SIFAT FISIK DAN ORGANOLEPTIK BAKSO DAGING SAPI DAN … · SIFAT FISIK DAN ORGANOLEPTIK BAKSO DAGING...

51
SIFAT FISIK DAN ORGANOLEPTIK BAKSO DAGING SAPI DAN DAGING KERBAU DENGAN PENAMBAHAN KARAGENAN DAN KHITOSAN SKRIPSI GALIH SUDRAJAT PROGRAM STUDI TEKNOLOGI HASIL TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2007

Transcript of SIFAT FISIK DAN ORGANOLEPTIK BAKSO DAGING SAPI DAN … · SIFAT FISIK DAN ORGANOLEPTIK BAKSO DAGING...

Page 1: SIFAT FISIK DAN ORGANOLEPTIK BAKSO DAGING SAPI DAN … · SIFAT FISIK DAN ORGANOLEPTIK BAKSO DAGING SAPI DAN DAGING KERBAU DENGAN PENAMBAHAN ... Penggunaan STPP memiliki pembatas

SIFAT FISIK DAN ORGANOLEPTIK BAKSO DAGING SAPI DAN DAGING KERBAU DENGAN PENAMBAHAN

KARAGENAN DAN KHITOSAN

SKRIPSI

GALIH SUDRAJAT

PROGRAM STUDI TEKNOLOGI HASIL TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2007

Page 2: SIFAT FISIK DAN ORGANOLEPTIK BAKSO DAGING SAPI DAN … · SIFAT FISIK DAN ORGANOLEPTIK BAKSO DAGING SAPI DAN DAGING KERBAU DENGAN PENAMBAHAN ... Penggunaan STPP memiliki pembatas

RINGKASAN

GALIH SUDRAJAT. D14201066. 2007. Sifat Fisik dan Organoleptik Bakso Daging Sapi dan Daging Kerbau dengan Penambahan Karagenan dan Khitosan. Skripsi. Program Studi Teknologi Hasil Ternak, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor.

Pembimbing Utama : Irma Isnafia A, SPt., MSi Pembimbing Anggota : Bramada Winiar Putra, SPt.

Daging merupakan salah satu bahan pangan hewani yang bergizi tinggi. Salah satu produk olahan daging yang sudah lama dikenal dan sangat digemari masyarakat Indonesia adalah bakso. Pada proses pembuatan bakso ditambahkan bahan-bahan yang menentukan kualitas bakso yang dihasilkan. Salah satu bahan yang ditambahkan dalam proses pembuatan bakso adalah STPP (Sodium Tripolyposphat). Penggunaan STPP memiliki pembatas (self limiting) karena pada konsentrasi tertentu menimbulkan rasa pahit dan merupakan bahan kimia an-organik. Karagenan dan khitosan sebagai bahan alami mempunyai beberapa sifat yang sama dengan STPP yaitu meningkatkan daya mengikat air. Oleh karenanya, karagenan dan khitosan diharapkan dapat menggantikan STPP dalam pembuatan bakso. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan mempelajari sifat fisik dan organoleptik bakso daging sapi dan daging kerbau dengan penambahan khitosan dan karagenan. Bahan utama berupa daging sapi pre-rigor bagian pendasar gandik (top side) yang diperoleh dari Rumah Potong Hewan Kotamadya Bogor dan daging kerbau pre-rigor bagian pendasar gandik (top side) yang diperoleh dari pasar tradisional Leuwi liang. Rancangan percobaan yang digunakan untuk mengetahui pengaruh jenis daging (sapi dan kerbau) dan bahan tambahan pangan (0,3% STPP; 0,3% karagenan dan 0,3% khitosan) adalah Rancangan Acak Lengkap Faktorial pola 2x3 dengan tiga kali ulangan. Data diolah dengan analisis ragam (Analysis of Variance = ANOVA). Jika pada analisis ragam didapatkan hasil yang berbeda nyata, maka dilanjutkan dengan uji Polinomial Ortogonal. Hasil penilaian organoleptik dianalisis dengan metode non parametrik Kruskal Wallis. Apabila hasilnya berbeda nyata maka dilanjutkan dengan uji yang dikembangkan oleh Gibbons. Penggunaan karagenan dan khitosan sebagai bahan tambahan pangan menghasilkan pengaruh yang sama dengan STPP terhadap nilai pH, daya mengikat air dan kekenyalan bakso. Penggunaan jenis daging yang berbeda memberikan hasil berbeda nyata (P<0,05) terhadap nilai pH dan daya mengikat air bakso. Bakso daging sapi memiliki nilai pH lebih rendah dari bakso daging kerbau. Bakso daging kerbau memiliki daya mengikat air lebih tinggi dari bakso daging sapi. Hasil penelitian menunjukkan tidak ada interaksi antara penggunaan jenis daging dan bahan tambahan pangan yang berbeda. Hasil uji organoleptik bahwa panelis menyukai kekenyalan bakso daging sapi yang menggunakan bahan tambahan STPP dan bakso yang memiliki kekenyalan kurang baik adalah bakso daging kerbau yang menggunakan bahan tambahan karagenan.

Kata-kata kunci: bakso, daging sapi, daging kerbau, karagenan, khitosan.

Page 3: SIFAT FISIK DAN ORGANOLEPTIK BAKSO DAGING SAPI DAN … · SIFAT FISIK DAN ORGANOLEPTIK BAKSO DAGING SAPI DAN DAGING KERBAU DENGAN PENAMBAHAN ... Penggunaan STPP memiliki pembatas

ABSTRACT

Physical and Sensory Characteristis of Beef and Buffalo Meatball using Caragenan or Chitosan

Sudrajat, G., I. I. Arief, and B. W. Putra

Meat ball is one of Indonesian people favourite meat product. STPP (Sodium Try Polyphosphat) is the food ingredients that usually used in meatball processing. This research was aimed to study used of caragenan or chitosan as a substitute STPP as ingredients in meatball processing. This research used factorial randomized complete design (2x3) with three replications. This research was done in of Ruminant Laboratory, Animal Science and Production Department, Faculty of Animal Science, Bogor Agricultural University, Bogor. The used of caragenan or chitosan gave same effect as STPP to the pH value, water holding capacity and the meatball viscosity.

Keywords: meat ball, beef, buffalo meat, caragenan, chitosan

Page 4: SIFAT FISIK DAN ORGANOLEPTIK BAKSO DAGING SAPI DAN … · SIFAT FISIK DAN ORGANOLEPTIK BAKSO DAGING SAPI DAN DAGING KERBAU DENGAN PENAMBAHAN ... Penggunaan STPP memiliki pembatas

SIFAT FISIK DAN ORGANOLEPTIK BAKSO DAGING SAPI DAN DAGING KERBAU DENGAN PENAMBAHAN

KARAGENAN DAN KHITOSAN

GALIH SUDRAJAT D14201066

Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Peternakan pada

Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor

PROGRAM STUDI TEKNOLOGI HASIL TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2007

Page 5: SIFAT FISIK DAN ORGANOLEPTIK BAKSO DAGING SAPI DAN … · SIFAT FISIK DAN ORGANOLEPTIK BAKSO DAGING SAPI DAN DAGING KERBAU DENGAN PENAMBAHAN ... Penggunaan STPP memiliki pembatas

SIFAT FISIK DAN ORGANOLEPTIK BAKSO DAGING SAPI DAN DAGING KERBAU DENGAN PENAMBAHAN

KARAGENAN DAN KHITOSAN

Oleh:

GALIH SUDRAJAT

D14201066

Skripsi ini telah disetujui dan disidangkan di hadapan Komisi Ujian Lisan pada tanggal 31 Agustus 2007

Pembimbing Utama Irma Isnafia A, S.Pt., M.Si NIP. 132 243 330

Pembimbing Anggota Bramada Winiar P, S.Pt. NIP. 132 312 035

Dekan Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor

Dr. Ir. Ronny Rachman Noor, M.Rur.Sc. NIP. 131 624 188

Page 6: SIFAT FISIK DAN ORGANOLEPTIK BAKSO DAGING SAPI DAN … · SIFAT FISIK DAN ORGANOLEPTIK BAKSO DAGING SAPI DAN DAGING KERBAU DENGAN PENAMBAHAN ... Penggunaan STPP memiliki pembatas

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan pada tanggal 20 Juli 1983 di kota Bekasi Jawa Barat.

Penulis adalah anak kedua dari tiga bersaudara dan merupakan anak dari pasangan

Bapak Mardjuki dan Ibu Respatiningsih.

Pendidikan dasar diselesaikan pada tahun 1995 di SDN Tri Rawa Bakti I

Bekasi, setelah itu penulis melanjutkan pendidikannya di SLTP Negeri 13 Bekasi

yang diselesaikan pada tahun 1998 dan pendidikan lanjutan menengah atas

diselesaikan pada tahun 2001 di SMU Negeri 2 Bekasi. Penulis diterima sebagai

mahasiswa Departemen Ilmu Produksi Ternak, Fakultas Peternakan, Institut

Pertanian Bogor melalui jalur Ujian Masuk Perguruan Tinggi Negeri (UMPTN) pada

tahun 2001.

Selama mengikuti pendidikan di Institut Pertanian Bogor, penulis aktif di

Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Fakultas Peternakan IPB periode 2003-2004

sebagai Ketua Departemen Hubungan Luar. Penulis juga aktif di Ikatan Senat

Mahasiswa Peternakan Indonesia (ISMAPETI) periode 2004-2006 sebagai Sekretaris

Nasional. Penulis juga merupakan anggota Himpunan Mahasiswa Islam (HMI)

Komisariat Fakultas Peternakan IPB cabang Bogor. Selain itu penulis adalah salah

satu deklarator lahirnya Forum Kajian Peternakan dan Kesehatan Hewan Nasional

(FKPKHN).

Penulis adalah salah satu penerima beasiswa student ecuity Direktorat

Jenderal Perguruan Tinggi (DIKTI) Depdiknas RI. Penulis juga merupakan salah

satu penerima dana Program Kreativitas Mahasiswa (PKM) yang diadakan oleh

DIKTI Depdiknas RI pada tahun ajaran 2004 dengan judul “Fortifikasi Tulang

Rawan Ayam Pedaging untuk Meningkatkan Kadar Kalsium Susu Kedelai”. Selain

itu penulis juga aktif menulis di berbagai media peternakan (TROBOS dan

POULTRY Indonesia). Beberapa tulisan penulis yang dipublikasikan di media

tersebut adalah “Wajah Perguruan Tinggi Peternakan Indonesia”, “Aspek Penting

Peraturan Pakan Ternak” dan “Membangun Peternakan di Negara Kepulauan”.

Page 7: SIFAT FISIK DAN ORGANOLEPTIK BAKSO DAGING SAPI DAN … · SIFAT FISIK DAN ORGANOLEPTIK BAKSO DAGING SAPI DAN DAGING KERBAU DENGAN PENAMBAHAN ... Penggunaan STPP memiliki pembatas

KATA PENGANTAR

Bismillahirrahmanirrahiim

Alhamdulillahi rabbil ‘aalamiin, segala puji bagi Allah SWT atas segala

limpahan rahmat dan inayah-NYa. Shalawat serta salam selalu tercurah atas diri

Rasulullah Muhammad SAW, keluarga, sahabat dan pengikutnya yang setia hingga

akhir massa.

Syukur Alhamdulillah penulis ucapkan kepada Allah SWT atas

terselesaikannya tugas akhir ini dengan judul, “Sifat Fisik dan Organoleptik Bakso

Daging Sapi dan Daging Kerbau dengan Penambahan Karagenan dan

Khitosan”. Skripsi mempelajari pengaruh penambahan karagenan dan khitosan

terhadap nilai pH, daya mengikat air, kekenyalan dan sifat organoleptik bakso daging

sapi dan daging kerbau. Hasil penelitian diharapkan dapat memberikan informasi

tambahan tentang penggunaan karagenan dan khitosan sebagai pengganti STPP

dalam pembuatan bakso.

Penulis berharap semoga skripsi ini dapat berguna bagi penulis pada

khususnya dan para pembaca pada umumnya. Akhir kata semoga Allah SWT selalu

memberi berkah dan rahmat-NYa kepada kita semua.

Bogor, Agustus 2007

Penulis

Page 8: SIFAT FISIK DAN ORGANOLEPTIK BAKSO DAGING SAPI DAN … · SIFAT FISIK DAN ORGANOLEPTIK BAKSO DAGING SAPI DAN DAGING KERBAU DENGAN PENAMBAHAN ... Penggunaan STPP memiliki pembatas

DAFTAR ISI

Halaman

RINGKASAN……………………………………………………………... i

ABSTRACT……………………………………………………………….. ii

RIWAYAT HIDUP...................................................................................... v

KATA PENGANTAR……………………………………………………... vi

DAFTAR ISI………………………………………………………………. vii

DAFTAR TABEL…………………………………………………………. ix

DAFTAR GAMBAR………………………………………………………. x

DAFTAR LAMPIRAN……………………………………………………. xi

PENDAHULUAN…………………………………………………………. 1

Latar Belakang……………………………………………………… 1 Tujuan ................…………………………………………………… 2

TINJAUAN PUSTAKA……………………………………………………. 3

Daging………………………………………………………………. 3 Daging Sapi…………………………………………………. 3 Daging Kerbau……………………………………………... . 4

Bakso………………………………………………………………... 5 Bahan Baku Pembuatan Bakso……………………………………… 5 Daging………………………………………………………. 5 Bahan Pengisi……………………………………………….. 6 Garam Dapur atau NaCl…………………………………….. 6 Es atau Air Es……………………………………………….. 7 Bumbu………………………………………………………. 8 STPP (Sodium Tripolyposphat)…………………………………….. 8 Karagenan…………………………………………………………... 9 Klasifikasi…………………………………………………... 9 Karakteristik dan Komposisi……………………………….. 9 Fungsi………………………………………………………. 11 Khitosan.............................................................................................. 12 Definisi……………………………………………………... 12 Sumber…………………………………………………….... 13 Proses Pembuatan…………………………………………... 13 Karakterisasi dan fungsi……………………………………. 14 Pembuatan Bakso…………………………………………………… 16 Sifat Fisik…………………………………………………………… 17 Nilai pH……………………………………………………... 17 Daya Mengikat Air…………………………………………. 17 Kekenyalan…………………………………………………. 18 Sifat Organoleptik…………………………………………………... 18 Warna……………………………………………………….. 18

Page 9: SIFAT FISIK DAN ORGANOLEPTIK BAKSO DAGING SAPI DAN … · SIFAT FISIK DAN ORGANOLEPTIK BAKSO DAGING SAPI DAN DAGING KERBAU DENGAN PENAMBAHAN ... Penggunaan STPP memiliki pembatas

Rasa…………………………………………………………. 19 Aroma………………………………………………………. 19 Kekenyalan…………………………………………………. 19

METODE .......................…………………………………………………… 20

Lokasi dan Waktu…………………………………………………… 20 Materi……………………………………………………………….. 20 Rancangan…………………………………………………………… 20 Prosedur…………………………………………………………….. 21 Pembuatan Bakso……………………………………............ 21

