sergan

11
Anatomi 1 Ada delapan sinus paranasal, empat buah pada masing-masing sisi hidung. Anatominya dapat dijelaskan sebagai berikut: sinus frontal kanan dan kiri, sinus ethmoid kanan dan kiri (anterior dan posterior), sinus maksila kanan dan kiri (antrium highmore) dan sinus sfenoid kanan dan kiri. Semua sinus ini dilapisi oleh mukosa yang merupakan lanjutan mukosa hidung, berisi udara dan semua bermuara di rongga hidung melalui ostium masing-masing. Pada meatus medius yang merupakan ruang diantara konka superior dan konka inferior rongga hidung terdapat suatu celah sempit yaitu hiatus semilunaris yakni muara dari sinus maksila, sinus frontalis dan ethmoid anterior. Sinus paranasal terbentuk pada fetus usia bulan III atau menjelang bulan IV dan tetap berkembang selama masa kanak-kanak, jadi tidak heran jika pada foto rontgen anak-anak belum ada sinus frontalis karena belum terbentuk. Pada meatus superior yang merupakan ruang diantara konka superior dan konka media terdapat muara sinus ethmoid posterior dan sinus sfenoid. Fungsi sinus paranasal adalah :

description

sergan

Transcript of sergan

Page 1: sergan

Anatomi1

Ada delapan sinus paranasal, empat buah pada masing-masing sisi hidung. Anatominya

dapat dijelaskan sebagai berikut:

sinus frontal kanan dan kiri, sinus ethmoid kanan dan kiri (anterior dan posterior), sinus

maksila kanan dan kiri (antrium highmore) dan sinus sfenoid kanan dan kiri. Semua sinus ini

dilapisi oleh mukosa yang merupakan lanjutan mukosa hidung, berisi udara dan semua bermuara

di rongga hidung melalui ostium masing-masing.

Pada meatus medius yang merupakan ruang diantara konka superior dan konka inferior

rongga hidung terdapat suatu celah sempit yaitu hiatus semilunaris yakni muara dari sinus

maksila, sinus frontalis dan ethmoid anterior.

Sinus paranasal terbentuk pada fetus usia bulan III atau menjelang bulan IV dan tetap

berkembang selama masa kanak-kanak, jadi tidak heran jika pada foto rontgen anak-anak belum

ada sinus frontalis karena belum terbentuk.

Pada meatus superior yang merupakan ruang diantara konka superior dan konka media

terdapat muara sinus ethmoid posterior dan sinus sfenoid.

Fungsi sinus paranasal adalah :

Membentuk pertumbuhan wajah karena di dalam sinus terdapat rongga udara sehingga

bisa untuk perluasan. Jika tidak terdapat sinus maka pertumbuhan tulang akan terdesak.

Sebagai pengatur udara (air conditioning).

Peringan cranium.

Resonansi suara.

Membantu produksi mukus.

A. Sinus Maksilaris

Page 2: sergan

Terbentuk pada usia fetus bulan IV yang terbentuk dari prosesus maksilaris arcus I.

Bentuknya piramid, dasar piramid pada dinding lateral hidung, sedang apexnya pada pars

zygomaticus maxillae.

Merupakan sinus terbesar dengan volume kurang lebih 15 cc pada orang dewasa.

Berhubungan dengan :

a. Cavum orbita, dibatasi oleh dinding tipis (berisi n. infra orbitalis) sehingga jika

dindingnya rusak maka dapat menjalar ke mata.

b. Gigi, dibatasi dinding tipis atau mukosa pada daerah P2 Mo1ar.

c. Ductus nasolakrimalis, terdapat di dinding cavum nasi.

B. Sinus Ethmoidalis

Terbentuk pada usia fetus bulan IV.

Saat lahir, berupa 2-3 cellulae (ruang-ruang kecil), saat dewasa terdiri dari 7-15 cellulae,

dindingnya tipis.

Bentuknya berupa rongga tulang seperti sarang tawon, terletak antara hidung dan mata

Berhubungan dengan :

a. Fossa cranii anterior yang dibatasi oleh dinding tipis yaitu lamina cribrosa. Jika

terjadi infeksi pada daerah sinus mudah menjalar ke daerah cranial (meningitis,

encefalitis dsb).

b. Orbita, dilapisi dinding tipis yakni lamina papiracea. Jika melakukan operasi pada

sinus ini kemudian dindingnya pecah maka darah masuk ke daerah orbita sehingga

terjadi Brill Hematoma.

c. Nervus Optikus.

Page 3: sergan

d. Nervus, arteri dan vena ethmoidalis anterior dan pasterior.

