sejarah madiun

23
Sejarah Madiun 28 04 2009 Sejarah Berdirinya Madiun ditinjau dari pemerintahan yang sah (sebelum pemisahan menjadi Kabupaten dan Kota Madiun), berawal pada abad ke 15, tepatnya Hari Jumat Legi tanggal 15 Suro 1487 Be atau Hari Kamis Kliwon 18 Juli 1568 (Hari Ulang Tahun Madiun). Pada saat itu Pangeran Timur dipercaya untuk menjadi Bupati atas Kabupaten Purabaya (sekarang Madiun). Beliau diberi gelar Panembahan Puroboyo dengan pusat pemerintahan di Desa Sogaten. Beliau adalah adik dari Sultan Pajang, Sultan Agung Hadiwijoyo atau lebih dikenal sebagai Joko Tingkir. Sejak tanggal itu, secara yuridis Kabupaten Purabaya menjadi suatu wilayah pemerintahan di bawah pimpinan seorang Bupati dan berakhirlah pemerintahan pengawasan di Purabaya yang dipegang oleh Kyai Rekso Gati atas nama Demak sejak tahun 1518 – 1568. Sebelumnya Purabaya masuk dalam pengawasan Demak dikarenakan Raden Ayu Retno Lembah, puteri dari Pangeran Adipati Gugur yang berkuasa di Ngurawan – Dolopo; dinikahi Putra Mahkota Kasultanan Demak yaitu Pangeran Surya Pati Unus. Ketika itu pusat pemerintahan dipindahkan dari Ngurawan ke desa Sogaten dengan nama baru Purabaya dipimpin oleh Kyai Rekso Gati sebagai kepanjangan tangan dari pemerintahan Demak di wilayah itu. Tahun 1575, pusat pemerintahan dipindahkan dari Sogaten ke Desa Wonorejo (sekarang Kuncen). Dan pada tahun 1586, pemerintahan Kabupaten Purabaya diserahkan oleh Pangeran Timur kepada putrinya, Raden Ayu Retno Dumilah. Beliau inilah yang menjadi legenda, wanita yang memimpin perang prajurit-prajurit Mancanegara Timur. Melihat Kabupaten Purabaya dipimpin seorang wanita, maka Mataram berusaha untuk menaklukkan Purabaya. Namun Mataram menderita kekalahan besar, dikalahkan oleh Retno Dumilah. Perang ini terjadi 1586 – 1587. Tahun 1590, dengan Mataram kembali memasuki Purabaya dengan pura-pura menyatakan takluk. Pasukan Mataram yang dipimpin oleh Sutawijaya tidak pernah berhasil mengalahkan Retno Dumilah melalui perang tanding. Namun Purabaya berhasil takluk karena Retno Dumilah dipersunting oleh Sutawijaya dan diboyong ke Kraton Mataram di Plered – Jogja. Dan sebagai peringatan atas penguasaan Mataram atas Purabaya tersebut, maka pada hari Jumat Legi tanggal 16 November 1590 nama Purabaya diganti menjadi Madiun. Hal ini yang menyebabkan Kebudayaan Madiun lebih memiliki nuansa Mataraman daripada nuansa Surabaya, namun keduanya menjadi satu.

Transcript of sejarah madiun

Page 1: sejarah madiun

Sejarah   Madiun

28 04 2009

Sejarah Berdirinya Madiun ditinjau dari pemerintahan yang sah (sebelum pemisahan menjadi Kabupaten dan Kota Madiun), berawal pada abad ke 15, tepatnya Hari Jumat Legi tanggal 15 Suro 1487 Be atau Hari Kamis Kliwon 18 Juli 1568 (Hari Ulang Tahun Madiun). Pada saat itu Pangeran Timur dipercaya untuk menjadi Bupati atas Kabupaten Purabaya (sekarang Madiun). Beliau diberi gelar Panembahan Puroboyo dengan pusat pemerintahan di Desa Sogaten. Beliau adalah adik dari Sultan Pajang, Sultan Agung Hadiwijoyo atau lebih dikenal sebagai Joko Tingkir.

Sejak tanggal itu, secara yuridis Kabupaten Purabaya menjadi suatu wilayah pemerintahan di bawah pimpinan seorang Bupati dan berakhirlah pemerintahan pengawasan di Purabaya yang dipegang oleh Kyai Rekso Gati atas nama Demak sejak tahun 1518 – 1568. Sebelumnya Purabaya masuk dalam pengawasan Demak dikarenakan Raden Ayu Retno Lembah, puteri dari Pangeran Adipati Gugur yang berkuasa di Ngurawan – Dolopo; dinikahi Putra Mahkota Kasultanan Demak yaitu Pangeran Surya Pati Unus. Ketika itu pusat pemerintahan dipindahkan dari Ngurawan ke desa Sogaten dengan nama baru Purabaya dipimpin oleh Kyai Rekso Gati sebagai kepanjangan tangan dari pemerintahan Demak di wilayah itu.

Tahun 1575, pusat pemerintahan dipindahkan dari Sogaten ke Desa Wonorejo (sekarang Kuncen). Dan pada tahun 1586, pemerintahan Kabupaten Purabaya diserahkan oleh Pangeran Timur kepada putrinya, Raden Ayu Retno Dumilah. Beliau inilah yang menjadi legenda, wanita yang memimpin perang prajurit-prajurit Mancanegara Timur.

Melihat Kabupaten Purabaya dipimpin seorang wanita, maka Mataram berusaha untuk menaklukkan Purabaya. Namun Mataram menderita kekalahan besar, dikalahkan oleh Retno Dumilah. Perang ini terjadi 1586 – 1587. Tahun 1590, dengan Mataram kembali memasuki Purabaya dengan pura-pura menyatakan takluk. Pasukan Mataram yang dipimpin oleh Sutawijaya tidak pernah berhasil mengalahkan Retno Dumilah melalui perang tanding. Namun Purabaya berhasil takluk karena Retno Dumilah dipersunting oleh Sutawijaya dan diboyong ke Kraton Mataram di Plered – Jogja.

Dan sebagai peringatan atas penguasaan Mataram atas Purabaya tersebut, maka pada hari Jumat Legi tanggal 16 November 1590 nama Purabaya diganti menjadi Madiun. Hal ini yang menyebabkan Kebudayaan Madiun lebih memiliki nuansa Mataraman daripada nuansa Surabaya, namun keduanya menjadi satu.

Pada tahun 1831-1832 Madiun menjadi Kota Besar dan menjadi pusat pemerintahan yang meliputi Madiun,  Ngawi, Magetan, Ponorogo dan Pacitan. Pada masa penjajahan Belanda, Madiun juga dijadikan sebagai pusat industri gula. Hingga saat ini terdapat 6 pabrik gula. Pabrik gula tersebut terletak di daerah Rejo Agung, Kanigoro, Pagotan, Purwodadi, Soedono, dan Redjosari yang bertempat sekitar 30 km dari Kota Madiun.

