SCHISTOSOMIASIS PADA MASYARAKAT DATARAN TINGGI LINDU DI...

131
SCHISTOSOMIASIS PADA MASYARAKAT DATARAN TINGGI LINDU DI KABUPATEN SIGI, PROPINSI SULAWESI TENGAH ( SUATU STUDI ANTROPOLOGI KESEHATAN ) NINGSI PROGRAM STUDI ANTROPOLOGI PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS HASANUDIN MAKASAR 2013

Transcript of SCHISTOSOMIASIS PADA MASYARAKAT DATARAN TINGGI LINDU DI...

Page 1: SCHISTOSOMIASIS PADA MASYARAKAT DATARAN TINGGI LINDU DI …digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/Digital... · 2020. 11. 18. · Salah satu penyakit yang cukup lama dialami

SCHISTOSOMIASIS PADA MASYARAKAT DATARAN TINGGI LINDU

DI KABUPATEN SIGI, PROPINSI SULAWESI TENGAH

( SUATU STUDI ANTROPOLOGI KESEHATAN )

NINGSI

PROGRAM STUDI ANTROPOLOGI

PROGRAM PASCASARJANA

UNIVERSITAS HASANUDIN

MAKASAR

2013

Page 2: SCHISTOSOMIASIS PADA MASYARAKAT DATARAN TINGGI LINDU DI …digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/Digital... · 2020. 11. 18. · Salah satu penyakit yang cukup lama dialami

SCHISTOSOMIASIS PADA MASYARAKAT DATARAN TINGGI LINDU

DI KABUPATEN SIGI, PROPINSI SULAWESI TENGAH

( SUATU STUDI ANTROPOLOGI KESEHATAN )

TESIS

Sebagai salah Satu Syarat Untuk Mencapai Gelar Magister

Program studi Antropologi

Disusun dan diajukan oleh

NINGSI

Kepada

PROGRAM STUDI ANTROPOLOGI

PROGRAM PASCASARJANA

UNIVERSITAS HASANUDIN

MAKASAR

2013

Page 3: SCHISTOSOMIASIS PADA MASYARAKAT DATARAN TINGGI LINDU DI …digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/Digital... · 2020. 11. 18. · Salah satu penyakit yang cukup lama dialami

LEMBAR PENGESAHAN UJIAN

Nama : Ningsi

Nim : P1900211004

Judul : Schistosomiasis Pada Masyarakat Dataran Tinggi Lindu Di Kabupaten Sigi, Provinsi Sulawesi Tengah (suatu studi antropologi kesehatan)

Menyetujui

Komisi Penasehat

Prof. Dr. M. Yamin Sani, MS Prof. Dr. Pawennari Hijjang, MA Ketua Anggota

Mengetahui Ketua Program Studi

Prof. Dr. Pawennari Hijjang, MA

Page 4: SCHISTOSOMIASIS PADA MASYARAKAT DATARAN TINGGI LINDU DI …digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/Digital... · 2020. 11. 18. · Salah satu penyakit yang cukup lama dialami

TESIS

Schistosomiasis Pada Masyarakat Dataran Tinggi Lindu Di Kabupaten Sigi, Propinsi

Sulawesi Tengah ( suatu studi antropologi Kesehatan)

Disusun dan diajukan oleh

Ningsi

Nomor pokok : P1900211004

Telah dipertahankan di depan Panitia Ujian Tesis pada tanggal……. Dan dinyatakan Telah

Memenuhi Syarat

Menyetujui

Komisi Penasehat

Prof. Dr. M. Yamin Sani, MS Prof. Dr. Pawennari Hijjang, MA Ketua Anggota

Ketua Program Studi Antropologi Direktur Program Pascasarjana Universitas Hasanuddin

Prof. Dr. Pawennari Hijjang, MA Prof. Dr.Ir. Mursalim

Page 5: SCHISTOSOMIASIS PADA MASYARAKAT DATARAN TINGGI LINDU DI …digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/Digital... · 2020. 11. 18. · Salah satu penyakit yang cukup lama dialami

PERNYATAAN KEASLIAN TESIS

Yang bertanda tangan di bawah ini

Nama : Ningsi

Nomor Mahasiswa : P1900211004

Program Studi : Antropologi

Menyatakan dengan sebenarnya bahwa tesis yang saya tulis ini benar-benar

merupakan hasil karya saya sendiri, bukan merupakan pengambil alihan tulisan

atau pemikiran orang lain.

Apabila dikemudian hari terbukti atau dapat dibuktikan bahwa sebagian atau

keseluruhan tesis ini hasil karya orang lain, saya bersedia menerima sanski atas

perbuatan tersebut.

Makasar, 2013

Yang menyatakan

N I N G S I

TESIS

Page 6: SCHISTOSOMIASIS PADA MASYARAKAT DATARAN TINGGI LINDU DI …digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/Digital... · 2020. 11. 18. · Salah satu penyakit yang cukup lama dialami

SCHISTOSOMIASIS PADA MASYARAKAT DATARAN TINGGI LINDU

DI KABUPATEN SIGI, PROVINSI SULAWESI TENGAH

(SUATU STUDI ANTROPOLOGI KESEHATAN)

Disusun dan diajukan oleh

NINGSI

NOMOR POKOK P1900211004

telah dipertahankan di depan Panitia Ujian Tesis

pada tanggal 10 Juli 2013

dan dinyatakan telah memenuhi syarat

Menyetujui

Komisi Penasehat,

Prof. Dr. M. Yamin Sani, MS. Prof. Dr. Pawennari Hijjang, MA

Ketua Anggota

Ketua Program Studi Direktur Program Pascasarjana Antropologi, Universitas Hasanuddin, Prof. Dr. Pawennari Hijjang, MA Prof. Dr. Ir. Mursalim

Page 7: SCHISTOSOMIASIS PADA MASYARAKAT DATARAN TINGGI LINDU DI …digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/Digital... · 2020. 11. 18. · Salah satu penyakit yang cukup lama dialami

PRAKATA

Puji dan syukur senantiasa dipanjatkan kehadirat Illahi Rabbi, atas kuasa dan

rahmatnya jualah sehingga tesis ini dapat dirampungkan sesuai dengan harapan dan

sebagai salah satu persyaratan untuk memperoleh gelar Magister Antropologi pada

Program Studi antropologi. Tak lupa pula shalawat dan salam untuk junjungan nabi kita

Muhamad SAW. Tesis ini tak mungkin selesai tanpa bantuan berbagai pihak, baik yang

berperan secara langsung maupun tidak. Diantaranya untuk kedua orang tua kami,

suamiku Lutfi Sunuh serta anakku tercinta Alamsyah, Afrianti Rukmana, Asya

Nursafikah serta saudara-saudaraku yang selalu memberikan doa dan semangat,

sehingga tesis ini dapat diselesaikan dengan waktu yang direncanakan.

Tak lupa ucapan terima kasih dan penghargaan kepada Bapak Prof. Dr. M. Yamin

Sani, MS selaku komisi pembimbing pertama dan Bapak Prof. Dr. Pawennari

Hijjang,MA selaku komisi pembimbing kedua, atas keikhlasannya membimbing penulis,

meluangkan waktu dan memberikan petunjuk serta saran dan pikiran sejak

pelaksanaan penelitian, hingga selesainya penulisan tesis ini. Ucapan terima kasih tak

lupa penulis ucapkan pada masyarakat Lindu khusus para informan yang bersedia

menjadi narasumber dan memberikan informasi pada saat penelitian berlangsung.

Semoga Allah memberikan rahmat kepada semua pihak yang telah banyak

membantu penulis dalam menuntut ilmu sampai menyelesaikan penelitian dalam

penulisan ini. Ahir kata penulis sangat menyadari tesis ini masih banyak kekurangan,

dan diharapkan saran dan kritikan untuk petunjuk dan kesempurnaannya. Harapan

penulis, semoga hasil penelitian ini dapat bermanfaat bagi pengembangan Ilmu

pengetahuan dalam bidang Antropologi kesehatan.

Makasar,…………………2013

NINGSI

Page 8: SCHISTOSOMIASIS PADA MASYARAKAT DATARAN TINGGI LINDU DI …digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/Digital... · 2020. 11. 18. · Salah satu penyakit yang cukup lama dialami

ABSTRAK

NINGSI, Schistosomiasi Pada Masyarakat Dataran Tinggi Lindu di Kabupaten Sigi Propinsi Sulawesi Tengah (Suatu Studi Antropologi Kesehatan) dibimbing oleh Prof. Dr. M. Yamin Sani, MS dan Prof. Dr. Pawenari Hijjang, MA. Penelitian ini bertujuan menjelaskan pengetahuan, perilaku, persepsi masyarakat, peran petugas kesehatan serta lembaga lokal dalam mencegah dan terkait schistosomiasis. Penelitian dilakukan di Dataran Tinggi Lindu Kabupaten Sigi. Tehnik pengumpulan yang digunakan adalah observasi, wawancara mendalam dan studi dokumen. Data dianalisis secara deskriptif kualitatif. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa masyarakat Lindu telah mengetahui penyebab, gejala-gejala dan penularanan schistosomiasis. Perilaku masyarakat dalam hal pencegahan schistosomiasis masih kurang menunjukkan perilaku yang positif, terutama untuk mencegah diri agar tidak tertular schistosomiasis. Hasil observasi rata-rata masyarakat tidak menggunakan alat pelindung diri seperti sepatu boot saat beraktivitas di sawah maupun di kebun. Perilaku pencarian pengobatan schistosomiasis dilakukan dengan mendahulukan pengobatan medis. Peran petugas kesehatan dan lembaga lokal dalam penanggulangan schistosomiasis masih dalam bentuk pemeriksaan tinja dengan pengobatan pada penderita. Hasil penelitian menunjukkan pengetahuan, perilaku dan lingkungan masyarakat memiliki peran yang lebih dominan terhadap kejadian schistosomiasis dan bisa dikatakan sebagai faktor resiko utama terjadinya schistosomiasis di kawasan Lindu. Kata kunci : Pengetahuan, persepsi, petugas kesehatan, schistosomiasis

Page 9: SCHISTOSOMIASIS PADA MASYARAKAT DATARAN TINGGI LINDU DI …digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/Digital... · 2020. 11. 18. · Salah satu penyakit yang cukup lama dialami

ABSTRAK

NINGSI. Schistosomiasis on Lindu High Land Community at Si_oi Regency, Central

Sulawesi Province : A Study on Health Agcy (supervised by M. Vamin Sani and

Pawenati Hijang), the research aimed at analysing the knowledge, communitys

perception, the role of health officials and local institutions in preventing and coping

with schistosomiasis. The research was carried out at Lindu High Land, Sigi Regency,

Data were collected by using an observation, profound interview and documentary study.

The data were analysed in qualitative descriptive mlhod. - The research result indicates

that Lindu community already knows the causes, phenomena, and contagiousness of

schistosomiasis, The community perceives That the schistosomiasis is an ordinary

disease and is not a deadly use. The community has not indicated the positive behaviour

in preventing the schistosomiasis, pnmaniy in preventing themselves in Wider not to be

contagious with the schistosomiasis. The result of the observation indicates that the

average community members do not use the self-protecting device such as boots when

they have activities in the rice fields or plantation. The medication searching for the

srustosonuasts is carried out by putting pnonty on the medical treatment. The role of the

health officials and local institutions in coping, with the schistosomiasis is still on the

examination of faeces, medication on the patients. The research result also tndicates that

the knowledge, behaviour, and communitys environment have the mom dominant role on

the schistosomiasis incident and I- ba stated as the -primary rtiic factor -of the-

schistosomiasis incident attindttikifteL

Key-word : Knowledge, perception,s health officials,schistosomiasis

Page 10: SCHISTOSOMIASIS PADA MASYARAKAT DATARAN TINGGI LINDU DI …digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/Digital... · 2020. 11. 18. · Salah satu penyakit yang cukup lama dialami

DAFTAR ISI

PRAKATA i

ABSTRAK ii

ABSTRACT iii

DAFTAR ISI iv

DAFTAR TABEL vi

DAFTAR GAMBAR vii

BAB I. PENDAHULUAN 1

A. Latar Belakang Masalah 1

B. Rumusan Masalah 5

C. Tujuan Penelitian 6

D. Manfaat Penelitian 6

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA 7

A. Schistosomiasis 7

B. Konsep Pengetahuan,Persepsi dan Perilaku Kesehatan 11

C. Pengaruh Lingkungan terhadap Kesehatan 26

D. Sistem Medis Berkenan Dengan Etnomedisin 30

E. Kerangka Pikir 36

BAB III. METODE PENELITIAN 39

A. Lokasi dan Waktu Penelitian 39

B. Jenis Penelitian 39

C. Populasi dan Sampel 40

D. Tehnik Pengumpulan Data 40

E. Tehnik Analisa Data 42

Page 11: SCHISTOSOMIASIS PADA MASYARAKAT DATARAN TINGGI LINDU DI …digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/Digital... · 2020. 11. 18. · Salah satu penyakit yang cukup lama dialami

BAB IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 43

A. Kondisi Geografis 43

B. Kondisi Demografis 50

C. Sejarah Kecamatan Lindu. 53

D. Kondisi Sosial Ekonomi 55

E. Kondisi Sosial Budaya 58

F. Potensi Sumber Daya Alam 60

G. Sarana dan Prasarana 62

BAB V. HASIL DAN PEMBAHASAN 64

A. Awal Mula Orang Lindu Dengan Schistosomiasis 64

B. Pengetahuan Medis 71

Masyarakat Lindu Terkait Schistosomiasis

C. Perilaku Masyarakat Lindu terkait dengan Schistosomiasis 80

D. Persepsi Masyarakat Lindu 88

Terhadap Schistosomiasis

E. Upaya Petugas Kesehatan dan Peran Lembaga 95

Lokal dalam Membantu Mencegah dan

Menanggulangi Schistosomiasis

BAB VI. KESIMPULAN DAN SARAN 106

A. Kesimpulan 106

B. Saran 108

DAFTAR PUSTAKA 110

LAMPIRAN

Page 12: SCHISTOSOMIASIS PADA MASYARAKAT DATARAN TINGGI LINDU DI …digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/Digital... · 2020. 11. 18. · Salah satu penyakit yang cukup lama dialami

DAFTAR TABEL

1. Jumlah desa, Jumlah penduduk dan luas wilayah Kecamatan Lindu 2012

2. Jumlah Penduduk menurut jenis kelamin kecamatan Lindu 2012

3. Jenis pekerjaan menurut mata pencaharian hidup di kecamatan Lindu 2012

4. Jumlah penduduk menurut agama dan jenis kelamin Kecamatan Lindu 2012

Page 13: SCHISTOSOMIASIS PADA MASYARAKAT DATARAN TINGGI LINDU DI …digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/Digital... · 2020. 11. 18. · Salah satu penyakit yang cukup lama dialami

DAFTAR GAMBAR

1. Kerangka Pikir

2. Peta Kecamatan Lindu

3. Suasana Lingkungan dan Pemukiman Masyarakat Lindu

Page 14: SCHISTOSOMIASIS PADA MASYARAKAT DATARAN TINGGI LINDU DI …digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/Digital... · 2020. 11. 18. · Salah satu penyakit yang cukup lama dialami

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Masalah kesehatan masyarakat adalah masalah kompleks dari

berbagai masalah lingkungan yang bersifat alamiah maupun masalah

buatan manusia, sosial budaya, populasi penduduk, genetika dan

sebagainya. Lingkungan menyediakan sumber daya alam di mana manusia

yang hidup bermasyarakat mengelola sumber daya tersebut sedemikian

rupa berdasarkan kemampuan dan pengetahuan yang diwarisinya secara

turun-temurun. Manusia dengan pengetahuannya dapat mengubah,

mempengaruhi dan membentuk lingkungan yang dapat memberikan sumber

kehidupan sesuai dengan apa yang dibutuhkan. Seringkali manusia

mendayagunakan alam lingkungannya dan berusaha melakukannya dengan

cermat dan penuh kehati-hatian, namun di sisi lain manusia kadang tidak

menyadari bahwa lingkungan dapat menyebabkan sumber penyakit bagi

mereka.

Manusia sebagai makhluk yang berbudaya dengan kebudayaan

yang dimilikinya, mereka tidak hanya mampu menyelaraskan diri dengan

lingkungan, namun manusia juga dapat merubah alam lingkungannya

menjadi suatu yang berarti dalam kehidupan sehari-hari. Hal ini di sebabkan

kebudayaan berisi seperangkat pengetahuan yang pada giliranya dapat di

jadikan pedoman untuk menanggapi dan menjawab seluruh tantangan alam

baik lingkungan fisik maupun sosial. Dari sekian banyak pengetahuan yang

Page 15: SCHISTOSOMIASIS PADA MASYARAKAT DATARAN TINGGI LINDU DI …digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/Digital... · 2020. 11. 18. · Salah satu penyakit yang cukup lama dialami

dimiliki manusia, salah satunya adalah pengetahuan untuk menghindari

penyakit dan untuk menyembuhkan suatu jenis penyakit.

Kita mengakui, bahwa keanekaragaman persepsi sehat dan sakit

beserta perawatan kesehatan pada umumnya ditentukan oleh pengetahuan,

kepercayaan, nilai dan norma. Singkatnya semua adalah kebudayaan. Atas

dasar konteks ini, kita dapat mengatakan bahwa pada umumnya

kebudayaan yang menentukan apa yang menyebabkan orang menderita

sebagai akibat dari perilakunya dan mengapa perawatan medis mengikuti

cara tertentu dan bukan cara lainnya (Logant dalam Kalangi 1993 : 5).

Salah satu penyakit yang cukup lama dialami secara turun temurun

oleh suatu komunitas, dan sampai saat ini masih menjadi masalah

kesehatan masyarakat dan pemerintah setempat adalah schistosomiasis.

Schistosomiasis di Indonesia hanya ditemukan di Sulawesi Tengah yaitu di

Dataran Tinggi Lindu, Napu dan Bada. Hasil survei tinja oleh Dinas

Kesehatan Kabupaten Sigi, prevalensi schistosomiasis di Dataran Lindu

masih cukup tinggi yaitu 3,22% (2010), 2,67 % (2011) dan 1,13 % (2012).

Kasus schistosomiasis di atas 1 % sudah merupakan masalah kesehatan

masyarakat.

Schistosomiasis atau disebut juga demam keong, disebabkan oleh

parasit cacing. Parasit ini muncul dari siput (keong) untuk mencemari air

tawar dan kemudian menginfeksi manusia ataupun hewan mamalia (sapi,

kerbau, babi dsbnya) yang kulitnya bersentuhan dengan air. Schistosomiasis

selain menginfeksi manusia juga dapat ditularkan dari manusia ke hewan

Page 16: SCHISTOSOMIASIS PADA MASYARAKAT DATARAN TINGGI LINDU DI …digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/Digital... · 2020. 11. 18. · Salah satu penyakit yang cukup lama dialami

mamalia dan dari hewan mamalia melalui perantara keong Oncomelania

hupensis lindoensis (Jastal 2008:1).

Berbagai upaya penanggulangan telah dilakukan, namun sampai

saat ini schistosomiasis masih terus ada di Dataran Lindu. Pemberantasan

schistosomiasis telah dilakukan sejak tahun 1974 dengan berbagai metode

yaitu pengobatan penderita dengan Niridazole pemberantasan siput penular

(keong O. hupensis Lindoensis) dengan moluskisida. Pemberantasan yang

dilakukan dengan metode tersebut dapat menurunkan prevalensi

schistosomiasis dengan sangat signifikan seperti di desa Anca dari 74%

turun menjadi 25%. Kemudian kegiatan secara intensif dimulai pada tahun

1982, dengan kegiatan penanganan pada manusianya yaitu pengobatan

penduduk secara massal yang ditunjang dengan kegiatan penyuluhan,

pengadaan sarana kesehatan dan pemeriksaan tinja penduduk serta

pemeriksaan keong. Hasil pemeriksaan tersebut mampu menurunkan

prevalensi schistosomiasis (Rosmini, 2009:113).

Sejalan dengan upaya-upaya yang telah dilakukan dalam

penanggulangan schistosomiasis, namun sampai saat ini belum

memberikan hasil yang diharapkan. Tentu menimbulkan pertanyaan

mengapa kasus schistosomiasis masih tetap ada di Dataran Lindu, padahal

berbagai upaya telah dilakukan oleh pemerintah. Dapat dikatakan bahwa

kondisi sehat dan sakit schistosomiasis masyarakat di Dataran Lindu bukan

hanya dipengaruhi oleh faktor keong sebagai penular, namun aspek

lingkungan dan sosial budaya ikut berperan terjadinya penyakit ini.

Page 17: SCHISTOSOMIASIS PADA MASYARAKAT DATARAN TINGGI LINDU DI …digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/Digital... · 2020. 11. 18. · Salah satu penyakit yang cukup lama dialami

Foster A (2009:15) menjelaskan, bahwa upaya seseorang untuk

mendapatkan kesehatan merupakan suatu pranata khusus yang terus

dipelihara dan dikembangkan. ketika peradaban berkembang maka budaya

manusia tentang kesehatan juga berkembang. Sekarang saat teknologi tak

terkendalikan, budaya kesehatan manusia mengarah pada budaya rasional

tentang kesehatan. Pemahaman masyarakat tentang kesehatan

berpengaruh terhadap tindakan yang di lakukannya.

Penanganan schistosomiasis di Dataran Lindu telah mengalami

perubahan seiring dengan berkembangnya pengetahuan masyarakat

tentang kesehatan. Dulu sebelum informasi tentang schistosomiasis

diketahui oleh masyarakat Lindu, masyarakat memiliki kepercayaan bahwa

penyebab sakit berasal dari agent personalitik (sihir, gangguan mahluk halus

dan penyakit kutukan), hingga penanganan penyakit lebih berorientasi pada

pengobatan secara medis tradisional. Namun saat ini lambat laun hal itu

telah ditinggalkan, karena rata-rata masyarakat di Lindu telah mengetahui

penyebab schistosomiasis, yaitu dari keong yang biasa mereka sebut

dengan penyakit keong (susu), hingga tindakan pengobatan yang dilakukan

saat ini adalah pengobatan medis yang ditangani oleh petugas kesehatan.

