serat gatholoco

203
1. Gatholoco praptanipun, ing Cepekan pondhok santri, langkung sukaning wardaya, aningali para murid, samya sanget kurmatira, dhumateng Sang Gurunadi. Kedatangan Gatholoco, dipondok pesantren Cepekan, sangat suka didalam hati, begitu melihat para murid,sangat patuh menghormati, kepada Sang Gurunadi (Guru Kehidupan). 2. Nulya minggah langgar gupuh, sesalaman genti-genti, riwusnya samya salaman, para murid nilakrami, wilujeng rawuh paduka, Gatholoco anauri. Segera naik keataslanggar, bersalaman berganti-ganti, selesai bersalaman, seluruh murid menanyakankabar, keselamatan atas kedatangan (Gatholoco), Gatholoco menjawab. 3. Iyasaking pandongamu, ingsun ginanjar basuki, sasuwene ingsun tilar, sira kabehanak murid, apa padha kawarasan, santri murid awot sari. Atas doa kalian semua, aku dianugerahi keselamatan, selama aku tinggal pergi, kalian semua anak muridku,apakah selamat juga, seluruh santri menjawab mengiyakan.

description

serat kuno serat gatholoco dan terjemahan

Transcript of serat gatholoco

1. Gatholoco praptanipun, ing Cepekan pondhok santri, langkung sukaning wardaya, aningali para murid, samya sanget kurmatira, dhumateng Sang Gurunadi.

Kedatangan Gatholoco, dipondok pesantren Cepekan, sangat suka didalam hati, begitu melihat para murid,sangat patuh menghormati, kepada Sang Gurunadi (Guru Kehidupan).

2. Nulya minggah langgar gupuh, sesalaman genti-genti, riwusnya samya salaman, para murid nilakrami, wilujeng rawuh paduka, Gatholoco anauri.

Segera naik keataslanggar, bersalaman berganti-ganti, selesai bersalaman, seluruh murid menanyakankabar, keselamatan atas kedatangan (Gatholoco), Gatholoco menjawab.

3. Iyasaking pandongamu, ingsun ginanjar basuki, sasuwene ingsun tilar, sira kabehanak murid, apa padha kawarasan, santri murid awot sari.

Atas doa kalian semua, aku dianugerahi keselamatan, selama aku tinggal pergi, kalian semua anak muridku,apakah selamat juga, seluruh santri menjawab mengiyakan.

4. Pangestu brekah pukulun, palimarmaning Hyang Widdhi, sadaya kawilujengan, maksih langgeng kados lami, Gatholoco angandika, Kapriye wulangku nguni.

Atas restu dan berkah paduka, sehingga anugerahHyang Widdhi, membuat kami semua disini selamat sejahtera, tetap tidak berubahseperti dulu, Gatholoco berkata, Bagaimana dengan yang aku ajarkan dulu?

5. Apasira isih emut, sokur lamun ora lali, aturnya maksih kemutan, Kawula sanget kapengin, nuwun mugi kasambungan, lajengipun kados pundi.

Apakah kalian semua masih mengingatnya? Sukurlah jika tidak lupa. Semua menjawab masih ingat, Kami bahkan ingin, agar ditambah wejangan, wejangan selanjutnya bagaimanakah?

6. Gatholoco alon muwus, Panjalukmu sun turuti, sireku aywa sumelang, uga bakal sun sambungi, lah mara padha rungokna, manira tutur saiki.

Gatholoco pelan menjawab, Permintaan kalian akan aku turuti, jangan khawatir, akan aku tambah wejanganku, nah sekarang dengarkanlah, aku hendak memberikan wejangan.

7. Nugrahaning Buddhi iku, saurana Tri Prakawis, Cipta Ning kang kaping pisan, Panggraita kaping kalih, Sang Panyipta kaping tiga, Kanugrahaning Roh kuwi.

Anugerah Buddhi(Kesadaran), ada tiga macam, Cipta Ning (Pikiran menjadi hening) yang pertama, Panggraita (Perasaan murni) yang kedua, Sang Panyipta (Yang Mencipta) ketiga (maksudnya siapa saja yang Kesadarannya meningkat, maka dapat ditandai dengan tiga hal, Pikiran liar menjadi hening, Perasaan menjadi murni dan Kesadaran hanya akan menjadi perwujudan Sang Pencipta yang murni, tidak neko-neko, tidakcemas, tidak khawatir hanya menjadi perwujudan Kesadaran murni Sang Pencipta/Tuhan: Damar Shashangka), Anugerah Roh itu.

8. Sauranaiku Telu, ana dene ingkang dhingin, Urip Tan Kalawan Nyawa, ingkang kaping kalih kuwi, Ora Angen-Angen liyan, Allah Kewala kaping tri.

Ada tiga juga, yangpertama, Hidup tanpa nyawa (maksudnya hidup tanpa kehidupan selayaknya makhluk biasa. Makhluk biasa hidup ditandai dengan adanya nafas, yang telah mendapat anugerah kembalinya kemurnian Roh, maka dia telah hidup tanpa nafas, hidup tanpa darah, hidup tanpa detak jantung, hidup tanpa pergerakan paru-paru, dll.Nafas, pergerakan paru-paru, detak jantung, mengalirnya darah, adalah tanda-tanda makhluk BERNYAWA, namun siapa saja yang telah murni Roh-nya, maka dia telah HIDUP TANPA MEMBUTUHKAN SARANA-SARANA PENUNJANG ITU SEMUA, dan bisa disebut TELAH HIDUP TANPA NYAWA : Damar Shashangka), yang kedua, tak ada yang disadarinya lagi, kecuali hanya ALLAH saja dan yang ketiga.

9. Tan ana woworanipun, ingkang Wahdatilwujudi, Nugrahan Sakarat pira, saurana Tri prakawis, kang dhingin Adhepanira, Idhep ingkang kaping kalih.

Tak bisa dibedakan lagi, yang disebut Wahdatulwujud (Kesatuan Wujud ~ Wujud Allah dan wujud Roh telah melebur jadi satu : Damar Shashangka), Anugerah Sekarat ada tiga, yang pertama Arah Hadapmu (Adhep), Pikiran yang bulat (Idhep) yang kedua.

10. Madhep ingkang kaping telu, lamun sira den takoni, Nugrahaning Iman pira, saurana TriPrakawis, Sokur ingkang kaping pisan, Tawakal ingkang ping kalih.

Niat yang mantap (Madhep) yang ketiga (maksudnya manusia bisa dikatakan mendapatkan anugerah disaat kematian jika saat itu tiba Arah Hadap jiwa hanya satu kepada SUMBER ABADI,Pikiran hanya bulat kuat kepada SUMBER ABADI, dan Niat hanya satu terarah kepada SUMBER ABADI ~ Adhep, Idhep, Madhep, jika tidak maka dia akan kembali jatuh kedunia, akan terlahirkan kembali karena pikirnnya dipenuhi keduniawian : DamarShashangka), Anugerah Iman, ada tiga macam, Bersyukur yang pertama, Tawakkal (Pasrah) yang kedua.

11. Sabar ingkang kaping telu, pira Nugrahaning Tokid, saurana Dwi Prakara, krana Tetep ingkang dhingin, Wadi kaping kalihira, Nugrahan Makrifat Jati.

Sabar yang ketiga (manusiabisa disebut mendapatkan anugerah keimanan jika sudah mampu bersikap Sukur, Pasrah dan Sabar : Damar Shashangka), Anugerah Tokid (Tauhid), ada dua macam, Krana Tetep (Tetap Tunggal Adanya) yang pertama, dan Wadi (Rahasia) yang kedua (maksudnya manusia bisa disebut mendapat anugerah akan Tauhid jika memahami bahwa semua ini TETAP DALAM SATU KESATUAN TAK TERPISAHKAN dan memahami RAHASIA BAHWA TIADA YANG LAIN SELAIN TUHAN DISELURUH ALAM INI : Damar Shashangka), Anugerah Makrifat Sejati.

12. Sira sumaura gupuh, iku namun saprakawis, Ana Ing Kahananira, Anenggih Karsa:Rasaning, Rasa Wisesa Prayoga, Martabate Kramat kuwi.

Jawablah dengan cepat, hanya ada satu macam, Berada Pada Keberadaan-Nya, dan kehendak makhluk, menjadi rasa sejati yang berwenang dalam kemurnian sempurna, Martabat/Tingkatan/Uraian Kramat (Karomah/Kemuliaan) itu.

13. Mangretine ana Telu, Karem Apngal Para Mukmin, Para Wali Karem Sipat, a-Karem Dzat Para Nabi, lire Karem Ing Dzatullah, ya sok ana asihaning.

Sungguh ada tiga tingkat, Lebur dalam Apngal (Af-'al : Perbuatan/Aktifitas Tuhan) bagi para mukmin, bagi para Wali lebur dalam Sipat (Sifat : Watak Tuhan), sedangkan para Nabi lebur kedalam Dzat ( Dzat : Keberadaan Sejati Tuhan). Yang dimaksud dengan lebur kedalam Dzatullah (Dzat Allah), senantiasa dalam KASIH-NYA.

14. Ingkang Karem Sipat iku, uga ana gumletheking, lire Karem Apngalullah, mila ana obah osik, yen sebit paningalira, ening kabuka sayekti.

Yang lebur dalam Sifat, senantiasa dalam KEDAMAIANNYA, yang lebur dalam Apngalullah (Af-'alullah :Perbuatan Allah), seluruh diam dan geraknya untuk Allah, jika tajam kesadarannya, dan hening kekotoran batinnya, akan mampu membuka rahasia sejati.

15. Ing Sipat Jalal puniku, Jamal Kamal Kahar nenggih, dumadine imanira, sakbul gumletheking ati, dadine oleh sampurna, sampurnaning gesang nenggih.

Membuka kesejatian Jalal (YangAgung), Jamal (Yang Cantik) Kamal (Yang Sempurna) dan Kahar (Yang Kuasa), akan menjadi iman kalian yang nyata (keyakinan yang benar-benar telah menyaksikan sendiri), menjadikan Kedamaian jiwa, memperoleh kesempurnaan, kesempurnaan hidup yang sesungguhnya.

16. Martabate Nyawa iku, lamun sira den takoni, kathahe namung satunggal, iya iku Roh Ilapi, mung sawiji marganira, tegese Urip puniki.

Martabat/Tingkatan/UraianNyawa (Hidup), jika kalian ditanya, jawabannya hanya ada satu, yaitu Roh Idhofi (Ruh Yang Menguatkan), hanya satu keberaadaannya, sesungguhnya (Roh Idhofi) itu tak lain adalah HIDUP ini.

17. Ora nana Urip telu, ingkang mesthi mung sawiji, lamun sira tinakonan, endi Allah ing saiki, iku nuli saurana, sapa ingkang ngucap kuwi.

Tak ada HIDUP bercabang tiga, hanya ada satu, jika kamu ditanya, dimanakah Allah sekarang? Jawablah, Siapakah yang berani bertanya tadi?

18. Aja ta sireku umyung, yen sira dudu Hyang Widdhi, yektine ingkang den ucap, kang ngucap tan liyan Widdhi, nanging kudu kawruhanana, ing Panarima sayekti.

Janganlah kamu bingung (hai yang bertanya), JIKA DIRIMU BUKAN PERWUJUDAN HYANG WIDDHI/ALLAH (LANTAS SIAPAKAH DIRIMU), SESUNGGUHNYA APA YANG KAMU UCAPKAN, BERIKUT YANG MENGUCAPKAN TAK LAIN SEMUA ADALAH HYANG WIDDHI ITU SENDIRI. Akan tetapi harus benar-benarkamu sadari sendiri hal itu, dengan segala pemahaman total yang ada pada dirimu.

19. Ana ingkang Nrima iku, Kaya Toya lawan Siti, lawan ingkang Kaya Udan, apa dene Kaya Wesi, kalawan Kaya Samudra, ingkang Kaya Lemah Warih.

Pemahaman total itu,bagaikan Air dan Tanah, dan juga bagaikan Hujan, bagaikan Besi pula, juga bagaikan Samudera. Yang dimaksud bagai Tanah dan Air.

20. Den Rumesep tegesipun, Ora Pegat Kang Rohani, tegese kang Kaya Udan, Datan PegatTingalneki, ana maneh Kaja Tosan, Sakarsanira Mrentahi.

Resapilah segala pemahaman itu, tiada putus jiwamu (siang malam) meresapi tentang kesatuan wujud itu, yang dimaksud bagaikan Hujan, tak terputus melihat segala isi dunia adalah wujud-Nya (bagaikan rintik hujan yang sambung menyambung tiada putusnya), dan yang dimaksud bagaikan Besi, sekehendak yang membuat.

21. Ginaweya arit wedhung, pethel wadhung kudi urik, Ora Owah Sipatira, Isih bae Wujudneki, ingkang upama Samudra, Pituduh ingkang prayogi.

Hendak dibuat jadi celurit linggis, palu kampak senjata, Tapi tidak terpengaruh sifat besinya, tetap berwujud besi (begitu juga walau berwujud bermacam-macam, jangan terkecoh bahwa semua itu hanya perwujudan dari Tuhan semata), yang bagaikan Samudera, telah mendapatkan kesadaran yang sesungguhnya.

22. Puniku mesthine antuk, ing ujar sakecap tuwin, ing laku satindak lawan, ameneng sagokan nenggih, lamun wis Kaya Samudra, Ora Owah Tingalneki.

Telah menyadari, bahwa setiap ucapan, setiap langkah, diam dan gerak, semua bagaikan Samudera (dengan ombaknya ~ tak terpisahkan mana Tuhan mana Hamba), Tiada lagi Goyah Kesadarannya.

23. Sira andulu dinulu, ora nana tingal kalih, ora nana ucap tiga, dadi sampurna salating, weruh paraning sembahyang, weruh paraning ngabekti.

Yang melihat (Hamba) dan Yang Dilihat (Gusti), tiada lagi dua, tiada lagi ucapan bercabang tiga, inilah kesempurnaan shalat, tahu arah menyembah, tahu arah berbakti yang sesungguhnya.

24. Nyata bener ora kusut, lan weruh paraning osik, weruh paraning neng-ira, weruh paraning miyarsi, weruh paraning pangucap, weruh paran ngadeg linggih.

