis Hinduisme. Versi orang agama itu dianggap sebagai

shodaqoh pada ikan, namun bagi masyarakat yang notabenenya orang-

orang model Kejawen maka mengarah ke sesaji. Dari dulu sudah ada

istilah buang sajen yaitu penyajian, terlepas pada siapa itu adalah pengaruh

Hindu. Adapula kepercayaan terhadap roh-roh gaib yang dikenal dengan

mbah baurekso.

3. Apakah manfaat pelaksanaan Upacara Baritan?

Jawab: Dari shodaqoh tersebut hati kita diberi ketenangan jiwa dengan

mensyukuri nikmat. Dari segi ekonomi warga mengadakan pesta dan

pendapatan masuk ke keluarga dengan berdagang, membuka lahan parkir

dan sebagainya. Masyarakat terhibur sehingga kadangkala tolak ukurnya

pada hiburan-hiburan yang diadakan.

4. Adakah nilai-nilai yang dapat diambil oleh masyarakat dalam pelaksanaan

Upacara Baritan?

Jawab: Dilihat dari segi agama, mendidik masyarakat supaya pandai

mensyukuri nikmat Allah. Kedua, bagaimanapun kalau itu tradisi baik,

maka perlu dilestarikan. Baik atau tidaknya kembali kepada manusianya.

Tahap demi tahap baritan digiring supaya mengarah kepada nilai

mensyukuri nikmat. Dari segi ekonomi, membuka lapangan kerja yaitu

dengan berjualan, membuka lahan parkir, sehingga membantu

meningkatkan pendapatan harian masyarakat. Dari segi sosial,

meningkatkan keharmonisan dan kebersamaan dalam tatanan masyarakat.

Page 114: SINKRETISME AGAMA: KASUS RITUAL BARITAN (SEDEKAH …

99

HASIL WAWANCARA

Data Informan

Nama : KH. Muhafidz Abdul Ghani

Umur : 57 Tahun

Alamat : Dusun Beran RT.19/RW.03 Asemdoyong

Jabatan : Pemilik Pondok Pesantren Qothrotunnada

Tanggal wawancara : 20 September 2018 pukul 17:07 WIB

Tempat wawancara : Rumah Bapak Muhafidz

Daftar Pertanyaan

A. Sekilas tentang Upacara Baritan

1. Apakah yang dimaksud dari Upacara Baritan?

Jawab:Upacara Baritan adalah acara adatnya nelayan yang dari dulu-dulu

sudah dilaksanakan. Waktunya juga tetap tidak berubah-ubah setiap

tanggal 1 Muharam.

2. Apakah filosofi dan makna dari Upacara Baritan bagi masyarakat Desa

Asemdoyong?

Jawab: Maknanya syukuran para nelayan, karena dalam satu tahun nelayan

mencari rezeki di laut dan menjalani kehidupan di dorong hasil kelautan

untuk menutupi kebutuhan keluarga sehingga setiap 1 Muharam

dilaksanakan syukuran. Namun, semakin kesini acaranya ada yang sesuai

dan ada yang tidak sesuai. Syukuran yang kita ketahui adalah untuk

mendekatkan diri kepada Allah. Sedangkan adat nelayan barangkali

menggunakan sajen. Ada kepercayaan-kepercayaan secara Islam agak

bertentangan, yaitu pada acara puncak di acara Baritan itu membuang

kepala kerbau di laut, itu kan kita memandang tidak sesuai secara agama.

Sedangkan keyakinan nelayan harus membuang kepala kerbau itu. Kalau

acara yang lain hanya untuk memeriahkan.

Page 115: SINKRETISME AGAMA: KASUS RITUAL BARITAN (SEDEKAH …

100

3. Apa akibatnya jika Upacara Baritan tidak dilaksanakan?

Jawab:Itu hanya keyakinan nelayan. Kalau yang kita percaya tidak ada

kekuatan lain selain dari kekuatan Allah, maka itu tidak ada pengaruh apa-

apa.

4. Apakah ritual dalam Upacara Baritan dilaksanakan sesuai dengan syari’at

Islam?

