SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN MUHAMMADIYAH …elib.stikesmuhgombong.ac.id/285/1/ARIN DWI ISMAWATI...

131
ASUHAN KEPERAWATAN PEMENUHAN KEBUTUHAN OKSIGENASI PADA Tn. S DI RUANG DAHLIA RSUD Dr. SOEDIRMAN KEBUMEN Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Akhir Ujian Komprehensif Jenjang Pendidikan Diploma III Keperawatan Disusun Oleh : Arin Dwi Ismawati A01301727 SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN MUHAMMADIYAH GOMBONG PROGRAM STUDI DIII KEPERAWATAN 2016

Transcript of SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN MUHAMMADIYAH …elib.stikesmuhgombong.ac.id/285/1/ARIN DWI ISMAWATI...

Page 1: SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN MUHAMMADIYAH …elib.stikesmuhgombong.ac.id/285/1/ARIN DWI ISMAWATI NIM. A01301727.pdf · Arin Dwi Ismawati 1, Bambang Utoyo 2, M.Kep. Ns ABSTRAK ASUHAN

ASUHAN KEPERAWATAN PEMENUHAN KEBUTUHAN OKSIGENASI

PADA Tn. S DI RUANG DAHLIA RSUD Dr. SOEDIRMAN KEBUMEN

Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Akhir Ujian Komprehensif

Jenjang Pendidikan Diploma III Keperawatan

Disusun Oleh :

Arin Dwi Ismawati

A01301727

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN MUHAMMADIYAH GOMBONG

PROGRAM STUDI DIII KEPERAWATAN

2016

Page 2: SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN MUHAMMADIYAH …elib.stikesmuhgombong.ac.id/285/1/ARIN DWI ISMAWATI NIM. A01301727.pdf · Arin Dwi Ismawati 1, Bambang Utoyo 2, M.Kep. Ns ABSTRAK ASUHAN

ASUHAN KEPERAWATAN PEMENUHAN KEBUTUHAN OKSIGENASI

PADA Tn. SDI RUANG DAHLIA RSUD Dr. SOEDIRMAN KEBUMEN

Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Akhir Ujian Komprehensif

Jenjang Pendidikan Diploma III Keperawatan

Disusun Oleh :

Arin Dwi Ismawati

A01301727

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN MUHAMMADIYAH GOMBONG

PROGRAM STUDI DIII KEPERAWATAN

2016

Page 3: SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN MUHAMMADIYAH …elib.stikesmuhgombong.ac.id/285/1/ARIN DWI ISMAWATI NIM. A01301727.pdf · Arin Dwi Ismawati 1, Bambang Utoyo 2, M.Kep. Ns ABSTRAK ASUHAN
Page 4: SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN MUHAMMADIYAH …elib.stikesmuhgombong.ac.id/285/1/ARIN DWI ISMAWATI NIM. A01301727.pdf · Arin Dwi Ismawati 1, Bambang Utoyo 2, M.Kep. Ns ABSTRAK ASUHAN
Page 5: SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN MUHAMMADIYAH …elib.stikesmuhgombong.ac.id/285/1/ARIN DWI ISMAWATI NIM. A01301727.pdf · Arin Dwi Ismawati 1, Bambang Utoyo 2, M.Kep. Ns ABSTRAK ASUHAN

Program Studi DIII Keperawatan

Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Muhammadiyah Gombong

KTI, Agustus 2016

Arin Dwi Ismawati1, Bambang Utoyo2, M.Kep. Ns

ABSTRAK

ASUHAN KEPERAWATAN PEMENUHAN KEBUTUHAN OKSIGENASI

PADA Tn. S DI RUANG DAHLIA RSUD Dr. SOEDIRMAN KEBUMEN

Latar belakang karya tulis ilmiah ini berdasarkan data yang diperoleh dari (Riskesdas) di

Indonesia khususnya Yogyakarta tahun 2013, prevalensi anemia gizi besi secara nasional pada

remaja usia 13-18 tahun sebesar 22,7%.

Tujuan penulisan karya tulis pada Tn. S di ruang Dahlia RSUD Dr. Soedirman Kebumen

ditemukan masalah keperawatan yaitu ketidakefektifan perfusi jaringan perifer berhubungan

dengan gaya hidup monoton, intoleran aktifitas berhubungan dengan kelemahan umum, defisiensi

pengetahuan berhubungan dengan kurang pajanan. Intervensi dan implementasi yang dilakukan oleh penulis pada masalah keperawatan yaitu

memberikan terapi antibiotik, memberikan transfusi darah PRC, memeriksa vital sign,

mengobservasi adanya pembatasan aktivitas, mengobservasi adanya pembatasan aktivitas, melatih

klien makan sendiri, membantu klien ke kamar mandi, mengkaji pengetahuan klien dan keluarga

tentang penyakit yang dideritaklien,

Hasil evaluasi yang dilakukan 3 diagnosa keperawatan 1 diagnosa yang belum teratasi adalah

ketidakefektifan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan gaya hidup monoton.

Kata kunci : Asuhan Keperawatan, Perfusi jaringan, anemia, transfusi packed blood cell

1. Mahasiswa Diploma III Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Muhammadiyah, Gombong

2. Dosen Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Muhamadiyah, Gombong

Page 6: SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN MUHAMMADIYAH …elib.stikesmuhgombong.ac.id/285/1/ARIN DWI ISMAWATI NIM. A01301727.pdf · Arin Dwi Ismawati 1, Bambang Utoyo 2, M.Kep. Ns ABSTRAK ASUHAN

Studi Program D III of Nursng

Muhammadiyah Health Scriences Gombong

KTI, 2 August 2016

Arin Dwi Ismawati1, Bambang Utoyo2, M.Kep.Ns

ABSTRACT

NURSING CARE OF FULFILLING OXYGENATION

Mr. S IN THE DAHLIA Hospital Dr. Sudirman KEBUMEN

Background : Data obtained from (Riskesdas) in Indonesia, especially Yogyakarta in 2013, the

prevalence of iron deficiency anemia nationally in adolescents aged 13-18 years at 22.7%.

Objective : to describe nursing care on Mr. S in Dahlia Ward, Dr. Sudirman Hospital Kebumen.

Discussion : The nursing diagnoses were ineffective peripheral tissue perfusion associated with

monotonous lifestyle, activity intolerance related to general weakness, deficiency of knowledge

associated with less exposure.

Intervention and implementation conducted by the authors on nursing problems which give

antibiotic therapy, give a blood transfusion PRC, checking vital signs, Observing their activity

limitation, observe their activity limitation, train clients to eat their own, helping the client to the

bathroom, assess the client's knowledge and family about the illness client.

Results : the evaluations of nursing diagnoses three day one diagnosis unresolved is ineffective

peripheral tissue perfusion associated with monotonous lifestyle.

Keywords: Nursing, tissue perfusion, anemia, transfusion of packed blood cell

1. Student of Diploma III of Nursing Program Muhammadiyah Science Institue of Gombong

2. Lecturer of Diploma III of Nursing Program Muhammadiyah Science Institue of Gombong

Page 7: SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN MUHAMMADIYAH …elib.stikesmuhgombong.ac.id/285/1/ARIN DWI ISMAWATI NIM. A01301727.pdf · Arin Dwi Ismawati 1, Bambang Utoyo 2, M.Kep. Ns ABSTRAK ASUHAN

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah

memberikan rahmat, hidayah dan inayah-Nya sehingga penulis dapat

menyelesaikan laporan komprehensif denganjudul “ ASUHAN

KEPERAWATAN PEMENUHAN KEBUTUHAN OKSIGENASI PADA Tn. S

DI RUANG DAHLIA RSUD Dr. SOEDIRMAN KEBUMEN” Adapun maksud

penulis membuat laporan ini adalah untuk melaporkan hasil ujian komprehensif

dalam rangka ujian tahap akhir jenjang pendidikan Diploma III Keperawatan

STIKES Muhammadiyah Gombong.

Dalam penyusunan laporan ini penulis banyak menemui hambatan namun berkat

bantuan, bimbingan dan dorongan dari berbagai pihak, alhamdulilah penulis

akhirnya dapat menyelesaikan laporan ini. Untuk itu penulis mengucapkan terima

kasih kepada :

1. Bapak M. Madkhan Anis, S.Kep.Ns selaku ketua Sekolah Tinggi Ilmu

Kesehatan Muhammadiyah Gombong.

2. Bapak Sawiji, S.Kep.,Ns.,M.Sc selaku ketua prodi DIII Keperawatan Sekolah

Tinggi Ilmu Kesehatan Muhammadiyah Gombong.

3. Bapak Bambang Utoyo, M.Kep.,Ns selaku dosen pembimbing penulisan karya

ilmiah komprehensif yang telah susah payah mendidik penulis.

3. Bapak Saryono ( alm ), Bapak H. Saliman dan Ibu Yatminah yang paling aku

cintai dan sayangi yang selalu memberikan do’a dan kasih sayang sehingga

penulis dapat menyelesaikan laporan ini.

4. Kakakku Pujo Laksono, Yuli Purwanti dan segenap keluarga tercinta yang telah

memberikan doa, semangat, dan kasih sayang sehingga penulis dapat

menyelesaikan laporan ini.

5. Sahabatku Arofah Mukaromah dan Haqiqi Almira yang tak pernah henti

memberiku semangat, nasehat, sehingga penulis mampu menyelesaikan laporan

ini.

Page 8: SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN MUHAMMADIYAH …elib.stikesmuhgombong.ac.id/285/1/ARIN DWI ISMAWATI NIM. A01301727.pdf · Arin Dwi Ismawati 1, Bambang Utoyo 2, M.Kep. Ns ABSTRAK ASUHAN

6. Teman-teman seperjuangan Alfi Mufidah, Alifatun Khasanah, Desi Irawati,

Dessi Anisa Nurmala, Esti Dwi Fitriasih, Elly Rahayu Susanti, Fitroh Anggraini,

Annisa Shohwatul Islam terimakasih atas bantuan dan doa kita semua sehingga

kita dapat menyelesaikan laporan ini tepat waktu.

7. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu yang telah

memberikan saran sehingga laporan ini dapat terselesaikan dengan baik.

Penulis menyadari bahwa penyusunan Laporan Hasil Uji Komprehensif ini masih

jauh dari kesempurnaan baik dari segi bentuk mupun isinya. Oleh karena itu

penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun demi perbaikan

dan penyempurnaan laporan ini.

Wassalamualaikum Warohmatullohi Wabarokatuh

Gombong, 2 Agustus 2016

Arin Dwi Ismawati

Page 9: SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN MUHAMMADIYAH …elib.stikesmuhgombong.ac.id/285/1/ARIN DWI ISMAWATI NIM. A01301727.pdf · Arin Dwi Ismawati 1, Bambang Utoyo 2, M.Kep. Ns ABSTRAK ASUHAN
Page 10: SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN MUHAMMADIYAH …elib.stikesmuhgombong.ac.id/285/1/ARIN DWI ISMAWATI NIM. A01301727.pdf · Arin Dwi Ismawati 1, Bambang Utoyo 2, M.Kep. Ns ABSTRAK ASUHAN

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Mubarok ( 2008 ) mengatakan kebutuhan dasar manusia paling penting dalam

kehidupan manusia. Dalam tubuh oksigen sangat penting dalam proses

metabolisme sel. Kekurangan oksigen menyebabkan dampak yang sangat

mempengaruhi dalam tubuh kita, jaringan seperti otak dan jantung tidak dapat

bertahan lama tanpa adanya suplai oksigen. Maka dari itu berbagai upaya perlu

dilakukan untuk menjamin agar kebutuhan oksigenasi terpenuhi dengan baik.

Masalah yang muncul pada gangguan oksigenasi mengacu pada

frekuensi,volume,irama,dan usaha pernapasan.pola napas yang normal ditandai

dengan pernapasan yang tenang,berirama,tanpa usaha. Perubahan yang sering

terjadi sebagai berikut : Hipoksia merupakan kondisi tidak tercukupinya

pemenuhan kebutuhan oksigen dalam tubuh akibat defisiensi oksigen atau

peningkatan penggunaan oksigen di sel, sehingga dapat memunculkan tanda

seperti kulit kebiruan (sianosis), Takipnea merupakan pernapasan dengan

frekuensi lebih dari 24kali per menit. Bradipnea, merupakan pola pernapasan yang

lambat abnormal, ±10 kali per menit. Pola ini dapat ditemukan dalam

keadaan peningkatan tekanan intracranial yang di sertai narkotik atau sedatif,

Hiperventilasi merupakan cara tubuh mengompensasi metabolisme tubuh yang

melampau tinggi dengan pernapasan lebih cepat dan dalam, sehingga terjadi

peningkatan jumlah oksigen dalam paru-paru. Proses ini ditandai adanya

peningkatan denyut nadi, napas pendek, adanya nyeri dada, menurunnya

konsentrasi CO2 dan lain-lain, Hipoventilasi merupakan upaya tubuh untuk

mengeluarkankarbondioksida dengan cukup pada saat ventilasi alveolar,

sertatidak cukupnya jumlah udara yang memasuki alveoli dalam penggunaan oksigen,

Dispnea merupakan sesak dan berat saat pernapasan. Hal ini dapat disebabkan oleh perubahan

kadar gas dalam darah/jaringan, kerja berat/berlebihan, dan pengaruh psikis, Ortopnea

merupakan kesulitan bernapas kecuali pada posisi duduk atau berdiri dan pola ini

sering ditemukan pada seseorang yang mengalami kongesif paru-paru, Pernapasan

Page 11: SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN MUHAMMADIYAH …elib.stikesmuhgombong.ac.id/285/1/ARIN DWI ISMAWATI NIM. A01301727.pdf · Arin Dwi Ismawati 1, Bambang Utoyo 2, M.Kep. Ns ABSTRAK ASUHAN

2

paradoksial merupakan pernapasan dimana dinding paru-paru bergerak

berlawanan arah dari keadaan normal. Stridor merupakan pernapasan bising yang

terjadi karena penyempitan pada saluran pernapasan. Pada umumnya

ditmukan pada kasus spasme trachea atau obstruksi laring.

Prevalensi anemia dalam penelitian yang dilakukan oleh Dinas Kesehatan

Kota Yogyakarta (Dinkes YK) bersama Fakultas Kedokteran UGM tahun 2013

kepada 280 remaja putri didapatkan hasil sekitar 34 % remaja putri di daerah

Yogyakarta mengidap anemia. Sedangkan di Kabupaten Bantul prevalensi anemia

masih tinggi yaitu 25,7% tahun 2010, tahun 2011 sebesar 25,6%, dan tahun 2012

sebesar 28,67%. Data terakhir tahun 2013 angka anemia sebesar 27,67% (Dinkes

Kabupaten Bantul, 2013).

Hal ini disebabkan banyak terjadi kesalah pahaman mengenai diet di kalangan

remaja (Pemerintah Kota Jogja, 2013). Data terbaru menurut Riset Kesehatan

Dasar (Riskesdas) tahun 2013, prevalensi anemia gizi besi secara nasional pada

remaja usia 13-18 tahun sebesar 22,7%. Data-data tersebut mengindikasikan

bahwa anemia merupakan masalah kesehatan masyarakat di Indonesia, khususnya

di Yogyakarta.

Gangguan Perfusi jaringan menurut Herdman, 2015 Perfusi Jaringan adalah

penurunan sirkulasi darah ke perifer yang dapat mengganggu kesehatan.

Dampak dari gangguan perfusi jaringan dapat menyebabkan nafas pendek,

cepat capek saat beristirahat yang disebabkan karena oksigen berkurang, lemah,

syok, pusing, pucat karena kekurangan volume darah dan hb, angina, telinga

berdengung, mata berkunang-kunang.

Penyebab masalah perfusi jaringan diantaranya karena dalam tubuh kita

oksigen berperan sangat penting dalam proes metabolisme sel. Kekurangan

oksigen menyebabkan damapk yang sangat berpengaruh dalam tubuh kita,

jaringan seperti otak dan jantung tidak dapat bertahan lama tanpa adanya oksigen.

Hb atau sel darah merah adalah senyawa protein pembawa oksigen dalam sel

darah merah, sel darah merah yang membawa oksigen ke paru paru dan ke seluruh

Page 12: SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN MUHAMMADIYAH …elib.stikesmuhgombong.ac.id/285/1/ARIN DWI ISMAWATI NIM. A01301727.pdf · Arin Dwi Ismawati 1, Bambang Utoyo 2, M.Kep. Ns ABSTRAK ASUHAN

3

sel sel dalam tubuh kita, jika oksigen dalam tubuh kita berkurang maka dapat

menyebabkan perfusi jaringan.

Penanganan yang dapat dilakukan pada gangguan perfusi jaringan diantaranya

dengan diberikan terapi antibiotik untuk mencegah infeksi, suplemen asam folat

untuk merangsang pembentukan sel darah merah, diberikan transfusi darah,

pemeriksaan penunjang kadar Hb, hematokrit, indek sel darah merah, penelitian

sel darah putih, kadar Fe, vitamin B12, trombosit.

Packed red cells merupakan komponen yang terdiri dari eritrosit yang telah

dipekatkan dengan memisahkan komponen yang lain, pemberian transfusi PRC

merupakan mayoritas dari seluruh pemenuhan kebutuhan darah transfusi.

Selama penyimpanan red blood cells (RBC) mengalami akumulasi kompleks

dan progresif yaitu perubahan fisikokimia, yang disebut sebagai lesi

penyimpanan. Beberapa studi menyebutkan bahwa RBC simpan lebih buruk

dibandingkan dengan RBC segar (Sparrow, 2012).

Penyimpanan PRC pada kondisi hipotermia memperlambat metabolisme sel

karena suhu berkurang, sehingga terjadi pengurangan kadar reaksi biokimia dan

akumulasi produk limbah, memungkinkan pengawetan secara in vitro selama

beberapa minggu. Larutan pengawet menyediakan komponen yang diperlukan

untuk sel-sel antara lain gizi, bufer untuk mempertahankan pH, dan sumber energi

metabolisme untuk meningkatkan kelangsungan hidup RBC selama penyimpanan

hipotermia. 2,3 diphσspho glycerate (2,3 DPG) sangat penting untuk menjaga

pengiriman oksigen ke jaringan, semakin tinggi konsentrasi 2,3 DPG, semakin

baik oksigenasi dan kondisi pH harus di atas 7,0 untuk glikolisis optimal (Bruger,

2011).

Dari data-data tersebut penulis tertarik untuk memberikan asuhan keperawatan

dangguan pemenuhan kebutuhan oksigenasi pada Tn. S di Ruang Dahlia RSUD

Dr. Soedirman Kebumen serta penerapan tindakan inovasi keperawatan

pemberian Transfusi packed red cells (PRC) segar, diharapkan supaya dapat

membantu meningkatkan kebutuhan oksigenasi pasien, sehimgga kan

mempercepat penyembuhan pasien.

Page 13: SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN MUHAMMADIYAH …elib.stikesmuhgombong.ac.id/285/1/ARIN DWI ISMAWATI NIM. A01301727.pdf · Arin Dwi Ismawati 1, Bambang Utoyo 2, M.Kep. Ns ABSTRAK ASUHAN

4

B. Tujuan Penulisan

1. Tujuan Umum

Mahasiswa mampu mendeskripsikan Asuhan Keperawatan Pemenuhan

Kebutuhan Oksigenasi pada Tn. S di Ruang Dahlia RSUD Dr. Soedirman

Kebumen.Penelitian ini bertujuan untuk menjelaskan asuhan keperawatan yang

diberikan pada klien dengan gangguan pemenuhan kebutuhan oksigenasi.

2. Tujuan Khusus

a. Mahasiswa mampu mendeskripsikan pengkajian kebutuhan oksigenasi pada Tn. S

di Ruang Dahlia RSUD Dr. Soedirman Kebumen.

b. Mahasiswa mampu mendeskripsikan data kebutuhan oksigenasi pada Tn. S di

Ruang Dahlia RSUD Dr. Soedirman Kebumen.

c. Mahasiswa mampu mendeskripsikan diagnosa keperawatan kebutuhan oksigenasi

pada Tn. S di Ruang Dahlia RSUD Dr. Soedirman Kebumen.

d. Mahasiswa mampu mendeskripsikan intervensi keperawatan kebutuhan

oksigenasi pada Tn. S di Ruang Dahlia RSUD Dr. Soedirman Kebumen.

e. Mahasiswa mampu mendeskripsikan implementasi keperawatan kebutuhan

oksigenasi pada Tn. S di Ruang Dahlia RSUD Dr. Soedirman Kebumen.

f. Mahasiswa mampu mendeskripsikan evaluasi keperawatan kebutuhan oksigenasi

pada Tn. S di Ruang Dahlia RSUD Dr. Soedirman Kebumen.

g. Mahasiswa mampu mendeskripsikan analisis inovasi tindakan keperawatan

kebutuhan oksigenasi pada Tn. S di Ruang Dahlia RSUD Dr. Soedirman

Kebumen.

Page 14: SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN MUHAMMADIYAH …elib.stikesmuhgombong.ac.id/285/1/ARIN DWI ISMAWATI NIM. A01301727.pdf · Arin Dwi Ismawati 1, Bambang Utoyo 2, M.Kep. Ns ABSTRAK ASUHAN

5

C. Manfaat Penulisan

Dari laporan hasil ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi semua pihak yang

terkait, antara lain :

a. Manfaat Keilmuan

Dapat memberikan referensi serta menambah pengetahuan tentang asuhan

keperawatan pemenuhan kebutuhan oksigenasi .

b. Manfaat Aplikatif

a. Hasil laporan ini diharapkan dapat memberikan gambaran tentang tindakan

keperawatan apa yang tepat untuk kita lakukan pda klien yang mengalami

gangguan pemenuhan kebutuhan oksigenasi.

b. Hasil laporan ini diharapkan akan memberikan masukan kepada rumah sakit,

agar dapat memberikan tindakan keperawatan yang tepat terhadap pasien yang

mengalami gangguan pemenuhan oksigenasi.

c. Hasil laporan ini diharpkan akan menjadi masukan bagi akademis dalam rangka

merumuskan tindakan keperawatan yang berkaitan dengan kondisi kllien yang

mengalami gangguan pemenuhan kebutuhan oksigenasi.

d. Hasil laporan ini diharapkan dapat bermanfaat bagi masyarakat supaya

masyarakat mampu melakukan perawatan dirumah terhadap pasien yang

mengalami gangguan pemenuhan oksigenasi.

Page 15: SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN MUHAMMADIYAH …elib.stikesmuhgombong.ac.id/285/1/ARIN DWI ISMAWATI NIM. A01301727.pdf · Arin Dwi Ismawati 1, Bambang Utoyo 2, M.Kep. Ns ABSTRAK ASUHAN

6

Page 16: SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN MUHAMMADIYAH …elib.stikesmuhgombong.ac.id/285/1/ARIN DWI ISMAWATI NIM. A01301727.pdf · Arin Dwi Ismawati 1, Bambang Utoyo 2, M.Kep. Ns ABSTRAK ASUHAN

DAFTAR PUSTAKA

Amini, S. ( 2009 ). Buku Saku Diagnosis Keperawatan.

Jakarta : EGC.

Bakta, I made. ( 2003 ). Hematologi Klinik Ringkas. Penerbit buku

Kedokteran. Jakarta : EGC

Bruner & Suddarth. (2009). Penyakit Anemia . Jakarta : EGC.

Dharma, R, Immanuel, S dan R, Wirawan. ( 2007 ). Penilaian Hasil Pemeriksaan

Hematologi Rutin, (Jakarta : Cermin Dunia Kedokteran).

Flatt. ( 2014 ). Hematologi dan Transfusi. Jakarta : EGC.

Harrison, Tinsley Randolph. ( 2005 ). Principles of Internal Medicine-16th

ed.

( America : McGraw-Hill Companies, Inc )

Herdman. Heater. ( 2012 ). Diagnosis Keperawatan: Definisi dan Klasifikasi

2012-2014. Penerbit Buku Kedokteran. Jakarta : EGC.

Herdman. Heater. ( 2015 ). Diagnosis Keperawatan : Definisi dan Klasifikasi

2015-2017. Penerbit Buku Kedokteran. Jakarta : EGC.

Mahanani, Dwi Asih. ( 2002 ). Kapita Selekta Hematologi-Edisi 4 (Hal 7-8).

Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC.

Mansjoer, Arif dkk. (2001).Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta : Media

Aesculapius FKUI.

Mubarok, Wahid Iqbal. ( 2008 ). Buku Ajar Kebutuhan Dasar Manusia, Teori &

Aplikasi. Jakarta.

Murwani. ( 2009 ). Perawatan Pasien Penyakit Dalam. Mitra Cendikia : Yogyakarta, cetakan kedua, Maret 2009

Riswantoon, ( 2009 ). Laju Endap Darah.

http://labkesehatan/2009/12/laju-endap-darah. Accesed 28 Juni 2009

Santosa, Budi. ( 2007 ). Panduan Diagnosa Keperawatan NANDA 2005- 2007.

Prima Medika : Jakarta.

Page 17: SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN MUHAMMADIYAH …elib.stikesmuhgombong.ac.id/285/1/ARIN DWI ISMAWATI NIM. A01301727.pdf · Arin Dwi Ismawati 1, Bambang Utoyo 2, M.Kep. Ns ABSTRAK ASUHAN

Seeber P, Shander A.(2007). Basic of blood management. Blackwell publishing.

Australia.

Setiati dan Roosheroe (2007) Buku Saku Diagnosis Keperawatan.

Jakarta : EGC.

Solichul Hadi, S. ( 2001). Pemeriksaan Laboratorium Hematologi Rutin

Sederhana. ( Laboratorium Patologi Klinik Fakultas Kedokteran Airlangga

Surabaya).

Tamsuri, A. ( 2008 ). Klien Gangguan Pernafasan : Seri Asuhan Keperawatan.

Jakarta : EGC

Wilkinson M.Judith. (2006). Buku Saku Diagnosis Keperawatan.

Jakarta : EGC.

Yatim, faisal., Dr. (2003). Talasemia Leukimia dan Anemia. Jakarta : Yayasan

Obor Indonesia.

Page 18: SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN MUHAMMADIYAH …elib.stikesmuhgombong.ac.id/285/1/ARIN DWI ISMAWATI NIM. A01301727.pdf · Arin Dwi Ismawati 1, Bambang Utoyo 2, M.Kep. Ns ABSTRAK ASUHAN

SATUAN ACARA PENYULUHAN

PADA Tn. S DENGAN GANGGUAN SISTEM HEMATOLOGI ANEMIA

DI RUANG DAHLIA

RSUD Dr. SOEDIRMAN KEBUMEN

DISUSUN OLEH :

ARIN DWI ISMAWATI

A01301727

PROGRAM STUDI DIII KEPERAWATAN

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN MUHAMMADIYAH

GOMBONG

2016

Page 19: SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN MUHAMMADIYAH …elib.stikesmuhgombong.ac.id/285/1/ARIN DWI ISMAWATI NIM. A01301727.pdf · Arin Dwi Ismawati 1, Bambang Utoyo 2, M.Kep. Ns ABSTRAK ASUHAN

SATUAN ACARA PENYULUHAN

Jenis Kegiatan : Pendidikan kesehatan

Pokok Bahasan : Anemia

Sub Pokok Bahasan : 1. Pengertian Anemia

2. Gejala Anemia

3. Penyebab Anemia

4. Pencegahan Anemia

5. Diit Anemia

Hari/ Tanggal : Rabu, 1 Juni 2016

Waktu : 09.00 WIB

Penyaji : Arin Dwi Ismawati

Sasaran : Tn. S dan keluarga

A. TUJUAN

Tujuan Insktruksional Umum (TIU)

Setelah mengikuti penyuluhan ini diharapkan sasaran penyuluhan dapat memahami

tentangapa itu anemia

Tujuan Instruksional Khusus (TIK)

1. Menjelaskan pengertian anemia.

2. Menyebutkan gejala anemia.

3. Menyebutkan penyebab anemia.

4. Menyebutkan Pencegahan Anemia

5. Menyebutkan Diit Anemia

Page 20: SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN MUHAMMADIYAH …elib.stikesmuhgombong.ac.id/285/1/ARIN DWI ISMAWATI NIM. A01301727.pdf · Arin Dwi Ismawati 1, Bambang Utoyo 2, M.Kep. Ns ABSTRAK ASUHAN

B. LAMPIRAN

Terlampir

C METODE

1. Ceramah

2. Tanya Jawab

D. MEDIA

1. Lembar balik

2. SAP

3. Leaflet

E. PELAKSANAAN KEGIATAN/ PENYULUHAN

NO WAKTU TAHAP KEGIATAN KEGIATAN PENYULUH KEGIATAN SASARAN

1 5 menit Pembukaan 1. Mengucapkan salam

2. Memperkenalkan diri

3. Menyampaikan tujuan

4. Kontrak waktu

pelaksanaan

1. Menjawab salam

2. Memperhatikan

penyuluh

3. Mendengarkan

penyuluh

4. Menyetujui waktu

pelaksanaan

2 15 menit Kegiatan Inti 1. Menggali kemampuan

sasaran tentang materi

yang diberiakan

2. Menjelaskan mengenai

pengertian, penyebab,

gejala, pencegahan, dan

diit anemia.

3. Memberi kesempatan

pada klien untuk bertanya

4 Memberikan

pertanyaan kepada sasaran

1. Menyampaikan

pengetahuannya tentang

materi penyuluhan

2. Mendengarkan

dan memperhatikan

penyuluh

3. Bertanya tentang materi

yang diberikan

4. Menjawab pertanyaan

Page 21: SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN MUHAMMADIYAH …elib.stikesmuhgombong.ac.id/285/1/ARIN DWI ISMAWATI NIM. A01301727.pdf · Arin Dwi Ismawati 1, Bambang Utoyo 2, M.Kep. Ns ABSTRAK ASUHAN

tentang materi yang diberi.

