Download - Shalat istikharah implikasinya terhadap pengambilan keputusan

Transcript
Page 1: Shalat istikharah  implikasinya terhadap pengambilan keputusan

SHALAT ISTIKHARAH IMPLIKASINYA TERHADAP PENGAMBILAN KEPUTUSAN

Oleh

DINA HAYA SUFYA

108070000051

FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

2011

Page 2: Shalat istikharah  implikasinya terhadap pengambilan keputusan

BAB 1

PENDAHULUAN

Allah telah menciptakan makhluknya dengan kasih sayang dan dengan kekuasaan-Nya,

begitu dalam kasih sayang tersebut, tak satu wajahpun yang sama dengan wajah lainnya sepintas

mungkin kelihatan ada yang sama, tapi bila diteliti lebih jauh dan lebih mendalam, banyak

ditemukan perbedaan, apakah itu lengkungan alis, lekok-lekok pada kuping, sayu dan tegarnya

pandangan mata dan sebaginya. Demikian pula dengan jalannya kehidupan, berbeda-beda,

mungkin sama persoalan, belum tentu sama pemecahan dan penyebabnya.

Hidup tidak satu warna, ada hitam dan ada putih, bahkan ada warna abu-abu di antara

keduanya. Ada tanah mendatar yang menjadi harapan setiap orang, tanjakan yang melelahkan,

bahkan ada turunan curam yang menakutkan. Itulah harga dan arti sebuah kehidupan. Selagi

paru-paru seseorang masih bernapas, detak jantung amsih berdetak, dan urat nadi masih dialiri

darah maka selama itu pula selalu ada masalah yang akan selalu menemaninya. Di saat seperti

itulah akan terlihat perbedaan pada diri setiap orang dalam menyikapi permasalahan yang

datang.

Bagi seorang muslim, sebuah masalah menjadi nilai dari setiap amal dan gerak. Ia ibarat

satu ujian yang harus dilewati sebagai indikasi meningkatnya iman dalam hatinya, atau sebuah

teguran yang Allah berikaan atas kesalahan yang ia lakukan sebagai sesuatu yang bisa

menyucikan dosa-dosanya, atau dari sebuah masalah tadi, Allah ingin mengangkat derajat

seorang muslim di sisi-Nya.

Semua ujian, bagi seorang muslim, akan mendapatkan balasan pahala di sisi Allah.

Hanya sekarang bagaimana kita menyikapi setiap permasalahan yang menghampiri kita, karena

bagi seorang muslim masalah ataupun cobaan adalah proses menuju mukmin yang sabar, teguh

dan tegar.

Ibarat tanah yang akan dijadikan batu bata, dalam proses pembuatannya perlu diinjak-

injak, dibanting, dicetak, dijemur, kemudian dibakar hingga menjadi matang. Perlu ada proses

pematangan pribadi dalam setiap tahapan dalam kehidupan.

Page 3: Shalat istikharah  implikasinya terhadap pengambilan keputusan

Menurut Ramadhan Al-Buthi dalam Fiqh Sirah-nya salah satu hikmah mengapa

Muhammad kecil sudah ditinggal oleh bapaknya saat berusia enam bulan dalam rahim ibunya,

kemudian disusul dengan kepergian ibunya saat berusia enam tahun, setelah itu beliau bekerja

menggembalakan kambing, adalah supaya Allah-lah yang langsung mendidik dan membentuk

Muhammad hingga menjadi seorang rasul yang mulia, pemimpin para rasul, dan itulah skenario

Allah, supaya tidak ada campur tangan manusia dalam proses Muhammad menjadi seorang rasul.

Ketika sebuah masalah itu datang dalam bentuk pilihan yang membutuhkan keputusan

tepat, berarti harus dilihat skala prioritasnya, mana yang harus didahulukan dan mana yang harus

diakhirkan. Tentu saja menurut kadar kepentingan yang tetap berorientasikan kepada nilai

ibadah. Pada saat keduanya mempunyai bobot yang sama, atau tidak ada yang kecenderungannya

lebih Dalam 'mengarungi' perjalanan hidup di dunia ini, sudah bukan mustahil manusia kerap

dihadang bermacam persoalan yang pelik, hingga membuatnya harus berhati-hati dalam

menentukan pilihan dan mengambil keputusan. Di antara aneka pilihan dan keputusan yang sulit

itu, bisa berupa soal jodoh, pekerjaan dan bahkan sampai memilih seorang pemimpin. Tak

diragukan lagi, kalau pilihan yang diambil, sungguh, mengandung resiko. Karena itu,

beruntunglah manusia yang memilih dengan pilihan yang tepat, sehingga membawanya ke arah

kebaikan. Tapi, bagaimana kalau seseorang 'terjerumus' dalam pilihan yang salah? Sudah pasti,

ia akan merugi. Sebab, pilihan yang buruk akan berakibat kerugian. Karena itu, agar manusia

tidak menyesal di kemudian hari atas pilihan atau keputusan yang diambil. Kanjeng Nabi Saw.

menganjurkan untuk melakukan shalat istikharah.

Shalat Istikharah adalah shalat sunnah 2 (dua) rakaat yang dilakukan ketika seseorang

ragu dalam memilih dua perkara atau lebih. Juga, ketika seseorang mengahadapi permasalahan

penting dalam memilih suatu keputusan yang berdampak besar. Dengan shalat itu, seseorang

dianjurkan agar meminta petunjuk atau bimbingan Allah supaya keputusan yang diambil

nantinya tidak salah.

Setiap permasalahan yang kita hadapi, atau apa pun yang akan kita lakukan mempunyai

kapasitas lebih supaya bisa dilihat baik buruknya setiap persoalan tadi. Namun, jangan lupa,

bahwa kita masih punya Allah, yang menjadi wakil dan penolong di setiap langkah dan

hembusan napas kita. Allah yang akan memberikan apa yang terbaik buat kita.

