Shinta Putri f Lapsus NEW

54
Laporan Kasus Asites ec Sirosis Hepatis Oleh: Shinta Putri Fidayanti I4A011078 Pembimbing: dr. H. A. Soefyani, Sp.PD - KGEH BAGIAN/SMF ILMU PENYAKIT DALAM

description

kesehatan

Transcript of Shinta Putri f Lapsus NEW

Page 1: Shinta Putri f Lapsus NEW

Laporan Kasus

Asites ec Sirosis Hepatis

Oleh:

Shinta Putri Fidayanti

I4A011078

Pembimbing:

dr. H. A. Soefyani, Sp.PD - KGEH

BAGIAN/SMF ILMU PENYAKIT DALAM

FAKULTAS KEDOKTERAN UNLAM/RSUD ULIN

BANJARMASIN

November, 2015

Page 2: Shinta Putri f Lapsus NEW

LEMBAR PENGESAHAN

Laporan Kasus

Asites ec Sirosis Hepatis

Oleh

Shinta Putri Fidayanti

Pembimbing

dr. H.A Soefyani, Sp.PD - KGEH

Banjarmasin, November 2015

Telah setuju diajukan

.……………………….dr. H.A Soefyani, Sp.PD - KGEH

Telah selesai dipresentasikan

.………………………dr. H.A Soefyani, Sp.PD - KGEH

2

Page 3: Shinta Putri f Lapsus NEW

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL...........................................................................iHALAMAN PENGESAHAN.............................................................iiDAFTAR ISI.......................................................................................iii

BAB IPENDAHULUAN...............................................................................1

BAB IILAPORAN KASUS............................................................................2

BAB IIIPEMBAHASAN.................................................................................12

BAB IVPENUTUP..........................................................................................28

DAFTAR PUSTAKALAMPIRAN

3

Page 4: Shinta Putri f Lapsus NEW

BAB I

PENDAHULUAN

Sirosis hati merupakan perjalanan patologi akhir berbagai macam penyakit

hati. Istilah sirosis diambil dari bahasa yunina scirruh atau kirrhos yang artinya

warna oranye dan dipakai untuk menunjukkan warna oranye atau kuning

kecoklatan yang tampak pada permukaan hati saat otopsi (4).

Sirosis adalah suatu penyakit dimana sirkulasi mikro, anatomi pembuluh

darah besar dan seluruh sistem arsitektur hati mengalami perubahan menjadi tidak

teratur dan terjadi jaringan ikat (fibrosis) disekitar parenkim hati yang mengalami

regenerasi (1). Batasan fibrosis sendiri adalah penumpukan berlebihan matriks

ekstraselular (seperti kolagen, glikoprotein, proteoglikan) dalam hati. Respon

fibrosis terhadap kerusakan hati bersifat reversibel. Namun, pada sebagian besar

pasien sirosis, proses fibrosis biasanya irreversibel (4,5).

Lebih dari 40% pasien sirosis asimtomatis. Pada keadaan ini sirosis

ditemkan waktu waktu pemeriksaan rutin kesehatan atau pada waktu autopsi.

Keseluruhan insidensi sirosis di Amerika diperkirakan 360 per 100.000 penduduk.

Penyebabnya sebagian besar akibat penyakit hati alkoholik maupun infeksi virus

kronik. Di Indonesia data prevalensi sirosis hati belum ada, hanya ada laporan-

laporan dari beberapa pusat pendidikan. Di RS dr. Sardjito Yogyakarta jumlah

4

Page 5: Shinta Putri f Lapsus NEW

pasien sirosis hati berkisar 4,1% dari pasien yang dirawat di bagian penyakit

dalam dalam kurun waktu 1 tahun (3).

Penderita sirosis hati lebih banyak dijumpai pada kaum laki-laki jika

dibandingkan dengan kaum wanita sekitar 1,6-1 dengan umur rata-rata terbanyak

antara golongan umur 30-59 tahun dengan puncaknya sekitar 40-49 tahun.

Adapun pada pasien ini, berjenis kelamin wanita dengan usia 54 tahun (6).

Diagnosis klinis sirosis hati dibuat berdasarkan kriteria Soedjono dan

Soebandiri, yaitu bila ditemukan 5 dari 7 keadaan seperti eritema palmaris, spider

nevi, vena kolateral atau varises esofagus, asites dengan atau tanpa edema,

splenomegali, hematemesis dan melena, rasio albumin dan globulin terbalik.

Timbulnya komplikasikomplikasi seperti asites, ensefalopati,varises esofagus

menandai terjadinya pergantian dari sirosis hepatis fase kompensasi yang

asimtomatik menjadi sirosis hati dekompensata (2). Pada pasien didapatkan hanya

3 kriteria yaitu asites tanpa edema, splenomegali, dan venectasi.

Berikut ini akan dilaporkan kasus seorang wanita berusia 54 tahun yang

didiagnosis asites ec sirosis hepatis. Pasien dirawat sejak tanggal 27 Oktober 2015

sebagai pasien rawat di bangsal Tulip (Penyakit Dalam Pria) RSUD Ulin

Banjarmasin.

5

Page 6: Shinta Putri f Lapsus NEW

BAB II

LAPORAN KASUS

1. Identitas pasien

Nama : Tn. Norjanah

Umur : 54 tahun

Agama : Islam

Suku : Banjar

Pendidikan : SD

Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga

Alamat : Jl. Pengambangan RT.10 No.9, Banjarmasin

MRS : 27 Oktober 2015

RMK : 1-08-85-38

2. ANAMNESIS

Anamnesis dilakukan pada tanggal 10 November 2015

3.2.I KELUHAN UTAMA

Perut membesar

3.2.II RIWAYAT PENYAKIT SEKARANG

Pasien mengeluhkan perut membesar sejak 3 bulan yang lalu. Perut

membesar secara perlahan-lahan. Pasien mengeluhkan nyeri jika bergerak, nyeri

seperti ditarik di bagian perut. Nafsu makan pasien menurun diikuti dengan

6

Page 7: Shinta Putri f Lapsus NEW

penurunan berat badan dalam 3 bulan terakhir. Pasien merasa perutnya penuh dan

merasa sesak jika makan. Sesak juga dirasakan saat berbaring. Mual (+), Muntah

(-), Demam dirasakan hilang timbul namun tidak terlalu tinggi. Menggigil dan

keringat dingin disangkal. BAB 2 bulan terakhir jarang, jika keluar BAB sedikit-

sedikit dengan konsistensi sedikit keras, berwarna kekuningan dan berbau busuk.

