SIKAP AMERIKA SERIKAT TERHADAP KEGIATAN MILITER IRAN DI...
-
Upload
phunghuong -
Category
Documents
-
view
218 -
download
0
Transcript of SIKAP AMERIKA SERIKAT TERHADAP KEGIATAN MILITER IRAN DI...
SIKAP AMERIKA SERIKAT TERHADAP KEGIATAN
MILITER IRAN DI SELAT HORMUZ DI MASA
AHMADINEJAD (2011-2013)
SKRIPSI
Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh
Gelar Sarjana Sosial (S.Sos)
Oleh:
Balqis Faradiba
1110113000060
PROGRAM STUDI ILMU HUBUNGAN INTERNASIONAL
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2016
i
ABSTRAK
Skripsi ini menganalisa bagaimana respon AS dalam menyikapi latihan
militer yang dilakukan Iran di Selat Hormuz pada 28 Desember 2011. Skripsi ini
secara spesifik mengidentifikasi bentuk-bentuk respon yang diperlihatkan AS dalam
menghadapi latihan militer Iran di Selat Hormuz serta latar belakang kepentingan
Amerika Serikat dalam respon-respon tersebut. Skripsi ini menggunakan pendekatan
kualitatif dengan menganalisa studi kasus berdasarkan fakta historis. Dengan
menggunakan pendekatan realisme dengan penekanan pada konsep security dillema
skripsi ini berargumen bahwa AS telah mengeluarkan bentuk-bentuk respon berupa
latihan militer gabungan di Teluk Persia pada tahun 2012, isolasi internasional, sanksi
industri petro kimia serta berusaha mendorong Perserikatan Bangsa-Bangsa untuk
mengeluarkan resolusi terkait sanksi untuk Iran. Skripsi ini juga menemukan
beberapa kepentingan geostrategis yang menekankan perlindungan aliasi-aliansi AS
di kawasan serta kepentingan ekonomi, dan kebutuhan energi..
Kata kunci : Nuklir Iran, Kepentingan Amerika Serikat, Latihan Militer, Isolasi
Internasional, Resolusi DK-PBB
ii
KATA PENGANTAR
Assalamualaikum Wr, Wb
Puji syukur Alhamdulillah, kehadirat Allah SWT yang telah
memberikan rahmat, hidayah serta izin-Nya sehingga dapat menyelesaikan
skripsi dengan judul “ Sikap Amerika Serikat Terhadap Kegiatan Militer
Iran di Selat Hormuz Di Masa Ahmadinejad 2011-2013”. Dalam skripsi
ini di harapkan seluruh pihak yang membaca dapat mengetahui lebih
mendalam mengenai respon AS terhadap latihan militer Iran yang dilakukan
di Selat Hormuz dan memahami faktor ekonomi serta geopolitik AS terkait
Selat Hormuz.
Terwujudnya skripsi ini tidak lepas dari bantuan berbagai pihak yang
telah mendorong dan membimbing baik tenaga, ide-ide, maupun pemikiran.
Oleh karena itu, dalam kesempatan kali ini, dengan senang hati
menyampaikan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :
1. Eva Mushoffa, MHSPS., sebagai Sekretaris Jurusan Hubungan
Internasional FISIP UIN Jakarta, Dosen studi Kawasan Timur
Tengah&Afrika dan Dosen Pembimbing yang telah memberikan banyak
ilmu, bimbingan, saran dan motivasi yang begitu bermanfaat sehingga
penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik.
iii
2. Ibu Tuffah dan ayah Bambang Edy Sutrisno, selaku orang tua penulis
yang telah memberikan dorongan, doa restu dan bantuan baik moral
maupun material selama penulis menuntut ilmu, akan selalu ingat nasihat
kalian. “Terima Kasih Ibu, Ayah”.
3. Gandri Narandu serta Ibu Puji yang telah memberikan perhatian, motivasi
dan selalu menanyakan perkembangan skripsi.
4. Teman-teman terbaik “CordoBre” Ami, Asri, Dara, Sauri, Wildan, Rifky,
Hafied, Novian, Dhimas, Thufeil, Ray, Faisal, Bana, Riko. “Friendship is
not limit by distance, see you on the top guys…!!”
5. Airin dan Selly teman sepermainan serta Fini dan mas Ibad yang menjadi
teman diskusi. Teman-teman jurusan Hubungan Internasional 2010
khususnya kelas B, kelas yang terbaik dan kompak dalam hal apapun.
6. Fairuz Sakinah selaku Adik yang berbeda ibu. Tidak henti-hentinya
menanyakan perkembangan skripsi ini.
Semoga dengan segala bantuan yang tidak ternilai harganya ini
mendapat imbalan di sisi Allah SWT sebagai amal ibadah, Aamiin.
Wassalamualaikum Wr, Wb
Jakarta, 08 Januari 2016
Balqis Faradiba
iv
DAFTAR ISI
ABSTRAKSI.................................................................................................... i
KATA PENGANTAR…………………………………………………………. ii
DAFTAR ISI……………………………………………………………………. iv
DAFTAR SINGKATAN……………………………………………………… vii
DAFTAR GAMBAR………………………………………………………… viii
DAFTAR TABEL……………………………………………………………… ix
BAB I: PENDAHULUAN
1.1 Pernyataan Masalah………………………………..……….. 1
1.2 Pertanyaan Penelitian……………………………………….. 6
1.3 Manfaat dan Tujuan Penelitian……………………………… 6
1.4 Tinjauan Pustaka……………………………………………. 7
1.5 Kerangka Teori……………………………………………… 9
1.5.1 Konsep Kepentingan
Nasional………………………………… 10
1.5.2 Konsep Geostrategi……………………... 13
1.5.3 Konsep Keamanan Nasional……………. 14
1.5.4 Konsep Detterence……………………… 15
1.5.5 Konsep Dilema Keamanan……………….. 16
1.6 Metode Penelitian………………………………….............. 20
1.7 Sistematika Penulisan………………………………………... 22
v
BAB II: PENGEMBANGAN POTENSI MILITER DAN KEGIATAN
MILITERNYA DI SELAT HORMUZ
2.1 Program Nuklir Iran 1960-2011……………………………… 24
2.2 Kebijakan Modernisasi Militer Iran…………………………. 30
2.3 Ahmadinejad Di Mata Internasional………………………… 36
2.4 Kegiatan Militer Iran Di Selat Hormuz………………………. 38
BAB III: KEPENTINGAN AMERIKA SERIKAT DALAM MERESPON
KEGIATAN MILITER IRAN DI SELAT HORMUZ
3.1 Kebijakan Amerika Di Masa George W Bush……………… 43
3.2 Kebijakan Amerika Di Masa Obama……………………..… 46
3.3 Kepentingan Geostrategi…………………………………….. 47
3.4 Kepentingan Ekonomi……………………………………….. 54
3.4.1Kebutuhan Energi dan Jalur Perdagangan……………... 56
BAB IV: REAKSI AMERIKA SERIKAT TERHADAP KEGIATAN
MILITER IRAN DI PERAIRAN SELAT HORMUZ
4.1 Nilai Strategis Selat Hormuz Bagi Iran dan Barat………….. 60
4.2 Kegiatan Militer Amerika Serikat di Teluk Persia………….. 64
4.2.1 Usaha Amerika Serikat Mendorong DK-PBB Mengeluarkan
Resolusi……………………………………………… 68
4.2.2 Isolasi Internasional………………………………… 71
4.2.3 Sanksi Industri Petrokimia…………………………. 74
BAB V: PENUTUP
5.1 Kesimpulan…………………………………………………. 78
5.2 Saran………………………………………………………… 81
DAFTAR PUSTAKA
vi
DAFTAR SINGKATAN
AS : Amerika Serikat
UEA : Uni Emirat Arab
UE3 : Uni Eropa (Perancis, Inggris, Jerman)
GCC : Gulf Cooperation Council
DK-PBB : Dewan Keamanan Persatuan Bangsa-Bangsa
IAEA : International Atomic Energy Agency
EIA : Energy Information AAdministration
CIA : Central Intelligence Agency
AEOI : Atomic Energy Organization of Iran
LWR : Light Water Reactor
vii
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1……………………………………………………………………… 32
Gambar 2.2……………………………………………………………………… 42
Gambar 3.3……………………………………………………………………… 45
Gambar 3.4……………………………………………………………………… 49
Gambar 4.5……………………………………………………………………… 72
viii
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1…………………………………………………………..………….. 32
Tabel 2.2……………………………………………………………………… 33
Tabel 2.3……………………………………………………………………… 33
Tabel 3.4……………………………………………………………………… 47
Tabel 3.5……………………………………………………………………… 52
Tabel 4.6……………………………………………………………………… 70
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Pernyataan Masalah
Iran merupakan negara Timur Tengah yang terletak di wilayah Asia Barat
Daya. Memiliki letak strategis berdekatan dengan wilayah Asia Selatan, Asia
Tengah, Teluk Persia, Teluk Oman, dan Selat Hormuz yang merupakan jalur
strategis perdagangan internasional. Kekayaan alam minyak dan gas yang dimiliki
oleh Iran membuat Iran menjadi salah satu negara terbesar pengekspor minyak
(www.eia.gov). Negara-negara di dunia mengimpor minyak dari Iran, baik negara
berkembang maupun negara maju. Karena banyak negara-negara di dunia
mengandalkan minyak dari Iran, maka Iran perlu mengamankan cadangan minyak
tersebut. Minyak mentah dinilai Iran sebagai nilai yang penting untuk dipelihara
demi terjaminnya kebutuhan dalam negeri untuk generasi-generasi berikutnya
(www.overpopulation.org). Sebagai alternatif untuk menjaga cadangan minyak
tersebut, Iran mengembangkan tenaga nuklir sebagai sumber energi yang saat ini
menjadi sumber energi listrik di wilayahnya (www.iran-si.org)
Iran memang sudah lama menjadi perbincangan di kalangan masyarakat
internasional khususnya Amerika Serikat1 dan sekutunya terkait program
pengembangan nuklir tersebut (Wibisono 2011, h.3). Terbukti sejak tahun 2003,
AS telah melakukan penekanan terhadap IAEA agar melakukan pemantauan
terhadap pengembangan industri energi atom Iran yang dicurigai menjadi senjata
pemusnah massal (Jamaan 2007, h.11). Namun, AS bersikeras agar Iran berhenti
1 Selanjutnya disingkat AS
2
membangun proyek instalasi nuklirnya karena di khawatirkan akan kembangkan
sebagai senjata pemusnah massal. Ketegangan itu tidak semata-mata terjadi antara
Iran dengan negara-negara Barat, akan tetapi juga antara Iran dengan badan-badan
internasional, seperti Perserikatan Bangsa Bangsa2 dan Internasional Atomic
Energy Agency3. bahkan AS, mengajak negara-negara Eropa (Perancis, Jerman
dan Inggris) (Kimberly dan Eckert, h.1) untuk menghentikan program nuklir Iran
dan memberikan sanksi kepada negara itu. Mereka mempertanyakan akuntabilitas
Iran dalam program pengembangan nuklirnya (Utomo 2007, h.13). Akan tetapi,
IAEA tidak dapat membuktikan bahwa Iran sedang memproduksi senjata nuklir,
oleh karenanya IAEA menggantung kasus ini. Pada tahun 2006, Amerika Serikat
kembali menekan IAEA untuk memaksa kasus nuklir Iran ini dilanjutkan ke
Dewan Keamanan PBB4 (Utomo 2007, h.13).
Sebagai tindak lanjut, AS melaporkan kasus tersebut ke IAEA agar
diadakan perundingan yang bertujuan mendorong Iran untuk menghentikan
program nuklirnya. Selanjutnya, perundingan antara Iran dengan lima anggota
tetap DK-PBB digelar di Istanbul pada Januari 2011. Namun, perundingan
tersebut tidak memberikan hasil yang signifikan, bahkan Iran menolak untuk
menghentikan program nuklir (www.irib.ir). Setelah mengalami kebuntuan
perundingan tersebut, akhirnya tanggal 25 Desember 2011, Amerika Serikat resmi
menjatuhkan sanksi terhadap Iran yang bertujuan untuk mencegah negara-negara
lain mengimpor minyak dan melakukan transaksi dengan Bank Sentral Iran
(www.bbc.com). Namun kali ini usaha yang dilakukan AS terlihat lebih serius 2 Selanjutnya disingkat PBB
3 Selanjutnya disingkat IAEA
4 Selanjutnya disingkat DK-PBB
3
lagi dengan melibatkan banyak negara. AS berhasil mendesak IAEA dan
melanjutkannya ke DK-PBB serta mengajak Uni Eropa untuk ikut mengembargo
ekspor minyak dan sumber daya Iran lainnya. Sehingga DK-PBB mengeluarkan
beberapa resolusi terkait sanksi kepada Iran, seperti pembekuan keuangan,
pelarangan ekspor impor minyak dan senjata, serta pelarangan perjalanan 5
pejabat Iran tahun 2008 (Rajagukguk 2009, h.41).
Kondisi ini melahirkan respon Iran yang dipimpin oleh Ahmadinejad yang
dikenal anti AS dan langsung menggelar kegiatan militer di Perairan Selat
Hormuz. Latihan militer Iran langsung dipimpin oleh Komandan Angkatan Laut
Iran, Habibollah Sayyari. Kegiatan berlangsung di perairan seluas 2,5 juta
kilometer persegi yaitu di Selat Hormuz, Teluk Oman, dan Samudra Hindia
(www.cnn.com). Selanjutnya penjelasan resmi mengenai militer Iran seperti
dikutip, kantor berita IRNA (kantor berita resmi negara Iran) dan pada tanggal 27
Desember 2011, menyebutkan Wakil Presiden Iran Mohammad Reza Rahimi
mengancam akan menutup Selat Hormuz. Hal ini berimplikasi terhadap kenaikan
harga minyak yang melonjak hingga 2% melewati 100 dollar per barrel
(money.cnn.com). Pada tanggal 3 Januari 2012, Iran akan memblokir rute ke
dunia yang paling strategis dan penting untuk ekspor impor minyak lewat jalur
Selat tersebut (www.reuters.com).
Selat Hormuz merupakan bagian dari teritori Iran. Selat ini merupakan
satu-satunya jalur laut dari Teluk Persia ke laut terbuka, yang membuat selat
tersebut menjadi salah satu kawasan yang paling strategis dalam perdagangan
dunia (www.cia.gov). Kapal-kapal tanker dari negara-negara produsen minyak di
4
Teluk Persia yaitu Arab Saudi, Bahrain, Kuwait, Qatar, dan Uni Emirat Arab yang
melewati selat Hormuz sebagai jalur perdagangan. Kapal-kapal tersebut, diperoleh
dari Energy Information Administration5 yang membawa sekitar 20% minyak
dunia dalam satu hari dapat mencapai 17 juta per barel (EIA 2014, h.4).
Iran sebagai negara yang mempunyai hak atas kedaulatan Selat Hormuz
memiliki kepentingan berdasarkan batas-batas di wilayah selat tersebut. Pertama,
kepentingan ekonomi. Iran mengekspor minyak yang merupakan kebutuhan
negara-negara di dunia. Kapal-kapal tanker pembawa minyak Iran melewati selat
tersebut. Selain itu, banyak kapal-kapal tanker pembawa minyak dari negara-
negara Timur Tengah lainnya yang melewati jalur tersebut. Kedua, kepentingan
pertahanan. Dilihat dari konsep kewilayahan boundary yang menunjukkan batas
asli yaitu batasan seperti gunung, air sungai, danau dan lain-lain, maka Iran
berhak mempertahankan Selat Hormuz sebagai batas asli wilayahnya yang sah.
Ketiga, kepentingan keamanan, Iran merasa perlu melindungi Selat Hormuz dari
berbagai hal yang mungkin mengancam keamanan. Apabila salah satu keamanan
wilayahnya terancam maka itu merupakan ancaman bagi seluruh negara.
Habibollah Sayyari menjelaskan bahwa latihan militer yang dilakukan Iran
adalah persiapan untuk melindungi wilayah teritorial Iran. Selain itu, latihan
perang tersebut juga bertujuan untuk mengamankan jalur logistik ekonomi Iran,
terutama jalur keluar-masuk kapal pengangkut minyak. Iran memperingati ke
setiap kapal yang melintas agar menghindari jalur yang digunakan untuk latihan
5 Selanjutnya disingkat EIA
5
angkatan laut Iran (www.dailmail.co.uk). Sayyari membantah latihan ini adalah
provokasi Iran bagi negara lain.
Namun, AS merasa latihan militer Iran sebagai bentuk ancaman karena
dilakukan di Selat Hormuz yang merupakan jalur perdagangan internasional.
Latihan militer yang dilakukan Iran memberikan dampak terganggunya
pengiriman minyak ke negara-negara Barat dan perekonomian dunia.
Ketergantungan AS pada impor minyak dari Timur Tengah tumbuh pesat selama
empat dekade terakhir, dari 10% pada tahun 1970 menjadi 65% pada akhir 2004.
Hal itu membuat AS bersikap atas tindakan yang dilakukan Iran dengan
mengeluarkan sanksi lain dan mengadakan latihan militer di Teluk Persia.
Pentagon kemudian mengirim satu kapal induk dan satu kapal yang dilengkapi
rudal jelajah untuk melintasi Selat tersebut, di dalam zona latihan perang AL Iran.
Tidak hanya militer, AS memberikan sanksi baru dengan mengikutsertakan
negara-negara Barat untuk mengembargo Iran serta mengisolasi Iran dari dunia
internasional. Hal ini dilakukan sebagai balasan karena Iran mengancam akan
menutup Selat Hormuz jika negara-negara Barat berkeras melanjutkan sanksi
ekonomi (www.skalanews.com).
Selanjutnya, Iran dan AS dalam jangka waktu awal terhitung sejak 28
Desember 2011 saling menunjukkan kekuatan militer masing-masing di sekitar
Selat Hormuz (www.wsj.com). Angkatan laut Iran dengan 17.000 personil,
bertugas untuk mempertahankan kepentingan-kepentingan Iran di Samudra India
dan tempat lain (www.antaranews.com). Pasukan lepas pantainya enam fregat
kecil (kapal berukuran sedang) dan perusak, dan tiga kapal selam yang disebut
6
Kelas Kilo Project 363 buatan Rusia. Selain itu, Iran juga mengirim satuan
angkatan laut dari pasukan elit bernama Sepah Pasdaran yang bertugas
mempertahankan perairan Iran di Selat Hormuz (www.antaranews.com).
Fenomena tersebut pada akhirnya menyebabkan terjadinya ketegangan
antara Iran dan AS di selat Hormuz. Berdasar penjelasan di atas, skripsi ini akan
menganalisa apa yang menjadi faktor-faktor yang mendorong Amerika Serikat
untuk mensikapi kegiatan militer Iran di Selat Hormuz.
1.2 Pertanyaan Penelitian
Dari latar belakang masalah yang telah dijelaskan diatas, maka dapat
dirumuskan pertanyaan penelitian yang akan dijawab, yaitu ;
“Bagaimana sikap Amerika Serikat terhadap Iran di masa Ahmadinejad
berkaitan dengan kegiatan militer yang dilakukan Iran di Selat Hormuz
tahun 2011-2013?“
1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian
Tujuan dari penelitian ini, diantaranya :
1. Mendeskripsikan atau menggambarkan fenomena bagaimana
respon Amerika Serikat terkait latihan militer Iran di Selat Hormuz
secara ilmiah
2. Memberikan gambaran apa yang terjadi pada kasus latihan militer
Iran di Selat Hormuz.
7
3. Menjelaskan kasus tersebut melalui konsep-konsep turunan seperti
kepentingan nasional, keamanan, deterrence, dan dilemma
keamanan
Adapun manfaat dari penelitian ini, diantaranya:
1. Hasil penelitian ini diharapkan dapat membantu para peneliti
dalam mengkaji fenomena-fenomena Hubungan Internasional yang
terjadi dikawasan Timur Tengah khususnya menyangkut masalah
kegiatan militer Iran di Selat Hormuz.
2. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan berupa
tambahan informasi dan data awal bagi studi-studi selanjutnya
tentang Timur Tengah, khususnya tentang hubungan Iran dan AS.
3. Penelitian ini juga dimaksudkan untuk memberikan masukan
mengenai mengapa kegiatan latihan militer Iran di Selat Hormuz
bisa terjadi.
1.4 Tinjauan Pustaka
Terdapat penelitian sebelumnya yang turut menjadi acuan sekaligus
referensi dalam menganalisa kasus ini. Wibisono menjelaskan mengenai isu nuklir
Iran yang sudah lama menjadi perbincangan di kalangan masyarakat internasional.
Amerika Serikat bersikeras agar Iran berhenti membangun proyek instalasi
nuklirnya karena dikhawatirkan akan menggunakannya sebagai senjata pemusnah
massal (Wibisono 2011, h.4).
8
Wibisono menggunakan pendekatan Neo-realis dan tiga konsep turunan
seperti kepentingan nasional, kebijakan luar negeri, keamanan internasional.