Page 4: Shalat istikharah  implikasinya terhadap pengambilan keputusan

Allah SWT dengan sifat Rahman-Nya akan meratakan kasih sayangnya kepada semua

makhluk-Nya. Kerajaan dan kemuliaan-Nya tidak akan berkurang sedikit pun seandainya semua

makhluk yang ada dari awal penciptaan sampai akhir mengingkari-Nya, dan ketaatan semua

makhluk tidak akan menambah sedikit pun kemuliaan-Nya.

Yang membedakan seorang hamba yang beristikharah dan selalu menyandarkan setiap

persoalannya kepada Allah adalah dia termasuk hamba-hamba yang paling dirahmati Allah

karena percaya atau tsiqah terhadap segala keputusan yang Allah berikan. Ia yakin setiap apa

yang Allah berikan kepadanya adalah yang terbaik untuk dunia dan akhiratnya. Karena, belum

tentu setiap apa yang kita sukai itu baik untuk kita. Allah berfirman, (ALbaqarah 216)

Bermacam selubung menutupi kehidupan ini, kita menemukan orang yang begitu tenang,

baik cara dia mengahadapi suatu persoalan, juga dalam menghadapi persoalan yang sangat rumit,

berat dan membebabn, dipecahkannya dengan hati yang lapang, tidak ada gejolak, gelombang

badai yang mendampar.

Kesulitan yang dihadapi manusia begitu kompleks dan pilihan-pilihan untuk memutuskan

suatu masalah sangat sulit ditemukan. Berapa banyak manusia kebingungan menghadapi

berbagai pilihan di dalam hidupnya, sehingga ia mengalami penderitaan kejiwaan, dan menjadi

lelah mengikuti kelabilan pendiriannya yang terombang-ambing dari satu pilihan ke pilihan yang

lain karena setiap ia mengejar yang satu yang dianggapnya unggul, setelah ia mendekati

pilihannya, tapi kemudian ia ragu lagi dengan pilihan yang pertama dan terbayang keistimewaan

yang lain yang ditinggalkannya itu. Lalu ia kembali mengejarnya dan meninggalkan yang

hamper dapat dicapainya itu. Namun pengalaman yang sama menyebabkannya ragu kembali

sehingga ia merasa lelah. Menurut Prof. Zakiah Daradjat keadaan yang demikian itu dapat

menjadi semacam gangguan kejiwaan yang dikenal dengan konflik kejiwaan.1

1 Zakiah Daradjat, Doa Menunjang Semangat Hidup, (Ruhana: Jakarta, 1996), hl. 32

Page 5: Shalat istikharah  implikasinya terhadap pengambilan keputusan

BAB II

KAJIAN TEORI

A. Shalat Istikharah

1. Pengertian Shalat Istikharah

Secara bahasa, Istikharah berasal dari kata khara-yakhiru, yang berarti memilih. Kata ini

kemudian mendapat tambahan huruf hamzah (yang disebut hamzah washal), sin, dan ta’

sehingga menjadi istikhara—yastakhiru—istikharatan, yang berarti usaha untuk

mendapatkan sesuatu yang terbaik dengan cara memohon petunjuk Allah. Istikharah bisa

juga diartikan meminta kepada Allah agar dimantapkan pada suatu pilihan.

Dari segi tata bahasa Arab, perubahan kata khara menjadi istikharah ini serupa dengan

perubahan yang terjadi pada kata istighfar. Kata yang amat familiar dan melekat dalam

keseharian kita ini berasal dari kata ghafara—yaghfiru, yang berarti mengampuni. Ketika

mendapat imbuhan hamzah, sin, dan ta’ maka menjadi istaghfara—yastaghfiru—

istighfaran, yang berarti meminta ampunan.

Kata lain yang memiliki akar serupa dengan istikharah adalah kata khair, yang berarti

kebaikan. Melihat keserupaan bangunan kata ini dapat disimpulkan bahwa istikharah

merupakan usaha spiritual untuk mendapatkan pencerahan dan kemantapan atas suatu hal

yang dipandang baik atau bahkan terbaik di sisi Allah swt.. Dalam terminologi Islam,

istilah ini kemudian dilekatkan pada suatu ritual tertentu berupa shalat, yang disebut

shalat istikharah.

Berbahagialah seseorang yang menyerahkan pilihan hidupnya kepada Allah, dan rugilah

orang yang meninggalkan Istikharah. Rasulullah saw. bersabda, “Di antara kebahagiaan

anak Adam adalah banyak meminta pilihan terbaik kepada Allah swt. dan ridha kepada

ketentuan yang telah ditetapkan Allah swt., dan di antara kesengsaraan anak Adam adalah

meninggalkan istikharah serta membenci (tidak rela) pada ketentuan yang telah

ditetapkan Allah swt..” (H.r. Ibnu Hibban, Al-Bazzar, dan Al-Ashbihani)

Page 6: Shalat istikharah  implikasinya terhadap pengambilan keputusan

2. Hukum Shalat Istikharah

“Rasulullah mengajari kami cara beristikharah (memohon petunjuk pilihan

terbaik) dalam berbagai persoalan, sebagaimana beliau mengajari kami satu surat dari Al-

Qur’an. Beliau bersabda, ‘Apabila seseorang di antara kamu mempunyai rencana untuk

mengerjakan sesuatu, hendaklah ia rukuk (shalat) dua rakaat yang bukan shalat wajib.

