Seminar Bani Buwaihi

28
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kelemahan Para khalifah Abbasiyah yang selalu memberi kesempatan yang tidak sewajarnya, kepada pihak asing misalnya bangsa Persia, turki termasuk Bani Buwaihi yang berasal dari Dailam. Adalah penyebab keruntuhan Dinasti Abbasiyah yang walaupun pada saat berdiriya dinasti-dinasti kecil yang berdiri diluar wilayah Bagdad Dinasti Abbasiyah masih eksis, terutama pada saat berdirinya Dinasti Buwaihi dan Dinasti Saljuk. Kekuasaan khalifah Bani Abbas hanya dijadikan penguasa simbolik (dejure). Dan pengendalian pemerintahan secara defacto berada ditangan para amir.yaitu Bani Buwaihi. Pada Masa Al-Manshur – salahs satu khalifah Dinasti Abbasiyah- orang-orang persia diberi kesempatan untuk menduduki jabatan karena kedekatan secara emosional salah satunya adalah Khalid bin Barmak ia

Transcript of Seminar Bani Buwaihi

Page 1: Seminar Bani Buwaihi

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Kelemahan Para khalifah Abbasiyah yang selalu memberi kesempatan

yang tidak sewajarnya, kepada pihak asing misalnya bangsa Persia, turki termasuk

Bani Buwaihi yang berasal dari Dailam. Adalah penyebab keruntuhan Dinasti

Abbasiyah yang walaupun pada saat berdiriya dinasti-dinasti kecil yang berdiri

diluar wilayah Bagdad Dinasti Abbasiyah masih eksis, terutama pada saat

berdirinya Dinasti Buwaihi dan Dinasti Saljuk. Kekuasaan khalifah Bani Abbas

hanya dijadikan penguasa simbolik (dejure). Dan pengendalian pemerintahan

secara defacto berada ditangan para amir.yaitu Bani Buwaihi.

Pada Masa Al-Manshur – salahs satu khalifah Dinasti Abbasiyah- orang-

orang persia diberi kesempatan untuk menduduki jabatan karena kedekatan secara

emosional salah satunya adalah Khalid bin Barmak ia diangkat menjadi wazir

yang membawahi kepala-kepala Departemen. Bahkan Al-Manshur mengangkat

tentara Persia sebagai pengawalnya. Meskipun demikian, orang-orang Persia

masih saja tidak merasa puas, mereka menginginkan sebuah dinasti dengan raja

dan pegawai dari Persia pula.Hal itu tampak ketika terjadi perang antara al-Amin

dengan al-Ma’mun. Perang tersebut bisa disebut perang antar etnis, yaitu Arab

dan Persia. Al-Amin adalah adalah anak Harun al-Rasyid dari Zubaidah, istrinya

yang keturunan Arab, sedangkan al-Ma’mun adalah putra Harun al-Rasyid dari

Marajil, istrinya yang keturunan Persia. Lebih dari itu al-Amin dalam mengambil

Page 2: Seminar Bani Buwaihi

keputusan banyak dipengaruhi oleh Sahal bin Rabi’ dan pembesar kerajaan yang

lain yang didukung oleh orang-orang Arab. Sementara itu Sahal bin Badal yang

merupakan penasihat al-Ma’mun adalah orang Persia, demikian pula dengan

pejabat-pejabat lain yang mayoritas berlatar belakang Persia.dukungan orang

Persia sangat tampak ketika mereka menyebut al-Ma’mun sebagai “anak dari

saudar perempuan kita” atau salah seorang diantara kita.1 Keadaan tersebut segera

berubah ketika al-Mu’tashim saudara al-Ma’mun, naik tahta. Ia

mentransformasikan orang-orang Turki, dari budak menjadi pengawalnya.Hal ini

dilakukan karena ia dilahirkan dari seorang ibu berkebangsaan Turki. Dengan

kekuatan militer yang baru, al-Mu’tashim berharap kedudukan pemerintahnya

semakin kuat. Namun setelah khalifah-khalifah yang kuat meningal dan kemudian

digantikan oleh khalifah-khalifah yang lemah, roda pemerintahan pun

dikendalikan oleh tentara-tentara Turki itu2

Tujuan Khalifah Al-Mu’tashim(833-842) Salah satu Dinasti Abbasiyah ke

– 8, pertama kali mengekspor ribuan orang Turki ke Bagdad tujuannya adalah

untuk melindungi diri dari serbuan bangsa Khurasan – malah menjadi ancaman

besar bagi khalifah yang ternyata menandai awal berakhirnya kekuasaan khalifah.

