Sejarah Pertumbuhan Ilmu Tauhid
-
Upload
sis-joko-nugroho -
Category
Documents
-
view
1.671 -
download
16
Transcript of Sejarah Pertumbuhan Ilmu Tauhid
SEJARAH PERTUMBUHAN ILMU TAUHID
A. TA’RIF ILMU TAUHID
1. Definisi Ilmu Tauhid
Perkataan Tauhid berasal dari Bahasa Arab, masdar dari kata
Wahhada-Yuwahhidu. Secara Etimologis, tauhid berarti Keesaan.
Maksudnya, ittikad atau keyakinan bahwa Allah SWT adalah Esa,
Tunggal; Satu. Pengertian ini sejalan dengan pengertian Tauhid yang
digunakan dalam Bahasa Indonesia, yakni “ Keesaan Allah “ ; Mentauhid-
kan berarti mengakui keesaan Allah ; Mengesakan Allah.
Husain Affandi al-Jasr mengatakan :
“ Ilmu Tauhid adalah ilmu yang membahas hal-hal yang menetapkan
Akidah agama dengan dalil-dalil yang meyakinkan “.
Dengan redaksi yang berbeda dan sisi pandang yang lain, ibnu
Khaldun mengatakan bahawa Ilmu Tauhid adalah :
“ Ilmu yang berisi alasan-alasan dari aqidah keimanan dengan dalildalil
Aqliyah dan berisi pula alas an-alsan bantahan terhadap orangorang
yang menyeleweng Aqidah Salaf dan Ahli Sunnah “.
Disamping definisi-definisi di atas masih banyak definisi yang lain
yang dikemukakan oleh para Ahli. Nampaknya, belum ada kesepakatan
kata dintara mereka mengenai definisi ilmu tauhid ini.
Meskipun demikian, apabila disimak apa yang tersurat dan tersirat
dari definisi-definisi yang diberikan mereka, masalah tauhid berkisar pada
persoalan-persoalan yang berhubungan dengan Allah, Rasul, atau Nabi,
dan hal-hal yang berkenaan dengan kehidupan manusia yang sudah mati.
Para Ulama’ sependapat, mempelajari Tauhid hukumnya wajib bagi
seorang Muslim, kewajiban itu bukan saja didasarkan pada alasan rasio
bahwa Aqidah merupakan dasar pertama dan utama dalam islam, tetapi
juga didasarkan pada dalil-dalil naqli, Al-Qur’an dan Hadist.
lmu tauhid adalah ilmu yang membicarakan tentang sifat – sifat
allah swt dan sifat – sifat para utusanya yang terdiri dari sifat yang wajib,
sifat jaiz dan sifat yang mustahil. selain dari itu juga menerangkan segala
yang memungkinkandan dapat diterima oleh akal, untuk menjadikan bukti
dan dalil, dengan dibantu oleh masalah sam’iyat agar dapat mempercayai
dalil itu dengan yakin tanpa keraguan di hati.
Ilmu Tauhid disebut juga ilmu ushuluddin ( dasar – dasar atau
pokok – pokok agama ) atau ilmu kalam ( berasal dari masalah
kalam/ucapan allah) sebab ilmu tauhid adalah ilmu yang membahas dan
membicarakan ke-esa-an allah swt. selain itu, ilmu tauhid juga
membicarakan pokok – pokok agama. oleh karena itu ilmu tersebut
disebut ilmu ushuluddin. disebut ilmu kalam karena karena ilmu tersebut
juga membicarakan tentang kalamullah yang sering diperdebatakan oleh
banyak orang dalam hal kalamullah, apakah kalamullah itu termasuk yang
Qadim atau yang Hadits.
Wilayah pembatasan tauhid adalah Dzat-dzat allah dan sifat
rasulnya yang mulia, sehingga ilmu ini merupakan ilmu yang mulia dan
menjadi kewajiban kita mempelajari ilmu tauhid. adapun masalah yang
umum, yaitu seperti allah bersifat wujud, qidam, dan sifat-sifat lain yang
menunjukan kesempurnaanya, dan mustahil bagi allah adam dan huduts
serta sifat – sifat lain lawan dari sifat – sifat yang wajib bagi allah.
2. Macam - macam Ilmu Tauhid
Allah berfirman :
Dan aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya
mereka mengabdi kepada-Ku. (Adz Dzariyaat : 56)
Maksudnya, agar manusia dan jin mengesakan Allah dalam
beribadah dan mengkhususkan kepadaNya dalam berdo'a.