Menurutnya, dalam pemahaman Neo-realis yang menganggap bahwa tatanan
system internasional berada dalam kondisi anarkis, sehingga negara-negara
dominan akan muncul untuk terlibat dalam suatu sengketa internasional untuk
menunjukan dan mendistrisbusikan kemampuan unit dalam sistem (Wibisono
2011, h.7). Ia juga meyakini bahwa setiap kebijakan-kebijakan luar negeri yang
akan diambil oleh suatu negara mengacu kepada kepentingan nasional (Wibisono
2011, h.8).
Rajagukguk pada tahun 2009 juga menjelaskan program nuklir Iran telah
berjalan selama puluhan tahun, namun sempat tertunda saat terjadi revolusi di
Iran. Awal mula dilakukan pengembangan terhadap nuklir Iran mendapat
dukungan Amerika yang saat itu menjadi sekutu Iran. Amerika Serikat
memberikan sokongan dana kepada Iran untuk melakukan penelitian. Setelah
revolusi terjadi di Iran, hubungan Iran dan Amerika Serikat memburuk yang
berimplikasi pada dihentikannya pengembangan program nuklir di Iran
(Rajagukguk 2009, h.32).
Pada masa pemerintahan Rafsanjani pengembangan nuklir Iran pun
dilanjutkan. Pemerintahan Rafsanjani berpandangan bahwa mengembangkan
nuklir maka dapat membantu perekonomian di Iran. Akan tetapi AS menentang
pengembangan lanjutan program nuklir yang dilakukan Iran tersebut. namun
demikian, kekuatan nuklir mulai digunakan oleh Iran untuk kepentingan damai,
yaitu sebagai pembangkit listrik dan medis (Rajagukguk 2009, h.28).
9
Pengembangan nuklir di Iran yang diklaim memiliki tujuan damai telah
telah berlangsung selama kurang lebih 50 tahun lamanya. Namun, AS mecurigai
Iran bertujuan untuk hal lain yang dapat mengancam dunia. Untuk mencegah
kekhawatiran mengenai tenaga nuklir, pada 12 Juni 1968 dibuat perjanjian yang
bertujuan untuk mecegah penyebaran tenaga nuklir dan teknologi senjata yang
dikenal dengan perjanjian Nuclear Non-Proliferation Treaty (NPT) yang
ditandatangani 189 negara (Rajagukguk 2009, h.33).
Perbedaan kedua penelitian tersebut dengan penelitian ini yaitu terletak
pada periode tahun penelitian dan fokus pembahasan yang lebih dilihat dari sisi
AS. Penelitian ini membahas kelanjutan dari kedua penelitian tersebut dengan
masa pemerintahan yang berbeda juga serta analisa sikap Amerika dalam
menghadapi kegiatan militer Iran.
1.5 Kerangka Teori
Dalam menjawab rumusan masalah yang ada dapat dipahami terlebih
dahulu paham Realis yang sudah mendominasi studi HI kurang lebih selama
empat pulah tahun. Isu mengenai keamanan internasional menjadi asumsi utama
kaum Realist yang melihat sistem internasional yang dipengaruhi oleh power dan
kepentingan nasional. Dimana konsep tersebut dapat diaktualisasikan dalam
bentuk persenjataan atau kapabilitas militer suatu negara. Dasar normatif Realis
yaitu bahwa keamanan nasional dan kelangsungan hidup merupakan nilai utama
dalam proses pengambilan kebijakan luar negeri sebuah negara (Jackson dan
Sorensen 1999, h.89) seperti apa yang pernah dikemukakan Thomas Hobbes,
10
bahwa dunia selalu disertai oleh kondisi tidak aman sehingga berakar pada
keadaan anarki internasional (Jackson dan Sorensen 1999, h.97). Terdapat
beberapa konsep yang digunakan. Konsep-konsep tersebut terdiri dari konsep
Kepentingan Nasional, konsep Keamanan Nasional, konsep Detterence dan
konsep Dilema Keamanan.
1.5.1 Konsep Kepentingan Nasional
Sepanjang sejarah perkembangan Hubungan Internasional di era modern,
negara-negara tidak mengakui adanya kekuasaan yang lebih tinggi daripada
mereka sendiri. Maka jelaslah bahwa negara merupakan suatu entitas yang
merumuskan kepentingan mereka sendiri, sekaligus menentukan bagaimana
mereka akan mencapai berbagai kepentingan tersebut. Kepentingan negara disebut
juga kepentingan nasional (national interest), karena itu kepentingan nasional
suatu negara tidak dapat ditafsirkan secara eksplisit. Konsep National Interests
sangat penting untuk menjelaskan dan memahami perilaku internasional, konsep
ini merupakan dasar dalam menjelaskan perilaku luar negeri suatu negara.
Konsep kepentingan nasional sebagaimana diungkapkan oleh Morgenthau,
seorang tokoh realis studi Hubungan Internasional, mencoba mempersamakan
kepentingan nasional dengan power yang ingin dicapai suatu negara dalam
hubungan internasional. Dengan kata lain, hakikat dari kepentingan nasional
menurut Morgenthau adalah power (pengaruh, kekuasaan dan kekuatan)
(Morgenthau 1985, h.4).
Kemudian K.J. Holsti mengidentifikasikan national interest kedalam tiga
klasifikasi:
11
1. Core-values atau sesuatu yang dianggap paling vital bagi negara
dan menyangkut eksistensi suatu negara.
2. Middle-range objective, hal ini termasuk bagian kebutuhan untuk
memperbaiki perekonomian.
3. Long-range goals merupakan sesuatu yang ideal, seperti keinginan
mewujudkan perdamaian dan ketertiban dunia (Holsti 1998, h.106-
109).
Holsti (Holsti 1983, h.136-137) mengatakan sebuah interaksi dalam
hubungan internasional adalah untuk mencapai kondisi yang strategis dan
mendapatkan keuntungan maksimal, maka segala bentuk aksi-reaksi yang
dilakukan oleh negara pasti pada dasarnya tujuan agar bagaimana hubungan yang
terjalin dengan aktor lain bisa memberikan timbal balik yang positif bagi
negaranya. Dengan demikian, tidak ada hubungan internasional yang dijalin oleh
suatu negara tanpa sebuah pertimbangan yang baik karena negara tidak akan
melakukan sebuah interaksi atau menjalin hubungan dengan negara lain ketika
tidak ada feedback yang bisa dicapai.
Sedangkan menurut Donald E.Nuecgterlein (1979), konsep kepentingan
nasional terdiri dari 4 konsep dasar, yaitu :
1. Kepentingan pertahanan, yaitu kepentingan bagi negara yang
menyangkut perlindungan terhadap warga negaranya dan sistem
politiknya dari ancaman negara lain baik berupa intervensi maupun
propaganda.
12
2. Kepentingan ekonomi, yaitu kepentingan pemerintah dalam
meningkatkan perekonomian negara melalui hubungan ekonomi
dengan negara lain.
3. Kepentingan tata internasional, yaitu kepentingan negara untuk
mempertahankan atau mewujudkan sistem politik dan ekonomi
yang menguntungkan bagi negaranya.
4. Kepentingan ideologi, yaitu kepentingan untuk mempertahankan
atau melindungi negaranya dari ancaman ideologi negara lain.
(h.75)
Setiap negara sebagai pengambilan keputusan luar negeri memperhatikan
kemampuan dua sumber daya potensial, yaitu kapabilitas ekonomi dan militer
dalam suatu negara (Pribadi et al 2010, h.94). Kapabilitas militer dan ekonomi
menentukan perilaku eksternal negara, sebab negara yang memiliki sumber
ekonomi dan militer yang tinggi dapat memaksakan kehendaknya ke negara lain
(Nuechterlein 1979, h.75). Negara dengan kemampuan yang demikian besar akan
memiliki posisi tawar yang kuat dalam hubungan internasional, dan pada
umumnya dapat mendikte negara lain untuk melakukan sesuatu yang dikendaki
oleh negara tersebut. Di lain pihak, negara dengan kapabilitas ekonomi dan militer
yang standar, biasanya cenderung melakukan tindakan yang tidak terlalu kuat.
Negara seperti ini, biasanya hanya memberikan dukungan politik saja, tetapi tidak
pada tataran ekonomi atau militer karena masih rendahnya kemampuan yang
dimiliki oleh negara (Pribadi et al 2010, h.94).
13
Kepentingan nasional juga dapat dijelaskan sebagai tujuan fundamental
dan faktor penentu akhir yang mengarahkan para pembuat keputusan dari suatu
negara yang secara khas merupakan unsur-unsur pembentuk kebutuhan negara
paling vital, seperti pertahanan, keamanan, dan militer serta kesejahteraan
ekonomi (Roy&Jack Plano 1999, h.106-109).
Dua negara yang dianalisa dalam skripsi ini memiliki dan mengedepankan
setiap kepentingan nasionalnya. Iran merasa perlu melindungi Selat Hormuz
karena AS telah berupaya untuk menjatuhkan Iran dalam bentuk tuduhan serta
intervensinya dalam setiap resolusi PBB, yang tentu saja sangat memberatkan
Iran. Iran berusaha melindungi hak-haknya dan kepentingan-kepentingannya
sebagai suatu entitas negara yang berdaulat. Begitupun dengan AS yang juga
mengedepankan kepentingan nasionalnya, yakni keinginan AS agar pasokan
minyak dari negara-negara Timur Tengah tetap terjamin dengan melewati jalut
Selat Hormuz tersebut serta mempertahankan superioritasnya di seluruh dunia.
Kepentingan-kepentingan ini saling berbenturan, kedua negara berusaha untuk
mengamankan wilayah Selat Hormuz tersebut. Namun Iran mengawalinya dengan
menggelar latihan militer di perairan Selat Hormuz.
Selain itu, buruknya hubungan antara Iran dan AS berimbas pada faktor
ekonomi. AS berupaya melemahkan perekonomian Iran. Salah satunya dengan
melobi DK-PBB untuk mejatuhkan sanksi terhadap Iran. Pada 2007, DK-PBB
mengeluarkan resolusi 1747 yang membatasi Iran untuk memperoleh bantuan
keuangan.
14
1.5.2 Konsep Geostrategis
Menurut Zbigniew (Brzezinski 1998, h.36), geostrategis adalah arah
dari kebijakan luar negeri suatu negara. Geostrategis lebih menggambarkan
negara untuk mencapai kepentingan nasionalnya dengan memproyeksikan
kekuatan militer dan mengarahkan aktivitas diplomatik. Geostrategi bisa
diartikan sebagai perumusan strategis suatu negara dengan memperhitungkan
geografi negara dalam menentukan kebijakan, tujuan untuk mencapai
kepentingan nasional negara tersebut. Geostrategi mengamankan akses ke rute
perdagangan tertentu melalui teluk, selat dan laut. Hal ini membutuhkan
kehadiran militer sebagai pengontrol, Menurut Jim Joo Jock, geostrategi
dipakai dalam kerangka regional dimana sejumlah faktor-faktor geografik
untuk mempengaruhi atau memberikan keuntungan terhadap pihak lawan atau
menghalangi rencana maupun tindakan politik atau militer suatu negara
(Brzezinski 1998, h.37-38).
1.5.3 Konsep Keamanan Nasional
Menurut Buzan (Buzan 2007, h.112). dalam bukunya yang berjudul
‗Peoples, States and Fear: An Agenda for International Security Studies in the
Post Cold War Era‟ disebutkan bahwa, ‖Diskusi mengenai keamanan haruslah
berada pada tataran menengah dan tidak dapat diletakkan dalam kerangka
indvidu ataupun sistem secara keseluruhan” . Buzan juga menegaskan bahwa
konsep keamanan harus menentukan referent object yaitu negara serta keamanan
berkaitan dengan masalah kelangsungan hidup (survival). Isu-isu yang
15
mengancam kelangsungan hidup suatu kolektif atau prinsip-prinsip yang dimiliki
oleh unit-unit tertentu akan dipandang sebagai ancaman eksistensial (Buzan 2007,
h.112).
Buzan membagi keamanan kedalam lima kategori, yaitu politik, ekonomi,
militer, sosial dan lingkungan. Buzan menyatakan bahwa sebagian ancaman yang
muncul melibatkan banyak faktor yang sangat rumit dan menyebabkan
ketidakpastian akan akibat langsung yang ditimbulkan, akan tetapi hal yang paling
penting sangat tergantung pada masing-masing negara dalam mengalokasikan
ancaman-ancaman tersebut pada keamanan nasional mereka dan mengantisipasi
akibat yang ditimbulkan oleh ancaman dan kerawanan baik internal maupun
eksternal (Buzan 2007, h.113).
Bila diterapkan dengan situasi yang dialami oleh Iran, dapat dilihat posisi
Iran sebagai referent object seperti yang dikatakan Buzan. Dengan demikian, Iran
adalah pemilik wilayah perairan selat Hormuz yang bertahan dari ancaman AS
dan sekutunya dan menjadi objek yang harus melindungi dirinya melalui
kebijakan keamanan. Begitupun dengan AS, melihat keamanan berkaitan dengan
masalah kelangsungan hidup (survival). Menurut analisa Buzan, kondisi ini akan
mendorong baik AS maupun Iran. Untuk memandang hal ini sebagai ancaman
eksistensial.
1.5.4 Konsep Detterence
Menurut Patrick M. Morgan dalam bukunya Detterence Now (2003),
detterence adalah sebuah praktek lama dalam politik internasional. Konsep
16
tersebut telah ditentukan oleh cukup banyak pemikiran dan studi, walapun sampai
sekarang konsep tersebut tidak mudah untuk dipahami dan dijelaskan. Detterence
merupakan salah satu dari konsep diplomasi dan militer.
Konsep ini merupakan strategi militer yang berkembang pada era Perang
Dingin yang merupakan kondisi dimana para aktor superpower saling melakukan
pencegahan dalam perang formal yang frontal, yaitu dengan dimilikinya senjata
pembunuh massal, senjata nuklir, oleh para aktor super power (AS) (Morgan
2003, h.12). Sedangkan menurut Alexander L. George dan Richard Smoke,
detterence dapat diartikan sebagai serangkaian persuasi yang dilakukan oleh pihak
pertama kepada pihak kedua agar pihak pertama melakukan keinginan pihak
kedua (Seperti dikutip oleh Dougherty dan Pfaltzgraff 1996, h.61). Detterence
hanya dapat dilakukan dalam keadaan damai walaupun keadaan damai ini
diperlukan agar terror yang dilancarkan dapat mencapai sasaran (Strategic
Detterence, Military Defense, and Compliance).
Tindakan Amerika Serikat membangun pangkalan militer ke lima di
Bahrain merupakan praktek detterence yang ditujukan untuk negara Iran agar Iran
mau mematuhi segala bentuk resolusi-resolusi yang telah dikeluarkan oleh PBB.
Begitupun Iran mengeluarkan pernyataan akan menutup Selat Hormuz dan
dilanjutkan dengan latihan militer di Perairan Selat Hormuz yang ditunjukkan
agar AS dan sekutunya dapat melihat keberanian dan eksistensi Iran dalam
konstelasi Politik Internasional.
1.5.5 Konsep Dilema Keamanan
17
Konsep dilema keamanan sering digunakan untuk menjelaskan berbagai
fenomena hubungan khususnya keamanan, pertama kali digunakan pada tahun
1951 oleh John Herz dalam tulisannya Political Realism and Political Idealism
(dikutip oleh Collins 2000, h.3). Menurut Herz dilema keamanan tidak
sepenuhnya terjadi dan mampu menjelaskan konflik dunia internasional (Seperti
dikutip oleh Jervis, 1997, h.60). Security dilema merujuk pada suatu kondisi
negara yang meningkatkan keamanan nasionalnya dengan menambah kapabilitas
pertahanannya memberi dampak pada munculnya rasa terancam (ancaman)
terhadap negara lain. Hal itu kemudian memicu negara lain untuk meningkatkan
kemampuan pertahanan militernya juga, kondisi ini akhirnya menyebabkan
menurunnya atau berkurangnya tingkat keamanan itu sendiri (lead to a net
decrease in security) (Butfoy 1996,h 1-2). Pendapat lain juga dikemukakan oleh
Robert Jervis, yang mengelaborasi konsep security dilemma, diantaranya yaitu
(Jervis 2012, h.117) :
1. Permasalahan struktural menjadi dasar terjadinya dilema keamanan;
2. Negara merasa terancam akibat ketidakpastian tujuan negara lain baik
pada masa sekarang ataupun yang akan datang, sehingga hal ini yang
membentuk dilema keamanan;
3. Dilema keamanan cenderung merugikan karena menyebabkan terjadinya
hal-hal yang tidak diinginkan, misalnya menurunnya kapabilitas keamanan
itu sendiri;
4. Dilema keamanan juga dapat menghasilkan hal terburuk yang tidak
diinginkan seperti perang;
18
5. Dilema keamanan dapat menjadi penyebab terjadinya perang, namun tidak
semua perang terjadi karena kondisi dilema keamanan;
6. Dinamika dilema keamanan terletak pada intensitas dilema keamanan
yang dapat dipengaruhi oleh berbagai faktor, baik material/fisik ataupun
psikologikal.
Selain beberapa aspek tersebut, terdapat faktor mendasar lain yang dapat
menyebabkan timbulnya dilema keamanan, seperti faktor fisik atau materil
(teknologi, geografi) dan juga faktor psikologis, yaitu kesalahpahaman yang
terjadi antar actor (Tarumanegara 2012, h.31).
Dengan menggunakan logika security dilemma dapat dipahami bahwa
latihan militer Iran di perairan Selat Hormuz sebagai suatu sinyal tindakan ofensif.
Dalam analisa teori defense realism Iran melakukan tindakan mempertahankan
diri yang bertujuan memaksimalkan keamanan untuk meminimalisir resiko dari
lawan (Tang 2010, h.16-22), yang dalam hal ini adalah sanksi dari AS. Iran
mengirim satu kapal induk dan satu kapal yang dilengkapi rudal jelajah untuk
melintasi Selat Hormuz di dalam zona latihan perang Angkatan Laut Iran.
Sedangkan, AS merasa terancam dengan adanya latihan militer Iran yang telah
menciptakana rasa tidak aman. Kondisi ini merupakan ―tindakan dan respon‖
yang berulang dimana tindakan sanksi internasional yang disponsori AS telah
melahirkan respon Iran yang menggelar aksi militer di selat Hormuz, kemudian
respon ini memicu kembali respon AS yang membalas dengan aksi militer serupa.
19
Sanksi AS
kepada Iran
Input Output
Feedback Output
Sumber:Easton 1984, h.395
Dari bagan diatas dapat dijelaskan bahwa AS memberikan sanksi keapada
Iran yang dicurigai mengembangkan senjata pemusnah massal. Amerika Serikat
sebagai negara yang melakukan penekanan terhadap DK-PBB dan IAEA untuk
membantu memberikan sanksi terhadap Iran agar menghentikan program
nuklirnya dan akhirnya, sanksi diberikan kepada Iran oleh DK-PBB atas tekanan
yang dilakukan AS karena dituduh melakukan pembuatan program nuklir secara
tidak transparan. Iran meresponnya dengan mengancam akan menutup Selat
Hormuz dengan melakukan latihan militer di Selat tersebut.
Melihat situasi di Selat Hormuz yang semakin mengkhawatirkan, maka
AS tidak memiliki pilihan lain selain untuk merespon secara militer terhadap
ancaman Iran di Teluk Persia. Namun, AS tidak mengakui latihan militernya
sebagai reaksi dari ancamanan kemananan Iran melainkan latihan militer AS
adalah bagian dari agenda yang telah direncanakan sejak lama. Dalam skripsi ini
Respon Iran
melakukan
Latihan Militer di
Selat Hormuz
Kepentingan
Ekonomi dan
Geopolitik Amerika
Serikat
Respon AS
melakukan
Latihan Militer di
Teluk Persia
20
akan dijelaskan mengenai kepentingan AS merespon latihan militer Iran yaitu
Geostrategi dan ekonomi yang menjadi tujuan utama AS, menginginkan Iran
sebagai negara yang patuh untuk menghentikan program nuklirnya dan hegemoni
AS sebagai negara super power di dunia internasional.
1.6 MetodePenelitian
Skripsi ini menggunakan pendekatan kualitatif melalui studi kepustakaan.
Menurut Neuman (2007, h.3) dalam bukunya yang berjudul Basic of Social
Research Qualitative and Quantitative Approaches ―pendekatan secara kualitatif
adalah sebuah proses dimana peneliti mengkombinasikan seperangkat pinsip-
prinsip, pandangan ide-ide dengan praktek-praktek social yang kolektif melalui
serangkaian teknik dan strategi untuk menghasilkan pengetahuan. Selain itu,
peneliti diwajibkan memiliki integritas personal, toleransi atas ambiguitas serta
berinteraksi dengan pihak lain‖[(Neuman 2007, h.3)].
Menurut Rob dan Crawford penelitian kualitatif merupakan metode
penelitian yang mengandalkan data dari pengumpulan, analisis dan interpretasi
data yang berbentuk non-statistik. Selain itu, terdapat tiga teknik pengumpulan
data dalam penelitian kualitatif yaitu observasi, wawancara dan dokumen (di kutip
oleh Creswell 994, h.149).
