Senin, 27 Februari 2017 Utama DPR Dorong Percepatan ... fileagraria, Zainudin Amali mengatakan,...

1
3 Suara Pembaruan Senin, 27 Februari 2017 Utama [JAKARTA] Kalangan DPR mendukung program redis- tribusi aset yang tengah dijalankan pemerintah. Bahkan, DPR mendorong pemerintah untuk memper- cepat program redistribusi aset agar rakyat segera dapat mengelola lahan sehingga kesejahteraan rakyat me- ningkat. Ketua Komisi II DPR yang membawahi bidang agraria, Zainudin Amali mengatakan, dalam rencana besar pemerataan ekonomi yang disampaikan Presiden Jokowi, salah satu hal yang akan dilakukan adalah refor- masi agraria dan redistribusi aset. “Dengan redistribusi aset itu diharapkan supaya rakyat dapat memperoleh akses kepada permodalan. Kalau selama ini bayak tanah-tanah negara yang telantar tidak tergarap sementara di sisi lainnya banyak rakyat yang tidak mempunyai lahan garapan,” kata Zainudin, Senin (27/2). Masih banyak rakyat Indonesia yang hanya men- jadi buruh tani. Dengan adanya program ini diharap- kan akan mempersempit kesenjangan. “Kalau kesen- jangan ekonomi dibiarkan ini lama kelamaan akan berakibat masalah sosial,” katanya. Komisi II yang bermitra dengan Kementerian Agraria dan Tata Ruang akan mendo- rong percepatan perubahan UU Pertanahan sebagai wujud nyata DPR mendukung refor- masi agraria. Anggota Ketua Komisi II DPR Hetifah Sjaifudian meyakini program pemba- gian lahan untuk rakyat sebagai upaya menurunkan tingkat kesenjangan. Kebijakan itu hanya dapat terjadi manakala program distribusi aset dan lahan ini bisa dilaksanakan dengan baik oleh pemerintah. “Oleh sebab itu keserius- an pemerintah sangat dituntut, jangan sampai dinilai hanya lip service saja. Dalam raker Komisi II dengan instansi terkait menyimpulkan agar pemerintah melaporkan per- kembangan secara periodik capaian program ini kepada DPR,” kata Hetifah. Anggota Komisi II dari PDI-P, Arteria Dahlan meng- apresiasi pemerintah yang akan membagikan tanah 12,7 juta ha kepada rakyat miskin, termasuk kelompok tani, masyarakat adat, koperasi dan pengusaha golongan ekonomi lemah bahkan UMKM. Kebijakan itu, kata Arteria, adalah sikap politik negara yang seharusnya sudah dila- kukan oleh penguasa-pengu- asa terdahulu sebagai amanat dari UU Pokok Agraria (UUPA) khususnya terkait dengan reforma agraria dan refistrubusi aset serta wujud dari pengakuan hak masya- rakat hukum adat. Kebijakan baru diimplementasikan pada pemerintahan saat ini sesuai Nawacita Jokowi. Arteria mengatakan, ren- cana luas tanah yang hendak dibagikan adalah sebesar 12,7 ha sudah teridentifikasi baik dilakukan oleh Kementerian Agraria dan Tata Ruang. Lokasinya tersebar di 34 provinsi. Namun, Arteria mengaku belum mengetahui secara pasti karena Kementerian Agraria dan Tata Ruang belum menginforma- sikan dari mana dan di mana saja lokasi bidang tanah itu. “Tanah-tanah itu berasal dari kawasan hutan, yakni sebesar 4,1 juta ha, yang seja- tinya hutan adat maupun kawasan kehutanan lainnya, sisanya merupakan hasil iden- tifikasi atas lahan telantar yang berasal dari KementerianAgraria dan Tata Ruang,” katanya. Jumlah warga yang akan mendapatkan tanah juga masih dalam proses inventa- risasi. Pada prinsipnya, rakyat miskin yang memiliki keter- gantungan langsung dengan tanah yang bersangkutan seperti petani, buruh tani, buruh, dan pekerja mandiri, masyarakat hukum adat, koperasi. Pembagian tanah ini dilaksanakan secara gratis tanpa dipungut biaya. Terobosan Mengenai mekanisme redistribusi aset, ia menya- rankan agar pemerintah melakukan terobosan dengan tujuan agar lebih efektif, tepat sasaran, sesuai hukum, tidak menabrak hak ulayat, dan sesuai rasa keadilan. Dalam pendistribusiannya akan dibagikan secara kolektif, bukan perorangan seperti hak milik yang bersifat komunal dan tidak bisa diperjualbelikan, atau dilakukan pengalihan kepada pihak ketiga. Wakil Ketua Komisi II DPR dari Fraksi Partai Gerindra, Riza Patria menga- takan, pihaknya mendukung pemerintah yang ingin sege- ra melaksanakan redistribusi lahan kepada rakyat, sekaligus meningkatkan produktivitas lahan pertanian nasional. "Untuk itu, kita sudah minta regulasi dibuat, semisal setelah tanah dibagikan, tak boleh dipindahtangankan untuk jangka waktu lama semisal 20 tahun. Jadi setelah dibagikan, tanah harus diolah," kata Riza. Menurutnya, membuat regulasi demikian tidaklah sulit dan lama. Cukup dila- kukan dengan keputusan pejabat setingkat menteri, karena UU yang mengaturnya sebenarnya sudah ada. Pemerintah tak cukup membantu pengadaan lahan buat rakyat. Adalah penting juga memastikan lahan-lahan yang dibagikan nantinya benar-benar bisa diolah masyarakat sehingga tujuan meningkatkan kesejahteraan rakyat benar-benar tercapai. Wakil Ketua Komisi IV DPR