3 5 menit Penutup 1. Menyimpulkan dan

mengklarifikasi tentang

meteri penyuluhan yang

diberikan

2. Menutup acara dan

membuat kesimpulan dari

materi yang diberikan

1.Sasaran mende-

ngarkan kesimpulan.

2. Mendengarkan

penyuluh dan

mengucapkan salam

F. Evaluasi

Evaluasi diberikan melalui pertanyaan terbuka. Dengan pertanyanaan sebagai berikut:

- Sebutkan pengertian dari anemia?

- Sebutkan gejala anemia ?

- Sebutkan penyebab anemia ?

- Menyebutkan Pencegahan Anemia

- Menyebutkan Diit Anemia

Page 22: SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN MUHAMMADIYAH …elib.stikesmuhgombong.ac.id/285/1/ARIN DWI ISMAWATI NIM. A01301727.pdf · Arin Dwi Ismawati 1, Bambang Utoyo 2, M.Kep. Ns ABSTRAK ASUHAN

MATERI PENYULUHAN ANEMIA

A. PENGERTIAN ANEMIA

Anemia adalah suatu keadaan dimana kadar Hb dan atau jumlah hematokrit lebih rendah

dari nilai normal. Dikatakan sebagai anemia bila Hb <14 g/dl dan Ht <41% pada pria atau Hb

<12 g/dl dan Ht <37% pada wanita.

Anemia adalah istilah yang menunjukan rendahnya jumlah sel darah merah, kadar Hb dan

hematokrit dibawah normal.

B. PENYEBAB ANEMIA

1. diet yang tidak mencukupi

2. kebutuhan yang meningkat pada kehamilan

3. pendarahan pada saluran cerna, menstruasi, donor darah, gizi

4. hemoglobinuria

5. penyimpanan gizi kurang

6. kegagalan sumsung tulang belakang dalam memproduksi darah merah

C. TANDA GEJALA

1. Cepat lelah

2. Lemah

3. Letih

4. Lesu

5. Lunglai

6. Pucat

7. gelisah

Page 23: SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN MUHAMMADIYAH …elib.stikesmuhgombong.ac.id/285/1/ARIN DWI ISMAWATI NIM. A01301727.pdf · Arin Dwi Ismawati 1, Bambang Utoyo 2, M.Kep. Ns ABSTRAK ASUHAN

G. PENCEGAHAN ANEMIA

Beberapa jenis anemia dapat dicegah dan tergantung dari penyebab anemia itu sendiri.

Seperti yang disebabkan karena diet yang salah dan sembarangan. Untuk pencegahan anemia

dengan sebab kesalahan dalam diet anda dapat mengkonsumsi atau diet dengan memastikan

makanan yang anda makan mengandung zat besi.

H.DIITANEMIA

Daftar makanan yang kaya akan zat besi

· Hati dan daging

· Makanan laut

· Buah-Buahan yang dikeringkan seperti buah aprikot, buah prem dan kismis.

· Kacang-kacangan

· Buncis (lima buncis)

· Sayuran hijau seperti bayam dan brokoli

· Semua jenis padi-padian

· Roti atau sereal yagn mengandung zat besi

Page 24: SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN MUHAMMADIYAH …elib.stikesmuhgombong.ac.id/285/1/ARIN DWI ISMAWATI NIM. A01301727.pdf · Arin Dwi Ismawati 1, Bambang Utoyo 2, M.Kep. Ns ABSTRAK ASUHAN

DAFTAR PUSTAKA

Mansjoer, Arif dkk. 2001. Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta : Media Aesculapius

FKUI.

Yatim, faisal., Dr. 2003. Talasemia Leukimia dan Anemia . Jakarta : Yayasan Obor

Indonesia

http://www.scribd.com/doc/30384752/92/Upaya-pencegahan-Anemia (Diakses pada

tanggal 19 November 2011 pukul 20.00 WIB)

http://ujizenius.blogspot.com/2011/11/materi-promkes-anemia-sap.html

Page 25: SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN MUHAMMADIYAH …elib.stikesmuhgombong.ac.id/285/1/ARIN DWI ISMAWATI NIM. A01301727.pdf · Arin Dwi Ismawati 1, Bambang Utoyo 2, M.Kep. Ns ABSTRAK ASUHAN

BAB I. PENDAHULUAN

A.Latar Belakang

Transfusi packed red cells (PRC) adalah perawatan kritis, untuk menye- lamatkan jiwa

terhadap anemia berat yang disebabkan oleh penyakit atau kemoterapi, atau kehilangan darah

akibat trauma atau operasi besar. Selama beberapa dekade komponen PRC disusun sebagai

konsentrat tersuspensi dalam larutan nutrisi aditif, yang mempertahankan dan memperpanjang

shelf life PRC, yang memungkinkan selama 6-7 minggu pada penyimpanan dingin sesuai

standar (Flatt et al., 2014). Sesuai laporan tahunan Unit Donor Darah (UDD) Palang Merah

Indonesia (PMI) Kota Surakarta tahun 2014 penggunaan komponen darah PRC adalah 43,798

(64,2%) dari 68,211 seluruh permintaan darah transfusi di UDD PMI Kota Surakarta (PMI,

2014).

Selama penyimpanan red blood cells (RBC) mengalami akumulasi kompleks dan progresif

yaitu perubahan fisikokimia, yang disebut sebagai lesi penyimpan- an. Beberapa studi

menyebutkan bahwa RBC simpan lebih buruk dibandingkan dengan RBC segar (Sparrow,

2012).

Penyimpanan PRC pada kondisi hipotermia memperlambat metabolisme sel karena suhu

berkurang, sehingga terjadi pengurangan kadar reaksi biokimia dan akumulasi produk limbah,

memungkinkan pengawetan secara in vitro selama beberapa minggu. Larutan pengawet

menyediakan komponen yang diperlukan untuk sel-sel antara lain gizi, bufer untuk

mempertahankan pH, dan sumber energi metabolisme untuk meningkatkan kelangsungan hidup

RBC selama penyimpanan hipotermia. 2,3 diphσspho glycerate (2,3 DPG) sangat penting untuk

menjaga pengiriman oksigen ke jaringan, semakin tinggi konsentrasi 2,3 DPG, semakin baik

oksigenase dan kondisi pH harus di atas 7,0 untuk glikolisis optimal (Bruger et al., 2011).

Page 26: SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN MUHAMMADIYAH …elib.stikesmuhgombong.ac.id/285/1/ARIN DWI ISMAWATI NIM. A01301727.pdf · Arin Dwi Ismawati 1, Bambang Utoyo 2, M.Kep. Ns ABSTRAK ASUHAN

Hemoglobin plasma dan K+ plasma adalah ukuran hemolisis dan kadarnya harus rendah,

adenosine triphosphate (ATP) adalah ukuran aktivitas metabolic RBC, malondialdehyde (MDA)

adalah ukuran peroksidasi lipid dan konsentrasi yang lebih tinggi menunjukkan peroksidasi lipid

yang lebih tinggi, yang berbahaya. Glutathione adalah antioksidan, yang melindungi efek

berbahaya dari peroksidasi lipid, semakin tinggi konsentrasinya, semakin tinggi efek

perlindungan (D’allexandro, 2010).

Berdasar lama waktu simpan darah, darah transfusi dibagi menjadi darah segar yaitu darah

yang baru diambil dari donor sampai 6 jam sesudah pengambilan, darah baru yaitu darah yang

disimpan antara 6 jam sampai 6 hari sesudah diambil dari donor dan darah simpan yaitu darah

yang disimpan lebih dari 6 hari (Surgenor et al., 2001). Antikoagulan yang digunakan secara

rutin untuk penyimpanan darah di PMI kota Surakarta adalah citrate phosphate dextrose adenine

(CPDA1). Darah dengan antikoagulan CPDA1, dapat disimpan sampai 35 hari pada suhu 2-60 C.

Sitrat bermanfaat untuk mengikat kalsium sehingga tidak terjadi aktivasi koagulasi, dekstrosa

sebagai sumber energi untuk RBC, phosphat anorganik berfungsi sebagai bufer yang memelihara

kadar 2,3 DPG dan meningkatkan produksi ATP dan meningkatkan viabilitas RBC. Adenosin

eksogen diserap oleh RBC untuk membentuk ATP (Miller et al., 2014).

Saline adenin glucose manitol (SAGM) adalah aditif yang ditambahkan dalam kantong RBC,

saline-adenine-glucose (SAG) dikembangkan oleh para peneliti Eropa pada tahun 1970 sebelum

ditambahkan manitol. Aditif pertama untuk RBC adalah SAG yang terdiri dari garam untuk

mengatasi viskositas tinggi PRC, adenin digunakan untuk pemeliharaan kadar ATP intraseluler,

dan glukosa sebagai nutrisi untuk RBC. Saline-adenine-glucose telah dimodifikasi untuk

mengurangi hemolisis RBC selama penyimpanan dengan menambahkan manitol, sehingga

dengan menggunakan SAGM dan hemolisis RBC yang disimpan berkurang 50%, membantu

Page 27: SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN MUHAMMADIYAH …elib.stikesmuhgombong.ac.id/285/1/ARIN DWI ISMAWATI NIM. A01301727.pdf · Arin Dwi Ismawati 1, Bambang Utoyo 2, M.Kep. Ns ABSTRAK ASUHAN

melindungi membran RBC, dan memungkinkan penyimpanan dalam refrigerated hingga 6

minggu. Semua aditif disetujui oleh Food And Drug Administration (FDA) memenuhi

persyaratan standar umum yang ditetapkan pada akhir periode penyimpanan, minimal masih ada

recovery 75% pemulihan pasca transfusi RBC 24 jam pasca transfusi dan persen hemolisis

kurang dari 1% sedang di Kanada kurang dari 0,8 (Almizraq, 2013).

Semua aditif untuk RBC saat ini memiliki pH asam (5,6-5,8), yang jauh dibawah pH

fisiologis normal 7,3 untuk darah vena. Red blood cells memiliki kapasitas bufer yang cukup

untuk mengatur pH untuk lebih mendekati fisiologis selama beberapa hari pertama penyimpanan

dalam lingkungan asam. Namun kapasitas buffer RBC akan segera habis karena pembentukan

asam laktat oleh RBC melalui jalur glikolitik anaerob (Rosemary and Sparrow, 2012).

Laktat dehidrogenase adalah enzim intraseluler yang terdapat pada hampir semua sel yang

bermetabolisme, konsentrasi tertinggi dijumpai di jantung, otot rangka, hati, ginjal, otak, dan

RBC. Aktivitas LDH dalam serum diperkirakan meningkat pada hampir semua keadaan yang

mengalami kerusakan atau destruksi sel. Kadar LDH yang meningkat pada PRC simpan

menunjukkan adanya proses hemolitik yang terjadi pada komponen darah tersebut. Kadar LDH

dan K+ selama penyimpanan dianggap sebagai marker lisis membran eritrosit selama

penyimpanan (Chaundary and Katharia, 2012).

Hemolisis selama pengumpulan dan penyimpanan darah adalah manifestasi yang paling

berat dari penyimpanan eritrosit. Ini merupakan pecahnya eritrosit dengan melepas hemoglobin

(Hb) langsung ke cairan atau hilangnya micro- vesicles mengandung lipid dan Hb dari eritrosit

intak masuk ke dalam supernatan plasma (Donadee et al., 2014). Hemolisis dapat terjadi dalam

RBC selama pe- ngumpulan darah, transportasi, pengawetan dan berbagai tahap penanganan di

bank darah, yang disebabkan oleh ketidak sesuaian suhu simpan darah dalam kantong darah atau

Page 28: SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN MUHAMMADIYAH …elib.stikesmuhgombong.ac.id/285/1/ARIN DWI ISMAWATI NIM. A01301727.pdf · Arin Dwi Ismawati 1, Bambang Utoyo 2, M.Kep. Ns ABSTRAK ASUHAN

segmen (Choundhury and Mathur, 2011). Pemberian PRC yang mengalami hemolisis kepada

pasien akan menimbulkan reaksi transfusi yang berupa nonimunne mediated hemolysis bisa tidak

berbahaya tetapi bisa juga menyebabkan hemoglobinuria, disseminated intravascular

coagulation (DIC), gagal ginjal dan demam (AABB, 2010).

B. Perumusan Masalah

1. Packed red cells merupakan komponen yang terdiri dari eritrosit yang telah dipekatkan dengan

memisahkan komponen yang lain, pemberian transfusi PRC merupakan mayoritas dari

seluruh pemenuhan kebutuhan darah transfusi.

2. Komponen PRC sebagai konsentrat tersuspensi dalam larutan nutrisi aditif, yang

mempertahankan dan memperpanjang shelf life PRC, yang memung- kinkan selama 35 hari

dengan CPDA1 dan 42 hari dengan CPD SAGM pada penyimpanan sesuai suhu standar.

3. Hemolisis selama pengumpulan dan penyimpanan darah adalah manifestasi yang paling berat

dari penyimpanan eritrosit. Hemolisis adalah parameter yang sangat penting untuk menilai

kualitas RBC yang disimpan.

4. Laktat dehidrogenase mengkatalisis reduksi reversible piruvat menjadi laktat oleh

nicotinamide adenine dinucleotide (NADH). Enzim LDH terdiri dari sub unit H (hati) dan M

(otot). Di dalam sub unit RBC, subunit dominan adalah LDH-H (Clevenger and Kelleher,

2013). Peningkatan aktivitas enzim LDH terkait dengan perubahan permeabilitas sel,

kerapuhan membran eritrosit oleh karena penyimpanan yang lama dan mencerminkan

penurunan konsentrasi ATP dalam eritrosit. Kadar LDH yang meningkat pada PRC simpan

menunjukkan adanya proses hemolisis pada komponen darah tersebut.

C. Pertanyaaan penelitian

Page 29: SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN MUHAMMADIYAH …elib.stikesmuhgombong.ac.id/285/1/ARIN DWI ISMAWATI NIM. A01301727.pdf · Arin Dwi Ismawati 1, Bambang Utoyo 2, M.Kep. Ns ABSTRAK ASUHAN

Berdasarkan latar belakang masalah tersebut di atas, maka disusunlah rumusan

permasalahan sebagai berikut :

Adakah perbedaan kenaikan kadar LDH berdasarkan waktu simpan darah pada PRC

CPDA1 dan PRC CPD-SAGM ?

D.Tujuan Penelitian

Mengetahui perbedaan kadar LDH antara PRC CPDA1 dan PRC CPD SAGM.

E.Manfaat Penelitian

1. Manfaat bidang akademik:

a. Diharapkan dapat memberikan masukan kepada civitas akademika berupa informasi sejauh

mana waktu simpan PRC CPDA1 dan PRC CPD SAGM serta kadar LDH dapat digunakan

sebagai parameter untuk mengetahui kualitas darah donor untuk transfusi darah.

b. Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai bahan penelitian lebih lanjut bagi

peneliti lain.

2. Manfaat bidang pelayanan.

Memberikan masukan kepada instalasi laboratorium dan kepada klinisi mengenai

perlunya dipertimbangkan waktu simpan PRC CPDA1 dan PRC CPD SAGM serta kadar

LDH sebagai parameter kualitas PRC simpan.

F. Keaslian Penelitian

Marjani tahun 2006 melakukan penelitian untuk menentukan perubahan plasma lipid

peroksidasi dengan mengukur kadar Malondialdehyde (MDA) dan total antioxidan status (TAS)

pada darah simpan. Whole blood (WB) CPDA1 diambil dari 10 pendonor, RBC merupakan hasil

pemisahan komponen dari WB. Potasium, LDH activity diukur pada plasma untuk menentukan

hemolisis, MDA dan TAS diukur pada plasma untuk mentukan lipid peroksidase dan sistem

Page 30: SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN MUHAMMADIYAH …elib.stikesmuhgombong.ac.id/285/1/ARIN DWI ISMAWATI NIM. A01301727.pdf · Arin Dwi Ismawati 1, Bambang Utoyo 2, M.Kep. Ns ABSTRAK ASUHAN

antioksidan. Pengukuran dilakukan pada hari penyimpanan ke 0, 1, 3, 5, 7, 9, 11, 13, 15, 17, 19,

21, 23, 25, 27, 29, 31, 33, 35. Kadar MDA meningkat signifikan pada hari ke 9, Potasium

meningkat pada hari ke 5, LDH meningkat signifikan pada hari ke 5 (p < 0,05), TAS menurun

secara signifikan pada hari penyimpanan ke 13 dan RBC menurun pada hari penyimpanan ke 29

(p < 0,05). Hasil dinyata- kan bahwa peningkatan kadar MDA dan penurunan TAS

menunjukkan kerusakan sel disebabkan radikal bebas pada hari penyimpanan. Untuk

meningkatkan kualitas darah simpan dengan memberikan suplemen antioksidan dan vitamin

pada pendonor seminggu sebelum pengambilan darah. Peningkatan kadar MDA dan penurunan

TAS pada darah simpan merupakan permulaan dari hemolisis, sehingga perlu untuk mengontrol

faktor MDA dan TAS sebelum trasfusi darah.

Penelitian Chaudhary and Katharia tahun 2012 menganalisis penyimpanan buffycoat (BC)

depleted RBC pada SAGM di suhu 4°C dikaitkan dengan metabolisme dan perubahan biokimia,

yang disebut sebagai "lesi penyimpanan". Peroksidasi lipid membran RBC menyebabkan lisis

yang berperan terjadinya lesi penyimpanan tersebut. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui

cedera oksidatif pada RBC selama penyimpanan 28 hari dan korelasinya dengan penanda keru-

sakan membran RBC dengan sampel dari 30 unit RBC yang disimpan pada suhu 4° C selama 28

hari secara aseptik pada hari 0, hari ke-14 dan hari ke 28 penyim- panan. Penanda kerusakan

membran plasma termasuk hemoglobin, plasma kalium dan LDH dan penanda cedera oksidatif

seperti kadar MDA, oksidasi Hb dan kerapuhan osmotik di semua sampel. Hasil statistik

signifikan (p < 0,001) me- ningkat dalam nilai rata-rata dari plasma Hb, plasma K+, LDH dan

marker cedera oksidatif seperti MDA dan oksidasi Hb selama periode penyimpanan 28 hari.

Cedera oksidatif pada RBC selama penyimpanan menyebabkan kerusakan membran dan lisis.

Peran antioksidan dalam pencegahan efek merusak selama penyimpanan.

Page 31: SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN MUHAMMADIYAH …elib.stikesmuhgombong.ac.id/285/1/ARIN DWI ISMAWATI NIM. A01301727.pdf · Arin Dwi Ismawati 1, Bambang Utoyo 2, M.Kep. Ns ABSTRAK ASUHAN

Triyono et al. (2013) melakukan penelitian perbedaan peningkatan kadar LDH antara WB

CPDA1 dan PRC CPDA1 pada penyimpanan 1, 3, 7, 14 dan 28 hari, dan menganalisis

kenasbahan antara PRC dan WB dengan metode observa- sional dengan desain potong lintang.

Selama penyimpanan eritrosit akan menga- lami perubahan biomekanika yang disebut jejas

penyimpanan, dengan jumlah sampel 10 kantong PRC CPDA1 didapatkan r = 0,835 (p ≤ 0,05).

Terdapat peningkatan bermakna kadar LDH darah WB dan PRC setelah penyimpanan selama 7,

14, dan 28 hari. Laktat dehidrogenase mempunyai keterkaitan kuat dan bermakna dengan lama

penyimpanan. Peningkatan kadar LDH PRC lebih tinggi dan ber makna dibandingkan dengan

WB selama penyimpanan selama 7, 14 dan 28 hari (Triyono et al., 2010).

Penelitian ini merupakan perbandingan waktu simpan dan kadar LDH pada PRC CPDA1 dan

PRC CPD SAGM pada penyimpanan hari ke 3, 7, 14, 21, 28, 35, merupakan penelitian analitik

observasional dengan pendekatan cross sectional. Dengan jumlah sampel 10 kantong PRC

CPDA1 dan 10 kantong PRC CPD SAGM didapatkan perbedaan yang signifikan kadar LDH

lebih tinggi pada PRC CPDA1 dibandingkan PRC CPD SAGM dengan p = 0,001, KI 95%.

Page 32: SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN MUHAMMADIYAH …elib.stikesmuhgombong.ac.id/285/1/ARIN DWI ISMAWATI NIM. A01301727.pdf · Arin Dwi Ismawati 1, Bambang Utoyo 2, M.Kep. Ns ABSTRAK ASUHAN

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA

A. KAJIAN TEORI

1. Transfusi Komponen Darah

Transfusi darah WB diberikan pada kasus yang terbatas. Terapi transfusi darah sekarang,

terutama bergantung pada pemberian komponen darah yang dibutuhkan pasien. Tiga

komponen darah utama yang digunakan dalam terapi transfusi adalah PRC, thrombocyte

concentrate (TC) dan fresh frozen plasma (FFP). Produk-produk ini dapat diperoleh baik

dengan mengolah WB (450-500 ml), yang merupakan teknik yang paling sederhana, atau

dengan apheresis hanya komponen yang dibutuhkan diambil dari donor, sisanya

dikembalikan ke donor. Prosedur standar produk persiapan darah dari donor darah adalah

seba-

gai berikut: darah donor dalam kantong darah yang berisi antikoagulan CPD, seluruh darah

disentrifugasi untuk memisahkan sel darah sesuai dengan ukuran dan kepadatan. Red blood

cells mengendap, sementara plasma tetap di atas, white blood cells (WBC) dan trombosit

membentuk BC pada lapisan antara plasma dan RBC. Akhirnya, ketiga komponen

didistribusikan diantara kantong darah sterile interconnected blood bags dengan menerapkan

tekanan semi-otomatis untuk sentrifugasi kantong yang berisi WB. Untuk mencegah berbagai

reaksi pasca transfusi dan anti human leucocyte antigen (HLA) alloimunisasi, digunakan

darah WB dengan leucofiltration. Setiap komponen yang diperoleh dari seluruh darah

memiliki kondisi penyimpanan yang optimal, yang me mungkinkan untuk mempertahankan

aktifitas dan fungsi spesifik. Suhu adalah parameter penyimpanan yang sangat penting

berhubungan dengan kelang sungan hidup dan kualitas produk yang ditujukan untuk transfusi.

Page 33: SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN MUHAMMADIYAH …elib.stikesmuhgombong.ac.id/285/1/ARIN DWI ISMAWATI NIM. A01301727.pdf · Arin Dwi Ismawati 1, Bambang Utoyo 2, M.Kep. Ns ABSTRAK ASUHAN

Penyimpanan pada suhu kamar menunjukkan adanya proliferasi bakteri yang meningkatkan

risiko penularan bakteri (Delobel et al., 2010).

2. Struktur Eritrosit

Membran eritrosit terdiri dari protein, fosfolipid, dan lapisan lipid bilayer. Membran

eritrosit terdiri dari 3 lapisan yaitu lapisan luar hidrofilik yang terdiri dari glikolipid,

glikoprotein dan protein, lapisan tengah hidrofobik yang terdiri dari protein, kolesterol, dan

fosfolipid; dan lapisan dalam hidrofilik yang terdiri dari protein. Komposisi membran eritrosit

terdiri dari 52% protein, 40% lipid, dan 8% karbohidrat. Protein yang terdapat pada bagian

luar membran sampai permukaan sitoplasmik disebut membran protein integral. Protein yang

terda- pat pada permukaan sitoplasmik tepat di bawah lapisan lipid bilayer dan mem- bentuk

sitoskleton disebut membran protein perifer (Harmening et al., 2002; Lichtman et al., 2007).

Red blood cells normal adalah 6-8 m dengan diameter dan tebal 1,5-2,5 pM. Red blood cells

dewasa berbentuk seperti cakram bikonkaf dan tidak berinti atau organel lainnya. Membran

RBC terdiri dari lipid bilayer yang mengandung fosfolipid, protein, kolesterol, glikoprotein

dan glikolipid yang merupakan struktur yang sangat kompleks dan fleksibel, terdiri lebih dari

300 protein membran (Harmening, 2002). Komponen utama dari sitoskeleton adalah spektrin

protein, yang membentuk kompleks dengan protein sitoskeletal lainnya, seperti ankyrin, actin

dan protein 4.1, yang memperkuat lipid bilayer. Kompleks spektrin ini bergantung pada

fosforilasi ATP yang berfungsi dengan baik. Integritas dan stabilitas membran dikaitkan

dengan penurunan ATP atau terjadi kerusakan oksidatif pada protein tersebut, yang

menyebabkan hilangnya membran deformabilitas (Hoffman, 2013). Deformabilitas adalah

salah satu karakteristik yang paling penting dari membran RBC. Tanpa kemampuan ini, itu

tidak akan mampu melewati kapiler kecil dan celah sinusoidal limpa, dengan diameter 3-5 μm

Page 34: SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN MUHAMMADIYAH …elib.stikesmuhgombong.ac.id/285/1/ARIN DWI ISMAWATI NIM. A01301727.pdf · Arin Dwi Ismawati 1, Bambang Utoyo 2, M.Kep. Ns ABSTRAK ASUHAN

(Triulzi and Yazer, 2010). Membran memiliki distribusi asimetris fosfolipid dan kaya

glikoprotein yang disebut glycophorins. Protein transmembran utama dari RBC adalah protein

pertukaran channel anion, umumnya dikenal sebagai band 3, yang mengkatalisis pertukaran

klorida bikarbonat, sisi yang mengikat protein dan enzim glikolitik sitoskeletal dan berperan

dalam penghapusan senescent RBC (Harmening, 2002).

Air dan anion, seperti klorida (Cl-) dan bikarbonat (HCO3-), mengalir bebas melintasi

membran RBC. Hal ini diduga terjadi melalui saluran pertukaran anion. Kation, namun,

seperti natrium (Na+) dan kalium (K+), harus secara aktif diangkut melintasi membran.

Sodium terutama ekstraseluler dan kalium intra- seluler. Red blood cells mempertahankan

homeostasis air dengan mengen- dalikan transportasi kation ini dengan ATP dependent Na+/

K+ pompa. Konsentrasi kalsium (Ca2+) perlu dikontrol juga, karena konsentrasi intraseluler

kelebihan dapat memiliki efek negatif pada RBC bentuk dan fleksibilitas. Hal ini dilakukan

oleh ATP dependent Ca2+ pompa. Bentuk dan volume RBC karena itu tergantung pada ATP,

dengan penipisan yang mengakibatkan kaku dan dehidrasi RBC. Perubahan dalam protein

atau lipid yang berhubungan dengan membran RBC dapat mengakibatkan penurunan

deformabilitas dan permeabilitas dan akhirnya penyerapan dari RBC di limpa (Harmening

and Morrof, 2005).

a. Membran Protein Eritrosit

Membran protein eritrosit merupakan membran phospolipid bilayer asimetris yang

terdiri 10 protein mayor dan 200 protein minor, dengan berat molekul antara 16.000 –

244.000 dalton. Membran protein tediri protein membran integral (glikoporin) dan protein

membran perifer (spektrin).

Page 35: SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN MUHAMMADIYAH …elib.stikesmuhgombong.ac.id/285/1/ARIN DWI ISMAWATI NIM. A01301727.pdf · Arin Dwi Ismawati 1, Bambang Utoyo 2, M.Kep. Ns ABSTRAK ASUHAN

Membran protein eritrosit disokong oleh komplek sitoskleletal spektrin-aktin (Harmening

et al., 2002; Lichtman et al., 2007; Telen, 2009; Buys et al., 2013). Adanya perubahan

komposisi fosfolipid pada eritrosit akan berdam- pak pada bentuk eritrosit dan kemampuan

berubah bentuk, sedangkan peru- bahan pada protein sitoskeletal eritrosit akan

mempengaruhi keutuhan mem- bran ketika menghadapi kondisi tekanan sirkulasi (Bennett

et al., 2007; Girasole et al., 2007).

b. Protein Membran Integral

Protein membran integral terdiri dari glikoprotein dengan glikoprotein utama yaitu

glikoporin yang menyusun 20% dari protein membran total. Glikoporin terdiri dari empat

tipe yaitu A, B, C, D, yang berfungsi untuk membawa antigen eritrosit. Fungsi glikoprotein

tersebut adalah membawa antigen eritrosit dan reseptornya dan membran protein (anion

exchange channel glycoprotein). Lapisan lipid bilayer dan membran integral mem-

pengaruhi stabilitas mekanik dan rigiditas membran (Harmening et al., 2002; Lichtman et

al., 2007; Telen, 2009).

c. Protein Membran Perifer

Protein membran perifer terdiri dari spektrin, ankyrin, protein 4.1, aktin dan membran

(Lihat gambar 1). Spektrin merupakan protein paling banyak pada membran sitoskeleton

eritrosit yaitu 25-30% dari total protein membran dan 75% protein perifer. Spektrin

merupakan molekul fleksibel berbentuk seperti batang yang mengandung dua rantai

polipeptida yaitu rantai α (band 1) dengan berat molekul 240.000 dalton dan rantai β (band

2) dengan berat molekul 225.000 dalton. Fungsi protein-protein ini adalah

mempertahankan keutuhan membran eritrosit, mempertahankan eritrosit dari tekanan

Page 36: SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN MUHAMMADIYAH …elib.stikesmuhgombong.ac.id/285/1/ARIN DWI ISMAWATI NIM. A01301727.pdf · Arin Dwi Ismawati 1, Bambang Utoyo 2, M.Kep. Ns ABSTRAK ASUHAN

sirkulasi, membentuk bikonkaf dan deformitas eritrosit (Har mening et al., 2002; Lichtman

et al., 2007; Telen, 2009).

Gambar 1. Membran eritrosit (Hoffbrand and Moss, 2011).