Peubah yang Diamati……………………………………….. 22 Nilai pH……………………………………………... 22 Daya Mengikat Air………………………………….. 24 Kekenyalan………………………………………….. 24 Organoleptik………………………………………… 24

HASIL DAN PEMBAHASAN…………………………………………….. 25

Sifat Fisik…………………………………………………………... 25 Nilai pH…………………………………………………….. 25

Daya Mengikat Air…………………………………………. 26 Kekenyalan…………………………………………………. 28 Sifat Organoleptik…………………………………………………... 29 Warna………………………………………………………. 29 Rasa………………………………………………………… 30 Aroma……………………………………………………… 30 Kekenyalan………………………………………………… 31

KESIMPULAN DAN SARAN…………………………………………….. 32

Kesimpulan…………………………………………………………. 32 Saran………………………………………………………………... 32

UCAPAN TERIMAKASIH………………………………………………... 33

DAFTAR PUSTAKA………………………………………………………. 34

LAMPIRAN………………………………………………………………… 38

Page 10: SIFAT FISIK DAN ORGANOLEPTIK BAKSO DAGING SAPI DAN … · SIFAT FISIK DAN ORGANOLEPTIK BAKSO DAGING SAPI DAN DAGING KERBAU DENGAN PENAMBAHAN ... Penggunaan STPP memiliki pembatas

DAFTAR TABEL

Nomor Halaman

1. Komposisi Kimia Rumput Laut Jenis Eucheuma cottonii ……… 10

2. Daya Kelarutan Karagenan pada Berbagai Media Pelarut………. 11

3. Daya Kestabilan Ketiga Jenis Karagenan terhadap Perubahan pH. 11

4. Aplikasi Beberapa Polimer dan Oligomer Khitosan…………….. 16

5. Rancangan Formula Pembuatan Bakso………………………….. 22

6. Rataan Nilai pH bakso berdasarkan Perbedaan Jenis Daging dan Bahan Tambahan Pangan………………………………………… 25

7. Rataan Nilai mg H2O bakso berdasarkan Perbedaan Jenis Daging dan Bahan Tambahan Pangan……………………………………. 26

8. Rataan Kekenyalan bakso berdasarkan Perbedaan Jenis Daging dan Bahan Tambahan Pangan……………………………………. 28

9. Rataan Nilai Kesukaan Bakso Daging Kerbau dan Daging Sapi dengan Bahan Tambahan Pangan yang Berbeda………………… 29

Page 11: SIFAT FISIK DAN ORGANOLEPTIK BAKSO DAGING SAPI DAN … · SIFAT FISIK DAN ORGANOLEPTIK BAKSO DAGING SAPI DAN DAGING KERBAU DENGAN PENAMBAHAN ... Penggunaan STPP memiliki pembatas

DAFTAR GAMBAR

Nomor Halaman

1. Struktur Molekul Karagenan.............................................................. 10

2. Struktur Molekul Selulosa, Khitin dan Khitosan............................... 12

3. Skema Pembuatan Bakso ………………………………………….. 23

Page 12: SIFAT FISIK DAN ORGANOLEPTIK BAKSO DAGING SAPI DAN … · SIFAT FISIK DAN ORGANOLEPTIK BAKSO DAGING SAPI DAN DAGING KERBAU DENGAN PENAMBAHAN ... Penggunaan STPP memiliki pembatas

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Halaman

1. Hasil Sidik Ragam Nilai mg H2O Bakso Berdasarkan Perbedaan Jenis Daging dan Bahan Tambahan Pangan.……………………. 38

2. Hasil Sidik Ragam Nilai pH Bakso Berdasarkan Perbedaan Jenis Daging dan Bahan Tambahan Pangan ……………………. 38

3. Hasil Sidik Ragam Kekenyalan Bakso Berdasarkan Perbedaan Jenis Daging dan Bahan Tambahan Pangan…………………….. 38

4. Nilai Uji Non Parametrik Kruskal Wallis Kekenyalan Bakso Berdasarkan Perbedaan Jenis Daging dan Bahan Tambahan

Pangan.…………………………………………………………... 38

5. Nilai Uji Non Parametrik Kruskal Wallis Rasa Bakso Berdasarkan Perbedaan Jenis Daging dan Bahan Tambahan Pangan …………………………………………………………… 39

6. Nilai Uji Non Parametrik Kruskal Wallis Aroma Bakso Berdasarkan Perbedaan Jenis Daging dan Bahan Tambahan Pangan …………………………………………………………… 39

7. Nilai Uji Non Parametrik Kruskal Wallis Warna Bakso Berdasarkan Perbedaan Jenis Daging dan Bahan Tambahan Pangan …………………………………………………………… 39

Page 13: SIFAT FISIK DAN ORGANOLEPTIK BAKSO DAGING SAPI DAN … · SIFAT FISIK DAN ORGANOLEPTIK BAKSO DAGING SAPI DAN DAGING KERBAU DENGAN PENAMBAHAN ... Penggunaan STPP memiliki pembatas

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Daging merupakan salah satu bahan pangan hewani yang bergizi tinggi. Nilai

gizi daging, selain ditunjukkan oleh tingginya kandungan protein dalam daging, juga

ditunjukkan oleh kelengkapan asam amino dengan perbandingan hampir sama

dengan pola yang dibutuhkan untuk pertumbuhan manusia. Daging yang banyak

dikonsumsi di Indonesia biasanya diperoleh dari berbagai ternak yang dipelihara

seperti sapi, kerbau, kambing, domba, babi dan unggas. Sapi dan kerbau adalah jenis

ternak ruminansia besar yang dagingnya dapat dimanfaatkan oleh manusia.

Salah satu produk olahan daging yang sudah lama dikenal dan sangat

digemari masyarakat Indonesia adalah bakso. Pendistribusian bakso di wilayah

Indonesia sudah sangat luas sehingga produk ini memegang peranan penting dalam

penyebarluasan protein hewani bagi konsumsi zat gizi masyarakat Indonesia. Di

tinjau dari aspek gizi, bakso merupakan makanan yang mempunyai kandungan

protein hewani, mineral dan vitamin yang tinggi. Bakso yang ada di pasaran

umumnya merupakan bakso yang berasal dari daging sapi, walaupun demikian tidak

menutup kemungkinan bakso dapat dibuat dari daging ternak lainnya seperti daging

kerbau.

Pembuatan bakso pada umumnya menggunakan daging pre-rigor agar

dihasilkan bakso yang kenyal dan kompak. Bakso merupakan produk emulsi yang

memerlukan bahan tambahan dalam proses pembuatannya. Pada proses pembuatan

bakso ditambahkan bahan-bahan yang menentukan kualitas bakso yang dihasilkan.

Salah satu bahan yang ditambahkan dalam proses pembuatan bakso adalah STPP

(Sodium Tripolyposphat). STPP mempunyai fungsi meningkatkan pH dan daya

mengikat air, menurunkan penyusutan makanan karena dapat mengurangi air yang

hilang selama pemasakan, meningkatkan keempukan dan memudahkan pengirisan,

menstabilkan warna dan keseragaman, sebagai antioksidan serta meningkatkan mutu

produk.

Penggunaan STPP memiliki pembatas (self limiting) karena pada konsentrasi

lebih besar dari 0,5% menimbulkan rasa pahit dan merupakan bahan kimia an-

organik. Oleh karenanya, diperlukan bahan alternatif pengganti STPP dalam

pembuatan bakso yang merupakan bahan alami dan tersedia di alam. Bahan-bahan

Page 14: SIFAT FISIK DAN ORGANOLEPTIK BAKSO DAGING SAPI DAN … · SIFAT FISIK DAN ORGANOLEPTIK BAKSO DAGING SAPI DAN DAGING KERBAU DENGAN PENAMBAHAN ... Penggunaan STPP memiliki pembatas

2

alami (organik) yang memiliki kesamaan sifat dan fungsi dengan STPP pada bahan

pangan diantaranya adalah khitosan dan karagenan. Karagenan dan khitosan

mempunyai beberapa sifat yang sama dengan STPP yaitu meningkatkan daya

mengikat air, sehingga diharapkan penggunaan karagenan dan khitosan dapat

menggantikan STPP.

Tujuan

Penelitian ini bertujuan untuk membandingkan sifat fisik dan organoleptik

bakso daging sapi dan daging kerbau dengan penambahan khitosan dan karagenan.

Manfaat

Manfaat dari penelitian ini adalah untuk menambah informasi tentang

pemanfaatan khitosan dan karagenan sebagai bahan alami pengganti STPP dalam

proses pembuatan bakso daging sapi dan daging kerbau.

Page 15: SIFAT FISIK DAN ORGANOLEPTIK BAKSO DAGING SAPI DAN … · SIFAT FISIK DAN ORGANOLEPTIK BAKSO DAGING SAPI DAN DAGING KERBAU DENGAN PENAMBAHAN ... Penggunaan STPP memiliki pembatas

TINJAUAN PUSTAKA

Daging

Daging, menurut Soeparno (1998), didefinisikan sebagai semua jaringan

hewan dan hasil produk pengolahan jaringan tersebut yang sesuai untuk dimakan

serta tidak menimbulkan gangguan kesehatan bagi yang memakannya. Menurut

Muchtadi dan Sugiyono (1992), daging didefinisikan sebagai urat daging (otot) yang

melekat pada kerangka, kecuali urat daging bagian bibir, hidung dan telinga yang

berasal dari hewan sehat sewaktu dipotong. Daging terbagi atas tipe daging merah

dan daging putih, tergantung dari perbedaan histologi dan biokimianya.

Hammes et al. (2003) menyatakan, bahwa daging merupakan komponen

esensial dalam makanan manusia untuk mendukung pertumbuhan dan perkembangan

tubuh yang optimal karena kandungan zat gizi daging yang lengkap meliputi protein,

lemak, air, karbohidrat, mineral dan vitamin. Daging menjadi sangat rentan terhadap

kerusakan yang disebabkan oleh mikroorganisme.

Daging merah yaitu daging yang memiliki proporsi besar serat yang sempit,

kaya mioglobin, mitokondria, enzim respirasi yang berhubungan dengan aktivitas

otot yang tinggi dan kandungan glikogen yang rendah. Daging putih yaitu daging

yang memiliki serat lebih besar dan lebar, mengandung sedikit mioglobin,

mitokondria, enzim respirasi yang berhubungan dengan aktivitas otot yang singkat

dan cepat dengan frekuensi istirahat yang lebih sering serta kandungan glikogen yang

tinggi (Lawrie, 2003). Beberapa faktor yang mempengaruhi warna daging termasuk

pakan, spesies, bangsa, umur, jenis kelamin, stress (tingkat aktivitas dan tipe otot),

pH dan oksigen. Faktor-faktor ini dapat mempengaruhi penentu utama warna daging

yaitu konsentrasi pigmen daging (mioglobin) (Soeparno, 1998).

Daging Sapi

Bull (1951) dan Forrest et al. (1975) menyatakan bahwa sapi yang lebih

dewasa mempunyai daging yang berwarna cherry-red terang dan daging yang

warnanya merah gelap atau hitam biasanya menunjukkan mutu yang rendah.

Sebagian besar daging sapi yang berwarna gelap berasal dari sapi tua dan

menyebabkan daging menjadi lebih liat.

Daging dari sapi yang dipotong pada umur antara 3 – 14 minggu disebut veal.

Veal berwarna sangat terang. Karkas yang berasal dari sapi muda umur antara 14 -15

Page 16: SIFAT FISIK DAN ORGANOLEPTIK BAKSO DAGING SAPI DAN … · SIFAT FISIK DAN ORGANOLEPTIK BAKSO DAGING SAPI DAN DAGING KERBAU DENGAN PENAMBAHAN ... Penggunaan STPP memiliki pembatas

4

minggu disebut calf (pedet). Tipe daging ini masih disebut veal, kualitasnya tidak

sebaik veal, tetapi belum mencapai karakteristik beef (daging dari sapi yang berumur

lebih dari 1 tahun). Berdasarkan umur, jenis kelamin dan kondisi seksual, daging sapi

atau beef dapat berasal dari: (1) steer, sapi jantan yang dikastrasi sebelum mencapai

dewasa kelamin; (2) heifer, sapi betina yang belum dewasa (belum pernah

melahirkan pedet); (3) cow, sapi betina dewasa (telah pernah melahirkan pedet); (4)

bull, sapi jantan dewasa, biasa digunakan sebagai pejantan, dan (5) stag, sapi jantan

yang dikastrasi setelah mencapai kedewasaan. Variasi kualitas beef dapat terjadi

karena variasi umur dan kedewasaan. Beef dari steer dan heifer mempunyai

karakteristik palatabilitas yang serupa (Soeparno, 1998).

Daging Kerbau

Kerbau umumnya digunakan sebagai ternak kerja dan disembelih bila sudah

tua. Umumnya daging kerbau lebih keras dibandingkan daging sapi dan

keempukannya (tenderness) jauh berbeda dengan daging sapi. Daging kerbau

warnanya lebih tua daripada daging sapi, serabutnya lebih kasar, lemaknya berwarna

putih dan bila diraba akan melekat pada jari. Tekstur daging kerbau lebih liat dari

ternak lainnya karena disembelih pada umur tua (Arintawati, 2005). Daging kerbau

berwarna lebih gelap dibandingkan daging sapi karena mioglobin daging kerbau

lebih tinggi (Comission on International Relations National Research Council, 1981).

Daging kerbau mempunyai kandungan nutrisi yang hampir sama dengan

ternak ruminansia besar lainnya sehingga daging kerbau dapat dikonsumsi.

Kandungan protein daging kerbau menurut Cockrill (1974) adalah 20,25%

sedangkan kandungan protein daging sapi adalah 18% (Desroirer, 1988). Menurut

NRC (1981), komposisi kimia daging kerbau adalah protein 19%, lemak

intramuskuler 2 – 3%, kadar abu 1%, bahan ekstrak tanpa nitrogen 3,20%, kadar air

76% dan mioglobin 4,10%.

Menurut Cockrill (1974) daging kerbau hampir sama dengan daging sapi

dalam beberapa hal seperti, struktur, komposisi kimia, nilai nutrisi dan palatabilitas.

Struktur dari bagian karkas yang dapat dimakan hampir identik dengan daging sapi.

Perbedaan terletak pada penyebaran lemak dan jaringan ikatnya. Lemak daging

kerbau lebih terpusat di bawah kulit dan pada rongga tubuh dan lebih sedikit diantara

Page 17: SIFAT FISIK DAN ORGANOLEPTIK BAKSO DAGING SAPI DAN … · SIFAT FISIK DAN ORGANOLEPTIK BAKSO DAGING SAPI DAN DAGING KERBAU DENGAN PENAMBAHAN ... Penggunaan STPP memiliki pembatas

5

daging, dengan kata lain derajat marbling daging kerbau lebih sedikit dari daging

sapi

Bakso

Bakso daging menurut SNI No. 01-3818-1995 adalah produk makanan

berbentuk bulatan atau bentuk lain yang diperoleh dari campuran daging ternak

(kadar daging tidak kurang dari 50%) dan pati atau serelia dengan atau tanpa BTP

(Bahan Tambahan Pangan) yang diizinkan (Dewan Standardisasi Indonesia, 1995).