Nyata berdiam dalam Benar yang tanpa kesalahan, tahu asal gerak hati, tahu asal diamnya hati, tahu asal pendengaran, tahu asal pengucapan, tahu asal berdiri dan duduk kita siapa yang menggerakkan.

25. Lan weruh paraning turu, weruh paranira tangi, weruh paraning memangan, weruh paran nginum warih, weruh paran ambebuwang, weruh paran sene nenggih.

Tahu asal tidur, tahu asal jaga, tahu asal makan, tahu asal minum, tahu asal membuang kotoran, tahu asal membuang air seni.

26. Weruh parang seneng nepsu, weruh paraning prihatin, weruh paran ngidul ngetan, mangalor mangulon kuwi, weruh paraning mangandhap, weruh paraning manginggil.

Tahu asal kesenangan dan nafsu, tahu asal jiwa yang penuh kekuatan menahan hawa nafsu, tahu tempat selatan dan timur, utara barat sesungguhnya, tahu arah bawah, tahu arah atas yang sesungguhnya.

27. Weruh paran tengah iku, weruh paranira pinggir, weruh paraning palastra, weruh paranira urip, weruh kabeh kang gumelar, kang gumreget kang kumelip.

Tahu arah tengah, tahu arah pinggir, tahu tujuan kematian, tahu tujuan hidup, tahu segala hal yang mewujud, yang bergerak dan yang berkelip-kelip ini semua.

28. Tan samar weruh sadarum, anane samita iki, sira kabeh poma-poma, anakingsun para murid, sireku aywa sembrana, weruha rasaning tulis.

Tiada samar lagi mengetahui semuanya, semua wejanganku ini, wahai kalian semua ingat-ingatlah,oh anak muridku, jangan sampai ceroboh, harus memahami inti sari tulisan.

29. Dene sira yen wis weruh, kekerana ingkang werit, aywa umyung pagerana, aywa sembarangan kuwi, nganggo duga kira-kira, aywa dumeh bisa angling.

Jikalau kalian sekarang sudah memahami, jagalah benar-benar, jangan gampang diucapkan dan pagarilah,jangan sembarangan diucapkan, harus memakai kira-kira dan tempat yang sesuai, jangan hanya asal bisa bicara.

30. Lan maneh aywa kawetu, mring wong ahli sarak nenggih, yen maido temah kopar, karana rerasan iki, ora amicara sarak, amung Sajatining Ilmi.

Dan lagi kalau bisa jangan sampai terdengar, kepada ahli Sarak (Syari'at), jika berbantahan dengan merekaakan sia-sia, sebab wejangan ini, tidak lagi membahas sarak (syari'at), akan tetapi membahas Sejatinya Ilmu.

31. Ingkang renteng ingkang racut, tan ana kaetang malih, caritane soal ika, padha anggitening batin, dadi wijange sadaya, sira ingkang ahli buddhi.

Yang tertata dan yang terjaga, tak ada lagi yang perlu diwejangkan, tentang hal ini semua, masukkan dalam batinmu masing-masing, sehingga kamu bisa membuktikannya sendiri, wahai kalian ahli Buddhi (Ahli Kesadaran)!(Selesai)

1. Jayengsastra mpaning llungid (carik), sirik agng jnnging wanudya, luput barangreh wurine, wruh ing wkasanipun, teja panjang kang ngmu warih (kluwung),sinjang agming priya (bbd), kang kdah sinawung, pawestri kathah rubdnya,taji sawung (jalu) ganda pangusaping lathi (lnga krawang), kaluputekawangwang.

Mahir dalam tulis menulisdan memegang rahasia (CARIK), 'si-RIK' (Larangan) besar bagi seorang wanita,tidak memikirkan hasil akhirnya, tidak memperhitungkan untung ruginya (hanyamemperturutkan kesenangan atau foya-foya), cahaya panjang yang mengandung air(KLUWUNG/PELANGI), sinjang (kmben) yang dipakai pria (BBD), yang harus 'sina-WUNG'(Diingat), seorang wanita banyak 'ru-BED' (batasan secara kodrati), taji(senjata) milik ayam (JALU) bau yang diusapkan dilidah (Lnga KRAWANG), batasankodrati itu jelas 'kawang-WANG' (terlihat).

2. Putran-dhnta(pratima) ron aglar ing siti (uwuh), plm agung kang galak gandanya (kuweni),ewuh aya pratikle, wanita tindak dudu, kuda mijil ing Tamansari (Kalisahak),piring siti (pinggan) upama, dadyan dhewekipun, angrusak badan priyanggan, saritala (malam) dhadhaking ron (talutuh) sun wastani, nalutuh alam dunya.

Boneka indah (PRATIMA)daun yang berguguran menumpuk ditanah (UWUH/SAMPAH), mangga besar yang kerasbaunya (KWENI), 'e-WUH' (susah) 'PRA-tikele' (pemikirannya), bagi wanita yang telah melakukan kesalahan(karena sebuah kesalahan yang dilakukan seorang wanita sangat dipandang tidakpatut dalam tatanan masyarakat), Kuda disebuah taman sari (KALISAHAK), piringdari tanah (PINGGAN) seandainya, maka jadilah wanita tersebut, 'angru-SAK'(merusak) badan 'priyang-GAN'(diri sendiri), sari tala (MALAM yang dibuatmembathik) kotoran daun (TLUTUH/GETAH) aku katakan yang demikian itu, akanmenjadi 'nalu-TUH' (jatuh kehormatannya) 'al-AM' (dialam) dunia.

3. Kismarmpu (lbu) atmaja Jumiril (Umarmaya), marma estri tan kalbu wca, Nata Prabuing Tasmitn (Gniyara), kaca kang tanpa ancur (ram), gawe eram ingkangningali, pants yen piniyara, talatahing laut (muwara), ing tekad angayawara,jamang wastra (tpi) ojating wong awwarti (kaloka), ntpi ing saloka.

Tanah yang hancur(LEBU/DEBU) putra Raja Jumiril (UMARMAYA), ' MARMA' (Oleh karenanya) seorangwanita yang buruk tidak akan jadi pilihan, Raja diraja dinegara Tasmiten(GENIYARA), kaca yang tidak tajam (RAM), membuat 'e-RAM' (kagum) bagi yangmelihatnya, sungguh patut untuk diambil istri (wanita yang tidndak-tanduknyasenantiasa waspada), wilayah tengah lautan (MUWARA/MUARA), membuat lelaki yangmelihat dalam hati jadi 'ngaya-WARA' (tidak karu-karuan karena sangat memikat),hiasan kemben (TEPI) suara orang yang memberikan kabar (KALOKA/BERKUMANDANG),sungguh seorang wanita yang 'nete-PI' (mematuhi) 'salo-KA' (SLOKA/ sastrasuci).

4. Gingsiringwulan purnama siddhi (grahana), bbayi sah kang saking tuntunan (puput),graitann sauntase, ingkang tumibeng luput, tambang palwa (wlah) ingsun wastani,parikan jnu tawa (tungkul), pan aja katungkul, ing solah kang tanpa karya, mnyankuning (wlirang) kang toya saking jasmani (kringt), engta kawirangan.

Hilangnya bulan purnama(GRAHANA/GERHANA), bayi yang telah lepas dari tangan (PUPUT/mulai bisaberjalan), 'GRA-itanen' (renungkanlah) seluruhnya, apa saja yang akan membuatkamu jatuh pada 'lu-PUT' (kesalahan), tambang perahu (WELAH) aku sebut, syairjenu tawa (TUNGKUL), jangan sampai 'ketung-KUL' (lalai), pada 'so-LAH'(perbuatan) yang sia-sia, kemenyan berwarna kuning (WELIRANG/BELERANG) air yangkeluar dari badan (KRINGET/KERINGAT), 'e-NGET-a' (Ingat-ingatlah) akan 'kawi-RANG-an'(malu).

5. Ing NgajrakPapatih Nata Jin (Sannasil), pulas langking kang kinarya sastra (mangsi),keksi-eksi wkasane, tanpa asil ing laku, smbahyange janma minta sih (salathajat), katrapaning manusa (dhndha), dhndhaning Hyang Agung, tanpa kajatingpanyipta, yasa ranu (bale kambang) Narendra Bojanagari (Suryawisesa), kumambanging wisesa.

Patih Jin di negaraNgajerak (SANNASIL), cairan hitam yang bisa dibuat menulis sastra (MANGSI/TINTA),'kek-SI ek-SI' (terlihat jelas) juga akhirnya, tiada 'a-SIL' (hasilnya/sia-sia)bagi diri sendiri, sembahyang manusia meminta anugerah (SALAT KAJAT/HAJAT),hukuman uang bagi manusia (DHENDHA/DENDA), 'DHENDHA' (Hukuman) Hyang Agung,tiada 'ka-JAT' (diingini/dikehendaki) akan nyata datang, membuat tempatditengah danau (BALE KAMBANG) Raja Bojanegara (SURYAWISESA) 'kumam-BANG'(terkatung-katung) ditengah 'wi-SESA' (Kuasa : maksudnya Kuasa Tuhan yangmenjatuhkan hukuman)

6. Janmawirya (mukti) salendro jroning pring (suling), dipun eling-eling wong ngagsang,aja manggung mukti bae, dhuh babo jamang wakul (wngku), skar pandhan mawurkasilir (pudhak), najan tdhaking Nata, sajagad winngku, barat gung mrataweng wrksa(prahara), jarot pisang (srat) ana mlarat ana sugih, wus kaprah alam dunya.

Manusia yang berkecukupan(MUKTI/KAYA) senandung didalam bilah bambu (SULING/SERULING), harus di-'Eling-Eling'(diingat) manusia hidup, jangan hanya mengejar 'MUKTI' (kekayaan) saja, duh ibumahkota tempat nasi (WENGKU), bunga pandhan yang beterbangan jika tertiup(PUDHAK), walaupun 'te-DHAK' (keturunan) bangsawan, seluruh dunia 'wineng-KU'(dimiliki), angin besar merobohkan pepohonan (PRAHARA), serat pada buah pisang(SERAT) ada yang mela-RAT ada yang kaya, sudah 'ka-PRA-h' (lumrah) dialam duniaini.

7. PutriMandura (Sumbadra) kang nyamang kudi (karah), najan trahing janma sudra papa,lamun bcik pamarahe, Aji Nata Salyeku (Candrabhirawa), putr alit ginantang nginggil(prkutut), patut sira anggowa, candhongna ing kalbu, Wiku Raja ing Kusniya(Bawadiman), Sarkap putra (Samardikaran) den gmi simpn wwadi, ywa kongsikasamaran.

Putri dari negara Mandura(SUMBADRA), mahkota kampak (KARAH), walaupun keturunan orang 'SU-DRA' papa,jika baik 'pama-RAH-e' (kelakuannya), Aji (kesaktian) Raja Salya(CANDRABHIRAWA), burung puter kecil yang ditaruh diatas (burung PREKUTUT), 'pa-TUT'(layak) dijadikan tauladan, 'CAN-dhongna' (ikatkan) dalam hatimu, Raja Wiku dinegara Kusniya (BAWADIMAN), putra Sarkap (SAMARDIKARAN) harus bisa menyimpan 'we-WADI'(rahasia rumah tangga), jangan sampai 'kasama-RAN' (terlena).

8. Tawonagung kang atala siti (tutur), wikan nugraha wulang akherat (swarga), yen siranggotutur kiye, nyuwargakkn bapa biyung, nyarambahi mring kaki nini, salawase raharja,mitra karuh lulut, yen kna godhaning setan, sapu gamping (usar) garwa HyangGuru Pramesthi (Bathari Durga), durgama karya sasar.

Tawon besar yang berumahdidalam tanah (TUTUR), anugerah dari Yang Maha Berwenang diakherat(SWARGA/SURGA), jikalau kalian pakai 'TUTUR'(Nasehat) ini, bakal 'nyu-WARGA-aken' (membuat surga) bagi ayah dan ibu, bahkan kepada kakek dan nenekkalian, selamanya sejahtera, seluruh teman segan, tapi manakala tergoda setan,sapu batu kapur (USAR) istri Hyang Guru Pramesthi (BATHARI DURGA), 'DURGA-ma'(membuat halangan) hingga akhirnya 'sa-SAR' (sesat).

9. Widenggalng (yuyu) Kumbayana siwi (Aswatama), tgse estri ayu utama, pratandha sratpangrmbe (pengt), cipta tyas tan kawtu (graita), kang wus lpas graitalantip, nget-engt ing kawignyan, pangumbaring puyuh (jajah), anjajah saruningbadan, jala panjang (krakad) suluke wayang kalithik (sndon), yen kaldon ingtekad.

Mainan gangsing yang adadipematang (YUYU) putra Kumbayana (ASWATAMA), seorang wanita harus 'a-YU u-TAMA'(cantik lahir batin), surat pangrembe (surat berisi peringatan/PENGET), katahati yang belum keluar (GRAITA), yaitu merekalah yang sudah mampu 'GRAITA'(berfikir) dewasa, 'NGET e-NGET' (senantiasa mengingat) kepada keutamaan, arealterbang burung puyuh yang dilepaskan (JAJAH), 'an-JAJAH' (memenuhi) seluruhbadan (lahir batin), jala ikan yang panjang (KRAKAD) suluk/nyanyian jeda padapertunjukan wayang klithik (SENDON), jika 'kale-DON' (terlena) pada 'te-KAD' (kehendak~ maksudnya watak yang buruk akan menjajah lahir batin jika terlena tekadnya)

10. Knthangrambat (katela) gancaring wong ngringgit (lakon), ttuladha estri kang utama,kang prayoga llakone, singa lit munggeng kasur (kucing), kenya putri Kartangari(Susilawati), yen tan susileng priya, pan kuciweng smu, dkunging sabda tanaga(taklim), gugur parlu (batal) nora batal ing wwadi, wong taklim sapadanya.

