III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis 3 ... · Struktur pasar dijabarkan sebagai...

21
25 III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1 Struktur Pasar Struktur pasar dijabarkan sebagai lingkungan persaingan dalam pasar untuk sebuah produk atau jasa (Pappas dan Hirschey, 1995). Dalam konteks perdagangan internasional, pasar yang dimaksud adalah negara-negara di dunia dengan struktur pasar yang dijabarkan dalam bentuk serangkaian karakteristik industri dari tiap belahan dunia. Struktur pasar secara umum dicirikan dengan dasar empat karakteristik industri yaitu, jumlah dan distribusi ukuran dari pembeli dan penjual serta para pendatang potensial yang aktif, tingkat diferensiasi produk, jumlah dan biaya informasi tentang harga dan mutu produk, serta kondisi keluar dan masuk industri. Atas dasar empat karakteristik industri tersebut maka struktur pasar dibedakan menjadi empat macam pasar, berikut disajikan pada tabel 10 macam-macam pasar dan cirinya. Tabel 10. Macam-macam Pasar dan Cirinya Ciri-ciri Macam-macam Pasar/Persaingan Sempurna Monopoli Monopolistis Oligopoli Jumlah Perusahaan Sangat banyak standar/identik Satu/corporate Banyak Sedikit atau standar Jenis Produksi Homogen Unik/exclusive Berbeda corak Berbeda Kekuatan dalam penentuan harga Tidak ada Sangat besar Sedikit Sedikit tanpa kerjasama atau banyak dengan kerjasama Kemungkinan keluar/masuk Sangat mudah Dari luar tidak mungkin masuk Cukup mudah Hambatan relatif cukup kuat Persaingan di luar harga Tidak ada Iklan Iklan Iklan bila kolusif Sumber: Iskandar Putong, Pengantar Ekonomi Mikro dan Makro, 2003

Transcript of III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis 3 ... · Struktur pasar dijabarkan sebagai...

25

III. KERANGKA PEMIKIRAN

3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis

3.1.1 Struktur Pasar

Struktur pasar dijabarkan sebagai lingkungan persaingan dalam pasar

untuk sebuah produk atau jasa (Pappas dan Hirschey, 1995). Dalam konteks

perdagangan internasional, pasar yang dimaksud adalah negara-negara di dunia

dengan struktur pasar yang dijabarkan dalam bentuk serangkaian karakteristik

industri dari tiap belahan dunia. Struktur pasar secara umum dicirikan dengan

dasar empat karakteristik industri yaitu, jumlah dan distribusi ukuran dari pembeli

dan penjual serta para pendatang potensial yang aktif, tingkat diferensiasi produk,

jumlah dan biaya informasi tentang harga dan mutu produk, serta kondisi keluar

dan masuk industri. Atas dasar empat karakteristik industri tersebut maka struktur

pasar dibedakan menjadi empat macam pasar, berikut disajikan pada tabel 10

macam-macam pasar dan cirinya.

Tabel 10. Macam-macam Pasar dan Cirinya

Ciri-ciri Macam-macam Pasar/Persaingan

Sempurna Monopoli Monopolistis Oligopoli

Jumlah

Perusahaan

Sangat banyak

standar/identik

Satu/corporate Banyak Sedikit atau

standar

Jenis Produksi Homogen Unik/exclusive Berbeda corak Berbeda

Kekuatan dalam

penentuan harga

Tidak ada Sangat besar Sedikit Sedikit tanpa

kerjasama

atau banyak

dengan

kerjasama

Kemungkinan

keluar/masuk

Sangat mudah Dari luar tidak

mungkin masuk

Cukup mudah Hambatan

relatif cukup

kuat

Persaingan di

luar harga

Tidak ada Iklan Iklan Iklan bila

kolusif

Sumber: Iskandar Putong, Pengantar Ekonomi Mikro dan Makro, 2003

26

1. Pasar Persaingan Sempurna

Persaingan sempurna (murni) terjadi ketika para produsen individual di

pasar tidak memiliki pengaruh atas harga. Mereka adalah para pengambil harga

(price takers) sebagaimana diperbandingkan dengan penentu harga. Tidak adanya

pengaruh terhadap harga ini memerlukan kondisi, pertama adalah adanya

sejumlah besar pembeli dan penjual. Dimana setiap perusahaan dalam industri

memproduksi sebagian kecil dari keluaran industri dan setiap pelanggan hanya

membeli sebagian kecil dari produk total.

Kedua adalah homogenitas produk, dimana keluaran tiap perusahaan

dipandang oleh para pelanggan sebagai produk yang pada dasarnya sama dengan

keluaran setiap perusahaan lainnya dalam industri tersebut. Ketiga adalah

kebebasan masuk dan keluar pasar. Dalam hal ini perusahaan-perusahaan tidak

dibatasi untuk memasuki dan meninggalkan industri tersebut. Keempat adalah

penyebaran informasi yang sempurna, dimana informasi tentang biaya, harga,

mutu produk diketahui oleh semua pembeli dan penjual di pasar. Semua kondisi

tersebut merupakan asumsi yang harus dipenuhi dalam pasar persaingan sempurna,

namun hal ini jarang terjadi dalam pasar yang sebenarnya. Laba ekonomi hanya

dimungkinkan dalam periode disekuilibrium jangka pendek sebelum para pesaing

memberikan tanggapan persaingan yang efektif.

