Sifat Biologis dan Karakteristik Karkas dan Daging ... · Ordo bandikut dibedakan dalam 2 famili,...
Transcript of Sifat Biologis dan Karakteristik Karkas dan Daging ... · Ordo bandikut dibedakan dalam 2 famili,...
5
TINJAUAN PUSTAKA
Sistematika Zoologis Bandikut
Secara umum kedudukan bandikut dalam sistematika zoologis adalah sebagai
berikut (Van Der Zon, 1979; Strahan, 1990; Flannery, 1995a dan 1995b; Petocz,
1994) :
Kingdom : Animalia
Phylum : Chordata
Sub Phylum : Vertebrata
Class : Mamalia
Subclass : Theria (Parker and Haswell,1897)
Infraclass : Metatheria (Huxley, 1880)
Superordo : Marsupialia (Illeger, 1811)
Ordo : Peramelemorphia (Kirsch,1968) – Bandicoots and bilbies
Family : Peroryctidae (Groves and Flannery,1990) – Peroryctid
bandicoots
Genus : Echymipera – New Guineaan Spiny Bandicoots
Species : Echymipera kalubu (Lesson, 1828)
Ordo bandikut dibedakan dalam 2 famili, yaitu Peramelidae (bandicoots and
bilbies) memiliki 4 genus, 10 spesies, dan Peroryctidae (Peroryctid bandcoots)
mempunyai 4 genus 11 spesies (Lindenmayer, 1997). Family Peramelidae banyak
terdapat di Australia, sedangkan family Peroryctidae, terutama genus Echymipera
banyak ditemukan di kepulauan Maluku, dan New Guinea (Menzies, 1991). Daratan
New Guinea memiliki 5 genus dan 11 spesies. 3 genus (Peroryctes, Microperoryctes
dan Rhynchomeles) dengan 11 spesies merupakan endemik dan genus Echymipera
yang merupakan pusat genus di New Guinea dengan 4 spesies dan, 1 spesies di
antaranya meluas sampai di bagian utara Australia. Genus lain (Isodoon) merupakan
pusat genus di Australia dengan 1 spesies juga penyebarannya meluas sampai ke New
Guinea bagian selatan (Graeme dan Maynes, 1990).
6
Diskripsi Umum dan Penyebaran Bandikut
Nama bandikut (bandicoot) pertama kali diberikan tahun 1799 oleh peneliti
pada beberapa marsupialia Australia dari bahasa Telugu (‘pandi-kokku’) dari suku
yang tinggal di dataran Deccan India Tengah yang berarti “tikus babi”, yaitu nama
tikus lokal India dari marga Bandicota (Petocz, 1994). Menurut Menzies (1991) dan
Chambers (2001) semua jenis bandikut dapat mudah dikenali karena ciri utamanya
yaitu jari kaki belakang kedua dan ketiga pada pangkal cakarnya disatukan oleh kulit
dan hanya ujung sendi terakhir dan kukunya yang terpisah. Kedua jari yang bersatu
tersebut berfungsi sebagai sisir untuk membersihkan diri dari ektoparasit dan kotoran.
Bandikut mempunyai susunan gigi poliprotodon yaitu mempunyai banyak pasang
gigi seri di rahang bawah dan di antara taring. Formula susunan gigi : I 4-5/3, C 1/1,
P 3/3, M 4/4 (Tate, 1948 dan Lindenmayer, 1997).
Bandikut mempunyai kepala panjang dengan telinga agak berbulu dan moncong
runcing yang menandakan indera penciumannya yang tajam. Tubuhnya agak kompak
dan berukuran antara kelinci besar dan tikus. Kaki belakang memanjang mirip kaki
kuskus dan kanguru atau walabi yang memungkinkan bandikut untuk berjingkrak,
berlari kencang dan meloncat. Tungkai kaki depan jauh lebih pendek tetapi kuat dan
mempunyai tiga cakar yang mencolok untuk menggaruk dan menggali. Panjang
ekornya beragam dan tidak prehensile. Rambutnya halus tetapi ada yang jarang, agak
kasar dan kaku, terutama pada bandikut berduri dari genus Echymipera. Warna
bulunya beragam bergantung pada spesies, bisa orange, kelabu coklat atau bergaris.
Panjang bandikut berkisar antara 28-81 cm dengan panjang ekor sampai 20 cm
(Manzies, 1991).
Bandikut merupakan hewan marsupial metatherian, mamalia berkantung yang
mempunyai plasenta mirip mamalia eutherian (mamalia berplasenta). Di antara
marsupialia lain, bandikut mempunyai ciri yang unik yaitu mempunyai plasenta
korioalantois, suatu saluran panjang dari dinding uterus induk ke embrio yang
berfungsi untuk mengikat anak yang baru lahir selama perjalanan ke kantung
induknya (Petocz, 1994) . Permukaan kantung bandikut menghadap ke arah bawah
7
dan belakang, Di dalam kantung terdapat 6 atau 8 puting susu teratur dalam 2 baris
membusur (Lyne, 1990).
