Shalat istikharah implikasinya terhadap pengambilan keputusan
-
Author
dina-haya-sufya -
Category
Documents
-
view
5.175 -
download
7
Embed Size (px)
description
Transcript of Shalat istikharah implikasinya terhadap pengambilan keputusan

SHALAT ISTIKHARAH IMPLIKASINYA TERHADAP PENGAMBILAN KEPUTUSAN
Oleh
DINA HAYA SUFYA
108070000051
FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2011

BAB 1
PENDAHULUAN
Allah telah menciptakan makhluknya dengan kasih sayang dan dengan kekuasaan-Nya,
begitu dalam kasih sayang tersebut, tak satu wajahpun yang sama dengan wajah lainnya sepintas
mungkin kelihatan ada yang sama, tapi bila diteliti lebih jauh dan lebih mendalam, banyak
ditemukan perbedaan, apakah itu lengkungan alis, lekok-lekok pada kuping, sayu dan tegarnya
pandangan mata dan sebaginya. Demikian pula dengan jalannya kehidupan, berbeda-beda,
mungkin sama persoalan, belum tentu sama pemecahan dan penyebabnya.
Hidup tidak satu warna, ada hitam dan ada putih, bahkan ada warna abu-abu di antara
keduanya. Ada tanah mendatar yang menjadi harapan setiap orang, tanjakan yang melelahkan,
bahkan ada turunan curam yang menakutkan. Itulah harga dan arti sebuah kehidupan. Selagi
paru-paru seseorang masih bernapas, detak jantung amsih berdetak, dan urat nadi masih dialiri
darah maka selama itu pula selalu ada masalah yang akan selalu menemaninya. Di saat seperti
itulah akan terlihat perbedaan pada diri setiap orang dalam menyikapi permasalahan yang
datang.
Bagi seorang muslim, sebuah masalah menjadi nilai dari setiap amal dan gerak. Ia ibarat
satu ujian yang harus dilewati sebagai indikasi meningkatnya iman dalam hatinya, atau sebuah
teguran yang Allah berikaan atas kesalahan yang ia lakukan sebagai sesuatu yang bisa
menyucikan dosa-dosanya, atau dari sebuah masalah tadi, Allah ingin mengangkat derajat
seorang muslim di sisi-Nya.
Semua ujian, bagi seorang muslim, akan mendapatkan balasan pahala di sisi Allah.
Hanya sekarang bagaimana kita menyikapi setiap permasalahan yang menghampiri kita, karena
bagi seorang muslim masalah ataupun cobaan adalah proses menuju mukmin yang sabar, teguh
dan tegar.
Ibarat tanah yang akan dijadikan batu bata, dalam proses pembuatannya perlu diinjak-
injak, dibanting, dicetak, dijemur, kemudian dibakar hingga menjadi matang. Perlu ada proses
pematangan pribadi dalam setiap tahapan dalam kehidupan.

Menurut Ramadhan Al-Buthi dalam Fiqh Sirah-nya salah satu hikmah mengapa
Muhammad kecil sudah ditinggal oleh bapaknya saat berusia enam bulan dalam rahim ibunya,
kemudian disusul dengan kepergian ibunya saat berusia enam tahun, setelah itu beliau bekerja
menggembalakan kambing, adalah supaya Allah-lah yang langsung mendidik dan membentuk
Muhammad hingga menjadi seorang rasul yang mulia, pemimpin para rasul, dan itulah skenario
Allah, supaya tidak ada campur tangan manusia dalam proses Muhammad menjadi seorang rasul.
Ketika sebuah masalah itu datang dalam bentuk pilihan yang membutuhkan keputusan
tepat, berarti harus dilihat skala prioritasnya, mana yang harus didahulukan dan mana yang harus
diakhirkan. Tentu saja menurut kadar kepentingan yang tetap berorientasikan kepada nilai
ibadah. Pada saat keduanya mempunyai bobot yang sama, atau tidak ada yang kecenderungannya
lebih Dalam 'mengarungi' perjalanan hidup di dunia ini, sudah bukan mustahil manusia kerap
dihadang bermacam persoalan yang pelik, hingga membuatnya harus berhati-hati dalam
menentukan pilihan dan mengambil keputusan. Di antara aneka pilihan dan keputusan yang sulit
itu, bisa berupa soal jodoh, pekerjaan dan bahkan sampai memilih seorang pemimpin. Tak
diragukan lagi, kalau pilihan yang diambil, sungguh, mengandung resiko. Karena itu,
beruntunglah manusia yang memilih dengan pilihan yang tepat, sehingga membawanya ke arah
kebaikan. Tapi, bagaimana kalau seseorang 'terjerumus' dalam pilihan yang salah? Sudah pasti,
ia akan merugi. Sebab, pilihan yang buruk akan berakibat kerugian. Karena itu, agar manusia
tidak menyesal di kemudian hari atas pilihan atau keputusan yang diambil. Kanjeng Nabi Saw.
menganjurkan untuk melakukan shalat istikharah.
Shalat Istikharah adalah shalat sunnah 2 (dua) rakaat yang dilakukan ketika seseorang
ragu dalam memilih dua perkara atau lebih. Juga, ketika seseorang mengahadapi permasalahan
penting dalam memilih suatu keputusan yang berdampak besar. Dengan shalat itu, seseorang
dianjurkan agar meminta petunjuk atau bimbingan Allah supaya keputusan yang diambil
nantinya tidak salah.
Setiap permasalahan yang kita hadapi, atau apa pun yang akan kita lakukan mempunyai
kapasitas lebih supaya bisa dilihat baik buruknya setiap persoalan tadi. Namun, jangan lupa,
bahwa kita masih punya Allah, yang menjadi wakil dan penolong di setiap langkah dan
hembusan napas kita. Allah yang akan memberikan apa yang terbaik buat kita.