2. Pasar Persaingan Monopolistis

Menurut Pappas dan Hirschey (1995), persaingan monopolistis

menjabarkan struktur pasar yang terdiri dari banyak penjual yang menawarkan

produk-produk yang serupa tapi tidak identik. Persaingan monopolistis sangat

serupa dengan pasar persaingan sempurna dalam hal persaingan harga yang tetap

27

diantara sejumlah besar produsen dan para individu. Perbedaan utama dari kedua

model ini adalah bahwa dalam persaingan monopolistis para konsumen melihat

adanya perbedaan-perbedaan penting diantara produk-produk yang ditawarkan

oleh setiap produsen individual. Karena para konsumen memandang perbedaan

diantara produk-produk para pesaing, setiap produsen memiliki pengendalian

tertentu terhadap harga yang dikenakannya.

Dengan kata lain persaingan monopolistik mempertahankan beberapa

asumsi dari pasar persaingan sempurna bahwa setiap perusahaan mengambil

keputusan-keputusannya secara independen, yaitu perubahan harga oleh satu

perusahaan tidak menyebabkan perusahaan-perusahaan lain mengubah harga

mereka. Kemudian adalah sebagian besar perusahaan dalam industri

menghasilkan produk yang sama. Tetapi produk yang dihasilkan tidak homogen

sehingga diasumsikan perusahaan-perusahaan dapat mendiferensiasikan

produknya sampai tingkat tertentu sehingga bisa dibedakan dengan produk dari

perusahaan lainnya.

Difirensiasi produk dapat mengambil banyak bentuk, produk tidak hanya

melibatkan karakteristik jumlah, mutu, dan harga, tetapi juga atribut waktu dan

tempat. Faktor penting dari semua bentuk diferensiasi produk adalah bahwa

beberapa konsumen lebih menyukai produk dari satu penjual dibanding produk

dari penjual yang lainnya. Tetapi adanya banyak produk pengganti yang dekat

membatasi kemampuan perusahaan individual dalam menetapkan harga dan

mendorong laba ketingkat pengembalian yang normal dalam jangka panjang.

28

3. Pasar Oligopoli

Oligopoli adalah struktur pasar yang dicirikan dengan sedikit penjual

dimana keputusan harga atau keluaran saling bergantung antara satu perusahaan

dengan perusahaan yang lain. Dalam oligopoli hanya terdapat sedikit pesaing

yang memegang sebagian besar atau semua keluaran industri yang bersangkutan.

Umumnya juga terdapat hambatan masuk dan keluar yang sangat tinggi.

Keputusan harga atau keluaran perusahaan saling berkaitan dalam arti

bahwa reaksi langsung dari para pesaing utama dapat diperkirakan. Sebagai

hasilnya, keputusan setiap perusahaan individual didasari sebagian oleh tanggapan

yang mungkin dari para pesaing. Persaingan yang dilakukan meliputi persaingan

dalam bentuk harga maupun non harga. Sekalipun jumlah pesaing yang terbatas

menimbulkan potensi untuk laba ekonomi, tingkat pengembalian diatas normal

sama sekali tidak dijamin. Persaingan diantara sedikit perusahaan kadang-kadang

menjadi sangat tajam.

4. Pasar Monopoli

Menurut Pappas dan Hirschey (1995), monopoli adalah suatu pasar yang

dicirikan dengan penjual tunggal dan sebuah produk yang sangat didiferensiasi.

Karena sebuah produsen monopoli adalah penyedia satu-satunya untuk sebuah

komoditi yang diinginkan, produsen monopoli itu adalah industri itu sendiri.

Produsen setiap produk harus bersaing memperebutkan pangsa pasar dari

pembelian konsumen, tetapi produsen monopoli ini tidak menghadapi persaingan

yang efektif untuk penjualan produknya baik dari pesaing yang ada maupun yang

potensial. Hal ini memungkinkan produsen monopoli tersebut untuk menentukan

harga dan keluaran secara bersamaan untuk produsen (dan untuk industri yang

29

bersangkutan). Hambatan masuk atau keluar yang besar seringkali merintangi

para pendatang potensial dan menawarkan kesempatan untuk memperoleh laba

ekonomi, bahkan dalam jangka panjang, baik kepada produsen monopoli yang

efisien maupun yang tidak efisien.