BAK dikeluhkan pasien sedikit-sedikit 2-4 kali sehari, satu kali berkemih kurang

dari setengah gelas, warna kuning cerah. Pasien selalu merasa lemas hal ini

dirasakan sejak 1 tahun yang lalu. Pasien rutin transfusi karena memiliki kelainan

darah. Pasien mengatakan bahwa 2 bulan yang lalu badan pasien kuning

keseluruhan dan sempat dirawat di RSUD ulin Banjarmasin.

3.2.III RIWAYAT PENYAKIT DAHULU

Anemia aplastik (+) Sakit kuning (+), DM (-), Hipertensi (-), pasien

pernah dirawat di RSUD Ulin sebelumnya dengan keluhan muntah dan badan

kuning tahun 2014.

3.2.IV RIWAYAT PENYAKIT KELUARGA

Riwayat penyakit serupa (-), DM (-), Hipertensi (-)

3. Pemeriksaan fisik

KU : Tampak sakit sedang

Kesan gizi : Kesan gizi kurang

Berat badan : 47kg

Kesadaran : Compos mentis GCS : 4-5-6

Tekanan darah : 100/70 mmHg pada lengan kanan dengan

tensimeter pegas

7

Page 8: Shinta Putri f Lapsus NEW

Laju nadi : 82 kali/menit, kuat angkat, teratur

Laju nafas : 20 kali/menit

Suhu tubuh (aksiler) : 36,3 oC

Kepala dan leher

Kulit : Normal, ptekie (-), spider nevi (-)

Kepala : normosefali

Leher : pembesaran KGB (-/-), nyeri tekan (-/-),

JVP normal

Mata : konjungtiva pucat (+/+), sklera ikterik (-/-)

Telinga : nyeri tekan (-/-) serumen minimal (-/-)

Hidung : sekret (-/-)

Mulut : mukosa lembap, ulkus (-)

Toraks

Paru Ins : dada asimetris, thoracoabdominal

Pal : Fremitus vokal asimetris (sinistra minimal)

Per : Suara perkusi sonor (+/-)

Aus : Nafas bronchovesicular, rhonki (-/-), wheezing

(-/-)

Jantung Ins : Ictus cordis tidak terlihat

Pal : Ictus cordis teraba di ICS V Midaxilla sinistra,

getaran/ thrill (-)

Per : Suara perkusi pekak, batas sulit dievaluasi

8

Page 9: Shinta Putri f Lapsus NEW

Aus : S1 dan S2 tunggal, reguler, dan tidak terdengar

suara bising.

Abdomen

Inspeksi : Cembung, distensi (+), venectasi (+)

Auskultasi : Bising usus menurun

Perkusi : Shifting dullness (+) undulasi (+)

Palpasi : Turgor cepat kembali, nyeri tekan

+ + -- - -- - -

Liver span 15 cm Hepatomegali 4 cm BAC

Splenomegali scuffner 3

Eksremitas

Atas : Akral hangat (+/+), edema (-/-), parese (-/-),

palmar eritema (-/-)

Bawah : Akral hangat (+/+), edema (-/-), parese (-/-)

4. Pemeriksaan Penunjang (terlampir)

5. Daftar masalah

Berdasarkan data-data di atas didapatkan beberapa daftar masalah:

- Nyeri perut kanan atas

- Nyeri ulu hati

- Mual

- Sesak

- Asites

9

Page 10: Shinta Putri f Lapsus NEW

- Hepatosplenomegali

- Pansitopenia dengan anemia mikrositik hipokromik

6. Rencana awal

1. Nyeri perut kanan atas + asites + sesak + hepatosplenomegali

a. Assessment : abdominal pain + asites + dyspneu ec sirosis hepatis

dd sirosis hepatis degenerasi maligna (HCC)

b. Planning : 1. Diagnostik : Laboratorium: albumin, globulin,

Serum elektrolit, AST,ALT, HbsAg,

anti-HBV, anti-HCV, AFP

Radiologi: USG abdomen, CXR

Lainnya: Biopsi Hepar

2. Terapi : Inj. Ketorolax 3x10 mg

Inj. Furosemid 1x40 mg

PO. Spironolacton 1x 50 mg

Diet protein 1,2-1,5 g/ KgBB/hr

Kalori 35-40 g/KgBB/hr

Retriksi garam 6-8 g/hr

3. Monitoring : KU, tanda vital, fungsi hati, fungsi

ginjal, lingkar perut, kadar albumin

4. Edukasi : tirah baring, diet lunak, hindari

obat-obatan hepatotoksik

2. Nyeri ulu hati + mual

10

Page 11: Shinta Putri f Lapsus NEW

a. Assessment : epigastric pain + nausea ec dispepsia syndrome dd

sirosis hepatis

b. Planning : 1. Diagnostik : -

2. Terapi : Inj metocloperamide 3x10mg

Inj Omeprazole 1x40mg

3. Monitoring : KU, tanda vital, monitoring

subjektif

4. Edukasi : tirah baring, diet lunak.

3. Pansitopenia dengan anemia mikrositik hipokromik

a. Assessment : Pansitopenia (anemia mikrositik hipokromik) ec

anemia aplastik dengan defisiensi besi

b. Planning : 1. Diagnostik : SI, TIBC, Feritin, MDT

2. Terapi : Inj. Metilprednisolon 2x125 mg

Transfusi PRC 1 kolf/hari hingga

target Hb ≥8 mg/dl

3. Monitoring : DR, KU, tanda vital

4. Edukasi : tirah baring, diet tnggi zat besi.

11

Page 12: Shinta Putri f Lapsus NEW

BAB III

PEMBAHASAN

 

Pada kasus ini, pasien datang dengan keluhan nyeri perut sejak 3 bulan

sebelum masuk rumah sakit. Nyeri disertai dengan penambahan lingkar perut

secara perlahan-lahan. Saat ini keluhan disertai mual, penurunan nafsu makan, dan

penurunan berat badan. Sebelumnya pasien sempat di rawat di RSUD Ulin

Banjarmasin dengan keluhan badan kuning. Keluhan-keluhan pasien tersebut

bersifat tidak khas dan pendekatan diagnostik sementara mengarah pada penyakit

sirosis hepatis.

