Sejarah Ekologi Dalam Arsitektur

26
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ekologi adalah ilmu hubungan antara manusia dengan lingkungannya. Kehidupan manusia sangat bergantung pada lingkungan, begitu juga sebaliknya. Dalam dunia arsitektur, ekologi sangat penting untuk diperhatikan. Sebab, dalam membuat desain seorang arsitek harus memperhatikan bagaimana karakter lingkungan, dimana desainnya akan diwujudkan dalam bentuk bangunan. Apabila tidak sesuai, maka akan berdampak buruk pada lingkungan tersebut dan sangat merugikan manusia. Jadi dengan mempelajari ekologi, diharapkan dapat bermanfaat dalam membuat desain suatu bangunan. Dalam perkembangannya, kehidupan manusia dengan lingkungannya mengalami evolusi. Dari hidup secara individu hingga membentuk suatu komunitas tertentu. Maka perlu untuk diketahui, bagaimana sejarah perkembangan kehidupan manusia dalam menggunakan dan memanfaatkan lingkungannya, dan bagaimana kaitannya dalam dunia arsitektur. Desain-desain yang bermunculan saat ini merupakan pencerminan dari masa lalu. Jadi segala sesuatu yang ada pada masa kini, berawal dari sejarah dan untuk dapat menciptakan sesuatu yang lebih baik kita harus belajar dari sejarah. Maka dari itu, sejarah ekologi dalam dunia arsitektur sangat penting untuk dipelajari 1

Transcript of Sejarah Ekologi Dalam Arsitektur

Page 1: Sejarah Ekologi Dalam Arsitektur

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Ekologi adalah ilmu hubungan antara manusia dengan lingkungannya. Kehidupan

manusia sangat bergantung pada lingkungan, begitu juga sebaliknya. Dalam dunia

arsitektur, ekologi sangat penting untuk diperhatikan. Sebab, dalam membuat desain

seorang arsitek harus memperhatikan bagaimana karakter lingkungan, dimana

desainnya akan diwujudkan dalam bentuk bangunan. Apabila tidak sesuai, maka akan

berdampak buruk pada lingkungan tersebut dan sangat merugikan manusia. Jadi

dengan mempelajari ekologi, diharapkan dapat bermanfaat dalam membuat desain

suatu bangunan.

Dalam perkembangannya, kehidupan manusia dengan lingkungannya mengalami

evolusi. Dari hidup secara individu hingga membentuk suatu komunitas tertentu.

Maka perlu untuk diketahui, bagaimana sejarah perkembangan kehidupan manusia

dalam menggunakan dan memanfaatkan lingkungannya, dan bagaimana kaitannya

dalam dunia arsitektur. Desain-desain yang bermunculan saat ini merupakan

pencerminan dari masa lalu. Jadi segala sesuatu yang ada pada masa kini, berawal

dari sejarah dan untuk dapat menciptakan sesuatu yang lebih baik kita harus belajar

dari sejarah. Maka dari itu, sejarah ekologi dalam dunia arsitektur sangat penting

untuk dipelajari dan dipahami untuk dapat menghasilkan seuatu yang lebih berkualitas

dan bermanfaat, tanpa harus mencemarkan, merugikan, dan merusak lingkungan di

kemudian hari.

1.2 Tujuan

Ada pun tujuan yang ingin dicapai dalam penbuatan paper ini adalah sebagai

berikut.

a. Agar dapat memahami bagaimana perkembangan komunitas manusia dan

kaitannya dengan lingkungan dan ilmu arsitektur.

b. Agar dapat menciptakan desain yang bermanfaat dan tidak merugikan

lingkungan dan kenidupan manusia di masa depan.

1

Page 2: Sejarah Ekologi Dalam Arsitektur

1.3 Rumusan Masalah

Dari latar belakang yang dikemukakan di atas, muncul masalah yang akan dibahas

dalam paper ini, yaitu:

a. Bagaimana sejarah perkembangan komunitas manusia menurut para ahli?

b. Apa saja produk-produk arsitektur yang dihasilkan dari masa ke masa?

c. Bagaimana kaitan produk-produk arsitektur yang dihasilkan itu dengan

kondisi lingkungan pada masa itu?

1.4 Manfaat

Manfaat yang dapat diperoleh dalam paper ini adalah sebagai berikut.

a. Dapat mengetahui sejarah perkembangan kehidupan manusia menurut para

ahli.

b. Dapat mengetahui beragam jenis produk arsitektur yang dihasilkan pada masa

lalu.

c. Dapat mengetahui bagaimana kaitan antara produk arsitektur yang dihasilkan

dengan kondisi lingkungan pada masa lalu.

2

Page 3: Sejarah Ekologi Dalam Arsitektur

BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Perkembangan Komunitas Manusia Menurut Para Ahli

a. Menurut Dansereau

Dansereau mengelompokkan perkembangan komunitas manusia menjadi 6

tingkatan atau stadium, yaitu:

1. Stadium I : Gathering

2. Stadium II : Hunting and fishing

3. Stadium III : Herding

4. Stadium IV : Agriculture

5. Stadium V : Industry

6. Stadium VI : Urbanization

b. Miller Jr.