Kemudian bacalah: Allahumma inni astakhiruka bi ‘ilmika…..’.” (H.r. Bukhari dan

Ashhabus Sunan)

Berdasarkan hadits tersebut, Imam Nawawi berkomentar bahwa shalat Istikharah

hukumnya adalah sunnah. Pendapat senada juga dilontarkan Ibnu Hajar Al-Asqalani

dalam Fathul Bari. Lebih tegas lagi, dalam Fiqhu as-Sunnah, Sayyid Sabiq mengatakan

bahwa shalat Istikharah disunnahkan bagi orang yang menghadapi pilihan yang masih

membingungkan dirinya, manakah yang lebih baik di antara pilihan-pilihan yang ada.

Lebih lanjut Sayyid Sabiq mengatakan bahwa shalat sunnah ini dilakukan untuk

memilih suatu hal yang bersifat mubah, bukan wajib, sunnah, atau makruh, apalagi

haram. Karena, sesuatu yang bersifat wajib atau sunnah itu mathlubul fi’li (diharuskan

atau dianjurkan untuk dilaksanakan), sedangkan yang bersifat makruh atau haram itu

mathlubut tarki (dianjurkan atau diharuskan untuk ditinggalkan). Karena itulah, perlu

ditegaskan sekali lagi hanya berlaku untuk suatu pilihan yang bersifat mubah.

3. Waktu Shalat Istikharah

Shalat istikharah nyaris sama dengan shlat sunnah Muthlaq yang pada dasarnya

tidak memiliki waktu tertentu untuk melaksanakannya. Artinya, boleh dikerjakan kapan

pun: pagi, siang, ataupun malam; setelah menunaikan shalat fardhu atau shalat sunnah;

atau setelah melakukan aktivitas ibadah lain.

Akan tetapi, Syaikh Asy-Syaukani dalam kitabnya Nailul Authar mengatakan

bahwa istikharah tidak disunnahkan setelah shalat fardhu maupun shalat sunnah lain.

Dalam artian, ia dikerjakan secara terpisah dari shalat-shalat lain. Namun, menurut An-

Nawawi, istikharah itu tetap disunnahkan meskipun setelah selesai mendirikan shalat

Page 7: Shalat istikharah  implikasinya terhadap pengambilan keputusan

fardhu maupun shalat sunnah lain. Yang jelas, ketika mendapatkan masalah atau ingin

melakukan sesuatu maka beristikharahlah.

Shalat istikharah memang dapat dilakukan kapan pun, namun yang lebih utama

adalah dikerjakan pada malam hari terlebih pada sepertiga malam yang terakhir

sebagaimana shalat Tahajud. Karena pada saat itulah, di tengah keheningan malam, kita

lebih mudah mengonsentrasikan diri untuk bermunajat kepada Allah. Saat itu pula dialog

kita dengan-Nya menjadi lebih dekat, bahkan teramat dekat.

4. Bilangan Rakat Istikharah

Ketika seseorang ragu dalam memilih dua perkara atau lebih, atau ketika menghadapi

permasalahan penting dalam memilih suatu keputusan yang berdampak besar, ia

dianjurkan meminta petunjuk dan bimbingan Allah melalui shalat Istikharah supaya

keputusan yang diambilnya tidak salah.

Shalat Istikharah cukup dilakukan dua rakaat. Jadi, shalat Istikharah tidak perlu dilakukan

dengan jumlah bilangan yang banyak sebagaimana shalat Tarawih yang berjumlah 8 atau

20 rakaat, atau seperti shalat Witir yang maksimal dikerjakan 11 rakaat. Meski hanya dua

rakaat, namun apabila dilakukan dengan penuh keimanan dan ketundukan, insyaAllah

dua rakaat shalat Istikharah ini akan menjadi begitu berharga di hadapan Allah melebihi

shalat-shalat lain yang dilakukan semaunya saja.

5. Tata Cara Shalat Istikharah

Shalat istikharah boleh dikerjakan dua rakaat atau hingga dua belas rakaat (enam salam).

Selepas membaca Al-Fatihah pada rakaat yang pertama, baca Surah Al-Kafiruun (1 kali).

Selepas membaca Al-Fatihah pada rakaat yang kedua, baca 1 Surah Al-Ikhlas (1 kali).

Ada pula bacaan lainnya, selepas membaca Al-Fatihah pada rakaat yang pertama, baca

ayat Al-Kursi (7 kali). Selepas membaca Al-Fatihah pada rakaat yang kedua, baca Surah

Al-Ikhlas (11 kali).

Page 8: Shalat istikharah  implikasinya terhadap pengambilan keputusan

Setelah salam dilanjutkan do'a shalat istikharah kemudian memohon petunjuk dan

mengutarakan masalah yang dihadapi. Sebuah hadits tentang do'a setelah shalat

istikharah dari Jabir r.a mengemukakan bahwa do'a tersebut dapat berbunyi :

"Ya Allah, aku memohon petunjuk kebaikan kepada-Mu dengan ilmu-Mu. Aku memohon

kekuatan dengan kekuatan-Mu. Ya Allah, seandainya Engkau tahu bahwa masalah ini

baik untukku dalam agamaku, kehidupanku dan jalan hidupku, jadikanlah untukku dan

mudahkanlah bagi dan berkahilah aku di dalam masalah ini. Namun jika Engkau tahu

bahwa masalah ini buruk untukku, agamaku dan jalan hidupku, jauhkan aku darinya dan

jauhkan masalah itu dariku. Tetapkanlah bagiku kebaikan dimana pun kebaikan itu

berada dan ridhailah aku dengan kebaikan itu". (HR Al Bukhari)

B. Pengambilan Keputusan

1. Pengertian pengambilan keputusan.

Siagian (1990) mengemukakan definisi tentang pengambilan keputusan, yaitu:

pendekatan yang sistematis terhadap hakekat suatu masalah, pengumpulan fakta-fakta

dan data, penemuan yang matang dari alternative yang dihadapi dan mengambil tindakan

yang menurut perhitungan merupakan tindakan yang paling tepat. Keputusan yang

diambil beraneka ragam, tetapi ada tanda-tanda umumnya, yaitu:

1. Keputusan merupakan hasil berpikir, hasil usaha intelektual

2. Keputusan selalu melibatkan pilihan dari beberapa alternative

3. Keputusan selalu melibatkan tindakan nyata, walaupun pelaksanaannya boleh

ditangguhkan atau dilupakan. (Jalaluddin Rakhmat, 2005).