Jawab: Kalau saya melihatnya pada puncak acara ini tidak sesuai dengan

Islam karena nelayan punya pemahaman bahwa ini harus begini harus

begitu. Istilahnya dalam pembuatan ancak ada aturan khusus. Kita juga

punya keyakinan bahwa tidak ada wewenang lain selain Allah. Sedangkan

disitu menganggap ada wewenang lain. Setidaknya kalau kita meyakini

itu, kepala kerbau dibuangkan mubazir. Kepala kerbau jika diambil

dagingnya itu sampai 10 kg. Setidaknya kalau kita tidak punya keyakinan

seperti itu, kan kita termasuk orang yang memubazirkan sesuatu. Islam

tidak memperbolehkan itu.

B. Sinkretisme dan Nilai-Nilai dalam Upacara Baritan

1. Sejak kapan Upacara Baritan menjadi bagian dari agama Islam?

Jawab: Sejak saya kecil sudah ada, keluarga saya pendatang tapi saya

dibesarkan di daerah ini. Sejak saya kecil sudah ada Baritan, namun tidak

semeriah ini, cuma ada balapan perahu dan tidak ada orkes. Pengajian juga

belum ada, pengajian baru ada kira-kira 10 tahun terakhir. Dari dulu

sampai sekarang malah semakin meriah hiburannya saja. Orang dulu juga

berpikir, baritan merupakan tradisi dari leluhur dan itu yang kadang-

kadang membuat keyakinannya bertambah kuat

2. Apakah sesuai dengan syariat Islam?

Jawab: Hal itu syirik. Karena sebenarnya tidak ada kaitannya dengan

syariat Islam. Kemudian di acara Baritan ini, banyak yang

menyalahgunakan. Kalau saya melihatnya, banyak yang hura-hura secara

berlebihan, terutama para pemudanya. Orang yang melakukan merasa

senang tapi kita tidak senang melihatnya.

Page 116: SINKRETISME AGAMA: KASUS RITUAL BARITAN (SEDEKAH …

101

3. Apakah pelaksanaan Upacara Baritan mendapat pengaruh dari agama lain

selain Islam?

Jawab: Sebenarnya upacara Baritan itu bukan acara Islam, tapi kita hanya

meluruskan supaya ada nilai-nilai agama Islam, seperti ada pengajian,

sebelum mulaimembaca doa bersama, kadang-kadang ada acara

istighosah. Dari pengaruhnya sih saya kurang mengerti, tetapi acara ini

yang pastinya bukan dari agama Islam, tetapi ada yang menamai acara ini

dengan istilah sedekah. Itupun acaranya ada sedekah dengan memberikan

rezeki kepada orang, tujuannya mungkin supaya berkurang mudharatnya.

4. Bagaimana pandangan masyarakat terhadap tradisi tersebut?

Jawab: Kalau yang memahami agama sebenarnya biasa-biasa saja, hanya

sekedar menghormati, istilahnya tidak banyak omong. Menghormati

sebagai identitas Asemdoyong. Hanya saja bagi mereka yang kurang

memahami agama, baritan ini menjadi hari raya kedua setelah Idul Fitri.

Saya punya anak-anak santri yang saya jaga. Saya ingin anak-anak santri

berpikir bagus, agamis, kritis melihat manfaatnya agar tidak semuanya

diikuti. Karena kadang-kadang pada acara 1 Muharam, saya ajak untuk

mencari dana, ada acara pengajian dan istighosah sampai jam 10 malam di

pondok. Anak-anak sebagai generasimuda harus memiliki pengetahuan

agama yang dalam. Anak-anak juga banyak yang jenuh dengan baritan,

karena sudah terbiasa diadakan setiap tahun.

5. Apakah manfaat pelaksanaan Upacara Baritan?

Jawab: Tentu saja manfaatnya sebagai nelayan menjadikan Baritan di

tanggal 1 Muharam untuk melaksanakan penggalangan dana, kemudian

diberikan kepada sosial keagamaan, kepada yatim piatu, dan memberikan

bantuan atau sumbangan kepada pondok pesantren, TPI, dan yang lainnya.