Sirosis hati merupakan perjalanan patologi akhir berbagai macam penyakit

hati. Istilah sirosis diambil dari bahasa yunina scirruh atau kirrhos yang artinya

warna oranye dan dipakai untuk menunjukkan warna oranye atau kuning

kecoklatan yang tampak pada permukaan hati saat otopsi (4).

Sirosis adalah suatu penyakit dimana sirkulasi mikro, anatomi pembuluh

darah besar dan seluruh sistem arsitektur hati mengalami perubahan menjadi tidak

teratur dan terjadi jaringan ikat (fibrosis) disekitar parenkim hati yang mengalami

regenerasi (1). Batasan fibrosis sendiri adalah penumpukan berlebihan matriks

12

Page 13: Shinta Putri f Lapsus NEW

ekstraselular (seperti kolagen, glikoprotein, proteoglikan) dalam hati. Respon

fibrosis terhadap kerusakan hati bersifat reversibel. Namun, pada sebagian besar

pasien sirosis, proses fibrosis biasanya irreversibel (4,5).

Penderita sirosis hati lebih banyak dijumpai pada kaum laki-laki jika

dibandingkan dengan kaum wanita sekitar 1,6-1 dengan umur rata-rata terbanyak

antara golongan umur 30-59 tahun dengan puncaknya sekitar 40-49 tahun.

Adapun pada pasien ini, berjenis kelamin wanita dengan usia 54 tahun (6).

Etiologi yang umumnya mengakibatkan sirosis hati adalah:

1. Penyakit infeksi terutama hepatitis B dan hepatitis C

2. Penyakit keturunan dan kelainan metabolik

3. Obat dan toksin. Misalnya alkohol, penyakit perlemakan hati non

alkoholik, sirosis bilier primer, kolangitis sklerosis primer).

4. Penyebab lain atau tidak terbukti (penyakit usus inflamasi kronik, fibrosis

kistik, pintas jejunoileal, sarkoidosis).

Pada pasien ini, etiologi yang mungkin menyebabkan terjadinya sirosis

hepatis adalah infeksi virus hepatitis kronis (hepatitis B atau hepatitis C). Hal ini

dicurigai berdasarkan anamnesis yang dilakukan terhadap pasien, didapatkan

riwayat badan kuning sejak 2 bulan yang lalu.

Beberapa keluhan dengan gejala yang sering timbul pada pasien sirosis

antara lain: kulit berwarna kuning, rasa mudah lelah, nafsu makan menurun, gatal,

mual, penurunan berat badan, nyeri perut dan perdarahan (4,8,9). Pada pasien

sirosis juga dapat mengalami keluhan dan gejala akibat komplikasi dari sirosis

13

Page 14: Shinta Putri f Lapsus NEW

hatinya. Gejala tersebut dapat berupa ikterus, perdarahan varises, asites dan

ensefalopati.

Mekanisme terjadinya proses yang berlangsung dari hepatitis virus

menjadi sirosis hepatis belum jelas. Patogenesis yang mungkin terjadi yaitu :

1. Mekanis

2. Immunologis

3. Kombinasi keduanya

Namun yang utama adalah terjadinya peningkatan aktivitas fibroblas dan

pembentukan jaringan ikat.

1. Mekanis

Pada daerah hati yang mengalami nekrosis konfluen, kerangka retikulum

lobulus hepar yang mengalami kolaps akan berlaku sebagai kerangka untuk

terjadinya daerah parut yang luas. Dalam kerangka jaringan ikat ini, bagian

parenkim hati yang bertahan hidup berkembang menjadi nodul regenerasi (11).

2. Teori Imunologis

Sirosis hepatis dikatakan dapat berkembang dari hepatitis akut jika melalui

proses hepatitis kronik aktif terlebih dahulu. Mekanisme imunologis mempunyai

peranan penting dalam hepatitis kronis.

Ada dua bentuk hepatitis kronis

-Hepatitis kronik tipe B

-Hepatitis kronik autoimun atau tipe NANB

Proses respon imunologis pada sejumlah kasus tidak cukup untuk

menyingkirkan virus atau hepatosit yang terinfeksi, dan sel yang mengandung

14

Page 15: Shinta Putri f Lapsus NEW

virus ini merupakan rangsangan untuk terjadinya proses imunologis yang

berlangsung terus sampai terjadi kerusakan sel hati (11).

Faktor genetik dan lingkungan yang menyebabkan kerusakan sel hati

dapat menyebabkan sirosis melalui respon patobiologi yang saling berhubungan,

yaitu reaksi sistem imun, peningkatan sintesis matriks dan abnormalitas

perkembangan sel hati yang tersisa. Perlukaan terhadap sel hati dapat

menyebabkan kematian sel, yang kemudian diikuti terjadinya jaringan parut

(fibrosis) atau pembentukan nodul regenerasi. Hal tersebut selanjutnya akan

menyebabkan gangguan fungsi hati, nekrosis sel hati dan hipertensi porta (11).

Hipertensi porta mengakibatkan penurunan volume intravaskuler sehingga

perfusi ginjal pun menurun. Hal ini meningkatkan aktifitas plasma renin sehingga

aldosteron juga meningkat. Aldosteron berperan dalam mengatur keseimbangan

elektrolit terutama natrium. Dengan peningkatan aldosteron maka terjadi terjadi

retensi natrium yang pada akhirnya menyebabkan retensi cairan (11).

Temuan klinis pada pasien sirosis hepatis meliputi (3)

Spider nevi, merupakan suatu lesi vaskular yang dikelilingi beberapa vena-

vena kecil. Tanda ini sering ditemukan di bahu, muka, danlengan atas.

Mekanisme ini terjadinya tidak diketahui, ada anggapan diakitkan dengan

peningkatan rasio estradiol/testosteron bebas.

Eritema palmaris, warna merah saga pada thenar dan hipothenar pada

telapak tangan. Hal ini juga dikaitkan dengan perubahan metabolisme

hormon estrogen.

15

Page 16: Shinta Putri f Lapsus NEW

Perubahan kuku-kuku Murchrche berupa pita putih horizontal dipisahkan

dengan warna normal kuku. Mekanismenya juga belum diketahui,

dierkirakan akibat hipoalbuminemia.

