Sejarah Gunung Tambora

25
GUNUNG TAMBORA (The Largest Volcanic Eruption & The Greatest Crater in History of Indonesia) GUNUNG Tambora dengan ketinggian hanya 2.851 mdpl (meter di atas permukaan laut) merupakan salah satu gunung berapi di Indonesia yang banyak menyimpan sejarah. Lebar kawah Gunung Tambora tujuh kilometer, keliling kawah 16 kilometer, dan kedalaman kawah dari puncak sampai dasar kawah kedalaman 800 meter, sehingga kawah Gunung Tambora terkenal dengan The Greatest Crater in Indonesia (Kawah Terbesar di Indonesia) akibat dari adanya letusan terdahsyat di dunia terkenal dengan The Largest Volcanic Eruption in History. Selain itu keindahan Gunung Tambora lainnya adalah padang pasir luas di sepanjang bibir kawah yang ditumbuhi bunga Edelweiss kerdil sekitar 0,5 meter sampai 1,5 meter dengan jarak masing-masing berjauhan sekitar dua meter sampai 100 meter. Juga adanya keindahan batuan-batuan berlapis dan pada bagian atasnya datar seperti meja menjadikan fenomena alam yang menakjubkan. Ada pula lapisan batuan sepanjang tebing kawah yang berlapis-lapis. Gunung Tambora secara administratif terletak di Kabupaten Bima dan Kabupaten Dompu, Pulau Sumbawa, dan secara geografis terletak antara: 8o – 25′LS dan 118o – 00′ BT dengan ketinggian antara 0- 2.851 mdpl, gunung tersebut merupakan gunung tertinggi di Pulau Sumbawa, Provinsi Nusa Tenggara Barat. Kawasan Gunung Tambora terbagi menjadi dua lokasi konservasi yaitu: Tambora Utara Wildlife Reserve dengan luas 80.000 hektar dan Tambora Selatan Hunting Park dengan luas 30.000 hektar. Tambora Utara Wildlife Reserve dengan ketinggian antara 1.000 sampai 2.281 mdpl sebagai kawasan yang penting karena berfungsi sebagai daerah tangkapan air Kabupaten Bima dan Kabupaten Dompu, dan sangat berpotensial untuk menjadi tempat wisata karena ciri- ciri geologi-nya sangat berbeda dengan kawasan lainnya. Juga

description

tambora

Transcript of Sejarah Gunung Tambora

Page 1: Sejarah Gunung Tambora

GUNUNG TAMBORA

(The Largest Volcanic Eruption & The Greatest Crater in History of Indonesia)

GUNUNG Tambora dengan ketinggian hanya 2.851 mdpl (meter di atas permukaan laut) merupakan salah satu gunung berapi di Indonesia yang banyak menyimpan sejarah. Lebar kawah Gunung Tambora tujuh kilometer, keliling kawah 16 kilometer, dan kedalaman kawah dari puncak sampai dasar kawah kedalaman 800 meter, sehingga kawah Gunung Tambora terkenal dengan The Greatest Crater in Indonesia (Kawah Terbesar di Indonesia) akibat dari adanya letusan terdahsyat di dunia terkenal dengan The Largest Volcanic Eruption in History. Selain itu keindahan Gunung Tambora lainnya adalah padang pasir luas di sepanjang bibir kawah yang ditumbuhi bunga Edelweiss kerdil sekitar 0,5 meter sampai 1,5 meter dengan jarak masing-masing berjauhan sekitar dua meter sampai 100 meter. Juga adanya keindahan batuan-batuan berlapis dan pada bagian atasnya datar seperti meja menjadikan fenomena alam yang menakjubkan. Ada pula lapisan batuan sepanjang tebing kawah yang berlapis-lapis.

Gunung Tambora secara administratif terletak di Kabupaten Bima dan Kabupaten Dompu, Pulau Sumbawa, dan secara geografis terletak antara: 8o – 25′LS dan 118o – 00′ BT dengan ketinggian antara 0-2.851 mdpl, gunung tersebut merupakan gunung tertinggi di Pulau Sumbawa, Provinsi Nusa Tenggara Barat. Kawasan Gunung Tambora terbagi menjadi dua lokasi konservasi yaitu: Tambora Utara Wildlife Reserve dengan luas 80.000 hektar dan Tambora Selatan Hunting Park dengan luas 30.000 hektar.

Tambora Utara Wildlife Reserve dengan ketinggian antara 1.000 sampai 2.281 mdpl sebagai kawasan yang penting karena berfungsi sebagai daerah tangkapan air Kabupaten Bima dan Kabupaten Dompu, dan sangat berpotensial untuk menjadi tempat wisata karena ciri-ciri geologi-nya sangat berbeda dengan kawasan lainnya. Juga sebagai tempat perlindungan satwa (wildlife sanctuary). Tambora Selatan Hunting Park dengan ketinggian antara 500 sampai 2.820 mdpl sebagai kawasan yang dikelola secara khusus untuk daerah berburu. Kawasan Gunung Tambora sangat kaya dengan kekayaan flora maupun fauna. Jenis-jenis flora yang paling banyak dijumpai, antara lain: alang-alang (Imperata cylindricca), Dendrocnide stimulans, Duabanga molluccana, Eugenia sp, Ixora sp, edelweiss (Anaphalis viscida), perdu, anggrek, jelatan/daun duri. Jenis-jenis fauna yang banyak dijumpai, antara lain: menjangan/rusa timor (Cervus timorensis), babi hutan (Sus scrofa), kera berekor panjang (Macaca fascicularis), lintah (Hirudo medicinalis), agas.

A. Asal Mula Gunung Tambora

ASAL mula nama Gunung Tambora menurut cerita turun temurun ada dua versi, yaitu: Pertama, berasal dari kata lakambore dari bahasa Bima yang berarti mau ke mana, untuk menanyakan tujuan bepergian kepada seseorang. Kedua, dari kata ta dan mbora, dari bahasa Bima, kata “ta”

Page 2: Sejarah Gunung Tambora

yang berarti mengajak, dan kata “mbora” yang berarti menghilang, sehingga arti kata Tambora secara keseluruhan yaitu mengajak menghilang.