Dalam dunia perdagangan, struktur pasar menunjukkan atribut pasar yang

mempengaruhi sifat dan proses persaingan. Unsur-unsur struktur pasar meliputi

konsentrasi, diferensiasi produk, hambatan masuk ke dalam pasar, struktur biaya

dan tingkat pengaturan pemerintah. Para pakar ekonomi mengklasifikasikan pasar

dengan memperhatikan seberapa banyak jumlah perusahaan yang ada dalam

industri. Struktur pasar penting karena berimplikasi pada persaingan ekonomi di

negara yang berkepentingan jika suatu negara menguasai pangsa pasar ≥ 20

persen daripada negara lainnya maka dapat ditentukan sejauh mana suatu negara

dapat menjadi price taker atau market follower. Selain itu negara tersebut

berpotensi untuk melakukan persaingan yang tidak sehat seperti kolusi dan

memiliki pengaruh untuk mengubah harga suatu komoditi

3.1.2 Konsep Daya Saing

Dalam perdagangan, daya saing akan menentukan posisi suatu komoditi di

pasar. Di pasar internasional seperti di negara-negara Eropa, Timur Tengah,

Amerika Serikat, Federasi Rusia teh Indonesia bersaing dengan produk sejenis

atau subtitusinya yang diproduksi oleh negara pesaing. Salah satu indikator daya

saing suatu komoditi ialah pangsa pasar (Martin et al, 1991). Disebutkan bahwa

jika pangsa pasar suatu komoditi meningkat, berarti daya saing komoditi itu

meningkat. Oleh karena itu analisis daya saing secara umum dapat dilakukan

dengan menggunakan pendekatan pangsa pasar dan pertumbuhan pasar.

30

Pendekatan demikian telah banyak diterapkan oleh para peneliti, antara lain

Sirhan dan Johnson (1991), Fontes, Grennes, dan Johnson (1990), Silvapulla dan

Phillips (1985), Sigit dan Asra (1985), Drajat dan Johnson (1991), dan Drajat dan

Darmawan (1991)7. Dalam analisis daya saing komoditi teh Indonesia di pasar

internasional, pendekatan serupa dapat dilakukan.

Menurut Simanjuntak (1992) dalam Tarsono (2006), daya saing

merupakan kemampuan suatu produsen untuk memproduksi suatu komoditi

dengan biaya yang cukup rendah sehingga pada harga-harga yang terjadi di pasar

internasional kegiatan produksi tersebut menguntungkan. Pendekatan yang dapat

digunakan untuk mengukur daya saing suatu komoditi adalah tingkat keuntungan

yang dihasilkan dan efisiensi dari pengusahaan komoditi tersebut. Tingkat

keuntungan dapat dilihat dari keuntungan privat dan keuntungan sosial.

Sedangkan efisiensi pengusahaan komoditi dapat dari tingkat keunggulan

komparatif dan keunggulan kompetitif.

a. Konsep Keunggulan Komparatif

Perkembangan yang terjadi di dunia baik di bidang ekonomi, politik

maupun teknologi menciptakan saling ketergantungan yang tinggi antar negara.

Konsekuensinya adalah peran perdagangan internasional menjadi sangat penting.

Suatu negara akan mengekspor sejumlah barang, jasa dan faktor produksi untuk

ditukarkan dengan impor barang, jasa, dan faktor produksi lain yang hanya dapat

diproduksi dengan cara yang kurang efisien atau tidak dapat diproduksi sama

sekali. Dengan semakin berkembangnya hubungan saling ketergantungan

7 Bambang Drajat dan Prajogo U. Hadi, Daya Saing Minyak Kelapa Sawit Indonesia di Pasar

Eropa Barat, Amerika Serikat,dan Jepang, Jurnal Agro Ekonomi, Volume 15, Nomor 1, Mei

1996, hlm 73

31

tersebut, peranan dari perdagangan internasional dari setiap negara akan semakin

penting.

Konsep keunggulan komparatif (The Law of Comparative Advantage)

pertama kali dikemukakan oleh David Ricardo pada awal abad ke 19. Konsep

keunggulan komparatif Ricardo menyatakan bahwa suatu negara akan cenderung

memproduksi dan mengekspor komoditi dengan biaya produksinya secara relatif

lebih murah dibandingkan dengan biaya produksi negara lain dan di dasarkan

kepada satu produksi saja yaitu tenaga kerja (Salvatore, 1997). Hukum

keunggulan komparatif Ricardo mendasarkan pada sejumlah asumsi yang

disederhanakan, yaitu: (1) hanya terdapat dua negara dan dua komoditi, (2)

perdagangan bersifat bebas, (3) terdapat mobilitas tenaga kerja yang sempurna di

dalam negara namun tidak ada mobilitas antara dua negara, (4) biaya produksi

konstan, (5) tidak terdapat biaya transportasi (6) tidak ada perubahan teknologi,

dan (7) menggunakan teori nilai tenaga kerja. Asumsi satu sampai enam dapat

diterima, namun asumsi tujuh (yaitu teori nilai tenaga kerja) tidak berlaku dan

seharusnya tidak digunakan untuk menjelaskan keunggulan komparatif.