Tauhid berdasarkan Al-Qur'anul Karim ada tiga macam:
TAUHID RUBUBIYAH
Yaitu pengakuan bahwa sesungguhnya Allah adalah Tuhan dan
Maha Pencipta. Orang-orang kafir pun mengakui macam tauhid ini. Tetapi
pengakuan tersebut tidak menjadikan mereka tergolong sebagai orang
Islam. Allah berfirman,
Dan sungguh jika kamu bertanya kepada mereka: "Siapakah yang
menciptakan mereka, niscaya mereka menjawab: "Allah", Maka
Bagaimanakah mereka dapat dipalingkan (dari menyembah Allah )?(Az-
Zukhruf: 87)
Berbeda dengan orang-orang komunis, mereka mengingkari ke-
beradaan Tuhan. Dengan demikian, mereka lebih kufur daripada orang-
orang kafir jahiliyah.
TAUHID ULUHIYAH
Yaitu mengesakan Allah dengan melakukan berbagai macam
ibadah yang disyari'atkan. Seperti berdo'a, memohon pertolongan kepada
Allah, thawaf, menyembelih binatang kurban, bernadzar dan berbagai
ibadah lainnya.
Macam tauhid inilah yang diingkari oleh orang-orang kafir. Dan ia
pula yang menjadi sebab perseteruan dan pertentangan antara umat-umat
terdahulu dengan para rasul mereka, sejak Nabi Nuh alihissalam hingga
diutusnya Nabi Muhammad Shalallahu Alaihi Wa Salam.
Dalam banyak suratnya, Al-Qur'anul Karim sering memberikan
anjuran soal tauhid uluhiyah ini. Di antaranya, agar setiap muslim berdo'a
dan meminta hajat khusus kepada Allah semata.
Dalam surat Al-Fatihah misalnya, Allah berfirman,
Dan hanya Engkaulah yang Kami sembah, dan hanya kepada
Engkaulah Kami meminta pertolongan. (Al-Fatihah: 5)
Maksudnya, khusus kepadaMu (ya Allah) kami beribadah, hanya
kepadaMu semata kami berdo'a dan kami sama sekali tidak memohon
pertolongan kepada selainMu.
Tauhid uluhiyah ini mencakup masalah berdo'a semata-mata hanya
kepada Allah, mengambil hukum dari Al-Qur'an, dan tunduk berhukum
kepada syari'at Allah. Semua itu terangkum dalam firman Allah,
Sesungguhnya Aku ini adalah Allah, tidak ada Tuhan (yang hak)
selain Aku, Maka sembahlah aku dan dirikanlah shalat untuk mengingat
aku. (Thaha: 14)
TAUHID ASMA' WA SHIFAT
Yaitu beriman terhadap segala apa yang terkandung dalam Al-
Qur'anul Karim dan hadits shahih tentang sifat-sifat Allah yang berasal
dari penyifatan Allah atas DzatNya atau penyifatan Rasulullah Shalallahu
Alaihi Wa Salam.
Beriman kepada sifat-sifat Allah tersebut harus secara benar, tanpa
ta'wil (penafsiran), tahrif (penyimpangan), takyif (visualisasi, penggam-
baran), ta'thil (pembatalan, penafian), tamtsil (penyerupaan), tafwidh
(penyerahan, seperti yang.banyak dipahami oleh manusia) .
Misalnya tentang sifat al-istiwa ' (bersemayam di atas), an-nuzul
(turun), al-yad (tangan), al-maji' (kedatangan) dan sifat-sifat lainnya, kita
menerangkan semua sifat-sifat itu sesuai dengan keterangan ulama salaf.
Al-istiwa' misalnya, menurut keterangan para tabi'in sebagaimana yang
ada dalam Shahih Bukhari berarti al-'uluw wal irtifa' (tinggi dan berada di
atas) sesuai dengan kebesaran dan keagungan Allah Shalallahu Alaihi
Wa Salam . Allah berfirman,
tidak ada sesuatupun yang serupa dengan Dia, dan Dia-lah yang
Maha mendengar dan melihat. (Asy-Syuura: 11).
Maksud beriman kepada sifat-sifat Allah secara benar adalah
dengan tanpa hal-hal berikut ini:
Tahrif (penyimpangan): Memalingkan dan menyimpangkan zhahir-
nya (makna yang jelas tertangkap) ayat dan hadits-hadits shahih pada
makna lain yang batil dan salah. Seperti istawa (bersema-yam di tempat
yang tinggi) diartikan istaula (menguasai).
Ta'thil (pembatalan, penafian): Mengingkari sifat-sifat Allah dan
menafikannya. Seperti Allah berada di atas langit, sebagian ke-lompok
yang sesat mengatakan bahwa Allah berada di setiap tempat.
Takyif (visualisasi, penggambaran): Menvisualisasikan sifat-sifat
Allah. Misalnya dengan menggambarkan bahwa bersemayamnya Allah di
atas 'Arsy itu begini dan begini. Bersemayamnya Allah di atas 'Arsy tidak
serupa dengan bersemayamnya para makhluk, dan tak seorang pun yang
mengetahui gambarannya kecuali Allah semata.