dari Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), Daniel Johan, mengatakan, pihaknya sepakat program redistribusi lahan adalah demi memastikan keadilan sosial dan ekonomi untuk masya- rakat. Setidaknya program itu memastikan pembagian lahan melalui masyarakat adat. "Tanah yang dibagikan nanti harus disertifikasi. Dan harus ada aturan tegas yang melarang itu diperjualbelikan. Sebab harus dikelola benar. Tapi kalau untuk dijadikan agunan ke bank sebagai modal petani, bolehlah," katanya. Wakil Ketua Komisi IV DPR dari Fraksi Partai Demokrat, Herman Khaeron menegaskan, pemerintah memang memiliki kewajiban untuk membuat terobosan terkait program lahan itu. Sebab ada sejumlah UU yang mengamanatkannya. Yakni selain UU terkait reforma agraria, juga keberadaan UU tentang Perlindungan dan Pemberdayaan Petani. Diingatkannya juga bahwa redistribusi lahan harus benar -benar dilaksanakan dengan adil, mencakup seluruh warga negara yang memang patut menerima sesuai kriteria yang ada. Pada saat yang sama, Pemerintah harus bisa memas- tikan lahan yang dibagikan memang untuk produksi pertanian, bukan justru diper- jualbelikan. [MJS/H-14] DPR Dorong Percepatan Program Redistribusi Aset [JAKARTA] Program Perhutanan Sosial yang digagas pemerintah bukan program bagi-bagi lahan. Menurut Dirjen Perhutanan Sosial dan Kemitraan Lingkungan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), Hadi Daryanto, pemerintah mengalo- kasikan 12,7 juta hektare bagi rakyat. Namun, pemberian ini tidak dilakukan secara cuma-cuma. Presiden Jokowi pun mengingatkan agar lahan yang diberikan jangan sampai diperjualbelikan. Program Perhutanan Sosial bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat melalui pola pemberdayaan dan dengan tetap berpedoman pada aspek kelestarian. Program ini membu- ka kesempatan bagi masyarakat di sekitar hutan untuk mengajukan hak pengelolaan area hutan kepa- da pemerintah. Setelah disetujui maka masyarakat dapat mengolah dan mengambil manfaat dari hutan dengan cara-cara yang ramah lingkungan. "Komitmen 12,7 juta hektare sampai 2019 sudah siap. Selama dua tahun ini kelembagaan sudah siap dan terdapat 4.700 pendam- ping," kata Hadi. Lahan yang digunakan ter- diri dari bekas areal hak pengu- sahaan hutan (HPH) yaitu hutan produksinya yang dijarah pada 1998, hutan lindung yang masih bagus, hutan non produksi yang masih bagus, serta hutan kemi- traan. Karena program ini bertujuan mengurangi kesenjangan pengua- saan lahan maka dalam implemen- tasinya dilandasi aspek legal yang mengacu penguatan kapasitas petani sehingga tidak semata bagi-bagi lahan. Masyarakat sekitar hutan diha- rapkan dapat mengorganisasi diri berdasar kebutuhan, tidak berda- sarkan proyek asing. Saat ini sudah dialokasikan sekitar 2 juta hekta- re lahan perhutanan sosial dan belasan ribu hektare hutan adat. KLHK sedang menginventarisasi tujuh lokasi lagi untuk ditetapkan sebagai hutan adat. Saat ini, hutan adat bagi sem- bilan kelompok masyarakat adat sudah diselesaikan dan telah memenuhi peraturan perundangan. Untuk pertama kalinya Presiden RI menyerahkan total luas 13.122,3 ha area hutan adat kepada tokoh adat. Sementara itu, terkait penge- lolaan hutan produksi oleh korpo- rasi pemegang izin usaha peman- faatan hasil hutan kayu (IUPHHK) harus selaras dengan agenda perhutanan sosial yang didorong pemerintah. Selain diharapkan bisa mendongkrak produktivitas indus- tri kehutanan, masyarakat di tepi hutan juga harus dapat hidup sejahtera. Konsep perhutanan sosial akan memberikan aspek legal masya- rakat menanam di hutan rakyat. Saat ini terdapat 25.863 desa berada di dalam dan sekitar kawa- san hutan. Dari jumlah itu 70% menggantungkan hidup pada sumber daya hutan. Namun, sebanyak 10,2 juta penduduk belum sejahtera di kawasan hutan dan tidak memiliki aspek legal di sumber daya hutan. Oleh karena itu, pemerintah peri- ode 2015-2019 mengalokasikan 12,7 juta ha untuk perhutanan sosial. Sosiolog Universitas Gadjah Mada Arie Sudjito mengungkapkan, kalau pemerintah mendorong resdistribusi aset maka masyarakat bawah harus memiliki alat pro- duksi dan tanah untuk dapat ber- tahan. Ditambahkan, ketimpangan sosial di Indonesia berakar dari problem struktural antara lain kepemilikan sumber daya alam, ketiadaan kebijakan, dan kekeli- ruan strategi pembangunan. Kepemilikan alat produksi dan lahan merupakan prasyarat dasar sehingga bisa membuat masyara- kat kecil semakin produktif. Pemerintah juga harus membuat kebijakan untuk membuka isolasi sumber daya, akses layanan pub- lik, kesehatan, pendidikan dan lainnya. "Penting juga mengatur orang-orang kaya dengan kepemi- likan sumber daya agar tidak berlebihan sehingga dapat menim- bulkan kesenjangan," katanya. [R-15] Bukan Program Bagi-bagi Lahan