Miller Jr. mengelompokkan perkembangan komunitas manusia menjadi 5

tingkatan, yaitu:

1. Masyarakat pemburu (pengumpul primitif)

2. Masyarakat pertanian

3. Masyarakat industri

4. Masyarakat warga bumi

c. Laura C. Zeiher

Laura C. Zeiher membagi perkembangan komunitas manusia menjadi 4

kelompok, yaitu:

1. Hunting and Gathering

2. Civilization

3. Agricultural Civilization

4. Industrial Civilization

3

Page 4: Sejarah Ekologi Dalam Arsitektur

2.2 Penjelasan Perkembangan Komunitas Manusia

Berikut penjelasan dari masing-masing stadium atau tingkatan perkembangan

komunitas manusia.

1. Stadium I atau Gathering

Gathering merupakan kegiatan penghidupan yang terdiri dari usaha

mengumpulkan bahan makanan dari alam, seperti umbi, daun-daun, buah-buahan,

telur, kerang, dan lain-lain. Lingkungan prilaku masyarakat pada stadium I tersebut

relatif terbatas. Kegiatan penghidupan sehari-hari dibatasi oleh daya gerak fisik tanpa

peralatan transportasi, keterbatasan dalam teknik menyimpan dan mengawetkan

makanan, jumlah tenaga kerja yang kecil (jumlah anggota masyarakat terbatas),

ketergantungan pada sumber air yang ada, dan keterbatasan pengetahuan mengenai

cara-cara menguasai dan mengadakan manipulasi unsur-unsur lingkungan hidup yang

penting untuk kelangsungan hidup sendiri dan keturunannya. Jadi kelangsungan hidup

masyarakat pada stadium I sangat bergantung pada lingkungan, karena mereka hanya

bisa mengambil bahan makanan langsung dari alam tanpa bisa menghasilkannya

kembali.

Mayarakat stadium I merupakan kelompok-kelompok sekitar 20-50 individu,

maka dampak konsumtif kelompok yang relatif kecil itu, dengan teknologinya yang

sederhana, praktis tidak berarti dalam kondisi ekologi yang normal. Alam dengan

mudah dapat mengisi kembali apa yang sudah diambil melalui berbagai proses

regenerasinya. Kehidupan masyarakatnya juga masih nomaden atau berpindah-

pindah. Jika bahan makanan di suatu tempat telah habis, maka mereka berpindah

menuju tempat lain yang masih menyediakan bahan makanan. Karena hidupnya

masih nomaden, maka tempat tinggal mereka pun berpindah-pindah. Tempat tinggal

masyarakat pada Stadium I ini masih terbilang sangat sederhana, karena mereka

hanya dapat memanfaatkan apa yang disediakan oleh alam, seperti goa atau tinggal di

bawah pepohonan.

2. Stadium II : Hunting and Fishing

Pada stadium II atau Hunting and Fishing adalah kegiatan berburu dan

menangkap ikan. Lingkungan perilaku masyarakatnya juga masih relatif terbatas

seperti masa Stadium II, alat-alat berburu dan menangkap ikan masih sederhana

seperti kapak perimbas. Kebudayaan masyarakat pada stadium II, pada umumnya

4

Page 5: Sejarah Ekologi Dalam Arsitektur

terdapat kode etik untuk membunuh hewan secara berlebihan, yaitu dalam jumlah

yang melebihi kebutuhan. Pola ini merupakan suatu faktor yang sangat berarti dan

berhubungan dengan pelestarian sumber-sumber material dan energi yang dibutuhkan

masyarakat itu.

Alat yang digunakan untuk berburu yakni terbuat dari batu, tulang, tanduk, dan

kayu. Peralatan pada masa itu antara lain kapak genggam, tombak, panah dan alat-alat

serpih. Bentuknya masih kasar dan tidak diasah.

Kehidupan masyarakat pada stadium II juga masih nomaden. Mereka hidup

mengembara dari hutan satu ke hutan yang lain. Daerah yang cocok untuk

menghindari hujan, terik matahari yang panas, dan hawa dingin biasanya tidak terlalu

jauh dari sungai, danau, atau sumber air yang lain. Ada juga yang berlindung di gua-

gua sebagai tempat tinggal sementara. Gua-gua yang dipilih biasanya terletak di

lereng-lereng bukit yang terjal. Untuk mencapainya, mereka menggunakan tangga

yang dapat ditarik ke dalam gua jika ada bahaya yang mengancam.

Masyarakat Food Gathering dan Hunting and Fishing terbatas pada sejumlah

suku asing tertentu seperti suku-suku asli Australia seperti Aborigin, Bushmen di

Afrika Selatan, suku-suku di Kepulauan Andaman, kaum Shoshoni di Benua

Amerika, kaum eskimo, dan suku Pigmi.

