SHINTA ROSIANA
-
Upload
dewi-djasmi -
Category
Documents
-
view
170 -
download
3
description
Transcript of SHINTA ROSIANA
HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN ORANG TUA TENTANG RETARDASI MENTAL DENGAN MEKANISME KOPING KELUARGA PADA ANAK RETARDASI
MENTAL DI SDLB PUTRA JAYA MALANG Ahsan S.Kp M.kes*, Ns. Lilik Supriati S.kep M.kep**, Shinta Rosiana***
ABSTRAK
Retardasi mental adalah suatu kondisi yang ditandai intelegensia yang rendah yang disertai kendala ketrampilan dan penyesuaian perilaku selama perkembangan. Diagnosis retardasi mental pada seorang anak akan memicu suatu ketidakseimbangan pada orang tua terkait harapan dan kenyataan yang tidak sesuai, sehingga mereka membutuhkan mekanisme koping yang sesuai. Mekanisme koping adalah tiap upaya atau tindakan yang ditujukan untuk menangani stress. Pengetahuan merupakan suatu komponen yang penting untuk membentuk tindakan seseorang. Dengan adanya pengetahuan diharapkan orang tua dapat mengambil koping yang adaptif, tetapi respon koping setiap individu berbeda-beda. Tujuan dari penelitian ini untuk mengetahui hubungan tingkat pengetahua n orang tua tentang retardasi mental dengan mekanisme koping keluarga pada anak retardasi mental. Studi observasi dengan pendekatan cross-sectional dilakukan pada ibu yang mempunyai anak retardasi mental di SDLB Putra Jaya sebanyak 31 orang. Sampel dipilih dengan cara total sampling. Hasil penelitian menunjukan bahwa tingkat pengetahuan sedang (35%) dan tinggi (65%), sedangkan mekanisme koping maladaptif (3%) dan adaptif (97%). Terdapat hubungan antara tingkat pengetahuan orang tua dengan mekanisme koping keluarga yang ditunjukan melalui uji statistik rank spearman dengan nilai P=0,001 (<α=0,05) dan r=0,588. Kesimpulan dari penelitian ini adalah semakin tinggi tingkat pengetahuan orang tua tentang retardasi mental maka semakin adaptif pula mekanisme koping keluarga pada anak retardasi mental. Untuk penelitian selanjutnya disarankan agar lebih memperhatikan faktor perancu lain, seperti dukungan keluarga, pengalaman perawatan anak, dan tingkat pendidikan orang tua. Kata kunci: Tingkat Pengetahuan Orang Tua, Mekanisme Koping Keluarga, Retardasi Mental
ABSTRACT
Mental retardation is a condition characterized with low intelligence skills and behavioral adjustment problems during development. Diagnosis of mental retardation in a child will lead to an imbalance to parents related to expectations and reality do not match, so they need the appropriate coping mechanisms. Coping mechanisms is any attempt or action aimed at dealing with stress. Knowledge is an important component to form a person's actions. With the knowledge of parents is expected to take an adaptive coping, but coping responses of each individual is different. The purpose of this study to determine the relationship level of parental knowledge about mental retardation with family coping mechanisms in mentally retarded child. Observational study with cross-sectional approach conducted in mother who have a mentally retarded child in SDLB Putra Jaya many as 31 people. Total sampling is selected in this study. The result showed that the medium level of parental knowledge 35% and high 65%, whereas maladaptive coping mechanisms 3% and adaptive 97%. There is a relationship between the level of parental knowledge with coping mechanisms indicated by spearman rank test statistic with P value=0,001 (<α = 0.05) and r=0,588. The conclusion of this study is the higher level of parental knowledge about mental retardation are the more adaptive coping mechanisms families in child mental retardation. To study further recommended that more attention to other confounding factors, such as family support, child care experience, and education level of parents. Keywords: Level of Parental Knowledge, Family Coping Mechanism, Mental Retardation
* Dosen Jurusan Keperawatan Universitas Brawijaya
** Dosen Jurusan Keperawatan Universitas Brawijaya
*** Mahasiswa Jurusan Keperawatan Universitas Brawijaya
Anak adalah karunia dari Tuhan
yang diberikan kepada orang tua untuk
dijaga, dirawat, dididik, dan dinafkahi.