3. Jenis Darah Transfusi

Beberapa jenis darah transfusi berdasarkan lama waktu penyimpanan darah. Lama simpan

darah adalah sebagai jumlah kalender hari antara hari koleksi unit RBC dan hari transfusi.

Pada pasien dengan multiple transfusi, dengan analisa lama penyimpanan yang digunakan dari

pasien adalah unit darah dengan usia penyimpanan RBC tertua (Gauvin et al., 2010).

a. Darah segar

Darah segar adalah darah yang baru diambil dari donor sampai 6 jam sesudah

pengambilan. Keuntungan pemakaian darah segar ialah faktor pembekuannya masih

lengkap termasuk faktor labil (V dan VIII) dan fung si eritrosit masih relatif baik.

Kerugiannya sulit diperoleh dalam waktu yang tepat karena untuk pemeriksaan golongan,

reaksi silang dan trans- portasi diperlukan waktu lebih dari 4 jam dan risiko penularan

penyakit relatif banyak (Surgenor et al., 2001).

b. Darah Baru

Page 37: SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN MUHAMMADIYAH …elib.stikesmuhgombong.ac.id/285/1/ARIN DWI ISMAWATI NIM. A01301727.pdf · Arin Dwi Ismawati 1, Bambang Utoyo 2, M.Kep. Ns ABSTRAK ASUHAN

Darah baru adalah darah yang disimpan antara 6 jam sampai 6 hari sesudah diambil

dari donor. Faktor pembekuan disini sudah hampir habis, dan juga dapat terjadi

peningkatan kadar kalium, amonia, dan asam laktat (Boediwaseno et al, 2007).

c. Darah Simpan

Darah simpan yaitu darah yang disimpan lebih dari 6 hari. Keun- tungannya mudah

tersedia setiap saat, bahaya penularan lues dan sitome- galovirus hilang, sedangkan

kerugiaannya ialah faktor pembekuan terutama faktor V dan VIII sudah habis.

Kemampuan transportasi oksigen oleh eritrosit menurun yang disebabkan karena afinitas

Hb terhadap oksigen yang tinggi, sehingga oksigen sukar dilepas ke jaringan. Hal ini

disebabkan oleh penurunan kadar 2,3 DPG. Kadar K+, amonia, dan asam laktat tinggi

(Cote and Dsida, 2001).

4. Perubahan Darah Simpan

Darah simpan akan mengalami beberapa perubahan yaitu perubahan mor- fologis,

penurunan ATP, penurunan 2,3 DPG, perubahan sifat mekanik dan terjadi kerusakan

oksidatif.

a. Perubahan Morfologis.

Perubahan morfologi dari bentuk cekung ganda disc normal, RBC rusak selama hari-

hari penyimpanan. Bentuk yang paling penting adalah creno- cytes yaitu eritrosit bulat

dengan spikula, spikula ini sesuai dengan vesikel lipidic yang menonjol dari membran.

Transformasi ini dikaitkan dengan hilangnya permukaan/volume RBC, yang berakibat

terjadinya peningkatan konsentrasi Hb pada sel dengan kerapuhan osmotik. Ada beberapa

bukti bahwa semua perubahan morfologis ini berkorelasi dengan penurunan ATP dari RBC

(Esper et al., 2012).

Page 38: SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN MUHAMMADIYAH …elib.stikesmuhgombong.ac.id/285/1/ARIN DWI ISMAWATI NIM. A01301727.pdf · Arin Dwi Ismawati 1, Bambang Utoyo 2, M.Kep. Ns ABSTRAK ASUHAN

b. Penurunan Adenosine Triphosphate (ATP)

Perubahan biomekanik permukaan RBC dan viskositas sitoplasma ter- jadi setelah

penurunan ATP. Ada korelasi yang rendah antara kadar ATP RBC simpan dan RBC segar,

kecuali bila kadar ATP menurun > 50%. Ketidak konsistenan ini menunjukkan bahwa pada

kadar ATP yang sangat tinggi tidak memiliki dampak pada RBC hidup pasca transfusi.

Meskipun penurunan ATP tidak menjelaskan tentang kerusakan membran, penipisan ATP

meningkatkan kadar mediator sekunder seperti kalsium intraseluler, fosforilasi protein

kinase dan membran yang menjaga integritas membran sel. Analisis fosfolipid

menunjukkan perubahan keseimbangan fosforilasi/ dephosphorilation di RBC selama

minggu kedua dan ketiga penyimpanan. Peningkatan bentuk phosphorilated dari

phosphoinositol-4-phosphate, di- sertai dengan munculnya crenocytes, ini menunjukkan

hubungan antara dephosphorilation dan perubahan morfologi RBC. Ketika RBC

disimpan

dalam aditif, konsentrasi ATP tetap meningkat diawal penyimpanan, pun- caknya sekitar 2

minggu, kemudian secara bertahap menurun hingga dibawah 50% pada minggu ke 6 dari

penyimpanan. Oksidasi glukosa anae- robic (glikolisis) merupakan satu-satunya sumber

energi bagi RBC. Lang kah-langkah awal dari proses ini memerlukan ATP dan tidak dapat

dilan jutkan ketika ATP habis. Hilangnya ATP juga dapat mengurangi kemam puan

transfusi RBC untuk efek mediasi nitrite oxide (NO) vasodilatasi arte- roil dalam merespon

hipoksia. Membran dan komponen sitoplasma me-

miliki dampak morfologi dan deformabilitas RBC selama penyimpanan. Modifikasi ini

mengurangi waktu paruh RBC pasca transfusi. Perubahan bi- omedik RBC adalah dari

perubahan lipidic bilayer, protein dan sitoskeleton. Interaksi antara 3 komponen

Page 39: SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN MUHAMMADIYAH …elib.stikesmuhgombong.ac.id/285/1/ARIN DWI ISMAWATI NIM. A01301727.pdf · Arin Dwi Ismawati 1, Bambang Utoyo 2, M.Kep. Ns ABSTRAK ASUHAN

mendukung pembentukan 20 sampai 80 vesikel nm, yang dapat dideteksi pada minggu

kedua penyimpanan. Kerusakan oksidatif adalah hal lain mekanisme penting kerusakan

RBC, dampak bio-

mekanik dengan merusak membran fosfolipid dan spektrin memberikan kontribusi

pembentukan schistocytes dan spherocytes, kerapuhan osmotik (Alizadehrad et al., 2012).

c. Penurunan 2,3 Diphosphoglycerate (2,3 DPG).

Penurunan 2,3 DPG selama penyimpanan memproduksi RBC dengan efikasi dan

efektifitas rendah untuk meningkatkan oksigenasi dalam jaring- an. Deplesi 2,3 DPG

terbesar terjadi pada hari ketujuh penyimpanan. Dalam kondisi normal nilai 2,3 DPG

untuk intraseluler eritrosit adalah sekitar 4,5 mmol/L. Setelah 24 jam penyimpanan, nilai

ini turun menjadi sekitar 3,0-3,5 mmol/L, dan seluruh 2,3 DPG habis setelah dua minggu.

Penurunan 2,3 DPG memiliki konsekuensi untuk kapasitas pembawa oksigen dari sel-sel

ini, afinitas oksigen (O2) sangat meningkat untuk setiap tekanan parsial tertentu O2

(pergeseran kiri besar kurva disosiasi oksigen).

Red blood cells dengan kadar 2,3 DPG rendah membawa O2, tetapi tidak melepaskan

O2 setelah berada di jaringan. Mengingat bahwa ada peningkatan kapasitas mengikat O2,

ekstraksi oksigen terganggu, jika seseorang memiliki volume sirkulasi seluruhnya terdiri

dari PRC simpan, seluruh ekstraksi O2 tubuh akan kurang dari 25%, dan saturasi vena akan

tinggi. Kadar 2,3 DPG menurun dengan cepat selama minggu pertama penyimpanan, turun

ke kadar tidak terdeteksi pada akhir minggu. Hilang- nya 2,3 DPG menyebabkan pelepasan

O2 RBC simpan ke jaringan kurang mudah daripada sel normal. Faktor - faktor yang

mengontrol konsentrasi 2,3 DPG dalam RBC adalah keseimbangan antara kadar sintesis

oleh 2,3 diphσspho glycerate mutase laju degradasi oleh 2,3-diphospho glycerate fosfatase,

Page 40: SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN MUHAMMADIYAH …elib.stikesmuhgombong.ac.id/285/1/ARIN DWI ISMAWATI NIM. A01301727.pdf · Arin Dwi Ismawati 1, Bambang Utoyo 2, M.Kep. Ns ABSTRAK ASUHAN

dan pH di atas 7,0. Sintesis 2,3 DPG pada pH dibawah 7,0 terjadi deposisi, pH larutan

pengawet dapat bervariasi antara 7,0-8,0, tetapi pH optimum 7,6.

Faktor-faktor yang dapat membantu untuk meningkatkan konsentrasi 2,3

DPG adalah :

i. Penambahan asam nikotinat dalam media pengawet untuk RBC me- ningkatkan

konsentrasi 2,3 DPG, mengurangi hemolisis dan membantu mempertahankan pH yang

lebih tinggi.

ii. Penambahan kadar optimal asam askorbat secara signifikan meningkat- kan

konsentrasi 2,3 DPG harus optimal, karena di atas konsentrasi tertentu itu ATP

berkurang dan meningkatkan hemolisis. Konsentrasi asam askorbat yang digunakan

bervariasi, sebaiknya dikisaran 3 sam- pai 5 mg / dl suspensi RBC. Namun konsentrasi

asam askorbat yang optimum dengan efek hemolitik minimum dan efek

menguntungkan adalah konsentrasi 4.0 mg/dl suspensi RBC.

iii. Penambahan asam nikotinat juga menurunkan efek pencucian yang keluar dari diethyl

hexyl phtalate (DEHP) plasticizer digunakan dalam kantong poly vynil chlorida (PVC)

ke media penyimpanan RBC. Hal ini penting karena DEHP pada kadar rendah

menyebabkan penurunan kadar vitamin yang larut dalam lemak (A, D dan E) dan

penghambatan membran terikat Na+K+ATPase. Konsentrasi asam nikotinat yang digu-

nakan dalam antikoagulan bervariasi, sebaiknya di kisaran 5 sampai 8 mg/dl suspensi

RBC, konsentrasi optimum 6,8 mg/dl suspensi RBC.

iv. Pemberian kedua asam nikotinat dan asam askorbat memiliki efek aditif, dengan efek

lebih menguntungkan daripada efek masing-masing bila ditambahkan secara terpisah

(Chandrasekhar et al., 2004).

Page 41: SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN MUHAMMADIYAH …elib.stikesmuhgombong.ac.id/285/1/ARIN DWI ISMAWATI NIM. A01301727.pdf · Arin Dwi Ismawati 1, Bambang Utoyo 2, M.Kep. Ns ABSTRAK ASUHAN

d. Perubahan Sifat Mekanik

Selama penyimpanan, beberapa perubahan bentuk RBC dari disk cekung ganda berubah

menjadi echinocytes dan spheroechinocytes jumlah yang spherocytes ireversibel cacat

dalam populasi RBC simpan berangsur-angsur meningkat sepanjang durasi penyimpanan.

Red blood cells secara bertahap kehilangan "deformabilitas" mereka selama penyimpanan.

Haemoglobin berisi empat ion besi, satu ion pada masing-masing empat subunit yang

terkoordinasi dalam cincin porfirin. Untuk memenuhi fungsi fisiologis utama, setiap

molekul deoxyHb mengikat empat molekul O2. Sebagian kecil dari oxyHb secara spontan

melakukan autooksidasi untuk membentuk ferric methaemoglobin (metHb) dan anion

superoksida. Dalam sirkulasi ferric metHb direduksi menjadi ferrous Hb oleh nicotinamide

adenosine dinucleotide hidrogen (NADH), reaksi ini akan diperlambat pada penyim panan

RBC di refrigerator dan pembentukan metHb semakin besar dengan partially oxygenated

Hb (Yoshida and Shevkoplyas, 2010).

e. Kerusakan Oksidatif

Mekanisme kerusakan oksidatif dikeluarkan oleh RBC yang disim- pan. Kerusakan

oksidatif lipid dan protein oksidasi/peroksidasi disebab- kan oleh reactive oxygen

species (ROS), seperti hidroksil, peroksidase dan radikal alkoxyl merupakan salah satu

faktor utama yang berkontri- busi terhadap perkembangan lesi penyimpanan. Red

blood cells mengan dung campuran yang sangat reaktif terhadap besi (Hb) dan oksigen

(terlarut dalam sitosol dan terikat Hb). Namun, reaksi ini terhambat sedangkan

pembentukan metHb ditingkatkan untuk RBC simpan dengan sebagian O2 Hb atom

besi pada Hb harus dipertahankan dalam keadaan reversibel untuk mengikat O2. In

vivo, besi pada Hb dilindungi dari oksidasi RBC, tetapi ketika sel dikeluarkan dari

Page 42: SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN MUHAMMADIYAH …elib.stikesmuhgombong.ac.id/285/1/ARIN DWI ISMAWATI NIM. A01301727.pdf · Arin Dwi Ismawati 1, Bambang Utoyo 2, M.Kep. Ns ABSTRAK ASUHAN

tubuh, dan disimpan dalam kondisi dingin, mekanisme perlindungan terhadap RBC

kehila ngan efisiensi dan Hb menjadi rentan terhadap oksidasi. Lesi penyimpanan

RBC sebagai "semua hal-hal buruk" yang terjadi pada RBC dalam perjalanan

kelangsungan hidup RBC ketika RBC kembali ke sirkulasi. Lesi penyimpanan RBC

meliputi:

i. Penurunan ATP RBC dan 2,3 DPG

ii. Pengurangan deformabilitas terkait dengan hilangnya konstituen

membran dan Hb.

iii. Akumulasi zat bioreaktif yang dilepaskan dari leukosit terutama pada non

leucoreduction RBC (Gulliksson et al., 2009).

Di beberapa negara, WB disimpan semalam pada suhu kamar sebelum pemisahan

komponen darah, terutama untuk alasan logistik. Penyimpanan berkepanjangan umumnya

dilakukan pada suhu kamar dan terutama pemenuhan kebutuhan untuk trombosit yang akan

digunakan untuk persiapan unit trombosit BC reduction. Konsekuensi penyimpanan akan

terjadi peningkatan produksi laktat dari glukosa oleh glikolisis RBC dan penurunan

minimal dalam pH yaitu sekitar 0,1 satuan dibandingkan dengan kadar WB yang diproses

dalam waktu 8 jam dan kemudian disimpan di 2-6 oC. Penurunan minimal ini tampaknya

memiliki dampak yang signifikan pada metabolisme RBC yang dapat dilihat selama

beberapa minggu. Dalam RBC, 2,3-DPG umumnya hilang selama 2 minggu pertama

penyimpanan. Tingkat sintesis 2,3 DPG dikaitkan dengan pH RBC intraseluler dengan

pada kadar pH di bawah 7,2. Sintesis 2,3 DPG dikaitkan dengan hilangnya ATP. Dalam

situasi sebaliknya, ketika tingkat sintesis 2,3 DPG berkurang, sintesis kadar ATP dengan

kadar lebih tinggi. Peningkatan kadar ATP, mencerminkan peningkatan pasokan energi

Page 43: SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN MUHAMMADIYAH …elib.stikesmuhgombong.ac.id/285/1/ARIN DWI ISMAWATI NIM. A01301727.pdf · Arin Dwi Ismawati 1, Bambang Utoyo 2, M.Kep. Ns ABSTRAK ASUHAN

dan pemeliharaan yang lebih baik dari penurunan K+. 2,3 DPG intraseluler dikaitkan

dengan pergeseran ke kiri kurva disosiasi oksigen dan dengan peningkatan afinitas O2 dan

mungkin pasokan O2 kurang efektif ke jaringan. Setelah transfusi, RBC dengan kadar 2,3

DPG rendah umumnya akan normal kembali dalam bebe- rapa hari (Gulliksson et al.,

2009). Hasil review LDH isoenzyme (1999) menyatakan bahwa pemulihan 2,3 DPG setelah

kadarnya menurun membutuhkan waktu 12-48 jam dan disimpulkan bahwa sementara

beberapa bank darah menganjurkan penggunaan darah segar untuk pasien dengan transfusi

masiv untuk mencegah penurunan kadar 2,3 DPG pasca transfusi. Ada sedikit bukti yang

mendukung bahwa terjadi gangguan oksigenasi jaringan. Aditif RBC dapat

mempertahankan kadar 2,3 DPG dengan lebih baik. Solusi alkali baru dengan tujuan untuk

mempertahankan kadar 2,3 DPG dan ATP selama penyimpanan belum diketahui apakah

aditif tersebut memiliki efek menguntungkan yang sama setelah unit RBC dibuat dari WB

dengan penyimpanan semalam. Penelitian lebih lanjut tentang aditif tersebut dan mungkin

modifikasi komposisi dapat memperbaiki situasi untuk masa depan dan memungkinkan

penyimpanan WB semalam dengan memper tahankan kadar 2,3 DPG dan kadar ATP.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa penyimpanan semalam WB sebelum penyusunan

komponen darah umumnya terkait dengan peningkatan secara signifikan kadar ATP dan

menurunnya kadar ekstraseluler K+, 2,3 DPG dan pH pada RBC aditif SAGM solusi aditif

dibandingkan dengan RBC yang dipersiapkan dalam waktu 8 jam.

f. Bentuk RBC dan Rheologi

Protein membran yang rusak menyebabkan fungsinya sebagai pompa mulai gagal,

sehingga eritrosit mulai membengkak dan lebih bulat atau setengah bola. Red blood cells

berubah bentuk menjadi spheroechinocytes, dengan banyak tonjolan non deformable dari

Page 44: SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN MUHAMMADIYAH …elib.stikesmuhgombong.ac.id/285/1/ARIN DWI ISMAWATI NIM. A01301727.pdf · Arin Dwi Ismawati 1, Bambang Utoyo 2, M.Kep. Ns ABSTRAK ASUHAN

membran sel mencuat ke segala arah. Beberapa studi mengenai morfologi RBC berikut

cold storage telah menyimpulkan bahwa kegagalan pompa ion menyebabkan penurunan

deformabilitas eritrosit yang menyebabkan menurunnya aliran mikro- vaskular.

g. Perubahan Mikrosirkulasi akibat Transfusi PRC Simpan.

Cacat rheologi spheroechonocytes dapat memperlambat aliran kapiler yang

menyebabkan defisit pengiriman O2 sistemik, yang dirasakan sebagian besar pada jaringan

otak dan ginjal. Sebuah studi dari mikrovaskuler perfusi yang membandingkan darah

simpan dan darah segar menunjukkan bahwa RBC simpan mengurangi aliran

mikrovaskular dan kepadatan kapiler fungsional sebesar 63% dan 54% masing-masing.

h. Red Blood Cells Membran Vesikulasi.

Fenomena ini merupakan konsekuensi dari kegagalan protein transmem- bran, dan

terjadi peningkatan respon inflamasi pada RBC. Red blood cells pada PRC simpan lebih

mudah rusak dan kehilangan elastisitasnya. Sel-sel itu akan sulit melewati kapiler di

mikrosirkulasi. Red blood cells dengan bentuk abnormal akan dihancurkan dalam sistem

retikuloendotelial dan selanjutnya terjadi hemolisis.

i. Hemolisis dan Pelepasan Free Hemoglobin

Penghancuran RBC baik dalam kantong darah dan dalam aliran darah tertentu

menyebabkan hiperbilirubinemia ringan. Free Hb yang dilepaskan dalam sirkulasi

merupakan oksida nitrat yang sangat baik. Reaksi ini terjadi secara singkat pada bagian

metabolisme nitric oxide (NO) dan clearance.

j. Akumulasi Produk Samping Metabolisme.

Page 45: SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN MUHAMMADIYAH …elib.stikesmuhgombong.ac.id/285/1/ARIN DWI ISMAWATI NIM. A01301727.pdf · Arin Dwi Ismawati 1, Bambang Utoyo 2, M.Kep. Ns ABSTRAK ASUHAN

Peningkatan K+ dan laktat dalam kantong darah akan menyebabkan meningkatnya

keasaman pada kantong darah yang disimpan 42 hari. Hiperkalemia dan asidosis laktat

dapat terjadi akibat terlalu banyak transfusi simpan ( Cote and Dsida, 2001).

5. Citrate Phosphat Dextrose (CPD)

Lee pada tahun 1913 memperkenalkan sitrat sebagai antikoagulan untuk darah manusia.

Rous dan Turner tahun 1915 mengenalkan bahwa glukosa memperlambat hemolisis suspensi

RBC dalam saline, darah tersebut dapat disimpan dalam 4 minggu. Loutit and Mollison

memperkenalkan antikoagulan acid citrate dextrose (ACD) dengan desain penggunaan rasio

1:4 kemudian 1:7 dalam WB. Suasana asam pada solution dengan pH 5,5 mencegah

karamelisasi pada pemanasan glukosa. Acid citrate dextrose steril dalam WB atau PRC bisa

mengurangi hemolisis dalam waktu 3 minggu. Penambahan antikoagulan pada WB

mengurangi fosfat difus pada darah simpan meninggalkan fosfat intraseluler lebih banyak

sebagai substrat pembentukan ATP. Penambahan fosfat pada ACD yaitu berupa CPD, CPD

lebih baik daripada ACD saja dan mengurangi hemolisis. Citrate phosphat dextrose

ditetapkan untuk penyim panan WB selama 4 minggu (Hillyer et al., 2007).

6. Saline Adenine Glucose Manitol (SAGM)

Rous dan Turner mengembangkan sitrat pertama dan campuran glukosa untuk menyimpan

RBC kelinci (Rous dan Turner, 1916) dan Robertson menggunakann dalam bank darah

pertama di Perancis selama Perang Dunia I (Robertson, 1918). Dimasukkannya fosfat di tahun

1950-an dan 1970-an adenine sebagai solusi aditif, yang memperpanjang masa simpan dan

meningkatkan kualitas penyimpanan RBC (Hess, 2006). Di sisi lain, pH menurun 5,8

sterilisasi sitrat dan glukosa (Acid Citrate Dextrose) solusi, memungkinkan penyimpanan

RBC hingga 21 hari (Loutit dan Mollison, 1943). Perkembangan selanjutnya aditif ditandai

Page 46: SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN MUHAMMADIYAH …elib.stikesmuhgombong.ac.id/285/1/ARIN DWI ISMAWATI NIM. A01301727.pdf · Arin Dwi Ismawati 1, Bambang Utoyo 2, M.Kep. Ns ABSTRAK ASUHAN

dengan penambahan natrium fosfat ke ACD dan CPD yang mengurangi kebocoran fosfat dari

RBC yang disimpan dengan mengurangi gradien konsentrasi fosfat antara sitosol dan

supernatan dengan waktu simpan darah 28 hari. Solusi aditif berikutnya ditambahkan ke RBC

simpan untuk memberikan tambahan volume dan nutrisi untuk penyimpanan lebih lama.

Solusi aditif pertama adalah SAG, dinamai konstituennya, garam, adenin dan glukosa,

penurunan hematokrit penyimpanan dan viskositas sekitar 55%, namun variabilitas biologis

yang tinggi hemolisis masih menghambat perpanjangan umur simpan RBC berkonsentrasi

lebih dari 5 minggu, setidaknya sampai diperkenalkannya manitol (scavinger radikal bebas

dan membran stabilizer) oleh Hogman et al. (1978). Solusi aditif yang mengandung 30 mM

manitol mengurangi hemolisis dan lebih meningkatkan osmolaritas larutan ( Hess et al.,

2009).

Solusi SAGM, merupakan solusi aditif standar yang digunakan di Eropa, sementara AS-1

dan AS-5 (banyak digunakan di Amerika Serikat) adalah dua varian SAGM yang berbeda

dalam konsentrasi garam, gula dan mannitol. AS-3 adalah solusi aditif ketiga yang dilisensi

di Amerika Serikat, digunakan secara eksklusif di Kanada (Hess, 2006). Sitrat dan manitol

berfungsi membran pelindung yang sama seperti AS-3 dan SAGM, masing-masing sebagai

ion kedap yang menyeimbangkan tekanan osmotik eritrosit ion-permeable (Jarvis et al.,

2003). Perbedaan utama lainnya adalah bahwa AS-3 solusi aditif dengan dekstrosa lebih

tinggi dari antikoagulan CPD utama, yang disebut CP2D (D’Alexandro, 2012).

Dalam penyimpanan donor PRC dengan adanya fosfat dan adenin yang memungkinkan

untuk jangka waktu penyimpanan lebih lama dari unit whole blood. Kemajuan ini mendorong

adanya solusi aditif yang tidak hanya akan memperpanjang masa penyimpanan tetapi juga

menjaga kualitas konsentrat PRC selama penyimpanan, pengembangan solusi pengawet yang

Page 47: SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN MUHAMMADIYAH …elib.stikesmuhgombong.ac.id/285/1/ARIN DWI ISMAWATI NIM. A01301727.pdf · Arin Dwi Ismawati 1, Bambang Utoyo 2, M.Kep. Ns ABSTRAK ASUHAN

mengandung garam, adenin, glukosa, manitol (SAGM) yang ditambahkan ke dalam eritrosit,

meningkatkan masa penyimpanan konsentrat RBC menjadi 42 hari bila disimpan pada 1°C

sampai 6°C. Penambahan garam dan manitol menurunkan kadar hemolisis, dan glukosa

menyediakan jalur substrat energi sementara adenin mempertahankan kadar ATP

(D’Allesandro et al., 2010). Manitol sebagai antioksidan terhadap ROS yang diproduksi oleh

sel aerob sebagai produk proses metabolik seperti respirasi mitokondria. Bila terjadi ketidak

seimbangan antioksidan dan terbentuk free radical yang berlebihan stress oksidasi meningkat

seiring dengan meningkatnya waktu, yang menyebabkan menumpuknya produk oksidasi

seperti lipid, asam nukleat, protein, gula dan sterol yang menyebabkan disfungi sel.

Meningkatnya umur RBC, volume berkurang, meningkatnya densitas, terutama bagian kedua

lifespan yang berkaitan dengan hilangnya kolesterol dan phospholipid dan menurunnya secara

linier membran RBC dan membentuk lipid peroksidase. Manitol menyebabkan menurunnya

lipid peroksidase sebagai antioksidan yang memberikan elektron pada membran RBC yang

sudah diambil oleh ROS ((Mignotte dan Vayssiere, 1998; Mayes, 2003).

7. Packed Red Cells Citrate Phosphat Dextrose Saline Adenine Glucose Manitol Leukocyte

Reduced (PRC CDP SAGM LR).

Packed red cells CDP SAGM adalah konsentrat yang dipersiapkan 480 ml WB yang

diambil dalam 70 ml antikoagulan CPD. Pada unit ini plasma direduksi dengan sentrifugasi,

platelet direduksi dengan sentrifugasi dan flitrasi. Red Blood Cells di resuspensi dalam 110

nutrien SAGM. Antikoagulan CPD mengandung citrate acid 3.27 g/L, dan sodium citrate.

Manitol sebagai penstabil membran dan dekstrosa diperlukan untuk metabolisme RBC yang

disimpan. Red blood cells SAGM LR yang dikumpulkan dari dua sistem fil- trasi yang

berbeda yaitu WB filtrasi atau BC ekstraksi. Dalam sistem WB, RBC LR yang diperoleh dari

Page 48: SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN MUHAMMADIYAH …elib.stikesmuhgombong.ac.id/285/1/ARIN DWI ISMAWATI NIM. A01301727.pdf · Arin Dwi Ismawati 1, Bambang Utoyo 2, M.Kep. Ns ABSTRAK ASUHAN

sentrifugasi CPD WB untuk memisahkan RBC dari plasma. Leukoreduction dengan

penyaringan yang dilakukan sebelum sentrifugasi. Dalam sistem ekstraksi, RBCLR yang

berasal dari WB di- kumpulkan dalam CPD kemudian disentrifugasi kemudian plasma dan

BC dihilangkan. Red blood cells LR kemudian dimasukkan dalam larutan nutrisi SAGM,

RBC tersebut memiliki jumlah WBC kurang dari 5x106 / unit. Red blood cells SAGMLR

memiliki periode penyimpanan tidak melebihi 42 hari pada 1- 6°C, dengan perkiraan volume

dari unit 240-340 ml (Bruger et al., 2011).

Kemampuan RBC meningkatkan kapasitas pembawa O2 darah dengan meningkatkan

sirkulasi RBC. Antikoagulan CPD 327 mg asam sitrat, Natrium sitrat 2,63 g asam fosfat

sodium 251 mg, dextrose 2,55 g air untuk injeksi volume maksimum 100 mL. Saline Adenine

Glucose Manitol aditif berisi natrium klorida 877 mg, dextrose 900 mg, adenin 16,9 mg,

manitol 525 mg dan air untuk injeksi volume maksimum 100 mL.

a. Indikasi

Bila mungkin, anemia harus ditangani dengan tepat, terdapat beberapa terapi anemia

antara lain nondarah (misalnya, besi, vitamin B12, asam folat atau eritropoietin

rekombinan); transfusi RBC hanya boleh digunakan untuk mengobati anemia pada terapi

non darah gagal untuk memberikan hasil yang diinginkan dan pengobatan tetap

diperlukan. Saline adenine glucose manitol RBC LR juga dapat digunakan bila

diperlukan oksigenasi yang baik, memerlukan terapi yang lebih spesifik. Produk RBC

dapat digunakan untuk transfusi tukar oleh teknik manual atau otomatis

erythrocytapheresis atau mengembalikan oksigenasi yang baik pada perdarahan profuse.

Pada penggunaan transfusi tukar pada neonatus lebih baik menggunakan Red Blood Cells

Leucoreduction (RBC LR) berusia kurang dari tujuh hari.

