Sejarah Mushaf, Sebuah Konsep Pemikiran

download Sejarah Mushaf, Sebuah Konsep Pemikiran

of 5

Transcript of Sejarah Mushaf, Sebuah Konsep Pemikiran

  • 8/13/2019 Sejarah Mushaf, Sebuah Konsep Pemikiran

    1/5

    BENTURAN PERSPEKTIF DALAM MELIHAT SEJARAH MUSHAF, RASM

    DAN QIRAAT

    Konsep turunnya Al-Quran ke bumi ini pada hakikatnya sudah dijelaskan secara

    detail oleh Allah swt. melalui firman-firman-Nya. Konsep inilah formula yang

    menguatkan keotentikan Al-Quran yang seringkali dipertanyakan beberapa kalangan,

    terutama kaum orientalis dan liberal. Hingga, Arkoun sendiri mengatakan bahwa

    mempersoalkan keotentikan Al-Quran berarti melakukan sesuatu tindakan pemikiran

    yang hidup atau pembaharuan pemikiran keagamaan.1

    Tapi sebenarnya, apa yang mereka lakukan terhadap Al-Quran adalah sebuah

    keniscayaan yang tak bisa dihindari. Mengingat Al-Quran sendiri tidak pernah

    membatasi diri hanya untuk dikaji umat Islam, melainkan bagi semua orang dengan

    berbagai tujuannya. Keterbukaan itu dapat dilihat ketika Allah swt. menantang orang-

    orang yang meragukan Al-Quran untuk mendatangkan yang semisalnya, seperti yang

    difirmankan,

    Dan jika kamu meragukan (Al-Quran) yang Kami turunkan kepada hamba Kami

    (Muhammad), maka buatlah satu surah semisal dengannya dan ajaklah penolong-

    penolongmu selain Allah, jika kamu orang-orang yang benar. (QS. Al-Baqarah

    [2]: 23)

    Ayat di atas mengisyaratkan bahwa Al-Quran terbuka untuk digali dan dikaji

    bahkan oleh orang yang meragukannya. Dan, mereka yang meragukan Al-Quran

    tidak mungkin menyanggupi tantangan itu tanpa mengkaji dan mempelajari Al-

    Quran terlebih dahulu. Seperti yang dilakukan Musailamah Al-Kadzdzab ketika

    membuat surah-surah berikut,2

    Melihat susunan yang sama, tentu saja ia sudah membaca dan mempelajari

    terlebih dahulu susunan surah Al-Qariah dan Al-Adiyat. Ini adalah bukti

    keterbukaan Al-Quran bagi orang-orang yang meragukannya. Dan, dari sejak

    Musailamah hingga saat ini pun, Al-Quran tak pernah berhenti dikaji oleh orang-

    orang yang meragukan keotentikannya.

    1Mohammed Arkoun,Berbagai Pembacaan Al-Quran, (Jakarta: INIS, 1997) Hal. 75.

    2Abu Al-Fida ibn Katsir Ad-Dimasyqi,Tafsr ibn Katsr,(Beirut: Dar Al-Fikr, 1994) Jil. II. Hal. 500.

  • 8/13/2019 Sejarah Mushaf, Sebuah Konsep Pemikiran

    2/5

    Hanya saja, terdapat perbedaan antara model Musailamah dengan kaum

    peragu yang diwakili orientalis dan kaum liberal dalam menerima tantangan Al-

    Quran. Tidak seperti Musailamah, orang-orang orientalis dan liberal abai untuk

    mendatangkan yang semisal Al-Quran, tapi mereka terus mengkritisi keotentikannya

    melalui riwayat-riwayat janggal. Inilah fakta yang harus kita terima. Keterbukaan Al-

    Quranini harus menjadi nilai positif bagi kita yang beriman, untuk terus berkembang

    dan argumentatif dalam menjelaskan Al-Quran beserta seluruh aspeknya kepada

    orang-orang yang ragu terhadapnya.

    Meminjam istilah Giovani Sartori yang melihat demokrasi dengan dua

    perspektif yakni normatif dan empirik,3penulis akan mencoba menerapkannya dalam

    memetakan perspektif pengkaji sejarah Al-Quran. Sebagaimana yang kita ketahui

    dari uraian di atas, para pengkaji Al-Quran pada hakikatnya terbagi menjadi dua

    yakni pengkaji dari golongan orang beriman dan pengkaji dari golongan orang yang

    meragukan keotentikannya. Orang-orang yang beriman melihat Al-Quran dengan

    perspektif normatif. Artinya, perspektif yang dibangun untuk melihat Al-Quran

    adalah berdasarkan keimanan. Sehingga, secara definisi Al-Quran merupakan,

    Kalamullah yang diwahyukan kepada Nabi Muhammad saw. (secara lafadz dan

    makna) yang memiliki unsur mukjizat, yang membacanya saja bernilai ibadah,

    direportasekan secara mutawatir, ditulis dalam mushaf-mushaf (dari surah Al-Ftihah

    hingga surah An-Ns).4

    Sebagai kitab suci, Al-Quran memang seharusnya dilihat dari sisi normatif

    saja. Tapi, aktivitas intelektual kaum orientalis dan kelompok liberal terhadap Al-

    Quran adalah fakta lain dari orang-orang yang tidak mengimani Al-Quran. Mereka

    mengkaji, meneliti bahkan mengkritisi secara leluasa. Tapi, mereka hanya di wilayah

    empirik Al-Quransaja.