Namun yang menjadi masalah adalah, mengapa kasus schistosomiasis

masih cukup tinggi padahal sebagian masyarakat di Lindu telah mengetahui

penyebab schistosomiasis.

Perlunya memahami akan konsep budaya masyarakat terkait

dengan kesehatan dan penyakit. Sehat tidak sekedar dilihat dari aspek

penampilan fisik, fisiologis, fungsi sosial, akan tetapi juga aspek yang dapat

Page 18: SCHISTOSOMIASIS PADA MASYARAKAT DATARAN TINGGI LINDU DI …digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/Digital... · 2020. 11. 18. · Salah satu penyakit yang cukup lama dialami

memberikan pengaruh pada kondisi kesehatan individu seperti

pengetahuan, sikap, persepsi dan perilaku masyarakat yang di kondisikan

oleh pola budaya sangat perlu untuk diketahui, dan bagaimana upaya-upaya

masyarakat dalam pencegahan penyakit (Boedihartono dalam Masinambow,

1997:195 ).

Penelitian ini mencoba mengkaji fenomena-fenomena yang terjadi

dikalangan masyarakat Lindu terkait dengan masalah schistosomiasis.

Fokus penelitian ini lebih pada aspek pengetahuan, perilaku dan persepsi

masyarakat terkait schistosomiasis, karena pengetahuan dan persepsi

merupakan dasar seseorang untuk mengambil keputusan dan menentukan

tindakan terhadap masalah kesehatan yang dihadapi.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang masalah di atas, maka rumusan

masalah sebagai berikut :

1. Bagaimana pengetahuan medis masyarakat Lindu berkenan dengan

etiologi penyakit, gejala, penularan dan pengobatan schistosomiasis?.

2. Bagaimana perilaku kesehatan masyarakat Lindu terkait

schistosomiasis?.

3. Bagaimana persepsi masyarakat Lindu tentang schistosomiasis?.

4. Bagaimana peran petugas kesehatan dan peran lembaga lokal dalam

mencegah dan menanggulangi schistosomiasis?.

1.3 Tujuan Penelitian

Page 19: SCHISTOSOMIASIS PADA MASYARAKAT DATARAN TINGGI LINDU DI …digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/Digital... · 2020. 11. 18. · Salah satu penyakit yang cukup lama dialami

1. Menganalisis pengetahuan medis masyarakat Lindu terkait dengan

schistosomiasis meliputi: pengetahuan tentang penyebab, gejala

penyakit, penularan dan pencarian pengobatan.

2. Menguraikan perilaku kesehatan masyarakat terkait dengan

schistosomiasis.

3. Menguraikan persepsi masyarakat Lindu terkait dengan schistosomiasis.

4. Menguraikan dan menganalisis peran petugas kesehatan dan lembaga

lokal dalam mencegah dan menanggulangi schistosomiasis.

1.4 Manfaat Penelitian

1. Manfaat Praktis

Hasil penelitian ini diharapkan bisa digunakan sebagai bahan

pertimbangan bagi institusi kesehatan yaitu Dinas Kesehatan dalam

rangka membuat kebijakan yang terkait dengan upaya preventif

terhadap faktor risiko kejadian schsistosomiasis.

2. Manfaat Akademik

Dapat memperkaya khasanah kajian ilmiah pengendalian penyakit

bersumber dari binatang yang berdampak pada manusia, khususnya

dalam bidang ilmu antropologi kesehatan dan epidemiologi yang terkait

dengan faktor risiko kejadian schsistosomiasis.

Page 20: SCHISTOSOMIASIS PADA MASYARAKAT DATARAN TINGGI LINDU DI …digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/Digital... · 2020. 11. 18. · Salah satu penyakit yang cukup lama dialami

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Schistosomiasis

Schistosomiasis merupakan penyakit kuno yang sudah sejak lama

sejak manusia muncul dipermukaan bumi, namun banyak dikalangan

masyarakat yang sama sekali tidak mengetahui penyakit ini. Jauh sebelum

ditemukan di Lore Lindu, penyakit ini diketahui pernah mewabah di Mesir

dan China pada masa lalu tahun 1500 sebelum Masehi (SM). Penelitian

yang dilakukan pionir paleopatologi Marc Armand Ruffer tahun 1910,

menemukan telur schistosoma haematobium pada ginjal dua mumi dari

Dinasti Firaun ke-20 Mesir (1250 SM-1000 SM), serta ditemukan pula telur

schistosoma japonicum di usus mumi yang berusia 100 tahun. Temuan ini

membuka mata dunia bahwa schistosomiasis telah ada di lembah sungai nil

sejak dulu (http:// ekspedisi. kompas. schistosoma. penyakit. kuno.di lore

lindu).

Adanya schistosomiasis pada mumi juga ditemukan di China dalam

penggalian situs prasejarah antara tahun 1971 dan 1974. George Davis

(2007) memaparkan asal-usul keong dari genus Oncomelania di Asia

berasal dari Sungai Mekong ketika famili Pomatiopsidae menyebar

kesejumlah penjuru dunia oleh aktivitas tumbukan Lempeng India dengan

Lempeng Benua Asia, dan menjelaskan subspesies keong di Sulawesi

memiliki jalur migrasi yang berasal dari aliran sungai di China, kemudian ke

Jepang, Filipina dan terakhir Sulawesi. Penyebaran keong Oncomelania

Page 21: SCHISTOSOMIASIS PADA MASYARAKAT DATARAN TINGGI LINDU DI …digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/Digital... · 2020. 11. 18. · Salah satu penyakit yang cukup lama dialami

hupensis juga dipicu oleh aktivitas tektonik di Jepang. Karena proses isolasi

yang panjang, akhirnya terbentuk subspesies tersendiri seperti ditemukan di

China, Jepang, Taiwan, Filipina dan Sulawesi. Semua subspesies di negara-

negara itu mirip karena berasal dari nenek moyang yang sama yaitu Sungai

Mekong dan Sungai Yangtze. Spesies ini berbeda dengan yang ada di Mesir

(http://ekspedisi.penyakit.kuno.di.Lore.Lindu).

Schistosomiasis di Indonesia pertama kali dilaporkan oleh Muller dan

Tesch pada tahun 1937, di mana ditemukan kasus pada laki-laki yang

berumur 35 tahun yang berasal dari desa Tomado Dataran Lindu yang

kemudian meninggal di Rumah Sakit di Palu Sulawesi Tengah. Pada tahun

yang sama saat itu desa Tomado dinyatakan sebagai daerah endemis

schistosomiasis oleh Brug dan Tesch, akan tetapi hospes perantara cacing

penyebab penyakit tersebut baru ditemukan pada tahun 1971 yaitu siput

Oncomelania di persawahan Paku desa Anca di Lindu. Davis dan Carney

menamakannya Oncomelania hupensis lindoensis pada tahun 1973 (

Hadidjaja P, 1985:74).

Schistosomiasis di Indonesia disebabkan oleh cacing schistosoma

japonicum yang hidup di hati, sehingga penyakit ini dapat menyebabkan

pembesaran limfa maupun hepar penderitanya. Parasit schistosomiasis

memiliki habitat pada pembuluh darah di sekitar usus. Parasit ini muncul

dari siput (keong) untuk mencemari air tawar, dan kemudian menginfeksi

manusia ataupun hewan mamalia yang kulitnya bersentuhan dengan air.

Schistosoma selain menginfeksi manusia juga dapat ditularkan dari manusia

ke hewan mamalia dan dari hewan mamalia melalui perantara keong

Page 22: SCHISTOSOMIASIS PADA MASYARAKAT DATARAN TINGGI LINDU DI …digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/Digital... · 2020. 11. 18. · Salah satu penyakit yang cukup lama dialami

oncomelania hupensis, lindoensi. Infeksi schistosomiasis dapat

menyebabkan anemia dan penyakit kronis yang merusak pertumbuhan dan

perkembangan kognitif, merusak organ dan meningkatkan resiko penyakit

lain. Bersama malaria, schistosomiasis merupakan salah satu penyakit

parasit paling merusak secara sosio-ekonomi di dunia. Menurut WHO

diperkirakan lebih dari 200 juta orang di seluruh dunia terinfeksi dengan

cacing yang penularannya melalui keong tersebut. Schistosomiasis endemis

di 74 negara berkembang terutama di daerah pedesaan dan diperkirakan

terdapat 650 juta orang tinggal di daerah endemis (Hadidjaja P, 1985:73).

2.1.1 Siklus Penularan dan Gejala Schistosomiasis

Mata rantai penularan schistosomiasis yang paling lemah adalah pada

keong penularnya, sehingga jika dilakukan eliminasi pada keong

penularnya, maka penularan akan terhenti. Telah diketahui bahwa keong

Oncomelania hupensis lindoensis bersifat Host amfibius maka apabila

habitatnya terendam air terus menerus, maka keong akan mati, demikian

pula bila habitatnya menjadi kering maka keong juga akan mati. Sebaiknya

habitat keong dikeringkan dan diubah menjadi lahan pertanian masyarakat

(Sudomo M & Pretty, 2007:36).

Ada tiga jenis schistosoma yaitu Schistosoma mansoni, S.

haematobium dan S. japonicum, merupakan spesies utama yang

menyebabkan penyakit pada manusia. Infeksi didapat melalui air yang

mengandung larva yang berenang bebas di sebut serkaria yang sebelumnya

berkembang di tubuh keong. Telur schistosoma dikeluarkan dari tubuh

Page 23: SCHISTOSOMIASIS PADA MASYARAKAT DATARAN TINGGI LINDU DI …digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/Digital... · 2020. 11. 18. · Salah satu penyakit yang cukup lama dialami

manusia dan hewan mamalia, umumnya melalui urin sedangkan spesies lain

melalui feces. Telur menetas di air dan melepaskan larva (mirasidium)

memasuki tubuh keong air tawar yang cocok sebagai inang. Setelah

beberapa minggu, serkaria muncul dari keong dan menembus kulit manusia,

biasanya ketika orang sedang bekerja, berenang atau melintasi air, serkaria

kemudian memasuki aliran darah di bawa ke pembuluh darah paru

berpindah ke hati, berkembang menjadi matang dan migrasi kepembuluh

darah vena dirongga perut (Hadidja P, 1985:78).

Gejala klinis yang timbul tergantung pada jumlah dan letak telur pada

tubuh manusia. Schistosoma mansoni dan S. japonicum gejala utamanya

adalah pada hati dan saluran pencernaan dengan gejala-gejala seperti

diare, sakit perut, pembesaran hati dan limpa (hepatosplenomegaly). Pada

S. haemotobium gejala klinis pada saluran kencing seperti sering kencing

dan kencing darah pada akhir kencing. Akibat patologis terpenting adalah

komplikasi yang timbul dari infeksi kronis berupa 466 pembentukan jaringan

fibrosis di hati, hipertensi portal dengan segala akibatnya dan mungkin saja

diikuti dengan timbulnya keganasan pada colon dan rectum; obstruksi

uropati, yang mendorong terjadinya infeksi oleh bakteri, kemandulan dan

juga kemungkinan timbul kanker kandung kemih pada saluran kencing

(www.tanyadokter.gejala.schisto.com/disaese.as?/id).

Gejala sistemik akut adalah demam, dapat terjadi pada infeksi primer

2 sampai 6 minggu setelah terpajan yaitu sebelum atau pada saat telur

diletakkan. Gejala umum akut jarang terjadi tetapi dapat saja timbul pada

infeksi s.haematobium. Diagnosis adalah dengan mengidentifikasi telur

Page 24: SCHISTOSOMIASIS PADA MASYARAKAT DATARAN TINGGI LINDU DI …digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/Digital... · 2020. 11. 18. · Salah satu penyakit yang cukup lama dialami

dalam tinja dan urin. Tes serologi mungkin sensitif dan spesifik tetapi tidak

memberikan informasi tentang beban cacing atau status klinis. Obat yang

sering digunakan untuk penderita schistosomiasis adalah praziguantel

(www. tanyadokter.gejala.schisto.com/disaese.as/id).

2.2 Konsep Pengetahuan, Persepsi dan Perilaku Kesehatan

Pengetahuan adalah merupakan hasil dari tahu, dan ini terjadi

setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu.

Penginderaan terjadi melalui panca indera manusia, yakni indera

penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba. Sebagian besar

pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga. Pengetahuan

atau kognitif merupakan domain yang sangat penting untuk terbentuknya

tindakan seseorang (over behavior) (Notoatmodjo, S 2011: 147).

Selanjutnya Marimbi (2009:34) menjelaskan, bahwa pengetahuan

dipengaruhi oleh pengalaman seseorang, faktor-faktor di luar orang tersebut

seperti lingkungan, baik lingkunga fisik maupun nonfisik dan sosial budaya

yang kemudian pengalaman tersebut diketahui, dipersepsikan, diyakini

sehingga menimbulkan motivasi, niat untuk bertindak dan akhirnya menjadi

perilaku.

Lebih lanjut Kalangie (1993:87), menjelaskan kesadaran seseorang

mengenai suatu gejala kesehatan tidak terpisah dari apa yang diketahuinya

atau ketahuannya mengenai gejala penyakit. Kesadaran mengenal gejala

penyakit berdasarkan pada pengetahuan yang dimilikinya. Dengan demikian

konsep utama adalah pengetahuan (kognisi). Dalam masyarakat tradisional

Page 25: SCHISTOSOMIASIS PADA MASYARAKAT DATARAN TINGGI LINDU DI …digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/Digital... · 2020. 11. 18. · Salah satu penyakit yang cukup lama dialami

sering menggunakan pengetahuan dan pola pikir budaya mengenai suatu

gejala kesehatan dan mengenai makna gejala itu. Perilaku atau bentuk-

bentuk tindakan seseorang merupakan eksistensi pengetahuan budaya atau

pola pikir, termasuk dalam pengetahuan budaya adalah kepercayaan, nilai,

dan norma sehubungan dengan gejala kesehatan. Konsekuensi logis

menyatakan bahwa perilaku terbentuk atau dipengaruhi oleh pengetahuan

budaya dalam proses enkulturasi dan sosialisasi. Namun demikian, banyak

perilaku menyimpang dari patokan-patokan budaya dan selalu terjadi baik

pada tingkat individu maupun pada tingkat kelompok masyarakat.

Perilaku menyimpang dapat merupakan indikator perbedaan

pengetahuan (kognisi) mengenai gejala kesehatan, maupun indikator

kenyataan bahwa perubahan budaya yang terkait dengan gejala penyakit

bisa dipengaruhi oleh masuknya pengetahuan (gagasan praktek baru),

misalnya melalui proses komunikasi inovasi pencegahan penyakit dan

perawatan medis. Perilaku menyimpang dapat pula berwujud pada

karakteristik kepribadian individu atau abnormalitas dari segi-segi patokan-

patokan budaya suatu masyarakat atau masyarakat pada umumnya

(Kalangi, 1993:88).

Lebih lanjut Weber dalam (Sarwono,S 1993:18), berpendapat bahwa

individu melakukan suatu tindakan berdasarkan pengalaman, persepsi,

pemahaman (pengetahuan), dan penafsirannya atas suatu stimulus atau

situasi tertentu (Sarwono,S 1993:18).

(Sarwono,S 1993:2) mendefinisikan persepsi adalah pengamatan

yang merupakan kombinasi dari penglihatan dan pendengaran, penciuman,

Page 26: SCHISTOSOMIASIS PADA MASYARAKAT DATARAN TINGGI LINDU DI …digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/Digital... · 2020. 11. 18. · Salah satu penyakit yang cukup lama dialami

serta pengalaman masa lalu. Suatu objek yang sama di presepsikan secara

berbeda oleh beberapa orang. Persepsi masyarakat mengenai terjadinya

penyaki berbeda antara daerah yang satu dengan daerah yang lain, karena

tergantung dari kebudayaan yang ada dan berkembang dalam masyarakat

tersebut.

Terdapat tiga komponen model keyakinan kesehatan antara lain: 1)

Persepsi individu tentang kerentanan dirinya terhadap suatu penyakit, 2)

persepsi individu terhadap keseriusan penyakit tertentu misalnya

dipengaruhi oleh variable demografi dan sosiopsikologis, perasaan, anjuran

untuk bertindak, 3) Persepsi individu tentang manfaat yang diperoleh dari

tindakan yang diambil misalnya, seseorang mungkin mengambil tindakan

preventif, dengan mengubah gaya hidup, meningkatkan kepatuhan terhadap

terapi medis atau mencari pengobatan medis (Rosentoch dan Becker dalam

Marimbi 2009:59).

Sebelum membicarakan tentang perilaku kesehatan, terlebih dahulu

akan dibuat batasan tentang perilaku itu sendiri. Perilaku dari pandangan

biologis adalah merupakan suatu kegiatan atau aktivitas organisme yang

bersangkutan, baik yang dapat diamati langsung maupun yang tidak dapat

diamati oleh pihak luar. Jadi perilaku manusia pada hakekatnya adalah

suatu aktivitas dari manusia itu sendiri. Oleh sebab itu, perilaku manusia itu

mempunyai bentangan yang sangat luas, mencakup berjalan, berbicara dan

sebagainya (Marimbi, 2009: 79).

Menurut Sarwono S, (2004:25) perilaku kesehatan merupakan

segala bentuk pengalaman dan interaksi individu dengan lingkungannya,

Page 27: SCHISTOSOMIASIS PADA MASYARAKAT DATARAN TINGGI LINDU DI …digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/Digital... · 2020. 11. 18. · Salah satu penyakit yang cukup lama dialami

khususnya yang menyangkut pengetahuan dan sikap tentang kesehatan

serta tindakan yang berhubungan dengan kesehatan. Lebih lanjut Skiner

dalam Notoatmodjo, S (2007:136) menjelaskan perilaku kesehatan sebagai

(healthy behavior) sebagai respon seseorang terhadap stimulus atau objek

yang berkaitan dengan sehat-sakit, penyakit, dan faktor-faktor yang

mempengaruhi kesehatan seperti lingkungan, makanan, minuman dan

pelayananan kesehatan. Dengan kata lain perilaku kesehatan adalah semua

aktivitas atau kegiatan seseorang yang berkaitan dengan pemeliharaan

kesehatan dan peningkatan kesehatan. Pemeliharaan kesehatan ini

mencakup mencegah atau melindungi diri dari penyakit dan masalah

kesehatan lain, meningkatkan kesehatan dan mencari penyembuhan

apabila sakit atau terkena masalah kesehatan.

Lebih lanjut menurut Kalangi, N (2004) perilaku manusia dalam

menghadapi masalah kesehatan merupakan suatu tingkah laku yang

selektif, terencana dan tanda dalam suatu sistem kesehatan yang

merupakan bagian dari budaya masyarakat yang bersangkutan. Perilaku

tersebut terpola dalam kehidupan nilai sosial budaya yang ditujukan bagi

masyarakat tersebut. Perilaku merupakan tindakan atau kegiatan yang

dilakukan seseorang dan sekelompok orang untuk kepentingan atau

pemenuhan tertentu berdasarkan pengetahuan, kepercayaan, nilai, dan

norma kelompok yang bersangkutan. Kebudayaan kesehatan masyarakat

membentuk, mengatur dan mempengaruhi tindakan atau kegiatan individu-

individu suatu kelompok sosial dalam memenuhi berbagai kebutuhan

kesehatan baik yang berupa upaya mencegah penyakit maupun

Page 28: SCHISTOSOMIASIS PADA MASYARAKAT DATARAN TINGGI LINDU DI …digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/Digital... · 2020. 11. 18. · Salah satu penyakit yang cukup lama dialami

menyembuhkan diri dari penyakit. Oleh karena itu dalam memahami suatu

masalah perilaku kesehatan harus dilihat dalam hubungannya dengan

kebudayaan, organisasi sosial, dan kepribadian individu-individunya

(file:///D:/download/hubungan-aspek-sosial-budaya-html)

Dalam penjabaran Blumm dalam Notoatmodjo,S (2003:146-147)

empat faktor yang mempengaruhi kesehatan masyarakat yaitu;

1. Lingkungan

Lingkungan memiliki pengaruh dan peranan terbesar, diikuti perilaku

fasilitas kesehatan dan keturunan. Lingkungan sangat bervariasi, umumnya

digolongkan menjadi tiga kategori, yaitu yang berhubungan dengan aspek

fisik dan sosial. Lingkungan yang berhubungan dengan aspek fisik

contohnya sampah, air, udara, tanah, ilkim, perumahan, dan sebagainya.

Sedangkan lingkungan sosial merupakan hasil interaksi antar manusia

seperti kebudayaan, pendidikan, ekonomi, dan sebagainya.

2. Perilaku

Perilaku merupakan faktor kedua yang mempengaruhi derajat

kesehatan masyarakat karena sehat atau tidak sehatnya lingkungan

kesehatan individu, keluarga dan masyarakat sangat tergantung pada

perilaku manusia itu sendiri. Di samping itu, juga dipengaruhi oleh

kebiasaan, adat istiadat, kebiasaan, kepercayaan, pendidikan sosial

ekonomi, dan perilaku-perilaku lain yang melekat pada manusia.

3. Pelayanan kesehatan

Page 29: SCHISTOSOMIASIS PADA MASYARAKAT DATARAN TINGGI LINDU DI …digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/Digital... · 2020. 11. 18. · Salah satu penyakit yang cukup lama dialami

Pelayanan kesehatan merupakan faktor ketiga yang mempengaruhi

derajat kesehatan masyarakat karena keberadaan fasilitas kesehatan

sangat menentukan dalam pelayanan pemulihan kesehatan, pencegahan

terhadap penyakit, pengobatan dan keperawatan serta kelompok dan

masyarakat yang memerlukan pelayanan kesehatan. Ketersediaan fasilitas

dipengaruhi oleh lokasi, apakah dapat dijangkau atau tidak. Yang kedua

adalah tenaga kesehatan pemberi pelayanan, informasi dan motivasi

masyarakat untuk mendatangi fasilitas dalam memperoleh pelayanan serta

program pelayanan kesehatan itu sendiri apakah sesuai dengan kebutuhan

masyarakat yang memerlukan.

4. Keturunan

Keturunan (genetik) merupakan faktor yang telah ada dalam diri

manusia yang dibawa sejak lahir, misalnya dari golongan penyakit keturunan

seperti diabetes melitus dan asma bronchial.

