SENIN, 24 JANUARI 2011 | MEDIA INDONESIA Bersama yang … fileAsam garam yang telah ditelan Boris...

1
19 C EO TALKS SENIN, 24 JANUARI 2011 | MEDIA INDONESIA Bersama yang Muda Bebaskan RI dari Malnutrisi ini merupakan negara Asia pertama yang saya pimpin. Nilai yang dianut di sini agak berbeda dengan saya yang berasal dari Eropa,” ungkap Boris. Pelayar profesional Asam garam yang telah ditelan Boris sepanjang kariernya tidak perlu disangsikan. Meski perjalanannya di dunia bisnis terbilang cukup mulus, Boris ternyata enteng saja menyikapi perjalanan profesionalnya. Ia bahkan mengaku tidak memiliki rencana jangka panjang untuk memperlebar sayap kariernya. “Di dunia bisnis, saya tidak tahu, tidak memiliki rencana. Saya hanya berusaha optimal dalam apa yang saya kerjakan, sekaligus memastikan saya bisa berperan dalam kemajuan perusa- haan dan orang-orang di dalamnya,” kata Boris. Bisnis baginya cukup sederhana, yaitu sama seperti olahraga. Ketika seseorang melakukan start, mereka melihat poin awal dan garis nis. Yang harus dilakukan hanya mengopti- malkan tenaga sampai di garis nis itu, tentu saja dengan bantuan dan dukungan tim. Jika melihat rekor yang telah di- cetaknya, tidak mengherankan me- mang jika Boris menghubungkan bisnis dengan dunia olahraga. Ia pemegang rekor pelayar tercepat di turnamen Taiwan-Hong Kong Sailing pada 2007. Ia juga menyentuh garis nis per- tama dalam Kejuaraan Layar Nasional Prancis 2006-2007 sebagai navigator. Karena catatan gemilangnya itu, Boris sebetulnya pernah ditawari menjadi atlet layar. “Namun, tawaran itu saya tolak karena saya merasa menjadi pebisnis menjadikan dunia saya lebih komplet. Dengan menjadi pebisnis, saya juga bisa menjadi pelayar,” tandasnya di- iringi segaris senyum. Pilihan itu, bagi Boris, tidak mudah. Pasalnya, ketika umur 16 tahun, ia bercita-cita menjadi kapten kapal laut penjelajah dunia. Ia mengaku tidak pernah menyesali pilihannya sebagai pebisnis ketimbang pelayar. Pasalnya, kedua profesi sama-sama membutuh- kan ketepatan waktu, kemampuan mengatur manusia dalam tim, serta bisa berkeliling dunia sebagai kapten sebuah perusahaan. Meskipun demikian, Boris tampak- nya tidak bisa sepenuhnya melepas- kan diri dari dunia olahraga air. Ia berencana ikut serta dalam kompetisi triatlon yang diselenggarakan di Bali pada Juni 2011. Bukan itu saja. “Saya ingin me- ngelilingi dunia, seperti menjelajahi Samudra Atlantis. Menurut rencana, 10 tahun dari sekarang saya akan me- nekuni olahraga layar secara serius dan profesional sekaligus keluar dari dunia bisnis,” pungkasnya. (E-1) [email protected] Lebih sulit memimpin di Indonesia ketimbang di Eropa karena ini merupakan negara Asia pertama yang saya pimpin. Nilai yang dianut di sini agak berbeda dengan saya yang berasal dari Eropa.” orang kekurangan gizi di sana telah berkurang dari dari 160 orang menjadi 40 orang. “Ya, sangat cepat. Inilah yang men- jadi pertimbangan kami untuk tidak sekadar menjual produk, tetapi juga memberi tahu mereka nutrisi apa yang tepat dan bagaimana cara mendapat- kannya,” tandasnya. Lebih nyata Bagi Boris, terjun ke dunia nutrisi bukannya tanpa alasan losos. Ikut berperan memperbaiki tingkat pe- menuhan gizi di Indonesia memberi- nya kebahagiaan tersendiri. Namun, tak ada yang menyangka bahwa pria plontos itu memulai karier- nya di dunia kecantikan. Selama lebih dari 11 tahun (1991-2002), ia menikmati kariernya di bidang kosmetik hingga memiliki anak pertama, Cleophee, sebelum memutuskan untuk meng- geluti bidang yang lebih nyata sum- bangannya bagi kemanusiaan. “Setelah memiliki anak, saya tidak hanya ingin memuaskan dunia saya, tetapi juga dunia orang lain di luar sana. Saya ingin lebih bermanfaat bagi lingkungan. Saya mulai berpikir hal apa yang ingin saya bangun, kontribusi apa yang ingin saya berikan, sesuatu yang lebih konkret,” tekadnya. Keluarga memang memberi kon- tribusi besar dalam perjalanan karier Boris. Mereka, ungkap ayah tiga anak tersebut, sangat