Allah SWT dengan sifat Rahman-Nya akan meratakan kasih sayangnya kepada semua
makhluk-Nya. Kerajaan dan kemuliaan-Nya tidak akan berkurang sedikit pun seandainya semua
makhluk yang ada dari awal penciptaan sampai akhir mengingkari-Nya, dan ketaatan semua
makhluk tidak akan menambah sedikit pun kemuliaan-Nya.
Yang membedakan seorang hamba yang beristikharah dan selalu menyandarkan setiap
persoalannya kepada Allah adalah dia termasuk hamba-hamba yang paling dirahmati Allah
karena percaya atau tsiqah terhadap segala keputusan yang Allah berikan. Ia yakin setiap apa
yang Allah berikan kepadanya adalah yang terbaik untuk dunia dan akhiratnya. Karena, belum
tentu setiap apa yang kita sukai itu baik untuk kita. Allah berfirman, (ALbaqarah 216)
Bermacam selubung menutupi kehidupan ini, kita menemukan orang yang begitu tenang,
baik cara dia mengahadapi suatu persoalan, juga dalam menghadapi persoalan yang sangat rumit,
berat dan membebabn, dipecahkannya dengan hati yang lapang, tidak ada gejolak, gelombang
badai yang mendampar.
Kesulitan yang dihadapi manusia begitu kompleks dan pilihan-pilihan untuk memutuskan
suatu masalah sangat sulit ditemukan. Berapa banyak manusia kebingungan menghadapi
berbagai pilihan di dalam hidupnya, sehingga ia mengalami penderitaan kejiwaan, dan menjadi
lelah mengikuti kelabilan pendiriannya yang terombang-ambing dari satu pilihan ke pilihan yang
lain karena setiap ia mengejar yang satu yang dianggapnya unggul, setelah ia mendekati
pilihannya, tapi kemudian ia ragu lagi dengan pilihan yang pertama dan terbayang keistimewaan
yang lain yang ditinggalkannya itu. Lalu ia kembali mengejarnya dan meninggalkan yang
hamper dapat dicapainya itu. Namun pengalaman yang sama menyebabkannya ragu kembali
sehingga ia merasa lelah. Menurut Prof. Zakiah Daradjat keadaan yang demikian itu dapat
menjadi semacam gangguan kejiwaan yang dikenal dengan konflik kejiwaan.1
1 Zakiah Daradjat, Doa Menunjang Semangat Hidup, (Ruhana: Jakarta, 1996), hl. 32

BAB II
KAJIAN TEORI
A. Shalat Istikharah
1. Pengertian Shalat Istikharah
Secara bahasa, Istikharah berasal dari kata khara-yakhiru, yang berarti memilih. Kata ini
kemudian mendapat tambahan huruf hamzah (yang disebut hamzah washal), sin, dan ta’
sehingga menjadi istikhara—yastakhiru—istikharatan, yang berarti usaha untuk
mendapatkan sesuatu yang terbaik dengan cara memohon petunjuk Allah. Istikharah bisa
juga diartikan meminta kepada Allah agar dimantapkan pada suatu pilihan.
Dari segi tata bahasa Arab, perubahan kata khara menjadi istikharah ini serupa dengan
perubahan yang terjadi pada kata istighfar. Kata yang amat familiar dan melekat dalam
keseharian kita ini berasal dari kata ghafara—yaghfiru, yang berarti mengampuni. Ketika
mendapat imbuhan hamzah, sin, dan ta’ maka menjadi istaghfara—yastaghfiru—
istighfaran, yang berarti meminta ampunan.
Kata lain yang memiliki akar serupa dengan istikharah adalah kata khair, yang berarti
kebaikan. Melihat keserupaan bangunan kata ini dapat disimpulkan bahwa istikharah
merupakan usaha spiritual untuk mendapatkan pencerahan dan kemantapan atas suatu hal
yang dipandang baik atau bahkan terbaik di sisi Allah swt.. Dalam terminologi Islam,
istilah ini kemudian dilekatkan pada suatu ritual tertentu berupa shalat, yang disebut
shalat istikharah.
Berbahagialah seseorang yang menyerahkan pilihan hidupnya kepada Allah, dan rugilah
orang yang meninggalkan Istikharah. Rasulullah saw. bersabda, “Di antara kebahagiaan
anak Adam adalah banyak meminta pilihan terbaik kepada Allah swt. dan ridha kepada
ketentuan yang telah ditetapkan Allah swt., dan di antara kesengsaraan anak Adam adalah
meninggalkan istikharah serta membenci (tidak rela) pada ketentuan yang telah
ditetapkan Allah swt..” (H.r. Ibnu Hibban, Al-Bazzar, dan Al-Ashbihani)