Semua orang tua tentunya menginginkan
anak yang dilahirkan sehat fisik maupun
mentalnya, namun ada beberapa orang
tua meskipun tidak menginginkan tetapi
mereka dikaruniai anak dengan retardasi
mental. Retardasi mental atau
tunagrahita adalah suatu keadaan
perkembangan jiwa yang terhenti atau
tidak lengkap, yang terutama ditandai
oleh terjadinya hendaya ketrampilan
selama masa perkembangan sehingga
berpengaruh terhadap tingkat
kecerdasan secara menyeluruh,
misalnya kemampuan kognitif, bahasa,
motorik, dan sosial (Maslim, 2003).
Masalah retardasi mental perlu
mendapat perhatian karena beberapa
tulisan dalam bidang psikiatri sejak
periode 1981 telah mengemukakan
bahwa retardasi mental merupakan
masalah yang cukup besar di Indonesia,
namun diakui bahwa tidak ada data yang
lengkap tentang jumlah penderita di
Indonesia (Sembiring, 2002). Data Biro
Pusat Statistik tahun 2006, dari 222 juta
penduduk Indonesia, sebanyak 0,7%
atau 2,8 juta jiwa adalah penyandang
cacat. Sedangkan populasi anak
tunagrahita menempati angka paling
besar dibanding dengan jumlah anak
dengan keterbatasan lainnya (Triana dan
Andriany, 2009). Diagnosis retardasi
mental pada seorang anak akan memicu
suatu ketidakseimbangan pada orang tua
terkait harapan dan kenyataan yang tidak
sesuai. Beberapa penelitian yang telah
dilaksanakan menunjukan bahwa orang
tua anak dengan kebutuhan khusus
mempunyai tingkat parenting stress lebih
tinggi daripada orang tua anak normal
(Hyun & Jae, 2007). Menurut Sethi et al.
(2007), diantara orang tua, ibu merasa
lebih stress daripada ayah dalam
merawat anak dengan retardasi mental.
Hal ini dapat disebabkan karena dalam
keseharian ibu lebih terlibat merawat
anak dengan retardasi mental daripada
ayah yang lebih sering bekerja (Hyun &
Jae, 2007).
Menurut Peshawaria et al.
(2009), kebutuhan untuk meningkatkan
pengetahuan dan praktek professional
yang terlibat dalam praktek keluarga
dianggap penting karena dapat sebagai
inhibitor dalam mekanisme koping
keluarga. Menurut Novita (2009) dalam
penelitian tentang faktor yang
mempengaruhi mekanisme koping ibu
terhadap anak autisme ditemukan bahwa
tingkat pengetahuan mempunyai
pengaruh yang signifikan.
Pengetahuan merupakan hasil
dari “tahu” dan ini terjadi setelah orang
melakukan penginderaan terhadap suatu
objek tertentu. Pengetahuan merupakan
suatu komponen yang penting untuk
membentuk tindakan seseorang. Dengan
adanya pengetahuan yang baik, orang
tua dapat merumuskan sendiri koping
yang dilakukan pada anaknya tersebut
efektif atau tidak, tetapi belum tentu juga
orang tua yang berpengetahuan baik,
respon koping dalam menghadapi anak
dengan retardasi mental juga baik.
Kembali lagi bahwa mekanisme koping
yang dilakukan setiap individu berbeda-
beda.
SDLB Putra Jaya adalah sekolah
luar biasa jenis C yang dikhususkan
untuk anak retardasi mental. Wawancara
yang dilakukan pada 16 September 2011
didapatkan sejumlah 11 ibu (35%)
mengatakan mengalami kesulitan dalam
menghadapi anak retardasi mental
padahal mereka tahu bahwa anaknya
mengalami keterlambatan
perkembangan dan memerlukan suatu
dukungan untuk berkembang. Kepala
Sekolah SDLB Putra Jaya mengatakan
bahwa terkadang anak retardasi mental
mendapat perlakuan yang acuh tak acuh
dari orang tua, padahal di sekolah sering
diadakan sharing tentang koping orang
tua pada anak. Hal tersebut dapat
menghambat perkembangan
kemampuan anak retardasi mental.
Meskipun orang tua tahu bahwa anaknya
mengalami retardasi mental tetapi orang
tua belum tentu bisa bersikap baik pada
anaknya tersebut.
Metode penelitian yang
digunakan dalam penelitian ini adalah
metode survei analitik dengan
pendekatan cross-sectional design.
Populasi dalam penelitian ini adalah 31
ibu yang mempunyai anak retardasi
mental dengan kemampuan setingkat
anak sekolah dasar yang bersekolah di
SDLB Putra Jaya Kota Malang. Dalam
penelitian ini menggunakan seluruh
anggota populasi sebagai sampel
penelitian.
