seminar kel E proling.doc
-
Upload
citta-adwitiya-arifiani -
Category
Documents
-
view
137 -
download
4
Transcript of seminar kel E proling.doc
GANGGUAN CEMAS BERPISAH PADA ANAK
Pembimbing :
dr. Yunita Retno, Sp.KJ
Moderator :
dr. Indrawati
Oleh :
Brigitta Natalia L.S.A.M.M 06700223
Ditto Dwi L. 07700141
I Wayan Mahendra 08700019
Citta Adwitiya A. 08700034
Fenty Sulistio E. 08700
Rizal Trianto 08700150
Siti Naimah 08700176
PROGRAM PENDIDIKAN DOKTER MUDA FK UWKS
LAB / SMF ILMU KESEHATAN JIWA
RSJ DAERAH MENUR SURABAYA 2012
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas rahmat dan karunianya sehingga kami
dapat menyelesaikan tugas seminar “GANGGUAN CEMAS BERPISAH PADA ANAK”,
sebagai salah satu bagian dalam pendidikan dokter muda serta salah satu syarat ujian di bidang
studi ilmu kesehatan jiwa di RSJ DAERAH Menur Surabaya.
Tugas ini juga dibuat sebagai salah satu cara pembelajaran bagi kami dan teman sejawat
dokter muda untuk lebih memahami berbagai macam hal yang ada pada bidang Ilmu Kesehatan
Jiwa pada umumnya terutama mengenai GANGGUAN CEMAS BERPISAH PADA ANAK.
Tidak lupa kami juga mengucapkan terima kasih kepada :
1. Pembimbing dr. Yunita Retno, Sp.KJ
2. Semua pihak serta teman sejawat Dokter Muda yang telah membantu dalam
menyelesaikan makalah ini
Kami sadar tugas kami ini masih memiliki banyak kekurangan dan memerlukan banyak
perbaikan, sehingga kami sangat berterima kasih atas saran dan kritik yang bersifat membangun
untuk menyempurnakannya.
Semoga makalah ini bermanfaat bagi kita semua.
Surabaya, 17 Januari 2013
Penyusun
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
PENDAHULUAN
PEMBAHASAN
RANGKUMAN
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
Kita sering melihat anak-anak yang tidak mau ditinggal oleh ibunya ketika diantar ke
sekolah, mereka menempel pada ibunya dan menolak setiap upaya untuk menempatkan mereka
ke sekolah. Pemandangan itu telah begitu umum, bahwa banyak orang menganggap hal itu
menjadi bagian integral dari pertumbuhan anak. Tidak ada yang suka pergi ke sekolah dan
perilaku ini bisa dimengerti. Tapi ada beberapa anak yang tidak tahan untuk melihat orang
tua mereka keluar dari pandangan. Adegan ini tidak hanya di depan sekolah, tetapi juga ketika
orang tua pergi untuk bekerja atau contoh-contoh seperti ketika anak itu ditinggalkan. Sementara
kebanyakan orang tua mengabaikan insiden tersebut sebagai bagian alami dari pertumbuhan
anak. Namun kasus ini penting untuk dinilai dan dipertimbangkan.
Meskipun kebanyakan anak segera cenderung lupa bahwa orang tua mereka tidak dekat
mereka dan bergabung dengan lingkungan sekitar mereka, ada beberapa yang menderita
gangguan kecemasan pemisahan. Anak-anak seperti ini akan terus merenung dan menampilkan
rasa ketakutan untuk diri mereka sendiri dan orang yang mereka cintai. Jika kita memberikan
nasihat yang tepat kepada anak, anak dapat mengatasi rasa takut ini. Namun, jika kita
mengabaikannya, maka kondisi ini dapat memiliki efek pada perkembangan anak dan pandangan
masa depan. Untuk itu kita harus mempelajari tentang Separation Anxiety Disorder (Gangguan
Cemas Berpisah). [1]
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 DEFINISI
Separation Anxiety Disorder atau Gangguan Cemas Berpisah pada anak adalah
psikologis kondisi di mana seseorang mengalami berlebihan kecemasan mengenai
pemisahan dari rumah atau dari orang-orang kepada siapa individu memiliki yang kuat
ikatan emosional (misalnya orangtua, kakek-nenek, atau saudara kandung).
