SENIN, 12 DESEMBER 2011 Berjuang untuk Penanggulangan ... · Batak itu berupaya mengikis kemiskinan...

1
BUNGA PERTIWI B AHWA jaminan so- sial menjadi salah satu cara untuk menghapus kemiskinan adalah keyakinan Direktur Utama PT Jamsostek (persero) Hotbonar Sinaga. Lewat Jamsostek yang merupakan salah satu bentuk asuransi sosial, pria berdarah Batak itu berupaya mengikis kemiskinan yang hingga kini masih menjadi momok bagi bangsa Indonesia. Kepada Media Indonesia , Hotbonar mengaku terjun di dunia asuransi lantaran me- lihat kawannya yang menjadi agen asuransi punya peng- hasilan lebih besar ketimbang dirinya. “Waktu itu saya masih kerja di pelayaran. Saya lihat seorang rekan dosen yang penghasilan- nya cukup besar dengan menja- di agen asuransi. Saya pun bela- jar asuransi dan beralih profesi ke bidang asuransi. Ternyata bidang ini menyenangkan,” ujarnya ketika ditemui di Kan- tor Pusat Jamsostek di kawasan Gatot Subroto, Jakarta, bebera- pa waktu lalu. Setelah bertahun-tahun ber- kecimpung di bisnis proteksi, ia mendapati bahwa asuransi, khususnya dalam bentuk ja- minan sosial, bisa membasmi kemiskinan. “Memang terbukti di negara lain dengan adanya jaminan sosial jumlah masyarakat yang prasejahtera menurun,” ujar Hotbonar. Pria yang gemar berbusana necis dalam warna senada itu menuturkan jaminan sosial identik dengan lang- kah memobilisasi dana dari masyarakat. Dana itu, lanjut- nya, dikembangkan menjadi investasi. Investasinya tidak hanya berupa deposito, tapi juga saham, obligasi, dan juga reksadana. “Tujuan akhirnya untuk menggerakkan sektor riil. Misalnya, ada perusahaan yang go public, sahamnya di- beli Jamsostek. Atau, deposito Jamsostek di bank kemudian disalurkan sebagai kredit ke sektor riil, kan hal itu bisa menggerakkan sektor riil.” Dengan menggerakkan sek- tor riil, lapangan kerja akan tercipta sehingga pengang- guran bisa berkurang. Di sisi lain, masyarakat yang memiliki penghasilan pun bertambah dan kemiskinan dapat menu- run. “Di situ fungsi jaminan sosial,” tegasnya. Kemudian, dalam peme- nuhan fungsi jaminan sosial, lanjut Hotbonar, aspek kese- hatan adalah salah satu kenis- cayaan. Kenapa? Karena masalah kesehatan berpotensi besar dialami banyak orang. “Kalau sakit kan bisa jebol keuangan. Dari punya duit lalu jadi mis- kin. Itu harus dicegah,” kata Hotbonar blakblakan. Belum optimal Ia pun menggambarkan, sekitar 90% para penduduk di negara-negara seperti Filipina, Thailand, Malaysia, Korea, Jepang, dan Singapura telah terlindungi oleh jaminan sosial. Sebaliknya, Indonesia, dari populasi 240 juta penduduk, paling-paling hanya sekitar 90 juta jiwa yang terlindungi jaminan sosial. “Yang ikut Jamsostek itu con- tributory members (peserta aktif) sekitar 10 juta, peserta Asabri dan Taspen 4 juta. Askes atau jaminan kesehatan itu sekitar 76 juta orang. Jadi total baru seki- tar 90 juta,” hitung-hitungan Hotbonar. Jebolan Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia itu me- nyesalkan jumlah peserta aktif Jamsostek yang belum optimal. Padahal, potensi yang ada menurutnya mencapai 30 juta peserta. Ia berharap, dengan lahirnya Undang-Undang tentang BPJS beberapa waktu lalu, peserta jaminan sosial akan bertam- bah. “Karena kami memiliki kewenangan untuk penegakan hukum. Misalnya ada perusa- haan yang tidak menjadi peser- ta jaminan sosial ketenagaker- jaan, kami bisa memberikan sanksi,” kata Hotbonar. Adapun dana masyarakat yang dimobilisasi dalam Jam- sostek sebagian besar adalah dana jangka panjang. Pria yang rajin mengantar jemput sang istri itu menyebutkan target dana kelolaan Jamsostek untuk diinvestasikan pada 2011 ini adalah Rp114,4 triliun. Hingga 30 September lalu, dana kelolaan tersebut su- dah mencapai Rp106,2 triliun. “Target hasil keuntungan dari investasi hingga akhir Desem- ber 2011 adalah Rp10,74 triliun. Tapi, hingga 30 September lalu sudah mencapai Rp9,2 triliun atau 88%,” kata dia. Kembali Setelah malang melintang di dunia asuransi lebih dari dua dekade, Hotbonar menyebut- kan dirinya bakal pensiun di Lahirnya Undang-Undang tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) diharapkan dapat mendorong kenaikan jumlah peserta jaminan sosial. Kami memiliki kewenangan untuk penegakan hukum. Misalnya ada perusahaan yang tidak menjadi peserta jaminan sosial ketenagakerjaan, kami bisa memberikan sanksi.” 