Berdirinya Kota Madiun adalah berdasar pada Undang-undang Pemerintahan Hindia Belanda No. 326 pada tanggal 20 Juni 1918 tentang Kota Madiun. Namun hingga tahun 1928 tidak mempunyai walikota. Hanya diatur oleh Asisten Bupati. Keputusan No. 411 tahun 1928, Pemerintah Hindia Belanda menempatkan Mr. K.A. Schotman sebagai Walikota Madiun, dan menjabat hingga tahun 1932. Mulai tahun 1932 hingga 1967, Kota Madiun dipimpin oleh 18 orang Walikota yang belum pernah diketahui secara pasti lama masa jabatannya. Mereka adalah:

1. Mr. K.A. Schotman2. Boestra3. Mr. Van Dijk dan Loco Burgemeester Ali Sastromidjojo4. Dr. Mr. R.M. Soebroto5. Mr. R. Soesanto Tirtiprojo6. Soedibjo

Page 2: sejarah madiun

7. R. Porbo Siswono8. Soepardi9. R. Mochamad (1948 dari Tentara Siliwangi)10. R.M. Sudiono11. R. Singgih12. R. Moentoro13. R. Moestadjab14. R. Roeslan15. R. Soepardi16. Soemadi17. Soebagyo18. Pd. R. Roekito, BA19. Drs. Imam Soenardji (13 November 1968 – 19 Januari 1974)20. Achmad Dawaki, BA (19 Januari 1974 – 19 Januari 1979)21. Drs. Marsoedi (20 Januari 1979 – 20 Januari 1984)22. Drs. Marsoedi (20 Januari 1984 – 20 Januari 1989)23. Drs. Masdra M. Jasin (20 Januari 1989 – 20 Januari 1994)24. Drs. Bambang Pamoedjo (20 Januari 1994 – 20 Januari 1999)25. Drs. H. Achmad Ali (29 April 1999 – 29 April 2004)26. Kokok Raya, SH, M.Hum (29 April 2004 – 29 April 2009)

Komentar : 1 Komentar » Kaitkata: Gelang-gelang, Joko Tingkir, Madiun, Mataram, Pabembahan Puroboyo, Pajang, Pangeran Timur, Purabaya, Reksogati, Retno Dumilah, Ronggo Jumeno, Sejarah, Sogaten, Sultan Agung Hadiwijoyo, Sutawijaya, Tundung Madiun Kategori : Sejarah Tanah Jawa

Page 3: sejarah madiun

Babad Tanah Madiun (Episode II) Panembahan Madiun atau yang dikenal dengan gelar Panembahan Rama akhirnya bersedia menemui utusan para Adipati Bang Wetan yang berkunjung ke Kadipaten Madiun, yang keseluruhannya berjumlah 15 utusan Kadipaten .

Melalui pembicaraan yang berkepanjangan dan sangat "alot" (apa kaya daging urat yaaah..), akhirnya tercapai kesepakatan bersama-sama, termasuk "deal-deal politik" serta berbagai janji-janji terkait barter kepentingan. Kemudian setelah selesai "pasewakan agung" tadi, mereka membubarkan diri, kembali ke kadipaten masing-masing, dengan membawa rencana matang!

Sesuai dengan kesepakatan bersama,maka setengah purnama berikutnya, mulailah para Adipati Bang Wetan mengirimkan bala tentara, yang dipersenjatai lengkap, dikirim ke wilayah Kadipaten Madiun, untuk bergabung dengan bala tentara dari Kadipaten lainnya.Pada saat itu Pusat Pemerintahan (kotaraja) Madiun berada di Wonosari (yang kini dikenal sebagai desa Kuncen -nJosenan)

Tidak saja persejataan konvensional yang dikerahkan pada persiapan perang kali ini, tetapi juga sebagaimana biasa, disertakan pula para dokter, perawat, entertainer, yang akan akan mendukung meriahnya jalannya perang. Mungkin termasuk pula Orkes Dangdut "Lapindo" dari Tanggulangin, lengkap dengan penyanyi-nya yang menor dan seksi-seksi.

Mereka segera berhimpun menggalang kekuatan! Pertahanan kotaraja Madiun segera diperkuat dengan mendirikan benteng pertahanan dari glugu (batang pohon kelapa ) disepanjang tepian sebelah timur Bengawan Madiun. Konstruksi "sheet pile" glugu-nya saja dirancang oleh pakar konstruksi "I Made Sunada" (yang suka marah kalo dipanggilnya pakai "I"...! aaah biarin aja mau marah juga!...)

Dibelakang Benteng Glugu itulah dipersiapkan persenjataan konvensional, seperti : keris, clurit, lading, bendho, klewang, panah; Dan juga senjata modern yang diproduksi oleh PT Promits-Bandung (lhooo... koq ikut-ikutan tooo Bli Made..?).

Dengan adanya Bengawan Madiun, maka pertahanan Madiun sangat sulit ditembus musuh ! Saat itu dalam acara pemeriksaan persiapan perang ini ternyata baru diketahui, telah terkonsentrasi bala tentara perang yang mencapai jumlah hingga 25.000 orang prajurit dari para Adipati Bang Wetan. Waaah... yang repot yaaa Lurah-nya! Tiap pagi harus pesen "sego pecel" sebanyak itu, pontang-panting nyari ke "ngarep setasiun", ke Warung pojok - Taman, Warung "Mbak Murni" Sleko, bahkan sing lesehan-lesehan juga diborong semua!..... wissss jiiaaan repot tenan pokok-e.....

Laporan mengenai persiapan perang di Kadipaten Madiun itu, melalui "sisik-melik" kerajaan Mataram, akhirnya didengar pula oleh Panembahan Senopati. Namun Panembahan Senopati nampak tenang-tenang saja! Agaknya ia mengabaikan kekuatan militer yang sudah terkonsentrasi di Kadipaten Madiun itu.

Alkisah, akhirnya Panembahan Senopati memberi perintah untuk menyerang benteng pertahanan di Madiun. Serangan pertama itu tercatat terjadi pada tahun 1568;

Dan yang diutus untuk memimpin tentara Mataram menggempur Madiun itu adalah Pangeran Purbaya, salah seorang putra Sultan Pajang almarhum.

Ketika pasukan Prajurit Mataram tiba di sabrang kulon Bengawan Madiun, mereka kebingungan! Arus deras menghadang, sorak sorai teriakan dan hujan anak panah, lembing dan tombak yang ditembakkan dari dalam benteng membuat gentar tentara Mataram.

kehabisan akal untuk memasuki Madiun, karena halangan arus sungai Bengawan Madiun yang

Page 4: sejarah madiun

deras , dan hujan panah serta tombak yang ditembakkan dari balik benteng membuat pasukan Pangeran Purbaya mundur dengan dengan jumlah korban yang banyak. Upaya nglurug Madiun oleh tentara Mataram tahun itu gagal total

Kecewa dengan kekalahan buruk itu, maka Kerajaan Mataram melakukan serangan kedua, yang dipimpin oleh Pangeran Singasari. Tahun itu 1570 Pasukan Mataram membawa prajurit lebih banyak. Namun ternyata hasilnya sama saja seperti ketika serangan pertama. Madiun tetap tidak bisa ditembus oleh kekuatan militer dari Mataram. Pangeran Singasari pulang dengan hati kecewa , korban di pasukannya tak sebanding dengan hasil pertempuran yang diperoleh!

Didalam pisowanan Agung di Mataram Panembahan Senopati segera menanyakan hasil penyerbuan yang kedua.