2. Hukum Shalat Istikharah
“Rasulullah mengajari kami cara beristikharah (memohon petunjuk pilihan
terbaik) dalam berbagai persoalan, sebagaimana beliau mengajari kami satu surat dari Al-
Qur’an. Beliau bersabda, ‘Apabila seseorang di antara kamu mempunyai rencana untuk
mengerjakan sesuatu, hendaklah ia rukuk (shalat) dua rakaat yang bukan shalat wajib.
Kemudian bacalah: Allahumma inni astakhiruka bi ‘ilmika…..’.” (H.r. Bukhari dan
Ashhabus Sunan)
Berdasarkan hadits tersebut, Imam Nawawi berkomentar bahwa shalat Istikharah
hukumnya adalah sunnah. Pendapat senada juga dilontarkan Ibnu Hajar Al-Asqalani
dalam Fathul Bari. Lebih tegas lagi, dalam Fiqhu as-Sunnah, Sayyid Sabiq mengatakan
bahwa shalat Istikharah disunnahkan bagi orang yang menghadapi pilihan yang masih
membingungkan dirinya, manakah yang lebih baik di antara pilihan-pilihan yang ada.
Lebih lanjut Sayyid Sabiq mengatakan bahwa shalat sunnah ini dilakukan untuk
memilih suatu hal yang bersifat mubah, bukan wajib, sunnah, atau makruh, apalagi
haram. Karena, sesuatu yang bersifat wajib atau sunnah itu mathlubul fi’li (diharuskan
atau dianjurkan untuk dilaksanakan), sedangkan yang bersifat makruh atau haram itu
mathlubut tarki (dianjurkan atau diharuskan untuk ditinggalkan). Karena itulah, perlu
ditegaskan sekali lagi hanya berlaku untuk suatu pilihan yang bersifat mubah.
3. Waktu Shalat Istikharah
Shalat istikharah nyaris sama dengan shlat sunnah Muthlaq yang pada dasarnya
tidak memiliki waktu tertentu untuk melaksanakannya. Artinya, boleh dikerjakan kapan
pun: pagi, siang, ataupun malam; setelah menunaikan shalat fardhu atau shalat sunnah;
atau setelah melakukan aktivitas ibadah lain.
Akan tetapi, Syaikh Asy-Syaukani dalam kitabnya Nailul Authar mengatakan
bahwa istikharah tidak disunnahkan setelah shalat fardhu maupun shalat sunnah lain.
Dalam artian, ia dikerjakan secara terpisah dari shalat-shalat lain. Namun, menurut An-
Nawawi, istikharah itu tetap disunnahkan meskipun setelah selesai mendirikan shalat

fardhu maupun shalat sunnah lain. Yang jelas, ketika mendapatkan masalah atau ingin
melakukan sesuatu maka beristikharahlah.
Shalat istikharah memang dapat dilakukan kapan pun, namun yang lebih utama
adalah dikerjakan pada malam hari terlebih pada sepertiga malam yang terakhir
sebagaimana shalat Tahajud. Karena pada saat itulah, di tengah keheningan malam, kita
lebih mudah mengonsentrasikan diri untuk bermunajat kepada Allah. Saat itu pula dialog
kita dengan-Nya menjadi lebih dekat, bahkan teramat dekat.
4. Bilangan Rakat Istikharah
Ketika seseorang ragu dalam memilih dua perkara atau lebih, atau ketika menghadapi
permasalahan penting dalam memilih suatu keputusan yang berdampak besar, ia
dianjurkan meminta petunjuk dan bimbingan Allah melalui shalat Istikharah supaya
keputusan yang diambilnya tidak salah.
Shalat Istikharah cukup dilakukan dua rakaat. Jadi, shalat Istikharah tidak perlu dilakukan
dengan jumlah bilangan yang banyak sebagaimana shalat Tarawih yang berjumlah 8 atau
20 rakaat, atau seperti shalat Witir yang maksimal dikerjakan 11 rakaat. Meski hanya dua
rakaat, namun apabila dilakukan dengan penuh keimanan dan ketundukan, insyaAllah
dua rakaat shalat Istikharah ini akan menjadi begitu berharga di hadapan Allah melebihi
shalat-shalat lain yang dilakukan semaunya saja.
5. Tata Cara Shalat Istikharah
Shalat istikharah boleh dikerjakan dua rakaat atau hingga dua belas rakaat (enam salam).
Selepas membaca Al-Fatihah pada rakaat yang pertama, baca Surah Al-Kafiruun (1 kali).
Selepas membaca Al-Fatihah pada rakaat yang kedua, baca 1 Surah Al-Ikhlas (1 kali).
Ada pula bacaan lainnya, selepas membaca Al-Fatihah pada rakaat yang pertama, baca
ayat Al-Kursi (7 kali). Selepas membaca Al-Fatihah pada rakaat yang kedua, baca Surah
Al-Ikhlas (11 kali).

Setelah salam dilanjutkan do'a shalat istikharah kemudian memohon petunjuk dan
mengutarakan masalah yang dihadapi. Sebuah hadits tentang do'a setelah shalat
istikharah dari Jabir r.a mengemukakan bahwa do'a tersebut dapat berbunyi :
"Ya Allah, aku memohon petunjuk kebaikan kepada-Mu dengan ilmu-Mu. Aku memohon
kekuatan dengan kekuatan-Mu. Ya Allah, seandainya Engkau tahu bahwa masalah ini
baik untukku dalam agamaku, kehidupanku dan jalan hidupku, jadikanlah untukku dan
mudahkanlah bagi dan berkahilah aku di dalam masalah ini. Namun jika Engkau tahu
bahwa masalah ini buruk untukku, agamaku dan jalan hidupku, jauhkan aku darinya dan
jauhkan masalah itu dariku. Tetapkanlah bagiku kebaikan dimana pun kebaikan itu
berada dan ridhailah aku dengan kebaikan itu". (HR Al Bukhari)
B. Pengambilan Keputusan
1. Pengertian pengambilan keputusan.
Siagian (1990) mengemukakan definisi tentang pengambilan keputusan, yaitu:
pendekatan yang sistematis terhadap hakekat suatu masalah, pengumpulan fakta-fakta
dan data, penemuan yang matang dari alternative yang dihadapi dan mengambil tindakan
yang menurut perhitungan merupakan tindakan yang paling tepat. Keputusan yang
diambil beraneka ragam, tetapi ada tanda-tanda umumnya, yaitu:
1. Keputusan merupakan hasil berpikir, hasil usaha intelektual
2. Keputusan selalu melibatkan pilihan dari beberapa alternative
3. Keputusan selalu melibatkan tindakan nyata, walaupun pelaksanaannya boleh
ditangguhkan atau dilupakan. (Jalaluddin Rakhmat, 2005).
Berdasarkan tanda-tanda yang umum dalam pengambilan keputusan tersebut maka dapat
disimpulkan bahwa dalam pengambilan keputusan haruslah memenuhi beberapa hal yang
nantinya akan berpengaruh terhadap hasil dari keputusan tersebut. Artinya, keputusan
yang diambil dari hasil pemikiran atau usaha dari intelektual saja, namun juga ia harus
memiliki alternative yang lain serta mampu diwujudkan dalam tindakan nyata.
Selain itu, terlihat jelas bahwa pengambilan keputusan merupakan bagian dari pemecahan
masalah, dan melibatkan unsur-unsur masalah, tindakan memilih dan tanggung jawab