Page 49: SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN MUHAMMADIYAH …elib.stikesmuhgombong.ac.id/285/1/ARIN DWI ISMAWATI NIM. A01301727.pdf · Arin Dwi Ismawati 1, Bambang Utoyo 2, M.Kep. Ns ABSTRAK ASUHAN

b. Kontra Indikasi

Jangan menggunakan RBC SAGM LR apabila anemia yang dapat dikoreksi dengan

medikasi. Hipovolemia tertentu tanpa deficit RBC yang signifikan harus dikelola dengan

larutan koloid, seperti albumin atau larutan kristaloid dan tidak dengan RBC SAGM LR.

c. Efek Samping dan Bahaya

Meliputi infeksi penularan penyakit, bakteremia atau endotoksemia, reaksi transfusi

hemolitik dan graft-versus-host-disease. Efek samping dan bahaya yang dapat terjadi

setelah transfusi RBC SAGM LR adalah reaksi hemolitik immediate maupun yang

delayed (AABB, 2010).

8. Citrate Phosphat Dextrose Adenine1 (CPDA1)

Citrate Phosphate Dextrose Adenine1 adalah pengawet antikoagulan darah disimpan pada

1- 6°C. Sitrat adalah antikoagulan, fosfat berfungsi sebagai bufer, dan dekstrosa merupakan

sumber energi RBC. Penambahan adenin untuk solusi CPD memungkinkan RBC untuk

resintesis ATP, yang mem perpanjang waktu penyimpanan 21-35 hari, akibatnya RBC atau

WB dapat disimpan selama 35 hari bila disimpan dalam CPDA1.

Tabel 1. Konsentrasi Additive SolutionSolution Periode

(Hari)Konsentrasi aditif(per 100 ml)

Performa

CPD-WB 21 Sodium citrate-2.63 gCitrate acid 0.200 gDextrose 2.55gMonobasic sodium biphosphate0.222 g

Mencegah penggumpalandarah.Sumber nutrisi untukRBC.Pengatur pH.

CPDA1-WB

35 Sodium citrate-2.63 gCitrate acid 0.200 gDextrose 2.9 gMonobasic sodium biphosphate0.222 gAdenine 0.0275

Mencegah penggumpal-an darah.Sumber nutrisi untukRBC.Pengatur pH.Menjaga jumlah ATPdalam RBC.

SAGM- 4 Dextrose 0.900 g Sumber nutrisi utk RBC.

Page 50: SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN MUHAMMADIYAH …elib.stikesmuhgombong.ac.id/285/1/ARIN DWI ISMAWATI NIM. A01301727.pdf · Arin Dwi Ismawati 1, Bambang Utoyo 2, M.Kep. Ns ABSTRAK ASUHAN

RBC Sodium Chloride 0.77 gAdenine 0.0169 gManitol 0.525 g

Mengatur tekanan osmo-tik.Menjaga jumlah ATPRBC.Menjaga integritas RBC(mencegah hemolisis)

(Hillyer et al., 2007)

9. Hemolisis

Hemolisis adalah parameter yang sangat penting untuk menilai kualitas RBC yang

disimpan. Penilaian pengaruh lama penyimpanan terhadap kejadian hemolisis RBC, dapat

disimpulkan bahwa ada peningkatan persentase hemo- lisis dengan penyimpanan, terlepas

dari aditif yang digunakan. Hemolisis RBC yang terjadi selama pengolahan komponen dan

penyimpanan unit RBC memiliki implikasi klinis yang serius bagi pasien yang ditransfusi.

Mendeteksi hemolisis berlebihan penting untuk meminimalkan transfusi terkontaminasi

bakteri dalam unit RBC. Kalium tinggi dan Hb bebas itu sendiri dapat menyebabkan

komplikasi yang signifikan pada beberapa pasien. Hemolisis dalam komponen darah

merupakan indikator penting dari integritas selular dan parameter kualitas. Kadar hemolisis

dapat diperkirakan dengan penilaian visual, tes spektrofotometri dan metode photometri

(Makro et al., 2011).

Pada sebagian bank darah, pemeriksaan visual dari segmen tabung sampel dan unit darah

digunakan sebagai metode cepat dan mudah untuk mendeteksi hemolisis dalam satuan darah.

Hemolisis karena kerusakan RBC sangat penting untuk laboratorium karena dapat

mempengaruhi hasil laboratorium. Hal ini dapat bervariasi dari satu tes ke tes lain tergantung

pada reagen digunakan. Hemolisis dapat terjadi in vivo (pada pasien), karena berbagai kondisi

medis, termasuk reaksi antigen-antibodi atau anemia hemolitik (Makroo et al., 2011).

Hemolisis dapat terjadi selama pengumpulan darah in vitro karena pena- nganan yang

tidak tepat, transportasi, dan penyimpanan. Jumlah hemolisis yang dapat mempengaruhi hasil

Page 51: SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN MUHAMMADIYAH …elib.stikesmuhgombong.ac.id/285/1/ARIN DWI ISMAWATI NIM. A01301727.pdf · Arin Dwi Ismawati 1, Bambang Utoyo 2, M.Kep. Ns ABSTRAK ASUHAN

pemeriksaan tergantung pemeriksaan yang dilakukan. Secara umum sedikit hemolisis

memiliki pengaruh yang kecil pada kebanyakan pemeriksaan, namun dapat menyebabkan

peningkatan hasil pemeriksaan untuk parameter tertentu seperti K+ dan LDH. Sampel terlalu

hemolisis dapat mempengaruhi hasil banyak tes (Lippi et al., 2008).

10. Diethyl Hexyl Phthalate (DEHP) - Polyvinil Chloride (PVC)

Kantong PVC dengan DEHP adalah wadah penyimpanan darah donor standar. Kantong

DEHP mengurangi hemolisis empat kali lipat selama penyimpanan dengan interkalasi ke

membran RBC, dan akan memperpanjang waktu simpan darah 6 minggu sesudah

pengambilan darah. Ketika donor memberikan darah berupa WB, awalnya disimpan di

kantong DEHP PVC plasticized, kemudian dipisahkan dengan sentrifugasi dan dipisahkan

menjadi komponen PRC dan plasma kaya trombosit. Packed red cells yang disimpan di

kantong DEHP PVC dan Platelet rich plasma (PRP) disimpan dalam kantong poliolefin atau

PVC tris (2-ethylhexyl) trimellitate (TETM). Packed red cells biasanya disimpan segar di

refrigerator pada suhu berkisar antara 1° - 6°C dan waktu simpan 35 - 42 hari (AABB,

2010).

11. Laktat Dehidrogenase

Laktat dehidrogenase mengkatalisis reduksi reversible piruvat menjadi

laktat oleh nicotinamide adenine dinucleotide (NADH). Enzim LDH terdiri dari sub unit H

(hati) dan M (otot). Di dalam sub unit RBC, subunit dominan adalah LDH-H (Clevenger and

Kelleher, 2013). Peningkatan aktivitas enzim LDH terkait dengan perubahan permeabilitas

sel, kerapuhan membran eritrosit oleh karena penyimpanan yang lama dan mencerminkan

penurunan kon- sentrasi ATP dalam eritrosit (Lateef, 2011).

Page 52: SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN MUHAMMADIYAH …elib.stikesmuhgombong.ac.id/285/1/ARIN DWI ISMAWATI NIM. A01301727.pdf · Arin Dwi Ismawati 1, Bambang Utoyo 2, M.Kep. Ns ABSTRAK ASUHAN

Terdapat bebrapa obat tertentu yang dapat mengganggu tes LDH yang akurat. Vitamin C

(asam askorbat) dalam jumlah besar dapat menurunkan kadar LDH, selain itu alkohol,

anestesi, aspirin, fluorida, mitramisin, dan procainamide dapat meningkatkan kadar LDH.

Olahraga berat juga dapat meningkatkan kadar LDH. Kekurangan LDH mengakibatkan tubuh

memecah glukosa untuk digunakan sebagai energi dalam sel, terutama sel-sel otot. Laktat

dehidrogenase adalah enzim hidrogen yang mengkatalisa oksidasi L laktat menjadi piruvat

dengan mediasi nicotinamide adenine dinucleotide (NAD) sebagai aseptor hidrogen (Burtis,

2011).

Gambar 2. Reaksi LDH ( Burtis, 2011)

Reaksi reversibel dan reaksi equilibrium reduksi piruvat menjadi laktat (PL) atau reaksi

sebaliknya (LP). pH optimal untuk reaksi laktat menjadi piruvat (LP) adalah 8,8 sampai

9,8 dan assay campuran dioptimalkan untuk LD-1 pada 370C, mengandung NAD+, 9 mmol/L,

dan l-laktat, 80 mmol/L. Untuk assay PL pada 370C, pH optimal 7,4-7,8 NADH 300

umol/L dan piruvat 0,85 mmol/L. pH optimal bervariasi tergantung temperatur, konsen- trasi

substrat dan buffer (Anonim, 2013).

Laktat dehidrogenase pada darah simpan, deoxyHb mengikat domain sitosol band 3,

sehingga memicu pemisahan kelompok enzim glikolitik (termasuk gliseraldehida 3 - fosfat

dehidrogenase, fosfofruktokinase dan aldo - lase yang mengikat langsung ke N-terminal band

3, piruvat kinase (PK) dan LDH (Lewis et al., 2009). Pemindahan enzim glikolitik dari

Page 53: SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN MUHAMMADIYAH …elib.stikesmuhgombong.ac.id/285/1/ARIN DWI ISMAWATI NIM. A01301727.pdf · Arin Dwi Ismawati 1, Bambang Utoyo 2, M.Kep. Ns ABSTRAK ASUHAN

membran ke sitosol sesuai dengan peningkatan aktivitas enzim glikolitik, menghasilkan fluks

glikolitik dan menurunkan pH sitosol. Secara paralel, pH menurun memiliki umpan balik

negatif pada aktivitas enzim (D'Alessandro et al., 2010).

a. Pengaruh peningkatan LDH

Laktat dehidrogenase terdistribusi luas pada seluruh jaringan, peningkatan kadar LDH

serum terjadi bervariasi pada kondisi klinis seperti infark miokard, hemolisis, gangguan

hati, ginjal, paru dan otot. Hemolisis, jika cukup berat menghasilkan pola isoenzim serupa

pada infark miokard. Anemia megaloblastik terjadi akibat defisiensi folat dan vitamin B12,

menyebabkan sel precursor eritrosit pada pemecahan sumsum tulang (eritropoesis

inefektif), melepaskan sejumlah besar isoenzim LDH 1 dan LDH 2. Peningkatan aktivitas

total LDH dalam serum yang ditandai dengan peningkatan aktivitas total LDH dalam

serum sampai 50 kali diobservasi pada anemia megaloblastik, dan kembali normal dengan

cepat setelah terapi yang sesuai (Burtis, 2011).

Peningkatan aktivitas LDH terjadi pada penyakit hati, tetapi peningkatan tidak sebesar

pada peningkatan aktivitas aminotransferase. Peningkatan setinggi 10 kali nilai rujukan

terdapat pada jaundice hepatitis toksik. Nilai yang sedikit rendah diobservasi pada

hepatitis virus dan mononukleosis infeksiosa. Aktifitas LDH normal atau lebih dari 2 kali

batas nilai rujukan atas pada sirosis pada obstructive jaundice (Burtis, 2011).

b. Metode untuk menentukan aktifitas LDH.

Metode rutin untuk menentukan aktifitas LDH yaitu forward (L P) dan reverse

(PL). Dalam dekade terakhir ada perubahan yang sig- nifikan dari PL daripada LP.

Metode LP dimonitor berkelanjutan dengan metode referensi, dioptimalkan untuk LDH

1, menggunakan standar International Federation of Clinical Chemistry (IFCC) Committee

Page 54: SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN MUHAMMADIYAH …elib.stikesmuhgombong.ac.id/285/1/ARIN DWI ISMAWATI NIM. A01301727.pdf · Arin Dwi Ismawati 1, Bambang Utoyo 2, M.Kep. Ns ABSTRAK ASUHAN

pada enzim. Metode ini sebagai basis berkembangnya prosedur referensi IFCC untuk

LDH pada 370C. Serum lebih disukai sebagai spesimen untuk pengukuran aktifitas LDH.

Sampel plasma yang mengandung trombosit mempunyai kandungan LDH. Serum

seharusnya dipisahkan dari clot sesegera mungkin sesudah spesimen didapat. Serum

hemolisis sebaiknya tidak digunakan sebab eritrosit mengandung 150 kali aktifitas LDH

(khususnya LDH 1 dan LDH 2) dibandingkan serum. Perbedaan isoenzim bervariasi pada

sensitivitasnya terhadap suhu dingin, LDH 4 dan LDH 5 khususnya labil. Aktifitas LDH 4

dan LDH 5 hilang jika sampel disimpan pada -200C. Spesimen serum yang disimpan pada

suhu kamar tidak akan kehilangan aktifitasnya paling sedikit 3 hari (Anonim, 2013).

c. Interval Referensi

Nilai untuk LDH activity pada serum bervariasi tergantung pada arah reaksi enzim dan

metode yang digunakan. Nilai rujukan pada subyek dewasa ditentukan dengan prosedur

rujukan IFCC dengan kadar 125-220 U/L. Nilai rujukan LD lebih tinggi pada anak-anak

(180-360 U/L) (Burtis, 2007).

12. Reaksi Transfusi

Reaksi transfusi berdasarkan ada tidaknya respon imunologi, dibedakan menjadi dua

yaitu :

a. Reaksi Transfusi Imunologi

Reaksi antigen-antibodi dari eritrosit, leukosit, atau protein plasma berperan dalam

reaksi transfusi pada resipien. Reaksi ini dibuat oleh respon tubuh terhadap protein asing,

karena transfusi darah dapat mengenalkan antigen asing dan dengan konsekuensi

imunisasi atau imunosupresi. Hampir semua reaksi transfusi imunologi akut dan atau

reaksi transfusi berat disebabkan alloantibodi (Norfolk, 2013).

Page 55: SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN MUHAMMADIYAH …elib.stikesmuhgombong.ac.id/285/1/ARIN DWI ISMAWATI NIM. A01301727.pdf · Arin Dwi Ismawati 1, Bambang Utoyo 2, M.Kep. Ns ABSTRAK ASUHAN

b. Reaksi Transfusi Non Imunologi

Reaksi transfusi non imunologi diakibatkan adanya kelainan mekanik, terutama pada

pasien yang mendapat transfusi darah masif, yaitu akibat darah tidak dihangatkan

sebelum ditransfusikan sehingga terjadi hipo termia, atau volume darah yang

ditransfusikan melebihi cardiac output pasien seperti yang terjadi pada pasien berusia

lanjut dan penderita heart failure. Reaksi transfusi darah non imunologi juga bisa

disebabkan karena kelainan metabolik seperti keracunan sitrat dan eritrosit yang sudah

rusak dalam darah transfusi, sehingga melepaskan K+ yang dapat menyebabkan

hiperkalemia dan berisiko terjadi aritmia jantung. Reaksi transfusi non imunologi dapat

disebabkan oleh transfusion transmitted infection (TTI), pemberian berturut-turut cairan

hipotonik pada transfusi, kontaminasi bakteri dari darah donor, hemolisis akibat

penanganan yang tidak baik dari darah seperti overheating atau freezing (Cullough, 2007 ;

AABB, 2010).

Page 56: SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN MUHAMMADIYAH …elib.stikesmuhgombong.ac.id/285/1/ARIN DWI ISMAWATI NIM. A01301727.pdf · Arin Dwi Ismawati 1, Bambang Utoyo 2, M.Kep. Ns ABSTRAK ASUHAN

B. Kerangka Pikir

Gambar 3. Kerangka Pikir

C. Hipotesis

Ada perbedaan kadar LDH pada PRC CPDA1 dan PRC CPD-SAGM berdasarkan waktu

simpan darah.

Page 57: SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN MUHAMMADIYAH …elib.stikesmuhgombong.ac.id/285/1/ARIN DWI ISMAWATI NIM. A01301727.pdf · Arin Dwi Ismawati 1, Bambang Utoyo 2, M.Kep. Ns ABSTRAK ASUHAN

BAB III.

METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian analitik observasional dengan pendekatan cross sectional

untuk membandingkan waktu simpan darah dan LDH pada PRC simpan. Kajian terhadap

CPDA1 dan CPD SAGM.

B. Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian dilakukan di sumber pengambilan sampel, yaitu di UDD PMI Kota Surakarta,

sedangkan pemeriksaan laboratorium dilakukan di Instalasi Patologi Klinik RSDM di Surakarta.

Waktu penelitian mulai bulan Juni 2015 - Juli 2015.

C. Subyek Penelitian

1. Populasi dan Sampel

a. Populasi

Populasi target adalah PRC CPDA1 dan PRC CPD SAGM yang diambil di UDD PMI

Kota Surakarta sesuai kriteria pengambilan darah donor. Populasi terjangkau PRC CPDA1

dan PRC CPD SAGM yang diambil di UDD PMI Kota Surakarta sesuai kriteria

pengambilan darah donor pada bulan Juni 2015 - Juli 2015.

b.Sampel

Pemilihan subyek penelitian dilakukan secara accidental sampling, subyek dipilih

secara non random berdasarkan kriteria inklusi dan eksklusi. Sampel penelitian adalah

plasma pada PRC CPDA1 dan PRC CPD SAGM yang disimpan dalam bloodbank suhu 2-

60C pada hari ke 3, 7, 14, 21, 28 dan 35.

Page 58: SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN MUHAMMADIYAH …elib.stikesmuhgombong.ac.id/285/1/ARIN DWI ISMAWATI NIM. A01301727.pdf · Arin Dwi Ismawati 1, Bambang Utoyo 2, M.Kep. Ns ABSTRAK ASUHAN

Perkiraan besar sampel yang digunakan pada penelitian ini, dihitung berdasarkan rumus

(Dahlan, 2009):

Keterangan:

N = jumlah sampel

Zα = derivat baku alfa = 1,96 (kesalahan ditetapkan α = 5%, hipotesis dua arah)

S= standar deviasi

d = presisi, ditetapkan 2

Penelitian tentang kadar LDH pada WB dan PRC CPDA1 pernah dilakukan oleh Marjani

(2006). Marjani melakukan penelitian untuk menentukan perubahan plasma lipid peroksidasi

dengan mengukur kadar MDA dan TAS pada darah simpan. Whole blood CPDA1 diambil dari

10 pendonor. Red blood cells dihitung dalam WB. Potasium, LDH activity diukur pada plasma

untuk menen- tukan hemolisis, MDA dan total antioksidan diukur pada plasma untuk

menentukan lipid peroksidase dan sistem antioksidan. Pengukuran dilakukan pada hari

penyimpanan ke 0, 1, 3, 5, 7, 9, 11, 13, 15, 17, 19, 21, 23, 25, 27, 29, 31, 33, 35. Kadar MDA

meningkat signifikan pada hari ke 9, K+ meningkat pada hari ke 5, dan LDH meningkat

signifikan pada hari ke 5 (p < 0,05) dengan rerata dan simpangan baku (SB) 516 ± 2,51 U/L dan

TAS menurun secara signifikan pada hari penyimpanan ke 13, dan RBC menurun pada hari

penyimpanan ke 29 (p < 0,05). Hasil penelitian menunjukkan bahwa peningkatan kadar MDA

dan penurunan TAS menunjukkan kerusakan sel disebabkan radikal bebas pada hari

penyimpanan. Untuk meningkatkan kualitas darah simpan dengan memberikan suplemen

Zα x SN =

d

2

Page 59: SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN MUHAMMADIYAH …elib.stikesmuhgombong.ac.id/285/1/ARIN DWI ISMAWATI NIM. A01301727.pdf · Arin Dwi Ismawati 1, Bambang Utoyo 2, M.Kep. Ns ABSTRAK ASUHAN

antioksidan dan vitamin pada pendonor seminggu sebelum peng- ambilan darah. Peningkatan

kadar MDA dan penurunan TAS pada darah simpan merupakan permulaan dari hemolisis,

sehingga perlu untuk mengontrol faktor MDA dan TAS sebelum transfusi darah.

Perbandingan kadar LDH pada PRC simpan, kajian terhadap CPDA1 dan CPD SAGM

dengan memasukkan nilai tersebut ke rumus besar sampel, jumlah sampel yang dibutuhkan

dalam penelitian ini 7 sampel plasma, kemudian ditambahkan 3 sampel sebagai cadangan

sehingga total sampel berjumlah 10 sampel CPDA1 dan 10 sampel CPD SAGM .

1. Kriteria Inklusi dan Eksklusi

a. Kriteria Inklusi

Populasi PRC CPDA1 dan PRC CPD – SAGM yang didapat dari proses pemisahan

WB menggunakan kantong darah triple CPDA 1 dan quadriple CPD SAGM dengan alat

Compomat G4 dan sampel plasma dari kantong PRC CPDA1 dan kantong PRC CPD

SAGM yang disimpan di bloodbank suhu 2-60C selama hari ke 3, 7, 14, 21, 28, dan 35.

b. Kriteria Eksklusi

Sampel plasma lisis selama pemrosesan pemisahan PRC dari WB.

Page 60: SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN MUHAMMADIYAH …elib.stikesmuhgombong.ac.id/285/1/ARIN DWI ISMAWATI NIM. A01301727.pdf · Arin Dwi Ismawati 1, Bambang Utoyo 2, M.Kep. Ns ABSTRAK ASUHAN

D.Skema Alur Penelitian

Gambar 4. Alur Penelitian

E. Cara Penelitian

Subyek penelitian adalah PRC CPDA1 dan CPD SAGM yang memenuhi kriteria inklusi

dan eksklusi untuk seleksi donor. Identitas subyek dicatat dalam formulir penelitian, dipilih

secara accidental. Pengambilan darah donor dilakukan di UDD PMI Kota Surakarta sebanyak

350 ml dengan kantong da- rah CPDA1 dan 450 ml dengan kantong darah CPD SAGM.

Dilakukan pemi- sahan komponen menjadi plasma, PRC, trombosit, dan BC. Packed red cells

CPDA1 dan PRC CPD SAGM dilakukan homogenisasi dan dilakukan pembuatan segmen

pada selang kantong darah sebanyak 7 segmen untuk persiapan pemeriksaan crossmatching,

Pendonor di UDD PMI Kota Surakarta

Sampel plasma

Pemeriksaan LDH plasmaLDH

CRP & HepsidinAnalisis hasil

Pemisahan Komponen darah

Pengambilan darah donor WB CPDA1SAGM

PRC CPDA1 atau CPD SAGM

Hari 3

11 11

Hari 7 Hari 14 Hari 21 Hari 28 Hari 35

Plasma Trombosit Buffycoat

Pengambilan darah donor WB CPD SAGM

Kriteria Inklusi Kriteria Eksklusi

Pemeriksaan Hb, Hct, AL, AT, AE Pemeriksaan Hb, Hct, AL, AT, AE

Pemisahan Komponen darah

Page 61: SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN MUHAMMADIYAH …elib.stikesmuhgombong.ac.id/285/1/ARIN DWI ISMAWATI NIM. A01301727.pdf · Arin Dwi Ismawati 1, Bambang Utoyo 2, M.Kep. Ns ABSTRAK ASUHAN

kemudian dilakukan penyimpanan di bloodbank dengan suhu 2-60 C. Masing-masing PRC

dipersiapkan untuk pemeriksaan LDH pada hari penyimpanan 3, 7, 14, 21, 28, dan 35 hari.

F. Prosedur Pemeriksaan Laboratorium

Metode pemeriksaan yang selama ini dengan menggunakan alat ADVIA 1800 adalah

metode LDH laktat (L-P LDH) dan metode LDH piruvat P-L LDH). Penelitian ini

menggunakan metode LDH piruvat/ NADH (P-L LDH).

1. Metode LDH laktat / NAD (L-P LDH)

a. Tipe spesimen :

Serum atau plasma, suhu penyimpanan reagen 2- 80C .

b. Tujuan :

Penggunaan in vitro diagnostik, penilaian kuantitatif LDH activity pada serum

manusia dan plasma menggunakan alat ADVIA Chemistry System. Pengukuran yang

digunakan terutama untuk diagnosis dan terapi infark miokardia dan infark pulmonalis,

juga untuk monitor kemoterapi kanker.

c. Prinsip prosedur :

Prosedur ini untuk menentukan LDH L-P (LDLP) berdasar metode Amador. LDH

melakukan katalisis konversi L-laktat menjadi piruvat dengan adanya NAD. Aktivitas

enzim LDH sesuai dengan rata-rata pro- duksi NADH (reduced NAD). Sejumlah NADH

diproduksi ditentukan dengan mengukur peningkatan absorban 340/410 nm. Persamaan

reaksi

LDHL- Laktat + NAD + H+ Piruvat + NADH+

(Anonim, 2013)

d. Komponen dan konsentrasi reagen :

Page 62: SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN MUHAMMADIYAH …elib.stikesmuhgombong.ac.id/285/1/ARIN DWI ISMAWATI NIM. A01301727.pdf · Arin Dwi Ismawati 1, Bambang Utoyo 2, M.Kep. Ns ABSTRAK ASUHAN

Tabel 2. Komponen dan konsentrasi reagen

Reagen Komponen Konsentrasi

Reagen 1 L-lactic acidSodium azide

62 mmol/L0,09%

Reagen 2 NAD 27 mmol/L

Keterangan :NAD = Nicotinamide adenine dinucleotide

(Anonim, 2013)

e. Persiapan reagen :

Reagen siap untuk digunakan, sebelum digunakan homogenkan reagen dengan

memutar perlahan-lahan dan buang gelembung.

f. Penanganan sampel :

Jangan menggunakan sampel hemolisis, sampel harus dipisahkan dari bekuan

sesegera mungkin untuk menghindari hasil meningkat palsu karena tingginya kadar LDH

RBC. Penggunaan antikoagulan heparin lithium dapat digunakan untuk metode ini.

Peningkatan kadar LDH plasma terjadi akibat dari pelepasan LDH dari RBC atau

platelet. Sampel yang lebih sering digunakan untuk pemeriksaan LDH adalah serum.

g. Kalibrasi :

Menggunakan fixed system factor value (FV), yang berdasarkan molar extinction

coefficient dari NADH pada 340 nm, disesuaikan dengan korelasi sampel pasien dari

metode referensi IFCC. Satu unit dari sejumlah enzim yang diperlukan untuk memproduksi 1

µmol NAD per menit.

h. Kontrol Kualitas :

Kontrol digunakan paling sedikit 2 level (low dan high). Hasil kontrol diterima bila

nilai analit dalam range kontrol yang diterima sesuai packed insert Siemens

Diagnostics Assayed Chemistry Controls atau ditentukan dengan pola kontrol kualitas

laboratorium internal. Kontrol juga dilakukan bila menggunakan lot reagen baru,

Page 63: SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN MUHAMMADIYAH …elib.stikesmuhgombong.ac.id/285/1/ARIN DWI ISMAWATI NIM. A01301727.pdf · Arin Dwi Ismawati 1, Bambang Utoyo 2, M.Kep. Ns ABSTRAK ASUHAN

melakukan sistem maintenance, atau prosedur troubleshooting.

i. Interferen :

Seluruh parameter analitik (serum/plasma), dipersiapkan pada sistem untuk flag

lipemia (turbidity), hemolisis dan ikterus. Hindarkan sampel hemolisis.

Tabel 3. Interferen LDH L-P pada ADVIA 1800LDH LP

KadarInterferen Kadar interferen Konsentrasi Interferen*Bilirubin 30 mg/dL 126 U/L NSIBilirubin (513 µmol/L)Lipemia 650 mg/dL 126 U/L NSI

(7.4 mmol/L)*** NSI = No Significant Interference. A percentage effect ≥ 10% is consideredsignificant interference, **as triolein, LDH = laktat dehidrogenase, LP =Laktat piruvat

(Anonim, 2013)

j. Presisi :

Setiap sampel diuji 2 kali per run, 1 atau 2 runs tiap hari, paling sedikit 20 hari.

e. Analytical Range :

Metode ini linier 20 – 700 U/L untuk serum dan plasma, kondisi automatic rerun

4200 U/L pada ADVIA 1800 untuk serum dan plasma.

l. Nilai rujukan :

Nilai rujukan untuk metode ini adalah 120 – 246 U/L (Anonim, 2013).

1. Metode LDH piruvat/NADH

a. Tipe spesimen :

Serum atau plasma, suhu penyimpanan reagen 2- 80 C.

b. Tujuan :

Untuk penggunaan in vitro diagnostik, penilaian kuantitatif LDH ac tivity pada

serum manusia dan plasma dengan menggunakan alat ADVIA Chemistry System.

Page 64: SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN MUHAMMADIYAH …elib.stikesmuhgombong.ac.id/285/1/ARIN DWI ISMAWATI NIM. A01301727.pdf · Arin Dwi Ismawati 1, Bambang Utoyo 2, M.Kep. Ns ABSTRAK ASUHAN

Pengukuran yang digunakan terutama untuk diagnosis dan terapi infark miokard dan

infark pulmonalis juga untuk monitor kemoterapi kanker.

c. Prinsip prosedur :

Laktat dehidrogenase mengkatalisis konversi piruvat menjadi L laktat yang

menyebabkan oksidasi NADH menjadi NAD. Rata-rata oksidasi yang proporsional pada

aktivitas LDH dimonitor dengan mengukur penurunan absorban pada 340/410 nm.