Ada juga yang memanfaatkan situasi itu untuk menggalang dana dengan

menyediakan tempat parkir untuk sholat di masjid. Satu kepanitiaan

mushola tempat acara itu mengumpulkan sampai 10 juta ke atas, itu juga

termasuk kemanfaatan. Kami sendiri juga menyuruh anak-anak untuk

menggalang dana. Hal itu kita gunakan kemanfaatannya dalam acara itu.

Page 117: SINKRETISME AGAMA: KASUS RITUAL BARITAN (SEDEKAH …

102

6. Adakah nilai-nilai yang dapat diambil oleh masyarakat dalam pelaksanaan

Upacara Baritan?

Jawab: Adanya acara Baritan kita bisa mendapat dana, karena ada bagi-

bagi infaq, kepada anak yatim dan piatu. Besok pada tanggal 3 Oktober

akan ada santunan di Desa Asemdoyong dan ada yang digunakan untuk

pembangunan pondok.

Page 118: SINKRETISME AGAMA: KASUS RITUAL BARITAN (SEDEKAH …

103

HASIL WAWANCARA

Data Informan

Nama : Fatchuri

Umur : 41 Tahun

Alamat : Dusun Beran RT.19/RW.03 Asemdoyong

Jabatan : Ketua NU Ranting Asemdoyong

Tanggal wawancara : 20 September 2018, pukul 17:45 WIB

Tempat wawancara : Rumah Bapak Fatchuri

Daftar Pertanyaan

A. Sekilas tentang Upacara Baritan

1. Apakah yang dimaksud dari Upacara Baritan?

Jawab: Baritan itu adat Jawa yang dilakukan para nelayan. Acara ini

dikenal dengan acara sedekah laut, mungkin karena pekerjaannya di

laut,kemudian diartikan nelayan sebagai Baritan. Namun, sampai sekarang

sebenarnya bukan sedekah laut tetapi pesta laut. Jadi menurut saya, acara

ini kurang tepat, karena terlalu menghamburkan biaya. Walaupun itu hak

mereka karena uang mereka tetapi lebih baik dialokasikan ke yang lain.

Banyak yang lebih memerlukan, baik untuk pendidikan ataupun orang

miskin, anak yatim, dan yang lain-lain.

2. Apakah filosofi dan makna dari Upacara Baritan bagi masyarakat Desa

Asemdoyong?

Jawab: Baritan merupakan adat Jawa, yang berarti berbaris-baris.

Maksudnya, beberapa perahu berbaris-baris atau berduyun-duyun ke laut.

3. Apa tujuan dilaksanakannya Upacara Baritan?

Jawab: Acara baritan dikenal juga dengan sebutan sedekah laut. Istilah

nama dengan menggunakan kata sedekah itu tidak masalah, namun

sayangnya, sekarang bukan sedekah laut melainkan pesta laut. Menurut

nelayan, acara itu untuk membuat syukuran ke laut agar laut memberikan

timbal balik (kebaikan) ke nelayan. Namun menurut saya, hal itu kurang

tepat. Secara logika kepala kerbau dibuang kelaut itu mubazir. Daripada

Page 119: SINKRETISME AGAMA: KASUS RITUAL BARITAN (SEDEKAH …

104

dibuang kelauttujuannya untuk di makan ikan, lebih baik dibagikan ke

masyarakat. Secara tauhid, berarti tidak percaya dengan yang kuasa (Allah

SWT). Karena mau memberikan makan ikan, padahal tidak diberipun

Sang Kuasa (Allah SWT) sudah memberi makan kesemua makhluknya.

Tapi itu kembali lagi menjadi haknya para nelayan.

4. Apakah manfaat pelaksanaan Upacara Baritan?

Jawab: Tergantung pelaksanaannya, dulu pernah ada anggaran 20% yang

dialokasikan kepada anak yatim, namun seingat saya cuman satu kali.

Pernah juga dialokasikan untuk lembaga pendidikan atau masjid yang saat

itu sedang ada perbaikan dan renovasi pembangunan, hanya satu atau dua

kali saja. Jadi persentasenya untuk alokasi ke lembaga pendidikan atapun

tempat-tempat ibadah dan anak yatim hanya 10% dari jumlah kegiatan dan

kalau dari jumlah nominal waktu itu hanya 20%. Tetapi dari jumlah

kegiatan dalam kurun beberapa tahun,kurang dari 10%. Dapat dikatakan

misal baritan sudah dilaksanakan 20 kali, tetapi kegiatan yang bersifat

sosial keagamaan baru dilaksanakn palinghanya satu atau dua kali saja.