Ginekomastia, hilangnya rambut dada dan aksila pada laki-laki dan

menstruasi yang cepat berhenti pada perempuan, kemungkinan akibat

peningkatan androstenedion.

Atrofi testis hipogonadisme yang menyebabkan impotensi dan infertilitas.

Hepatomegali, ukuran hati yang sirotik bisa membesar, normal, ataupun

mengecil. Bilamana hati teraba, hati sirotik teraba keras dan noduler.

Splenomegali, sering ditemukan terutama pada sirosis yang penyebabnya

non alkoholik. Pembesaran ini akibat kongesti ginjal dikarenakan

hipertensi porta.

Asites, penimbunan cairan dalam rongga peritoneum akibat hipertensi

porta dan hipoalbuminemia

Ikterus, terjadi pada kulit dan membran mukosa, disebabkan oleh oleh

bilirubinemia. Bila konsentrasi kurang dari 2-3 mg/dl ikterik tidak terlihat.

Asterixiz, bilateral tetapi tidak sinkron berupa gerapan mengepak-

ngepakkan dari tangan, dorsofleksi tangan.

Tanda lain yang menyertai diantaranya adalah (3)

Demam yang tak tinggi akibat nekrosis hepar.

Batu pada vesika felea akibat hemolisis

Pembesaran kelenjar parotis terutama pada sirosis hati alkoholik.

16

Page 17: Shinta Putri f Lapsus NEW

Pada pasien didapatkan temuan klinis berupa hepatomegali, splenomegali,

asites, dan demam yang tidak tinggi

Secara morfologi, Sherlock membagi sirosis hati atas 3 jenis, yaitu:

1. Mikronoduler (terbentuk septa tebal teratur yang terdapat dalam parenkim hati,

mengandung nodul halus dan kecil tersebar diseluruh lobus, berukuran 3mm).

2. Makronuduler ditandai dengan terbentuknya septa tebal, besarnya bervariasi

dan terdapat nodul besar di dalamnya sehingga terjadi regenerasi parenkim,

tipe campuran terdapat mikro dan makronodular yang tampak.

3. Campuran (yang memperlihatkan gambaran mikro dan makronodular) (7).

Secara fungsional sirosis terbagi atas:

1. Sirosis hati kompensata, sering disebut dengan laten sirosis hati, pada stadium

kompensata ini belum terlihat gejala-gejala yang nyata. Biasanya stadium ini

ditemukan pada saat pemeriksaan screening.

2. Sirosis hati dekompensata. Dikenal dengan sirosis hati aktif, dan stadium ini

biasanya gejala-gejala sudah jelas, misalnya: spider nevi, ascites, edema dan

ikterus (1).

Pada pasien ini didapatkan gejala yang jelas berupa ascites hal ini merujuk ke

sirosis hati dekompensata.

Sesuai dengan konsensus Braveno IV, sirosis hati dapat diklasifikasikan

menjadi 4 stadium klinis berdasarkan ada tidaknya varises, ascites, dan

perdarahan varises (9):

Stadium I : tidak ada varises, tidak ada ascites

Stadium II : varises tanpa ascites

17

Page 18: Shinta Putri f Lapsus NEW

Stadium III : ascites dengan atau tanpa varises

Stadium IV : perdarahan dengan atau tanpa ascites

Stadium I dan II dimasukkan kedalam kelompok sirosis kompensata,

sementara stadium III dan IV dimasukkan dalam kelompok sirosis dekompensata.

Pada pasien ini , didapatkan adanya ascites tanpa perdarahan sehingga

memperkuat diagnosis sirosis hepatis dekompensata.

Diagnosis klinis sirosis hati berdasarkan kriteria Soedjono dan Soebandiri,

yaitu bila ditemukan 5 dari 7 keadaan seperti eritema palmaris, spider nevi, vena

kolateral atau varises esofagus, asites dengan atau tanpa edema, splenomegali,

hematemesis dan melena, rasio albumin dan globulin terbalik. Timbulnya

komplikasi-komplikasi seperti asites, ensefalopati,varises esofagus menandai

terjadinya pergantian dari sirosis hepatis fase kompensasi yang asimtomatik

menjadi sirosis hati dekompensata (2). Pada pasien didapatkan hanya 3 kriteria

yaitu venectasi, asites tanpa edema dan splenomegali.

18

Page 19: Shinta Putri f Lapsus NEW

Beberapa pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan untuk memperkuat

diagnosis sirosis hati adalah: (1)

1. Pemeriksaan laboratorium

Parameter hematologi: Hb, leukosit, hitung trombosit, waktu

protrombin (INR).

Biokimia serum: bilirubin, transaminase (ALT dan AST), alkaline

fosfatase, gama-GT, albumin dan globulin, imunoglobulin, feritin

serum dan saturasi transferin.

Apabila ditemukan asites: kadar elektrolit (Na, K, Cl), ureum

creatinin, serta urinalisis (urin tampung 24 jam).

Deteksi/pemantauan etiologi: penanda serologi hepatitis B dan C,

profil lipid dan glukosa, penanda autoimun dan sebagainya.

19

Page 20: Shinta Putri f Lapsus NEW

2. Biopsi hati dan pemeriksaan histopatologi, merupakan baku emas untuk

diagnosis dan klasifikasi derajat sirosis.

3. Pemeriksaan radiologi (non invasif), bertujuan untuk mendeteksi nodul

hati atau tanda hipertensi porta, USG, CT scan/ MRI.

4. Pemeriksaan OMD untuk deteksi varises esofagus.

5. Prediktor sirosis

a. Rasio AST/ALT >1. Namun, rasio sebaliknya tidak mengeksklusikan

kejadian sirosis.

b. Skor APRI = AST (IU/l) x 100 Hitung trombosit (109/L)

c. Skor FIB4 = Usia (tahun x AST (IU.L)

Hitung trombosit (109/Li) x √ALT (IU/Li)

d. Indeks forns

Adanya sirosis hati dicurigai bila ada kelainan pemeriksaan laboratorium

antara lain (3,10).