"Kakangmas Singosari , saya sudah mendapat laporan kegagalan penyerbuan Mataram yang kedua ini! ". "Apakah istimewanya Madiun kakang? ""Dan saya ingin tahu , apa sih ke-istimewaan orang Madiun ..?" kata Panembahan Senopati.

Pangeran Singasari pun dengan setengah tertunduk menuturkan :

"Adimas Senopati , orang Madiun itu memang orang aneh, termasuk Lurah Milis ini, yakni " :

1. Orang Madiun kalau pagi sarapan pecel, minumnya teh manis atau kopi, siang makannya pecel minumnya teh manis atau kopi, malam makannya pecel minumnya teh manis kopi lagi.

2. Orang Madiun itu kalau ngomong suka dilebih-lebihkan , misalnya ngomong “adoh" biasa diucapkan : "uuuaduuoohh...!" Ngomong “ besar" bisa menjadi "buuesssuuuaaarr!"

3. Orang Madiun sok jadi pecinta gamelan, kalo ditanya “mas, iki wis rampung..??? “ jawabnya pasti “ guuuuungggg.....!!"

4. Orang Madiun yang merantau , kalau mudik atau datang ke Madiun, yang dicari pasti pecel!! Dan kalau kembali dari Madiun pasti bawa lempeng dan sambel pecel dab brem!!

5. Orang Madiun , kalau malam suka nongkrong di depan Stasiun....lagi-lagi mangan pecel.

6. Orang Madiun kalau ngobrol di warung , sebelum lampunya dipateni belum mau pulang!.

Demikianlah sekilas tentang orang Madiun Dimas Senopati.....” Panembahan Senopati mengangguk-angguk tanda mengerti.

Memang orang-orang Madiun termasuk jenis langka " Kalau begitu segera persiapkan penyerangan yang ke-3 . Aku sendiri yang akan memimpin pasukan , karena aku merasa penasaran dengan orang-orang Madiun........dasar wong Mediun!! "

( bersambung )

Wb

Babad Tanah Madiun (Episode III ) Kesibukan para prajurit Mataram semakin meningkat !

Mereka akan mengerahkan seluruh kekuatan militernya untuk menghancurkan Madiun !.Kembali merekapun mengumpulkan kekuatan cadangan yang berasal dari para Adipati yang

Page 5: sejarah madiun

takluk kepada Mataram. Untuk ekspedisi militer kali ini ikut pula Adipati Pati yang bernama Adipati Pragola, ia adalah adik dari istri Panembahan Senopati.

Atas nasehat Patih Mandaraka, maka Panembahan Senopati berangkat terlebih dahulu dalam rombongan kecil untuk memastikan medan yang akan mereka perangi.

Maka pada saatnya, berangkatlah Panembahan Senopati disertai oleh Patih Mandaraka sendiri berangkat menuju ke Madiun, dengan dikawal oleh 40 orang perwira pilihan dengan cara menyamar sebagai pedagang. Setibanya di desa Kali Dadung, yang letaknya di sebelah barat Bengawan Madiun (nJiwan, sekarang) rombongan Mataram itu segera mesanggrah dan mengamati kekuatan musuh.

Panembahan Senopati dan Patih Mandaraka sangat terkejut melihat kekuatan Madiun yang didukung oleh para Adipati Bang Wetan !. Jumlah prajurit Mataram tak lebih dari separuh jumlah Divisi Militer Madiun. Ki Mandaraka termenung lenger-lenger mbingungi dhewe, Madiun tak mungkin ditembus dengan kekuatan militer !. Maka katanya kepada Panembahan Senopati Ing Ngalaga :“Anakmas, biarlah jalan yang kita tempuh agak menyimpang". "Mataram tak akan sepenuhnya bertempur beradu dada!" "Karena pasti kalah!“

"Paman Mandaraka , segera lakukan sesuatu!, dan biarlah sejarah yang akan mencatat kejadian ini !“ kata Panembahan Senopati. Patih Mandaraka segera memerintahkan pengawal untuk segera memanggil seorang abdi Kraton Mataram yang bernama Niken Adisara untuk segera menyusul ke Madiun.

Dikisahkan kecantikan Niken Adisara melebihi kecantikan seorang putri Kraton, caranya ngadi saliro dan ngadi busono tak kalah dengan para putri.Dedeg piadeg-nya tinggi semampai, kulitnya bercahaya laksana emas sinangkling, rikmo ngrembyak ngembang bakung . Bicaranya gandes-luwes merak ati, senyumnya angujiwat, lirikan matanya riyep-riyep lindri, mampu membuat jantung senut-senut.... (..whalaaah......yang bener to Ki Dhalang... koq dadi ngayawara gitu siiih !)

Sesampainya di desa Kali Dadung, Niken Adisara segera diberi pakaian yang indah-indah!. Maka Niken Adisara kini menjelma menjadi setengah manusia setengan peri ! Gemerlap, cemerlang! huuuaaayuuuu buuanget... (Tamara Blezinsky, Sophia Latjuba saja lewaaat pokok-nya...!) Ki Patih Mandaraka yang sudah tua-pun berkali-kali menelan ludah.... Opo meneh Mas Wisdarmanto ! pasti kepencut.. cut.. cut !(...whaallaaahh......opo jik iso tooo.. Pak Dheee???)

"Adisara, nakmas.... tugasmu berat nak". "Sampaikanlah surat tanda takluk dari Mataram ini kepada Pamanda Panembahan Madiun".

"Panembahan Senopati dan seluruh rakyat Mataram akan mengakui kebesaran Panembahan Madiun".

"Selain itu buatlah Pamanda Panembahan Madiun menjadi sayang kepadaku, nakmas“ kata Panembahan Senopati.

Page 6: sejarah madiun

“Sendiko dawuh Panembahan, namun bagaimana keselamatan saya kalau digodain orang Madiun?“ tanya Adisara.

“Yaaahhh.........memang orang Madiun paling gak bisa lihat cewek cantik!". "Apalagi Lurahnya itu lhooo...!"

"Namun jangan khawatir Adisara, aku sertakan para perwira pilihan untuk menjagamu!" . "Berangkatlah menaiki tandu!“ perintah Senopati Ing Ngalaga.

Maka berangkatlah sebuah tandu yang megah yang membawa seorang perempuan cantik, bak bidadari memasuki gerbang Kadipaten Madiun. Pisowanan di Kadipaten Madiun terguncang seketika!. Kehadiran Niken Adisara membuat para pembesar Kadipaten Madiun melongo, sambil clegak-cleguk menelan ludah.......pancen bener-bener ndesit !!!

Niken Adisara segera menjatuhkan diri, menyembah dihadapan Panembahan Madiun. Dengan gaya bicaranya Niken Adisara mampu membuat Panembahan Madiun kepranan. Si Cantik ini memang berbakat menjadi seorang diplomat jagoan, panteslah kalo untuk mendampingi Marty Natalegawa untuk berdiplomasi saja siiih !.

“Panembahan, hamba menghaturkan pesan dari sinuwun, bahwa selain tunduk dan niatan untuk berbakti kepada Panembahan, Senopati Ing Ngalaga pun mohon air cucian kaki paduka Panembahan". "Air itu yang akan digunakan untuk mandi dan minum sebagai tanda bakti sinuwun kepada panjenengan Panembahan Madiun“ atur Niken Adisara dengan lemah lembut dan waaah... wiss jiiiaaan menghanyutkanlah ! Sima-nya Adisara memang ruuuaaaar biaaasaaa...!