Di dunia terdapat 21 spesies bandikut, sebagian besar hanya ditemukan di New
Guinea dan sedikit di pesisir utara dan timur Australia. Bandikut termasuk hewan
nokturnal, soliter, omnivora (Menzies, 1991). Secara umum daerah penyebaran
bandikut dari ketinggian 0 – 4 300 meter dari permukaan laut pada habitat padang
rumput alam, alang-alang, hutan terbuka, hutan hujan dataran rendah, hutan lebat,
hutan lumut dan areal berpohon.
Bandikut hidup dalam dua kondisi musim, yaitu musim kering dan musim
hujan. Selama musim kering, bandikut hidup pada vegetasi yang lebat yang terdiri
atas gulma-gulma yang tinggi, pohon-pohon kecil dan semak perdu yang lebat.
Kemungkinan ini terjadi karena persediaan pakan yang jarang ditemukan. Sedangkan
selama musim hujan, bandikut keluar dan mengembara di padang rumput terbuka
yang merupakan sumber makanan berlimpah.
Bandikut membuat sarang individu dalam tanah yang terdiri atas timbunan
tanah dan rumput kering yang sederhana serta ranting yang merupakan kamuflase
yang baik dan tahan air. Sarang tempat persembunyiannya di bawah tanah bisa digali
sampai mencapai panjang 1,5 meter. Banyak pula bandikut yang menggunakan
rongga batang pohon sebagai tempat persembunyian atau berlindung. Namun
demikian secara umum, bandikut sangat menyukai dalam area tanah tertutup yang
rendah sebagai tempat tinggal.
Penyakit yang sering menyerang dan membahayakan kesehatan bandikut adalah
toxoplasmosis (Obendorf & Munday, 1990; Miller, et al., 2000). Bandikut hasil
tangkapan dari hutan sebagian besar menderita ektoparasit.
Echymipera kalubu (Spiny Bandicoot)
E. kalubu dikenal juga sebagai bandikut kepala hitam (Gambar 1). Bagian
kepala berwarna kehitaman dan terdapat batas tajam pada bagian tenggorokan dan
pipi yang lebih terang. Bandikut jenis ini mempunyai ciri rambut berduri, bagian
8
punggung kehitaman dengan sejumlah variasi kuning kecoklatan sampai leher. Warna
rambut coklat muda pada bagian ventral dan coklat gelap kehitaman dengan ujung
Gambar 1 Echymipera kalubu.
lebih pucat dan panjang pada bagian dorsal. Moncong agak panjang, telinga, ekor dan
kaki pendek serta memiliki 4 pasang gigi seri (Graeme & Maynes, 1990). Pada
telapak kaki belakang berwarna hitam dan sedikit berkembang baik dibanding
Echimipera secara umum (Ziegler, 1977). Bobot badan jantan lebih besar dari pada
betina. Spesies ini merupakan bentuk fauna peralihan antara Australia Utara dan
New Guinea (Gordon, at al. 1990). Populasinya tersebar luas di dataran rendah pada
habitat hutan tertutup, hutan terbuka, padang rumput dan semak belukar yang lebih
kering di pulau Wageo, Biak dan Yapen serta bagian utara, timur dan selatan New
Guinea, dengan ketinggian sampai 1550 meter dari permukaan laut .
E. kalubu mempunyai empat sub species yaitu E.k. kalubu, Lesson, 1828; E.k.
cockerelli, Ramsay, 1877; E.k. oriomo, Tate and Archbold, 1936; dan E.k. philipi,
Throughton, 1945. Rataan ukuran tubuh jantan dan betina (Strahan, 1990; Graeme &
Maynes, 1990; Flannery, 1995a dan 1995b;), sebagai berikut :
9
Ukuran Jantan Betina
Berat Badan (g) 1 500 850
Kepala-badan (mm) 380 280
Ekor (mm) 98 78
Kaki belakang (mm) 66 48,5
Telinga (mm) 32 28
Sifat-sifat Biologis Bandikut
Makanan
Bandikut tergolong hewan omnivora (Cockburn, 1990; Reese, 2001; Paliling,
2002), pemakan insekta (semut hitam, belalang, serangga kecil, kumbang muda, larva,
pupa, kupu-kupu kecil, rayap), invertebrata (cacing tanah, laba-laba, ulat kayu) dan
vertebrata kecil, buah-buahan yang jatuh, biji-bijian dan akar pohon. Jenis vertebrata
kecil yang sering dikonsumsi adalah kadal, katak dan tikus. Selain itu bandikut juga
memakan keong, kelapa, pisang, pepaya, ubi jalar, buah sagu, dan sisa makanan
manusia bila masuk ke pemukiman atau kebun penduduk. Namun demikian bandikut
paling menyukai tipe makanan jenis insekta dan invertebrata (Quin, 1985; Stodart,
1977).