1. SGOT dan SGPT meningkat tapi tidak terlalu tinggi. SGOT>SGPT.

Namun, bila transminase normal, tidak mengesampingkan adanya sirosis

2. Alkaline fosfatase meningkat kurang dari 2 sampai 3 kali batas normal

atas.

3. Bilirubin, konsentrasinya bisa normal pada sirosis hati kompensata, tapi

bisa meningkat pada sirosis yang lanjut.

4. Albumin menurun sedangkan globulin meningkat

5. PT memanjang

20

Page 21: Shinta Putri f Lapsus NEW

6. Na menurun terutama dengan sirosis komplikasi asites, dikaitkan dengan

ketidakmampuan ekskresi air bebas.

7. Kelainan hematologi meliputi anemia, trombositopenia, leukopenia, dan

netropenia akibat splenomegali kongestif berkaitan dengan hipertensi

porta..

Pada pasien ini didapatkan hasil pemeriksaan laboratorium HbsAg negatif,

anti-HCV nonreaktif, SGOT 47, SGPT 25, Hemoglobin 4,4 g/dl dengan MCV

77.2 fl dan MCH 24.4 pg gambaran mikrositik hipokromik, Trombosit 121

ribu/ul, leukosit 2,4 ribu/ul.

Diagnosis sirosis hati ditegakkan dengan pemeriksaan biopsi hati,

meskipun biopsi hati standar diagnostik yang tidak sempurna diakibatkan

kesalahan pengambilan sampel, tingkat fibrosis dapat diperkirakan dengan

pengukuran biomarker, seperti tipe I dan tipe III kolagen, laminin, dan asam

hyaluronic. Fibrosure biomarker assay memiliki sensitivitas 85 persen dan

spesifisitas 72,2 persen dalam evaluasi fibrosis hati. Fibrosis hati juga dapat

diperkirakan dengan menggunakan indeks klinis, seperti kombinasi pengukuran

transaminase, jumlah trombosit, dan usia (12).

Beberapa komplikasi yang dapat berkembang dari sirosis hepatis adalah:

1. Edema dan ascites

Ketika sirosis hati menjadi parah, tanda-tanda dikirim ke ginjal-ginjal

untuk menahan garam dan air didalam tubuh. Kelebihan garam dan air pertama-

tama berakumulasi dalam jaringan dibawah kulit pergelangan-pergelangan kaki

21

Page 22: Shinta Putri f Lapsus NEW

dan kaki-kaki karena efek gaya berat ketika berdiri atau duduk. Akumulasi cairan

ini disebut edema atau pitting edema. (Pitting edema merujuk pada fakta bahwa

menekan sebuah ujung jari dengan kuat pada suatu pergelangan atau kaki dengan

edema menyebabkan suatu lekukan pada kulit yang berlangsung untuk beberapa

waktu setelah pelepasan dari tekanan. Ketika sirosis memburuk dan lebih banyak

garam dan air yang tertahan, cairan juga mungkin berakumulasi dalam rongga

perut antara dinding perut dan organ-organ perut. Akumulasi cairan ini (disebut

ascites) menyebabkan pembengkakkan perut, ketidaknyamanan perut, dan berat

badan yang meningkat.

2. Spontaneous Bacterial Peritonitis (SBP)

Cairan dalam rongga perut (ascites) adalah tempat yang sempurna untuk

bakteri-bakteri berkembang. Secara normal, rongga perut mengandung suatu

jumlah yang sangat kecil cairan yang mampu melawan infeksi dengan baik, dan

bakteri-bakteri yang masuk ke perut (biasanya dari usus) dibunuh atau

menemukan jalan mereka kedalam vena portal dan ke hati dimana mereka

dibunuh. Pada sirosis, cairan yang mengumpul didalam perut tidak mampu untuk

melawan infeksi secara normal. Sebagai tambahan, lebih banyak bakteri-bakteri

menemukan jalan mereka dari usus kedalam ascites. Oleh karenanya, infeksi

didalam perut dan ascites, dirujuk sebagai spontaneous bacterial peritonitis atau

SBP, kemungkinan terjadi. SBP adalah suatu komplikasi yang mengancam

nyawa. Beberapa pasien-pasien dengan SBP tdak mempunyai gejala-gejala,

dimana yang lainnya mempunyai demam, kedinginan, sakit perut dan kelembutan

perut, diare, dan memburuknya ascites.

22

Page 23: Shinta Putri f Lapsus NEW

3. Perdarahan dari Varises-Varises Kerongkongan (Oesophageal Varices)

Pada sirosis hati, jaringan parut menghalangi aliran darah yang kembali ke

jantung dari usus-usus dan meningkatkan tekanan dalam vena portal (hipertensi

portal). Ketika tekanan dalam vena portal menjadi cukup tinggi, ia menyebabkan

darah mengalir di sekitar hati melalui vena-vena dengan tekanan yang lebih

rendah untuk mencapai jantung. Vena-vena yang paling umum yang dilalui darah

untuk membypass hati adalah vena-vena yang melapisi bagian bawah dari

kerongkongan (esophagus) dan bagian atas dari lambung.

Sebagai suatu akibat dari aliran darah yang meningkat dan peningkatan tekanan

yang diakibatkannya, vena-vena pada kerongkongan yang lebih bawah dan

lambung bagian atas mengembang dan mereka dirujuk sebagai esophageal dan

gastric varices; lebih tinggi tekanan portal, lebih besar varices-varices dan lebih

mungkin seorang pasien mendapat perdarahan dari varices-varices kedalam

kerongkongan (esophagus) atau lambung.

Perdarahan juga mungkin terjadi dari varices-varices yang terbentuk

dimana saja didalam usus-usus, contohnya, usus besar (kolon), namun ini adalah

jarang. Untuk sebab-sebab yang belum diketahui, pasien-pasien yang diopname

karena perdarahan yang secara aktif dari varices-varices kerongkongan

mempunyai suatu risiko yang tinggi mengembangkan spontaneous bacterial

peritonitis.

4. Hepatic encephalopathy

Beberapa protein-protein dalam makanan yang terlepas dari pencernaan

dan penyerapan digunakan oleh bakteri-bakteri yang secara normal hadir dalam

23

Page 24: Shinta Putri f Lapsus NEW

usus. Ketika menggunakan protein untuk tujuan-tujuan mereka sendiri, bakteri-

bakteri membuat unsur-unsur yang mereka lepaskan kedalam usus. Unsur-unsur

ini kemudian dapat diserap kedalam tubuh. Beberapa dari unsur-unsur ini,

contohnya, ammonia, dapat mempunyai efek-efek beracun pada otak. Biasanya,

unsur-unsur beracun ini diangkut dari usus didalam vena portal ke hati dimana

mereka dikeluarkan dari darah dan di-detoksifikasi (dihilangkan racunnya).

