sgb edit1

26
1 BAB I PENDAHULUAN Sindrom Guillain-barre (SGB) atau secara klinis sering disebut “Poli Radikulo Neuropati inflamasi akut (PIA)”. Sindrom Guillain Barre sering disebut juga acute inflamating demyelinating polyneuropathy atau acute ascending paralysis yang merupakan kelainan pada saraf perifer yang bersifat peradangan di luar otak dan medulla spinalis. Pada Sindrom ini sering dijumpai adanya kelemahan yang cepat atau bisa terjadi paralysis dari tungkai atas, tungkai bawah, otot-otot pernafasan dan wajah. Sindrom ini dapat terjadi pada segala umur dan tidak bersifat herediter dan dikenal sebagai Landry’s Paralisis ascending. Pertama dideskripsikan oleh Landry, 1859 menyebutnya sebagai suatu penyakit akut, ascending dan paralysis motorik dengan gagal napas. (1)

description

hhhhhhh

Transcript of sgb edit1

BAB IPENDAHULUAN

Sindrom Guillain-barre (SGB) atau secara klinis sering disebut Poli Radikulo Neuropati inflamasi akut (PIA). Sindrom Guillain Barre sering disebut juga acute inflamating demyelinating polyneuropathy atau acute ascending paralysis yang merupakan kelainan pada saraf perifer yang bersifat peradangan di luar otak dan medulla spinalis. Pada Sindrom ini sering dijumpai adanya kelemahan yang cepat atau bisa terjadi paralysis dari tungkai atas, tungkai bawah, otot-otot pernafasan dan wajah. Sindrom ini dapat terjadi pada segala umur dan tidak bersifat herediter dan dikenal sebagai Landrys Paralisis ascending. Pertama dideskripsikan oleh Landry, 1859 menyebutnya sebagai suatu penyakit akut, ascending dan paralysis motorik dengan gagal napas.(1) Penyakit ini terdapat di seluruh dunia pada setiap musim, menyerang semua umur. Insidensi SGB bervariasi antara 0.6 sampai 1.9 kasus per 100.000 orang pertahun. SGB sering sekali berhubungan dengan infeksi akut non spesifik. Insidensi kasus SGB yang berkaitan dengan infeksi ini sekitar antara 56% - 80%, yaitu 1 sampai 4 minggu sebelum gejala neurologi timbul seperti infeksi saluran pernafasan atas atau infeksi gastrointestinal. Kelainan ini juga dapat menyebabkan kematian, pada 3 % pasien, yang disebabkan oleh gagal napas dan aritmia. Gejala yang terjadinya biasanya hilang 3 minggu setelah gejala pertama kali timbul. Sekitar 30 % penderita memiliki gejala sisa kelemahan setelah 3 tahun. Tiga persen pasien dengan SGB dapat mengalami relaps yang lebih ringan beberapa tahun setelah onset pertama. Bila terjadi kekambuhan atau tidak ada perbaikan pada akhir minggu IV maka termasuk Chronic Inflammantory Demyelinating Polyradiculoneuropathy (CIDP). Sampai saat ini belum ada terapi spesifik untuk SGB. Pengobatan secara simtomatis dan perawatan yang baik dapat memperbaiki prognosisnya.(2)

BAB IITINJAUAN PUSTAKA

2.1 SEJARAHPada tahun 1859, seorang neurolog Perancis, Jean-Baptiste Landry pertama kali menulis tentang penyakit ini, sedangkan istilah landry ascending paralysis diperkenalkan oleh Westphal. Osler menyatakan terdapatnya hubungan SGB dengan kejadian infeksi akut. Pada tahun 1916, Guillain, Barre dan Strohl menjelaskan tentang adanya perubahan khas berupa peninggian protein cairan serebrospinal (CSS) tanpa disertai peninggian jumlah sel. Keadaan ini disebut sebagai disosiasi sitoalbuminik. Nama SGB dipopulerkan oleh Draganescu dan Claudian. Menurut Lambert dan Murder mengatakan bahwa untuk menegakkan diagnosa SGB selain berdasarkan gejala klinis, pemeriksaan CSS, juga adanya kelainan pada pemeriksaan EMG dapat membantu menegakkan diagnosa. Terdapat perlambatan kecepatan hantar saraf pada EMG. (1)