Sebagai contoh, suku Indian membuat Poeblo Bonito di Chaco Canyon, New

Mexico pada abad 10 dan 11. Kondisi topografinya menyediakan suatu habitat bagi

manusia dengan pertahan dan perlindungan dari cuaca dingin dan panas. Suatu

kawasan atau wilayah dihuni oleh 1200. Mereka membuat ruang bawah tanah untuk

upacara yang disebut Kivas yang terbuat dari batu dan teras bata. Dinding bagian

dalam dari Canyon berorientasi pada musim panas dan musim dingin. Untuk

mempertahankan temperatur di sepanjang tahun, siang dan malam. Suku Indian di

Amerika Utara membuat suatu tenda sebagai tempat tinggal mereka yang terbuat dari

kulit binatang yang dapat memberikan perlindungan dan menampung sejumlah

pengembara.

Hunting and gatering mempunyai efek atau pengaruh terhadap lingkungan dan

menimbulkan kerusakan. Jumlah binatang punah di daerah Eurasia masih dalam skala

kecil, tapi di tempat lain perusakan terjadi secara besar-besaran. Di Ausralia, 86%

binatang punah pada 100.000 tahun yang lalu. Penduduk asli atau Aborigin sudah

melakukan pemburuan yang menyebabkan kepunahan pada 40.000 tahun yang lalu.

5

Page 6: Sejarah Ekologi Dalam Arsitektur

Pemunahan terhadap sumber makanan dan habitat alami manusia itu berpengaruh

terhadap kematian. Hal ini sebanding dengan angka kepunahan di Amerika Selatan

yang mencapai 80% dan di Amerika Utara yang mencapai 73%.

Meskipun demikian, kehidupan berburu sangat stabil untuk ratusan ribu tahun.

Kemudian sekitar sepuluh ribu tahun yang lalu, metode yang digunakan manusia

untuk memperoleh makanan dan menciptakan tempat perlindungan mulai berubah.

Pengembangan dari penanaman agrikultur membuat suatu perubahan yang radikal

dalam sejarah manusia.

3. Stadium III atau Herding

Herding merupakan kegiatan mengembala atau kebudayaan nomadik. Ciri-ciri

kebudayaan mengembala meliputi kegiatan penghidupan yang terdiri dari memelihara

dan membiakkan hewan-hewan tertentu, menghasilkan produk-produk dari hewan itu

(kulit, bulu, produk susu, dan lain-lain), dan membarter produk-produk itu dengan

bahan makanan nabati. Dalam usaha memelihara dan membiakan hewan itu,

masyarakat perlu mengembala ternaknya dari satu tempat ke tempat lain untuk

memperoleh padang rumput yang cukup dan segar. Siklus berpindah-pindah itu

dengan sendirinya terpengaruh musim, baik dari segi persediaan makanan ternak

maupun dari persediaan bahan makanan nabati yang diperlukan oleh masyarakat

gembala itu sendiri.

Secara ekologi kebudayaan mengembala bertahan karena mengisi suatu

kekosongan. Dengan hidup berpindah-pindah, wilayah penunjang kehidupan ternak

sangat luas sehingga hal ini memungkinkan pembiakan ternak dalam jumlah yang

besar, sesuatu yang tidak mungkin dilaksanakan oleh petani yang bermukim tetap.

Sejarah penjinakan atau domestikasi berbagi hewan peliharaan yang dimulai dari

bentuk-bentuk yang liar adalah sebagai berikut untuk :

Domba : 9000 tahun SM di Shanidar, Irak.

Kambing : 7500 tahun SM di Ali Kosh, Iran.

Babi : 7000 tahun SM di Cayonu, Turki.

Unta : 3000 tahun SM di Rusia Selatan.

Kuda : 3000 tahun SM di Ukraine, Rusia.

Keledai : 3000 tahun SM di lembah sungai Nil, Mesir.

6

Page 7: Sejarah Ekologi Dalam Arsitektur

Penjinakan anjing (nenek moyang serigala), meskipun jasanya banyak dignakan di

kalangan masyarakat gembala, tetapi tidak dimulai di daerah bioma padang rumput.

Bekas-bekas anjing peliharaan anjing tertua ditemukan di Idaho, Amerika dan Inggris,

umurnya 8400-7500 tahun SM. Jasa anjing itu semula digunakan dalam kebudayaan

berburu (stadium II). Domestikasi berbagai jenis hewan pada hakekatnya merupakan

suatu penyederhanan proses berburu.