Persamaan reaksi : LDHPiruvat + NADH+ L-laktat + NAD + H+

d. Komponen dan konsentrasi reagen :

Tabel 4. Komponen reagen LDH P- LReagen Komponen KonsentrasiReagen 1 NADH 216 umol/L

Sodium azide 0,09%Reagen 2 Piruvat 3,6 mmol/L

Sodium azide 0,09 %Keterangan = NADH = Nicotinamide adenine dinucleotide hidrogen

(Anonim, 2013)

e. Persiapan reagen :

Reagen siap untuk digunakan, sebelum digunakan homogenkan reagen dengan

memutar perlahan-lahan dan buang gelembung

f. Kalibrasi :

Menggunakan FV, yang berdasar pada molar extinction coefficient dari NADH pada

340 nm, disesuaikan dengan korelasi sampel pasien dari metode referensi IFCC. Satu unit

dari sejumlah enzim yang diperlukan untuk memproduksi 1 µmol NAD per menit.

g. Kontrol Kualitas :

Kontrol digunakan paling sedikit 2 level (Low dan High). Hasil kontrol

diterima bila nilai analit dalam range kontrol yang diterima sesuai packed

Page 65: SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN MUHAMMADIYAH …elib.stikesmuhgombong.ac.id/285/1/ARIN DWI ISMAWATI NIM. A01301727.pdf · Arin Dwi Ismawati 1, Bambang Utoyo 2, M.Kep. Ns ABSTRAK ASUHAN

insert Siemens Diagnostics Assayed Chemistry Controls atau ditentukan

dengan pola kontrol kualitas laboratorium internal. Kontrol juga dilakukan bila

menggunakan reagen baru, melakukan sistem maintenance, atau prosedur

troubleshooting.

h. Interferen :

Seluruh parameter analitik (serum/plasma), dipersiapkan pada sistem

untuk flag kadar yang berbeda pada lipemia (turbidity), hemolisis dan

ikterus. Hindarkan sampel hemolsis.

Tabel 5. Interferen LDH P-L pada ADVIA 1800LDH P-L

Interferen Kadar interferen Konsentrasi Interferen*Bilirubin 30 mg/dL 126 U/L NSIBilirubin (513 µmol/L)Lipemia 650 mg/dL 126 U/L NSI

(7,4 mmol/L)*** NSI = No Significant Interference. A percentage effect ≥ 10% is consideredsignificant interference, **as triolein, LDH = laktat dehidrogenase, P- L =Piruvat = Laktat

(Anonim, 2013)

i. Presisi

Setiap sampel diuji 2 kali per run, 1 atau 2 runs tiap hari, paling sedikit

20 hari.

j. Analytical Range :

Metode ini linier 0 – 1100 U/L untuk serum dan plasma, kondisi auto matis. Rerun

6600 U/L pada ADVIA 1800 untuk serum dan plasma.

k. Nilai rujukan untuk metode ini adalah 208 – 378 U/L.

l. Standarisasi metode ADVIA LDPL didasarkan pada extinction coefficient

NADH. Saat ini tidak ada standar referensi untuk metode ini. Penelitian ini

menggunakan metode piruvat LDH yang mempunyai kelebihan diban dingkan metode

Page 66: SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN MUHAMMADIYAH …elib.stikesmuhgombong.ac.id/285/1/ARIN DWI ISMAWATI NIM. A01301727.pdf · Arin Dwi Ismawati 1, Bambang Utoyo 2, M.Kep. Ns ABSTRAK ASUHAN

laktat LDH :

i. Yield linearity equal lebih baik dibandingkan metode L-P LDH, sehingga pem-

bacaan spektrofotometer lebih akurat.

ii. Konsentrasi reaktan yang diperlukan lebih rendah sehingga mengurangi cost per

assay.

iii. Reagen solid digunakan untuk mempersiapkan larutan.

iv. Larutan reagen lebih stabil (Krieg et al., 1967)

G. Identifikasi Variabel Penelitian

Variabel bebas pada penelitian ini adalah lama simpan PRC. Variabel lama simpan PRC

ditentukan berdasar waktu simpan darah hari 3, 7, 14, 21, 28, dan 35. Variabel terikat penelitian

ini adalah kadar LDH plasma darah, diukur dengan metode piruvat/NADH. Variabel kadar LDH

plasma darah donor ditentukan berdasarkan nilai rujukan.

H. Definisi Operasional Variabel dan Pengukuran

1. Waktu simpan PRC adalah lama waktu simpan komponen darah PRC mulai dari pemrosesan

PRC dan kemudian dilakukan penyimpanan di bloodbank mulai hari ke- 3, 7, 14, 21, 28, dan

35. Satuan hari. Skala pengukuran rasio.

2. Laktat dehidrogenase adalah enzim yang mengkatalisis reduksi reversibel piruvat menjadi

laktat oleh nicotinamide adenine dinucleotide (NADH) Pemeriksaan yang dilakukan yaitu

LDH dengan metode LDH piruvat/NADH, satuan U/L. Skala rasio. Nilai rujukan LDH pada

orang dewasa 140-300 U/L (Clevenger and Kelleher, 2013).

I. Kontrol Kualitas Internal

Mutu hasil pemeriksaan laboratorium agar dapat dipertanggungjawabkan maka perlu

didahului dengan uji ketelitian (presisi) dan ketepatan (akurasi) analitik. Uji presisi untuk melihat

Page 67: SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN MUHAMMADIYAH …elib.stikesmuhgombong.ac.id/285/1/ARIN DWI ISMAWATI NIM. A01301727.pdf · Arin Dwi Ismawati 1, Bambang Utoyo 2, M.Kep. Ns ABSTRAK ASUHAN

konsistensi hasil pemeriksaan yaitu kedekatan hasil beberapa pengukuran pada bahan uji yang

sama. Uji presisi dilakukan dengan cara melakukan uji within day dan day to day. Presisi diukur

dengan rerata, simpangan baku (SB) dan koefisien variasi (KV). Rumus SB=√∑d2/2n, sedangkan

rumus KV= [(SB/rerata)x100%], d=selisih, dan n=jumlah sampel. Semakin kecil nilai KV (%),

semakin teliti metode tersebut (Wijono et al., 2004; Linnet and Boyd, 2006).

Uji presisi yang dilakukan pada penelitian ini adalah uji presisi day to day, menggunakan

bahan kontrol yang diukur sebanyak sepuluh hari berturut - turut. Hasil yang didapat kemudian

digunakan untuk menghitung KV dengan menggunakan rumus seperti yang tersebut diatas.

Ketepatan (akurasi) adalah kedekatan hasil pemeriksaan dengan nilai yang sesungguhnya

(true value). Akurasi dinilai dari hasil pemeriksaan bahan kontrol dan dihitung sebagai nilai

biasnya (d%). Rumus d% = [(rerata – NA)/NA], NA = nilai aktual atau sebenarnya dari bahan

kontrol (Wijono et al., 2004; Linnet and Boyd, 2006).

Kalibrasi peralatan sangat diperlukan untuk mendapatkan hasil pemeriksaan laboratorium

yang terpercaya dan menjamin penampilan hasil pemeriksaan. Kalibrasi yang dilakukan adalah

kalibrasi alat ADVIA Chemical Analyzer, spektrofotometer, sentrifus dan pipet. Kalibrasi alat

spektrofotometer meliputi ketepatan pengukuran absorban, ketepatan panjang gelombang,

linearitas alat dan stray light. Kalibrasi sentrifus meliputi kalibrasi revolution per minutes (rpm).

Kalibrasi bloodbank penyimpan PRC dengan thermometer standar.

J. Analisis Statistik

Data karakteristik subyek penelitian disajikan dalam bentuk deskriptif. Distribusi dinilai

dengan menggunakan uji statistik Saphiro Wilk. Perbedaan antar kelompok dinilai dengan

menggunakan independent sample t test jika distribusi data normal atau uji non parametrik jika

distribusi data tidak normal.

Page 68: SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN MUHAMMADIYAH …elib.stikesmuhgombong.ac.id/285/1/ARIN DWI ISMAWATI NIM. A01301727.pdf · Arin Dwi Ismawati 1, Bambang Utoyo 2, M.Kep. Ns ABSTRAK ASUHAN

K. Prosedur Penelitian

Blangko data diperiksa, dilengkapi peneliti dan selalu dilakukan konsultasi. Semua hasil

pemeriksaan dicatat dan dikumpulkan dalam bentuk formulir terpadu, data yang diperoleh

dianalisis dengan perhitungan statistik dan dimasukkan tabel hasil penelitian.

L. Pertimbangan Etik

Penelitian ini meminta persetujuan komisi etika penelitian biomedis Fakultas Kedokteran

Universitas Sebelas Maret/RSDM di Surakarta dan persetujuan pasien. Pernyataan bersedia

sebagai subyek penelitian diperoleh dengan terlebih dahulu menerangkan secara singkat latar

belakang, tujuan, manfaat penelitian, serta teknik pengambilan sampel darah kepada pasien.

Pasien menandatangani surat pernyataan bersedia menjadi subyek penelitian yang telah

disediakan.

Page 69: SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN MUHAMMADIYAH …elib.stikesmuhgombong.ac.id/285/1/ARIN DWI ISMAWATI NIM. A01301727.pdf · Arin Dwi Ismawati 1, Bambang Utoyo 2, M.Kep. Ns ABSTRAK ASUHAN
Page 70: SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN MUHAMMADIYAH …elib.stikesmuhgombong.ac.id/285/1/ARIN DWI ISMAWATI NIM. A01301727.pdf · Arin Dwi Ismawati 1, Bambang Utoyo 2, M.Kep. Ns ABSTRAK ASUHAN
Page 71: SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN MUHAMMADIYAH …elib.stikesmuhgombong.ac.id/285/1/ARIN DWI ISMAWATI NIM. A01301727.pdf · Arin Dwi Ismawati 1, Bambang Utoyo 2, M.Kep. Ns ABSTRAK ASUHAN
Page 72: SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN MUHAMMADIYAH …elib.stikesmuhgombong.ac.id/285/1/ARIN DWI ISMAWATI NIM. A01301727.pdf · Arin Dwi Ismawati 1, Bambang Utoyo 2, M.Kep. Ns ABSTRAK ASUHAN
Page 73: SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN MUHAMMADIYAH …elib.stikesmuhgombong.ac.id/285/1/ARIN DWI ISMAWATI NIM. A01301727.pdf · Arin Dwi Ismawati 1, Bambang Utoyo 2, M.Kep. Ns ABSTRAK ASUHAN
Page 74: SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN MUHAMMADIYAH …elib.stikesmuhgombong.ac.id/285/1/ARIN DWI ISMAWATI NIM. A01301727.pdf · Arin Dwi Ismawati 1, Bambang Utoyo 2, M.Kep. Ns ABSTRAK ASUHAN
Page 75: SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN MUHAMMADIYAH …elib.stikesmuhgombong.ac.id/285/1/ARIN DWI ISMAWATI NIM. A01301727.pdf · Arin Dwi Ismawati 1, Bambang Utoyo 2, M.Kep. Ns ABSTRAK ASUHAN
Page 76: SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN MUHAMMADIYAH …elib.stikesmuhgombong.ac.id/285/1/ARIN DWI ISMAWATI NIM. A01301727.pdf · Arin Dwi Ismawati 1, Bambang Utoyo 2, M.Kep. Ns ABSTRAK ASUHAN
Page 77: SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN MUHAMMADIYAH …elib.stikesmuhgombong.ac.id/285/1/ARIN DWI ISMAWATI NIM. A01301727.pdf · Arin Dwi Ismawati 1, Bambang Utoyo 2, M.Kep. Ns ABSTRAK ASUHAN
Page 78: SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN MUHAMMADIYAH …elib.stikesmuhgombong.ac.id/285/1/ARIN DWI ISMAWATI NIM. A01301727.pdf · Arin Dwi Ismawati 1, Bambang Utoyo 2, M.Kep. Ns ABSTRAK ASUHAN
Page 79: SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN MUHAMMADIYAH …elib.stikesmuhgombong.ac.id/285/1/ARIN DWI ISMAWATI NIM. A01301727.pdf · Arin Dwi Ismawati 1, Bambang Utoyo 2, M.Kep. Ns ABSTRAK ASUHAN
Page 80: SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN MUHAMMADIYAH …elib.stikesmuhgombong.ac.id/285/1/ARIN DWI ISMAWATI NIM. A01301727.pdf · Arin Dwi Ismawati 1, Bambang Utoyo 2, M.Kep. Ns ABSTRAK ASUHAN
Page 81: SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN MUHAMMADIYAH …elib.stikesmuhgombong.ac.id/285/1/ARIN DWI ISMAWATI NIM. A01301727.pdf · Arin Dwi Ismawati 1, Bambang Utoyo 2, M.Kep. Ns ABSTRAK ASUHAN
Page 82: SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN MUHAMMADIYAH …elib.stikesmuhgombong.ac.id/285/1/ARIN DWI ISMAWATI NIM. A01301727.pdf · Arin Dwi Ismawati 1, Bambang Utoyo 2, M.Kep. Ns ABSTRAK ASUHAN
Page 83: SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN MUHAMMADIYAH …elib.stikesmuhgombong.ac.id/285/1/ARIN DWI ISMAWATI NIM. A01301727.pdf · Arin Dwi Ismawati 1, Bambang Utoyo 2, M.Kep. Ns ABSTRAK ASUHAN
Page 84: SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN MUHAMMADIYAH …elib.stikesmuhgombong.ac.id/285/1/ARIN DWI ISMAWATI NIM. A01301727.pdf · Arin Dwi Ismawati 1, Bambang Utoyo 2, M.Kep. Ns ABSTRAK ASUHAN
Page 85: SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN MUHAMMADIYAH …elib.stikesmuhgombong.ac.id/285/1/ARIN DWI ISMAWATI NIM. A01301727.pdf · Arin Dwi Ismawati 1, Bambang Utoyo 2, M.Kep. Ns ABSTRAK ASUHAN
Page 86: SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN MUHAMMADIYAH …elib.stikesmuhgombong.ac.id/285/1/ARIN DWI ISMAWATI NIM. A01301727.pdf · Arin Dwi Ismawati 1, Bambang Utoyo 2, M.Kep. Ns ABSTRAK ASUHAN
Page 87: SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN MUHAMMADIYAH …elib.stikesmuhgombong.ac.id/285/1/ARIN DWI ISMAWATI NIM. A01301727.pdf · Arin Dwi Ismawati 1, Bambang Utoyo 2, M.Kep. Ns ABSTRAK ASUHAN

Agustina Westeran Darah Segar SDH Vol.1 No.1

PERBANDINGAN HASIL PEMERIKSAAN LAJU ENDAP DARAH CARA

WESTERGREN ANTARA SAMPEL DARAH SIMPAN DAN

SAMPEL DARAH SEGAR

Oleh

Agustina Dwi Indah V.

Dosen Analis Kesehatan Akademi Analis Kesehatan Malang

INTISARI

Laju endap darah (LED) adalah menurunnya atau mengendapnya sel darah merah dalam

darah dengan antikoagulan yang diukur dengan tingginya kolom plasma yang terbentuk dalam

waktu tertentu dinyatakan dalam millimeter per jam.

Faktor – faktor yang dapat mempengaruhi laju endap darah antara lain faktor eritrosit, komposisi

plasma dan teknik. Dalam hal ini, penggunaan sampel darah yang disimpan tentulah berpengaruh

terhadap nilai LED. Penelitian ini untuk membuktikan apakah ada perbedaan antara hasil

pemeriksaan laju endap darah (LED) cara Westergren pada sampel darah segar dan sampel darah

simpan selama 4 jam. Motode pemeriksaan yang digunakan adalah ”westergren” kemudian

dilakukan pemeriksaan.

Kata kunci: sel darah simpan dan sel darah segar,LED,eritrosit

PENDAHULUAN

Latar Belakang Pemeriksaan darah lengkap merupakan pemeriksaan yang sering di minta oleh klinisi

karena dari pemeriksaan darah lengkap dapat membantu diagnosis penderita. Pemeriksaan darah

lengkap juga dapat digunakan untuk menentukan langkah pemeriksaan selanjutnya atau kemana

penderita itu akan dirujuk. Oleh karena itu, pemeriksaan darah lengkap merupakan pemeriksaan

dasar yang sangat penting dan perlu dilakukan secara cepat dan tepat, sehingga hasil yang

diterima oleh penderita dan dibaca oleh klinisi dapat dipercaya ketepatannya. Laju endap darah

(erithrocyte sedimentation rate, ESR) yang juga disebut kecepatan endap darah (KED) atau laju

sedimentasi eritrosit adalah kecepatan sedimentasi eritrosit dalam darah yang belum membeku,

dengan satuan mm/jam. LED merupakan uji yang tidak spesifik. LED dijumpai meningkat

selama proses inflamasi akut, infeksi akut dan kronis, kerusakan jaringan (nekrosis), penyakit

kolagen, rheumatoid, malignansi, dan kondisi stress fisiologis (misalnya kehamilan). Sebagian

ahli hematologi, LED tidak andal karena tidak spesifik, dan dipengaruhi oleh faktor fisiologis

yang menyebabkan temuan tidak akurat.

Berdasarkan pengamatan peneliti, pemeriksaan darah lengkap pada rumah sakit

ditempat yang lebih maju saat ini sudah menggunakan alat-alat otomatis, sehingga hasil

pemeriksaan darah lengkap dapat diambil segera. Tetapi untuk efisiensi kerja dan kelanggengan

Page 88: SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN MUHAMMADIYAH …elib.stikesmuhgombong.ac.id/285/1/ARIN DWI ISMAWATI NIM. A01301727.pdf · Arin Dwi Ismawati 1, Bambang Utoyo 2, M.Kep. Ns ABSTRAK ASUHAN

alat yang digunakan, tidak jarang bahan atau sampel darah yang akan digunakan untuk

pemeriksaan darah lengkap tersebut dikumpulkan atau disimpan terlebih dahulu untuk diperiksa

bersamaan. Selain itu,bila hasil pemeriksaan yang ada tidak sesuai dengan keadaan klinis dari

penderita dan timbul keragu-raguan terhadap hasil tersebut, maka pemeriksaan darah lengkap

harus diulang. Bahan atau sampel yang digunakan untuk pemeriksaan ulang ini dapat

menggunakan bahan darah yang masih tersimpan atau bahan darah pengambilan baru. Ditinjau

dari segi penderita, pengambilan yang berulang-ulang menyebabkan penderita merasa kurang

nyaman, sedangkan penggunaan sampel darah yang masih tersimpan sulit diketahui

kebenarannya.

Laju endap darah (LED) adalah menurunnya atau mengendapnya sel darah merah dalam

darah dengan antikoagulan yang diukur dengan tingginya kolom plasma yang terbentuk dalam

waktu tertentu dinyatakan dalam millimeter per jam. Laju endap darah adalah tes yang tidak

spesifik namun masih umum digunakan sebagai indicator penilaian aktifnya suatu penyakit. Oleh

karena itu, laju endap darah masih sering digunakan rutin secara manual. Metode Westergren

adalah metode yang lebih banyak digunakan untuk pemeriksaan laju endap darah.

Faktor – faktor yang dapat mempengaruhi laju endap darah antara lain faktor eritrosit,

komposisi plasma dan teknik. Dalam hal ini, penggunaan sampel darah yang disimpan tentulah

berpengaruh terhadap nilai LED. Untuk mengetahui pengaruh penyimpanan sampel darah

terhadap hasil pemeriksaan LED cara Westergren, maka dilakukan penelitian perbandingan hasil

pemeriksaan LED Westergren pada sampel darah segar dan sampel darah yang disimpan selama

4 jam.

Tinjauan Pustaka

Sel Darah Merah ( Eritrosit ) Darah merupakan komponen esencial makhluk hidup. Dalam keadaan fisiologik, darah

selalu berada dalam pembuluh darah sehingga dapat menjalankan fungsinya sebagai pembawa

oksigen atau oksigen carrier, mekanisme pertahanan tubuh terhadap infeksi dan mekanisme

hemostatis. Darah terdiri dari dua komponen utama, pertama plasma darah yaitu bagian darah

yang sebagian terdiri atas air, elektrolit dan protein darah. Kedua, sel-sel darah merah (blood

corpuscle), yang terdiri atas sel-sel darah merah ( eritrosit ), sel darah putih (leukosit), dan

keping darah (trombosit).

Sel darah merah merupakan sel yang terbanyak beredar dalam darah dengan jumlah

±5x1012 per liter darah. Sel darah merah yang matang berbentuk non-nuncleated biconcave disc,

berdiameter ± 7-8 m dengan ketebalan pada bagian yang paling tebal 2,5 dan pada bagian

tengah (central pallor) 1 m mempunyai kemampuan mengubah bentuk membran, tidak

mengandung organel didalamnya, tetapi mengandung 640.000.000 molekul hemoglobin. Volume

rata-rata sel darah merah adalah 90-95 m. bentuk sel darah merah yang bikonkaf ini

mempermudah sel darah merah merubah bentuk, sehingga dapat melewati pembuluh darah

dengan mudah walaupun diameter pembuluh darah tersebut lebih kecil dari pada sel darah merah,

sel darah merah akan merubah bentuknya menjadi bulat atau sferis dan kemudian

mengembalikan bentuknya menjadi bikonkaf. Fakor yang mempengaruhi sel darah merah untuk

dapat mempertahankan bentuknya masih belum jelas karena sel darah merah dipengaruhi oleh

berbagai kemapuan. Sel darah merah dalam keadaan normal, bila disimpan pada suhu 4C akan

berubah bentuk menjadi relatif sferosit. Perubahan bentuk sel darah merah ini tidak diikuti oleh

perubahan pada volume sehinnga dengan metabolism yang aktif dapat normal kembali. Umur sel

Page 89: SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN MUHAMMADIYAH …elib.stikesmuhgombong.ac.id/285/1/ARIN DWI ISMAWATI NIM. A01301727.pdf · Arin Dwi Ismawati 1, Bambang Utoyo 2, M.Kep. Ns ABSTRAK ASUHAN

darah merah manusia kurang lebih 120 hari, setelah itu akan dihancurkan. Penghancuran sel

darah merah ini didahului dengan adanya senescence atau tanda-tanda ketuaan dari sel darah

merah dan terjadi beberapa tahapan penghancuran sel darah merah. Penghancuran sel darah

merah dapat terjadi secara ekstravaskuler dan intravaskuler. Penghancuran sel darah merah

ekstravaskuler terjadi ± 80-90% dari penghancuran sel darah merah di limpa. Sedangkan

penghancuran intravaskuler terjadi ±10-20% dari penghancuran sel darah merah di dalam

peredaran darah. Pada aliran darah yang lambat, tampak adanya agregasi sel darah merah di

dalam darah. Dalam keadaan seperti ini, sel darah merah dapat bermacam-macam. Agregasi sel

darah merah dapat terjadi anter sel darah merah sampai beratus-ratus sel darah merah. Pada

aliran darah yang sangat lambat, sel darah merah akan menumpuk dan berjalan dengan perlahan-

lahan. Bentuk seperti ini disebut rouleaux. Didalam pembuluh darah yang besar, agregasi sel

darah merah tersebut akan terurai kembali oleh adanya peningkatan kemampuan melepaskan diri

dari sel darh merah yang lain. Sel darah merah mampu untuk mempertahankan kekuatan dan

fleksibilitasnya. Kemampuan ini tergantung pada struktur protein sitoskeleton dan cara

sitoskeleton berinteraksi dengan lapisan lemak dan membran.

Membran Sel Membran sel darah merah terdiri atas lipid dua lapis atau yang disebut lipid bilayer,

protein membran integral dan suatu langka membran.sekitar 50% dari membran sel darah merah

adalah protein, 40% lemak, dan 10% karbohidrat. Karbohidrat hanya terdapat pada permukaan

luar sedangkan protein perifer atau integral menembus lipit bilayer (Dewi Asih Mahanani, 2002).

Sebagian protein integral membentuk suatu saluran struktural atau pori-pori yang dapat

dilewati oleh bahan-bahan yang hanya terlarut dalam air (selektif permrabel), terutama ion yang

berdifusi antar cairan extracelular dan cairan intracelular. Protein integral juga bekerja sebagai

pengangkut untuk mengangkut bahan-bahan ke arah berlawanan dengan arah difusi yang

sebenarnya, ini disebut transpor aktif. Selain itu terdapat protein parifer yang secara normal

melekat pada protein integral dan tidak menembus membran. Protein perifer ini berfungsi hampir

seluruhnya sebagai enzima tau sebagai jenis pengatur fungsi intracelular. Rangka membran

terbentuk oleh protein-protein struktural yang mencangkup spectrin α dan β, ankyrin, actin,

tropomycin, adducin, tropomudulin, protein 3, protein 4.1, dan protein 4.2 (paladin). Protein-

protein tersebut membentuk jaring horizontal pada sisi dalam membran dan penting untuk

mempertahankan bentuk bikonkaf sel darah merah.

Struktur dasar lapisan lipid bilayer terdiri atas molekul-molekul fosfolipid. Salah satu

bagian dari setiap molekul fosfolipid ini larut dalam air yaitu hidrofilik yang terletak dibagian

luar berhadapan dengan cairan extacelular. Bagian lain hanya larut dalam lemak disebut

hirofobik yang berhadapan dengan sitoplasma. Gugus fosfat dari fosfolipid besifat impermeable

terhadap bahan-bahan yang larut dalam air, seperti ion, glulosa, dan urea. Sebaliknya, bahan-

bahan yang larut dalam lemak seperti oksigen, karbondioksida, dan alcohol dapat dengan mudah

menembus membran ini.

Karbohidrat pada membran umumnya dalam bentuk glikolipid dan glikoprotein,

karbohidrat ini berfungsi meningkatkan hidrofilisitas lemak dan protein, mempertahankan

stabilitas membran oleh adanya struktur yang disebut glikokaliks. Glikolipid yang terdapat pada

membran sel juga berperan dalam reakso imunologis dengan membentuk antigen golongan darah

(Arthur Guyton,1997).

Transport ion dan molekul melalui membran

Page 90: SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN MUHAMMADIYAH …elib.stikesmuhgombong.ac.id/285/1/ARIN DWI ISMAWATI NIM. A01301727.pdf · Arin Dwi Ismawati 1, Bambang Utoyo 2, M.Kep. Ns ABSTRAK ASUHAN

Transpor melalui membran sel baik secara langsung melalui lapisan lipid bilayer

ataupun melalui protein terjadi salah satu dari dua proses dasar yaitu difusi (yang disebut

transpot pasif) dan transpor aktif. Difusi adalah garak acak antar molekul zat, melalui ruang

intramolekuler pada membran ataupun melalui kombinasi dengan protein integral dari daerah

yang berkonsentrasi tinggi (hipertonik) ke daerah berkonsentrasi rendah (hipotonik). Energi yang

menyebabkan difusi adalah energi kinetik normal dari molekul. Sebaliknya, transpor aktif berarti

gerakan ion atau zat lainnya melintasi membran berkombinasi dengan protein integral melawan

gradien energi yaitu daerah yang berkonsentrasi rendah (hipotonis) ke daerah berkonsentrasi

tinggi (hipertonis). Transport aktif membutuhkan sumber energy secara langsung berasal dari

pemecahan Adenosin Trifosfat (ATP). Mekanisme tranpor aktif yang telah dipelajari secara

sangat rinci adalah pompa natrium-kalium (Na+ -K+ pump) , yaitu suatu proses tranpor yang

memompa ion natrium keluar melalui membrane sel dan pada saat yang bersamaan memompa

ion kalium dari luar ke dalam. Pompa ini terdapat pada seluruh sel tubuh, termasuk sel darah

merah, dan bertanggung jawab atas pemeliharaan perbedaan konsentrasi natrium dan kalium

antara bagian luar dan bagian dalam membran sel demikian juga untuk menetapkan potencial

listrik negatif di dalam sel.

Berikut adalah 3 keistimewaan khusus protein integral yang penting untuk fungsi

pompa Na+ -K+ :

1. Memiliki tiga tempat reseptor untuk mengikatkan ion natrium pada bagian protein yang

menonjol ke bagian dalam sel.

2. Memiliki dua tempat reseptor untuk ion kalium pada bagian luar.

3. Bagian dalam dari protein ini berbatasan atau dekat dengan tempat pengikat natrium yang

memiliki aktifitas ATPase.

Pada saat ion natrium terikat pada bagian dalam protein pembawa, fungsi ATPase pada

protein menjadi aktif. Keadaan ini kemudian akan memecahkan satu molekul ATP menjadi

adenosin difosfat dan membebaskan fosfat energi tinggi yang mengikat energi. Energi ini

kemudian diduga menyebabkan perubahan bentuk pada molekul protein pembawa, mendorong

ion natrium keluar dan ion kalium ke dalam. Mekanisme persis dari perubahan bentuk protein

pembawa ini tidak diketahui (Arthur Guyton,1997).

Mekanisme Pompa Na+ -K

+ dalam Mengatur Volume Sel

Salah satu fungsi terpenting dari pompa Na+ -K+ ialah untuk mengatur volume sel.

Tanpa fungsi pompa ini, banyak sel tubuh akan membengkak sampai kemudian pecah.

Mekanisme yang mengontrol volume tersebut adalah sebagai berikut, di dalam sel terdapat

sejumlah besar protein dan senyawa organik lain yang tidak dapat keluar dari sel. Kebanyakan

dari komponen ini mengandung muatan negative sehingga pada daerah sekitar komponen ini

banyak berkumpul ion positif. Semua komponen ini cenderung menyebabkan terjadinya osmosis

air ke dalam sel. Kalau hal ini tidak dikendalikan, sel akan membengkak sampai pecah.

Mekanisme normal yang mencegah hal tersebut adalah pompa Na+ -K+. pompa ini memompa

tiga ion Na+ ke luar setiap terjadi pemasukan dua ion K+ ke dalam. Selain itu, membran sel

memiliki permiabilitas yang jauh lebih rendah terhadap ion natrium dibandingkan dengan ion

kalium, sehingga keadaan ini memungkinkan ion secara terus-menerus keluar dari sel yang

mencetuskan kecenderungan osmotik berlawanan untuk mengeluarkan air dari sel. Selanjutnya,

bila sel mulai membengkak, hal ini secara otomatis akan mengaktifkan pompa Na+ -K+,

mengeluarkan ion yang masih tersisa ke luar dan membawa air besertanya. Oleh karena itu,

Page 91: SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN MUHAMMADIYAH …elib.stikesmuhgombong.ac.id/285/1/ARIN DWI ISMAWATI NIM. A01301727.pdf · Arin Dwi Ismawati 1, Bambang Utoyo 2, M.Kep. Ns ABSTRAK ASUHAN

pompa Na+ -K+ mempunyai fungsi unruk menjaga volume sel agar tetep normal (Arthur

Guyton,1997).