Tanaman kentang yangmerambat (KETELA) jalan cerita orang yang memainkan wayang (LAKON), akanmenjadi 'TE-tu-LA-dha' (suri tauladan) seorang wanita yang utama, yang baik 'le-LAKON-e'(perbuatannya), singa kecil yang suka tidur di kasur (KUCING), seorang permausuriraja Kertanegari (SUSILAWATI), jikalau tidak 'SUSI-leng' (menghormati) suami,akan membuat 'KUCI-weng' (kecewa), luruhnya tenaga suara (TAKLIM/SALAM HORMAT),gugurnya yang fardlu' (BATAL) jika tidak 'BATAL' (gugur) menyimpan rahasia,semua orang akan 'TAKLIM' (menaruh hormat) kepadanya.

11. RtnaDewi matur awot sari, saking dhawuh piwulang paduka, muhung nuwun pangestune,mugi-mugi jinurung, badan kula bangkit nglampahi, Gatholoco ngandika, dhuh sirawong ayu, ayune ayu tmnan, aywa kaget ingsun lilanana pamit, saiki ingsunlunga.

Retna Dewi berkata "Hendakmenjalani, segala nasehat dan petunjuk paduka, mohon restu, agar semogamendapat tambahan kekuatan, bagi saya untuk kuat menjalani", Gatholoco berkata,"Dhuh kalian semua yang cantik, benar-benar cantik lahir batin, jangan terkejutaku relakan pamit sekarang, aku hendak pergi."

12. Kranaprlu kangn arsa tilik, anak murid ing pondhok Cpkan, besuk bali mrenemaneh, sira keri rahayu, Gatholoco mangkat pribadi, ing marga tan winarna,kacarita sampun, dumugi pondhok Cpkan, para murid dupi miyat ingkang prapti,sukeng tyas kanthi kurmat.

Karena ada keperluankangen dan hendak menjenguk, anak muridku yang ada di pondok Cepekan, kelak akuakan pulang lagi kemari, tinggallah dengan selamat." Gatholoco berangkatsendirian, dijalan tidak diceritakan, sudah sampai, di pondok Cepekan, paramurid begitu melihat siapa yang datang, gembira hati dan memberikan hormat.

29.Kabeh ingkang sipat gsang, kang ana ing dunya iki, Pangucape Pirang Kcap, mangka Leklu iku Klimis, Gatholoco miyarsi, reka-reka tan sumurup, malenggong palingukan, gedheg-gedheg angucemil, Rara Bawuk gumujng alatah-latah.

Semua manusia yang hidup, yang ada didunia ini, berapakah banyak ucapan yang keluar dari mulut mereka? Sedangkan Leklu pasti Klimis, Gatholoco mendengar, pura-pura tidak memahami, terlolong celingukan, menggelengkan kepala kebingungan, Rara Bawuk tertawa terbahak-bahak.

30.Sarwi kplok bokongira, angencpi ngisin-ngisin, Sira maneh yen bisaa, anjawab cangkriman mami, dhapurmu anjjinggis, kaya antu lara nglu, Gatholoco angucap, Mbuh bnr mbuh luput iki, sun badhenn dhiajng cangkrimanira.

Sembari menepuk pantatnya, mencibir dan mengolok-olok, Mana mungkin kamu bisa, menjawab teka-tekiku, wujudmu saja jelek sekali, mirip hantu sakit kepala, Gatholoco berkata, Entah benar entah salah, akan aku jawab diajeng teka-tekimu ini.

31.Ucape kang sipat gsang, kang ana ing dunya iki, Pan Amung Salikur Kcap, nora kurang nora luwih, dene sastra kang muni, pan iya amung salikur, kabeh ucaping jalma, kang ana ing dunya iki, Leklu Klimis iya iku tegesira.

Ucapan yang keluar dari mulut manusia yang hidup, yang ada disunia ini, hanya ada Duapuluh satu macam, tidak lebih dan tidak kurang, sedangkan seluruh catatan tentang mereka, juga hanya terdiri dari Dua puluh satu buah, itulah jumlah ucapan manusia, yang hidup didunia ini, Leklu Klimis itu artinya. (Maksud Gatholoco, seperti yang pernah diterangkannya pada bagian tiga, pupuh Dandanggula II, pada (syair) 29, bahwasanya seluruh manusia didunia ini berjumlah Duapuluh Satu. Maksudnya, Angka Dua melambangkan mereka yang masih terjerat dualitas duniawi (suka-duka, sedih-senang, kaya-miskin dll), sedangkan angka Satu melambangkan mereka yang telah mampu lepas dari jeratan dualitas duniawi. Maka begitu pula ucapan yang keluar dari mulut mereka, pastinya juga cuma ada Dua puluh satu buah. Angka Dua melambangkan ucapan mereka yang masih terjerak dualitas, dan angka Satu melambangkan ucapan mereka yang telah lepas dari jeratan dualitas. : Damar Shashangka)

32.Tlek neng Alu lsungan, yen Dickl ykti Amis, salawase durung ana, tlek ingkang mambu wangi, Rara Bawuk miyarsi, yen kajawab soalipun, rumasa katiwasan, ora wurung dirabeni, sntot mundur sumingkir smu kisinan.

TeLEK neng aLU lesungan, yen di ceKeLI yekti aMIS (Tahi yang ada di alat penumbuk padi, manakala dipegang pasti berbau amis), selamanya belum ada, tahi yang berbau wangi, Rara Bawuk mendengar, dan menyadari teka-tekinya telah terjawab, merasa kalah dan pasrah, sudah pasti akan dinikahi (oleh Gatholoco), seketika undur menyingkir sembari malu. (LEKLU KLIMIS ~ teLEK neng Alu lesungan yen diceKeLI yekti Amis (Tahi yang ada dialat penumbuk padi, manakala dipegang pasti berbau amis, maksudnya sesuai dengan yang pernah diwejangkan Gatholoco pada bagian 12, pupuh Kinanthi VI, pada (syair) 35-38. Disana diterangkan tentang Martabating Pamanggih (Uraian tentang etika tingkah laku) yang terdiri dari lima hal, yaitu : 1. Kletheking Ati (Kekotoran Hati), 2. Katepeking Lampah : Suara Langkah/degup ketidak tenangan, 3. Panjriting Tangis : Jerit Tangis/ketidak puasan, adalah lambang ketidak murnian diri yang seharusnya sangat memalukan bagi manusia yang sadar. Ketidak murnian ini ada didalam diri yang berputar-putar bagai awan panas menggelora. 4. Kethuking Nutu adalah Ucapan yang keluar dari orang yang sadar yang bisa menetralisir segala hal-hal negative yang bergelayut didalam diri, sehingga ucapan yang keluar terdengar positif dan indah, bagai suara orang menumbuk padi yang merdu. Dan jika hal ini bisa dibiasakan, maka diri kita nyata telah menjadi 5. Cleret Ngantih : Perwujudan Pelangi atau Jamalullah : Kecantikan Allah bagi sesama. Tahi yang ada dialat penumbuk padi, adalah lambang dari kekotoran batin. Dalam menumbuk padi, pasti terdengar suara, ini lambang dari ucapan yang keluar. Jika alat menumbuknya sudah kotor, maka suara yang keluar juga akan kotor. Itu maksud simbolisasi TAHI YANG ADA DIALAT PENUMBUK PADI, MANAKALA DIPEGANG PASTI BERBAU AMIS : Damar Shashangka).

33.Angucap Ingsun wus kalah, saprentahmu sun lakoni, gantya Dewi Bleweh mapan, lnggah nja bantah ilmi, Sang Dewi Bleweh angling, Badhenn cangkrimaningsun, Isine alam dunya, kabeh Ana Pirang Warni, lawan Pira Rasane lamun Pinangan.

Berkata Aku sudah kalah, apapun keinginanmu aku jalankan, kini ganti Dewi Bleweh maju kemuka, duduk hendak berbantahan ilmu, Sang Dewi Bleweh berkata, Jawablah teka-tekiku ini, Berapakah jumlah isi alam dunia ini? Dan berapakah jumlah rasa seluruh isi alam dunia ini jika dimakan?

34.Sun andulu Wujudira, adge Wolung Prakawis, Pikukuhe Raga Tunggal, Sipat Papat Keblat Kalih, Patblas Ingkang Keri, Kang Loro Tutup-tinutup, samya Manjr Bandera, Kkalih pating karingkih, lan badhenn, mangrtine dadi paran.

Aku menatap Wujudmu, terlihat Delapan Macam, Mewujud dalam Satu Raga, Mempunyai Empat Keblat (mata angin) dan, ditambah Empat Belas macam yang sangat penting, Yang Dua sangat dirahasiakan, Karena keduanya tempat mengibarkan Bendera, Keduanya sangat sensitif, nah tebaklah, bagaimana maksudnya?

35.Gatholoco duk miyarsa, reka-reka tan mangrti, mung dhlg-dhlg kewala, Dewi Bleweh ngisin-isin, lenggak-lenggok nudingi, malerok sarwi gumuyu, Sira masa bisaa, ambatang cangkriman mami, wong dhapurmu saru kiwa irng mangkak.

Gatholoco begitu mendengarnya, pura-pura tak mengerti, hanya terdiam saja, Dewi Bleweh mengolok-olok, melenggak-lenggokkan kepala dan menuding, menatap dengan tatapan menghina serta tertawa, Mana mungkin kamu bisa, menjawab teka-tekiku, wujudmu saja memalukan cacat hitam jelek bagai kain yang warnanya luntur.

36.Gatholoco saurira, Mngko sun pikire dhisik, bismillah mbadhe cangkriman, cangkrimane gndhuk kuwi, Isine Dunya Amung Sanga Kathahipun, ingkang kinarya ngetang, angkane mung Sangang Iji, ora nana ingkang luwih saking sanga.

Gatholoco menjawab, Sabarlah aku tengah berfikir, bismillah menjawab teka-teki, teka-teki gadis ini, Isi dunia hanya ada sembilan buah jumlahnya, sebab jelas angka yang dibuat untuk menghitung, Cuma ada sembilan buah, tidak ada angka yang melebihi dari angka sembilan.

37.Sawuse jangkp sadasa, bali marang siji maning, iku tandhane mung sanga, isine dunya iki, kabeh mung sanga kuwi, Kahanane Rupa iku, yktine Nem Prakara, wijange sawiji-wiji, Ireng Biru Putih Kuning Ijo Abang.

Manakala jumlah sudah genap sepuluh, maka angkanya akan kembali ke angka satu lagi, itu bukti bahwa seluruh dunia ini, hanya berjumlah sembilan buah, semua hanya sembilan jumlahnya, Keberadan wujud itu, hanya ada Enam Macam, uraiannya satu persatu adalah, Hitam Biru Putih Kuning Hijau Merah.

38.Liya iku ora nana, rupa ingkang manca warni, iku Padha Ngmu Rasa, dene kabeh kang binukti, ing alam dunya iki, Rasane Mung Ana Wolu, Lgi Gurih kalawan, Pait Gtir Pdhs Asin, Spt Kcut ganpe wolung prakara.

Selain daripada warna itu tidak ada lagi, semua yang berwarna warni adalah campuran dari keenam warna dasar tersebut, seluruh Wujud memiliki Rasa, buktinya, didunia ini, Rasa hanya ada Delapan, Manis Gurih serta, Pahit Getir Pedas Asin, Sepat Kecut jumlah totalnya ada Delapan.

39.Adu Bokong tgsira, gnah lamun Asu Ganjing, padha adu bokongira, Ngadg Suku Wolung Iji, Keblatira Kkalih, Madhp Ngalor lawan Ngidul, Sipate iku Papat, Matanira Patang Iji, lawangane Bolongan Ana Patblas.

Beradu pantat maksudnya, jelas adalah Anjing yang tengah Kawin, mereka akan beradu pantat (Menyindir isi dunia yang suka bentrok karena keyakinan. Selaras dengan pepatah Jawa REBUT BALUNG TANPA ISI (Berebut tulang tanpa guna ~ merebutkan sesuatu yang kosong tak berisi. Yang suka bentrok karena keyakinan berbeda, Gatholoco mengatakan bagaikan Anjing Kawin, ribut melulu), berkaki empat tapi berjumlah delapan buah (karena ada dua ekor anjing ~ maksudnya walau memiliki Kesadaran, Perasaan, Pikiran dan Memori yang sama, tapi seolah mereka yang sedang bentrok memiliki Kesadaran, Perasaan, Pikiran dan Memori lain dan berbeda karena masing-masing sudah terdoktrin sedemikian kuatnya.) Arah mata angin hanya dua, hanya Utara atau Selatan ( Maksudnya, walau sebenarnya arah mata angin itu ada empat, bahkan bisa dikatakan delapan, bahkan sembilan jika dihitung arah tengah, bahkan sebelas jika mau dihitung arah bawah ditambah arah atas, namun bagi mereka yang punya doktrin fanatis semacam itu, arah mata angin bagi mereka hanya dua saja, utara atau selatan. Kafir atau non kafir. Golonganku atau diluar golonganku : Damar Shashangka), padahal mereka sama-sama memiliki Empat Belas Lobang kehidupan yang tiada beda.

40.Cangkm Irung miwah Karna, Silite kalawan Prji, gung-gunge kabeh Patblas, kang Tutup-tinutup sami, Panjine Dakar Prji, pating krngih ndmipun, dene Umbul Pultan, Bandera Buntute Kalih, ting Jalnthir lir Bandera Karo pisah.

(Satu lobang) Mulut (Dua lobang) Hidung serta (Dua lobang) Telinga, (Satu lobang) Kemaluan dan (Satu lobang) Anus, total jumlahnya Empat Belas (ditambah Kesadaran, Pikiran, Perasaan, Memori dan yang Keempat Belas adalah Ruh/Atma : Damar Shashangka). Yang senantiasa Dirahasiakan, adalah Kemaluan dan Anus, sangat sensitif memabukkan, sedangkan maksud Bendera dikibarkan, adalah sama dengan sebuah tiang bendera yang dipasangi dua macam bendera sekaligus, sehingga berkelebat tidak karuan kekanan dan kekiri manakala terhembus angin. (maksudnya adalah, pada masa dulu, jika tengah menantang perang atau menyatakan kalah perang, diisyaratkan dengan mengibarkan bendera merah atau putih. Ini adalah isyarat menyampaikan maksud/hasrat untuk berperang atau menyerah kalah. Jika kemaluan dilambangkan tempat mengibarkan bendera, artinya kemaluan adalah tempat mengibarkan hasrat sexual, mengibarkan hasrat keinginan untuk bersetubuh dan bersenggama. Gatholoco menambahkan, kemaluan itu ibarat tiang untuk mengibarkan bukan hanya satu buah bendera hasrat, tapi dua buah, karena hasrat sexual manusia kadang sangat tidak karu-karuan berkelebat tak tentu arah bagai dua buah bendera yang dikibarkan sekaligus dalam satu tiang dan terkena angin dalam saat bersamaan. : Damar Shashangka)

41.Apa bnr apa ora, mangkono pambatang mami, mara age wangsulana, Dewi Bleweh duk miyarsi, kajawab soalneki, sakalangkung gtun ngungun, nggarjita jroning nala, pinasthi kalawan takdir, awakingsun kinanti wong kaya sira.