Berdasarkan tanda-tanda yang umum dalam pengambilan keputusan tersebut maka dapat

disimpulkan bahwa dalam pengambilan keputusan haruslah memenuhi beberapa hal yang

nantinya akan berpengaruh terhadap hasil dari keputusan tersebut. Artinya, keputusan

yang diambil dari hasil pemikiran atau usaha dari intelektual saja, namun juga ia harus

memiliki alternative yang lain serta mampu diwujudkan dalam tindakan nyata.

Selain itu, terlihat jelas bahwa pengambilan keputusan merupakan bagian dari pemecahan

masalah, dan melibatkan unsur-unsur masalah, tindakan memilih dan tanggung jawab

Page 9: Shalat istikharah  implikasinya terhadap pengambilan keputusan

pengambilan keputusan. Dengan demikian, dapat dibuat batasan bahwa pengertian

pengambilan keputusan adalah suatu tindakan memilih salah satu di antara sejumlah

alternative pilihan, dengan disertai tanggung jawab atas pilihan yang diambil.

2. Tahapan Pengambilan Keputusan

Para ahli umumnya mengartikan pengambilan keputusan sebagai cara memecahkan

masalah dengan memilih alternatif terbaik dari sejumlah alternative yang ada. Adapun

proses pengambilan keputusan adalah sebagai berikut:

1. Tahap Input

Pada tahap ini individu menemukan atau diberi suatu persoalan

2. Tahap Throughout (decision making stages)

Pada tahap ini masalah sudah dikenal

3. Tahap Output

Pada tahap ini keputusan telah selesai dibuat

Di samping tahapan-tahapan di atas, Janis dan Mann mengungkapkan 7 kriteria untuk

menguji efektifitas pengambilan keputusan, yaitu:

1. Secara menyeluruh melihat alternatif tindakan yang mungkin dilakukan

2. Mempertimbangkan seluruh tujuan yang akan dicapai dan nilai-nilai yang

terkandung di dalamnya

3. Secara hati-hati menimbang kerugian yang dihadapi, meperkirakan resiko-

resiko yang belum pasti, baik konsekuensi positif maupun negative

4. Secara intensif mencari informasi baru yang relevan untuk evaluasi lanjut

5. Membuka diri memperhitungkan informasi baru walaupun informasi itu tidak

mendukung pilihan yang disukainya

6. Menilai kembali konsekuensi positif dan negative setiap pilihan termasuk

pilihan yang semula tidak diterima sebelum mengambil keputusan akhir

7. Membuat langkah-langkah tindakan dan rencana yang terperinci dengan

mempertimbangkan kemungkinan tindakan antisipatif (Janis & Mann, 1979

dalam S.P. Siagan, 1990).

Page 10: Shalat istikharah  implikasinya terhadap pengambilan keputusan

3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pengambilan Keputusan

Faktor-faktor yang mempengaruhi pengambilan keputusan menurut Sondang P.

Siagian, (1990) diantaranya adalah factor individu dan lingkungan

1. Individu, orang yang memiliki pendirian yang tetap dengan orang yang tidak

memiliki pendirian yang tetap akan memiliki perbedaan dalam mengambil suatu

keputusan, yang berupa kualitas dan kuantitas pengetahuan yang dimiliki

individu.

2. Lingkungan, setiap keputusan mempunyai lingkungan sendiri yang bersifat khas.

Artinya, sesungguhnya semua keputusan harus taat kepada tekanan-tekanan yang

bersumber dari lingkungan.

Faktor-faktor lain yang juga mempengaruhi pengambilan keputusan individu dalam

menghadapi masalah atau konflik adalah:

1. Kuatnya motivasi. Bila motivasi yang timbul dari sebuah pilihan semakin kuat,

maka akan semakin kuat pula dorongan untuk memilih hal tersebut, dibandingkan

dengan pilihan yang timbul dari motivasi yang lemah.

2. Jarak, tempat, dan waktu. Individu akan cenderung mendekati atau menghindari

salah satu pilihan sesuai dengan jauh-dekatnya jarak, tempat, dan waktu dari

pilihan tersebut.

3. Pengharapan. Semakin besar harapan individu terhadap salah satu pilihan, maka

akan besar pula keinginannya untuk memilih pilihan tersebut.

4. Strategi Pengambilan Keputusan

Keputusan seseorang ditentukan oleh strategi yang digunakan untuk mengambil

keputusan. Setiap orang melakukan strategi pengambila keputusan yang berbeda-beda.

Tiap orang pun memiliki kemampuan yang berbeda-beda. Tiap orang pun memiliki

kemampuan yang berbda-beda. Oleh karena itu, walaupun strategi pengambilan

keputusan tampaknya dapat diklasifikasikan oleh para ahli, dan strategi pengambilan

keputusan itu bersifat unik (Atwater, 1984 dalam Sugiarto, 2004).

Page 11: Shalat istikharah  implikasinya terhadap pengambilan keputusan

Atwater (1984), mengklasifikasikan strategi pengambilan keputusan berdasarkan unsur

resiko yang terlibat di dalamnya:

1.Wish Strategy. Memilih alternative yang hasilnya paling diinginkan, tanpa

mempertimbangkan resiko. Strategi ini memilih alternatif yang dapat membawa pada

hasil yang diharapkan, tanpa memperhatikan resikonya.