5. Bagaimana perkembangan Upacara Baritan?

Jawab: Perubahan dari segi keramaian selalu meningkat setiap tahunnya.

Namun, dari segi agama jumlahnya menurun dan berkurang, karena

terlalu banyak hura-hura.Namun, menurut nelayan itu sangat bagus karena

para nelayan butuh hiburan. Walaupun diselingi dengan pengajian,

sebenarnya dari para nelayan hal itu diadakan agar tidak ada protes dari

para ulama, jadi diadakan pengajian agarseimbang. Padahal jelas tidak

imbang, pengajian dari segi kegiatan dilaksanakan hanya satu hari, tetapi

kegiatan yang lain sampai beberapa hari, seperti sepak bola selama 7 hari,

ada wayang, ada orkes (dangdut) yang lebih banyak memakan waktu.

Dalam segi pendanaan juga tidak ada 10% dari dana yang dialokasikan

utuh. Jadi menurut saya,panitia hanya berusaha mengimbangi ulama

Asemdoyong, tapi menurut saya lebik tidak usah dilaksanakan sekalian

supayapara tokoh agama bisa lebih gampang melakukan protes.

Page 120: SINKRETISME AGAMA: KASUS RITUAL BARITAN (SEDEKAH …

105

B. Sinkretisme dan Nilai-Nilai dalam Upacara Baritan

1. Apakah sesuai dengan syariat Islam?

Jawab: Saat ini Baritan tidak memenuhi syariat Islam. Tetapi kalau

diselingi dengan acara pengajian, berarti pengajiannya yang memenuhi

syariat. Seperti yang sudah saya katakan,pengajiandilaksanakanhanya

beberapa jam saja, namun kegiatan lain yang diluar syariat Islamjustru

dilaksanakan lebih lama. Jadi menurut saya, belum sesuai syariat Islam

walaupun sudah diselingi dengan acara pengajian. Para tokoh ulama disini,

mungkin mengatakan hal yang sama.

2. Apakah pelaksanaan Upacara Baritan mendapat pengaruh dari agama lain

selain Islam?

Jawab: Setau saya sesajen diberikan untuk penghuni laut. Karena

anggapan para nelayan dengan memberikan sajen, ketika mereka melaut

akan mendapatkan hasil ikan yang banyak. Secara tidak langsung, yang

pertama mereka tidak percaya pada Yang Kuasa Allah SWT.; yang kedua

mereka tidak percaya bahwa rezeki sudah ada yang mengatur; yang ketiga

mubazir karena membuang makanan kelaut.

3. Adakah nilai-nilai yang dapat diambil oleh masyarakat dalam pelaksanaan

Upacara Baritan?

Jawab: Nilai yang dapat diambil itu adanya pengajian.Masyarakat

jugadapat memanfaatkan pengunjung untuk dimintai infak. Hal itu

menjadi nilai tambah. Contoh, kemarin dalam pembangunan masjid

mendapat pemasukan dana dari pengguna jalan. Tiap tahun pengguna jalan

meningkat 100%. Pendapatan infak dari pengguan jalan juga

meningkat,walaupun tidak semua pengunjung memberikan infak.

Page 121: SINKRETISME AGAMA: KASUS RITUAL BARITAN (SEDEKAH …

106

HASIL WAWANCARA

Data Informan

Nama : Suroso

Umur : 65 Tahun

Alamat : Dusun Beran RT.16/RW.03 Asemdoyong

Jabatan : Ketua KUD Mina Misoyo Makmur (Sesepuh Desa)