Apakah benar atau salah, begitulah jawaban dariku, nyatakanlah sekarang, Dewi Bleweh begitu mendengar, bahwasanya telah terjawab teka-tekinya, seketika kecewa bercampur heran, berkata didalam hati, sudah menjadi takdir hidupnya, harus Kinanthi (Digandeng ~ maksudnya diperistri, selain itu juga menyatakan secara tersirat bahwa pupuh selanjutnya adalah Pupuh Kinanthi : Damar Shashangka) oleh manusa jelek seperti dia.

PUPUH IX

Kinanti

1.Dewi Bleweh nulya mundur, sarwi awacana manis, Ingsun wus rumasa kalah, sakarpmu sun-lakoni, manira manut kewala, ora sumja nylaki.

Dewi Bleweh lantas undur, sembari berkata manis, Diriku mengaku kalah, sekehendak hatimu akan aku turuti, aku akan menueut saja, tidak akan membantah lagi.

2.Namung kantun kusuma yu, Rtna Dewi Lupitwati, mapan lnggah arsa bantah, Gatholoco nabda aris, Sireku keri priyangga, mbane kalawan cantrik.

Tinggal sang bunga yang canti, Retna Dewi Lupitwati, segera mempersiapkan diri hendak berbantahan, Gatholoco berkata, Hanya tinggal kamu seorang, emban dan cantrikmu.

3.Kalah bantah padha mundur, sira Dewi Lupitwati, apa nutut apa berani, sa-buddhi-mu sun kmbari, Rtna Dewi angandika, Apa saujarmu kuwi.

Telah kalah dan mundur, kamu Dewi Lupitwati, apakah mampu apakah mundur, sampai dimana kesadaranmu akan aku imbangi, Retna Dewi berkata, Apa yang kamu ucapkan?

4.Yen sira ngarani tluk, yktine tluk wak mami, yen sira ngarani bangga, sabnre ingsun wani, mung iki cangkrimaning-wang, kathahe tlung prakawis.

Jika kamu mengatakan aku telah tunduk, benar aku hampir kamu tundukkan, tapi jika kamu mengatakan apakah aku berani, sungguh aku masih bernai, hanya ini teka-teki dariku, jumlahnya tiga macam.

5.Badhenn ingkang dumunung, tgse Wong Laki Rabi, lan tgse Wadon Lanang, tegese Sajodho kuwi, Gatholoco saurira, Ora susah nganggo mikir.

Jawablah dengan tepat, apa maksud dari Pernikahan, dan apa maksud Wanita dan Lelaki, apa maksud Jodoh itu? Gatholoco menjawab, Tidak usah berfikir diriku.

6.Prakara cangkriman iku, tegese Wong Laki Rabi, ingkang aran Wadon Lanang, ingsun uga wus mangrti, mung remeh gampang kewala, rungokna pambatang mami.

Untuk menjawab teka-teki ini, arti dari Pernikahan, yang dimaksud Wanita dan Lelaki, aku sudah memahami dari dulu, hal yang remeh belaka, dengarkan jawaban dariku.

7.Tgse Wong Lanang iku, Ala kang tmnan kuwi, iya iku ananingwang, rupane Ala ngluwihi, Wadon iku tgsira, gnah Panggonane Wadi.

Arti dari LA-nang (Lelaki) itu, adalah ciptaan yang sangat a-LA (Buruk), dilambangkan dengan wujudku ini, seperti wujudku inilah wujud lelaki itu, WA-don (Wanita) itu adalah tempat WA-di (Rahasia). (Maksud Gatholoco, lelaki atau Lanang, adalah sebuah ciptaan yang buruk. Karena makhluk yang bernama lelaki diliputi oleh watak keras dan egoisme. Dilambangkan secara nyata dengan rupa Gatholoco sendiri. Seperti itulah sebenarnya makhluk yang dinamakan lelaki. Sedangkan wanita atau Wadon adalah makhluk yang diliputi dengan kerahasiaan dan ketidak jelasan, terlalu mempergunakan perasaan. Walau terlihat lembut, tapi sama juga jeleknya dengan keegoisan seorang laki-laki. Yang satu egois secara keras, yang satu egois secara lembut : Damar Shashangka)

8.Wadine Wong Wadon iku, Wujude Wujudmu kuwi, sabnre Luwih Ala, dunung sarta asalneki, acampur kalawan priya, tuduhna kang ala iki.

Rahasia wanita itu, wujudnya seperti wujudmu itu (cantik), akan tetapi tetap juga buruk sebenarnya, asal dan keberadaanya sekarang ini, jika bercampur (bertemu/menikah) antara lelaki, maka akan terlihat keburukan ini semua.

9.Mula Rabi aranipun, Wong Lanang Amngku Estri, rahab ngrahabi sadaya, kang ala lawan kang bcik, mula lanang aranira, aja nglendhot marang estri.

Maka dinamakan RA-BI (Nikah), Lelaki menikahi Wanita, saling RA-hab ngraha-BI (saling ber-interaksi) dari semua watak yang ada, baik watak yang buruk maupun watak yang jelek, dan bisa dikatakan Jodoh manakala lelaki, tidak memaksakan kehendaknya kepada wanita (maksudnya saling mengingatkan untuk mengikis watak dasar yang buruk dari kedua makhluk ciptaan ini : Damar Shashangka)

10.Mung iku pambatangingsun, apa bnr apa sisip, Lupitwati aturira, Pukulun ppundhen mami, saestu lrs sadaya, marmane amba samangkin.

Hanya itu jawaban dariku, apakah benar atau salah? Lupitwati menjawab, Duh yang mulia sesembahan hamba, sungguh benar semua, oleh karenanya hamba sekarang.

11.Nrimah kawon sampun tluk, sumanggng karsa nglampahi, muhung asrah jiwa raga, tan pisan nja gumingsir, ing dunya prapteng dlahan, ttp mantp lair batin.

Menerima kalah dan tunduk, bersedia menjalani, memasrahkan jiwa raga, tidak akan tergoyahkan lagi, mulai dunia hingga mati, akan mantap lahir batin.

12.Gatholoco sukeng kalbu, gumujng sarwi mangsuli, Tuturira sun tarima, lan maneh wiwit saiki, sireku kabeh kewala, ttp dadi garwa-mami.

Gatholoco gembira dalam hati, tertawa sembari berkata, Aku terima janjimu, dan mulai dari sekarang, kalian semuanya, akan ku ambil sebagai istriku.

13.Mulane sira sadarum, kudu manut gurulaki, sabarang parentahingwang, abot entheng aywa nampik, lamun nampik siya-siya, tan wurung sida bilahi.

Oleh karenanya kalian semua, harus menurut kepada suami, semua yang diperintahkan, berat maupun ringan jangan membantah, manakala membantah, akan mendapatkan kecemaran.

14.Wus lumrah wong lanang iku, wajibe mngkoni rabi, sanajan rupane ala, nanging pants den ajeni, sinmbah mring garwanira, krana aran gurulaki.

Sudah lumrah seorang lelaki, harus menikah, walaupun buruk rupa, akan tetapi sebagai seorang suami patut dihargai, dipatuhi oleh istrinya, oleh karenanya disebut Gurulaki (Seorang suami dalam tradisi Jawa disebut Gurulaki. Artinya selain Guru umum yang pernah atau telah memberikan pelajaran ilmu pengetahuan maupun spiritual kepada seorang wanita, sang suami-pun wajib pula disebut guru baginya jika dia kelak sudah menikah : Damar Shashangka).

15.Solah tingkah murih patut, satiti angati-ati, tan kna kanthi smbrana, yen smbrana ora bcik, sanajan lunga sadhela, kudu pamit marang mami.

Harus belajar beretika, berhati-hati, tidak boleh seenaknya, jika seenaknya itu tidak baik, walaupun keluar rumah sebentar, harus memberitahu kepada suami.

16.Kajaba kang kadi iku, rungokna pitutur mami, amurih salamtira, aywa karm karya srik, den sabar aywa brangasan, ngajenana mring ssami.

Selain daripada itu, dengarkan nasehatku, agar diri kalian mendapatkan keselamatan, jangan suka membuat kebencian, belajarlah sabar dan jangan berangasan, hargailah semua manusia.

17.Upama sira katmu, marang pamitranmu yayi, kalamun sira micara, kudu ingkang sarwa manis, dimene rna kang myarsa, aywa nganti den ewani.

Manakala diri kalian bertemu, dengan sanabat-sahabatmu duh adikku semua, jika berbicara, harus yang sopan dan manis, agar senang yang mendengarkannya, jangan sampai mengucapkan kata-kata yang membuat kecewa orang lain.

18.Yen sira micara saru, utawa dhmn ngrasani, mring alane liyan janma, saykti akeh kang sngit, datan snng malah ewa, sinbut wong kurang buddhi.

Jika kalian berkata tidak sopan, atau suka bergunjing, membicarakan kejelekan orang lain, bakalan banyak yang membenci, tidak ada yang menyukai kalian, kalian akan disebut manusia kurang budi (kesadaran).

19.Upamane ana tamu, den enggal sira nmoni, kang sreseh nuli bagekna, linggihane ingkang rsik, sireku kang lmbah manah, sokur bisa nyugatani.

Jikalau ada tamu datang, bersegeralah menemui, yang sopan dan sambutlah, berikan tempat duduk yang bersih, harus sabar dan merendahkan diri, sukur-sukur jika bisa memberikan hidangan.

20.Sanajan tan bisa nyuguh, nanging sumeh ulat manis, tmbunge grapyak sumanak, rumakt sajak ngrspi, supaya tamune suka, snng ora glis mulih.

Walaupun tidak mampu memberikan suguhan, akan tetapi jika sopan dan berwajah manis, ucapannya bersahabat dan menyenangkan, tidak mengambil jarak dan menyenangkan hati, (lakukanlah itu) agar sang tamu bergembira, dan betah.

21.Yen sira smu marngut, kang mradayoh yekti wdi, kinira kalamun ladak, utawa kinira dir, den arani ora lumrah, datan kurmat mring ssami.

Jikalau dirimu berwajah judes, yang bertamu akan takut, dikira kalian sombong, atau dikira pemarah, akan dikatakan wanita tidak lumrah, tidak bisa menghormati sesama.

22.Watak andhap asor iku, wkasane nmu bcik, raharja sugih tpungan, kineringan mring ssami, linulutan pawong mitra, akeh ingkang trsna asih.

Watak merendahkan diri itu, akan menemukan kebaikan, tentram dan kaya teman, dihormati oleh sesama, dihargai oleh teman-teman semua, akan banyak yang menyayangi.

23.Kang garwa samya tumungkul, sadaya matur wot sari, Dhuh pukulun kasinggihan, wulangipun gurulaki, saliring dhawuh paduka, saykti kawula pundhi.

Seluruh istri (Gatholoco) menunduk, semua berkata hendak menjalani, Duh yang mulia, nasehat dari seorang Gurulaki (suami), segala yang telah terucapkan, sungguh kami semua akan menjalani.

24.Gatholoco alon muwus, Rehning sira wus ngantpi, darma saking karsaningwang, kepengin arsa udani, pratandhane kang sanyata, apa bnr sira estri.

Gatholoco pelan berkata, Dikarenakan kalian semua sudah mantap, setia bakti karena kehendak kalian sendiri sekarang aku ingin, hendak melihat, bukti nyata, apakah benar-benar kalian semua ini seorang wanita?

25.Samengko mrih gnahipun, manira arsa nontoni, mring prenah ttngerira, wujude ingkang sajati, sireku pada lukara, supaya ctha kaeksi.

Sekarang agar nyata, aku hendak melihat dengan mata kepalaku sendiri, kepada tempat tanda seorang wanita, wujudnya yang sesungguhnya, kalian semua bukalah busana kalian, agar jelas terlihat.

26.Para garwa alon matur, Dhuh pukulun kadi pundi, dene paring dhawuh lukar, kawula lumuh nglampahi, krana saking botn limrah, nalar saru tan prayogi.

Seluruh istri pelan berkata, Duh yang mulia bagaimana maksudnya? Memberikan perintah agar kami telanjang, kami malu menjalani, karena tidak lumrah hal itu dilakukan, sangat saru dan tidak baik.

27.Gatholoco asru bndu, Tuturmu padha ngantpi, mantp lair batinira, mituhu mring gurulaki, kaya paran ing samangkya, tan miturut prentah mami.

Gatholoco berkata, Bukankah kalian tadis udah mantap, lahir hingga batin, menuruti perintah Gurulaki, sekarang bagaimana, kok membantah perintahku?

28.Lamun rewel datan manut, sireku bakal bilahi, sidane nmu cilaka, katiban gitik panjalin, wong siji kaping limalas, lan maneh sun spatani.

Jika rewel tidak menurut, kalian bakal cemar, mendapatkan kecelakaan, tertimpa pukulan penjalin, setiap orang lima belas kali, dan akan aku kutuk nanti.

29.Ananging yen padha manut, nurut marang karp mami, sawuse lukar busana, nuli marang tilam sari, awakingsun pijtana, supaya ksle mari.

Akan tetapi manakala semua menurut, menuruti keinginanku, setelah bertelanjang bulat, seterusnya menuju ke peraduan, pijitlah diriku ini, agar hilang rasa lelah yang kurasakan.

30.Para garwa samya manut, tyas ajrih den supatani, sadaya lukar busana, Gatholoco dhuk umeksi, gumujng alatah-latah, sarwi ngingkrang munggeng kursi.