Mengacu pada teori di atas nampak lingkungan dan perilaku

merupakan hal yang sangat dominan kaitannya dengan terjadinya suatu

penyakit. Namun demikian, perilaku masyarakat tidak serta merta berdiri

sendiri tanpa adanya faktor lain yang mendukung pola perilaku individu

ataupun masyarakat. Menurut Skinner perilaku merupakan respon atau

reaksi seseorang terhadap stimulus atau rangsangan dari luar. Perilaku

terjadi melalui proses adanya stimulus terhadap organisme dan kemudian

organisme tersebut merespons, maka teori Skinner ini disebut teori “S-O-R”

atau Stimulus – Organisme – Respon (Marimbi 2009: 67).

Page 30: SCHISTOSOMIASIS PADA MASYARAKAT DATARAN TINGGI LINDU DI …digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/Digital... · 2020. 11. 18. · Salah satu penyakit yang cukup lama dialami

Teori WHO dalam Marimbi (2009:77-78), menganalisis bahwa yang

menyebabkan seseorang berperilaku tertentu adalah;

1) Pemikiran dan perasaan (thougts and feeling), yaitu dalam bentuk

pengetahuan, persepsi, sikap, kepercayaan dan penilaian seseorang

terhadap objek kesehatan; a) Pengetahuan diperoleh dari pengalaman

sendiri atau pengalaman orang lain, b) Kepercayaan sering atau

diperoleh dari orang tua, kakek, atau nenek. Seseorang menerima

kepercayaan berdasarkan keyakinan dan tanpa adanya pembuktian

terlebih dahulu, c) Sikap menggambarkan suka atau tidak suka

seseorang terhadap objek. Sikap sering diperoleh dari pengalaman

sendiri atau orang lain yang paling dekat. Sikap membuat seseorang

mendekati atau menjauhi orang lain atau objek lain. Sikap positif

terhadap tindakan-tindakan kesehatan tidak selalu terwujud di dalam

suatu tindakan tergantung pada situasi saat itu, sikap akan diikuti oleh

tindakan mengacu kepada pengalaman orang lain, sikap diikuti atau

tidak diikuti oleh suatu tindakan berdasar pada banyak atau sedikitnya

pengalaman seseorang.

2) Tokoh penting sebagai panutan apabila seseorang itu penting untuknya,

maka apa yang ia katakan atau perbuat cenderung untuk dicontoh.

3) Sumber-sumber daya (resources) mencakup fasilitas, uang, waktu,

tenaga dan sebagainya.

4) Perilaku normal, kebiasaan, nilai-nilai dan penggunaan sumber-sumber

di dalam suatu masyarakat akan menghasilkan suatu pola hidup (way of

life) yang pada umumnya disebut kebudayaan. Kebudayaan ini terbentuk

Page 31: SCHISTOSOMIASIS PADA MASYARAKAT DATARAN TINGGI LINDU DI …digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/Digital... · 2020. 11. 18. · Salah satu penyakit yang cukup lama dialami

dalam waktu yang lama dan selalu berubah, baik lambat ataupun cepat

sesuai dengan peradapan umat manusia.

Beberapa penelitian yang terkait dengan perilaku kesehatan

masyarakat. Seperti penelitian yang dilakukan oleh Kasnodiharjo (1990:15),

tentang aspek sosial budaya terkait dengan penanggulangan penyakit

schistosomiasis dan filariasis, dari segi kebiasaan masyarakat contoh,

penduduk di daerah endemis filariasis umumnya pekerjaan pokoknya bertani

di ladang atau menyadap karet di hutan. Pekerjaan ini biasanya mereka

lakukan hingga sore/senja hari, Malahan mereka tidak jarang tinggal/tidur di

tempat kerja seperti itu dalam waktu yang relatif lama. Selain itu penduduk di

daerah endemis sewaktu tidur biasanya tidak menggunakan/memasang

kelambu. Tentunya kebiasaan semacam ini akan mendukung terjadinya

penyakit filariasis, karena risiko mendapat infeksi filariasis sangat besar.

Penelitian schistosomiasis yang dilakukan oleh Kasnodihardjo

mengenai kebiasaan seorang individu dalam melindungi diri dan

keluarganya tentu dipengaruhi pula oleh pengetahuan mereka tentang

bahaya suatu penyakit. Hal ini tercermin dalam penelitian Kasnodihardjo

(1997:12) sebagian besar penduduk di daerah endemis schistosomiasis

seperti di Napu sudah mengetahui schistosomiasis adalah penyakit menular

dan berbahaya. Ini menunjukkan pengetahuan masyarakat tentang

schistosomiasis sudah cukup baik, meskipun hasil penelitian tahun 1985

masyarakat menganggap penyakit schistosomiasis adalah penyakit

keturunan.

Page 32: SCHISTOSOMIASIS PADA MASYARAKAT DATARAN TINGGI LINDU DI …digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/Digital... · 2020. 11. 18. · Salah satu penyakit yang cukup lama dialami

Memahami hasil penelitian Kasnodihardjo tersebut, tentang

pengetahuan masyarakat akan bahaya suatu penyakit akan secara

langsung memberikan respons terhadap perilaku mereka dalam

pencegahan penyakit, namun kenyataannya masyarakat kurang

menunjukkan perilaku kesehatan dalam upaya pencegahan penyakit,

walaupun dari seluruh responden penelitian menyatakan tahu bahwa

schistosomiasis adalah penyakit berbahaya. Menurut Kasnodihardjo

pengetahuan mereka tentang schistosomiasis sudah cukup baik, namun

perilaku melindungi diri untuk tidak tertular schistosomiasis tidak mereka

lakukan seperti dengan menggunakan alat sepatu boot pada saat

beraktivitas di areal kebun dan persawahan. Sampai saat ini belum

diketahui apa penyebab masyarakat khususnya para petani yang bekerja di

sawah dan di kebun jarang menggunakan alat pelindung diri saat bekerja.

Menurut Kasnodihardjo dan Sudomo (1990:38) bahwa, untuk

melalukan pemberantasan suatu penyakit sebaliknya bukan hanya proses

penyampaian pengetahuan suatu penyakit atau nilai-nilai baru tentang suatu

penyakit, melainkan bagaimana mendorong sikap dan perilaku masyarakat

untuk melindungi diri dan keluarganya dari bahaya penyakit. Begitu pula

halnya menurut Sudomo, dengan pendidikan yang baik dapat meningkatkan

pengetahuan masyarakat tentang kebersihan dan pola hidup sehat

masyarakat.

Begitu pula dari segi kepercayaan yang dipahami masyarakat

sebagai suatu penerimaan akan suatu ide atau keadaan sebagai suatu

kebenaran bagi seseorang atau masyarakat. Sampai saat ini masih banyak

Page 33: SCHISTOSOMIASIS PADA MASYARAKAT DATARAN TINGGI LINDU DI …digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/Digital... · 2020. 11. 18. · Salah satu penyakit yang cukup lama dialami

di antara penduduk di daerah endemis fiilariasis yang percaya bahwa

filariasis merupakan penyakit keturunan. Sehingga apa yang telah menimpa

atau terjadi diterima sebagai nasib. Bahkan mereka percaya bahwa orang

sering demam karena gangguan setan/roh halts, padahal sebenarnya

demam karena terinfeksi filaria. Oleh karena itu mereka kadang-kadang

tidak segera mencari pengobatan. Bahkan penderita yang sudah

membengkak kakinya (elephantiasis) tidak di bawa ke dokter (Puskesmas

atau Rumah Sakit), melainkan biasanya menaruh kepercayaan untuk

penyembuhannya pada orang yang mereka anggap pintar (orang tua atau

dukun). Mereka menganggap bahwa hanya orang semacam itu yang dapat

menyembuhkan atau mengusir penyakitnya (Kasnodihardjo 1997:16)

Sikap dalam Kasnodihardjo (1997:16) adalah suatu keadaan mental

atau kecenderungan seseorang untuk bereaksi terhadap keadaan atau

lingkungannya. Contoh yang bisa dikaitkan dengan penelitian ini adalah,

masih banyak anggota masyarakat di daerah endemis filariasis yang

mempunyai sikap tidak positip terhadap penanggulangan filariasis. Masih

banyak di antara penduduk yang menolak dilakukan pengobatan dan

pengambilan darah. Mereka umumnya mempunyai alasan bahwa dengan

diobati mereka malah menjadi sakit, padahal sebelum diobati mereka sehat.

Bagi mereka yang sakit sebagai efek samping obat biasanya mengalami

perut mual, sakit kepala dan demam beberapa hari. Penduduk yang

menolak diambil darahnya karena mempunyai anggapan bahwa

pengambilan darah mempunyai tujuan komersial. Darah yang sudah

terkumpul akan diperjual belikan. Sikap mereka menolak pengobatan dan

Page 34: SCHISTOSOMIASIS PADA MASYARAKAT DATARAN TINGGI LINDU DI …digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/Digital... · 2020. 11. 18. · Salah satu penyakit yang cukup lama dialami

pengambilan darah. Selain itu penduduk di daerah endemis filariasis

umumnya kurang tanggap terhadap lingkungannya. Hal ini tercermin pada

masih banyaknya daerah rawa-rawa di sekitar pemukiman tetap dibiarkan

terbuka, tanpa dimanfaatkan menjadi lahan produktif misalnya menjadi

lahan persawahan atau pemanfaatan lainnya. Menurut Sri Oemijati (1981)

daerah rawa yang tetap terbuka merupakan tempat yang cocok untuk

berkembang biaknya nyamuk dari jenis Mansonia. Nyamuk jenis ini

merupakan salah satu vektor penular penyakit filaria. Nampak dari hasil

penelitian ini menunjukkan sikap yang tidak positif bagi upaya

penanggulangan filariasis. Karena dengan masih adanya penduduk menolak

pengobatan akan menyebabkan penularan filariasis yang terus menerus

dalam masyarakat. Selain itu daerah rawa-rawa yang dibiarkan tetap

terbuka akan menunjang berkembangbiaknya nyamuk penular filariasis.

Begitu pula halnya dengan nilai menurut Alvin Bertrand (1980) dalam

Kasnodihardjo (1997:16) nilai adalah, perasaan-perasaan tentang apa yang

diinginkan ataupun tidak diinginkan, atau tentang apa yang boleh atau tidak

boleh. Nilai adalah perasaan-perasaan tentang apa yang baik ataupun tidak

baik. Bila suatu keadaan dipercaya atau dianggap menguntungkan atau

bermanfaat oleh seseorang, maka orang tersebut akan menaruh nilai yang

tinggi. Sebaliknya bila suatu keadaan dianggap merugikan atau tidak

bermanfaat, maka orang tersebut akan menaruh nilai yang rendah, sebagai

contoh, pengobatan bisa dianggap oleh masyarakat merugikan, karena

setelah minum obat malah menjadi sakit padahal sebelum diobati mereka

merasa sehat. Dengan sakit yang dialami akibat minum obat misalnya

Page 35: SCHISTOSOMIASIS PADA MASYARAKAT DATARAN TINGGI LINDU DI …digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/Digital... · 2020. 11. 18. · Salah satu penyakit yang cukup lama dialami

demam beberapa hari, mereka umumnya tidak dapat pergi ke ladang atau

menyadap karet di hutan. Tentunya hal ini mereka anggap merugikan,

karena mengganggu dalam melakukan pekerjaan. Sebaliknya bila

pengobatan tersebut akhirnya dirasakan bermanfaat bagi kesehatan baik

untuk diri seseorang atau masyarakat, maka orang tersebut akan

menerima/bersedia diobati.

Selanjutnya peneltian oleh Rosmini (2010:30) berkaitan dengan

penularan schistosomiasis di Dataran Tinggi Bada, menunjukkan penularan

schistosomiasis terjadi karena adanya kontribusi bersama-sama antara

faktor keong O.h. lindoensis, kontak manusia dan binatang mamalia yang

berperan sebagai reservoir dengan daerah fokus. Kejadian schistosomiasis

sangat berhubungan dengan perilaku buang air besar di jamban keluarga,

mandi/mencuci di sungai, menggunakan alat pelindung diri bila ke daerah

fokus dan menggunakan sumber air minum dari mata air. Begitu pula halnya

penelitian schistosomiasis di Dataran Tinggi Napu, menunjukkan adanya

hubungan antara perilaku pemanfaaatan air terhadap tingkat kejadian

schistosomiasis serta penggunaan sepatu boot dan pemanfaatan jamban.

Nampak dari penelitian di atas menunjukkan adanya hubungan

perilaku seseorang terhadap kesehatan, begitu pula halnya dengan

lingkungan. Bagaimana seseorang merespon lingkungan dengan kata lain,

bagaimana sesorang mengelola lingkungannya sehingga tidak mengganggu

kesehatannya sendiri, keluarga dan masyarakatnya misalnya, dengan

mengelola pembuangan tinja, pembuangan sampah, pembuangan limbah

dan sebagainya.

Page 36: SCHISTOSOMIASIS PADA MASYARAKAT DATARAN TINGGI LINDU DI …digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/Digital... · 2020. 11. 18. · Salah satu penyakit yang cukup lama dialami

Mengacu pada hasil-hasil penelitian yang pernah dilakukan oleh

Kasnodihardjo tersebut di atas, menjadi acuan dan dasar bagi peneliti untuk

mengungkapkan fenomena-fenomena penyakit dalam masyarakat Lindu

terkait dengan semakin tingginya prevalensi schistosomiasis di daerah

tersebut. Perilaku budaya sehat setiap masyarakat tentunya berbeda untuk

setiap daerah, bagaimana pola tindakan seseorang dalam mencari

pengobatan, pencegahan atau kaitanya dengan sistem kepercayaan

terhadap suatu penyakit. Kemudian harus juga disadari bahwa individu dari

kelompok masyarakat berbeda dapat menganggap dirinya sehat sekalipun

sebenarnya tidak sehat, atau dapat menganggap dirinya sakit sekalipun

sebenarnya menurut pemeriksaan kedokteran sama sekali tidak sakit.

Selanjutnya teori Snehandu B. Kar dalam Marimbi (2009:82)

menganalisis perilaku kesehatan dengan bertitik tolak bahwa perilaku itu

merupakan fungsi dari

1). Niat seseorang untuk bertindak sehubungan dengan kesehatan atau

perawatan atau perawatan kesehatannya (behavior intention).

2). Dukungan sosial dari masyarakat sekitarnya (social support).

3). Ada atau tidak adanya informasi tentang kesehatan atau fasilitas

kesehatan (accessibility of information).

4). Otonomi pribadi yang bersangkutan dalam hal ini mengambil tindakan

atau keputusan (personal autonomy).

5). Situasi yang memungkinkan untuk bertindak atau tidak bertindak (action

situation).

Page 37: SCHISTOSOMIASIS PADA MASYARAKAT DATARAN TINGGI LINDU DI …digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/Digital... · 2020. 11. 18. · Salah satu penyakit yang cukup lama dialami

Teori Kar di atas dapat di contohkan pada kasus seorang ibu yang

tidak mau ikut KB, mungkin karena ia tidak minat atau niat terhadap KB

(behavior) intention), atau barangkali juga karena tidak ada dukungan dari

masyarakat sekitarnya (socila support). Mungkin juga karena kurang atau

tidak memperoleh informasi yang kuat tentang KB (accessibility of

information), atau mungkin ia tidak mempunyai kebebasan untuk

menentukan misalnya harus tunduk kepada suaminya, mertuanya atau

orang lain yang ia segani (personal autonomy. Faktor lain yang mungkin

menyebabkan ibu ini tidak ikut KB adalah karena situasi dan kondisi yang

tidak memungkinkan, misalnya alasan kesehatan yang akan

mengganggunya (action situation).

Selanjutnya menurut Mechanic dalam Sarwono S (2004:35 ) perilaku

sakit erat hubungan dengan konsep diri, penghayatan situasi yang dihadapi,

pengaruh petugas kesehatan, serta pengaruh birokrasi (karyawan yang

mendapat jaminan perawatan kesehatan yang baik akan cenderung lebih

cepat merasa sakit daripada mereka yang justru akan kehilangan nafkah

hariannya jika tidak masuk kerja karena sakit). Ada dua faktor utama yang

menentukan perilaku sakit yaitu, persepsi atau definisi individu tentang suatu

situasi/ penyakit, serta kemampuan individu untuk melawan serangan

penyakit tersebut. Dengan demikian dapatlah dimengerti mengapa ada

orang yang dapat mengatasi gangguannya lebih ringan malah memperoleh

berbagai masalah, bukan saja fisik, melainkan masalah psikis dan sosial.

Dari hal tersebut di atas dapat dibuat kategorisasi faktor pencetus

perilaku sakit yaitu, faktor persepsi yang dipengaruhi oleh orientasi medis

Page 38: SCHISTOSOMIASIS PADA MASYARAKAT DATARAN TINGGI LINDU DI …digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/Digital... · 2020. 11. 18. · Salah satu penyakit yang cukup lama dialami

atau sosio-budaya, faktor intensitas gejala (menghilang atau terus menetap),

faktor motivasi individu untuk mengatasi gejala yang ada, serta faktor

psikologis yang mempengaruhi respon sakit (Sarwono S, 2004:36).

Dari uraian di atas tampak bahwa perilaku kesehatan merupakan

suatu pola reaksi sosio-budaya yang dipelajari. Seperti Linton 1940 dalam

(Keesing 2009:68) mendefinisikan budaya adalah, keseluruhan dari

pengetahuan, sikap dan pola perilaku yang merupakan kebiasaan yang

dimiliki atau diwariskan oleh anggota suatu masyarakat tertentu. Lebih lanjut

Kluckhon dan Kelly dalam (Keesing 2009:68) mendefinisikan budaya adalah

semua rancangan hidup yang tercipta secara historis, baik yang eksplisit

maupun implisit, rasional, irasional dan nonrasional, yang ada pada suatu

waktu sebagai pedoman yang potensial untuk perilaku manusia.

Jika kita memahami teori-teori di atas dapat dikatakan bahwa perilaku

kesehatan individu maupun masyarakat merupakan bagian dari budaya.

Bagaimana individu memahami suatu penyakit berdasarkan pengetahuan,

persepsi mereka, sehingga sampai pada taraf penyelesaian yang ditujukan

dengan perilaku pencegahan dan perawatan penyakit, tentunya tindakan

individu berdasarkan pada pola-pola budaya yang dipahami tentang

penyakit tersebut. Pada saat individu dihadapkan pada gejala suatu

penyakit gejala tersebut akan dikenal, dinilai, ditimbang untuk diputuskan

apakah akan bereaksi atau tidak, tergantung dari penghayatan individu

terhadap situasi penyakit tersebut.

2.3 Pengaruh Lingkungan terhadap Kesehatan

Page 39: SCHISTOSOMIASIS PADA MASYARAKAT DATARAN TINGGI LINDU DI …digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/Digital... · 2020. 11. 18. · Salah satu penyakit yang cukup lama dialami

Antropologi kesehatan yang dari definisinya dapat disebutkan

berorientasi ke ekologi, menaruh perhatian pada hubungan timbal-balik

antara manusia dan lingkungan alamnya, tingkahlakunya, penyakit-

penyakitnya, dan cara-cara di mana tingkahlaku dan penyakit-penyakitnya

mempengaruhi evolusi kebudayaannya melalui proses umpanbalik (foster, A

2009:14).

Pandangan ekologi berguna mempelajari masalah-masalah

kesehatan. Studi ekologi dimulai dengan lingkungan, Sejauh yang

menyangkut manusia, lingkungan bersifat alamiah dan sosial budaya.

Semua mahluk hidup menyesuaikan diri dengan kondisi geografis dan iklim

yang terdapat di tempat tinggal mereka, dan manusia harus belajar untuk

mengeksploitasi sumber-sumber yang tersedia untuk memenuhi kebutuhan

mereka. Semua kelompok harus menyesuaikan diri pada lingkungan yang

mereka ciptakan sendiri.

Pendekatan ekologis merupakan dasar bagi studi tentang masalah-

masalah epidemiologi, cara-cara di mana tingkahlaku individu dan kelompok

menentukan derajat kesehatan dan timbulnya penyakit yang berbeda-beda

dalam populasi yang berbeda-beda. Sebagai contoh pada penyakit malaria

ditemukan pada daerah berikilim tropis dan subtropis, sedangkan pada

daerah beriklim dingin tidak ditemukan penyakit ini, juga pada daerah diatas

1700 meter di atas permukaan laut malaria tidak bisa berkembang. Contoh

lain, semakin maju suatu bangsa, penyakit yang dideritapun berbeda

Page 40: SCHISTOSOMIASIS PADA MASYARAKAT DATARAN TINGGI LINDU DI …digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/Digital... · 2020. 11. 18. · Salah satu penyakit yang cukup lama dialami

dengan bangsa yang baru berkembang. Penyakit-penyakit infeksi seperti

malaria, demam berdarah, TBC, dll pada umumnya terdapat pada negara-

negara berkembang, sedangkan penyakit-penyakit non-infeksi seperti

stress, depresi, kanker, hipertensi umumnya terdapat pada negara-negara

maju. Hal ini disebabkan oleh pertumbuhan ekonomi yang berbeda pada

kedua kelompok tersebut (Djekky R.D 2002:5).

Kejadian schistosomiasis pada masyarakat Dataran Lindu,

merupakan salah satu penyakit yang diakibatkan oleh faktor lingkungan baik

lingkungan fisik dan sosial. Lingkungan sosial sebagai tempat

individu/masyarakat menjalankan kegiatan-kegiatan atau peranan-peranan

dalam bentuk pelaksanaan hak-hak serta kewajiban sesuai dengan

kedudukan serta norma-norma dan aturan-aturan. Sedangkan lingkungan

fisik sebagai ruang alam tempat berbagai sumber mutlak diperlukan bagi

manusia dan mahluk-mahluk lainnya. Kesatuan masyarakat dengan

lingkungan alamnya mewujudkan berbagai interaksi (antara masyarakat dan

lingkungan alamnya) untuk pemenuhan kebutuhan demi kelangsungan

hidupnya termasuk mekanisme-mekanisme pemecahan masalah akibat

perubahan-perubahan lingkungan dan perubahan kependudukan (Kalangi

1993:26).