Di samping kegiatan mengembala, masyarakat nomadik masih mempunyai dua

usaha penghidupan. Yang pertama adalah mengumpulkan makanan dan berburu

seperti stadiun I dan II. Usaha yang merupakan warisan dari kebudayaan yang lebih

kuno, merupakan suatu usaha sambilan yang dapat mengurangi ketergantungan

masyarakat nomadik itu dari masyarakat agraris. Usaha yang kedua adalah berperang

atau menyerbu sasaran secara efisien. Pada suku Mongol dan Arab, kebudayaan

berperang telah berkembang sedemikian rupa sehingga mereka berhasil berkuasa di

suatu wilayah yang luas dan makmur karena bersifat agraris.

Dalam sejarah penyerbuan suku-suku nomadik ini terjadi secara besar-besaran

sejak 4000 tahun yang lalu, dan berlangsung secara bergelombang. Dari segi sosial-

budaya, sejarah penyerbuan suku nomadik itu juga meningkatkan difusi kebudayaan

antar daerah, suatu gejala yang juga menguntungkan dari segi ekologi.

Di Asia Tenggara termasuk wilayah Indonesia, kebudayaan tidak berkembang

karena keadaan alamnya yang berupa hutan tropis yang lebat dan hijau, adaptasi

terhadap alam tersebut merupakan kebudayaan Stadium I dan II yang berangsur-

angsur mengalih ke kebudayaan Stadium IV yaitu Agraris. Namun dengan catatan

bahwa pertanian yang dilaksanakan adalah pertanian yang berpindah-pindah.

Sebagian hutan diratakan untuk dijadikan ladang, dan kemudian ditinggalkan karena

hasil panen yang menurun dan penanaman menjadi sulit akibat pertumbuhan hutan

yang pulih kembali. Pertumbuhan nomadik agraris bukan saja meliputi suku-suku

terasing yang tersebar di Indonesia, tetapi juga dapat ditemukan di daerah-daerah

yang sudah mantap perkembangan agrarisnya seperti di Pulau Jawa.

4. Stadium IV atau Agriculture

Agriculture merupakan kebudayaan agraris. Setelah melewati masa berburu dan

mengumpulkan makanan manusia mulai mengenal masa bercocok tanam pada akhir

zaman mesolitikum. Cara bercocok tanam pertama kali dilakukan dengan berhuma,

7

Page 8: Sejarah Ekologi Dalam Arsitektur

yaitu dengan cara menebangi hutan, kemudian ditanami jenis padi-padian, ubi kayu,

dan ubi jalar. Dengan dikenalnya sistem berhuma ini, mereka terpaksa hidup lebih

lama ditempat itu. Pada masa inilah mulai berkembangnya perkampungan-

perkampungan dan selanjutnya terbentuklah kesatuan-kesatuan suku, dan marga yang

masing-masing dipimpin oleh kepala sukunya yang dipilih berdasarkan prinsip primus

interpares.

Kehidupan masyarakat yang makin teratur menuntut kerja sama dan gotong

royong dari para anggotanya. Pembagian kerja makin rinci sehingga terbentuklah

warga masyarakat dengan keahliannya masing-masing, seperti ada yang membuat

alat-alat pertanian, mengolah tanah pertanian, menjual hasil pertanian, membuat alat-

alat rumah tangga, dan lain-lain. Disamping mengenal cara-cara berhuma dan

bersawah, manusia pada masa itu memiliki kepandaian mengawetkan makanan.

Misalnya dengan cara memberi garam atau ramuan tertentu pada daging atau ikan

agar dapat bertahan lebih lama. Kegiatan perekonomian semakin kompleks. Pertanian,

perdagangan, pertukangan, dan pelayaran semakin maju. Hal itu memungkinkan pola

kehidupan masyarakat semakin beraneka ragam dan semakin makmur.

Kemakmuran masyarakat prasejarah pada masa bercocok tanam terlihat dari

peninggalan-peninggalan budayanya yang beraneka ragam, baik bentuk maupun

jenisnya. Bebarapa diantara peninggalan budaya tersebut berupa kapak persegi,

beliung, cangkul, kapak lonjong, gerabah dan bajak. Alat-alat tersebut sudah banyak

yang terbuat dari logam. Selain alat-alat tersebut, masyarakat prasejarah pada masa

bercocok tanam mulai mengenal tradisi Megalitikum, yaitu bangunan-bangunan yang

dibuat dari batu-batu besar atau batu utuh (Megalith). Bangunan-bangunan

Megalitikum ini dibuat untuk menghormati arwah nenek moyang. Berikut ini

dikemukakan beberapa bangunan-bangunan Megalitikum.

a. Menhir

Menhir adalah sebuah tugu dari batu tunggal yang didirikan untuk

menghormati roh nenek moyang.

b. Sarkofagus

Sarkofagus adalah peti mayat.

c. Dolmen

Dolmen berfungsi sebagai peti mayat, meja sesaji, dan sarana pemujaan.

d. Peti Kubur Batu

8

Page 9: Sejarah Ekologi Dalam Arsitektur

Peti Kubur Batu berupa peti mayat, hanya bentuknya berbeda dengan Dolmen

dan Sarkofagus. Dolmen dan Sarkofagus dibuat dengan batu utuh, sedangkan peti

kubur batu dibuat dari lempengan batu yang disusun menyerupai peti.

e. Punden Berundak-undak

Punden Berundak-undak merupakan tempat pemujaan. Bangunan ini dibuat

dengan menyusun batu secara berundak-undak (bertingkat).

f. Waruga

Waruga adalah peti kubur batu berbentuk kubus atau bulat yang dibuat dari

batu utuh.

g. Arca

Arca-arca terbuat dari batu utuh, ada yang menyerupai hewan dan ada juga

yang menyerupai manusia.