Pengaruh Ketidak seimbangan Transpor Na+ -K+ Terhadap Bentuk Eritrosit Pengikatan, transport dan penyebaran oksigen tidak memerlukan energi matabolik oleh

eritosit. Eritosit harus mempunyai energi untuk menjalankan fungsinya dan bertahan di sirkulasi

selama masa hidupnya 120 hari. Selain itu, energi ini diperlukan antara lain :

1. Untuk pengaturan besi dalam hemoglobin.

2. Pengaturan kadar kalium yang tinggi dan rendahnya kalsium dan natrium dalam sel untuk

melawan gradien tingginya kalsium dan natrium serta rndahnya kalium dalam plasma.

3. Mempertahankan reaksi oksidasi pada Metabolisme Pathway.

4. Untuk síntesis lemak dan nukleotida.

Eritrosit secara normal mampu mempertahankan hidupnya selama 48 jam pada suhu

73C tanpa sumber energi dari luar. Glukosa adalah sumber energi eritrosit yang dimetabolisme

melalui dua jalur, yaitu Embden Meyerhof glycolytic pathway dan Hexose Monophosphat shunt.

Sebagian besar energi yang diperlukan eritrosit disediakan oleh Embden Meyerhof glycolytic

pathway. Melalui jalur ini, masing-masing molekul dari glukosa dikatabolisme menghasilkan 2

mol ATP. Namun secara anaerobic glukosa juga dikatabolisme menghasilkan piruvat dan laktat

(Ronald A. Sacher, 1991).

Jika energy (ATP) di dalam sel berkurang, fungsi terpenting pompa Na+ -K+ dalam

mempertahankan atau menjaga volume sel akan terganggu. Pemasukan natrium dan kalsium

dalam sel dan pengeluaran kalium keluar sel mengakibatkan osmosis air ke dalam sel, dengan

demikian eritrosit membengkak mengubah bentuk eritosit dari cakram bikonkaf menjadi sferis.

Laju Pengendapan Darah Laju Endap Darah (Erytrocyte Sedimentation Rate) diperkenalkan pertama kali oleh

Westergern pada tahun 1921. Jika darah dicampur dengan antikoagulan dan diletakkan secara

vertikal, sel darah merah akan mengendap secara gradual dengan angka pengendapan yang

ditunjukkan sebagai jarak (dalam milimeter) dimana eritosit jauh per unit berdasarkan waktu.

Pada kebanyakan orang normal, pengendapan berlangsung lambat. Namun pada beberapa jenis

penyakit, pengendapat berlangsung cepat dan pada beberapa kasus, pengendapan berbanding

lurus dengan beratnya suatu penyakit. Pengukuran angka sedimentasi merupakan pemeriksaan

laboratorium yang mempunyai beberapa fungsi antara lain bertujuan mendeteksi proses

keradangan dan memonitor aktifitas atau perjalanan suatu penyakit.

Investigasi pada mekanisme dititik beratkan pada pengendapan sel darah merah. Secara

umum, laju pengendapan darah dipengaruhi oleh faktor sel darah merah, komponen plasma dan

faktor teknis maupun mekanis.

Faktor sel darah merah meliputi : a. Agregasi sel darah merah

Kecepatan pengendapan secara spontan dari sebuah benda bulat yang jatuh bebas ke dalam

cairan yang ditunjukkan oleh persamaan Stokes seperti berikut :

Page 92: SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN MUHAMMADIYAH …elib.stikesmuhgombong.ac.id/285/1/ARIN DWI ISMAWATI NIM. A01301727.pdf · Arin Dwi Ismawati 1, Bambang Utoyo 2, M.Kep. Ns ABSTRAK ASUHAN

Keterangan :

V : Kecepatan pengendapan

r : jari-jari benda bulat

d1 : kepadatan benda bulat

d2 : kepadatan benda cair

g : kecepatan gravitasi

: viskositas cairan

Dengan mengganti ac untuk r2 dan mengubah denominator menjadi 7,65 . Persamaan

bisa dibuat untuk aplikasi pada benda yang berbentuk cakram yang mempunyai radius “a” dan

ketebalan “c” jatuh melalui plasma (Ponder) ditunjukkan sebagai berikut :

Meskipun formula ini secara tidak langsung diaplikasikan untuk mengukur kecepatan eritrosit di

plasma, namun menunjukkan beberapa hubungan yang relevan. Sebagai contoh, bahwa

kecepatan pengendapan secara langsung sesuai dengan massa partikel yang diendapkan dan

sesuai dengan perbedaan antara kepadatan partikel dan cairan.

b. Jumlah sel darah merah

Ketika jumlah sel darah merah per unit volume darh lebih besar atau lebih kecil dari

normal, laju pengendapan darah akan berubah. Pada anemia berat laju pengendapan darah sangat

cepat disebabkan sedikitnya jumlah sel darah merah yang mengendap dalam volume cairan yang

lebih besar. Hal ini berbeda dengan polisitemia.dengan persamaan alas an bahwa meningkatnya

kepadatan partikel yang akan mengendap cenderung menahan jatuhnya ke dasar mengakibatkan

laju pengendapan darah menjadi lebih lambat.

c. Ukuran sel darah merah

Makrosit lebih cepat mengendap sedangkan mikrosit lebih lambat dari pada sel darah

merah normal. Makrosit mempunyai massa partikel lebih besar dan meningkatkan kecepatan

pengendapan sehingga LED cenderung meningkat.

d. Bentuk sel darah merah

Bentuk sel darah merah yang sferis atau seperti bulan sabit mempersulit pembentukan

rouleaux sehingga laju pengendapan darah akan cenderung menurun. Penurunan laju endap

darah disebebkan oleh permukaan sel relative lebih luas dibandingkan berat sel.

Faktor Teknis Faktor yang sangat mempengaruhi laju pengendapan darah yaitu faktor teknis. Nilai

normal akan tampak berbeda pada variasi metode akibat variasi dari diameter dan ketinggian

tabung yang dipakai . semakin tinggi tabung, semakin cepat pula tahap pertama dari laju

pengendapan karena tertundanya pengisian sel-sel darah pada dasar tabung. Pengendapan yang

cepat juga terjadi pada diameter tabung yang lebih besar. Pemilihan tabung biasanya berdasarkan

pada kemudahan pemakaian tabung Westergern menjadi pilihan banyak peneliti. Untuk

mengurangi jumlah volumen darah yang diperlukan, diameter tabung harus lebih kecil dari

tabung standart. Perbandingan dari variasi tabung dan nilai normal laju pengendapan tampak

pada table tersebut :

Page 93: SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN MUHAMMADIYAH …elib.stikesmuhgombong.ac.id/285/1/ARIN DWI ISMAWATI NIM. A01301727.pdf · Arin Dwi Ismawati 1, Bambang Utoyo 2, M.Kep. Ns ABSTRAK ASUHAN

Tabel 1. Perbandingan dan variasi tabung dan nilai normal LED dengan berbagai macam metode. Metode Panjang

tabung

(mm)

Diameter

(mm) Volume

(ml) Harga Normal

(mm/jam) Standart

Deviasi

Westergren 300 2,5 1,0 Laki-laki : 0 – 15

Wanita : 0 – 20

Anak-anak :0 – 10

± 1 mm

Cutler 70 5,0 1,0 Laki-laki : 0 – 15

Wanita : 0 – 20

Anak-anak :0 – 10

± 1 mm

Wintrobe 120 2,5 1,0 Laki-laki : 0 – 15

Wanita : 0 – 20

Anak-anak :0 – 10

± 1 mm

Landau-Adams

(micromethode)

120 1,0 0,25 Laki-laki : 0 – 15

Wanita : 0 – 20

Anak-anak :0 – 10

± 1 mm

Smith

(micromethode)

50 2,5 0,25 Laki-laki : 0 – 15

Wanita : 0 – 20

Anak-anak :0 – 10

± 1 mm

Pemasangan tabung yang baik harus dipasang secara tegak lurus. Sedikit kemiringan

akan mempengaruhi kecepatan pengendapan. Kemiringan 3 dapat menimbulkan kesalahan 30%

(Cermin Dunia Kedokteran, Edisi 30). Hal ini disebabkan karena tenggelamnya sel-sel pada satu

sisi tabung. Kesalahan pemasangan tabung yang tidak tegak lurus atau vertikal merupakan faktor

yang sangat mempengaruhi laju pengendapan darah. Di sisi lain tabung atau pipet tidak boleh

digoyang atau bergetar karena ini akan mempercepat pengendapan.

Penggunaan antikoagulan sangat memungkinkan dapat mempengaruhi pola ukuran sel

untuk mengubah laju pengendapan darah. Tetapi sebenarnya penggunaan antikoagulan secara

umum memberikan variasi kecil jika konsentrasinya dikontrol.

Penggunaan antikoagulan yang berlebihan dapat menyebabkan terjadinya degenerasi

dan mengkerutnya sel darah merah sehingga laju pengendapan cenderung menurun. Perbedaan

rata-rata telah ditemukan antara darah yang mengandung potasium oxalat kering dan pada darah

yang sama mengandung potasium dan amonium oxalat mencapai 2 mm per jam dengan metode

Westergren. Dengan standart deviasi ± 1 mm per jam dari metode ini. Perbedaannya tidak

signifikan. Heparin menyebabkan pengerutan sel dan campuran doublé oxalete adalah yang

terbaik. Pengguaan antikoagulan lebih berpengaruh pada hematokrit dari pada laju pengendapan

darah itu sendiri. Penggunaan sodium atau potasium oksalat kering bisa mengerutkan sel darah

merah hingga 11% dan membuat hematokrit 5% lebih rendah dari pada darah yang mengandung

heparin. Jumlah antikoagulan yang digunakan harus diperhatikan dengan tepat. Bila darah yang

diperiksa sudah mengalami pembekuan sebagian, hasil pemeriksaan laju endap darah akan

menjadi lebih lambat karena sebagian fibrinogen sudah terpakai dalam pembekuan (Cermin

Dunia Kedokteran, edisi 30).

Variasi yang kecil dari temperatur ruangan tidak berpengaruh besar pada laju endap

darah. Namun ketika terjadi perbedaan suhu yang cukup besar, laju pengendapan darah akan

dipengaruhi secara signifikan. Suhu optinum selama pemeriksaan adalah 20C, suhu yang tinggi

akan mempercepat pengendapan dan sebaliknya suhu yang rendah memperlambat pengendapan.

Page 94: SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN MUHAMMADIYAH …elib.stikesmuhgombong.ac.id/285/1/ARIN DWI ISMAWATI NIM. A01301727.pdf · Arin Dwi Ismawati 1, Bambang Utoyo 2, M.Kep. Ns ABSTRAK ASUHAN

Telah diketahui bahwa darah yang disimpan di lemari es, laju pengendapan darah secara

signifikan akan menurun hal ini disebabkan oleh viskositas plasma yang meningkat.

Antikoagulansia untuk Pemeriksaan Hematologi Agar darah yang akan diperiksa tidak sampai membeku dapat dipakai bermacam-

macam antikoagulan. Tidak semua macam antikoagulan dapat dipakai karena ada terlalu banyak

berpengaruh terhadap bentuk eritrosit atau leukosit. Antikoagulan yang dapat dipakai antara lain :

1. EDTA (Ethylene Diamine Tetra Acetate), sebagai garam natrium atau kaliumnya. Garam-garam

ini mengubah ion kalsium dari darah menjadi bentuk yang bukan ion. EDTA tidak berpengaruh

besar terhadap morfologi eritrosit dan leukosit. Selain itu, EDTA mencegah trombosit

menggumpal, karena itu EDTA sangat baik dipakai sebagai antikoagulanpada hitung trombosit.

Tiap 1 mg EDTA menghindarkan 1 ml darah. Hindarkan EDTA dalam jumlah berlebihan, bila

dipakai EDTA lebih dari 2 mg per ml darah maka nilai hematokrit menjadi lebih rendah dari

sebenarnya.

EDTA sering dipakai dalam bentok larutan 10% . Jika ingin menghindarkan terjadinya

pengenceran darah, zat kering boleh dipakai, akan tetapi perlu sekali menggoyangkan wadah

berisi darah dalam EDTA selama 1-2 menit karena EDTA kering lambat melarut.

Batas waktu pemeriksaan darah EDTA :

Pemeriksaan dengan memakai darah EDTA sebaiknyadilakukan segera, hanya jika boleh

disimpan dalam lemari es (4C). darah EDTA yang disimpan pada 4C selama 24 jam

memberikan nilai hematokrit yang lebih tinggi.

2. Heparin, berfungsi seperti antitrombin. Dalam praktek sehari-hari heparin kurang banyak

dipakai karena harganya mahal. Tiap 1 mg heparin menjaga membekunya 10 ml darah. Heparin

boleh dipakai sebagai larutan atau dalam bentuk kering.

3. Natrium sitrat dalam larutan 3,8%, yaitu larutan isotonic dengan darah. Dapat dipakai untuk

beberapa macam percobaan hemoragik dan untuk laju endap darah cara Westergern.

4. Campuran amoniumoxalat dan kaliumoxalat, menurut Paul dan Heller yang juga dikenal sebagai

campuran oxalate seimbang. Dipakai dalam keadaan kering agar tidak mengencerkan darah yang

diperiksa. Jika memakai amoniumoxalat tersendiri eritrosit membengkak, kaliumoxalat tersendiri

menyebabkan eritrosit mengkerut. Campuran kedua garam itu dalam perbandingan 3 : 2 tidak

berpengaruh terhadap besarnya eritrosit tetapi berpengaruh terhadap morfologi leukosit.

Korelasi Klinik Laju pengendapan cenderung konstan pada orang sehat. Pada bayi baru lahir laju

pengendapan jarang melebihi 2mm per jam, ini dimungkinkan karena hematokrit yang tinggi.

Anak-anak biasanya mempunyai laju pengendapan yang lebih rendah dari pada orang dewasa.

Selain itu, ada perbedaan yang signifikan namun tidak bisa dijelaskan yaitu nilai laju

pengendapan antara wanita dan laki-laki. Wanita mempunyai rata-rata yang lebih tinggi dari

pada laki-laki. Di laboratorium cara untuk memeriksa laju endap darah yang sering dipakai

adalah cara Wintrobe dan cara Westergern. Pada kehamialn, laju pengendapan mulai meningkat

pada umur kehamilan 3 bulan dan tetap meningkat sampai sekitar 3 minggu setelah kelahiran,

hal ini disebabkan karena kenaikan jumlah sel darah merah. Peningkatan juga sering ditemukan

sebelum dan saat menstruasi.

Secara umum seseorang bisa memperkirakan kenaikan laju endap darah ketika ada

penyakit infeksi dan sejumlah nekrosis jaringan yang cukup signifikan. Pada infeksi virus laju

pengendapan biasanya normal, namun bisa meningkat jika diikuti dengan infeksi bakteri. Pada

Page 95: SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN MUHAMMADIYAH …elib.stikesmuhgombong.ac.id/285/1/ARIN DWI ISMAWATI NIM. A01301727.pdf · Arin Dwi Ismawati 1, Bambang Utoyo 2, M.Kep. Ns ABSTRAK ASUHAN

apendisitis, 24 jam pertama laju pengendapan tidak meningkat, namun selama tahap awal

inflamasi pelvis akut atau kehamialan ektopik yang pecah, laju pengendapan akan meningkat.

Pada infrak miokrad laju pengendapan meningkat tetapi normal pada bagian angina pectoris,

meningkat pada deman rematik, rematoid artritis dan artritis pyogenik namun tidak pada

osteoartritis. Secara umum laju oengendapan pada pasien sirosis hepatitis normal dan

kemungkinan meningkat pasien kanker hati, terlebih jika nekrosis pada jaringan tumor (Milae JB,

1962). Selain itu, nilai laju endap darah diatas 100mm per jam dapat dijumpai pada multiple

meiloma diamana tingginya konsentrasi imunoglobulin menyebabkan meningkatnya

pembentukan rouleaux. Hal ini terjadi pada penderita tuberculosis (Ronald A. Sacher, 1991).

METODE PENELITIAN

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana perbandingan hasil pemeriksaan

laju endap darah (LED) antara sampel darah segar dan darah yang disimpan selama 4 jam dan

untuk melihat apakah darah yang disimpan selama 4 jam sudah menunjukan perbedaan nilai

LED yang signifikan dibandingkan menggunakan sampel yang diperiksa secara langsung

Cara Pengambilan Spesimen Darah Langkap

Alat dan Bahan yag dibutuhkan a. Torniket

Bisa berupa pipa karet yang halus dengan diameter 2-5 mm atau bahan lainnya.

b. Alat suntik, yang terdiri dari:

Jarum Suntik

Panjang 30 - 40mm, Diameter :0,9 mm (20), 1,0 mm (19), 1,1 mm, 1,2 mm (18)

Mulut jarum (Bevel) : Medium untuk sampling darah vena anak kurang tahun bisa dipakai

jarum ukuran 23 (0,6 mm) atau ukuran 25 (0,5 mm).

Tabung suntik (syringe)

Sesuaikan dengan kapasitas pemakaian bisa dipilih 2,5 cc, 10 cc, 20 cc. Pada pemeriksaan DL

(darah lengkap) dibutuhkan tabung suntik atau siringe sebesar 2,5 cc. Untuk pengumpulan darah

vena, penyediaan alat suntik akan menjadi lebih praktis apabila digunakan alat suntik sekali

pakai (disposibel).

c. Tempat penampungan darah

Bisa digunakan botol atau tabung dengan antikoagulan.

d. Bahan disifeksi

Alkohol 70% atau iodium tingtur.

Cara Kerja LED Manual Cara Westergren

Alat yang dibutuhkan 1. Pipet Westergren dengan tanda 0-200, panjang 300 mm, dan garis tengah (diameter) 2,5 mm

2. Rak Westergren

3. Timer (pencatat waktu)

Cara Kerja 1. Mengocok darah dengan antikoagulan sampai merata, kemudian menggunakan pipet westergren

darah dihisap sampai nol.

2. Bila dengan EDTA harus diencerkan dengan perbandingan 4 volume darah : 1 volume PZ. Untuk

menghisap campurantersebut digunakan karet penghisap.

Page 96: SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN MUHAMMADIYAH …elib.stikesmuhgombong.ac.id/285/1/ARIN DWI ISMAWATI NIM. A01301727.pdf · Arin Dwi Ismawati 1, Bambang Utoyo 2, M.Kep. Ns ABSTRAK ASUHAN

3. Ujung tabung ditekan menggunakan jari telunjuk kemudian meletakkannya pada rak Westergren.

4. Tabung harus diletakkan secara tegak lurus, sebab daarah akan mengendap lebih cepat bila tidak

diletakkan tegak lurus.

5. Tinggi kolom plasma dibaca setelah 1 jam.

Populasi penelitian ini adalah semua relawan yang telah diperiksa laju endap darah

(LED) DiKlinika Surabaya dan relawan Akadeni Analis Kesehatan Malang. Sampel yang

digunakan dalam penelitian ini adalah sampel yang mempunyai kriteria sebagai berikut :

1. Relawan dari jenis kelamin laki-laki dan perempuan.

2. Bersedia ikut penelitian.

Dalam penelitian ini diambil sebanyak 20 orang, sehingga dapat memenuhi persyaratan

besar sampel minimal respresentatif.

Pengolahan Data Data yang dikumpulkan di koding dan diolah memalui komputer dengan program SPSS

PC dengan versi 15,0 menggunakan uji statistik Paired-Sampel Test. Selanjutnya disajiakan

dengan tabel sesuai variable yang diinginkan dan dikembangkan.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil penelitian Dari data 20 sampel yang terdiri dari 6 orang dari jenis kelamin laki-laki dan 14 dari

jenis kelamin perempuan memberikan hasil pemeriksaan laju endap darah (LED) secara manual

dengan menggunakan metode Westergren seperti pada tabel 1 berikut.

Tabel 1. Nilai LED dengan sampel yang diperiksa secara langsung dan setelah peyimpanan

selama 4 jam.

NO Jenis

Kelamin

Hasil LED

Yang diperiksa

secara langsung

(mm/jam)

Hasil LED

Setelah sampel

disimpan selama 4 jam

(mm/jam)

Keterangan

1 Perempuan 19 13 Menurun

2 Perempuan 30 19 Menurun

3 Perempuan 15 15 Tetap

4 Laki – laki 7 10 Meningkat

5 Perempuan 15 15 Tetap

6 Perempuan 19 17 Menurun

7 Laki – laki 12 14 Meningkat

8 Perempuan 8 5 Menurun

9 Laki – laki 4 4 Tetap

10 Perempuan 7 6 Menurun

11 Laki – laki 21 20 Menurun

12 Perempuan 10 11 Meningkat

13 Perempuan 16 16 Tetap

14 Laki – laki 7 6 Menurun

15 Perempuan 30 28 Menurun

16 Perempuan 41 43 Meningkat

17 Laki – laki 17 12 Menurun

18 Perempuan 13 15 Meningkat

Page 97: SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN MUHAMMADIYAH …elib.stikesmuhgombong.ac.id/285/1/ARIN DWI ISMAWATI NIM. A01301727.pdf · Arin Dwi Ismawati 1, Bambang Utoyo 2, M.Kep. Ns ABSTRAK ASUHAN

19 Perempuan 21 17 Menurun

20 Perempuan 17 17 Tetap

Jenis Kelamin Dari 20 sampel yang diperiksa, didapatkan 6 orang dari jenis kelamin laki-laki (30%)

dan 14 orang dari jenis kelamin perempuan (70%). LED memakai sampel darah segar yang

diperiksa secara langsung memiliki nilai LED 7 mm per jam dimiliki oleh 2 sampel dari jenis

kelamin laki-laki (33,3%) dan jenis kelamin perempuan sebanyak 2 sampel (14,3%) dengan nilai

LED 15 mm per jam.

Pada LED yang diperiksa secara tidak langsung atau telah mengalami penyimpanan

selama 4 jam, nilai LED yang paling sering muncul yaitu pada sampel yang mempunyai nilai

LED 14 mm per jam dimiliki oleh 2 sampel dari jenis kelamin laki-laki (33,3%) dan dari jenis

kelamin perempuan sebanyak 3 sampel (21.4%) dengan nilai LED 15 mm per jam.

Perbandingan nilai LED setelah sampel disimpan selama 4 jam Dari semua sampel yang diperiksa didapatkan 8 sampel (25%) yang mengalami

kenaikan nilai LED dengan jumlah 2 sampel (33%) dari jenis kelamin laki-laki dan 3 sampel

(67%) dari jenis kelamin perempuan. Didapatkan juga 10 sampel (50%) yang mengalami

penurunan nilai LED dengan jumlah 3 sampel (30%) dari jenis kelamin laki-laki dan 7 sampel

(70%) dari jenis kelamin perempuan. Selain itu didapatkan pula sampel yang tidak mengalami

kenaikan maupun penuruanan LED sejumlah 5 sampel (25%) yaitu 1 sampel (20%) daru jenis

kelamin laki-laki dan 4 sampel (80%) dari jenis kelamin perempuan.

Pembahasan Hasil rata-rata pemeriksaan LED manual cara Westergren dari 20 sampel yang diperiksa

sacara langsung baik laki-laki maupun perempuan, didapatkan nilai mínimum 4 mm per jam,

nilai maksimum 21 mm per jam, standart deviasi ± 8,719 dan rata-rata nilai LED 15,15 mm per

jam. Sedangkan setelah sampel mengalami penyimpanan selama 4 jam didapatkan nilai

mínimum 4 mm per jam, nilai maksimum 43 mm per jam, standart deviasi ± 9,168, rata-rata nilai

LED 16,45 mm per jam.

Tabel 2. Hasil Pemeriksaan LED manual antara sampel yang diperiksa secara langsung

dan setelah mengalami penyimpanan selama 4 jam.

Parameter Sampel yang diperiksa

secara langsung

Setelah sampel

disimpan selama 4 jam

Nilai minimal LED

(mm/jam)

4 4

Nilai maksimal

LED

(mm/jam)

41 43

Nilai rata-rata LED 15,15 16,45

SD ± 8,719 ± 9,168

Pengolahan data ini menggunakan uji statistik Paired-Sampel T Test, didapatkan tingkat

kemaknaan (p) sebesar 0,0094% yang menunjukkan tidak adanya perbedaan yang bermakna

pada nilai LED jika bahan atau sampel disimpan selama 4jam dibandingakan memakai sampel

Page 98: SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN MUHAMMADIYAH …elib.stikesmuhgombong.ac.id/285/1/ARIN DWI ISMAWATI NIM. A01301727.pdf · Arin Dwi Ismawati 1, Bambang Utoyo 2, M.Kep. Ns ABSTRAK ASUHAN

yang diperiksa secara langsung atau menggunakan darah segar. Suatu hasil dikatakan bermakna

jika tingkat kemaknaan kurang atau sama dengan 0,05 (5%). Di sisi lain terlihat adanya variasi

dari perbandingan nilai LED antara sampel yang diperiksa secara langsung dan sampel dengan

penyimpanan selama 4 jam yakni didapatkan 5 sampel (25%) yang mengalami kenaikan, 10

sampel (50%) mengalami penurunan, dan 5 sampel (25%) yang tidak mengalami kenaikan

maupun penurunan dalam artian nilai LED menggunakan darah segar maupun darah yang

disimpan selama 4 jam tersebut tidak mengalami perubahan.

Keadaan ini dapat terjadi karena Laju Endap Darah (LED) banyak dipengaruhi oleh

berbagai faktor diantaranya yaitu faktor sel darah merah, komponen plasma, dan faktor teknis.

Teori menyatakan bahwa pada darah yang disimpan atau tidak segera diperiksa lebih dari 4 jam

setelah pengambilan sampel, sel darah merah akan mengalami perubahan bentuk menjadi lebih

sferis dan sulit untuk membentuk rouleaux (Solichul Hadi, 2011). Dengan demikian,

pemeriksaan LED menjadi lebih lambat dan mengakibatkan nilai LED cenderung menurun.

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan Laju Endap Darah (LED) merupakan pemeriksaan darah lengkap dalam pemeriksaan

hematologi rutin sederhana yang tidak spesifik namun masih umum digunakan sebagai indikator

penilai aktifnya suatu penyakit. LED adalah suatu pemeriksaan yang masih sering dilakukan

secara rutin karena pada kenyataannya LED adalah tes laboratorium yang sederhana dan tidak

tergolong mahal, dikerjakan secara manual menggunakan metode Westegren yang digunakan

sebagai tolok ukur terjadinya infeksi dalam tubuh maupun memantau respon terhadap terapi.

Namun, LED banyak dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain faktor sel darah merah,

komposisi plasma, dan faktor teknik mulai dari ukuran, jumlah, bentuk sel darah merah, plasma

protein, suhu, ukuran dan posisi tabung, waktu dan lain-lain. Secara klinik, faktor inilah yang

menyebabkan LED adalah suatu tes yang bisa dikatakan kurang spesifik dan sensitif. Jenis

kelamin, umur, kehamilan, obat-obatan dan merokok juga berperan dalam hal ini.

Pada penelitian ini menunjukkan bahwa sampel yang disimpan selama 4 jam tidak

memberikan hasil yang bermakna, meskipun dalam teori disebutkan bahwa pada darah yang

disimpan atau tidak dikerjakan lebih dari 2 jam setelah pengambilan sampel, LED cenderung

menurun. Beberapa faktor yang telah disebutkan diatas kemungkinan sangat mempengaruhi

keadaan ini. Bentuk sel darah merah yang berubah menjadi sferis dan sulit untuk membentuk

rouleaux disebabkan karena pada darah disimpan jumlah ATP atau energy dalam sel berkurang

mengakibatkan fungsi pompa Na+ - K+ dalam mempertahankan atau menjaga volume terganggu.

Pemasukan ion Natrium dan ion Kalsium ke dalam sel dan pengeluaran ion Kalium keluar sel

mengakibatkan osmosis air ke dalam sel.

Saran Melihat hasil penelitian di atas, jika kondisi tidak memungkinkan pemakaian sampel

darah yang disimpan selama 4 jam terpaksa boleh dipakai untuk pemeriksaan LED karena belum

memberikan hasil yang bermakna. Melakukan suatu penelitian tentulah perlu diperhatikan dari

segala aspek untuk memenuhi persyaratan dalam menentukan kebenaran dan keberhasilan dari

hasil penelitian. Faktor teknis maupun non teknis haruslah diperhatikan mulai cara pengambilan

sampel sampai cara pengerjaan. Melihat banyaknya variasi dari hasil penelitian ini sebaiknya

Page 99: SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN MUHAMMADIYAH …elib.stikesmuhgombong.ac.id/285/1/ARIN DWI ISMAWATI NIM. A01301727.pdf · Arin Dwi Ismawati 1, Bambang Utoyo 2, M.Kep. Ns ABSTRAK ASUHAN

jumlah sampel yang diteliti lebih diperluas. Dengan demikian, diharapkan penelitian ini

memberikan hasil yang lebih valid dan representatif.

DAFTAR PUSTAKA

Bakta, I made. (2003). Hematologi Klinik Ringkas, (Jakarta : Penerbit buku : Kedokteran EGC).

Beutler, Ernest. (1995). Williams Hematology -5th

ed, (USA : Mc Graw – Hill Companies, Inc).