Pada tahun 1933 Heckscler dan Olin melakukan pengembangan terhadap

Hukum Keunggulan Komparatif Ricardo. Heckscler dan Olin (H-O) menekankan

pada perbedaan tarif faktor pemberian alam (endowment) dan harga-harga faktor

produksi antar negara sebagai determinan perdagangan yang paling penting. Teori

H-O beranggapan bahwa tiap negara akan mengekspor komoditi yang secara

relatif mempunyai faktor produksi yang berlimpah dan murah, serta mengimpor

komoditi yang faktor produksinya relatif langka dan mahal (Salvatore, 1997).

32

Terdapat dua faktor yang mempengaruhi keunggulan komparatif, pertama

adalah iklim yang berbeda. Hal ini membuat negara memiliki fungsi produksi

yang berbeda akibat dari masukan yang sama akan menghasilkan keluaran yang

berbeda pada iklim yang berbeda. Keunggulan komparatif yang dimiliki suatu

negara diperoleh dari hasil produksi komoditi yang paling sesuai dengan iklimnya.

Kedua adalah faktor teknologi yang berbeda. Kenyataan bahwa teknologi terus

berubah berimbas pada teknik produksi yang diterapkan di tiap negara. Negara-

negara yang mampu menyerap teknologi lebih cepat serta mampu

mengimplementasikannya dengan baik akan memperoleh keunggulan komparatif

lebih besar dibanding negara lainnya yang tidak mampu mengadaptasi perubahan

teknologi (Lipsey, 1997)

Menurut Salvatore (1997), keunggulan komparatif menyatakan bahwa

meskipun suatu negara kurang efisien dibandingkan negara lain dalam

memproduksi dua jenis komoditi, namun masih tetap terdapat dasar untuk

melakukan perdagangan yang menguntungkan kedua belah pihak. Negara yang

kurang efisien akan berspesialisasi pada produksi dan mengekspor komoditi yang

memiliki kerugian absolut paling kecil. Dari komoditi inilah negara tersebut

memiliki keunggulan komparatif.

b. Keunggulan Kompetitif Suatu Negara

Keunggulan bersaing suatu negara tergantung pada tingkat sumberdaya

relatif yang dimilikinya. Apabila para pesaing bertempat di negara-negara lain

maka posisi sumberdaya yang satu terhadap yang lain beragam sesuai dengan

kondisi pasokan sumberdaya masing-masing lokasi.

33

Penelitian Porter tentang keunggulan bersaing negara-negara mencakup

tersedianya peranan sumberdaya dan melihat lebih jauh pada keadaan negara yang

mempengaruhi daya saing perusahaan-perusahaan internasional pada industri

yang berbeda. Sebagian besar sumberdaya yang penting seperti keahlian tenaga

kerja yang tinggi, teknologi dan sistem manajemen yang canggih melalui investasi

oleh orang-orang dan perusahaan. Menurut Porter (1990) ada empat kategori

atribut yang merupakan faktor penentu keunggulan bersaing industri nasional,

yakni kondisi faktor sumberdaya (factor conditions), kondisi permintaan (demand

conditions), industri pendukung dan terkait (related and supporting industries)

serta persaingan, struktur dan strategi perusahaan (structur of firms and rivarly).

Keempat atribut tersebut didukung oleh peranan kesempatan (chance) dan

peranan pemerintah (goverment) dalam meningkatkan keunggulan daya saing

industri nasional, dan secara bersama-sama membentuk suatu sistem yang dikenal

dengan “the national diamond” (Gambar 2)

Gambar 2. “The National Diamond System”

34

1. Kondisi Faktor Sumberdaya

Posisi suatu bangsa berdasarkan sumberdaya yang dimiliki yang

merupakan faktor produksi yang diperlukan untuk bersaing dalam industri tertentu.

Faktor produksi tersebut digolongkan ke dalam lima kelompok yaitu:

a. Sumberdaya Manusia

Sumberdaya manusia terdiri dari jumlah tenaga kerja yang tersedia,

kemampuan manajerial dan keterampilan yang dimiliki, tingkat upah yang berlaku

dan juga etika kerja (termasuk moral). Kesemuanya ini sangat berpengaruh pada

daya sing industri nasional.

b. Sumberdaya Fisik atau Alam

Sumberdaya fisik atau alam yang memepengaruhi industri daya saing

nasional mencakup biaya, aksesbilitas, mutu dan ukuran lahan (lokasi),

ketersediaan air, mineral dan energi serta sumberdaya pertanian, perkebunan,

perhutanan, perikanan (termasuk sumberdaya perairan laut lainnya) dan

sumberdaya peternakan, serta sumberdaya alam lainnya yang dapat diperbarui

maupun tidak dapat diperbarui. Begitu juga kondisi cuaca dan iklim, luas wilayah

geografis, kondisi topografis, dan lain-lain.

c. Sumberdaya Ilmu Pengetahuan dan Teknologi

Sumberdaya ini terdiri dari ketersediaan pengetahuan pasar, pengetahuan

teknis, pengetahuna ilmiah yang menunjang dan diperlukan dalam memproduksi

barang dan jasa. Sama halnya dengan ketersediaan sumber-sumber pengetahuan

dan teknologi, seperti perguruan tinggi, lembaga penelitian dan pengembangan,

35

lembaga statistik, literatur bisnis dan ilmiah, basis data, laporan penelitian,

asosiasi pengusaha, asosiasi perdagangan serta sumber pengetahuan dan teknologi

lainnya.

d. Sumberdaya Modal

Sumberdaya modal yang mempengaruhi industri daya saing nasional

terdiri dari jumlah dan biaya yang tersedia, jenis pembiayaan atau sumber modal,

aksesbilitas terhadap pembiayaan, kondisi lembaga pembiayaan dan perbankan.