“Adisara, baiklah kuterima tanda takluk Anakmas Senopati Ing Ngalaga". "Sampaikan kepadanya, dia aku angkat sebagai anak dan aku persaudarakan dengan anak-anakku Retno Dumilah dan Pangeran Calontang “ kata Panembahan Madiun.

“Dan kepada para Nayaka dan Perwira Prajurit dari tlatah Bang Wetan, sudah tak ada gunanya kalian berada di Madiun" "Karena Mataram telah menyatakan takluk kepada Madiun".

"Bubarkanlah pasukan dan kembalilah ke Kadipaten masing-masing!“ demikian perintah Panembahan Madiun. Dan para Adipati Bang Wetan-pun yang terkesima oleh aura Adisara menurut saja! Adipati Makmur pulang bersama brigade Suroboyo-nya naik Madiun Express. Adipati Pudyo Satoto memerintahkan brigadenya kembali ke Malang dengan nyarter berpuluh-puluh Bus AKAS jurusan Lumajang (iso po ora yaaa?)

Retno Dumilah, yang juga hadir didalam pasewakan, berdesir hatinya !. Ada sesuatu yang salah! demikian nalurinya mengatakan. Namun ia tak berani membantah apa yang telah diputuskan oleh ayahnya Panembahan Madiun. Ia bimbang melihat brigade demi brigade prajurit Bang Wetan mulai meninggalkan Madiun! Hatinya gelisah, namun ia-pun telah mempunyai perhitungan tersendiri tentang niat Mataram itu. Secara diam-diam dihubunginya Panglima Kadipaten Pacitan , Ngawi , Magetan , Madiun dan Ponorogo...... untuk tetap bertahan di Madiun!

Daaah... segini dulu ajah, nanti disambung lagi

Page 7: sejarah madiun

Wb

Babad Tanah Madiun (Episode IV ) Patih Mandaraka dan Senopati gembira mendengar khabar kepulangan laskar para Adipati Bang Wetan, menandakan berkurangnya konsentrasi kekuatan militer di Madiun.

Panembahan Senopati-pun gembira karena tata rias dan busana Niken Adisara juga masih utuh dan sempurna, jadi tidak diganggu sama orang Madiun yang kata orang : ...... nggak bisa lihat gadis cantik lewat! Meskipun kembali dalam keadaan kelelahan, namun malah menambah sinar kecantikannya.

Panembahan Madiun-pun berkurang bebannya karena tekanan dari Mataram saat ini telah mengendor. Dan Panembahan Madiun-pun berharap ingin segera beristirahat di masa tuanya. Sebagai sipat kandel putrinya, maka Panembahan Madiun telah menyerahkan pusaka Keris Kyai Kala Gumarang, dan yang juga terkenal sebagai Kyai Tundung Mediun kepada putri kesayangannya, Retno Dumilah.Sebuah keris dengan pamor berwarna hitam kelam dengan wangun yang menebar perbawa yang sangat kuat (Kini Keris Kyai Tundung Mediun telah menjadi lambang Kota Madiun).

Retno Dumilah diserahi memimpin pemerintahan Kadipaten Madiun, karena adiknya, Pangeran Calontang belum cukup usia untuk menggantikan rama-nya.

Segera saja Retno Dumilah membenahi kekuatan prajurit Kadipaten Madiun, dan juga brigade khusus laskar prajurit wanita yang dipimpinnya (kalau sekarang KoPasSusWan gituuu···), agar tetap waspada setiap saat.

Retno Dumilah sadar kekuatan militer yang terkonsentrasi di Madiun telah susut tinggal separuhnya, setelah mundurnya bregodo dari Adipati Surabaya, Tuban, Sedayu, Lamongan, Gresik, Lumajang, Kertasono, Mojokerto, Malang, Kediri, Blitar, Nganjuk, Pringgoboyo, Pasuruan, Lasem, Pekacangan, Sumenep dan Bangkalan.

Alkisah, di Mataram Ki Mandaraka telah menyusun strategi dan rencana, dan memerintahkan pasukan Mataram segera berangkat ke Madiun, namun secara berangsur-angsur dalam kelompok-kelompok kecil, dan menyamar sebagai pedagang pendatang, sehingga menghilangkan jejak kepada prajurit sandi Kadipaten Madiun.Tanpa terasa, dalam kurun tertentu telah datang dan terkonsentrasi pasukan segelar sepapan dari Mataram di desa Kali Dadung, kawasan di sebelah Barat Kadipaten Madiun.Mereka secara rahasia membangun pesanggrahan-pesanggrahan di Desa Kali Dadung yang masih jarang dikunjungi manusia.

Sementara itu Mataram juga mengirimkan prajurit telik sandi untuk menyelidiki kekuatan benteng pertahanan Madiun. Dari hasil analisa telik sandi itu, maka disiapkanlah beberapa batang kayu jati rekso yang kelak akan dipakai menggempur pintu benteng Madiun, serta tameng-tameng untuk menghindari hujan panah, tombak dan lemparan batu.

Dilain kesempatan, pada malam hari, sekelompok prajurit Mataram setiap malam berenang menyeberangi Bengawan Madiun, menggapai benteng sungai dan memutuskan tali-tali pengikat benteng glugu (batang pohon kelapa) yang terbuat dari anyaman "pring ori". Hal itu dilakukan terus menerus, sehingga sedikit demi sedikit kekuatan dan daya tahan benteng itupun menjadi lemah tanpa sepengetahuan prajurit Madiun.

Alkisah pada Pasewakan Agung di Istana keraton Mataram, Ki Patih Madaraka memberi nasehat kepada Senopati : "Ngger, karena engkau berniat menguasai seluruh Jawa, maka segeralah menghadap Kanjeng Sunan Kalijaga di Kadilangu!".

Page 8: sejarah madiun

"Mohonlah agar diberi pusaka berwujud baju rompi yang bernama Kyai Gondil!". "Rompi itu sendiri, riwayatnya (dipercayai) berasal dari kulit kambing yang dipakai alas duduk Kanjeng Nabi Muhammad di mimbar di Mesjid beliau di Madinah!" (Lhaaaa rak nggladrah neng ngendi-ngendi tooo·····!)"Kalau Sunan Kalijaga berkenan memberikan, berarti terkabul permohonanmu menjadi Raja Tanah Jawa sampai anak cucumu!". "Kalau tidak diberikan, berarti kau tidak akan berhasil menjadi raja!" demikian Ki Mandaraka menjelaskan. Hal itu disampaikannya kepada Panembahan Senopati, karena Ki Mandaraka atau Ki Juru Martani, tahu benar kekuatan dan keampuhan Keris Kyai Kala Gumarang yang disebut pula Kyai Tundung Mediun itu!. Konon, ketajamannya dapat membelah rambut menjadi tujuh!!!! (piye jal···!)(Bukan lurah-nya lhoo yang bilang··!)

Alkisah, tatkala Panembahan Senopati sowan kepada Kanjeng Sunan Kalijaga, ternyata beliau berkenan memberikan baju rompi Kyai Gondil itu.Dan bahkan Kanjeng Sunan berpesan agar penyerbuan prajurit Mataram ke Kadipaten Madiun, menunggu saja sampai datangnya mongso ketigo (kemarau), sehingga Bengawan Madiun berkurang keganasannya.