Ini berasal dari cerita turun temurun, dahulu ada seseorang sakti yang pertama kali ke gunung tersebut (sekarang Gunung Tambora), bertapa dan tidak diketemukan lagi karena telah menghilang di gunung tersebut. Kalau istilah bahasa Jawa-nya moksa, yaitu menghilang jasadnya secara tiba-tiba dan bisa dilihat oleh orang-orang tertentu yang mempunyai kemampuan dalam melihat roh halus. Kemudian orang sakti yang menghilang tersebut pernah menampakkan diri di sebuah pulau yang terletak di sebelah barat laut Pulau Sumbawa juga dapat terlihat dari puncak Gunung Tambora. Maka pulau tersebut dinamai Pulau Satonda dari kata tonda yang berarti tanda/jejak kaki. Pulau tersebut dapat dilihat dari puncak Gunung Tambora, tampak dari atas berbentuk telapak kaki kanan manusia. Pulau Satonda sangat indah dengan pemandangannya yang masih alami, di tengah-tengah pulau tersebut terdapat danau yang jernih dan dikelilingi oleh tebing-tebing dari perbukitan yang masih alami. Diduga danau di Pulau Satonda tersebut mempunyai terowongan dari gua bawah laut menyambung dengan laut. Pulau Satonda dengan ketinggian antara 0 sampai 300 mdpl merupakan taman rekreasi (recreation park) dengan wilayah seluas 1.000 Ha mempunyai ciri-cirinya yang unik.

Sekarang pulau tersebut telah menjadi kawasan yang dilindungi (strict nature reserve). Pulau Satonda sangat baik untuk menjadi tempat untuk mempelajari hutan, karena hutan di pulau tersebut hancur akibat letusan Gunung Tambora pada tahun 1815. Juga banyak ditemukan jenis-jenis ikan yang baru dan hanya ditemukan di Danau Satonda saja. Pulau tersebut menjadi habitat sejumlah besar jenis-jenis burung yang dilindungi. Kesemua keindahan alam yang menjadi satu kesatuan menciptakan suatu fenomena indah, unik.

Pesona alam di Gunung Tambora makin menambah keelokan panorama alam Indonesia. Kita semua wajib untuk mengenali dan melestarikannya. Alam Indonesia menjadi obyek penelitian yang sangat menarik oleh para ilmuwan.

B. Tipe Gunung

Gunung Tambora termasuk tipe gunung strato vulkanik, gunung tersebut diperkirakan mencapai lebih dari 4.000 mdpl terkenal dengan peristiwa pada tanggal 5 April 1815 letusan gunung berapi terbesar dalam sejarah. Letusan dahsyat gunung tersebut telah menyemburkan materi paling banyak dalam sejarah manusia, diperkirakan menyemburkan sebanyak 36 mil kubik, menciptakan kawah dengan diameter tujuh kilometer dengan kedalaman kawah 800 meter, dan keliling kawahnya 16 kilometer, mengalahkan letusan Gunung Krakatau yang menyemburkan lima kilometer kubik dan letusan tersebut menimbulkan lubang kawah selebar lima kilometer dengan kedalaman kawah 500 meter. Ledakan dahsyat tersebut menyebabkan Gunung Tambora dengan ketinggaian di atas 4.000 mdpl menjadi 2.851 mdpl.

Sebagian dari kita tentu belum tahu kalau Gunung Tambora pernah tercatat sebagai gunung api tertinggi di Indonesia. Itu terjadi sebelum gunung tersebut meletus dahsyat pada April 1815. Ketika itu puncak Gunung Tambora mencapai ketinggian sekitar 4.300 meter di atas permukaan laut (dpl). Bandingkan dengan daratan tertinggi di Indonesia saat ini, yakni Puncak Jayawijaya, Papua, yang berketinggian sekitar 3.050 m dpl. Usai Tambora meletus hebat, daratan di bagian

Page 3: Sejarah Gunung Tambora

puncak itu dimuntahkan ke berbagai arah. Akibatnya, ketinggian gunung api yang masih tersisa tinggal setengahnya, yakni sekitar 2.851 m dpl.

Letusan yang amat mengerikan itu juga menyisakan sebuah kaldera yang sangat besar. Bahkan, menurut catatan, ukuran kaldera tersebut paling luas di Indonesia. Bayangkan, kaldera tersebut memiliki diameter sekitar 7 km, panjang maksimal 16 km, dan kedalaman 1,5 km.

Kini, gunung api yang secara administratif berada di dua kabupaten; Bima dan Dompu, Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB) itu meninggalkan kisah ajaib, bukan saja di Indonesia namun juga berdampak hingga ke berbagai penjuru dunia.

C. Proses Terjadinya Letusan

Tragedi itu bermula pada awal April 1815. Ketika itu kawasan di sekitar Gunung Tambora mulai bergetar. Getaran itu semakin menguat pada 10 April 1815, pukul 19.00 waktu setempat. Sejak saat itu hingga lima hari, ledakan Gunung Tambora mencapai klimaksnya.Pada malam hari, dari kejauhan Tambora memang benar-benar terang benderang lantaran api yang terus memancar dari puncak gunung tersebut. Suasananya sangat mencekam. Gunung itu seolah berubah menjadi aliran api yang sangat besar.

Pada saat bersamaan, letusan itu juga memuntahkan gas panas, abu vulkanik, dan batu-batu ke arah bawah sejauh 20 km hingga ke laut. Desa-desa di sekitar Tambora pun musnah dilalap aliran piroklastik tersebut.

Menurut Haris Firdaus dalam bukunya berjudul Misteri-misteri Terbesar Indonesia (2008), tiga kerajaan kecil hangus dan hancur terkena lahar dan material letusan Gunung Tambora. Ketiga kerajaan itu adalah Pekat yang berjarak sekitar 30 km sebelah barat dari Tambora. Lalu, Kerajaan Sanggar berjarak 35 km sebelah timur Tambora, dan Kerajaan Tambora berjarak 25 km dari gunung tersebut.

Hampir semua penghuni di tiga kerajaan tersebut tewas. Hanya dua orang yang berhasil selamat. Padahal, lokasi ketiga kerajaan itu tadinya sudah diusahakan cukup aman dari dampak letusan gunung api.

Letusan Gunung Tambora juga membawa material longsoran yang sangat besar ke laut. Longsoran itu menimbulkan tsunami di berbagai pantai di Indonesia seperti Bima, Jawa Timur, dan Maluku. Ketinggian tsunami tersebut ditaksir mencapai 4 meter.

Bukan hanya itu, ledakan dahsyat tersebut juga menebarkan abu vulkanik hingga ke Jawa Barat dan Sulawesi Selatan. Bahkan bau nitrat juga tercium hingga ke Batavia (kini Jakarta). Hujan besar disertai jatuhnya abu juga terjadi.

Menurut para geolog, letusan itu merupakan bencana alam terbesar sepanjang sejarah. Bayangkan, dibandingkan dengan letusan Gunung Krakatau yang terjadi pada Agustus 1883, ledakan Gunung Tambora lebih dahsat empat kali lipatnya.