2. Escape Strategy. Memilih alternative yang paling tinggi kecenderungannya untuk

dapat terhindar dari hasil yang buruk. Strategi ini memilih alternative yang paling

terhindar dari hasil yang paling buruk atau yang paling tidak diharapkan terjadi.

3. Safe Strategy. Memilih alternatif yang paling mendatangakan sukses, meski dengan

hasil yang kecil. Strategi ini memilih alternative yang paling tinggi

kecenderungannya untuk mencapai keberhasilan.

4. Combination Strategy. Memilih alternative yang menggabungkan kebolehjadian

paling besar dari keinginan yang paling besar. Dalam strategi ini alternative yang

dipilih dapat dikombinasikan kemungkinannya untuk memperoleh hasil yang

diinginkan dengan probabilitas peluang tertinggi.

5. Kendala-kendala dalam Pengambilan Keputusan

Kiranya perlu disadari, bahwa pemecahan masalah yang paling tepat melalui

pemikiran yang paling kreatif dan pengalaman dalam proses pengambilan keputusan

tetap mengandung resiko ketidakberhasilan atau tidak berjalan sesuai dengan yang

diharapkan. Keputusan yang diambil dapat saja tidak tepat, meleset, atau bahkan

mungkin salah sama sekali. Hal tersebut dapat disebabkan oleh beberapa faktor yang

menjadi kendala dalam proses pengambilan keputusan tersebut. Adapun kendala-

kendala tersebut, antara lain:

a. Dari dalam diri.

Kendala ini bersumber pada diri pengambil keputusan yang bersangkutan.

Kendala ini bisa berbagai macam dan terjadi karena berbagai alasan, tapi benar-

benar berdasarkan atau karena diri sendiri, bukan karena hal-hal lain di luar si

pengambil keputusan. Misal, pemikirannya, daya nalarnya, intuisinya sendiri,

pola-pola yang ia tempuh, kesehatan mental dan fisiknya serta semua hal yang

dari diri pengambilan keputusan.

b. Trauma masa lalu.

Page 12: Shalat istikharah  implikasinya terhadap pengambilan keputusan

Untuk hal-hal tertentu terkadang masa lalu ikut menentukan dalam proses

pengambilan keputusan dan bisa jadi ia merupakan hal yang menjadi kendala

dalam proses tersebut. Kendala dalam masa lalu tersebut menjadi ketakutan

tersendiri dalam diri si pengambilan keputusan. Ketakutan di sini maksudnya

ialah, karena berdasarkan pengalamannya yang telah lalu (saat mengambil

keputusan) ternyata keputusan yang diambil kurang atau tidak tepat, bahkan

merugikan banyak pihak. Sehingga terbentuklah ketakutan akan “kegagalan masa

lalu”.

c. Pemahaman yang Kurang Tepat Terhadap Informasi.

Dalam hal ini si pengambil keputusan mendapatkan kendala karena kurangnya

pengetahuan tentang berbagai informasi yang berkaitan dengan keputusan yang ia

akan ambil. Dapat dikatakan intuisi dan pengalaman dapat member sumbangan

yang berarti, karena kemampuan seseorang untuk menganalisa dan memahami

informasi yang masuk dapat menjadi kendala dalam proses pengambilan

keputusan seseorang.

d. Kurang Mampu Mengelola Waktu.

Dalam hal tertentu keputusan itu bergantung dengan ketepatan waktu. Jika orang

tersebut tidak dapat mengatur waktu dengan baik, maka hal itu akan berpengaruh

terhadap proses pengambilan keputusan.

e. Ketidakpastian.

Ketidak pastian juga merupakan hal yang dapat menjadi kendala dalam

mengambil suatu keputusan, seperti ketidakpastian tentang masalah apa atau hal

apa yang harus diambil keputusannya, kapan keputusan itu harus diambil, berapa

lama, dan ketidakpastian akan semua hal yang berkaitan dengan pengambilan

keputusan.

C. Shalat Istikharah dan Pengambilan Keputusan

Shalat Istikharah dan doa yang menyertainya sejatinya merupakan sebentuk permohonan

kepada Allah agar kita dibimbing dan dituntun menuju pilihan terbaik menurut-Nya.

Pilihan terbaik dalam konteks ini adalah menurut Allah swt., bukan menurut nafsu dan

ego kita. Agar istikhara kita mendapat jawaban terbaik dari Allah Ta’ala, ada beberapa

hal yang perlu diperhatikan.

Page 13: Shalat istikharah  implikasinya terhadap pengambilan keputusan

1. Luruskan niat.

Niat memiliki kedudukan tertinggi dalam ibadah. Suatu perbuatan tidak dibilang

ibadah manakala tidak disertai dengan niat. Artinya, tanpa niat perbuatan itu sekadar

menjadi rutinitas yang tidak bernilai ibadah terkontaminasi oleh ketidakikhlasan

maka akan mengurangi nilai dari ibadah itu sendiri.

Ketika kita sudah berniat melakukan shalat Istikharah semata karena Allah, kita harus

mengikhlaskan pilihan kita kepada-Nya. Mengikhlaskan pilihan kepada Allah berarti

menyerahkan semua urusan yang kita istikharahkan hanya kepada-Nya. Kita tidak

boleh menilai jelek, apalagi tidak bersyukur atas pilihan Allah dalam istikharah

tersebut.

Al-Fudhail bin ‘Iyadh pernah berpetuah, “Sesungguhnya amal perbuatan itu

meskipun benar tetapi tidak ikhlas maka tidak akan diterima. Begitu juga sebaliknya,

jika dilakukan dengan ikhlas tetapi tidak benar maka tidak akan diterima pula. Jadi,

amal perbuatan harus dilakukan dengan ikhlas dan benar. Yang dimasuk ikhlas ialah

dikerjakan hanya karena Allah, dan yang dimaksud dengan benar ialah dilakukan

sesuai dengan tuntutan sunnah Nabi saw..”