Sesuai sifat soliter dan nokturnal pada bandikut, di alam bebas satwa ini
mencari makanan sendirian sepanjang malam, kecuali ada betina yang sedang estrus,
mereka akan mencari makan secara bersama/berpasangan. Bandikut memiliki daerah
teritori tertentu dengan daerah jelajah (home range) sangat luas yaitu 1-4 ha untuk
betina dan jantan sampai 40 ha dan saling tumpang tindih (overlap) (Gemmell, 1988).
Daerah jelajah jantan 10 kali lebih luas dibanding betina (Cockburn, 1990). Bandikut
menemukan makanan pada tempat yang terbuka atau di dalam tanah. Di dalam
penangkaran, bandikut akan mengkonsumsi makanan di tempat makanan yang sudah
tersedia atau dibawa ke tempat tertentu kemudian sisanya dibawa ke sarangnya. Cara
menggigit makanan sangat bervariasi dalam mencari posisi bergantung pada tekstur
10
makanannya. Bandikut betina di dalam kandang cenderung kanibal untuk membunuh
dan memakan anaknya (Gemmell, 1982).
Reproduksi
Tingkat reproduksi bandikut pada umumnya sangat tinggi, tetapi tingkat
mortalitasnya juga tinggi (30-50%), terutama bandikut muda dalam kantung dan
setelah penyapihan (Gemmell, 1988) . Bandikut termasuk poliestrus dan bereproduksi
sepanjang tahun (Mackerras & Smith, 1960). Betina dewasa mulai kawin sekitar
umur 4 bulan dengan berat badan paling rendah 450 gram dan panjang badan dari
kepala sampai 225 mm dan jantan pada umur 5 bulan dengan berat badan 650 gram
(Lyne, 1964; Flannery, 1995a). Jumlah anak per kelahiran (litter size) 2-4 ekor
bahkan ada yang 7 ekor. Seekor betina dalam setahun dapat beranak 5-6 kali.
Interval kelahiran paling umum selama 58 hari. Anak bandikut tinggal dan menyusu
dalam kantung induk sampai umur 48-53 hari dan berhenti menyusu pada umur 59-61
hari ketika kelahiran berikutnya kemudian mengikuti induknya sampai umur 71-73
hari. Induk kawin lagi ketika anaknya berumur 49-50 hari dan masih menyusu
didalam kantung (Stodart, 1977).
Kopulasi berlangsung pada waktu aktif di malam hari tetapi kelahiran terjadi di
siang hari pada waktu betina istirahat. Siklus estrus berkisar antara 17-34 hari atau
rata-rata 21 hari dan puncak estrus terjadi hanya pada satu malam (Lyne, 1976 &
1990). Lama kebuntingan antara 12 hari 8 jam dan 12 hari 14 jam atau rata-rata 12,5
hari (Stodart, 1977; Petocz, 1994; Fishman, 2001). Hal ini merupakan lama bunting
yang paling pendek dan pertumbuhannya dalam kantung lebih cepat dari marsupial
lain. Bandikut lahir dalam kondisi belum berkembang sempurna dan berlindung
dalam kantung induk sampai perkembangannya sempurna. Rambut pertama muncul
di tubuh pada umur 45 hari, mata terbuka antara umur 45 dan 50 hari dan penyapihan
terjadi pada umur 60 hari (Lyne, 1990).
Percumbuan bandikut dilakukan saat betina mengalami estrus (birahi). Betina
yang sedang estrus akan mensekresikan bau spesifik melalui urine yang dibuang
sepanjang jalan yang dilewati sehingga bandikut jantan akan mencium bau tersebut
11
dan mengejar sampai betina bersedia dikopulasi (Petocz, 1994). Masa estrus hanya
beberapa malam saja. Proses percumbuan sampai terjadi kopulasi berlangsung sampai
5 jam lebih. Sedangkan proses kopulasinya sendiri hanya berlangsung selama 2-4
menit (Manufandu, 2000).
Proses kelahiran bandikut sama seperti hewan marsupialia lainnya, lahir dalam
kondisi belum masak, kurang dari 10 menit mampu merayapi rambut menuju ke
puting susu di kantung induknya dengan ikatan plasenta korioalantois dan induknya
tidak mencoba membersihkan tubuh anaknya karena tidak berselaput (Stodart, 1990).