Tamtsil (penyerupaan): Menyerupakan sifat-sifat Allah de-ngan
sifat-sifat makhlukNya. Karena itu kita tidak boleh mengatakan, "Allah
turun ke langit, sebagaimana turun kami ini". Hadits tentang nuzul-nya
Allah (turunnya Allah) ada dalam riwayat Imam Muslim.
Sebagian orang menisbatkan tasybih (penyerupaan) nuzul ini
kepada Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah. Ini adalah bohong besar. Kami
tidak menemukan keterangan tersebut dalam kitab-kitab beliau, justru
sebaliknya, yang kami temukan adalah pendapat beliau yang mena-fikan
tamtsil dan tasybih.
Tafwidh (penyerahan): Menurut ulama salaf, tafwidh hanya pada al-
kaif (hal, keadaan) tidak pada maknanya. Al-Istiwa' misalnya berarti
al-'uluw (ketinggian), yang tak seorang pun mengetahui bagai-mana dan
seberapa ketinggian tersebut kecuali hanya Allah.
Tafwidh (penyerahan): Menurut Mufawwidhah (orang-orang yang
menganut paham tafwidh) adalah dalam masalah keadaan dan makna
secara bersamaan. Pendapat ini bertentangan dengan apa yang
diterangkan oleh ulama salaf seperti Ummu Salamah x, Rabi'ah guru
besar Imam Malik dan Imam Malik sendiri. Mereka semua se-pendapat
bahwa, "Istiwa' (bersemayam di atas) itu jelas pengertian-nya, bagaimana
cara/keadaannya itu tidak diketahui, iman kepadanya adalah wajib dan
bertanya tentangnya adalah bid'ah."
Maksudnya bertanya tentang bagaimana cara/keadaan istiwa'.
Karena sang penanya bertanya kepada imam Malik, "Bagaimana Tuhan
kita bersemayam?" Lalu Imam Malik menjawab bahwa bertanya
tentangnya adalah bid'ah (tentang cara/keadaan bersemayam). Juga
karena Imam Malik berlihat kepada si penanya, "Al-Istiwa' (bersemayam di
atas) itu jelas pengertiannya, bagaimana kemudian dia berkata, 'Bertanya
tentangnya adalah bid'ah? Ini tentu tidak!"
3. Manfaat, Tujuan, dan Sumber ilmu Tauhid
Tauhid tidak hanya sekedar diketahui dan dimiliki oleh Seseorang,
tetapi lebih dari itu, ia harus dihayati dengan baik dan benar, kesadaran
seseorang akan tugas dan kewajiban sebagai hamba Allah akan muncul
dengan sendirinya. Hal ini nampak dalam hal pelaksanaan ibadat, tingkah
laku, sikap, perbuatan, dan perkataannya sehari-hari.
Maksud dan tujuan tauhid bukanlah sekedar mengakui bertauhid
saja tetapi lebih jauh dari itu, sebab tauhid mengandung sifat-sifat :
1. Sebagai sumber dan motifator perbuatan kebajikan dan
keutamaan.
2. Membimbing manusia ke jalan yang benar, sekaligus mendorong
mereka untuk mengerjakan ibadah dengan penuh keikhlasan.
3. Mengeluarkan jiwa manusia dari kegelapan, kekacauan dan
kegoncangan hidup yang dapat menyesatkan.
4. Mengantarkan manusia kepada kesempurnaan lahir dan batin.
Karena ilmu tauhid merupakan hasil kajian para Ulama’ terhadap
al-Qur’an dan Hadist, maka jelas, sumber ilmu tauhid adalah Al Qur’an
dan Hadist. Namun dalam pengembangannya, kedua sumber di hidup
suburkan oleh rasio dan dalil-dalil aqli.
B. PERTUMBUHAN ILMU TAUHID DAN PERKEMBANGANNYA
1. Lahirnya ilmu tauhid
Apa yang melatar belakangi keberadaan tauhid sebagai ilmu yang
berdir sendiri ? Sebenarnya banyak sekali factor yang mendorong
kehadiran tauhid sebagai ilmu. Namunjika dikaji secara keseluruhan, ia
dapat dikelompokkan kepada 2 faktor yaitu intern dan ekstern. Berikut ini
ringkasan dari uraian Ahmad Amin dalam bukunya Dhuha Al-Islam
mengenai kedua factor tersebut.
Faktor Intern
Yang dimaksud dengan faktor intern adalah factor yang berasal
dari islam sendiri. Faktor-faktor tersebut adalah :
a. al-Qur’an disamping berisi masalah ketauhidan, kenabian. Dan lain-
lain berisi pula semacam apologi dan polemic, terutama terhadap
agama-agama yang ada pada waktu itu, misalnya :
Surat al-Maidah ayat 116 berisi penolakan terhadap ketuhanan
Nabi Isa.