Selain itu juga diperlukan peraturan keuangan, peraturan moneter dan fiskal untuk

mengetahui tingkat tabungan masyarakat dan kondisi moneter dan fiskal.

e. Sumberdaya Infrastruktur

Sumberdaya infrastruktur terdiri dari ketersediaan jenis, mutu dan biaya

penggunaan infrastruktur yang mempengaruhi daya saing. Seperti sistem

transportasi, komunikasi, pos dan giro, serta sistem pembayaran dan transfer dana,

air bersih, energi listrik dan lain-lain.

2. Kondisi Permintaan

Kondisi permintaan dalam negeri merupakan faktor penentu daya saing

industri nasional, terutama mutu permintaan domestik. Mutu permintaan domestik

merupakan sarana pembelajaran bagi perusahaan-perusahaan domestik untuk

bersaing di pasar global. Mutu persaingan (persaingan yang ketat) di dalam negeri

memberikan tantangan bagi perusahaan untuk meningkatkan daya saingnya

dengan memberi tanggapan terhadap persaingan yang terjadi. Terdapat tiga faktor

karakteristik permintaan domestik yang sangat mempengaruhi daya saing industri

nasional. Karakteristik itu meliputi:

36

a. Struktur segmen permintaan merupakan faktor penentu daya saing inbdustri

nasional. Pada umumnya perusahaan-perusahaan lebih mudah memperoleh

daya saing pada stuktur segmen permintaan yang lebih luas dibanding dengan

struktur segmen yang sempit.

b. Pengalaman dan selera pembeli yang tinggi akan meningkatkan tekanan pada

produsen untuk menghasilkan produk yang bermutu dan memenuhi standar

yang tinggi, yang mencakup standar mutu produk, product features, dan

pelayanan.

c. Antisipasi kebutuhan pembeli dari perusahaan dalam negeri meruppakan

pembelajaran untuk memperoleh keunggukan daya saing global.

3. Industri Pendukung dan Industri Terkait

Keberadaan industri pendukung dan inbdustri terkait yang memiliki daya

saing global juga akan mempengaruhi industri daya saing utamanya. Industri hulu

yang memiliki daya saing global akan memasok input bagi industri utama dengan

harga yang lebih murah, mutu yang lebih baik, pelayanan yang cepat, pengiriman

tepat waktu dan jumlah yang sesuai dengan kebutuhan industri. Begitu juga

dengan industri hilir yang menggunakan produk industri utama sebagai bahan

bakunya. Apabila industri hilir memiliki daya saing global maka industri hilir

tersebut dapat menarik industri hulunya untuk memperoleh daya saing global.

4. Persaingan, Struktur dan Strategi Perusahaan

Tingkat persaingan dalam industri merupakan salah satu pendorong bagi

perusahaan-perusahaan untuk berkompetisi dan melakukan inovasi. Keberadaan

pesaing lokal yang handal dan kuat merupakan faktor penentu dan sebagai motor

penggerak untuk memberikan tekanan pada perusahaan lain untuk meningkatkan

37

daya saing. Perusahaan-perusahaan yang telah teruji pada persaingan ketat dalam

industri nasional akan lebuh mudah memenangkan persaingan internasional

dibandingkan dengan perusahaan-perusahaan yang belum memiliki daya saing

nasional atau berada dalam industri yang tingkat persaingannya rendah. Struktur

perusahaan maupun struktur industri menentukan daya saing dengan cara

melakukan perbaikan dan inovasi. Jika hal ini dikembangkan dalam situasi

persaingan maka akan mempengaruhi pada strategi yang akan dijalankan oleh

perusahaan.

5. Peran Pemerintah

Peran pemerintah sebenarnya tidak berpengaruh langsung terhadap upaya

peningkatan daya saing global, tetapi berpengaruh terhadap faktor-faktor penentu

daya saing global. Hanya perusahaan-perusahaan yang berada dalam industri yang

mampu menciptakan daya saing global secara langsung. Peran pemerintah

merupakan fasilitator bagi upaya untuk mendorong perusahaan-perusahaan dalma

industri agar senantiasa melakukan perbaikan dan meningkatkan daya saingnya.