Jenis instrumen yang digunakan
dalam penelitian ini adalah kuesioner
yang mengacu pada teori dan konsep.
Variabel tingkat pengetahuan orang tua
tentang retardasi mental diukur
menggunakan kuesioner tingkat
pengetahuan tentang retardasi mental
terdiri dari 20 item pertanyaan.
Sedangkan variabel mekanisme koping
keluarga menggunakan kuesioner F-
COPES dari McCubbin, Olson, dan
Larsen yang telah dimodifikasi dengan
jumlah pertanyaan sebanyak 20 item.
Setelah dilakukan pengambilan
data diperoleh mayoritas responden
berusia 40-50 tahun yang berjumlah 11
orang (35%) dan yang paling sedikit
adalah responden yang berusia 20-30
tahun (13%). Tingkat pendidikan
responden yang paling banyak adalah
perguruan tinggi berjumlah 11 orang
(35%), sedangkan yang paling sedikit
adalah SMP berjumlah 5 orang (16%).
Dari pengabilan data juga diperoleh
gambaran anak yang mengalami
retardasi mental terbanyak adalah anak
yang berkisar antara umur 11-15 tahun
berjumlah 17 orang (45%), sedangkan
yang paling sedikit adalah berkisar
antara umur 15-20 tahun berjumlah 2
orang (6%).
Tabel 1 Tingkat Pengetahuan Orang Tua Tentang Retardasi Mental
Dari tabel 1 dapat diketahui
bahwa sebanyak 20 responden (65%)
berpengetahuan tinggi dan sebanyak 11
responden (35%) berpengetahuan
sedang. Hasil kuisioner menunjukan
bahwa skor paling rendah untuk tingkat
pengetahuan adalah 9 dan yang paling
tinggi adalah 20.
Tabel 2 Mekanisme Koping Keluarga Pada Anak Retardasi Mental
Dari tabel 2 dapat diketahui
bahwa 30 responden (97%) memiliki
respon koping adaptif, yang ditandai
dengan skor kuisioner > 50. Responden
yang mempunyai respon koping
maladaptif berjumlah 1 orang (3%).
Tabel 3 Hubungan Tingkat Pengetahuan Orang Tua Tentang Retardasi Mental dan
Mekanisme Koping Keluarga
Tingkat pengetahuan
Mekanisme Koping Total %
r Hitung (95%)
P value Maladaptif % Adaptif %
Sedang 1 9 10 91 11 100
0,588 0,001 Tinggi 0 0 20 100 20 100
Total 1 3 30 97 31 100
Hasil uji statistik Rank Sperman
didapatkan nilai r-hitung = 0,588 dan nilai
P Value = 0,001. Uji hipotesis dari Rank
Spearman adalah membandingkan
antara P value dengan α, apabila P value
< α maka tolak Ho. Penelitian ini
menggunakan α = 0,05 dan dari hasil uji
statistik dapat diketahui bahwa P (0,001)
< α (0,05), karena P value lebih kecil dari
α maka tolak Ho.
Dari perhitungan tersebut dapat
diambil kesimpulan bahwa ada hubungan
tingkat pengetahuan orang tua tentang
retardasi mental dengan mekanisme
koping keluarga pada anak retardasi
mental. Hal tersebut dapat dikatakan
bahwa antara tingkat pengetahuan orang
tua dengan mekanisme koping keluarga
pada anak retardasi mental di SDLB
Putra Jaya mempunyai hubungan yang
Klasifikasi Frekuensi
Jumlah %
Adaptif 30 97
Maladaptif 1 3
Total 31 100 Tingkatan
Frekuensi
Jumlah %
Rendah 0 0
Sedang 11 35
Tinggi 20 65
Total 31 100
bermakna dengan arah korelasi positif
yang berarti semakin baik tingkat
pengetahuan orang tua maka semakin
baik mekanisme koping keluarga.
Sedangkan berdasarkan nilai Koefisien
Korelasi (r) = 0,588 dapat diketahui
kuatnya hubungan kedua variabel dalam
kategori sedang (Syarifudin, 2010).
Menurut Hendriani dkk (2006),
faktor yang mempengaruhi penerimaan
terhadap individu yang mengalami
keterbelakangan mental adalah ada
tidaknya informasi tentang kondisi calon
anak serta ada tidaknya pemahaman
tentang keterbelakangan mental.