Tanggal wawancara : 18 September 2018 pukul 11:59 WIB

Tempat wawancara : KUD Mina Misoyo Makmur

Daftar Pertanyaan

1. Apakah yang dimaksud dari Upacara Baritan?

Jawab: Tradisi baritan itu ibarat seperti kalimat pepatah bahwa “Dimana

bumi dipijak, disana langit dijunjung” yang artinya dimana kita berada,

kita harus menghormati leluhur artinya karena tradisi sini ya adat istiadat

disini harus kita hormati dan kita junjung. Kalau tidak kita hormati, nanti

menimbulkan kontra dan akan muncul permasalahan di tengah kehidupan

masyarakat. Baritan tidak ada cerita tertulis tetapi sejak saya kecil sudah

ada. Dari dulu semua kalangan masyarakat menerima. Namun, seiring

berjalannya waktu selalu saja ada pro dan kontra. Saya pernah

menanyakan di depan umum, bagaimana kalau tahun depan tidak

mengadakan Baritan. Jawaban masyarakat tidak mau, mereka tetap

menginginkan tradisi ini terus dilestarikan. Terkadang saya juga berfikir,

untuk apa tradisi ini terus dilestarikan. Tetapi karena memang kepercayaan

itu sudah melekat sampai sekarang dan belum dapat dipisahkan, maka kita

ikutin saja budaya dari leluhur ini. Akhirnya kita sebagai generasi penerus,

tidak ada salahnya turut melestarikan budaya leluhur kita. Kemarin kyai

cerita bahwa baritan dilaksanakan pada bulan Suro itu tepat karena

pertama ada laut adalah pada bulan Suro. Hanya saja, semakin kesini di

tengah pelaksanaan baritan banyak pemuda yang hura-hura. Sehingga saya

ingin menegur mereka karena menurut saya hal tersebut kurang sesuai,

ritual baritan seharusnya dilaksanakan secara sakral. Hal tersebut

Page 122: SINKRETISME AGAMA: KASUS RITUAL BARITAN (SEDEKAH …

107

menimbulkan permasalahan. Saya merasa ketakutan mbak, mbuh kui

wonge ngomong temenan apa ora. Pelaksanaan baritan kemarin disini

kedatangan tamu gaib Ratu Kidul dan Dewi Lanjar yang mana tidak

senang sekali melihat pemuda yang hura-hura tersebut, bahkan

informasinya mau ditumplek (kapalnya dibalik) tapi dilarangoleh Tirta

Jagad dan Mbak Vita. Mbak Vita bilang, tahun depan jangan sampai

seperti ini, paling tidak kita sakralkan baritan. Mendapat informasi

tersebut, saya langsung menyampaikan kepada panitia dan aparat desa.

Kemudian kami sepakat untuk memberikan sajen lagi berupa kambing

hidup sebagai bentuk permohonan maaf dan mengganti nyawa manusia

yang mulanya akan mendapat musibah.

2. Apakah filosofi dan makna dari Upacara Baritan bagi masyarakat Desa

Asemdoyong?

Jawab: Kalau menurut saya, yang pertama adalah syukuran, merasa syukur

kepada Allah SWT. bahwasanya dalam setahun penuh, aktivitas nelayan di

laut diberi keselamatan dan diberi rezeki. Yang kedua, memohon kepada

Allah mudah-mudahan hari ini akan lebih baik daripada hari kemarin.

Adapun aburampe dan lain-lain silahkan, yang penting dalam upacara

disini kita menggunakan doa menurut Islam. Kalau bagi saya, mengenai

sajen itu ditujukan supaya ikan-ikan mendapat makan. Seperti kepala

kerbau dimakan ikan supaya ikan yang kurus menjadi gemuk, ikan yang

kecil menjadi besar.

3. Apa tujuan dilaksanakannya Upacara Baritan?

Jawab: Untuk menghimbau nelayan supaya lebih tertib dan patuh kepada

aturan untuk mengurangi hal-hal yang tidak diinginkan.

4. Mengapa Upacara Baritan harus dilaksanakan setiap tahun?

Jawab: Tanggal 1 Suro dipandang oleh leluhur kita merupakan tanggal

yang keramat. Upacara baritan dilaksanakanntuk melestarikan budaya

leluhur Desa Asemdoyong.