Dan (ingatlah) ketika Allah berfirman: "Hai Isa putera Maryam,
Adakah kamu mengatakan kepada manusia: "Jadikanlah aku dan
ibuku dua orang Tuhan selain Allah?". Isa menjawab: "Maha suci
Engkau, tidaklah patut bagiku mengatakan apa yang bukan hakku
(mengatakannya). jika aku pernah mengatakan Maka tentulah
Engkau mengetahui apa yang ada pada diriku dan aku tidak
mengetahui apa yang ada pada diri Engkau. Sesungguhnya
Engkau Maha mengetahui perkara yang ghaib-ghaib". (Al- Maidah
116).
b. Pada periode pertama masalah keimanan tidak dipersoalkan
secara mendalam. Setelah Nabi wafat dan Ummat islam
bersentuhan dengan kebudayaan dan peradaban asing, mereka
mulai mengenal Filsafat, merekapun menfilsafati al-Qur’an,
terutama ayat-ayat yang secara lahir nampak satu sama lain tidak
sejalan, bahkan kelihatan bertentangan. Hal tersebut perlu
dipecahkan sebaik mungkin, dan untuk memecahkannya perlu sutu
ilmu tersendiri.
c. Masalah politik, terutama yang berkenaan dengan khalifah, menjadi
factor pula dalam kelahiran ilmu tauhid.
Faktor Ekstern
Yang dimaksud dengan faktor ekstern ialah factor yang datang dari
luar islam. Faktor tersebut antara lain ialah pola piker ajaran agama lain
yang dibawa oleh orang tertentu, termasuk Umat Islam yang dahulunya
menganut agama lain ke dalam ajaran islam.
2. Ketauhidan di Zaman Nabi dan Khulafaur Rasyidin
Pada zaman khalifah Abu Bakar ( 632-634 M ) dan Umar bin
Khattab ( 634-644 ) problema keagamaan juga masih relative kecil
termasuk masalah aqidah. Tapi setelah Umar wafat dan Ustman bin Affan
naik tahta ( 644-656 ) fitnah pun timbul. Abdullah bin Saba’, seorang
Yahudi asal Yaman yang mengaku Muslim, salah seorang penyulut
pergolakan. Meskipun itu ditiupkan, Abdullah bin Saba’ pada masa
pemerintahan Ustman namun kemelut yang serius justru terjadi di
kalangan Umat Islam setelah Ustman mati terbunuh ( 656 ). Perselisihan
di kalangan Umat islam terus berlanjut di zaman pemerintahan Ali bin Abi
Thalib ( 656-661 ) dengan terjadinya perang saudara, pertama, perang Ali
dengan Zubair, Thalhah dan Aisyah yang dikenal dengan perang jamal,
kedua, perang antara Ali dan Muawiyah yang dikenal dengan perang
Shiffin. Pertempuran dengan Zubair dan kawan-kawan dimenangkan oleh
Ali, sedangkan dengan Muawiyah berakhir dengan tahkim ( Arbritrase ).
Hal ini berpengaruh pada perkembangan tauhid, terutama lahir dan
tumbuhnya aliran-aliran
.
3. Ketauhidan di Zaman Bani Umayyah dan seterusnya Pada zaman
Bani Umayyah ( 661-750 M )
Masalah aqidah menjadi perdebatan yang hangat di kalangan umat
islam. Di zaman inilah lahir berbagai aliran teologi seperti Murji’ah,
Qadariah, Jabariah dan Mu’tazilah. Pada zaman Bani Abbas ( 750-1258 M
) Filsafat Yunani danSains banyak dipelajari Umat Islam. Masalah Tauhid
mendapat tantangan cukup berat. Kaum Muslimin tidak bisa mematahkan
argumentasi filosofis orang lain tanpa mereka menggunakan senjata
filsafat dan rasional pula. Untuk itu bangkitlah Mu’tazilah mempertahankan
ketauhidan dengan argumentasi-argumentasi filosofis tersebut. Namun
sikap Mu’tazilah yang terlalu mengagungkan akal dan melahirkan
berbagai pendapat controversial menyebabkan kaum tradisional tidak
menyukainya. Akhirnya lahir aliran Ahlussunnah Waljama’ah dengan
Tokoh besarnya Abu Hasan Al-Asy’ari dan Abu Mansur Al-Maturidi.