Sehingga diperlukan suatu pemahaman
agar anggota keluarga dapat mengambil
sikap yang positif untuk menatalaksana
stress psikologis yang terjadi pada
keluarga tersebut. Pemahaman tersebut
dapat diperoleh dari suatu pengetahuan.
Hal ini juga diperkuat dengan pernyataan
Stuart & Laraia (2005) bahwa
pengetahuan dan intelijen adalah sumber
koping lain yang memungkinkan
seseorang untuk mengatasi stress.
Pengetahuan merupakan suatu
komponen yang amat penting untuk
terbentuknya tindakan seseorang.
Menurut Rogers (1974, dalam
Notoatmodjo 2003), proses terbentuknya
suatu perilaku baru diawali dengan
mengetahui terlebih dahulu terhadap
stimulus (objek), kemudian orang
tersebut merasa tertarik dengan objek
tersebut, setelah orang tersebut merasa
tertarik lalu akan menimbang baik dan
tidaknya stimulus itu terhadap dirinya.
Setelah itu, subyek mulai mencoba
melakukan sesuatu, dilanjutkan dengan
adaptasi yang berarti bahwa subyek
telah berperilaku baru sesuai dengan
pengetahuan, kesadaran, dan sikapnya
terhadap stimulus.
Perilaku yang ditimbulkan akibat
pengetahuan subyek tentang retardasi
mental merupakan suatu tindakan untuk
menghadapi anak retardasi mental.
Sebagian besar pengetahuan merupakan
domain yang sangat penting untuk
terbentuknya tindakan seseorang (Ever
Behavior). Pada dasarnya pengetahuan
terdiri dari sejumlah fakta dan teori yang
memungkinkan seseorang dapat
memahami sesuatu gejala dan
memecahkan masalah yang dihadapi
(Notoatmodjo, 2003). Mekanisme koping
keluarga pada anak retardasi mental
sebagai salah satu cara untuk
mengurangi atau menyelesaikan
masalah (Sutini dkk, 2009). Dapat
disimpulkan bahwa pengetahuan tentang
retardasi mental merupakan suatu fakta
dan teori yang memungkinkan seseorang
dapat memahami suatu gejala dan
menyelesaikan masalah dalam
menghadapi anak retardasi mental.
Dari uraian di atas jelas bahwa
tingkat pengetahuan orang tua tentang
retardasi mental mempunyai peranan
penting dalam pengambilan strategi
koping keluarga. Kurangnya
pengetahuan orang tua bisa menjadi
salah satu sumber koping maladaptif
keluarga. Berdasarkan analisis data,
hasil kekuatan hubungan antara kedua
variabel dalam kategori sedang,
menunjukan bahwa ada faktor lain yang
juga mempengaruhi mekanisme koping
keluarga. Namun hal tersebut tidak
mengurangi signifikansi hubungan antara
kedua variabel. Faktor lain tersebut
adalah tingkat pendidikan orang tua,
pengalaman orang tua dalam merawat
anak retardasi mental, dan sumber
koping lain yang mempengaruhi.
KESIMPULAN
1. Tingkat pengetahuan orang tua
tentang retardasi mental di SDLB
Putra Jaya sebagian besar dalam
tingkatan tinggi (65%) dan sisanya
dalam tingkatan sedang (35%).
2. Mekanisme koping keluarga dalam
menghadapi anak retardasi mental di
SDLB Putra Jaya sebagian besar
menggunakan mekanisme koping
adaptif (97%) dan sisanya
menggunakan mekanisme koping
maladaptif (3%).
3. Terdapat hubungan antara tingkat
pengetahuan orang tua tentang
retardasi mental dengan mekanisme
koping keluarga pada anak retardasi
mental di SDLB Putra Jaya dengan
hasil signifikansi (P) = 0,001 lebih
kecil dari α = 0,05 serta mempunyai
hubungan bermakna positif dengan
kekuatan hubungan dalam kategori
sedang (r = 0,588), hal ini
menunjukan bahwa semakin baik
tingkat pengetahuan orang tua maka
semakin adaptif mekanisme koping
keluarga.
SARAN
1. Diharapkan bagi masyarakat agar
dapat menambah wawasan
tentang anak retardasi mental
sehingga dapat mengubah
persepsi dan sikap yang belum
mampu menerima keberadaan
anak retardasi mental menjadi
persepsi dan sikap yang mau
menerima keberadaan anak
tersebut. Serta diharapkan
masyarakat mampu menerapkan
koping yang adaptif digunakan
bila menghadapi masalah,
khususnya dalam menghadapi
anak dengan retardasi mental.