Menurut Asosiasi Psikologi Amerika , pemisahan gangguan kecemasan adalah
tampilan yang tidak pantas dan berlebihan ketakutan dan tertekan ketika menghadapi
situasi pemisahan dari rumah atau dari tokoh lampiran tertentu. Kecemasan yang
dinyatakan dikategorikan sebagai atipikal dari tingkat perkembangan yang diharapkan
dan usia. [2] Tingkat keparahan gejala berkisar dari ketidaknyamanan antisipatif untuk
full-blown kecemasan tentang perpisahan. [3]
2.2 EPIDEMIOLOGI
Pemisahan gangguan kecemasan adalah kesehatan mental gangguan yang dimulai
pada anak usia dan ditandai oleh mengkhawatirkan yang tidak sesuai dengan situasi
sementara meninggalkan rumah atau memisahkan dari orang-orang terkasih. Sekitar 4% -
5% dari anak-anak dan remaja menderita gangguan separation anxiety. [4]
Gangguan Cemas Berpisah paling sering ditemukan pada anak-anak pra-puber
(Bowen, Offord, & Boyle, 1990; Kashani & Orvaschel, 1988), walau sebenarnya bisa
terjadi pada usia berapa pun (Bell-Dolan & Brazeal, 1993; Nielsen dkk. , 2000). Francis
dkk (1987) menemukan perbedaan gangguan ini pada umur yang berbeda tapi tidak
menemukan perbedaan pada gender . Anak-anak pra-puber (5-8 tahun) paling sering
mengatakan takut terluka, mengalami mimpi buruk, atau menolak berangkat ke sekolah;
anak-anak usia 9-12 menunjukkan ketegangan yang berlebihan pada saat berpisah; dan
remaja (13-16) paling sering mengemukakan keluhan-keluhan somatik dan menolak
pergi ke sekolah. Anak-anak yang lebih kecil mengemukakan gejala-gejala yang lebih
banyak daripada remaja.
2.3 ETIOLOGI
Pemisahan gangguan kecemasan (seperti kebanyakan kondisi kesehatan mental)
kemungkinan disebabkan oleh kombinasi dari kerentanan genetik dan lingkungan bukan
oleh satu hal.
Selain menjadi lebih umum pada anak-anak dengan riwayat keluarga kecemasan,
anak yang ibunya stres selama kehamilan dengan mereka cenderung lebih beresiko untuk
mengembangkan gangguan ini.
Sebagian besar anak-anak dengan gangguan separation anxiety memiliki
penolakan sekolah sebagai gejala dan sampai 80% dari anak-anak yang menolak sekolah
memenuhi syarat untuk diagnosis gangguan separation anxiety. Sekitar 50% -75% dari
anak-anak yang menderita gangguan ini berasal dari rumah-rumah status sosial ekonomi
rendah. [5]
Ibu dari anak dengan gangguan ini juga mempunyai gangguan kecemasan (fobia,
panic) dan sering menunjukkan kelekatan yang tidak wajar dengan anak sehingga anak
juga mempunyai kecemasan yang tinggi. Hubungan anak dengan orangtuanya sangat
dekat dan anak sering menjadi pusat kekhawatiran orangtuanya. Dengan adanya stress
kehidupan yang menyertainya menambah timbulnya gangguan ini, misalnya kematian
keluarga, anak sakit, perubahan lingkungan anak, sekolah atau tetangga baru dan
sebagainya. [6]
2.3.1 Faktor Predisposisi [1]
a. Beberapa tekanan hidup, seperti kematian seorang keluarga, teman, atau binatang
peliharaan atau pindah wilayah atau pindah sekolah, bisa memicu gangguan tersebut.
Genetika yang mudah kena kegelisahan juga umumnya memainkan sebuah peranan
kunci.
b. Gangguan ini bsa terjadi karena mungkin anak terlalu medapatkan perhatian lebih
dari anda, sehingga ia terlanjur merasa nyaman dalam “pelukan” dan perhatian anda.