C. Sinus Frontalis

Sinus ini dapat terbentuk atau tidak.

Tidak simetri kanan dan kiri, terletak di os frontalis.

Volume pada orang dewasa ± 7cc.

Bermuara ke infundibulum (meatus nasi media).

Berhubungan dengan :

a. Fossa cranii anterior, dibatasi oleh tulang compacta.

b. Orbita, dibatasi oleh tulang compacta.

c. Dibatasi oleh Periosteum, kulit, tulang diploic.

D. Sinus Sfenoidalis

Terbentuk pada fetus usia bulan III

Terletak pada corpus, alas dan Processus os sfenoidalis.

Volume pada orang dewasa ± 7 cc.

Berhubungan dengan :

a. Sinus cavernosus pada dasar cavum cranii.

b. Glandula pituitari, chiasma n.opticum.

c. Tranctus olfactorius.

d. Arteri basillaris brain stem (batang otak).

Page 4: sergan

Etiologi2-4

a. Infeksi

Infeksi yang tersering pada rongga hidung adalah infeksi virus. Partikel

virus sangat mudah menempel pada mukosa hidung yang menggangu system mukosiliar

rongga hidung dan virus melakukan penetrasi ke palut lendir dan masuk ke sel tubuh dan

menginfeksi secara cepat. Dengan menggunakan cahaya mikroskop dan transmisi mikroskop

elektron dapat dideteksi abnormalitas silia yang disebabkan oleh infeksi virus. Bentuk

dismorphic dari silia tampak lebih sering pada tahap awal dari sakit dan terjadi pada lokal.

Epitel yang normal kembali setelah infeksi mereda 2-10 minggu. Pada populasi normal yang

terinfeksi dengan rhinovirus type 44 dan rata-rata waktu transportasi mukosiliar dengan

menggunakan label radioaktif sebagai cara pemeriksaan nya mendapatkan transport mukos

yang menurun pada 2 hari terinfeksi. Dan secara signifikan rata-rata waktu transportasi

mukosiliar yang tampak meningkat pada hari ke 9-11 setelah terinfeksi. Di samping itu virus

juga meningkatkan kekentalan mukus, kematian silia, dan edema pada

b. Alergi :

reaksi alergi terjadi di jalan nafas dan cavitas sinus yang menghasilkan edema dan inflamasi

di membrana mukosa. Edema dan inflamasi ini menyebabkan blokade dalam pembukaan

cavitas sinus dan membuat daerah yang ideal untuk perkembangan jamur, bakteri, atau virus.

Alergi dapat juga merupakan salah satu faktor predisposisi infeksi disebabkan edema

mukosa dan hipersekresi. Mukosa sinus yang udem yang dapat menyumbat muara sinus dan

mengganggu drenase sehingga menyebabkan timbulnya infeksi, selanjutnya menghancurkan

epitel permukaan dan siklus seterusnya berulang yang mengarah pada sinusitis kronis.

Pada keadaan kronis terdapat polip nasi dan polip antrokoanal yang timbul

pada rinitis alergi, memenuhi rongga hidung dan menyumbat ostium sinus. Selain faktor

alergi, faktor predisposisi lain dapat juga berupa lingkungan . Faktor cuaca seperti udara

dingin menyebabkan aktivitas silia mukosa hidung dan sinus berkurang, sedangkan udara

yang kering dapat menyebabkan terjadinya perubahan mukosa, sehingga timbul sinusitis.

Faktor lainnya adalah obstruksi hidung yang dapat disebabkan kelainan anatomis, misalnya

deviasi septum, hipertropi konka, bula etmoid dan infeksi serta tumor. Biasanya tumor ganas

hidung dan nasofaring sering disertai dengan penyumbatan muara sinus.

Page 5: sergan

Etiologi infeksi sinus paranasal pada umumnya sama seperti etiologi rinitis, yaitu virus

dan bakteri. Virus penyebab sinusitis antara lain rinovirus, para influenza tipe 1 dan 2 serta

respiratory syncitial virus. Kebanyakan infeksi sinus disebabkan oleh virus, tetapi kemudian

akan diikuti oleh infeksi bakteri sekunder. Karena pada infeksi virus dapat terjadi edema dan

hilangnya fungsi silia yang normal, maka akan terjadi suatu lingkungan ideal untuk

perkembangan infeksi bakteri. Infeksi ini sering kali melibatkan lebih dari satu bakteri.