4. Tauhid dalam Al-Qur’an dan Al-Hadist
Pada dasarnya inti pokok ajaran al-Qur’an adalah Tauhid, Nabi
Muhaammad SAW diutus Allah kepada Umat manusia adalah juga untuk
mengajarkan ketauhidan tersebut, Karena itu ajaran Tauhid yang terdapat
di dalam al-Qur’an dipertegas dan diperjelas oleh Rasulullah SWA
sebagaimana tercermin dalam Hadistnya. Penegasan Allah SWT dalam
al-Qur’an yang mengatakan bahwa Allah SWT itu Maha Esa, antara lain :
1. Surat Al-ikhlas ayat 1 sampai dengan 4
1. Katakanlah: "Dia-lah Allah, yang Maha Esa.
2. Allah adalah Tuhan yang bergantung kepada-Nya segala
sesuatu.
3. Dia tiada beranak dan tidak pula diperanakkan,
4. dan tidak ada seorangpun yang setara dengan Dia."
2. Surat Al-Zumar ayat 4
Kalau Sekiranya Allah hendak mengambil anak, tentu Dia akan
memilih apa yang dikehendaki-Nya di antara ciptaan-ciptaan yang
telah diciptakan-Nya. Maha suci Allah. Dialah Allah yang Maha Esa
lagi Maha Mengalahkan.
3. Surat Al-Baqarah ayat 163
Dan Tuhanmu adalah Tuhan yang Maha Esa; tidak ada Tuhan
melainkan Dia yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang.
4. Surat An-Nisa’ ayat 171
Wahai ahli Kitab, janganlah kamu melampaui batas dalam
agamamu[383], dan janganlah kamu mengatakan terhadap Allah
kecuali yang benar. Sesungguhnya Al Masih, Isa putera Maryam itu,
adalah utusan Allah dan (yang diciptakan dengan) kalimat-Nya yang
disampaikan-Nya kepada Maryam, dan (dengan tiupan) roh dari-
Nya. Maka berimanlah kamu kepada Allah dan rasul-rasul-Nya dan
janganlah kamu mengatakan: "(Tuhan itu) tiga", berhentilah (dari
Ucapan itu). (Itu) lebih baik bagimu. Sesungguhnya Allah Tuhan
yang Maha Esa, Maha suci Allah dari mempunyai anak, segala yang
di langit dan di bumi adalah kepunyaan-Nya. cukuplah Allah menjadi
Pemelihara.
4. Surat Al-Maidah ayat 73
Sesungguhnya kafirlah orang - orang yang mengatakan:
"Bahwasanya Allah salah seorang dari yang tiga", Padahal sekali-
kali tidak ada Tuhan selain dari Tuhan yang Esa. jika mereka tidak
berhenti dari apa yang mereka katakan itu, pasti orang-orang yang
kafir diantara mereka akan ditimpa siksaan yang pedih.
5. Surat Al-Anbiya’ ayat 22
Sekiranya ada di langit dan di bumi tuhan-tuhan selain Allah,
tentulah keduanya itu telah Rusak binasa. Maka Maha suci Allah
yang mempunyai 'Arsy daripada apa yang mereka sifatkan.
Keesaan Allah SWT tidak hanya keesaan pada zat-Nya, tapi juga
esa pada sifat dan af’al ( perbuatan )-Nya. Yang dimaksud Esa pada zat
adalah Zat Allah itu tidak tersusun dari beberapa juzu’ ( bagian ). Esa
pada sifat berarti sifat Allah tidak sama dengan sifatsifat yang lain dan tak
seorangpun yang mempunyai sifat sebagaimana sifat Allah SWT.
5. Naluri Beragama
Pada dasarnya setiap manusia mempunyai fitrah berupa
kepercayaan terhadap adanya zat yang Maha Kuasa, yang dalam istilah
agama disebut Tuhan. Para ahli Tafsir mengatakan, fitrah artinya ciptaan
atau kejadian yang asli, kalau ada manusia kemudian tidak beragama
tauhid berarti telah terjadi penyimpangan dari fitrahnya. Hal ini disebabkan
oleh pengaruh lingkungan tempat ia hidup, pemikiran yang menjauhkan
dari agama tauhid dan sebagainya. Karena naluri beragama tauhid
merupakan fitrah maka ketauhidan dalam diri seseorang telah ada sejak ia
dilahirkan, untuk menyalurkan dan memantapkan naluri itu, Allah SWT
mengutus Nabi atau Rasul yang memberikan bimbingan dan petunjuk ke
jalan yang benar sehingga manusia terhindar dari kesesatan.
6. Aplikasi Keimanan dalam berbagai Aspek Kehidupan
6.1. Perbedaan antara Filsafat dan Ilmu Kalam.
Secara ringkas dapat dikemukakan bahwa perbedaan antara ilmu
kalm dan filsafat adalah :
1. Dalam ilmu kalam, filsafat dijadikan sebagai alat untuk
membenarkan ayat-ayat al-Qur’an, sedangkan dalam filsafat
sebaliknya, ayat-ayat al-Qur’an dijadikan bukti untuk membenarkan
hasil-hasil filsafat.