Plasenta ini merupakan saluran berbentuk bebat panjang yang menghubungkan
dinding uterus induk dan embrio. Fungsi saluran tersebut hanya sebagai pengikat
anak yang baru lahir dengan induknya selama proses perjalanan ke kantung dan tidak
berfungsi dalam pertukaran nutrisi dan darah dari induk ke anaknya seperti pada
hewan-hewan eutherian (mamalia berplasenta). Menurut Lyne (1990), alantois
sebagai vesikel kecil mulai muncul dan tertanam ketika embrio berumur 9,5 hari.
Proses masuknya anak ke kantung induk saat kelahiran merupakan naluri alami
anak yang berusaha tanpa bantuan induk. Induk secara naluri membantu membuat
jalan pada rambut antara pangkal kedua paha menuju ke kantung dengan cara
menjilati sambil mengeluarkan cairan atau lendir dari mulutnya sehingga cukup licin
untuk dilewati anaknya. Anak bandikut yang baru dilahirkan dilengkapi dengan cakar
besar yang dapat membantu bergelantungan ketika merayap ke kantung induknya.
Setelah masuk ke dalam kantung, cakar tersebut akan tanggal dengan sendirinya
(Manufandu, 2000).
Bayi bandikut dalam keadaan tidak berambut, mata tertutup dan kaki depan
berkembang tidak sebanding dengan bagian tubuh lainnya. Bandikut muda
melekatkan diri pada salah satu puting dan memulai masa menyusu selama 55-60 hari
untuk menyempurnakan pertumbuhan dan perkembangan di dalam kantung induknya
sampai anak berikutnya lahir (Petocz, 1994; Lancaster, 2001). Rata-rata panjang anak
bandikut yang baru dilahirkan sekitar 13 mm dengan berat 0,2 gram (Lyne, 1990).
Anak-anak yang sudah disapih ikut mencari makan bersama induknya hanya
satu atau dua minggu sebelum mereka menjalani pola hidup soliter dan membuat
12
teritori atau home rangenya sendiri. Lama hidup (lifespan) bandikut sekitar 3.3-4
tahun (Lobert & Lee, 1990).
Tingkah laku (Behavior)
Tingkah laku hewan merupakan suatu kondisi penyesuaian hewan terhadap
lingkungannya. Setiap hewan secara naluri dengan tingkah lakunya akan beradaptasi
dengan lingkungan tertentu dan pada banyak kasus merupakan hasil seleksi alam
seperti terbentuknya perubahan struktur fisik (Stenley & Andrykovitch, 1984).
Tingkah laku hewan mamalia umumnya mempunyai fleksibilitas dan bervariasi.
Menurut Vaughan (1986), hewan mamalia akan belajar lebih cepat dan dapat
memodifikasi tingkah laku untuk menyesuaikan dengan lingkungan. Satwa liar yang
didomestikasi akan mengalami perubahan tingkah laku yaitu berkurangnya sifat liar,
sifat bersarang, sifat berpasangan, sifat terbang dan agresivitas (Craig, 1981).
Pada tingkat adaptasi, tingkah laku ditentukan oleh kemampuan belajar hewan
untuk menyesuaikan tingkah lakunya terhadap suatu lingkungan yang baru. Menurut
Stanley & Andrykovitch (1984), tingkah laku maupun kemampuan belajar hewan
ditentukan oleh sepasang gen atau lebih sehingga terdapat variasi tingkah laku
individu dalam satu spesies meskipun secara umum relatif sama dan tingkah laku
tersebut dapat diwariskan kepada turunannya yaitu berupa tingkah laku dasar.
Tingkah laku dasar hewan merupakan kemampuan yang dibawa sejak lahir (innate
behaviour), antara lain gerakan menjauh atau mendekat dari stimulus, perubahan pola
tingkah laku dengan adanya kondisi lingkungan yang berubah dan tingkah laku akibat
mekanisme fisiologis, seperti tingkah laku jantan dan betina saat estrus. Penampilan
tingkah laku individu selain dipengaruhi oleh faktor genetik tetua juga dipengaruhi
oleh faktor lingkungan internal atau status fisiologis (misal umur, sex, lapar, sehat)
dan faktor ekternal seperti lingkugan fisik (nutrisi, temperature, pembatasan gerakan,
panjang hari) dan lingkungan social, misal ukuran kelompok, kelompok sexual,
parental contact (Craig, 1981).