Wissss···· segini dulu·····Lurahnya mau ngopi dulu yaah Nanti disambung lagi!

Wb

Babad Tanah Madiun (Episode V ) Rupanya sudah menjadi kehendak "Gusti Allah ingkang Murbeng Dumadi", bahwasanya kerajaan Mataram akan menguasai Tanah Jawa.

Pratanda jaman ini sudah mulai nampak dari sasmitaning ngalam, bahwa Kyai Gondil, baju rompi yang (miturut kisahnya dan dipercayai masyarakat Jawa waktu itu...) bahannya berasal dari kulit kambing yang dijadikan alas duduk mimbar Masjid Kanjeng Nabi, telah berada ditangan Sutawijaya yang bergelar "Panembahan Senopati Ing Ngalaga - Sayidin Panatagama - Khalifatullah ing tanah Jawa".

Alkisah, ketika sudah mulai nampak pratanda, jagad tanah Jawa sudah memasuki "mongso ketigo", arus Bengawan Madiun sudah menjadi surut. Maka kegiatan para prajurit bala Mataram yang sudah terkonsentrasi di desa Kali Dadung, nJiwan Madiun, semakin mempercepat persiapan.

Ketika hari purnama seda, menjelang malam yang pekat, peteng dhedhet tan kaya ora ana walang sumalisik, dikarenakan bulan telah memasuki masa bulan mati, Sutawijaya sang Panembahan Senopati, dengan semangat menggelora menggerakkan pasukannya untuk membobol benteng luar Kadipaten Madiun.

Meriam Kyai Guntur Madu mulai menggelegar ditengah malam buta, bagaikan kilat petir memuntahkan peluru baja panas yang membara, terbang membelah kegelapan malam di atas Bengawan Madiun itu, dan berjatuhan didalam benteng pertahanan Madiun !

Barisan Mataram yang memikul gelondongan besar kayu jati, dengan teriakan perang....! sudah mulai berlari kencang menghantamkan gelondongan itu ke pintu gerbang utama benteng ! Suara gemuruh dan berderak keras terdengar bertubi-tubi (.... dudu Toby...Toby...) membangunkan segenap kehidupan semua makhluk, yang sebelumnya terlelap dalam buaian mimpi.

Page 9: sejarah madiun

Dinding benteng yang telah dibuat rapuh oleh barisan telik sandi Mataram dengan segera dapat dijebol !. Prajurit Mataram merangsek masuk ke dalam benteng dan secepat kilat menyerang barak-barak pasukan Madiun yang tak menduka akan mendapat serangan mendadak.

Sungguh tragis! dan sungguh tidak dapat dimengerti oleh para Prajurit Kadipaten Madiun, bahwa akibat sangat mempercayai surat pernyataan tunduk Panembahan Senopati Ing Ngalaga kepada Panembahan Madiun, ternyata tidak seperti yang dibanyangkan !Madiun menjadi lengah ! dan telah melepaskan sebagian kekuatan cadangan yang berasal dari pasukan Adipati Bang Wetan !, kini diserang habis-habisan oleh prajurit Mataram.

Jeritan maut terdengar dimana-mana, prajurit kebingungan dan kocar-kacir ! Abdi dalem dan masyarakat awam histeris, lari tunggang langgang ora weruh paran !

Sebagian kekuatan militer Madiun segera menyadari keadaan, dan segera mengatur gerak mundur memasuki Benteng Kota, sedangkan yang tak sempat mundur, melawan sejadi-jadinya tanpa menghiraukan nyawanya !. Prajurit Madiun banyak yang gugur menghadapi serangan gelap pasukan Mataram itu, mayatnya berserakan menjadi bebanten perang yang menjadikan suasana perang semakin brutal !.

Pintu Benteng Kota segera diselarak, dan Retno Dumilah segera mengadakan rapat kilat untuk mengatur pertahanan kota. “Kurang ajar si Senopati ! ternyata kelakuannya seperti “mertawisa !“ Retno Dumilah menggeram mengatupkan gerahamnya menahan amarah yang memuncak.

"Tuturnya saja seperti merta (madu) !" "Namun tindakannya seperti wisa (racun warangan) !". "Para Panglima!, atur barisan dan pertahankan Benteng agar tak dapat dibobol Senopati keparat itu !“ kata Retno Dumilah geram.

“Buatlah jebakan dengan gelar Sapit Urang!", "Begitu pasukan Mataram masuk kedalam perangkap, maka habisi mereka !!!" "Sedangkan Senopati serahkan kepadaku !!".

"Aku akan melakukan perang tanding dengannya.....!!!“ teriak Retno Dumilah penuh amarah. “Siapakan segera kuda perangku Kyai Jayanto !!""Aku akan turun sendiri ke medan perang !“ Maka dengan segera persiapan untuk melawan Mataram-pun dilakukan.

Sementara itu pasukan Mataram yang dipimpin oleh Panembahan Senopati dan Adipati Pragola (Adipati Pati, ipar Panembahan Senopati) telah dengan cepat mengejar larinya pasukan Madiun yang memasuki Benteng Kota. Namun pasukan Madiun telah cukup menyiapkan diri. Dengar gelar yang mantap mereka membiarkan masuknya pasukan Mataram, namun begitu terperangkap maka gelar Sapit Urang menutup gerak pasukan Mataram, membentuk kepungan dan mulai menyerang.

Tetapi pasukan Mataram juga merupakan prajurit perang yang tangguh !. Mereka segera bertempur dalam kelompok-kelompok kecil untuk memecah kepungan prajurit Madiun. Pertempuran di ujung malam itu-pun menjadi semakin sengit dengan turunnya para perwira dari kedua belah pihak.

Fajar shadiq telah membayang, semburat merah dilangit timur, di-imbangi dengan semburat merah warna darah di Bumi Madiun. Pekik kemarahan dan jeritan nyawa yang meninggalkan raga, terdengar menyayat hati, ngelangut dan mengotori keindahan pagi hari itu.

Pasukan Mataram yang jumlahnya lebih besar dan lebih siap itu akhirnya berhasil mendesak

Page 10: sejarah madiun

prajurit Madiun !.

Namun mereka semua yang sedang berperang itu mendadak terkejut, karena dari arah Lor Baluwerti, tiba-tiba muncul sepasukan prajurit wanita yang secepat kilat menyergap dengan gagah berani !. Pasukan khusus itulah yang dipimpin oleh Retno Dumilah.

Keseimbang pertempuran segera berubah. Kemampuan para prajurit wanita Madiun telah mengejutkan pasukan musuh. Tandangnya ternyata lebih dari prajurit biasa, dengan senjata ditangan, mereka merupakan kekuatan yang tak tertahankan.

Panembahan Senopati yang melihat gelagat yang tidak menguntungkan ini segera menarik tali kekang dan menggerakkan kudanya untuk mengatur kembali pasukannya yang tercerai-berai dan terpukul mundur. Namun tiba-tiba pandangannya segera terpaku pada sosok dibelakang prajurit-prajurit wanita Madiun itu. Ditempat yang agak tinggi, Retno Dumilah mengendarai kudanya Kyai Jayanto, terlihat sangat istimewa! ditimpa sinar matahari pagi yang baru merekah, menjadikan kecantikannya menjadi berlipat ganda. Kulitnya yang telah dibalut basah keringat nampak berkilau-kilau seperti tembaga yang sedang ditempa. Rambutnya yang hitam terurai dimainkan oleh angin pagi, namun tersirat diwajahnya bayangan kemarahan yang hebat, sehingga merupakan perpaduan antara kecantikan dan alamat maut !.