Selain itu, penelitian ini bersifat deskriptif, yaitu suatu bentuk penelitian
yang ditujukan untuk mendeskripsikan atau menggambarkan fenomena-fenomena
yang ada, baik fenomena alamiah maupun fenomena yang direkayasa manusia
(Sukmadinata 2006, h.72). Dalam penelitian deskriptif peneliti tidak melakukan
21
manipulasi atau memberikan perlakuan-perlakuan tertentu terhadap variabel atau
merancang sesuatu, tetapi berusaha menggambarkan dengan jelas semua kegiatan,
keadaan, kejadian, dan aspek-aspek sebagaimana adanya.
Dengan menggunakan pendekatan kualitatif penulis akan berupaya untuk
memperoleh data sekunder dari beberapa sumber seperti Perpustakaan Utama UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta, Perpustakaan Universitas Indonesia serta Freedom
Institute untuk menganalisis data tersebut.
22
1.7 Sistematika Penulisan
BAB I Pendahuluan
1.1 Pernyataan Masalah
1.2 Pertanyaan Penelitian
1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian
1.4 Tinjauan Pustaka
1.5 Kerangka Teori
1.6 Metodologi Penelitian
1.7 Sistematika Penulisan
BAB II Pengembangan Militer Iran dan Latihan Militer Iran di Selat
Hormuz (2011-2012)
2.1 Program Nuklir Iran 1960-2011
2.2 Kebijakan Modernisasi Militer Iran
2.3 Ahmadinejad Di Mata Internasional
2.4 Kegiatan Militer Iran di Selat Hormuz
BAB III Kepentingan Amerika Serikat dalam Merespon Latihan Militer
Iran di Selat Hormuz
3.1 Kebijakan Amerika Serikat Di Masa George W Bush
3.2 Kebijakan Amerika Serikat Di Masa Obama
3.3 Kepentingan Geopolitik
3.4 Kepentingan Ekonomi
3.4.1 Kebutuhan Energi dan Jalur Perdagangan
BAB IV Sikap Amerika Serikat Terhadap Iran Di Masa Ahmadinejad
Berkaitan Militer Iran di Selat Hormuz
23
4.1 Nilai Strategis Selat Hormuz bagi Iran dan Barat
4.2 Latihan Militer Amerika Serikat di Teluk Persia
4.2.1 Usaha Amerika Serikat Mendorong DK-PBB
Mengeluarkan Resolusi
4.2.2 Isolasi Internasional
4.2.3 Sanksi Industri Petrokomia kepada Iran
BAB V Penutup
5.1 Kesimpulan
5.2 Saran
24
BAB II
Pengembangan Militer Iran dan Latihan Militer Iran di Selat Hormuz
(2011-2012)
Bab ini memaparkan aspek-aspek yang melatar belakangi terjadinya
kegiatan militer Iran di Selat Hormuz. Pembahasan diawali dengan sejarah
perkembangan program nuklir Iran serta militer Iran serta masa pemerintahan
Ahmadinejad yang anti Barat. Selain itu, bab ini juga melihat sikap dari AS terkait
program nuklir Iran dan sikap AS mendorong sekutu-sekutunya termasuk IAEA
dan DK-PBB untuk menekan Iran menghentikan program nuklirnya.
2.1 Program Nuklir Iran 1960-2011
Pengembangan teknologi nuklir Iran telah dilakukan sejak Iran dipimpin
oleh Mohammad Reza Shah Pahlevi pada tahun 1960 (Ansari 2008, h.80). Pada
masa pemerintahan Shah Pahlevi, Iran mengalami masa kejayaan pada sektor
ekonomi. Tingkat pertumbuhan ekonomi berjalan dengan cepat dan Shah Pahlevi
ingin sekali melihat Iran menembus batas Peradaban Akbar6 di dalam masa
hidupnya. Shah Pahlevi ingin menggelar kekuatan komersialnya dengan membeli
saham di berbagai perusahaan Barat, termasuk Mercedes Benz dan Krupp di
Jerman Barat. Semua investasi ini semakin memperkuat ikatan Barat dan elite
Shah Pahlevi sekaligus memastikan bahwa Iran menikmati keuntungan finansial
6 Peradaban Akbar adalah ambisi Shah Pahlevi yang memusatkan perhatiannya pada modernisasi
dan pembentukan pemerintahan terpusat yang kuat, mengandalkan angkatan bersenjata dan
birokrasi modern (Winingsih 2009, h.32). Pada masa kepemimpinan Shah Pahlevi yang lebih pro-
Barat terutama AS. Iran menjadi negara yang mengatur/berperan penting dikawasan (Ehteshami
dan Raymond 2002, h.283).
25
dan tentu saja politik. Diantara salah satu pengembangan paling signifikan adalah
teknologi nuklir (Ansari 2008, h.80).
Projek ini diawali ketika Shah Pahlevi melakukan kunjungan ke Inggris
pada tahun 1972 dan bertemu dengan Lord Rostchild ( Kepala Central Policy
Review Unit tahun 1972) mengungkapkan jika Iran ingin memiliki teknologi yang
setara dengan Inggris dan AS. Tidak lama kemudian, AS terlibat dalam
pengembangan teknologi nuklir yang diniatkan sebagai langkah diversifikasi
pasokan listrik Iran, dengan harapan Iran dapat melepas lebih banyak lagi minyak
untuk dijual ke luar negeri. Setelah itu pada tahun 1974, AS menandatangani
sebuah kesepakatan 10 tahun untuk mensuplai 112g Plutonium, dimana 104g
merupakan fissile isotope7 yang dipakai sebagai sumber energi pengembangan
nuklir (www.nsarchive.gwu.edu).
Shah Pahlevi pada masa kekuasaannya bermimpi membuat Iran menjadi
salah satu kekuatan militer konvensional terkuat di dunia, dan AS memfasilitasi
ambisi itu dengan menunjuk Iran sebagai aliansi militer utama di Teluk Persia8
dengan menggunakan sistem keamanan Barat di Timur Tengah (Ehteshami dan
Hinnebusch 1997, h.29). Keinginan utamanya adalah menjadikan Iran sebagai
negara yang tunduk dengan AS, namun banyak kalangan di Iran memandang
penunjukan rezim Shah Pahlevi ini sebagai tanda tunduknya Iran sepenuhnya
pada AS dan juga hilangnya kemerdekaan Iran. Hal ini berimplikasi pada
turunnya tingkat kepercayaan masyarakat pada rezim Shah Pahlevi (Esposito
1999, seperti dikutip Winingsih 2009 h.31).
7 Bahan kimia yang digunakan dalam proses pengelolahan Uranium.
8 Iran menjadi negara penentu yang mengatur keamanan kawasan sesuai kepentingannya.
26
Revolusi Islam Iran 1979 yang menjadikan Iran sebagai aktor rasional
yang harus memperhitungkan resiko sepeninggalan Shah Pahlevi (Ehteshami dan
Hinnebusch 2002, h.284). Pada saat itu, AS berhenti mensuplai uranium (Byman
et al 2001, h.34) dan Iran mengalami kehancuran ekonomi sehingga pada masa
Ayatollah Khomeini rekonstruksi ekonomi dilakukan (1979-1989) (Ehteshami
dan Zweiri 2007, h.xiii). Dalam periode ini,, Iran tidak hanya merasakan dampak
penurunan ekonomi tetapi juga mendapat isolasi internasional (Ehteshami dan
Zweiri 2007, h.xiii). Namun pada tahun 1980, Iran tetap mampu membuat
kendaraan tempur, senjata dan sistem rudal. Pada tahun 1990, setidaknya terdapat
sekitar 240 pabrik memproduksi senjata militer di Iran yang memperkerjakan
sekitar 45.000 orang (Ehteshami 1990, h.41).
Pada tahun 1996, di bawah kepemimpinan Presiden Hashemi Rafsanjani
(1989-1997) jajaran menteri yang dipilih memilikir latar belakang pendidikan
Barat dan menolak sejumlah tokoh ulama garis keras untuk masuk dalam jajaran
kabinetnya (Cordesman dan Hashim 1997, h.27). Pengembangan nuklir era
Rafsanjani dilanjutkan karena di Iran telah mengalami krisis energi dan laju
pertumbuhan penduduk yang meningkat. Setelah pengembangan teknologi nuklir
dilakukan kembali, terjadi bencana kebocoran serpihan radiasi dari salah satu
reaktor nuklir di bagian Utara Iran. Akan tetapi, upaya-upaya pengembangan
nuklir tetap dilanjutkan pemerintah Iran meskipun dibayang-bayangi oleh
penekanan AS dari tahun 1980-an sampai dengan 2005 (Ansari 2008, h.108).
Pada masa Presiden Khatami (1997-2005) di tahun 2003, Iran
mendeklarasikan kemampuannya dalam mengembangkan nuklir secara mandiri
27
muncul (Hikmatul dan Kodimerinda 2012, h.7). Hal tersebut, meyakinkan AS
mengenai dugaan pengembangan senjata pemusnah massal oleh Iran
(www.nti.org). Pernyataan tersebut langsung mendapat respon AS yang berupaya
untuk memojokkan Iran (www.nytimes.com). Presiden AS, ketika itu Bill Clinton,
dalam sebuah pidato kenegaraan menyebut Iran sebagai roué state dan AS ikut
campur dalam proses kerjasama Iran dengan Rusia dengan menekan Rusia
sehingga kerjasama tersebut tidak berjalan lancar karena mendapatkan tekanan
dari Amerika dan Israel (Zahrani 2005, h.3).
Pada akhir tahun 2003, IAEA melaporkan tidak ada bukti pengembangan
teknologi nuklir Iran secara rahasia.Akan tetapi, hal ini tidak menghentikan
tuduhan dari pihak Barat bahwa Iran bertujuan membuat senjata pemusnah
massal. Meskipun demikian Iran bersedia menangguhkan seluruh aktifitas
pengayaan uranium yang sebelumnya melalui rangkaian negosiasi dengan UE3
(Jerman, Inggris, dan Perancis) secara keseluruhan sampai 2006 mulai diaktifkan
kembali (Pratama 2008, h.9).
Pada kepemimpinan Mahmoud Ahmadinejad yang terpilih menjadi
presiden pada tahun 2005, program pengembangan nuklir Iran tetap dilanjutkan.
Dalam pidato kenegaraan April 2006, Presiden Ahmadinejad mengatakan bahwa
―program pengembangan nuklir Iran diaktifkan kembali semenjak vakum dari
masa Presiden Khatami‖ (Kazhim dan Hamzah 2007, h.159) dengan
ditingkatkannya kembali pengembangan nuklir, Ahmadenejad mengatakan:
28
“…who skeptically by the western world is not the ability Iran producing a
nuclear bomb, considering in the world as this a bomb a kind of is of no
use, but what they fear is independence and knowledge and progress in the
field of youth Iran nuclear”
―…[yang ditakutkan oleh dunia Barat bukanlah kemampuan Iran memproduksi
bom nuklir, mengingat di dunia saat ini bom semacam itu tidak ada gunanya,
melainkan yang mereka khawatirkan ialah kemandirian dan pengetahuan serta
kemajuan pemuda Iran di bidang nuklir]‖ (Labib et al 2006, h.186)
Terdapat empat hal penting yang menjadi alasan Ahmadinejad berpikir bahwa
Iran perlu mengembangkan teknologi nuklir:
1. Pengembangan Teknologi nuklir merupakan hak legal bangsa Iran yang
telah menjadi tuntutan hampir semua rakyat Iran dengan banyaknya
tantangan yang terjadi.
2. Pengembangan teknologi nuklir ditargetkan untuk menjadi teknologi
paling sophisticated dan maju di kawasan. Pengembangan teknologi ini
jelas merupakan ancaman bagi hegemoni Barat yang selalu berusaha
mengekang kemajuan yang ingin dicapai oleh negara-negara di dunia
Islam.
3. Pengembangan teknologi nuklir dengan mudah akan menempatkan Iran ke
dalam kategori sebagai negara maju dengan cepat. Jika Iran berhasil
memanfaatkan teknologi nuklir untuk kebutuhan listriknya, maka Iran
akan mendapatkan beberapa keuntungan ekonomi jangka panjang karena
memiliki cadangan minyak yang besar dan alternatif teknologi nuklir
29
sehingga membuat Iran menjadi negara yang mandiri dan kaya akan
sumber daya, sedangkan untuk jangka pendek Iran akan mendulang devisa
lebih besar lewat ekspor minyak dan gas yang lebih banyak.
4. Pencapaian sebesar ini pasti akan menjadi stimulan semangat yang besar
bagi rakyat Iran yang telah dirundung berbagai tekanan, embargo, dan
kekangan dunia Barat setelah Revolusi 1979 (Labib et al 2006, h.189 ).
Dalam persoalan nuklir, Ahmadinejad menegaskan bahwa Iran akan tetap
melanjutkan perundingan soal nuklir dan menekankan hak nasional bangsa Iran
untuk melanjutkan program nuklir guna tujuan damai. Ahmadinejad menegaskan
kembali bahwa memperoleh teknologi nuklir untuk tujuan damai adalah tuntutan
seluruh rakyat Iran dan pemimpin sebagai wakil rakyat harus berupaya sekuat
tenaga untuk merealisasikan tuntutan tersebut (Hikmatul dan Kodimerinda 2012,
h.1).
Perkembangan nuklir Iran yang terjadi di tahun 1995 dilakukan atas
kerjasama Rusia dengan meneruskan pembangunan empat reaktor nuklir aktif
yang digunakan untuk pengembangan uranium dan plutonium, dan tiga reaktor
nuklir khusus untuk riset teknologi nuklir. Empat reaktor nuklir yang digunakan
untuk pengembangan uranium dan plutonium di antaranya adalah Bushehr,
Natanz, Arak, dan Asfahan, sedangkan tiga reaktor nuklir khusus untuk
melakukan riset teknologi nuklir adalah yang dibangun di Tehran, Yazd, dan
Kharaij (Cordesman 2000, h.9).
Iran juga tunduk di bawah pasal-pasal yang berlaku pada hukum NPT
(Non-Proliferation Treaty). Iran menandatangani saat pertama kali perjanjian
30
tersebut diresmikan 1 Juli 1968, kemudian diratifikasi pada 2 Februari 1970
(Jahanpour 2007, dikutip Pratama 2008, h.6). Aturan tersebut meyebutkan bahwa
negara-negara di dunia berhak untuk mengembangkan teknologi nuklir untuk
keperluan damai dan mencegah transfer senjata nuklir pada negara lain (Gogary
2007, h.304). Namun demikian, pengembangan nuklir Iran tetap mendapat kritik
dan tekanan dari AS dan sekutunnya. Walaupun sepenuhnya pengembangan
teknologi Iran telah tunduk dan berada di bawah pengawasan IAEA dan NPT
(Gogary 2007, h.315).
Presiden Ahmadinejad meyakinkan masyarakat internasional bahwa Iran
memang benar-benar membutuhkan penambahan kapasitas listrik yang setiap
tahun meningkat (Gogary 2007, h.315). Jika hanya mengandalkan minyak dan gas
maka dalam jangka panjang Iran akan mengalami krisis energi di tengah lonjakan
harga minyak dunia yang terus meningkat (Labib et al 2006, h.181).
2.2 Kebijakan Moderinisasi Militer Iran
Kebijakan modernisasi militer Iran telah dilakukan pasca perang Irak-Iran
pada tahun 1980-1988. Pada perang Teluk, Iran belum mempunyai senjata militer
yang memadai karena Ayatullah Khomeini tidak meneruskan ambisi Shah Pahlevi
untuk mengembangkan teknologi nuklir tersebut. Iran hanya memiliki rudal-rudal
jarak pendek yang dinamakan Rudal Scud B dengan daya jelajah 300 km dan Scud
C dengan daya jelahah 600 km (Rahman 2003, h.192).
Pengembangan militer Iran pasca perang Iran-Irak naik menjadi 5.77
miliar USD (Byman et al 2001, h.42) dengan perluasan kerjasama yang
31
melibatkan Korea Utara, Rusia, dan Cina. Kerjasama Iran dengan Cina
menghasilkan produk rudal balistik jarak menengah yakni, 800-1000 km yang
dinamakan rudal Scub B dan Iqab. Kerjasama Iran dengan Korea Utara
menghasilkan rudal Scub B versi Korea Utara dengan daya jelajah 300 km dan
rudal balistik Shanian 1 dan Shanian 2 yang masing-masing memiliki daya 500-
800 km (Jayaputri 2012, h.84). Kerjasama Iran dan Rusia juga membantu Iran
dalam memproduksi rudal balistik yang dinamakan Shahab 1, Shahab 2, dan
Shahab 3 dengan daya 1300 km (Gogary 2007, h.271). Perkembangan rudal
Shahab ini, diharapkan dapat meningkatkan bargaining Position Iran terhadap
Israel di Timur Tengah yang merupakan sekutu dekat AS. Dengan demikian,
akan tercipta balance of power militer di kawasan Timur Tengah (Rahman 2003,
h.198).
Dalam pengembangan militer Iran selanjutnya, Iran juga telah berhasil
melakukan uji coba rudal balistik terbarunya, yakni rudal Shahab 1, 2, dan 3
sebanyak delapan kali pada tahun 1998-2003 (Jayaputri 2012, h.84). Rudal
balistik Shahab 1 berdaya jelajah sejauh 300 km, Shahab 2 berdaya jelajah sejauh
550 km (Gogary 2007, h.270). Rudal balistik Shahab 3 berdaya jelajah 1300 yang
mampu menjangkau wilayah Israel, kawasan Teluk (pangkalan militer AS di
wilayah Oman, Yordania, Arab Saudi, dan Irak), Pakistan, India, Turki, Asia
Tengah dan sebagian kawasan Laut Merah (www.globalsecurity.org).
32
Gambar 2.1 : Rudal Shahab 3
www.voaindonesia.com
Pengembangan militer Iran sendiri bertujuan untuk membangun kekuatan-
kekuatan strategis yang memiliki sisi kekuatan penangkal serangan kredibel dan
memberikan perlindungan dari serangan AS dan Sekutunya, yang seringkali
menyasar proyek instalasi nuklir dan militer Iran (Gogary 2007, h.270). Sejak
tahun 2003 Iran telah memiliki kurang lebih 100 instalasi yang khusus
memproduksi senjata rudal balistik berbagai ukuran. Instalasi tersebut
mempekerjakan ribuan karyawan dan teknisi dalam negeri Iran. Iran juga
membangun terowongan rahasia bawah tanah yang terletak di kawasan pantai
Teluk Persia untuk menyimpan rudal balistik segala macam model (Rahman
2003, h.198). Hal ini dilakukan Iran untuk menyulitkan kemungkinan operasi
serangan Amerika Serikat dan Israel ke tempat penyimpanan rudal-rudal Iran.
Tabel 2.1: Jenis-jenis Rudal Balistik Iran yang telah diproduksi sendiri :
No. Jenis Rudal Daya Jelajah (km) Keterangan
1. Hasheb 9 Aktif
2. Shanin-1 13 Aktif
3. Shanin-2 30 Aktif
4. Arash-1 18 Aktif
5. Arash-2 18 Aktif
6. Oghab 45 Aktif
7. Fadjr-3 45 Aktif
33
8. Fadjr-5 75 Aktif
9. Zelzal 100-400 Aktif
10. Fateh 110 200 Aktif
11. Shahab-1 300 Aktif
12. Shahab-2 550 Aktif
13. Shahab-3 1.300 Aktif
14. Ghadr-1 1.800 Aktif
15. Shahab-4 2.000 Dikembangkan
16. Shahab-5 5.500 Dikembangkan
17. Shahab-6 10.000 Dikembangkan
18. Supersonic 300 (ke arah laut) Aktif
Sumber: Anthony H. Cordesman and Martin Kleiber, 2007, Iran‟s Military Force and Warfighting
Capabilities: The Thread in the Northern Gulf, London: Praeger Security International, h.68.
Iran juga mengembangkan perangkat militer di sektor lainnya seperti kapal
perang, dan pesawat tempur buatan teknologi dalam negeri Iran.
Tabel 2.2: Daftar Peningkatan Armada Kapal Perang Iran
No. Nama Kapal Jenis Keterangan
1. Dzulfiqar Selam Tahap Produksi
2. Seraj Selam Tahap Produksi
3. Qaem Selam Beroperasi
4. Ghadir Selam Beroperasi
5. Frigate Non-Selam Beroperasi
6. Hovercraft SR N6 Selam,Darat Beroperasi
7. Hovercraft BH7 MK5 Selam,Darat Beroperasi
Tabel 2.3: Daftar Peningkatan Armada Pesawat Tempur Iran
No. Nama Pesawat Jenis Keterangan
1. Azarakhsh Berawak Beroperasi
2. F4 Berawak Beroperasi
3. F7 Berawak Beroperasi
4. FT 7 Berawak Beroperasi
5. IL-76 AEW Berawak Beroperasi
6. MIG 29 Berawak Beroperasi
7. Karrar Tanpa awak Beroperasi
8. SU 24 Berawak Tahap negosiasi
34
9. Saaqeh F4D,F4E, RF4E Berawak Tahap produksi Sumber: Sabrina Jayaputri, 2012, Pengaruh Dinamika Persenjataan Konvensional Iran Di Era
Mahmoud Ahmadinejad Terhadap Keamanan Regional Di Timur Tengah, Tesis Pasca Sarjana
Universitas Indonesia, h.74.