Pemerintah dapat mempengaruhi aksesibilitas pelaku-pelaku industri terhadap

berbagai sumberdaya melalui kebijakan-kebijakannya, seperti sumberdaya alam,

tenaga kerja, pembentukan modal, sumberdaya teknologi dan ilmu pengetahuan,

serta sumberdaya informasi. Pemerintah juga dapat mendorong peningkatan daya

saing melalui penerapan standar produk nasional, standar upah tenaga kerja

minimum dan berbagai kebijakan terkait lainnya. Peran pemerintah dalam upaya

meningkatkan daya saing global adalah dengan memfasilitasi lingkungan industri

yang mampu memperbaiki kondisi faktor penentu daya saing, sehingga

38

perusahaan-perusahaan yang berada dalam industri mampu mendayagunakan

faktor-faktor penentu tersebut secara efektif.

6. Peran Kesempatan

Peran kesempatan merupakan faktor yang berada di luar kendali

perusahaan atau pemerintah, tetapi dapat meningkatkan daya saing global industri

nasional. Beberapa keuntungan yang dapat mempengaruhi naiknya daya saing

global industri nasional adalah adanya penemuan baru yang murni, biaya

perusahaan yang tidak berlanjut (misalnya terjadi perubahan harga minyak atau

deperesi nilai mata uang), meningkatnya permintaan produk industri yang

bersangkutan lebih tinggi dari peningkatan pasokan, politik yang diambil oleh

negara lain, serta berbagai faktor kesempatan lainnya.

3.1.3 Teori Perdagangan Internasional

Menurut Salvatore (1997), teori perdagangan internasional menganalisa

dasar-dasar terjadinya perdagangan internasional serta keuntungan yang

diperolehnya. Kebijakan perdagangan internasional membahas alasan-alasan

serta pengaruh pembatasan perdagangan, serta hal-hal yang menyangkut

proteksionisme baru (new protection).

Teori dan kebijakan perdagangan internasional merupakan aspek

mikroekonomi ilmu ekonomi internasional sebab berhubungan dengan masing-

masing negara sebagai individu yang diberlakukan sebagai unit tunggal, serta

berhubungan dengan harga relatif suatu komoditi. Pada prinsipnya perdagangan

antara dua negara timbul karena adanya perbedaan di dalam permintaan dan

penawaran, juga karena adanya keinginan memperluas pemasaran komoditi

39

ekspor untuk menambah devisa dalam upaya penyediaan dana pembangunan yang

bersangkutan. Permintaan berbeda misalnya karena perbedaan selera dan tingkat

pendapatan. Penawaran berbeda karena jumlah dan kualitas faktor produksi dan

tingkat teknologi.

Dalam suatu negara faktor kepemilikan faktor produksi boleh dikatakan

senantiasa berubah-ubah dari waktu ke waktu. Demikian pula halnya dengan

teknologi dan selera konsumen, baik secara individual maupun secara agregat

(nasional). Sebagai akibatnya, keunggulan komparatif suatu negara juga

senantiasa mengalami perubahan. Dampak yang ditimbulkan dari perubahan

dalam kepemilikian faktor produksi dikaitkan dengan teorema Rybezynski. Pada

intinya teorema Rybezynski menyatakan bahwasanya pada harga-harga komoditi

yang konstan, setiap kenaikan dalam kepemilikan atau jumlah salah satu produksi

akan meningkatkan output dari komoditi yang lebih banyak menggunakan faktor

produksi itu ketimbang faktor produksi lainnya, dan dalam waktu bersamaan akan

menurunkan output komoditi lain. Perubahan selera, peningkatan penggunaan

faktor produksi, serta pertumbuhan faktor produksi akan mengubah volume

perdagangan dan atau mengubah nilai tukar perdagangannya.

Hampir setiap negara masih menerapkan berbagai bentuk hambatan

terhadap berlangsungnya perdagangan internasional secara bebas. Karena

hambatan-hambatan tersebut berkaitan erat dengan praktek dan kepentingan

perdagangan atau komersial dari masing-masing negara, maka hambatan-

hambatan tersebut lazim disebut sebagai kebijakan perdagangan (trade policy)

atau kebijakan komersial (commercial policy). Meskipun secara umum penerapan

kebijakan perdagangan selalu dikemukakan sebagai suatu alat yang perlu

40

diterapkan untuk meningkatkan kesejahteraan nasional, dalam kenyaataannya hal

tersebut lebih bertolak dari kepentingan sepihak dari kelompok-kelompok

tertentu yang memang paling diuntungkan oleh pemberlakuan hambatan-

hambatan perdagangan. Bentuk hambatan perdagangan adalah hambatan tarif dan

non tarif.

Hambatan perdagangan tarif merupakan kebijakan perdagangan yang

paling penting atau menonjol secara historis. Tarif (tariff)sebenarnya merupakan

pajak atau cukai yang dikenakan untuk suatu komoditi yang diperdagangkan

secara teritorial. Tarif merupakan bentuk kebijakan perdagangan yang paling tua

dan secara tradisional telah digunakan sebagai sumber penerimaan pemerintah

sejak lama. Ditinjau dari aspek asal komoditi, ada dua macam tarif, yakni tarif

impor (impor tariff), yakni pajak yang dikenakan untuk setiap komoditi yang

diimpor dari negara lain. Sedangkan tarif ekspor (export tariff) yang merupakan

pajak untuk suatu komoditi yang diekspor. Kemudian, apabila ditinjau dari

mekanisme perhitungannya, ada beberapa jenis tarif yakni tarif spesifik, gabungan

dan ad valorem. Tarif ad valorem adalah pajak yang dikenakan berdasarkan angka

persentase tertentu dari nilai barang-barang yang diimpor. Sedangkan tarif

spesifik dikenakan sebagai beban tetap unit barang yang diimpor. Dan tarif

campuran merupakan gabungan dari keduanya, yaitu disamping mengenakan

pungutan dalam jumlah tertentu, tarif campuran ini juga memungut sekian persen

lagi (Salvatore, 1997).