Ikhlas dapat mengubah keraguan menjadi kemantapan, kesedihan menjadi

kebahagiaan, dan kesulitan menjadi kemudahan. Mengikhlaskan pilihan kepada Allah

merupakan manifestasi tauhid yang paling tinggi. Karena itu, wajar jika Allah tidak

menerima ibadah hamba-hamba-Nya yang tidak diniatkan secara ikhlas menerima

keputusan Allah dalam istikharahnya, maka ia akan menjalankan keputusan yang

telah diambilnya itu secara penuh tanggung jawab. Bahkan, segala risiko—apa pun

bentuknya—sanggup dihadapinya dengan penuh keberanian dan kepercayaan diri.

Dengan menyerahkan pilihan kepada Allah, ada jaminan kebahagiaan yang akan kita

rasakan setiap waktu. Dengan meyakini apa yang dipilihkan Allah untuk kita adalah

yang terbaik maka ada jaminan kita tidak akan mengalami kekecewaan atas setiap

“kegagalan” yang dating. Karena, kita telah meyakini justru “kegagalan” itulah yang

terbaik untuk kita. Ingat, apa yang kita pandang “gagal” bisa saja justru yang terbaik

menurut Allah, dan apa yang kita pandang baik dan sukses bisa saja justru buruk dan

gagal menurut Allah.

2. Jangan hanya sekali.

Page 14: Shalat istikharah  implikasinya terhadap pengambilan keputusan

Rasulullah selalu melakukan istikharah pada setiap saat, yakni ketika akan melakukan

suatu pekerjaan atau mengambil keputusan. Beliau melakukannya bukan hanya untuk

persoalan-persoalan yang berat, tetapi juga yang ringan sekalipun. Sebaliknya, kita

jarang sekali menyertakan Allah dalam setiap pengambilan keputusan kita. Padahal,

setiap keputusan yang kita ambil memiliki risiko yang tidak kecil.

Betapa kita sering mengabaikan keberadaan Allah. Kita merasa begitu yakin dengan

segala yang kita lakukan, bahkan mungkin terlalu yakin dengan kemampuan diri

sendiri. Kita sering lupa bahwa ada Dzat Yang Berkuasa atas diri kita, yaitu Allah

Ta’ala.

Sering memohon kepada Allah merupakan bukti penghambaan kita kepada-Nya.

Bukti betapa lemahnya kita. Terus-menerus meminta (berdoa) yang dibarengi dengan

sikap menghamba, menyadari kelemahan, dan selalu merasa butuh kepada-Nya.

3. Utamakan sepertiga malam terakhir

Sepertiga malam terakhir adalah waktu yang paling istimewa untuk berdoa. Bahkan,

bukan hanya merupakan waktu yang istimewa untuk memohon, melainkan juga untuk

mengambil keputusan. Ahmad Hulusi, penulis buku An Up-to-Date Understanding of

Islam, mengatakan, “Sebagaimana sinyal parasit berkurang bila atmosfer bumi

membelakangi matahari dan penerimaan gelombang menjadi sangat mudah, otak

manusia juga lebih menjadi sensitif dan paling kuat terutama pada akhir malam.

Inilah yang terjadi pada penerimaan ilham dan penyampaian doa.”

Oleh karena itu, waktu sepertiga malam terakhir adalah waktu yang sangat istimewa

untuk kita isi dengan memanjatkan doa istikharah dan mempertimbangkan

pengambilan keputusan berdasarkan petunjuk-Nya.

4. Berpikir positif

Dalam melakukan istikharah, yakinlah bahwa Allah akan mengabulkan doa kita.

“Ana ‘inda zhanni ‘abdi bi (Aku sesuai sangkaan hamba-Ku kepada-Ku), “ begitulah

Allah menegaskan dalam sebuah hadits qudsi.

Keyakinan kita ini mirip dengan Law of Attraction (hokum tarik-menarik). Hukum ini

menyatakan bahwa jika kita berpikir positif terhadap sesuatu maka kita pun akan

mendapatkan hasil yang positif pula. Sebaliknya, jika kita memiliki pikiran yang

negative, serta-merta seluruh alam semesta seakan menjadikannya negative.

Page 15: Shalat istikharah  implikasinya terhadap pengambilan keputusan

5. Hadirkan hati

Kalimat-kalimat doa tidaklah cukup hanya kita ucapkan dan hapalkan dengan lisan.

Tetapi, lebih dari itu harus dibarengi juga dengan merenungkan makna-maknanya.

Artinya, saat bibir kita bergerak melafalkan doa-doa tersebut, hati juga harus turut

hadir di dalamnya. Karena itu, Al-‘Allamah Ibnul Qayyim menganggap kelalaian dan

ketidak-hadiran hati termasuk salah satu penghalang doa.

6. Kuatkan doa

Hendaknya seorang muslim memposisikan doa sebagaimana mestinya, yakni sebagai

satu ibadah yang harus dilakukan secara kontinu tanpa terikat keadaan, susah maupun

senang. Disebutkan dalam sebuah hadits, “Barangsiapa ingin dosanya dikabulkan

Allah pada waktu kesusahan, hendaklah ia banyak berdoa pada waktu lapang.” (H.r.

Tirmidzi)

Dari hadits ini dapat dipahami, janganlah manusia berdoa hanya pada waktu didera

bencana, musibah, atau di kala jatuh miskin saja. Tetapi, hendaklah ia juga senang

berdoa di waktu senang dan lapang. Dengan itu, Allah akan lebih mudah

mengabulkan doanya pada saat ditimpa kesusahan.

7. Jangan abaikan adab berdoa

Maulana Muhammad Jazri dalam kitab Hisnul Hasin menuliskan beberapa poin yang

harus dilakukan oleh seseorang ketika memanjatkan permohonan kepada Allah swt..