Page 4: Sejarah Gunung Tambora

Letusan Gunung Tambora itu terdengar hingga ke Pulau Sumatera, Makassar, dan Ternate sejauh 2.600 km. Abunya juga diterbangkan sejauh 1.300 km dengan ketinggian 44 km dari permukaan tanah. Volume debu ditaksir mencapai 400 km3.

Saking tebalnya debu-debu yang berterbangan di langit, sepanjang daerah dengan radius 600 km dari gunung tersebut terlihat gelap gulita selama dua hari. Maklum, sinar matahari tak mampu menembus tebalnya abu-abu tadi.

Daerah paling menderita tentu saja yang berdekatan dengan lokasi Gunung Tambora. Menurut ahli botani Swis, Heinrich Zollinger, dalam seketika letusan ini menewaskan sekitar 10.000 orang.

Setelah itu, jumlah kematian karena kelaparan di Sumbawa mencapai 38.000 orang dan di Lombok 10.000 orang. Sumber lain menyebutkan, letusan itu telah menyusutkan populasi penduduk Sumbawa hingga tersisa hanya 85.000 orang.

Sebelumnya pernah terjadi pula letusan Gunung Tambora pada tahun 1812 sehingga penduduk Sanggar menyaksikan kejadian tersebut, walaupun tidak sedahsyat tahun 1815. pada tanggal 5 April 1815 dentuman letusan gunung ini terdengar sampai ke Jakarta (1.250 kilometer) dan Ternate (1.400 kilometer). Hujan abu pertama jatuh di Besuki, Jawa Timur. Pada tanggal 10 dan 11 April 1815 dentuman letusan Gunung Tambora terdengar sampai ke Pulau Bangka (1.500 kilometer) dan Bengkulu (1.775 kilometer) dan gempa bumi yang terjadi bersamaan dengan letusan gunung ini terdengar sampai Surabaya (600 kilometer) dan mengakibatkan 92.000 orang meninggal dunia. Jumlah ini lebih banyak daripada jumlah korban letusan Gunung Krakatau yaitu sejumlah 36.000 orang.

D. Dampak Letusan dalam Kaitannya dengan Perubahan Iklim

Bukan hanya itu. Jumlah korban tewas juga meluas hingga ke Pulau Bali, yakni mencapai 10.000 orang. Dampak berikutnya, sebanyak 49.000 orang tewas karena penyakit dan kelaparan. Mengapa terjadi bencana kelaparan yang berkepanjangan? Ada beberapa alasan. Pertama, semua tumbuhan di Pulau Sumbawa ketika itu hancur total akibat tertutup abu tebal dan dilalap api. Kedua, selama dua minggu awan tebal masih menyelimuti daerah-daerah di sekitar Gunung Tambora, termasuk Bali. Dampaknya, banyak tanaman budidaya hancur dan gagal panen. Ketiga, partikel-partikel abu itu dalam jangka waktu lama masih berada di atmofer dengan ketinggian 10 – 30 km. Akibatnya, siklus iklim menjadi tak menentu dan petani pun tidak bisa memanen tanaman budidayanya.

Kekacauan iklim juga melanda kawasan Eropa, Amerika Serikat, dan Kanada. Setahun setelah letusan itu, pada 1816, kawasan tersebut mengalami tahun tanpa musim panas. Cuaca di kawasan tersebut berubah total. Maklum, partikel abu tadi masih membungkus atmosfer bumi sehingga menghalangi sinar matahari menerobos ke permukaan tanah.

Paceklik pun melanda Kanada, AS, Inggris, dan lain-lain. Udara beku yang terjadi di negara-negara tersebut menghapuskan impian para petani. Penduduk pun kekurangan bahan makanan. Dampak terparah dialami Irlandia. Di sana curah hujan dingin terjadi hampir sepanjang musim

Page 5: Sejarah Gunung Tambora

panas. Sekitar 65.000 orang mati kelaparan dan terkena wabah tipus. Wabah ini lalu menyebar ke Eropa dan menewaskan 200.000 orang.

Letusan Gunung Tambora memang tragis. Letusan itu melenyapkan ratusan ribu manusia, baik mereka yang terkena dampak langsung maupun tak langsung. Kisah memilukan ini sesuai dengan nama Tambora yang berasal dari dua kata; ta dan mbora yang berarti ajakan menghilang.

Menurut mitos yang berkembang, masyarakat di sekitar gunung percaya, kabarnya ada sekitar 4.500 pendaki, pemburu, dan penjelajah yang hilang.

E. Kaitan Gunung Tambora dengan Napoleon Bonaparte

Letusan hebat Gunung Tambora pada April 1815 bukan saja melumat dan meluluhlantakkan tiga kerajaan kecil di Pulau Sumbawa.

Letusan hebat Gunung Tambora pada April 1815 bukan saja melumat dan meluluhlantakkan tiga kerajaan kecil di Pulau Sumbawa. Lebih dari itu, nun jauh di daratan Eropa, tepatnya di Belgia, pasukan tentara di bawah komando penguasa Prancis, Jenderal Napoleon Bonaparte harus bertekuk lutut di tangan Inggris dan Prussia.

Tiga hari setelah Tambora meletus dahsyat, tepatnya pada 18 Juni 1815, pasukan Napolean terjebak musuh. Karena, di sepanjang hari itu cuaca memburuk. Hujan terus mengguyur kawasan tersebut. Padahal, tentara Prancis itu sedang menuju laga pertempuran.Akibat cuaca buruk, roda kereta penghela meriam terjebak lumpur. Semua kendaraan tak bisa melaju dengan mulus. Tanahnya licin, berselimutkan salju. Maklum, abu tebal dari letusan Gunung Tambora masih bertebaran di atmosfer sehingga menghalangi sinar matahari yang jatuh ke bumi.

Perang Waterloo itu menjadi kisah tragis bagi Napoleon. Kehebatan Napoleon dalam menundukkan musuh-musuhnya berakhir sudah. Ia pun menyerah kalah.Jenderal itu lalu dibuang ke Pulau Saint Helena, sebuah pulau kecil di selatan Samudra Atlantik. Di pulau terpencil itulah ia menghabiskan waktunya hingga meninggal dunia pada 1821 akibat serangan kanker.

Kenneth Spink, seorang pakar geologi berteori, bahwa cuaca buruk akibat letusan Gunung Tambora menjadi salah satu pemicu kekalahan Napoleon. Pada pertemuan ilmiah tentang Applied Geosciences di Warwick, Inggris (1996), Spink mengatakan bahwa letusan Gunung Tambora telah berdampak besar terhadap tatanan iklim dunia kala itu, termasuk cuaca buruk di Waterloo pada Juni 1815.