pengambilan keputusan. Dengan demikian, dapat dibuat batasan bahwa pengertian
pengambilan keputusan adalah suatu tindakan memilih salah satu di antara sejumlah
alternative pilihan, dengan disertai tanggung jawab atas pilihan yang diambil.
2. Tahapan Pengambilan Keputusan
Para ahli umumnya mengartikan pengambilan keputusan sebagai cara memecahkan
masalah dengan memilih alternatif terbaik dari sejumlah alternative yang ada. Adapun
proses pengambilan keputusan adalah sebagai berikut:
1. Tahap Input
Pada tahap ini individu menemukan atau diberi suatu persoalan
2. Tahap Throughout (decision making stages)
Pada tahap ini masalah sudah dikenal
3. Tahap Output
Pada tahap ini keputusan telah selesai dibuat
Di samping tahapan-tahapan di atas, Janis dan Mann mengungkapkan 7 kriteria untuk
menguji efektifitas pengambilan keputusan, yaitu:
1. Secara menyeluruh melihat alternatif tindakan yang mungkin dilakukan
2. Mempertimbangkan seluruh tujuan yang akan dicapai dan nilai-nilai yang
terkandung di dalamnya
3. Secara hati-hati menimbang kerugian yang dihadapi, meperkirakan resiko-
resiko yang belum pasti, baik konsekuensi positif maupun negative
4. Secara intensif mencari informasi baru yang relevan untuk evaluasi lanjut
5. Membuka diri memperhitungkan informasi baru walaupun informasi itu tidak
mendukung pilihan yang disukainya
6. Menilai kembali konsekuensi positif dan negative setiap pilihan termasuk
pilihan yang semula tidak diterima sebelum mengambil keputusan akhir
7. Membuat langkah-langkah tindakan dan rencana yang terperinci dengan
mempertimbangkan kemungkinan tindakan antisipatif (Janis & Mann, 1979
dalam S.P. Siagan, 1990).

3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pengambilan Keputusan
Faktor-faktor yang mempengaruhi pengambilan keputusan menurut Sondang P.
Siagian, (1990) diantaranya adalah factor individu dan lingkungan
1. Individu, orang yang memiliki pendirian yang tetap dengan orang yang tidak
memiliki pendirian yang tetap akan memiliki perbedaan dalam mengambil suatu
keputusan, yang berupa kualitas dan kuantitas pengetahuan yang dimiliki
individu.
2. Lingkungan, setiap keputusan mempunyai lingkungan sendiri yang bersifat khas.
Artinya, sesungguhnya semua keputusan harus taat kepada tekanan-tekanan yang
bersumber dari lingkungan.
Faktor-faktor lain yang juga mempengaruhi pengambilan keputusan individu dalam
menghadapi masalah atau konflik adalah:
1. Kuatnya motivasi. Bila motivasi yang timbul dari sebuah pilihan semakin kuat,
maka akan semakin kuat pula dorongan untuk memilih hal tersebut, dibandingkan
dengan pilihan yang timbul dari motivasi yang lemah.
2. Jarak, tempat, dan waktu. Individu akan cenderung mendekati atau menghindari
salah satu pilihan sesuai dengan jauh-dekatnya jarak, tempat, dan waktu dari
pilihan tersebut.
3. Pengharapan. Semakin besar harapan individu terhadap salah satu pilihan, maka
akan besar pula keinginannya untuk memilih pilihan tersebut.
4. Strategi Pengambilan Keputusan
Keputusan seseorang ditentukan oleh strategi yang digunakan untuk mengambil
keputusan. Setiap orang melakukan strategi pengambila keputusan yang berbeda-beda.
Tiap orang pun memiliki kemampuan yang berbeda-beda. Tiap orang pun memiliki
kemampuan yang berbda-beda. Oleh karena itu, walaupun strategi pengambilan
keputusan tampaknya dapat diklasifikasikan oleh para ahli, dan strategi pengambilan
keputusan itu bersifat unik (Atwater, 1984 dalam Sugiarto, 2004).