Ketika unsur-unsur beracun berakumulasi secara cukup dalam darah, fungsi dari

otak terganggu, suatu kondisi yang disebut hepatic encephalopathy. Tidur waktu

siang hari daripada pada malam hari (kebalikkan dari pola tidur yang normal)

adalah diantara gejala-gejala paling dini dari hepatic encephalopathy. Gejala-

gejala lain termasuk sifat lekas marah, ketidakmampuan untuk konsentrasi atau

melakukan perhitungan-perhitungan, kehilangan memori, kebingungan, atau

tingkat-tingkat kesadaran yang tertekan. Akhirnya, hepatic encephalopathy yang

parah/berat menyebabkan koma dan kematian.

5. Hepatorenal syndrome

Pasien-pasien dengan sirosis yang memburuk dapat mengembangkan

hepatorenal syndrome. Sindrom ini adalah suatu komplikasi yang serius dimana

fungsi dari ginjal-ginjal berkurang. Itu adalah suatu persoalan fungsi dalam ginjal-

ginjal, yaitu, tidak ada kerusakn fisik pada ginjal-ginjal. Sebagai gantinya, fungsi

yang berkurang disebabkan oleh perubahan-perubahan dalam cara darah mengalir

melalui ginjal-ginjalnya. Hepatorenal syndrome didefinisikan sebagai kegagalan

yang progresif dari ginjal-ginjal untuk membersihkan unsur-unsur dari darah dan

menghasilkan jumlah-jumlah urin yang memadai walaupun beberapa fungsi-

24

Page 25: Shinta Putri f Lapsus NEW

fungsi penting lain dari ginjal-ginjal, seperti penahanan garam,

dipelihara/dipertahankan.

6. Hepatopulmonary syndrome

Jarang, beberapa pasien-pasien dengan sirosis yang berlanjut dapat

mengembangkan hepatopulmonary syndrome. Pasien-pasien ini dapat mengalami

kesulitan bernapas karena hormon-hormon tertentu yang dilepas pada sirosis yang

telah berlanjut menyebabkan paru-paru berfungsi secara abnormal. Persoalan

dasar dalam paru adalah bahwa tidak cukup darah mengalir melalui pembuluh-

pembuluh darah kecil dalam paru-paru yang berhubungan dengan alveoli

(kantung-kantung udara) dari paru-paru. Darah yang mengalir melalui paru-paru

dilangsir sekitar alveoli dan tidak dapat mengambil cukup oksigen dari udara

didalam alveoli. Sebagai akibatnya pasien mengalami sesak napas, terutama

dengan pengerahan tenaga.

7. Hyperspleenism

Limpa (spleen) secara normal bertindak sebagai suatu saringan (filter)

untuk mengeluarkan/menghilangkan sel-sel darah merah, sel-sel darah putih, dan

platelet-platelet (partikel-partikel kecil yang penting uktuk pembekuan darah)

yang lebih tua. Darah yang mengalir dari limpa bergabung dengan darah dalam

vena portal dari usus-usus. Ketika tekanan dalam vena portal naik pada sirosis, ia

bertambah menghalangi aliran darah dari limpa. Darah tersendat dan

berakumulasi dalam limpa, dan limpa membengkak dalam ukurannya, suatu

kondisi yang dirujuk sebagai splenomegaly. Adakalanya, limpa begitu

bengkaknya sehingga ia menyebabkan sakit perut.

25

Page 26: Shinta Putri f Lapsus NEW

Ketika limpa membesar, ia menyaring keluar lebih banyak dan lebih banyak sel-

sel darah dan platelet-platelet hingga jumlah-jumlah mereka dalam darah

berkurang. Hypersplenism adalah istilah yang digunakan untuk menggambarkan

kondisi ini, dan itu behubungan dengan suatu jumlah sel darah merah yang rendah

(anemia), jumlah sel darah putih yang rendah (leucopenia), dan/atau suatu jumlah

platelet yang rendah (thrombocytopenia). Anemia dapat menyebabkan kelemahan,

leucopenia dapat menjurus pada infeksi-infeksi, dan thrombocytopenia dapat

mengganggu pembekuan darah dan berakibat pada perdarahan yang diperpanjang

(lama).

8. Kanker Hati (hepatocellular carcinoma)

Sirosis yang disebabkan oleh penyebab apa saja meningkatkan risiko

kanker hati utama/primer (hepatocellular carcinoma). Utama (primer) merujuk

pada fakta bahwa tumor berasal dari hati. Suatu kanker hati sekunder adalah satu

yang berasal dari mana saja didalam tubuh dan menyebar (metastase) ke hati.

Penanganan sirosis hepatis bergantung dari etiologinya. Terapi ditujukan

untuk mengurangi progresi penyakit, menghindarkan bahan-bahan yang bisa

menambah kerusakan hati, pencegahan dan penanganan komplikasi (Nurjanah,

2007). Bila mana tidak ada koma hepatik diberikan diet yang mengandung protein

1g/kgBB dan kalori sebanyak 2000-3000 kkal/hari Di Amerika dan di beberapa

negara-negara lain pada umumnya penanganan dipusatkan pada penghentian

konsumsi alkohol. Kemudian perlu ditambahkan juga multivitamin (3).

Tatalaksana sirosis kompensata ditujukan untuk mengurangi progresivitas

kerusakan hati. Terapi pasien ditujukan untuk menghilangkan etiologi,

26

Page 27: Shinta Putri f Lapsus NEW

diantaranya: alkohol dan bahan-bahan lain yang toksik. Pada hepatitis autoimun

bisa diberikan steroid atau imunosupresif. Pada penyakit hati nonalkoholik,

menurunkan berat badan akan mencegah terjadinya sirosis (3).