Di Yogyakarta, letusan Tambora mengagetkan Thomas Stamford Raffles. Gubernur Jenderal Britania Raya di Jawa yang berkuasa pada tahun 1811-1816 itu tadinya mengira ledakan itu berasal dari suara tembakan meriam musuh. Wajar saja demikian karena ketika itu teknologi komunikasi (telegram) memang belum tercipta sehingga letusan itu tak bisa disampaikan ke berbagai penjuru daerah dalam waktu yang relatif cepat.Takut diserang musuh, Raffles pun lalu mengirim tentara ke pos-pos jaga di sepanjang pesisir

Page 6: Sejarah Gunung Tambora

untuk siap siaga. Perahu-perahu pun disiagakan. Apa boleh buat, dugaan Raffles keliru. Tak ada serangan musuh.

F. Sosial Budaya Masyarakat (sebelum dan sesudah letusan Tambora)

Bernice De Jong Boers, ilmuwan asal Denmark dalam makalah revisinya bertajuk “Mount Tambora in 1815: “A Volcanic Eruption in Indonesia and Its Aftermath” menggambarkan, Pulau Sumbawa sebelum meletusnya Gunung Tambora sebetulnya dalam keadaan cukup baik secara ekonomi. Jauh sebelumnya, di Sumbawa jauh lebih lebat hutannya. Ketika orang pertama datang, sebagian dari hutan ditebang untuk berladang.

Sekitar tahun 1400, orang- orang Jawa memperkenalkan cara bertanam padi di sawah dan mulai mengimpor kuda. Semakin lama jumlah penduduk berkembang. Orang mengandalkan hidup terutama dari beras, kacang hijau, dan kuda. Sementara dari perkebunan orang mengandalkan kopi, lada, dan kapas yang bisa tumbuh subur.

Di kawasan itu telah terdapat pula hubungan dagang. Pada masa itu Kerajaan Bima umumnya terbuka dari dunia luar. Dari segi ekonomi, perniagaan merupakan penghasilan utama dengan komoditas ekspor utama sebelum 1815 ialah beras, madu, kapas, dan kayu merah.

Setelah Tambora meletus, kesejahteraan yang terbangun itu runtuh. Saat itu terdapat enam kerajaan kecil di Pulau Sumbawa. Syair Kerajaan Bima menyebutkan dua kerajaan punah terkubur, yakni Pekat dan Tambora. Jauh setelah kejadian, muncul berbagai spekulasi bahwa terdapat istana kerajaan yang terpendam dengan beragam kekayaan. Apalagi dari penggalian yang dilakukan Sigurdsson dari Universitas Rhode Island, AS, dan tim dari Direktorat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi sempat ditemukan keramik-keramik yang diperkirakan bermotif Vietnam. Muncul pula dugaan hidupnya orang-orang berbahasa Mon-Khmer, bahasa yang tidak lazim dituturkan di Nusantara.

Asumsi-asumsi tersebut diragukan Bambang Budi Utomo, arkeolog dari Pusat Penelitian dan Pengembangan Arkeologi Nasional, yang sempat mengunjungi lokasi penggalian Sigurdsson. “Istilah kerajaan di luar Pulau Jawa tidak dapat disamakan dengan kerajaan besar di Jawa yang kaya raya. Jadi, jangan dibayangkan istana kerajaan seperti istana raja-raja di Jawa. Selain itu, temuan keramik yang mempunyai kesamaan dengan tembikar dari kawasan Indocina bukan berarti menandakan hidup populasi pendukung budaya Khmer. Tembikar itu sepertinya buatan China dan dapat saja sampai di Tambora karena adanya perdagangan,” kata Bambang. Dia menyayangkan penelitian tersebut tidak melibatkan para arkeolog.

Setelah letusan, keadaan di sekitar Tambora—terutama di Bima—pun berbalik. Tanah yang tak dapat ditanami selama lima tahun membuat kelaparan dan kemelaratan berkepanjangan.

G. Pesona Gunung Tambora

Pendakian ke Gunung Tambora sebaiknya melalui jalur resmi, yang relatif lebih aman dari jalur lain, untuk menuju ke Dusun Pancasila dengan menggunakan armada darat dari Cabang Banggo (baca: cabang Mbanggo) Kabupaten Sanggar dapat ditempuh selama dua jam 15 menit. Para

Page 7: Sejarah Gunung Tambora

pendaki sebaiknya menginap di basecamp Bapak Lewah, Kepala Dusun Pancasila, atau menginap di rumah Bapak M Yusuf (babe), seorang guide pendakian Gunung Tambora yang sangat berpengalaman mengenai seluk-beluk dan sejarahnya Gunung Tambora. Dari Dusun Pancasila menuju ke Pos I dapat ditempuh selama satu jam, di Pos I tersebut terdapat sebuah pondok dan sekitar 20 meter terdapat mata air berbentuk sumur dengan airnya yang jernih, Kemudian dari Pos I menuju ke Pos II dapat di tempuh selama satu jam, di pos tersebut terdapat tempat datar untuk beristirahat dan sekitar lima meter dari tempat tersebut terdapat sungai kecil yang mengalirkan air jernih. Dari Pos II melanjutkan perjalanan kembali menuju ke Pos III dengan melalui hutan yang lebat dapat ditempuh selama tiga jam. Di Pos III tersebut ada tanah datar luas, terdapat pula pondok untuk tempat berteduh para pemburu rusa timor, adapun cara berburunya yaitu dengan menggunakan anjing sebagai pelacak dan menggunakan senapan laras panjang. Di Pos III tersebut merupakan mata air terakhir untuk mengambil air.

Dari Pos III menuju ke Pos IV melalui medan hutan lebat dan ditempuh selama satu jam, kemudian dari Pos IV menuju ke Pos V dapat ditempuh selama 30 menit, kemudian dari Pos V menuju ke Bibir Kawah dapat ditempuh selama dua jam, dengan melalui vegetasi yang beralih dari vegetasi hutan ke vegetasi Edelweiss dan dari vegetasi Edelweiss menuju padang pasir. Selama perjalanan kita akan menikmati keindahan alam yang menakjubkan dengan melalui jalur berpasir di kanan-kirinya melihat keunikan bunga Edelweiss yang berbeda dengan di gunung-gunung lain yaitu bunga tersebut sangat pendek sekitar 0,5 meter sampai 1,5 meter dengan letaknya masing-masing berjauhan sekitar dua meter sampai 100 meter. Juga adanya jenis rerumputan dengan tinggi sekitar satu meter sampai 1,5 meter membentuk barisan-barisan.