Lingkungan fisik mempengaruhi kesehatan pada manusia, misalnya

pengaruh iklim, pencemaran udara, air, penurunan kualitas udara oleh gas

dan debu yang tercemar sehingga masyarakat menghadapi risiko terkena

gangguan kesehatan. Sedangkan gangguan kesehatan yang datang dari

lingkungan sosial. Manusia sering hidup dalam lingkungan sosial yang

Page 41: SCHISTOSOMIASIS PADA MASYARAKAT DATARAN TINGGI LINDU DI …digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/Digital... · 2020. 11. 18. · Salah satu penyakit yang cukup lama dialami

membuat mereka marah, frustasi atau cemas dan perasaan-perasaan

demikian mengakibatkan berbagai gangguan kesehatan. Tindakan

memperjuangkan kesehatan lingkungan tersebut ada yang berbentuk

perilaku kolektif dan ada yang berbentuk gerakan sosial seperti

membersihkan lingkungan desa dan perumahan (www. wordpress.

com/pegertian-lingkungan-sosial-budaya).

Blum dalam Hasyim Hamzah ( 2008:73) secara jelas menyatakan

bahwa determinan status kesehatan masyarakat merupakan hasil interaksi

domain lingkungan, perilaku dan genetika serta bukan hasil pelayanan

medis semata-mata. Kualitas lingkungan merupakan determinan penting

terhadap kesehatan masyarakat, penurunan kualitas lingkungan memiliki

peran terhadap terjadinya penyakit diare, ISPA, malaria, schistosomiasis

dan penyakit vektor lainnya

Kesehatan lingkungan pada hakikatnya adalah suatu kondisi atau

keadaan lingkungan yang optimum sehingga berpengaruh positif terhadap

terwujudnya status kesehatan yang optimal pula. Ruang lingkup kesehatan

lingkungan tersebut antara lain mencakup: Perumahan, pembuangan

kotoran manusia (tinja), penyediaan air bersih, pembuangan sampah,

pembuangan air kotor (limbah), pembuangan kotoran hewan dan rumah

hewan ternak (kandang), dan sebagainya. Adapun yang dimaksud dengan

kesehatan lingkungan adalah suatu usaha untuk memperbaiki atau

mengoptimumkan lingkungan hidup manusia agar merupakan media yang

baik untuk terwujudnya kesehatan yang optimum bagi manusia yang hidup

di dalamnya (Notoatmodjo,S , 2011:169).

Page 42: SCHISTOSOMIASIS PADA MASYARAKAT DATARAN TINGGI LINDU DI …digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/Digital... · 2020. 11. 18. · Salah satu penyakit yang cukup lama dialami

Saat ini pengaruh dan beban terhadap lingkungan hidup sedemikian

besar sehingga mulai terasa gangguan-gangguan terhadap sistem bumi

kita. Perubahan sosial dan budaya yang terjadi seiring tekanan besar yang

dilakukan manusia terhadap sistem alam sekitar, menghadirkan berbagai

macam risiko kesehatan dan kesejahteraan bagi seluruh umat manusia.

2.4 Sistem Medis Berkenan Dengan Etnomedisin

Jika kita berbicara tentang kesehatan dan penyakit yang terjadi pada

manusia, maka kita tak lepas dari konteks kultural masyarakat salah satunya

adalah etnomedisin. Etnomedisin adalah cabang antropologi medis yang

membahas tentang asal mula penyakit, sebab-sebab dan cara pengobatan

menurut kelompok masyarakat tertentu. Aspek etnomedisin merupakan

aspek yang muncul seiring perkembangan kebudayaan manusia. Di bidang

antropologi medis etnomedisin memunculkan termonologi yang beragam.

Cabang ini sering disebut pengobatan tradisionil, pengobatan primitif, tetapi

etnomedisin terasa lebih netral (Foster 2009:62).

Sebelum menjelaskan tentang sistem medis terkait dengan

etnomedisin pada masyarakat, terlebih dulu kita harus mengetahui

etnomedisin merupakan bagian dari ilmu antropologi kesehatan. Antropolgi

kesehatan merupakan istilah yang digunakan ahli-ahli antropologi untuk

mendeskripsikan penelitian yang tujuannya adalah definisi komprehensif

dan interpretasi tentang hubungan timbal- balik bio-budaya, antara tingkah

laku manusia di masa lalu dan masa kini dengan derajat kesehatan dan

penyakit, tanpa mengutamakan perhatian pada penggunaan praktis dari

Page 43: SCHISTOSOMIASIS PADA MASYARAKAT DATARAN TINGGI LINDU DI …digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/Digital... · 2020. 11. 18. · Salah satu penyakit yang cukup lama dialami

pengetahuan tersebut, melalui pemahaman yang lebih besar tentang

hubungan antara gejala bio-sosial-budaya dengan kesehatan, serta melalui

perubahan tingkah-laku sehat ke arah yang diyakini akan meningkatkan

kesehatan yang lebih baik (Foster 2009:11).

Seperti Febrega dalam Foster Anderson (2009:11) merumuskan

bahwa; a) antropologi kesehatan menjelaskan berbagai faktor mekanisme

dan proses yang memainkan peranan di dalam atau mempengaruhi cara-

cara di mana individu-individu dan kelompok-kelompok terkena oleh atau

berespon terhadap sakit dan penyakit, b) mempelajari masalah-masalah

kesehatan dengan penekanan terhadap pola-pola tingkah laku.

Selanjutnya Hughes dalam Foster Anderson (2009:6) mengatakan

antropologi kesehatan mengkaji masalah-masalah kesehatan dan penyakit

dari dua kutub yang berbeda yaitu, kutub biologi dan kutub sosial budaya.

Salah satu kutub sosial budaya adalah, etnomedisin dan tingkah laku

manusia. Etnomedisin artinya yakin, kepercayaan dan praktek-praktek yang

berkenan dengan penyakit, yang merupakan hasil dari perkembangan

kebudayaan asli dan yang eksplisit tidak berasal dari kerangka konseptual

kedokteran modern, merupakan urutan langsung dari awal perhatian ahli-

ahli antropologi mengenai sistem medis non-Barat, dengan mengumpulkan

data mengenai kepercayaan dalam pengobatan penduduk yang mereka

teliti. Etnomedisin awalnya mempelajari tentang pengobatan pada

masyarakat primitif atau yang masih dianggap tradisional, meski dalam

perkembangan lebih lanjut stereotipe ini harus dihindari karena pengobatan

tradisional tidak selamanya terbelakang atau salah.

Page 44: SCHISTOSOMIASIS PADA MASYARAKAT DATARAN TINGGI LINDU DI …digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/Digital... · 2020. 11. 18. · Salah satu penyakit yang cukup lama dialami

Menurut kerangka etnomedisin penyakit dapat disebabkan oleh dua

faktor. Pertama penyakit yang disebabkan oleh agen seperti dewa, lembut,

makhluk halus, manusia, dan sebagainya. Pandangan ini disebut

pandangan personalistik. Penyakit juga dapat disebabkan karena

terganggunya keseimbangan tubuh karena unsur-unsur tetap dalam tubuh

seperti panas dingin dan sebagainya. Kajian tentang ini disebut kajian

naturalistik nonsupranatural. Di dalam realitas kedua prinsip tersebut saling

tumpang tindih, tetapi sangat berguna dalam konsep-konsep etnomedisin

(Foster 2009:63-64).

Sistem-sistem medis personalistik adalah, suatu sistem di mana

penyakit (illness) disebabkan oleh intervensi dari suatu agen yang aktif, yang

berupa mahluk supranatural (mahluk gaib, atau dewa), mahluk yang bukan

manusia (hantu, roh leluhur atau roh jahat) maupun mahluk manusia (tukang

sihir) orang sakit adalah korbannya. Sistem-sistem medis naturalistik adalah,

penyakit (illness) dijelaskan dengan istilah-istilah sistemik yang bukan

pribadi. Sistem naturalistik mengakui adanya suatu model keseimbangan,

sehat terjadi karena unsur-unsur yang tetap di dalam tubuh seperti panas,

dingin, cairan tubuh dan yang berada dalam keadaan yang seimbang

menurut usia dan kondisi individu dalam lingkungan alamiah dan lingkungan

sosial (http://chemmank.blogsstool.com/etnomedisin).

Konsep naturalsitik dalam patologi humoral teori Yunani, bahwa

berdasarkan atas konsep humor (cairan) dalam tubuh manusia terdapat

empat unsur (tanah, air, udara, Api), dikenal Sejak Abad Ke 6 SM dan teori

keseimbangan ini sudah dikenal dan berkembang dimasa Yunani, hal ini

Page 45: SCHISTOSOMIASIS PADA MASYARAKAT DATARAN TINGGI LINDU DI …digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/Digital... · 2020. 11. 18. · Salah satu penyakit yang cukup lama dialami

dibuktikan oleh deskripsi hipocrates tentang penyakit: tubuh manusia

mengandung darah, empedu kuning, dan empedu hitam. Unsur-unsur inilah

yang membentuk tubuh manusia dan menyebabkan tubuh merasakan sakit

atau sehat, penyakit akan timbul pada waktu tertentu pada setiap tahun,

penyakit akan menonjol pada musim yang cocok dengan sifat-sifatnya.

Penyakit yang disebabkan oleh kelebihan makanan diobati dengan puasa,

penyakit kekurangan makanan disembuhkan dengan memberi makanan.

Penyakit akibat kerja keras diobati dengan istirahat. Dokter harus

menanggulangi penyakit dengan prinsip oposisi terhadap penyebab

penyakit, sesuai dengan bentuknya, pengaruh musimnya, pengaruh usianya

dan menghadapi ketegangan dengan kesantaiannya. Keseimbangan

berbeda-beda terlihat pada wajah yaitu wajah kemerah-merahan dianggap

sehat, gembira, optimis. Flegmatis, tenang dapat mengendalikan diri.

Begitupun sebaliknya wajah yang tidak kemerah-merahan bersifat lamban,

apatis, masam, cepat marah, bertemperamen buruk, murung atau

melankolis, depresi, sedih ( http//chenmak.blogsstool.com.etnomedisin).

Selanjutnya Dunn dalam Foster (2009:41) mendefinisikan sistem

medis adalah, pola-pola dari pranata-pranata sosial tradisi-tradisi budaya

yang menyangkut perilaku yang sengaja untuk meningkatkan kesehatan,

meskipun hasil dari tingkahlaku khusus tersebut belum tentu kesehatan

yang baik.

Sistem medis dari semua kelompok dapat dipecah paling sedikit dua

kategori (Foster 2009:46)

Page 46: SCHISTOSOMIASIS PADA MASYARAKAT DATARAN TINGGI LINDU DI …digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/Digital... · 2020. 11. 18. · Salah satu penyakit yang cukup lama dialami

1. Suatu sistem teori penyakit meliputi kepercayaan-kepercayaan mengenai

cirri-ciri sehat, sebab-sebab sakit, serta pengobatan dan teknik-teknik

penyembuhan lain yang dilakukan oleh para dokter. Sistem-sistem teori

penyakit merupakan ide konseptual, suatu konstruk intelektual. Sistem ini

berkenan dengan klasifikasi, penjelasan, serta sebab akibat. Dalam arti

bahwa teknik-teknik penyembuhan merupakan fungsi dari suatu susunan

ide konseptual yang khusus tentang sebab-sebab penyakit.

2. Sistem perawatan kesehatan adalah suatu pranata sosial yang

melibatkan interaksi antara sejumlah orang yaitu antara pasien dan

penyembuh. Fungsi yang terwujud dalam sistem perawatan kesehatan

adalah untuk memobilisasi sumber-sumber daya si pasien, keluarganya

dan masyarakatnya dalam mengatasi masalah.

Perbedaan antara sistem teori penyakit dan sistem perawatan

kesehatan sangat bermanfaat untuk melihat kekuatan-kekuatan dan

kelemahan-kelemahan dari keseluruhan sistem medis. Leighton dalam

foster Anderson (2009:47) telah menunjukkan bagaimana sintesis dari

sistem-sistem yang kontras dapat meningkatkan kesehatan dikalangan

penduduk Navaho, jika seorang Indian diberitahu harus minum tablet setiap

hari, barangkali ia akan mengunyah beberapa tablet sekaligus kemudian ia

melupakannya. Namun bila diberitahu bahwa obatnya yang berwarna hijau

berasal dari daun tanaman foxglove, dan tubuhnya sangat cocok dan

senantiasa memerlukannya, seperti halnya pikirannya memerlukan lagu

yang indah, dan bahwa ia harus memakannya setiap pagi dan dipastikan

bahwa cara intruksi yang demikian lebih besar kemungkinan untuk dituruti.

Page 47: SCHISTOSOMIASIS PADA MASYARAKAT DATARAN TINGGI LINDU DI …digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/Digital... · 2020. 11. 18. · Salah satu penyakit yang cukup lama dialami

Ini menunjukkan sistem perawatan kesehatan dan sistem teori penyakit

sangat bermanfaat sebagai sarana pendidikan dan penelitian.

Seperti halnya penyembuhan dikalangan masyarakat Amerika–

Spanyol kebanyakan tidak mengandalkan obat-obatan rumah dengan kata

lain Tuhan adalah penyembuh utama. Bagi penduduk Amerika-Spanyol

sering minta pertolongan orang orang suci, Bunda Maria atau kristus,

menyalakan lilin dan melakukan sembahyang pada altar altar mereka,

seringkali diucapkan janji atau sumpah pada kristus atau Bunda Maria: bila

permintaan mereka terkabul permohonan harus memenuhi janji janjinya.

Namun kristus dan maria semata mata hanya perantara bagi manusia yang

menjadi klien mereka, karena pada akhirnya tuhannya juga yang

menentukan hasilnya (Foster Anderson 2009:92).

Berdasarkan teori dan contoh kasus di atas dapat menjadi bahan

acuan ataupun dasar peneliti untuk menganalisis kejadian schistosomiasis

pada masyarakat di Dataran Lindu. Dalam penelitian ini peneliti akan

menggunakan sistem teori penyakit dari Foster Anderson yaitu dengan

melihat aspek-aspek sosial budaya terkait dengan schistosomiasis, dengan

menitikberatkan perhatian pada pengetahuan medis, persepsi dan peran

petugas kesehatan terkait dengan schistosomiasis.

2.5 Kerangka Pikir

Untuk mengkonstruksi lebih operasional studi ini maka yang menjadi

alur pikir peneliti sebagai berikut :

Page 48: SCHISTOSOMIASIS PADA MASYARAKAT DATARAN TINGGI LINDU DI …digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/Digital... · 2020. 11. 18. · Salah satu penyakit yang cukup lama dialami

1. Umumnya masyarakat Lindu memiliki kebiasaan beraktifitas di areal

persawahan, perkebunan yang memungkinkan penularan

schistosomiasis bisa terjadi pada saat mereka beraktifitas. Keong

sebagai penular schistosomiasis hidup di air. Sebagian areal

persawahan dan perkebunan penduduk merupakan areal habitat keong.

Di mana pengetahuan merupakan domain yang sangat penting dalam

membentuk tindakan seseorang. Pengetahuan terkait dengan masalah

kesehatan dapat dikelompokkan menjadi, 1) pengetahuan tentang

penyebab sakit, gejala sakit 2) pengetahuan tentang cara pemeliharaan

kesehatan terkait dengan pencegahan penyakit dan pencarian

pengobatan, 3) Pengetahuan tentang proses penularan penyakit.

2. Perilaku/kebiasaan masyarakat Lindu yang ada hubungannya dengan

penularan schistosomiasis diantaranya perilaku pencegahan

schistosomiasis, perilaku pencarian pengobatan.

3. Persepsi masyarakat Lindu terhadap schistosomiasis tentunya

dipengaruhi oleh lingkungan sosial dan budaya masyarakat. Persepsi

ditentukan berdasarkan pengetahuan maupun pengalaman-pengalaman

yang mereka lihat dan alami. Misalnya persepsi tentang schistosomiasis

Dari segi bahaya atau tidaknya schistosomiasis, persepsi tentang sehat

dan sakit, utamanya berhubungan penyebab sakit, pencegahan sakit

pengobatan dan cara penyembuhan yang di yakini.

4. Keberadaan fasilitas kesehatan dan peran petugas kesehatan sangat

menentukan dalam pelayanan pemulihan kesehatan, pencegahan

penyakit, pengobatan dan perawatan penyakit. Peran petugas kesehatan

Page 49: SCHISTOSOMIASIS PADA MASYARAKAT DATARAN TINGGI LINDU DI …digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/Digital... · 2020. 11. 18. · Salah satu penyakit yang cukup lama dialami

adalah suatu bentuk bantuan kepada masyarakat dalam hal pelaksanaan

upaya kesehatan preventif, promotif, kuratif dan rehabilitatif dalam bentuk

bantuan tenaga, dana, sarana, prasarana serta bantuan moralitas

sehingga tercapai tingkat kesehatan yang optimal. Selain itu pula,

masyarakat dapat berperilaku baik dalam hal pencegahan

schistosomiasis jika ada tokoh penting sebagai panutan seperti tokoh-

tokoh masyarakat, yang kemudian apa yang dikatakan oleh tokoh-tokoh

masyarakat tersebut dapat diikuti dan cenderung didengar oleh

masyarakat. Peran lembaga-lembaga lokal sangat memberikan pengaruh

dalam penanggulangan schistosomiasis di Dataran Lindu.

Berdasarkan alur pikir peneliti di atas, kerangka pikir dalam penelitian ini

dapat dilihat pada skema di bawah ini :

Page 50: SCHISTOSOMIASIS PADA MASYARAKAT DATARAN TINGGI LINDU DI …digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/Digital... · 2020. 11. 18. · Salah satu penyakit yang cukup lama dialami

Bagan Kerangka Pikir :

Kejadian Schistosomiasis

Masyarakat Lindu

1. Pengetahuan masyarakat terkait schistosomiasis meliputi : penyebab penyakit, gejala, pencegahan, penularan dan pengobatan.

2. Perilaku kesehatan masyarakat terkait schistosomiasis: meliputi perilaku pencegahan, tindakan pemeliharaan kesehatan, pengobatan)

3. Persepsi masyarakat terhadap schistosomiasis

Peran Petugas Kesehatan dan

Lembaga Lokal Dalam Penanggulangan Schistosomiasis

Page 51: SCHISTOSOMIASIS PADA MASYARAKAT DATARAN TINGGI LINDU DI …digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/Digital... · 2020. 11. 18. · Salah satu penyakit yang cukup lama dialami

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Dataran Tinggi Lindu Kabupaten Sigi

Provinsi Sulawesi Tengah, selama bulan Januari sampai Maret 2013 dan

penyusunan laporan penelitian dimulai dari bulan April sampai selesai.

Lokasi penelitian dipilih berdasarkan data kasus schistosomiasis. Lindu

merupakan suatu kawasan yang terdiri dari ekosistem asli, ekosistem unik

yang keseluruhan unsur alamnnya dilindungi dan dilestarikan bagi

kepentingan penelitian dan pendidikan. Cagar biosfer di Lindu memiliki

banyak potensi dan keunikan yang bisa menjadi tempat demonstrasi

keterkaitan manusia dengan lingkungan alamnya. Potensi lain yang ada di

Lindu adalah adat-istiadat, potensi sejarah dan kearifan masyarakat lokal

yang mendukung kelestarian kawasan Lindu.

3.2 Jenis Penelitian

Sesuai dengan permasalahan dan tujuan yang hendak dicapai dalam

penelitian ini yakni deskripsi tentang pengetahuan, persepsi dan peran

petugas kesehatan serta lembaga lokal dalam upaya penanggulangan

schistosomiasis, maka penelitian ini dirancang dengan menggunakan

metode kualitatif. Metode kualitatif adalah prosedur penelitian yang

menghasilkan data deskriptif berupa data tertulis ataupun lisan dari orang-

orang yang diamati. Metode pengumpulan data melalui pengamatan,

wawancara mendalam dan penelaahan dokumen. Melalui metode kualitatif

Page 52: SCHISTOSOMIASIS PADA MASYARAKAT DATARAN TINGGI LINDU DI …digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/Digital... · 2020. 11. 18. · Salah satu penyakit yang cukup lama dialami

memungkinkan peneliti untuk menata, mengkritisi, dan mengklarifikasikan

data yang menarik. Dengan demikian, penelitian kualitatif ini membimbing

peneliti untuk memperoleh penemuan-penemuan yang tidak terduga

sebelumnya dan membangun kerangka teoritis yang baru. Pemaparan data

dilakukan secara deskriptif dan sistematis mengenai fakta-fakta yang

ditemukan selama penelitian ini berlangsung.

3.3 Populasi dan Sampel Penelitian.

Populasi penelitian adalah seluruh masyarakat di Kecamatan Lindu..

Teknik pengambilan secara Purpossive Sampling yaitu sengaja memilih

beberapa orang informan warga Kecamatan Lindu yang dianggap memiliki

pengalaman dan pemahaman yang baik terhadap lingkungan sosial budaya

masyarakat serta mengetahui penyebaran schistosomiasis. Sampel

informan penelitian ini terdiri dari: Penderita schistosomiasis 6 orang,

petugas laboratorium 2 orang, tokoh adat 2 orang, tokoh agama 1 orang,

kader kesehatan 2 orang, kepala puskesmas 1 orang. Total seluruh

informan 14 orang.

3.4 Tehnik Pengumpulan Data

Untuk mendapatkan data dan informasi sebanyak mungkin

mengenai pengetahuan, persepsi dan peran petugas kesehatan dan

lembaga lokal terkait schistosomiasis, maka peneliti menggunakan metode

pengumpulan data sebagai berikut :

a) Studi Pustaka (Library Research)

Metode ini dimaksudkan untuk memperoleh data teoritis sehingga

dapat mempermudah pemecahan masalah dalam penelitian lapangan.

Page 53: SCHISTOSOMIASIS PADA MASYARAKAT DATARAN TINGGI LINDU DI …digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/Digital... · 2020. 11. 18. · Salah satu penyakit yang cukup lama dialami

Data dan informasi ini, diperoleh dari bahan-bahan ilmiah berupa buku-

buku, dokumen-dokumen, serta karya ilmiah yang berhubungan dengan

objek penelitian.

b) Pengamatan (Observasi)

Pengamatan dilakukan dengan cara melihat secara langsung di

lapangan mengenai fenomena-fenomena seperti kebiasaan masyarakat

yang terkontaminasi dengan air, atau areal persawahan sawah dan

sungai yang sangat beresiko terinfeksi schistosomiasis. Kegiatan

masyarakat yang memiliki resiko sangat besar terhadap penularan

schistosomiasis adalah pekerjaan bertani, memancing.

c) Wawancara (In-Dept Interview)

Kegiatan wawancara yang dilakukan terhadap para informan

melalui tahapan-tahapan sebagai berikut :

Wawancara persahabatan / wawancara pendahuluan

Kegiatan ini dilakukan untuk mendapatkan informasi ringan mengenai

informan, juga yang terutama adalah menumbuhkan keakraban antara

peneliti dengan informan.