Page 123: SINKRETISME AGAMA: KASUS RITUAL BARITAN (SEDEKAH …

108

5. Bagaimana perkembangan Upacara Baritan?

Jawab: Pada zaman orde baru, pelaksanaan baritan bersamaan dengan

pelaksanaan PEMILU yaitu bertepatan dengan hari tenang. Kemudian

dilarang oleh pemerintah, namun masyarakat tetap melaksanakan tetapi

tidak ada upacara, hanya melaksanakan larung sesaji di laut. Dari dulu

hingga sekarang pelaksanaan baritan selalu di tanggal tersebut. Jadi setiap

tahun setelah pelaksanaan selesai, kemudian pembubaran panitia, dilanjut

pembentukan panitia lagi untuk tahun selanjutnya dan pendapatan nelayan

mulai dipotong untuk iuran pelaksanaan baritan pada tahun selanjutnya.

Page 124: SINKRETISME AGAMA: KASUS RITUAL BARITAN (SEDEKAH …

109

HASIL WAWANCARA

Data Informan

Nama : Tahrudi

Umur : 55 Tahun

Alamat : Dusun Beran RT.17/RW.03 Asemdoyong

Jabatan : Nelayan

Tanggal wawancara : 18 September 2018 pukul 13:42 WIB

Tempat wawancara : Rumah Bapak Tahrudi

Daftar Pertanyaan

A. Gambaran Umum Desa Asemdoyong

1. Bagaimana asal usul Desa Asemdoyong?

Jawab: Asemdoyong sejarahnya itu ada pohon asem dan pohonya itu

memang doyong (condong). Pohon asemnya sangat besar sekali, bahkan di

cakup tiga orang saja tidak bisa. Kemudian batang pohon asem tersebut

sudah dijakan bedug masjid.

B. Sekilas tentang Upacara Baritan

1. Apakah yang dimaksud dari Upacara Baritan?

Jawab: Baritan adalah ritual yang dilaksanakan setiap tahun dan termasuk

budaya di Asemdoyong. Sejak saya belum ada, mungkin sudah ada yang

namanya baritan. Baritan itu adalah bahasa wisata. Di Asemdoyong

dinamakan baritan, mungkin di Jawa Barat berbeda istilah. Ada yang

disebut sedekah laut, petik laut, atau apa lah yang lainnya. Kalau istilah

bahasa arabnya adalah tasyakuran dalam bentuk sedekah laut.

2. Apakah filosofi dan makna dari Upacara Baritan bagi masyarakat Desa

Asemdoyong?

Jawab: Maknanya adalah ritual membuang sesaji kelautan.

Page 125: SINKRETISME AGAMA: KASUS RITUAL BARITAN (SEDEKAH …

110

3. Apa tujuan dilaksanakannya Upacara Baritan?

Jawab: Baritan ini sudah termasuk budaya. Tujuanya adalah untuk

menambah barokah, khususnya yang melaut. Pelaksanaannya setiap

tanggal 1 Suro atau 1 Muharam.

4. Mengapa Upacara Baritan harus dilaksanakan setiap tahun?

Jawab: Ya bisa dikatakan karena sudah membudaya setiap tahun, bahkan

sejak nenek moyang sudah ada, jadi kita tinggal meneruskan tradisi nenek

moyang tersebut.

5. Apa akibatnya jika Upacara Baritan tidak dilaksanakan?

Jawab: Upacara ritual baritan belum pernah tidak dilaksanakan. Pada

tahun 2008, pernah tetap dilaksanakan tetapi sesajinya kurang. Akhirnya

terjadi bencana, kapal yang ditumpangi para pengunjung tenggelam dan

mengakibatkan adanya korban yang meninggal dunia. Itu yang ditakutkan

masyarakat. Sesajinya kurang saja memakan korban, apalagi tidak

dilaksanakan.

6. Bagaimana perkembangan Upacara Baritan?

Jawab: Yang jelas semakin bagus, terutama dari sisi ekonomi. Peningkatan

itu jelas setiap tahun pasti ada. Apalagi kemaritiman laut Asemdoyong

mendapat juara satu dan setiap tahun itu tidak kurang dari satu miliar

untuk pemasukan pemerintah dan kualitas ikannyaselalu bagus.