Secara umum, paling berperan dalam pengembangan nuklir Iran adalah
Rusia, meskipun Iran melakukan kerjasama juga dengan Korea Utara dan
Tiongkok. (Rahman 2003, h.195). Dalam konteks ini Perdana Menteri Rusia,
Vladmir Putin memperkuat pernyataan tersebut dengan mengatakan ― Rusia akan
selalu melakukan kerjasama militer dengan Iran dan akan terus memberikan
senjata yang dibutuhkan Iran untuk keperluan pertahanan kedaulatan Iran‖.
Kejasama Iran-Rusia di bidang militer dan nuklir mlulai direalisasikan pada tahun
1994, ketika Rusia mengumumkan akan menyelesaikan reaktor Busherh yang
sempat terhenti pada masa Shah Pahlevi (Cordesman 2000 h.10). Selain itu, Iran-
Tiongkok juga melakukan kerjasama dalam hal pembangunan reaktor 300
megawatt di dekat Teheran serta mengembangkan gas di Isfahan, dan
memproduksi Kalutron di Karaij (Cordesman 2000, h.9).
Dengan adanya dukungan dari Rusia dan Tiongkok terhadap Iran, maka
AS beserta sekutunya memberikan kelonggaran tekanan kepada Iran karena Rusia
dan Tiongkok mengancam akan menggunakan hak vetonya terhadap keputusan
yang memberatkan Iran, terutama keputusan untuk menggunakan opsi militer
dalam menyelesaikan sengketa nuklir Iran (Gogary 2007, h.151). Oleh sebab itu,
upaya penyerangan AS dan Sekutu melalui jalur militer hanya sebatas rencana
belaka yang perlu dikalkulasikan terlebih dahulu (Gogary 2007, h.253).
Tidak hanya didukung oleh alutsista (alat utama sistem persenjataan),
kekuatan militer Iran didukung oleh struktur militer dan angkatan bersenjatanya.
35
Angkatan bersenjata Iran terdiri dari angkatan bersenjata reguler dan kesatuan
Garda Revolusi Iran yang lebih dikenal dengan nama Sepah Pasdaran Inqilab
Islamy yang memiliki pengaruh terhadap kebijakan luar negeri Iran (Ehteshami
dan Zweiri 2007, h.83). Pada tahun 2007 total keseluruhan anggota angkatan
bersenjata sebanyak 545.000 personil. Angkatan militer dari Sepah Pasdaran juga
memiliki Milisi Sukarelawan yang disebut dengan Basij. Basij merupakan bagian
dari Pasukan Grda Revousi yang di peritahkan agar dijalankannya pengerahan
massa serta pelatihan militer kepada pemuda-pemuda Iran yang berperan bersama
personel militer lainnya ke medan perang (Alcaff 2008, h.60) dan memiliki
90.000 anggota aktif, 300.000 anggota cadangan, dan 11.000.000 personil yang
siap dimobilisasi setiap waktu (Byman et al 2001, h.38) karena dalam situasi
penekanan yang dilakukan AS, pasukan Basij berusaha untuk mencegah serangan
dari pihak asing (Ehteshami dan Zweiri 2007, h.84).
Pasukan Garda Revolusi Islam Iran, didirikan setelah revolusi Iran tahun
1979 untuk melindungi sistem Islam negara itu dan sebagai penyeimbang
angkatan bersenjata (www.bbc.co.uk). Sejak itu unit ini menjadi kekuatan militer,
politik dan ekonomi berpengaruh di Iran yang memiliki hubungan dekat dengan
Pemimpin Tertinggi, Ayatullah Khamanei (Byman et al 2001, h.49). Pasukan
Garda Revolusi ini juga memiliki hubungan dekat dengan Presiden Mahmoud
Ahmadinejad yang mantan anggota unit ini. Pasukan ini diperkirakan memiliki
125.000 tentara aktif dan memiliki angkatan darat, laut dan udara tersendiri. Serta
menguasai senjata strategis milik Iran. Garda Revolusi yang dikendalikan oleh
Yahya Rahim Safavi sebagai pemimpin unit para militer Pasukan Perlawanan
36
Basij dan menguasai sebagian besar perekonomian negara itu (Byman et al 2001,
h.54). Apabila serangan militer AS terhadap Iran benar terjadi, maka akan banyak
memukul kepentingan AS sendiri. Di samping itu, Iran telah menyusun strategi
balasan militer yang tersusun sangat bagus, baik dari serangan gerilyawan darat,
serangan udara dengan jet-jet tempur milik Iran, maupun melewati jalur laut
dengan kapal-kapal perang Iran yang memiliki pendeteksi jarak jauh (Kazhim dan
Hamzah 2007, h.171). Saat ini, Iran tidak akan lebih dulu menyerang AS karena
strategi yang dilakukan Iran bersifat bertahan bukan menyerang.
2.3 Ahmadinejad Di Mata Internasional
Mantan Walikota Teheran Mahmud Ahmadinejad, terpilih sebagai
Presiden Iran melalui pemilihan umum mengalahkan calon Presiden lainnya
Akbar Hashemi Rafsanjani yang merupakan mantan Presiden dan juga seorang
tokoh politik Iran yang cukup senior dan popular.pada tanggal 8 Agustus 2005,
Mahmud Ahmadinejad secara resmi menjabat sebagai Presiden Republik Islam
Iran yang ke enam (www.nti.org). Ahmadinejad dipandang sebagai tokoh
Konservatif garis keras dengan latar belakang revolusioner yang cenderung
menggunakan pendekatan konfrontatif dengan Amerika Serikat (Recknagel 2005).
Para analis dalam politik Barat berpendapat bahwa Ahmadinejad
merepresentasikan kelas revolusioner Konservatif baru Iran, seperti kelompok
masyarakat Iran veteran Perang Irak-Iran tahun 1980-1988 yang dianggap lebih
keras dan konfrontatif kepada negara-negara Barat dan AS menimbulkan reaksi
keras adari negara Barat, AS, dan Israel (Recknagel 2005). Kebijakan politik luar
37
negeri Iran di masa Ahmadinejad dapat dikatakan isi nuklir Iran akan
dikembangkan secara transparan kepada dunia. Dalam sebuah pidato di siding
umum PBB 18 september 2005, Presiden Ahmadinejad menyampaikan bahwa
negara-negara adidaya menghalangi secara terang-terangan akses terhadap
teknologi nuklir damai, dan menurutnya negara-negara adidaya tersebut
menggunakan propaganda yang mendeskreditkan program nuklir damai Iran
(Rahman 2006, h.121).
Revolusi Islam Iran telah memutus peluang AS mendapatkan kontrak
pembelian senjata seperti yang telah terjadi pada masa pemerintahan Shah Pahlevi
(Kazhim dan Hamzah 2007, h.35). Pemimpin Iran, Ahmadinejad tidak memiliki
basis politik tradisional dalam artian tidak berasal dari kalangan Ulama yang
merupakan aktor dominan politik Iran. Namun, tiap langkah yang diambil oleh
Ahmadinejad dalam menggagas politik sangat keras. Gagasan mengenai
kemandirian Iran dalam hal teknologi. Hal tersebut di persepsikan sebagai upaya
dari nilai-nilai revolusi Islam yang dirasakan semakin jauh dari kondisi nyata
(Labib et al 2006, h.147).
Presiden Iran melakukan kunjungan negara ke negara-negara musuh AS di
Amerika Latin, seperti Venezuela, Nikkaragua, Kuba, dan Ekuador. Keempat
negara tersebut memiliki hubungan yang tidak harmonis dengan AS, dan para
pemimpin negara itu melakukan sejumlah kunjungan ke Teheran selama empat
tahun terakhir sejak 2008 (Kazhim dan Hamzah 2007, h.41). Menurut
Ahmadinejad, kunjungannya tersebut hanya ingin memuji negara-negara yang
sama-sama berjuang melawan dominasi AS. Ancaman dari AS yang menyerukan
38
kepada negara-negara Amerika Latin untuk menentang hubungan apapun dengan
Iran. Sikap dari negara Amerika Latin yang menentang kemauan AS dan
mendukung program nuklir Iran (Labib et al 2006, h.134).
2.4 Kegiatan Militer Iran di Selat Hormuz
Pada 28 Desember 2011, Iran menyelenggarakan pelatihan angkatan laut
enam hari di Selat Hormuz, Teluk Persia yang bertujuan untuk menunjukkan
kapasitas kemampuan angkatan militernya. Menurut Laksmana Habibollah
Sayyari, dalam pernyataannya yang disiarkan kentor berita ISNA, pelatihan itu
bersandi "Velayat 91" meliputi daerah yang termasuk selat itu, Laut Oman dan
bagian-bagian dari Samudra India (www.antaranews.com)
Iran bertujuan untuk meunjukkan kemampuan pertahanan angkatan laut
dengan melakukan pelatihan ini, dan mengirim pesan perdamaian dan
persahabatan kepada negara-negara di kawasan (www.rt.com). Dalam pelatihan
tersebut, Kapal-kapal perang dan kapal selam digunakan dan diuji Iran sering
melakukan uji coba rudal dan manuver untuk menegaskan kekuataan militernya
dan berulang-ulang mengancam akan menutup Selat Hormuz bagi lalu lintas
kapal-kapal tangki seandainya Iran diserang.
Angkatan laut Iran, dengan 17.000 personil, bertugas untuk mengawal
kepentingan-kepentingan Iran di Teluk Persia, Samudra India dan tempat lain.
Selain itu, Iran juga menugaskan pasukan lepas pantai yang terdiri dari enam
pergat kecil dan perusak, dan tiga kapal selam Kelas Kilo Project 363 buatan
Rusia. Secara lebih spesifik, satuan angkatan laut dari pasukan elit Sepah
Pasdaran bertugas mempertahankan perairan Iran di Teluk Persia. Iran mengecam
39
kehadiran pasukan asing termasuk Amerika Serikat, khususnya yang digelar di
Teluk tersebut. (www.antaranews.com).
Peralatan tempur terbaru yang ada di Angkatan Laut Iran diujicoba dalam
kegiatan ini, termasuk peluncuran kapal selam kelas berat Tareq 901 yang telah
ditingkatkan kemampuannya dan kelas-kelas lain (www.nti.com), kemajuan kapal
generasi baru yang dilengkapi roket serta speed boat yang dipersenjatai roket serta
puluhan proyek elektronik (www.indonesian.ws.irib.ir). Kegiatan militer besar-
besaran ini digelar pada saat AS dan negara-negara Barat menerapkan sanksi
ekonomi lebih berat kepada Iran terkait laporan terbaru Badan Energi Atom
Internasional (IAEA) yang mengindikasikan Iran sedang mengembangkan senjata
pemusnah massal nuklir (www.globalresearch.ca).
Latihan Perang Angkatan Laut Iran dengan sandi Velayat 91, di wilayah
dekat Selat Hormuz, tetap memberikan jalur khusus untuk kapal-kapal komersial
pengangkut minyak yang melewati kawasan sempit itu (www.rt.com). Laksamana
Amir Rastegari mengatakan bahwa Angkatan Laut meminta kapal-kapal
komersial untuk menyebutkan kode-kode agar tidak terjadi kerugian bagi Iran
(www.theiranproject.com).
40
Gambar 2.2: Kapal Perang Angkatan Laut Iran
Sumber: vovworld.vn
Kegiatan ini seolah menegaskan kembali kemampuan Iran menutup Selat
Hormuz, jalur yang dilewati 20% pasokan minyak dunia. Sayyari menegaskan,
pihak Angkatan Laut Iran dan Korps Garda Revolusi Iran memiliki kemampuan
untuk menutup Selat Hormuz, tetapi hingga saat ini belum ada keputusan untuk
menjalankan hal itu. Kementerian Luar Negeri Iran mengatakan penutupan Selat
Hormuz tidak ada dalam agenda Iran. Meski demikian, Kementerian Luar Negeri
Iran menegaskan bahwa Iran akan memberi "reaksi" apabila ketegangan dengan
Barat akhir-akhir ini pecah menjadi konflik terbuka (www.telegraph.co.uk).
Teheran juga merasa terganggu oleh hubungan negara-negara di Teluk Persia
dengan militer AS (Byman et al 2001, h.75)
Kegiatan militer yang dilakukan Iran di Perairan Selat Hormuz merupakan
hak Iran untuk melindungi kepentingan-kepentingan nasional sebagai suatu entitas
yang berdaulat. Disamping itu, bila merujuk kepada konsep keamanan nasional
Barry Buzan, Iran sebagai referent object adalah pemilik hak yang paling
41
mendasar untuk bertahan dari tekanan dan ancaman AS dan Selat Hormuz
menjadi objek yang harus dilindungi melalui kebijakan keamanan. Begitupun
latihan militer ini, memiliki efek detterence untuk AS dengan menunjukkan
bahwa Iran mampu untuk mengatasi tekanaan-tekanan yang dilakukan AS dan
sekutunya. Namun demikian, latihan militer ini, ditafsir oleh AS dan sekutunya
sebagai tindakan yang ofensif.
42
BAB III
Kepentingan Amerika Serikat dalam Merespon Latihan Militer Iran di Selat
Hormuz 2011-2013
Hubungan AS dengan Iran adalah hubungan yang didominasi dengan
ketegangan dan permusuhan sejak Iran mengalami revolusi Islam di tahun 1979.
Sebelumnya, di era pemerintahan Shah Reza Pahlevi, Iran merupakan salah satu
aliansi terkuat Amerika di Timur Tengah. kondisi permusuhan aantara Iran dan
AS tercipta akibat sikap Iran yang tidak lagi mendukung kebijakan-kebijakan AS
di kawasan Timur Tengah, terutama yang terkait dengan posisi Israel dan interaksi
AS dengan negara-negara produsen minyak seperti Arab Saudi dan sekutunya.
Hubungan ini semakin memanas setelah Iran mengaktifkan kembali program
nuklirnya di masa Ahmadinejad pada tahun 2006. Program nuklir Iran membuat
petinggi-petinggi AS melabeli negara Teheran bersama dengan Irak dan Korea
Utara sebagai poros setan (the axis of evils).
Bab III ini menganalisa kepentingan-kepentingan Amerika Serikat
dikawasan Timur Tengah, khususnya dalam relasinya dengan Iran. Adapun
kepentingan AS di Iran dapat dibagi menjadi 2 kategori (1) kepentingan
Geostrategis dan geopolitik dan (2) kepentingan Ekonomi.
43
3.1 Kebijakan Amerika Serikat Pada Masa George W Bush
Amerika Serikat dikenal negara yang memiliki sifat yang arogan dan
sering mengambil tindakan unilateral.9 Hal ini disebabkan oleh beberapa faktor,
pertama, runtuhnya Uni Soviet dan berakhirnya Perang Dingin menyebabkan AS
menjadi satu-satunya negara adidaya di dunia, maka tidak ada yang yang berani
melawan tindakan Amerika demi kepentingan nasionalnya. Kedua, kekuatan
ekonomi AS yang dominan melebihi Uni Eropa dan Jepang. Ketiga, George W
Bush yang dikenal dengan Bush menginginkan adanya peran negara dan pasar
dengan menaikkan pajak yang ditargetkan mencapai 1,3 triliyun USD dalam 10
tahun sehingga menaikkan surplus perekonomian AS menjadi 2,2 triliyun USD
(Safitry 2007, h.57). Dalam kurun waktu 2003-2007, pemerintah AS
menganggarkan sebanyak 85 miliar USD (Tonkin 2011, h.36) untuk
meningkatkan kemampuan militer sekutu-sekutunya yang tergabung dalam
NATO (North Atlantic Treaty Organization) (Anwar 2003, h.14).
Sikap unilitarisme AS makin terlihat pasca tragedi 9/11 yang meruntuhkan
icon ekonomi AS, gedung WTC. Setelah peristiwa tersebut, konstelasi politik
internasional mengalami perubahan fokus mengenai masalah-masalah keamanan
(Afrasiabi dan Maleki 2003, h.255). Kejadian tersebut adalah hal yang
memalukan bagi Amerika karena merupakan hal yang buruk sepanjang sejarah
AS yang belum pernah mengalami serangan-serangan dari luar sejak 1945. Pasca
tragedi tersebut, AS dibawah kepemimpinan George Walker Bush semakin
menunjukan kemapuannya sebagai negara adidaya (Anwar 2003, h.21).
9 Sikap melakukan tindakan sepihak tanpa memperdulikan kedaulatan negara lain.
44
Amerika Serikat menjadi salah satu suara vocal yang mengecam keras
aktifitas nuklir Iran. Pandangan tersebut menjadikan AS baik dalam NPT, IAEA
maupun DK-PBB melihat Iran sebagai ancaman keamanan internasional (Asli
2006, h.12-21). Pada masa kepemimpinannya Bush pernah mengumandangkan
‖Doktrin Bush‖ di hadapan kongres AS tanggal 20 September 2001. Kecaman dan
deretan sanksi yang dijatuhkan AS terhadap Iran, Washington berulang kali
menggunakan kekuatan militer terhadap Teheran apabila tidak mau bekerjasama
berkaitan dengan pengembangan nuklir Iran. Dalam pandangan AS, Iran dinilai
tidak transparan dalam proses investigasi dan ditemukan pelanggaran kesepakatan
yang termuat dalam NPT pada tahun 2005.
Dalam kesempatan tersebut Bush mengeluarkan ancaman kepada dunia
internasional, “you are either with us or you are with the terrorist”. Bush juga
mengatakan, “Either you are with us or against us” (www.voanews.com).
Pernyataan yang lebih dikenal dengan Doktrin Bush ini jelas-jelas memaksa
negara-negara lain di dunia menentukan sikap dan seolah telah membagi dunia
menjadi dua belahan, yakni teroris dan bukan teroris. Doktrin inilah yang
melegitimasi serangan AS ke Afghanistan dengan alasan untuk menumpas
terorisme (Byers 2002, h.155). Doktrin Pre-emptive Strike10
merupakan buah
pemikiran Presiden Bush dan tokoh-tokoh Neo-Konservatif AS yang
berpandangan unilateralisme (Anwar 2003, h.18-20).
Tokoh-tokoh Neo-Konservatif AS diantaranya adalah Wakil Presiden Dick
Cheney, Menteri Pertahan Donald Rumsfeld, Richard Pele sebagai Kepala Dewan
10
melakukan penyerangan terhadap musuh sebelum musuh melakukan ancaman dan mengambil
tindakan lebih
45
Kebijakan Pertahanan, dan Paul Wolvowitz sebagai Wakil Menteri Pertahanan
(Kazhim dan Hamzah 2007, h.126). Oleh karenanya, setiap formulasi kebijakan
luar negeri AS tidak terlepas dari pengaruh tokoh Neo-Konservatif di atas.
Sekalipun AS dipimpin oleh presiden yang berhaluan multilateralisme, kelompok
Neo-konservatif tetap memilik akses terhadap pembuatan kebijakan luar negeri
dan keamanan nasional AS yang mengkritik kaum Islam garis keras memiliki
perbedaan antara politik dan ideologi (Mirsepassi 2010, h.10).
Presiden Bush mengatakan bahwa Iran di bawah kepemimpinan Mahmoud
Ahmadinejad tengah mengembangkan senjata pembunuh massal. Amerika Serikat
mengeluarkan banyak strategi mulai dari pengintaian oleh agen Central
Intelligence Agency11
yang berada di Iran sampai mendanai kelompok-kelompok
pembangkang Suku Kurdi di Iran untuk berkerjasama dengan AS (Gogary 2007,
h.317). Melalui CIA, Amerika mendapatkan informasi tentang instalasi nuklir Iran
yang bernama Natanz yang menurut AS telah dijadikan tempat untuk
pengembangan heavy water sebagai pembiak cepat faster breeder; reaktor yang
menghasilkan plotonium yang penting untuk pembuatan senjata nuklir (Rahman
2003, h.18). Pemerintah Iran membantah tuduhan AS tersebut, tetapi mengakui
bahwa memang Iran melakukan pengembangan teknologi nuklir sebagai energi
listrik bukan senjata nuklir (Jamaan 2007, h.48).
11
Selanjutnya disingkat CIA
46
3.2Kebijakan Amerika Serikat Pada Masa Barack H Obama
Kepimpinan Barack Obama atau yang biasa disebut dengan Obama lebih
menggunakan soft power dan merubah fokusnya ke Asia Pasifik, tidak lagi di
Timur Tengah (Mirsepassi 2010, h.9). Iran di minta mempertimbangkan tawaran
Obama untuk memajukan hubungan dengan AS (Brumberg 2010 h.25). Namun
demikian, di masa pemerintahan Obama juga berusaha meyakinkan dunia
internasional mengenai ancaman aktivitas program nuklir Iran, bersama dengan
Inggris dan Perancis berkonsolidasi untuk memperingatkan Iran bahwa kesabaran
internasional mulai memudar (www.washingtonpost.com), dan resolusi DK-PBB
tetap diberlakukan pada tanggal 9 Juni 2010, sanksi dibidang perdagangan dan
investasi, asuransi, dan usaha keuangan lainnya yang membuat Iran semakin sulit
memperoleh peralatan khusus dan bahan yang dibutuhkan untuk program nuklir
dan militernya (Brumberg, 2010, h.4). Tindakan unilateral AS melalui sanksi di
sektor energi Iran, industry perbankan, dan aktivitas Pasukan Garda Revolusi Iran
pada 1 Juni 2010 (www.whitehouse.gov).