Selain itu ada batuan berlapis yang banyak dijumpai di padang pasir dengan bagian atasnya datar seperti meja yang lebar. Batuan berlapis tersebut telah mengalami proses perlapisan batuan akibat dari adanya lelehan lahar setelah berkali-kali gunung tersebut meletus. Lelehan lahar itu kemudian mengalami proses pembekuan serta proses pembatuan. Dalam kurun waktu lama pada bagian-bagian lapisan batuan yang kurang keras mengalami proses pengeroposan (korosi) kemudian hancur menjadi hamparan pasir atau sering disebut padang pasir. Sedang pada bagian-bagian batuan yang keras menjai batuan yang berlapis-lapis dan pada bagian atasnya datar dengan jarak masing-masing batu sekitar 10 meter lebih dengan ketinggian yang sama pada masing-masing batuan berlapis tersebut.

Setelah sampai di bibir kawah para pendaki dapat menikmati pemandangan yang indah kawah Doro Afi Toi (dari bahasa Bima, sebuah nama kawah Gunung Tambora yang terkenal dengan letusan dahsyat yang mengalahkan letusan dasyat Gunung Krakatau, juga dapat melihat lapisan batuan di sepanjang tebing kawah Doro Afi Toi. Perjalanan dari bibir kawah menuju ke Puncak Gunung Tambora ditempuh selama satu jam 30 menit dengan melalui hamparan padang pasir dan di kanan kiri terdapat bunga Edelweiss serta batuan berlapis. Sesampainya di Puncak Gunung Tambora dengan ketinggian 2.851 mdpl para pendaki akan lebih leluasa menikmati pemandangan yang indah, salah satunya pesona kawahnya yang sangat lebar dengan adanya telaga hijau di dasar kawah akibat letusan terdasyat dalam sejarah sehingga dapat menghasilkan fenomena alam yang menakjubkan.

Page 8: Sejarah Gunung Tambora

H. Kondisi Sekarang

Kini, berjalan di lereng Tambora, tentu berbeda suasananya. Rumput tebal mengisi permukaan tanah, yang hampir dua abad lalu berselimut abu vulkanik. Lereng gunung itu menghijau, dengan hutan serta semak yang rimbun. Tanah telah kembali memberi berkah. Sebagian besar penduduk di lereng Tambora hidup dari pertanian dan perkebunan. Ada pula yang menjadi pemandu naik gunung.

Penelitian ini bertujuan untuk menyediakan informasi kondisi spesifik biofisik, sosial ekonomi dan budaya masyarakat, serta sistem pengelolaan saat sekarang sebagai dasar penyusunan kriteria dan indikator zonasi guna memberikan rekomendasi komprehensif model pengelolaan Taman Nasional Meru Betiri yang merupakan salah satu model pengelolaan taman nasional di Indonesia, khususnya di Jawa Timur. Tujuan penelitian ini merupakan bagian dari tujuan penelitian "model pengelolaan taman nasional" dari Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan yakni "menyediakan informasi ilmiah dan IPTEK guna menghasilkan rekomendasi komprehensif mengenai model pengelolaan taman nasional secara lestari di tujuh biografi pulau dan kepulauan Indonesia". Sasaran yang harus diperoleh dalam kajian adalah : (1) tersedianya data dan informasi biofisik kawasan, sosial ekonomi dan budaya masyarakat setempat serta kondisi pengelolaan taman nasional saat ini, (2) Tersusunnya formulasi kriteria dan indikator penetapan zonasi taman nasional berdasarkan tingkat bobot konservasi (zona inti dan rimba) dan bobot pemanfaatan (zona pemanfaatan dan zona rehabilitasi), dan (3) tersedianya sistem penghitungan nilai ekonomi taman nasional, terutama nilai ekonomi keragaman hayati. Sedangkan sasaran tahun 2003 sebagai tahun pertama kajian adalah : sasaran amar (1) dan formula kriteria serta indikator untuk zona pemanfaatan dan zona rehabilitasi.

Untuk mencapai tujuan tersebut, aspek yang harus dikaji meliputi aspek-aspek abiotik (lahan dan hidrologi), biotik (flora dan fauna), sosial ekonomi dan budaya, dan sistem pengelolaan saat kini. Aspek biotik, abiotik, dan sosial ekonomi dan budaya dijadikan basis penetapan kriteria dan indikator zonasi taman nasional. Dengan kombinasi penyempurnaan sistem pengelolaan yang sekarang berjalan akan diperoleh usulan model pengelolaan taman nasional Meru Betiri yang disempurnakan.

Kawasan Lindung dan Metode Skoring (Kelerengan, Tanah, Hujan) Fungsi Kawasan HutanJuni 26, 2013 by dwi putro sugiarto

Page 9: Sejarah Gunung Tambora

I. Bermula dari SK Menteri Pertanian.

Metode skoring untuk penentuan fungsi kawasan hutan diawali penerbitan beberapa peraturan oleh Menteri Pertanian dan Menteri Kehutanan tahun 1980-an.  Beberapa aturan terkait kriteria fungsi kawasan hutan tersebut sebagai berikut :

1. Kriteria dan tata cara penetapan hutan lindung diatur dalam Keputusan Menteri Pertanian Nomor 837/Kpts/Um/11/80.

2. Kriteria dan tata cara penetapan hutan suaka alam dan hutan wisata diatur dalam Keputusan Menteri Pertanian Nomor 681/Kpts/Um/8/81.

3. Kriteria dan tata cara penetapan hutan produksi konversi diatur dalam Surat Keputusan Menteri Pertanian Nomor 682/Kpts/Um/8/81.