Transcript of Senin, 27 Februari 2017 Utama DPR Dorong Percepatan ... fileagraria, Zainudin Amali mengatakan,...

Page 1: Senin, 27 Februari 2017 Utama DPR Dorong Percepatan ... fileagraria, Zainudin Amali mengatakan, dalam rencana besar pemerataan ekonomi ... adalah sikap politik negara yang seharusnya

3Sua ra Pem ba ru an Senin, 27 Februari 2017 Utama

[JAKARTA] Kalangan DPR mendukung program redis-tribusi aset yang tengah dijalankan pemerintah. Bahkan, DPR mendorong pemerintah untuk memper-cepat program redistribusi aset agar rakyat segera dapat mengelola lahan sehingga kesejahteraan rakyat me- ningkat.

Ketua Komisi II DPR yang membawahi bidang agraria, Zainudin Amali mengatakan, dalam rencana besar pemerataan ekonomi yang disampaikan Presiden Jokowi, salah satu hal yang akan dilakukan adalah refor-masi agraria dan redistribusi aset.

“Dengan redistribusi aset itu diharapkan supaya rakyat dapat memperoleh akses kepada permodalan. Kalau selama ini bayak tanah-tanah negara yang telantar tidak tergarap sementara di sisi lainnya banyak rakyat yang tidak mempunyai lahan garapan,” kata Zainudin, Senin (27/2).

Masih banyak rakyat Indonesia yang hanya men-jadi buruh tani. Dengan adanya program ini diharap-kan akan mempersempit kesenjangan. “Kalau kesen-jangan ekonomi dibiarkan ini lama kelamaan akan berakibat masalah sosial,” katanya.

Komisi II yang bermitra dengan Kementerian Agraria dan Tata Ruang akan mendo-rong percepatan perubahan UU Pertanahan sebagai wujud nyata DPR mendukung refor-masi agraria.

Anggota Ketua Komisi II DPR Hetifah Sjaifudian meyakini program pemba-gian lahan untuk rakyat sebagai upaya menurunkan t i n g k a t k e s e n j a n g a n . Kebijakan itu hanya dapat

terjadi manakala program distribusi aset dan lahan ini bisa dilaksanakan dengan baik oleh pemerintah.

“Oleh sebab itu keserius-an pemerintah sangat dituntut, jangan sampai dinilai hanya lip service saja. Dalam raker Komisi II dengan instansi terkait menyimpulkan agar pemerintah melaporkan per-kembangan secara periodik capaian program ini kepada DPR,” kata Hetifah.