Wawancara secara bebas dan mendalam

Untuk menggali dan mengumpulkan informasi yang berhubungan

dengan pokok permasalahan, yaitu sejauh mana pengetahuan, perilaku

dan persepsi masyarakat di sekitar kawasan terkait schistosomiasis serta

faktor-faktor yang berkaitan dengan masalah yang diteliti.

3.5 Teknik Analisis Data

Page 54: SCHISTOSOMIASIS PADA MASYARAKAT DATARAN TINGGI LINDU DI …digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/Digital... · 2020. 11. 18. · Salah satu penyakit yang cukup lama dialami

Data yang berhasil dikumpulkan baik primer maupun sekunder

selama penelitian ini berlangsung, dianalisis dengan menggunakan teknik

kualitatif deskriptif. Pada tahap analisis ini dilakukan tiga (3) tahapan teknik

analisis data yaitu:

a) Editing data yaitu kegiatan mengoreksi data yang telah terkumpul, pada

tahap ini dilakukan kegiatan pembetulan kekeliruan, melengkapi data

yang belum lengkap dari hasil wawancara.

b) Penafsiran makna data yaitu selama wawancara berlangsung, setiap

jawaban informan digali sumbernya sesuai pendapat informan sehingga

mempermudah dalam proses perumusan kesimpulan hasil penelitian.

c) Perumusan kesimpulan hasil penelitian, sebagai jawaban masalah yang

diteliti dan saran-saran sesuai permasalahan yang dialami masyarakat.

Page 55: SCHISTOSOMIASIS PADA MASYARAKAT DATARAN TINGGI LINDU DI …digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/Digital... · 2020. 11. 18. · Salah satu penyakit yang cukup lama dialami

BAB IV

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

4.1. Kondisi Geografis

Dataran Tinggi Lindu secara administrasi terletak di wilayah

Kabupaten Sigi Provinsi Sulawesi Tengah, kurang lebih 97 Km arah selatan

Kota Palu, dengan jarak 80 Km dari kota Palu ke desa transit desa

Sadaunta, dan 17 Km dari Sadaunta menuju Lindu. Desa yang pertama

dijumpai saat sampai di Dataran Lindu adalah desa Puroo, kemudian Desa

Langko, Tomado dan Anca. Dataran Lindu terletak di tengah-tengah Palu

Sulawesi tepatnya pada bagian utara Kecamatan Kulawi yang berada pada

koordinat 120o 03’ BT dan 01o 20’ LS. Ketinggian wilayah Kecamatan Lindu

berkisar 600-1.600 m dpal, dengan luas wilayah 131.000 ha. Berdasarkan

SK menteri Pertanian No. 46/Kpts/Um/1978. Curah hujan 2000-3000 mm

dan suhu udara antara 17-30,5 oC sedangkan kelembaban 51-100%

(Sumber: kantor camat Lindu tahun 2012).

Dataran Lindu merupakan daerah dengan topografi yang relatif

bervariasi, dari dataran sampai perbukitan. Sebagian besar wilayah Lindu

merupakan kawasan hutan taman nacional, lahan pertanian dan perairan

berupa danau yang dikenal dengan Danau Lindu dengan ketinggian 960 m

(dpal), dengan sisi sebelah Barat dan Barat Daya merupakan daerah yang

berlereng terjal sedangkan sisi sebelah Timur dan Utara merupakan daerah

yang tidak begitu terjal. Danau Lindu dikelilingi oleh delapan pegunungan

yakni Nokilalaki, Adale, Kona’a, Tumaru, Gimba, Jala, Rindi, dan

Page 56: SCHISTOSOMIASIS PADA MASYARAKAT DATARAN TINGGI LINDU DI …digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/Digital... · 2020. 11. 18. · Salah satu penyakit yang cukup lama dialami

Toningkolue. Danau Lindu tersebut sangat cocok dengan perikanan air

tawar kelistrikan dan pengembangan olahraga air serta pariwisata. Di

Dataran Lindu dilaksanakan festival Danau Lindu yang dilakukan setiap

akhir tahun.

Penggunaan lahan di wilayah Dataran Lindu berupa: sawah, tanah

ladang, perkebunan coklat, cengkeh dan kopi, sedangkan selebihnya

merupakan semak belukar dan hutan. Topografi daerah Kecamatan Lindu

yaitu merupakan suatu daerah perbukitan bergelombang yang topografinya

terdiri dari :

1. Bagian Barat merupakan dataran pantai yang landai dan berbukit (tanah

berombak)

2. Bagian Tengah landai dan berbukit

3. Bagiian Utara pegunungan dan berbukit

4. Bagian Timur landai dan berbukit

Batas Wilayah Dataran Kecamatan Lindu meliputi daerah-daerah

sekitarnya seperti yang terlihat pada 4 (empat) bagian di bawah ini :

1. Bagian Utara berbatasan dengan Kecamatan Palolo

2. Bagian Selatan berbatasan dengan Kecamatan Kulawi

3. Bagian Timur berbatasan dengan Kecamatan Lore Utara

4. Bagian Barat berbatasan dengan Kecamatan Biromaru

Sebelum tahun 2002 perjalanan ke Dataran Lindu masih

menggunakan sarana transportasi tradisional yakni kuda patteke dengan

waktu tempuh berkisar 3-4 jam.Tetapi perubahan secara radikal telah terjadi

dewasa ini dan begitu cepat terjadi sejak september 2002 di mana sarana

Page 57: SCHISTOSOMIASIS PADA MASYARAKAT DATARAN TINGGI LINDU DI …digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/Digital... · 2020. 11. 18. · Salah satu penyakit yang cukup lama dialami

transportasi modern berupa ojek telah merambah kawasan ini dan sekaligus

mengisi keheningan hutan Lindu dengan suara kebisingan motor yang

setiap saat melintas di tengah hutan. Awalnya pelebaran jalanan di

dilakukan secara bergotongroyong, namun belakangan ini pelebaran dan

pemeliharaan dilakukan secara berkelompok dan dikerjakan dengan sisem

upahan.

Danau Lindu yang berada di tengah rimba menyimpan sejumlah

pesona, keteduhan dan keheningan yang didambakan bagi orang-orang

yang merindukan suasana alami. Perjalanan dari desa Sedaunta menuju

Dataran Tinggi Lindu menggunakan waktu satu jam, harus melewati jalan

setapak, berliku, turun naik menembus hutan di antara tebing dan ngarai

yang curam dengan menggunakan sarana transportasi berupa motor ojek

dengan biaya Rp. 50.000/orang, tidak terasa melelahkan, tidak menakutkan

dan tidak membosankan karena disuguhi oleh pemandangan yang

menawan.

Jalan menuju Dataran Lindu cukup menantang, jika musim hujan

jalanan tersebut sangat licin. Masyarakat Lindu masih menggunakan ojek

sebagai alat angkut umum, begitu pula dengan hasil panen dan hasil

penangkapan ikan, semua masih menggunakan roda dua. meskipun jalan

telah diperlebar, jika kita berpapasan dengan roda dua lainnya maka salah

satunya harus berhenti dulu. Ketinggian dalam perjalanan menuju danau

berkisar 200 m sampai 2.610 m di atas permukaan laut. Dari Sadaunta

menuju lindu jurang berada pada sisi kanan kita sampai di Puncak, dari

Puncak sampai ke desa Puroo jurang berada disisi kiri. Kendaraan yang

Page 58: SCHISTOSOMIASIS PADA MASYARAKAT DATARAN TINGGI LINDU DI …digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/Digital... · 2020. 11. 18. · Salah satu penyakit yang cukup lama dialami

kebetulan lebih dekat jurang diprioritaskan untuk lewat lebih dulu, sementara

kendaraan di sisi tebing harus berhenti merapatkan kendaraannya pada

tebing agar kendaraan yang berlawanan arah bisa lewat.

4.1.1 Kawasan Fokus keong

Pengendalian yang dilakukan sejak tahun 1974 oleh Departemen

Kesehatan belum dapat mengeliminasi fokus penularan schistosomiasis

secara tuntas. Faktor geografis Dataran Tinggi Lindu diyakini merupakan

salah satu sebab pengendalian penyakit ini belum bisa tuntas. Dengan

lingkungan yang bervariasi banyak menyebabkan perkembangan jumlah

dan luas habitat keong (Jastal 2008:3).

Penyebaran habitat keong di Dataran Lindu berada pada daerah

aliran air yang lambat, berkerikil, banyak serasah yang berasal dari daun

maupun ranting, serta berlumpur merupakan tipe karakteristik yang selalu

muncul sebagai habitat keong O. h. lindoensis yang dominan. Distribusi

fokus keong terletak di dalam hutan dan dekat dengan persawahan

penduduk. Resiko terjadinya penularan schistosomiasis berhubungan

dengan pemanfaatan lahan yang juga merupakan habitat keong

O.h.lindoensis. Hal ini juga membuktikan bahwa jika lahan diolah secara

terus menerus dapat menghilangkan habitat keong O.h.lindoensis ( Jastal,

2008:17).

Kawasan fokus keong tersebar di empat desa yang ada di Dataran

Lindu. Terbanyak fokus berada di sekitar areal persawahan dan perkebunan

penduduk. Jumlah fokus keong sebanyak 188 fokus. Total fokus aktif 129

Page 59: SCHISTOSOMIASIS PADA MASYARAKAT DATARAN TINGGI LINDU DI …digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/Digital... · 2020. 11. 18. · Salah satu penyakit yang cukup lama dialami

dan 68 fokus tidak aktif. Fokus yang cukup rawan terdapat di desa Anca

yaitu di Paku (areal pertanian penduduk Anca) dan pinggiran danau yang

biasa disebut muara. Fokus ini sebagai sumber penularan schistosomiasis,

karena terletak di pinggir jalan setapak yang sering dilalui oleh warga

masyarakat Lindu maupun warga masyarakat dari Desa Dongi-dongi di

wilayah Kecamatan Palolo untuk melakukan aktifitas memancing dan

mencari rotan, bahkan di sekitar fokus tersebut banyak dibangun pondok

tempat menginap bagi orang dari desa Dongi-dongi. Fokus keong yang ada

di desa Anca tersebar dari mulai tepi danau semak-semak, lahan

persawahan dan kebun coklat, kopi sampai hutan di kawasan hutan Taman

Nasional Lore Lindu. Persawahan di desa Anca ada yang diolah dan tidak

diolah. Sumber air irigasinya berasal dari air yang berasal dari dalam hutan.

(sumber: petugas Lab schistosomiasis).

Di wilayah desa lainnya yaitu Puroo fokus aktif berada di Owo.

Tempat ini sebagai areal persawahan dan perkebunan warga Puroo. Di

daerah ini potensi terjadinya penularan schistosomiasis sangat besar,

dikarenakan aliran sungai kecil yang merupakan habitat keong O. h.

lindoensis di desa Owo, masuk ke areal persawahan penduduk yang masih

aktif digarap. Letak fokus yang berada di sekitar areal persawahan atau

kebun dapat menyebabkan tingginya resiko tertular schistosomiasis. Tiap-

tiap desa yang ada di Dataran Lindu semua ada fokus keong termasuk desa

Langko dan Tomado. Di Tomado fokus keong berada dekat pemukiman

peduduk, ada beberapa warga di Tomado yang masih menggunakan air

yang bersumber dari fokus (sumber: petugas Lab schistosomiasis).

Page 60: SCHISTOSOMIASIS PADA MASYARAKAT DATARAN TINGGI LINDU DI …digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/Digital... · 2020. 11. 18. · Salah satu penyakit yang cukup lama dialami

Selain itu, curah hujan yang tinggi bisa menyebabkan volume air dari

mata air menjadi lebih banyak. Hal ini menyebabkan debit air yang keluar

juga semakin besar. Apabila aliran air yang sebelumnya hanya melalui parit

kecil tidak mencukupi lagi, maka air akan melimpah/membentuk jalur aliran

baru. Pada mata air yang merupakan habitat keong O. h. lindoensis, hal ini

akan menyebabkan terbentuknya pola penyebaran fokus yang berbeda

yang pada akhirnya akan membentuk fokus baru. Hingga masyarakat yang

sering beraktifitas di areal fokus keong sama sekali tidak mengetahui jika

fokus keong bisa berubah malah lebih dekat dengan persawahan dan

perkebunan mereka.

Faktor penebangan hutan di taman nasional juga turut

mempengaruhi penyebaran fokus di wilayah tersebut. Penebangan hutan

secara liar akan menyebabkan terbukanya lahan yang tidak terkendali yang

dapat mengakibatkan tanah longsor ataupun banjir. Apabila di daerah yang

dibuka tersebut terdapat fokus keong yang alami yang sebelumnya

penyebarannya hanya terkonsentrasi di tempat tersebut, besar

kemungkinan keong akan menyebar bersamaan dengan longsornya tanah

ataupun hanyut bersama banjir yang ditimbulkannya. Bagi keong yang

berhasil mempertahankan hidupnya, maka keong-keong tersebut

membentuk atau berkembangbiak di tempat yang baru (Jastal, 2008:48).

Untuk mengantisipasi agar warga tidak tertular schistosomiasis

berbagai cara dilakukan pemerintah yaitu, memberikan tanda-tanda areal

fokus keong, agar masyarakat mengetahui dan mematuhi arahan dari

Page 61: SCHISTOSOMIASIS PADA MASYARAKAT DATARAN TINGGI LINDU DI …digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/Digital... · 2020. 11. 18. · Salah satu penyakit yang cukup lama dialami

petugas kesehatan dan tokoh-tokoh masyarakat. Seperti terlihat pada

gambar di bawah ini:

Gambar 1. Papan Fokus aktif schistosomiasis

Selain papan fokus aktif shistosomiasis, juga terdapat papan

peringatan lainnya yaitu papan areal penyebaran schistosomiasis yang

terdapat di 4 (empat) desa Kecamatan Lindu yaitu Desa Puro’o, Desa

Langko, Desa Tomado dan Desa Anca, berikut adalah salah satu papan

kawasan penyebaran schistosomiasis yang berada di Desa Langko :

Page 62: SCHISTOSOMIASIS PADA MASYARAKAT DATARAN TINGGI LINDU DI …digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/Digital... · 2020. 11. 18. · Salah satu penyakit yang cukup lama dialami

Gambar 2. Salah Satu Papan Tanda daerah Kawasan Schistosomiasis

4.2 Kondisi Demografis

Desa-desa yang berada di wilayah Kecamatan Lindu ini letaknya

bersebelahan dan membentang dari Utara ke Selatan sepanjang bibir

Danau Lindu. Dengan kepadatan penduduk mencapai 4.960 jiwa. Beberapa

desa di Dataran Lindu saling berjauhan seperti dari desa Puroo menuju

Langko berjarak 4 sampai 5 km. Dari Tomado menuju Anca jarak berkisar 3

sampai 4 km. Di sekitar pemukiman warga terdapat areal persawahan, arael

tanaman jangka pendek seperti jagung, sayur-sayuran, tomat, dan umbi-

umbian. Posisi lahan pertanian tersebut sebagian berhadapan dengan jalan

utama desa Lindu. Sebagian penduduk di Lindu tersebar dibeberapa tempat

seperti desa Tomado, sebagian penduduknya berada di seberang danau

terdiri dari dusun Kanawu, Salutui dan Palili. Untuk ke dusun tersebut harus

menggunakan alat transportasi berupa perahu/kapal dengan biaya 25

ribu/orang, jika mengangkut barang upahnya berkisar 100 s/d 120 ribu .

Selanjutnya nama-nama desa, jumlah penduduk dan luas wilayah

yang ada pada wilayah Dataran Lindu seperti terlihat pada tabel di bawah

ini:

Tabel. 1 Nama-nama Desa, Jumlah Penduduk dan Luas Wilayah

Di Kecamatan Lindu

No Nama Desa Jumlah Penduduk

(Jiwa)

Luas Wilayah (Ha)

Ket

1 2 3 4

Puro’o Langko Tomado

Anca

721 771

1.443 566

443.23 1.735.37 4.671.71 2.176.44

- - - -

Page 63: SCHISTOSOMIASIS PADA MASYARAKAT DATARAN TINGGI LINDU DI …digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/Digital... · 2020. 11. 18. · Salah satu penyakit yang cukup lama dialami

5 6 7

Kangkuro Lembo

Olu

390 432 367

441.10 1.371.23 1.135.40

- - -

Jumlah 4.960 12.193,48

Sumber : Kantor Camat Lindu Tahun 2012

Dengan melihat tabel di atas bahwa jumlah penduduk sebanyak 4.

960 jiwa, merupakan jumlah penduduk terbanyak adalah desa Tomado

dengan Luas Wilayah 4.671.71 Ha. Kecamatan Lindu dibagi menjadi 4 desa

yaitu, Desa Puroo, Langko, Tomado, dan Anca atau yang populer disingkat

PLTA. Ada beberapa bagian dari desa Anca terdiri dari Paku, Kalinco,

Bamba & Muara, Pongku, Langkasa. Desa Puroo terdiri dari Wongkodono,

Owo dan untuk desa Tomado terdiri dari Malo, Lombu, Powongi, Salutui,

Kanawu dan Luwo. Beberapa desa ini dihuni oleh pendatang dari berbagai

macam-macam daerah seperti etnis Toraja, Kulawi dan Bugis. Jumlah

penduduk menurut jenis kelamin pada masyarakat Kecamatan Lindu, seperti

terlihat pada tabel 2 di bawah ini :

Tabel. 2 Jumlah Penduduk Menurut Jenis Kelamin

Kecamatan Lindu

No Jenis Kelamin Jumlah Presentase %

1 Laki-laki 2.495 53,19

2 Perempuan 2.195 46,81

Jumlah 4.690 100%

Sumber : Kantor Camat Lindu Tahun 2012

Berdasarkan tabel di atas menggambarkan bahwa penduduk yang

berjenis kelamin laki-laki berjumlah 2.495 atau 53,19 %. Sedangkan

penduduk yang berjenis kelamin perempuan berjumlah 2.195 atau 46,81%.

Dengan melihat perbandingan penduduk di atas dapat disimpulkan bahwa

Page 64: SCHISTOSOMIASIS PADA MASYARAKAT DATARAN TINGGI LINDU DI …digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/Digital... · 2020. 11. 18. · Salah satu penyakit yang cukup lama dialami

yang berjenis kelamin pria lebih banyak bila dibandingkan dengan penduduk

yang berjenis kelamin perempuan. Adapun jenis pekerjaan menurut jumlah

masyarakat Kecamatan Lindu, seperti pada tabel di bawah ini :

Tabel. 3 Jenis Pekerjaan Menurut Mata Pencaharian

Di Kecamatan Lindu

No Jenis Pekerjaan Jumlah/Banyaknya

Presentase %

1 PNS 56 1,19

2 Honorer 256 5,46

3 TNI/Polri 78 1,66

4 Pedagang 233 4,97

5 Nelayan 459 9,79

6 Petani 1.987 42,37

7 Dan Lain-lain 1.621 34,56

Jumlah : 4.690 100%

Sumber : Kantor Camat Lindu Tahun 2012 Selanjutnya klasifikasi kondisi fisik bangunan rumah masyarakat

Lindu umumnya permanen dan beberapa rumah warga berbentuk rumah

panggung khususnya di Langko dan Anca. Rata-rata penduduk sudah

memiliki sarana MCK (mandi cuci kakus) di rumah masing-masing, kecuali di

desa Puroo dan Langko sebagian warganya belum memiliki jamban

kelaurga, mereka rata-rata melakukan aktifitas MCK di aliran-aliran air dan

sungai. Sampai saat ini di kecamatan Lindu belum ada alat penerang listrik,

rata-rata masyarakat masih menggunakan alat penerang dari mesin genset.

4.3 Sejarah Singkat Kawasan Lindu.

Dahulu kala lembah Lindu belum disebut Lindu, karena orang-orang

yang mendiami Lembah Lindu masing-masing menamai pemukiman mereka

sendiri-sendiri. Seperti Langko sekarang nama pemukiman mereka yang

Page 65: SCHISTOSOMIASIS PADA MASYARAKAT DATARAN TINGGI LINDU DI …digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/Digital... · 2020. 11. 18. · Salah satu penyakit yang cukup lama dialami

terdahulu adalah Damanca tempat ini letaknya di bukit. Demikian pula Anca

di Bulukora, Paku di Gonci, Palili di Lembah, Ruo di Tineke, Olu di Puntana

dan Bulu Palio Wongkodono di Bulukora. Lembah Lindu pada saat itu masih

penuh dengan air dan rawa-rawa. Itulah sebabnya dahulu mereka memilih

tempat tinggal di Gunung atau di Bukit.

Setelah air yang menggenangi lembah Lindu itu surut maka penduduk

yang bermukim di gunung atau di bukit itu turun ke dataran, sebab rawa-

rawa yang ada di sekitar lembah Lindu itu sudah surut atau kering dan

akhirnya terbentuklah satu danau di tengah-tengah lembah Lindu yang

mereka sebut saat itu adalah sungai rawa kemudian berubah menjadi Rano

Lindu (Danau Lindu). Dengan demikian maka mereka merencanakan

pemukiman baru di sekitar tepi danau Lindu. Pemukiman yang mereka buat

ada 7 (tujuh) pemukiman, yang disebelah Barat ada 3 (tiga) pemukiman dan

disebelah Timur ada 4 (empat) pemukiman. Pemukiman yang ada disebelah

Barat adalah: Langko, Anca dan Paku. Pemukiman yang ada disebelah

Timur adalah; Wongkodono, Olu, Luo dan Palili.