Dalam pemerintahan Obama untuk mencapai kesepakatan dengan Iran
terkait pengembangan nuklirnya masih menjadi tantangan dalam kebijakan luar
negeri AS. Upaya Obama membuat Iran menghentikan program nuklirnya tidak
jauh berbeda dengan yang dilakukan oleh Bush. Meskipun tidak memakai
kekuatan militer, AS dibawah kebijakan Obama memperketat banyak sanksi yang
telah diberlakukan terhadap Iran sebelumnya dengan memperluas embargo senjata
di tahun 2010. Kesepakatan dengan pihak Iran tidak mencapai kesepakatan dalam
47
pemerintahan Obama. Amerika dan negara- negara UE3 menambahkan hukuman
bagi Iran dengan melarang adanya impor minyak dari Iran di tahun 2012.
Kebijakan pemerintahan Bush terhadap Iran dapat dikatakan berbentuk
diplomasi koersif dimana langkah diplomasi yang bergantung pada langkah
paksaan atau hukuman seperti sanksi ekonomi, politik, dan tekanan militer
(Fatholah 2011). Pada masa pemerintahan Obama lebih banyak meneruskan apa
yang menjadi kebijakan Bush sebelumnya dan memperketat sanksi bagi Iran.
Obama menginginkan adanya diplomasi dengan negara-negara muslim termasuk
Iran serta Obama bersedia melakukan perundingan langsung tanpa syarat dengan
pemerintahan Iran. Namun, praktiknya AS di bawah Obama terus memperluas
sanksi illegal terhadap Republik Islam dan mengambil kebijakan-kebijakan yang
arogan seperti Bush (www.indonesia.irib).
3.1 Kepentingan Geostrategis
Runtuhnya Uni Soviet membuat AS menjadi satu-satunya negara super
power di dunia untuk saat ini (www.globalsecurity.org). Transformasi dunia paska
runtuhnya komunis mengarahkan dunia pada tatanan unipolar dibawah hegemoni
AS (Waltz 2000, h.5). Unipolaritas ini juga memberikan pengaruh yang sangat
besar di kawasan Timur Tengah. Amerika Serikat berhasil membuat kemajuan
besar dalam mengembangkan hubungannya dengan beberapa negara aliansinya di
kawasan Teluk, dalam kondisi demikian, AS mampu meningkatkan eksistensi di
kawasan untuk memproyeksikan kekuatannya dan kapabilitasnya sebagai
48
hegemon yang memberikan pengaruh penting dalam kebijakan negara-negara di
Timur Tengah (Cordesman 1997, h.68).
Pada masa sebelum revolusi, secara geopolitik hubungan antara kedua
negara terbentuk karena adanya kepentingan pada satu negara terhadap negara
yang lainnya. Kebijakan luar negeri AS terhadap Iran di masa revolusi ditujukan
untuk mengimbangi super power lain di kawasan itu yaitu Uni Soviet (Pratama
2008, h.63); Sedangkan dari sisi Iran, kebijakan luar negeri Iran lebih didasari
karena pola perilaku Balance of power yang tercipta akibat konfrontasi perang
dingin AS-Uni Soviet (Shahram dan Zabih 1974, h.87).
Saat ini, kompetisi antara AS-Rusia kembali terlihat lagi di Timur Tengah,
meskipun Perang Dingin telah berakhir. Hal ini terjadi karena kedua negara
tersebut berusaha kembali memperkuat pengaruh masing-masing lewat negara-
negara aliansi yang dibangun mereka. Dalam konteks ini Rusia mempunyai
hubungan dekat dengan Iran terkait bidang militer seperti, persenjataan Iran
merupakan pasar terbesar Rusia setelah Tiongkok. Posisi Rusia sebagai sponsor
utama pembangunan reaktor nuklir Irantelah disepakati tahun 1995. Tetapi AS
mendesak Rusia untuk menghentikan segala bantuannya terhadap Iran terutama
pengembangan nuklir Iran (www.nytimes.com). Namun, sejauh ini belum ada
pernyataan bahwa Rusia akan menghentikan bantuannya untuk nuklir Iran. Pada
tahun 2002, Rusia disinyalir membantu proses pembangunan reaktor Bushehr dan
pemasok bahan bakarnya (www.world-nuclear.org). Hal tersebut menunjukkan
bahwa Rusia terus memberi dukungan terhadap Iran dan mempunyai hubungan
yang baik dengan Teheran (Khajehpour 2015). Rusia memiliki mengambil
49
keuntungan dari ketegangan antara AS dan Iran. Namun disisi lain, Rusia
menginginkan adanya diplomasi untuk menghadapi Iran.
Posisi Rusia yang menjadi mitra Iran secara tidak langsung memperkuat
pengaruh Rusiadi Timur Tengah, karena Iran merupakan negara yang cukup
berpengaruh, baik dari sisi politik dan ideologi maupun sumber daya alam berupa
sumber-sumber energi yang melimpah. Secara politik dan ideologi, sejak revolusi
Iran 1979 yang mengusung model teokrasi Shiah, Iran telah berhasil
menghidupkan kembali kelompok-kelompok pro—Shiah yang mendukung
kepemimpinan Iran di Timur Tengah. Karena itu, Iran kemudian memiliki
hubungan dekat dengan Suriah, dan Lebanon, serta beberapa rezim seperti rezim
Bashar Al-Assad di Suriah (Ehteshami 2012, h.287-288). Secara sumber daya
alam, Iran memiliki cadangan energi berupa gas alam yang sangat berlimpah
(www.eia.gov).
Sedangkan Amerika telah membangun aliansi dengan beberapa negara di
Timur Tengah seperti, Irak, Afghanistan, Israel dan negara-negara GCC. Yang
menjadi persoalan di sini, negara-negara aliansi AS di Timur Tengah adalah
negara-negara yang secara ideologi merupakan rival dari Iran. Negara-negara
tersebut mayoritas merupakan negara pendukung kepemimpinan Arab Saudi yang
merupakan negara pengusung ideologi Sunni. Lebih jauh lagi, Iran juga
memberikan ancaman keamanan bagi aliansi-aliansi AS di Timur Tengah dengan
pengembangan progam nuklirnya. Israel sebagai negara yang selama ini menjadi
musuh utama Iran di kawasan adalah yang merasa paling terancam dengan
keberadaan program nuklir Iran. Hal yang sama juga dirasakan oleh Arab Saudi
50
dan negara-negara Teluk yang secara umum masih jauh tertinggal dari Iran di
bidang militer (Bojarczyk 2012, h.91).
Dalam konteks inilah AS perlu membangun aliansi yang kuat dengan
negara-negara yang bisa mendukung realisasi tujuan-tujuan tersebut, seperti Israel
dan sejumlah negara yang tergabung di Gulf Cooperation Council (GCC). Aliansi
Amerika Serikat-Israel dibangun oleh dua asumsi yang saling menguatkan, yaitu
one political-one geopolitical, yang menjadi basis kemitraan; pertama, Amerika
Serikat dan Israel saling memahami dan mematuhi komitmen terhadap nilai-nilai
demokrasi bangsa Barat. Kedua, Amerika Serikat dan Israel sama-sama memiliki
pandangan yang sama tetang ancaman dan tantangan regional (Malka 2006,
h.xviii). Disamping itu, aliansi Amerika Serikat-Israel juga telah membuka jalan
bagi keduanya untuk bekerjasama lebih jauh dari sekedar isu keamanan
tradisional (www.washingtoninstitute.org).
Hubungan AS dengan Israel pada era George W Bush sangat erat. AS
memberikan bantuan materi dan diplomasi. Salah satu kepentingan AS di Timur
Tengah adalah mendukung.eksisistensi negara Israel yang hingga kini belum
sepenuhnya mendapat pengakuan dari negara-negara di Kawasan Timur Tengah.
Terhitung sejak perang enam hari antara Arab dan Israel tahun 1967
(www.history.state.gov), AS juga menjadi pihak yang memberikan pengaruh
penting sebagai mediator dalam proses perdamaian antara Arab-Israel (Hafiatullah
2009, h.75). Kebijakan luar negeri AS di Timur Tengah akibat juga didukung oleh
aktivitas lobi Israel.
51
Eksistensi Israel semakin kuat dengan kebijakan AS yang memberikan
bantuan pembayaran pajak, menerima subsidi langsung sekitar 500 juta USD per
tahun,memperoleh bantuan senjata, kebutuhan primer dan sekunder yang
diproduksi oleh AS(Sharp 2015, h.2). Amerika juga memberikan bantuan dalam
membuat senjata nuklir, sehingga menjadikan Israel sebagai salah satu negara
pemilik nuklir di Timur Tengah.
Israel dan AS telah sejak lama menjalin sebuah hubungan istimewa. AS
adalah negara pertama yang mengakui berdirinya Negara Israel tahun 1948
(www.state.gov). Bagi AS, Israel merupakan sekutu non-NATO yang terdekat di
Timur Tengah, sebuah wilayah yang strategis bagi AS secara geopolitik
(www.washingtonpost.com). Dekatnya hubungan AS dan Israel tercermin dari
jumlah bantuan yang diterima Israel dari Amerika (Sharp 2015, h.1). Sejak perang
dunia ke II, Israel merupakan Negara yang menerima bagian terbesar dari total
bantuan yang diberikan AS yakni sebesar 156 trilyun dolar bantuan langsung dari
AS pada periode 1949-2006 (Israel 2013, h.12).
Amerika juga meminjamkan uang ke Israel, tapi pinjaman ini seringkali
dihapuskan sebelum dilunasi. Laporan Washington untuk urusan Timur Tengah
memperkirakan bahwa sejak tahun 1974 sampai 2003 Israel diuntungkan lebih
dari $45 milyar dari pinjaman AS yang dihapuskan tersebut (Sharp 2015, h.2).
Bantuan langsung AS telah berkurang secara signifikan sejak tahun 1996 untuk
mengurangi ketergantungan ekonomi Israel terhadap AS. Akan hal ini, dalam
Kongres AS pada bulan Juli 1996, Mantan PM Israel Benyamin Netanyahu
menyatakan,
52
―We will begin the long-term process of gradually reducing the level of
your generous economic assistance to Israel.‖ [Kami akan mengawali proses
jangka panjang secara bertahap untuk mengurangi bantuan ekonomi anda
(AS) kepada Israel] (www.mfa.gov.il).
Dalam bidang politik, AS memberikan juga banyak memberi dukungan
politik kepada Israel. Pada tahun 1972, AS mencegah disahkannya resolusi PBB
S/10784 paragraf 74 yang mengutuk penyerangan Israel ke Lebanon utara dan
Syiria (Sharp 2015, h.8). Untuk melakukannya, AS menggunakan hak vetonya
dalam Dewan Keamanan untuk kedua kalinya. Sejak 1972, AS menggunakan hak
vetonya untuk mencegah disahkannya 42 resolusi PBB yang mengkritik tindakan
negara Israel (www.ifamericansknew.org), seperti pada tahun 2006 AS mencegah
disahkannya resolusi PBB S/878 yang menghendaki gencatan senjata yang
berimbang di jalur Gaza.
Walaupun bantuan ekonomi AS ke Israel sudah dikurangi dalam 10 tahun
terakhir, tetapi dukungan militer AS untuk Israel meningkat secara substansial. Ini
termasuk bantuan finansial di bidang militer (Sharp 2015, h.4). Megahnya militer
Israel sangat bergantung kepada berbagai bentuk dukungan langsung AS,
termasuk bantuan dan sumbangan finansial di bidang milter, pengiriman
persenjataan, dan dukungan teknologi. Israel menerima $ 30 Milyar bantuan
finansial di bidang militer dari AS dan diizinkan untuk terus meningkatkan dana
militernya sampai 26,3%. Mekanisme utama batuan finansial militer dari AS ke
Israel adalah melalui program Foreign Military Financing (FMF) (Sharp 2015,
h.5).
53
Dalam konteks eksistensi Israel, di Timur Tengah, Iran adalah negara yang
paling keras meyuarakan sikap permusuhan dengan Israel, dikarenakan Israel
adalah sekutu AS yang menjaga kepentingan-kepentingan AS di Timur Tengah
(www.oxfordjournals.org). Sejak Revolusi Islam Iran, Imam Khomeini telah
menjadikan Palestina sebagai justifikasi ideologis dalam pembelaan dan
perlawanan terhadap AS-Israel (Bar 2009, h.3). Karena alasan inilah gerakan
perlawanan rakyat Palestina, seperti Hamas dan Jihad Islam mendapat dukungan
logistik dari Iran. Israel juga merupakan satu-satunya negara Timur Tengah yang
belum menandatangai perjanjian damai dengan Suriah sejak tahun 1951
(www.jewishpost.com). Iran juga mendukung Hizbulloh di Lebanon untuk
melawan hegemoni AS dan Israel (Nerguizian, 2011, h.16).
Keinginan Iran untuk mengaktifkan kembali dan mengembangkan
program nuklirnya membuat Israel mengambil langkah untuk mengamankan
kepentingan-kepentingan regional. Israel memiliki persepsi bahwa kepemilikan
nuklir oleh Iran akan mengancam keamanan Israel di Timur Tengah. Karena itu,
Israel meminta AS tidak menggunakan kekuatan militer dalam menghadapi Iran
(Rosahandel dan Nathan 2011, h.31).
Orientasi kebijakan AS tidak hanya di tujukan untuk melindung Israel,
tetapi juga melindung aliansi lainnya, yaitu negara-negara GCC Arab Saudi dan
UEA. Arab Saudi adalah produsen dan eksportir terbesar di dunia. Amerika
memiliki kepentingan dalam hal pemasok minyak, sehingga AS menjadi
pengontrol minyak tidak hanyak di Arab Saudi melainkan Timur Tengah. Arab
Saudi menjadi mitra terdekat AS di Timur Tengah (www.oxfordjournals.org).
54
Negara ini telah menjadi aliansi Amerika Serikat yang sangat kuat sejak perang
Teluk I (www.internaationalpolicydigest.org). Bahkan pada masa tersebut Arab
Saudi mengijinkan pendirian pangkalan militer AS di Bahrain. UEA secara
geografis membawa dampak bagi kebijakan AS dalam mempengaruhi perannya di
kawasan maupun dunia internasional (RCSC UEA 2013, h.12). UEA telah
menjadi kekuatan ekonomi yang diperhitungkan di kawasan, UEA tercatat sebagai
penghasil minyak terbesar ke tujuh di dunia pada tahun 2012, dan terbesar di
Timur Tengah (www.offshore-technology.com). Dalam bidang militer UEA
meningkatkan militernya dengan membeli senjata terbaru dari AS.
Peningkatan militer dan latihan militer yang dilakukan Iran di Selat
Homuz telah menciptakn situasi dilema keamanan yang pada akhirnya mendorong
AS untuk melakukan perimbangan kekuatan. Dilema keamanan lebih sering
terjadi pada negara-negara besar daripada negara kecil karena akan selalu
mendorong peningkatan kekuatan negara besar lainnya. Keamanan bagi negara
lain berarti ketidakamanan bagi negara sendiri (Mearsheimer dikutip Hara 2011,
h.37). Amerika Serikat perlu mengimbangi kekuatan Iran di kawasan Timur
Tengah.
3.2 Kepentingan Ekonomi
Sanksi ekonomi adalah sebuah instrumen yang dipakai oleh kekuatan-
kekuatan Barat untuk menekan Iran sejak pertama kali Iran melakukan program
nuklir. Amerika Serikat dan Uni Eropa mengadopsi sejumlah langkah untuk
menghambat pertumbuhan ekonomi Iran. dengan melakukan embargo yang
55
menyebabkan terjadinya ketidak stabilan terhadap perekonomian negara tersebut.
Sanksi-sanksi tersebut seperti yang telah dijelaskan pada bab sebelumnya,
dikeluarkan oleh DK PBB dan sanksi unilateral dari Amerika Serikat dan Uni
Eropa. Sanksi yang diberikan berupa larangan ekspor, embargo sampai isolasi dari
dunia internasional.
Tabel 3.6: Mitra Dagang Utama Iran
Peringkat Negara 2013
(US$ Bilion)
1 RRC 32.8
2 Uni Emirat Arab 26.8
3 India 12.3
4 Turki 11.9
5 Korea Selatan 8.4
6 Uni Eropa 7.3
7 Jepang 5.5
8 Pakistan 1.8
9 Brazil 1.5
10 Rusia 1.4
Sumber: http://www.thenews.com.pk/Todays-News-3-161732-
Economicsanctions-main-reason-of-Pakistans-low-trade-with-Iran
Proliferasi nuklir Iran cenderung menghasilkan perlombaan senjata di
kawasan Teluk Persia, khususnya negara-negara anggota GCC yaitu, UEA dan
Arab Saudi yang juga ikut meningkatkan persenjataannya. UEA dan Arab Saudi
pada periode 2004-2013 menduduki posisi ke-4 dan ke-5 sebagai importer senjata
terbesar dari Amerika Serikat, naik 14% dari periode sebelumnya 2004-2008
(www.middleeastmonitor.com). Kedekatan AS dengan UEA dan Arab Saudi
memberikan garansi keamanan di kawasan terutaama dapat melindungi
kepentingan nasional AS sendiri (Steinitz dan McCants 2012, h.4). Dalam konteks
ini, jalur Selat Hormuz difungsikan sebagai jalur pengiriman senjata-senjata untuk
56
dan kebutuhan militer dari AS ke negara-negara pembeli, sebaliknya dijalur
tersebut menjadi jalur pengiriman minyak ke AS dan sekutunya dari negara-
negara Arab. Gangguan pada Selat Hormuz akan memberikan dampak pada
transaksi perdagangan AS terutama perdagangan senjata AS ke negara-negara di
Timur Tengah.
3.2.1 Kebutuhan Energi dan Trasportasi
Minyak menjadi komoditas penting bagi pembangunan di negara-negara
maju untuk kebutuhan industri, transportasi, dan perumahan. Cadangan minyak
dunia yang terbesar terdapat di negara-negara OPEC (www.opec.org), Timur
Tengah memang bukan hanya hamparan padang pasir yang luar, jauh dibawah
tanahnya tersimpan 70% cadangan minyak dunia (Damhuri 2003, h.11),
sedangkan konsumsi minyak dunia terbesar terdapat pada negara-negara industri
maju seperti AS, Jepang, dan negara-negara Eropa (Guzansky Yoel et al 2011,
h.85). Negara-negara tersebut menjadi bergantung pada minyak bagi kebutuhan
disektor industri, globalisasi, dan kemajuan teknologi. Setiap gangguan maritime
dapat menyebabkan gangguan arus perdagangan dan pengiriman yang
mempengaruhi harga pasokan minyak dunia. Hal tersebut bisa menimbulkan
konflik kecil dan besar yang akan berdampak pada ekonomi global (Al Kaabi
2012, h.12).
57
Gambar 4.5 : Volume Minyak Negara Anggota OPEC
Minyak merupakan salah satu sumber daya energi yang penting bagi setiap
negara salah satunya AS (www.eia.gov). Dalam hubungan internasional, minyak
mampu mempengaruhi dinamika setiap negara, baik dalam bentuk kerjasama
maupun dalam bentuk konflik atau perang. Negara-negara kawasan Timur Tengah
memiliki 65% cadangan minyak dunia dan 40% dari cadangan gas
(www.iags.org). Menurut Departemen Energi AS, minyak didefiniskan sebagai
the ability to do work karena menjadi kebutuhan yang vital bagi manusia
(www.eia.gov). Namun, minyak bukan satu-satunya sumber energi bagi AS untuk
memenuhi kebutuhan dalam negeri. AS juga membutuhkan gas alam, batu bara,
dan nuklir juga kebutuhan AS (Azmi dan Hidayat 2014, h.1). Meskipun demikian
AS masih memposisikan minyak sebagai prioritas utama dikarenakan lebih mudah
didapatkan dan dimobilisasi dibanding gas alam.
58
Amerika Serikat sebagai negara maju, memiliki kepentingan tersendiri
terhadap negara berkembang. Kawasan yang menyimpan cadangan minyak dunia
yang sangat berpengaruh bagi kepentingan AS, seperti Timur Tengah, Teluk
Persia, Laut Kaspia, Amerika Latin, dan lainnya (ww.brookings.eduw).
Kebutuhan AS terhadap minyak begitu besar r telah mendorong Washington
untuk mencari sumber-sumber cadangan minyak, karena cadangan minyak
mentah yang dimiliki AS hanya 22 milyar barel (Safari dan Al-Muzammil 2003,
h.141).
Kecenderungan impor AS mengalami mengalami peningkatan sekitar 89%
sampai tahun 2000 (www.eia.gov). Peningkatan tersebut membuat ketergantungan
AS akan impor minyak yang seiring dengan tingkat konsumsi dalam negeri.
Sehingga membuat AS mencari cadangan minyak baru untuk membantu
kemajuan teknologi di AS (www.nrgsecurity.org). Karena alasan ini, kontrol atas
minyak Timur Tengah diperlukan tidak hanya bagi AS, tetapi juga bagi aliansi-
aliansi AS lainnya seperti negara-negara Uni Eropa dan Jepang. Hal ini
mendorong AS sejak Perang Teluk I untuk mengendalikan semua keputusan,
mengatur kuota produksi minyak serta harga minyak dunia (Posch 2013, h.16-17).