4. Kriteria dan tata cara penetapan hutan produksi diatur dalam Keputusan Menteri Pertanian Nomor 683/Kpts/Um/8/81.

5. Penetapan Batas Hutan Produksi diatur dalam SK Menteri Kehutanan Nomor 83/KPTS/UM/8/1981.

Kriteria hutan produksi dan lindung yang ditetapkan oleh Menteri Pertanian memberikan kriteria fungsi kawasan hutan berdasarkan sistem skoring. Faktor-faktor yang dinilai mencakup 3 komponen utama :

Kelerengan Jenis tanah menurut kepekaannya terhadap erosi, dan

Curah hujan rata-rata (mm/hari hujan)

II. Nilai Skor Parameter dan Kriteria Area

Tiga komponen utama (kelerengan, jenis tanah, curah hujan) diberi angka penimbang (bobot) masing-masing sebagai berikut : faktor kelerengan = 20, jenis tanah = 15 dan intensitas hujan = 10. Adapun skor parameter menurut aturan-aturan di atas untuk tiap komponen faktor sebagai berikut :

Skor setiap kelas kelerengan sesui SK Mentan Nomor 837/Kpts/Um/11/80 (diolah)

Page 10: Sejarah Gunung Tambora

Skor setiap kelas jenis tanah sesui SK Mentan Nomor 837/Kpts/Um/11/80 (diolah)

Skor setiap kelas curah hujan sesui SK Mentan Nomor 837/Kpts/Um/11/80 (diolah)

Untuk membuat rekomendasi fungsi kawasan hutan, hal pertama yang perlu dilakukan adalah penentuan batas area yang akan dianalisis. Area tersebut dapat berstatus sebagai kawasan hutan atau calon kawasan hutan. Idealnya, kawasan yang akan dilakukan proses skoring (hutan produksi tetap dan hutan produksi terbatas) hendaknya berada di luar kawasan lindung sesuai aturan yang berlaku, seperti :

1. Kawasan hutan yang mempunyai kelas lereng lapangan > 40 %2. Kawasan hutan yang mempunyai ketinggian lapangan di atas permukaan laut 2.000 m

atau lebih.

3. Tanah sangat peka terhadap erosi yaitu jenis tanah regosol, litosol, organosol, renzina dengan lereng lapangan > 15 %

4. Merupakan jalur pengamanan aliran sungai/air, sekurang-kurangnya 100 meter di kiri dan kanan sungai/aliran air

5. Merupakan pelindung mata air, sekurang-kurangnya dengan jari-jari 200 meter di sekeliling mata air

6. Tanah bergambut dengan ketebalan 3 m atau lebih yang terdapat di bagian hulu sungai dan rawa

7. Daratan sepanjang tepian pantai yang lebarnya proporsional dengan bentuk dan kondisi fisik pantai minimal 100 m dari titik pasang tertinggi ke arah darat

8. Memenuhi kriteria sebagai kawasan hutan konservasi, seperti Taman Nasional, Cagar Alam, Suaka Margasatwa, dll.

Page 11: Sejarah Gunung Tambora

9. Guna keperluan/kepentingan khusus, ditetapkan oleh Menteri sebagai hutan lindung.

Berkenaan pengecualian tersebut maka area-area yang memenuhi syarat-syarat di atas secara otomatis memenuhi kriteria kawasan lindung dan tidak memerlukan sistem skoring untuk rekomendasi fungsi kawasan hutan. Langkah-langkah penentuan fungsi kawasan hutan secara umum dapat digambarkan oleh bagan alir berikut ini :

Adapun nilai skor masing-masing fungsi kawasan hutan (hutan lindung, hutan produksi dan hutan produksi terbatas) adalah sebagai berikut :

1. Skor >= 175, maka dicadangkan sebagai hutan lindung.2. Skor 125-174, maka dicadangkan sebagai hutan produksi terbatas.

3. Skor <= 124, maka dicadangkan sebagai hutan produksi tetap.

Kawasan yang memenuhi kelayakan skor hutan produksi tetap dapat saja dicadangkan sebagai kawasan hutan produksi konversi dengan pertimbangan khusus, seperti pengembangan transmigrasi, permukiman, pertanian, dan perkebunan.

Page 12: Sejarah Gunung Tambora

Taman Nasional adalah Kawasan Pelestarian Alam yang mempunyai ekosistem asli, dikelola dengan sistem zonasi yang dimanfaatkan untuk tujuan penelitian, ilmu pengetahuan, pendidikan, menunjang budidaya, pariwisata, dan rekreasi.

Kriteria suatu wilayah dapat ditunjuk dan ditetapkan sebagai kawasan taman nasional meliputi:

1. memiliki sumber daya alam hayati dan ekosistem yang khas dan unik yang masih utuh dan alami serta gejala alam yang unik;

2. memiliki satu atau beberapa ekosistem yang masih utuh;

3. mempunyai luas yang cukup untuk menjamin kelangsungan proses ekologis secara alami; dan

4. merupakan wilayah yang dapat dibagi kedalam zona inti, zona pemanfaatan, zona rimba, dan/atau zona lainnya sesuai dengan keperluan.

Taman nasional dapat dimanfaatkan untuk kegiatan:

1. penelitian dan pengembangan ilmu pengetahuan; misalnya : tempat penelitian, uji coba, pengamatan fenomena alam, dll

2. pendidikan dan peningkatan kesadartahuan konservasi alam; misalnya : tempat praktek lapang, perkemahan, out bond, ekowisata, dll

3. penyimpanan dan/atau penyerapan karbon, pemanfaatan air serta energi air, panas, dan angin serta wisata alam; misalnya : pemanfaatan air untuk industri air kemasan, obyek wisata alam, pembangkit listrik (mikrohidro/pikohidro), dll

4. pemanfaatan tumbuhan dan satwa liar; misalnya : penangkaran rusa, buaya, anggrek, obat-obatan, dll

5. pemanfaatan sumber plasma nutfah untuk penunjang budidaya; misalnya : kebun benih, bibit, perbanyakan biji, dll.

6. pemanfaatan tradisional.  Pemanfaatan tradisional dapat berupa kegiatan pemungutan hasil hutan bukan kayu, budidaya tradisional, serta perburuan tradisional terbatas untuk jenis yang tidak dilindungi.

Mekanisme pemanfaatan : terlebih dahulu membangun kesepahaman/kesepakatan/kolaborasi dengan pengelola Taman Nasional dalam rangka pemanfaatan potensi kawasan (sesuai Permenhut nomor P19/ Menhut/2004).

Terhadap masyarakat di sekitar Taman Nasional dilakukan kegiatan pemberdayaan masyarakat. Pemberdayaan masyarakat di sekitar Taman Nasional dilakukan melalui:

pengembangan desa konservasi; pemberian izin untuk memungut hasil hutan bukan kayu di zona atau blok pemanfaatan,

izin pemanfaatan tradisional, serta izin pengusahaan jasa wisata alam;

Page 13: Sejarah Gunung Tambora

fasilitasi kemitraan pemegang izin pemanfaatan hutan dengan masyarakat.

A. Zonasi Taman Nasional

Zonasi taman nasional adalah suatu proses pengaturan ruang dalam taman nasional menjadi zona-zona, yang mencakup kegiatan tahap persiapan, pengumpulan dan analisis data, penyusunan draft rancangan zonasi, konsultasi publik, perancangan, tata batas dan penetapan, dengan mempertimbangkan kajian-kajian dari aspek-aspek ekologis, sosial, ekonomi dan budaya masyarakat.