Dimana orang Turki dengan seenaknya menurunkan dan menaikan para khalifah.

Apalagi ketika kekhalifahan dipimpin oleh al-Mutawakil (847-861) kekhalifahan

Abbasiyah semakin merosot bahkan dikatakan pada saat khalifah al-Mutawakilah

dimulainya periode kemerosotan3

1 Fahsin M. Faal, Sejarah Kekuasaan Islam, (Jakarta: CV Artha Rivera, 2008), cet. Ke-1, hal 892 Ibid.3 Philip. K Hitti, The History of Arabs (Jakarta: Serambi Ilmu.202) cet. Ke-1, hlm 593

Page 3: Seminar Bani Buwaihi

Pada saat seperti itulah Muncul Bani Buwaihi Dimana pada saat khalifah

Al-Mustakfi (944 – 946 M) Dinasti Buwaihi mendapatkan angin segar untuk

memegang peranan penting dalam sebuah kancah peperangan. Gayung bersambut

dari pihak Buwaihi yang memang mereka adalah seorang tentara bayaran.

Disebutkan sebagai tantara bayaran sangat terlihat ketika Tiga saudara Buwaihi

yaitu, Ali, Hasan dan Ahmad pernah membelot pada salah satu peperangan yang

terjadi antara Makan Ibn Kaki Al-Dailami dengan Mardawij. Dimana Ketiga

saudara Buwaihi yang tadinya mendukung Makan Ibn Kaki Al-Dailami membelot

ke pihak Mardawij dengan alasan Makan tidak mampu membayar mereka4.

Kepiawaian Bani Buwaihi mengundang perhatian Al-Mustakfi salah satu

khalifah Dinasti Abasiyah- untuk menyelesaikan konflik internal yang sering

terjadi dikalangan luar maupun dalam istana yang sering terjadi konflik baik itu

antar etnis maupun konflik antar kalangan istana sendiri. Kemungkinan

mengundang Bani Buwaihi disebabkan karena kekurangan dana pada saat dinasti

Abbasiyah untuk membayar militer karena kondisi keuangan yang tidak bisa

menggaji para pasukan setiap bulan akibat dari kemerosotan ekonomi pada saat

itu. Sehingga Al-Mustakfi menggunakan tentara bayaran salah satunya Bani

Buwaihi tetapi akhirnya Bani Buwaihi mampu mengambil simpati Khalifah untuk

memberikan jabatan kepada salah satu Dinasti Buwaihi yaitu Ahmad Ibn Buwaihi

menjadi komandan perang (amir-al-umara) dan berkuasa sekitar 7 tahun (334-356

H/945-967 M) dan diberi gelar Mu’iz al-Dawlat dan ia ternyata lebih berpengaruh

dan khalifah berada di bawah kendali mereka5 bahkan bukan kepada Ahmad saja

4 Prof. Dr. Jaih Mubarok, M.Ag, Sejarah Peradaban Islam,(Bandung: Pustaka Islamika.2008), cet. Ke-1, hlm 1695 Ibid.

Page 4: Seminar Bani Buwaihi

ternyata kedua saudara Buwaihi yang lain al-Mustakfi juga memberikan

kewenangan untuk menguasai sebagian wilayah Abbasiyah misalnya Ali Ibn

Buwaihi dan Hasan Ibn Buwaihi.

Pada saat pengangkatan para bani Buwaihi keadaan Dinasti Abbasiyah

dalam keadaan kemunduran dan kekacauan dimana dinasti Abbasiyah pada saat

itu dipimpin oleh orang-orang yang kurang memiliki kekuatan berikut adalah para

khalifah Dinasti Abbasiyah Yang berada di bawah kekuasaan Bani Buwaihi (945-

1055)6.

Al-Mu’tadhid

Al-Muktafi Al-Radhi Al-Muqtadir

Al-Muttaqi

Al-Qodir

(991-1031)

Al-Qahir

Al-Muthi’

(946-974)

Al-Tha-I’

(974-991)

Al-Mustakfi

(944-946)

Al-Qa’im(1031-1075)

Kelemahan-kelemahan yang dimiliki oleh para khalifah tersebut Bani

Buwaihi menguasai keadaan di kekhalifahan Abbasiyah yang akhirnya dapat

menentukan kebijakan-kebijakan dinasti Abbasiyah bahkan mereka menurunkan

dan mengangkat seorang khalifah dari dinasti Abbasiyah.