Menurut Craig (1981) sistem tingkah laku hewan (misalnya tingkah laku
makan, minum, tidur dan kawin) terdiri atas tiga fase aktivitas yang terjadi dalam satu
13
rangkaian, yaitu fase hasrat (appetitive behaviour), fase kebiasaan yang konsisten
atau naluri (consummatory behaviour) dan fase respon kelanjutan yang
menguntungkan (refractory behaviour). Selanjutnya Scott (1972) membagi sistem
tingkah laku berdasarkan fungsi-fungsi yang berhubungan dengan kenyamanan
hewan, yaitu ingestive (tingkah laku makan dan minum); eliminative (tingkah laku
kencing dan membuang kotoran); shelter seeking (tingkah laku mencari tempat
berlindung); investigatory (tingkah laku penyelidikan terhadap keadaan bahaya di
sekitarnya); allelomimetic (tingkah laku berkelompok); agonistic (tingkah laku yang
berkaitan dengan agresivitas, kepatuhan dan pertahanan); sexual (tingkah laku
kawin); epimeletic (care-giving), tingkah laku keindukan; et-epimeletic (care-
seeking), tingkah laku melindungi anak atau interaksi dengan hewan dari kelompok
lain; play (tingkah laku bermain).
Tingkah laku bandikut di alam (in-situ) selalu menandai dan mempertahankan
daerah teritorinya. Bandikut mempunyai kelenjar bau di telinga, mulut, kantung dan
kloaka yang mensekresikan bau spesifik (Fisherman, 2001) sehingga dapat menandai
melalui urin dan fesesnya. Satwa ini termasuk satwa marsupial yang soliter yaitu
tidak hidup dalam kelompok kecuali induk dan anaknya, nocturnal (lebih banyak
aktif pada malam hari) dan oportunis (selalu mencari kesempatan dan menghabiskan
waktu untuk mencari makan).
Pada siang hari bandikut lebih banyak berada di sarangnya dan hanya muncul
dari sarangnya pada senja atau bila terancam untuk melarikan diri dengan cepat. Saat
akan meninggalkan sarang, bandikut akan memastikan keadaan sekelilingnya dengan
berjalan pelan, mengendus dan bergerak kemudian masuk kembali ke sarang.
Beberapa saat setelah yakin aman, bandikut akan keluar dan lari cepat setelah
menutupi lubang sarang dengan serasah di sekitarnya.
Bandikut secara gigih akan melindungi diri sendiri dan mempertahankan
teritorinya dari bandikut jantan yang lain, terutama bila terdapat betina yang sedang
birahi. Paling sedikit ada dua jantan akan saling berkelahi satu sama lain untuk
menguasai teritori. Selanjutnya akan ada satu jantan yang dibunuh atau menjadi
subordinat bagi jantan yang lain (jantan dominan) dan menghindari perkelahian
14
(takut). Konsekuensi dari jantan subordinat harus menyerahkan semua bandikut
betinanya kepada jantan dominan.
Pertumbuhan dan Perkembangan
Istilah pertumbuhan sudah banyak didefinisikan. Pertumbuhan tubuh hewan
adalah pembentukan jaringan baru yang mengakibatkan terjadinya perubahan berat,
bentuk dan komposisi tubuh (Hammond, 1982), perubahan ukuran atau bentuk tubuh
yang dapat dinyatakan dengan ukuran panjang, volume ataupun berat (Williams,
1982), peningkatan bobot badan yang berhubungan dengan interval waktu (Maynard
et al, 1982), peningkatan bobot badan sampai mencapai ukuran dewasa (Taylor,
1984), peningkatan tinggi, panjang, ukuran lingkar dan bobot yang terjadi pada
hewan muda yang sehat, diberi pakan, minum dan tempat berlindung yang layak
(Swatland, 1984). Lebih khusus Boggs & Markel (1984) menjelaskan bahwa
pertumbuhan merupakan suatu bagian integral dari produksi daging hewan karena
tingkat pertumbuhan mempengaruhi efisiensi produksi dan secara luas mencerminkan
keuntungan atau kerugian selama produksi.
Tidak semua bagian tubuh berkembang sama selama pertumbuhan. Perbedaan
pertumbuhan bagian tubuh ini disebut perkembangan. Perkembangan adalah
progress, suatu kemajuan kekompleksitas yang lebih tinggi dan ekspansi ukuran
(Forrest et al, 1975). Perkembangan terjadi dari tahap embrio sampai hewan dewasa
(Boggs & Markel, 1984).
Pertumbuhan sering dijelaskan sebagai suatu peningkatan dalam struktur
jaringan, yaitu tulang, otot dan jaringan ikat yang berkaitan dengan otot. Jaringan
tersebut akan dibedakan dari lemak yang berkembang kemudian selama fase
perlemakan. Perlemakan terjadi selama pertumbuhan dan perkembangan normal otot
dan tulang. Sebagian besar perlemakan terjadi setelah perkembangan tulang
sempurna dan perototan mencapai maksimum. Jaringan otot sangat penting bagi ahli
ternak karena komponen ini akhirnya akan dikonsumsi sebagai daging. Sedangkan
tulang, struktur dan kekuatan pertulangan secara fungsional penting untuk
15
memaksimumkan efisiensi produksi selama pertumbuhan. Lemak juga penting karena
dapat menentukan citarasa/kualitas daging.