Kriteria penetapan zonasi dilakukan berdasarkan derajat tingkat kepekaan ekologis (sensitivitas ekologi), urutan spektrum sensitivitas ekologi dari yang paling peka sampai yang tidak peka terhadap intervensi pemanfaatan, berturut-turut adalah zona: inti, perlindungan, rimba, pemanfaatan, koleksi, dan lain-lain. Selain hal tersebut juga mempertimbangkan faktor-faktor: keperwakilan (representation), keaslian (originality) atau kealamian (naturalness), keunikan (uniqueness), kelangkaan (raritiness), laju kepunahan (rate of exhaution), keutuhan satuan ekosistem (ecosystem integrity), keutuhan sumberdaya/kawasan (intacness), luasan kawasan (area/size), keindahan alam (natural beauty), kenyamanan (amenity), kemudahan pencapaian (accessibility), nilai sejarah/arkeologi/ keagamaan (historical/ archeological/religeus value), dan ancaman manusia (threat of human interference), sehingga memerlukan upaya perlindungan dan pelestarian secara ketat atas populasi flora fauna serta habitat terpenting.

Zona dalam kawasan taman nasional terdiri dari:

1. Zona inti;2. Zona rimba; Zona perlindungan bahari untuk wilayah perairan

3. Zona pemanfaatan;

4. Zona lain, antara lain:

Zona tradisional;

Zona rehabilitasi;

Zona religi, budaya dan sejarah;

Zona khusus.

Berikut penjelasan masing-masing zona :

1. Zona Inti

Zona inti adalah bagian taman nasional yang mempunyai kondisi alam baik biota atau fisiknya masih asli dan tidak atau belum diganggu oleh manusia yang mutlak dilindungi, berfungsi untuk perlindungan keterwakilan keanekaragaman hayati yang asli dan khas.

Page 14: Sejarah Gunung Tambora

Peruntukan Zona inti : untuk perlindungan ekosistem, pengawetan flora dan fauna khas beserta habitatnya yang peka terhadap gangguan dan perubahan, sumber plasma nutfah dari jenis tumbuhan dan satwa liar, untuk kepentingan penelitian dan pengembangan ilmu pengetahuan, pendidikan, penunjang budidaya.

Kriteria zona inti :

1. Bagian taman nasional yang mempunyai keanekaragaman jenis tumbuhan dan satwa beserta ekosistemnya;

2. Mewakili formasi biota tertentu dan atau unit-unit penyusunnya yang merupakan ciri khas ekosistem dalam kawasan taman nasional yang kondisi fisiknya masih asli dan belum diganggu oleh manusia;

3. Mempunyai kondisi alam, baik biota maupun fisiknya yang masih asli dan tidak atau belum diganggu manusia;

4. Mempunyai luasan yang cukup dan bentuk tertentu yang cukup untuk menjamin kelangsungan hidup jenis-jenis tertentu untuk menunjang pengelolaan yang efektif dan menjamin berlangsungnya proses ekologis secara alami;

5. Mempunyai ciri khas potensinya dan dapat merupakan contoh yang keberadaannya memerlukan upaya konservasi;

6. Mempunyai komunitas tumbuhan dan atau satwa liar beserta ekosistemnya yang langka yang keberadaannya terancam punah;

7. Merupakan habitat satwa dan atau tumbuhan tertentu yang prioritas dan khas/endemik;

8. Merupakan tempat aktivitas satwa migran.

Kegiatan-kegiatan yang dapat dilakukan dalam zona inti meliputi:

1. Perlindungan dan pengamanan;2. Inventarisasi dan monitoring sumberdaya alam hayati dengan ekosistemnya;

3. Penelitian dan pengembangan, ilmu pengetahuan, pendidikan,  dan atau penunjang budidaya;

4. Dapat dibangun sarana dan prasarana tidak permanen dan terbatas untuk kegiatan penelitian dan pengelolaan.

2. Zona Rimba

Kriteria zona rimba:

1. Kawasan yang merupakan habitat atau daerah jelajah untuk melindungi dan mendukung upaya perkembangbiakan dari jenis satwa liar;

2. Memiliki ekosistem dan atau keanekaragaman jenis yang mampu menyangga pelestarian zona inti dan zona pemanfaatan;

Page 15: Sejarah Gunung Tambora

3. Merupakan tempat kehidupan bagi jenis satwa migran.

Peruntukkan Zona rimba : untuk kegiatan pengawetan dan pemanfaatan sumberdaya alam dan lingkungan alam bagi kepentingan penelitian, pendidikan konservasi, wisata terbatas, habitat satwa migran dan menunjang budidaya serta mendukung zona inti.

Kegiatan-kegiatan yang dapat dilakukan dalam zona rimba meliputi:

1. Perlindungan dan pengamanan;2. Inventarisasi dan monitoring sumberdaya alam hayati dengan ekosistemnya;

3. Pengembangan penelitian, pendidikan, wisata alam terbatas, pemanfaatan jasa lingkungan dan kegiatan penunjang budidaya;

4. Pembinaan habitat dan populasi dalam rangka meningkatkan keberadaan populasi hidupan liar;

5. Pembangunan sarana dan prasarana sepanjang untuk kepentingan penelitian, pendidikan, dan wisata alam terbatas.

3. Zona Pemanfaatan

Zona pemanfaatan adalah bagian taman nasional yang letak, kondisi dan potensi alamnya yang terutama dimanfaatkan untuk kepentingan pariwisata alam dan kondisi/jasa lingkungan lainnya.

Peruntukkan Zona pemanfaatan : untuk pengembangan pariwisata alam dan rekreasi, jasa lingkungan, pendidikan, penelitian dan pengembangan yang menunjang pemanfaatan, kegiatan penunjang budidaya.