Bersungguh-sungguh dalam berdoa

Memperbanyak amal kebaikan sebelum berdoa

Meminta ampunan atas dosa-dosa yang dilakukan

Memohon pengabulan doa dengan perantara amal shalihnya

Memuji Allah sebelum dan setelah berdoa

Doa yang dimohonkan hendaknya masuk akal

Jangan berdoa untuk berbuat dosa atau memutuskan silaturahmi

Jangan memohon tergesa-gesa untuk dikabulkan

Yakinlah bahwa doa yang kita panjatkan akan dikabulkan

Berdoalah dari lubuk hati yang paling dalam dan penuh khusyuk. Sebab,

Allah tidak menerima doa yang dilakukan setengah hati atau lalai.

8. Bersungguh-sungguh dalam memilih

Page 16: Shalat istikharah  implikasinya terhadap pengambilan keputusan

Segala bentuk keberhasilan seseorang ditentukan oleh kesungguhannya dalam

memperjuangkan apa yang dicita-citakannya. Demikian pula orang yang diberi

petunjuk dan pilihan terbaik oleh Allah, mereka mendapatkan petunjuk-Nya juga

dikarenakan kesungguhannya dalam melakukan shalat Istikharah. Jadi, bukan saja

kesuksesan dan keberhasilan yang memerlukan kesungguhan, tetapi istikharah pun

harus demikian.

Agar tidak keliru dalam menentukan pilihan, setiap keputusan yang kita ambil

haruslah melalui proses pemikiran dan perenungan yang panjang. Namun, karena

keterbatasan akal dan pikiran kita, seringkali kita tidak mampu menjamin setiap

pilihan kita adalah hal yang terbaik. Karena itu, agar pilihan yang kita ambil benar-

benar yang terbaik maka sandarkanlah pilihan kita hanya kepada Allah melalui shalat

Istikharah yang sungguh-sungguh. Tanpa kesungguhan, mustahil istikharah kita dapat

menghasilkan jawaban yang cepat dan maksimal.

9. Landasi dengan kecerdasan jiwa

Kemampuan mengendalikan sifat pemarah, suka memfitnah, bergunjing, adu domba

dan buruk sanagka akan kembali mencerdaskan jiwa-jiwa yang tumpul sehingga kita

mampu membedakan antara salah dan benar, halal dan haram, serta baik dan buruk.

Dengan ridha Allah swt., melalui shalat Istikharah, kita pun diberi kemampuan oleh

Allah untuk menentukan pilihan yang terbaik menurut-Nya.

D. Ritualisasi Shalat Istikharah

1. Psikologi Mimpi

Secara psikologis, mimpi adalah produk dari keinginan-keinginan yang ditekan secara

tidak sadar. Keinginan-keinginan bawah sadar yang tidak terselesaikan inilah yang

akhirnya berpotensi mengganggu kesadaran. Dalam mimpi, kesadaran kita menjadi

lebih lemah dan ketidaksadaran menjadi lebih banyak bekerja. Macrobius dan

Artemidorus mengemukakan pandangan tentang mimpi yang telah popular cukup

lama. Mereka membagi mimpi menjadi dua.

a. Mimpi yang berkaitan dengan masa lalu dan masa sekarang. Artinya, mimpi

punya hubungan dengan peristiwa-peristiwa sebelum tidur. Ketika seseorang tidur

dalam keadaan lapar, ia bisa mimpi menyantap makanan enak. Ketika seseorang

Page 17: Shalat istikharah  implikasinya terhadap pengambilan keputusan

memikirkan hal-hal yang mengerikan atau ngobrol tentang hantu sebelum tidur, ia

bisa mengalami mimpi buruk (nightmare).

b. Mimpi yang berkaitan dengan masa depan. Artinya, mimpi bisa membawa pesan

tentang kejadian-kejadian yang akan terjadi. Mimpi ini terbagi menjadi tiga, yaitu:

Oraculum, yaitu mimpi kenabian (nubuwat) atau mimpi yang membawa

pesan dari Yang Ilahi.

Visio, yaitu mimpi ramalan untuk kejadian di masa mendatang.

Somnium, yaitu mimpi simbolis yang perlu ditafsirkan dengan hati-hati,

seperti bertemu naga atau monster.

Sigmund Freud (1865-1939) mengatakan bahwa mimpi adalah sumber informasi

yang penting dalam memahami pesan-pesan yang mengalir dari dunia

ketidaksadaran (the unconscious). Sayangnya, pesan-pesan dari ketidaksadaran

keluar lewat simbol-simbol yang seringkali membingungkan. Karen jalurnya

adalah symbol, mimpi tidak bisa diterjemahkan secara harfiah. Untuk itulah

dibutuhkan pengetahuan tentang simbol-simbol tersebut (bahasa mimpi).

Dalam Asrar An-Naum (Rahasia Alam Tidur), Prof. Dr. Ahmad Syauqi Ibrahim

mengatakan bahwa dilihat dari perspektif Ilmu Jiwa, mimpi terjadi karena

beberapa penyebab, di antaranya:

Segala sesuatu yang terjadi di lingkungan sekitar manusia (di tengah-

tengah aktivitas hariannya), berpengaruh terhadap jiwa orang tersebut.

Ketika tidur, ia akan bermimpi melihat sesuatu yang terjadi pada dirinya.

Faktor kejiwaan mempunyai pengaruh besar dalam membentuk mimpi.

Seseorang yang terancam suatu bahaya: baik harta, kesehatan, maupun

pekerjaan maka kebanyakan bahaya tersebut akan tampak dalam

mimpinya.

Freud berpendapat bahwa mimpi adalah kesenangan yang tersembunyi

dalam jiwa, yang terungkap dalam bentuk mimpi. Itu terjadi pada masa

kecil, di mana anak kecil selalu memimpikan hal-hal yang ia lihat. Freud

juga berpendapat, mimpi pada usia muda juga merupakan ungkapan

kenangan masa kecil seseorang.