Setelah Belanda masuk ke Dataran Kulawi dan sekitarnya termasuk

lembah Lindu maka pemerintahan mereka itu dirubah oleh Belanda menjadi

kerajaan yang berpusat di Kulawi. Di lembah Lindu diangkat seorang kepala

kampung yang bernama Hakere dari Langko untuk menjadi kepala

pemerintahan di sekitar lembah Lindu saat itu. Dengan demikian dari ke

Tujuh pemukiman yang ada di sekitar tepi Danau Lindu sudah digabung

menjadi 3 (tiga) Desa yaitu:

1. Desa Langko (digabung dengan Wongkodono)

Page 66: SCHISTOSOMIASIS PADA MASYARAKAT DATARAN TINGGI LINDU DI …digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/Digital... · 2020. 11. 18. · Salah satu penyakit yang cukup lama dialami

2. Desa Tomado (digabung dengan Olu, Luo, Palili)

3. Desa Anca (digabung dengan Paku)

Pada tahun 1960 pemerintah memindahkan sebagian penduduk

Winatu dan Honca ke Dataran Lindu yaitu, disebelah Selatan dari desa

Langko yang sekarang ini disebut desa Puroo, sehingga yang bertambalah

desa di Dataran Lindu menjadi 4 (empat) yakni desa Puroo, desa Langko,

desa Tomado, desa Anca yang disingkat dengan PLTA.

Setelah pemukiman baru tersebut sudah terbentuk maka mereka

berunding untuk membentuk satu pemerintahan yang dapat mengatur

mereka dalam segala hal apa pun. Dengan demikian maka mereka

bermufakat membentuk satu pemerintahan yang terdiri dari : 1) Jogugu

adalah, seorang pemimpin yang bertugas mengambil keputusan dalam

perkara adat dan pemerintah. Struktur dari pemerintah Jogugu itu sendiri

adalah garis keturunan yang turun-temurun. 2) Kapita adalah, seorang

pemimpin yang bertugas menjalankan pemerintah sehari-hari. Dalam hal ini

seorang Kapita juga harus mempunyai keturunan raja agar bisa meneruskan

tongkat kepemimpinan. 3) Galara adalah, seorang pemimpin yang bertugas

menyusun norma-norma adat. Adapun kepemimpinan seorang Galara

adalah bebas ditunjukkan siapa saja yang mempunyai kemampuan dalam

bidang perkara adat. 4) Pabisara adalah, seorang pemimpin yang bertugas

menyampaikan informasi yang berkaitan dengan kegiatan pemerintahan.

Kepemimpinan seorang Pabisara tidak ditentukan dengan melihat derajat

atau keturunan.

Page 67: SCHISTOSOMIASIS PADA MASYARAKAT DATARAN TINGGI LINDU DI …digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/Digital... · 2020. 11. 18. · Salah satu penyakit yang cukup lama dialami

Dengan terbentuknya pemerintahan tersebut, maka mereka tinggal

di lembah Lindu dengan aman sebab jikalau ada suku-suku lain yang datang

mengganggu maka mereka bersatu untuk memeranginya. Sistem

pemerintahan ini sudah berlaku jauh sebelum Republik Indonesia merdeka.

Hal ini membuktikan bahwa masyarakat Dataran Lindu sudah matang dan

terbiasa dengan pola hidup yang mematuhi hukum adat dan memiliki

struktur pemerintahan yang teratur.

4.4 Kondisi Sosial Ekonomi

Tersedianya sarana dan prasarana ekonomi otomatis akan

mendukung aktifitas masyarakat yang bersangkutan. Salah satu variabel

dalam melihat suatu kemakmuran masyarakat dapat dilihat dari sarana dan

prasarana ekonomi yang mendukung aktifitas perekonomian masyarakat.

Sarana dan prasarana ekonomi yang di maksud tentu erat kaitannya dengan

jenis mata pencaharian masyarakat itu sendiri yang mendiami daerah

tertentu.

Namun di sisi lain aktifitas ekonomi dapat mempengaruhi kesehatan

masyarakat, seperti yang terjadi saat ini di Lindu. Untuk memenuhi

kebutuhan ekonomi sehari-hari masyarakat petani di Lindu dihadapkan pada

suatu kondisi lingkungan yang memungkinkan mereka terserang

schistosomiasis. Petani yang aktif bekerja di sawah dan di kebun memiliki

resiko lebih rentan untuk tertular schistosomiasis, karena habitat keong yang

menjadi sumber penularan dapat ditemukan di lahan olahan pertanian

warga dan sebagian habitat keong menjadi jalan utama warga saat akan

Page 68: SCHISTOSOMIASIS PADA MASYARAKAT DATARAN TINGGI LINDU DI …digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/Digital... · 2020. 11. 18. · Salah satu penyakit yang cukup lama dialami

melintas ke areal persawahan atau perkebunan. Potensi tertular

schistosomiasis sangat besar, karena petani selalu melakukan kontak

dengan air saat mereka bekerja utamanya di sawah. Petani di Lindu tidak

menggunakan irigasi moderen untuk mengairi sawahnya, rata-rata air yang

masuk di persawahan penduduk pada umumnya berasal dari sumber mata

air fokus keong dari hutan dan pegunungan, khususnya di dusun Paku

(Anca) dan Owo (Puroo). Penggunaan air dalam rangka kegiatan pertanian

merupakan sebab utama seseorang tertular schistosomiasis.

Masyarakat Lindu sebagian besar memiliki mata pencaharian bertani,

seperti pertanian, perkebunan dan bercocok tanam. Mengenai kepemilikan

sawah, jumlah petani pemilik tanah 1.987 petani, petani penggarap 200

orang sedangkan untuk jumlah nelayan 459 orang. Untuk menjual hasil

pertanian perkebunan dan bercocok tanam masyarakat setempat, terlebih

dahulu menuju desa Sadaunta yang berada di jalan provinsi yang

menghubungkan antara Kota Palu-Kulawi dengan menggunakan kendaraan

roda dua.

Masyarakat Dataran Lindu rata-rata memiliki 1 sampai 2 ha lahan

pertanian tiap keluarga. Penanaman tidak mengenal pemupukan atau irigasi

modern, mereka hanya mengandalkan irigasi dari mata air dan aliran air

sungai (non irigasi PU). Selain berprofesi sebagai petani sawah dan nelayan

masyarakat Lindu juga mempunyai lahan perkebunan, di mana masing-

masing masyarakat mempunyai tanaman yang bervariasi satu dengan yang

lainnya. Jenis-jenis tanaman perkebunan yang dijumpai antara lain kopi,

coklat, cengkeh, vanili dan umbi-umbian.

Page 69: SCHISTOSOMIASIS PADA MASYARAKAT DATARAN TINGGI LINDU DI …digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/Digital... · 2020. 11. 18. · Salah satu penyakit yang cukup lama dialami

Mata pencaharian lain penduduk Lindu adalah sebagai nelayan.

Hasil tangkapan ikan ini biasanya dijual dan dikonsumsi sendiri. Jenis ikan

yang mempunyai daya beli yang tinggi seperti ikan mujair, selain ikan mujair

tersebut masyarakat juga sering menangkap jenis ikan gurami karena

menurut mereka ikan ini mempunyai protein tinggi. Namun jenis ikan ini tidak

dikomersialkan karena ukurannya lebih besar dari ikan-ikan yang lain. Jadi

masyarakat lebih terfokus kepada penangkapan jenis ikan mujair itu sendiri.

Selain ikan mujair dan gurami masih banyak lagi. Adapun jenis ikan yang

lain itu seperti ikan karper (sumi-sumi), ikan gabus, ikan tawes, ikan

belut/segili/masapi, dan jenis lainnya. Seperti jenis-jenis ikan di atas, ada

pula jenis ikan yang hidup di danau Lindu yang konon masyarakat yakin ikan

jadi-jadian, kategori ini adalah ikan segili/masapi. Karena jenis ikan ini

mempunyai ukuran panjang tidak seperti ukuran segili/masapi biasa.

4.5 Kondisi Sosial Budaya.

1. Budaya Kehidupan Masyarakat Lindu

Masyarakat Dataran Lindu memiliki ciri persamaan secara

keseluruhan. Budaya masyarakat diwarnai oleh homogenetis yang

mencerminkan pola-pola budaya masyarakat pedesaan (rural community)

sehinggga di dalam masyarakat hubungan antar warga desa masih

tertumpuh pada basis kekerabatan yang cukup kuat. Kenampakan luar yang

mudah dilihat sebagai bukti kuatnya ikatan tersebut ialah faktor agama, adat

istiadat, norma dan tata nilai kebiasaan tradisi warisan terdahulu. Komunitas

Page 70: SCHISTOSOMIASIS PADA MASYARAKAT DATARAN TINGGI LINDU DI …digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/Digital... · 2020. 11. 18. · Salah satu penyakit yang cukup lama dialami

Lindu memiliki bahasa pengantar diantara warga dengan menggunakan

bahasa daerah Lindu yaitu bahasa “Tado dan uma”.

2. Peninggalan Budaya dan Adat Istiadat

Di pulau Bola/Lewuto terdapat peninggalan budaya berupa makam

leluhur yaitu makam Maradindo (umur + 3009 tahun) terbaring disebuah peti

panjang 3 m yang terbuat dari abad ke-16 serta lumpung batu panjang 2 m

lebar 1,7 m. Lumpung batu ini sebagai prasasti peninggalannya, sehingga

masyarakat yang ada di Dataran Lindu meyakini dan mempercayai jika

kuburan atau makam itu sendiri adalah leluhur nenek moyang To-Lindu.

Makam leluhur ini berada disebuah pulau yang berada di tengah-tengah

danau, di pulau ini tidak ada pemukiman masyarakat sama sekali karena

Pulau ini hanya dikhususkan untuk makam leluhur To-Lindu itu sendiri.

Upaya yang dilakukan oleh masyarakat Lindu dalam menjaga

kelestarian danau Lindu adalah berupa aturan pelarangan penangkapan

ikan. Aturan ini dibuat oleh pemerintah desa, tokoh adat, dan dari pihak

masyarakat. Misalnya jika tangkapan ikan menurun, diberlakukan aturan

yang disebut ombo artinya berhenti menangkap ikan, hingga stok ikan mulai

bertambah. Tradisi ombo biasanya diberlakukan dua kali setahun biasanya

pada bulan Mei dan Oktober, namun tidak menentu kadang jangka

waktunya hanya 1 sampai 2 bulan, tergantung kesepakatan bersama antara

masyarakat dan pemerintah desa. Tradisi ombo sendiri terbagi atas 2

macam diantaranya: (1) Ombo Pemerintah yaitu pelarangan yang

diberlakukan oleh pemerintah, (2) Ombo Suaka yaitu pelarangan yang

berlaku dan disepakati oleh masyarakat Lindu. Bentuk kesepakatan dan

Page 71: SCHISTOSOMIASIS PADA MASYARAKAT DATARAN TINGGI LINDU DI …digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/Digital... · 2020. 11. 18. · Salah satu penyakit yang cukup lama dialami

aturan adat yang tegas ini bertujuan untuk menjaga kelestarian danau

beserta kekayaan alamnya. Siapapun yang melanggar akan disanksi sesuai

kesepakatan atau didenda satu ekor kerbau. Selain itu ada beberapa

perbuatan yang dianggap sebagai pelanggaran adat seperti mencuri,

berzinah, bercerai, meminang tetapi tidak dilanjutkan dengan upacara

perkawinan. Bila itu terjadi pelaku terkena sanksi/denda berupa kerbau,

dulang (baki kuning), mbesa (kain yang berusia ratusan tahun) dan lain-lain.

3. Sistem Kepercayaan

Agama merupakan salah satu unsur yang sangat menentukan dalam

pengetahuan akhlak bagi setiap individu dalam suatu kelompok masyarakat.

Oleh karena itu, usaha secara terpadu dan berkesinambungan dalam

pembinaannya memerlukan perhatian yang positif dari unsur pemerintah,

tokoh-tokoh agama sehinggga dapat menciptakan kerukunan hidup

beragama dan antar umat beragama. Agama yang dianut masyarakat

Lindu adalah Kristen, Islam, Katolik. Berikut adalah tabel penduduk menurut

agama dan jenis kelamin :

Tabel. 4 Penduduk Menurut Agama dan Jenis Kelamin di Kecamatan Lindu

Tahun 2012

No Agama Laki-laki Perempuan Jumlah

1. 2. 3. 4. 5.

Islam Kristen Katolik Hindu Budha

463 2.032

- - -

330 1.865

- - -

793 3.897

- - -

Jumlah 2.495 2.195 4.690

Sumber : Kantor Camat Lindu Tahun 2012

4.6 Potensi Sumber Daya Alam

Page 72: SCHISTOSOMIASIS PADA MASYARAKAT DATARAN TINGGI LINDU DI …digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/Digital... · 2020. 11. 18. · Salah satu penyakit yang cukup lama dialami

Salah satu potensi sumber daya alam di Lindu adalah adanya danau

Lindu. Danau Lindu memiliki potensi sumber daya alam seperti adanya ikan

mujair, ikan mas, segili, dan lainnya. dan merupakan salah satu tempat mata

pencaharian hidup masyarakat Lindu. Untuk menjaga kelestarian danau

Lindu dan menjaga sumber daya yang ada. Pemerintah setempat bersama

majelis adat, membuat suatu aturan adat yaitu ombo ntodea atau larangan

menangkap ikan untuk waktu-waktu tertentu, hingga stok ikan mulai

bertambah, kecuali mengambil seperlunya untuk dimakan, tapi tidak untuk

dijual. Begitulah salah satu bentuk kearifan lokal masyarakat Lindu untuk

tetap menjaga keseimbangan alam serta makhluk hidup lain yang berada di

sekitar mereka.

Kondisi alam di Dataran Lindu merupakan salah satu tempat

schistosomiasis berkembang biak karena merupakan daerah lembab yang

mudah bagi keong untuk dapat hidup seperti sawah, air sungai, air

tergenang dan parit. Oleh karena itu semua warga yang ada di Dataran

Lindu dianjurkan untuk dapat mengolah sawah-sawah mereka agar kiranya

dengan melakukan hal tersebut dapat menurunkan atau dapat mencegah

adanya schistosomiasis. Sebagai daerah kawasan enclave wilayah ini

dikelilingi oleh beragam jenis hutan antara lain :

a) Hutan Taman Nasional, bagi masyarakat Lindu adalah kawasan yang

tidak dapat dirambat apalagi membuka lahan pertanian atau perkebunan.

Dalam hal ini masyarakat menjaga kelestarian hutan ini dari kerusakan

yang ditimbulkan oleh tangan-tangan manusia.

Page 73: SCHISTOSOMIASIS PADA MASYARAKAT DATARAN TINGGI LINDU DI …digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/Digital... · 2020. 11. 18. · Salah satu penyakit yang cukup lama dialami

b) Hutan Suaka Margasatwa, merupakan hutan yang di huni oleh beraneka

macam jenis hewan yang dilindungi oleh pemerintah sehinggga

masyarakat setempat tidak pernah melakukan penangkapan atau

pemburuan sama sekali. Bagi masyarakat Lindu hutan suaka

margasatwa merupakan kekayaan tersendiri yang ada di dataran Lindu.

c) Hutan Produksi Terbatas, dalam hal ini sebagian dari masyarakat ada

yang mengelola hutan produksi tersebut untuk tujuan tertentu (kebutuhan

ekonomi).

d) Hutan penggunaan lainnya, bagi masyarakat hutan ini dipergunakan

untuk membuka lahan perkebunan dan pertanian masyarakat.

e) Hutan Rakyat, merupakan kategori hutan adat sehinggga masyarakat

pada umumnya banyak melakukan aktivitas pengambilan hasil hutan

untuk dipergunakan sebagai kebutuhan rumah tangga.

Hasil dari hutan-hutan tersebut antara lain, kayu olahan berfungsi sebagai

pembuatan rumah dan transportasi danau (perahu), dammar dan rotan.

4.7 Sarana dan Prasarana

Fasilitas pendidikan yang tersedia di kecamatan Lindu adalah

sekolah dasar (SD) dan satu bangunan sekolah SMP. Masing-masing desa

yang ada di kecamatan Lindu memiliki satu bangunan sekolah dasar (SD).

Total sekolah dasar di Lindu ada enam bangunan.

Di Dataran Lindu terdapat sebuah bangunan laboratorium

schistosomiasis tepatnya di desa Tomado, dan dua unit pustu berada di

desa langko dan Puroo. Fungsi dari Laboratorium ini untuk kegiatan

Page 74: SCHISTOSOMIASIS PADA MASYARAKAT DATARAN TINGGI LINDU DI …digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/Digital... · 2020. 11. 18. · Salah satu penyakit yang cukup lama dialami

musyawarah masyarakat dan petugas kesehatan dalam hal pelaksanaan

kegiatan dalam penanggulangan schistosomiasis seperti, kegiatan survey

tinja, pengobatan dan penelitian schistosomiasis.

Puskesmas merupakan salah satu sarana yang digunakan dalam

membantu masyarakat dalam hal pengobatan dan perawatan penyakit.

Letak bangunan puskesmas berada di desa Tomado berdekatan dengan

laboratorium. Rata-rata petugas kesehatan seperti perawat dan bidan

adalah asli warga Lindu, kecuali dokter berasal dari kota Palu. Di sekitar

bangunan puskesmas dan laboratorium schistosomiasis terdapat satu

bangunan perumahan dokter dan tempat nginap bagi tamu yang akan

melakukan survei atau penelitian schistosomiasis.

Pembangunan infrastruktur dan fasilitas umum yang ada di Dataran

Lindu pada umumnya masih menggunakan kendaraan roda dua (motor).

Akses jalan menuju ke Dataran Lindu dapat ditempuh dengan menggunakan

motor untuk bisa sampai ketujuan. Namun jika terjadi hujan lebat, maka

jalan menuju Lindu sangat sulit untuk dilalui karena kawasan ini berpotensi

terjadinya tanah longsor. Sehinggga akses jalan bisa terputus akibat tanah

longsor tersebut.

Page 75: SCHISTOSOMIASIS PADA MASYARAKAT DATARAN TINGGI LINDU DI …digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/Digital... · 2020. 11. 18. · Salah satu penyakit yang cukup lama dialami

BAB V

HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1 Awal mula Orang Lindu dengan Schistosomiasis

Pada tahun 1968-1970 orang Lindu diserang oleh satu wabah

penyakit yang mengherankan seluruh masyarakat Lindu saat itu, dengan

terjadinya kematian warga secara berturut-turut. Di mana pada waktu itu ada

satu keluarga bapak Bako dan ibu Rangilusu yang mempunyai seorang

anak bernama Tite yang meninggal dunia akibat serangan schistosomiasis,

hanya berselang setelah di kuburkan kemudian kakak dari anak yang

meninggal tadi meninggal pula. Kejadian ini terjadi pula pada warga lainnya

secara berturut-turut.

Warga Lindu yang meninggal tersebut sebenarnya sudah lama

merasakan sakit, Mereka merasakan sakit setelah beraktifitas di sawah,

kebun dan areal hutan. Di hutan mereka membuka lahan perkebunan,

mencari rotan, kayu dan berburu. Setelah beberapa bulan tanpa

penanganan yang baik penyakit mereka bertambah parah. Saat itu belum

ada tenaga kesehatan di Lindu, sehingga penanganan penyakit yang

dilakukan masih secara tradisional dengan mengharapkan pengobatan dari

seorang dukun (sando) dan minum ramuan tradisional yang mereka percaya

dan yakini dapat menyembuhkan penyakit yang di derita.

Gejala –gejala sakit yang dirasakan warga saat itu seperti sakit kepala

terus menerus, demam, ada yang seperti orang gila saat suhu badan naik,

sering muntah, bahkan muntah cacing, berak darah, muka pucat kulit

Page 76: SCHISTOSOMIASIS PADA MASYARAKAT DATARAN TINGGI LINDU DI …digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/Digital... · 2020. 11. 18. · Salah satu penyakit yang cukup lama dialami

berubah menjadi kuning, dan dalam waktu beberapa bulan perut mulai

membuncit. Saat itu warga memiliki kepercayaan dan yakin bahwa penyakit

yang mereka rasakan karena sakit guna-guna kiriman orang, gangguan

mahluk halus (ghaib) dan penyakit kutukan atau dikatakan sebagai akibat

penyakit personalitik. Adapula yang memiliki keyakinan berdasarkan gejala-

gejala yang dirasakan diakibatkan oleh penyakit naturalistik seperti

pengaruh cuaca sehingga mengganggu kondisi tubuh. Ada sebagian warga

yang percaya bahwa mereka sakit malaria. Berbagai persepi yang muncul

dalam pikiran warga Lindu saat itu, hingga tindakan pertama yang dilakukan

adalah penanganan secara tradisional dengan mengandalkan seorang

dukun (sando).

Untuk mengobati warga yang sakit, dukun melakukan pengobatan

dengan cara meniup kepala orang yang sakit dengan mantra-mantra yang

dimilikinya, kemudian diberikan air yang sudah diberi mantra. Air tersebut

diminumkan pada orang yang sakit. Ada pula air yang di gunakan untuk

mandi bagi orang yang kena sihir atau guna-guna orang. Selain

pengobataan tradisional, masyarakat melakukan upaya penyembuhan

dengan melakukan ibadah dan doa bersama yang dipimpin oleh pendeta.

Bukan hanya kegiatan ibadah, mereka juga membuat tumbal sebagai tolak

bala yang disarankan oleh tokoh adat yaitu, tumbal melepas seekor ayam

dan kambing di dalam hutan dengan maksud sebagai pengganti diri mereka

agar tidak sakit lagi. membuat sesajen berupa beras ketan (pulut) berwarna

kuning, putih dan hitam. Semua sesajen disiapkan dan di bawa ke dalam

hutan atau tempat di mana mereka bekerja.

Page 77: SCHISTOSOMIASIS PADA MASYARAKAT DATARAN TINGGI LINDU DI …digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/Digital... · 2020. 11. 18. · Salah satu penyakit yang cukup lama dialami

Semua usaha penyembuhan telah dilakukan, namun semua sia-sia,

hingga warga mengambil alternatif lain untuk mendapatkan kesembuhan

dengan membeli obat di kios-kios yang ada di Lindu saat itu. Obat yang

mereka beli adalah NIvaguin obat anti malaria. Karena mereka memiliki

persepsi bahwa penyakit yang dirasakan adalah malaria. Selain Nivaguin

mereka mengkonsumsi obat herbal yang mereka buat sendiri seperti daun

papaya kuning dan daun jambu yang direbus lalu airnya diminum. Selain itu

mereka menggunakan daun jarak (balacai) yang ditempelkan diperut untuk

menurunkan suhu badan yang panas/demam. Berbagai cara telah dilakukan

warga saat itu untuk mendapatkan kesembuhan, namun semua yang

dilakukan tidak memberikan hasil seperti yang diharapkan (sumber:

informan tokoh adat).