Sekitar 8000 tahun SM, kemunculan pedesaan dan perkotaan, dan peningkatan

populasi terkonsentrasi pada permintaan makanan dan sumber daya, dan usaha untuk

meningkatkan suplai yang tidak terelakkan pada area yang lebih kecil. Kebudayaan

agraris muncul dan permintan akan berbagai jenis barang baru mengalami tingkatan,

terutama terfokus pada material konstruksi untuk bangunan dan rumah permanen.

Ketika konstruksi arsitektur berlanjut mengikuti periode dalam sejarah,

perkembangan konruksi tipe arsitektur monumental dalam periode kebudayaan agraris

dengan pembangunannya yang dilakukan secara terorganisir.

Pada Antroposere stadium Agriculture ini manusia telah mencapai suatu

kemampuan adaptif yang hebat, baik dari segi destruktif maupun dari segi konstrukif

terhadap alam dan diri sendiri. Dia dapat mengadakan manipulasi tanah, genotipe

hewan dan tanaman tetapi terikat pada suatu sistim sosial yang teratur dan tetap yang

disebut adat. Selama daya tampung areal lingkungan hidup operasionalnya luas dan

populasinya rendah, tidak ada masalah yang betul- betul destruktif. Sekalipun

pertanian dilakukan dengan ladang yang berpindah pindah. Hutan yang diratakan dan

dibakar untuk ladang yang dipakai se;lama beberapa kali panen, lambat laun akan

pulih kembali setalah ladang itu ditinggalkan. Lain halnya bila dalam batas-batas

pengetahuan dan teknologi daya tampung areal lingkungan operasionalnya telah

dilampaui akibat usaha meningkatkan produksi, maka eksploitasi alam terbalik

menjadi destruktif karena alam tidak diberi kesempatan memulihkan diri kembali.

9

Page 10: Sejarah Ekologi Dalam Arsitektur

Dalam keadaan itu saingan anara unit unit desa dapat menjelma menjadi hubungan

perang. Gejala ini, dari segi ekologi juga merupakan suatu perilaku adaptasi.

5. Stadium V atau Industry

Perubahan tata hidup agraris ke tata hidup industri, yang juga disebut revolusi

industri pada umumnya dianggap telah dimulai beberapa abad yang lalu di Eropa,

khususnya di Inggris. Sebenarnya proses menuju ke stadium industri merupaka suatu

proses yang berlangsung cukup lama dan pusat-pusatnya tidak di Eropa. Di antara

9000 tahun SM sampai sekitar 500 SM, inovasi teknologi telah ditemukan di Mesir,

Anatolia (Turki), Timur Tengah, Lembah Indus dan Cina. Sedangkan di Eropa

keadaannya masih pada akhir stadium hunting and gathering atau pada stadium

agraris yang dini. Sekalipun demikian, harus diakui bahwa perkembangan pesat di

bidang teknologi industri terjadi di Eropa, khususnya di Inggris menjelang akhir abad

ke 18, dan kemudian merambah ke Amerika Serikat. Bahan baku industri itu tidak

hanya dari bahan pertambangan seperti logam, tetapi juga berasal dari tanaman.

Kemudian muncul suatu pertanian industri atau perkebunan.

Dampak perkembangan industri terhadap penyebaran manusia di dunia besar

sekali. Sebagai contoh, industri tekstil sampai akhir abad yang lalu membutuhkan

banyak bahan baku kapas. Untuk produksi kapas ini, antara tahun 1451 dan 1870,

telah diangkut sekitar 9,6 juta budak negro dari Afrika ke Amerika. Perkebunan di

koloni-koloni Inggris dan Belanda telah menyerap sekitar 16,8 juta orang India,

beberapa juta orang Cina Selatan dan beberapa ratus ribu penduduk dari Pulau Jawa.

Tenaga kasar yang ditransmigrasi ini tidak seluruhnya kembali ke tempat asalnya

sesudah “kontrak” nya selesai (Davis, 1974). Dampak pemindahan populasi ini

sampai sekarang masih terasa di berbagai daerah bekas kolonisasi dan bekas daerah

produksi bahan baku industri. Masalahnya bukan hanya masalah sosial sajua, tetapi

juga masalah kebudayaan, sebab dengan transmigrasi penduduk juga terjadi interaksi

kebudayaan.