Meskipun secara historis tarif merupakan bentuk hambatan perdagangan

yang utama, namun sesungguhnya masih banyak bentuk-bentuk restriksi atau

hambatan perdagangan yang lain seperti kuota impor, pembatasan ekspor secara

41

“sukarela” dan tindakan-tindakan anti-dumping. Instrumen kebijakan perdagangan

lainnya yang paling menonjol adalah pemberian subsidi ekspor, pembatasan

impor, konsep pengekangan ekspor “secara sukarela” (voluntary export restrains),

dan persyaratan kandungan lokal (local content requirements) (Salvatore, 1997).

Kebijakan tersebut berpengaruh negatif terhadap kelancaran perdagangan antar

negara. Sebagai contoh, standar mutu yang ditetapkan Uni Eropa terhadap impor

komoditi teh dapat menurunkan volume ekspor negara-negara produsen teh

terutama yang produknya tidak sesuai dengan standar mutu yang ditetapkan Uni

Eropa. Akan tetapi setiap negara-negara produsen komoditi teh akan berlomba-

lomba untuk meningkatkan kualitas dan mutu tehnya agar lebih baik. Mengingat

bahwa negara Uni Eropa merupakan pangsa pasar yang besar untuk komoditi teh

dengan tingkat konsumsi perkapita mencapai 2,12 kg perkepala (ITC, 2006).

Secara teoritis, dampak-dampak yang ditimbulkan dengan adanya

pemberlakuan kebijakan perdagangan dapat dilihat pada Gambar 3. Pada gambar

tersebut misal negara 1 akan mengekspor suatu komoditi ke negara lain yaitu

negara 2, apabila harga domestik di negara 1 sebelum terjadinya perdagangan

lebih rendah bila dibandingkan dengan harga domestik di negara 2. struktur harga

yang relatif lebih rendah di negara 1 tersebut disebabkan oleh kelebihan

penawaran (excess supply) yaitu produksi domestik melebihi konsumsi domestik,

sebesar segitiga ABE.

Dalam hal ini faktor produksi di negara 1 relatif berlimpah. Dengan

demikian negara 1 mempunyai kesempatan menjual kelebihan produksinya ke

negara lain. Di lain pihak, negara 2 mengalami kekurangan suplai suatu komoditi

karena konsumsi domestiknya melebihi produksi domestik (excess demand),

42

sebesar segitiga A’B’E’ sehingga harga menjadi lebih tinggi. Dalam kesempatan

ini negara 2 berkeinginan untuk membeli komoditi negara lain yang harganya

relatif lebih murah. Apabila kemudian terjadi komunikasi antara negara 1 dan 2,

maka akan terjadi perdagangan antara kedua negara tersebut. Dalam hal ini negara

1 akan mengekspor komoditi X ke negara 2. Suplai di pasar internasional akan

terjadi jika harga internasional lebih besar daripada P1, sedangkan permintaan di

pasar internasional sama dengan P2 maka di negara 2 terjadi kelebihan permintaan

sebesar A’B’E’, sedangkan jika harga internasional sebesar P2 maka di negara 1

akan terjadi kelebihan suplai sebesar ABE.

Perpaduan antara kelebihan penawaran di negara 1 dan kelebihan

permintaan di negara 2 akan menentukan harga yang terjadi di pasar internasional,

yaitu sebesar P2 atau dengan kata lain, P2 merupakan harga relatif ekuilibrium

setelah berlangsungnnya kebijakan perdagangan di kedua negara dan merupakan

harga yang berlaku di kedua negara.

a. Pasar di Negara 1 b. Pasar Internasional c. Pasar di Negara 2

Px Px Px Sx

P3 ----------------------------------------------------------------------A’

P2 E’’

P1 --------------------------- A”

A Dx

Dx

Gambar 3. Kurva Terjadinya Perdagangan Internasional

Sumber: Salvatore, 1997

x x x

Sx Ekspor

E B B”

E’

D

S

B’ E”

Impor

O OOX11 XInt X21

43

3.2 Kerangka Pemikiran Operasional

Komoditi teh (Camelia sinensis) bagi Indonesia merupakan salah satu

komoditi unggulan ekspor Indonesia serta salah satu penghasil devisa negara.

Selain itu teh juga berperan dalam penyedia lapangan kerja, pelestarian

lingkungan serta komoditi pertanian yang mampu menembus pasar internasional.