Organisme penyebab sinusitis akut mungkin sama dengan penyebab otitis media. Yang

sering ditemukan dalam frekuensi yang makin menurun ialah Streptococcus pneumoniae,

Haemophilus Influenzae, bakteri anaerob, Branhamella kataralis, Streptococcus alfa,

Staphylococcus aureus dan Streptococcus pyogenes. Selama suatu fase akut, sinusitis kronis

disebabkan oleh bakteri yang sama yang menyebabkan sinusitis akut. Namun, karena

sinusitis kronis biasanya berkaitan dengan drenase yang tidak adekuat maupun fungsi

mukosiliar yang terganggu, maka agen infeksi yang terlibat cenderung oportunistik, dimana

proporsi terbesar bakteri anaerob. Akibatnya, biakan rutin tidak memadai dan diperlukan

pengambilan sampel secara hati-hati untuk bakteri anaerob. Bakteri aerob yang sering

ditemukan dalam frekuensi yang makin menurun, antara lain Staphylococcus aureus,

Streptococcus viridans, Haemophilis influenza, Neisseria flavus, Staphylococcus epidermis,

Streptcoccus pneumoniae dan Escherichia coli, Bakteri anaerob termasuk

Peptostreptococcus, Corynebacterium, Bakteriodaes dan Vellonella. Infeksi campuran antara

organisme aerob dan anaerob sering kali terjadi.

c. Struktur dan anatomi hidung

Kelainan anatomi hidung dan sinus juga dapat mengganggu fungsi mukosiliar secara lokal.

Jika permukaan mukosa yang saling berhadapan menjadi lebih mendekat atau bertemu satu

sama lain, maka aktivitas silia akan terhenti. Deviasi septum, polip, konka bulosa atau

kelainan struktur lain di daerah kompleks osteomeatal dan ostium sinus dapat menghalangi

transportasi mukosiliar.

d. Iklim

Udara lembab, perubahan suhu, angin. Iklim ini secara tidak langsung berpengaruh

terhadap penyebaran debu rumah dan tepung sari bunga, disamping memberi suasana

yang baik untuk tumbuhnya berbagai macam jamur.

e. Penggunaan nasal dekongestan yang berlebihan

Page 6: sergan

Obat dekongestan topikal juga terlihat dapat menghambat fungsi silia.

Penggunaan obat tersebut paling kurang menyebabkan gangguan fungsi mukosiliar sementara. Pemberian obat-obat seperti phenylephrine 0,5 % dan oxymetazoline Hcl 0,05 % dapat menghambat gerakan silia secara sementara pada binatang percobaan tapi hal ini belum dapat dibuktikan pada manusia.

Epidemiologi5

Sinusitis adalah penyakit yang benyak ditemukan di seluruh dunia, terutama di tempat dengan polusi udara tinggi. Iklim yang lembab, dingin, dengan konsentrasi pollen yang tinggi terkait dengan prevalensi yang lebih tinggi dari sinusitis. Sinusitis maksilaris adalah sinusitis dengan insiden yang terbesar. Data dari DEPKES RI tahun 2003 menyebutkan bahwa penyakit hidung dan sinus berada pada urutan ke-25 dari 50 pola penyakit peringkat utama atau sekitar 102.817 penderita rawat jalan di rumah sakit. Di Amerika Serikat, lebih dari 30 juta orang menderita sinusitis. Virus adalah penyebab sinusitis akut yang paling umum ditemukan. Namun, sinusitis bakterial adalah diagnosis terbanyak kelima pada pasien dengan pemberian antibiotik. Lima milyar dolar dihabiskan setiap tahunnya untuk pengobatan medis sinusitis, dan 60 milyar lainnya dihabiskan untuk pengobatan operatif sinusitis di Amerika Serikat.

Patofisiologi6

Dalam keadaan fisiologis, sinus adalah steril. Sinusitis dapat terjadi bila klirens silier sekret sinus berkurang atau ostia sinus menjadi tersumbat, yang menyebabkan retensi sekret, tekanan sinus negatif, dan berkurangnya tekanan parsial oksigen. Lingkungan ini cocok untuk pertumbuhan organisme patogen. Apabila terjadi infeksi karena virus, bakteri ataupun jamur pada sinus yang berisi sekret ini, maka terjadilah sinusitis.