Menurut Tarwotjo et al. (1971), bakso merupakan daging yang dihaluskan, dicampur

tepung pati, dibentuk bulat-bulat sebesar kelereng atau lebih besar lagi dan dimasak

dengan air panas untuk dikonsumsi. Ockerman (1978) mendefinisikan bakso

(meatball) sebagai daging giling yang dicampur dengan sebanyak-banyaknya 12%

campuran kedelai, konsentrat protein, susu bubuk tanpa lemak dan bahan-bahan

sejenis lainnya. Bakso merupakan emulsi minyak dalam air, lemak sebagai fase

terdispersi dan air sebagai fase pendispersi dengan protein sebagai emulsifier.

Molekul pengemulsi mempunyai afinitas, baik terhadap air yaitu porsi molekul

hidrofilik maupun terhadap lemak yaitu porsi molekul hidrofobik.

Bakso umumnya dibuat dengan menggunakan daging pre-rigor agar

dihasilkan bakso yang kenyal dan kompak. Berdasarkan daging yang digunakan,

bakso dibedakan menjadi beberapa macam yaitu bakso ikan, bakso sapi dan bakso

babi (Tarwotjo, et al., 1971), bakso kerbau (Pandisurya, 1983), bakso kambing dan

bakso domba (Mujiono, 1995).

Bahan Baku Pembuatan Bakso

Bahan baku pembuatan bakso terdiri dari bahan utama yaitu daging dan

bahan tambahan yang terdiri dari bahan pengisi (tepung-tepungan), garam, es atau air

es, bumbu-bumbu seperti lada serta bahan penyedap lainnya (Sunarlim, 1992).

Daging

Daging yang digunakan untuk membuat bakso adalah daging sesegar

mungkin yaitu segera setelah pemotongan tanpa mengalami proses penyimpanan

sehingga dapat menghasilkan mutu bakso yang baik (Sunarlim, 1992). Daging yang

banyak digunakan untuk membuat bakso adalah daging penutup (top side), pendasar

gandik (silver side), lemusir (cube roll), paha depan (chuck) dan daging iga (rib

Page 18: SIFAT FISIK DAN ORGANOLEPTIK BAKSO DAGING SAPI DAN … · SIFAT FISIK DAN ORGANOLEPTIK BAKSO DAGING SAPI DAN DAGING KERBAU DENGAN PENAMBAHAN ... Penggunaan STPP memiliki pembatas

6

meat). Sebenarnya hampir semua jenis daging dari bahan karkas dapat digunakan

untuk membuat bakso, namun karena perbedaan kandungan lemak dan jaringan ikat

tiap bagian daging, maka penggunaannya disesuaikan dengan mutu bakso yang

dihasilkan (Elviera, 1988).

Bahan Pengisi

Menurut Kramlich (1971), bahan pengisi dan pengikat merupakan bagian

bukan daging yang ditambahkan dalam pembuatan produk emulsi daging seperti

bakso dan sosis. Perbedaan antara bahan pengikat dan bahan pengisi terletak pada

fraksi utama dan kemampuannya mengemulsikan lemak. Bahan pengikat mempunyai

kandungan protein yang lebih tinggi, sedangkan bahan pengisi mempunyai

kandungan karbohidrat lebih banyak. Bahan pengikat merupakan bahan bukan

daging yang mempunyai kemampuan mengikat air dan sekaligus mengemulsikan

lemak. Bahan pengikat yang digunakan adalah susu bubuk skim, sedangkan bahan

pengisi memiliki kemampuan untuk mengikat air tetapi tidak mengemulsikan lemak

(Sunarlim, 1992).

Menurut Forrest et al. (1975), tujuan penambahan bahan pengikat dan bahan

pengisi dalam suatu adonan adalah untuk meningkatkan daya mengikat air,

mereduksi penyusutan selama pemasakan, memperbaiki sifat irisan dan mengurangi

biaya produksi. Bahan pengisi juga dapat memperbaiki stabilitas emulsi produk

daging (Kramlich, 1971). Bahan pengisi yang umum digunakan dalam pembuatan

bakso adalah tepung tapioka dan sagu aren (Pandisurya, 1983). Tapioka harganya

murah dan dapat memberikan dekstrin dengan kelarutan yang lebih baik, cita rasa

netral serta warna terang pada produk. Tapioka mengandung 17% amilosa dengan

suhu gelatinisasi 520C (Redley, 1976).

Penggunaan bahan pengisi dalam pembuatan bakso berdasarkan SNI 01-

3818-1995 maksimum 50% dari berat daging. Peningkatan penggunaan bahan

pengisi menyebabkan peningkatan kekerasan bakso (Purnomo, 1990).

Garam Dapur atau NaCl

Menurut Pearson dan Tauber (1984), garam dapur atau NaCl mempunyai

fungsi untuk meningkatkan cita rasa produk bakso, sebagai pelarut protein yaitu

miosin sehingga menstabilkan emulsi daging, sebagai pengawet karena dapat

mencegah pertumbuhan mikroba sehingga memperlambat kebusukan dan untuk

Page 19: SIFAT FISIK DAN ORGANOLEPTIK BAKSO DAGING SAPI DAN … · SIFAT FISIK DAN ORGANOLEPTIK BAKSO DAGING SAPI DAN DAGING KERBAU DENGAN PENAMBAHAN ... Penggunaan STPP memiliki pembatas

7

meningkatkan daya mengikat air yang biasanya dipadukan dengan STPP. Hasil

penelitian Trout dan Schmidt (1986) bahwa garam dapat memperbaiki sifat

fungsional produk daging dengan mengekstrak protein miofibril dari sel-sel otot

selama perlakuan mekanis dan berinteraksi dengan protein otot selama pemanasan

sehingga terbentuk matriks yang kuat dan mampu menahan air bebas serta

membentuk tekstur produk.

Pengaruh NaCl atau garam dapur pada daya mengikat air berhubungan

dengan kemampuan ion Na+ menggantikan Ca2+ dalam menghambat terjadinya

ikatan silang. Peran ion Cl- lebih dominan pada fungsi peningkatan daya mengikat air

selanjutnya. Ion Cl- mampu berikatan kuat dengan filamen protein bermuatan positif,

sehingga menyebabkan filamen protein tersebut bermuatan negatif. Hal ini

menyebabkan penolakan antar filamen, akibatnya ruang antar filamen menjadi lebih

luas, sehingga daya mengikat air meningkat (Devidek et al., 1990). Peningkatan daya

mengikat air terjadi pada penambahan garam di atas 1% atau sebanding dengan 0,17

M NaCl. Penambahan garam di atas 5% menyebabkan protein miofibril terpisah dari

cairan dan mengendap, sehingga daya mengikat air menjadi rendah (Honikel, 1989).

Pemberian garam sebaiknya dilakukan secepat mungkin ketika daging masih

segar dan belum mengalami proses rigor. Pada keadaan tersebut pH masih di atas 5,5

(belum terjadi proses rigor mortis) sehingga ikatan aktomiosin belum terbentuk dan

aktin maupun miosin mudah terekstraksi. Penambahan garam sebaiknya tidak kurang

dari 2% atau lebih dari 4% karena konsentrasi garam kurang dari 1,8% menyebabkan

rendahnya protein terlarut (Sunarlim, 1992).

Es atau Air Es

Penambahan air dalam bentuk es bertujuan untuk melarutkan garam dan

mendistribusikannya secara merata ke seluruh bagian masa daging, memudahkan

ekstraksi protein serabut otot, membantu pembentukan emulsi dan mempertahankan

suhu adonan akibat pemanasan mekanis (Kramlich et al., 1973). Menurut Forrest et

al. (1975), penambahan es berfungsi untuk mempertahankan suhu daging agar tetap

rendah selama penggilingan daging dan pembuatan adonan (emulsifikasi), menjaga

kelembaban produk akhir agar tidak kering, meningkatkan keempukan dan sari

minyak (juiceness) daging.

Page 20: SIFAT FISIK DAN ORGANOLEPTIK BAKSO DAGING SAPI DAN … · SIFAT FISIK DAN ORGANOLEPTIK BAKSO DAGING SAPI DAN DAGING KERBAU DENGAN PENAMBAHAN ... Penggunaan STPP memiliki pembatas

8

Suhu daging yang lebih dari 15 – 200C dapat menyebabkan kerusakan emulsi.

Peningkatan suhu umumnya disebabkan oleh jenis alat yang dipakai. Emulsi menjadi

lebih stabil meskipun suhu luar emulsi mencapai 20 – 250C, bila alat pelumat yang

digunakan dengan kecepatan tinggi seperti Sillent Cutter (Wilson et al., 1981). Cara

mempertahankan suhu adonan agar tetap rendah dengan menambahkan es atau air es.

Penambahan es lebih baik dari air, karena setiap penambahan satu gram es pada suhu

00C untuk menjadi air dengan suhu 00C membutuhkan 80 kalori. Sejumlah 80 kalori

yang sama dapat digunakan untuk meningkatkan suhu sebanyak 10C pada suhu air

800C. Peningkatan suhu selama proses pelumatan daging akibat panas yang timbul

akan digunakan untuk mencairkan es, sehingga suhu daging atau adonan dapat

dipertahankan (Forrest et al., 1975).

Jumlah es yang ditambahkan dalam adonan mempengaruhi kadar air, daya

mengikat air, kekenyalan dan kekompakan bakso. Indrarmono (1987) menganjurkan

penambahan es sebanyak 20% dari berat daging agar dihasilkan bakso dengan sifat

fisik dan organoleptik yang disukai konsumen.

Bumbu

Menurut Forrest et al. (1975), penambahan bumbu pada pembuatan produk

daging dimaksudkan untuk mengembangkan rasa dan aroma atau memperpanjang

umur simpan. Lada dan bawang putih digunakan pada beberapa resep produk daging

seperti bakso dan sosis.

STPP (Sodium Tripolyposphat = Na5P3O10)

Alkali fosfat berguna untuk meningkatkan pH daging dan daya mengikat air

protein otot, menurunkan penyusutan selama pemasakan, meningkatkan keempukan

dan memudahkan pengirisan, menstabilkan warna dan keseragaman, meningkatkan

reaksi oksidasi serta meningkatkan mutu produk daging (Ockerman, 1983). STPP

dapat membantu mengekstrak dan melarutkan protein daging terutama miosin.

Fungsi fosfat dalam memperbaiki mutu produk daging tergantung pada beberapa

faktor yaitu tipe fosfat, pH produk dan konsentrasi NaCl (Trout dan Schmidt, 1986).

Menurut Trout dan Schmidt (1986), efektifitas fosfat menurun secara linier

dengan semakin panjangnya rantai molekul dengan kata lain berubahnya tipe fosfat

yang digunakan. Penggunaan STPP memiliki pembatas (self limiting) karena

menimbulkan rasa pahit pada konsentrasi tertentu, sehingga penggunaan pada

Page 21: SIFAT FISIK DAN ORGANOLEPTIK BAKSO DAGING SAPI DAN … · SIFAT FISIK DAN ORGANOLEPTIK BAKSO DAGING SAPI DAN DAGING KERBAU DENGAN PENAMBAHAN ... Penggunaan STPP memiliki pembatas

9

umumnya berkisar antara 0,3 – 0,5% (Ranken, 1976). Menurut Pandisurya (1983),

penambahan STPP sebanyak 0,75% dari berat daging dengan penambahan garam

sebanyak 2% pada adonan bakso akan memberikan nilai penerimaan produk terbaik.

Konsentrasi polifosfat yang dapat ditolerir tubuh tanpa gangguan fisiologis adalah

0,5% dari produk akhir. Penambahan STPP dapat mencegah terjadinya rekahan serta

terbentuknya permukaan yang kasar pada produk daging layu. STPP juga dapat

meningkatkan rendemen, kekenyalan dan kekompakan bakso (Elviera, 1988).

Karagenan (Carragenan)

Klasifikasi

Nama latin dari karagenan adalah Kappaphycus alvarezii menurut Chapman

dan Chapman (1980) klasifikasinya adalah sebagai berikut:

Filum: Rodophyta

Sub kelas: Floridae

Kelas: Rhodopyceae

Ordo: Gigartinales

Famili: Soliriaceae

Genus: Kappaphycus

Spesies: Kappaphycus alvarezii (Doty)

= Eucheuma cottonii (nama dagang)

Karakteristik dan Komposisi

Berdasarkan pada segi morfologinya, Eucheuma cottonii memiliki thalus

dengan permukaan licin, waktu hidup berwarna hijau hingga kuning kemerahan dan

jika kering akan berwarna kuning kecoklatan. Thalli memiliki bentuk yang bervariasi

dengan cabang pertama dan kedua tumbuh membentuk rumput yang rimbun dengan

ciri khusus menghadap ke arah datangnya sinar matahari (Atmadja et al., 1996). E.

cottoni adalah rumput laut yang memiliki kandungan gizi yang cukup baik, dengan

kalori yang rendah. Rumput laut ini juga mengandung berbagai mineral yang cukup

tinggi dan dapat dimanfaatkan untuk berbagai keperluan, misalnya untuk bahan

pembuatan agar-agar. Rumput laut spesies Eucheuma cottonii menghasilkan kappa

karagenan, spesies Eucheuma spinosum menghasilkan iota karagenan dan spesies

Chondrus crispus atau Gigartina menghasilkan lamda karagenan. Adapun komposisi

kimia dari rumput laut jenis Eucheuma cottonii dapat dilihat pada Tabel 1.

Page 22: SIFAT FISIK DAN ORGANOLEPTIK BAKSO DAGING SAPI DAN … · SIFAT FISIK DAN ORGANOLEPTIK BAKSO DAGING SAPI DAN DAGING KERBAU DENGAN PENAMBAHAN ... Penggunaan STPP memiliki pembatas

10

Tabel 1. Komposisi Kimia Rumput Laut Jenis Eucheuma cottonii

Komposisi Jumlah

Air (%) Protein (%) Lemak (%) Karbohidrat (%) Serat Kasar (%) Abu (%) Mineral Ca (ppm) Mineral Fe (ppm) Riboflavin (mg/100 g) Vitamin C (mg/100 g) Karagenan (%)

12,90 5,12 0,13 13,38 1,39 14,21 52,82 0,11 2,26 4,00 65,75

Sumber: Istini et al, 1986

Karagenan mempunyai berat molekul tinggi dan merupakan polisakarida

linier yang tersusun dari unit-unit galaktosa. Struktur dasar karagenan adalah

polisakarida linier yang mempunyai bagian disakarida berulang dari β - (1,3) – D –

galaktopiranosa dan α – (1,4) – D – galaktopiranosa. Beberapa grup piruvat dan

methoksi juga terkandung dalam karagenan. Karagenan diberi nama berdasarkan

persentase kandungan ester sulfatnya, yaitu: Kappa (25 – 30%), Iota (28 – 35%) dan

Lamda (32 – 39%) (Keeton, 2001). Struktur molekul Kappa, Iota dan Lambda

karagenan terdapat pada Gambar 1.