Pola pertumbuhan hewan pada kondisi lingkungan ideal, bentuk kurve
pertumbuhan untuk semua spesies mengikuti pola kurve pertumbuhan sigmoid
(Gambar 2). Pada tahap awal, pola pertumbuhan terjadi lambat, kemudian cepat
hingga umur pubertas dan secara berangsur lambat kembali dan berhenti setelah
mencapai kedewasaan (Forrest et al. 1975).
Gambar 2 Kurve pertumbuhan normal dan laju pertumbuhan
(Forrest et al. 1975)
Titik belok
Laju pertumbuhan
maksimum
lahir
pubertas Pertumbuhan
Umur Laju Pertumbuhan
Dewasa tubuh
Lahir
umur
16
Titik belok (point of inflection) umumnya dicapai pada awal masa pubertas dan
selanjutnya diikuti peningkatan konversi pakan (Williams, 1982), semua jaringan
juga menurun lambat dalam tingkat pertumbuhan dan perkembangannya (Boggs &
Markel, 1984). Selama pertumbuhan sampai dewasa, komposisi tubuh akan
mengalami perubahan. Kerangka berkembang relatif lebih baik setelah lahir dan
setelah pertumbuhan hampir mendekati konstan. Pertumbuhan otot lebih cepat dari
pada tulang setelah lahir sehingga rasio antara otot dan tulang mengalami
peningkatan yang progresif, sedangkan pertumbuhan jaringan lemak pada mulanya
berlangsung lambat tetapi selama periode penggemukan pertumbuhannya meningkat
secara drastis (Kempster et al. 1982). Peningkatan deposit lemak dengan cepat
dimulai saat pertumbuhan dan perkembangan otot mulai menurun (Boggs & Markel,
1984). Kurve pertumbuhan postnatal dari tulang, otot dan lemak digambarkan pada
Gambar 3.
Gambar 3 Kurve pertumbuhan tulang, otot, dan lemak
Pertumbuhan Alometri
Pertumbuhan alometri merupakan kajian pertumbuhan relatif yaitu perubahan-
perubahan proporsional tubuh terhadap peningkatan ukuran tubuh. Hal ini atas dasar
konsep bahwa selama pertumbuhan dan perkembangan serta peningkatan berat tubuh
Otot
Lemak
Tulang
Unit Pertumbuhan
17
juga akan terjadi perubahan komponen tubuh seperti proporsi organ dan jaringan
(tulang, otot dan lemak) yang berbeda (Soeparno, 1992).
Secara prinsip pertumbuhan merupakan kumpulan dari pertumbuhan bagian-
bagian dari komponennya dan berlangsung dengan kecepatan yang berbeda.
Perubahan ukuran komponen tersebut akan menghasilkan diferensiasi karakteristik
organ dan jaringan termasuk komponen kimia penyusunnya (air, lemak, protein dan
abu). Berat jaringan atau organ suatu spesies pada dasarnya ditentukan oleh berat
tubuhnya. Cara menentukan dan mengukur hubungan alometrik antara berat tubuh
dan komponen-komponen tubuh selama pertumbuhan dapat digunakan persamaan
alometri Huxley : Y = a Xb
, dimana Y adalah berat jaringan atau organ, X adalah
berat ternak atau variable tidak bebas lain, a adalah konstanta dan b adalah koefisien
pertumbuhan relatif atau ratio pertumbuhan alometrik dari variable bebas Y.
Alometri Huxley pada penggunaannya ditransformasikan dalam bentuk
logaritma sehingga menghasilkan garis lurus untuk setiap komponen tubuh (variable
bebas Y) terhadap berat tubuh (variable tidak bebas X). Bentuk transformasi
logaritma persamaan alometri Huxley tersebut adalah log Y = log a + b log X atau ln
Y = ln a + b ln X. Nilai b (slope) menunjukkan besar koefisien pertumbuhan Y relatif
terhadap X. Jika nilai b < 1 berarti kecepatan pertumbuhan relatif variable Y lebih
lambat dari pada variable X, b = 1 berarti kecepatan pertumbuhan relatif variable Y
sama dengan variabel X, dan bila b > 1 berarti kecepatan pertumbuhan relatif variabel
Y lebih cepat dari pada variabel X. Menurut Forrest et al. (1975), pada waktu
kecepatan pertumbuhan mendekati konstan, maka slope kurva pertumbuhan hampir
tidak berubah, dalam hal ini pertumbuhan otot, tulang dan organ-organ penting
lainnya mulai berhenti, sementara pertumbuhan lemak mulai dipercepat.
