Sejarah Korupsi Di Indonesia
-
Upload
farid-akhechy -
Category
Documents
-
view
27 -
download
0
description
Transcript of Sejarah Korupsi Di Indonesia
![Page 1: Sejarah Korupsi Di Indonesia](https://reader036.fdokumen.com/reader036/viewer/2022082506/55cf8ecd550346703b95ce1c/html5/thumbnails/1.jpg)
Nama : Ganda Marojahan Hasudungan Aruan
NPM : 144060005876
Sejarah Korupsi Di Indonesia
Sejak kapankah sebenarnya korupsi muncul? Jawaban yang logis atas pertanyaan tersebut ialah
sejak manusia mulai mengenal kehidupan bermasyarakat, yakni tatkala organisasi masyarakat yang
rumit mulai muncul. Bahkan mungkin saat manusia itu mengenal interaksi dengan orang lain atau
masyarakat, korupsi sudah dapat timbul.
Jika ditelusuri lebih dalam lagi, gejala korupsi yang berkembang bukanlah gejala penyakit sosial
yang muncul di era modern saat ini. Namun, melalui sebuah proses dari setiap masa yang dilewati. Masa
yang di lewati dalam sebuah tradisi atau gejala sosial akan memuncak dan muncullah hal yang namanya
korupsi. Sejarah korupsi Indonesia terbagi kedalam beberapa masa, yaitu sebelum dan sesudah
kemerdekaan baik di era Orde Lama maupun Orde Baru hingga berlanjut di era Reformasi.
Era Sebelum Indonesia Merdeka
Sejarah sebelum Indonesia merdeka sudah diwarnai oleh “budaya-tradisi korupsi” yang tiada
henti karena didorong oleh motif kekuasaan, kekayaan dan wanita.
Kita dapat melihat bagaimana tradisi korupsi berlangsung dalam bentuk perebutan kekuasaan dalam
kerajaan seperti perebutan kekuasaan di Kerajaan Singosari, Kerajaan Majapahit, Kerajaan Demak dan
Kerajaan Banten.
Dari contoh – contoh diatas kita diajarkan bahwa bahwa konflik kekuasan yang disertai dengan motif
untuk memperkaya diri (sebagian kecil karena wanita), telah menjadi faktor utama kehancuran
kerajaan-kerajaan tersebut. Banyak pihak yang tidak puas dengan apa yang dimilikinya saat itu. Mulai
dari harta kekayaan yang dimiliki hingga kekuasaan yang diberikan kepadanya oleh atasannya.
Kekuasaan dalam hal ini bukan hanya bersifat kekuasaan yang dimiliki seseorang atas kedudukannya,
tetapi juga kekuasaan atas wanita lain. Karena tidak puas dengan yang dimilikinya, dia melakukan
pemberontakan bahkan menikam dari belakang orang yang ingin “disingkirkannya”.
Pelajaran menarik pada fase zaman kerajaan ini adalah, mulai terbangunnya watak opurtunisme
bangsa Indonesia. Oportunisme adalah suatu aliran pemikiran yang menghendaki pemakaian
kesempatan menguntungkan dengan sebaik-baiknya, demi diri sendiri,kelompok, atau suatu
![Page 2: Sejarah Korupsi Di Indonesia](https://reader036.fdokumen.com/reader036/viewer/2022082506/55cf8ecd550346703b95ce1c/html5/thumbnails/2.jpg)
tujuan tertentu. Atau dengan kata lain oportunisme adalah tindakan bijaksana yang dipandu terutama
oleh motivasi mementingkan diri sendiri. Istilah ini dapat diterapkan untuk individu, kelompok,
organisasi, gaya, perilaku, dan tren. Watak ini dapat kita lihat dari penyerangan kerajaan Kediri yang
dipimpin oleh Jayakatwang dan Ardaraja (panglima singosari yang anaknya Jayakatwanga) ke kerajaan
Singosari yang pada saat itu dipimpin oleh Kertanegara. Jayakatwang memanfaatkan kelengahan
Kertanegara yang saat itu sedang berperang dengan Kubilai Khan. Saat pasukan Majapahit pergi
meninggalkan kerajaan untuk berperang dengan kerajaan Mongol, saat itulah kerajaan Kediri melakukan
penyerangan ke Majapahit yang mengakibatkan hancurnya kerajaan dan meninggalnya Kertanegara.
Selain itu, perilaku opurtunistis dilihat dari posisi orang suruhan dalam kerajaan, atau yang lebih
dikenal dengan “abdi dalem”. Abdi dalem dalam sisi kekuasaan zaman ini, cenderung selalu bersikap
manis untuk menarik simpati raja atau sultan. Mereka memanfaatkan kedekatannya dengan raja atau
sultan untuk menindas dan mengeruk kekayaan dari pihak lain. Sebagian besar pemberian pada raja
untuk menarik simpatiknya berasal dari perampasan yang dilakukannya pada rakyat. Kembali lagi rakyat
yang menderita akibat timbulnya “raja – raja kecil” yang memanfaatkan kekuasaan yang diberikan demi
kepentingan sendiri. Hal tersebut pula yang menjadi cikal bakal (embrio) lahirnya kalangan opurtunis
yang pada akhirnya juga memiliki potensi jiwa korup yang begitu besar dalam tatanan kehidupan
berbangsa dan bernegara kita dikemudian hari.