Sehingga saat anak harus menunjukkan eksistensi dirinya di lingkungan, ia menjadi
merasa tidak nyaman. Apalagi harus ditinggal oleh orang tua.
c. Selain memang diri si anak yang mungkin cenderung tidak "eksploratif," peran
pengasuhan orangtua memegang kontribusi yang luar biasa besar. Biasanya, anak dengan
gangguan kecemasan berpisah dibesarkan oleh orangtua dengan gangguan kecemasan
yang sama. Orangtua yang terlalu melindungi anaknya, orangtua yang terlalu
overprotektif, atau keluarga dengan budaya yang terlalu akrab biasanya rentan pada
pengasuhan anak yang dapat menimbulkan gangguan kecemasan berpisah. pada anak-
anak dengan karakteristik seperti ini:
1) Anak tunggal
2) Anak bungsu
3) Anak laki-laki/perempuan satu-satunya di keluarga
4) Anak pertama meninggal sehingga anak kedua jadi harapan keluarga
5) Anak yang lahir dengan susah payah (mis. Bayi Tabung) menyebabkan orangtua
berpote nsi menjadi "over”
2.3.2 Faktor Presipitasi [1]
a. Jika Anda baru saja pindah ke lingkungan baru atau kota atau jika Anda baru saja
mengalami perceraian, kecemasan pemisahan dapat dipicu pada anak bahkan jika ia tidak
pernah mengalaminya sebelumnya.
b. Anak dengan gangguan ini mengalami gangguan hebat ketika dipisahkan dari rumah
atau dari orang yang mereka sayangi
2.3.3 Psikodinamika [1]
Dari perspektif psikodinamika, kecemasan merefleksikan energi yang dilekatkan
kepada konflik-konflik tak sadar dan usaha ego untuk membiarkannya tetap terepresi.
Psikoanalisis tradisional menyadarkan bahwa kecemasan merupakan simbolisasi dari
konflik dalam diri. Dengan adanya simbolisasi ini ego dapat dibebaskan dari
menghabiskan energi untuk melakukan represi. Dengan demikian ego dapat memberi
perhatian lebih terhadap tugas-tugas yang lebih kreatif dan memberi peningkatan. Begitu
juga dengan yang modern, akan tetapi yang modern lebih menjajaki sumber kecemasan
yang berasal dari keadaaan hubungan sekarang daripada hubungan masa lampau. Selain
itu mereka mendorong klien untuk mengembangkan tingkah laku yang lebih adaptif.
2.3.4 Patopsikologi [1]
Ketakutan itu mungkin berpusat pada apa yang mungkin terjadi dengan individu
yang berpisah dengan anak itu (misalnya orang tua akan meninggal, atau tidak kembali
karena satu alasan lain) atau apa yang terjadi dengan anak itu bila terjadi perpisahan (ia
akan hilang, diculik, disakiti, atau dibunuh). Karena alasan tersebut, anak itu enggan
dipisahkan dari orang lain, dan mungkin karena itulah ia tidak mau tidur sendirian tanpa
ditemani atau didampingi oleh tokoh kesayangannya atau tidak mampu meninggalkan
rumah tanpa disertai orang lain. Dalam beberapa kasus, anak mungkin mengeluh
terhadap simtom-simtom fisik (misalnya, rasa mual, sakit kepala, sakit perut, muntah-
muntah, dsb) atau tidak mau pergi kesekolah semata-mata karena takut akan terjadinya
perpisahan bukan karena alasan lain, seperti kekhawatiran akan peristiwa-peristiwa di
sekolah. Selain masalah itu, gangguan rasa cemas akan perpisahan dapat menganggu dan
memperlambat perkembangan social anak karena ia tidak mengembangkan independentsi
atau belajar bergaul dengan teman-teman sebayanya. Selanjutnya bila anak dipisahkan
(ditinggalkan), ia tidak dapat berfungsi dengan baik karena ia tercekam oleh rasa takut
terhadap apa yang terjadi dengan dirinya atau terhadap orang-orang yang berpisah
dengannya. Meskipun ia berada bersama dengan orang-orang yang penting bagi dirinya,
tetapi fungsi anak itu bisa terganggu karena adanya kecemasan antisipatori terhadap
kemungkinan terjadinya perpisahan. Karena merasa sedih yang berlebihan, maka anak itu
akan menangis, mengadat, merana, apatis, atau mengundurkan diri secara social pada saat
sebelum atau sesudah berlangsungnya perpisahan dengan tokoh yang penting atau akrab
dengannya.