Dharma, R, Immanuel, S danR, Wirawan. (2007). Penilaian Hasil Pemeriksaan Hematologi Rutin,

(Jakarta : Cermin Dunia Kedokteran).

Gandasoebrata, R. (1989). Penuntun Laboratorium Klinik (hal 8-10), (Jakarta : Dian Rakyat)

Guyton, Arthur C. (1997). Buku Ajar Fisiologi Kedokteran-Edisi 9. (Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran

EGC)

Harrison, Tinsley Randolph. (2005). Principles of Internal Medicine-16th

ed. (America : McGraw-Hill

Companies, Inc)

Mahanani, Dwi Asih. (2002). Kapita Selekta Hematologi-Edisi 4 (Hal7-8). (Jakarta : Penerbit Buku

Kedokteran EGC)

Miale, John B. (1962). Laboratory Medicine Hematology. (USA : The C>V Mosby Company)

Solichul Hadi, S. (2001). Pemeriksaan Laboratorium Hematologi Rutin Sederhana. (Laboratorium

Patologi Klinik Fakultas Kedokteran Airlangga Surabaya)

Sacher, Ronald A. (1991). Clinical Interpretation of Laboratoru Test-10th

ed. (USA : F. A. Davis

Company)

Turgeon, May Louise. (1993). Clinical Hematologi : Theory and Procedures-2nd

ed. (USA : Library of

Congress)

Wintrobe, Maxwell M. (1961). Clinical Hematologi-5th

ed. (USA : Lea and Febiger)

www.Google.com “Pemeriksaan Hematologi Rutin-Cermin Dunia Kedokteran” diakses pada tanggal 13

Oktober 2007

Riswantoon,2009,Laju Endap Darah ,http://labkesehatan.blogspot.com/2009/12/laju-endap-darah-

led.html, 28 juni.

Page 100: SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN MUHAMMADIYAH …elib.stikesmuhgombong.ac.id/285/1/ARIN DWI ISMAWATI NIM. A01301727.pdf · Arin Dwi Ismawati 1, Bambang Utoyo 2, M.Kep. Ns ABSTRAK ASUHAN

Comparison of the Hemostatic Effects of Fresh Whole Blood, Stored Whole Blood, and Components After Open Heart Surgery in Children

By Catherine S. Manno, Kathleen W. Hedberg, Haewon C. Kim, Greta R. Bunin, Susan Nicolson, David Jobes, Elias Schwartz, and William I. Norwood

In a double-blind study, we compared the postoperative (post-op) blood loss in 161 children undergoing open heart surgery with cardiopulmonary bypass whose immediate post-op transfusion requirements were met with either very fresh whole blood (VFWB), 24- to 48-hour-old whole blood or reconstituted whole blood (packed red blood cells, fresh frozen plasma [FFP], and platelets). Assignment t o treatment groups was not strictly random but dependent, in part, on the ability of families t o provide directed donors for fresh blood. The three patient groups were comparable with respect to patient age, pre-op coagulation profiles (bleeding time, prothrombin time, activated partial thromboplastin time, platelet count, fibrin split products, fibrinogen, and platelet aggregation tests) difficulty of operative procedures and time spent on CPB. Mean 24-hour post-op blood loss in milliliters per kilogram was 50.9 ? 9.3 in the VFWB group, 44.8 .t 6.0 in the 24- to 48-hour-old group, and 74.2 & 8.9 in the reconstituted group (P = .03). When blood loss was compared in the 93 children less than 2 years of age, mean

HE ACQUISITION OF hemostasis in children who T have undergone open heart surgery (OHS) is an important part of their postoperative (post-op) manage- ment. Bleeding that causes changes of intravascular volume and hemodynamic instability immediately after cardiopul- monary bypass (CPB) can, particularly in the very young child, adversely affect patient outcome. The amount of post-op hemorrhage is a consequence of a complex interre- lationship between the integrity of the surgically revised heart and vessels, pre-existing coagulation defects in the patient, and coagulationdefects induced by CPB. A variety of hemostatic defects have been described in children with cyanotic and acyanotic congenital heart disease including thrombocytopenia, platelet dysfunction, disseminated intra- vascular coagulation, and an abnormality of the von Wille- brand's fa~t0r.I .~ The techniques of CPB alter the coagula- tion system through the obligatory administration of heparin and protamine sulphate as well as by contributing to cellular alterations at the blood-surface interface in the oxygenator and tubing. This contribution results in varying degrees of fibrinolysis, thrombocytopenia, and acquired defects of platelet f~nction.5.~ Preoperative screening has

From the Clinical Laboratories and The Department of Pediahics, Anesthesia and Surgery, The Children's Hospital of Philadelphia; and the University of Pennsylvania School of Medicine, Philadelphia.

Submitted March 20, 1990; accepted October 23, 1990. Address reprint requests to Catherine S. Manno, MD, Assistant

Professor of Pediahics, The Children's Hospital of Philadelphia, Department of Clinical Laboratories, 34th and Civic Center Blvd, Philadelphia, PA 19104.

The publication costs of this article were defrayed in part by page charge payment. This article must therefore be hereby marked "advertisement" in accordance with 18 U.S.C. section I734 solely to indicate this fact. 0 1991 by The American Society of Hematology. 0006-4971 l91/7705-OO19$3.00l0

blood loss was 52.3 f 10.8 in the VFWB group, 51.7 f 7.4 in the 24- to 48-hour-old group, and 96.2 .+ 10.7 in the reconsti- tuted group (P = .OOl). For subjects who had received recon- stituted blood, 30-minute and 3-hour post-op platelet aggre- gation responses to adenosine diphosphate (10 kmol/L) and 30-minute aggregation response to epinephrine (2.5 p,mol/L) were more depressed than in the VFWB and 24- to 48-hour groups (P < .001, P = .005, and P = .02). Comparison of other post-op coagulation tests could not explain the in- creased blood loss in the reconstituted group. We conclude that the transfusion of <48 hours old whole blood is associ- ated with significantly less post-op blood loss than the transfusion of packed red blood cells, FFP, and platelets in children under 2 years old who underwent complex cardiac surgery. The blood losses associated with the transfusion of VFWB and 24- to 48-hour-old blood are comparable and may be, in part, due t o better functioning platelets. o 199 1 by The American Society of Hematology.

not proved to be a reliable predictor of post-op hemor- rhage." As a result of these hemorrhagic tendencies, the vast majority of pediatric patients who have OHS require blood transfusion, despite the well-recognized complica- tions associated with transfusion of blood products, includ- ing transmission of infections and transfusion reactions. Approaches to limiting the number of donor exposures in adults have included the use of autologous blood and cell salvage techniques." Recent pharmacologic approaches to limiting blood loss after CPB in adults have included the use of 1-deamino-8-D-arginine vasopressin (DDAVP), apro- tinin, and dipymridam~le.'~.'~

Another approach, widely used in adult patients in Japan and Israel, is the transfusion of fresh whole blood.16 The hemostatic advantage of fresh blood over platelet concen- trates has recently been reported in adult patients." The clinical experience of pediatric cardiac surgeons has sug- gested that the severity and consequences of post-op hemorrhage is minimized, particularly in small children who have complex congenital heart disease, if post-op transfusion needs are met with fresh whole blood rather than stored blood components. Blood used within 6 hours of collection has not required refrigeration and contains platelets whose function has not been impaired by exposure to cold." Because the practical difficulties of maintaining a ready supply of fresh blood that has passed requisite screening tests are numerous, and because blood compo- nents are readily available and are thought to be hemostati- cally equivalent to fresh whole blood, the use of compo- nents rather than fresh whole blood has been encouraged by the blood banking community.''

To assess whether the use of fresh blood is associated with improved hemostasis following cardiopulmonary by- pass in infants and children, we performed a double-blind, randomized trial comparing 24-hour blood loss in children whose immediate post-op transfusion requirements were

930 Blood, Vol77, No 5 (March l ) , 1991: pp 930-936

For personal use only.on July 31, 2016. by guest www.bloodjournal.orgFrom

Page 101: SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN MUHAMMADIYAH …elib.stikesmuhgombong.ac.id/285/1/ARIN DWI ISMAWATI NIM. A01301727.pdf · Arin Dwi Ismawati 1, Bambang Utoyo 2, M.Kep. Ns ABSTRAK ASUHAN

COMPARISON OF HEMOSTATIC EFFECTS 93 1

met with either: Group I: very fresh whole blood adminis- tered less than 6 hours after donation (VFWB); Group 11: whole blood administered 24 to 48 hours after donation; Group 111: a combination of packed red blood cells (RBCs), fresh frozen plasma (FFP), and platelets. These compo- nents, usually transfused individually, were combined for study purposes only.

We also compared post-op coagulation values and results of platelet function studies to see if these measures of hemostasis differed among the treatment groups.

MATERIALS AND METHODS

Informed consent was obtained from the parents of each patient before entry into the study. The experimental protocol was approved by the Committee for the Protection of Human Subjects at the Children’s Hospital of Philadelphia and reviewed by the Compliance Branch of the Sterile Drugs and Biologics Branch of the Food and Drug Administration (FDA) in Rockville, MD. All children (newborn to 21 years old) scheduled for OHS with CPB were eligible for study. The patients had congenital heart disease who required palliative or reparative surgery of varying degrees of surgical difficulty. The technical difficulty and operative risk of all surgical procedures were graded by the attending surgeon as simple, intermediate, or complex (see Table 1).

Randomization Because of limited availability of VFWB from the Blood Bank

and the need to enroll equal numbers of subjects into each treatment group, the following randomization schedule was de- vised. For patients whose parents agreed to participate in the study and were able to provide directed blood donors, two thirds were assigned to Group I (VFWB) and one third were assigned Group I1 (24- to 48-hour-old whole blood) using a series of sealed envelopes. For patients whose parents agreed to participate in the study but were unable to provide directed blood donors, one third were assigned to Group I1 (24- to 48-hour-old blood) and two thirds were assigned to Group I11 (reconstituted). For infants transported to this institution for emergency surgery, assignment to the three treatment groups was made on an equal basis using a separate system of sealed envelopes. For these infants, blood was from non-directed donors.

Preparation of Study Units Blood or blood components were collected into standard blood

collection units containing citrate-phosphate-dextrose-adenine-1 (CPDA-1) solution. Typing and cross-matching were performed in standard fashion. A sample of donor’s blood underwent requisite screening tests for infectious disease transmission including rapid plasma reagin (RPR), hepatitis B surface antigen (HBsAg), hepatitis B core antibody (anti-HBc), human immunodeficiency virus antibody (anti-HIV), and alanine aminotransferase (ALT) level. Human T-cell leukemia virus-ID1 (HTLV-IDI) antibody testing was added in March 1989.

VFWB was whole blood less than 6 hours old. VFWB was collected on the day of surgery from a donor who, the day before donation, was prescreened and passed all required donor testing. Study units were kept at room temperature until used or for a maximum of 6 hours. Each transfused unit was screened in the same manner. However, testing was not always completed before transfusion. Release of VFWB before completion of screening tests on that unit was approved by the FDA for study purposes only and is not a routine procedure at this institution.

Group Z.

Table 1. Classification of Operative Procedures

Simple Aortic valvuloplasty ASD patch repair (closure of ASD) Blalock-Taussig shunt’ Repair partial anomalous pulmonary venous return Resection subaortic membrane

Intermediate Closure of primum ASD with mitral valve replacement ASD repair with mitral valve replacement ASDNSD patch repair Incomplete AV canal repair Complete AV canal repair Pulmonary valvotomy RV outflow tract augmentation; repair total anomalous pul-

Senning proceduret Patch closure of VSD VSD patch repair with resection coarctation of aorta

monary venous return

Complex Arterial switch Fontan procedure for various forms of single ventricle physi-

Modified Glenn shunt§ Separation of aorta and pulmonary artery with VSD patch

Stage I palliation for hypoplastic left heart syndrome11

ology*

repair (Truncus arteriosus repair)

+Subclavian to pulmonary artery anastomosis. t A n operation used in children with transposition of the great vessels

that redirects the venous return using an intra-atrial baffle of autologous tissue. The baffle directs the pulmonary venous blood across the tricuspid valve into the right ventricle and to the aorta; the systemic venous blood is directed across the mitral valve into the left ventricle and to the pulmonary artery.

*An operation used in children with a single ventricle that separates the pulmonary from the systemic circulation. This procedure is based on the principle that the right atrial pressure is adequate to drive blood through the lung, making a ventricle unnecessary.

§Superior vena cava to right pulmonary artery anastomosis. llPalliative procedure consisting of (1) transection of main pulmonary

artery, (2) creation of neoaorta, and (3) creation of systemic to pulmo- nary artery shunt.

Group ZI. Twenty-four- to 48-hour-old blood was whole blood collected 24 to 48 hours before transfusion and was stored at 4 to 6°C until used.

Group ZII. Reconstituted whole blood contained components of whole blood (one unit each of packed RBCs, platelets, and FFP) which were combined to produce a unit of blood that was visually indistinguishable from standard whole blood. A unit of packed RBCs ( 5 5 days old) was brought from 4 to 6°C to room temperature over a period of 2 hours. The unit was placed on a platelet agitator (Helmer Labs, St Paul, MN) for 10 to 20 minutes before reconstitution. A unit of 2- to 5-day-old random-donor platelets that had been collected and stored in conventional fashion was transferred into a thawed unit of FFP using a plasma transfer set (Fenwal Labs, Deerfield, IL, code 4C2243) to prepare platelet-rich plasma. The platelet bag was rinsed with plasma to reduce the loss of platelets. Platelet-rich plasma was then trans- ferred into an 800-mL size transfer pack unit (Fenwal Labs, code 4R2005). Finally, a unit of RBCs was transferred into the platelet- rich bag. After the transfer was completed and components were well mixed by hand, residual air was expressed into the empty RBC

For personal use only.on July 31, 2016. by guest www.bloodjournal.orgFrom

Page 102: SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN MUHAMMADIYAH …elib.stikesmuhgombong.ac.id/285/1/ARIN DWI ISMAWATI NIM. A01301727.pdf · Arin Dwi Ismawati 1, Bambang Utoyo 2, M.Kep. Ns ABSTRAK ASUHAN

932 MANNO ET AL

bag. The platelet-enriched reconstituted whole blood was stored at 22°C without disturbance for about 1 hour and then placed on a platelet agitator until used. This product was available for transfu- sion when the patient came off CPB and was used within 6 hours of reconstitution. All components were AB0 and Rho(D) group identical.

Administration of Study Units

Two units of RBCs were prepared for each subject. The CPB pump was primed with balanced electrolyte solution and whole blood calculated to produce a final hematocrit of 25% during CPB. At the termination of bypass, heparin effect was reversed with protamine sulphate. From this point on, all volume requirements as determined by blood loss and hemodynamic measurement were met with the assigned study blood. The amount of study blood administered varied according to individual patient needs, and was not a predetermined dose. All study blood was passed through a warmer to bring the temperature to 37°C. The surgeon was blinded to the nature of the blood but the anesthesiologist was not. If clinical complications arose, only the surgeon could ask to break protocol before both study units had been administered.

Measurement of Blood Loss Total blood loss was measured for 24 hours after the study blood

was administered. In the operating room, blood loss was deter- mined by weighing sponges and measuring suction and chest tube drainage. In the intensive care unit (ICU), blood loss was assessed by measuring chest tube drainage.

Laboratory Assessment of Coagulation Bleeding times (Simplate; Organon-Teknika, Durham, NC)

were performed on the volar surface of the forearm immediately pre-operatively, and 30 minutes and 3 hours after administration of protamine sulphate. Blood samples were collected through a flushed arterial line. The following laboratory tests were performed immediately before CPB, and 30 minutes and 3 hours after administration of protamine sulphate: platelet count, prothrombin time, activated partial thromboplastin time (aPlT), fibrinogen, fibrin split products (FSP), FVIII:RAg, and platelet aggregation in response to adenosine diphosphate (ADP) (2 kmol/L), epineph- rine (2.5 pmol/L), collagen (.047 mg/mL), and ristocetin (6 mg/mL).

Platelet counts were determined on a Coulter Plus IV electrical cell counter (Hialeah, FL) from blood collected in EDTA. Pro- thrombin time and a P l T were measured on a Coag-A-Mate X2 (Organon-Teknika). Fibrinogen was measured by the dilute throm- bin time method of Clauss.*’ FSP were detected by latex agglutina- tion technique (Thrombo-Wellcotest Kit; Burroughs-Wellcome, Greenville, NC). vWF:Ag was measured by an adaptation of the quantitative immunoelectrophoresis method of Laurel1 (Helena Laboratories, Beaumont, TX).”

Platelet aggregation induced by ADP (BioData Corporation, Hatboro, PA), epinephrine, collagen (BioData), ristocetin (Aggre- cetin; Bio/Data), and epinephrine were studied using platelet-rich plasma anti-coagulated with 3.8% sodium citrate, stored at room temperature and tested within 60 minutes of collection. Platelet concentration was adjusted to 200,000/1*.L. Changes in optical density of the platelet-rich plasma were measured on a platelet aggregation profiler (BioData). Results are expressed as percent maximum aggregation recorded within 5 minutes of adding stan- dard concentrations of the agonist.

Statistical Analysis

Distributions of age, sex, surgical complexity (simple, intermedi- ate, complex), length of time on bypass, and length of time in circulatory arrest in the treatment groups were compared by x2 tests. Mean blood loss and mean pre-op coagulation studies were compared among the three treatment groups by analysis of variance. When the analysis of variance was significant, (ie, the null hypothesis that the means for the three groups were the same was rejected), pairwise comparisons of the groups were performed using t-tests and the Bonferroni method of adjusting for multiple comparisons. Multiple linear regression was used to investigate the effects of several factors simultaneously on blood loss. Statistical significance was set at .05. All analyses were performed with statistical analysis systems.22

RESULTS

Patient characteristics for each of the treatment groups are found in Table 2. A total of 161 patients were enrolled between March 1987 and July 1989. Fifty-two subjects were in Group I, 57 subjects were in Group 11, and 52 subjects were in Group 111. Four children who died within the first 24 postoperative hours were not included in this analysis. One of these patients died in the operating room and the other three died in the ICU; none of these patients died of overwhelming hemorrhage. Each of the three treatment groups were comparable with respect to age, sex, and percentage of cases in each category of surgical difficulty. The groups were similar in terms of mean bypass time, time of circulatory arrest, and the mean amount of blood transfused per kilogram in the first 24 postoperative hours. Comparison of the means for pre-op coagulation tests (bleeding time, platelet count, prothrombin time, partial thromboplastin time, fibrinogen, FSP, FVIII:RAg, platelet aggregation studies) showed the groups were similar.

Blood Loss Mean 24-hour blood loss in milliliters per kilogram was

50.9 ? 9.3 in Group I, 44.8 ? 6.0 in Group 11, and 74.2 ? 8.9 in Group I11 (f = .03) (Table 3).

Differences in mean blood loss varied among the groups according to the age of the patient. Comparison of mean 24-hour blood loss for the 93 children less than 2 years old showed the transfusion of reconstituted whole blood was associated with 85% more blood loss than either of the other products (f = .001). Comparison of mean 24-hour blood loss for the 68 children greater than 2 years old did not show a significant difference among treatment groups (P = .41).

Differences in blood loss among the groups also varied according to the difficulty of the surgical procedure. For patients whose surgery was simple or of intermediate complexity, no significant differences in blood loss oc- curred. However, for those undergoing complex surgery, blood loss differed significantly, patients in Group I11 having the highest blood loss (f = .01). This difference was even more pronounced when the children less than 2 years old with complex surgery were considered (P = ,002); those

For personal use only.on July 31, 2016. by guest www.bloodjournal.orgFrom

Page 103: SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN MUHAMMADIYAH …elib.stikesmuhgombong.ac.id/285/1/ARIN DWI ISMAWATI NIM. A01301727.pdf · Arin Dwi Ismawati 1, Bambang Utoyo 2, M.Kep. Ns ABSTRAK ASUHAN

COMPARISON OF HEMOSTATIC EFFECTS 933

Table 2. Patient Characteristics for the Three Treatment Groups

Group 111 Group I Group II Reconstituted VFWB 24-48 h Old Whole Blood

No. subjects 52 57 52 Female 20 25 16 Male 32 32 36

Ages Mean 2 S.E. (y) Range No. < 2 y No. >2y

Surgical difficulty Simple (no. subjects) Intermediate Complex

Mean time 2 SE on bypass (min) Mean time f SE of circulatory arrest Mean volume blood given (Cm3/kg) in 24 h

2.8 f 0.4 (0-8.2)

27 25

11 12 29

86.8 2 6.2 38.1 f 4.3 72.3 2 9.9

3.9 f 0.6 (0-19)

30 27

16 12 29

86.1 f 5.8 43.6 f 4.6 75.5 f 7.8

3.8 2 0.8* (0-20)

36 16

9 12 31

84.2 f 5.lt 37.2 f 3.7$ 97.4 5 9.60

No. of subjects with circulatory arrest 41 42 39

*P = .37. t P = .94. SP = .51. §P = .11.

in Group I11 experienced about twice the blood loss of the other two groups.

When the effects of blood loss of age, surgical complexity, and type of blood product were investigated simultaneously using multiple linear regression, blood product and surgical complexity were statistically significant predictors (P = .02 and P < .001, respectively). Reconstituted blood was asso- ciated with an 18 mLikg increase and 24- to 48-hour-old blood with a 3 mLkg decrease in blood loss compared with

VFWB. Compared with simple surgery, complex surgery increased blood loss by 38 mLikg and intermediate surgery by 4 mL/kg.

Laboratory Evaluation

Changes in bleeding time, platelet counts, prothrombin time, aPlT, fibrinogen, FSP, and FVIII:RAg, which are expected following surgery with CPB, were seen in all

Table 3. Blood Loss [mL/kg) (mean f SE) by Age, Surgical Difficulty, and Both

Group I VFWB

Group II 24-48 h

Group 111 Reconstituted Whole Blood PValue"

BY age All ages (n = 161) 50.9 2 9.3 (n = 52) 44.8 f 6.0 (n = 57) 74.2 f 8.9 (n = 52) .03t

2 2 Y (68) 49.4 f 15.6 (25) 37.2 f 9.7 (27) 24.6 f 6.0 (16) NS <2 Y (93) 52.3 2 10.8 (27) 51.7 f 7.4 (30) 96.2 f 10.7 (36) .001*

By surgical difficulty Simple (36) 16.3f 4.6 (11) 31.2 f 15.2 (16) 15.8 f 7.0 (9) NS Intermediate (36) 24.9 f 6.3 (12) 33.5 f 6.0 (12) 32.9 f 7.2 (12) NS Complex (89) 74.8 f 15.0 (29) 57.1 2 7.6 (29) 107.1 2 11.2 (31) .01§

By age and surgical difficulty Simple No patients Intermediate 27.9 2 9.2 (8) 39.8 2 7.9 (8) 36.2 2 9.8 (7) NS Complex 62.6 f 14.3 (19) 56.1 f 9.6 (22) 110.7 f 11.6 (29) .00211

Simple (22 ) 16.3 f 4.5 (11) 31.2 f 15.2 (16) 15.8 f 6.9 (9) NS Intermediate (22 ) 18.9 f 4.6 (4) 21.0 f 5.0 (4) 28.4 f 11.4 (5) NS Complex (22 ) 98.0 f 34.2 (10) 60.1 f 10.4 (7) 54.8 f 0.2 (2) NS

Abbreviation: NS, not significant. *Significant pairwise differences by the method of Bonferroni were as follows: tll v 111. *I v 111, II v Ill. 011 v 111. 111 v 111, II v 111.

For personal use only.on July 31, 2016. by guest www.bloodjournal.orgFrom

Page 104: SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN MUHAMMADIYAH …elib.stikesmuhgombong.ac.id/285/1/ARIN DWI ISMAWATI NIM. A01301727.pdf · Arin Dwi Ismawati 1, Bambang Utoyo 2, M.Kep. Ns ABSTRAK ASUHAN

934 MANNO ET AL

Table 4. Mean Laboratory Values: All Ages

Group I VFWB

Group It 24-48 h

Group 111 Reconstituted Whole Blood P Value

Bleeding time (s)

Platelet count ( x 1 OYL)

Prothrombin time (s)

aPl7 (s)

Fibrinogen (mg/dL)

FSP (mg/mL)

F.VIIIR: Ag (%)

Pre-op 30 min 3 h

Pre-op 30 min 3 h

Pre-op 30 min 3 h

Pre-op 30 min 3 h

Pre-op 30 min 3 h

Pre-op 30 min 3 h

Pre-op 30 min 3 h

253.1 f 18.2 296.5 f 28.1 347.5 f 32.0 291.7 t 14.9 171.2 t 8.5 207.6 t 11.9

11.4k 0.2 12.4 2 0.2 12.3 k 0.2 34.6 f 1.0 38.2 f 1.1 35.3 f 1.5

217.7 k 7.0 201.5 t 5.4 207.6 k 11.9

2.6 t 1.0 14.5 f 6.3 17.7 f 5.3

143.7 t 14.0 170.0 f 10.1 235.0 k 14.7

308.0 f 22.2 353.2 t 25.6 377.9 t 30.7 304.0 t 14.3 145.6 t 7.2 174.4 f 9.0 11.0 f 0.1 12.2 f 0.2 11.6 f 0.2 35.4 k 0.9 39.7 k 3.4 33.0 t 1.1

214.2 t 8.0 195.1 k 5.6 209.0 f 6.1

2.3 f 1.2 8.2 f 3.1

115.5 t 8.2 165.2 t 8.3 246.8 f 14.3

6.0 f 1.7

252.7 t 20.6 346.4 t 30.8 363.4 t 32.2 291.8 t 17.0 163.4 t 8.4 182.6 f 9.3 11.4 f 0.3 12.7 t 0.2 12.3 t 0.2 35.3 f 1.0 43.3 f 1.8 36.4 f 1.4

197.0 f 7.8 184.0 f 4.8 195.1 t 6.3

1.8 t 0.6 7.0 t 2.4 6 . 8 k 1.5

116.9 f 15.5 145.5 8.4 214.0 f 16.4

NS NS NS NS .05 .05 NS NS .01 NS .06 NS NS .07 NS NS NS .02 NS NS NS

Mean f standard error.

treatment groups (Table 4). Mean activated clotting times measured 30 minutes after protamine were similar in all treatment groups (P = .92). Thirty minutes after prota- mine, subjects in Group 111 had a longer mean aPTT and a lower mean fibrinogen concentration (P = .06 and .07) in comparison with the other groups. Comparison of other mean post-op laboratory values at 30 minutes and 3 hours showed differences among the groups (platelet counts at both times, prothrombin time at 3 hours, and FSPs at 3 hours). Reconstituted blood was also associated with the most abnormal platelet aggregation studies at 30 minutes in the presence of the agonists ADP, epinephrine, and colla- gen (P < .001, P = .02, andP = .007). ADP-induced aggre- gation at 3 hours was also significantly reduced in the reconstituted group (P = .005).

DISCUSSION

Avoiding excessive hemorrhage after OHS with CPB in children is an important factor in improving surgical out- come. Although many approaches to limiting post-op hem- orrhage have been tried, no single approach has proven uniformly successful. In our study, children less than 2 years old who had complex surgery derived the greatest benefit from whole blood less than 48 hours old. Compared with the repair of simpler defects, complex congenital heart defects require more extensive reconstruction and more time on CPB. These factors result in larger blood lossesz3 putting the patients at higher risk for hemodynamic instabil- ity. Although our pediatric patients always require RBC transfusions following surgery, the use of a product that optimizes hemostasis and thereby decreases blood loss will lessen the amount of blood replacement required following surgery and help to reduce donor exposure. Comparison of blood loss for children older than 2 years old did not show a

difference among the treatment groups. However, this result may be a reflection of an inadequate sample size. The finding for young children was highly significant and corrob- orated the impression of some cardiac surgeons. However, as a larger effect on young children was not a formally stated hypothesis a priori, this finding should be interpreted cautiously.

The randomization method used in this study was forced by institutional practicalities and was adopted to provide study units and to allow enrollment of equal numbers of patients in each treatment arm. Enrollment into Group I required that families provide directed donors of the study blood product and enrollment in Group I11 was for those who could not provide donors. Half of the families of patients in Group I1 provided donors and half did not. The issue of providing donors was not applied to infant subjects; the donor pool at this institution provided these study units. There were small differences in the mean age and sex distributions of the study groups; after statistical adjust- ment for age and sex, the difference in mean blood loss among the groups was still significant. However, the compro- mise forced on the randomization may have led to unequal distribution of unknown patient characteristics among the patient groups and may have affected the outcome.

Many abnormalities in hemostasis that follow CPB have been de~cribed.’~.’~ Although levels of most plasma coagula- tion factors fall below pre-op values (especially Factor V), these reductions are generally not severe enough to be associated with clinical bleeding.z6 We observed prolonga- tion of the mean protime and mean a P l T in all of our treatment groups after CPB. However, the transfusion of reconstituted blood was associated with a longer aPTT at 30 minutes and prothrombin time at 3 hours than either other treatment group. Because the transfusion of FFP is ex-

For personal use only.on July 31, 2016. by guest www.bloodjournal.orgFrom

Page 105: SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN MUHAMMADIYAH …elib.stikesmuhgombong.ac.id/285/1/ARIN DWI ISMAWATI NIM. A01301727.pdf · Arin Dwi Ismawati 1, Bambang Utoyo 2, M.Kep. Ns ABSTRAK ASUHAN

COMPARISON OF HEMOSTATIC EFFECTS 935

pected to deliver amounts of plasma coagulation factors analogous to those found in whole blood,” the cause of these differences is not clear. Although the comparison of mean post-op platelet counts at 30 minutes and 3 hours, prothrombin time at 3 hours, and FSP at 3 hours showed significant differences among the groups, the pattern of these differences does not help to explain increased bleed- ing observed in Group 111, as thrombocytopenia was more pronounced in Group 11, prothrombin times equally pro- longed in Groups I and 111, and FSP was higher in Group I.