Pada saat masa penjajahan, praktek korupsi telah mulai masuk dan meluas ke dalam sistem
budaya sosial-politik bangsa kita. Budaya korupsi telah dibangun oleh para penjajah kolonial (terutama
oleh Belanda) selama 350 tahun. Budaya korupsi ini berkembang dikalangan tokoh-tokoh lokal yang
sengaja dijadikan badut politik oleh penjajah, untuk menjalankan daerah adiministratif tertentu, semisal
demang (lurah), tumenggung (setingkat kabupaten atau provinsi), dan pejabat-pejabat lainnya yang
notabene merupakan orang-orang suruhan penjajah Belanda untuk menjaga dan mengawasi daerah
territorial tertentu. Praktek feodalisme makin berkembang seiring dengan praktek hegemoni dan
dominasi serta perilaku oportunis. Mereka yang diangkat dan dipekerjakan oleh Belanda untuk
memanen upeti atau pajak dari rakyat, digunakan oleh penjajah Belanda untuk memperkaya diri dengan
menghisap hak dan kehidupan rakyat Indonesia. Selain itu tidak jarang mereka mengkorupsi upeti yang
dikumpulkan dari rakyat demi kepentingan diri sendiri sebelum diserahkan pada pihak penjajah. Hal ini
timbul karena tidak adanya sistem pengawasan yang ada dari pihak atasan. Ini merupakan salah satu
alasan terbesar, budaya korupsi menjangkit luas hingga saat ini.
![Page 3: Sejarah Korupsi Di Indonesia](https://reader036.fdokumen.com/reader036/viewer/2022082506/55cf8ecd550346703b95ce1c/html5/thumbnails/3.jpg)
Era Setelah Kemerdekaan
Era setelah kemerdekaan ditandai dengan 3 masa, yaitu masa orde lama, orde baru dan
reformasi. Sebenarnya fase perkembangan praktek korupsi di zaman modern seperti sekarang ini
dimulai saat lepasnya bangsa Indonesia dari belenggu penjajahan. Walaupun penjajah telah pindah
tetapi budaya KKN yang ditinggalkan tidak serta merta lenyap begitu saja. Hal tersebut tercermin dari
perilaku pejabat-pejabat pemerintahan yang bahkan telah dimulai di era Orde lama Soekarno, yang
akhirnya semakin berkembang dan tumbuh subur di pemerintahan Orde Baru Soeharto hingga saat ini.
Praktek feodalisme, hegemoni dan dominasi serta perilaku oportunis merupakan akar timbulkan
korupsi. Praktek dominan sangat terlihat pada saaat pemerintahan orde baru. Presiden sebagai
pemimpin Negara dan pemerintahan memiliki kekuasaan yang tidak terbatas. Selama 32 tahun Orde
Baru berkuasa, moralitas masyarakat direduksi oleh kepentingan politik dominan. Negara melalui
pemerintah telah secara sengaja membangun stigma dan perilaku yang menyimpang (abuse of power),
dengan melegalkan praktek korupsi dikalangan pejabat-pejabat pemerintahan. Hal tersebut dikarenakan
oleh bentuk serta pola praktek kekuasaan yang cenderung menindas sehingga secara terang-terangan
telah melegalkan praktek korupsi dan berkembanglah budaya politik bisu (culture silent) yang
dihegemonisasi oleh pemerintah, membuat masyarakat terkesan diam dan acuh.
Secara sosiologi, bangunan birokrasi yang hanya berpusat pada segelintir orang yang
menyebabkan korupsi menyebar dan menjamur di Indonesia. Praktek feodalisme pun makin terlihat
dimana pemimpin daerah melanjutkan perilaku korupsi yang terjadi diatas dan diterapkan ke
masyarakat. Dengan kekuasaan yang dimilikinya, mereka melakukan korupsi untuk kepentingan diri
sendiri dan atasannya.
Pada saat ini mulai juga berkembang praktek membangun kerajaan di pemerintahan dengan
menempatkan keluarganya pada jabatan – jabatan penting. Kasus gubernur Banten dan walikota
Tangerang menunjukkan perilaku tersebut. Keluarga Ratu Atut ditempatkan pada jabatan – jabatan
strategis seperti walikota dan anggota DPRD. Pola sistem dominan yang dikembangkan di zaman orde
baru terlihat kembali, tetapi untuk saat ini dasarnya pada pertalian keluarga yang tentunya lebih erat
dibandingkan saat dulu hanya pada orang kepercayaan.