2.2 DEFINISISindrom Guillain Barre adalah polineuropati inflamasi akut yang mengalami denielinasi. Pada sebagian besar pasien, pada sebagian besar pasien, sindrom ini berkaitan dengan infeksi yang terjadi sebelumnya. Terdapat keterlibatan motorik yang lebih dominan, seringkali melibatkan otot pernapasan dan bulbar, juga kebutuhan untuk tata laksana kedaruratan. (3)SGB merupakan Polineuropati akut, bersifat simetris dan ascenden, yang biasanya terjadi 1 3 minggu dan kadang sampai 8 minggu setelah suatu infeksi akut. SGB merupakan Polineuropati pasca infeksi yang menyebabkan terjadinya demielinisasi saraf motorik kadang juga mengenai saraf sensorik. SGB ialah polineuropati yang menyeluruh, dapat berlangsung akut atau subakut, mungkin terjadi spontan atau sesudah suatu infeksi. (4)

2.3 EPIDEMIOLOGI Di Amerika Serikat: insiden SGB per tahun berkisar antara 0,4 2,0 per 100.000 orang, tidak diketahui jumlah kasus terbanyak menurut musim yang ada di Amerika Serikat Internasional: angka kejadian sama yakni 1 3 per 100.000 orang per tahun di seluruh dunia untuk semua iklim dan sesama suku bangsa, kecuali di China yang dihubungkan dengan musim dan infeksi Campylobacter memiliki predileksi pada musim panas. Dapat mengenai pada semua usia, terutama puncaknya pada usia dewasa muda. Dapat juga terjadi pada usia tua, yang diyakini disebabkan oleh penurunan mekanisme imunosupresor. Perbandingan antara pria dan wanita adalah 1,25 : 1.(5)2.4 KLASIFIKASIBerikut terdapat klasifikasi dari SGB, yaitu: (2,4)1. Acute Motor-Sensory Axonal Neuropathy (AMSAN)Sering muncul cepat dan mengalami paralisis yang berat dengan perbaikan yang lambat dan buruk. Seperti tipe AMAN yang berhubungan dengan infeksi saluran cerna C jejuni. Patologi yang ditemukan adalah degenerasi akson dari serabut saraf sensorik dan motorik yang berat dengan sedikir demielinisasi.2. Acute Motor-Axonal Neuropathy (AMAN)Berhubungan dengan infeksi saluran cerna C jejuni dan titer antibody gangliosid meningkat (seperti, GM1, GD1a, GD1b). Penderita tipe ini memiliki gejala klinis motorik dan secara klinis khas untuk tipe demielinisasi dengan asending dan paralysis simetris. AMAN dibedakan dengan hasil studi elektrodiagnostik dimana didapatkan adanya aksonopati motorik. Pada biopsy menunjukkan degenerasi wallerian like tanpa inflamasi limfositik. Perbaikannya cepat, disabilitas yang dialami penderita selama lebih kurang 1 tahun. (2,4)3. Miller Fisher SyndromeVariasi dari SGB yang umum dan merupakan 5 % dari semua kasus SGB. Sindroma ini terdiri dari ataksia, optalmoplegia dan arefleksia. Ataksia terlihat pada gaya jalan dan pada batang tubuh dan jarang yang meliputi ekstremitas. Motorik biasanya tidak terkena. Perbaikan sempurna terjadi dalam hitungan minggu atau bulan.4. Chronic Inflammatory Demyelinative Polyneuropathy (CIDP)CIDP memiliki gambaran klinik seperti AIDP, tetapi perkembangan gejala neurologinya bersifat kronik. Pada sebagian anak, kelainan motorik lebih dominant dan kelemahan otot lebih berat pada bagian distal5. Acute pandysautonomiaTanpa sensorik dan motorik merupakan tipe SGB yang jarang terjadi. Disfungsi dari sistem simpatis dan parasimparis yang berat mengakibatkan terjadinya hipotensi postural, retensi saluran kemih dan saluran cerna, anhidrosis, penurunan salvias dan lakrimasi dan abnormalitas dari pupil. (2,4)