Namun, dalam beberapa tahun terakhir ini volume ekspor teh Indonesia

berfluktuasi sehingga Indonesia banyak kehilangan pangsa pasar di negara-negara

yang menjadi tujuan ekspornya. Hal ini terlihat dari pangsa pasar ekspor teh

Indonesia yang mengalami penurunan. Sedangkan dari segi kualitas teh Indonesia

belum bisa dikatakan stabil karena teh dari Indonesia hanya sebagai teh

pencampur dan bisa diganti dengan teh yang lain. Ketidakstabilan kualitas teh

Indonesia juga dipengaruhi musim di Indonesia. Akibat ketidakstabilan kualitas

teh maka teh Indonesia sulit ditempatkan sebagai teh utama dalam kancah

perdagangan teh dunia.

Munculnya pesaing-pesaing baru dalam perdagangan teh dunia seperti

Vietnam mempengaruhi atau bahkan dapat menurunkan pangsa pasar Indonesia

ke negara konsumen teh di dunia. Negara Vietnam sebagai pesaing Indonesia

memiliki beberapa kesamaan dengan Indonesia terutama ditandai oleh rendahnya

aplikasi teknologi dan padat karya. Menurut ITC (2006), pada periode 2001 –

2005 penguasaan pangsa pasar ekspor teh Vietnam terhadap dunia cenderung

meningkat dan rata-rata laju pertumbuhan volume ekspor teh selama lima tahun

sebesar 10,97 persen, sedangkan rata-rata laju pertumbuhan ekspor Indonesia pada

periode yang sama hanya sebesar -13,29 persen. Hal ini merupakan ancaman

serius bagi produk komoditi teh Indonesia.

44

Berdasarkan permasalahan tersebut, maka tujuan dari penelitian ini adalah

mengkaji perkembangan produksi dan ekspor kelompok komoditi teh Indonesia,

menganalisis struktur pasar teh yang dihadapi Indonesia dalam perdagangan

internasional serta menganalisis posisi daya saing ekspor komoditi teh Indonesia

di pasar internasional.

Dalam penelitian ini terdapat beberapa penelitian terdahulu yang

digunakan sebagai acuan dalam penelitian ini. Penelitian yang dilakukan

Swaranindita dapat disimpulkan bahwa kemampuan daya saing komoditi

perikanan khususnya udang Indonesia memiliki daya saing yang kuat. Namun,

beberapa tahun belakangan ini pangsa pasar udang Indonesia terhadap dunia

cenderung menurun. Dilihat dari posisi keunggulan kompetitif, komoditi udang

menghadapi berbagai faktor dan kendala sehingga industri budidaya nasional

dalam negeri belakangan ini menurun daya saingnya.

Tahapan pertama dalam penelitian ini adalah menganalisis pangsa pasar

dan struktur pasar dengan pendekatan Herfindahl Index dan Concentration Ratio.

Tahapan kedua adalah menganalisis keunggulan komparatif dengan Revealed

Comparative Advantage (RCA). RCA ini digunakan untuk menjelaskan kekuatan

daya saing komoditi teh Indonesia secara relatif terhadap produk sejenis dari

negara lain (dunia) yang juga menunjukkan posisi komparatif Indonesia sebagai

produsen teh dibandingkan dengan negara lainnya dalam pasar teh internasional.

Tahapan terakhir adalah menganalisis keunggulan kompetitif dengan pendekatan

Teori Berlian Porter (Porter’s Diamond Theory) tentang keunggulan bersaing

negara-negara. Teori Berlian Porter menganalisis faktor internal dan faktor

eksternal yang mempengaruhi keunggulan kompetitif suatu negara.

45

Gambar 4. Kerangka Operasional

Analisis Keunggulan

Kompetitif Komoditi

Teh Indonesia

(Teori Berlian Porter)

Faktor Internal dan

Eksternal

Analisa Keunggulan

Komparatif Komoditi

Teh Indonesia (Analisis Indeks RCA)

Analisa Struktur

Pasar Teh Dunia

(Pendekatan Indeks

Herfindahl dan CR4)

Kekuatan Daya

Saing Teh Struktur Pasar dan

Pangsa Pasar

Konsep Pengembangan

Daya Saing Teh dalam

Menghadapi Pasar

Global

Posisi Daya Saing

Komoditi Teh

Indonesia

Pasar Teh Indonesia

• Produksi

• Ekspor

• Luas Areal Lahan

• SDM

• Konsumsi Teh Dalam

dan Luar Negeri

• IPTEK

• Modal

• Industri Terkait

• Kebijakan

Pemerintah

Pasar Teh Dunia

:

• Nilai Ekspor Sektor

Teh Negara Produsen

Teh di Dunia

• Total Ekspor dari

Negara Produsen Teh

• Total Ekspor Dunia

dari Sektor Teh

• Total Ekspor dunia

Permasalahan yang dihadapi:

• Pangsa pasar ekspor teh

Indonesia menurun

• Ketidakstabilan kualitas teh

Indonesia

• Munculnya pesaing baru