SENIN, 16 AGUSTUS 2010 | MEDIA INDONESIA | EDISI KHUSUS ... filedengan China dan negara-negara...

1
| 25 Berkibarlah Industri Indonesia U PAYA meningkat- kan daya saing In- donesia di pasar global sudah seharusnya tidak dilakukan dengan cara-cara konvensional. Perlu ada sentuhan tersendiri yang khas agar daya saing ter- dongkrak. Pakar manajemen Rhenald Kasali mengusulkan perlunya pemerintah melakukan pen- citraan global terhadap posisi Indonesia (governmental public relation) untuk mendukung penetrasi produk lokal ke da- lam pasar global. “Jangan hanya menggempur dengan memasukkan produk, tapi juga dengan government PR (public relation). Tugasnya bermacam-macam, khasnya PR-lah. Bisa berbicara dengan Deplu setempat supaya ada negosiasi dagang, lalu media setempat untuk memperkenal- kan produk,” jelasnya. Hal itu mendesak dilakukan di tengah ketatnya persaingan dengan China dan negara- negara pesaing lain untuk mencari celah penetrasi di pasar global ini. Namun upaya untuk men- ciptakan strategi kehumasan negara yang terintegrasi mem- butuhkan komitmen bersama yang tinggi. Seluruh elemen negara harus terlibat. Baik pihak swasta, pemerintah dae- rah, maupun badan usaha milik negara harus satu suara men- dukung konsep kehumasan itu. Sayangnya, untuk urusan satu suara dan koordinasi, itu barang mahal di Indonesia. Contoh paling menyedih- kan sebenarnya tampak pada pelaksanaan World Expo 2010 di Shanghai, China. Media Indonesia yang mengunjungi pameran itu menilai belum ada sinergi menyeluruh antara ber- bagai pihak di negeri ini. Padahal ajang sebesar itu menjadi sarana yang efektif untuk memperkenalkan Indo- nesia sebagai sebuah negara yang memiliki banyak sumber daya menarik. Besarnya daya tarik Indo- nesia dapat terlihat dari fakta bahwa target 3 juta pengunjung yang datang ke Paviliun Indo- nesia di World Expo Shanghai dengan mudah dicapai. Pada- hal pameran masih menyisa- kan tiga bulan lagi. Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia Adi Putra Taher mengatakan peningkatan daya saing bu- kan merupakan perkara yang bisa dituntaskan dalam waktu dekat. Apalagi selama ini pe- merintah masih saja bermain di tataran wacana. Padahal masalah sudah di depan mata seperti pem- bangunan infrastruktur yang lambat, tarif dasar listrik yang tinggi, serta penjagaan pasar dalam negeri yang rendah. Belum lagi suku bunga di Indonesia sangat tinggi jika dibandingkan dengan negara lain di kawasannya. “Jadi, ba- gaimana kita mau maju,” ujar Adi Putra. Memang harus diakui, lan- jutnya, beberapa produk In- donesia sudah bisa menjamah pasar internasional. Contohnya kelapa sawit serta industri mebel kayu jati. Tapi itu semua tidak bisa membuat semua pihak terlena. Sebab untuk kayu olahan, kita masih ter- tinggal jauh jika dibandingkan dengan negara lain. Badan riset Rhenald Kasali menyatakan pemerintah bisa mendukung naiknya daya saing dengan membangun badan-badan riset di negara-negara yang menjadi tujuan ekspor. Tugas badan riset itu antara lain untuk memetakan regulasi, kebutuh- an, hingga kultur penduduk di negara setempat. “Pelaku industri tidak boleh berpikir seperti sedang ber- jualan di negara sendiri, ka- rena tiap negara regulasinya, kulturnya beda, kebutuhannya juga berbeda. Kita harus etno- sentris. Desain produk dengan memahami kebutuhan dan budaya hidup orang setempat, makanya kita butuh badan riset di negara tujuan untuk mencari tahu itu kalau mau menguasai pasar di sana,” ucapnya. Ia menambahkan, sebuah produk juga harus memiliki keunikan lokal untuk bisa bersaing di pasar interna- sional. Indonesia sendiri, lanjutnya, sudah memiliki kekuatan ini dengan produk- produk berbasis sumber daya alamnya, seperti kopi dan batu bara. “Kalau kita lihat, negara- negara yang memiliki daya sa- ing itu kan negara yang kekua- tan produknya tidak dimiliki negara lain. Misalnya Jerman dengan industri tekniknya, seperti mesin dan otomotif. Ka- lau Indonesia ya kuat di basis sumber daya alam itu,” tukas guru besar Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia itu. Namun, menurutnya, untuk bisa menghasilkan produk yang memiliki keunikan lokal itu, pelaku harus lebih dulu memperkuat branding lokal produk tersebut. “Jangan sampai produk lokal, tapi branding-nya asing. Maka itu, idealnya sebelum me- nembus pasar global, sebuah produk harus jadi tuan rumah di negerinya sendiri,” pung- kasnya. Adapun bagi Adi Taher kun- ci untuk memacu daya saing memang ada pada kerja sama yang erat antara pemerintah dan dunia usaha. “Masih banyak pekerjaan rumah yang harus diselesaikan untuk meningkatkan daya saing industri nasional,” tan- dasnya. (Rrn/J-2) [email protected] Raih Keunggulan dengan Pencitraan Global Menembus pasar global tidak hanya butuh akses, tapi juga strategi kehumasan yang menyeluruh. Christina Natalia GIAT PROMOSI : Suasana pavilun Indonesia di World Expo 2010 di Shanghai, China, Sabtu (24/7). Pemerintah perlu melakukan pencitraan global terhadap posisi Indonesia untuk mendukung penetrasi produk lokal ke dalam pasar global. ANTARA/HERMANUS PRIHATNA SENIN, 16 AGUSTUS 2010 | MEDIA INDONESIA | EDISI KHUSUS

