Senyawa Ipid Dari Tumbuhan Paku Cakar Ayam (Selaginella Doederleinii)
-
Upload
randy-m-alex -
Category
Documents
-
view
192 -
download
3
description
Transcript of Senyawa Ipid Dari Tumbuhan Paku Cakar Ayam (Selaginella Doederleinii)
-
KARAKTERISASI SENYAWA LIPID DARI BAGIAN AERIAL
TUMBUHAN PAKU CAKAR AYAM (Selaginella doederleinii Hieron)
Suyatno dan Trias Anggraini
Jurusan Kimia FMIPA Universitas Negeri Surabaya Jl. Ketintang Surabaya (60231), Telp. 031-8298761
Email: [email protected]
ABSTRAK
Selaginella doederleinii Hieron (cakar ayam) termasuk salah satu tumbuhan paku famili Selaginellaceae. Masyarakat telah banyak memanfaatkan tumbuhan tersebut sebagai obat tradisional untuk menurunkan panas, melancarkan aliran darah, antitoksik, antineoplasma, penghenti pendarahan (hemostatis), dan menghilangkan bengkak. Namun demikian kandungan senyawa metabolit sekunder dalam tumbuhan paku ini belum banyak diidentifikasi. Penelitian ini ditujukan untuk mengisolasi dan mengkarakterisasi senyawa metabolit sekunder yang terkandung dalam ekstrak etil asetat bagian aerial tumbuhan paku Selaginella doederleinii. Dalam penelitian ini, ekstraksi dilakukan dengan metode maserasi, pemisahan dengan teknik kromatografi, pemurnian menggunakan cara rekristalisasi, dan identifikasi struktur molekul dengan metode spektroskopi (UV, IR, dan MS). Berdasarkan hasil penelitian dari ekstrak etil asetat tumbuhan paku Selaginella doederleinii telah dapat dipisahkan senyawa lipid yakni metil pentadekanoat, berupa kristal tak berwarna dengan titik leleh 70-72C.
Kata-kata kunci: Selaginella doederleinii, ekstrak etil asetat, lipid, metil
pentadekanoat
Pendahuluan
Indonesia dikaruniai kekayaan alam yang melimpah, baik di darat
maupun di laut. Pengakuan dunia sebagai negara terbesar kedua setelah Brazil
dalam hal keanekaragaman hayati terutama jenis tumbuh-tumbuhan disandang
oleh Indonesia. Sekitar 25.000 jenis atau lebih dari 10% dari jenis flora dunia
mampu tumbuh di Indonesia. Di samping itu sekitar 35.000 jenis lumut dan
ganggang, 40% di antaranya merupakan jenis yang endemik atau hanya terdapat
di Indonesia saja (Putra, 2005).
Tingginya kekayaan alam Indonesia dilihat dari keanekaragaman
tumbuhan yang ada merupakan gudang senyawa kimia baik senyawa metabolit
1
-
primer yang digunakan sendiri oleh tumbuhan tersebut untuk pertumbuhannya,
maupun sebagai senyawa metabolit sekunder seperti terpenoid, steroid, kumarin,
flavonoid, dan lipid. Beberapa senyawa kimia telah banyak ditemukan tetapi
berdasarkan penemuan dan pengembangan telah membuktikan bahwa peluang
untuk terjadinya temuan-temuan baru adalah sangat besar sebab semakin tinggi
tingkat evolusi dari suatu tanaman maka keanekaragaman molekul dari tumbuhan
tersebut juga beragam.
Senyawa-senyawa metabolit sekunder tidak sangat penting bagi
eksistensi suatu individu, tetapi sering berperan bagi kelangsungan hidup suatu
spesies dalam perjuangan menghadapi spesies-spesies lain. Sebagai contoh pada
tumbuhan, senyawa metabolit sekunder biasa digunakan sebagai senjata
penangkal serangan hama dan penyakit. Sedangkan pada hewan, senyawa
metabolit sekunder seperti feromon digunakan sebagai zat penarik seks. Sejauh ini
telah diketahui bahwa tumbuhan memproduksi senyawa metabolit sekunder lebih
banyak dibandingkan hewan.