Efisiensi yang rendah pada pertanian industrial, menimbulkan reaksi di negara

maju seperti Amerika Serikat. Penggunaan pupuk buatan membuat tanah kehilangan

strukturnya yang bisa menahan air dan erosi. Dengan hilangnya unsur organik dari

tanah, menyebabkan erosi bertambah dan tanah menjadi padat. Untuk mengolah tanah

yang padat itu diperlukan peralatan mekanis yang lebih berat. Dengan bobot yang

10

Page 11: Sejarah Ekologi Dalam Arsitektur

lebih berat itu juga membantu membuat tanah lebih padat lagi (Tucker, 1979). Oleh

karena itu usaha pertanian secara tradisional mulai populer kembali di Amerika

Serikat, terutama dari segi penggunaan pupuk organik atau pupuk kandang (Carter,

1980).

Industri membawa sejumlah masalah khusus. Di samping membuat berbagai

aspek kehidupan menjadi lebih mudah karena produksi alat-alat rumah tangga yang

praktis dan relatif murah, industri juga membawa sejumlah hal yang mengganggu.

Seperti misalnya polusi partikel, polusi bahan kimia, polusi suara, bahaya kebakaran,

dan bahaya ledakan. Selain itu juga menimbulkan tekanan jiwa, karena kecepatan

kerja ditentukan oleh mesin, bukan oleh selera manusia lagi. Demi efisiensi

penggunaan mesin, jumlah produksi yang diminimalisasi sudah diperhitungkan dan

jumlah produksi maksimal merupakan sasaran setiap industri yang ingin menjamin

kelangsungannya. Mengingat perkembangan ilmu dan teknologi juga sangat pesat,

maka banyak produk yang cepat sekali menjadi usang, dan banyak yang kurang laku

karena saingan produk yang baru dan lebih menarik. Tekanan lingkungan kerja ini

dengan sendirinya menuntut korban-korbannya. Tingkatan kebudayaan industrial

dapat diukur dari kelainan prilaku golongan sosial, penyakit jiwa dan penyakit

jantung, dan juga jumlah korban kecelakaan baik dalam usaha produksi maupun

akibat dari keracunan polusi.

Kebudayaan industri sangat bergantung dari sumber energi yang mempunyai

keterbatasan. Ketergantungan ini setingkat dengan perkembangan industri. Oleh

karena itu, konsumsi dan ketergantungan semacam itu berpusat di negara-negara

maju. Karena labilnya ekologi manusia pada tingkatan kebudayaan industri, maka

diusahakan sejumlah pendekatan untuk membuat suatu keadaan yang lebih mantap,

atau sekurang-kurangnya memperoleh tanda bahaya sedini mungkin sehingga proses

adaptasi yang paling tepat dapat direncanakan. Contoh usaha-usaha tersebut adalah

politik konservasi sumber energi, pengembangan penggunaan sumber energi yang

lebih awet, pengembangan sistem evaluasi, dan monitoring polusi.

6. Stadium 6 atau Urbanization

Di antara 10.000 dan 5000 tahun yang lalu, domestikasi tumbuh-tumbuhan dan

hewan serta kemajuan dalam pembuatan alat kerja telah memungkinkan manusia

bermukim tetap dan menghidupkan jumlah populasi yang besar. Tata hidup sosial

11

Page 12: Sejarah Ekologi Dalam Arsitektur

juga berubah dari sekumpulan manusia dengan struktur sosial yang sederhana ke

suatu masyarakat dengan wujud kepemimpinan yang jelas. Norma-norma sosial

ditetapkan melalui prasasti yang tahan zaman. Salah satu prasasti yang tertua adalah

prasasti Hammurabi yang berumur lebih dari 4000 tahun dan ditemukan di Babilon,

Irak. Isinya 282 peraturan hukum (Dir. Gen. of Ant. 1957).

Salah satu kota tertua adalah Jerikho di lembah sungai Jarden, yang 10.000 tahun

yang lalu susah berwujud lengkap dengan tembok perbentengan di sekelilingnya dan

menara-menara. Luasnya relatif kecil, sekitar 4 atau 5 ha dan penduduknya kurang

lebih hanya 2000 jiwa (Harris,1975). 4000 tahun kemudian dalam periode 6350

sampai 5200 tahun yang lalu, Timur Tengah mengenal kota-kota besar dengan jalan-

jalan raya, istana dan candi-candi seperti Eridu, Al Ubaid dan Uruk.

Dalam periode berikutnya sampai permulaan perhitungan Masehi, berbagai pusat

urban dunia telah berkembang menjadi kota-keraton, kota-benteng kerajaan-kerajaan

tertua atau berbentuk negara-kota. Kota-kota kuno itu bukan sekadar suatu tempat

pemukiman, tetapi merupakan jantung kegiatan ekonomi dan pemerintahan yang

didukung oleh kekuasaan religi setempat. Sebagai pusat yang relatif kaya terhadap

daerah sekitarnya, kota-kota tersebut mempunyai sistem pertahanan yang ampuh.