6 Philip k. Hitti,History Of Arabs, (Jakarta: Serambi

Page 5: Seminar Bani Buwaihi

B. Batasan Masalah

Masalah yang akan dibahas dalam makalah ini adalah

1. Munculannya Dinasti Buwaihi dalam kekuasaan Dinasti Abbasiyyah

2. Kemajuan Dinasti Buwaihi

3. Kemunduran dan akhir Dinasti Buwaih

C. Tujuan Pembahasan

Tujuan sejarah secara umum adalah untuk mengetahui peristiwa masa lalu

yang kemudian diadakan proses analisa yang hasilnya selalu ada dua pilihan yaitu

kebaikan dan keburukan. Tentu saja manusia sebagai makhluk yang beradab akan

mengambil sisi yang terbaik sebagai hikmah untuk melanjutkan peradaban yang

lebih mulya.

Begitu pula tujuan pembahasan masalah Dinasti Buwaihi adalah untuk

mengetahui peristiwa perkembangan sejarah pada Dinasti Buwaihi disaat

kekhalifahan Dinasti Abbasiyah masih berdiri, sehingga hal ini menjadi

peringatan bagi kita bahwa adanya Negara dalam Negara suatu hal yang

membahayakan bagi Negara berdaulat. Karena berdirinya Dinasti Buwaihi bisa

dikatakan Negara dalam Negara kekhalifahan Abbasiyah pada waktu itu hanya

sebuah Negara boneka yang kekuatan kenegaraan dipegang oleh Bani Buwaihi.

Walaupun dalam keadaan demikian Dinasti Buwaihi masih bisa membangun

Page 6: Seminar Bani Buwaihi

sebuah peradaban yang dicatat oleh Dunia walaupun cyclus of history selalu

berjalan. Selain itu akan dibahas pula faktor-faktor kemajuan yang dicapai oleh

Dinasti Buwaihi juga factor-faktor yang menyebabkan kemundurannya.

II. PEMBAHASAN

A. Munculannya Dinasti Buwaihi dalam kekuasaan Dinasti Abbasiyyah

Ada beberapa riwayat tentang asal usul Bani Buwaihi diantaranya:

1. Buwaihi berasal dari keturunan seorang pembesar yaitu Menteri Mahr

Nursi.

2. Ada yang mengatakan Buwaihi adalah keturunan Dinasti Dibbat suatu

dinasti di Arab.

3. Buwaihi adalah keturunan raja Persi.

4. Buwaihi berasal dari nama seorang laki-laki miskin yang bernama Abu

Syuja’ yang hidup di negeri Dailam sebelah barat daya laut Kaspia

yang telah tunduk pada kekuasaan islam pada masa khalifah Umar

Bin Khatab

Para ahli sejarah lebih mempercayai pendapat ke empat hal ini

dibuktikan perkataan Ahmad Bin Buwaihi yang sering melontarkan kata-kata “

Aku pernah menjunjung kayu api di kepala ku” untuk mengenang masa-masa

pahit sebelum menjadi pembesar kala itu.

Page 7: Seminar Bani Buwaihi

Abu syuja’ memiliki 3 orang putra yaitu Ali Ibn Buwaihi, Hasan Ibn

Buwaihi dan Ahmad Ibn Buwaihi. Ketiganya oleh ayahnya didik menjadi seorang

tentara dan bergabung dengan tentara Makan bin Kali, salah seorang panglima

terkenal di negeri Dailam. Mereka mendapatkan simpati dari Makan karena

kecakapannya sebagai tentara

Makan Ibn Kali ialah panglima kedua di Dailam sesudah Laila bin An-

Nu’man yang menjadi panglima pertama. Ketika Laila terbunuh sewaktu

memmimpin tentara, Zaidiyah menentang raja Samaniyah. Makan telah

mengambil tempatnya sebagai panglima yang pertama. Tetapi salah seorang

bawahannya bernama Asfar Bin Syiruwaih telah berkhianat dengan dibantu

Mardawij bin Ziyyar. Mereka mendapat kemenangan menentang Makan. Ketika

Asfar terbunuh maka kekuasaan berpindah ke Mardawij dan saudaranya

Wasyamkir. Ketiga saudara Buwaihi ini akhirnya berpihak ke Mardawij, setelah

Makan mengalami kekalahan, Namun mereka terlebih dahulu meminta izin

kepada Makan dengan alasan untuk meringankan beban Makan dalah hal

Finansial, dan akan membantu kembali setelah kekuasaan pulih kembali.