Transcript of SENIN, 16 AGUSTUS 2010 | MEDIA INDONESIA | EDISI KHUSUS ... filedengan China dan negara-negara...

| 25 Berkibarlah Industri Indonesia

UPAYA meningkat-kan daya saing In-donesia di pasar g l o b a l s u d a h

seharus nya tidak dilakukan dengan cara-cara konvensional. Perlu ada sentuhan tersendiri yang khas agar daya saing ter-dongkrak.

Pakar manajemen Rhenald Kasali mengusulkan perlunya pemerintah melakukan pen-citraan global terhadap posisi Indonesia (governmental public relation) untuk mendukung penetrasi produk lokal ke da-lam pasar global.

“Jangan hanya menggempur dengan memasukkan produk, tapi juga dengan government PR (public relation). Tugasnya bermacam-macam, khasnya PR-lah. Bisa berbicara dengan Deplu setempat supaya ada negosiasi dagang, lalu media setempat untuk memperkenal-kan produk,” jelasnya.

Hal itu mendesak dilakukan di tengah ketatnya persaingan dengan China dan negara-negara pesaing lain untuk mencari celah penetrasi di

pasar global ini. Namun upaya untuk men-

ciptakan strategi kehumasan negara yang terintegrasi mem-butuhkan komitmen bersama yang tinggi. Seluruh elemen negara harus terlibat. Baik pihak swasta, pemerintah dae-rah, maupun badan usaha milik negara harus satu suara men-dukung konsep kehumasan itu. Sayangnya, untuk urusan satu suara dan koordinasi, itu barang mahal di Indonesia.

Contoh paling menyedih-kan sebenarnya tampak pada pelaksanaan World Expo 2010 di Shanghai, China. Media Indonesia yang mengunjungi pameran itu menilai belum ada

sinergi menyeluruh antara ber-bagai pihak di negeri ini.

Padahal ajang sebesar itu menjadi sarana yang efektif untuk memperkenalkan Indo-nesia sebagai sebuah negara yang memiliki banyak sumber daya menarik.