2. Pembahasan dalam ilmu kalam terbatas pada hal-hal yang tertentu
saja.Masalah yang dimustahilkan al-Qur’an mengetahui tidak
dibahas oleh ilmu kalam tetap dibahas oleh filsafat.
6.2 Tauhid sebagai Aqidah dan Filsafat Hidup.
Akidah islam sering disebut tauhid. Ajaran tauhid disebut pula
ajaran monoteisme, Akidah ini sudah ada sejak zaman Nabi Adam a.s.
sebagai seoarang Nabi dan Rasul, Adam telah membawa Akidah
ketauhidan tersebut, suatu akidah yang diberikan Allah kepada beliau.
Karena itu, Umat islam yakin, Nabi Adam menganut paham
monoteisme dan tidak mungkin menganut paham politeisme/kemusyrikan.
Nabi Adam tahu betul tentang Tuhan Yang Maha Esa, Allah SWT.
Dengan keyakinan bahwa Akidah ketauhidan sudah ada sejak Nabi Adam
a.s. Umat islam menolak teori ch. Darwin dan pengikutnya mengenai
evolusi tentang asal-usul agama.
Alasan yang biasa dikemukkan dalam penolakan teori tersebut
adalah sebagai berikut :
1. Kalau agama islam muncul melalui proses evolusi sesuai dengan
tingkat dan kemajuan ilmu pengetahuan berarti agama islam
adalah produk manusia. Sedangkan islam adalah agama wahyu,
dating dari Allah SWT. Ia bukan kebudayaan, sekalipun ia
melahirkan kebudayaan dan peradaban.
2. Kalau Adam a.s adalah seorang Nabi, tentu ia diberi bekal oleh
Allah SWT dengan agama tauhid atau monoteisme.
Dalam kepercayaan Umat berima, Adam adalah Nabi. Ilmu Tauhid
secara garis besar adalah ilmu yang mempelajari bagaimana bertauhid
dengan baik dan benar sesuai dengan petunjuk al-Qur’an dan Hadist.
Petunjuk al-Qur’an dan Hadist inilah yang dikaji secara mendalam oleh
para Ulama’. Namun karena pola piker, latar belakang, metode
pendekatan, dan sudut pandang yang berbeda, hasil pemikiran
merekapun selalu tidak sama. Jangankan antar Madzhab, di dalam satu
Madzhab saja perbedaan itu terjadi, sehingga muncul sekte-sekte.
Jalan yang paling aman dan dekat untuk mengenal Tuhan adalah
dengan memperhatikan dan meneliti alam semesta. Al- Qur’an selalu
mendorong manusia agar mau memperhatikan dan memikirkan apa yang
ada dan terjadi di dalam alam raya ini, bukan saja alam yang berada di
luar dirinya, tapi juga apa yang ada dalam diri manusia itu sendiri.
6.3. Pendidikan dan Pengajaran Tauhid
Pendidikan dan pengajaran merupakan hal yang penting bagi
kehidupan manusia. Dengan pendidikan dan pengajaran itulah Umat
manusia dapat maju dan berkembang biak, melahirkan kebudayaan dan
peradaban positif yang membawa kepada kebahagiaan dan
kesejahteraan hidup mereka.
Yang dimaksud dengan pendidikan tauhid di sini ialah pemberian
bimbingan kepada anak didik agar ia memiliki jiwa tauhid yang kuat dan
mantap dan memiliki tauhid yang baik dan benar.
Bimbingan itu dilakukan tidak hanya dengan lisan dan tulisan, tetapi
juga bahkan ini yang terpenting dengan sikap, tingkah laku perbuatan.
Sedangkan yang dimaksud dengan pengajaran tauhid ialah pemberian
pengertian tentang ketauhidan, baik pada kebahagiaan hidup dunia dan
ukhrawi.
Pendidikan dan pengajran tauhid, baik yang berhubungan dengan
akidah maupun dalam kaitan dengan ibadah, akan menanamkan
keikhlasan pada diri seseorang dalam setiap tindakan atau perbuatan
pengabdiannya. Keikhlasan dalam mengabdi kepada Allah inilah yang
membuat tauhid bagaikan pisau bermata dua, satu segi untuk kehidupan
di Akhirat, sisi lain untuk kehidupan di dunia.