2. Diharapkan orang tua dapat lebih
memahami tentang retardasi
mental sehingga dapat
menerapkan koping yang adaptif
seperti penggunaan support sosial,
reframing, penggunaan support
spiritual, dan kemampuan mencari
informasi. Orang tua diharapkan
juga menciptakan hubungan yang
harmonis dan saling mendukung
antar anggota keluarga. Hal ini
bertujuan untuk meningkatkan
perkembangan anak retardasi
mental karena orang tua terutama
ibu adalah sumber motivator
terdekat bagi anak tersebut.
3. Dengan adanya hubungan tingkat
pengetahuan orang tua tentang
retardasi mental dengan
mekanisme koping keluarga maka
disarankan untuk memberikan
informasi tentang retardasi dan
mekanisme koping kepada orang
tua pada khususnya dan
masyarakat pada umunya. Selain
itu, diharapkan para guru juga
senantiasa menerapkan
mekanisme koping adaptif dalam
melakukan kegiatan belajar
mengajar pada siswa.
4. Praktisi kesehatan dapat
memberikan konseling tentang
retardasi mental kepada orang tua
sehingga orang tua mampu
menerapkan mekanisme koping
adaptif kepada anaknya yang
mengalami retardasi mental.
5. a. Hasil penelitian ini sebagai data
untuk penelitian selanjutnya yang
berkaitan dengan faktor-faktor
yang berhubungan dengan
mekanisme koping keluarga.
b. Hasil penelitian dapat digunakan
sebagai pembanding dalam
pembuatan penelitian selanjutnya.
c. Perlu dilakukan penelitian
kualitatif untuk mengetahui sejauh
mana pengetahuan berhubungan
dengan mekanisme koping
keluarga pada anak retardasi
mental.
d. Area penelitian lebih diperluas
dengan jumlah sampel yang lebih
representatif, sehingga hasil yang
diperoleh akan lebih
memungkinkan untuk melakukan
generalisasi pada populasi yang
besar.
DAFTAR PUSTAKA
Akbar, R. Purnomo Setiady, dan Usman, Husaini. 2006. Pengantar Statistika, Edisi Kedua, Bumi Aksara, Jakarta.
Azwar, Saifudin. 2003. Reliabilitas dan
Validitas, Pustaka Pelajar, Yogyakarta.
Friedman, Marilyn. 1998. Keperawatan
Keluarga: Teori dan Praktik, Edisi 3, Ina Debora dan Yoakim (penerjemah), 1998, EGC, Jakarta.
Hamid, A.Y.S. 1999. Buku Ajar Asuhan
Keperawatan Kesehatan Jiwa Pada Anak dan Remaja, Widya Medika, Jakarta.
Hendriani, Wiwin, Hadariyati, Ratih dan
Sakti, Tirta Malia. Penerimaan Keluarga terhadap Individu yang Mengalami Keterbelakangan Mental. Insan Vol.8 No.2, 2006.
Hurlock, E. 1998. Psikologi
Perkembangan: Suatu Pendekatan SEpanjang Rentang Kehidupan, Edisi 5, Erlangga, Jakarta.
Hyun Sung Lim and Jae Won Lee. Parenting Stress and Depression among Mothers of Children with Mental Retardation in South Korea: An Examination of Moderating and Mediating Effects of Social Support. Pacific Science Review, 2007; 9 (2): 150-159.
Kementerian Kesehatan RI. 2010.
Pedoman Pelayanan Kesehatan Anak di Sekolah Luar Biasa (SLB). Ditjen Bina Kesehatan Anak, Jakarta.
Kozier, B. 2004. Fundamental of Nursing:
Concept, Process, and, Practice, New Jersey.
Maslim, Rusdi. 2003. Diagnosis
Gangguan Jiwa: Rujukan Ringkas dari PPDGJ-III, Bagian Ilmu Kedokteran Jiwa FK Unika Atmajaya, Jakarta.
McCubbin, H.I and Thompson, A.I. 1983.
Family Assesment inventories for research practice, University of Wisconsin, Madison.
Mulya, Lara Asih. 2011. Tunagrahita/Retardasi Mental: Klasifikasi Anak Tunagrahita, (Online), (http://tunagrahita.com/2011/04/klasifikasi-anak-tunagrahita/, diakses 10 Agustus 2011).
Mulya , Lara Asih. 2011.
Tunagrahita/Retardasi Mental: Peran Terapi Permainan Untuk Anak Tunagrahita, (Online), (http://tunagrahita.com/2011/04/terapi-permainan-untuk-tunagrahita/, diakses 10 Agustus 2011).