Interpretasi terhadap nilai b menurut Natasasmita (1978; 1979), dimana jika
nilai b<1 berarti : (1) persentase Y akan menurun dengan meningkatnya X, (2)
kecepatan pertumbuhan Y dibandingkan X adalah kecil, (3) waktu perkembangan Y
adalah masak dini dan (4) potensi pertumbuhan Y rendah atau sudah berhenti
bertumbuh. Jika nilai b>1 berarti : (1) persentase Y akan meningkat dengan
meningkatnya nilai X, (2) kecepatan pertumbuhan Y dibandingkan X adalah besar, (3)
18
waktu perkembangan Y adalah masak lambat dan (4) potensi pertumbuhan Y tinggi
atau sedang bertumbuh. jika nilai b=1 berarti : (1) persentase Y konstan dengan
meningkatnya X, (2) kecepatan pertumbuhan Y dibandingkan X adalah sama, (3)
waktu perkembangan Y adalah masak sedang dan (4) potensi pertumbuhan Y sedang
atau bertumbuh konstan.
Sifat Fisik dan Kimia Daging
Daging merupakan sumber pangan bermutu gizi tinggi yang berasal dari hewan.
Bergizi tinggi karena mudah dicerna dan mengandung asam amino esensial yang
lengkap dan seimbang (Forrest et al., 1975), berperan penting untuk hidup dan
penampilan fisiologis yang optimum (Levie, 1979).
Daging adalah komponen utama karkas. Komponen utama daging terdiri atas
otot, lemak dan sejumlah jaringan ikat (kolagen, retikulin dan elastin) di samping
terdapat juga sejumlah pembuluh darah dan saraf (Lawrie, 1988). Kolagen adalah
komponen terpenting, merupakan protein yang paling banyak terdapat dalam tubuh
hewan (Swatland, 1984). Menurut Lister (1980), semakin tua seekor hewan,
kolagennya semakin bertambah besar dan jaringan ikat yang bersilang lebih banyak
sehingga daging menjadi tidak empuk dan liat.
Otot merupakan penyusun utama daging berisi berkas otot (muscle bundle),
berkas otot berisi serat otot (muscle fibre), serat otot berisi serabut otot (myofibril)
dan serabut otot berisi sarkomer (sarcomere). Di dalam sarkomer terdapat
myofilament actin dan myifilament myosin merupakan unsur terkecil yang
membentuk daging (Forrest et al., 1975).
Penilaian terhadap kualitas daging selain dipengaruhi oleh selera, ditentukan
pula oleh sifat fisik dan kimia daging.
Sifat Fisik Daging
Sifat fisik daging yang merupakan kriteria penentu kualitas daging, di antaranya
adalah keempukan, susut masak, daya ikat air, warna serta tekstur daging.
19
Keempukan (tenderness) merupakan salah satu faktor yang berhubungan
dengan palatabilitas. Komponen utama yang mempengaruhi keempukan daging
adalah jaringan ikat, serat daging, lemak intra muskular, daya ikat air oleh protein
daging, tingkat kontraksi miofibril, tipe otot, lama dan suhu pemanasan (Forrest et al.,
1975; Soeparno, 1992; Lawrie, 2003). Kesan keempukan mencakup tekstur yang
melibatkan aspek kemudahan awal penetrasi gigi, mudah dikunyah menjadi fragmen
kecil dan jumlah residu yang tertinggal setelah pengunyahan (Lawrie, 1988). Tingkat
keempukan dapat bervariasi di antara spesies, bangsa, potongan karkas, diantara otot
dan pada otot yang sama (Preston & Willis, 1982).
Susut masak (cooking loose) adalah kondisi daging mengalami penyusutan
atau kehilangan berat selama pemasakan. Secara umum, makin tinggi suhu
pemasakan dan atau makin lama waktu pemasakan, makin besar kadar cairan daging
yang hilang sampai mencapai tingkat konstan. Lemak intramuskuler dapat
menghambat atau mengurangi cairan daging yang keluar selama pemasakan dan
meningkatkan daya ikat air karena dapat melonggarkan mikrostruktur daging
sehingga protein daging dapat lebih banyak mengikat air (Lawrie, 1988). Susut
masak merupakan indikator nilai nutrisi daging yang berhubungan dengan kadar jus
daging yaitu banyaknya air yang terikat di dalam dan di antara otot. Jus daging
termasuk komponen tekstur yang turut menentukan keempukan daging. Daging
dengan susut masak lebih rendah mempunyai kualitas yang lebih baik karena
kehilangan nutrisi selama pemasakan lebih sedikit. Menurut Swatland (1984) susut
masak dapat meningkat dengan panjang serabut yang lebih pendek dan pemanasan
yang lama dapat menurunkan pengaruh panjang serabut otot terhadap susut masak.
Susut masak berhubungan erat dengan daya ikat air dan keempukan daging. Makin
tinggi daya ikat air makin rendah susut masak daging.