Kekayaan dan kemakmuran sebuah kota kuno dapat diukur dari sistem perbentengan,

tata kota yang berpusat pada sejumlah bangunan monumental, terutama istana-istana,

tempat pertemuan umum dan tempat ibadah yang besar. Beberapa contoh pusat urban

kuno antara lain Mesopotamia, Memphis, Mohenjo-Daro dan Harappa.

Beberapa abad menjelang perhitungan Masehi, pusat-pusat urban bertambah

dengan pesat. Ada diantaranya yang sudah berdiri cukup lama, tetapi pada permulaan

itu kota-kota tersebut tidak memegang peranan penting di luar wilayahnya.

Contohnya antara lain Athena, Roma, dan Kartago.

Beberapa hal mengenai sejarah urban ini telah dikemukakan untuk

memperlihatkan bahwa perkembangan kebudayaan kota merupakan suatu proses

adaptasi yang telah berlangsung cukup lama. Adaptasi tersebut berlangsung bukan

terhadap perubahan lingkungan hidup ekstern sebagai akibat kebudayaan yang

menggunakan lahan pertanian yang luas, tetapi juga terhadap lingkungan sosial yang

melalui kebudayaan agraris telah menuntut sejumlah perubahan tata hidup yang baru.

Perkembangan sebuah kota, sebagai ekspresi kebudayaan urban, telah disusun

oleh Mumford (1970) sebagai berikut:

12

Page 13: Sejarah Ekologi Dalam Arsitektur

Stadium 1 : Eopolis

Perkembangan sebuah desa menjadi suatu pemukiman yang tetap dengan

penggunaan tanah yang teratur.

Stadium 2 : Polis

Suatu kumpulan desa atau kelompok keluarga besar dengan adat istiadat serta

kegiatan agraris.

Stadium 3 : Metropolis

Sebuah kota yang tumbuh dari sejumlah desa atau kota kecil sehingga merupakan

suatu pemukiman induk dengan pusat perdagangan dan interaksi dari berbagai

macam-macam kebudayaan.

Stadium 4 : Megapolis

Sebuah kota besar dengan tanda-tanda permulaan kemunduran peradaban.

Stadium 5 : Tyranopolis

Sebuah kota besar yang hidup sebagai parasit di lingkungannya. Tampak detoriasi

di berbagai bidang kehidupan termasuk di bidang ekonomi dan usaha administratif.

Stadium 6 : Nekropolis

Sebuah kota besar dalam keadaan kemunduran umum, menuju kemusnahannya.

Klasifikasi kota tidak semudah seperti yang telah dikemukakan di atas. Patokan

yang dapat dipakai sebagai suatu kriteria dalam sebuah pemukiman adalah sebagai

berikut.

a. Status hukum

Sebuah pemukiman dapat berstatus kota berdasarkan suatu status hukum.

Misalnya kota kecamatan, kota kabupaten. Ukuran dan bentuk fisiknya tidak penting,

sebab status itu berdasarkan kedudukan suatu pusat pemerintahan. Istilah khusus

untuk pemukiman semacam ini adalah kota formal (Herbert, 1973).

b. Kepadatan penduduk atau jumlah penduduk

Breese (1966) mengemukakan patokan untuk urban area atau city, suatu area

pemukiman dengan populasi minimal 20.000 jiwa. Davis (1969) menggunakan

patokan yang lain, minimal 100.000 jiwa. Sedangkan Northam (1975) menyajikan

kriteria seperti berikut ini:

Kota kecil : 2.500 sampai dengan 25.000 penduduk

Kota medium : 25.000 sampai dengan 100.000 penduduk

Kotas besar : 100.000 sampai dengan 800.000 penduduk

13

Page 14: Sejarah Ekologi Dalam Arsitektur

Metropolis : lebih dari 800.000 penduduk

Megapolis : sekurang-kurangnya beberapa juta penduduk

Ecumenopolis : beberapa puluh juta penduduk

c. Bentuk fisik

Kriteria fisik adalah sekumpulan ciri-ciri kebudayaan material seperti bangunan

yang permanen yang berdiri sendiri-sendiri, tetapi berdekatan letaknya, menurut suatu

pola yang teratur. Di samping bangunan-bangunan pribadi, terdapat juga bangunan-

bangunan untuk keperluan umum.

d. Perilaku penduduk

Perilaku yang khas untuk patokan definisi kota sebenarnya juga menyangkut sikap

yang belum tentu tampak sebagai perilaku sehari-hari. Kriteria perilaku merupakan

suatu sindrom, misalnya perilaku yang mengarah ke individualisme, anonimitas,

materialistik, dan spesialistik dalam berbagai usaha mencari nafkah.