2.5 ETIOLOGI Mikroorganisme penyebab belum pernah ditemukan pada penderita dan bukan merupakank penyakit yang menular juga tidak diturunkan secara herediter. Penyakit ini merupakan proses autoimun. Tetapi sekitar setengah dari seluruh kasus terjadi setelah penyakit infeksi virus atau bakteri seperti dibawah ini : (1,4)Penyebabnya tidak diketahui, namun mekanisme patogenetik mencakup demielinasi inflamasi dengan berbagai kerusakan akson pada sistem saraf perifer. Proses autoimun diperkirakan dipicu oleh berbagai agen.(6) Infeksi virus : Citomegalovirus (CMV), Ebstein Barr Virus (EBV), enterovirus, Human Immunodefficiency Virus (HIV). Infeksi bakteri : Campilobacter Jejuni, Mycoplasma Pneumonie. Pascah pembedahan dan Vaksinasi. 50% dari seluruh kasus terjadi sekitar 1-3 minggu setelah terjadi penyakit Infeksi Saluran Pernapasan Atas (ISPA) dan Infeksi Saluran Pencernaan.

2.6 PATOLOGIPada pemeriksaan makroskopis tidak tampak jelas gambaran pembengkakan saraf tepi. Dengan mikroskop sinar tampak perubahan pada saraf tepi. Perubahan pertama berupa edema yang terjadi pada hari ketiga atau keempat, kemudian timbul pembengkakan dan iregularitas selubung mielin pada hari kelima, terlihat beberapa limfosit pada hari kesembilan dan makrofag pada hari kesebelas, poliferasi sel schwan pada hari ketigabelas. Perubahan pada mielin, akson, dan selubung schwan berjalan secara progresif, sehingga pada hari keenampuluh enam, sebagian radiks dan saraf tepi telah hancur. Kerusakan mielin disebabkan makrofag yang menembus membran basalis dan melepaskan selubung mielin dari sel schwan dan akson. (5)

2.7 PATOGENESISMekanisme bagaimana infeksi, vaksinasi, trauma, atau faktor lain yang mempresipitasi terjadinya demielinisasi akut pada SGB masih belum diketahui dengan pasti. Banyak ahli membuat kesimpulan bahwa kerusakan saraf yang terjadi pada sindroma ini adalah melalui mekanisme imunlogi. Bukti-bukti bahwa imunopatogenesa merupakan mekanisme yang menimbulkan jejas saraf tepi pada sindroma ini adalah: (5)1. Didapatkannya antibodi atau adanya respon kekebalan seluler (cell mediated immunity) terhadap agen infeksius pada saraf tepi.2. Adanya auto antibodi terhadap sistem saraf tepi.3. Didapatkannya penimbunan kompleks antigen antibodi dari peredaran pada pembuluh darah saraf tepi yang menimbulkan proses demielinisasi saraf tepiProses demielinisasi saraf tepi pada SGB dipengaruhi oleh respon imunitas seluler dan imunitas humoral yang dipicu oleh berbagai peristiwa sebelumnya. Pada SGB, gangliosid merupakan target dari antibodi. Ikatan antibodi dalam sistem imun tubuh mengaktivasi terjadinya kerusakan pada myelin. Alasan mengapa komponen normal dari serabut mielin ini menjadi target dari sistem imun belum diketahui, tetapi infeksi oleh virus dan bakteri diduga sebagai penyebab adanya respon dari antibodi sistem imun tubuh. Hal ini didapatkan dari adanya lapisan lipopolisakarida yang mirip dengan gangliosid dari tubuh manusia. Campylobacter jejuni, bakteri patogen yang menyebabkan terjadinya diare, mengandung protein membran yang merupakan tiruan dari gangliosid GM1. Pada kasus infeksi oleh Campylobacter jejuni, kerusakan terutama terjadi pada degenerasi akson. Perubahan pada akson ini menyebabkan adanya cross-reacting antibodi ke bentuk gangliosid GM1 untuk merespon adanya epitop yang sama. Berdasarkan adanya sinyal infeksi yang menginisisasi imunitas humoral maka sel-T merespon dengan adanya infiltrasi limfosit ke spinal dan saraf perifer. Terbentuk makrofag di daerah kerusakan dan menyebabkan adanya proses demielinisasi dan hambatan penghantaran impuls saraf. (5)