2.3.5 Gejala fisik Separation Anxiety Disorder (SAD)
Gejala SAD dapat menjadi baik mental maupun fisik. Gejala-gejala mental yang telah
dibahas di atas sepenuhnya, tetapi dapat diringkas sebagai kecemasan intens dalam situasi
sosial dan menghindari situasi sosial. Gejala fisik dari SAD meliputi: [7]
Merah kemalu-maluan
Berlimpah berkeringat
Gemetar atau bergetar
Kesulitan berbicara, berbicara sangat pelan atau dengan keraguan
Mual
Perut ketidaknyamanan
Diare
Kebingungan
Jantung berdebar
Ketegangan otot
2.3.6 Situasi memicu Separation Anxiety Disorder (SAD)
Setiap orang dengan SAD berbeda, dan dapat memiliki situasi mereka sendiri yang
mengangkat memicu kecemasan mereka. Namun, ada beberapa jenis umum dari
skenario. Orang dengan kecemasan sosial biasanya mengalami kesulitan yang signifikan
dalam situasi berikut: [8] [9]
Makan atau minum di depan orang lain
Menulis atau bekerja di depan orang lain
Menjadi pusat perhatian
Berinteraksi dengan orang-orang, termasuk kencan atau pergi ke pesta
Mengajukan pertanyaan atau memberikan laporan dalam kelompok
Menggunakan toilet umum
Berbicara di telepon
Diperkenalkan kepada orang lain
Yang menggoda atau dikritik
Diawasi atau diamati sambil melakukan sesuatu
Setelah mengatakan sesuatu dalam situasi formal, masyarakat
Pertemuan orang dalam otoritas ("orang-orang penting / figur otoritas")
Merasa tidak aman dan keluar dari tempat dalam situasi sosial ("Saya tidak tahu harus
berkata apa.")
Pertemuan mata orang lain
Menelan, menulis, berbicara, membuat panggilan telepon jika di depan umum
Kebanyakan sosial pertemuan, terutama dengan orang asing
Membuat "basi" di pesta-pesta
Berkeliling ruangan dalam lingkaran dan harus mengatakan sesuatu
Setelah gejala-gejala fisik SAD yang tercantum di atas
2.3.7 Penyebab dari Separation Anxiety Disorder (SAD)
Penyebab SAD tidak jelas. Seperti kondisi kesehatan mental, SAD kemungkinan muncul
dari interaksi yang kompleks dari biologi, sejarah pribadi, dan lingkungan.
Biologis
SAD mungkin terkait dengan ketidakseimbangan serotonin. Hal ini ditemukan karena
obat antidepresan, yang mengubah keseimbangan serotonin di otak, membantu
meringankan gejala SAD. [7] Serotonin adalah salah satu dari beberapa utusan kimia
khusus yang disebut neurotransmitter. Ini membantu untuk memindahkan informasi dari
sel saraf ke sel saraf di otak serta mengatur suasana hati dan emosi. Jika neurotransmiter
tidak seimbang, pesan tidak bisa melalui otak dengan benar. Hal ini dapat mengubah cara
otak bereaksi terhadap situasi stres, yang menyebabkan kecemasan. [10]
Beberapa peneliti percaya bahwa kelenjar adrenal mungkin terlibat dalam SAD karena
beta blocker propanolol efektif dalam pengobatan. Propranolol bekerja dengan
menghalangi hormon epinefrin (juga dikenal sebagai adrenalin) pada kelenjar adrenal. [7]
Peneliti lain percaya bahwa amigdala otak, yang mengontrol respon rasa takut, mungkin
terlibat. [11] Orang-orang dengan amigdala yang terlalu aktif mungkin memiliki respon
takut tinggi, menyebabkan meningkatnya kecemasan dalam situasi sosial. [12]
SAD tampaknya berjalan dalam keluarga, sehingga menunjukkan faktor genetik. Telah
ditemukan bahwa tingkat pertama kerabat penderita SAD adalah 3 kali lebih mungkin
untuk memiliki SAD daripada yang lain. Namun, gen-gen tertentu pada manusia belum
terisolasi, meskipun gen yang bertanggung jawab untuk belajar fearfulness telah
diidentifikasi pada tikus. [13]
Lingkungan
Orang dengan SAD dapat mengembangkan ketakutan mereka dari mengamati perilaku
orang lain atau melihat apa yang terjadi pada orang lain sebagai hasil dari perilaku
mereka (seperti ditertawakan atau diolok-olok). [14] Ini adalah proses yang disebut
pembelajaran observasional atau modeling sosial. [13]
Selanjutnya, anak-anak yang terlindung atau over protective oleh orang tua mereka tidak
dapat belajar keterampilan sosial yang baik sebagai bagian dari perkembangan normal
mereka. [14] Sebuah menghambat temperamen di masa kecil telah dikaitkan dengan
perkembangan SAD pada masa remaja, juga. [7]
Sejarah Pribadi
Sejarah pribadi memiliki peran yang pasti dalam pengembangan SAD. Meskipun ada
komponen biologis untuk SAD, masih merupakan respon belajar untuk situasi sosial.