(a) (b)

(c)

Gambar 1. Struktur Molekul Karagenan: (a) Kappa, (b) Iota dan (c) Lambda Sumber: Keeton, 2001

Menurut Winarno (1996), standar mutu karagenan dalam bentuk tepung

adalah 99% lolos dari saringan 60 mesh, tepung yang terendap alkohol 0,7 dan kadar

Page 23: SIFAT FISIK DAN ORGANOLEPTIK BAKSO DAGING SAPI DAN … · SIFAT FISIK DAN ORGANOLEPTIK BAKSO DAGING SAPI DAN DAGING KERBAU DENGAN PENAMBAHAN ... Penggunaan STPP memiliki pembatas

11

air 15% pada RH 50 dan 25% pada RH 70. Penggunaan ini biasanya dilakukan pada

konsentrasi serendah 0,005% sampai setinggi 3% tergantung produk yang ingin

diproduksi. Daya kelarutan dan kestabilan ketiga jenis karagenan dapat dilihat pada

Tabel 2 dan 3.

Tabel 2. Daya Kelarutan Karagenan pada Berbagai Media Pelarut

Medium Kappa Iota Lamda

Air panas Larut di atas 600C Larut di atas 600C Larut Air dingin Garam Na larut,

garam K dan Ca tidak larut

Garam Na larut, garam Ca memberi disperse thixotropic larut

Larut

Susu panas Larut Larut Larut Susu dingin Garam Na, Ca dan

K tidak larut tapi akan mengembang

Tidak larut Larut

Larutan gula pekat Panas, larut Larut, sukar Larut, panas Larutan garam pekat

Tidak larut Larut, panas Larut, panas

Sumber: Moirano, 1977 dalam Angka dan Suhartono, 2000

Tabel 3. Daya Kestabilan Ketiga Jenis Karagenan terhadap Perubahan pH

Stabilitas Kappa Iota Lamda

Keadaan pH netral dan alkali

Stabil Stabil Stabil

Terhidrolisa bila dipanaskan Stabil dalam keadaan gel

Terhidrolisa Stabil dalam keadaan gel

Terhidrolisa

Sumber: Moirano, 1977 dalam Angka dan Suhartono, 2000

Fungsi

Karagenan digunakan untuk mengontrol kadar air, tekstur dan sebagai

penstabil, selain itu digunakan pada industri makanan untuk membentuk gel dan

menambah ketebalan (thickening). Karagenan dapat diaplikasikan pada berbagai

produk sebagai pembentuk gel atau penstabil, pensuspensi, pembentuk tekstur

emulsi, terutama pada produk-produk jelly, permen, sirup, dodol, nugget, produk

susu, bahkan untuk industri kosmetik, tekstil, cat, obat-obatan dan pakan ternak

(Suptijah, 2002).

Page 24: SIFAT FISIK DAN ORGANOLEPTIK BAKSO DAGING SAPI DAN … · SIFAT FISIK DAN ORGANOLEPTIK BAKSO DAGING SAPI DAN DAGING KERBAU DENGAN PENAMBAHAN ... Penggunaan STPP memiliki pembatas

12

Karagenan dapat menyerap air sehingga menghasilkan tekstur yang kompak.

Karagenan juga meningkatkan rendemen, meningkatkan daya mengikat air,

menambah kesan juiciness, meningkatkan kemampuan potong produk dan

melindungi produk dari efek pembekuan dan thawing (Keeton, 2001). Karagenan

dapat digunakan sebagai bahan penstabil karena mengandung gugus sulfat yang

bermuatan negatif disepanjang rantai polimernya dan bersifat hidrofilik yang dapat

mengikat air atau gugus hidroksil lainnya (Moirano, 1977). Berdasarkan sifatnya

yang hidrofilik tersebut, maka penambahan karagenan dalam produk emulsi akan

meningkatkan viskositas fase kontinu sehingga emulsi menjadi stabil (Frashier dan

Parker, 1985).

Khitosan

Definisi

Khitosan adalah polimer dengan berat molekul tinggi yang merupakan

turunan dari bahan alami yaitu khitin. Khitosan (2-amino-2-deoksi-D-glukan) adalah

polisakarida linier dengan susunan acak β - (1-4) - yang menghubungkan D -

glukosamin (unit tanpa asetil) dan N-asetil-D-glukosamin (unit asetil). Susunan

kimia tersebut adalah bentuk komersial dari khitosan yang dapat dimanfaatkan dalam

biomedis (Irawan, 2006). Struktur molekul selulosa, khitin dan khitosan terdapat

pada Gambar 2.

Gambar 2. Struktur Molekul Selulosa, Khitin dan Khitosan. Sumber: Rukayadi, 2002

Page 25: SIFAT FISIK DAN ORGANOLEPTIK BAKSO DAGING SAPI DAN … · SIFAT FISIK DAN ORGANOLEPTIK BAKSO DAGING SAPI DAN DAGING KERBAU DENGAN PENAMBAHAN ... Penggunaan STPP memiliki pembatas

13

Sumber

Limbah udang windu, limbah udang barong, udang putih, udang galah dan

dan kulit kerang, kepiting, lobster serta beberapa jenis crustacea lainnya

mengandung khitin dalam jumlah besar, yaitu antara 42-57%. Khitin adalah senyawa

polimer organik yang selanjutnya dapat diproses menjadi khitosan, suatu senyawa

poliglukosamin, melalui proses deasetilisasi berpengaruh terhadap rendemen, berat

molekul, viskositas dan kemampuan mekanik dari produk khitosan yang dihasilkan

(Sormin et al., 2001).

Proses Pembuatan

Khitosan komersial diproduksi melalui proses penghilangan grup asetil (CH3-

CO) dari rantai polimer khitin dengan menggunakan dilusi asam atau disebut juga

dengan proses deasetilisasi (Mc Cue, 2006). Derajat deasetilisasi dapat ditentukan

menggunakan spektroskopi NMR. Persentase derajat deasetilisasi pada khitosan

komersial berkisar antara 60 – 100%. Proses pembuatan khitosan dilakukan melalui

beberapa tahapan. Dimulai dari pengeringan bahan baku mentah khitosan (rajungan),

lalu melalui proses penggilingan, penyaringan, deproteinisasi, pencucian dan

penyaringan, demineralisasi (penghilangan mineral Ca), pencucian, desalinisasi dan

pengeringan. Setelah itu barulah terbentuk produk akhir khitosan (Anonim, 2006).

Saat ini khitosan dan turunannya diproduksi secara termokimia dengan suhu

tinggi menggunakan bahan dasar cakang kepiting atau cakang udang-udangan.

Cakang tersebut dihilangkan proteinnya (deproteinisasi) dengan basa. Deproteinisasi

dilakukan menggunakan NaOH 40 N, kemudian penghilangan mineral dengan

CaCO3 pada kondisi pH sangat asam, proses ini menghasilkan kitin murni. Proses

selanjutnya ialah penghilangan gugus asetil (deasetilisasi). Proses deasetilisasi bisa

dilakukan dengan dua cara. Pertama, khitin dilarutkan ke dalam NaOH konsentrasi

tinggi kemudian dipanaskan. Khitosan yang terbentuk umumnya merupakan khitosan

yang tidak larut air, dengan cara ini 85 sampai 93% gugus asetil telah dihilangkan.

Cara kedua, sama dengan cara pertama akan tetapi perlakuan suhunya lebih rendah,

dengan proses ini gugus asetil yang dapat dihilangkan kurang dari 80%. Kedua

proses tersebut memiliki efek samping yang tidak baik, diantaranya memerlukan

energi banyak, menghasilkan sampah dengan konsentrasi basa yang tinggi dan

khitosan yang dihasilkan sangat beragam (Rukayadi, 2002).

Page 26: SIFAT FISIK DAN ORGANOLEPTIK BAKSO DAGING SAPI DAN … · SIFAT FISIK DAN ORGANOLEPTIK BAKSO DAGING SAPI DAN DAGING KERBAU DENGAN PENAMBAHAN ... Penggunaan STPP memiliki pembatas

14

Khitosan juga dapat dihasilkan melalui proses deasetilisasi menggunakan

enzim. Enzim khitin deasetilase sekarang mulai diperkenalkan untuk menghasilkan

polimer khitosan atau oligomer khitosan dari khitin. Martinou et al. (1995)

melaporkan proses deasetilisasi khitin menjadi khitosan menggunakan enzim khitin

deasetilase (KDA) dari Mucour rouxii. Hasil penelitian menunjukkan, jika substrat

yang digunakan ialah khitin yang telah sedikit dideasetilasi atau menggunakan

oligomer khitosan yang larut dalam air, ternyata lebih dari 97% gugus asetil dapat

dihilangkan oleh KDA dari M. rouxii. Khitosan yang dihasilkan sangat seragam baik

derajat deasetilasinya ataupun posisi deasetilasinya. Hal ini disebabkan enzim

bekerja sangat spesifik sehingga untuk mendapatkan khitosan yang seragam dan

spesifik akan lebih baik menggunakan enzim (Rukayadi, 2002).

Karakterisasi dan Fungsi

Grup amino pada khitosan mempunyai nilai pKa sekitar 6,5. Khitosan

bermuatan positif dapat larut dalam asam dan larutan netral dengan berat jenis

tergantung pada nilai pH dan nilai persentase derajat deasetilisasi. Khitosan juga

bersifat bioadhesive yang siap berikatan dengan muatan negatif pada permukaan

seperti mukosa membran (Anonim, 2006).

Menurut Sormin et al. (2001), semakin tinggi derajat deasetilisasi khitosan,

semakin rendah berat molekul dan viskositasnya. Hal ini disebabkan karena

perlakuan alkali berpengaruh terhadap penurunan panjang rantai polisakarida, dalam

hal jumlah rata-rata unit gula per molekul polimer. Sifat fungsional khitosan tidak

hanya ditentukan oleh derajat deasetilisasi, tetapi juga oleh berat molekulnya.

Semakin tinggi derajat deasetilisasi khitosan, semakin rendah kadar protein

konsentrat limbah yang diperoleh. Semakin tinggi derajat deasetilisasi khitosan

semakin banyak logam berat yang dapat diikat. Hal ini disebabkan logam berat dapat

terikat pada gugus NH2 dari khitosan membentuk suatu senyawa kompleks, sehingga

semakin tinggi derajat deasetilisasi semakin banyak gugus asetil yang digantikan

oleh gugus NH2.

Keunggulan khitosan secara garis besar ialah struktur kimianya sederhana

sehingga mudah ditentukan dengan spektroskopi, dapat dimodifikasi baik secara

kimiawi ataupun menggunakan enzim, mempunyai fungsi biologis dan fisik,

merupakan senyawa yang dapat didegradasi secara biologi, dapat serasi secara

Page 27: SIFAT FISIK DAN ORGANOLEPTIK BAKSO DAGING SAPI DAN … · SIFAT FISIK DAN ORGANOLEPTIK BAKSO DAGING SAPI DAN DAGING KERBAU DENGAN PENAMBAHAN ... Penggunaan STPP memiliki pembatas

15

biologi (biocompatible) dengan berbagai organ, jaringan dan sel, dapat diubah

menjadi bentuk produk lain termasuk bentuk serpihan, bubuk halus, membran,

butiran besar atau manik-manik, spong, kain, serat dan gel (Rukayadi, 2002).

Aplikasi beberapa polimer dan oligomer khitosan pada berbagai bidang dapat dilihat

pada Tabel 4.

Kegunaan pokok dari khitosan adalah meningkatkan pertumbuhan dan

mencegah serangan fungi pada tanaman. Khitosan juga digunakan dalam teknik

pemrosesan air terutama pada bagian proses penyaringan air. Pada proses

penyaringan air khitosan dapat menghilangkan phosphor, logam berat dan minyak.

Sormin et al. (2001), melaporkan bahwa khitosan dapat mengikat logam berat (Fe),

dan merkuri (Hg) dari limbah cair dengan efektivitas pengikatan sebesar 100 mg

logam berat per gram khitosan bubuk yang digunakan. Kombinasi penyaringan air

menggunakan khitosan dan pasir memiliki keakuratan 99%. Penggunaan khitosan

sebagai penyaring (filtrasi) tidak hanya pada air, tetapi dapat digunakan juga pada

bahan-bahan berbentuk cair yang lain. Kombinasi penggunaan khitosan dengan

gelatin, bentonite, silika gel dapat menjernihkan anggur dan bir. Khitosan juga

berfungsi dalam bio medis yaitu untuk menghambat LDL kholesterol dalam darah,

mengontrol tekanan darah, mengurangi jumlah asam uric dalam darah, mencegah

pendarahan, berfungsi sebagai antasida, membantu penyerapan kalsium pada tulang,

mempunyai sifat anti tumor dan antimikrobial.

Penggunaan khitosan pada bahan pangan adalah sebagai bahan pengawet

alami, penstabil warna, mengurangi reduksi lemak, memperpanjang umur bau yang

alami, anti oksidan dan agen pengontrol tekstur (Anonim, 2006). Khitosan dapat

bertindak sebagai emulsifier pada bahan pangan karena kemampuannya mengikat air

dan lemak. Gugus polar (H+) pada khitosan dapat mengikat air dan gugus non polar

(NH2) pada khitosan dapat berikatan dengan lemak. Khitosan dan protein daging

akan membentuk suatu ikatan protein-khitosan terikat yang dapat meningkatkan

kemampuan protein untuk menyelimuti lemak (terdispersi). Khitosan dapat mengikat

partikel-partikel lemak sehingga tidak terjadi pembentukan globula lemak yang besar

karena dapat mengakibatkan ketidakstabilan emulsi pada produk sosis yang

dihasilkan (Sitindaon, 2007).

Page 28: SIFAT FISIK DAN ORGANOLEPTIK BAKSO DAGING SAPI DAN … · SIFAT FISIK DAN ORGANOLEPTIK BAKSO DAGING SAPI DAN DAGING KERBAU DENGAN PENAMBAHAN ... Penggunaan STPP memiliki pembatas

16

Tabel 4. Aplikasi Beberapa Polimer dan Oligomer Khitosan

Penerapan Contoh

Pengolahan air Membersihkan air dari: ion, logam dan pestisida, fenol, protein, radioisotop, PCBs dan bahan pencelup, dan bahan sampah dari pengolahan makanan.

Pertanian Bahan penyubur, antibakteri dan fungisida, pelapisan biji-bijian dan buah-buahan, elisitor tanaman.

Makanan dan pakan tambahan Pengurai dan penghilang asam dari buah-buahan dan minuman, penstabil warna, mengurangi reduksi lemak, memperpanjang umur bau yang alami, untuk agen pengontrol tekstur, pengawetan makanan dan antioksidan, pengemulsi, agen pelapis dan penstabil, pakan tambahan ikan, dan preparasi untuk diet.

Biomedikal dan farmaseutical Pengobatan luka bakar, preparasi kulit buatan, benang penjahit operasi, lensa kontak, membran dialisis darah, pembuluh darah buatan, anti tumor, antikoagulasi darah, antigastritis, haemostatik, hipokolesterolamik dan agen antothrombonik, sistem penyaluran obat dan gen, dan pemeliharaan gigi.

Kosmetik Perawatan kulit dan rambut Bioteknologi dan kromatografi Imobilisasi enzim, matrik gel dalam

kromatografi afinitas, substrat untuk enzim.

Lain-lain Pelapis kertas, film dan spong, serat buatan.