Kriteria zona pemanfaatan:

1. Mempunyai daya tarik alam berupa tumbuhan, satwa atau berupa formasi ekosistem tertentu serta formasi geologinya yang indah dan unik;

2. Mempunyai luasan yang cukup untuk menjamin kelestarian potensi dan daya tarik untuk dimanfaatkan bagi pariwisata dan rekreasi alam;

3. Kondisi lingkungan yang mendukung pemanfaatan jasa lingkungan,  pengembangan pariwisata alam, penelitian dan pendidikan;

4. Merupakan wilayah yang memungkinkan dibangunnya sarana prasarana bagi kegiatan pemanfaatan jasa lingkungan, pariwisata alam, rekreasi, penelitian dan pendidikan;

5. Tidak berbatasan langsung dengan zona inti.

Kegiatan-kegiatan yang dapat dilakukan dalam zona pemanfaatan meliputi:

1. Perlindungan dan pengamanan;2. Inventarisasi dan monitoring sumberdaya alam hayati dengan ekosistemnya;

Page 16: Sejarah Gunung Tambora

3. Penelitian dan pengembangan pendidikan, dan penunjang budidaya;

4. Pengembangan potensi dan daya tarik wisata alam;

5. Pembinaan habitat dan populasi;

6. Pengusahaan pariwisata alam dan pemanfatan kondisi/jasa lingkungan;

7. Pembangunan sarana dan prasarana pengelolaan, penelitian, pendidikan, wisata alam dan pemanfatan kondisi/jasa lingkungan.

 4. Zona Tradisional

Zona tradisional adalah bagian dari taman nasional yang ditetapkan untuk kepentingan pemanfaatan tradisional oleh masyarakat yang karena kesejarahan mempunyai ketergantungan dengan sumber daya alam.

Peruntukkan Zona tradisional : untuk pemanfaatan potensi tertentu taman nasional oleh masyarakat setempat secara lestari melalui pengaturan pemanfaatan dalam rangka memenuhi kebutuhan hidupnya.

Kriteria zona tradisional :

1. Adanya potensi dan kondisi sumberdaya alam hayati non kayu tertentu yang telah dimanfaatkan secara tradisional oleh masyarakat setempat guna memenuhi kebutuhan hidupnya;

2. Di wilayah perairan terdapat potensi dan kondisi sumberdaya alam hayati tertentu yang telah dimanfaatkan melalui kegiatan pengembangbiakan, perbanyakan dan pembesaran oleh masyarakat setempat guna memenuhi kebutuhan hidupnya.

Kegiatan-kegiatan yang dapat dilakukan dalam zona tradisional meliputi:

1. Perlindungan dan pengamanan;2. Inventarisasi dan monitoring potensi jenis yang dimanfaatkan oleh masyarakat;

3. Pembinaan habitat dan populasi;

4. Penelitian dan pengembangan;

5. Pemanfaatan potensi dan kondisi sumberdaya alam sesuai dengan kesepakatan dan ketentuan yang berlaku.

5. Zona Rehabilitasi

Zona rehabilitasi adalah bagian dari taman nasional yang karena mengalami kerusakan, sehingga perlu dilakukan kegiatan pemulihan komunitas hayati dan ekosistemnya yang mengalami kerusakan.

Page 17: Sejarah Gunung Tambora

Peruntukkan Zona rehabilitasi : untuk mengembalikan ekosistem kawasan yang rusak menjadi atau mendekati kondisi ekosistem alamiahnya.

Kriteria zona rehabilitasi :

1. Adanya perubahan fisik, sifat fisik dan hayati yang secara ekologi berpengaruh kepada kelestarian ekosistem yang pemulihannya diperlukan campur tangan manusia;

2. Adanya invasif spesies yang mengganggu jenis atau spesies asli dalam kawasan;

3. Pemulihan kawasan pada huruf a dan b sekurang-kurangnya memerlukan waktu 5 (lima) tahun .

6. Zona Religi

Zona religi, budaya dan sejarah adalah bagian dari taman nasional yang didalamnya terdapat situs religi, peninggalan warisan budaya dan atau sejarah yang dimanfaatkan untuk kegiatan keagamaan, perlindungan nilai-nilai budaya atau sejarah.

Peruntukkan Zona religi, budaya dan sejarah : untuk memperlihatkan dan melindungi nilai-nilai hasil karya budaya,  sejarah, arkeologi maupun keagamaan, sebagai wahana penelitian, pendidikan dan wisata alam sejarah, arkeologi dan religius.

Kriteria zona religi, budaya dan sejarah :

1. Adanya lokasi untuk kegiatan religi yang masih dipelihara dan dipergunakan oleh masyarakat;

2. Adanya situs budaya dan sejarah baik yang dilindungi undang-undang, maupun tidak dilindungi undang-undang.

Kegiatan-kegiatan yang dapat dilakukan dalam zona religi, budaya dan sejarah meliputi:

1. Perlindungan dan pengamanan;2. Pemanfaatan pariwisata alam, penelitian, pendidikan dan religi;

3. Penyelenggaraan upacara adat;

4. Pemeliharaan situs budaya dan sejarah, serta keberlangsungan upacara-upacara ritual keagamaan/adat yang ada.

7. Zona Khusus

Zona khusus adalah bagian dari taman nasional karena kondisi yang tidak dapat dihindarkan telah terdapat kelompok masyarakat dan sarana penunjang kehidupannya yang tinggal sebelum wilayah tersebut ditetapkan sebagai taman nasional antara lain sarana telekomunikasi, fasilitas transportasi dan listrik.

Page 18: Sejarah Gunung Tambora

Peruntukkan Zona khusus : untuk  kepentingan aktivitas kelompok masyarakat yang tinggal diwilayah tersebut sebelum ditunjuk/ditetapkan sebagai taman nasional dan sarana penunjang kehidupannya, serta kepentingan yang tidak dapat dihindari berupa sarana telekomunikasi, fasilitas transportasi dan listrik.

Kriteria zona khusus :

1. Telah terdapat sekelompok masyarakat dan sarana penunjang kehidupannya yang tinggal sebelum wilayah tersebut ditunjuk/ditetapkan sebagai taman nasional;

2. Telah terdapat sarana prasarana antara lain telekomunikasi, fasilitas transportasi dan listrik, sebelum wilayah tersebut ditunjuk/ditetapkan sebagai taman nasional;

3. Lokasi tidak berbatasan dengan zona inti.

Kegiatan-kegiatan yang dapat dilakukan dalam zona khusus meliputi:

1. Perlindungan dan pengamanan;2. Pemanfaatan untuk menunjang kehidupan masyarakat dan;

3. Rehabilitasi;

4. Monitoring populasi dan aktivitas masyarakat serta daya dukung wilayah.

Kawasan hutan konservasi memiliki kriteria fungsi kawasan yang cukup berbeda. Dalam penetapannya tidak menempatkan skoring kelerengan, jenis tanah dan curah hujan sebagai faktor penentu utama sebagaimana terjadi pada kawasan hutan produksi, hutan produksi terbatas dan hutan lindung. Point penting kawasan hutan konservasi justru terletak pada potensi sumber daya alam hayati dan ekosistemnya. Sehingga penetapan hutan konservasi memerlukan kajian/penelitian tentang potensi SDAHE di dalam kawasan hutan tersebut.