Panembahan Senopati merasakan getar yang aneh di dadanya. Entah kenapa ia enggan mengalihkan pandangannya dari kecantikan Retno Dumilah . Getar-getar aneh itu semakin hebat, ketika sekilas pandangan Retno Dumilah tertuju pada dirinya. Senopati mencoba tersenyum namun Retno Dumilah tak memperhatikan. Perhatiannya sepenuhnya tertuju kepada pertempuran sengit itu.

Ternyata sifat-sifat Karebet rupanya telah menurun kepada putra angkatnya, Sutawijaya yang bergelar Panembahan Senopati ini. Sifat-sifat terlalu mudah jatuh cinta dan kurang tahan terhadap kehadiran wanita cantik !.

Hati Senopati bergetar, tubuhnya lemas bagai dilolosi otot bayu-nya. Kehendaknya untuk berperang lenyap seketika , tekadnya hanya satu, ingin mendekati Retno Dumilah !\Daaaaah...... setop dulu... masih ada sambungannya koq....

Wb

Babad Tanah Madiun (Episode VI ) Hingga siang hari itu, tatkala mentari bersinar terang memancarkan panasnya, terlihat sang Dyah Ayu Retno Dumilah dengan gagahnya masih duduk tegak diatas kudanya Kyai Jayanto, ditengah-ditengah Alun-alun. Rambutnya riap-riap tertiup angin, kulitnya bersinar-sinar keemasan tertimpa sinar mentari, dan terbalut keringat yang membasahi tubuhnya. Namun wajah cantiknya masih saja kencang menahan amarah yang membara.

Tekadnya hanya satu !!, melakukan “perang tanding“ satu melawan satu dengan Senopati hingga mati !!, dan mencoba menghindarkan kehancuran total prajurit dan Kadipaten Madiun.

Namun pada saat itu perlahan-lahan Panembahan Senopati dengan kewibawaannya diatas kudanya berangsur-angsur mendekatkan kudanya kearah Retno Dumilah berada. Wajahnya dan pandangannya lurus memandang ke wajah Retno Dumilah dengan tajam.Sementara itu para prajurit Mataram yang tanggap ing sasmita, telah pacak baris di Alun-alun Kadipaten Madiun, menjaga segala kemungkinan yang terjadi.

Dilain sisi, pasukan khusus wanita yang dipimpin Retno Dumilah, yang cantik-cantik dan

Page 11: sejarah madiun

berkilau-kilau dibawah mentari siang itu terlihat garang, dan juga telah menyusun barisan siaga perang, didampingi brigade prajurit Madiun, yang juga dalam keadaan siaga penuh.

“Salam , Diajeng Retno Dumilah ......” sapa Panembahan Senopati dengan lembut, dan menjaga kewibawaannya. Sebagai tatakrama para priyagung, Retno Dumilah meskipun dalam keadaan marah, tetap membalas : “Salam, Raden Sutawijaya ......!!” . Retno Dumilah menjawab dengan singkat dan ia sengaja tak menyebut gelar Panembahan Senopati, karena sejak semula memang Kadipaten Madiun tidak pernah mau mengakui terbentuknya Kerajaan Mataram.

“Kini Diajeng telah melihat kenyataan, bahwa pasukan Madiun harus mundur kedalam Kadipaten “ kata Senopati. Belum selesai Panembahan Senopati berkata, Retno Dumilah dengan lantang berkata : “Raden ! sebagaima aku telah menyebutmu sebagi “martawisa !“, "Tuturmu itu manis kadya marta (madu) !", "Namun kelakuanmu itu menghacurkan ! kadya wisa (racun) !"

"Tipu muslihatmu itulah yang telah membuat Kanjeng Rama Panembahan Madiun menjadi lengah!". "Dan inilah hasilnya !", "Engkau telah melihat akibat mulut manismu itu !“ kata Retno Dumilah dengan garang !! sambil membentangkan kedua tangannya dengan tegas.

Panembahan Senopati untuk sementara berdiam diri, kemudian ia menjawab : “Diajeng, perang bukan hanya mengandalkan kekuatan militer !". "Bila perang menggunakan strategi, maka separuh peperangan sudah dimenangkan !“

“Diajeng, didalam mencapai tujuan, tidak ada lagi kata-kata “licik“ atau curang" , "Namun dalam strategi perang hal itu kita namakan “smart“ Diajeng..."(opo wis ana yaaa istilah iki dek jaman semana..?)

“Raden Sutawijaya!, tetapi apakah dalam dirimu tak pernah ditanamkan “sifat kesatria“ oleh orang tuamu..... !!" jawab Retno Dumilah tidak surut dari kegarangannya. "Yang ada hanyalah ketamakan untuk merebut kekuasaan negeri lain ....!!“ kata Retno Dumilah dengan lantang.

Sementara itu Sutawijaya terdiam termenung sejenak. “Diajeng, bukan maksudku untuk merebut kuasa negri lain". "Namun aku telah mendapat petunjuk dari ingkang Murbeng Dumadi", "Untuk mempersatukan Tanah Jawa !". "Aku hanya menjalankan takdir-ku, Diajeng....!".

"Selain itu akupun mendapatkan wangsit, bahwa Tanah Jawa harus bersatu !!", "Karena akan datang musuh orang-orang berkulit pucat dari Negeri Barat, yang akan merusak seluruh Tanah Jawa, bahkan seluruh Tanah Nuswantara!“ kata Senopati dengan suara lirih, menegaskan.

“Terserah apapun mau-mu !!, apapun alasanmu Raden !!, namun aku tak mau termakan tipu muslihatmu untuk kedua kalinya !". "Kini aku menantangmu berperang tanding hingga salah satu mati !!“ tegas Retno Dumilah.

“Diajeng, apakah tak ada cara lain, yang menimbulkan kesan bahwa Madiun telah tunduk kepada Mataram ......??? “ Senopati mulai membuka strategi cintanya.

“Aku belum kalah...Senopati !! “ jawab Retno Dumilah semakin keras.

Page 12: sejarah madiun

“Diajeng, dalam keadaan seperti ini, bila engkau berkenan, maka aku Sutawijaya, akan menyerahkan hidup matiku kepadamu !". "Aku akan mengajakmu untuk hidup mukti-wibawa di keraton Mataram !" "Aku berjanji engkau akan aku jadikan Ratu Prameswari di Mataram “ rayuan Senopati semakin menjadi.

“Sutawijaya, dengarkan !" "Aku tak akan silau dengan tawaranmu !". "Aku tak akan tertarik dengan hartamu !".

"Namun dengarkan yang terang !" "Aku.... akan menerima permintaanmu, dengan syarat kita harus berperang tanding !! titik !!".

"Bila engkau kuat menahan kekuatan Keris Kyai Kala Gumarang (Pusaka Tundung Mediun) ini, maka permintaanmu akan aku terima !! “ Retno Dumilah menjawab dengan yakin dan tegar dengan keputusannya, karena ia tahu betapa besarnya kekuatan Keris Kala Gumarang. Namun iapun mengerti resikonya jika ia kalah, Retno Dumilah mau tak mau harus tunduk pada perintah Senopati.