Notoatmodjo, Soekidjo. 2003. Ilmu
Kesehatan Masyarakat, Cetakan kedua, Rineka Cipta, Jakarta.
Notoatmodjo, Soekidjo. 2005. Metodologi Penelitian Kesehatan, Edisi Revisi. Rineka Cipta, Jakarta.
Novita. 2009. Faktor-Faktor yang
Berhubungan Dengan Mekanisme Koping Ibu Yang Mempunyai Anak Autisme Di Marvin Treatment and Education Centre Jakarta Selatan. (Online) (http://www.library.upnvj.ac.id/pdf/s1keperawatan09/207314043/bab7.pdf, diakses pada 10 Agustus 2011).
Nursalam. 2008. Konsep dan Penerapan
Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan, Edisi 2, Salemba Medika, Jakarta.
Nursalam & Pariani, S. 2001.
Pendekatan Praktis Metodologi Riset Keperawatan, CV Sagung Seto, Jakarta.
Peshawaria et al. 2009. Asia Pasific
Disability Rehabilitation Journal, 2009: A Study of Facilitators and Inhibitors That Affect Coping in Parents of Children With Mental Retardation in India, (Online), (http://www.dinf.ne.jp/doc/english/asia/resource/apdrj/z13jo0100/z13jo0108.html, diakses pada 20 Agustus 2011).
Poedjawijatna. 1998. Tahu dan
Pengetahuan Pengantar ke Ilmu dan Filsafat, Rineka Cipta, Jakarta.
Rasmun. 2004. Stress, Koping, dan
Adaptasi Teori dan Pohon Masalah Keperawatan, Sagung Seto, Jakarta.
Semiun, Yustinus. 2006. Kesehatan
Mental 2. Kanisius, Yogyakarta. Sethi, S., Bhargava, SC., Dhiman, V.
Study of level of stress and burden in the caregivers of children with mental retardation.
Eastern Journal of Medicine, 2007; 12: 21-24.
Singarimbun, Masri. 2006. Metode
Penelitian Survei, Cetakan ke-18, Pustaka LP3ES, Jakarta.
Soetjiningsih. 1995. Tumbuh Kembang
Anak Cetakan 1. EGC, Jakarta. Stuart, Gail and Laraia, M. 2005.
Principles and Practice of Psychiatric Nursing, 8
th edition,
Mosby, St. Louis. Stuart & Sundeen. 1995. Principles an
Practice of Psychiatric Nursing, fifth edition, Mosby, St.Louis.
Stuart, Gail.W. 2006. Buku Saku
Keperawatan Jiwa, EGC, Jakarta.
Sudarminta, J. 2002. Epistemiologi
Pengantar Dasar Filsafat Pengetahuan, Kanisius, Yogyakarta.
Sugiyono. 2007. Metode Penelitian
Bisnis, Alfabeta, Bandung. Sutini, T., Kelliat, BA., dan Gayatri, D.
2009. Pengaruh Terapi Self-Help Group Terhadap Koping Keluarga Dengan Anak Retardasi Mental di SLB-C Kabupaten Sumedang, (Online), (http://eprints.lib.ui.ac.id/4165/5/125504-TESIS0563%20Tit%20N09p-Pengaruh%20Permainan-Lampiran.pdf, diakses 20 Agustus 2011).
Syarifudin, B. 2010. Panduan TA
Keperawatan dan Kebidanan dengan SPSS, Grafindo Litera Media, Jogjakarta.
Tomb, A.D. 2004. Buku Saku Psikiatri,
Edisi 6, EGC, Jakarta.
Towsend, C.M. 2003. Psychiatric Mental Health Nursing Concept of Care, 4th Edition, F.A Davis Company, Philadelphia.
Triana, Nur Yunida dan Andriany,
Megah. 2009. Stress dan Koping Keluarga dengan Anak Tunagrahita di SLB C dan SLB C1 Widya Bhakti Semarang. (Online), (http://eprints.undip.ac.id/16469/3/JURNAL_SKRIPSI.pdf, diakses 30 Juli 2011).
Videbeck, Sheila L. 2001. Psychiatric
Mental Health Nursing. Buku Ajar Keperawatan Jiwa. Renata Kumalasari (penterjemah), 2008, EGC, Jakarta.
Wong, L.D. (2004). Pedoman Klinis
Keperawatan Pediatrik, Edisi 4, EGC, Jakarta.