Mardawij pun menyambut keberpihakan ketiga saudara Buwaihi

kepadanya dengan senang hati diberi imbalan kepada mereka wilayah wilayah

kekuasaan. Misalnya Ali diberi kekuasaan memimpin daerah Kurj, Ahmad

dipercayai memimpin daerah Kirman dan Hasan dipercayai memimpin daerah

Asbahan, Rayy, dan Hamazdan.7

7 Prof. Dr. Jaih Mubarok, M.Ag, Sejarah Peradaban Islam,(Bandung: Pustaka Islamika. 2008), cet. Ke.I, hal. 169

Page 8: Seminar Bani Buwaihi

Ketika Ketiga saudara Buwaihi ini akan memulai perjalanan menuju

wilayah kekuasaannya masing-masing Mardawij merasa menyesal telah

memberikannya kepada mantan tentara Makan ini yang akhirnya Mardawij

memerintahkan kepada saudaranya – Wasyamkir- untuk menahan mereka terlebih

dahulu di Rayy. Tetapi terlambat surat itu terlebih dahulu telah sampai di

Abdullah Al-Amid seorang kepala wazir dan surat itu diberikan Abdullah al –

Amid kepada Ali ibn Buwaihi dan memerintahkan agar secepatnya pergi menuju

Kurj yang kemudian wilayah itu menjadi kekuasannya8.Ketika Mardawij terbunuh

maka Bani Buwaihi semakin kuat, kekuasaan semakin luas yaitu Isfahan, seluruh

Fars, Ray, Jibal, Propinsi Kirman, dan Khuzastan. Dimana Ali menguasai Isfahan

dan Fars, Hasan Menguasai Ray dan Jibal sedangkan Ahmad menguasai wilayah

pantai selatan yaitu Kirman dan Khuzastan

Sementara di Bagdad ketika khalifah al-Mustakfi’ (944-946)

memimpin pada waktu itu sering terjadi konflik internal. Dimana Golongan

mamalik dan amir umara tidak berhasil menjalankan pemerintahan dengan baik.

Akhirnya al-Mustakfi’ mengundang Ahmad Ibn Buwaihi yang ketika itu masih

menguasai kirman dan Khuzastan untuk diangkat menjadi Komandan Militer

(amir al-umara) (945-967) dan diberi gelar Mu’iz al-Dawlat (orang yang memberi

kemulyaan pada Negara) dan saudaranya Ali Ibn Buwaihi diberi gelar Imad ad-

Dawlat (tiang Negara) dan Hasan Ibn Buwaihi diberi gelar Rukn ad-Dawlat (pilar

Negara)9. Setelah waktu berjalan para khalifah Abbasiyah tunduk kepada Bani

8 A. Syalabi, Sejarah dan Kebudayaan Islam 3 (Jakarta: Pustaka Alhusan.1993) halm. 3249 Phillip K. Hitti, History of Arabs (Jakarta: serambi Ilmu,2002), cet.ke1. hal-591

Page 9: Seminar Bani Buwaihi

Buwaihi, sehingga pada zaman tersebut khalifah tidak memiliki kekuasaan dan

pengaruh lagi seolah-olah para khalifah adalah para pegawai para Amir.

Ketika Ahmad Ibn Buwaihi mengausai Bagdad para pengawal Turki

melarikan diri. Khalifah bani Abbas dijadikan penguasa simbolik (dejure) dan

pengendalian pemerintahan secara defacto barada ditangan para amir. Tiga

saudara ini memilki daerah kekuasaan masing-masing pada saat al-Mustakfi

berkuasa. Ahmad ibn Buwaihi menguasai Bagdad, Ali Ibn Buwaihi Berkuasa di

Fars, dan Hasan Ibn Buwaihi berkuas di Jibal, Rayy, dan Isfahan.

Bani Buwaihi melucuti kekuatan politik dan sumber-sumber material

para khalifah mereka menjadikan khalifah sebagai pemimpin agama dan sekaligus

alat untuk mencapai ambisi mereka. Keunikan Dinasti Buwaihi adalah mereka

tidak menghapus sistim kekhalifahan Ababasiyah, salah satu alasannya adalah

mereka khawatir akan mendapatkan penentangan dan perlawanan dari para amir

yang masih mengakui khalifah Bani Abbasiyah10. Para penguasa Buwaihi tidak

lain sebatas gubernur, bukan khalifah, Dimana wilayah kekuasaan Dinasti

Buwaihi memang lebih menyerupai sebuah federasi ketimbang kerajaan. Unit –

unit kekuasaan lebih dipusatkan di kota-kota besar, seperti kekuasaan di Parsi

dupusatkan dikota Syiraz dan Isfahan, Kekuasaan di Rayy dipusatkan di kota Al-

Jibal dan di Irak dipusatkan di kota Bagdad, Bashrah dan Mosul.