16 SENIN, 12 DESEMBER 2011 C EO TALKS Berjuang untuk Penanggulangan Kemiskinan Tempat dan Tanggal Lahir : Cipanas, 20 Mei 1949 Jabatan : Direktur Utama PT Jamsostek (persero) Sejak 2007 Pendidikan : u Sarjana ekonomi, jurusan Manajemen Konsentrasi Pemasaran Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, 1980. u Non Degree - Shipping (Professional Shipping Management), Norwegian Shipping Academy, 1982 (10 bulan) u Insurance Broking (Certified Indonesian Ins. & Reinsurance Brokers) & Ahli Pialang Asuransi Indonesia (APAI), Asosiasi Broker Asuransi & Reasuransi Indonesia (ABAI) Jakarta, 2000 u Perencana Keuangan Chartered Financial Consultant, The American College & Singapore College of Insurance, 2003 u Chartered Life Underwriter, The American College & Singapore College of Insurance, 2003 Karier : u Asisten Lab Statistik & Computer Programming FEUI 1973-1983 u Dosen FEUI 1974-sekarang u Dosen Program MM UI Salemba 1986-2002 u Sekretaris Perusahaan PT Karana Line 1980-1986 u Managing Director Johnson & Higgins Indonesia 1986-1991 u Direktur Pemasaran PT Asuransi Jiwa Tugu Mandiri 1991-1997 u Direktur Bancassurance Metlife Sejahtera 1998 u Domestic Insurance Expert Ernst & Young, Kanada 1999- 2000 u Direktur Utama PT Asuransi Berdikari 2000-2004 u Komisaris Independen PT Asia Pratama General Insurance 2004-sekarang u Komisaris Independen PT Sarana Proteksi Broker Asuransi 2004-sekarang u Komisaris Utama PT Mitra Finansial Wicaksana 2004-sekarang tahun 2012 mendatang. Sem- bari menikmati masa pensiun, dirinya akan kembali berkiprah di bidang pendidikan sebagai dosen. “Tadinya ingin jadi duta besar, tapi saya batalkan ka- rena ternyata jadi duta besar bukan tugas mudah. Saya jenuh mengurus segala sesuatu yang membutuhkan pemikiran,” ucapnya. Menjadi orang nomor satu di Jamsostek memang menyita se- luruh pemikiran dan perhatian Hotbonar. Sebab, mengelola sebuah perusahaan dengan aset ratusan triliun dan jutaan peserta tentulah tidak terlepas dari beragam permasalahan. “Sangat kompleks,” akunya. Hotbonar mau tidak mau berhadapan dengan berbagai peserta, baik secara perorangan maupun perusahaan, yang memiliki bermacam-macam karakter. Sebagai bagian dari BUMN, ia juga harus berurusan dengan berbagai kalangan. Mulai dari pemerintah sampai parlemen. “Ada seni tersendiri untuk menghadapi mereka. Saya bukan orang yang suka berse- berangan secara frontal. Saya mengakomodasi keinginan orang-orang yang berseberang- an dengan pendapat saya tapi saya sampaikan secara halus,” tuturnya. Hotbonar mengisahkan peng- alamannya saat pembahasan Rancangan Undang-Undang BPJS. Ketika itu, ia berpendapat pelaksana BPJS yang paling tepat dengan kondisi Indonesia adalah badan hukum atau ba- dan usaha milik negara. “Tapi pihak lain meng- inginkan badan hukum pub- lik. Masalah kedua adalah cara membagi peserta, apakah berdasarkan segmentasi atau program. Di Indonesia dan di dunia sebagian besar itu ber- dasarkan segmentasi peserta, seperti di Malaysia, Thailand, Brunei, Korea, dan Jepang. Waktu Jamsostek mau dilebur oleh DPR, saya paling depan yang tidak setuju.” Tapi ternyata hasil UU BPJS berkata lain. Badan hukum BPJS tetap badan hukum publik. Na- mun, untuk kepesertaan hanya berdasarkan segmentasi. Ja- minan kesehatan untuk seluruh penduduk, sedangkan jaminan ketenagakerjaan untuk mereka yang bekerja. “Alhamdulillah, saran saya diikuti jadi skornya 1-1,” pung- kasnya seraya terkekeh. (E-2) [email protected] MI/PANCA SYURKANI HOTBONAR SINAGA