Seluruh istri menuruti, dalam hati takut kalau dikutuk, semua membuka busananya, Gatholoco begitu melihat, tertawa terbahak-bakak, sembari duduk diatas kursi.

31.Mangkana denira muwus, Saiki katon sajati, wus ctha nyata wanita, tngre wadon kaeksi, warna-warna datan padha, ana gdh ana cilik.

Beginilah dia berkata kemudian, Sekarang sudah terlihat yang sesungguhnya, benar-benar jelas kalian seorang wanita, bentuk kewanitaan kalian sudah terlihat, beraneka bentuknya tidak sama, ada yang besar ada pula yang kecil.

32.Rehning ctha wus kadulu, wujudnya sawiji-wiji, akarya rnaning driya, ing samngko sun lilani, kabeh padha tutupana, ngagma busana maning.

Karena aku sudah melihatnya, bentuk satu persatu milik kalian, membuat diriku senang, sekarang aku mengijinkan, tutupilah lagi, pakailah busana kalian kembali.

33.Yen sireku arsa wruh, marang sajatining laki, duwekingsun tingalana, becike apa saiki, utawa mngko kewala, sakarpmu sun turuti.

Jikalau kalian ingin melihat, kepada bentuk milikku, lihatlah kemari, sekarang juga, atau nanti, terserah kalian.

34.Lamun sira ngajak ngadu, duwekmu lan duwek mami, manira manut sakarsa, glm bae ingsun wani, sira ngajak kaping pira, manira saguh ngladeni.

Jika kalian semua mengajak untuk mengadu, milik kalian semua dengan milikku, aku akan menuruti, aku berani walau kalian semua mengajak berapa kali, aku sanggup melayani.

35.Rtna Dewi alon matur, Pukulun ppundhen mami, prakawis nalar punika, amba tan kapengin uning, dhumatng wujuding priya, nuwun gunging pangaksami.

Retna Dewi pelan berkata, yang mulia sesembahan hamba, masalah itu, kami tidak ingin melihat, kepada bentuk barang milik lelaki, kami memohon maaf.

36.Kang awit pamanggih ulun, kirang prlu angingali, kawula datan mntala, lan malih botn prayogi, pramilane botn susah, paduka paring udani.

Sebab menurut kami, kurang perlu untuk melihat hal itu, kami sangat malu, dan lagi tidak baik, oleh karenanya tidak usah saja, jika yang mulia hendak menunjukkannya.

37.Gatholoco alon muwus, Dhuh wong ayu mrak ati, sumeh smune prasaja, susileng solah rspati, wangsalan iki rungokna, wulang mring sira wong manis.

Gatholoco pelan berkata, Duh cantik yang menawan hati, yang manis dan sangat sopan, yang beretika dan menyenangkan hati, pantun ini dengarkanlah, ini wejanganku kepada kalian semua.

PUPUH VII

Gambuh

1. Anak murid sireku, kabeh padha keriya rahayu, lilanana saiki manira pamit, Gatholoco mangkat gupuh, lumampah ijen kemawon.Wahai semua anak muridku, semoga keselamatan ada padamu saat aku tinggal, sekarang relakanlah aku pamit, Gatholoco segera berangkat, berjalan pergi sendirian saja.

2. Midr-midr nglantur, sjanira angupaya mungsuh, sagung pondhok guru santri den lurugi, binantah ing kawruhipun, yen kalah dipun pepoyok.

Berkeliling kemana-mana, niatnya hendak mencari musuh berdebat, seluruh pondhok pesantren didatangi, diajak berdebat tentang ilmu sejati, jika kalah diperolok-olok olehnya.

3. Ana ingkang gumuyu, kapok kawus santri kang tan urus, wus dilalah karsaning Kang Maha Luwih, Gatholoco tyas kalimput, mngku takabur ing batos.

Ada yang ditertawakan, mentertawakan para santri yang kalah debat, sudah menjadi kehendak Yang Maha Lebih, Gatholoco hatinya terliputi, perasaan takabbur (sombong).

4. Pangrasanira iku, sapa mnang padon karo aku, padu kawruh ingsun punjul sasami, marmane manggih ssiku, kasiku dening Hyang Manon.Menurut anggapan dirinya, siapa yang bakal menang berdebat denganku, jika berdebat aku lebih unggul dari semua manusia, oleh karenanya mendapatkan balak, mendapatkan balak dari Hyang Manon (Tuhan)

5. Kang sipat samar iku, Gatholoco tan rumasa luput, yen andulu ingkang bangsa lair batin, kaelokaning Hyang Agung, karya lakon langkung elok.

Yang Bersifat Maha Samar, tapi Gatholoco tidak merasa salah, senantiasa merasa benar akan segala pemahamannya tentang ilmu lahir dan bathin, kebesaran Hyang Agung (Tuhan), membuat jalan hidup Gatholoco semakin mengherankan.

6. Gatholoco andarung, lampahipun trus minggah gunung, Endragiri wastanira ingkang wukir, sadaya santri ing gunung, binantah kawruhnya kawon.Langkah Gatholoco semakin jauh, berjalan terus mendaki sebuah gunung, Endragiri nama gunung tersebut, seluruh santri yang tinggal disana, berdebat dengannya dan kalah.

7. Jjanggan para Wiku, Rsi Buyut Wasi lan Manguyu, den lurugi bantah kawruh sarak ilmi, ingkang kawon den gguyu, Gatholoco asru moyok.Jejanggan dan Para Wiku (Bhikku), Resi Buyut Wasi dan Manguyu, semua didatangi diajak berbantah ilmu sejati, yang kalah ditertawakan, oleh Gatholoco tanpa segan-segan lagi.

(Cantrik, Cethi, Cekel, Jejanggan, Buyut, Wasi, Manguyu dan Resi adalah istilah tingkatan siswa dalam pendidikan spiritual di sebuah Padhepokan Jawa jaman Kabuddhan/Shiwa Buddha. Kedudukan tertinggi adalah Resi atau Wiku/Bhikku. Sekarang, sebutan Cantrik dipakai oleh Padhepokan Islam untuk menamai siswa nya yang belajar, yaitu Santri. Sedangkan istilah Padhepokan sendiri diubah menjadi Pe-Santri-an/Pesantren)

8. Solah tingkah kumlungkung, ngrengkel nakal rmn nyrekal digung, watak edir ilmu sarak den pabni, mila saya camahipun, ya ta gnti winiraos.

Kelakuannya telah berlebihan, ulet nakal suka menyangkal diagungkan, terjerat kesombongan semua aturan syariat dikritik, sehingga jatuhlah kesadarannya, lantas kemudian diceritakan.

9. Ing Endragiri gunung, wontn endhang gentur tapanipun, apparab Rtna Dewi Lupitwati, sadaya punggawanipun, samya estri maksih anom.Tersebutlah di Gunung Endragiri, berdiam seorang wanita pertapa, bergelar Retna Dewi Lupitwati (Lupit : barang untuk menjepit, Wati : wanita ~ barang milik wanita yang fungsinya untuk menjepit), semua muridnya, terdiri dari gadis-gadis belia.

10. Satunggal wastanipun, apparab Dewi Mlnuk Gmbuk, nama Dewi Dudul Mndut kang satunggil, mrak ati dhasar ayu, cantrik kalih ugi wadon.

Yang seorang bernama, Dewi Mlenuk Gembuk (Mlenuk : Barang kecil yang menonjol dan montok, Gembuk : empuk ~ barang kecil yang menonjol montok dan empuk), yang lain bernama Dewi Dudul Mendut (Dudul : Disogok, Mendut : Terayun ~ yang disogok bisa terayun-ayun), sangat cantik memikat hati, keduanya perempuan semua.

11. Satunggal namanipun, akkasih Dewi Rara Bawuk, kang satunggal Dewi Bleweh kang wwangi, grapyak sumeh kaduk cucut, neng ngarsa gusti tan adoh.Yang lain bernama, Dewi Rara Bawuk (Rara : Gadis belia, Bawuk : Vagina ~ vagina gadis belia), dan yang lainnya bernama Dewi Bleweh (Bleweh : Berlobang dan berlendir), semuanya sangat gembira dan rukun hidup bersama, saat itu mereka tengah berada didekat gurunya.

12. Sang Rtna dhepokipun, yeku dhepok ing Cmarajamus, pratapane ing guwa Seluman writ, angkr sinngkr barukut, botn smbarangan uwong.Nama dari Padhepokan Sang Retna (Dewi Lupitwati), adalah Padepokan Cemarajamus, tempat tapanya berada di gua siluman yang gelap, angker rahasia dan tersembunyi, tidak sembarang manusia.

13. Bangkit uningen ngriku, yen tan antuk lilane Sang Ayu, dene lamun wus kparng den ideni, kaiden ingkang amngku, sinome guwa katongton.Boleh melihat tempat tersebut, jikalau tidak mendapatkan ijin Sang Ayu (Dewi Lupitwati), namun bila sudah diijinkan, diperbolehkan oleh yang punya, sinom-nya gua bisa dilihat. (Sinom ~ bisa berarti muda bisa berarti rambut tipis dipelipis. Jika sebuah gua rahasia mempunyai sinom/rambut tipis, maka bisa anda tebak sendiri apa maksudnya. Selain itu, menandakan pupuh selanjutnya adalah pupuh Sinom. Beginilah sastra kuno Jawa, ambiguitas-nya sangat indah sekali.)

PUPUH VIII

Sinom

1. Ingkang samnya neng asrama, Rtna Dewi Lupitwati, lagya sakeca ngandikan, lawan cthi emban cantrik, kaget dupi umeksi, dhumatng wau kang rawuh, sajuga janma priya, lnggah sandhing para estri, Mlnuk Gmbuk sigra nabda attannya.Yang tengah ada didalam asrama, Retna Dewi Lupitwati, tengah menikmati perbincangan, dengan Cethi Emban dan Cantrik-nya (maksudnya semua muridnya), terkejut semua begitu melihat, kepada seseorang yang tiba-tiba datang, nyata seorang lelaki, langsung duduk didekat para wanita, Mlenuk Gembuk segera bertanya.

2. Lah sira iku wong apa, wani malbeng Endragiri, rupamu ala tur kiwa, pinangkanira ing ngndi, lan sapa kang wwangi, angakuwa mumpung durung, cilaka siya-siya, apa tan kulak pawarti, lamun kene larangan katkan priya.

Kamu itu manusia apa? Berani masuk ke Endragiri tanpa permisi. Wajahmu jelek dan buruk, darimanakah asalmu? Siapakah namamu? Jawablah sebelum, dirimu sia-sia celaka, apakah tidak pernah mendengar kabar, jika tempat ini tempat larangan bagi lelaki?

3. Gatholoco tansah nyawang, botn pisan amangsuli, mndongong kendl kewala, lir bisu mung clumak-clumik, malah angiwi-iwi, lingak-linguk kukur-kukur, dereng purun cantnan, nudingi mring cantrik estri, dangu-dangu sumaur ngucap mangkana.

Gatholoco hanya terpaku melihat (wanita-wanita cantik tersebut), tak sepatah katapun jawaban keluar dari mulutnya, termangu-mangu diam, bagai orang bisu hanya bibirnya berdecak-decak kagum, lantas bukannya menjawab tapi malah mencibir, duduk seenaknya dan menggaruk-garuk, tidak mau buka suara, namun kemudian dia menunjuk kepada Mlenuk Gembuk, dan menjawab begini.

4. Sun iki janma utama, nyata yen lanang sajati, kkasih Barang Panglusan, lan aran Barang Kinisik, ttlu jnng mami, ananging ingkang misuwur, manca pat manca lima, tanapi manca nagari, Gatholoco puniku aran manira.

Aku ini manusia utama, nyata seorang lelaki sejati, namaku Barang Panglusan, nama lainku Barang Kinisik, ada tiga namaku, yang sangat dikenal, diseluruh empat penjuru mata angin bahkan lima penjuru mata angin, hingga ke mancanegara, Gatholoco itu namaku.

5. Omahku ing tngah jagad, pinangkane saking wuri, nuruti sjaning karsa, pramilane prapteng ngriki, prlu arsa pinangggih, marang sireku wong ayu, dhuh mirah pujaningwang, lamun condhong sun rabeni, Mlnuk Gmbuk muring-muring asru sabda.Rumahku dipusat semesta, aku datang dari belakang (tiba-tiba ada maksudnya ~ tidak ada yang menciptakan), menuruti kehendak, sehingga aku sampai juga disini, perlu untuk bertemu, dengan dirimu duh cantik, duh berlian merah pujaanku, jika mau aku nikahi dirimu, Mlenuk Gembuk marah-marah dan berbicara keras.

6. Gumndhung si asu ala, lancang pangucap kumaki, dksura tindak smbrana, adol bagus marang mami, ingsun tan pisan sudi, andlng marang dhapurmu, bcik sira minggata, aja katon aneng ngriki, eman-eman panggonan den ambah sira.

Gila kamu anjing jelek, lancang ucapanmu dan sombong, seenaknya dan sembrono, menawarkan kebaikan kepadaku, diriku sekali-kali tak sudi, melihat wujudmu, lebih baik minggatlah, jangan terlihat disini, sayang tempat seindah ini kamu jejaki.

7. Wangsulane gmang lunga, malah sira mirah nuli, nurutana karsaningwang, dhuh wong ayu sun rabeni, mangsuli manas ati, wuwuse saya dalurung, si anjing kna sibat, tan kna ginawe becik, Mara age tutugna dak kpruk bata.

Gatholoco (menjawab) enggan pergi, malah jika mau, dirimu turutilah kehendakku, duh cantik aku akan menikahimu, (Mlenuk Gembuk) menjawab dengan kata-kata memanaskan hati, namun ucapaan (Gatholoco) semakin keterlaluan, si anjing dicaci maki, karena tidak bisa diberi sopan santun, Lanjutkan ucapanmu kalau ingin aku pukul dengan batu bata (kata Mlenuk Gembuk)!

8. Gatholoco saurira, wideng galng (yuyu) dhuh maskwari, wong ayu bok aja duka, kuwuk mangsa kolang-kaling (luwak), ron kang kinarya kikir (rmplas), wlasana awakingsun, parikan jnang sela (apu), apurann sisip mami, jalak pita (kapodhang) sun cadhang dadiya garwa.