Sekalipun tidak menghapus khilafah, buwaihi yang beraliran syi’ah

selalu mengkampanyekan symbol-simbol Ahlul Bait, suatu tanda bahwa pengaruh

Buwaihi begitu kuat dalam kekhalifahan Abbasiyah, simbol-simbol Syi’ah sama

10 Hasan Ibrahim Hasan , Sejarah dan Kebudayaan Islam, (Yogyakarta: Kota Kembang,1997) hal 205.

Page 10: Seminar Bani Buwaihi

sekali tidak ada niat dari khalifah yang Suni untuk memberangus aliran Syi’ah

tersebut. Gerakan – gerakan syi’ah itu berupa; pertama Buwaihi menginstruksikan

kepada pengelola-pengelola mesjid agar menuliskan kalimat berikut: “ Allah

melaknat Mu’awiyah Ibn Abi Supiyan yang merampas hak Fatimah ra., yang

melarang Hasan Ibn Ali dikuburkan berdampingan dengan makam kakeknya

SAW11, dan kedua Buwaihi menetapkan hari-hari bersejarah bagi Syi’ah dijadikan

perayaan resmi Negara, seperti perayaan 10 Muharam untuk memperingati kasus

Karbala, dan peringatan 12 Dzulhijjah sebagai Yawm al-Ghadir yang dalam

keyakinan kaum Syi’ah, Nabi SAW mewasiatkan kepada Ali Bin Abi Thalib

sebagai penguasa duniawi dan agama sepeninggal beliau12.

Pada suatu saat Ahmad Ibn Buwaihi mendengar desas-sesus bahwa al-

Mustakfi akan memecatnya dari jabatan amir al-umara. Dengan Segera Ahmad

Ibn Buwaihi bersama dua pegawainya yang berasal dari Dailam datang kepada

khalifah, lalu Ibnu Buwahi sujud dan mencium tangan khalifah, tidak lama

kemudian dua pengawal tadi datang menuju khalifah menurut dugaan al-Mustakfi

dua pengawal itu akan melakukan hal yang sama seperti tuannya. Ternyata kedua

pengawal tadi malah menyeretnya sambil mencekik leher khalifah dan

menyerahkannya kepada Ahmad Buwaihi. Kemudian al-Mustakfi dipenjarakan

dan diconkel matanya dan ia meninggal di dalam penjara. Kemudian Ahmad Ibn

11 M. Syalabi dalam prof.Dr. Jaih Mubarok, Sejarah Peradaban Islam, (Bandung: Pustaka Ilmu.2008), cet.ke-1, hal. 170

12 KH. Sirajudin Abbas, I’tiqod Ahlus Sunnah Waljama’ah,(Jakarta: Pustaka Tarbiyah,1979), cet.ke-1, Hal.117

Page 11: Seminar Bani Buwaihi

Buwaihi mengangkat Abu al-Qosim al-Fadhl Ibn al-Muqtadirsebagai khalifah

dengan gelar al-Mu’thi (946-974)13.

Selama abad atau masa-masa kejayaan mereka (945-1055), Dinasti

buwaihi menaikan dan menurunkan khalifah sekehendak hatinya, Irak sebagai

sebuah provinsi diperintah dari ibukota Buwaihi, yaitu Syiraz di Fars. Bagdad

bukan lagi sebagai pusat dunia muslim, karena keunggulan internasionalnya kini

ditandingi bukan saja oleh Syiraz, tapi juga oleh Ghaznaz, Kairo dan Kordova14.

Ahmad Buwaihi meninggal karena sakit (356 H) dan digantikan oleh

anaknya, Bakhtiar (356 – 367 H/ 967 – 978 M) dengan gelar Izz al-Dawlat.

Berikut adalah beberapa amirul umara periode Bani Buwaihi yang memerintah di

Bagdad yaitu :

a. Mui’iz ad-Dawlat (945 M)

b. Izz ad-Dawlat (967 M)

c. Adud ad-Dawlat (978 M)

d. Samsan ad-Dawlat (983 M)

e. Sharaf ad-Dawlat (987 M)

f. Baha ad-Dawlat (989 M)

g. Sulthan ad-Dawlat (1012 M)

h. Musharif ad-Dawlat (1020 M)

i. Jajal ad-Dawlat (1025 M)

j. Imadudin Abu Kalijar (1044 M)

13 Muhhamad Jamal al-Din Surur dalam Prof.Dr Jaih Mubarok, Sejarah Peradaban Islam(Bandung: Pustaka Ilmu.2008), cet.ke-1, hal. 171

14 Phillip K. Hitti, History of Arabs (Jakarta: serambi Ilmu,2002), cet.ke1. hal-591

Page 12: Seminar Bani Buwaihi

k. Al-Malik ar-Rahim (1044-1055)