Dengan demikian dapat disimpukan bahwa tindakan AS merespon latihan
Militer Iran di Selat Hormuz pada dasarnya adalah untuk memberikan efek
deterrence bagi Iran. Hal ini dilakukan sebagai upaya AS mempertahankan
eksistensi aliansi-aliansinya di Timur Tengah, terutama Israe. AS juga melindungi
aliansi-aliansi negara GCC dari dari ancaman keamanan Iran. Selain itu,
keberadaan Selat Hormuz sebagai jalur perdangan internasional membuat AS
59
sangat bergantung pada jalur tersebut dikarenakan jalur tersebut dapat
menghubungakan AS dengan negara-negara aliansinya di Teluk Persia terutama
untuk menjamin kelancaran pasokan energy dan perdagangan senjata di kawasan
Timur Tengah.
60
BAB IV
Sikap Amerika Serikat Terhadap Iran Di Masa Ahmadinejad Berkaitan
Kegiatan Militer Iran di Perairan Selat Hormuz
Bab IV ini menjelaskan respon AS terhadap latihan militer Iran di Selat
Hormuz dan bagaimana implementasi dari kegiatan militer tersebut serta efek
deterrence yang ditargetkan dari latihan tersebut. Untuk menjelaskan hal tersebut,
pembahasan dibagi kedalam 4 sub-bab yang terkait dengan respon AS terkait
latihan militer Iran di Selat Hormuz, yaitu: Kebijakan Amerika Serikat dimasa
Bush sampai Obama, Nilai strategis Selat Hormuz bagi Iran dan Barat dan Respon
AS terhadap latihan Militer Iran di Perairan Selat Hormuz. Amerika Serikat di
Teluk Persia, Inisiasi AS isolasi internasional, dan sanksi industri petrokimia.
4.1 Nilai Strategis Selat Hormuz bagi Iran dan Barat
Selat Hormuz adalah selat strategis yang menghubungkan Teluk Persia
dengan Laut Arab, Teluk Oman, dan Samudera Hindia (www.nytimes.com). Iran
dan Oman adalah negara-negara terdekat dengan Selat Hormuz dan memiliki hak
teritorial berbagi atas perairan. Panjang Selat tersebut 202,1km (124,8 mil laut),
jarak terjauh dari Selat sekitar 84 km (dari pantai Bandar Abbas di utara ke timur
laut dari pantai Musandam di selatan), jarak terpendek diperkirakan 33,6 km
(antara Iran, Lark di bagian utara Oman, dan Quwian di bagian selatan)
(www.persiangulfstudies.com). Iran dan Oman mengklaim memiliki hak atas
Selat Hormuz, masing-masing sepanjang 12 mil dari batas pantai utara Iran dan
semenanjung Musandam di Oman selatan (www.persiangulfstudies.com). Selat
61
ini memiliki nilai penting di dunia internasional karena merupakan jalur utama
untuk pengangkutan minyak dari Timur Tengah (Ramazani 1979, h.1); dan
berdasarkan pasal 38 dari Konvensi PBB tentang hukum laut (1982) Selat Hormuz
termasuk ke dalam zona ekonomi eksklusif (Al-Kaabi 2012, h.21) sepanjang 200
mil dari pantai utara Iran (Al-Kaabi 2012, h.17).
Iran menjadi salah satu negara terpenting dari strategi global negara-
negara besar. Hal itu dikarenakan posisi geografis Iran yang berada di jalur
perdagangan internasional. Arus suplai minyak dari negara-negara Timur Tengah,
terutama keperluan minyak negara-negara Barat (www.cia.gov) sebagian besar
diangkut melalui Teluk Persia dan Selat Hormuz yang panjangnya hampir sama
dengan sungai Mississipi (Frye 1954, h.2).
Gambar 3.3 : Peta Kegiatan Militer di Selat Hormuz
Sumber : www.bioenegricenter.com
62
Selain itu, wilayah Hormuz jalur bagi negara-negara Arab, Saudi, Irak,
Kuwait, Qatar, dan Uni Emirat Arab untuk mengekspor 18 juta dan 200 ribu
barrel minyak per hari karena jalur tersebut menjadi jalan keluar satu-satunya bagi
kapal-kapal tanker pembawa minyak mentah dari negara penghasil minyak di
Teluk Persia menuju Asia, Eropa, dan Amerika (Frye 1954, h.1), karena wilayah
tersebut menjadi arena kompetisi bagi negara-negara besar yang berkepentingan
untuk kelancaran jalur transportasi energi. Setiap tahun, lebih dari 17.500 kapal
tanker dan 7.300 kapal-kapal kargo yang melewati Selat Hormuz
(www.maritimesecurity.asia). Misalnya, kapal minyak dari Asia Timur seperti
Tiongkok dan Jepang lebih bergantung pada Selat Hormuz daripada negara Eropa
dan AS (Ramazani 1979, h.5). Jepang dan Eropa Barat masing-masing
berkepentingan mengawal volume ekspor minyak sekitar 90% dan 70% yang
harus melalui selat Hormuz setiap hari (Ramazani 1979, h.13); sedangkan
Amerika Serikat hanya sekitar 12% per hari (www.american.edu), dan Australia
sekitar 14% (Al Kaabi 2012, h.15).
Selain itu, data pada tahun 2011 menunjukkan hampir 17 juta barrel
minyak, atau hampir 20% dari perdagangan minyak dunia yang diangkut kapal
tanker melalui Selat tersebut setiap hari. Sedangkan jumlah tahunan lebih dari
enam miliar barel minyak (www.eia.gov). Rata-rata 14 kapal minyak mentah
melewati Selat Hormuz per hari pada tahun itu mengangkut minyak
(www.eia.gov). Dengan demikian, Iran menjadi negara yang hampir 90%
perekonomian dan kehidupan rakyatnya ditunjang oleh perdagangan minyak.
63
Tindakan Iran untuk menutup selat ini diibaratkan sama saja dengan ‗bunuh diri‘
karena akan mengundang reaksi dari negara-negara di kawasan dan internasional.
Faktor inilah yang juga menjadi motivasi Amerika Serikat untuk
menjadikan Iran sebagai aliansi militer utama di kawasan tersebut pada masa Shah
Reza (Ehteshami dan Hinnebusch 1997, h.29). Dan juga karena negara-negara
Timur Tengah memiliki penyimpanan 728 miliar minyak, dan 5,3 miliar gas alam
(www.persiangulfstudies.com).
Table 4.4: Volume Produksi Minyak
Location 2009 2010 2011 2012 2013
Strait of Hormuz 15.7 15.9 17.0 16.9 17.0
Strait of Malacca 13.5 14.5 14.6 15.1 15.2
Suez Canal and SUMED
Pipeline12
3.0 3.1 3.8 4.5 4.6
Sumber: www.eia.gov
Ancaman penutupan Selat Hormuz tidak hanya akan menjadi ancaman
bagi keamanan dan stabilitas di kawasan, karena tidak hanya letaknya yang
strategis tetapi juga karena wilayah tersebut juga menjadi episentrum politik dan
perekonomian negara-negara di sekitarnya (Ramazani 1979, h.5). Selat ini juga
arena bagi pertempuran antara Angkatan Laut AS dan Iran pada bulan April 1988
setelah AS menyerang Iran selama Perang Iran-Irak berlangsung
(www.geography.about.com).
Konflik yang melibatkan wilayah Selat Hormuz mulai mengalami eskalasi
sejak awal 2011 yang memicu latihan militer Iran di selat tersebut. Hal ini
merupakan respon Iran terhadap isolasi dunia internasional dan sanksi
12
SUMED Pipeline adalah pipa minyak Suez-mediteranian
64
internasional yang diberlakukan atas Iran. Latihan militer yang digelar Iran
merupakan bentuk ancaman keamanan bagi Barat (www.eia.gov). Pertama,
masalah ini makin meningkatkan tekanan isu keamanan di wilayah Timur Tengah
yang sedang menghadapi konflik Israel-Palestina, dan Irak yang menjadi salah
satu negara paling tidak stabil di dunia karena ancaman radikalisme dan negara-
negara pendukung AS (Al-Kaabi 2012, h.10). Kedua, masalah keamanan terkait
pemblokiran Selat Hormuz. Selat Hormuz adalah selat strategis jalur pengiriman
minyak dunia, meskipun ada cara lain dalam pengiriman minyak, namun hal
tersebut membutuhkan biaya dan waktu yang lebih banyak (Kasmin 2015, h.163).
4.2 Kegiatan Militer Amerika Serikat di Teluk Persia 2012
Ketegangan antara Iran dan AS terus meningkat dalam beberapa tahun
terakhir, terkait tuduhan AS bahwa Iran tengah mengembangkan senjata nuklir.
dalam konteks ini, AS telah menempatkan tidak kurang dari 35.000 tentara,
marinir dan pilot tempurnya di sejumlah negara seperti Arab Saudi, Kuwait,
Turki, dan Bahrain yang menjadi pangkalan Armada Kelima AS. Bahrain menjadi
markas Angkatan Laut AS untuk di kawasan Teluk Persia sejak 1946 dan
memiliki perjanjian kerjasama pertahanan atau Defense Cooperation Agreement
(DCA) sejak tahun 1991 yang telah ditunjuk sebagai sekutu non-NATO (Katzman
2015, h.1). total kekuatan AS di Teluk melibatkan lebih dari 300 pesawat tempur
dan 30 kapal perang.
Kekuatan laut AS dengan Armada Kelima yang saat ini ditempatkan di
Manama Bahrain, terdiri dari 2 kapal induk, 20 kapal perang, 103 pesawat tempur,
65
serta sekitar 20.000 marinir. Sementara komando transportasi laut militer AS di
Teluk Persia, melibatkan 18 kapal, 189 personil angkatan laut, 844 marinir sipil
(Schneller 2007, h.38) .
Gambar 4.4: Kapal Induk Nimitz, USS Abraham Lincoln (CVN-72)
Sumber: www.defenseindustrydaily.com
Terdapat dua kelompok Angkatan laut AS di Teluk yang masing-masing
dipimpin oleh kapal induk USS George Washington yang membawa 5.500
personil, dan tidak kurang dari 70 pesawat tempur dan helikopter. Kelompok
kedua dipimpin USS Independence yang mengangkut 5.000 personil beserta lebih
dari 70 pesawat tempur dan helikopter. Puluhan kapal perang AS yang
mendampingi kapal induk juga dilengkapi kemampuan meluncurkan Tomhawk
(www.alarabiya.net). Kekuatan udara AS tidak kurang besar, lebih dari 8.000
personil dan ratusan pesawat. Angkatan Udara AS menempatkan tidak kurang dari
50 pesawat tempur di Turki, 40 pesawat di Bahrain, serta lebih dari 100 pesawat
66
di Arab Saudi. Sementara lebih dari 7.000 pasukan darat AS juga ditempatkan di
Kuwait (www.rt.com).
Dengan kapasitas kekuatan militer yang sudah dibangun AS di Timur
Tengah, maka sebagai respon dari latihan militer Iran di selat Hormuz
(www.nytimes.com). Amerika Serikat, Inggris, dan negara-negara anggota Gulf
Cooperation Council13
(GCC)14
(www.persiangulfstudies.com), menggelar latihan
militer gabungan besar di Teluk Persia. Namun AS, membantah bahwa latihan
militer yang dilakukan sebagai respon latihan militer Iran di Selat Hormuz,
melainkan latihan merespon tumpahan minyak, pengiriman pasukan pengawal,
melindungi terminal lepas pantai, membersihkan ranjau dan menerbangkan drone.
Latihan melibatkan 17 kapal untuk membersihkan ranjau, 18 Unmanned
Underwater Vehicles (UUVs) dan lebih dari 100 tata cara penyelaman
pembuangan peledak (Katzman 2012, h.12). Sejak tahun 1984, latihan gabungan
AS, Inggris, dan GCC telah beroperasi meningkatkan keamanan bersama di
kawasan. Pada invasi Irak ke Kuwait, GCC memberikan bantuan 1.991 pasukan
untuk melindungi Kuwait. GCC memiliki sekitar 40.000 tentara, dan sekitar 10%
dikerahkan ke Teluk Persia (www.middleeasteye.net)
Philip Hammond (Departemen Pertahanan Inggris) ―tindakan penutupan
Selat Hormuz yang dilakukan Iran mengganggu pengiriman minyak melalui Selat
Hormuz yang akan mengancam perekonomian kawasan dan ekonomi global‖
sejak pernyataan tersebut, Inggris mengirim kapal perang tambahan ke Teluk
Persia (Katzman 2012, h10). Amerika Serikat dan Inggris merasa kepentingan
13
Selanjutnya disingkat GCC 14 Anggota GCC adalah Bahrain, Saudi Arabia, Uni Emirat Arab, Oman, Kuwait, dan Qatar dibentuk pada
tahun 1981, dan bermarkas di Doha (Qatar).
67
nasionalnya terancam dan melakukan propaganda yang menampilkan Iran sebagai
musuh utama bagi negara kawasan serta meningkatkan kekuatan militer dalam
bentuk partisipasi kegiatan militer AS di Teluk Persia bersama negara-negara
sekutunya (www.persiangulfstudies.com).
Namun demikian, bila merujuk kepada konsep detterence, latihan militer
yang dilakukan AS dan Sekutu merupakan praktek detterence. Seperti yang
diungkapkan oleh Glenn Synder, bahwa AS dan Iran sama-sama sedang
mempraktikan kebijakan stick and carrot dimana pihak satu mencegah pihak lain
melakukan aksi melalui ancaman baik implisit, dengan pemberian sanksi positif
berupa hadiah jika pihak kedua menaati larangan pihak pertama dan pemberian
sanksi negatif berupa hukuman jika pihak kedua berlaku sebaliknya (Mustafa
2005, h.7-9).
Amerika Serikat memberikan tekanan terus menerus agar Iran
menghentikan program nuklirnya sehingga Iran memberikan ancaman menutup
Selat Hormuz dan melakukan latihan militer. Hal tersebut menggambarkan bahwa
militer merupakan alat untuk mencapai poitik luar negerinya Iran (Kazhim dan
Hamzah 2007, hal.31). Di pihak AS, cara mencegah Iran melakukan menutup
Selat Hormuz dan menantang latihan militer Iran dengan melakukan latihan
militer juga di Teluk Persia dan latihan militer tersebut menyebabkan kenaikan
minyak dunia hingga US$ 250 per barrel serta membuat kerugian AS dan dunia
internasional mengenai minyak sekitar US$ 1,7 triliun (www.presstv.com).
Tindakan AS membangun pangkalan militer kelima di Bahrain merupakan
praktek detterence yang ditujukan untuk negara Iran agar Iran mematuhi segala
68
bentuk resolusi-resolusi yang telah dikeluarkan oleh PBB. Amerika Serikat tidak
hanya melakukan latihan militer bersama dengan Inggris, dan negara-negara yang
bergabung GCC, melainkan mengajak untuk mengisolasi Iran dari dunia
internasional termasuk melakukan penekanan terhadap Rusia, Republik
Chekoslovakia, Jepang, Tiongkok serta memberikan sanksi industri petrokimia
ditujukan untuk Iran yang akan mengalami hambatan perkembangan program
nuklirnya.
4.2.1 Usaha AS mendorong DK-PBB mengeluarkan resolusi
Usaha AS dalam memberikan sanksi terhadap Iran sudah dilakukan
terlebih dahulu. Namun, tidak dipatuhi oleh Iran dari tahun 1979-2005.
Tabel 3.5: Sanksi Amerika Serikat 1979-2005 Date Description of select elements
Executive Orders
12170, 12205,
12211
Nov. 1979– April
1980
Blocked Iranian property and prohibited some trade,
including import of all goods from Iran. Bans lifted
under Algiers Accords in 1981.
State Sponsor of
Terror designation
January 1984
Banned arms sales and foreign assistance to Iran.
Executive Order
12613
October 1987
Banned import of all goods from Iran, including oil.
Iran-Iraq Arms
Non- Proliferation
Act
October 1992
Sanctioned transfer of goods or technology related to
WMD and some conventional arms.
Executive Order
12938
November 1994
Imposed export controls on sensitive WMD technology.
Executive Orders
12957, 12959
March–May 1995
Prohibited all U.S. investment in Iran, including in oil
sector. Banned export of American goods to Iran.
Iran and Libya
Sanctions Act
August 1996
Sanctioned companies that invest more than $20 million
in Iranian oil sector.
Executive Order
13059
August 1997
Expanded ban on exports to Iran.
Iran Non-
proliferation Act
March 2000
Sanctioned entities providing goods related to WMD or
ballistic missiles.
69
Executive Order
13224
September 2001
Blocked property of terrorists and financial supporters.
Executive Order
13382
June 2005
Blocked property of WMD proliferators.
Sumber: Samore, Gary, 2015, Sanctions Against Iran: A Guide to Targets, Terms, and Timetables
Setelah memberikan sanksi yang tidak dipatuhi oleh Iran, AS meminta
agar Iran diberikan sanksi yang lebih berat melalui IAEA. Amerika Serikat
berhasil mendorong IAEA untuk melanjutkan kasus ini ke Dewan Keamanan
PBB. Dengan dukungan dari IAEA dan melaporkan Iran memiliki 200 milligram
plutonium serta 3000 sentrifugal yang siap beroperasi (www.world-nuclear.org).
DK-PBB secara khusus membuka peluang bernegosiasi dengan lima anggota tetap
DK-PBB dan ikut bernegosiasi dengan Iran, masing-masing anggota tetap
memiliki hak veto terhadap resolusi DK. Negara anggota setuju dijatuhkannya
sanksi untuk Iran, kecuali Tiongkok dan Rusia (www.un.org). Akhirnya, DK-PBB
mengeluarkan resolusi atau sanksi secara bertahap sejak tahun 2006 sampai 2010
yang lebih berat terhadap Iran (Rajagukguk 2009, h.73). Beberapa resolusi
diantaranya :
Resolusi DK PBB No.1696 Tahun 2006
Memutuskan bahwa DK PBB memperingatkan kepada Iran mengenai
ancaman program pengayaan nuklirnya. DK PBB meminta Iran untuk
memberhentikan pengayaan nuklirnya dan memberikan penangguhan sampai
31 Agustus 2006. Jika Iran tidak memenuhinya, maka sanksi berikut yang
lebih berat akan dibeikan kepada Iran.
Resolusi DK PBB No.1737 Tahun 2006
Memutuskan bahwa negara-negara di dunia untuk mencegah pengiriman
pelatihan, pelayanan, dan sumber keuangan, nasihat, dan lainnya yang
berbentuk pengiriman, penjualan, transfer, ketetapan, dan kewaspadaan serta
penahanan terhadap semua material dan bantuan keoada Iran.
70
Resolusi DK PBB No.1747 Tahun 2007
Memutuskan bahwa DK PBB melarang ekspor senjata dari Iran ke negara lain
dan impor senjata dari negara lain ke Iran. Membekukan aset 28 pejabat tinggi
Iran dan membekukan aset-aset perekonomian oragnisasi-organisasi maupun
negara-negara yang membantu pengembangan nuklir Iran. Kemudian,
embargo ekonomi terhadap Iran dengan meminta semua lembaga keuangan
dan negara-negara agar tidak membuat komitmen baru dalam rangka hibah,
bantuan keuangan, dan pinjaman lunak kepada Iran.
Resolusi DK PBB No.1803 Tahun 2008
Menetapkan dan memutuskan larangan perjalanan terhadap lima pejabat
tinggiIran, membekukan aset 13 perusahaan Iran dan 13 aset pejabat Iran di
luar negeri, pelarangan penjualan barang-barang yang dapat berfungsi ganda
(untuk tujuan damai dan untuk tujuan militer) ke Iran, pemeriksaan kapal-
kapal barang dari dan menuju Iran, memonitor 2 aktivitas bank Iran,
mendorong para pemerintah untuk menarik dukungan pendanaan terhadap
perusahaan-perusahaan yang melakukan perdagangan dengan Iran.
Resolusi DK PBB No.1929 Tahun 2010
Memutuskan bahwa seluruh negara tidak dibenarkan untuk memasok senjata
baik secara langsung ataupun tidak langsung, menjual, transfer, senjata ke
Iran, melalui wilayah perbatasan atau dari dalam negara atau individu kepada
yurisdikdi setiap negara. Tidak dibenarkan juga menggunakan kapal, pesawat
terbang yang terdapat bendera negara atau melalui garis wilayah negara lain.
Negara-negara diseluruh dunia tidak dibenarkan mengirimkan perlengkapan
perang seperti tank perang kendaraan tempur lapis baja, sistem artileri kaliber
besar, pesawat tempur, helikopter tempus, kapal perang, rudal atau sistem
rudal mencakup suku cadang yang telah ditegaskan dalam rapat DK PBB dan
dikukuhkan dalam resolusi sebelumnya, yakni Resolusi DK PBB No. 1737
Tahun 2006. ( sebagaimana website kemlu….. (www.un.org)
Sanksi terhadap industri minyak Iran diperluas oleh AS dengan
memberikan sanksi bagi pembelian atau penjual produk petrokimia Iran. Tindakan
tersebut diberlakukan kepada Perusahaan Minyak dan Gas Nasional Iran,
Perusahaan Naftiran, Perusahaan Tanker Nasional Iran dan Bank Sentral Iran
yang membantu Iran membeli dolar AS atau logam mulia (Katzman 2012, h.10).