Melihat berbagai upaya yang dilakukan warga Lindu saat itu namun

usaha yang dilakukan semuanya sia-sia, malah semakin banyak warga yang

meninggal dunia. Dalam sehari warga Lindu yang meninggal dunia bisa

berjumlah 3 sampai 4 orang. Setelah melihat kejadian ini pergilah beberapa

warga untuk menyampaikan kepada pimpinan rumah sakit yang berada di

Kulawi. Pimpinan tersebut bernama Kelson, setelah mendapat laporan dari

masyarakat Lindu, Bapak Kelson langsung ke Lindu dan melakukan

berbagai hal guna mencari tahu apa penyebab dari kejadian yang

meresahkan warga. Namun dari peninjauan selama di Lindu bapak Kelson

tidak menemukan adanya penyebab kematian pada warga Lindu. Sehingga

Kelson melanjutkan perjalanan ke Palu untuk melaporkan kasus ini ke

Rumah Sakit di Palu.

Page 78: SCHISTOSOMIASIS PADA MASYARAKAT DATARAN TINGGI LINDU DI …digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/Digital... · 2020. 11. 18. · Salah satu penyakit yang cukup lama dialami

Informasi ini sampai ke pihak badan WHO. Dokter yang pertama

yang menangani kasus schistosomiasis di Dataran Lindu adalah dokter

Karni. Dokter Karni bertugas di Kecamatan Kulawi saat itu. Tahun 1974

dokter Karni dan bersama tim badan WHO mulai melaksanakan penelitian

dengan mengambil tinja, darah, kencing dari beberapa anggota masyarakat

untuk di periksa. Setelah di periksa mereka menemukan dalam tinja seluruh

sampel ada cacing yang sangat halus yang hanya bisa dilihat dengan alat

mikroskop, namun saat itu belum diketahui penyebab sakit pada warga.

Berdasarkan hasil penelitian tersebut, maka di bawalah masyarakat

Lindu berjumlah 70 orang ke Rumah Sakit Undata Palu untuk dirawat.

Mereka diperiksa oleh beberapa dokter yang didatangkan dari luar negeri

seperti Cina, Taiwan, Jepang dan Amerika. Dokter-dokter tersebut

mengambil sampel pasien antara lain tinja, kencing, darah dan cairan dalam

hati. Seluruh sampel diperiksa dan di kirim ke Jakarta. Semua kegiatan

penelitian dan penanganan pasien di tangani oleh badan WHO. Selama satu

tahun mereka dirawat dan diobservasi di rumah sakit undata Palu. Sehingga

menimbulkan rasa kejenuhan, beberapa warga yang dirawat saat itu sempat

melarikan diri dari rumah sakit karena bosan dan mengingat keluarganya.

Hasil pemeriksaan sampel dan penelitian yang dilakukan terus

menerus, ke 70 orang warga Lindu yang dirawat semuanya positif terinfeksi

schistosomiasis. Setelah diperiksa ternyata cacing tersebut berkembang

biak dihati dan usus manusia. Setelah penyebabnya diketahui mereka

diberikan obat, obat yang diberikan saat itu adalah Niridazole. Meskipun

sudah diberikan pengobatan mereka masih terus diobservasi untuk melihat

Page 79: SCHISTOSOMIASIS PADA MASYARAKAT DATARAN TINGGI LINDU DI …digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/Digital... · 2020. 11. 18. · Salah satu penyakit yang cukup lama dialami

perkembangan setelah pengobatan, dan semuanya dinyatakan sembuh.

Ada beberapa warga setelah pengobatan meninggal dunia, akibat penyakit

yang diderita sudah cukup parah dan komplikasi dengan penyakit lainnya.

Seiring berjalannya waktu penelitian dilanjutkan di air, areal

persawahan dan perkebunan penduduk. Dari hasil penelitian ditemukan

keong di areal pinggiran sawah, aliran-aliran air. Pertama kali yang

mendiagnosis schistosomiasis adalah dokter Mahmud dari Jakarta dengan

kesimpulan keong yang ada di Lindu sama dengan keong yang berasal dari

Cina. Saat itulah bantuan WHO terus datang pada masyarakat Lindu

dengan pelaksanaan pengobatan massal untuk seluruh warga Lindu. Saat

pengobatan berlangsung ada beberapa warga Lindu yang meninggal dunia,

seperti seorang bapak bernama Niu umur 58 tahun dan seorang ibu yang

bernama Sia meminum obat tersebut langsung meninggal, namun setelah

diteliti ternyata ibu tersebut sementara hamil. Tingginya efek samping dari

obat tersebut seperti gelisah, pusing, sakit kepala, hingga menyebabkan

kematian. Menurut bapak Pinus (petugas Lab) Sebenarnya bukan obat itu

yang menyebabkan kematian tetapi karena mereka memang sudah

mengalami keparahan schistosomiasis dan terjadi komplikasi dengan

penyakit lainnya. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh badan

WHO obat schistosomiasis yang dulunya Niridazole berubah menjadi

Praziguante sejak tahun 1983.

Sejak tahun 1973 Dataran Lindu merupakan salah satu tempat atau

daerah yang ditemukannya penyakit schistosomiasis. Hingga tahun 1974

dibangunlah laboratorium schistosomiasis oleh pemerintah pusat yang di

Page 80: SCHISTOSOMIASIS PADA MASYARAKAT DATARAN TINGGI LINDU DI …digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/Digital... · 2020. 11. 18. · Salah satu penyakit yang cukup lama dialami

bantu oleh badan WHO. Pengobatan massal terus dilakukan sampai tahun

1982. Kemudian tahun 1983 mulai diberlakukan pemeriksaan tinja

masyarakat hingga saat ini.

Penularan schistosomiasis terjadi saat melintas di aliran air,

menggunakan air yang mengandung parasit schistosomiasis, kebiasaan

mandi, mencuci dan buang air besar di areal fokus keong. Tempat tumbuh

keong ini berkembang biak di daerah-daerah lembab seperti sawah, sungai

dan air tergenang. Sehingga masyarakat Lindu diharuskan untuk dapat

mengolah sawah dan tidak membiarkan air-air tergenang yang dapat

menyebabkan perkembangbiakan keong. Salah satu cara yang dilakukan

untuk mencegah penularan schistosomiasis ialah dengan menggunakan

sepatu boot saat bekerja diareal persawahan dan perkebunan (sumber:

tokoh adat dan petugas laboratorium schistosomiasis).

Apa yang dikemukakan di atas memberikan gambaran bahwa dalam

sistem-sistem nilai, kepercayaan, struktur sosial dan proses kognitif

masyarakat Lindu saat itu masih bersifat etnosentris, mereka terikat pada

cara-cara dan kepercayaan tradisional khsususnya menyangkut cara

menanggulangi penyakit. seperti peristiwa yang terjadi dikalangan

masyarakat Lindu, seseorang yang terserang penyakit, pertama-tama akan

berusaha menyembuhkannya sendiri dengan pengobatan rumah tangga

yang terdiri dari obat-obat ramuan tradisional dari tumbuh-tumbuhan.

Bilamana langkah pertama ini tidak membawa hasil, maka pengobatan

langkah kedua ditentukan oleh perkiraan tentang kategori penyakit. Kalau

sebab penyakit diperkirakan berasal dari mahluk atau kekuatan

Page 81: SCHISTOSOMIASIS PADA MASYARAKAT DATARAN TINGGI LINDU DI …digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/Digital... · 2020. 11. 18. · Salah satu penyakit yang cukup lama dialami

supraalamiah, maka ia akan menghubungi seorang dukun. Kalau sebab

penyakit disebabkan oleh nonsupraalamiah, maka seseorang akan

bertindak mencari penyembuhan ke dokter-mantri atau puskesmas.

Pada dasarnya setiap masyarakat pedesaan memiliki pula kondisi-

kondisi yang memungkinkan terjadinya perubahan-perubahan kebudayaan.

Seiring berjalannnya waktu, kita dapat melihat keadaan sekarang yang

terjadi dikalangan masyarakat Lindu, bahwa perubahan telah terjadi

khususnya menyangkut kesehatan dan penanganan penyakit. Dari peristiwa

yang terjadi pada warga Lindu terkait schistosomiasis, memberikan

perubahan pada pemahaman kognitif mereka, saat ini warga Lindu telah

mengenal dan merasakan manfaat-manfaat dari sistem perawatan medis

modern.

Sikap positif masyarakat, tokoh-tokoh formal- informal, baik para

dukun telah terbuka terhadap program-program kesehatan sekarang ini

yang sedang berjalan. Selain perawatan medis tradisional, perawatan medis

modern merupakan kebutuhan utama masyarakat yang ada di Dataran

Lindu. Dalam pengambilan keputusan perawatan terhadap suatu penyakit,

mencerminkan kenyataan bahwa perawatan medis modern mulai

memegang peranan yang penting dalam komunitas Lindu.

5.2 Pengetahuan Medis Masyarakat Lindu Terkait Dengan Schistosomiasis

Pengetahuan adalah segala sesuatu yang diketahui manusia

tentang benda, sifat, keadaan dan harapa-harapan. Manusia memperoleh

Page 82: SCHISTOSOMIASIS PADA MASYARAKAT DATARAN TINGGI LINDU DI …digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/Digital... · 2020. 11. 18. · Salah satu penyakit yang cukup lama dialami

pengetahuan melalui pengalaman (pengalaman sendiri atau pengalaman

orang lain), wahyu, intuisi dan berpikir logika atau percobaan bersifat

empiris. Pengetahuan.sangat besar perannya dalam pencapaian dan

perwujudan derajat kesehatan dalam kehidupan bermasyarakat.

Pengetahuan merupakan dasar seseorang untuk mengambil keputusan dan

menentukan tindakan terhadap masalah kesehatan yang dihadapi.

Apa yang disadari oleh seseorang mengenai penyebab dan gejala

penyakit tidak terpisah dari apa yang diketahuinya atau kesadaran

mengenai gejala kesehatan berdasarkan pengetahuan yang dimilikinya.

Dengan demikian konsep utama adalah pengetahuan (kognisi).

Pengetahuan budaya mengenai suatu gejala kesehatan yang dimiliki

seseorang merupakan pola pikirnya mengenai makna gejala itu. Hingga

perilaku ataupun bentuk-bentuk tindakan yang dilakukan oleh seseorang

merupakan konsekunsi logis (ideal atau normatif) dari eksistensi

pengetahuan budaya atau pola pikir. Termasuk dalam pengetahuan budaya

adalah kepercayaan, nilai, norma sehubungan dengan gejala kesehatan

(Kalangie, 1993:87).

Sebelum adanya informasi tentang penyebab schistosomiasis,

masyarakat Lindu sangat percaya bahwa penyebab schistosomiasis berasal

dari mahluk halus penghuni hutan dan penyakit turunan nenek moyang

dahulu atau penyakit personalitik. Namun setelah adanya penemuan dan

penelitian schistosomiasis yang dilakukan sejak tahun 1974, informasi

tentang penyebab schistosomiasis sudah banyak diketahui oleh kalangan

masyarakat Lindu, dan sampai saat ini secara turun temurun mereka

Page 83: SCHISTOSOMIASIS PADA MASYARAKAT DATARAN TINGGI LINDU DI …digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/Digital... · 2020. 11. 18. · Salah satu penyakit yang cukup lama dialami

mengatakan etiologi schistosomiasis adalah keong dan biasa disebut

dengan penyakit keong dalam bahasa orang Lindu disebut susu.

Berbagai pengalaman yang mereka alami dan lihat baik di

lingkungan kerabat maupun tetangga terkait dengan penyakit

schistosomiasis. Sehingga hal yang demikian memberikan kesan dan

mempengaruhi pola pikir mereka, utamanya tentang penyebab dan

tindakan-tindakan apa yang harus diputuskan untuk mencegah penyakit ini.

Yang dulunya mereka percaya dan yakin bahwa schistosomiasis berasal

dari agent personalitik, seiring dengan berjalannya waktu informasi

kesehatan terus berkembang dan berubah, saat ini orang Lindu percaya

bahwa schistosomiasis bukanlah penyakit personalitik.

Masyarakat Lindu memiliki pemahaman kognitif untuk menjelaskan

tentang penyebab, gejala, pencegahan dan pengobatan schistosomiasis.

Namun bisa jadi pengetahuan kesehatan yang mereka miliki dan yakini tidak

selau diikuti dengan pelaksanaannya, dengan kata lain pengetahuan yang

baik tentang kesehatan tidak selalau diikuti dengan perubahan perilaku,

utamanya dalam hal pencegahan penyakit. Permasalahannya sejauh mana

pengetahuan masyarakat Lindu terkait dengan masalah schistosomiasis,

apakah pengetahuan yang baik terhadap kesehatan mampu ditunjukan

dengan perilaku baik dalam pemeliharaan kesehatan.

Sampai saat ini kehidupan masyarakat Lindu masih terasa suasana

tradisional yang mencerminkan suatu masyarakat yang sangat terikat oleh

pola-pola budaya lokal, khususnya berhubungan dengan kesehatan.

Masyarakat Lindu memiliki kerangka kognitif untuk menjelaskan tentang

Page 84: SCHISTOSOMIASIS PADA MASYARAKAT DATARAN TINGGI LINDU DI …digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/Digital... · 2020. 11. 18. · Salah satu penyakit yang cukup lama dialami

adanya penyakit schistosomiasis dari segi etiologi penyakit baik secara

personalitik maupun naturalistik.

Pengetahuan masyarakat Lindu tentang agent personalitik sampai

saat ini masih ada. Namun tidak semua masyarakat Lindu memiliki

keyakinan atau kepercayaan bahwa schistosomiasis akibat agent

personalitik (mahluk ghaib, kutukan dsbnya). Masyarakat Lindu memiliki dua

pengetahuan tentang penyebab schistosomiasis. Ada yang mengatakan

bahwa penyebab schistosomiasis akibat sering melewati areal pohon enau

dan pohon pinang, karena menurut kepercayaan orang Lindu bahwa kedua

pohon tersebut sebagai tempat berkembangbiak keong, sehingga orang

akan tertular schistosomiasis. Warga yang percaya akan hal tersebut selalu

menghindari untuk tidak melewati areal-areal yang ditumbuhi pohon enau

dan pinang, khususnya para petani. Padahal habitat keong bisa hidup di

mana saja terutama di air dan areal yang lembab.

Selain itu, sebagian masyarakat Lindu masih meyakini dan percaya

adanya agent (personalitik) seperti penyakit sihir (guna-guna) dan gangguan

mahluk halus penghuni hutan yang bisa mengakibatkan sakit (illness).

Sedangkan dari agent naturalsitik penyebab schistosomiasis karena faktor

lingkungan, cuaca dan kondisi alam di mana keong hanya bisa hidup di

Dataran Lindu. Keseluruhan informan memiliki pengetahuan budaya bahwa

penyebab schistosomiasis adalah dari keong. Sebagaimana yang di

ungkapkan oleh bapak Bolemata umur 67 tahun, mantan penderita

schistosomiasis tahun 1973 sebagai berikut:

Page 85: SCHISTOSOMIASIS PADA MASYARAKAT DATARAN TINGGI LINDU DI …digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/Digital... · 2020. 11. 18. · Salah satu penyakit yang cukup lama dialami

“ Saya penderita schistosomiasis tahun 1973 dan termasuk salah satu penderita yang pernah di bawa ke Undata Palu tahun 1973. Dulu orang Lindu belum tahu penyakit schistosomiasis, sehingga kami percaya penyebab kematian dikalangan masyarakat Lindu dahulu diakibatkan karena kutukan ataupun dari mahluk halus penghuni danau dan hutan. Saat itu pula kami melakukan pengobatan secara tradisional dengan menaruh tumbal di hutan. Untuk mengurangi berak darah, kami gunakan daun jambu. Namun setelah ada penelitian tentang schistosomiasis tahun 1973, saat itupula masyarakat Lindu mulai punya pengetahuan dan percaya schistosomiasis bukan penyakit kutukan, keturunan atau gangguan mahluk halus. schisto disebabkan oleh keong, dengan bukti setelah minum obat yang diberikan oleh badan WHO kami semuanya sembuh, dan kami tidak takut karena obatnya sudah ada sampai sekarang ini ” (wawancara tgl 12 februari 2013). Berdasarkan ungkapan bapak Bolemata tersebut, memberikan

gambaran bahwa masyarakat Lindu telah mengetahui penyebab

schistosomiasis. Penyebab schistosomiasis bukanlah dari mahluk halus

ataupun dari kutukan nenek moyang melainkan penyebabnya adalah karena

terinfeksi keong. Bagi mereka keong adalah penyebab utama yang

menimbulkan orang sakit schistosomiasis.

Meskipun demikian, masyarakat Lindu tidak meninggalkan pola-pola

pengetahuan tradisional berhubungan dengan penyebab penyakit dan

gejala-gejala sakit. Hal ini terbukti saat wawancara ada beberapa informan

yang percaya sakitnya diakibatkan oleh gangguan mahluk halus penghuni

hutan dan kebun. Informan memiliki pengetahuan budaya dalam

membedakan gejala penyakit baik secara personalitik maupun naturalistik.

Gejala schistosomiasis awalnya adalah gatal-gatal, kemudian dalam selang

waktu selama dua minggu akan mengalami gejala muntah, pusing, sakit

kepala dan demam. Seperti ungkapan bapak Lande umur 45 tahun

(penderita schistosomiasis).

Page 86: SCHISTOSOMIASIS PADA MASYARAKAT DATARAN TINGGI LINDU DI …digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/Digital... · 2020. 11. 18. · Salah satu penyakit yang cukup lama dialami

“ Di Lindu masih banyak tempat-tempat keramat, khususnya di hutan dan di kebun, tidak boleh sembarang bicara di dalam hutan atau mengambil sesuatu yang menarik seperti bunga dsbnya. Kalau saya kena schistosomiasis gejalanya muncul setelah satu minggu, dengan gejala demam, mual, muntah, pusing sakit, kepala. Kalau penyakit keteguran setan gejalanya langsung saat itu juga setelah pulang dari kebun atau hutan, biasanya muntah badan terasa panas. Pengobatan yang dilakukan , biasanya ke puskesmas nanti tidak sembuh baru ke dukun (sando) ” (wawancara tanggal 28 februari 2013). Hal ini memberikan gambaran, bahwa masyarakat Lindu memiliki

dua konsep pengetahuan tentang gejala penyakit. Mereka memiliki

pemahaman kognitif secara tradisional bagaimana membedakan gejala

schistosomiasis, dan di sisi lain mereka percaya akan penyebab sakit secara

personalitik yang gejalanya hampir sama dengan gejala schistosomiasis.

Perilaku masyarakat Lindu dalam pencarian pengobatan merupakan

wujud sebagai konsekuensi pemahaman baru (pemahaman kognitif),

sebagai tingkat dasar dalam keseluruhan proses perubahan yang dikenal

sebagai penerimaan, adopsi dan penyesuaian. Dengan kata lain, bahwa

pengetahuan masyarakat Lindu tentang penyebab dan gejala penyakit, serta

tindakan pengobatan yang diyakini berdasarkan pada konsep kognitif

budaya yang mereka peroleh secara turun temurun dan berdasarkan

pengalaman sendiri.

Schistosomiasis tergolong penyakit endemik, yang akan terus terjadi

pada lingkungan yang masyarakatnya tidak melakukan pencegahan dengan

baik. Saat ini masyarakat Lindu telah menganggap bahwa schistosomiasis

adalah penyakit alami, biasa, tidak berbahaya dan tidak perlu ditakuti lagi.

Anggapan ini muncul karena masyarakat sudah dibiasakan dengan

masalah-masalah schistosomiasis seperti, kegiatan survey tinja dan

Page 87: SCHISTOSOMIASIS PADA MASYARAKAT DATARAN TINGGI LINDU DI …digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/Digital... · 2020. 11. 18. · Salah satu penyakit yang cukup lama dialami

pengobatan bagi penderita yang dilakukan setiap enam bulan oleh petugas

kesehatan setempat. Bagi mereka sakit schistosomiasis tidak menimbulkan

gejala yang sangat parah asalkan pengobatannya dilakukan dengan baik.

Sikap ini juga dipengaruhi oleh pengalaman masyarakat bahwa dengan

minum obat sudah memberikan jaminan kesehatan bagi masyarakat Lindu.

Masyarakat Lindu memiliki pengetahuan bahwa schistosomiasis tidak akan

sembuh dengan sendirinya tanpa pengobatan secara medis moderen.

Ada beberapa etnik di Dataran Lindu seperti suku Bugis yang

konsep pengetahuannya berbeda dengan komunitas Lindu. Warga Bugis

yang ada di Dataran Lindu memiliki pengetahuan bahwa schistosomiasis

sangat berbahaya dan bukan dianggap penyakit biasa. Dalam perawatan

kesehatan mereka tunjukan dengan perilaku pencegahan yang baik.

Mematuhi segala aturan budaya lokal dan sangat menghormati nasehat dan

saran dari petugas kesehatan. Menurut petugas kesehatan setempat, orang

Bugis sangat perhatian jika ada kegiatan-kegiatan berhubungan dengan

penanggulangan schistosomiasis. Mereka mendahulukan pencegahan baru

tindakan pengobatan, hal ini tercermin dalam perilaku kesehatan mereka.

Menurut petugas kesehatan di Lindu rata-rata orang Bugis yang berprofesi

sebagai petani, mereka menggunakan alat pelindung diri (sepatu boot) saat

bekerja. Begitu pula halnya dalam kegiatan pengobatan schistosomiasis,

secara perorangan maupun perkelompok mereka datang ke petugas

kesehatan untuk menanyakan apakan mereka terinfeksi schistosomiasis

atau tidak. Komunikasi dengan petugas kesehatan terus dijalankan.

Page 88: SCHISTOSOMIASIS PADA MASYARAKAT DATARAN TINGGI LINDU DI …digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/Digital... · 2020. 11. 18. · Salah satu penyakit yang cukup lama dialami

Namun tidak semua orang Lindu memiliki perilaku kesehatan yang tidak baik

dalam hal pencegahan schistosomiasis.