7. Bagaimana masyarakat menyikapi pelaksanaan Upacara Baritan?

Jawab: Ya jelas sangat antusias. Apalagi tahun ini hiburan lebih

menunjang, yang 99% jelas pada suka. Untuk yang tidak suka jelas pasti

ada tetepi tidak terlihat karena tertutup oleh 99% yang suka.

C. Sinkretisme dan Nilai-Nilai dalam Upacara Baritan

1. Sejak kapan Upacara Baritan menjadi bagian dari agama Islam?

Jawab: Ya sejak Islam masuk ke Asemdoyong. Bahasanya itu sudah

menyatu. Dari tokoh agama dan tokoh ulama Islam juga mendukung. Pada

pelaksanaan baritan juga mengundang para ulama dari luar kota, ada yang

Page 126: SINKRETISME AGAMA: KASUS RITUAL BARITAN (SEDEKAH …

111

dari Tegal, Semrang, dan lainnya untuk mengisi pengajian dalam rangka

memperingati tahun baru Islam di bulan Muharam.

2. Apakah pelaksanaan Upacara Baritan mendapat pengaruh dari agama lain

selain Islam?

Jawab: Kalau khusus Asemdoyong, mayoritas Islam jadi tidak ada

pengaruh selain Islam. Memang terjadi pro dan kontra, karena dianggap

sesaji itu disediakan untuk setan dan makhluk gaib. Hal tersebut anggapan

bagi orang yang tidak tahu. Pada kenyataannya memang sesaji dibuat

sesuai dengan permintaan makhluk gaib dan tahu apa saja yang diminta itu

setelah akan dilaksanakan. Ada kejadian aneh setelah pelaksanaan baritan

kemarin. Pada waktu melarung sesaji ke laut, Ibu Dewi Lanjar marah

dikarenakan salah satu kapal yang turut mengiringi ancak tersebut berisi

para pemuda yang dalam keadaan mabuk. Dewi Lanjar adalah penguasa

laur utara Jawa. Sesaji itu merupakan barang yang suci jadi jangan

dikotori.

3. Apakah manfaat pelaksanaan Upacara Baritan?

Jawab: Kalau manfaatnya, orang melaut itukan jenuh, setiap hari kerja di

laut. Dengan adanya pelaksanaan baritan, maka para nelayan mendapat

hiburan dan nikmatnya takterhingga. Hiburan yang diadakan seperti sepak

bola, orkes dangdut, ada wayang, ada juga pengajiannya, ada kuda

lumping, ada drum band, musik angklung dan banyak lainya. Sebagian

besar acara yang diadakan adalah untuk hiburan masyarakat semata.

4. Adakah nilai-nilai yang dapat diambil oleh masyarakat dalam pelaksanaan

Upacara Baritan?

Jawab: Yang jelas kebersamaan dan untuk membangun ukhuwah para

nelayan. Karena yang jelas, dananya juga dari nelayan satu persatu

dikumpulkan dan dijadikannya upacara baritan. Sistemnya iuran dana

perkapal senilai lima ratus ribu rupiah (Rp500.000,-),

kemudiandiakumulasikan kurang lebih 700an kapal yang aktif dan masuk

ke pelelangan semua. Ya ada juga biaya dari sponsor untuk menunjang

kekurangan dan juga untuk saling menguntungkan. Selain itu, para

pedagang juga mendapat keuntungan dari pelaksanaan acara baritan itu

Page 127: SINKRETISME AGAMA: KASUS RITUAL BARITAN (SEDEKAH …

112

sendiri. Ada juga pengajian, biasanya malam pengajian dulu, besok

paginya ritual membuang sesaji kelaut dan langsung dilakukan

ruwatan.Ruwatan itu istilahnya menceritakan sejarah dari terciptanya ikan,

yang tahu ceritanya itu hanya dalang. Dalang menceritakan tentang sesaji

dimakan siapa dan kejadiannya apa. Hiburannya ada wayang semalem

suntuk, penampilan jaran ebeg atau kuda lumping, musik angklung, dan

malam berikutnya acara dangdutan satu hari satu malam.