suportif, terutama ketika dirinya harus tinggal di enam negara berbeda dalam 13 tahun. “Mereka tidak pernah meminta saya secara spesik untuk bekerja di sektor makanan dan nutrisi ini, tapi du- kungan mereka terlihat lebih kepada bagaimana mereka menerima pilihan saya itu,” tutur Boris. Tinggal di Indonesia pun bukan sebuah pilihan mudah. Indonesia ne- gara Asia pertama yang disinggahinya sebagai CEO setelah sukses mengem- bangkan layar bisnis di lima negara Eropa, yaitu Italia, Hongaria, Selandia Baru, Rusia, dan tanah kelahirannya, Prancis. Enam bulan pertama, kata Boris, merupakan saat paling sulit karena dirinya harus beradaptasi dengan tim kerja baru. Meski telah tinggal selama setahun di Indonesia, dirinya masih kerap direpotkan masalah ko- munikasi. “Saya merasa tidak bisa bekerja dengan baik jika saya tidak mampu bekerja dengan tim. Kesuksesan pe- rusahaan tidak hanya ditentukan pemimpin yang baik, tetapi juga harus didukung tim yang solid,” ujar pria yang memiliki kewarganegaraan Pran- cis dan Selandia Baru tersebut. Di Eropa, imbuhnya, para pemimpin harus melihat apa yang telah dilalui perusahaan tersebut sebelum meng- ambil keputusan. Di sini itu saja tidak cukup. Selain itu, “Lebih sulit memimpin di Indonesia ketimbang di Eropa karena Penting bagi perusahaan untuk tidak sekadar menjual produk, tetapi juga memberi tahu nutrisi yang tepat dan cara mendapatkannya. BORIS CHRISTOPHE BOURDIN Lahir: Nevilly sur Seine, Prancis, 14 September 1967 Pendidikan: 1988-1991: Reims Business School of Management; Certificate of Business 1991: Bahasa Rusia, The Paris Industry Chamber Karier: Januari 2010-sekarang CEO PT Sari Husada Tbk 2009-sekarang Direktur Eksekutif Kraft Foods Italia Januari 2006-Desember 2008 Direktur Eksekutif Kraft Hongaria Januari 2003-Desember 2005 Direktur Pemasaran Danone Republik Ceko dan Slovakia Januari 1999-Desember 2002 Manajer Umum L’Oreal Selandia Baru 1997-1998 Direktur Pemasaran L’Oreal Rusia 1993-1996 Bagian Konsumen L’Oreal Prancis Pendidikan: Karier: 2009-sekarang Januari 2003-Desember 2005 Januari 1999-Desember 2002 1997-1998 1993-1996 ASNI HARISMI “D I luar sana, masih banyak ibu dan anak yang meng- alami malnutrisi (kekurangan gizi). Saya tahu saya bisa membuat perubahan besar di negara ini.” Itulah kalimat pertama yang kerap terngiang di benak CEO of Sari Husada Boris Christophe Bourdin ketika ia bangun tidur pukul 05.30 WIB. Kalimat itu pula yang membuat pria kelahiran Prancis tersebut bertekad membawa Indonesia ke taraf yang lebih baik, terutama soal perbaikan gizi. Organisasi Pangan Dunia (Food and Agriculture Organization/FAO) pada 2010 mencatat terdapat sekitar 13,8 juta orang kekurangan gizi di Indonesia. Menurut Boris, tingginya angka itu berhubungan dengan ketidaktahuan masyarakat akan nutrisi yang tepat bagi mereka. Dengan berangkat dari kepriha- tinan itulah, Boris melalui Sari Husada bertekad mengedukasi masyarakat tentang betapa pentingnya mendapat asupan nutrisi yang baik demi kesehat- an sendiri maupun lingkungan. “Lewat slogan Nutrisi untuk Bang- sa, kami ingin memberi edukasi ke- pada bangsa Indonesia tentang betapa pentingnya mendapat asupan nutrisi yang cukup,” kata Boris. Nutrisi untuk Bangsa itulah yang kemudian membuat Sari Husada juga mengembangkan beberapa program berbasis tanggung jawab sosial per- usahaan (corporate social responsibility/ CSR) bertajuk Ayo Melek Gizi. “Kami berusaha melakukan edukasi pentingnya nutrisi lewat program itu dan produk kami bernama Gizi Kita. Awalnya, kami hanya menggalakkan ini di Bandung, tapi kini program tersebut telah mengedukasi lebih dari 30 ribu ibu di Jawa Barat,” ungkap Boris. Sari Husada juga tengah mengem- bangkan proyek SOS Village di Flores, wilayah yang terdapat 160 orang ke- kurangan gizi. Di tempat itu, mereka mengajarkan bagaimana cara meng- olah telur, daging, dan sayuran supaya orang-orang di sana tidak kekurangan gizi lagi. Dalam enam bulan, jumlah MI/SUMARYANTO