Pada pasien, etiologi hepatitis C dapat disingkirkan dengan pemeriksaan

anti HCV yang non reaktif, namun hepatitis B belum dapat ditegakkan

dikarenakan hanya terdapat pemeriksaan hepatitis B berupa HbsAg. Jika

pemeriksaan dilanjutkan dengan pemeriksaan anti HBc yang reaktif dan

ditemukan tanda-tanda inflamasi atau fibrosis derajat sedang atau lebih, terapi

hepatitis B dapat diberikan (3).

Pada hepatitis B, interferon alfa dan lamivudin (analog nukleosida)

merupakan terapi utama. Lamivudin sebagai terapi lini pertama diberikan 100 mg

secara oral setiap hari selama satu tahun. Interferon alfa diberikan secara suntikan

subcutan 3 MIU, tiga kali seminggu selama 4-6 bulan (3).

Pada pengobatan fibrosis hati, pengobatan antifibrotik pada saat ini lebih

mengarah kepada peradangan dan tidak terhadap fibrosis. Di masa datang,

menempatkan sel stelata sebagai target pengobatan dan mediator fibrogenik

merupakan terapi utama. Pengobatan untuk mengurangi aktifitas antifibrotik

merupakan salah satu pilihan. Interferon memiliki aktifitas antifibrotik yang

dihubungkan dengan pengurangan aktivasi sel stelata. Kolkisin memiliki efek anti

peradangan dan mencegah pembentukan kolagen, namun belum terbukti dalam

penelitian sebagai anti fibrosis (3).

27

Page 28: Shinta Putri f Lapsus NEW

Pada sirosis hepatis yang sudah mengalami komplikasi, terdapat beberapa

tambahan terapi. Berikut adalah alur terapi pada sirosis dengan komplikasi (12).

Pada sirosis dekompensata, yang sudah terdapat komplikasi asites

dilakukan terapi retriksi garam, diuretik, dan parasintesis (12). Konsumsi garam

sebanyak 5,2 gram atau 90 mmol/hari. Diet rendah garam dikombinasi dengan

obat-obat diuretik. Awalnya dengan pemberian spironolakton dengan dosis 100-

200 mg sekali sehari. Respon diuretik dapat dimonitor dengan penurunan berat

badan 0,5 kg/hari, tanpa adanya edema kaki atau 1 kg/hari dengan adanya edema

kaki. Bilamana spironolakton tidak adekuat bisa dikombinasikan dengan

furosemid dengan dosis 20-40 mg/hari. Pemberian furosemid bisa ditambah

28

Page 29: Shinta Putri f Lapsus NEW

dosisnya bila tidak ada respon, maksimal dosis 160 mg/hari. Parasentesis asites

bisa hingga 4-6 liter dan dilindungi dengan pemberian albumin (3).

Prognosis sirosis sangat bervariasi dipengruhi sejumlah faktor meliputi

etiologi, beratnya kerusakan hati, komplikasi dan penyakit lainnya. Klasifikasi

Child-Pugh berkaitan dengan kelangsungan dengan kelangsungan hidup juga

menilai prognosis pasien sirosis yang akan menjalani operasi. Klasifikasi ini

terdiri dari Child A, B, dan C dengan angka kelangsungan hidup berturut-turut

100, 80, dan 45% (3).

Gambaran hepatosplenomegali disertai asites juga mengarah kepada

malignancy. Faktor resiko usia seperti pada pasien mengarah kepada karsinoma

hati (HCC). Etiologi dari HCC yang tersering adalah hepatitis. Pasien dengan

HbsAg positif memiliki risiko terkena HCC hingga 98 kali lebih tinggi daripada

mereka yang negatif. Sifat karsinogenisitas VHB terhadap hati kemungkinan

terjadi melalui inflamasi kronis, proliferasi hepatosit, integrasi DNA VHB

kedalam DNA sel pejamu, dan proses protein spesifik dari VHB yang berinteraksi

dengan gen hati. Siklus hepatosit menjadi sel yang aktif bereplikasi diaktifkan

29

Page 30: Shinta Putri f Lapsus NEW

sebagai bentuk kompensasi proliferatif respon nekroinflamasi sel hati ditambah

ekspresi berlebihan gen yang bermutasi akibat VHB (1).

Di indonesia, HCC umumnya ditemukan pada usia 50-60 tahun dan rasio

antara kasus pada laki-laki dan perempuan berkisar antara 2-6:1 (3). Gejala yang

paling sering dikeluhkan adalah nyeri atau perasaan yang tidak nyaman pada

kuadran kanan atas pasien, hal ini sama seperti yang dikeluhkan oleh pasien.

Keluhan gastrointestinal lain adalah anoreksia, kembung, konstipasi atau diare.

Sesak napas dapat dirasakan akibat besamya tumor yang menekan diafragma, atau

karena sudah ada metastasis di paru. Sebagian besar pasien HCC sudah menderita

sirosis hati, baik yang masih dalam stadium kompensasi, maupun yang sudah

menunjukkan tanda-tanda gagal hati sepedi malaise, anoreksia, penurunan berat

badan dan ikterus. Temuan fisis tersering pada HCC adalah hepatomegali dengan

atau tanpa 'bruit' hepatik, splenomegali, asites, ikterus, demam dan atrofi otot.

Sebagian dari pasien yang dirujuk ke rumah sakit karena perdarahan varises

esofagus atau peritonitis bakterial spontan (SBP) ternyata sudah menderita HCC

Pada suatu laporan serial nekropsi didapatkan bahwa 50% daripasien HCC telah

menderita asites hemoragik, yang jarang ditemukan pada pasien sirosis hati saja.

(3). Pada pasien didapatkan keluhan pendukung yang diperoleh dari anamnesis

berupa, rasa sesak, rasa penuh pada bagian perut, lemas (malaise), penurunan

berat badan, riwayat ikterus dan pada saat perawatan saat dilakukan pungsi asites

didapatkan asites yang hemoragik. Namun, pada saat hasil laboratorium AFP

dilakukan pada tanggal 2/11/15 nilai AFP 1,54 UI/l. AFP adalah protein serum

utama pada janin mamalia. AFP merupakan pemeriksaan yang dipakai untuk

30

Page 31: Shinta Putri f Lapsus NEW

kecurigaan terhadap adanya keganasan pada hati, misal hepatoma. Tingkat normal

AFP adalah 0-15 ug/l. Nilai AFP diatas 400-500 ug/L telah dianggap diagnostik

utama untuk karsinoma hepatoceluler (HCC) pada pasien dengan sirosis. Namun,

nilai AFP yang normal, tidak menyingkirkan diferensial diagnosis ini. Hal yang

harus dilakukan adalah melakukan Ctscan untuk menegakkan diagnosis ini.