Dengan sanksi baru itu, semua aset kementerian dan lembaga pemerintahan Iran
71
di AS dapat dibekukan. Sanksi ini juga berlaku bagi Bank Sentral Iran yang
bertanggung jawab atas perdagangan minyak Iran dan isolasi dunia internasional.
4.2.2 Isolasi Internasional
Iran menjadi pembahasan mengenai kepemilikan, pengayaan dan ujicoba
nuklir yang mengundang kontroversi ditingkat internasional karena merupakan
suatu ancaman bagi perdamaian dan keamanan internasional (Jamaan 2007, h.3).
Menurut Ahmadinejad, pemerintah Iran meninginkan kawasan Timur Tengah
bebas dari senjata nuklir dan ditegaskan bahwa program nuklir Iran memiliki
tujuan damai (www.bbc.co.uk).
“We too demand that the Middle East be free of nuclear weapons, not only in
the Middle East, but the whole world should be free of nuclear weapons.” [Kita
menginginkan Timur Tengah bebas dari senjata nuklir, tidak hanya di Timur
Tengah, namun di seluruh dunia harus terbebas dari senjata nuklir.]
(www.bbc.co.uk)
Kecurigaan AS terhadap program nuklir Iran begitu tinggi sehingga
membuat AS memandang Iran sebagai ancaman terhadap perdamaian dan
keamanan dunia, khususnya keamanan AS atas program nuklir yang
dikembangkan serta kepentingan AS dikawasan Timur Tengah (Jamaan 2007,
h.2). Dalam sistem internasional yang anarkis, menurut realis keamanan nasional
dan kelangsungan hidup merupakan nilai utama dalam proses pengambilan
kebijakan luar negeri sebuah negara (Jackson dan Sorensen 1999, h.89), serta
perilaku aktor negara dapat menjadi sangat agresif apabila merasa terancam dan
72
mengakibatkan perubahan pola interaksi suatu negara (Burchill dan Andrew
2009, h.98). Sejak resolusi DK-PBB dikeluarkan Iran menjadi negara yang di
isolasikan di dunia internasional (Al Kaabi 2012, h.29). Dengan demikian,
Amerika Serikat melakukan tekanan pada negara-negara yang membantu program
nuklir Iran, yaitu Rusia dengan menjual teknologi laser yang diyakini untuk
digunakan pembuatan nuklir. Namun pemerintah Rusia menyatakan bahwa
teknologi laser yang dijual untuk keperluan sipil di Iran (www.nytimes.com).
Selain itu, AS memberikan tekanan terhadap Republik Chekoslovakia
untuk menghentikan segala kontrak yang berjalan dalam proses pengembangan
reaktor Bushehr. Sebelumnya, Republik Checkoslovakia merupakan negara
penjual alat pendingin untuk reaktor Bushehr senilai senilai 27.5 juta USD
(www.nti.org). Upaya yang dilakukan AS untuk menghentikan program nuklir
Iran selain melakukan latihan militer di Teluk Persia, AS juga meminta sanksi
dengan mengeluarkan perintah untuk membekukan semua aset Iran yang disimpan
di AS termasuk milik Atomic Energy Organization of Iran15
dan Bank Sentral Iran
(www.washingtonpost.com).
Disamping itu, AS meminta aliansi dan negara-negara UE3 (Jerman,
Inggris, Perancis) untuk menarik dukungan mereka terhadap Iran. Namun
demikian, negera-negara UE3 lebih memilih menjembatani negosiasi dan
menukar teknologi nuklir dengan Light Water Reactor16
(Gogary 2007, h.283-
284). Negara-negara UE3 lebih memilihi bernegosiasi dikarenakan negara UE3
menjaga kepentingan energi dan komersialnya di Iran (Keith dan Paul 2006, h.4).
15
Selanjutnya disingkat AEOI 16
Selanjutnya disingkat LWR
73
Amerika Serikat juga mempengaruhi negara-negara di Asia untuk
melakukan tindakan serupa. Mendorong Jepang untuk tidak memberikan bantuan
yang berhubungan dengan pensuplaian bahan-bahan teknologi nuklir (Wibisono
2011, h.48). Tiongkok mendapat tekanan dari AS berupa sanksi kepada Bank of
Kunlun yang dikontrol oleh BUMN sebagai penyedia layanan finansial ke Iran
dan membantu menjual produk-produk petroleum (www.exportlawblog.com).
Upaya Amerika Serikat memberikan kelonggaran untuk negara-negara
petinggi GCC, seperti Uni Emirat Arab (UEA)17
terkait program nuklir untuk
negara-negara sekutu di Teluk Persia sebagai penyeimbang Iran dalam
pengembangan senjata nuklir (Kazhim dan Hamzah 2007, h.64). UEA yang
tengah mengembangkan program nuklir secara transparan dibawah kendali IAEA
dan AS (Samore 2015, h.6) dan memperkuat persenjataan UEA dengan membeli
$20 miliar mesin AS, seperti F-16, Helikopter Apache dan sistem pertahanan
rudal (www.pulitzercenter.org). Selain itu, Arab Saudi juga berencana membuat
nuklir karena merasa Iran sebagai ancaman utama (Posch 2015). Salah satu cara
agar bisa menjaga negara dari wilayah yang sedang berkonflik adalah membuat
senjata yang paling berbahaya di dunia.
Kebijakan unilateral AS ini tentunya berdampak pada dunia bisnis
internasional yang menjalin kerjasama dengan Iran, terutama sektor perbankan
dan energi. Amerika memberikan peringatan bagi negara-negara yang terlibat
dalam kerjasama energi dan ekonomi dengan Iran, Senator John McCain
menyatakan bahwa:
17
Selanjutnya disingkat UEA
74
―Do you want to do business with Iran, or do you want to do business
with the United State?” [Apakah anda ingin berbisnis dengan Iran atau
ingin berbisnis dengan Amerika Serikat?] (www.reuters.com)
Sebagai akibatnya, Iran mengalami penurunan ekspor minyak sekitar 40%
dibandingkan tahun 2011 (www.bbc.co.uk). EIA melaporkan bahwa tahun 2012
produksi minyak Iran menurun hingga 1 juta barrel per hari, Iran tidak lagi
mencapai target produksi minyak sebesar 5,3 juta barrel per hari yang merupakan
target nasionalnya (www.upi.com). Iran mengalami inflasi pada Juli 2012 sekitar
22.2% dan Agustus 2012 mencapai 23,5% (Cordesman 2014, h.12); sedangkan
angka pengangguran dari segmen 15-29 tahun sekitar 22,5% (www.ft.com).
Akibatnya, harga bahan-bahan pokok menjadi meningkat dan menimbulkan protes
dari masyarakat Iran.
4.2.3 Sanksi Industri Petrokimia kepada Iran
Pemerintah Amerika Serikat mengenakan sanksi baru kepada industri
petrokimia Iran (www.reuters.com). Hal Ini dilakukan Amerika Serikat untuk
memangkas penghasilan Iran, setelah sebelumnya melakukan sanksi larangan
ekspor minyak Iran. Selain itu, pemerintah AS juga mengumumkan akan
menindak perusahaan-perusahaan yang berbasis di Siprus, Kyrgyztan, Ukraina,
dan Uni Emirate Arab yang terbukti mendukung Iran untuk melakukan
pengembangan program nuklir (Katzman 2015, h.6). Para pejabat di pemerintahan
AS mengambil kebijakan sanksi untuk industri petrokimia Iran, karena industri
industri ini merupakan sumber penghasilan kedua Iran setelah minyak
75
(www.cfr.com). Para pejabat berkomitmen untuk mengintensifkan tekanan
terhadap Iran tidak hanya mengenakan sanksi baru, tapi juga secara aktif
memperkuat sanksi-sanksi yang telah dilakukan (Cordesman et al 2014, h.81).
Sebelumnya, AS menyatakan telah menerapkan berbagai sanksi, termasuk
melarang adanya transaksi keuangan perusahaan AS dengan Niksima Food &
Beverage Co merupakan perusahaan produsen yoghurt asal Dubai yang memiliki
transaksi langsung untuk petrokimia Iran (www.wsj.com). Departemen Treasury
AS telah mengidentifikasi delapan perusahaan petrokimia Iran yang dikontrol
langsung oleh pemerintah di Tehran (Cordesman et al 2014, h.84). Amerika
Serikat memberikan sanksi kepada Ferland Co yang bermarkas di Siprus dan
Ukraina karena membantu perusahaan tanker Iran. Selain itu, AS juga melarang
adanya pengiriman laptop, telepon selular, dan beberapa produk-produk lain ke
Iran (Katzman 2014, h.29) dan melarang penjualan maupun transfer teknologi
nuklir kepada Iran (www.cfr.org). Hal ini merupakan upaya yang terus dilakukan
oleh AS untuk melumpuhkan perekonomian Iran yang bertujuan untuk terus
melancarkan sanksi agar Iran dapat tunduk kepada resolusi-resolusi karena Iran
dianggap tidak kooperatif untuk menghentikan pengembangan teknologi nuklir.
Dalam pernyataan tertulis, Departemen Keuangan AS mengumumkan
sanksi terhadap delapan perusahaan petrokimia Iran yang dimiliki atau
dikendalikan oleh pemerintah Iran (www.antaranews.com). Perusahaan
petrokimia itu adalah Bandar Imam Petrochemical Company, Bou Ali Sina
Petrochemical Company, Mobin Petrochemical Company, Nouri Petrochemical
Company, Pars Petrochemical Company, Shahid Tondgooyan Petrochemical
76
Company, Shazand Petrochemical Company, dan Tabriz Petrochemical Company
(www.state.gov).
Sementara itu, Departemen Luar Negeri AS menjatuhkan sanksi kepada
dua perusahaan yang ―dengan sengaja‖ terlibat dalam pembelian produk
petrokimia dari Iran. Tindakan ini sebagai keputusan AS untuk memotong dana-
dana dari sektor petrokimia Iran, sebagai sumber pendapatan terbesar kedua untuk
program nuklir Iran (www.antaranews.com). Amerika Serikat juga memberikan
sanksi kepada Bank of Kunlun yang membantu menjual produk-produk petroleum
negara Teheran tersebut (www.exportlawblog.com), dan 3 perusahaan Tiongkok
yang melakukan bisnis di sektor energi Iran adalah Zhuhai Zhenrong Company
(Zhenrong), Kui Oil Pte. Ltd., dan FAL Oil Company Limited
(www.iranprimer.usip.org)
Di luar dari sanksi AS terhadap Teheran untuk meningkatkan tekanan
terhadap Republik Islam dengan target melumpuhkan perekonomian Iran.
Amerika Serikat menganggap sanksi akan menjauhkan rakyat dari pemerintah,
bahkan diprediksi akan menyulut kerusuhan di Iran (www.irantracker.org).
Walaupun menurut Ahmadinejad, tidak ada kekuatan di dunia yang dapat
memblokir kemampuan Iran, menurutnya pihak-pihak tertentu memperlambat
kemajuan Iran untuk sementara, tapi tidak dapat memblokir sepenuhnya (Bijah
2015)
Secara umum, respon-respon yang diberikan AS bertujuan melumpuhkan
perekonomian Iran. Kebijakan ini merupakan bagian dari tindakan AS untuk
mengubah sikap Iran, khususnya penerapan sanksi atau resolusi DK-PBB yang
77
lebih berat dapat mengubah sikap pemerintah Iran untuk menghentikan
pengembangan program nuklirnya.
78
BAB V
PENUTUP
V.1 Kesimpulan
Skripsi ini menganalisa tentang sikap AS terhadap Iran kegiatan militer
Iran di Selat Hormuz di masa ke pemimpinan Ahmadinejad. Skripsi ini juga
memfokuskan kepada kepentingan-kepentingan nasional AS di Timur Tengah
terkait kegiatan militer Iran.
Hubungan Iran dan AS yang tidak harmonis semakin memuncak ketika
pada tahun 2006 Iran kembali melanjutkan pengembangan teknologi nuklirnya.
berbagai upaya dilakukan oleh AS untuk menghentikan program nuklir Iran.
Amerika Serikat menuduh bahwa Iran disinyalir sedang memproduksi senjata
nuklir, namun Iran mengelaknya dan menyatakan bahwa pengembangan tersebut
murni untuk tujuan damai, yakni pemenuhan kebutuhan energy untuk Teheran.
Selanjutnya Iran bersedia secara terbuka untuk memperlihatkan kegiatan
pengembangan teknologi nuklir tersebut kepada masyarakat internasional, bahkan
Iran bersedia pengembangannya diawasi oleh badan IAEA dalam proses
pengembangan nuklirnya Tidak hanya itu, Iran juga bersedia menandatangani
perjanjian NPT mengenai pengembangan dan pelarangan senjata nuklir. Namun,
hal ini tidak juga membuat Amerika Serikat dan sekutunya yakin.
Pengembangan teknologi nuklir Iran digunakan Amerika Serikat untuk
menyudutkan Iran di dalam konstelasi politik internasional. AS kemudian
mendorong IAEA untuk segera mengeluarkan resolusi-resolusi yang bertujuan
untuk menghentikan program nuklir Iran..Setelah Iran mendapatkan tekanan dan
79
ancaman oleh Amerika Serikat, Iran balik menyerang Amerika Serikat dan sekutu
dengan mengeluarkan ancaman penutupan Selat Hormuz serta melakukan latihan
militer di perairan Selat Hormuz. Selat Hormuz merupakan wilayah jalur
perdagangan internasional yang jika ditutup akan berdampak pada perekonomian
masyarakat dunia. Hal tersebut dikarenakan harga minyak dunia yang akan
menjadi naik akibat keamanan di sekitar Teluk Persia yang akan terganggu.
Kegiatan militer yang dilakukan oleh Iran merupakan tindakan rasional
untuk menjaga keamanan nasionalnya dari tekanan dan ancaman yang terus
dilancarkan Barat. Tindakan ini sekaligus untuk memberikan isyarat bahwa Iran
tidak takut terhadap tekanan pihak Barat. Namun demikian, Barat menafsirkan
bahwa tindakan Iran tersebut merupakan tindakan yang ofensif sehingga
mendorong negara seperti Amerika Serikat untuk melakukan reaksi.
Karena itu skripsi ini berargumen bahwa latihan militer bersama yang
digelar Amerika Serikat dan sekutunya di yang tergabung dalam GCC pada tahun
2012, merupakan bentuk respon AS terhadap latihan militer yang digelar
sebelumnya oleh Iran di Selat Hormuz pada 2011. Latihan militer ini juga
didukung dengan penambahan kapal-kapal perang yang ditempatkan di Bahrain.
Selain menggelar latihan militer. Amerika Serikat juga menerapkan sanksi baru
terhadap Iran yang membuat Iran semakin mengalami isolasi internasional. Dalam
kondisi ini. Iran tidak dapat melakukan ekspor impor dengan mitra dagangnya di
dunia. Kemudian, AS juga secara spesifik memberlakukan sanksi atas industri
petrokimia Iran yang kemudian membuat perekonomian Iran menjadi lemah.
80
Keputusan Amerika tersebut untuk memotong dana-dana dari sektor petrokimia
Iran, sebagai sumber pendapatan terbesar kedua untuk program nuklir Iran.
Skripsi ini mengidentifikasi beberapa faktor yang mendorong AS
melakukan tekanan dan ancaman kepada Iran. Faktor yang pertama adalah
kepentingan Geosrategis AS yang terkait dengan upaya untuk melindungi
eksistensi super power AS di Timur Tengah dan di dunia internasional.
Kepentingan geostrategic Iran juga berkaitan dengan usaha untuk melindungi
negara-negara aliansi AS di Teluk, dan mempertahankan eksistensi Israel di
Timur Tengah. Amerika Serikat tidak menyukai kepemilikan teknologi nuklir Iran
yang berpotensi kepada kapabilitas Iran untuk memprodusi senjata nuklir. Hal ini
tentua akan mengancam eksistensi Israel sebagai musuh Iran dan juga negara-
negara Teluk yang juga aliansi dekat AS.
Secara ekonomi, ancaman penutupan Selat Hormuz juga akan
mempengaruhi ekonomi AS. Seperti diketahui, AS merupakan negara yang
mebuuhkan banyak pasokan energi untuk mendukung industrinya. Sebagian besar
pasokan energi AS berasal dari Timur Tengah, terutama dari negara-negara Teluk
yang menjadi produsen minyak terbesar. Selat Hormuz menjadi jalur transportasi
pengiriman pasokan minyak tersebut ke AS. Selain itu penutupan Selat Hormuz
juga akan memberi pengaruh buruk pada transportasi perdagangan lainnya seperti
perdagangan senjata AS ke Timur Tengah yang jumlahnya sangat signifikan.
81
V.2 Saran
Skripsi ini masih jauh dari sempurna dan kekurangan dalam pengumpulan
bahan yang beberapa sulit didapat, periode tahun yang sangat singkat. Skripsi ini
merekomendasikan penelitian yang lebih intensif tentang topik yang sama tetapi
dengan menggunakan sumber-sumber premier seperti wawancara dengan pelaku
kebijakan dari Iran maupun AS. Skripsi ini juga merekomendasikan priode waktu
yang melihat dinamika hubungan AS dan Iran pasca pemerintahan Ahmadinejad.
82
DAFTAR PUSTAKA
Buku
Alcaff, Muhammad 2008, Perang Nuklir? Militer Iran, Zahra Publishing House,
Bandung.
Allin, Dana H dan Steven Simon 2010, The Sixth Crisis: Iran, Israel, America and
the Rumors of War, Oxford Unviersity Press, New York.
Ansari, Ali M 2008, Supremasi Iran “Poros Setan Atau Superpower Baru”,
terjemahan S Wardi, Zahra Publishing House, Bandung.
Bakri,Umar S 1999. Pengantar Ilmu Hubungan Internasional. Jakarta.
Burchill, Scott dan Andrew Linklater 2009, Teori-teori Hubungan Internasional:
terjemahan M.Sobirin, Nusa Media, Jakarta.
Buzan,Barry 2007, People, State and Fear: An Agenda for International
Security In The post Cold War Era 2nd
Edition, ECPR Press, London.
Byman, Daniel, Chubin, S, Ehteshami, A & Jerrold, G 2001, Iran‟s Security
Policy: In the Post-Revolutionary Era, RAND, Santa Monica.
Cordesman, Anthony & Ahmad Hashim 1997, Iran; Dillemas of Dual
Containment, Westview Press, Colorado
Cordesman, A, Bryan GC 2014, Iran Sanctions, Energy, Arms Control, and
Regime Change, Washington: CSIS
Cordesman, A & Wilner, A 2011, U.S. and Iranian Strategic Competition: The
Gulf Military Balance, CSIS, Washington.
___________2000, Iran and Nuclear Weapons, CSIS, Washington.
83
Creswell, JW 1994, Research Design: Qualitative and Quantitative
Approaches, SAGE Publications Inc, Thousand Oaks.
Damhuri, E 2003, Di Balik Invasi AS ke Irak, Senayan Abadi Publishing,Jakarta.
Dougherty, JE & Robert LP 1996, Contending Theories of International Relation:
a Comprehensive Survey 4th
Edition, Longman,New York.
Easton, D 1984, The Political System. An Inquiry into the State of Political
Science, Knopf, New York.
Ehteshami, A & Hinnebusch, R 2002. The Middle East in the International
System, Lynne Rienner Publishers Inc, London.
______1997, Syria and Iran: Middle Powers in a Penetrated Regional System,
Routledge, New York.
Ehteshami, A & Zweiri, M 2007, Iran and The Rise of Its Neoconservatives: The
Politics of Tehran‟s Silent Revolution, I.B.Tauris&Co Ltd, London.
El-Gogary, A 2007, Ahmadinejad: The Nuclear Savior of Tehran “ Sang Nuklir
Membidas Hegemoni AS dan Zionis, terjemahan. T Kuwais, Pustaka Iman,
Depok.
Frye, RN1954, Iran (Second Edition), George Allen and Unwin Ltd, London.
Hara, AE 2011, Pengantar Analisis Politik Luar Negeri: Dari Realisme Sampai
Konstruktivisme, Nuansa Cendikia, Bandung.
Jackson, R & Sorensen, G 1999, Introduction to International Relations, Oxford
University Press Inc, New York.
Jervis, R 1997, System Effects: Complexity in Political and Social Life,
Princenton University Press.
84
Holsti, KJ 1988. Politik Internasional Kerangka untuk Analisis, Erlangga,
Jakarta.
Labib, M 2006, Ahmadinejad: David di Tengah Angkara Goliath Dunia,
Hikmah, Jakarta.
Mirseppasi, A 2010, Democracy in Moderen Iran: Islam, Culture, and Political
Change, New York University Press, New York.
Morgenthau, HJ 1985, Politics Among Nation 6th
ed, McGraw, New York.
Musa, K & Hamzah, A 2007, Perang Dunia III di Pelupuk Mata Iran
Skenario Penghabisan, Cahaya Insan Suci, Jakarta.
Plano, JC & Olton, R 1999, Kamus Hubungan Internasional, Putra A.Bardin,
Bandung.
Quandt,WB 2005, Peace Process: American Diplomacy and The Arab-Israeli
Conflict Since 1967 (Third Edition), Brookings Instituion Press,
Wahington DC.