Tumbuhan paku merupakan salah satu divisi tumbuhan yang menjadi
kekayaan hayati Indonesia. Dari sekitar 10.000 jenis paku yang ada di dunia,
sebanyak 1300 spesies tumbuh di Indonesia (Sastrapradja, 1980). Berbagai jenis
spesies tumbuhan paku telah dikenal dan dimanfaatkan oleh masyarakat untuk
memenuhi kebutuhan hidupnya, yaitu sebagai tanaman hias, bahan obat
tradisional, bahan makanan, tanaman pelindung, bahan bangunan, dan pupuk hijau
(Heyne, 1987). Berbagai jenis senyawa metabolit sekunder telah ditemukan dari
spesies tumbuhan paku, di antaranya golongan terpenoid, steroid, fenilpropanoid,
poliketida, flavonoid, dan santon (Burhan dan Zetra, 1987).
Dari spesies tumbuhan paku telah dapat dipisahkan senyawa terpenoid
jenis monoterpen, seskuiterpen, diterpen, triterpen, dan sesterpen. Dari golongan
senyawa tersebut, senyawa triterpen telah cukup banyak diisolasi dari paku-
pakuan. Dari Rhizoma Polypodium polypodioides berhasil ditemukan hop-17(21)-
ene, serrat-14-ene, dan hop-22(29)-ene yang diekstrak dari n-heksan (Ageta &
Arai, 1990). Triterpenoid jenis 19--hidroksi adianton dan fern-9(11)en-25-oic acid dapat diisolasi dari daun Adiantum edgeworthii (Shiojima & Ageta, 1994).
2
-
Senyawa steroid yang biasa ditemukan dalam tumbuhan (fitosteroid)
adalah -sitosterol, stigmasterol, dan kampesterol. Senyawa steroid yang telah
berhasil dipisahkan dari tumbuhan paku adalah -sitosterol, stigmasterol,
kampesterol, kolesterol, dan suatu kolestenon (Ageta & Arai, 1990; Arai, et al.,
1998).
Setiap spesies tumbuhan paku memiliki suatu senyawa lipid yang khas.
Sebagai contoh, Osmunda regalis memiliki lipid yang khas dalam waxe-nya
berupa alkanadiol, ketoaldehid, ketoalkohol, dan ketoalkil ester rantai panjang
(Jetter & Riederer, 1999).
Salah satu contoh spesies tumbuhan paku yang telah dikenal adalah
Selaginella doederleinii Hieron atau lebih dikenal dengan nama cakar ayam yang
memiliki banyak khasiat antara lain menurunkan panas, melancarkan aliran darah,
antitoksik, antineoplasma, penghenti pendarahan (hemostatis) dan menghilangkan
bengkak. Selain itu Selaginella doederleinii juga berkhasiat untuk mengatasi
batuk, infeksi saluran nafas, radang paru, hepatitis, diare, keputihan, tulang patah,
pendarahan dan kanker (Dalimarta, 1999). Berdasarkan hasil uji pendahuluan
dinyatakan bahwa tumbuhan paku Selaginella doederleinii mengandung alkaloid,
saponin, dan fitosterol (Dalimartha, 1999). Wijaya (2009), telah berhasil
memisahkan 3 senyawa steroid yakni -sitosterol, stigmasterol, dan kampesterol dari ekstrak diklorometana bagian aerial tumbuhan Selaginella doederleinii.
Pada kelanjutan penelitian fitokimia terhadap tumbuhan paku Selaginella
doederleinii, kami akan melaporkan keberadaan suatu senyawa lipid yang berhasil
diisolasi dari ekstrak etil asetat bagian aerial tumbuhan paku tersebut.
Metode
Alat dan Bahan
Alat : Seperangkat alat maserasi, rotary vacum evaporator, seperangkat alat KLT,
seperangkat alat kromatografi cair vakum, seperangkat alat kromatografi kilat,
Fisher John melting point, spektrofotometer UV-Vis (Shimadzu Pharmaspec UV-
1700 spectrophotometer), spektrofotometer IR (Buck Scientific-500
spectrophotometer), dan spektrometer massa
3
-
Bahan: Serbuk kering bagian aerial tumbuhan paku cakar ayam (Selaginella
doederleinii) (diperoleh dari UPT Materia Medika Departemen Kesehatan
JawaTimur, Batu, Malang), n-heksana teknis dan p.a., etil asetat teknis dan p.a.,
kloroform p.a., kieselgel Merck 60 GF-254, silika gel Merck G 60 63-200 m, pelat KLT kieselgel Merck 60 F-254.