Atwater (1984), mengklasifikasikan strategi pengambilan keputusan berdasarkan unsur
resiko yang terlibat di dalamnya:
1.Wish Strategy. Memilih alternative yang hasilnya paling diinginkan, tanpa
mempertimbangkan resiko. Strategi ini memilih alternatif yang dapat membawa pada
hasil yang diharapkan, tanpa memperhatikan resikonya.
2. Escape Strategy. Memilih alternative yang paling tinggi kecenderungannya untuk
dapat terhindar dari hasil yang buruk. Strategi ini memilih alternative yang paling
terhindar dari hasil yang paling buruk atau yang paling tidak diharapkan terjadi.
3. Safe Strategy. Memilih alternatif yang paling mendatangakan sukses, meski dengan
hasil yang kecil. Strategi ini memilih alternative yang paling tinggi
kecenderungannya untuk mencapai keberhasilan.
4. Combination Strategy. Memilih alternative yang menggabungkan kebolehjadian
paling besar dari keinginan yang paling besar. Dalam strategi ini alternative yang
dipilih dapat dikombinasikan kemungkinannya untuk memperoleh hasil yang
diinginkan dengan probabilitas peluang tertinggi.
5. Kendala-kendala dalam Pengambilan Keputusan
Kiranya perlu disadari, bahwa pemecahan masalah yang paling tepat melalui
pemikiran yang paling kreatif dan pengalaman dalam proses pengambilan keputusan
tetap mengandung resiko ketidakberhasilan atau tidak berjalan sesuai dengan yang
diharapkan. Keputusan yang diambil dapat saja tidak tepat, meleset, atau bahkan
mungkin salah sama sekali. Hal tersebut dapat disebabkan oleh beberapa faktor yang
menjadi kendala dalam proses pengambilan keputusan tersebut. Adapun kendala-
kendala tersebut, antara lain:
a. Dari dalam diri.
Kendala ini bersumber pada diri pengambil keputusan yang bersangkutan.
Kendala ini bisa berbagai macam dan terjadi karena berbagai alasan, tapi benar-
benar berdasarkan atau karena diri sendiri, bukan karena hal-hal lain di luar si
pengambil keputusan. Misal, pemikirannya, daya nalarnya, intuisinya sendiri,
pola-pola yang ia tempuh, kesehatan mental dan fisiknya serta semua hal yang
dari diri pengambilan keputusan.
b. Trauma masa lalu.

Untuk hal-hal tertentu terkadang masa lalu ikut menentukan dalam proses
pengambilan keputusan dan bisa jadi ia merupakan hal yang menjadi kendala
dalam proses tersebut. Kendala dalam masa lalu tersebut menjadi ketakutan
tersendiri dalam diri si pengambilan keputusan. Ketakutan di sini maksudnya
ialah, karena berdasarkan pengalamannya yang telah lalu (saat mengambil
keputusan) ternyata keputusan yang diambil kurang atau tidak tepat, bahkan
merugikan banyak pihak. Sehingga terbentuklah ketakutan akan “kegagalan masa
lalu”.
c. Pemahaman yang Kurang Tepat Terhadap Informasi.
Dalam hal ini si pengambil keputusan mendapatkan kendala karena kurangnya
pengetahuan tentang berbagai informasi yang berkaitan dengan keputusan yang ia
akan ambil. Dapat dikatakan intuisi dan pengalaman dapat member sumbangan
yang berarti, karena kemampuan seseorang untuk menganalisa dan memahami
informasi yang masuk dapat menjadi kendala dalam proses pengambilan
keputusan seseorang.
d. Kurang Mampu Mengelola Waktu.
Dalam hal tertentu keputusan itu bergantung dengan ketepatan waktu. Jika orang
tersebut tidak dapat mengatur waktu dengan baik, maka hal itu akan berpengaruh
terhadap proses pengambilan keputusan.
e. Ketidakpastian.
Ketidak pastian juga merupakan hal yang dapat menjadi kendala dalam
mengambil suatu keputusan, seperti ketidakpastian tentang masalah apa atau hal
apa yang harus diambil keputusannya, kapan keputusan itu harus diambil, berapa
lama, dan ketidakpastian akan semua hal yang berkaitan dengan pengambilan
keputusan.
C. Shalat Istikharah dan Pengambilan Keputusan
Shalat Istikharah dan doa yang menyertainya sejatinya merupakan sebentuk permohonan
kepada Allah agar kita dibimbing dan dituntun menuju pilihan terbaik menurut-Nya.
Pilihan terbaik dalam konteks ini adalah menurut Allah swt., bukan menurut nafsu dan
ego kita. Agar istikhara kita mendapat jawaban terbaik dari Allah Ta’ala, ada beberapa
hal yang perlu diperhatikan.