Segera Dyah Ayu Retno Dumilah melolos Kyai Tundung Mediun dari sarungnya !. Srrrrtt....! Keris hitam legam itu nampak mencorong berkilat-kilat, bagaikan mengandung bara panas !!. Perbawanya menyebar disekelilingnya, menyebar hawa panas, sehingga para prajurit pun mundur dan pergi menjauh. Sutawijaya-pun terkesiap dan berdebar-debar menyaksikan perbawa dan kecemerlangan hawa sakti keris Kyai Tundung Mediun itu, yang tak kalah pamornya dari Kyai Sangkelat !!, pusaka peninggalan kraton Demak.

Sudaaaah.... sampai disini dulu yaaah, segera disambungmaaf pas lagi nulis ada tamu dateng......

Wb

Babad Tanah Madiun (Episode VII ) Hawa kegelisahan begitu mencekam, kedua belah pihak yang sedang berhadapan dalam perang itu. Matahari yang telah jauh melewati ambang senja itu-pun juga turut membakar panasnya suasana perang yang membara !Ketegangan itu-pun juga mulai merambat di setiap hati para prajurit Madiun maupun Mataram ketika menyaksikan Dyah Ayu Retno Dumilah melolos keris Kiai Kala Gumarang dan menggeser kudanya setapak demi setapak mendekati Sutawijaya.\Dua kekuatan raksasa dalam ilmu kanuragan yang tersimpan didalam wadag yang sungguh berbeda itu akan bertarung di arena , untuk menentukan akhir dari pertempuran ini.Dua orang yang memiliki ilmu kanuragan yang jarang ada bandingannya, akan bertarung sebagai ganti jumlah korban yang tak terhitung banyaknya.Dan ketika langit telah dibayangi warna lembayung di ufuk Barat, maka kedua belah pihak bergerak meski tanpa kata menyiapkan arena perang tanding yang akan terjadi . Obor dan oncor yang besar telah disiapkan mengelilingi Alun-alun Madiun , walaupun sebenarnya dua sosok yang akan bertempur tidak memerlukannya!Retno Dumilah dan Sutawijaya telah mempersiapkan diri ditempat masing-masing. Mereka bukan saja mempersiapkan wujud lahiriyah saja !, namun mereka telah pula menyiapkan sisi batiniyahnya. Karena mereka masing-masing tahu, dengan siapa mereka saling berhadapan !. Banyak kemungkinan yang dapat terjadi dalam perang tanding itu !.Kemudian, tatkala sang matahari telah berada dibalik bayang-bayang Gunung Lawu, maka

Page 13: sejarah madiun

terdengarlah suara Bende dipukul, menggaung keras diseluruh arena itu, yang menggetarkan hati para prajurit kedua belah pihak !. Raden Dyah Ayu Retno Dumilah dan Raden Surawijaya yang bergelar Panembahan Senopati, masing-masing telah turun dari kuda-nya, dan maju ke medan pertarungan.Dalam kegelisahan kedua belah pihak, Retno Dumilah muncul dengan wajah yang tenang dan tak membayangkan rasa kekhawatiran !. Sedangkan Sutawijaya muncul dengan sekilas senyum dibibirnya.Kini keduanya berdiri tegak, berhadapan. Raden Sutawijaya nampak gagah perkasa dan berwibawa, sedangkan Dyah Ayu Retno Dumilah, meskipun nampak lembut dan anggun, namun memancarkan kegarangan !. Dan kini keduanya mulai menjajagi kekuatan ilmunya masing-masing, selapis demi selapis, untuk mencoba tataran ilmu lawannya. Namun semakin lama, pertarungan itu menjadi semakin sengit. Mereka sudah mulai meninggalkan ilmu-ilmu tenaga wadag. Kini benturan–benturan ilmu yang mereka lancarkan sudah berlandaskan tenaga batin yang dahsyat !Raden Sutawijaya adalah murid sekaligus putra angkat Mas Karebet yang bergelar Sultan Hadiwijaya, dan yang telah mencapai tingkatan ilmu yang sempurna !. Dia memang tidak berniat untuk membunuh lawannya, ia hanya sekedar ingin melumpuhkannya. Namun ketika perang tanding batin itu mulai mencapai puncaknya ! Dan tenaga wadag yang dikerahkan untuk membantu tenaga batin itu telah hampir seluruhnya dikerahkan, dan ketika keringat sudah semakin deras mengalir ditubuh kedua ksatria yang digdaya itu, maka semakin terasa bahwa kesaktian Retno Dumilah mulai mendatangkan rasa sakit pada dirinya.Walaupun Retno Dumilah adalah cucu Sultan Trenggono dari Demak, seorang sultan yang sangat mumpuni ilmu dunia dan ilmu batinnya, namun sebenarnya ilmu yang diserapnya oleh Dyah Ayu Retno Dumilah adalah ilmu dari perguruan Empu Windujati yang bersumber dari kesaktian Mahapatih Gajah Mada !.Ilmu yang bersumber pada kekuatan alam disekitarnya, energi bumi, energi angin, dan energi panas matahari !.Kekuatan-kekuatan alam itulah yang disalurkan kekedalaman ilmu "Tunda Bantala !", ilmu "Tunda Prahara !", dan ilmu "Tunda Dahana !". Sedangkan ilmu yang diserap dari unsur air, Retno Dumilah mampu menciptakan kabut yang melindungi dirinya dari senjata apapun.Sentuhan dan benturan ilmu kanuragan kedua ksatria itu semakin lama semakin membara !, para prajurit Madiun maupun prajurit Mataram merasakan betapa dahsyatnya libasan yang menyebar ke sekitarnya dan mengenai mereka. sehingga mereka mundur semakin menjauh dari arena karena pengaruh ilmu-ilmu itu !Raden Sutawijaya telah mengerahkan pula puncak ilmunya. Hentakan demi hentakan, mampu di imbangi oleh Retno Dumilah.Aji Rog-rog asem yang diturunkan oleh Mas Karebet telah menghantam Retno Dumilah !, seleret sinar hijau yang keluar dari tubuh Raden Sutawijaya meluncur cepat dengan kecepatan supersonic, menghantam tubuh mungil Dyah Ayu Retno Dumilah !. Retmo Dumilah yang tidak sempat menghindar sangat terkejut dan tergetar oleh hantaman ilmu itu.Akalnya segera berputar kencang, selain untuk menahan gempuran itu, juga mencoba melawan-nya ! Dan dalam sekejap kakinya yang mulus namun kekar itu menghentak tanah. Aji Tunda Bantala telah menggetarkan bumi !, dan akibatnya kuda-kuda Sutawijaya-pun goyah !. Namun serangan Sutawijaya tidak surut, Aji Alas Kobar yang telah dipelajari hingga puncak kematangannya segera diterapkan untuk mengalahkan lawan. Api membara panas yang berkobar-kobar itu dengan sangat cepat muncul dari tubuh Raden Sutawijaya, meluncur cepat dan seakan-akan segera menelan tubuh indah Dyah Ayu Retno Dumilah !.Namun panasnya api dari ilmu Aji Alas Kobar itu, dengan segera dilumpuhkan dengan Aji Tunda Prahara yang tidak kalah dahsyatnya !. Silih berganti keduanya mencoba keunggulan ilmunya masing-masing, tanpa mengenal lelah dan tiada henti-hentinya!Ketika di ufuk timur telah mulai semburat Fajar Kadzib, yang mencorong merah tegak kelangit, dan ketika kokok ayam terdengar yang pertama kali, pertanda datangnya awal waktu subuh dinihari, pertarungan kedua ksatria linuwih dari Kadipaten Madiun dan dari Kerajaan Mataram itu belum menampakkan tanda-tanda akan berakhir !.(Capek jugak yaah....mereka...! lhaa wong yang nulis aja sudah pegel-pegel begini....)Namun keduanya telah merasa bahwa ilmu yang berberturan itu tak akan mendatangkan hasil.