    Rasm, qiraat dan sejarah penyalinan dan percetakannya adalah wilayah

    empirik Al-Quran yang seringkali dijadikan pintu masuk mereka untuk melemahkan

    bukti keotentikan Al-Quran. Untuk lebih jelasnya, mengenai wilayah normatif dan

    empirik Al-Quran, bisa dilihat dari skema di bawah ini:

    3 Giovanni Sartori, The Theory of Democracy Revisited. Part One: The Contemporary Debate,

    (Chatam, NJ: Chatam House Publishers, 1987), h. 7-8; Anders Uhlin, Indonesia and the Third Wave

    of Democratization: The Indonesian Pro-Democracy Movement in a Changing World, (London:

    Nordic Institute of Asian Studies, Richmond, Curzon Press, 1997), h. 8.4Muhammad Abdul Azhim Az-Zurqani,Manhil Al-Irfn f Ulm Al-Quran, (Mesir: Isa Al-Bab al-

    Halabi, t.th) Jil. I. Hal. 19.

  • 8/13/2019 Sejarah Mushaf, Sebuah Konsep Pemikiran

    3/5

    Skema di atas menjelaskan dua wilayah normatif dan empirik Al-Quran.

    Orang-orang yang beriman, akan melihat proses turunnya Al-Quranmulai dari

    Allah swt. hingga menjadi mushafdengan sudut pandang normatif. Tapi, orang-

    orang Barat dalam hal ini orientalis dan kaum liberal, melihat Al-Quran cukup di

    wilayah empirik saja. Mereka meyakini Al-Quran sebagai buatan Muhammad saw.

    sehingga proses turunnya Al-Quran sebelum ke beliau sama sekali tidak

    diperhatikan.

    Domain diskusi dan kajian mereka ada di wilayah empirik Al-Qurankarena

    penelitian mereka pun bersifat filologis yang sumber utamanya adalah bahan-bahan

    tertulis dari manuskrip-manuskrip yang ada. Dan dalam prosesnya, kesimpulan-

    kesimpulan yang mereka dapatkan di wilayah itu, dibuat untuk meruntuhkan

    pandangan-pandangan normatif tentang Al-Quran. Jadi, orang-orang orientalis dan

    kaum liberal melihat Al-Quran dari fakta sejarah mushaf dan penulisannya. Itu

    kemudian secara sadar maupun tidak sadar, sengaja atau tidak sengaja, berimbas pada

    upaya peruntuhan proses turunnya Al-Quran dari Lauh al-Mahfudz dan Baitul Izzah.

    Sedang umat Islam meyakini keotentikan mushaf saat ini karena iman mereka akan

    adanya proses di Lauh Al-Mahfudz dan Baitul Izzah.

    Benturan perspektif normatif dan empirik inilah yang coba ingin

    diketengahkan pemakalah karena ini sangat penting untuk disadari para pengkaji dan

    peneliti Al-Quran. Tanpa kesadaran ini, seringkali menimbulkan kerancuan, baik

    dalam logika berpikir maupun dalam hasil kesimpulan sebuah penelitian. Sebab, dari

    sejarahnya paham empirismeyang di antara tokoh utamanya adalah David Hume

    Allah swt.

    Lauh Al-Mahfudz

    Baitul Izzah

    Rasulullah saw.

    Tulisan Sahabat Hapalan Sahabat

    Mushaf

    Wilayah Normatif

    Wilayah Empirik

  • 8/13/2019 Sejarah Mushaf, Sebuah Konsep Pemikiran

    4/5

    tidak pernah bertemu dan selalu bertentangan dengan paham normatif serta

    rasionalisme.5 Bagi para peneliti dan pengkaji yang mengikuti aliran empirisme

    meyakini bahwa ilmu belum dikatakan sebagai ilmudalam arti yang sebenarnya

    sebelum ditemukan hukum-hukum yang ditopang oleh pengamatan yang

    memungkinkan diadakan peramalan-peramalan. Bahkan, mereka menganggap metode

    empiris adalah metode yang paling absah dalam menentukan validitas pengetahuan.6

    Sayangnya, data-data empirik yang digunakan oleh pengkaji Al-Quranyang

    meragukan keotentikannyadalam memvalidasi keotentikan Al-Quran kurang

    memadai. Contohnya, Theodor Noldeke dalam Gschicht ds oransyang

    kemudian diterjemahkan dalam bahasa Arab Trikh Al-Qurn oleh Juraij Tamir

    hanya mengangkat 2 mushaf pribadi milik Ubay ibn Kab dan Abdullah Ibnu

    Masud.7Itu hanya serpihan-serpihan yang pada dasarnya bersifat kasuistik dan tidak

    sebanding dengan data-data lain yang berseberangan.

    5Franz Magnis Suseno, 13 Tokoh Etika Sejak Zaman Yunani Sampai Abad ke-19, (Jakarta: Kanisius,

    1997) Hal. 130.6 Mujamil Qomar, Epistemologi Pendidikan Islam dari Metode Rasional hingga Metode Kritik,

    (Malang: Erlangga, 2005) Hal. 72.7 Tehodor Noldeke, Gschicht ds orans diterjemahkan Trikh Al-Quran oleh Juraij Tamir,

    (Beirut: Konrad, 2004) Hal. 262-297.

  • 8/13/2019 Sejarah Mushaf, Sebuah Konsep Pemikiran

    5/5