Sumber: Rukayadi, 2002

Pembuatan Bakso

Pembuatan bakso pada prinsipnya terdiri dari empat tahap yaitu

penghancuran daging, pembuatan adonan, pencetakan bakso dan pemasakan

(Pandisurya, 1983). Menurut Iswanto (1989), tahap pembuatan bakso meliputi

penggilingan daging giling kasar (ground meat), pencampuran emulsi daging dengan

tepung pati, penyimpanan adonan yang terbentuk dan pencetakan adonan menjadi

bakso dalam air panas.

Page 29: SIFAT FISIK DAN ORGANOLEPTIK BAKSO DAGING SAPI DAN … · SIFAT FISIK DAN ORGANOLEPTIK BAKSO DAGING SAPI DAN DAGING KERBAU DENGAN PENAMBAHAN ... Penggunaan STPP memiliki pembatas

17

Menurut Pisula (1984), penghancuran daging dimaksudkan untuk memecah

dinding sel serabut otot daging sehingga memudahkan protein larut garam seperti

aktin dan miosin dapat diekstrak keluar dengan menggunakan larutan garam.

Penghancuran daging dapat dilakukan dengan cara mencacah (mincing), menggiling

(grinding) atau mencincang sampai halus (chopping) (Wilson et al., 1981). Proses

pembentukan adonan dapat dilakukan dengan mencampur seluruh bahan kemudian

menghancurkannya (mixing dan chopping) sehingga membentuk suatu adonan, atau

dapat juga menghancurkan daging, kemudian mencampurkannya dengan seluruh

bahan (mincing, grinding dan mixing). Pada proses penggilingan daging perlu

diperhatikan kenaikan suhu akibat panas yang dihasilkan. Suhu yang diperlukan

untuk mempertahankan stabilitas emulsi di bawah 200C. Apabila dalam proses

penggilingan daging, kenaikan suhu lebih dari 200C, dapat menyebabkan denaturasi

protein dan sebagian emulsi akan pecah (Pearson dan Tauber, 1984). Penyimpanan

adonan sebelum dicetak menjadi bakso bertujuan untuk meningkatkan jumlah protein

larut garam dalam emulsi atau adonan bakso sehingga dapat memperbaiki sifit fisik

bakso yang dihasilkan (Indrarmono, 1987).

Sifat Fisik

Nilai pH

Nilai pH adalah sebuah indikator penting kualitas daging dengan

memperhatikan kualitas teknologi dan pengaruh kualitas daging segar. Pengamatan

terhadap pH penting dilakukan karena perubahan pH berpengaruh terhadap kualitas

bakso yang dihasilkan. Pengukuran pH bertujuan untuk mengetahui tingkat

keasaman bakso yang disebabkan oleh ion hidrogen (H+). Produk akhir yang

mengalami pemasakan dan penggaraman bergantung pada pH daging. Temperatur

tinggi meningkatkan laju penurunan pH, sedangkan temperatur rendah menghambat

laju penurunan pH (Soeparno, 1998).

Daya Mengikat Air

Daya mengikat air didefinisikan sebagai kemampuan daging untuk

mempertahankan kandungan airnya selama mengalami perlakuan dari luar seperti

pemotongan, pemanasan, penggilingan dan pengolahan. Hampir semua prosedur

penyimpanan dan pengolahan daging dipengaruhi oleh daya mengikat air. Beberapa

Page 30: SIFAT FISIK DAN ORGANOLEPTIK BAKSO DAGING SAPI DAN … · SIFAT FISIK DAN ORGANOLEPTIK BAKSO DAGING SAPI DAN DAGING KERBAU DENGAN PENAMBAHAN ... Penggunaan STPP memiliki pembatas

18

sifat fisik daging, seperti warna, tekstur, kekerasan dan keempukan daging

dipengaruhi oleh daya mengikat air (Forrest et al., 1975). Faktor setelah pemotongan

yang mempengaruhi daya mengikat air daging adalah pH daging, metode

pemasakan, lemak intra muskuler atau marbling, macam otot daging dan lokasi suatu

otot daging.

Kekenyalan

Kekenyalan bahan pangan didefinisikan sebagai gaya yang diperlukan untuk

memberikan perubahan bentuk (Larmond, 1970). Wirakartakusumah et al. (1992)

menyatakan, kekenyalan adalah kemampuan bahan untuk berlaku elastis atau

kemampuan memulihkan titik-titik dalam suatu bahan (deformasi). Kekenyalan

daging dipengaruhi oleh genetik, sifat fisiologis, pemeliharaan dan umur ternak.

Sifat Organoleptik

Penilaian organoleptik adalah penilaian mutu suatu produk dengan

menggunakan indera manusia melalui syaraf sensorik. Penilaian dengan indera

banyak digunakan untuk menilai hasil pertanian dan makanan. Penilaian dengan cara

ini banyak disenangi karena dapat dilaksanakan dengan cepat dan langsung. Analisis

organoleptik dapat membantu pendugaan parameter untuk formula baru, sedangkan

pengukuran menggunakan alat (instrument) dibutuhkan untuk menyakinkan

konsistensi kualitas suatu produk (Kerry et al., 2001).

Warna

Warna adalah refleksi cahaya pada permukaan bahan yang ditangkap oleh

indera penglihatan dan ditransmisi oleh sistem syaraf. Menurut Fellows (1992),

perubahan warna dapat ditentukan oleh penambahan bahan kimia dan perombakan

enzim menjadi pigmen. Warna mempengaruhi penerimaan suatu bahan pangan,

karena umumnya penerimaan bahan yang pertama kali dilihat adalah warna. Warna

yang menarik akan meningkatkan penerimaan produk. Warna dapat mengalami

perubahan saat pemasakan. Hal ini dapat disebabkan oleh hilangnya sebagian pigmen

akibat pelepasan cairan sel pada saat pemasakan atau pengolahan, intensitas warna

semakin menurun (Elviera, 1988). Penerimaan warna suatu bahan berbeda-beda

tergantung dari faktor alam, geografis, dan aspek sosial masyarakat penerima

(Winarno, 2002)

Page 31: SIFAT FISIK DAN ORGANOLEPTIK BAKSO DAGING SAPI DAN … · SIFAT FISIK DAN ORGANOLEPTIK BAKSO DAGING SAPI DAN DAGING KERBAU DENGAN PENAMBAHAN ... Penggunaan STPP memiliki pembatas

19

Rasa

Rasa makanan dapat dikenali dan dibedakan oleh kuncup-kuncup cecapan

yang terletak pada papila yaitu noda merah jingga pada lidah. Faktor yang

mempengaruhi rasa yaitu senyawa kimia, suhu, konsentrasi dan interaksi pangan

dengan komponen rasa yang lain. Atribut rasa banyak ditentukan oleh formulasi

yang digunakan dan kebanyakan tidak dipengaruhi oleh pengolahan suatu produk

pangan (Winarno, 2002).

Aroma

Aroma suatu produk ditentukan saat zat-zat volatil masuk ke dalam saluran

hidung dan ditanggapi oleh sistem penciuman (Meilgaard et al., 1999). Pembauan

disebut pencicipan jarak jauh karena manusia dapat mengenal enaknya makanan

yang belum terlihat hanya dengan mencium baunya dari jarak jauh (Soekarto, 1985).

Aroma bakso dipengaruhi oleh spesies ternak, umur, jenis kelamin, makanan dan

lemak intramuskular dan bahan-bahan yang ditambahkan selama pemasakan.

Kekenyalan

Kekenyalan mempengaruhi palatabilitas seseorang terhadap suatu produk.

Kekenyalan didasarkan pada kemudahan waktu mengunyah tanpa kehilangan sifat-

sifat jaringan yang layak. Kekenyalan melibatkan kemudahan awal penetrasi gigi ke

dalam bakso, kemudahan mengunyah menjadi potongan yang lebih kecil dan jumlah

residu yang tertinggal selama pengunyahan (Lawrie, 2003).

Page 32: SIFAT FISIK DAN ORGANOLEPTIK BAKSO DAGING SAPI DAN … · SIFAT FISIK DAN ORGANOLEPTIK BAKSO DAGING SAPI DAN DAGING KERBAU DENGAN PENAMBAHAN ... Penggunaan STPP memiliki pembatas

METODE

Lokasi dan Waktu

Penelitian ini dilaksanakan selama tiga bulan dari Februari sampai April

2007. Pelaksanaannya dilakukan di Bagian Ruminansia Besar dan Bagian Teknologi

Hasil Ternak Departemen Ilmu Produksi Ternak, Fakultas Peternakan, Institut

Pertanian Bogor.

Materi

Bahan baku yang digunakan pada penelitian ini dibedakan menjadi dua

macam yaitu bahan utama dan bahan tambahan. Bahan utama berupa daging sapi

pre-rigor bagian pendasar gandik (top side) yang diperoleh dari pasar tradisional

Bogor Kotamadya Bogor dan daging kerbau pre-rigor bagian pendasar gandik (top

side) yang diperoleh dari pasar tradisional Leuwi Liang Kabupaten Bogor. Bahan

tambahan yang digunakan adalah tepung tapioka, air es, garam dapur, bawang putih,

lada, STPP, khitosan dan karagenan yang diperoleh dari Departemen Teknologi

Hasil Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor.

Peralatan yang digunakan untuk membuat bakso terdiri dari alat untuk

membuat adonan bakso yaitu alat penggiling daging sekaligus pencampur adonan

(food processor), sedangkan peralatan masak lain yang digunakan adalah talenan,

pisau, sendok, baskom, panci dan kompor. Peralatan yang digunakan untuk

melakukan analisa sifat fisik bakso adalah pH-meter, planimeter, timbangan, blender,

gelas ukur, carverpress, kertas saring Whatman 41, Instron model 1140 dan

stopwatch. Peralatan yang digunakan untuk uji organoleptik bakso adalah piring,

garpu, gelas, kertas tisu, pisau, kertas kuisioner dan alat tulis.

Rancangan

Rancangan percobaan yang digunakan untuk mengetahui pengaruh jenis

daging (daging kerbau dan daging sapi) dan bahan tambahan pangan (0,3% STPP;

0,3% karagenan dan 0,3% khitosan) adalah Rancangan Acak Lengkap Faktorial pola

2x3 dengan tiga ulangan. Model Matematika yang digunakan dalam rancangan

penelitian ini adalah:

Yijk = μ + ijkijji εαββα +++

Page 33: SIFAT FISIK DAN ORGANOLEPTIK BAKSO DAGING SAPI DAN … · SIFAT FISIK DAN ORGANOLEPTIK BAKSO DAGING SAPI DAN DAGING KERBAU DENGAN PENAMBAHAN ... Penggunaan STPP memiliki pembatas

21

Keterangan:

Yijk = hasil pengamatan sifat fisik bakso dengan menggunakan jenis daging

ke-i, bahan tambahan pangan ke-j dan ulangan ke-k.

μ = rataan umum

iα = pengaruh jenis daging ke-i

jβ = pengaruh BTP (Bahan Tambahan Pangan) ke-j

ijαβ = interaksi penggunaan jenis daging ke-i pada BTP ke-j

i = Jenis daging (sapi dan kerbau)

j = BTP (0,3% STPP; 0,3% Karagenan dan 0,3% Khitosan)

ijkε = galat percobaan

Data diolah dengan analisis ragam (Analysis of Variance = ANOVA). Jika

pada analisis ragam didapatkan hasil yang berbeda nyata, maka dilanjutkan dengan

uji Polinomial Ortogonal (Steel dan Torrie, 1995).

Hasil penilaian organoleptik dianalisis dengan metode non parametrik sesuai

petunjuk Kruskal Wallis (Gapersz, 1989). Apabila hasilnya berbeda nyata maka

dilanjutkan dengan uji yang dikembangkan oleh Gibbons (1975).

Rumus Gibbons: |Ri - Rj| ≤ Z [ K (N + 1) / 6]0.01

Jika |Ri - Rj| lebih besar dari Z [ K (N + 1) / 6]0.01, maka perbedaan Ri dan Rj

adalah nyata pada taraf α.

Keterangan: K = jumlah level dalam perlakuan (1, 2, 3, …, 6)

N = jumlah total data (jumlah panelis x jumlah sampel)

Ri = jumlah peringkat dalam contoh ke-i

Rj = jumlah peringkat dalam contoh ke-j

Z = nilai Z yang kemudian dicari pada tabel Z

Prosedur

Pembuatan Bakso

Pembuatan bakso pada penelitian ini menggunakan enam formula yaitu

dengan mengkombinasi antara jenis daging (kerbau dan sapi) dengan bahan

tambahan pangan (0,3% STPP; 0,3% karagenan dan 0,3% khitosan). Formula yang

digunakan adalah formula A (daging kerbau dan 0,3% STPP), formula B (daging

kerbau dan 0,3% karagenan), formula C (daging kerbau dan 0,3% khitosan), formula

Page 34: SIFAT FISIK DAN ORGANOLEPTIK BAKSO DAGING SAPI DAN … · SIFAT FISIK DAN ORGANOLEPTIK BAKSO DAGING SAPI DAN DAGING KERBAU DENGAN PENAMBAHAN ... Penggunaan STPP memiliki pembatas

22

D (daging sapi dan 0,3% STPP), formula E (daging sapi dan 0,3% karagenan) dan

formula F (daging sapi dan 0,3% khitosan). Setiap kombinasi tersebut masing-

masing menggunakan 250 gram daging kerbau dan sapi yang akan dibuat bakso dan

ditambahkan 5% garam dapur, 20% air es, 0,5% lada, 2,5% bawang putih serta 20%

tepung tapioka dari berat daging. Rancangan formula pembuatan bakso dapat dilihat

pada Tabel 5.

Tabel 5. Rancangan Formula Pembuatan Bakso

Jenis Daging 0,3 % STPP 0,3% Karagenan 0,3% Khitosan

Daging Kerbau A B C Daging Sapi D E F

Potongan daging yang telah siap tersebut dimasukkan ke dalam alat food

processor bersama dengan air es, garam, STPP/karagenan/khitosan lalu digiling

halus kira-kira selama satu menit. Setelah itu tambahkan lada, bawang putih, dan

tepung tapioka, lalu digiling kembali selama satu menit.

Setelah terbentuk adonan, selanjutnya adonan didiamkan selama 10 menit.

Adonan kemudian dibentuk menjadi bulatan-bulatan untuk dimasukkan ke dalam air

panas (1000C) selama 15 menit, lalu bakso diangkat dan dimasak kembali dalam air

mendidih (800C) selama kurang lebih 10 menit dan selanjutnya bakso siap dianalisa

secara fisik dan diuji organoleptik. Proses pembuatan bakso dapat dilihat pada

Gambar 1.

Peubah yang Diamati

Peubah yang diamati untuk mengetahui sifat fisik bakso adalah pH, DMA

(Daya Mengikat Air) dan kekenyalan. Penilaian organoleptik dilakukan untuk

mengetahui palatabilitas bakso.

Nilai pH (Soeparno, 1998). Adonan bakso diukur dengan menggunakan pH-meter

merek Corning dikalibrasi dengan larutan buffer dengan nilai pH 4 dan 7. Sampel

ditimbang 10 gram, kemudian ditambah aquades 100 ml, setelah itu sampel diblender

selama satu menit, sampel dipindahkan ke dalam gelas ukur, pH-meter dicelupkan ke

dalam sampel kira-kira 2 – 4 cm. Nilai pH diperoleh dengan membaca skala

tersebut.