Tindakan Mu’iz ad-Dawlat menurunkan al-Mustakfi dikarenakan

pemikiran Mu’iz dengan al-Mustakfi sudah tdak sejalan lebih dari itu Mu’iz ada

keinginan lebih menguasai pemerintahan. Sepeninggal ahmad Buwaihi

pengantinya Bakhtiar berselisih deng al- Mu’thi karena khalifah tidak

mengizinkan penggunaan dana Negara untuk melwan pasukan Romawi. Akan

tetapi, ia terus memaksa khalifah sehingga khalifah terdesak sehingga terpaksa

khalifah menjual Qumashnya(?) seharga 4 ribu dirham dan direbut oleh Bahtiar

untuk biaya perang. Khalifah al-Mu’thi meninggal dan diganti oleh al-Tha’i.

Pengganti Bakhtiar adalah Adud ad-Dawlat (367-372 H). Pada masa Kalifah al-

Tha’I Adud memperlakukan khalifah dengan baik, dimana Adud ad-dawlat

menikahkan putrinya sendiri dengan khalifah al-Tha’I sedangkan putri khalifah

dinikah oleh Adud denga cara itu dia berharap memilki keturunan yang akan

meneruskan kekuasaannya15. Pada masa Adud ad-dawlat lah kemajuan –

kemajuan dapat dicapai.

B. Kemajuan Buwaihi

Kemajuan – kemajuan Buwaihi ditandai dengan

1. Pembangunan rumah sakit Bimaristan al-Adhudi yang memiliki24

tenaga medis dan rumah sakit ini dijadikan pusat studi kedokteran.

Rumah Sakit ini didirikan pada tahun 978 M.Pembangunan rumah

sakit tersebut menelan biaya 100.000 dinar15 Ibid. Hal.600

Page 13: Seminar Bani Buwaihi

2. Pembangunan Sekolah-sekolah di Syiraz, |Rayy, dan Isfahan

3. Pembangunan Observatorium di Bagdad

4. Gerakan penterjemahan

Pada saat Adud memimpin menetapkan 2 cara pemilihan menteri-menteri

yaitu: pertama kemampuan manajerial, kedua kemampuan retorika oleh karena

wajar bila pada saat itu menteri-menteri pandai dalam sastra.Pada masa itulah

muncul sejumlah pakar yang hingga kini masih ada diantaranya

a. Ibnu Sina : Filosof dan pernah menjadi hakim pada Dinasti Buwaihi

b. Ibn Maskawih, pakar sejarah dan kemudian menjadi filosof dengan

karyanya yang sangat terkenal Hayy Ibn Yaqjan

c. Istakhri ; ahli ilmu bumi

d. Nasarwi ; pakar matematika yang memperkenalkan angka india

sehingga matematika berkembang pesat

e. Al-Kharizmi; ahi matematika bidang al-jabar

f. Ibn Haistam (al-Hazen 1039) pemilik teori cahaya yang lebih

sempurna dibanding teori cahaya sebelumnya yang dibangun oleh

Euclid dan Ptolemius16

g. Para Penyair seperti al-Muntanabbi, Abu Ali al-farisi yang mereka

membuat karya-karya yang dipersembahkan untuk Adud

16 Ibn Atsir dalam Prof.Dr Jaih Mubarok, Sejarah Peradaban Islam(Bandung: Pustaka Ilmu.2008), cet.ke-1, hal. 171

Page 14: Seminar Bani Buwaihi

Dalam menciptakan perdamaian Adud bekerja sama dengan seorang wazir

Kristen yang cukup terampil, Nashr Ibn Harun, - yang atas otoritasnya dari

khalifah –mendirikan dan memperbaiki sejumlah gereja dan biara17.

Sebagaimana telah dimulai pada masa-masa awal dinasti Buwaihi dalam

memperbaiki kerusakan perekonomian yang beberapa decade sebelumnya

mengalami kehancuran, setelah perekonomian pulih Adud melakukan perbaikan-

perbaikan seperti perbaikan irigasi dan mengambil tanah-tanah yang ditinggalkan

pemiliknya. Staf-staf Negara mengumpulkan pendapatan Negara dari daerah-

daerah kekuasaan dan membayar pejabat dan tentara yang mengabdi pada Negara

secara kontan dengan pembayaran di muka. Konsep ini lazimnya disebut distribusi

Iqtha’ yaitu sebuah mekanisme untuk mensentralisasikan pengumpulan dan

pengeluaran atas pendapatan Negara dan pada dasarnya hak tanah Iqtha’ hanya

diberikan berdasarkan syarat pengabdian militer dan hanya berlaku sebatas

kehidupan orang yang sedang menjabat18.Dibawah kendali Adud pulalah dia

berhasil mempersatukan kembali kerajaan-kerajaan kecil yang sudah muncul sejak

sejak periode kekuasan Buwaihi di Persia dan Irak, sehingga membentuk satu

Negara yang besarnya menyerupai Imperium19.