1. Luruskan niat.
Niat memiliki kedudukan tertinggi dalam ibadah. Suatu perbuatan tidak dibilang
ibadah manakala tidak disertai dengan niat. Artinya, tanpa niat perbuatan itu sekadar
menjadi rutinitas yang tidak bernilai ibadah terkontaminasi oleh ketidakikhlasan
maka akan mengurangi nilai dari ibadah itu sendiri.
Ketika kita sudah berniat melakukan shalat Istikharah semata karena Allah, kita harus
mengikhlaskan pilihan kita kepada-Nya. Mengikhlaskan pilihan kepada Allah berarti
menyerahkan semua urusan yang kita istikharahkan hanya kepada-Nya. Kita tidak
boleh menilai jelek, apalagi tidak bersyukur atas pilihan Allah dalam istikharah
tersebut.
Al-Fudhail bin ‘Iyadh pernah berpetuah, “Sesungguhnya amal perbuatan itu
meskipun benar tetapi tidak ikhlas maka tidak akan diterima. Begitu juga sebaliknya,
jika dilakukan dengan ikhlas tetapi tidak benar maka tidak akan diterima pula. Jadi,
amal perbuatan harus dilakukan dengan ikhlas dan benar. Yang dimasuk ikhlas ialah
dikerjakan hanya karena Allah, dan yang dimaksud dengan benar ialah dilakukan
sesuai dengan tuntutan sunnah Nabi saw..”
Ikhlas dapat mengubah keraguan menjadi kemantapan, kesedihan menjadi
kebahagiaan, dan kesulitan menjadi kemudahan. Mengikhlaskan pilihan kepada Allah
merupakan manifestasi tauhid yang paling tinggi. Karena itu, wajar jika Allah tidak
menerima ibadah hamba-hamba-Nya yang tidak diniatkan secara ikhlas menerima
keputusan Allah dalam istikharahnya, maka ia akan menjalankan keputusan yang
telah diambilnya itu secara penuh tanggung jawab. Bahkan, segala risiko—apa pun
bentuknya—sanggup dihadapinya dengan penuh keberanian dan kepercayaan diri.
Dengan menyerahkan pilihan kepada Allah, ada jaminan kebahagiaan yang akan kita
rasakan setiap waktu. Dengan meyakini apa yang dipilihkan Allah untuk kita adalah
yang terbaik maka ada jaminan kita tidak akan mengalami kekecewaan atas setiap
“kegagalan” yang dating. Karena, kita telah meyakini justru “kegagalan” itulah yang
terbaik untuk kita. Ingat, apa yang kita pandang “gagal” bisa saja justru yang terbaik
menurut Allah, dan apa yang kita pandang baik dan sukses bisa saja justru buruk dan
gagal menurut Allah.
2. Jangan hanya sekali.

Rasulullah selalu melakukan istikharah pada setiap saat, yakni ketika akan melakukan
suatu pekerjaan atau mengambil keputusan. Beliau melakukannya bukan hanya untuk
persoalan-persoalan yang berat, tetapi juga yang ringan sekalipun. Sebaliknya, kita
jarang sekali menyertakan Allah dalam setiap pengambilan keputusan kita. Padahal,
setiap keputusan yang kita ambil memiliki risiko yang tidak kecil.
Betapa kita sering mengabaikan keberadaan Allah. Kita merasa begitu yakin dengan
segala yang kita lakukan, bahkan mungkin terlalu yakin dengan kemampuan diri
sendiri. Kita sering lupa bahwa ada Dzat Yang Berkuasa atas diri kita, yaitu Allah
Ta’ala.
Sering memohon kepada Allah merupakan bukti penghambaan kita kepada-Nya.
Bukti betapa lemahnya kita. Terus-menerus meminta (berdoa) yang dibarengi dengan
sikap menghamba, menyadari kelemahan, dan selalu merasa butuh kepada-Nya.
3. Utamakan sepertiga malam terakhir
Sepertiga malam terakhir adalah waktu yang paling istimewa untuk berdoa. Bahkan,
bukan hanya merupakan waktu yang istimewa untuk memohon, melainkan juga untuk
mengambil keputusan. Ahmad Hulusi, penulis buku An Up-to-Date Understanding of
Islam, mengatakan, “Sebagaimana sinyal parasit berkurang bila atmosfer bumi
membelakangi matahari dan penerimaan gelombang menjadi sangat mudah, otak
manusia juga lebih menjadi sensitif dan paling kuat terutama pada akhir malam.
Inilah yang terjadi pada penerimaan ilham dan penyampaian doa.”
Oleh karena itu, waktu sepertiga malam terakhir adalah waktu yang sangat istimewa
untuk kita isi dengan memanjatkan doa istikharah dan mempertimbangkan
pengambilan keputusan berdasarkan petunjuk-Nya.
4. Berpikir positif
Dalam melakukan istikharah, yakinlah bahwa Allah akan mengabulkan doa kita.
“Ana ‘inda zhanni ‘abdi bi (Aku sesuai sangkaan hamba-Ku kepada-Ku), “ begitulah
Allah menegaskan dalam sebuah hadits qudsi.
Keyakinan kita ini mirip dengan Law of Attraction (hokum tarik-menarik). Hukum ini
menyatakan bahwa jika kita berpikir positif terhadap sesuatu maka kita pun akan
mendapatkan hasil yang positif pula. Sebaliknya, jika kita memiliki pikiran yang
negative, serta-merta seluruh alam semesta seakan menjadikannya negative.

5. Hadirkan hati
Kalimat-kalimat doa tidaklah cukup hanya kita ucapkan dan hapalkan dengan lisan.
Tetapi, lebih dari itu harus dibarengi juga dengan merenungkan makna-maknanya.
Artinya, saat bibir kita bergerak melafalkan doa-doa tersebut, hati juga harus turut
hadir di dalamnya. Karena itu, Al-‘Allamah Ibnul Qayyim menganggap kelalaian dan
ketidak-hadiran hati termasuk salah satu penghalang doa.
6. Kuatkan doa
Hendaknya seorang muslim memposisikan doa sebagaimana mestinya, yakni sebagai
satu ibadah yang harus dilakukan secara kontinu tanpa terikat keadaan, susah maupun
senang. Disebutkan dalam sebuah hadits, “Barangsiapa ingin dosanya dikabulkan
Allah pada waktu kesusahan, hendaklah ia banyak berdoa pada waktu lapang.” (H.r.
Tirmidzi)
Dari hadits ini dapat dipahami, janganlah manusia berdoa hanya pada waktu didera
bencana, musibah, atau di kala jatuh miskin saja. Tetapi, hendaklah ia juga senang
berdoa di waktu senang dan lapang. Dengan itu, Allah akan lebih mudah
mengabulkan doanya pada saat ditimpa kesusahan.
7. Jangan abaikan adab berdoa
Maulana Muhammad Jazri dalam kitab Hisnul Hasin menuliskan beberapa poin yang
harus dilakukan oleh seseorang ketika memanjatkan permohonan kepada Allah swt..
Bersungguh-sungguh dalam berdoa
Memperbanyak amal kebaikan sebelum berdoa
Meminta ampunan atas dosa-dosa yang dilakukan
Memohon pengabulan doa dengan perantara amal shalihnya
Memuji Allah sebelum dan setelah berdoa
Doa yang dimohonkan hendaknya masuk akal
Jangan berdoa untuk berbuat dosa atau memutuskan silaturahmi
Jangan memohon tergesa-gesa untuk dikabulkan
Yakinlah bahwa doa yang kita panjatkan akan dikabulkan
Berdoalah dari lubuk hati yang paling dalam dan penuh khusyuk. Sebab,
Allah tidak menerima doa yang dilakukan setengah hati atau lalai.
8. Bersungguh-sungguh dalam memilih