Transcript of SENIN, 24 JANUARI 2011 | MEDIA INDONESIA Bersama yang … fileAsam garam yang telah ditelan Boris...

Page 1: SENIN, 24 JANUARI 2011 | MEDIA INDONESIA Bersama yang … fileAsam garam yang telah ditelan Boris sepanjang kariernya tidak perlu disangsikan. Meski perjalanannya di ... triatlon yang

19CEO TALKSSENIN, 24 JANUARI 2011 | MEDIA INDONESIA

Bersama yang MudaBebaskan RI dari Malnutrisi

ini merupakan negara Asia pertama yang saya pimpin. Nilai yang dianut di sini agak berbeda dengan saya yang berasal dari Eropa,” ungkap Boris.

Pelayar profesionalAsam garam yang telah ditelan

Boris sepanjang kariernya tidak perlu disangsikan. Meski perjalanannya di dunia bisnis terbilang cukup mulus, Boris ternyata enteng saja menyikapi perjalanan profesionalnya. Ia bahkan mengaku tidak memiliki rencana jangka panjang untuk memperlebar sayap kariernya.

“Di dunia bisnis, saya tidak tahu, tidak memiliki rencana. Saya hanya berusaha optimal dalam apa yang saya kerjakan, sekaligus memastikan saya bisa berperan dalam kemajuan perusa-haan dan orang-orang di dalamnya,” kata Boris.

Bisnis baginya cukup sederhana, yaitu sama seperti olahraga. Ketika seseorang melakukan start, mereka melihat poin awal dan garis fi nis. Yang harus dilakukan hanya mengopti-malkan tenaga sampai di garis fi nis itu, tentu saja dengan bantuan dan dukungan tim.

Jika melihat rekor yang telah di-cetaknya, tidak mengherankan me-mang jika Boris menghubungkan bisnis dengan dunia olahraga. Ia pemegang rekor pelayar tercepat di turnamen Taiwan-Hong Kong Sailing pada 2007.

Ia juga menyentuh garis fi nis per-tama dalam Kejuaraan Layar Nasional Prancis 2006-2007 sebagai navigator. Karena catatan gemilangnya itu, Boris sebetulnya pernah ditawari menjadi atlet layar.