Teladan yang diperlihatkan Adud ad-Dauwlat diperlihatkan oleh putranya

Syaraf ad-Dawlat (983-989) yaitu dengan membangun Observatorium terkenal

putra Adud yang lain yaitu Baha ad-Dawlat (989-1012) menjatuhkan khalifah al-

Tha’I karena merasa iri melihat khalifah memilki kekayaan yang sangat luar

biasa. Disamping itu al-Tha’I memiliki seorang wazir cerdas berkebangsaan

17 Miskawayh dalam Phillip K. Hitti, History of Arabs (Jakarta: serambi Ilmu,2002), cet.ke1. hal.60018 Lapidus, Sejarah Sosial Umat Islam, ( Jakarta : PT Rja Graphindi, 1985) hal. 23119 Phillip K. Hitti, History of Arabs (Jakarta: serambi Ilmu,2002), cet.ke1. hal.599

Page 15: Seminar Bani Buwaihi

Persia yakni Sabur Ibn Ardsyir yang mampu membangun sebuah perpustakaan

lengkap yang menyimpan 10.000 buku. Dalam pada itu Dinasti Buwaihi menuju

kehancuran yang disebabkan pertikaian kalangan keluarga yaitu, Baha, Syaraf dan

saudara ketiga mereka Shamsham ad- Dawlat yang mempermasalahkan

penentuan penerus mereka20.

C. Kemunduran dan Akhir Dinasti Buwaihi

Dinasti Buwaihi Sepeninggal Mu’iz ad-Dawlat dilanda konflik,

diantaranya adalah :

1. Konflik internal dimana perebutan kekuasan didalam tubuh dinasti

Buwaihi menyebkan kemunduran misalnya perebutan kekuasaan antara

Baha, Syaraf, dan saudara ketiga mereka Shamsham ad- Dawlat yang

memperebutkan penerus mereka selanjutnya. Konsep Diansti yang

sebelumnya adalah ikatan kekeluargaan antar keluarga menjadi hancur

2. Pertentangan aliran-aliran keagaamaan. Sebagaimana diketahui bahwa

Dinasti Buwaihi penyebar mazhab Syi’ah yang bersmangat sedangkan

rakyat Bagdad kebanyakan beraliran Suni, pada periode awal pertentangan

Sy’ai dan Suni tidak begitu Nampak. Hal ini disebabkan sewaktu

kekhalihan Abbasiyah pimpinan Al-qodir (991-1031) memimpin

20 Ibn al-Atsir dalam Phillip K. Hitti, History of Arabs (Jakarta: serambi Ilmu,2002), cet.ke1. hal.601

Page 16: Seminar Bani Buwaihi

peperangan antar syi’ah dan suni ia menggemborkan Hanbalisme sebagai

mazhab resmi negara21

3. Bizantium yang mulai melakukan serangan-serangan kembali ke dunia

islam.

4. Dinasti-dinasti kecil luar bagdad yang mulai memanfaatkan situasi dengan

melepaskan diri dari kekuasaan Bagdad dan menaklukan wilayah lain

seperti Fatimiah di Kairawan menaklukan Mesir dan Sudan. Fatimiah yang

diundang Arselan Basasiri - panglima perang pada masa pimpinan Malik

Abd al-Rahim sebagai amir al- umara dan khalifahnya yaitu al-Qa’im –

untuk menyerang dan menguasai Bagdad . Dari kejadian inilah bermula

dimana al-Qa’im akhirnya mengundang Tugril Bek (salah satu Bani Saljuk

dari Turki yang berkuasa di Jibal) untuk datang melawan kekuasaan

Fatimiah.

Malik Abd al-Rahim waktu sebagai dinasti terakhir dari Bani Buwaihi

menderita kekalahan atas Tugril Bek. Malik Abd al-Rahim (1048 – 1055)

akhirnya dipenjara dan mengakhiri hidupnya dalam kurungan. Selanjutnya Dinasti

Buwaihi berkahir dan Tugril Bek salah satu keturunan Bani Saljuk bekerja sama

dengan Khalifah Dinasti Bani Abbas22.