Transcript of SENIN, 12 DESEMBER 2011 Berjuang untuk Penanggulangan ... · Batak itu berupaya mengikis kemiskinan...

Page 1: SENIN, 12 DESEMBER 2011 Berjuang untuk Penanggulangan ... · Batak itu berupaya mengikis kemiskinan yang hingga kini masih menjadi momok bagi ... istri itu menyebutkan target dana

BUNGA PERTIWI

BAHWA jaminan so-sial menjadi salah satu cara untuk menghapus kemiskinan adalah

keyakinan Direktur Utama PT Jamsostek (persero) Hotbonar Sinaga. Lewat Jamsostek yang merupakan salah satu bentuk asuransi sosial, pria berdarah Batak itu berupaya mengikis kemiskinan yang hingga kini masih menjadi momok bagi bangsa Indonesia.

Kepada Media Indonesia , Hot bonar mengaku terjun di dunia asuransi lantaran me-lihat kawannya yang menjadi agen asuransi punya peng-hasilan le bih besar ketimbang dirinya.

“Waktu itu saya masih kerja di pelayaran. Saya lihat seorang rekan dosen yang penghasilan-nya cukup besar dengan menja-di agen asuransi. Saya pun bela-jar asuransi dan beralih profesi ke bidang asuransi. Ternyata bidang ini menyenangkan,” ujarnya ketika ditemui di Kan-tor Pusat Jamsostek di kawasan Gatot Subroto, Jakarta, bebera-pa waktu lalu.

Setelah bertahun-tahun ber-kecimpung di bisnis proteksi, ia mendapati bahwa asuransi, khususnya dalam bentuk ja-minan sosial, bisa membasmi kemiskinan.

“Memang terbukti di negara lain dengan adanya jaminan sosial jumlah masyarakat yang prasejahtera menurun,” ujar Hotbonar.

Pria yang gemar berbusana necis dalam warna senada i tu menuturkan jaminan sosial identik dengan lang-kah memobilisasi dana dari masyarakat. Dana itu, lanjut-nya, dikembangkan menjadi investasi. Investasinya tidak hanya berupa deposito, tapi juga saham, obligasi, dan juga reksadana.