2.8 GEJALA KLINISSindrom Guillain-Barre sering dimulai dengan kesemutan dan kelemahan mulai di kaki dan kaki dan menyebar ke tubuh bagian atas dan lengan. Pada sekitar 10 persen orang dengan gangguan tersebut, gejala dimulai pada lengan atau wajah. Sindrom Guillain-Barre berlangsung, kelemahan otot dapat berkembang menjadi kelumpuhan.(2)Tanda dan gejala sindrom Guillain-Barre mungkin termasuk: Menusuk-nusuk, "kesemutan" sensasi di jari, jari kaki, pergelangan kaki atau pergelangan tangan Kelemahan di kaki Anda yang menyebar ke tubuh bagian atas Anda Goyah berjalan atau ketidakmampuan untuk berjalan atau naik tangga Kesulitan dengan mata atau wajah gerakan, termasuk berbicara, mengunyah atau menelan Nyeri berat yang mungkin merasa pegal atau kram seperti dan mungkin lebih buruk di malam hari Kesulitan dengan kontrol kandung kemih atau fungsi usus Denyut jantung cepat Tekanan darah rendah atau tinggi Kesulitan bernapasOrang dengan sindrom Guillain-Barre biasanya mengalami kelemahan yang paling signifikan mereka dalam waktu dua sampai empat minggu setelah gejala dimulai. Pemulihan biasanya dimulai 2-4 minggu setelah kelemahan dataran tinggi. Jenis Setelah dianggap sebagai gangguan tunggal, sindrom Guillain-Barre sekarang diketahui terjadi dalam beberapa bentuk. Jenis utama adalah:Demielinasi inflamasi akut polyradiculoneuropathy (AIDP), bentuk yang paling umum di Amerika Serikat tanda yang paling umum dari AIDP adalah kelemahan otot yang dimulai di bagian bawah tubuh Anda dan menyebar ke atas.Sindrom Miller Fisher (MFS), di mana kelumpuhan dimulai di mata. MFS juga berhubungan dengan gaya goyah. MFS terjadi pada sekitar 5 persen orang dengan sindrom Guillain-Barre di AS tapi lebih sering terjadi di Asia.Akut bermotor akson neuropati (AMAN) dan akut motor-sensorik aksonal neuropati (AMSAN), yang kurang umum di Amerika Serikat, tetapi lebih sering di Cina, Jepang dan Meksiko.(2)

2.9 KRITERIA DIAGNOSADiagnosa SGB terutama ditegakkan secara klinis. SBG ditandai dengan timbulnya suatu kelumpuhan akut yang disertai hilangnya refleks-refleks tendon dan didahului parestesi dua atau tiga minggu setelah mengalami demam disertai disosiasi sitoalbumin pada likuor dan gangguan sensorik dan motorik perifer.(5) Kriteria diagnosa yang umum dipakai adalah criteria dari National Institute of Neurological and Communicative Disorder and Stroke (NINCDS), yaitu: 1. Ciri-ciri yang perlu untuk diagnosis: Terjadinya kelemahan yang progresif Hiporefleksi(5)2. Ciri-ciri yang secara kuat menyokong diagnosis SGB: a. Ciri-ciri klinis: Progresifitas: gejala kelemahan motorik berlangsung cepat, maksimal dalam 4 minggu, 50% mencapai puncak dalam 2 minggu, 80% dalam 3 minggu, dan 90% dalam 4 minggu. Relatif simetris Gejala gangguan sensibilitas ringan Gejala saraf kranial 50% terjadi parese N VII dan sering bilateral. Saraf otak lain dapat terkena khususnya yang mempersarafi lidah dan otot-otot menelan, kadang < 5% kasus neuropati dimulai dari otot ekstraokuler atau saraf otak lain Pemulihan: dimulai 2-4 minggu setelah progresifitas berhenti, dapat memanjang sampai beberapa bulan. Disfungsi otonom. Takikardi dan aritmia, hipotensi postural, hipertensi dangejala vasomotor. Tidak ada demam saat onset gejala neurologis b. Ciri-ciri kelainan cairan serebrospinal yang kuat menyokong diagnosa: Protein CSS. Meningkat setekah gejala 1 minggu atau terjadi peningkatan pada LP serial Jumlah sel CSS < 10 MN/m Varian: Tidak ada peningkatan protein CSS setelah 1 minggu gejala Jumlah sel CSS: 11-50 MN/mmc. Gambaran elektrodiagnostik yang mendukung diagnosa: Perlambatan konduksi saraf bahkan blok pada 80% kasus. Biasanya kecepatan hantar kurang 60% dari normal.(5)