Pada dasarnya patofisiologi dari sinusitis dipengaruhi oleh 3 faktor yaitu obstruksi drainase sinus (sinus ostia), kerusakan pada silia, dan kuantitas dan kualitas mukosa. Sebagian besar episode sinusitis disebabkan oleh infeksi virus. Virus tersebut sebagian besar menginfeksi saluran pernapasan atas seperti rhinovirus, influenza A dan B, parainfluenza, respiratory syncytial virus, adenovirus dan enterovirus. Sekitar 90 % pasien yang mengalami ISPA akan memberikan bukti gambaran radiologis yang melibatkan sinus paranasal. Infeksi virus akan menyebabkan terjadinya oedem pada dinding hidung dan sinus sehingga menyebabkan terjadinya penyempitan atau obstruksi pada ostium sinus, dan berpengaruh pada mekanisme drainase dalam sinus. Selain itu inflamasi, polyps, tumor, trauma, scar, anatomic varian, dan nasal instrumentation juga menyebabkan menurunya patensi sinus ostia.

Virus yang menginfeksi tersebut dapat memproduksi enzim dan neuraminidase yang mengendurkan mukosa sinus dan mempercepat difusi virus pada lapisan mukosilia. Hal ini menyebabkan silia menjadi kurang aktif dan sekret yang diproduksi sinus menjadi lebih kental, yang merupakan media yang sangat baik untuk berkembangnya bakteri patogen. Silia yang kurang aktif fungsinya tersebut terganggu oleh terjadinya akumulasi cairan pada sinus.

Page 7: sergan

Terganggunya fungsi silia tersebut dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti kehilangan lapisan epitel bersilia, udara dingin, aliran udara yang cepat, virus, bakteri, environmental ciliotoxins, mediator inflamasi, kontak antara dua permukaan mukosa, parut, primary cilliary dyskinesia (Kartagener syndrome).

Adanya bakteri dan lapisan mukosilia yang abnormal meningkatkan kemungkinan terjadinya reinfeksi atau reinokulasi dari virus. Konsumsi oksigen oleh bakteri akan menyebabkan keadaan hipoksia di dalam sinus dan akan memberikan media yang menguntungkan untuk berkembangnya bakteri anaerob. Penurunan jumlah oksigen juga akan mempengaruhi pergerakan silia dan aktivitas leukosit. Sinusitis kronis dapat disebabkan oleh fungsi lapisan mukosilia yang tidak adekuat, obstruksi sehingga drainase sekret terganggu, dan terdapatnya beberapa bakteri patogen.

PEMERIKSAAN PENUNJANG7

Terdapat beberapa pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan, yaitu:

1. Pemeriksaan transluminasi.

Pada pemeriksaan transluminasi, sinus yang sakit akan tampak suram atau gelap. Hal ini lebih mudah diamati bila sinusitis terjadi pada satu sisi wajah, karena akan nampak perbedaan antara sinus yang sehat dengan sinus yang sakit.

2.   Pencitraan

Dengan foto kepala posisi Water’s, PA, dan lateral, akan terlihat perselubungan atau penebalan mukosa atau air-fluid level pada sinus yang sakit. CT Scan adalah pemeriksaan pencitraan terbaik dalam kasus sinusitis.

3.   Kultur

Karena pengobatan harus dilakukan dengan mengarah kepada organisme penyebab, maka kultur dianjurkan. Bahan kultur dapat diambil dari meatus medius, meatus superior, atau aspirasi sinus.

4.    Rontgen gigi

Dilakukan untuk mengetahui apakah sudah timbul abses atau belum.

Dapus

1. Pletcher SD, Golderg AN. 2003. The Diagnosis and Treatment of Sinusitis. In advanced Studies in Medicine. Vol 3 no.9. PP. 495-505

Page 8: sergan

2. Blumenthal MN. Alergic Conditions in Otolaryngology Patients. Adam GL, Boies LR Jr.

Hilger P. (Eds). Boies Fundametal of Otolaryngology, 6th ed. Philadelphia 1989, 195 – 205.

3. Hilger PD. Disease of Parasanal Sinuses. Adam GL Boies LRJK Hilger

Fundametal of Oyolaryngology,6th ed. Philadelphia ; Sounders Company,1990: p.49 – 270

4. Waguespack R, 1995, Mucociliary Clearance Patterns Following Endoscopic Sinus Surgery,

Laryngoscope(Supplement):p 1-40

5. Anonim. 2001. Sinusitis, dalam Kapita Selekta Kedokteran, ed. 3. Media Ausculapius FK UI. Jakarta : 102-106.

6. dari buku ui yang ijo

7. Rubin MA, Gonzales R, Sande MA. Infections of the Upper Respiratory Tract. In: Kasper DL, Braunwald E, Fauci AS, Hauser SL, Longo DL, Jameson JL, editors.Harrison’s Principle of Internal Medicine. 16th ed.New York,NY: McGraw Hill; 2005. p. 185-93