Gatholoco menjawab (tapi dengan berpantun wangsalan ~ wangsalan adalah pantun teka-teki kata khas Jawa), wideng (atau gangsing, yaitu mainan kuno berbentuk bulat dan dimainkan dengan dihentakkan ditanah hingga berputar) yang ada di selokan sawah (binatang YUYU) duh intan adikku, wong a-YU (cantik) janganlah marah, kuwuk (kerang laut) yang suka makan buah kolang-kaling (binatang LUWAK), daun yang dibuat untuk menghaluskan sesuatu (REMPELAS), we-LAS- ana (kasihanilah) a-WAK ingsun (diriku ini), tersebutlah bubur dari batu (APU ~ Kapur Sirih), APU-ranen (maafkanlah) kelancanganku, burung Jalak berwarna kuning (burung KEPODHANG) aku ca-DHANG (harap) berkenanlah menjadi istriku.

9. Baita kandhg samudra (labuh), lara wirang sun labuhi, terong alit dhdhompolan (ranti), bok iya nganti sawarsi, bibis kulineng tasik (undur-undur), saykti tan nja mundur, isih cuwa atiku pan durung lga.

Perahu berhenti diatas samudera (ber-LABUH), walaupun harus malu aku LABUH-i (Jalani), buah terong kecil bergerombol (buah RANTI), walaupun ngan-TI (hingga) setahun, burung bibis yang suka bermain dipasir (binatang UNDUR-UNDUR), sungguh-sungguh aku tak akan mun-DUR, masih akan kecewa hatiku dan belum akan lega (jika belum terlaksana keinginanku).

10. Lan maneh ngong ngrungu warta, gustimu Sang Lupitwati, misuwur lamun waskitha, pintr mring sabarang ilmi, tan ana kang ngungkuli, sarta wus jumnng Wiku, lamun kapara nyata, manira arsa nandhingi, bantah kawruh sakarsane ilmu apa.

Dan lagi aku mendengar kabar berita, gusti-mu Sang Lupitwati, sangat terkenal waskitha, menguasai segala ilmu, tak ada yang mampu mengunggulinya, serta sudah mencapai taraf Wiku/Bhikku, jika memang benar demikian, aku hendak menandingi, mengajak debat ilmu sejati sekehendak dia ilmu yang mana.

11. Mlnuk Gmbuk saurira, Badhenn cangkriman mami, lan soale gustiningwang, Rtna Dewi Lupitwati, soale mban cantrik, yen sira ngrti sadarum, najan rupamu ala, gustiku Sang Lupitwati, apa dene para cthi cantrikira.

Mlenuk Gembuk menjawab, Tebaklah teka-tekiku, serta teka-teki gustiku, Retna Dewi Lupitwati, serta teka-teki seluruh emban dan cantrik beliau, jika dirimu mampu menjawab, walau buruk rupamu, gustiku Sang Lupitwati, berikut seluruh cethi dan cantrik beliau.

12. Msthine nurut kewala, kabeh glm anglakoni, Gatholoco alon mojar, Apa tmn tan nyidrani, upamane ngapusi, apa sira wani tanggung, yen sira ora dora, sun jawabe ing samangkin, lah ucapna cangkrimane kaya apa.Pasti akan menuruti kehendakmu, semua akan mau menjalani sebagai istrimu, Gatholoco pelan berkata, Benarkah tidak ingkar janji? Jika nanti ingkar, apakah kamu mau bertangggung jawab? Jika kamu tidak berbohong, akan aku jawab segera semua teka-teki kalian, segera ucapkanlah teka-tekinya seperti apa.

13. Mlnuk Gmbuk alon mojar, Ana wit agung siji, pang papat godhonge rolas, kmbange tanpa winilis, wohe amung kkalih, mung sawiji trubusipun, mubng wolu pangira, puniku ingkang sawiji, pan ana dene ingkang salah satunggal.

Mlenuk Gembuk pelan berkata, Tersebutlah sebuah pohon besar, berdahan empat dan berdaun dua belas, bunganya tak terhitung, buahnya hanya dua biji, hanya satu akarnya, tapi tumbuh bercabang delapan, itu teka-teki pertama, sedangkan teka-teki lainnya adalah.

14. Ingsun ningali maesa, kathahe amung kkalih, nanging tlu sirahira, badhenn cangkriman kuwi, Gatholoco miyarsi, reka-reka tan sumurup, malenggong palingukan, kcap-kcap kthip-kthip, Mlnuk Gmbuk gumujng alatah-latah.

Aku melihat kerbau, berjumlah dua ekor, akan tetapi mempunyai kepala tiga buah, jawablah teka-teki ini, Gatholoco mendengarkan, pura-pura tidak paham, terbengong-bengong celingukan, bibirnya komat-kamit dan matanya ketap-ketip, Mlenuk Gembuk tertawa terbahak-bahak.

15. Kowe maneh yen bisaa, ambatang cangkriman iki, dhapurmu ala tur kiwa, Gatholoco anauri, Mngko dhisik pinikir, supaya bisa katmu, mara padha rungokna, wong kabeh aneng ngriki, sun badhene bnr luput saksenana.

Mana mungkin kamu bisa memahami, bahkan menjawab teka-teki ini, rupamu buruk dan cacat, Gatholoco berkata, Sabar aku tengah berfikir, agar menemukan jawabannya, sekarang dengarkanlah, semua yang ada disini, aku akan menebak teka-teki itu salah maupun benar saksikanlah.

16. Ananging kalamun salah, aja padha ngisin-isin, bismillah mbadhe cangkriman, cangkrimane wong mrak ati, wit agung mung sawiji, iku jagad tgsipun, pang papat iku keblat, godhong rolas iku sasi, trubus siji pang wolu iku warsa.

Jika nanti salah, jangan mengolok-olok, bismillah hendak menjawab teka-teki, teka-teki dari manusia yang memikat hati, sebatang pohon besar, itu lambang dari dunia, dahan empat itu lambang dari arah mata angin, daun dua belas itu lambang bulan, akar satu bercabang delapan lambang tahun (tahun hakekatnya terulang satu kali, tapi dinamakan berbeda-beda setiap tahun hingga berjumlah delapan tahun yang disebut satu windu ~ tahun alip, ehe, jimawal, je, dal, be , wawu, jimakir ~ lantas berputar ke tahun alip lagi)

17. Kmbang tanpa wilang lintang, minangka woh loro kuwi, anane surya rmbulan, lan maneh ingkang sawiji, sira niku ningali, kbo loro ndhase tlu, iku wus dadi lumrah, kbo alam dunya iki, lanang wadon ktl wulu sirahira.

Bunga yang tak terhitung adalah lambang bintang, sedangkan buahnya hanya dua itu tak lain adalah matahari dan rembulan, sedangkan teka-teki satunya lagi, kamu melihat kerbau, dua ekor berkepala tiga, itu sudah lumrah didunia, kerbau yang ada di dunia ini, kepala ketiga adalah kepala yang juga ditumbuhi bulu.(jika dua ekor kerbau jantan dan betina ada dalam satu tempat, maka kepala mereka jika dihitung ada tiga, yang satunya adalah kepala penis kerbau jantan yang ditumbuhi bulu).

18. Gatholoco alon ngucap, Apa bnr apa sisip, mangkono pambatangingwang, mring cangkriman iki, Mlnuk Gmbuk miyarsi, wus kabatang soalipun, rumasa yen kasoran, sedhot mundur sarwi nglirik, alon ngucap saiki narima kalah.

Gatholoco pelan berkata, Apakah benar atau salah, begitulah jawabanku, untuk menjawab teka-teki ini, Mlenuk Gembuk mendengar, sudah terjawab teka-tekinya, merasa terkalahkan, seketika mundur sembari melirik, dan berkata sekarang mengaku kalah.

19. Dudul Mndut sigra mapan, mesam-mesm angesmi, wus ayun-ayunan lnggah, Gatholoco nulya angling, Soal apa sireki, sun badhene cangkrimanmu, Dudul Mndut angucap, Mangkene cangkriman mami, mara age badhenn ingkang pratela.

Dudul Mendut segera maju, tersenyum-senyum memikat, sudah berhadap-hadapan dengan Gatholoco, Gatholoco lantas berkata, Teka-teki apa darimu, akan aku jawab juga, Dudul Mendut berkata, Beginilah teka-teki dariku, segera tebaklah dengan benar.

20. Ing ngndi prnahe Iman, ing ngndi prnahe Buddhi, ing ngndi prnahe Kuwat, apa Kang Luwih Pait, lan Ingkang Luwih Manis, Luwih Atos saking watu, apa kang Luwih Jmbar ngungkuli jmbaring bumi, apa ingkang Luwih Dhuwur saking wiyat.

Dimanakah kedudukan Iman? Dimanakah kedudukan Buddhi? Dimanakah kedudukan Kuat? Apa yang Lebih Pahit dari semua yang pahit? Apa yang Lebih Manis dari semua yang manis? Apa yang Lebih Keras dari batu? Apa yang Lebih Luas melebihi luasnya bumi? Dan Lebih Tinggi dari langit?

21. Apa ingkang Luwih Panas, ngungkuli panasing gni, Luwih Adhm saking toya, Luwih Ptng saking wngi, ndi aran Ningali, lan ndi Kang Luwih Dhuwur, ndi Kang Luwih Andhap, apa ingkang Luwih Glis, akeh ndi Wong Gsang karo Wong Pjah.

Apa yang Lebih Panas, melebihi panasnya api? Yang Lebih Dingin dari air? Lebih gelap dari malam? Mana yang Melihat? Dan mana Yang Lebih Tinggi? Dan mana Yang Lebih Rendah? Apa yang Lebih Cepat? Banyak mana manusia Hidup dan manusia Mati?

22. Wong Sugih lawan Wong Nistha, Wong Jalu lawan Wong Estri, Wong Kapir lawan Wong Islam, mara badhenn saiki, Gatholoco nauri, Prnahe Iman puniku, aneng Jantung nggonira, ing Utk prnahe Buddhi, Otot Balung prnah panggonane Kuwat.

(Banyak mana) yang Kaya dan yang Miskin, yang Laki-laki dan yang Wanita, yang Kafir dan yang Islam, segera jawablah sekarang. Gatholoco menjawab, Kedudukan Iman (Keyakinan) ada di Jantung, di Otak kedudukan Buddhi, Otot dan Tulang tempat kedudukan Kekuatan.

23. Prnahe Wirang ing Mata, Ing Dunya Kang Luwih Pait, batine wong malarat, dene Ingkang Luwih Manis, batine wong kang sugih, lamun Wong Kang Luwih Lumuh, Kang Blilu tan wruh Sastra, ingkang aran Aningali, iku Janma Ingkang Wruh Ilmuning Allah.

Tempat Malu ada di Mata, tempat yang Lebih Pahit adalah di Dunia, menurut mereka yang melarat, sedangkan yang Lebih Manis, menurut mereka yang kaya, yang Lebih Bebal, adalah mereka yang bodoh tak memahami sastra suci, yang disebut Melihat, adalah manusia yang memahami ilmu Allah.

24. Ing ngndi Kang Luwih Prak, Ing Dunya Kang Luwih Glis, ingkang Luwih Bungahira, iku Marmaning Hyang Widdhi, kang Amba Luwih bumi, ykti Pandlng puniku, Landhp Luwih Kang braja, iku Nalare Wong Lantip, Ingkang Adhm Luwih toya Ati Sabar.

Dimanakan yang Lebih Dekat (kebahagiaan dan kesengsaraan ~ dualitas), di dunia ini juga yang Lebih Cepat, yang Lebih Bergembira (dan yang Lebih Sengsara), itu semua kehendak Hyang Widdhi, yang Luas melebihi bumi, adalah Penglihatan ini, yang Tajam melebihi besi, adalah Kesadaran manusia yang sudah terjaga, yang Dingin melebihi air adalah Hati yang Sabar.

25. Luwih Atos saking sela, Atine Wong Dhangkal pikir, Atine Wong Kang Brangasan, Panase Ngungkuli gni, Wong Jalu lan Wong Estri, ykti akeh Wadonipun, sanajan wujud lanang, tan wruh tegese estri, kna uga sinbut sasat wanita.

Lebih Keras dari batu, adalah Hati manusia yang Kesadarannya sempit, Hati manusia yang penuh keinginan, panasnya melebihi Panas Api, Laki-laki dan Wanita, jelas banyak Wanita-nya, walau berwujud laki-laki, jika tidak memahami makna wanita sejati, bisa disebut juga wanita.

26. Wong Urip lan Wong Palastra, tmne akeh kang Mati, sanajan wujude Gsang, kalamun wong tanpa Buddhi, iku prasasat Mati, Wong Sugih lan Wong Nistheku, msti akeh kang Nistha, sanajan Sugih mas picis, lamun bodho tanpa Buddhi tanpa nalar.

Yang Hidup dan yang Mati, sungguh lebih banyak yang Mati, walau terlihat hidup, namun jika tanpa Buddhi (Kesadaran), sungguh dia Mati, yang Kaya dan yang Melarat, banyak yang Melarat, walau kaya harta benda, manakala bodoh tanpa Kesadaran dan tanpa kecerdasan.

27. Kna sinbut Wong Nistha, tan duwe pakarti benjing, kalamun ing rahmatullah, Wong Islam lawan Wong Kapir, Islam Kapir mung lair, yen tan ana anggitipun, mnawa datan wikan, pranatanira Agami, ttp Kapir yktine janma punika.

Bisa disebut manusia Melarat, tidak memiliki aktifitas lebih, untuk memahami kasih Allah, yang Islam dan yang Kafir, Islam dan Kafir hanya bisa dibedakan, manakala tidak mampu membangun Kesadaran, manakala tidak memahami, intisari Agama, tetap Kafir manusia yang seperti itu.

28. Wong iku nyata pintran, tan kna den mjanani, Dudul Mndut mundur sigra, sarwi awacana aris, Wus bnr ora sisip, saikine ingsun tluk, Rara Bawuk gya mapan, mangkana denira angling, Ndika-bdhek Gus Nganten cangkriman kula.