Anggota Komisi II dari PDI-P, Arteria Dahlan meng-apresiasi pemerintah yang akan membagikan tanah 12,7 juta ha kepada rakyat miskin,

termasuk kelompok tani, masyarakat adat, koperasi dan pengusaha golongan ekonomi lemah bahkan UMKM.

Kebijakan itu, kata Arteria, adalah sikap politik negara yang seharusnya sudah dila-kukan oleh penguasa-pengu-asa terdahulu sebagai amanat dari UU Pokok Agraria (UUPA) khususnya terkait dengan reforma agraria dan refistrubusi aset serta wujud dari pengakuan hak masya-rakat hukum adat. Kebijakan baru diimplementasikan pada pemerintahan saat ini sesuai Nawacita Jokowi.

Arteria mengatakan, ren-

cana luas tanah yang hendak dibagikan adalah sebesar 12,7 ha sudah teridentifikasi baik dilakukan oleh Kementerian Agraria dan Tata Ruang. Lokasinya tersebar di 34 provinsi. Namun, Arteria mengaku belum mengetahui s e c a r a p a s t i k a r e n a Kementerian Agraria dan Tata Ruang belum menginforma-sikan dari mana dan di mana saja lokasi bidang tanah itu.

“Tanah-tanah itu berasal dari kawasan hutan, yakni sebesar 4,1 juta ha, yang seja-tinya hutan adat maupun kawasan kehutanan lainnya, sisanya merupakan hasil iden-

tifikasi atas lahan telantar yang berasal dari Kementerian Agraria dan Tata Ruang,” katanya.

Jumlah warga yang akan mendapatkan tanah juga masih dalam proses inventa-risasi. Pada prinsipnya, rakyat miskin yang memiliki keter-gantungan langsung dengan tanah yang bersangkutan seperti petani, buruh tani, buruh, dan pekerja mandiri, masyarakat hukum adat, koperasi. Pembagian tanah ini dilaksanakan secara gratis tanpa dipungut biaya.

TerobosanMengenai mekanisme

redistribusi aset, ia menya-rankan agar pemerintah melakukan terobosan dengan tujuan agar lebih efektif, tepat sasaran, sesuai hukum, tidak menabrak hak ulayat, dan sesuai rasa keadilan. Dalam pendistribusiannya akan dibagikan secara kolektif, bukan perorangan seperti hak milik yang bersifat komunal dan tidak bisa diperjualbelikan, atau dilakukan pengalihan kepada pihak ketiga.

Wakil Ketua Komisi II DPR dari Fraksi Partai Gerindra, Riza Patria menga-takan, pihaknya mendukung pemerintah yang ingin sege-ra melaksanakan redistribusi lahan kepada rakyat, sekaligus meningkatkan produktivitas lahan pertanian nasional.

"Untuk itu, kita sudah minta regulasi dibuat, semisal setelah tanah dibagikan, tak boleh dipindahtangankan untuk jangka waktu lama semisal 20 tahun. Jadi setelah dibagikan, tanah harus diolah," kata Riza.

Menurutnya, membuat regulasi demikian tidaklah sulit dan lama. Cukup dila-kukan dengan keputusan pejabat setingkat menteri,

karena UU yang mengaturnya sebenarnya sudah ada.

Pemerintah tak cukup membantu pengadaan lahan buat rakyat. Adalah penting juga memastikan lahan-lahan yang dibagikan nantinya benar-benar bisa diolah masyarakat sehingga tujuan meningkatkan kesejahteraan rakyat benar-benar tercapai.

Wakil Ketua Komisi IV DPR dari Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), Daniel Johan, mengatakan, pihaknya sepakat program redistribusi lahan adalah demi memastikan keadilan sosial dan ekonomi untuk masya-rakat. Setidaknya program itu memastikan pembagian lahan melalui masyarakat adat.

"Tanah yang dibagikan nanti harus disertifikasi. Dan harus ada aturan tegas yang melarang itu diperjualbelikan. Sebab harus dikelola benar. Tapi kalau untuk dijadikan agunan ke bank sebagai modal petani, bolehlah," katanya.

Wakil Ketua Komisi IV DPR dari Fraksi Partai Demokrat, Herman Khaeron menegaskan, pemerintah memang memiliki kewajiban untuk membuat terobosan terkait program lahan itu. Sebab ada sejumlah UU yang mengamanatkannya. Yakni selain UU terkait reforma agraria, juga keberadaan UU tentang Perlindungan dan Pemberdayaan Petani.