III. Penutup

21 A. Syalabi, Sejarah dan Kebudayaan Islam 3, hal. 20422W. Montgomery watt dalamProf. Dr Jaih Mubarok M.Ag, Sejarah Peradaban Islam (Bandung: Pustaka Ilmu,2008), cet. Ke-1, hal 174

Page 17: Seminar Bani Buwaihi

Bani Buwaihi yang awal kehidupannya miskin dan tinggal di sebuah

pesisir Laut Kaspia menjadi sebuah klan yang mampu menguasai sebuah

kekhalifahan besar dunia. Hal ini pada mulanya adalah system pemerintahan yang

dilaksankan oleh bani Buwaihi atas dasar kekeluargaan yang akhirnya mencapai

sebuah peradaban yang dianggap cukup maju, selain itu ada segelintir amir al-

umara yang sadar akan pentingnya ilmu pengetahuan yang akhirnya pada masa ini

- Adud ad-Dawlat – berkuasa mencapai klimaknya. Para sejarawan berpendapat

apabila membangun sebuah Negara yang diiringi dengan pembangunan kultur

masyarakat maka dipastikan Negara itu akan dapat mencapai peradaban yang

tinggi. Dibuktikan oleh Dinasti Buwaihi Pembangunan Fisik diiringi juga dengan

pendirian mesjid, sekolah, sarana ilmu pengetahuan; perpustakaan, observatorium

yang memang pada saat itu kultur masyarakatnya sedang membutuhkan dan

bergeliat dalam hal tersebut.

Kehancuran sebuah Negara bukan diawali oleh bangsa lain tetapi

kehancuran itu sebenarnya dilakukan oleh dirinya sendiri; itulah ungkapan yang

mungkin dapat menjelaskan keruntuhan Dinasti Buwaihi. Percekcokan dikalangan

amir al-umara sendirilah yang memulainya kehancuran dimana pertiakaian Baha,

Syaraf dan saudara ketiga mereka Shamsham ad- Dawlat yang

mempermasalahkan penentuan penerus mereka. Sehingga Dinasti tersebut mulai

melemah dan dimanfaatkan oleh pihak lain untuk melepaskan diri dan berusaha

untuk menggulingkan kepemimpinan mereka, misalnya kedatangan Bani Saljuk

Page 18: Seminar Bani Buwaihi

atas undangan khalifah yang ternyata mengakhiri kekuasaan dinasti Buwaihi

dalam kekhalifahan Abbasiyah.

Daftar Pustaka

1. Fahsin M. Faal, Sejarah Kekuasaan Islam, (Jakarta: CV Artha Rivera, 2008), cet. Ke-1, hal 89

2. Ibid.3. Philip. K Hitti, The History of Arabs (Jakarta: Serambi Ilmu.202) cet.

Ke-1, hlm 5934. Fahsin M. Faal, Sejarah Kekuasaan Islam, (Jakarta: CV Artha Rivera,

2008), cet. Ke-1, hal 895. Ibid.6. Philip. K Hitti, The History of Arabs (Jakarta: Serambi Ilmu.202) cet.

Ke-1, hlm 5937. Prof. Dr. Jaih Mubarok, M.Ag, Sejarah Peradaban Islam,(Bandung:

Pustaka Islamika.2008), cet. Ke-1, hlm 1698. Prof. Dr. Jaih Mubarok, M.Ag, Sejarah Peradaban Islam,(Bandung:

Pustaka Islamika. 2008), cet. Ke.I, hal. 1699. A. Syalabi, Sejarah dan Kebudayaan Islam 3 (Jakarta: Pustaka

Alhusan.1993) halm. 32410. Hasan Ibrahim Hasan , Sejarah dan Kebudayaan Islam, (Yogyakarta:

Kota Kembang,1997) hal 205.11. M. Syalabi dalam prof.Dr. Jaih Mubarok, Sejarah Peradaban Islam,

(Bandung: Pustaka Ilmu.2008), cet.ke-1, hal. 17012. KH. Sirajudin Abbas, I’tiqod Ahlus Sunnah Waljama’ah,(Jakarta:

Pustaka Tarbiyah,1979), cet.ke-1, Hal.11713. Muhhamad Jamal al-Din Surur dalam Prof.Dr Jaih Mubarok, Sejarah

Peradaban Islam(Bandung: Pustaka Ilmu.2008), cet.ke-1, hal. 17114. Ibn Atsir dalam Prof.Dr Jaih Mubarok, Sejarah Peradaban

Islam(Bandung: Pustaka Ilmu.2008), cet.ke-1, hal. 17115. W. Montgomery watt dalamProf. Dr Jaih Mubarok M.Ag, Sejarah

Peradaban Islam (Bandung: Pustaka Ilmu,2008), cet. Ke-1, hal 174