Orang ini memang pintar, tak bisa dikalahkan, Dudul Mendut segera undur, sembari berkata pelan, Benar jawabanmu, sekarang aku mengaku kalah, Rara Bawuk segera maju, begini katanya, Sekarang tebaklah teka-tekiku manusia Bagus.

41. Gatholoco sukeng galih, angandika mring sakabat, Sanak-sanakingsun kabeh, yen sira arsa raharja, poma-poma elinga, aywa tiru lir gurumu, anggpe sawnang-wnang.

Gatholoco gembira dalam hati, berkata kepada seluruh sahabat (murid), Wahai saudaraku semua, apabila dirimu ingin mendapat ketentraman, ingat-ingatlah kata-kataku, jangan meniru tingkah laku gurumu (Kyai Hassan Bashori), sewenang-wenang kepada sesama.

42. Kang mangkono ora bcik, ngina-ina mring sasama, umat iku padha bae, pintr bodho bcik ala, bja lawan cilaka, wong kuli tani priyantun, lanang wadon ora beda.

Tingkah yang demikian tidaklah patut, menghina sesama manusia, seluruh umat itu sama, pintar bodoh tampan buruk, yang beruntung dan yang sengsara, kuli petani priyayi (bangsawan), lelaki maupun perempuan tiada beda.

43. Wus pinsthi mring Hyang Widdhi, tan kna ingowahana, papsthene dhewe-dhewe, mulane bcik narima, aywa katungkul sira, urip iku bakal lampus, aneng dunya ngelingana.

Sudah menjadi ketetapan Hyang Widdhi, tak bisa dirubah, takdir dari setiap makhluk, oleh karenanya terimalah, jangan terus merasa tidak puas, hidup ini pasti bakal mati, hidup didunia selalu ingat.

44. Aja jubriya lan kibir, sumngah nggunggung sarira, open dahwen panastene, karm dora pitnahan, jail silib melikan, angapusi agal alus, anggluweh dhmn sikara.

Jangan Jubriya (Riya : Suka pamer) dan Kibir (Takabbur : Sombong), senantiasa menganggap diri yang paling unggul, suka mencampuri urusan orang suka sirik dan gampang tersinggung, suka berbohong dan memfitnah, jahil suka selintutan dan gampang mengingini milik orang lain, suka menipu baik secara kasar maupun halus, seenaknya dan suka bertengkar.

45. Aja pisan ladak dir, watak angkuh nguja hawa, aja warg mangan sare, nglakonana sawatara, ingkang sabar tawakal, ingkang sumeh aja nepsu, ngajeni marang sasama.

Jangan sesekali berlebihan, angkuh dan suka menuruti keinginan badani, jangan suka banyak makan dan banyak tidur, jalanilah secukupnya, sabarlah dan tawakallah, yang ramah dan jangan jadi pemarah, hargailah sesama manusia.

46. Aja sira gawe srik, aja sira gawe gla, aja gawe wdi kaget, iku aran najis karam, nyandhang mangan ingkang sah, iku lakune wong ilmu, tan kna kanthi smbrana.

Jangan membuat sakit hati sesame, jangan membuat kecewa sesame, jangan suka menakut-nakuti dan mengagetkan sesame, semua itu najis dan haram yang sesungguhnya! Itulah sesungguhnya yang disebut memakai pakaian dan memakan makanan sah (halal), dan itu pula jalan yang harus ditempuh oleh pelaku spiritual, tidak bisa dibuat sembarangan.

PUPUH VI

Kinanti

1. Kudu ingkang nrimeng pandum, sumarah karsaning Widdhi, manusa darma kewala, saikine sun takoni, apa mantp trusing driya, ngaku bapa marang mami.

Harus menerima kepada ketentuan hidup (karma yang kita terima), pasrah kepada Hyang Widdhi, manusia sekedar menjalani, sekarang aku hendak bertanya, apakah kalian benar-benar telah mantap lahir batin, mengakui aku sebagai bapa kalian?

2. Lamun sira wus tuwajuh, gugunn pitutur iki, nanging sira aja samar, tan kna maido ilmi, yen maido kna cndhak, uripe kamulyanneki.

Jika memang telah mantap lahir batin, ikutilah nasehatku ini, akan tetapi janganlah gampang meremehkan ilmu orang, jika gampang meremehkan ilmu orang maka akan mendapat kesempitan, sempit kemuliaan diri.

3. Kabeh sira anakingsun, badhenn pasemon iki, Lamun bngi ana apa, Yen awan ingkang ngbki, Apa ingkang ora nana, Satuhune iya ndi.

Semua anak-anakku, jawablah perlambang yang aku uraikan ini, Ada apakah ditengah keheningan malam? Apakah yang meliputi terangnya siang hari? Apakah sesuatu yang tidak ada itu ? Sesungguhnya dimanakah (yang ada ditengah keheningan malam, yang meliputi terangnya siang dan yang tidak ada tersebut?)

4. Doh tanpa wangn iku, Cdhak tan senggolan iki, Yen adoh katon gumawang, Yen cdhak datan kaeksi, Lamun isi ana apa, Yen suwung luwih mratani.

Sangatlah jauh tanpa batasan pasti, Sangatlah dekat namun tak bersentuhan, Jikalau jauh terlihat berpendar, Jikalau dekat tiada terlihat, Jika diumpamakan sebuah isi sesuatu apakah itu? Jika diumpamakan kosong lebih dari kekosongan dan meliputi semuanya.

5. Lmbut tan kna jinumput, Agal tan kna tinapsir, Ingkang amba langkung rupak, Kang ciyut wiyar nglangkungi, Bumbung wungwang isi apa, Sapa neng ngarpmu kuwi.

Sangat halus hingga tak bisa dijumput (dijumput ~ diambil dengan dua jari dengan sangat hati-hati karena sangat kecilnya), Sangat nyata tapi tak bisa dinyatakan, Sangat lebar namun juga sempit, Sangat sempit tapi lebarnya melebihi semua yang lebar, Sitengah bilah bambu apa isi-nya? Bahkan dihadapanmu sekarang (siapakah Dia?)

6. Yen lanang tan nduwe jalu, Yen wadon tan duwe blik, Iya kene iya kana, Iya ngarp iya buri, Iya kering iya kanan, Iya ngandhap iya nginggil.

Jika lelaki tapi tak memililiki kelamin laki-laki, Jika perempuan tak memiliki kelamin perempuan, Ada disini dan ada disana, Ada di depan juga ada dibelakang, Ada dikiri juga ada dikanan, Ada di bawah juga ada diatas.

7. Baitane ngmot laut, Kuda ngrap pandhgan nnggih, Tapaking kuntul ngalayang, Pambarp adhine ragil, si Wlut ngleng ing parang, Kodhok ngmuli lengneki.

Perahu memuat seluruh samudera, Kuda berlari kencang ditempat pemberhentiannya (banyak yang salah tulis dalam setiap primbon ungkapan ini, yaitu KUDA NGRAP ING PANDNGAN, padahal yang benar KUDA NGRAP ING PANDHGAN (Kuda berlari kencang ditempat pemberhentiannya/kandangnya. PANDHGAN ~ TEMPAT BERHENTI = GDHOGAN), Jejaknya burung bangau yang tengah terbang melayang, Yang sulung juga yang bungsu, Belut mempunyai rumah didalam batu cadas, Katak menyelimuti rumahnya sendiri.

8. Wong bisu asru calathu, Jago kluruk jro ndogneki, Wong picak amilang lintang, Wong cebol anggayuh langit, Wong lumpuh ngidri jagad, Aneng ngndi susuh angin.

Orang bisu tapi keras suaranya, Ayam jago berkokok didalam telurnya, Manusia buta menghitung bintang dilangit, Manusia cebol menggapai langit, Manusia lumpuh berkeliling dunia, Dimanakah kediaman angin?

9. Aneng ngndi wohing banyu, Myang atine kangkung kuwi, Golek gni nggawa diyan, wong ngangsu pikulan warih, Kampuh putih tumpal pthak, Kampuh irng tumpal langking.

Dimanakah inti air, Dimanakah pusatnya tumbuhan kangkung, Mencari api membawa pelita, Mencari air memikul air, Kemben putih tertutup warna putih, Kemben hitam tertutup warna hitam.

10. Tumbar isi tompo iku, Randhu alas angrambati, mring uwit smbukan ika, Sagara kang tanpa tpi, Rambut irng dadi pthak, ingkang pthak saking ngndi.

Biji ketumbar berisi wadhahnya, Pohon randhu hutan merambat, kepada tumbuhan simbukan (simbukan adalah jenis tumbuhan rambat, tapi malah dirambati pohon randhu hutan), Lautan yang tak bertepi, Rambut hitam berubah putih, warna putih darimana datangnya?

11. Irnge mring ngndi iku, Kalawan kang diyan mati, urube mring ngndi ika, golekana kang pinanggih, yen tan wruh siya-siya, durung sampurna kang ilmi.

Dan kemanakah hilangnya warna hitam tadi? Dan lagi jika pelita padam, kemanakah perginya nyala api? Carilah hingga ketemu, manakala tidak bisa mengetahui akan sia-sia, tidak sempurna ilmu kalian.

12. Ingkang sarah munggeng laut, gagak kuntul saba sami, duk mencok si kuntul ika, si gagak ana ing ngndi, gagak iku nulya tka, si kuntul mibr mring ngndi.Benda padat memenuhi samudera, burung gagak dan burung bangau ikut datang, manakala bangau bertengger diatas benda padat, burung gagak tiada kelihatan, manakala burung gagak yang datang, burung bangau terbang kemana? (Benda padat ~ Jasad materi. Samudera ~ Dunia materi. Burung gagak ~ Suksma Sariira/Nafs. Burung Bangau ~ Atma Sariira/Ruh)

13. Prayoga kudu sumurup, kabeh sira anak mami, pralambang iku rasakna, kang katmu padha jati, sajatining rasa ika, rasa jroning jalanidi.Oleh karenanya harus bisa memahami, wahai kalian semua anak-anakku, seluruh perlambang ilmu sejati ini renungkanlah, jika bisa memahami akan menemukan kesejatian, sejatinya rasa, rasa sejati didalam samudera (hidup).

14. Sasmitann ingkang wimbuh, kawruhana ucap iki, kalawan pangrungunira, sarta paningalmu ugi, tan ana ucap dwi ika, dadi solah tingkahneki.Segala rahasia akan cepat tersingkapkan, benar-benar perhatikan ucapanku ini, dengan sepenuh pendengaran, serta sepenuh penglihatan kamu, tiada lagi kebenaran kedua yang menjadi sifatnya (sifat kebenaran sejati itu tunggal, tak mendua).

15. Ora sak tan srik iku, tan tsbehmu Dzatullahi, kang krasa yen datan mangan, den krasa yen minum nnggih, smbahyanga den karasa, den krasa Dzatullah kuwi.Jangan ragu jangan bimbang, bahkan pujianmu itu Dzatullah, rasakan benar-benar saat kamu tengah kelaparan (tak makan ~ ditengah penderitaan), juga rasakan benar-benar saat kamu meminum air (saat gembira), ditengah bersembahyang-pun rasakanlah, rasakanlah bahwa semua ini Perwujudan Dzatullah!

16. Kang wus sawural Allahu, iku aran Salat Daim, ana maneh ingaranan, Martabate Kasdu kuwi, lawan Takrul Takyin ika, mangrtine Kasdu kuwi.

Yang sudah mampu melihat semua ini adalah Allah, itu yang dinamakan Sholat Daim (Daiman ~ Abadi/Tak terputus/Tak terbatas oleh waktu), ada lagi yang disebut martabat/uraian/tingkatan tentang Kasdu, dan Takrul serta Takyin, yang disebut Kasdu adalah.

17. Pikarpe niyat iku, ciptane ingkang dumadi, dene Takrul tgsira, pamkasing niyat nnggih, dumadine panggraita, mangrteni ingkang Takyin.Maksud/fokus dari niyat, kesadaran yang menjadi pegangan, sedangkan Takrul artinya, akhir dari niyat tersebut, tercapainya kesadaran sejati, sedangkan Takyin.

18. Iku nyata yen satuhu, wasesane niyat kuwi, dumadine ingkang cipta, cthane iku saykti, ingkang Kasdu kuwi Iman, ingkang Takrul iku Tohid.

Sungguh-sungguh melihat bukti, kuasa dari niyat, tercapainya puncak kesadaran, sesungguhnya, yang disebut Kasdu adalah Iman (Keyakinan), yang disebut Takrul adalah Tokid (Tauhid ~ Kesatuan Tunggal).

19. Kang Takyin Makrifat iku, kang Iman yen ana kuwi, ing niyat ingkang gumlethak, ykti iku ora serik, tansah ningali ing Allah, kang Tohid nnge myang osik.

Yang disebut Takyin adalah Marifat (Menyaksikan Kesejatian), iman yang ada, harus dibuat niyat penuh kepasrahan, hilangkan segala kebimbangan, hanya melihat kepada Allah semata, Tauhid adalah menyadari Kesatuan gerak dan diam (makhluk dengan gerak dan diam Tuhan).

20. Gletheke paningal iku, pamyarsa pangucapneki, nyata angn-angnira, ingkang ngglethakakn Widdhi, myarsa ngucapkn psthinya, Allah tangala ngimbuhi.Menyadari dengan penuh kesadaran bahwa semua penglihatan ini, pendengaran ini berikut pengucapan ini, serta seluruh gerak pikiran-pikiran ini, semua adalah perwujudan Hyang Widdhi, mendengar hingga berkata, Allah yang menggerakkannya.

21. Dadi aja sak srik iku, tingalira mring Hyang Widdhi, ana dene kang Makrifat, iku nnge lawan mosik, annggih paningalira, pangrungu pangucapneki.Jangan ragu-ragu lagi, fokuskan kesadaran bahwa semua ini adalah Hyang Widdhi, sedangkan Marifat, diam serta gerak kalian, penglihatan, pendengaran pengucapan.