“Tujuan akhirnya untuk menggerakkan sektor riil. Misalnya, ada perusahaan yang go public, sahamnya di-beli Jamsostek. Atau, deposito Jamsostek di bank kemudian disalurkan sebagai kredit ke sektor riil, kan hal itu bisa menggerakkan sektor riil.”

Dengan menggerakkan sek-tor riil, lapangan kerja akan tercipta sehingga pengang-guran bisa berkurang. Di sisi lain, masyarakat yang memiliki penghasilan pun bertambah dan kemiskinan dapat menu-run. “Di situ fungsi jaminan sosial,” tegasnya.

Kemudian, dalam peme-nuhan fungsi jaminan sosial, lanjut Hotbonar, aspek kese-hatan adalah salah satu kenis-cayaan.

Kenapa? Karena masalah kesehatan berpotensi besar dialami banyak orang. “Kalau

sakit kan bisa jebol keuangan. Dari punya duit lalu jadi mis-kin. Itu harus dicegah,” kata Hotbonar blakblakan.

Belum optimalIa pun menggambarkan,

sekitar 90% para penduduk di negara-negara seperti Filipina, Thailand, Malaysia, Korea, Jepang, dan Singapura telah terlindungi oleh jaminan sosial. Sebaliknya, Indonesia, dari populasi 240 juta penduduk, paling-paling hanya sekitar 90 juta jiwa yang terlindungi jaminan sosial.

“Yang ikut Jamsostek itu con-tributory members (peserta aktif) sekitar 10 juta, peserta Asabri dan Taspen 4 juta. Askes atau jaminan kesehatan itu sekitar 76 juta orang. Jadi total baru seki-tar 90 juta,” hitung-hitungan Hotbonar.

Jebolan Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia itu me-nyesalkan jumlah peserta aktif Jamsostek yang belum optimal. Padahal, potensi yang ada menurutnya mencapai 30 juta peserta.

Ia berharap, dengan lahirnya Undang-Undang tentang BPJS beberapa waktu lalu, peserta jaminan sosial akan bertam-bah. “Karena kami memiliki kewenangan untuk penegakan hukum. Misalnya ada perusa-haan yang tidak menjadi peser-ta jaminan sosial ketenagaker-jaan, kami bisa memberikan sanksi,” kata Hotbonar.

Adapun dana masyarakat yang dimobilisasi dalam Jam-sostek sebagian besar adalah dana jangka panjang. Pria yang rajin mengantar jemput sang istri itu menyebutkan target dana kelolaan Jamsostek untuk diinvestasikan pada 2011 ini adalah Rp114,4 triliun.

Hingga 30 September lalu, dana kelolaan tersebut su-dah mencapai Rp106,2 triliun. “Target hasil keuntungan dari investasi hingga akhir Desem-ber 2011 adalah Rp10,74 triliun. Tapi, hingga 30 September lalu sudah mencapai Rp9,2 triliun atau 88%,” kata dia.

Kembali Setelah malang melintang di

dunia asuransi lebih dari dua dekade, Hotbonar menyebut-kan dirinya bakal pensiun di

Lahirnya Undang-Undang tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) diharapkan dapat mendorong kenaikan jumlah peserta jaminan sosial.

Kami memiliki kewenangan

untuk penegakan hukum. Misalnya ada perusahaan yang tidak menjadi peserta jaminan sosial ketenagakerjaan, kami bisa memberikan sanksi.”