6.4. Tauhid dan Pembinaan Kepribadian
Pembentukan kepribadian taqwa berkaitan sangat erat dengan
tauhid. Penanaman tauhid yang baik dan benar kepada anak aka sangat
menentukan terwujudnya kepribadian takwa tersebut. Pertama, tauhid
merupakan fondasi yang diatasnya berdiri bangunan-bangunan kehidupan
manusia, termasuk jepribadiannya, dengan makin kuat dan kokohnya
tauhid, makin baik dan sempurna kepribadian takwa seseorang. Kedua,
tauhid merupakan aspek batin yang memberikan motivasi dan arah bagi
perkembangan kepribadian manusia.
6.5 Tauhid dan Kesehatan mental
Jika akidah atau keyakinan sebagaimana diajarkan islam di atas
tertanam dalam jiwa seseorang, mentalnya akan kuat, jiwa tidak
tergoncang hanya oleh karena orang lain tidak memberikan penghargaan
kepada-Nya.
6.7 Ilmu dan Akidah
Dalam membina akidah dan ibadah, agama juga tidak bis berjalan
sendiri, Ia harus dibantu oleh ilmu pengetahuan. Ilmu dapat menjelaskan
dan menafsirkan arti dan makna akidah dan ibadah secara rsional
sehingga ia tidak hanya diterima dengan rasa ( iman ) tapi juga diterima
dengan rasio. Hal ini akan lebih memantapkan rasa keberagamaan dan
keyakinan seseorang serta menumbuhkan kesadarannya yang mendalam
untuk memperkuat iman dan melaksanakan ibadah dengan baik dan
benar.
6.8 Manusia dan Lingkungan Hidup dalam Akidah Islam
Sebenarnya jauh sebelum masalah lingkungan hidup muncul ke
permukaan dan menjadi isu internasioanl, al-Qur’an sudah memberikan
isyarat kepada manusia tentang perlunya perhatian dan pemeliharaan
lingkungan hidup itu, al-Qur’an juga mengisyaratkan bahwa manusia
sangat berperan untuk menciptakan lingkungan hidup yang baik dan
harmonis.
Berdasarkan ayat dan hadist yang telah dikemukakan di atas,
dapat di ambil kesimpulan bahwa ajaran islam yang berintikan akidah
islamiyah dapat membangkitkan kesadaran ekologis kepada manusia,
bagaimana seharusnya ia bergaul dengan lingkungan hidupnya, baik
lingkungan yang hidup biotis ataupun benda mati ( abiotis ).
Di samping factor manusia, gangguan lingkungan hidup bias juga
terjadi karena factor alam itu sendiri. Misalnya, gempa bumi, angin topan,
gunung meletus dan banjir. Faktor alami ini terjadi juga ada yang
berkaitan dengan factor manusia, seperti banjir yang terjadi akibat
penebangan kayu atau penggundulan hutan.
6.9 Ruang Lingkup Pembahasan Ilmu Tauhid
a. Pembahasan dalam ilmu tauhid.
Aspek pokok dalam ilmu tauhid adalah keyakinan akan eksistensi
Allah yang maha sempurna, maha Kuasa dan memiliki sifat-sifat
kesempurnaan lainnya. Karena itu pula, ruang lingkup pembahasan dalam
ilmu tauhid yang pokok adalah :
1. Hal-hal yang berhubungan dengan Allah SWT atau yang sering
disebut dengan istilah Mabda. . Dalam bagian ini termasuk pula
bagian takdir.
2. Hal yang berhubungan dengan utusan Allah sebagai perantara
antara manusia dan Allah atau disebut pula washilah meliputi :
Malaikat, Nabi/ Rasul, dan Kitab-kitab Suci.
3. Hal-hal yang berhubungan dengan hari yang akan datang, atau
disebut juga maad, meliputi : Surga, Neraka dan sebagainya.
b. Aspek-aspek dalam ilmu tauhid
Bagian-bagian tauhid sebagai ilmu dapat dibagi dalam 5 aspek :
Tauhid Rububiyah, tauhid Uluhiyah/ubudiyah, tauhid sifat, tauhid qauli
dan tauhid amali.
c. Masalah-masalah yang bertentangan dengan tauhid
Secara garis besar, masalah-masalah yang bertentangan dengan
tauhid adalah kekafiran, kemusyrikan, kemurtadan, dan kemunafikan.
6.10 Pertumbuhan dan Perkembangan
6.10.1 Aliran-aliran dalam Ilmu Tauhid/Kalam
a. Awal mula munculnya masalah teologi dalam islam
Memang, fakta sejarah menunjukkan, persoalan pertama yang
muncul di kalangan umat islam yang menyebabkan kaum muslimin
terpecahj ke dalam beberapa firqah ( kelompok/golongan ) adalah
persoalan politik. Dari masalah ini kemudian lahir berbagai kelompok dan
aliran teologi dengan pandangan dan pendapat yang berbeda.
1. Khawarij
Adapun yang dimaksud khawarij adalah suatu sekte pengikut Ali
bin Abi Thalib yang keluar meninggalakan barisan karena ketidak
sepakatan tyerhadap keputusan ali yang menerima arbitrase ( Tahkim ).