Page 35: SIFAT FISIK DAN ORGANOLEPTIK BAKSO DAGING SAPI DAN … · SIFAT FISIK DAN ORGANOLEPTIK BAKSO DAGING SAPI DAN DAGING KERBAU DENGAN PENAMBAHAN ... Penggunaan STPP memiliki pembatas

23

Gambar 3. Skema Pembuatan Bakso

Digiling halus selama 1 menit

Digiling kembali selama 1 menit

Adonan yang terbentuk didiamkan selama 10 menit, disimpan dalam refrigerator dengan suhu 100C

Ditambahkan lada, tapioka dan bawang

putih

Daging dibersihkan lemak permukaannya, dipotong kecil-kecil, dimasukkan ke dalam food processor

Adonan dicetak berbentuk bulatan-bulatan bakso

Bulatan-bulatan yang berbentuk bakso dimasukkan ke dalam panci yang berisi air panas (800C) selama 10 menit

Analisa fisik dan uji organoleptik Bakso

Ditambahkan es, NaCl dan STPP/Karagenan/Khitosan

Bakso

Page 36: SIFAT FISIK DAN ORGANOLEPTIK BAKSO DAGING SAPI DAN … · SIFAT FISIK DAN ORGANOLEPTIK BAKSO DAGING SAPI DAN DAGING KERBAU DENGAN PENAMBAHAN ... Penggunaan STPP memiliki pembatas

24

Daya Mengikat Air (Water Holding Capacity). Pengukuran dilakukan dengan

metode Hamm, yaitu dengan cara mengambil sampel dari adonan bakso sebanyak

0.3 gram, kemudian sampel disimpan diantara dua kertas saring tipe Whatman 41.

Setelah itu, sampel daging tersebut dipress dengan carverpress selama lima menit

dengan tekanan 35 kg/cm2. Batas antara daging dengan air ditandai, lalu diukur

dengan Planimeter merek Hruden dengan cara, batas luar (wet area) diberi tanda

dengan titik, lalu kita putar searah jarum jam, angka yang dihasilkan sebelum diputar

dan sesudah diputar dibaca, dan ini juga berlaku untuk mengukur batas dalam

(lingkaran dalam).

Daerah basah (cm2) = luas lingkaran luar – luas lingkaran dalam x 6,45 cm2

Angka yang diperoleh dalam satuan inchi dikonversikan ke dalam sentimeter,

(1 inchi = 2,54 cm). Setelah didapatkan hasilnya, baru dicari hasilnya dengan rumus:

mg H2O = daerah basah (cm2) – 8,0 0,0948

Persentase = mg H2O x 100% 300

Semakin tinggi mg H2O yang keluar, maka daya mengikat airnya semakin rendah.

Kekenyalan (Wirakartakusuma, 1988). Uji fisik kekenyalan bakso dilakukan

dengan menggunakan Instron Model 1140. Sampel bakso ditekan menggunakan

beban 50 kg. Penekanan pertama hanya dilakukan sampai bakso tepat akan pecah,

sensor pada Instron akan bekerja dan menarik kembali Anvil secara otomatis,

kemudian dilakukan penekanan kedua sampai bakso pecah. Kekenyalan bakso

menunjukkan sejauhmana bakso memberi gaya pada penekanan. Perbandingan nilai

puncak grafik kedua dan grafik pertama menunjukkan kekenyalan bakso.

Kekenyalan (kg/mm) = Nilai puncak grafik kedua pada sumbu vertikal Nilai puncak grafik pertama pada sumbu vertikal

Organoleptik (Soekarto, 1985). Uji organoleptik dilakukan menggunakan metode

hedonik dengan skala 1 (sangat tidak suka) sampai 5 (sangat suka). Pengujian

dilaksanakan terhadap 35 – 40 panelis. Panelis diminta menyatakan penilaiannya

terhadap penampakan warna, aroma, kekenyalan dan rasa bakso tanpa

membandingkan satu sama lain pada format yang telah disediakan.

Page 37: SIFAT FISIK DAN ORGANOLEPTIK BAKSO DAGING SAPI DAN … · SIFAT FISIK DAN ORGANOLEPTIK BAKSO DAGING SAPI DAN DAGING KERBAU DENGAN PENAMBAHAN ... Penggunaan STPP memiliki pembatas

25

HASIL DAN PEMBAHASAN

Sifat Fisik

Nilai pH

Pengukuran pH bertujuan untuk menentukan sifat asam, netral dan basa

suatu produk pangan. Rataan nilai pH adonan bakso dengan jenis daging dan bahan

tambahan pangan yang berbeda dapat dilihat pada Tabel 6.

Tabel 6. Rataan Nilai pH Bakso Berdasarkan Perbedaan Jenis Daging dan Bahan Tambahan Pangan

Jenis Bahan Tambahan Pangan Jenis Daging

0,3% STPP 0,3% Karagenan 0,3% Khitosan

Rataan

Kerbau 5,99 ± 0,07 5,79 ± 0,02 5,79 ± 0,03 5,85 ± 0,04a

Sapi 5,75 ± 0,07 5,8 ± 0,03 5,67 ± 0,04 5,74 ± 0,04b

Rataan 5,87 ± 0,07 5,80 ± 0,02 5,73 ± 0,03 Keterangan: superscript yang berbeda pada baris yang sama menunjukkan perbedaan nyata (P<0,05)

Nilai pH bakso berdasarkan penggunaan jenis daging dan bahan tambahan

pangan yang berbeda berkisar antara 5,67 ± 0,04 – 5,99 ± 0,07. Interaksi antara jenis

daging dan jenis bahan tambahan pangan tidak berpengaruh nyata terhadap pH

bakso. Penggunaan bahan tambahan pangan yang berbeda juga tidak memberikan

pengaruh yang nyata terhadap pH bakso.

Perbedaan nilai pH nyata (P<0,05) terjadi pada penggunaan jenis daging,

nilai pH bakso daging kerbau nyata lebih tinggi dari nakso daging sapi. Hal ini sesuai

dengan hasil penelitian (Prasetyo, 2002), yaitu bakso daging kerbau mempunyai pH

6,79 dan bakso daging sapi mempunyai pH 6,59. Penggunaan jenis daging yang

berbeda memberikan pengaruh yang berbeda pula pada nilai pH bakso. Otot dari

spesies yang mempunyai sifat biokimiawi berbeda ternyata memberikan hasil yang

berbeda terhadap pH bakso. Penurunan pH terjadi setelah hewan di potong (post

mortem) hingga tercapai pH ultimat yang besar dan lamanya ditentukan oleh sisa

glikogen. Perubahan pH berhubungan erat dengan warna serta tekstur daging dan

produknya. Sifat fungsional protein daging dapat berkurang pada pH rendah akibat

terjadinya denaturasi. Sifat tersebut berfungsi sebagai emulsifier yang sangat

dibutuhkan dalam pembuatan bakso. Protein dapat mengikat air pada sisi luar

(hidrofil) dan mengikat lemak pada sisi dalam (hidrofob) (Soeparno, 1998).

Page 38: SIFAT FISIK DAN ORGANOLEPTIK BAKSO DAGING SAPI DAN … · SIFAT FISIK DAN ORGANOLEPTIK BAKSO DAGING SAPI DAN DAGING KERBAU DENGAN PENAMBAHAN ... Penggunaan STPP memiliki pembatas

26

Penambahan khitosan dan karagenan memberikan nilai pH bakso yang sama

dengan STPP. Menurut Trout dan Schmidt (1986), nilai pH STPP pada umumnya

bersifat basa antara 9 – 9,7, karagenan pada penelitian ini mempunyai nilai pH yang

relatif normal antara 6 – 7 dan khitosan memiliki nilai pH cenderung asam antara 5,7

– 5,9. Nilai pH ketiga bahan tambahan pangan tersebut tidak mempengaruhi Nilai pH

akhir bakso. STPP dapat menahan air dalam produk sehingga pH bakso menjadi

lebih rendah. Khitosan dapat mempengaruhi nilai pH dengan mengikat air oleh

gugus polar (H+) sehingga nilai pH bakso sedikit lebih tinggi dari nilai pH

isoelektrik. Karagenan dengan pH relatif normal cenderung tidak mempengaruhi

nilai pH bakso.

Daya Mengikat Air

Menurut Natasasmita et al. (1987), air dalam otot dibagi menjadi tiga bagian

yaitu air yang terikat secara kimiawi oleh protein otot, air tidak bergerak dan air

bebas. Perubahan molekul protein otot tidak mempengaruhi air terikat dan air tidak

bergerak, sehingga bagian air bebaslah yang bertanggungjawab pada tinggi

rendahnya daya mengikat air protein otot (Schnepf, 1989). Rataan nilai mg H2O (air

yang keluar) pada bakso dengan jenis daging dan bahan tambahan pangan yang

berbeda dapat dilihat pada Tabel 7.

Tabel 7. Rataan Nilai mg H20 Bakso Berdasarkan Perbedaan Jenis Daging dan Bahan Tambahan Pangan (%)

Jenis Bahan Tambahan Pangan Jenis Daging 0,3% STPP 0,3% Karagenan 0,3% Khitosan Rataan

Kerbau 22,83±5,74 25,99±3,28 23,06±1,91 23,96±3,64b

Sapi 30,11±2,68 29,45±1,44 32,14±3,51 30,57±2,54a

Rataan 26,47±4,21 27,71±2,36 27,60±2,71 Keterangan: superscript yang berbeda pada baris yang sama menunjukkan perbedaan nyata (P<0,05)

Rataan persentase mg H2O (air yang keluar) pada bakso berkisar antara

22,83±5,74% sampai dengan 32,14±3,51%. Semakin tinggi jumlah air yang keluar,

maka daya mengikat air semakin rendah. Interaksi antara jenis daging dan bahan

tambahan pangan tidak berpengaruh nyata terhadap mg H2O (air yang keluar) pada

bakso. Penggunaan bahan tambahan pangan yang berbeda juga tidak memberikan

pengaruh yang nyata terhadap mg H2O (air yang keluar) pada bakso.

Page 39: SIFAT FISIK DAN ORGANOLEPTIK BAKSO DAGING SAPI DAN … · SIFAT FISIK DAN ORGANOLEPTIK BAKSO DAGING SAPI DAN DAGING KERBAU DENGAN PENAMBAHAN ... Penggunaan STPP memiliki pembatas

27

Bakso daging sapi memiliki persentase mg H2O (30,57±2,54%) nyata lebih

tinggi dari bakso daging kerbau (23,96±3,64%). Hal ini sesuai dengan hasil

penelitian Prasetyo (2002), yaitu bakso daging sapi mempunyai persentase mg H20

(22,55%) nyata lebih tinggi dari bakso daging kerbau (11,39%). Daging kerbau

mempunyai daya mengikat air lebih tinggi daripada daging sapi. Hal ini disebabkan

karena nilai pH bakso daging kerbau juga lebih tinggi dari nilai pH bakso daging

sapi. Menurut Soeparno (1998), daya mengikat air protein daging dipengaruhi oleh

pH. Daya mengikat air protein daging menurun dari pH tinggi sekitar 7 -10 sampai

pada titik iso elektrik protein daging antara 5 – 5,1. Protein daging pada pH

isoelektrik tidak bermuatan dan solubilitasnya minimal. Pada pH yang lebih tinggi

dari titik isoelektrik protein daging, sejumlah muatan positif dibebaskan dan terdapat

surplus muatan negatif yang mengakibatkan penolakan dari miofilamen dan memberi

lebih banyak ruang untuk molekul air. Pada pH yang lebih rendah dari titik

isoelektrik protein daging terdapat surplus muatan positif yang mengakibatkan

penolakan dari miofilamen dan memberi lebih banyak ruang untuk molekul air. Daya

mengikat air protein daging akan meningkat pada pH yang lebih tinggi atau lebih

rendah dari titik isoelektrik protein daging.

Kemampuan daya mengikat air daging 97% ditentukan oleh fraksi protein

miofibrillar yaitu miosin, aktin dan tropomiosin. Kemampuan tersebut dapat

menurun dengan adanya perlakuan pemanasan yang menyebabkan denaturasi protein

(Sikorski, 2001). Fraksi protein miofibrillar pada daging kerbau hanya sedikit

mengalami terdenaturasi, sehingga kemampuan daya mengikat air pada bakso kerbau

lebih tinggi daripada bakso sapi.

Penggunaan karagenan dan khitosan pada konsentrasi 0,3% memberikan hasil

mg H2O (air yang keluar) pada bakso yang sama dengan STPP pada konsentrasi

0,3%. Penggunaan STPP yang dikombinasikan dengan garam akan mempengaruhi

kelarutan protein dan daya mengikat air daging. Karagenan lebih bersifat sebagai

pengikat (binding agent) air, sehingga kemampuannya dalam mempertahankan air

dalam bakso rendah. Khitosan juga memiliki sifat pengikat (binding agent) air,

khitosan memiliki muatan positif yang disebabkan oleh kedua ligannya (OH- dan

NH2) sehingga dapat berinteraksi dengan protein yang bermuatan negatif. Khitosan

dapat memperbaiki protein untuk mengikat air dan lemak.

Page 40: SIFAT FISIK DAN ORGANOLEPTIK BAKSO DAGING SAPI DAN … · SIFAT FISIK DAN ORGANOLEPTIK BAKSO DAGING SAPI DAN DAGING KERBAU DENGAN PENAMBAHAN ... Penggunaan STPP memiliki pembatas

28

Kekenyalan

Kekenyalan adalah kemampuan bahan pangan yang dimampatkan atau

ditekan kembali ke kondisi awal setelah beban tekanan dihilangkan. Rataan

kekenyalan bakso berdasarkan perbedaan jenis daging dan bahan tambahan pangan

yang berbeda dapat dilihat pada Tabel 8.

Tabel 8. Rataan Kekenyalan Bakso Berdasarkan Perbedaan Jenis Daging dan Bahan Tambahan Pangan (kg/mm)

Jenis Bahan Tambahan Pangan Jenis Daging 0,3% STPP 0,3% Karagenan 0,3% Khitosan Rataan

Kerbau 0,95 ± 0,01 0,96 ± 0,06 0,96 ± 0,04 0,96 ± 0,03

Sapi 0,96 ± 0,05 0,96 ± 0,01 0,96 ± 0,05 0,96 ± 0,03

Rataan 0,96 ± 0,03 0,96 ± 0,04 0,96 ± 0,04 0,96 ± 0,03

Penggunaan jenis daging dan bahan tambahan pangan yang berbeda tidak

berpengaruh nyata terhadap nilai kekenyalan bakso. Interaksi antara jenis daging dan

bahan tambahan pangan juga tidak berpengaruh nyata terhadap nilai kekenyalan

bakso. Rataan umum nilai kekenyalan bakso adalah 0,95 ± 0,03 kg/mm.