“Namun, tawaran itu saya tolak karena saya merasa menjadi pebisnis menjadikan dunia saya lebih komplet. Dengan menjadi pebisnis, saya juga bisa menjadi pelayar,” tandasnya di-iringi segaris senyum.

Pilihan itu, bagi Boris, tidak mudah. Pasalnya, ketika umur 16 tahun, ia bercita-cita menjadi kapten kapal laut penjelajah dunia. Ia mengaku tidak pernah menyesali pilihannya sebagai pebisnis ketimbang pelayar. Pasalnya, kedua profesi sama-sama membutuh-kan ketepatan waktu, kemampuan mengatur manusia dalam tim, serta bisa berkeliling dunia sebagai kapten sebuah perusahaan.

Meskipun demikian, Boris tampak-nya tidak bisa sepenuhnya melepas-kan diri dari dunia olahraga air. Ia berencana ikut serta dalam kompetisi triatlon yang diselenggarakan di Bali pada Juni 2011.

Bukan itu saja. “Saya ingin me-ngelilingi dunia, seperti menjelajahi Samudra Atlantis. Menurut rencana, 10 tahun dari sekarang saya akan me-nekuni olahraga layar secara serius dan profesional sekaligus keluar dari dunia bisnis,” pungkasnya. (E-1)

[email protected]

Lebih sulit memimpin di

Indonesia ketimbang di Eropa karena ini merupakan negara Asia pertama yang saya pimpin. Nilai yang dianut di sini agak berbeda dengan saya yang berasal dari Eropa.”

orang kekurangan gizi di sana telah berkurang dari dari 160 orang menjadi 40 orang.

“Ya, sangat cepat. Inilah yang men-jadi pertimbangan kami untuk tidak sekadar menjual produk, tetapi juga memberi tahu mereka nutrisi apa yang tepat dan bagaimana cara mendapat-kannya,” tandasnya.

Lebih nyataBagi Boris, terjun ke dunia nutrisi

bukannya tanpa alasan fi losofi s. Ikut berperan memperbaiki tingkat pe-menuhan gizi di Indonesia memberi-nya kebahagiaan tersendiri.

Namun, tak ada yang menyangka bahwa pria plontos itu memulai karier-nya di dunia kecantikan. Selama lebih dari 11 tahun (1991-2002), ia menikmati kariernya di bidang kosmetik hingga memiliki anak pertama, Cleophee, sebelum memutuskan untuk meng-geluti bidang yang lebih nyata sum-bangannya bagi kemanusiaan.

“Setelah memiliki anak, saya tidak hanya ingin memuaskan dunia saya, tetapi juga dunia orang lain di luar sana. Saya ingin lebih bermanfaat bagi lingkungan. Saya mulai berpikir hal apa yang ingin saya bangun, kontribusi apa yang ingin saya berikan, sesuatu yang lebih konkret,” tekadnya.

Keluarga memang memberi kon-tribusi besar dalam perjalanan karier Boris. Mereka, ungkap ayah tiga anak tersebut, sangat suportif, terutama ketika dirinya harus tinggal di enam negara berbeda dalam 13 tahun.

“Mereka tidak pernah meminta saya secara spesifi k untuk bekerja di sektor makanan dan nutrisi ini, tapi du-kungan mereka terlihat lebih kepada bagaimana mereka menerima pilihan saya itu,” tutur Boris.

Tinggal di Indonesia pun bukan sebuah pilihan mudah. Indonesia ne-gara Asia pertama yang disinggahinya sebagai CEO setelah sukses mengem-bangkan layar bisnis di lima negara Eropa, yaitu Italia, Hongaria, Selandia Baru, Rusia, dan tanah kelahirannya, Prancis.

Enam bulan pertama, kata Boris, merupakan saat paling sulit karena dirinya harus beradaptasi dengan tim kerja baru. Meski telah tinggal selama setahun di Indonesia, dirinya masih kerap direpotkan masalah ko-munikasi.