Childhood atau pengalaman remaja dapat meningkatkan risiko pengembangan SAD.
Anak-anak dan remaja yang mengalami menggoda, bullying, penolakan, ejekan atau
penghinaan mungkin lebih rentan terhadap SAD. Mereka yang pemalu, penakut, ditarik
atau terkendali ketika menghadapi situasi baru atau orang mungkin menghadapi risiko
yang lebih besar. Telah ditemukan bahwa ada hubungan antara SAD dan orang tua yang
lebih pengendali atau pelindung dari anak-anak mereka. Selain itu, peristiwa negatif
lainnya dalam hidup, seperti konflik keluarga atau pelecehan seksual, dapat berhubungan
dengan SAD. [15]
Perkembangan SAD mungkin berasal dari pengalaman memalukan atau memalukan di
acara sosial di masa lalu. Bertemu orang-orang baru, memberikan pidato di depan umum
atau membuat presentasi pekerjaan penting dapat memicu gejala SAD untuk pertama
kalinya. Gejala ini biasanya memiliki akar mereka di masa remaja, namun.
2.3.8 Reaksi anak pada perpisahan [16]
1. Masa bayi(0-1 th)
Dampak perpisahan
Pembentukan rasa percaya diri dan kasih sayang
Usia anak > 6 bln terjadi stanger anxiety /cemas
a. Menangis keras
b. Pergerakan tubuh yang banyak
c. Ekspresi wajah yang tak menyenangkan
2. Masa todler (2-3 th)
Sumber utama adalah cemas akibat perpisahan . Disini respon perilaku anak dengan
tahapnya.
a. Tahap protes menangis, menjerit, menolak perhatian orang lain
b. Putus asa menangis berkurang,anak tak aktif,kurang menunjukkan minat bermain,
sedih, apatis
c. Pengingkaran/ denial
d. Mulai menerima perpisahan
e. Membina hubungan secara dangkal
f. Anak mulai menyukai lingkungannya
3. Masa prasekolah ( 3 sampai 6 tahun )
a. Menolak makan
b. Sering bertanya
c. Menangis perlahan
d. Tidak kooperatif terhadap petugas kesehatan
Sering kali dipersepsikan anak sekolah sebagai hukuman. Sehingga ada perasaan
malu, takut sehingga menimbulkan reaksi agresif, marah, berontak,tidak mau bekerja
sama dengan perawat.
4. Masa sekolah 6 sampai 12 tahun
Kehilangan kontrol berdampak pada perubahan peran dalam keluarga, kehilangan
kelompok sosial, perasaan takut mati, kelemahan fisik
Reaksi nyeri bisa digambarkan dgn verbal dan non verbal
5. Masa remaja (12 sampai 18 tahun )
Anak remaja begitu percaya dan terpengaruh kelompok sebayanya
Pembatasan aktifitas kehilangan control
Reaksi yang muncul :
a. Menolak perawatan / tindakan yang dilakukan
b. Tidak kooperatif dengan petugas
Perasaan sakit akibat perlukaan menimbulkan respon :
a. bertanya-tanya
b. menarik diri
c. menolak kehadiran orang lain
2.4 DIAGNOSIS
Menurut Pedoman Penggolongan Diagnosa Gangguan Jiwa III (PPDGJ III),
diagnosis dibuat atas dasar gejala-gejala klinik yang memenuhi kriteria diagnostik
Gangguan Ansietas Perpisahan masa kanak (F93.0) yaitu: [6]
A. Ansietas berlebihan yang berkaitan dengan perpisahan dari tokoh yang akrab
hubungannya dengan si anak (biasanya ortu), yang terbukti dengan paling sedikit tiga
dari gejala berikut: [17]
1. Kekhawatiran yang tidak realistik dan menetap tentang kemungkinan terjadinya
bencana pada tokoh yang lekat dengan dirinya atau kekhawatiran ortunya pergi dan
tidak kembali lagi.