Kembali pada keluhan utama pasien yaitu perut membesar yang diikuti

oleh gambaran asites. Asites adalah keadaan patologis berupa terkumpulnya

cairan dalam rongga peritoneal abdomen. Asites biasanya merupakan tanda dari

proses penyakit kronis yang mungkin sebelumnya bersifat subklinis. Seperti

pengumpulan cairan lainnya, asites secara klinis dikelompokkan menjadi eksudat

atau transudate (13)

Asites eksudatif memiliki kandungan protein tinggi dan terjadi pada

peradangan (biasanya infektif, misalnya TB) atau proses keganasan.

Asites transudatif terjadi pada sirosis akibat hipertensi portal dan

perubahan bersihan (clearence) natrium ginjal. Konstriksi perikardium dan

sindrom nefrotik juga bisa menyebabkan asites transudatif.

Pemeriksaan penunjang yang bermanfaat diantaranya: (13)

Pemeriksaan cairan asites: memeriksa warna, protein, hitung sel bakteri

dan keganasan. Cairan asites biasanya berwarna kekuningan pada sirosis,

kemerahan pada keganasan, dan keruh pada infeksi. Hitung leukosit adalah

>250 PMn (polimorfonuklear)/mL, pada peritonitis bakterialis (umumnya

pneumokokus, jarang tuberkulosis). Pemeriksaan sitologi (spesimen harus

31

Page 32: Shinta Putri f Lapsus NEW

dalam jumlah banyak dan segar) bisa menegakkan diagnosis keganasan.

Pada pankreatitis juga dapat terjadi asites, jadi amilase harus diukur.

USG abdomen: untuk mengukur ukuran hati (kecl pada sirosis), tanda-

tanda hipertensi portal (splenomegali), dan lebarnya vena portal dan vena

hepatika (untuk menyingkirkan dugaan trombosis vena hepatika dan

sindrom Budd-Chiari). Juga bermanfaat untuk menemukan kelainan fokal

(mengarahkan dugaan ke keganasan diseminata) dan untuk diagnosis

tumor intraabdomen (misalnya tumor ovarium).

Tes darah lainnya: tes biokimia dan tes fungsi hati untuk mencari penanda

sirosis hepatis (kadar albumin rendah, hiperbilirubinemia, kenaikan enzim

hati, trombositopenia, dan lain-lain). Pemeriksaan penanda tumor jika ada

dugaan keganasan (terutama alfa fetoprotein untuk hepatoma, CA 125

untuk kanker ovarium).

Pada pasien dilakukan pemeriksaan CA 125 pada tanggal 6/11/15 dan

didapatkan hasil 110.84 U/l. Hal ini mendukung untuk diagnosis ke arah kanker

ovarium.

Untuk nyeri ulu hati dan rasa mual pasien diberikan obat-obatan injeksi

metocloperamide dan omeprazole. Pasien juga mendapatkan transfusi PRC hingga

Hb ≥ 8 g/dl dan injeksi metilprednisolon. Pasien direncanakan melakukan

pemeriksaan radiologi CTscan tuntuk menunjang diagnosis kanker ovarium dan

HCC.

32

Page 33: Shinta Putri f Lapsus NEW

BAB IV

PENUTUP

 

33

Page 34: Shinta Putri f Lapsus NEW

Telah dilaporkan kasus seorang perempuan berusia 54 tahun dengan

diagnosis asites ec sirosis hepatis. Diagnosis pada pasien tersebut belum tegak,

kecurigaan terakhir diagnosis mengarah pada keganasan dibidang kandungan

yang telah di konsultasikan ke ahli kandungan. Penegakan diagnosis menunggu

hasil Ctscan yang akan dilakukan pada tanggal 13 November 2015, namun pasien

memutuskan untuk pulang paksa pada tanggal 12 November 2015. Pasien telah

ditatalaksana dengan terapi suportif dan simptomatik sesuai kecurigaan diagnosa.

Pasien dirawat sejak tanggal 27 oktober 2015 hingga 12 November 2015.

DAFTAR PUSTAKA

1. Klarisa C., Liwang F., Hasan I. Kapita Selekta Kedokteran. Edisi 4. Jilid 2. Jakarta: Media Aesculaptus. 2014.

34

Page 35: Shinta Putri f Lapsus NEW

2. Wahyudo R. A 78 Years Old woman with hepatic cirrhosis. J Meula Unila. 2014; 3(1):174=184.

3. Nurdjanah S. Buku ajar ilmu penyakit dalam jilid I Edisi IV. Jakarta: FK UI. 2006

4. Cheney C.P., Goldberg E.M., Chopra S. Cirrhosis and portal hypertension: an over view. Churchill Livingstone. 2004: 125-138

5. Friedman S.L. Hepatic Fibrosis. Lippincon-Raven. 2003; 409-428.

6. Hernomo K. Pengelolaan perdarahan masif varises esofagus pada sirosis hati. Thesis. Surabaya: Airlangga University Press. 1983.

7. Guadalupe G. Prevention and management of gastroeshophageal varices and variceal hemorrage in cirrhosis. American Journal of Gastroenterology. 2007; 17(1)

8. Sylvia A.P., Lorraine M.W. Patofisiologi edisi 6, Volume 1. Jakarta: EGC. 2005

9. Saksana R.A., Bayupurnama P., Indrarti F., Ratnasari N., Maduseno S. Correlation between the severe of liver cirrhosis (Child-pugh score and QTc interval Prolongation. The Indonesian Journal of Gastroenterology, Hepatology, and Digestive Endoscopy. 2012; 13(3): 157-161.

10. Kumar, Cotran, Robbins. Buku ajar patologi. Edisi 7. Jakarta:EGC. 2007.

11. Starr S.P., Raines D. Cirrhosis: Diagnosis, Management, and Prevention. American Academy of Family Physicians. 2011; 84(12): 1353-1359.

12. Davey P. At a glance MEDICINE. PT. Gelora Aksara Pratama. 2002.

35

Page 36: Shinta Putri f Lapsus NEW

36