Penggunaan daging kerbau dan daging sapi memberikan nilai kekenyalan

bakso yang tidak berbeda. Hal ini kemungkinan disebabkan kesamaan kondisi dan

bagian daging yang digunakan. Daging kerbau dan daging sapi yang digunakan

dalam penelitian ini adalah daging pre-rigor bagian top side. Daging pre-rigor dapat

membantu peningkatan daya mengikat air daging. Lukman (1995) menyatakan,

bahwa adanya sejumlah air pada bakso berpengaruh terhadap kekenyalan yang

diperoleh. Hal ini disebabkan air, lemak dan tersedianya hasil ekstraksi protein akan

menyebabkan terjadinya emulsi. Emulsi ini menyebabkan bakso yang diperoleh

menjadi lebih kompak dan tidak akan mudah pecah.

Kekenyalan bakso berhubungan dengan kekuatan gel yang terbentuk akibat

pemanasan. Menurut Indrarmono (1987), gelatinisasi pada bakso terdiri dari

gelatinisasi pati dan gelatinisasi protein, tetapi gelatinisasi pati lebih dominan

mempengaruhi kekenyalan bakso. Proses gelatinisasi melibatkan pengikatan air oleh

jaringan yang dibentuk rantai molekul pati atau protein.

Penambahan karagenan dan khitosan memberikan nilai kekenyalan bakso

yang sama dengan STPP. Kemampuan STPP mengekstrak protein daging dapat

meningkatkan daya mengikat air yang akan mempengaruhi kekenyalan. Penggunaan

Page 41: SIFAT FISIK DAN ORGANOLEPTIK BAKSO DAGING SAPI DAN … · SIFAT FISIK DAN ORGANOLEPTIK BAKSO DAGING SAPI DAN DAGING KERBAU DENGAN PENAMBAHAN ... Penggunaan STPP memiliki pembatas

29

karagenan dapat membantu pembentukan gel yang dapat memperbaiki sifat

kekenyalan. Konsistensi pembentukan gel karagenan dipengaruhi oleh beberapa

faktor antara lain tipe dan konsentrasi karagenan serta adanya ion-ion. Karagenan

dapat berikatan baik dengan protein dan air, sehingga bakso memiliki kekuatan

menahan tekanan dari luar dan kembali ke bentuk semula setelah tekanan

dihilangkan. Sifat tersebut disebut sifat kenyal. Proses pemanasan selama perebusan

bakso mengakibatkan rantai polimer khitosan menjadi pendek sehingga

reaktivitasnya dalam mengikat air dan lemak meningkat. Hal tersebut dapat

mempengaruhi kekenyalan.

Sifat Organoleptik

Tingkat kesukaan konsumen terhadap bakso diuji secara organoleptik

menggunakan metode hedonik yang terdiri dari penilaian sensorik terhadap warna,

rasa, aroma dan kekenyalan bakso. Penilaian organoleptik pada penelitian ini

menggunakan lima skala hedonik yaitu (1) sangat tidak suka, (2) tidak suka, (3)

netral, (4) suka dan (5) sangat suka.

Tabel 9. Rataan Nilai Kesukaan Bakso Daging Kerbau dan Bakso Daging Sapi dengan Bahan Tambahan Pangan yang Berbeda

Kerbau Sapi Peubah STPP Karagenan Khitosan STPP Karagenan Khitosan Warna 3,29 3,02 3,07 3,63 3,24 3,46 Rasa 2,88 2,85 2,95 3,20 3,07 3,15

Aroma 2,68 2,85 2,71 3,07 3,00 3,10 Kekenyalan 3,12a 2,85b 2,90b 3,68a 2,95b 3,24a

Rataan 2,99 2,89 2,90 3,39 3,07 3,24 Keterangan: superscript berbeda pada baris yang sama menunjukkan perbedaan sangat nyata

(P<0,01)

Warna

Warna bakso sangat dipengaruhi oleh warna daging yang berhubungan

dengan kandungan mioglobin pada daging. Bakso daging sapi memiliki warna yang

lebih cerah daripada bakso daging kerbau. Daging kerbau memiliki kandungan

mioglobin yang lebih banyak daripada daging sapi, sehingga warna merah pada

daging kerbau lebih gelap jika dibandingkan dengan warna merah pada daging sapi.

Warna bakso juga dipengaruhi oleh berbagai faktor seperti pengaruh lingkungan dan

penambahan bahan tambahan pangan seperti bumbu.

Page 42: SIFAT FISIK DAN ORGANOLEPTIK BAKSO DAGING SAPI DAN … · SIFAT FISIK DAN ORGANOLEPTIK BAKSO DAGING SAPI DAN DAGING KERBAU DENGAN PENAMBAHAN ... Penggunaan STPP memiliki pembatas

30

Rataan nilai hedonik warna bakso berkisar antara 3,02 – 3,63 artinya panelis

menilai cenderung netral hingga cenderung suka. Penggunaan khitosan dan

karagenan ternyata berpengaruh terhadap tingkat kesukaan pada warna yang sama

seperti STPP baik pada bakso daging sapi maupun bakso daging kerbau. Menurut

Rukayadi (2002), khitosan berfungsi sebagai bahan penstabil warna pada makanan.

Rasa

Rasa adalah faktor penentu daya terima konsumen terhadap produk pangan.

Rasa bakso dibentuk oleh berbagai rangsangan bahkan terkadang juga dipengaruhi

oleh aroma dan warna. Ada tiga macam rasa bakso yang sangat menentukan

penerimaan konsumen yaitu kegurihan, keasinan dan rasa daging.

Rataan nilai hedonik rasa bakso berkisar antara 2,85 – 3,20 artinya panelis

menilai cenderung netral. Panelis memberikan tingkat kesukaan rasa yang sama

terhadap bakso daging sapi dan bakso daging kerbau. Penggunaan khitosan dan

karagenan memberikan hasil yang sama dengan STPP terhadap tingkat kesukaan rasa

bakso. STPP memiliki rasa pahit, tetapi tidak memberikan pengaruh yang nyata

terhadap rasa bakso. Hal ini kemungkinan disebabkan konsentrasi STPP yang

digunakan sangat kecil. Khitosan dapat berikatan dengan lemak, sehingga dapat

mempengaruhi rasa suatu produk pangan.

Aroma

Aroma bakso dipengaruhi oleh aroma daging, aroma tepung bahan pengisi,

bumbu-bumbu dan bahan lain yang ditambahkan. Pemasakan dapat mempengaruhi

warna, bau, rasa dan produk daging. Selama pemasakan akan terjadi berbagai reaksi

antara bahan pengisi dan daging, sehingga aroma yang khas pada daging sapi

maupun daging kerbau akan berkurang selama pengolahan produk. Bakso daging

kerbau memiliki tingkat aroma yang rendah. Hal ini kemungkinan disebabkan

kandungan lemak intramuskular daging kerbau sangat rendah.

Rataan nilai hedonik aroma bakso berkisar antara 2,68 – 3,10 artinya panelis

menilai cenderung netral. Penggunaan daging kerbau dan daging sapi memberikan

tingkat kesukaan yang sama terhadap bakso. Penambahan STPP, karagenan dan

khitosan juga memberikan nilai hedonik yang sama terhadap bakso daging sapi

maupun bakso daging kerbau.

Page 43: SIFAT FISIK DAN ORGANOLEPTIK BAKSO DAGING SAPI DAN … · SIFAT FISIK DAN ORGANOLEPTIK BAKSO DAGING SAPI DAN DAGING KERBAU DENGAN PENAMBAHAN ... Penggunaan STPP memiliki pembatas

31

Kekenyalan

Kekenyalan merupakan bagian pembentuk tekstur yang diperhitungkan

konsumen dalam menilai kesukaan dan penerimaan daging serta produknya.

Kekenyalan adalah kemampuan produk pangan untuk kembali ke bentuk asal

sebelum produk pecah. Bakso yang kenyal akan terasa elastis jika dikunyah.

Hasil uji non parametrik Kruskal Wallis menunjukkan hasil sangat berbeda

nyata (P<0,01). Bakso yang memiliki kekenyalan disukai panelis adalah bakso

daging sapi yang menggunakan bahan tambahan STPP dan bakso yang memiliki

kekenyalan kurang baik adalah bakso daging kerbau yang menggunakan bahan

tambahan karagenan. Kekenyalan bakso yang dihasilkan dipengaruhi oleh daya

mengikat air dan spesies ternak. Tingginya daya mengikat air menghasilkan bakso

yang keras dan tidak akan cepat pecah bila ditekan atau dikunyah, konsumen pun

lebih menyukai bakso yang kenyal dan tidak cepat pecah.

Page 44: SIFAT FISIK DAN ORGANOLEPTIK BAKSO DAGING SAPI DAN … · SIFAT FISIK DAN ORGANOLEPTIK BAKSO DAGING SAPI DAN DAGING KERBAU DENGAN PENAMBAHAN ... Penggunaan STPP memiliki pembatas

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

Penggunaan karagenan dan khitosan (0,3%) sebagai bahan tambahan pangan

menghasilkan pengaruh yang sama dengan STPP (0,3%) terhadap nilai pH, daya

mengikat air dan kekenyalan bakso. Hal ini membuktikan bahwa karagenan dan

khitosan dapat menjadi bahan pengganti STPP dalam pembuatan bakso baik bakso

daging sapi maupun bakso daging kerbau. Penggunaan jenis daging yang berbeda

memberikan hasil berbeda nyata terhadap nilai pH dan daya mengikat air bakso.

Bakso daging sapi memiliki nilai pH nyata lebih rendah dari bakso daging kerbau.

Bakso daging kerbau memiliki daya mengikat air nyata lebih tinggi dari bakso

daging sapi. Hasil penelitian menunjukkan tidak ada interaksi antara penggunaan

jenis daging dan bahan tambahan pangan yang berbeda.

Panelis menyukai kekenyalan bakso daging sapi yang menggunakan bahan

tambahan STPP dan bakso yang memiliki kekenyalan kurang baik adalah bakso

daging kerbau yang menggunakan bahan tambahan karagenan.

Saran

Bedasarkan hasil penelitian perlakuan penggunaan karagenan dan khitosan

menghasilkan pengaruh yang sama dengan STPP terhadap nilai pH, kekenyalan dan

daya mengikat air bakso. Perlu dilakukan penelitian lanjutan mengenai penggunaan

karagenan dan khitosan pada bakso dengan karakteristik mikrobiologi bakso.

Page 45: SIFAT FISIK DAN ORGANOLEPTIK BAKSO DAGING SAPI DAN … · SIFAT FISIK DAN ORGANOLEPTIK BAKSO DAGING SAPI DAN DAGING KERBAU DENGAN PENAMBAHAN ... Penggunaan STPP memiliki pembatas

UCAPAN TERIMA KASIH

Puji dan syukur kehadirat Allah SWT dengan karunia dan rahmat-Nya yang

telah melimpahkan nikmat tak terhingga dan hanya dengan pertolongan-Nya skripsi

ini dapat diselesaikan. Penulis ingin menyampaikan rasa terima kasih yang tak

terhingga kepada kedua orang tua (Bapak Mardjuki dan Ibu Respatiningsih) yang

selalu memberi motivasi serta kasih sayang yang tiada henti. Untuk Bapak Djaelani

dan Ibu Ami Nurrachmi sebagai orangtua penulis di Bogor, terimakasih atas segala

bentuk dukungannya yang sangat berkontribusi besar atas keberhasilan penulis

menyelesaikan perkuliahan. Ucapan terima kasih kepada Irma Isnafia A, S.Pt., M.Si

dan Bramada Winiar Putra, S.Pt yang telah membimbing, mengarahkan dan

membantu penyusunan usulan proposal hingga tahap akhir penulisan skripsi. Untuk

Ir. Hj. Komariah M.Si dan Dr. Ir. Komang G. Wiryawan, terimakasih atas saran dan

kesediaannya menjadi dosen penguji penulis. Tak lupa penulis mengucapkan terima

kasih kepada Dr. Ir. H. Moh. Yamin M.Agr.Sc selaku pembimbing akademik atas

nasehat dan arahan yang telah diberikan. Hanya Allah SWT yang dapat membalas

semua kebaikan yang telah diberikan dengan tulus ikhlas.

Ucapan terima kasih penulis sampaikan juga kepada pimpinan dan staff

Bagian Rumaninsia Besar Fakultas Peternakan IPB yang telah membantu penulis

selama penelitian dilakukan. Ucapan terima kasih kepada Sandra Pratama atas

kerjasamanya yang baik dalam menyelesaikan tugas akhir ini. Untuk Intani Dewi

S.Pt. terimakasih atas motivasi, kesetiaan, kesabaran dan kebersamaannya dalam

mendampingi penulis di berbagai aktivitas. Tak lupa ucapan terima kasih pada

sahabat-sahabat penulis (Zulfikar, Erfan Agus Tribowo S.Pt. , Suharsoyo S.Pt. dan

Neni Hidayati S.Pt.) yang selalu memberikan dorongan dan semangat kepada

penulis, kepada Aryo, Dian dan Duta teman seperjuangan yang tak pernah bosan

berdiskusi dan beraksi untuk berkontribusi terhadap kejayaan peternakan Indonesia.

Juga kepada teman-teman Fapet IPB angkatan 38 yang namanya tidak dapat

disebutkan satu persatu. Kepada seluruh staff AJMP Fakultas Peternakan IPB terima

kasih banyak atas bantuannya.

Bogor, Agustus 2007

Penulis

Page 46: SIFAT FISIK DAN ORGANOLEPTIK BAKSO DAGING SAPI DAN … · SIFAT FISIK DAN ORGANOLEPTIK BAKSO DAGING SAPI DAN DAGING KERBAU DENGAN PENAMBAHAN ... Penggunaan STPP memiliki pembatas

DAFTAR PUSTAKA

Angka, S. L. dan M. T. Suhartono. 2000. Bioteknologi Hasil Laut. Pusat Pengkajian Sumberdaya dan Pesisir Lautan IPB, Yogyakarta.

Anonim. 2006. Chitosan. en.wikipedia.org/wiki/chitosan-25k. [4 Desember 2006].

Atmadja, W. S., A. Kadi, Sulistijo dan Rachmaniar. 1996. Pengenalan Jenis-jenis Rumput Laut Indonesia. Pusat Penelitian dan Pengembangan Oceanologi. Jakarta.

Arintawati, M. 2005. Memilih Daging Sehat dan Halal. LP Pengawasan Obat dan Makanan MUI. http://www.republika.co.id. [11 oktober 2006].

Bull, S. M. S. 1951. Meat for The Table. Mc Graw Hill Book Company Inc., USA.

Chapman, V. J dan D. J. Chapman. 1980. Seaweeds and Their Uses. Chapman Hall in Association with Metheun, Inc., New York.

Cockrill, R. W. 1974. The Husbandry and Health of The Domestic Buffall. Food and Agriculture Organization of The United Nations. Roma

Commission on International Relations National Research Council. 1981. The Water Buffalo New Prosfects for an Underutilized Animal. National Academy Press. Washington DC.

Desroirer, N. W. 1988. Teknologi Pengawetan Pangan. Terjemahan: Muljohardjo, N. Universitas Indonesia Press, Jakarta.

Devidek, J., J. Velisek dan J. Pokorny. 1990. Chemical Changes during Food Processing. Elsevier, New York.