Ekstraksi dan Isolasi
Serbuk halus sebanyak 2 kg dimaserasi berturut-turut dengan pelarut n-
heksana, diklorometana, dan etil asetat masing-masing sebanyak 5 L selama 24
jam dan dilakukan sebanyak tiga kali. Hasil maserasi disaring dan filtrat yang
diperoleh diuapkan secara vakum menggunakan penguap putar (rotary vacuum
evaporator) menghasilkan ekstrak padat hijau tua sebanyak 20 gram.
Hasil ekstrak padat dipisahkan dengan kromatografi cair vakum (KCV)
menggunakan fasa diam kiesel gel GF-254, kolom dielusi dengan campuran
pelarut berturut-turut n-heksana 100%, n-heksana-etil asetat dengan perbandingan
99%, 98%, 96%, 94%, 92%, 90%, 88%, 85%, 82%, 80%, 75%, 50%, dan 100%
etil asetat kemudian kolom dihisap sampai kering pada setiap pengumpulan fraksi.
Hasil pemisahan KCV dimonitor dengan kromatografi lapis tipis (KLT)
secara random dengan menggunakan pelat KLT silika gel G 60 F-254 sebagai fasa
diamnya dan sebagai fasa geraknya adalah campuran n-heksan-etil asetat dengan
perbandingan 7:3 (Gambar 1). Fraksi-fraksi KCV yakni fraksi 25-58 diKLT lebih
lanjut dengan perbandingan eluen n-heksan-etil asetat yaitu 9:1.
4
-
Gambar 1. KLT hasil KCV ekstrak etil asetat bagian aerial S. doederleinii
Dari hasil monitor KLT fraksi-fraksi yang memiliki harga Rf yang sama
digabung dan ditimbang beratnya. Fraksi yang digabung adalah fraksi 31- 50
dengan berat sebesar 1,64 gram. Gabungan fraksi tersebut selanjutnya dibagi
menjadi 2 bagian dan masing-masing dipisahkan lebih lanjut dengan kromatografi
kilat (flash chromatography = FC) menggunakan campuran eluen n-heksan-etil
asetat 98:2. Hasil pemisahan dari kromatografi kilat dimonitor dengan
kromatografi lapis tipis dengan perbandingan eluen n-heksan-etil asetat 95:5. KLT
hasil pemisahan FC I dan FC II masing-masing dapat dilihat pada Gambar 2 dan
Gambar 3.
Gambar 2. KLT hasil FC I fraksi gabungan 31-50 hasil KCV
5
-
Gambar 3. KLT hasil FC II fraksi gabungan 31-50 hasil KCV
Fraksi hasil pemisahan kromatografi kilat yang sudah menunjukkan satu
noda pada plat KLT digabung yakni fraksi 28-42 hasil FC I dan fraksi 32-50 hasil
FC II, lalu gabungan fraksi sebanyak 283,8 mg tersebut direkristalisasi
menggunakan pelarut metanol sehingga diperoleh kristal amorf tak berwarna
sebanyak 19,6 mg. Uji kemurnian terhadap isolat dilakuan dengan KLT
menggunakan 3 sistem eluen yaitu n-heksana-etil asetat = 95:5 (Rf = 0,911) , n-
heksana-kloroform = 9:1 (Rf = 0,111) dan n-heksana-etil asetat = 9:1 (Rf =
0,711) (Gambar 4). Selain itu uji kemurnian dilakukan dengan mengukur titik
leleh kristal. Hasil pengukuran titik leleh isolat dengan menggunakan
elektrotermal diperoleh harga 70-72C.