2.10 TERAPISampai saat ini belum ada pengobatan spesifik untuk SGB, pengobatan terutama secara simptomatis. Tujuan utama penatalaksanaan adalah mengurangi gejala, mengobati komplikasi, mempercepat penyembuhan dan memperbaiki prognosisnya. Penderita pada stadium awal perlu dirawat di rumah sakit untuk terus dilakukan observasi tanda-tanda vital. Penderita dengan gejala berat harus segera di rawat di rumah sakit untuk memdapatkan bantuan pernafasan, pengobatan dan fisioterapi. Adapun penatalaksanaan yang dapat dilakukan adalah :2

1. Sistem pernapasanGagal nafas merupakan penyebab utama kematian pada penderita SGB. Pengobatan lebih ditujukan pada tindakan suportif dan fisioterapi. Bila perlu dilakukan tindakan trakeostomi, penggunaan alat Bantu pernapasan (ventilator) bila vital capacity turun dibawah 50%.2. FisioterapiFisioterapi dada secara teratur untuk mencegah retensi sputum dan kolaps paru. Gerakan pasif pada kaki yang lumpuh mencegah kekakuan sendi. Segera setelah penyembuhan mulai (fase rekonvalesen), maka fisioterapi aktif dimulai untuk melatih dan meningkatkan kekuatan otot.(2)3.Imunoterapi Tujuan pengobatan SGB ini untuk mengurangi beratnya penyakit dan mempercepat kesembuhan ditunjukan melalui system imunitas.(2)a. Plasma exchange therapy (PE)Plasmaparesis atau plasma exchange bertujuan untuk mengeluarkan faktor autoantibodi yang beredar. Pemakaian plasmaparesis pada SGB memperlihatkan hasil yang baik, berupa perbaikan klinis yang lebih cepat, penggunaan alat bantu nafas yang lebih sedikit, dan lama perawatan yang lebih pendek. Waktu yang paling efektif untuk melakukan PE adalah dalam 2 minggu setelah munculnya gejala. Jumlah plasma yang dikeluarkan per exchange adalah 40-50 ml/kg dalam waktu 7-10 hari dilakukan empat sampai lima kali exchange.(2)b. Imunoglobulin IVIntravenous inffusion of human Immunoglobulin (IVIg) dapat menetralisasi autoantibodi patologis yang ada atau menekan produksi auto antibodi tersebut. Pengobatan dengan gamma globulin intravena lebih menguntungkan dibandingkan plasmaparesis karena efek samping/komplikasi lebih ringan. Pemberian IVIg ini dilakukan dalam 2 minggu setelah gejala muncul dengan dosis 0,4 g / kgBB /hari selama 5 hari.(2)c. KortikosteroidKebanyakan penelitian mengatakan bahwa penggunaan preparat steroid tidak mempunyai nilai/tidak bermanfaat untuk terapi SGB.(5)