Page 128: SINKRETISME AGAMA: KASUS RITUAL BARITAN (SEDEKAH …

113

Lampiran XII : Sertifikat OPAK

Lampiran XIII : Sertifikat KKN

Page 129: SINKRETISME AGAMA: KASUS RITUAL BARITAN (SEDEKAH …

114

Lampiran XIV : Sertifikat TOEFL

Lampiran XV : Sertifikat TOAFL

Page 130: SINKRETISME AGAMA: KASUS RITUAL BARITAN (SEDEKAH …

115

Lampiran XVI : Dokumentasi Penelitian

Foto 1. Ritual Nyajeni

Perbatasan sungai dan laut (tempat pelaksanaan ritual nyajeni)

Sajen dalam ritual nyajeni

Pembakaran kemenyan dan pembacaan doa

Page 131: SINKRETISME AGAMA: KASUS RITUAL BARITAN (SEDEKAH …

116

Foto 2. Pengajian Malam 1 Muharam

Pengajian oleh KH. Misbahul Musthofa (Ulama dari Tegal)

Penampilan hadroh

Pengunjung pengajian

Page 132: SINKRETISME AGAMA: KASUS RITUAL BARITAN (SEDEKAH …

117

Foto 3. Sajen

Candu (bibit kemenyan)

Penataan sajen

Sajen lengkap

Page 133: SINKRETISME AGAMA: KASUS RITUAL BARITAN (SEDEKAH …

118

Ambeng Cantrang

Ambeng Gemplo

Ambeng Garok

Page 134: SINKRETISME AGAMA: KASUS RITUAL BARITAN (SEDEKAH …

119

Foto 4. Upacara Pelepasan Ambeng dan diarak Keliling Desa

Ambeng keluar dari rumah Bapak Sali menuju Balai Desa

Upacara pelepasa di Balai Desa

Ambeng diarak keliling desa diiringi rebana, drumband, kuda lumping, dan angklung

Page 135: SINKRETISME AGAMA: KASUS RITUAL BARITAN (SEDEKAH …

120

Foto 5. Pelaksanaan Upacara Ritual Baritan

Susunan Acara

Susunan Panitia

Sambutan oleh Bapak Muntohir (Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Pemalang)

Page 136: SINKRETISME AGAMA: KASUS RITUAL BARITAN (SEDEKAH …

121

Para tamu undangan dan pengunjung

Pemberian hadiah bagi pemenang undian pembawa ambeng

Ambeng menuju kapal

Page 137: SINKRETISME AGAMA: KASUS RITUAL BARITAN (SEDEKAH …

122

Ambeng menuju ke tengah laut

Kapal para nelayan mengikuti kapal pembawa ambeng

Pembakaran kemenyan dan pembacaan doa oleh Bapak Sali

Page 138: SINKRETISME AGAMA: KASUS RITUAL BARITAN (SEDEKAH …

123

Sajen dalam ambeng laut

Ambeng laut di larungkan di tengah laut

Berebut mengambil air di sekitar pelarungan sajen untuk memandikan kapal

Page 139: SINKRETISME AGAMA: KASUS RITUAL BARITAN (SEDEKAH …

124

Berebut mengambil sajen

Foto bersama Bapak Sali (pembuat sajen) dan Bapak Sugiri (anggota TNI AL)

setelah melakukan ritual larung sesaji

Pelaksanaan ruwatan oleh dalang dari Sanggar Bima Laras

Page 140: SINKRETISME AGAMA: KASUS RITUAL BARITAN (SEDEKAH …

125

Foto 6. Alat Tangkap Ikan Nelayan Desa Asemdoyong

Alat tangkap cantrang

Alat tangkap garok

Alat tangkap gemplo

Page 141: SINKRETISME AGAMA: KASUS RITUAL BARITAN (SEDEKAH …

126

Foto 7. Dokumentasi Wawancara

Wawancara dengan Bapak KH. Muhafidz Abdul Ghani

Wawancara dengan Bapak Fatchuri

Wawancara dengan Bapak Sali

Page 142: SINKRETISME AGAMA: KASUS RITUAL BARITAN (SEDEKAH …

127

Wawancara dengan Bapak Tahrudi

Wawancara dengan Bapak Suroso

Kepala Desa Asemdoyong beserta jajarannya