Kota sebagai suatu sistem ekologi tersendiri, pada permulaan sejarah tidak terasa

dampaknya. Dengan pertumbuhan urban dimana-mana, banyak negara yang

daerahnya lebih dominan dengan urban daripada rural. Misalnya Jepang, mempunyai

perbandingan areal urban terhadap areal agraris sebesar 1 : 5. Masyarakat Inggris juga

dapat disebut masyarakat urban, sekalipun tempat tinggalnya di pedesaan. Dampak

suatu pusat urban dapat dijelaskan sebagai berikut.

Dampak land coverage

Perkembangan kota yang sangat pesat menyebabkan tertutupnya tanah yang

amat luas. Pusat-pusat pemukiman yang sebelumnya ditunjang oleh lahan

agraris, menjadi tertutup oleh bangunan-bangunan dan sistem lalu lintas, yang

memakai daerah pertanian yang biasanya berkualitas baik. Jadi yang tertinggal

adalah daerah pertanian yang kualitasnya lebih rendah. Penutupan tanah

membawa dampak pada saat musim penghujan. Air tidak dapat terserap ke

dalam tanah dan menyebabkan banjir.

Dampak pola konsumtif kota

Sebuah kota besar mengambil material dan energi dari banyak daerah, tetapi

tidak mengembalikan zat-zat yang dipakai ke tempat asal zat-zat itu diambil.

Sampah ditimbun di daerah setempat atau dibuang ke sungai atau ke laut.

Sistem peredaran zat atau material ini membawa dampak pada daerah-daerah

penunjang kota metropolis. Jadi seolah-olah kekayaan mereka telah dirampok.

14

Page 15: Sejarah Ekologi Dalam Arsitektur

Khususnya dalam hal air. Sebuah kota besar, terutama kota industri yang

sangat boros, apabila air yang disalurkan dari luar tidak mencukupi, maka

langkah selanjutnya adalah mengebor air dari dalam tanah. Contohnya Kota

Meksiko, dengan sekitar 3000 sumur bor pribadi dan 220 sumur bor

pemerintah, telah menimbulkan penurunan tanah di kota itu mencapai 15

hingga 30 cm per tahun. Dalam periode 1891-1959, sudah ada bagian kota

yang tanahnya turun sebanyak 7,5 meter (Poland, 1971).

Dampak iklim dan polusi kota

Polusi debu atau partikel di udara sebuah kota menyebabkan radiasi matahari

yagn sampai pada permukaan daerah urban sangat berkurang. Sekalipun

demikian, suhu di kota lebih tinggi dari suhu di daerah sekitarnya yang masih

bersifat agraris. Hal ini disebabkan oleh karena radiasi matahari yang diterima

di sebuah kota dipantulkan kembali melalui bangunan-bangunan dan aspal

jalan, ditambah dengan panas buatan manusia sendiri melalui pembakaran

yang terjadi pada mesin-mesin kendaraan dan industri.

Dampak stres kehidupan kota

Hidup berdekatan dan berdesak-desakkan menyebabkan masyarakat lebih

sering bertatap muka dan tatap muka tersebut sering terjadi di luar keinginan

masyarakat itu sendiri. Dengan demikian mekanisme penyesuaian sosial selalu

harus siap siaga supaya hubungan baik antara individu terpelihara dengan

mantap (Zlutnick, 1972). Persaingan dalam bidang sosial-ekonomi di dalam

suatu lingkungan dengan banyak orang, dengan sendirinya meningkat untuk

bertahan hidup. Aspek kehidupan ini tidak sedikit menyebabkan tekanan batin

kepada banyak penduduk kota.

15

Page 16: Sejarah Ekologi Dalam Arsitektur

BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Perkembangan komunitas manusia mengalami evolusi melalui tingkatan-

tingkatan. Perkembangan tersebut berpengaruh pada kondisi lingkungan, habitat, jenis

tempat tinggal dan kebudayaan manusia. Semakin berkembang kebudayaan itu maka

semakin banyak potensi alam yang digunakan untuk memenuhi kebutuhan manusia.

Penggunaan sumber daya alam itu menimbulkan pengaruh positif maupun negatif,

yang semuanya bergantung pada perilaku manusia itu sendiri.

3.2 SARAN

Kita sebagai manusia yang hidup pada masa ini di warisi kebudayaan dan

berbagai potensi alam yang melimpah harus bisa menjaga dan memanfaatkan sebaik

mungkin agar semua yang diwarisi tidak habis dipakai pada saat ini sehingga nanti

dapat diwariskan dan dinikmati juga oleh generasi selanjutnya.

16

Page 17: Sejarah Ekologi Dalam Arsitektur

DAFTAR PUSTAKA

Sukadana, A. Adi. 1983. Antropo-Ekologi. Surabaya: Airlangga University Press.

Thamiend R., Nico dan M.P.B Manus. 2000. Sejarah untuk Kelas 1 SMA. Jakarta:

Jakarta.

Zaiher, Laura C. 1996. The Ecology of Architecture. New York

Frick, Heinz, Ir. 1988. Arsitektur dan Lingkungan. Yogyakarta: Kanisius

17