Gambar 4. KLT isolat dengan tiga sistem eluen
Hasil Penelitian
Dari ekstrak etil asetat bagian aerial tumbuhan paku S. doederleinii telah
berhasil dipisahkan suatu isolat berupa kristal amorf tak berwarna dengan titik
leleh 70-72 oC. Isolat tersebut menunjukkan hasil negatif pada uji dengan pereaksi
Liebermann-Burchard dan FeCl3 sehingga bukan merupakan senyawa golongan
steroid maupun fenolik.
Hasil pengukuran spektrum UV isolat menunjukkan adanya puncak pada
panjang gelombang 200,8 nm yang menunjukkan terjadinya transisi * dari
6
-
ikatan rangkap tak terkonjugasi dan n * (intensitas rendah) pada panjang gelombang 285 nm dari suatu gugus karbonil.
Gambar 5. Spektrum UV isolat
Hasil pengukuran spektrum IR yang dipreparasi dengan teknik pelet KBr
diperoleh puncak utama pada daerah 2920,7 dan 2852,9 cm-1(vibrasi ulur C-H
alkil); 1708,3 cm-1 (vibrasi ulur C=O ester); 1465 dan 1434,1 cm-1 (vibrasi tekuk
C-H alkil); 1297,2cm-1 (vibrasi ulur C-O ester).
Gambar 6. Spektrum inframerah isolat
Analisis kromatografi gas isolat menunjukkan 1 puncak pada waktu retensi
25,488 menit (Gambar 7). Selanjutnya isolat dikarakterisasi lebih lanjut dengan
spektrometer massa.
7
-
Gambar 7. Kromatogram hasil kromatografi gas isolat
Berdasarkan pengukuran spektrum massa (MS), isolat menunjukkan
puncak-puncak pada m/z = 256, 227, 213, 199, 185, 171, 157, 143, 129, 115, 98, 85,
73, 60, dan 41 (Gambar 8). Dengan demikian isolat memiliki massa molekul relatif
256.
Gambar 8. Spektrum massa isolat
Pembahasan
Pemisahan senyawa metabolit sekunder dari bagian aerial tumbuhan paku
Selaginella doederleinii telah menghasilkan isolat yang negatif pada uji dengan
pereaksi Liebermann-Burchard dan ferri klorida. Hasil tersebut menunjukkan
bahwa isolat bukan merupakan senyawa steroid dan fenolik. Puncak serapan pada
panjang gelombang maksimum 200,8 nm (transisi * ikatan rangkap tidak terkonjugasi) dan 285 nm (transisi n * gugus karbonil) mengindikasikan bahwa isolat merupakan senyawa golongan lipid jenis ester rantai panjang (wax
ester). Dugaan tersebut didukung oleh data spektrum IR isolat yang menunjukkan
puncak vibrasi ulur gugus karbonil ester (1708 cm-1), vibrasi ulur C-O ester
(1297,2 cm-1), serta vibrasi yang mendukung keberadaan alkil rantai panjang
(2920,7 ; 2852,9 ; 1465 ; 1434 cm-1).
8
-
Berdasarkan spektrum massa diketahui bahwa senyawa hasil isolasi
memiliki massa molekul relatif 256. Spektrum massa isolat ternyata memiliki
tingkat kemiripan yang tinggi dengan senyawa wax ester metil pentadekanoat
dalam data library GC-MS Jurusan Kimia Universitas Gadjah Mada serta senyawa
metil pentadekanoat yang telah ditemukan oleh Budiman dan Putra (2009) dari
mikroalga Nannochloropsis oculata (Gambar 9).
Gambar 9. Spektrum massa dan fragmentasi senyawa metil pentadekanoat dari mikroalga Nannochloropsis oculata
Pola fragmentasi spektrum massa mendukung bahwa isolat merupakan
metil pentadekanoat. Perkiraan pola fragmentasi senyawa isolat dinyatakan dalam
Gambar 10.