The effect of CPB on platelets has been intensively studied. CPB is responsible for a transient decrease in platelet count because of dilution and mechanical platelet damage.9 Platelets become activated as they pass through the bypass apparatus. Clinical bleeding has been reported in association with platelet alpha granule release and decrease in levels of platelet secretory ADP.= In vitro abnormalities include loss of fibrinogen receptors from the platelet surface as well as defective aggregation to ADP, collagen, and ristocetin.2”M Some children with congenital heart disease have decreased platelet aggregation re- sponses to ADP and collagen when studied outside of the peri-op period.’ For the group of patients we studied, in vitro platelet function was normal in all groups before surgery and deteriorated most significantly in the patients who had received reconstituted blood. Mean pre-op bleed- ing times were all within the normal range; the means increased in the post-op period but remained in the normal range. The acquired dysfunction of these already impaired platelets probably contributes to bleeding from sites of surgical damage, despite normal bleeding times.

Mohr et a1 have suggested that blood loss following CPB is the same when patients are transfused with either one unit of fresh blood or 10 units of platelet concentrate^.'^ Lavee et a1 have shown that transfusion of fresh whole blood after CPB gives the same increase in platelet count as six units of platelet concentrates and that the platelets in fresh blood retain better function than those in concen- t r a t e ~ . ~ ~ The platelets contained in VFWB are not subject to the damage inherent in concentrate preparation and stor- age.32 The platelets in our reconstituted product had been prepared and stored as platelet concentrate and undoubt- edly lost some of their function. The standard approach to blood replacement after OHS is to give the element of blood which is lacking. In this study, reconstituted blood contained the components of whole blood that are usually administered separately. The purpose of creating this product was to offer a standard therapy arm while blinding the observer to the nature of the blood product. We acknowledge that this product may not have contained platelets in equal number or with equal function to the platelets in fresher whole blood. Although the platelets in

24- to 48-hour-old blood have not undergone centrifugation and concentration, they have been refrigerated at 4°C for at least 1 day and their function is presumably significantly impaired.” Our study shows that the blood loss associated with the transfusion of VFWB and 24- to 48-hour-old whole blood are the same.

Concern over the use of directed fresh blood has been raised by recent reports of fatal graft-versus-host disease (GVHD) in immunocompetent adult patients who have received viable lymphocytes in a transfusion of fresh blood from a close r e l a t i~e . ’~ .~~ The American Association of Blood Banks has suggested that directed blood donations from first degree relatives be routinely irradiated to mini- mize the threat of GVHD.” Because the bulk of VFWB is drawn from directed donors and processing of this product must occur within 6 hours of donation, the routine procure- ment of directed fresh blood is difficult and, occasionally, incompletely screened blood is requested. Meeting post-op cardiac surgery transfusion needs with 24- to 48-hour-old blood eliminates the need for release of untested, very fresh blood. Day-old fresh blood can be screened for infection and supplied to the operating room more easily and from sources other than directed donors. GVHD is not a risk following transfusion of blood whose lymphocytes have been inactivated with i r r a d i a t i ~ n ~ ~ and this procedure could be routinely accomplished for directed 24- to 48-hour-old fresh blood.

In summary, the transfusion of whole blood less than 48 hours old in children less than 2 years old who had complex OHS was accompanied by significantly less post-op hemor- rhage in comparison with stored blood components. The benefit of fresh blood may be because of the presence of better functioning platelets. We have also found that whole blood less than 6 hours old and whole blood that is between 24 and 48 hours old have a similar hemostatic effect. Older fresh blood can be thoroughly screened for infection, stored for routine and emergency transfusion, and could be irradiated to eliminate the risk of GVHD inherent in very fresh blood from directed, family donors. Our current practice is to use screened, refrigerated 24- to 48-hour-old whole blood for early blood replacement requirements following complex OHS with CPB in children. Another approach to decreasing blood loss after OHS suggested by the results of this study might include finding ways to improve the function of the platelets in stored platelet concentrates.

ACKNOWLEDGMENT

The authors thank Joan Grady and Debbie Jones for secretarial assistance, Dr Morty Poncz for technical assistance, and Drs Alan Cohen, Bruno Manno Jr, Michael Laposata, and Jeffrey Silber for their valuable advice.

REFERENCES tal heart disease-A study of altered coagulation. J Pediat 76:231, 1969

4. Gill JC, Wilson AD, Endres-Brooks J, Montgomery RR: Loss of the largest von Willebrand factor multimers from the plasma of patients with congenital cardiac defects. Blood 67:758, 1986

1. Gross S, Keefer V, Liebman J: The platelets in cyanotic congenital heart disease. Pediatrics 42651, 1968

2. Maurer H, McCue CM, Caul J, Still WJS: Impairment in platelet aggregation in congenital heart disease. Blood 40207,1972

3. Komp DM, Sparrow AW: Polycythemia in cyanotic congeni-

For personal use only.on July 31, 2016. by guest www.bloodjournal.orgFrom

Page 106: SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN MUHAMMADIYAH …elib.stikesmuhgombong.ac.id/285/1/ARIN DWI ISMAWATI NIM. A01301727.pdf · Arin Dwi Ismawati 1, Bambang Utoyo 2, M.Kep. Ns ABSTRAK ASUHAN

MANNO ET AL 936

5. Umlus J: Fibrinolysis and disseminated intravascular coagula- tion in open-heart surgery. Transfusion 16:460, 1976

6. Salzman E W Blood platelets and extracorporeal circulation. Transfusion 3:274,1963

7. Mezzano D, Aranda E, Urzua J, Lema G, Habash J, Irarraza- bal MJ, Pereira J: Changes in platelet-thromboglobulin, fibrinogen, albumin, 5-hydroxytryptamine, ATP and ADP during and after surgery with extracorporeal circulation in man. Am J Hematol 22:133,1986

8. Edmonds LH Jr, Ellison N, Colman RW, Niewiarowski S, Rao AK, Addonizio VP, Stephenson LW, Edie RN: Platelet function during cardiac operation: Comparison of membrane and bubble oxygenators. J Thorac Cardiovasc Surg 83:805,1982

9. McKenna R, Bachmann F, Whittaker B, Gilson JR, Wein- berg M: The hemostatic mechanism after open-heart surgery. J Thorac Cardiovasc Surg 70:298,1975

10. Marengo-Rowe AJ, Lambert CJ, Leveson JE, Thiele JP, Geisler GF, Adam M, Mitchel BF: The evaluation of hemorrhage in cardiac patients who have undergone extracorporeal circulation. Transfusion 19:426,1979

11. McCarthy PM, Popvsky MA, Schaff HV, Orszulak TA, Williamson KR, Taswell HF, Ilstrup DM: Effect of blood conserva- tion efforts in cardiac operations at the Mayo Clinic. Mayo Clin Proc 63:225,1988

12. Czer L, Bateman T, Gray R, Raymond M, Stewart ME, Lee S, Goldfinger D, Chaux A, Matloff JM: Treatment of severe platelet dysfunction and hemorrhage after cardiopulmonary by- pass: Reduction in blood product usage with desmopressin. J Am Coll Cardiol9:1139,1987

13. Salzman EW, Weinstein MJ, Weintraub RM, Ware JA, Thurer RL, Robertson L, Donovan A, Gaffney T, Bertele V, Troll J, Smith M, Chute LE: Treatment with desmopressin acetate to reduce blood loss after cardiac surgery. N Engl J Med 314:1402, 1986

14. Royston D, Taylor KM, Bidstrup BP, Sapsford R N Effect of aprotinin on need for blood transfusion after repeat open-heart surgery. Lancet 2:1289,1987

15. Teoh KH, Christakis GT, Weisel RD, Wong PY, Mee AV, Ivanov J, Madonik MM, Levitt DS, Reilly PA, Rosenfeld JM, Glynn MFX: Dipyridamole preserved platelets and reduced blood loss after cardiopulmonary bypass. J Thorac Cardiovasc Surg 96:332,1988

16. Thaler M, Shamiss A, Orgad S, Huszar M, Nussinovitch N, Meisel S, Gazit E, Lavee J, Smolinsky A: The role of blood from HLA-homozygous donors in fatal transfusion-associated graft- versus-host disease after open-heart surgery. N Engl J Med 321:25, 1989

17. Mohr R, Martinowitz U, Lavee J, Amroch D, Ramot B, Goor D A The hemostatic effect of transfusing fresh whole blood versus platelet concentrates after cardiac operations. J Thorac Cardiovasc Surg 96:530, 1988

18. Murphy S, Gardner FH: Platelet preservation: Effect of

storage temperature on maintenance of platelet viability- Deleterious effect of refrigerated storage. N Engl J Med 280:1094, 1969

19. Milam JD: Blood transfusion in heart surgery. Surg Clin North Am 63:1127,1983

20. Clauss A Gerinnungs physiologische schell methode zur bestimmung des fibrinogens. Acta Hematol17:237,1957

21. Laurel1 CB: Antigen-antibody crossed electrophoresis. Anal Biochem 10:358,1965

22. SAS Institute, Inc: SAS User’s Guide: Statistics (ed 5). Cary, NC, SAS Institute, 1985

23. Pifarre R, Sullivan HJ, Montoya A, Bakhos M, Grieco J, Foy BK, Blakeman B: Management of blood loss and heparin rebound following cardiopulmonary bypass. Semin Thromb Hemost 15:173, 1989

24. Kalter RD, Saul CM, Wetstein L, Soriano C, Reiss RF: Cardiopulmonary bypass: Associated hemostatic abnormalities. J Thorac Cardiovasc Surg 427,1979

25. Bachman F, McKenna R, Cole ER, Najafi H: The hemo- static mechanism after open-heart surgery. I. Studies on plasma coagulation factors and fibrinolysis in 512 patients after extracorpo- real circulation. J Thorac Cardiovasc Surg 70:76,1975

26. Harker L A Bleeding after cardiopulmonary bypass. N Engl J Med 314:1446,1986

27. Buchanan G: Coagulation factors, in Nathan D, Oski FA: Hematology of Infancy & Childhood (ed 3). Philadelphia, PA, Saunders, 1987, p 1606

28. Harker LA, Malpass TW, Branson HE, Hessel EA 11, Slichter SJ: Mechanism of abnormal bleeding in patients undergo- ing cardiopulmonary bypass: Acquired transient platelet dysfunc- tion associated with selective-granule release. Blood 56:824, 1980

29. Musial J, Niewiarowski S, Hershock D, Morinelli T, Colman RW, Edmonds LH: Loss of fibrinogen receptors from the platelet surface during simulated extracorporeal circulation. J Lab Clin Med 105:514,1985

30. Mohr R, Golan M, Martinowitz V, Rosner E, Goor DA, Ramot B: Effect of cardiac operation on platelets. J Thorac Cardiovasc Surg 92:434,1986

31. Lavee J, Martinowitz V, Mohr R, Goor D, Golan M, Langsam J, Malik Z, Savion N: The effect of transfusion of fresh whole blood versus platelet concentrates after cardiac operations. J Thorac Cardiovasc Surg 97:204,1989

32. Rodgers SE, Lloyd JV, Russell WJ: Platelet function in platelet concentrates and whole blood. Anaesth Intensive Care 13:355, 1985

33. Sakakibara T, Juji T: Post-transfusion graft-versus-host dis- ease after open-heart surgery. Lancet 21099,1986

34. AABB makes recommendations regarding patient directed donations and graft versus host disease. Blood Bank Week 6:4, 1989

35. Leitman SF, Holland PV: Irradiation of blood products: Indications and guidelines. Transfusion 25:293, 1985

For personal use only.on July 31, 2016. by guest www.bloodjournal.orgFrom

Page 107: SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN MUHAMMADIYAH …elib.stikesmuhgombong.ac.id/285/1/ARIN DWI ISMAWATI NIM. A01301727.pdf · Arin Dwi Ismawati 1, Bambang Utoyo 2, M.Kep. Ns ABSTRAK ASUHAN

1991 77: 930-936  

CS Manno, KW Hedberg, HC Kim, GR Bunin, S Nicolson, D Jobes, E Schwartz and WI Norwood whole blood, and components after open heart surgery in childrenComparison of the hemostatic effects of fresh whole blood, stored 

http://www.bloodjournal.org/content/77/5/930.full.htmlUpdated information and services can be found at:

Articles on similar topics can be found in the following Blood collections

http://www.bloodjournal.org/site/misc/rights.xhtml#repub_requestsInformation about reproducing this article in parts or in its entirety may be found online at:

http://www.bloodjournal.org/site/misc/rights.xhtml#reprintsInformation about ordering reprints may be found online at:

http://www.bloodjournal.org/site/subscriptions/index.xhtmlInformation about subscriptions and ASH membership may be found online at:

  Copyright 2011 by The American Society of Hematology; all rights reserved.Society of Hematology, 2021 L St, NW, Suite 900, Washington DC 20036.Blood (print ISSN 0006-4971, online ISSN 1528-0020), is published weekly by the American

For personal use only.on July 31, 2016. by guest www.bloodjournal.orgFrom

Page 108: SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN MUHAMMADIYAH …elib.stikesmuhgombong.ac.id/285/1/ARIN DWI ISMAWATI NIM. A01301727.pdf · Arin Dwi Ismawati 1, Bambang Utoyo 2, M.Kep. Ns ABSTRAK ASUHAN

DIIT ANEMIA

Roti / sereal Kacang-kacangan Makanan laut

Buah yang dikeringkan(kismis)

Sayuran hijau

Kacang-kacangan

Makanan laut

PENCEGAHAN ANEMIA

Biasakan makan-makanan

yang banyak mengandung zat besi.

pada sayuran yang berwarna hijou

atou Daging dan hati ayam, ikan,

kacang-kacangan, dan lain-lain.

Banyak memakan buah-

buahan yang mengandung vitamin C

PENYEBAB ANEMIA

1. Kurang zat besi

2. Perdarahan saluran

cerna

3. Operasi pengambilan

sebagian atau seluruh

lambung.

4. Radang kronis ( lupus,

ginjal, asam urat )

Page 109: SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN MUHAMMADIYAH …elib.stikesmuhgombong.ac.id/285/1/ARIN DWI ISMAWATI NIM. A01301727.pdf · Arin Dwi Ismawati 1, Bambang Utoyo 2, M.Kep. Ns ABSTRAK ASUHAN

GEJALA ANEMIA

Pucat cepat lelah

Sesak Nafas Cepat lelah

Kuku pucat

Sakit Kepala

APA ITU ANEMIA???

Anemia adalah suatu

keadaan dimana kadar

Hemoglobin dan atau jumlah

hematokrit lebih rendah dari

nilai normal. Dikatakan

sebagai anemia bila

Hemoglobin <14 g/dl dan

Hematokrit <41% pada pria

atau Hemoglobin <12 g/dl

dan Hematrokit <37% pada

wanita.

ANEMIA

DISUSUN OLEH :

ARIN DWI ISMAWATI

A01301727

PRODI DIII KEPERAWATAN

STIKES MUHAMMADIYAH

GOMBONG

Page 110: SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN MUHAMMADIYAH …elib.stikesmuhgombong.ac.id/285/1/ARIN DWI ISMAWATI NIM. A01301727.pdf · Arin Dwi Ismawati 1, Bambang Utoyo 2, M.Kep. Ns ABSTRAK ASUHAN

ANEMIA

DISUSUN OLEH

ARIN DWI ISMAWATI

A01301727

Page 111: SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN MUHAMMADIYAH …elib.stikesmuhgombong.ac.id/285/1/ARIN DWI ISMAWATI NIM. A01301727.pdf · Arin Dwi Ismawati 1, Bambang Utoyo 2, M.Kep. Ns ABSTRAK ASUHAN

APA ITU ANEMIA ???

Anemia adalah suatu keadaan dimana kadar Hb dan atau jumlah hematokrit lebih rendah dari

nilai normal. Dikatakan sebagai anemia bila Hb <14 g/dl dan Ht <41% pada pria atau Hb <12

g/dl dan Ht <37% pada wanita.

Page 112: SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN MUHAMMADIYAH …elib.stikesmuhgombong.ac.id/285/1/ARIN DWI ISMAWATI NIM. A01301727.pdf · Arin Dwi Ismawati 1, Bambang Utoyo 2, M.Kep. Ns ABSTRAK ASUHAN

APA ITU ANEMIA???

Anemia adalah suatu keadaan dimana kadar Hemoglobin dan atau jumlah hematokrit lebih

rendah dari nilai normal. Dikatakan sebagai anemia bila Hemoglobin <14 g/dl dan Hematokrit

<41% pada pria atau Hemoglobin <12 g/dl dan Hematrokit <37% pada wanita.

Page 113: SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN MUHAMMADIYAH …elib.stikesmuhgombong.ac.id/285/1/ARIN DWI ISMAWATI NIM. A01301727.pdf · Arin Dwi Ismawati 1, Bambang Utoyo 2, M.Kep. Ns ABSTRAK ASUHAN

GEJALA ANEMIA ???

1. Pucat

2. Cepat lelah

3. Sesak nafas

4. Kekebalan tubuh menurun

5. Ujung jari berwarna pucat jika ditekan

6. Merasa sakit kepala

Page 114: SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN MUHAMMADIYAH …elib.stikesmuhgombong.ac.id/285/1/ARIN DWI ISMAWATI NIM. A01301727.pdf · Arin Dwi Ismawati 1, Bambang Utoyo 2, M.Kep. Ns ABSTRAK ASUHAN

GEJALA ANEMIA

Pucat Cepat lelah Sesak Nafas

Kekebalan tubuh menurun Ujung jari pucat jika ditekan Sakit Kepala

Page 115: SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN MUHAMMADIYAH …elib.stikesmuhgombong.ac.id/285/1/ARIN DWI ISMAWATI NIM. A01301727.pdf · Arin Dwi Ismawati 1, Bambang Utoyo 2, M.Kep. Ns ABSTRAK ASUHAN

PENYEBAB ANEMIA

KURANG ZAT BESI ( VITAMIN B12, ASAM FOLAT, VIT C )

PERDARAHAN SALURAN CERNA ( GASTRITIS, RADANG USUS BUNTU )

OP PENGAMBILAN SEBAGIAN ATAU SELURUH LAMBUNG (

GASTREKTOMI )

RADANG KRONIS ( LUPUS, ARTHRITIS REMATIK, GINJAL )

Page 116: SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN MUHAMMADIYAH …elib.stikesmuhgombong.ac.id/285/1/ARIN DWI ISMAWATI NIM. A01301727.pdf · Arin Dwi Ismawati 1, Bambang Utoyo 2, M.Kep. Ns ABSTRAK ASUHAN

PENYEBAB ANEMIA

Kurang zat besi Perdarahan saluran cerna

Operasi pengambilan sebagian Radang kronis ( lupus, ginjal, asam urat )

Atau seluruh lambung.

Page 117: SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN MUHAMMADIYAH …elib.stikesmuhgombong.ac.id/285/1/ARIN DWI ISMAWATI NIM. A01301727.pdf · Arin Dwi Ismawati 1, Bambang Utoyo 2, M.Kep. Ns ABSTRAK ASUHAN

PENCEGAHAN ANEMIA

Biasakan makan-makanan yang banyak mengandung zat besi. Dianataranya zat

besi banyak terdapat pada sayuran yang berwarna hijou atou Daging dan hati ayam,

daging bebek, ikan, kacang-kacangan, dan lain-lain.

Banyak memakan buah-buahan yang mengandung vitamin C karena vitamin C

akan membantu penyerapan dari zat besi.

Page 118: SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN MUHAMMADIYAH …elib.stikesmuhgombong.ac.id/285/1/ARIN DWI ISMAWATI NIM. A01301727.pdf · Arin Dwi Ismawati 1, Bambang Utoyo 2, M.Kep. Ns ABSTRAK ASUHAN

PENCEGAHAN ANEMIA

Page 119: SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN MUHAMMADIYAH …elib.stikesmuhgombong.ac.id/285/1/ARIN DWI ISMAWATI NIM. A01301727.pdf · Arin Dwi Ismawati 1, Bambang Utoyo 2, M.Kep. Ns ABSTRAK ASUHAN

DIIT ANEMIA

Hati dan daging

· Makanan laut

· Buah-Buahan yang dikeringkan seperti buah aprikot, buah prem dan kismis.

· Kacang-kacangan

· Buncis (lima buncis)

· Sayuran hijau seperti bayam dan brokoli

· Semua jenis padi-padian

· Roti atau sereal yagn mengandung zat besi

Page 120: SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN MUHAMMADIYAH …elib.stikesmuhgombong.ac.id/285/1/ARIN DWI ISMAWATI NIM. A01301727.pdf · Arin Dwi Ismawati 1, Bambang Utoyo 2, M.Kep. Ns ABSTRAK ASUHAN

DIIT ANEMIA

Roti / sereal Kacang-kacangan Makanan laut

Buah yang dikeringkan Sayuran hijau

Page 121: SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN MUHAMMADIYAH …elib.stikesmuhgombong.ac.id/285/1/ARIN DWI ISMAWATI NIM. A01301727.pdf · Arin Dwi Ismawati 1, Bambang Utoyo 2, M.Kep. Ns ABSTRAK ASUHAN
Page 122: SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN MUHAMMADIYAH …elib.stikesmuhgombong.ac.id/285/1/ARIN DWI ISMAWATI NIM. A01301727.pdf · Arin Dwi Ismawati 1, Bambang Utoyo 2, M.Kep. Ns ABSTRAK ASUHAN

SATUAN ACARA PENYULUHAN

PADA Tn. S DENGAN GANGGUAN SISTEM HEMATOLOGI ANEMIA

DI RUANG DAHLIA

RSUD Dr. SOEDIRMAN KEBUMEN

DISUSUN OLEH :

ARIN DWI ISMAWATI

A01301727

PROGRAM STUDI DIII KEPERAWATAN

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN MUHAMMADIYAH

GOMBONG

2016

Page 123: SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN MUHAMMADIYAH …elib.stikesmuhgombong.ac.id/285/1/ARIN DWI ISMAWATI NIM. A01301727.pdf · Arin Dwi Ismawati 1, Bambang Utoyo 2, M.Kep. Ns ABSTRAK ASUHAN

SATUAN ACARA PENYULUHAN

Jenis Kegiatan : Pendidikan kesehatan

Pokok Bahasan : Anemia

Sub Pokok Bahasan : 1. Pengertian Anemia

2. Gejala Anemia

3. Penyebab Anemia

4. Pencegahan Anemia

5. Diit Anemia

Hari/ Tanggal : Rabu, 1 Juni 2016

Waktu : 09.00 WIB

Penyaji : Arin Dwi Ismawati

Sasaran : Tn. S dan keluarga

A. TUJUAN

Tujuan Insktruksional Umum (TIU)

Setelah mengikuti penyuluhan ini diharapkan sasaran penyuluhan dapat memahami

tentangapa itu anemia

Tujuan Instruksional Khusus (TIK)

1. Menjelaskan pengertian anemia.

2. Menyebutkan gejala anemia.

3. Menyebutkan penyebab anemia.

4. Menyebutkan Pencegahan Anemia

5. Menyebutkan Diit Anemia

Page 124: SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN MUHAMMADIYAH …elib.stikesmuhgombong.ac.id/285/1/ARIN DWI ISMAWATI NIM. A01301727.pdf · Arin Dwi Ismawati 1, Bambang Utoyo 2, M.Kep. Ns ABSTRAK ASUHAN

B. LAMPIRAN

Terlampir

C METODE

1. Ceramah

2. Tanya Jawab

D. MEDIA

1. Lembar balik

2. SAP

3. Leaflet

E. PELAKSANAAN KEGIATAN/ PENYULUHAN

NO WAKTU TAHAP KEGIATAN KEGIATAN PENYULUH KEGIATAN SASARAN

1 5 menit Pembukaan 1. Mengucapkan salam

2. Memperkenalkan diri

3. Menyampaikan tujuan

4. Kontrak waktu

pelaksanaan

1. Menjawab salam

2. Memperhatikan

penyuluh

3. Mendengarkan

penyuluh

4. Menyetujui waktu

pelaksanaan

2 15 menit Kegiatan Inti 1. Menggali kemampuan

sasaran tentang materi

yang diberiakan

2. Menjelaskan mengenai

pengertian, penyebab,

gejala, pencegahan, dan

diit anemia.

3. Memberi kesempatan

pada klien untuk bertanya

4 Memberikan

pertanyaan kepada sasaran

1. Menyampaikan

pengetahuannya tentang

materi penyuluhan

2. Mendengarkan

dan memperhatikan

penyuluh

3. Bertanya tentang materi

yang diberikan

4. Menjawab pertanyaan

Page 125: SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN MUHAMMADIYAH …elib.stikesmuhgombong.ac.id/285/1/ARIN DWI ISMAWATI NIM. A01301727.pdf · Arin Dwi Ismawati 1, Bambang Utoyo 2, M.Kep. Ns ABSTRAK ASUHAN

tentang materi yang diberi.

3 5 menit Penutup 1. Menyimpulkan dan

mengklarifikasi tentang

meteri penyuluhan yang

diberikan

2. Menutup acara dan

membuat kesimpulan dari

materi yang diberikan

1.Sasaran mende-

ngarkan kesimpulan.

2. Mendengarkan

penyuluh dan

mengucapkan salam

F. Evaluasi

Evaluasi diberikan melalui pertanyaan terbuka. Dengan pertanyanaan sebagai berikut:

- Sebutkan pengertian dari anemia?

- Sebutkan gejala anemia ?

- Sebutkan penyebab anemia ?

- Menyebutkan Pencegahan Anemia

- Menyebutkan Diit Anemia

Page 126: SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN MUHAMMADIYAH …elib.stikesmuhgombong.ac.id/285/1/ARIN DWI ISMAWATI NIM. A01301727.pdf · Arin Dwi Ismawati 1, Bambang Utoyo 2, M.Kep. Ns ABSTRAK ASUHAN

MATERI PENYULUHAN ANEMIA

A. PENGERTIAN ANEMIA

Anemia adalah suatu keadaan dimana kadar Hb dan atau jumlah hematokrit lebih rendah

dari nilai normal. Dikatakan sebagai anemia bila Hb <14 g/dl dan Ht <41% pada pria atau Hb

<12 g/dl dan Ht <37% pada wanita.

Anemia adalah istilah yang menunjukan rendahnya jumlah sel darah merah, kadar Hb dan

hematokrit dibawah normal.

B. PENYEBAB ANEMIA

1. diet yang tidak mencukupi

2. kebutuhan yang meningkat pada kehamilan

3. pendarahan pada saluran cerna, menstruasi, donor darah, gizi

4. hemoglobinuria

5. penyimpanan gizi kurang

6. kegagalan sumsung tulang belakang dalam memproduksi darah merah

C. TANDA GEJALA

1. Cepat lelah

2. Lemah

3. Letih

4. Lesu

5. Lunglai

6. Pucat

7. gelisah

Page 127: SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN MUHAMMADIYAH …elib.stikesmuhgombong.ac.id/285/1/ARIN DWI ISMAWATI NIM. A01301727.pdf · Arin Dwi Ismawati 1, Bambang Utoyo 2, M.Kep. Ns ABSTRAK ASUHAN

G. PENCEGAHAN ANEMIA

Beberapa jenis anemia dapat dicegah dan tergantung dari penyebab anemia itu sendiri.

Seperti yang disebabkan karena diet yang salah dan sembarangan. Untuk pencegahan anemia

dengan sebab kesalahan dalam diet anda dapat mengkonsumsi atau diet dengan memastikan

makanan yang anda makan mengandung zat besi.

H.DIITANEMIA

Daftar makanan yang kaya akan zat besi

· Hati dan daging

· Makanan laut

· Buah-Buahan yang dikeringkan seperti buah aprikot, buah prem dan kismis.

· Kacang-kacangan

· Buncis (lima buncis)

· Sayuran hijau seperti bayam dan brokoli

· Semua jenis padi-padian

· Roti atau sereal yagn mengandung zat besi

Page 128: SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN MUHAMMADIYAH …elib.stikesmuhgombong.ac.id/285/1/ARIN DWI ISMAWATI NIM. A01301727.pdf · Arin Dwi Ismawati 1, Bambang Utoyo 2, M.Kep. Ns ABSTRAK ASUHAN

DAFTAR PUSTAKA

Mansjoer, Arif dkk. 2001. Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta : Media Aesculapius

FKUI.

Yatim, faisal., Dr. 2003. Talasemia Leukimia dan Anemia . Jakarta : Yayasan Obor

Indonesia

http://www.scribd.com/doc/30384752/92/Upaya-pencegahan-Anemia (Diakses pada

tanggal 19 November 2011 pukul 20.00 WIB)

http://ujizenius.blogspot.com/2011/11/materi-promkes-anemia-sap.html

Page 129: SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN MUHAMMADIYAH …elib.stikesmuhgombong.ac.id/285/1/ARIN DWI ISMAWATI NIM. A01301727.pdf · Arin Dwi Ismawati 1, Bambang Utoyo 2, M.Kep. Ns ABSTRAK ASUHAN
Page 130: SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN MUHAMMADIYAH …elib.stikesmuhgombong.ac.id/285/1/ARIN DWI ISMAWATI NIM. A01301727.pdf · Arin Dwi Ismawati 1, Bambang Utoyo 2, M.Kep. Ns ABSTRAK ASUHAN
Page 131: SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN MUHAMMADIYAH …elib.stikesmuhgombong.ac.id/285/1/ARIN DWI ISMAWATI NIM. A01301727.pdf · Arin Dwi Ismawati 1, Bambang Utoyo 2, M.Kep. Ns ABSTRAK ASUHAN