Ramazani, RK 1979, International Straits of The World: The Persian Gulf and
The Strait of Hormuz, Sijthoff and Noordhoff International Publishers,
Netherland.
Roshandel, J & Nathan Chapman Lean 2011, Iran-Israel, and the United States:
Regime Security vs Political Legitimacy, Preager Security International.
Safari, M & Yusuf, A 2003, Perang Iraq-AS: Hegemoni Baru AS di Timur
Tengah dan Dampak Global, COMES, Jakarta.
Samore, G 2015, Sanctions Against Iran: A Guide to Targets, Terms, and
Timetables, Harvard Kennedy School: Amerika Serikat.
85
Schneller, RJ 2007, A History of U.S. Naval Forces Central Command/Fifth Fleet,
Naval Historical Center, Washington DC.
Sukmadinata 2006, Metode Penelitian Kualitatif, PT. Remaja Rosdakarya,
Bandung.
Tang, S 2010, The Security Dilemma: A Conceptual Analysis. Security Studies,
Shanghao, Cina.
Tonkin, H 2011, State Control Over Private Millitary and Securitu Companies
in Armed Conflict, Cambridge University Press, New York.
Rourke, JT 1986, International Politics on the New York, International Art and
Sciences Press.
William, DC & Marbun,Mesedes 2010, Pengantar Politik Internasional: Suatu
Telaah Teoritis, dalam Toto Pribadi, Sistem Politik Indonesia, Universitas
Terbuka, Jakarta.
Jurnal
Afrasiabi, K & Abbas, M 2003, Iran‟s Foreign Policy After 11 September, The
Brown Journal of World Affairs, Vo.9, No.2
Anwar, DF 2003, Tatanan Dunia Baru di Bawah Hegemoni Amerika Serikat,
Jurnal Demokrasi dan HAM Vol.3, No.2, Mei-September 2003.
Al-Shboul, HA & Al-Rawashdeh, MS 2013, Iran‟s Foreign Policy and the
Balance Of Power in the Region, Jurnal Politik dan Hukum, Canadian
Center of Science and Education, Vol.6, No.4, November.
Bar, S 2009, Iranian Terrorist Policy and Export of Revolution, Working Paper.
86
Butfoy, A 1996, Ameliorating The Security Dilemma: Structural and Perceptual
Approaches to Strategic Reform, Working Paper 1.
Brumberg, D 2010, Engagement, Coercion, and Iran‟s Nuclear Challenge:
Internal Politics and Iranian Foreign Policy, Working Group, Washington
DC.
Byers, M 2002, Terrorism: The Use of Force and International Law After 11
September, Jurnal Hubungan Internasional, Vol.6, No.2, Prentice Hall Inc,
New York.
Delaney, KP & Ingram, P 2006, Resolving the Nuclear Dispute With Iran by
Negotiation, British American Security Information Council, Occasional
Papers on International Security Policy.
Ehteshami, A 1990, Iran‟s Revolution: Fewer Ploughshares, More Swords,
Jurnal Army Defense Quanterly, Vol.120, No.1, Januari.
Gita, IGA 2012, Analisis Smart Power Dalam Strategi Militer Amerika Serikat
Melawan Al-Qaeda (2009-2012), Tesis Pascasarjana Universitas
Indonesia.
Guzansky, Y, Lindenstrauss, G & Schachter, J 2011, Power, Pirates, and
Petroleum:Maritime Choke Points in the Middle East, Strategi
Assessment, Vol.14, No.2, Juli..
Hikmatul, A & Kodimerinda, P 2012, Pengembangan Nuklr Iran dan Diplomasi
Kepada IAEA, Jurnal Sosial Politik dan Kebijakan, Vol.16, No.1
Israel, G 2013, US Foreign Aid to Israel: a Reassessment, The Jewish
Statemanship Center, Jerusalem.
87
Jamaan, A 2007, Politik Hukum Internasional dalam Konflik Nuklir Iran-AS.
Jurnal Sosial Politika Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas
Mulawarman, Vol.14, No.1, Juli.
Jervis, R 2012, Coorperation Under the Security Dilemma, dalam World Politics,
Vol 30, Issue 2, Cambridge University Press.
Jones, TC 1980, America, Oil, and War in the Middle East, Jurnal Sejarah
Amerika, Vol.99, No.1.
http://jah.oxfordjournals.org/content/99/1/208.full
Kasmin 2015, Upaya Iran Dalam Mengatasi Embargo Minyak Uni Eropa, Jurnal
Ilmu Hubungan Internasional, Vol.3, No.1.
Katzman, K 2015, Bahrain: Reform, Security, and U.S. Policy
_______________2015, Iran‟s Sanctions, Congressional Research Service.
________________2012, Iran‟s Threat to the Strait of Hormuz, Congressional
Research Service.
Malka, H 2006, Crossroads: The Future of the U.S.-Israel Strategic
Partnership,Washington DC: CSIS.
Neuman, LV 2012, Basic of Social Research: Quantitave and Qualitative
Approaches, Pearson: University of Wisconsin-White Water.
Nuechterlein, DE 1979, The Concept of National Interest: A Timor for New
Approaches. Vol. 23, No.1, dalam skripsi Sri Hendarwati. Jakarta: FISIP
Universitas Indonesia.
Posch, W 2013, The Third World, Global Islam and Pragmatism : The Making of
Iranian Foreign Policy, SWP Research Paper, Jerman.
88
Sharp, MJ 2015, U.S. Foreign Aid to Israel, Congressional Research Service.
Waltz, KN 2000, International Relations: Structural Realism after the Cold War,
Vol 25, No.1.
Zahrani, M 2005, Bush‟s Reelection and the Islamic Republic of Iran, The Iranian
Journal of International Affairs, Vol. xviii, No.1: 1-20.
Tesis
Al-Kaabi, MK 2012, The Strategic Alternatives of The Gulf Cooperation Council:
Disruption of Maritime Traffic in The Arabian Gulf as a Result of Iranian
Threats to Close The Strait of Hormuz, Tesis Pascasarjana Naval
Postgraduate School.
Al-Khawarizmi,H 2009, Iran vs Amerika Serikat (Perebutan Pengaruh
Ekonomi dan Hegemoni di Kawasan Timur Tengah) 1979-2008, Tesis
Pascasarjana Universitas Indonesia.
Jayaputri, S 2012, Pengaruh Dinamika Persenjataan Konvensional Iran Di Era
Mahmoud Ahmadinejad Terhadap Keamanan Regional Di Timur Tengah,
Tesis Pascasarjana Universitas Indonesia.
Jaelani, A 2013, Kebijakan Luar Negeri Iran Terhadap Amerika Serikat Dalam
Menyikapi Resolusi PBB Tentang Nuklir (2006-2010), Tesis Pascasarjana
Universitas Indonesia.
Musthofa, AR 2006, Program Nuklir Iran 1979-2004, Tesis Pascasarjana
Universitas Indonesia.
Nerguizian, A 2011, U.S. and Iranian Strategic Competition, CSIS,
Washington DC.
89
Pratama, TA 2008, Kebijakan Nuklir Iran dalam Menghadapi Respon Barat
Pada Masa Pemerintahan Mahmoud Ahmadinejad 2005-2007, Tesis
Pascasarjana Universitas Indonesia
Rajagukguk, AH 2009, Sikap Kritis Iran Terhadap Resolusi DK-PBB. Tesis
Pascasarjana Universitas Indonesia.
Tarumanegara, F 2012, Strategi Keamanan Amerika Serikat di Tengah
Peningkatan Kapabilitas Militer Cina 2002-2010, Tesis Pascasarjana
Universitas Indonesia.
Winingsih,S 2009, Kebijkan Luar Negeri Amerika Serikat Terhadap
Pengembangan Nuklir Iran, Tesis Pascasarjana Universitas Indonesia
Yong, W 2013, Understanding Iran Under Sanctions: Oil and the National
Budget, The Oxford Institute for Energy Studies, No.3.
Internet
Abdullah, S 2012, Militer Iran Mulai Beraksi di Selat Hormuz.
http://www.republika.co.id/berita/internasional/timur-
tengah/12/12/29/mfrv5t-militer-iran-mulai-beraksi-di-selat-hormuz
Aditia, M 2013, Amerika Serikat „Hantam‟ Industri Petrokimia Iran.
http://www.antaranews.com/berita/377789/amerika-serikat-hantam-
industri-petrokimia-iran
Al-Shibeeb, D 2012, Deployment of Thousands of U.S. Troops in Israel, a
Start of War Against Iran?.
http://www.alarabiya.net/articles/2012/01/08/187141.html
90
Amanda, B, The Strait of Hormuz is a Chokepoint Between Persian Gulf and
The Arabian Sea.
http://geography.about.com/od/politicalgeography/a/Strait-Of-
Hormuz.htm
Azmi, R & Hidayat, A2014, Ketahanan Energi: Konsep, Kebijakan dan
Tantangan Bagi Indonesia.
https://www.google.co.id/url?sa=t&rct=j&q=&esrc=s&source=web&cd=1
&cad=rja&uact=8&ved=0ahUKEwjDifPb96rJAhXLxI4KHSKvBnMQFg
gaMAA&url=http%3A%2F%2Fwww.kemenkeu.go.id%2Fsites%2Fdefaul
t%2Ffiles%2FEnergy%2520Security.pdf&usg=AFQjCNH3O167Qw8Kh1
c4JErItoNJeqZmQA&bvm=bv.108194040,d.c2E
Bergsten, F & Torricelli, RG 1998, Sanctions Against Rogue States: Do They
Work?.
http://www.cfr.org/world/sanctions-against-rogue-states-do-they-work/p51
Energy Information Administration, 2014, World Oil Transit Chokepoints.
https://www.google.co.id/url?sa=t&rct=j&q=&esrc=s&source=web&cd
=1&cad=rja&uact=8&ved=0CBwQFjAAahUKEwjBtrn8gNXHAhUFkY4
KHagiAVM&url=http%3A%2F%2Fwww.eia.gov%2Fbeta%2Finternation
al%2Fanalysis_includes%2Fspecial_topics%2FWorld_Oil_Transit_Chok
epoints%2Fwotc.pdf&ei=vyrlVYHbNYWiugSoxYSYBQ&usg=AFQjCNEly
EsZGIfx2fFVrXNQuSaKcwSosA
Bruno, G 2010, Iran‟s Nuclear Program.
http://www.cfr.org/iran/irans-nuclear-program/p16811
Burns, C 2012, OFAC Drops CISADA Bomb on Two Banks.
http://www.exportlawblog.com/archives/4248
CNN Wire Staff 2012, Iran Warns U.S. Over Aircraft Carrier.
http://edition.cnn.com/2012/01/03/world/meast/iran-u-s-/
91
Dahono F 2011, Iran Gelar Latihan Perang di Selat Hormuz.
http://internasional.kompas.com/read/2011/12/24/19563460/Iran.Gelar.L
atihan.Perang.di.Selat.Hormuz
Egan, T 2010, Sustainability: Carrying Capacity&Ecological Footprints.
http://www.overpopulation.org/consumption.html
Gardner, T 2013, U.S. Imposes Sanctions on Iran‟s Petrochemical Industry.
http://mobile.reuters.com/article/topNews/idUSBRE94U13A20130531?irp
c=932
Gladstone, R 2015, Strait of Hormuz Once Again at Center of U.S.-Iran Strife
http://www.nytimes.com/2015/05/02/world/middleeast/strait-of-hormuz-
once-again-at-center-of-us-iran-strife.html?_r=0
Hafezi, P 2012, ―Iran Threatens U.S. Navy as Sanctions Hit Economy”,
http://www.reuters.com/article/2012/01/03/us-iran-usa-
idUSTRE80208P20120103
Heroit, ID 1988, Uranium Enriching by Centrifuge
http://www.world-nuclear.org/info/nuclear-fuel-cycle/conversion-
enrichment-and-fabrication/uranium-enrichment/
Hoch, C, ICE Case Study: The Strait of Hormuz, Potential for Conflict
http://www1.american.edu/ted/ice/HORMUZ.htm
Hasham, 2011, Challenges in Indian Ocean
http://maritimesecurity.asia/free-2/maritime-security-asia/challenges-in-
indian-ocean-0/
92
Khajehpour, B 2015, Iran-Russia Relations after Nuclear Deal
http://www.al-monitor.com/pulse/originals/2015/07/iran-russia-nuclear-
sanctions-economy-gas-oil.html
Kimberly E & Eckhart, S, Evaluating the Impacts and Effectivenes of Targeted
Sanctions: Qualitative Data Base
http://graduateinstitute.ch/files/live/sites/iheid/files/sites/internationalgove
rnance/shared/PSIG_images/Sanctions/Templates/Iran%20Template.pdf
Laub, Z 2015, International Sanctions on Iran
http://www.cfr.org/iran/international-sanctions-iran/p20258
Libel, T & KamraN, B 2015, What Israel Should do about Iran
http://www.al-monitor.com/pulse/originals/2015/09/iran-israel-
communication.html
Linzer, D 2005, Post Arguments Don‟t Square With Current Iran Policy.
http://www.washingtonpost.com/wp-dyn/articles/A3983-2005Mar26.html
Luft, G 2011, Dependence on Middle East Energy
https://www.google.co.id/url?sa=t&rct=j&q=&esrc=s&source=web&cd
=2&cad=rja&uact=8&ved=0ahUKEwiI_rrf9arJAhXIjo4KHRFrBksQFgg
hMAE&url=http%3A%2F%2Fwww.iags.org%2Fluft_dependence_on_mi
ddle_east_energy.pdf&usg=AFQjCNHFr9Sz-
hRBKiwt1vVR8CVEeulWVg&bvm=bv.108194040,d.c2E
Mann, S & Richards, K. Research Methods Introduction to Qualitative
Research.,tersedia di :
http://www2.warwick.ac.uk/fac/soc/al/degrees/ma/core/research_methodol
ogy/ma_introduction_to_qualitative_research_sm__kr.pdf
93
Markov, V 2013, Reality Check: Iran, Natural, Gas,Oil
http://nrgsecurity.org/tag/oil-2/page/2/
Miller, J 2000, US Asks Putin Not to Sell Iran a Laser System
http://www.nytimes.com/2000/09/19/world/us-asks-putin-not-to-sell-iran-
a-laser-system.html
Mohsin, A, Amerika Serikat dan Timur Tengah.
http://www.alumnipii.org/2013/05/22/amerika_serikat_dan_timur_tengah
Neff, D 1993, U,S, Vetoes of U.N. Resolutions on Behalf of Israel
http://www.ifamericansknew.org/us_ints/p-neff-veto.html
Najmeeh, B 2012, Sanctions Threaten Weak Iranian Economy
http://www.ft.com/intl/cms/s/0/95061748-c04d-11e1-982d
00144feabdc0.html#axzz3pB7oL1VB
Nahshon, G, Will Syria Sign a Peace Treaty with Israel in „Our Time‟
http://www.jewishpost.com/archives/news/will-syria-sign-apeace-treaty-
with-israel-in-our-time.html
Parsapoor, R 2015, The Persian Gulf Studies Center: The Strategic
Strait of Hormuz in Persian Gulf , translate Yasaman Gholami
http://www.persiangulfstudies.com/en/index.asp?p=pages&id=182
Pecquet, J 2015, Saudi King Wants Obama to Tackle Iranian „Mischief‟
http://www.al-monitor.com/pulse/originals/2015/08/saudi-king-
washington-visit-iran-deal.html#
Sikimic, S 2014, Profile: What is the GCC?
http://www.middleeasteye.net/news/profile-what-gcc-18030284
94
Shanker, T &Eric, S2012, U.S. Adds Forces in Persian Gulf, a Signal to Iran
http://www.nytimes.com/2012/07/03/world/middleeast/us-adds-forces-in-
persian-gulf-a-signal-to-iran.html?_r=0
Steve H 2011, Oil Jumps Over 2% as Iran Threatens Supplies.
http://money.cnn.com/2011/12/27/markets/oil_iran/index.htm?hpt=hp_t2
Stevens, L 2015, U.S. Navy Starts to Acompany Ships in Strait Where Iran Seized
Cargo Carrier.
http://www.wsj.com/articles/ship-seizure-by-iran-linked-to-court-case-
1430394886
Rahmanian, M 2012, Iran‟s Oil Production‟s, Slumps, EIA Say
http://www.upi.com/Business_News/Energy-Industry/2012/07/11/Irans-
oil-production-slumps-EIA-says/75241342016878/
Ruslan, B 2012, Iran Lakukan Pelatihan Angkatan Laut di Selat Hormuz.
http://www.antaranews.com/berita/350229/iran-lakukan-pelatihan-al-di-
selat-hormuz
Rosen, B, Charlie, S & Maseh, S 2009, Gasoline Sanctions on Iran: How will
Tehran Respond?
http://www.irantracker.org/us-policy/gasoline-sanctions-iran-how-will-
tehran-respond
Telhami, S 2002, The Persian Gulf: Understanding the American Oil Strategy
http://www.brookings.edu/research/articles/2002/03/spring-
globalenvironment-telhami
95
___, 2012, AS Terus Tumpuk Armadanya di Teluk Persia,
http://skalanews.com/news/detail/117452/3/as-terus-tumpuk-armadanya-
di-teluk-persia-.html
___, 2013, Nations Gather in Bahrain for International Mine Countermeasures
Exercise
http://navaltoday.com/2013/05/07/nations-gather-in-bahrain-for-
international-mine-countermeasures-exercise-13/
___, 2012, Thounsands of U.S. Tropps Deploying to Israel
https://www.rt.com/usa/us-troops-israel-iran-257/
___, 2013, “Sanctions reduced Iran‟s oil exports and revenues in 2012”
http://www.eia.gov/todayinenergy/detail.cfm?id=11011
___, 2013, Nations Gather in Bahrain for International Mine Countermeasures
Exercise
http://navaltoday.com/2013/05/07/nations-gather-in-bahrain-for-
international-mine-countermeasures-exercise-13/
___, 2014, World Oil Transit Chokeporint
http://www.eia.gov/beta/international/regions opics.cfm?
RegionTopicID=WOTC
___, 2012, ―Iran Motives in Trying to Develop Nuclear Technology”
http://www.iran-si.org/vdcbu8bwprhbz.e4r.html
___, 2015, “The World FactBook (Geography-Note)”
https://www.cia.gov/library/publications/the-world
factbook/fields/2113.html
96
___, 2011, ―We will not tolerate it”: U.S. Talks Tough with Iran Over Threat to
Close Oil Shipping Lane Following Nuclear Arms Row”,
http://www.dailymail.co.uk/news/article-2079287/Iran-threatens-close-
key-oil-shipping-lane-Strait-Hormuz-US-sanctions.html
___, 2014, Overview of Temporary Suspension of Certain U.S. Sanctions
Pursuant to the Initial Understanding Between the P5+1 and Iran
http://www.state.gov/r/pa/prs/ps/2014/01/220046.htm
___, 2012,“Ribuan Pasukan AS, Iran Tegang”
http://sp.beritasatu.com/home/ribuan-pasukan-as-ke-israel-iran-
tegang/15666
___, 2006, Iran call for nuclear-free region
http://news.bbc.co.uk/2/hi/middle_east/4756652.stm
___, 2012, U.S. Sanctions Chinese, UAE, Singapore Firms for Iran Dealings
http://iranprimer.usip.org/blog/2012/jan/12/us-sanctions-chinese-uae-
singapore-firms-iran-dealings
___, 2014, Why the U.S. Arming the Arab States of the Persian Gulf?
http://www.persiangulfstudies.com/en/index.asp?P=NEWSVIEW&ID=88
___, 2015, Military Position of Persian Gulf
http://www.persiangulfstudies.com/en/index.asp?p=pages&id=218
___, 2014, Chronology U.S-Iran Relations 1906-2002
http://www.pbs.org/wgbh/pages/frontline/shows/tehran/etc/cron.html
___, 2015, Nuclear Power in Iran
http://www.world-nuclear.org/info/Country-Profiles/Countries-G-N/Iran/
97
___, 2014, OPEC share of world crude oil reserves 2014
http://www.opec.org/opec_web/en/data_graphs/330.htm
___, 2002, U.S. National Security Strategy: Prevent Our Enemies From
Threatening Us, Our Allies, and Our Friends with Weapons of Mass
Destruction
http://2001-2009.state.gov/r/pa/ei/wh/15425.htm
___, 2002, Petroleum Chronology of Events 1970-2000
http://www.eia.gov/pub/oil_gas/petroleum/analysis_publications/chronolo
gy/petroleumchronology2000.htm
___, 2013, Milestones: The 1967 Arab-Israel War
https://history.state.gov/milestones/1961-1968/arab-israeli-war-1967
___, 2015, Collapse of the Soviet Union- 1989-1991
http://www.globalsecurity.org/military/world/russia/soviet-collapse.htm
___, 2015, China
https://www.eia.gov/beta/international/analysis.cfm?iso=CHN
___, 1996, 14 Address by Prime Minister Netanyahu to a Joint Session of the U.S.
Congress- 10 July 1996
http://www.mfa.gov.il/mfa/foreignpolicy/mfadocuments/yearbook11/page
s/14%20address%20by%20prime%20minister%20netanyahu%20to%20a
%20joint.aspx