9
-
CH3(CH2)13COOCH3
m/z 256
C2H5(CH2)12COOCH3
CH2 (CH2)11COOCH2m/z 227 m/z 213
CH2
(CH2)10COOCH3m/z 199
CH2(CH2)9COOCH2m/z 185
(CH)8CHOOCH3m/z 171
CH2
(CH2)7COOCH2m/z 157
(CH2)6COOCH3m/z 143
CH2
(CH2)5COOCH2m/z 129
CH2
(CH2)4COOCH3m/z 115
OCH3 (CH2)4COm/z 84
CH2
CH2
(CH2)10CH=CH2
H3CO
OH
CH2m/z 74
-H
H3CO
O
CH2
m/z 73
Gambar 10. Prediksi pola fragmentasi isolat metil pentadekanoat
Berdasarkan data-data di atas maka dapat disimpulkan bahwa isolat adalah
metil pentadekanoat yang memiliki struktur seperti berikut :
O
O
Gambar 11. Struktur molekul senyawa metil pentadekanoat
Kesimpulan
Isolasi senyawa metabolit sekunder dari ekstrak etil asetat bagian aerial
tumbuhan paku Selaginella doederleinii Hieron menghasilkan suatu isolat
senyawa golongan lipid yaitu metil pentadekanoat, berupa kristal amorf tak
berwarna dengan berat molekul 256 dan titik leleh 70-72C. Struktur molekul
isolat tersebut dapat digambarkan sebagai berikut:
10
-
Ucapan Terimakasih
Ucapan terima kasih disampaikan kepada UPT Materia Medika yang telah
membantu dalam penyediaan dan identifikasi sampel tumbuhan paku cakar ayam
(Selaginella doederleinii).
Daftar Pustaka
Ageta, H & Arai, Y. (1990). Chemotaxonomy of Fern 3. Triterpenes from
Polypodium polipodioides. J. Nat. Prod. 53(2) 325-332 Arai, Y., Nakagawa, T., Hitosugi, M., Shiojima, K., Ageta, H., Basher, O., Halim,
A. (1998). Chemical Constituents of Aquatic Fern Azolla nilotica. Phytochemistry. 48 (3) 471-474
Budiman dan Putra, S.R. (2009). Penentuan Intensitas Cahaya Optimum pada
Pertumbuhan dan Kadar Lipid Mikroalga Nannochloropsis oculata. Prosiding Seminar Nasional Kimia. Jurusan Kimia FMIPA Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya.
Burhan, R.Y.P. dan Zetra, Y. (1997). Pencarian Bahan-Bahan Kimia Berguna
dari Tumbuhan Keluarga Paku-Pakuan sebagai Sumber Prekursor Senyawa Penanda Biologik. Laporan Penelitian. Surabaya: Lemlit ITS.
Dalimartha, S. (1999). Atlas Tumbuhan Obat Indonesia. Jilid I. Jakarta: Trubus
Agriwidya. Heyne, K. (1987). Tumbuhan Berguna Indonesia. Jilid I. Jakarta: Departemen
Kehutanan. Jetter, R & Rieder, M. (1999). Long-Chain Alcanediols, Ketoaldehides,
Ketoalcohols and Ketoalkyil Ester in the Cultivar Waxes of Osmunda Regalis Fronds. Phytochemistry. 52. 907
Putra, Sinly Evan. (2005). Bahan Alam Ujung Tombak Riset Kimia. (Online).
http://www.chem_is-
O
O
11
-
try.org/artikel_kimia/berita/bahan_alam_ujung_tombak_riset_kimia_di_indonesia. Diakses tanggal 11 Juni 2009.
Rozentsvet, O.A., Dembitsky, V.M., Saksonov, S.V.(2000). Occurence of
Diacylglyceriltrimethylhomoserines and Major Phospholipids in Some Plants. Phytochemistry 54. 401-407
Sastrapradja, S. (1980). Jenis Paku Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka. Shiojima, K. & Ageta, H. (1994). Fern Constituents: Triterpenoids Isolated from
the Leaves of Adiantum eedgeworthii. Structures of 19--Hidroxyadiantone and Fern-9(11)en-25-oic acid. Chem. Pharm. Bull. 42 (1) 45-47.
Wijaya, L.S. (2009). Isolasi dan Identifikasi Senyawa Metabolit Sekunder pada
Bagian Aerial Tumbuhan Paku Selaginella Doederleinii Hieron. Skripsi yang tidak dipublikasikan. Jurusan Kimia FMIPA Universitas Negeri Surabaya
12