Besarnya daya tarik Indo-nesia dapat terlihat dari fakta bahwa target 3 juta pengunjung yang datang ke Paviliun Indo-nesia di World Expo Shanghai dengan mudah dicapai. Pada-hal pameran masih menyisa-

kan tiga bulan lagi. Ketua Umum Kamar Dagang

dan Industri (Kadin) Indonesia Adi Putra Taher mengatakan peningkatan daya saing bu-kan merupakan perkara yang bisa dituntaskan dalam waktu dekat. Apalagi selama ini pe-merintah masih saja bermain di tataran wacana.

Padahal masalah sudah di depan mata seperti pem-bangunan infrastruktur yang lambat, tarif dasar listrik yang tinggi, serta penjagaan pasar dalam negeri yang rendah. Belum lagi suku bunga di Indonesia sangat tinggi jika dibandingkan dengan negara lain di kawasannya. “Jadi, ba-gaimana kita mau maju,” ujar Adi Putra.

Memang harus diakui, lan-jutnya, beberapa produk In-donesia sudah bisa menjamah pasar internasional. Contohnya

kelapa sawit serta industri mebel kayu jati. Tapi itu semua tidak bisa membuat semua pihak terlena. Sebab untuk kayu olahan, kita masih ter-tinggal jauh jika dibandingkan dengan negara lain.

Badan risetRhenald Kasali menyatakan

pemerintah bisa mendukung naiknya daya saing dengan membangun badan-badan riset di negara-negara yang menjadi tujuan ekspor. Tugas badan riset itu antara lain untuk memetakan regulasi, kebutuh-an, hingga kultur penduduk di negara setempat.

“Pelaku industri tidak boleh berpikir seperti sedang ber-jualan di negara sendiri, ka-rena tiap negara regulasinya, kulturnya beda, kebutuhannya juga berbeda. Kita harus etno-sentris. Desain produk dengan

memahami kebutuhan dan budaya hidup orang setempat, makanya kita butuh badan riset di negara tujuan untuk mencari tahu itu kalau mau menguasai pasar di sana,” ucapnya.

Ia menambahkan, sebuah produk juga harus memiliki keunikan lokal untuk bisa bersaing di pasar interna-sional. Indonesia sendiri, lanjutnya, sudah memiliki kekuatan ini dengan produk-produk berbasis sumber daya alamnya, seperti kopi dan batu bara.

“Kalau kita lihat, negara-negara yang memiliki daya sa-ing itu kan negara yang kekua-tan produknya tidak dimiliki negara lain. Misalnya Jerman dengan industri tekniknya, seperti mesin dan otomotif. Ka-lau Indonesia ya kuat di basis sumber daya alam itu,” tukas guru besar Fakultas Ekonomi

Universitas Indonesia itu. Namun, menurutnya, untuk

bisa menghasilkan produk yang memiliki keunikan lokal itu, pelaku harus lebih dulu memperkuat branding lokal produk tersebut.

“Jangan sampai produk lokal, tapi branding-nya asing. Maka itu, idealnya sebelum me-nembus pasar global, sebuah produk harus jadi tuan rumah di negerinya sendiri,” pung-kasnya.

Adapun bagi Adi Taher kun-ci untuk memacu daya saing memang ada pada kerja sama yang erat antara pemerin tah dan dunia usaha.

“Masih banyak pekerjaan rumah yang harus di selesaikan untuk meningkatkan daya saing industri nasional,” tan-dasnya. (Rrn/J-2)

[email protected]

Raih Keunggulan dengan Pencitraan Global

Menembus pasar global tidak hanya butuh akses, tapi juga strategi kehumasan yang menyeluruh.

Christina Natalia

GIAT PROMOSI : Suasana pavilun Indonesia di World Expo 2010 di Shanghai, China, Sabtu (24/7). Pemerintah perlu melakukan pencitraan global terhadap posisi Indonesia untuk mendukung penetrasi produk lokal ke dalam pasar global.

ANTARA/HERMANUS PRIHATNA

SENIN, 16 AGUSTUS 2010 | MEDIA INDONESIA | EDISI KHUSUS