22. Dadi lan ing dhewekipun, tgse iku saykti, Bila tsbeh lire ika, tan loro kahanan-neki, apan mung Allah kewala, ingkang mosik mnng kuwi.Wujud dan kepribadian kalian, sesungguhnya nyata adalah, Bila tesbeh (billa tasbih : tak ada yang dipuji lagi), sesunguhnya tak ada dua, hanya Allah saja, yang diam dan bergerak ini.

23. Pamiyarsa lan pandulu, nyatane kahanan iki, poma aja srik lan sak, sasmita sariraneki, kang den ucap ingkang ngucap, tan liya Kang Maha Suci.

(Berikut) pendengaran dan penglihatan kita semua, sangat nyata keadaann ini semua (adalah perwujudan Allah semata)! Jangan ragu dan bimbang lagi, akan rahasia dirimu, apa yang kamu ucapkan dan yang mengucapkan, tak lain adalah Yang Maha Suci itu sendiri!

24. Kudu ingkang awas emut, ora nana liya maning, lamun sira tinakonan, apa pangajape Widdhi, mangkene wangsulanira, Pangawruhingsun mring Widdhi.

Senantiasa waspada dan ingat dalam kesadaran, bahwasanya tiada lain lagi (semua ini kecuali Allah). Apabila kamu ditanya Apa yang Hyang Widdhi kehendaki darimu? Jawablah, Menyadari Hyang Widdhi itu sendiri.

25. Kawimbuhan ilmunipun, Pangeran Kang Maha Suci, ana maneh soalira, apa ingkang den arani, sakcap sarta satindhak, mnng mung sagokan kuwi.

Sehingga tercurahkan ilmu, (Kesejatian akan hakikat) Tuhan Yang Maha Suci, ada lagi pertanyaan, siapakah yang, Mengucap dan Melangkah, Berdiam dan Bergerak ini semua?

26. Nulya saurana gupuh, ujar sakcap puniki, kang ngucap nnggih Hyang Suksma, kang mlaku satindhak Widdhi, kang mnng sagokan ika, ingkang wus angel nggoleki.

Jawablah, Yang Mengucap, adalah Hyang Suksma (Tuhan), yang Melangkah adalah Hyang Widdhi (Tuhan), yang Berdiam dan Bergerak, adalah Dia Yang Sulit Dicari.

27. Hyang Suksma ya dhirinipun, sarta lamun den takoni, pira Martabating Tingal, saurana tri prakawis, Tasnip ingkang kaping pisan, Insan Kamil kaping kalih.

Tak lain adalah Hyang Suksma sendiri, manakala ditanya, berapakah Martabat/tingkatan/uraian Penglihatan (Ruh)? Jawablah tiga perkara, Tasnip (Tasnif : Penilaian) yang pertama, Insan Kamil (Insanulkamil : Manusia Sempurna) yang kedua.

28. Kadil Kapri kaping tlu, Tasnip: Idhp tgsneki, Insan Kamil: Kang Sampurna, iku kaya Roh Ilapi, utawa Tasnip smunya, tingal luluh sampurnaning.

Kadil Kapri (Khadil : Mengecewakan, Qafri : Gurun, gurun yang mengecewakan~maksudnya penglihatan yang palsu) yang ketiga, Tasnip (Tasnif) artinya Idhep (Penilaian Kesadaran untuk melihat), Insan Kamil adalah (penglihatan) Yang Sempurna, sudah menjadi Ruh ilapi (Ruh Idhofi : Ruh penambah kesempurnaan), atau Tasnip maksudnya, penglihatan telah luluh sempurna (kepada Yang Dilihat).

29. Wahyu iku tgsipun, ingkang paningale sidik, iku ttp wahyunira, pramilane samya wajib, den wninga prabedanya, anggenira aningali.(Mendapat) wahyu (penglihatan sejati) maksudnya, bagi mereka yang penglihatan Ruh-nya jernih, maka disebut tetap mendapatkan wahyu, oleh karenanya wajib bagi kalian, mengetahui perbedaan (penglihatan Ruh diatas), disaat kalian hendak melihat Kesejatian.

30. Mring Nabi Wali Mukminu, Nabi ttp tingalneki, dene para mundur ika, ing tingale Wali Mukmin, pira Martabating Lampah, wangsulana dwi prakawis.

Perbedaan (penglihatan) Nabi Wali maupun Para Mukmin, bagi yang sudah mencapai tingkat ke-Nabi-an akan stabil penglihatannya, sedangkan dibawah tingkatan itu masih labil, yaitu penglihatan Wali dan Mukmin, berapakah martabat/tingkatan/uraian dari Lelaku (Riyadloh/Sadhana/Pencarian spiritualitas) itu? Jawablah ada dua perkara.

31. Dhingin kaya gni iku, kaping kalih kaya angin, smune kang kaya brama, pnt panase pribadi, tgse sira mrih enggal, panrima kasuwen dening.

Yang pertama bagaikan api, yang kedua bagaikan angin, yang dimaksud bagaikan api, mencari inti panasnya diri pribadi (berjuang membasmi panasnya kegelapan batin), dengan cara tersebut akan membuat diri kalian cepat, mencapai tingkat kepasrahan.

32. Ingkang angin tgsipun, pnt tan kna pinurih, tgse wus ora pisan, susah angulati malih, pira Martabating Badan, saurana tri prakawis.

Bagaikan angin maksudnya mencari sesuatu yang Tak dapat dicari, dimana Yang tak tak dapat dicari tersebut sesungguhnya sekali-sekali, tidak perlu dicari jauh-jauh, berapakah martabat/tingkatan/uraian tentang Badan?

33. Wondene ingkang rumuhun, kaya tanggal ping Pat nnggih, ping dwi kaya tanggal Sanga, tanggal ping Patbelas ping tri, tgse tanggal kaping Pat, tulis lair tulis batin.

Yang pertama-tama, bagaikan bulan muncul ditanggal Empat (memakai perhitungan sonar system), yang kedua bagaikan bulan muncul ditanggal Sembilan, yang ketiga bagaikan bulan yang muncul ditanggal Empat belas, maksud bagaikan bulan tanggal empat ( tangal empat jawa atau perhitungan kalender menggunakan sonar system, bulan tidak akan kelihatan) berarti lahir batin masih nampak tersirat (masih benar-benar tenggelam pada material dunia, masih diliputi kegelapan illusi)

34. Kaya tanggal Sanga iku, luluh sirna tgsneki, kahananira Pangeran, tanggal ping Patbelas kuwi, dene sasjane sama, kaya Kang Ndadekkn nnggih.

Yang dimaksud bagaikan tanggal Sembilan (tanggal Sembilan jawa atau menggunakan perhitungan kalender sonar system, bulan mulai muncul walau berbentuk sabit), yang material mulai luluh dan sirna oleh karena, keberadaan Tuhan (mulai nyata), bagaikan tanggal Empat belas (tanggal Empat belas jawa atau menggunakan perhitungan kalender sonar system), seluruh kehendak telah sama, manunggal sama dengan Yang Menciptakan Alam! (Illusi telah tersingkap, bagaikan Bulan Purnama. Tuhan telah mewujud nyata!)

35. Wus tumka wangnipun, tkane kawula kuwi, ora nja yen dadiya, dadi Gusti kang saykti, nanging ykti dadi uga, pira Martabat Pamanggih.Sudah mencapai tingkatan tertinggi, keberadaan Kawula (hamba), tak disengaja telah menjadi, keberadaan Gusti Yang Sejati, dan benar-benar terjadi, berapakah martabat/tingkatan/uraian dari Etika Tingkah Laku.

36. Saurana lima iku, kang dhingin Klthking ati, ingkang kaping kalihira, Katpking lampah nnggih, Panjriting tangis ping tiga, Kthuk nutu ping pat nnggih.

Jawablah terdiri dari lima perkara, yang pertama bagaikan Kegelapan hati, yang kedua bagaikan Suara langkah kaki, yang ketiga bagaikan Jerit tangis, yang keempat bagaikan Suara ketukan orang menumbuk padi (jaman dahulu untuk memisahkan padi dengan kulitnya, harus ditumbuk disebuah tempat yang namanya Lesung. Menumbuk padi dalam istilah orang Jawa disebut Nutu. Disaat aktifitas menumbuk padi ini, suara ketukannya akan terdengar indah berirama. Apalagi jika yang melakukan aktifitas lebih dari satu orang. Suara yang terdengar sangat khas. Suara ketukan menumbuk padi ini dikenal dengan sebutan gamelan Lesung.)

37. Cleret Ngantih ping limeku, dene Panjriting wong nangis, lawan Klthking wardaya, myang Tpking wong lumaris, tuhune iku pangucap, martanipun akir kadi.Dan bagaikan Pelangi yang kelima, maksud dari Jerit tangis, dan juga Kekotoran hati, serta Suara langkah kaki, sesungguhnya adalah lambang dari kegelisahan batin yang tak terucapkan, jika mampu menyadari hal ini maka pada akhirnya.

38. Kaya Kapilaku iku, ing tekade kang wus tampi, Calereting Ngantih ika, lir Sipat Jamalullahi, Kethuking nutu upama, wdale pangucapneki.(Harus dijadikan) Kaya Kapilaku (Haya alkafiilah : Untuk memastikan rasa malu ~ maksudnya segala kekotoran hati, jerit tangis/ketidak terimaan dan suara langkah kaki/degub gemuruh ketidak tenangan adalah hal-hal yang patut dijadikan obyek perasaan malu bagi yang ingin meningkatkan kejernihan diri. Kekotoran hati, Jerit Tangis/ketidak puasan dan Suara Langkah Kaki/degup ketidak tenangan adalah rintangan mencapai tingkat kesucian, seharusnya kita malu jika tetap memelihara hal-hal semacam itu), itulah ketetapan diri bagi yang hendak belajar berserah total, Pelangi maksudnya, bagaikan sifat Jamalullah (Jamil : Cantik ~ Jamalullah : Kecantikan Allah), Suara ketukan orang menumbuk padi, lambang dari Ucapan yang telah keluar.

(Maksudnya, tiga perlambang awal, 1. Kletheking Ati : Kekotoran Hati, 2. Katepeking Lampah : Suara Langkah/degup ketidak tenangan, 3. Panjriting Tangis : Jerit Tangis/ketidak puasan, adalah lambang ketidak murnian diri yang seharusnya sangat memalukan bagi manusia yang sadar. Ketidak murnian ini ada didalam diri yang berputar-putar bagai awan panas menggelora. Lambang ke empat yaitu Kethuking Nutu adalah Ucapan yang keluar dari orang yang sadar yang bisa menetralisir segala hal-hal negative yang bergelayut didalam diri, sehingga ucapan yang keluar terdengar positif dan indah, bagai suara orang menumbuk padi yang merdu. Dan jika hal ini bisa dibiasakan, maka diri kita nyata telah menjadi perwujudan Pelangi atau Jamalullah : Kecantikan Allah bagi sesama).

39. Nyata ora mamang iku, ora susah angulati, Hyang Agung Kang Maha Mulya, kang ngucap iku Allahi, poma aja pindho karya, puniku ingkang sajati.Nyata tidak diragukan lagi, tidak usah susah-susah mencari, Hyang Agung Yang Maha Mulia, karena ucapan positif yang keluar dari manusia yang sadar semacam itu adalah ucapan Allah, jangan meragukan lagi, inilah yang sesungguhnya!

40. Martabate bumi iku, saurana tri prakawis, Dzating Roh Ilapi ika, kaping pindho Roh Jasmani, kaping tlu Tanpa Prenah, Tanpa Tuduh Tanpa Yekti.

Martabat/tingkatan/uraian dari bumi (maksudnya bumi adalah manusia ini), jawablah tiga perkara, yang pertama Dzat Roh Ilapi (Dzat dari Ruh Yang Menguatkan, maksudnya perwujudan dari Ruh Yang Menguatkan, tak lain adalah Nafs/Suksma Sariira. Nafs atau Suksma Sariira adalah perwujudan Atma juga sesungguhnya.) Yang kedua Roh Jasmani (Maksudnya adalah Jasad/Sthula Sariira, disini diistilahkan sebagai Ruhul Jasmani) dan yang ketiga Tanpa Tempat, Tanpa Arah dan Tanpa Ada (Maksudnya Ruh/Atma).

41. Kang aran Muhammad iku, kang Kakiki kang Majaji, iku nuli saurana, kang aran Muhammad Nabi, dene kang Kakiki iku, iya Dzatullah Ilapi.

Yang disebut Muhammad itu, apakah Kakiki (Hakiki : Intisari Gaib) atau yang Majaji (Maujudi : yang berwujud nyata), maka jawablah, yang dinamakan Muhammad itu adalah nama seorang Nabi, tapi hakekatnya yang disebut Muhammad itu, tak lain adalah Dzatullah Ilapi (Dzatullahi Al-idhofi : Dzat Allah Yang Menambah Kekuatan bagi semesta atau Energi Illahi).

42. Nabi Muhammad puniku, annggih ingkang Majaji, Dzatullah Jasadi ika, kang Kakiki kang Majaji, loro-loroning atunggal, nyatane yen sira kuwi.

Nabi Muhammad itu, adalah yang berwujud sebagai manusia (ditanah arab), perwujudan Dzatullah, sedangkan Muhammad yang Hakiki dan Maujud, kedua-duanya adalah tunggal juga, semuanya ada didiri kalian (seluruh makhluk).(Maksudnya Muhammad itu sesungguhnya adalah nama dari cahaya Allah, yaitu Nur Muhammad (Nur : Cahaya, Muhammad : Terpuji). Inilah inti sari setiap makhluk. Hakikat setiap makhluk. Secara hakikat dia melampaui segalanya, secara wujud nyata, berwujud seluruh material semesta termasuk jasad fisik manusia. Maka benarlah jika kita ini disebut perwujudan Nur Muhammad. Karena Nur Muhammad itu tak lain adalah Allah juga. Dan Ruh kita ini disebut Rasul Muhammad (Rasul : Utusan, Muhammad : Terpuji), percikan dari Allah juga. Oleh karenanya Allah, (Nur) Muhammad dan Rasul (Muhammad) adalah satu kesatuan tunggal, dalam Ajaran Syeh Siti Jenar maupun Sunan Kalijaga, sering hanya disebut ALLAH, MUHAMMAD, RASUL saja. Ada lagi yang disebut Muhammad, ya