Segala bentuk keberhasilan seseorang ditentukan oleh kesungguhannya dalam
memperjuangkan apa yang dicita-citakannya. Demikian pula orang yang diberi
petunjuk dan pilihan terbaik oleh Allah, mereka mendapatkan petunjuk-Nya juga
dikarenakan kesungguhannya dalam melakukan shalat Istikharah. Jadi, bukan saja
kesuksesan dan keberhasilan yang memerlukan kesungguhan, tetapi istikharah pun
harus demikian.
Agar tidak keliru dalam menentukan pilihan, setiap keputusan yang kita ambil
haruslah melalui proses pemikiran dan perenungan yang panjang. Namun, karena
keterbatasan akal dan pikiran kita, seringkali kita tidak mampu menjamin setiap
pilihan kita adalah hal yang terbaik. Karena itu, agar pilihan yang kita ambil benar-
benar yang terbaik maka sandarkanlah pilihan kita hanya kepada Allah melalui shalat
Istikharah yang sungguh-sungguh. Tanpa kesungguhan, mustahil istikharah kita dapat
menghasilkan jawaban yang cepat dan maksimal.
9. Landasi dengan kecerdasan jiwa
Kemampuan mengendalikan sifat pemarah, suka memfitnah, bergunjing, adu domba
dan buruk sanagka akan kembali mencerdaskan jiwa-jiwa yang tumpul sehingga kita
mampu membedakan antara salah dan benar, halal dan haram, serta baik dan buruk.
Dengan ridha Allah swt., melalui shalat Istikharah, kita pun diberi kemampuan oleh
Allah untuk menentukan pilihan yang terbaik menurut-Nya.
D. Ritualisasi Shalat Istikharah
1. Psikologi Mimpi
Secara psikologis, mimpi adalah produk dari keinginan-keinginan yang ditekan secara
tidak sadar. Keinginan-keinginan bawah sadar yang tidak terselesaikan inilah yang
akhirnya berpotensi mengganggu kesadaran. Dalam mimpi, kesadaran kita menjadi
lebih lemah dan ketidaksadaran menjadi lebih banyak bekerja. Macrobius dan
Artemidorus mengemukakan pandangan tentang mimpi yang telah popular cukup
lama. Mereka membagi mimpi menjadi dua.
a. Mimpi yang berkaitan dengan masa lalu dan masa sekarang. Artinya, mimpi
punya hubungan dengan peristiwa-peristiwa sebelum tidur. Ketika seseorang tidur
dalam keadaan lapar, ia bisa mimpi menyantap makanan enak. Ketika seseorang

memikirkan hal-hal yang mengerikan atau ngobrol tentang hantu sebelum tidur, ia
bisa mengalami mimpi buruk (nightmare).
b. Mimpi yang berkaitan dengan masa depan. Artinya, mimpi bisa membawa pesan
tentang kejadian-kejadian yang akan terjadi. Mimpi ini terbagi menjadi tiga, yaitu:
Oraculum, yaitu mimpi kenabian (nubuwat) atau mimpi yang membawa
pesan dari Yang Ilahi.
Visio, yaitu mimpi ramalan untuk kejadian di masa mendatang.
Somnium, yaitu mimpi simbolis yang perlu ditafsirkan dengan hati-hati,
seperti bertemu naga atau monster.
Sigmund Freud (1865-1939) mengatakan bahwa mimpi adalah sumber informasi
yang penting dalam memahami pesan-pesan yang mengalir dari dunia
ketidaksadaran (the unconscious). Sayangnya, pesan-pesan dari ketidaksadaran
keluar lewat simbol-simbol yang seringkali membingungkan. Karen jalurnya
adalah symbol, mimpi tidak bisa diterjemahkan secara harfiah. Untuk itulah
dibutuhkan pengetahuan tentang simbol-simbol tersebut (bahasa mimpi).
Dalam Asrar An-Naum (Rahasia Alam Tidur), Prof. Dr. Ahmad Syauqi Ibrahim
mengatakan bahwa dilihat dari perspektif Ilmu Jiwa, mimpi terjadi karena
beberapa penyebab, di antaranya:
Segala sesuatu yang terjadi di lingkungan sekitar manusia (di tengah-
tengah aktivitas hariannya), berpengaruh terhadap jiwa orang tersebut.
Ketika tidur, ia akan bermimpi melihat sesuatu yang terjadi pada dirinya.
Faktor kejiwaan mempunyai pengaruh besar dalam membentuk mimpi.
Seseorang yang terancam suatu bahaya: baik harta, kesehatan, maupun
pekerjaan maka kebanyakan bahaya tersebut akan tampak dalam
mimpinya.
Freud berpendapat bahwa mimpi adalah kesenangan yang tersembunyi
dalam jiwa, yang terungkap dalam bentuk mimpi. Itu terjadi pada masa
kecil, di mana anak kecil selalu memimpikan hal-hal yang ia lihat. Freud
juga berpendapat, mimpi pada usia muda juga merupakan ungkapan
kenangan masa kecil seseorang.