“Saya merasa tidak bisa bekerja dengan baik jika saya tidak mampu bekerja dengan tim. Kesuksesan pe-rusahaan tidak hanya ditentukan pemimpin yang baik, tetapi juga harus didukung tim yang solid,” ujar pria yang memiliki kewarganegaraan Pran-cis dan Selandia Baru tersebut.

Di Eropa, imbuhnya, para pemimpin harus melihat apa yang telah dilalui perusahaan tersebut sebelum meng-ambil keputusan. Di sini itu saja tidak cukup.

Selain itu, “Lebih sulit memimpin di Indonesia ketimbang di Eropa karena

Penting bagi perusahaan untuk tidak sekadar menjual produk, tetapi juga memberi tahu nutrisi yang tepat dan cara mendapatkannya.

BORIS CHRISTOPHE BOURDINLahir:Nevilly sur Seine, Prancis, 14 September 1967

Pendidikan:1988-1991: Reims Business School of Management; Certificate of Business

1991: Bahasa Rusia, The Paris Industry Chamber

Karier:Januari 2010-sekarangCEO PT Sari Husada Tbk

2009-sekarangDirektur Eksekutif Kraft Foods Italia

Januari 2006-Desember 2008 Direktur Eksekutif Kraft Hongaria

Januari 2003-Desember 2005Direktur Pemasaran Danone Republik Ceko dan Slovakia

Januari 1999-Desember 2002Manajer Umum L’Oreal Selandia Baru

1997-1998 Direktur Pemasaran L’Oreal Rusia

1993-1996 Bagian Konsumen L’Oreal Prancis

Pendidikan:

Karier:

2009-sekarang

Januari 2003-Desember 2005

Januari 1999-Desember 2002

1997-1998

1993-1996

ASNI HARISMI

“DI luar sana, masih banyak ibu dan anak yang meng-alami malnutrisi

(ke kurangan gizi). Saya tahu saya bi sa membuat perubahan besar di ne gara ini.”

Itulah kalimat pertama yang kerap terngiang di benak CEO of Sari Husada Boris Christophe Bourdin ketika ia bangun tidur pukul 05.30 WIB. Kalimat itu pula yang membuat pria kelahiran Prancis tersebut bertekad membawa Indonesia ke taraf yang lebih baik, terutama soal perbaikan gizi.

Organisasi Pangan Dunia (Food and Agriculture Organization/FAO) pada 2010 mencatat terdapat sekitar 13,8 juta orang kekurangan gizi di Indonesia. Menurut Boris, tingginya angka itu berhubungan dengan ketidaktahuan masyarakat akan nutrisi yang tepat bagi mereka.

Dengan berangkat dari kepriha-tinan itulah, Boris melalui Sari Husa da bertekad mengedukasi masyarakat tentang betapa pentingnya mendapat asupan nutrisi yang baik demi kesehat-an sendiri maupun lingkungan.

“Lewat slogan Nutrisi untuk Bang-sa, kami ingin memberi edukasi ke-pada bangsa Indonesia tentang betapa pentingnya mendapat asupan nutrisi yang cukup,” kata Boris.

Nutrisi untuk Bangsa itulah yang kemudian membuat Sari Husada juga mengembangkan beberapa program berbasis tanggung jawab sosial per-usahaan (corporate social responsibility/CSR) bertajuk Ayo Melek Gizi.

“Kami berusaha melakukan edukasi pentingnya nutrisi lewat program itu dan produk kami bernama Gizi Kita. Awalnya, kami hanya menggalakkan ini di Bandung, tapi kini program tersebut telah mengedukasi lebih dari 30 ribu ibu di Jawa Barat,” ungkap Boris.

Sari Husada juga tengah mengem-bangkan proyek SOS Village di Flores, wilayah yang terdapat 160 orang ke-kurangan gizi. Di tempat itu, mereka mengajarkan bagaimana cara meng-olah telur, daging, dan sayuran supaya orang-orang di sana tidak kekurangan gizi lagi. Dalam enam bulan, jumlah

MI/SUMARYANTO