Page 18: Shalat istikharah  implikasinya terhadap pengambilan keputusan

2. Tafsir Psikologi Tentang Mimpi

Para penafsir mimpi sepakat bahwa mimpi adalah ungkapan yang berupa simbol-

simbol yang membutuhkan penafsiran secara benar. Simbol dan tanda-tanda yang

muncul dalam mimpi itu akan segera lenyap seiring dengan berubahnya pikiran,

kesenangan, atau angan-angan seseorang. Hal ini sangat dipengaruhi pula oleh

kondisi kejiwaan seseorang. Ada beberapa prinsip yang perlu diperhatikan dalam

menginterpretasikan mimpi.

Kadang-kadang, mimpi menunjukkan respons bawah sadar terhadap

rangsangan luar yang dialami tubuh.

Kadang-kadang, mimpi adalah halusinasi yang wajar sebelum masuk ke

dalam tidur lelap.

Kadang-kadang, mimpi adalah respons bawah sadar terhadap kondisi organ-

organ tubuh.

Kadang-kadang mimpi bersumber dari peristiwa yang terekam secara tidak

sadar dalam kegiatan sehari-hari.

3. Mimpi yang Benar

Mimpi yang benar ialah mimpi yang mengungkapkan kebenaran. Artinya, kata-kata

dalam mimpi itu terbukti kebenarannya dalam kenyataan. Menurut Muhammad Ibnu

Sirin dalam bukunya Tafsir Mimpi Menurut Al-Qur’an dan Sunnah, mimpi yang

benar terbagi empat.

Pertama, mimpi yang menginformasikan kebenaran dan menjadi kenyataan. Mimpi

demikian merupakan bagian dari kenabian karena Allah swt. berfirman,

“Sesungguhnya Allah akan membuktikan kepada Rasul-Nya tentang kebenaran

mimpinya dengan sebenarnya…” (Q.s. Al-Fath [48] : 27)

Kedua, mimpi yang baik. Mimpi demikian merupakan kabar gembira dari Allah,

seperti mimpi melihat Nabi saw., sahabat Nabi, dan orang shalih. Ketiga, mimpi

simbolis bisikan, yaitu yang terjadi dan dapat menjelaskan masalah rumit yang tengah

dihadapi dan kita tidak mampu menemukan solusinya. Solusi itu tampak dalam

bentuk gambaran atau symbol yang logis. Mimpi ini dapat ditafsirkan pada berbagai

persoalan.

Page 19: Shalat istikharah  implikasinya terhadap pengambilan keputusan

Keempat, mimpi yang menakutkan, yaitu yang mengingatkan akan bahaya yang

mengancam atau suatu pengaruh yang mengganggu.

BAB III

KESIMPULAN

Shalat Istikharah dilakukan tidak saja ketika mengalami kebimbangan dalam menghadapi

dua hal yang sulit memilihnya, karena sama baiknya, tapi berbeda sisi kebaikannya, atau

memilih di antara dua kebijaksanaan yang sudah jelas arah dan tujuannya masing-masing. Akan

tetapi petunjuk Allah diperlukan dalam setiap langkah, kebijaksanaan, keputusan atau urusan apa

pun yang penting dalam hidup.

Jika shalat Istikharah ditinjau dari segi kejiwaan, maka dapat dikatakan bahwa ia

merupakan terapi (pengobatan) bagi gangguan kejiwaan yang disebut konflik jiwa. Konflik jiwa

ada yang bersifat ringan, hanya merupakan keragu-raguan ata kebimbangan yang dangkal, yang

segera berakhir, apabila telah diambil keputusan tentang mana yang dipilih. Akan tetapi ada juga

kebimbangan yang agak berat, karena harus memilih di antara dua hal yang bertentangan,

misalnya antara yang satu ingin dicapai, tapi yang lain ingin dihindari. Apabila yang diingini

dapat tercapai, maka yang tidak diinginkan terjadi.

Sungguh banyak macam gangguan kejiwaan yang disebabkan oleh konflik batin yang

tidak teratasi, bahkan tidak jarang orang terserang berbagai penyakit psiko-somatik (penyakit

fisik yang disebabkan terganggunya jiwa). Shalat Istikharah dalam segala urusan itu amat

penting, karena kadang-kadang manusia terdorong oleh emosi dan keinginan lahir tanpa

pertimbangan yang mendalam untuk mengambil keputusan atau kebijaksanaan tertentu, yang

kemudian mungkin disesali karena gagal, sehingga bahayanya tidak terhadap diri sendiri saja,

akan tetapi mengenai orang lain juga, bahkan mungkin menimbulkan bahaya bagi orang banyak.

Orang sering tidak sabar menunggu petunjuk Allah, setelah satu dua kali shalat Istikharah

mengharapkan petunjuk Allah dating. Namun tidak dapat dipastikan, berapa lama harus

menunggu petunjuk Allah, yang penting teruslah bermohon, insya Allah pada waktunya petunjuk

Allah akan dating juga.

Page 20: Shalat istikharah  implikasinya terhadap pengambilan keputusan

DAFTAR PUSTAKA

Ayyash, Muhammad Abu, 2008. Keajaiban Shalat Istikharah. Jakarta: Qultum media.

Daradjat, Zakiah, 1996. Shalat Menjadikan Hidup Bermakna. Jakarta: CV. Ruhama.

Rusyda Babel Haqq, Baba, 2010. Shalat Istikharah: Cara dahsyat menentukan pilihan ideal dan

tepat. Jakarta: Citra risalah.

Siagan, S.P., 1990. Teori dan Praktek Pengambilan Keputusan. Jakarta: Haji Massagung.