Diingatkannya juga bahwa redistribusi lahan harus benar-benar dilaksanakan dengan adil, mencakup seluruh warga negara yang memang patut menerima sesuai kriteria yang ada. Pada saat yang sama, Pemerintah harus bisa memas-tikan lahan yang dibagikan memang untuk produksi pertanian, bukan justru diper-jualbelikan. [MJS/H-14]

DPR Dorong Percepatan Program Redistribusi Aset

[JAKARTA] Program Perhutanan Sosial yang digagas pemerintah bukan program bagi-bagi lahan. Menurut Dirjen Perhutanan Sosial dan Kemitraan Lingkungan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), Hadi Daryanto, pemerintah mengalo-kasikan 12,7 juta hektare bagi rakyat.

Namun, pemberian ini tidak dilakukan secara cuma-cuma. Presiden Jokowi pun mengingatkan agar lahan yang diberikan jangan sampai diperjualbelikan.

Program Perhutanan Sosial bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat melalui pola pemberdayaan dan dengan tetap berpedoman pada aspek kelestarian. Program ini membu-ka kesempatan bagi masyarakat di sekitar hutan untuk mengajukan hak pengelolaan area hutan kepa-

da pemerintah. Setelah disetujui maka masyarakat dapat mengolah dan mengambil manfaat dari hutan dengan cara-cara yang ramah lingkungan.

"Komitmen 12,7 juta hektare sampai 2019 sudah siap. Selama dua tahun ini kelembagaan sudah siap dan terdapat 4.700 pendam-ping," kata Hadi.

Lahan yang digunakan ter-diri dari bekas areal hak pengu-sahaan hutan (HPH) yaitu hutan produksinya yang dijarah pada 1998, hutan lindung yang masih bagus, hutan non produksi yang masih bagus, serta hutan kemi- traan.

Karena program ini bertujuan mengurangi kesenjangan pengua-saan lahan maka dalam implemen-tasinya dilandasi aspek legal yang mengacu penguatan kapasitas petani sehingga tidak semata

bagi-bagi lahan. Masyarakat sekitar hutan diha-

rapkan dapat mengorganisasi diri berdasar kebutuhan, tidak berda-sarkan proyek asing. Saat ini sudah dialokasikan sekitar 2 juta hekta-re lahan perhutanan sosial dan belasan ribu hektare hutan adat. KLHK sedang menginventarisasi tujuh lokasi lagi untuk ditetapkan sebagai hutan adat.

Saat ini, hutan adat bagi sem-bilan kelompok masyarakat adat sudah diselesaikan dan telah memenuhi peraturan perundangan. Untuk pertama kalinya Presiden RI menyerahkan total luas 13.122,3 ha area hutan adat kepada tokoh adat.

Sementara itu, terkait penge-lolaan hutan produksi oleh korpo-rasi pemegang izin usaha peman-faatan hasil hutan kayu (IUPHHK) harus selaras dengan agenda

perhutanan sosial yang didorong pemerintah. Selain diharapkan bisa mendongkrak produktivitas indus-tri kehutanan, masyarakat di tepi hutan juga harus dapat hidup sejahtera.

Konsep perhutanan sosial akan memberikan aspek legal masya-rakat menanam di hutan rakyat. Saat ini terdapat 25.863 desa berada di dalam dan sekitar kawa-san hutan. Dari jumlah itu 70% menggantungkan hidup pada sumber daya hutan.

Namun, sebanyak 10,2 juta penduduk belum sejahtera di kawasan hutan dan tidak memiliki aspek legal di sumber daya hutan. Oleh karena itu, pemerintah peri-ode 2015-2019 mengalokasikan 12,7 juta ha untuk perhutanan sosial.

Sosiolog Universitas Gadjah Mada Arie Sudjito mengungkapkan,

kalau pemerintah mendorong resdistribusi aset maka masyarakat bawah harus memiliki alat pro-duksi dan tanah untuk dapat ber-tahan. Ditambahkan, ketimpangan sosial di Indonesia berakar dari problem struktural antara lain kepemilikan sumber daya alam, ketiadaan kebijakan, dan kekeli-ruan strategi pembangunan.

Kepemilikan alat produksi dan lahan merupakan prasyarat dasar sehingga bisa membuat masyara-kat kecil semakin produktif. Pemerintah juga harus membuat kebijakan untuk membuka isolasi sumber daya, akses layanan pub-lik, kesehatan, pendidikan dan lainnya. "Penting juga mengatur orang-orang kaya dengan kepemi-likan sumber daya agar tidak berlebihan sehingga dapat menim-bulkan kesenjangan," katanya. [R-15]

Bukan Program Bagi-bagi Lahan