16 SENIN, 12 DESEMBER 2011CEO TALKS

Berjuang untuk Penanggulangan Kemiskinan

Tempat dan Tanggal Lahir :

Cipanas, 20 Mei 1949

Jabatan :

Direktur Utama PT Jamsostek

(persero) Sejak 2007

Pendidikan :

u Sarjana ekonomi, jurusan

Manajemen Konsentrasi

Pemasaran Fakultas Ekonomi

Universitas Indonesia, 1980.

u Non Degree - Shipping

(Professional Shipping

Management), Norwegian

Shipping Academy, 1982 (10

bulan)

u Insurance Broking

(Certified Indonesian

Ins. & Reinsurance Brokers) &

Ahli Pialang Asuransi Indonesia

(APAI), Asosiasi Broker

Asuransi & Reasuransi Indonesia

(ABAI) Jakarta, 2000

u Perencana Keuangan Chartered

Financial Consultant, The

American College & Singapore

College of Insurance, 2003

u Chartered Life Underwriter,

The American

College & Singapore College of

Insurance, 2003

Karier :

u Asisten Lab

Statistik & Computer

Programming FEUI 1973-1983

u Dosen FEUI 1974-sekarang

u Dosen Program MM UI

Salemba 1986-2002

u Sekretaris Perusahaan PT

Karana Line 1980-1986

u Managing Director

Johnson & Higgins Indonesia

1986-1991

u Direktur Pemasaran PT Asuransi

Jiwa Tugu Mandiri 1991-1997

u Direktur Bancassurance Metlife

Sejahtera 1998

u Domestic Insurance Expert

Ernst & Young, Kanada 1999-

2000

u Direktur Utama PT Asuransi

Berdikari 2000-2004

u Komisaris Independen PT Asia

Pratama General Insurance

2004-sekarang

u Komisaris Independen PT Sarana

Proteksi Broker Asuransi

2004-sekarang

u Komisaris Utama PT

Mitra Finansial Wicaksana

2004-sekarang

tahun 2012 mendatang. Sem-bari menikmati masa pensiun, dirinya akan kembali berkiprah di bidang pendidikan sebagai dosen.

“Tadinya ingin jadi duta besar, tapi saya batalkan ka-rena ternyata jadi duta besar bukan tugas mudah. Saya jenuh mengurus segala sesuatu yang membutuhkan pemikiran,” ucapnya.

Menjadi orang nomor satu di Jamsostek memang menyita se-luruh pemikiran dan perhatian

Hotbonar. Sebab, mengelola sebuah perusahaan dengan aset ratusan triliun dan jutaan peserta tentulah tidak terlepas dari beragam permasalahan. “Sangat kompleks,” akunya.

Hotbonar mau tidak mau berhadapan dengan berbagai peserta, baik secara perorangan maupun perusahaan, yang memiliki bermacam-macam karakter. Sebagai bagian dari BUMN, ia juga harus berurusan dengan berbagai kalangan. Mulai dari pemerintah sampai

parlemen. “Ada seni tersendiri untuk

menghadapi mereka. Saya bukan orang yang suka berse-berangan secara frontal. Saya mengakomodasi keinginan orang-orang yang berseberang-an dengan pendapat saya tapi saya sampaikan secara halus,” tuturnya.

Hotbonar mengisahkan peng-a lamannya saat pembahasan Rancangan Undang-Undang BPJS. Ketika itu, ia berpendapat pelaksana BPJS yang paling

tepat dengan kondisi Indonesia adalah badan hukum atau ba-dan usaha milik negara.

“Tapi pihak lain meng-inginkan badan hukum pub-lik. Masalah kedua adalah cara membagi peserta, apakah berdasarkan segmentasi atau program. Di Indonesia dan di dunia sebagian besar itu ber-dasarkan segmentasi peserta, seperti di Malaysia, Thailand, Brunei, Korea, dan Jepang. Waktu Jamsostek mau dilebur oleh DPR, saya paling depan

yang tidak setuju.”Tapi ternyata hasil UU BPJS

berkata lain. Badan hukum BPJS tetap badan hukum pu blik. Na-mun, untuk kepesertaan hanya berdasarkan segmentasi. Ja-minan kesehatan untuk seluruh penduduk, sedangkan jaminan ketenagakerjaan untuk mereka yang bekerja.

“Alhamdulillah, saran saya diikuti jadi skornya 1-1,” pung-kasnya seraya terkekeh. (E-2)

[email protected]

MI/PANCA SYURKANI

HOTBONAR SINAGA