2. Tafsir Psikologi Tentang Mimpi
Para penafsir mimpi sepakat bahwa mimpi adalah ungkapan yang berupa simbol-
simbol yang membutuhkan penafsiran secara benar. Simbol dan tanda-tanda yang
muncul dalam mimpi itu akan segera lenyap seiring dengan berubahnya pikiran,
kesenangan, atau angan-angan seseorang. Hal ini sangat dipengaruhi pula oleh
kondisi kejiwaan seseorang. Ada beberapa prinsip yang perlu diperhatikan dalam
menginterpretasikan mimpi.
Kadang-kadang, mimpi menunjukkan respons bawah sadar terhadap
rangsangan luar yang dialami tubuh.
Kadang-kadang, mimpi adalah halusinasi yang wajar sebelum masuk ke
dalam tidur lelap.
Kadang-kadang, mimpi adalah respons bawah sadar terhadap kondisi organ-
organ tubuh.
Kadang-kadang mimpi bersumber dari peristiwa yang terekam secara tidak
sadar dalam kegiatan sehari-hari.
3. Mimpi yang Benar
Mimpi yang benar ialah mimpi yang mengungkapkan kebenaran. Artinya, kata-kata
dalam mimpi itu terbukti kebenarannya dalam kenyataan. Menurut Muhammad Ibnu
Sirin dalam bukunya Tafsir Mimpi Menurut Al-Qur’an dan Sunnah, mimpi yang
benar terbagi empat.
Pertama, mimpi yang menginformasikan kebenaran dan menjadi kenyataan. Mimpi
demikian merupakan bagian dari kenabian karena Allah swt. berfirman,
“Sesungguhnya Allah akan membuktikan kepada Rasul-Nya tentang kebenaran
mimpinya dengan sebenarnya…” (Q.s. Al-Fath [48] : 27)
Kedua, mimpi yang baik. Mimpi demikian merupakan kabar gembira dari Allah,
seperti mimpi melihat Nabi saw., sahabat Nabi, dan orang shalih. Ketiga, mimpi
simbolis bisikan, yaitu yang terjadi dan dapat menjelaskan masalah rumit yang tengah
dihadapi dan kita tidak mampu menemukan solusinya. Solusi itu tampak dalam
bentuk gambaran atau symbol yang logis. Mimpi ini dapat ditafsirkan pada berbagai
persoalan.

Keempat, mimpi yang menakutkan, yaitu yang mengingatkan akan bahaya yang
mengancam atau suatu pengaruh yang mengganggu.
BAB III
KESIMPULAN
Shalat Istikharah dilakukan tidak saja ketika mengalami kebimbangan dalam menghadapi
dua hal yang sulit memilihnya, karena sama baiknya, tapi berbeda sisi kebaikannya, atau
memilih di antara dua kebijaksanaan yang sudah jelas arah dan tujuannya masing-masing. Akan
tetapi petunjuk Allah diperlukan dalam setiap langkah, kebijaksanaan, keputusan atau urusan apa
pun yang penting dalam hidup.
Jika shalat Istikharah ditinjau dari segi kejiwaan, maka dapat dikatakan bahwa ia
merupakan terapi (pengobatan) bagi gangguan kejiwaan yang disebut konflik jiwa. Konflik jiwa
ada yang bersifat ringan, hanya merupakan keragu-raguan ata kebimbangan yang dangkal, yang
segera berakhir, apabila telah diambil keputusan tentang mana yang dipilih. Akan tetapi ada juga
kebimbangan yang agak berat, karena harus memilih di antara dua hal yang bertentangan,
misalnya antara yang satu ingin dicapai, tapi yang lain ingin dihindari. Apabila yang diingini
dapat tercapai, maka yang tidak diinginkan terjadi.
Sungguh banyak macam gangguan kejiwaan yang disebabkan oleh konflik batin yang
tidak teratasi, bahkan tidak jarang orang terserang berbagai penyakit psiko-somatik (penyakit
fisik yang disebabkan terganggunya jiwa). Shalat Istikharah dalam segala urusan itu amat
penting, karena kadang-kadang manusia terdorong oleh emosi dan keinginan lahir tanpa
pertimbangan yang mendalam untuk mengambil keputusan atau kebijaksanaan tertentu, yang
kemudian mungkin disesali karena gagal, sehingga bahayanya tidak terhadap diri sendiri saja,
akan tetapi mengenai orang lain juga, bahkan mungkin menimbulkan bahaya bagi orang banyak.
Orang sering tidak sabar menunggu petunjuk Allah, setelah satu dua kali shalat Istikharah
mengharapkan petunjuk Allah dating. Namun tidak dapat dipastikan, berapa lama harus
menunggu petunjuk Allah, yang penting teruslah bermohon, insya Allah pada waktunya petunjuk
Allah akan dating juga.

DAFTAR PUSTAKA
Ayyash, Muhammad Abu, 2008. Keajaiban Shalat Istikharah. Jakarta: Qultum media.
Daradjat, Zakiah, 1996. Shalat Menjadikan Hidup Bermakna. Jakarta: CV. Ruhama.
Rusyda Babel Haqq, Baba, 2010. Shalat Istikharah: Cara dahsyat menentukan pilihan ideal dan
tepat. Jakarta: Citra risalah.
Siagan, S.P., 1990. Teori dan Praktek Pengambilan Keputusan. Jakarta: Haji Massagung.