2.11 DIAGNOSIS BANDING PoliomielitisPada poliomyelitis ditemukan kelumpuhan disertai demam, tidak ditemukan gangguan sensorik, kelumpuhan yang tidak simetris, dan Cairan cerebrospinal pada fase awal tidal normal dan didapatkan peningkatan jumlah sel. Myositis AkutPada miositis akut ditemukan kelumpuhan akut biasanya proksimal, didapatkan kenaikan kadar CK (Creatine Kinase), dan pada Cairan serebrospinal normal. Myastenia gravis (didapatkan infiltrate pada motor end plate, lelumpuhan tidak bersifat ascending) CIPD (Chronic Inflammatory Demyelinating Polyradical Neuropathy) didapatkan progresifitas penyakit lebih lama dan lambat. Juga ditemukan adanya kekambuhan kelumpuhan atau pada akhir minggu keempat tidak ada perbaikan. (2,3)2.12 PEMERIKSAAN PENUNJANG pungsi lumbal biasanya menunjukkan peningkatan konsentrasi protein dalam cairan cesebrospinal dengan hitung sel normal(disosiasi albuminositologis) meskipun pada tahap awal penyakit temuan normal.(3) Pemeriksaan EMG dan konduksi saraf, dapat mengkonfirmasi neuropati dieliminisasi, namun hanya menunjukkan abnormalitas ringan atau tidak ada abnormalitas pada tahap awal. Hingga seperempat pasien akan memiliki antobodi terhadap gangliosida yang bersirkulasi.Karena seringkali hasil pemeriksaan penunjang ini negatif. Maka tes lain penting dilakukan untuk menyingkirkan gangguan yang termasuk dalam diagnosis banding.(3)

2.13 PROGNOSISPada umumnya penderita mempunyai prognosis yang baik, tetapi pada sebagian kecil penderita dapat meninggal atau mempunyai gejala sisa. Penderita SGB dapat sembuh sempurna (75-90%) atau sembuh dengan gejala sisa berupa dropfoot atau tremor postural (25-36%). Penyembuhan dapat memakan waktu beberapa minggu sampai beberapa tahun.(5)

BAB IIIKESIMPULAN

Sindrom Guillain Barre adalah polineuropati inflamasi akut yang mengalami denielinasi. Pada sebagian besar pasien, pada sebagian besar pasien, sindrom ini berkaitan dengan infeksi yang terjadi sebelumnya. Terdapat keterlibatan motorik yang lebih dominan, seringkali melibatkan otot pernapasan dan bulbar, juga kebutuhan untuk tata laksana kedaruratan. Berikut terdapat klasifikasi dari SGB, yaitu: 1. Acute Motor-Sensory Axonal Neuropathy (AMSAN)2. Acute Motor-Axonal Neuropathy (AMAN)3. Miller Fisher Syndrome4. Chronic Inflammatory Demyelinative Polyneuropathy (CIDP)5. Acute pandysautonomiaPenyebabnya tidak diketahui, namun mekanisme patogenetik mencakup demielinasi inflamasi dengan berbagai kerusakan akson pada sistem saraf perifer. Proses autoimun diperkirakan dipicu oleh berbagai agen. Infeksi virus : Citomegalovirus (CMV), Ebstein Barr Virus (EBV), enterovirus, Human Immunodefficiency Virus (HIV). Infeksi bakteri : Campilobacter Jejuni, Mycoplasma Pneumonie. Pascah pembedahan dan Vaksinasi.

DAFTAR PUSTAKA

1. Guillain-Barr Syndrome. Available from: http://www.medicinenet.com/guillain-barre_syndrome/article.htm [diakses tanggal 22 April 2015].2. Overview of Guillain-Barre Syndrome. http://www.mayoclinic.org/diseases-conditions/guillain-barre-syndrome/basics/causes/con-20025832 . [diakses tanggal 22 April 2015].3. Ginsberg, Lionel. Sindroma Guillan-Barre. Dalam Lecture Notes Neurologi. Eds VII. Erlangga Medical Series. Jakarta. 2002, Hal 192-1944. Newswanger Dana L., Warren Charles R., Guillain-Barre Syndrome, http://www.americanfamilyphysician.com [diakses tanggal 22 April 2015].5. Japardi I. Sindroma Guillan-Barre. FK USU Bagian Bedah. Available from :http://library.usu.ac.id/download/fk/bedah-iskandar%20japardi46.pdf.[diakses tanggal 22 April 2015]. 6. Mardjono Mahar, Sidharta Priguna. Sindroma Guillain-Barre : Neurologi Klinis Dasar, Cetakan ke 8. Dian Rakyat, Jakarta, 2000. Hal 42,87,176,421.

14