Elviera, G. 1988. Pengaruh pelayuan daging sapi terhadap mutu bakso. Skripsi Jurusan Teknologi Pangan dan Gizi. Fakultas Teknologi Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Fashier, L. R. dan Parker, N. S. 1985. How do Food Emulsion Stabilizers Work?. CRISCO Food Research Quaterley. 45 (2): 33-39.

Fellows, P. J. 1992. Food Processing Technology; Principles and Practice. Ellis Horwood Limited, England.

Forrest, J. C., E. D. Aberle, H. B. Hendrick, M. D. Judge dan Merkel. 1975. Principle of Meat Science. W. H. Freemen and Co., San Francisco.

Gaspersz, V. 1989. Metode Perancangan Percobaan. CV. Armico, Bandung.

Gibbons, J. D. 1975. Non Parametric Methods for Quantitive Analysis. Alabama.

Hammes, W. P., D. Haller, dan G. Ganzle. 2003. Fermented Meat Dalam: E. R. Farriworth (Ed). Handbook of Fermented Functional Foods. CPC Press, Boca Raton.

Honikel. 1989. The Meat Aspects of Water and Food Quality. Dalam: Hardman (Ed). Water Food Quality. Elsevier Science Publishing Co. Inc., New York.

Page 47: SIFAT FISIK DAN ORGANOLEPTIK BAKSO DAGING SAPI DAN … · SIFAT FISIK DAN ORGANOLEPTIK BAKSO DAGING SAPI DAN DAGING KERBAU DENGAN PENAMBAHAN ... Penggunaan STPP memiliki pembatas

35

Indrarmono, T. P. 1987. Pengaruh lama pelayuan dan jenis daging karkas serta jumlah es yang ditambahkan ke dalam adonan terhadap sifat fisiko-kimia bakso sapi. Skripsi. Jurusan Teknologi Pangan dan Gizi. Fakultas Teknologi Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Irawan, B. 2006. Chitosan dan aplikasi klinisnya sebagai biomaterial. www.fkg.ui.ac.id/prg/fkg_maha.php. [4 desember 2006].

Istini, S., A. Zatnika, Suhaimi dan J. Anggadiredja. 1986. Manfaat pengolahan rumput laut. Jurnal Penelitian. Balai Pusat Pengembangan Teknologi, Jakarta.

Iswanto, R. 1989. Mempelajari pengaruh tepung tempe, tepung kedelai dan putih telur terhadap mutu bakso sapi. Karya Ilmiah. Jurusan Teknologi Pangan dan Gizi. Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Keeton, J. T. 2001. Formed and emulsion product. Dalam: A. R. Shams (Ed). Poultry Meat Processing. CRC Press. Boca Raton.

Kerry, J., J. Kerry dan D. Ledward. 2001. Meat Processing. Crc press, New York.

Kramlich, W. E. 1971. Sausage Product. Dalam: J. F. Price dan B. S. Schweigert (Eds). The Science of Meat Product. W. H. Freeman Co. San Francisco.

Kramlich, W. E., A. M. Pearson dan F. W. Tauber. 1973. Processed Meat. Avi Publishing. Co. Inc. Westport. Connecticut.

Larmond, E. 1970. Method for sensory evaluation of food. Food Research Institute. Central Experiment Form. Canada Department of Agriculture, Uttawa.

Lawrie, R. A. 2003. Ilmu Daging. Edisi Kelima. Terjemahan: Prakassi, A. dan Y. Amulia. UI Press, Jakarta.

Lukman, H. 1995. Perbedaan gizi dan palatabilitas bakso daging sapi dan domba bagian paha lemusir. Skripsi. Fakultas Peternakan IPB, Bogor.

Martinou, A., D. Kafetzopoulos dan V. Bouriotis. 1995. Chitin deacetylation by enzymatic means: monitoring of deacetylation processes. Carbo Res 273: 235–242.

Mc Cue, K. 2006. New Bandage Uses Biopolymer. http://www.chemistry.org/portal/a/c/s/1/feature_ent.html. [4 desember 2006].

Meilgaard, M., G. V. Civille dan B. T. Carr. 1999. Sensory Evaluation Techniques. Third Edition. CRC Press, London.

Moirano, T. W. 1977. Sulphated seaweed polysaccharides. Dalam: Food Colloids. The Avi Publishing. Westport. Connecticut. P: 347-381.

Muchtadi, T. R. dan Sugiyono. 1992. Ilmu Pengetahuan Bahan Pangan. Depdikbud. Dirjen DIKTI. PAU IPB, Bogor.

Mujiono, R. 1995. Kandungan gizi dan palatabilitas bakso daging sapi dan domba bagian paha lemusir. Skripsi. Fakultas Peternakan IPB, Bogor.

Natasamita, S., R. Priyanto dan D. M. Tauchid. 1987. Pengantar Evaluasi Daging. Diktat Kuliah. Fakultas Peternakan IPB. Bogor.

Page 48: SIFAT FISIK DAN ORGANOLEPTIK BAKSO DAGING SAPI DAN … · SIFAT FISIK DAN ORGANOLEPTIK BAKSO DAGING SAPI DAN DAGING KERBAU DENGAN PENAMBAHAN ... Penggunaan STPP memiliki pembatas

36

Ockerman, H. W. 1978. Source Book of Food Scienctist. The Avi Publ. Co. Inc. Westport. Connecticut.

Ockerman, H. W. 1983. Chemistry of Meat Tissue. 10th Ed. Dept. of Animal Science. The Ohio State University and The Agricultural Research and Development Center, New York.

Pandisurya, C. 1983. Pengaruh jenis daging dan penambahan tepung terhadap mutu bakso. Skripsi. Teknologi Pangan dan Gizi. Fakultas Teknologi Pertanian. IPB, Bogor.

Panjaitan, R. 2006. Sifat fisik, kimia dan palatabilitas bakso daging kerbau dengan menggunakan bagian daging dan taraf tepung tapioka yang berbeda. Skripsi. Fakultas Peternakan. IPB, Bogor.

Pearson, A. M. dan F. W. Tauber. 1984. Processed Meats. The Avi Publishing Co. Inc. Westport. Connecticut.

Pisula, A. 1984. Meat Processing. FAO, Roma. Italy.

Prasetyo, D. 2002. Sifat fisik dan palatabilitas bakso daging sapi dan daging kerbau pada lama postmortem yang berbeda. Skripsi. Fakultas Peternakan. IPB, Bogor.

Purnomo, H. 1990. Kajian mutu bakso daging, bakso urat dan bakso aci di daerah Bogor. Skripsi. Fakultas Teknologi Pertanian. IPB, Bogor.

Ranken, M. D. 1976. Water Holding Capacity of Meat and Its Control Them. And Inc 24: 1502.

Redley, J. A. 1976. Strach Production Technology. Applied Science Publ. Co. Ltd., London.

Rukayadi, Y. 2002. Kitin deasetilase dan pemanfaatannya. Hayati. 9 (4): 130-134.

Schnepf, M. 1989. Protein Water Interactions. Dalam: Hardman (Ed). Water and food quality. Elsevier Science Publishing Co. Inc., New York.

Sikorski, Z. E. 2001. Chemical and functional properties of food protein. Technomic Publishing Co.Inc, Pennysilvania.

Soekarto, S. T. 1985. Penilaian Organoleptik. Pusat Pengembangan Teknologi Pangan. IPB, Bogor.

Soeparno. 1998. Ilmu dan Teknologi Daging. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.

Sormin, R. B. D., F. G. Winarno., E. S. Heruwati dan A. N. Assik. 2001. Rendemen, sifat fisikokimia dan aplikasi khitosan dari limah beberapa jenis udang. Perikanan UGM. 3 (1). 09-16.

Standard Nasional Indonesia. 1995. Bakso Daging. Dewan Standardisasi Nasional, Jakarta.

Steel, R. G. D. dan J. H. Torrie. 1993. Prinsip dan Prosedur Statistika: Suatu Pendekatan Biometrik. Terjemahan: B. Sumantri. PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.

Page 49: SIFAT FISIK DAN ORGANOLEPTIK BAKSO DAGING SAPI DAN … · SIFAT FISIK DAN ORGANOLEPTIK BAKSO DAGING SAPI DAN DAGING KERBAU DENGAN PENAMBAHAN ... Penggunaan STPP memiliki pembatas

37

Sitindaon, J. 2007. Sifat fisik dan organoleptik sosis frankfurters daging kerbau (Bubalus bubalis) dengan penambahan khitosan sebagai pengganti sodium trypolyphospate. Fakultas Peternakan. IPB, Bogor.

Sunarlim, R. 1992. Karakteristik mutu bakso daging sapid an pengaruh penambahan NaCl dan natrium tripolyfosfat terhadap perbaikan mutu. Disertasi Program Pasca Sarjana. IPB, Bogor.

Suptijah, P. 2002. Rumput laut: prospek dan tantangannya. http://rudyct.tripod.com/sem2-012/.html. [5 juni 2002].

Tarwotjo, I. S., S. Hartini, S. Soekirman dan Sumartono. 1971. Komposisi Tiga Jenis Bakso di Jakarta. Akademi Gizi, Jakarta.

Trout, G. R. dan G. R. Schmidt. 1986. Effect phosphates on functional properties of restructured beef rolls: the rolls of pH, ionic strength ang phosphate type. Food Science. 51: 1416.

Wilson, N. R. P., E. J. Dyett, R. W. Hughes dan C. R. V. Jones. 1981. Meat and Products. Applied Science Publisher. London.

Winarno, F. G. 1996. Teknologi pengolahan rumput laut. Pustaka Sinar Harapan, Jakarta.

Winarno, F. G. 2002. Kimia Pangan dan Gizi. PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.

Wirakartakusuma, M. A. 1988. Aplikasi Instron UTM-1140. Pusat Pengembangan Teknologi Pangan. IPB, Bogor.

Wirakartakusuma, M. A., A. Kamaruddin dan A. M. Syarief. 1992. Sifat Fisik Pangan. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, DIKTI, PAU IPB. Bogor.

Page 50: SIFAT FISIK DAN ORGANOLEPTIK BAKSO DAGING SAPI DAN … · SIFAT FISIK DAN ORGANOLEPTIK BAKSO DAGING SAPI DAN DAGING KERBAU DENGAN PENAMBAHAN ... Penggunaan STPP memiliki pembatas

38

Lampiran 1. Hasil Sidik Ragam Nilai mg H2O Bakso Berdasarkan Perbedaan Jenis Daging dan Bahan Tambahan Pangan

SK DB JK KT F hitung P

Daging 1 196,59 196,59 8,45 0,013* BTP 2 5,71 2,86 0,12 0,886 Daging*BTP 2 24,77 12,39 0,53 0,600 Galat 12 279,06 23,25 Total 17 506,13

Keterangan: * = menunjukkan berbeda nyata (P<0,05)

Lampiran 2. Hasil Sidik Ragam Nilai pH Bakso Berdasarkan Perbedaan Jenis Daging dan Bahan Tambahan Pangan

SK DB JK KT F hitung P

Daging 1 0,05611 0,05611 5,35 0,039* BTP 2 0,05611 0,02978 2,84 0,098 Daging*BTP 2 0,04381 0,02190 2,09 0,166 Galat 12 0,12578 0,01048 Total 17 0,28526 Keterangan: * = menunjukkan berbeda nyata (P<0,05)

Lampiran 3. Hasil Sidik Ragam Kekenyalan Bakso Berdasarkan Perbedaan Jenis Daging dan Bahan Tambahan Pangan

SK DB JK KT F hitung P

Daging 1 0,0000443 0,0000443 0,43 0,526 BTP 2 0,0000787 0,0000393 0,38 0,692 Daging*BTP 2 0,0002525 0,0001262 1,22 0,330 Galat 12 0,0012451 0,0001038 Total 17 0,0016206

Lampiran 4. Nilai Uji Non Parametrik Kruskal Wallis Kekenyalan Bakso Berdasarkan perbedaan Jenis Daging dan Bahan Tambahan Pangan

Perlakuan Jumlah

Panelis Median Peringkat

Rata-Rata Z

Kerbau*STPP 41 4,000 162,9 3,88 Kerbau*Karagenan 41 3,000 105,9 -1,74 Kerbau*Khitosan 41 3,000 113,7 -0,97 Sapi*STPP 41 3,000 124,1 0,06 Sapi*Karagenan 41 3,000 131,3 0,77 Sapi*Khitosan 41 3,000 103,2 -2,00 Total 246 123,5 H = 19,70 DB = 5 P = 0,001

Page 51: SIFAT FISIK DAN ORGANOLEPTIK BAKSO DAGING SAPI DAN … · SIFAT FISIK DAN ORGANOLEPTIK BAKSO DAGING SAPI DAN DAGING KERBAU DENGAN PENAMBAHAN ... Penggunaan STPP memiliki pembatas

39

Lampiran 5. Nilai Uji Non Parametrik Kruskal Wallis Rasa Bakso Berdasarkan perbedaan Jenis Daging dan Bahan Tambahan Pangan

Perlakuan Jumlah

Panelis Median Peringkat

Rata-Rata Z

Kerbau*STPP 41 4,000 137,1 1,34 Kerbau*Karagenan 41 3,000 118,5 -0,49 Kerbau*Khitosan 41 3,000 128,4 0,48 Sapi*STPP 41 3,000 112,4 -1,10 Sapi*Karagenan 41 3,000 133,3 0,97 Sapi*Khitosan 41 3,000 111,4 -1,20 Total 246 123,5 H = 4,86 DB = 5 P = 0,434 H = 5,39 DB = 5 P = 0,370 (adjusted for ties)

Lampiran 6. Nilai Uji Non Parametrik Kruskal Wallis Aroma Bakso Berdasarkan perbedaan Jenis Daging dan Bahan Tambahan Pangan

Perlakuan Jumlah

Panelis Median Peringkat

Rata-Rata Z

Kerbau*STPP 41 3,000 136,2 1,25 Kerbau*Karagenan 41 2,000 108,3 -1,49 Kerbau*Khitosan 41 3,000 131,9 0,83 Sapi*STPP 41 3,000 108,4 -1,49 Sapi*Karagenan 41 3,000 138,2 1,45 Sapi*Khitosan 41 3,000 118,0 -0,54 Total 246 123,5 H = 7,58 DB = 5 P = 0,181 H = 8,35 DB = 5 P = 0,138 (adjusted for ties) Lampiran 7. Nilai Uji Non Parametrik Kruskal Wallis Warna Bakso Berdasarkan

perbedaan Jenis Daging dan Bahan Tambahan Pangan

Perlakuan Jumlah Panelis

Median Peringkat Rata-Rata

Z

Kerbau*STPP 41 4,000 147,5 2,37 Kerbau*Karagenan 41 3,000 108,9 -1,44 Kerbau*Khitosan 41 3,000 118,2 -0,52 Sapi*STPP 41 4,000 123,7 0,02 Sapi*Karagenan 41 4,000 137,5 1,38 Sapi*Khitosan 41 3,000 105,3 -1,80 Total 246 123,5 H = 10,90 DB = 5 P = 0,053 H = 12,66 DB = 5 P = 0,027 (adjusted for ties)