2. Kekhawatiran tidak realistik dan mendalam akan terjadinya peristiwa buruk, misal
anak akan kesasar, diculik atau terbunuh yang akan memisahkan dari tokoh yang
lekat dengan dirinya.
3. Terus menerus enggan atau menolak masuk sekolah, semata-mata krn takut akan
perpisahan, bukan kekhawatiran mengenai peristiwa di sekolah.
4. Terus menerus enggan atau menolak untuk tidur tanpa ditemani atau didampingi
oleh tokoh kesayangannya.
5. Terus menerus takut yang tak wajar untuk ditinggalkan seorang diri atau tanpa
ditemani orang yang akrab di rumah pada siang hari.
6. Berulang mimpi buruk tentang perpisahan.
7. Sering timbul gejala fisik (rasa mual, sakit perut, sakit kepala, muntah-muntah,
dsb.) pada peristiwa perpisahan dengan tokoh yang akrab dengan dirinya saat keluar
rumah untuk pergi ke sekolah
B. Lama gangguan berlangsung paling sedikit empat minggu.[6]
C. Onset sebelum usia 18 tahun (jarang pada remaja).[6]
D. Gangguan ini berakhir pada masalah sosial, akademik atau fungsi lain yang penting.[6]
E. Gangguan ini tidak terjadi bersamaan dengan gangguan panik dengan agorafobia,
gangguan perkembangan pervasif, skizofrenia atau gangguan psikotik lain pada remaja.[6]
2.5 DIAGNOSIS BANDING [6]
1. Gangguan ansietas fobik masa kanak
Rasa takut terhadap beraneka macam obyek atau situasi
2. Gangguan ansietas social masa kanak
Rasa takut dan menghindari orang yang tidak dikenal
2.6 PENATALAKSANAAN [18]
1. Psikoterapi
a. Psikoterapi Individual
untuk meningkatkan rasa otonomi dan rasa percaya diri anak.
Seperti :
Membantu anak untuk menghadapi kenyataan.
Membesarkan hati anak untuk mengungkapkan perasaan
Mengatakan kebenaran
Membuat anak berani mengajukan pertanyaan
Menjelaskan proses mengapa hal itu terjadi
Meluangkan waktu bersama anak
b. Terapi perilaku : desensitisasi.
Ada 2 cara yaitu:
1) Pelan-pelan dilakukan pemisahan anak dengan ibunya tanpa menimbulkan
ketegangan pada anak.
2) Dengan cara melakukan relaksasi otot-otot dengan disertai bernafas panjang
bila timbul ketegangan.
c. Terapi bermain : (buatlah anak sibuk)
d. Terapi keluarga : reorganisasi keluarga yakni mengembangkan peran yang jelas
dari orang tua dan menambah kemampuan orang tua untuk meningkatkan
pendidikan dan pengasuhan anak.
2. Manipulasi lingkungan sekolah
Guru diberi pemahaman bahwa anak sedang dilakukan terapi desentisasi.
3. Farmako terapi.
a. First line: SSRI (Selective Serotonin Reuptake Inhibitor).
termasuk : Fluoxetine, fluvoxamine, sertraline, paroxetine dan citalopram.
Diberikan 0,05 mg/kg BB/hr.
per oral 1x /hr malam hari.
selama maksimal 6 bln.
Tricyclic sudah tidak dianjurkan lagi sebagai first line karena efek
sampingnya terhadap jantung.
b. Diphenhydramine mungkin bisa dipakai dalam jangka waktu singkat untuk
mengontrol gangguan tidur anak
c. Aprazolam, benzodiazepin – bisa diberikan untuk mengontrol gejala ansietas.
d. Clonazepam – bisa mengontrol gejala panik atau gejala ansietas lainnya.
4. Hospitalisasi diperlukan bila kecemasan sangat besar
2.7 PROGNOSA
Prognosis gangguan cemas perpisahan adalah bervariasi dan berhubungan dengan
onset usia, lamanya gejala, dan perkembangan gangguan kecemasan, dan depresif
premorbid. Anak-anak kecil yang mengalami gangguan terapi mampu
mempertahankan kehadirannya di sekolah biasanya memiliki prognosis yang lebih
baik dibandingkan remaja dengan gangguan yang menolak hadir di sekolah untuk
periode waktu yang panjang.