Secara umum ajaran-ajaran pokok khawarij adalah :
1. Orang islam yang melakukan dosa besar adalah kafir.
2. Orang-orang yang terlibat dalam perang jamal ( antara Aisyah,
Thalhah dan Zubair dengan Ali bin Abi Thalib ) dan para pelaku
tahkim termasuk yang menerima dan membenarkan dihukumkan
kafir.
3. Khalifah harus dipilih langsung oleh Rakyat.
2. Murji’ah
a. Sejarah timbulnya.
Satu hal yang sulit diketahui dengan pasti ialah siapa sebenarnya
pendiri atau tokoh Ulama’ aliran ini. Menurut Syahrastani, Husain bin
Muhammad bin Ali bin Abi Thalib adalah orang yang pertama yang
menyebut irja’. Akan tetapi, hal ini belum menunjukkan bahwa ia adalah
pendiri Murji’ah.
Hal-hal yang melatar belakangi kehadiran Murji’ah antara lain :
1. Adanya perbedaan pendapat antara orang Syi’ah dan khawarij.
2. Adanya pendapat yang menyalahkan Aisyah dan kawan-kawan
yang menyebabkan terjadinya perang jamal.
3. Adanya pendapat yang menyalahkan orang yang ingin merebut
kekuasaan Ustman bin Affan .
b. Ajaran-ajaran Murji’ah
a) Iman hanya membenarkan di dalam hati.
b) Orang islam yang melakukan dosa besar tidak dihukumi kafir,
selama ia mengakui 2 kalimah syahadah.
c) Hukum terhadap perbuatan manusia ditangguhkan hingga hari
kiamat.
c. Tokoh-tokoh dalam sekte Murji’ah.
Pemimpin Ulama madzhab murji’ah ialah Hasan bin Bilal Al-
Muzni, Abu Sallat al Samman dan Dirar bin Umar. Tokoh Murji’ah
yang moderat adalah Hasan bin Muhammad bin Ali bin Abi Thalib.
3. Qadariyah
Madzhab Qadariyah muncul sekitar tahun 70 H ( 689 M ). Ajaran-
ajaran ini banyak persamaannya dengan Mu’tazilah. Tokoh Ulama’
Qadariyah adalah Ma’bad Al-Juhari dan Ghailan Al-Dimasqi. Pokok aliran
Qadariyah antara lain adalah manusia mempunyai kemampuan untuk
bertindak ( Qudrah ) dan memilih atau berkehendak.
Kehadiran Qadariyah merupakan isyarat penentangan terhadap
politik pemerintahan Bani Umayyah, aliran ini selalu mendapat tekanan
dari pemerintah, namun paham Qadariyah tetap berkembang. Dalam
perkembangannya, paham ini tertampung dalam madzhab mu’tazilah.
4. Jabariyah
Madzhab ini muncul bersamaan dengan kehadiran Qadariyah.
Paham Qadariyah pada mulanya dipelopori oleh Ja’d bin Dirham.
Pokok-pokok paham Jabariyah
Menurut Jabariyah, manusia tidak mempunyai kemampuan untuk
mewujudkan perbuatannya dan tidak memiliki kemampuan untuk memilih.
Menurut paham ini manusia tidak hanya bagaikan wayang yang
digerakkan oleh dalang tapi manusia tidak mempunyai bagian sama sekali
dalam mewujudkan perbuatan-perbuatannya.
5. Mu’tazilah
Mu’tazilah lahir pada abad ke 2 H dengan Tokoh utamanya Washil
bin Atha’. Pokok-pokok ajaran Mu’tazilah. Ada 5 prinsip ajaran Mu’tazilah
yang dirumuskan oleh Tokoh besar aliran ini, Abu Huzail Al-Hallaf :
1. Al-Tauhid (keesaan Tuhan )
2. Al-Adl ( keadilan-keadilan )
3. Al-Wa’du wal Wa’id ( janji dan ancaman )
4. Al-Manzilah bain al- Manzilatain
5. Amar Ma’ruf nahi Munkar.
Tokoh-tokoh Mu’tazilah, Washil bin Atha’, Abu Hudzail Al-Hallaf, Al-
Nazzam, Al-Jubb’ai.
6. Ahlussunnah wal jama’ah
Ahlussunnah berarti pengikut Sunnah Nabi Muhammad SAW, dan
Jama’ah artinya Sahabat Nabi, jadi Ahlussunnah mengandung arti “
Penganut sunnah ( I’tikad ) Nabi dan para Sahabat beliau. Tokoh
utamanya : Abu Al-Hasan Al-Asy’ari dan Abu Mansur Al Maturidi.