Page 14: sejarah madiun

Maka seperti sepakat, keduanya segera berloncatan surut, mengambil jarak dan seraya bersemadi mengatur nafas kembali.“Diajeng Retno Dumilah, sepertinya pertarungan semacam ini tak akan selesai dalam tiga hari tiga malam !"\"Dan aku mengaku bahwa kesaktian kita berimbang“ kata Raden Sutawijaya .“Baiklah Raden Sutawijaya, akupun merasa begitu!". "Marilah kita mengadu kekuatan wadag masing-masing !". "Aku tetap berpegang kepada syarat, bila Raden mampu bertahan terhadap keampuhan Kyai Kala Gumarang, maka aku menerima kekalahanku!“ kata Retno Dumilah.“Baiklah Diajeng Retno Dumilah, aku terima persyaratanmu“ kata Surawijaya dengan pelan.Keris Kyai Kala Gumarang yang sedari awal sudah dilolos dari warangka- nya itu segera berkelebat bagaikan kelebatnya bara api di tangan Retno Dumilah.Raden Sutawijaya tertegun sejenak ketika memandang kelebatan sinar keris pusaka itu, namun dengan segera menyiapkan dirinya lahir batin.Demikian pula Retno Dumilah telah mengambil ancang-ancang untuk menghunjamkan pusaka yang dikenal sebagai Kyai Tundung Mediun itu lurus menuju ke dada Sutawijaya !.Kebat pindha kilat, kesit pindha tathit, Retno Dumilah telah melontarkan kekuatan Kyai Tundung Mediun menembus dada Sitawijaya !. Beberapa kali Raden Sutawijaya tergetar, dan tergoyah oleh gelombang serangan Kyai Kala Gumarang yang sakti itu.Namun sudah menjadi takdir Gusti Ingkang Murbeng Dumadi, bahwa Sutawijaya yang telah mempersiapkan diri dengan memakai rompi Kyai Gondil pemberian Sunan Kalijaga, maka ketika berkali-kali keris Kyai Tundung Mediun dihunjamkan Dyah Ayu Retno Dumilah ke dada Sutawijaya, namun tak mampu menembus kesaktian rompi Kyai Gondil itu !.Baskara noyah-nayuh, Retno Dumilah terkejut, dan terhenyak dan sedih dengan hebatnya, menyaksikan sendiri kesaktian Raden Sutawijaya yang dilindungi oleh Kyai Gondil itu, akhirnya hanya bisa tertegak dengan lesu, dan dengan lunglai mengakui kekalahannya. Dengan perbawa dan kesantunan seorang priyagung Mataram, dan kewibawaan seorang Raja Muda, Raden Sutawijaya mendekati Dyah Ayu Retno Dumilah yang masih tertunduk lemah dan dengan berurai airmata. Walau bagaimana-pun kegagahan yang disandangnya, kegarangan yang dimilikinya, kedigdayaan yang dikandungnya, namun sesungguhnya dia menyadari bahwa secara kodrati ia adalah seorang wanita agung yang masih mengemban sifat-sifat wanodya.Dengan tertunduk dan menahan isakan tangis, Dyah Retno Dumilah dibimbing pundaknya oleh Raden Sutawijaya, berjalan perlahan-lahan meninggalkan gelanggang perang, berbalik arah membelakangi semburat putih sang surya yang telah tersenyum di ufuk timur.Mereka berdua segera naik ke pendapa Kadipaten Madiun, dan tatkala sampai sampai di gerbang sitinggil Raden Sutawijaya berbalik sejenak memandang dan tersenyum kepada kerumunan para Prajurit Madiun maupun Prajurit Mataram.Sontak terdengar gemuruh sorak-sorai : "Allahu Akbar!" "Allahu Akbar!" "Allahu Akbar!"gegap gempita tiada henti.Alkisah, sebagaimana perjanjian yang telah diikrarkan, sebagai pihak yang kalah maka Dyah Ayu Retno Dumilah bersedia dipersunting oleh Panembahan Senopati, dan bersedia diboyong ke Kraton Mataram.(Enaak yaah...... mau duoong, kata mBak Anna Prilla dan mBak Rayap !)Tetapi kebungahan itu hanya dirasakan oleh mereka yang sedang mendapatkan kebahagian itu sendiri. Ternyata dipihak lain, Adipati Pragola yakni adipati dari Kadipaten Pati, yang saat perang itu merupakan Panglima pengiring Sutawijaya, sangat tidak senang dengan kejadian itu!Kakak perempuannya adalah istri Sutawijaya itu sendiri. Adipati Pragola semula mengharapkan bahwa pewaris tahta Mataram akan diteruskan oleh keluarganya. Namun dengan diangkatnya Dyah Ayu Reno Dumilah sebagai Ratu Mataram maka pupuslah harapan indahnya itu !Tanpa sepengetahuan Panembahan Senopati, Adipati Pragola segera menarik pasukannya ke Pati dengan kemarahan yang membakar dadanya !. Bibit kebencian terhadap Mataram telah mulai menyebar !. Adipati Pragola segera menghubungi para Adipati Bang Wetan untuk bersiap menggempur Mataram.Langit telah cerah cemerlang di langit Madiun !, namun tidak untuk nafsu berebut kekuasaan !

Page 15: sejarah madiun

Sungguh tak mudah untuk diredakan!. Dari jaman Mataram hingga kapanpun !.

WB

Page 16: sejarah madiun

….. ra, kang wadya gumuruh, tan wonten purun kantuna, abdi nata ageng alit jalu estri, bubar sareng sadina.

Apuyengan ingkang wadya alit, pan akathah ingkang tilar wisma, kasesa saking repote, myang kathah ngusung-usung, rereyongan aneng ing margi, weneh mopo Nglangkungan, myang Pajang dedunung, tan saged angusung wisma, kang saweneh Baturana kang den ungsi, tan saged yen kantuna.

Ri sampuning ngadhaton narpati, samana wonten ing bumi Sala, wus madeg nama prajane, bumi ing Sala wau, namanira sampun ingalih, nguni aran ing Sala, pan sampun rinacut, manghkya aran Surakarta, Hadiningrat prajanira sang narpati, tentrem manahing wadya.

Wonten dene ing Kartasureki, samantunira kinarya praja, sampun ingalih namane, ngantukaken karuhun, kala taksih dusunireki, winastan Wanakarta, apan wus misuwur, mring sakathahing wong Jawa, wusing Kartasura yen ingalih nami, winastan Wanakarta.

Lajeng nyandhak babad Giyanti jilid 1