BAB III
RINGKASAN
1. Separation Anxiety Disorder atau Gangguan Cema Berpisah pada anak adalah psikologis
kondisi di mana seseorang mengalami berlebihan kecemasan mengenai pemisahan dari
rumah atau dari orang-orang kepada siapa individu memiliki yang kuat ikatan emosional
(misalnya orangtua, kakek-nenek, atau saudara kandung).
2. Gangguan Cemas Berpisah paling sering ditemukan pada anak-anak pra-puber (Bowen,
Offord, & Boyle, 1990; Kashani & Orvaschel, 1988), walau sebenarnya bisa terjadi pada
usia berapa pun (Bell-Dolan & Brazeal, 1993; Nielsen dkk. , 2000). Francis dkk (1987)
menemukan perbedaan gangguan ini pada umur yang berbeda tapi tidak menemukan
perbedaan pada gender . Anak-anak pra-puber (5-8 tahun) paling sering mengatakan
takut terluka, mengalami mimpi buruk, atau menolak berangkat ke sekolah; anak-anak
usia 9-12 menunjukkan ketegangan yang berlebihan pada saat berpisah; dan remaja (13-
16) paling sering mengemukakan keluhan-keluhan somatik dan menolak pergi ke
sekolah. Anak-anak yang lebih kecil mengemukakan gejala-gejala yang lebih banyak
daripada remaja.
3.
DAFTAR PUSTAKA
1. http://bangeud.blogspot.com/2012/03/separation-anxiety-disorder.html
2. Ehrenreich, J. T, Santucci, LC, Weinrer, CL (2008) Pemisahan gangguan kecemasan pada masa
muda:. Fenomenologi, penilaian, dan pengobatan.
3. Masi, G., Mucci, M.; Millepiedi, S. (2001). "Pemisahan gangguan kecemasan pada anak-anak dan
remaja: epidemiologi, diagnosis dan manajemen." SSP Obat 15 (2):. 93-104.
4. http://www.medicinenet.com/separation_anxiety/article.htm
5. http://www.medicinenet.com/separation_anxiety/page3.htm
6. Pedoman diagnosis dan terapi edisi III, Bagian/ SMF Ilmu Kedokteran Jiwa Rumah Sakit
dokter Soetomo, Surabaya, 2004.
7. Chang. op. cit.
8. SAD / Sosial Kecemasan Association. (2008). Kecemasan Fact Sheet sosial. Diperoleh 21 Juli 2008
dari SAD / Sosial situs Web Kecemasan Asosiasi: http://www.socialphobia.org/fact.html
9. Richards. op. cit.
10. WebMD. (2008). Mental Kesehatan: Gangguan Kecemasan Sosial. Diakses 20 Juli 2008 dari situs
Web WebMD: http://www.webmd.com/anxiety-panic/guide/mental-health-social-anxiety-disorder
11. Psychology Today. (2005, April 15). Sosial Anxiety Disorder. Diperoleh 21 Juli 2008 dari situs Web
Psychology Today: http://psychologytoday.com/conditions/socphob.html
12. Mayo Clinic Staf. (2007, 28 Agustus). Kecemasan sosial Disorder (SAD). Diperoleh 21 Juli 2008 dari
situs Web Mayo Clinic: http://www.mayoclinic.com/health/social-anxiety-disorder/DS00595
13. Psychology Today. op. cit.
14. WebMD. op. cit.
15. Mayo Clinic Staf. op. cit.
16. http://hanif-solo.blogspot.com/2010/02/reaksi-hospitalisasi.html
17. Pedoman penggolongan diagnosis jiwa di Indonesia III, Cetakan Pertama, Departemen
Kesehatan Republik Indonesia Direktorat Jendral Pelayanan Medik, Jakarta, 1993.
18. Kaplan H. I, Saddock Bj, Greeb JA. Sinopsis Psikiatri; Ilmu Pengetahuan Perilaku Psikiatri
Klinis; Edisi 7; Jilid 2; Bina Rupa Aksara; Jakarta; 1997
19. http://www.e-psikologi.com/epsi/anak_detail.asp?id=350