Daya ikat air oleh protein daging (water-holding capacity-WHC/water-binding
capacity-WBC) adalah kemampuan daging untuk mengikat airnya atau air yang
ditambahkan selama ada pengaruh kekuatan dari luar, seperti pemotongan,
pemanasan, penggilingan dan tekanan (Forrest et al., 1975; Swatland, 1984).
Penurunan daya ikat air dapat diketahui dengan adanya eksudasi cairan (weep) pada
20
daging mentah yang dibekukan atau dreep pada daging mentah beku yang disegarkan
kembali atau kerut pada daging masak (Lawrie, 1988). Jumlah air yang terikat dalam
daging tergantung pada tingkat dan kecepatan penurunan pH serta jumlah denaturasi
protein (Forrest et al., 1975). Secara umum, daya ikat air dipengaruhi oleh faktor-
faktor yang menyebabkan diferensiasi dalam otot, seperti spesies, umur dan fungsi
otot itu sendiri.
Sifat Kimia Daging
Nilai nutrisi daging bervariasi tergantung spesies, bangsa dan jenis otot (Lawrie,
1988). Secara umum, daging hewan mamalia mengandung air 75%, protein 19%,
lemak 2,5%, karbohidrat 1,2%, substansi non-protein soluble 2,3% dan vitamin
dalam jumlah sedikit (Lawrie, 2003).
Protein daging adalah komponen bahan kering yang sebagian besar berupa
kolagen terdapat dalam otot dan jaringan ikat. Kolagen jaringan ikat mempunyai
peranan penting terhadap kualitas daging. Nilai nutrisi jaringan ikat lebih rendah dari
pada protein otot sebab sulit untuk diserap dan tidak memiliki asam amino yang
lengkap. Kadar kolagen berbeda pada setiap otot dan tingkatan umur hewan. Keadaan
tersebut dapat dipengaruhi oleh aktivitas gerak urat daging. Di dalam otot, proporsi
protein terbesar terdapat pada myofibril, yaitu lebih dari 50% dan sisanya dalam
jumlah kecil berupa protein regulator. Miofibril mengandung 55-60% protein myosin
dan sekitar 20% protein aktin (Forrest et al., 1975; Swatland, 1984). Protein terdiri
atas serangkaian asam-asam amino yang terikat secara kimiawi. Asam amino
merupakan senyawa yang mengandung gugus fungsional, yaitu gugus amino dan
asam karboksilat dan terikat pada atom karbon yang sama (Gaman & Sherrington,
1991). Asam amino dapat berperan pula sebagai pembentuk citarasa (flavour) pada
daging. Asam inosinat, glikoprotein adalah komponen senyawa asam amino yang
sangat aktif terhadap citarasa.
Lemak hewan sebagian besar komponennya dipengaruhi oleh unsur-unsur
nutrisi pakan yaitu trigliseria, fosfolipid dan sejumlah kecil vitamin yang larut dalam
lemak. Nilai kalori lemak dalam daging diturunkan dari asam-asam lemak dalam
21
trigliserida dan phospolipid. Kemampuan hewan memanfaatkan energi pakan yang
lebih besar akan menyebabkan deposisi lemak lebih besar pula. Sebagian lemak
tubuh disimpan didalam depot lemak dan lemak otot (intramuskuler) yang didominasi
oleh lemak netral, terdapat dalam bentuk ester gliserol dan asam lemak rantai panjang
(Forrest et al., 1975). Lemak tubuh banyak didominasi oleh trigliserida yang
mengandung satu molekul asam palmitat dan dua molekul asam oleat (palmitodiolin)
dan trigliserida yang mengandung satu molekul asam oleat, palmitat dan stearat
disebut oleopalmitostearin. Trigliserida berfungsi menyimpan kalor dan sebagai
bantalan untuk melindungi organ vital tubuh, sedangkan phospolipid dan sterol
(kolesterol) berperan untuk pembentukan membrane sel dan substrat dalam
pembentukan asam empedu (Linder, 1992). Menurut Lawrie (1988) Lemak yang
lebih banyak mengandung ikatan rangkap tidak jenuh akan lebih mudah mengalami
oksidasi. Tingkat kejenuhan lemak banyak dipengaruhi oleh kondisi pakan hewan
dan keadaan ini akan mempengaruhi kualitas daging hewan sendiri.
Abu (mineral) yang terkandung dalam daging relatif konstan di antara otot,
umur dan jenis kelamin. Menurut Moran & Wood (1986), pakan konsentrat tinggi
dapat meningkatkan kadar abu dan energi daging tetapi menurunkan kadar air dan
proteinnya. Kadar abu daging berhubungan erat dengan kadar protein dan kadar air
(Judge et al., 1989).