Berdasarkan hasil wawancara dan pengamatan di lapangan

menunjukkan, bahwa masyarakat Lindu yang melakukan pencegahan

schistosomiasis seperti penggunaan alat pelindung diri (sepatu boot) adalah

masyarakat yang memiliki pengetahuan positif tentang schistosomiasis dan

ekonomi yang lebih baik.

Masyarakat yang tidak memiliki alat pelindung diri salah satunya

karena faktor ekonomi, adapula yang memiliki ekonomi lebih baik, namun

mengesampingkan perilaku pencegahan dengan alasan bukan kebutuhan

utama. Bagi mereka sepatu boot bukanlah hal yang penting, Masyarakat

Lindu lebih mengutamakan kebutuhan primernya dari pada hal-hal yang

menurut mereka belum sepenuhnya untuk didahulukan.

Pengetahuan masyarakat Lindu tentang proses penularan

schistosomiasis membuktikan, rata-rata informan mengatakan

schistosomiasis adala penyakit menular. Penularan terjadi akibat sering

buang air besar disembarang tempat, tidak menggunakan sepatu boot dan

menginjak kotoran hewan seperti sapi, kerbau dan anjing. Ini menandakan

pengetahuan masyarakat Lindu tentang proses penularan schistosomiasis

masih sangat minim. Secara medis moderen penularan terjadi saat manusia

atau hewan mamalia menginjakkan kaki ataupun buang air besar di tempat-

tempat fokus keong yang mengandung parasit (serkaria). Serkaria keluar

dari tubuh keong dan menginfeksi manusia dan masuk ke dalam pori-pori

manusia dengan cepat mengikuti aliran darah.

Page 89: SCHISTOSOMIASIS PADA MASYARAKAT DATARAN TINGGI LINDU DI …digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/Digital... · 2020. 11. 18. · Salah satu penyakit yang cukup lama dialami

Selain itu, masyarakat memiliki pengetahuan untuk mencegah dan

mengantisipasi agar tidak tertular schistosomiasis yaitu, dengan

menggunakan alat pelindung diri seperti sepatu boot saat beraktifitas di

sawah dan di kebun, tidak melewati areal fokus keong. Begitu pula halnya

pengetahuan masyarakat tentang pengobatan mereka lebih percaya dan

yakin pada sistem pengobatan medis moderen yang dilakukan oleh para

dokter dan bidan. Bentuk-bentuk tindakan pengobatan yang dilakukan

masyarakat Lindu tentunya berdasarkan pengalaman mereka, bahwa

dengan berobat ke puskesmas mereka merasakan kesembuhan. Selain

pengobatan medis moderen masyarakat masih memiliki kepercayaan

dengan mengandalkan dukun dalam mengobati penyakit, tergantung gejala

yang dirasakan.

Dari hasil penelitian nampak sistem medis moderen lebih menonjol

dari pada sistem medis tradisional khususnya dalam penanganan

schistosomiasis. Perilaku yang mereka tunjukan dalam pencarian

pengobatan schistosomiasis berdasarkan pada pengetahuan secara turun

temurun, dan saran dari anggota keluarga. Meskipun demikian masyarakat

Lindu tidak mengesampingkan kepercayaan dan cara –cara perawatan

tradisional. Masyarakat memiliki kepercayaan bahwa ada penyakit-penyakit

tertentu yang disebabkan unsur-unsur magic atau gangguan penyakit

personalitik yang tidak dapat disembuhkan oleh dokter. Sedangkan apa

yang disembuhkan oleh doketr adalah penyakit –penyakit yang

nonsupraalamiah. Karena itu tidak jarang dukun menyarankan pasiennya

untuk berobat ke puskesmas, karena sesuai dengan pengetahuannya

Page 90: SCHISTOSOMIASIS PADA MASYARAKAT DATARAN TINGGI LINDU DI …digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/Digital... · 2020. 11. 18. · Salah satu penyakit yang cukup lama dialami

bahwa penyakit yang di hadapi pasiennya hanya dapat disembuhkan oleh

dokter.

Hal di atas menggambarkan ciri dari konsep kebudayaan, bahwa

setiap kebudayaan selalu akan mengalami perubahan atau berada dalam

proses perubahan, cepat atau lambat. Makin mendalam terjadinya kontak-

kontak kebudayaan atau komunikasi gagasan-gagasan baru di luar makin

pesat berlangsungnya proses perubahan. Kenyataan apa saja yang terlihat

sekarang pada suatu kesatuan sosial itu merupakan hasil dari proses-proses

sejarah dan perubahan kebudayaan yang dialami.

Selanjutnya Marimbi (2009:34) menjelaskan, bahwa pengetahuan

dipengaruhi oleh pengalaman seseorang, faktor-faktor di luar orang tersebut

seperti lingkungan, baik lingkunga fisik maupun nonfisik dan sosial budaya

yang kemudian pengalaman tersebut diketahui, dipersepsikan, diyakini

sehingga menimbulkan motivasi, niat untuk bertindak dan akhirnya menjadi

perilaku.

5.3 Perilaku Kesehatan Masyarakat Lindu Terkait Schistosomiasis

Perilaku merupakan tindakan atau kegiatan yang dilakukan oleh

seseorang atau sekelompok orang untuk kepentingan atau pemenuhan

kebutuhan tertentu berdasarkan pengetahuan, kepercayaan, nilai dan norma

kelompok yang bersangkutan. Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi

kesehatan dapat berupa perilaku/tindakan yang disadari (sengaja) atau tidak

disadari (tidak disengaja). Ada perilaku-perilaku yang disengaja atau tidak

disengaja membawa manfaat bagi kesehatan individu atau kelompok

Page 91: SCHISTOSOMIASIS PADA MASYARAKAT DATARAN TINGGI LINDU DI …digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/Digital... · 2020. 11. 18. · Salah satu penyakit yang cukup lama dialami

kemasyarakatan dan sebaliknya ada perilaku yang disengaja berdampak

merugikan kesehatan (Kalangie, 1993:44). Dalam penelitian ini penulis

menjabarkan kebiasaan-kebiasaan masyarakat Lindu terkait dengan

schistosomiasis.

Pada umumnya warga Lindu yang dijangkiti schistosomiasis adalah

mereka yang mempunyai kebiasaan yang tidak terpisahkan dari air, baik

dalam rangka bekerja sebagai petani di sawah ataupun melakukan kegiatan

sehari-hari seperti mencuci pakaian/alat-alat rumah tangga, buang air serta

mandi di sungai atau perairan yang terinfeksi parasit schistosomisis. Selain

itu adalah mereka yang sering menyusuri sungai untuk berburu binatang di

hutan-hutan atau mencari ikan sepanjang daerah yang mengandung parasit

schistosomiasis..

Masyarakat Lindu khususnya di desa Puroo, sebagian besar tidak

memiliki jamban keluarga, dengan alasan ekonomi belum mencukupi untuk

membangun jamban. Mereka masih memiliki kebiasaan menggunakan

aliran-aliran air yang berasal dari sungai di Owo untuk kegiatan mencuci,

mandi, dan buang air besar. Untuk kebutuhan air minum mereka

menggunakan air PDAM yang sudah disediakan pemerintah desa. Salah

satu kebiasaan warga Lindu yang tinggal di desa Puroo adalah kebiasaan

buang air besar di aliran-aliran air sungai. Waktu buang air besar

disesuaikan dengan keadaan setempat biasanya di lakukan pada jam 5

subuh sampai jam 9 pagi. Sedangkan aktifitas mandi di mulai jam 11 siang.

Hal ini sengaja dilakukan untuk menunggu air menjadi bersih kembali dari

Page 92: SCHISTOSOMIASIS PADA MASYARAKAT DATARAN TINGGI LINDU DI …digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/Digital... · 2020. 11. 18. · Salah satu penyakit yang cukup lama dialami

kotoran manusia. Seperti ungkapan informan penderita schistosomiasis di

desa Puroo yaitu, ibu Sherly Lago umur 43 tahun sebagai berikut :

“ Masyarakat sini masih kurang memiliki jamban keluarga belum ada uang untuk membangun jamban, sehingga seringkali BAB (buang air besar) di sungai, rata-rata waktu BAB mulai jam 5 subuh sampai jam 9 pagi. Masih banyak kebutuhan lain yang harus dipenuhi. Sudah dari dulu kami menggunakan air sungai untuk mandi dan buang air besar “ (wawancara tanggal 20 Februari 2013.) Lebih Lanjut ibu Desi umur 30 tahun menyatakan bahwa: “ Schistosomiasis sudah bukan penyakit yang ditakutkan warga sini sudah dianggap biasa terjadi di Lindu, Jadi masyarakat sini sudah bosan hadapi ini penyakit, karena tiap 6 bulan kami diperiksa di ambil tinjanya. Rata-rata petani di sini sangat jarang pakai sepatu boot,karena tempat kami bekerja penuh lumpur, becek. Lumpurnya bisa sampai dilutut, kalau pakai sepatu boot lumpurnya masuk ke dalam sepatu ” (wawancara tanggal 20 Februari 2013). Ungkapan-ungkapan informan di atas memberikan gambaran bahwa

masyarakat masih memiliki perilaku yang bisa menjadi salah satu penyebab

tertajdinya penularan schistosomiasis. Masyarakat sudah menganggap

schistosomiasis adalah penyakit biasa dan tidak berbahaya. Begitu pula

dalam hal penggunaan alat pelindung diri. Petani mempunyai alasan untuk

tidak menggunakan sepatu boot saat berada di sawah maupun di kebun.

Menurut mereka penggunaan sepatu boot saat bekerja di sawah tidak

menjamin untuk terhindar dari schistosomiasis. Sepatu yang mereka pakai

sering tertanam di dalam lumpur.

Berdasarkan hasil penelitian tampak bahwa pengetahuan tidak

selalu berhubungan dengan perilaku positif seseorang dalam mencegah diri

Page 93: SCHISTOSOMIASIS PADA MASYARAKAT DATARAN TINGGI LINDU DI …digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/Digital... · 2020. 11. 18. · Salah satu penyakit yang cukup lama dialami

untuk terhindar dari penyakit. Masyarakat Lindu mengetahui penyebab dan

cara pencegahan schistosomiasis hanya bisa dilakukan dengan

menggunakan sepatu boot saat berada di sawah dan di kebun, tidak

melewati areal fokus keong. Namun dari hasil observasi, konsep

pengetahuan yang baik tentang schistosomiasis tersebut, tidak selamanya

memberikan efek baik terhadap upaya pencegahan penyakit.

Saat observasi rata-rata petani di Lindu saat bekerja di sawah tidak

menggunakan sepatu boot. Dengan alasan belum ada uang untuk

membelinya. Ada beberapa petani mengenakan sepatu boot saat berangkat

dari rumah, namun setelah sampai di areal persawahan mereka

menanggalkan sepatu boot dengan alasan sawah penuh lumpur jika dipakai

akan terasa berat dan tidak nyaman. Berdasarkan hasil penelitian bahwa

masyarakat yang menggunakan alat pelindung diri (sepatu boot) adalah

mereka yang memiliki ekonomi yang lebih baik.

Hasil penelitian menunjukkan resiko terbesar untuk terinfeksi

schistosomiasis adalah masyarakat petani. Petani selalu dihadapkan pada

kondisi yang memungkinkan mereka terkontaminasi dengan air, didukung

pula oleh lamanya waktu bekerja. Petani di Lindu mulai beraktifitas pada

jam 7 pagi sampai jam 4 sore. Di mana waktu-waktu tertentu penularan

schistosomiasis bisa terjadi.

Bila kita melihat akan keseluruhan masalah yang dihadapi oleh

masyarakat desa seperti pada warga Lindu, adalah jelas bahwa penentuan

prioritas yang paling mereka utamakan. Masalah-masalah kesehatan

seolah-olah bersaing dengan masalah-masalah dari segi-segi hidup lainnya,

Page 94: SCHISTOSOMIASIS PADA MASYARAKAT DATARAN TINGGI LINDU DI …digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/Digital... · 2020. 11. 18. · Salah satu penyakit yang cukup lama dialami

seperti ekonomi, dan keluarga. Tidak jarang prioritas pertama jatuh pada

pemenuhan kebutuhan hidup. Alasan ini pulalah yang antara lain, dapat

menjelaskan mengapa orang LIndu tidak melakukan pencegahan

schistosomiasis karena bagi mereka bukan prioritas utama. Faktor ekonomi

salah satunya. Banyak dari warga Lindu tidak memiliki sepatu boot karena

alasan ekonomi. Mereka lebih mendahulukan kebutuhan primernya dari

pada kebutuhan lainya.

Kalau kita melihat secara khusus akan pranata-pranata pencegahan

dan pemberantasan penyakit, dan perawatan kuratif, maka masalah-

masalah yang dihadapi merupakan hambatan budaya, sosial dan psikologis

yang sebenarnya berbentuk perilaku-perilaku yang merugikan atau merusak

kesehatan baik disadari maupun tidak disadari.

Berbicara mengenai pengetahuan dan perilaku kesehatan sedikitnya

terkait dengan masalah nilai-nilai budaya dan lingkungan masyarakat.

Faktor-faktor sosial-psikologi dan faktor budaya sering memainkan peran

dalam mencetuskan penyakit. Hasil penelitian menunjukkan bahwa

sebagian orang Lindu tidak melakukan pencegahan terhadap

schistosomiasis, meskipun mereka memiliki pengetahuan (kognitif) dalam

menganalisis penyakit schistosomiasis baik dari segi penyebab, gejala dan

penularannya. Masyarakat Lindu pada umumnya hanya melakukan tindakan

pengobatan pada saat dinyatakan positif terinfeksi schistosomiasis.

Sebagai masyarakat yang masih memegang nilai-nilai budaya, tentunya

pola kebiasaan semacam ini bagi mereka adalah suatu tindakan positif,

yang sifatnya mengikat. Dengan demikian masyarakat berpikir dan

Page 95: SCHISTOSOMIASIS PADA MASYARAKAT DATARAN TINGGI LINDU DI …digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/Digital... · 2020. 11. 18. · Salah satu penyakit yang cukup lama dialami

melakukan tindakan sesuai pemahaman dan pengalaman yang mereka

rasakan.

Perilaku pencegahan yang dilakukan oleh masyarakat di Lindu

hanyalah perawatan kesehatan yaitu melakukan pengobatan setelah

didiagnosis positif terinfeksi schistosomiasis. Masyarakat melakukan dan

menerima sistem perawatan kesehatan secara medis moderen yaitu,

bersedia mengumpulkan tinja setiap enam bulan sekali dan bersedia minum

obat yang diberikan petugas kesehatan.

Bagi warga yang luput dari pemeriksaan tinja dan pengobatan,

petugas kesehatan akan mendatangi warganya yang tidak berpartisipasi

dalam kegiatan tersebut. Dari pengalaman petugas kesehatan, banyak dari

warganya setelah diberikan obat schistosomiasis, obat tersebut tidak

diminum sesuai dengan dosis yang dianjurkan dan bahkan menunda waktu

untuk meminumnya, dengan alasan lupa dan sibuk. Bagi mereka obat

schistosomiasis memiliki efek samping seperti pusing dan mual, sehingga

mereka sengaja mengulur-ngulur waktu, karena mengingat pekejaan sehari-

hari. Seperti yang diungkapkan bapak Andy Maku umur 49 tahun, penderita

schistosomiasis sebagai berikut:

“ Setiap minum obat saya tidak ke sawah karena tidak bisa bangun dari tempat tidur, kepala pusing mau muntah. Biasanya saya menunda waktu minum obat, karena mengingat pekerjaan belum selesai. Dosis obat diberikan sesuai dengan berat badan, berjumlah 6 biji, sekali minum 3 biji setiap 5 jam sampai habis ” ( wawancara tanggal 20 Februari 2013). Dalam hal pencarian pengobatan penyakit, warga Lindu lebih

mendahulukan berobat ke puskesmas, ini nampak pada jumlah pasien yang

berobat di puskesmas Lindu. Rata-rata pasien yang datang berobat

Page 96: SCHISTOSOMIASIS PADA MASYARAKAT DATARAN TINGGI LINDU DI …digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/Digital... · 2020. 11. 18. · Salah satu penyakit yang cukup lama dialami

berjumlah 10 sampai 15 orang setiap hari. Menurut bapak Arwin umur 51

tahun sebagai kepala puskesmas di Lindu sebagai berikut:

“ Warga Lindu lebih mengutamakan berobat ke puskesmas, karena mereka selalu diberikan penyuluhan tentang kesehatan. Untuk mengantisipasi penyakit schistosomiasis pengobatan harus dilakukan dengan pengambilan tinja terlebih dahulu. kami tidak bisa berikan pengobatan tanpa pemeriksaan tinja, ditakutkan efek samping obat schistosomiasis bisa mengakibatkan kematian bagi orang yang komplikasi dengan penyakit lain ” ( wawancara tanggal 21 Februari 2013).

Hal di atas memberikan gambaran, meskipun masyarakat Lindu

hidup pada daerah yang terpencil, namun informasi kesehatan tak jauh

ketinggalan selalu mereka dapatkan. Masyarakat Lindu sangat percaya

pada petugas kesehatan untuk menangani schistosomiasis. Bagi mereka

dukun tak memiliki fungsi apa-apa untuk mengobati schistosomiasis, kecuali

jika sudah diobati oleh petugas kesehatan dan penyakitnya tak kunjung

sembuh baru mereka bisa ditangani oleh penyembuh tradisional yaitu,

dukun kampung atau biasa disebut sando. Masyarakat di Lindu masih

meyakini akan kemampuan supranatural, dukun dalam pengobatan

penyakit. Dukun kampung berfungsi menyembuhkan penyakit non-medis

seperti gangguan mahluk halus (keteguran setan) yang menghuni pohon

dan hutan. Selain itu, warga Lindu khsususnya yang beragama Kristen

memiliki kepercayaan pada pendeta untuk mengobati penyakit, bagi mereka

doa-doa yang dipanjatkan oleh pendeta dapat memberikan kesembuhan

penyakit.

Etnomedisin awalnya mempelajari tentang pengobatan masyarakat

primitif yang dianggap tradisional, strereotip ini harus dihindari karena

pengobatan tradisional tidak selamanya terbelakang atau salah, dengan

Page 97: SCHISTOSOMIASIS PADA MASYARAKAT DATARAN TINGGI LINDU DI …digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/Digital... · 2020. 11. 18. · Salah satu penyakit yang cukup lama dialami

bukti di zaman yang semakin berkembang dengan kemajuan ilmu

pengetahuan dan tekhnologi saat ini, memungkinkan orang masih memiliki

kepercayaan untuk melakukan pengobatan secara tradisional atau

supranatural. Dalam sistem nilai dan kepercayaan, struktur sosial dan dalam

proses kognitif, masyarakat Lindu bersifat etnosentris artinya mereka terikat

pada cara-cara dan kepercayaan tradisional mereka.

Di mana saja di dunia ini khsususnya masyarakat pedesaan seperti

masyarakat di Dataran Lindu, walaupun telah menggunakan sistem

pelayanan formal atau pelayanan kesehatan primer, sama sekali tidak

meninggalkan gagasan dan praktek perawatan kesehatan tradisional melalui

prametra (dukun, pendeta, atau orang lain yang dianggap sakti). Bahkan

pada masyarakat perkotaan bentuk-bentuk perawatan kesehatan tradisional

masih dipergunakan.

Berdasarkan hasil wawancara dan observasi, hasil peneltian ini

menunjukkan bahwa: 1) Masyarakat Lindu memahami penyebab, gejala dan

penular schistosomiasis, namun tidak diikuti oleh perilaku baik dalam hal

pencegahan schistosomiasis. 2) Bagi masyarakat Lindu penyakit ini tidak

lagi berbahaya dan di anggap penyakit biasa, sehingga pencegahan tidak

dilakukan, yang ada hanyalah mengharap perawatan kesehatan yang

dilakukan oleh petugas kesehatan dengan melakukan pemeriksaan tinja dan

pengobatan penderita. 3) Terjadinya schistosomiasis diakibatkan oleh

pengaruh lingkungan alam yaitu hubungan timbal balik antara manusia

dengan lingkungan alamnya. Lingkungan alam yang menyediakan tempat

berkembangbiak keong sehingga keong hanya mampu hidup dan

Page 98: SCHISTOSOMIASIS PADA MASYARAKAT DATARAN TINGGI LINDU DI …digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/Digital... · 2020. 11. 18. · Salah satu penyakit yang cukup lama dialami

berkembang pada wilayah kawasan Lindu. Orang yang lebih rentan tertular

schistosomiasis adalah petani, karena aktifitas ekonomi mereka sangat

berhubungan dengan areal-areal fokus keong. 3) Orang yang terinfeksi

schistosomiasis berdasarkan hasil pemeriksaan laboratorium secara klinis

tidak menunjukkan gejala sakit yang dirasakan, tetapi mereka masih tetap

menjalankan aktifitas sehari-hari.

Dapat dikatakan bahwa perilaku kesehatan masyarakat Lindu

tergantung beberapa faktor antara lain pengetahuan budaya, persepsi

etiologi penyakit, persepsi derajat keparahan penyakit, kepercayaan dan

kemampuan ekonomi masyarakat.

5.4 Persepsi Masyarakat Lindu Terkait Schistosomiasis.

Kita mengakui bahwa keanekaragaman persepsi sehat dan sakit

beserta perawatan kesehatan antar komunitas pada umumnya ditentukan

oleh pengetahuan, nilai dan norma singkatnya kebudayaan masing-masing

masyarakat. Kita dapat mengatakan bahwa pada umumnya kebudayaan

menentukan apa yang menyebabkan orang menderita sakit sebagai akibat

dari perilakunya dan mengapa perawatan medisnya mengikuti cara tertentu

dan bukan cara lainnya (Logant dalam Kalangie, 1993:5).

Selanjutnya Dunn dalam Kalangi (1993:7) menjelaskan, konsep

sehat dan sakit sebagai suatu kondisi individu dan kelompok sosial yang

dinamis, selalu dalam keadaan berubah-ubah. Persepsi seseorang terhadap

kondisi kesehatannya tidak hanya dilakukan oleh yang bersangkutan secara

pribadi tetapi berlangsung dalam jaringan sosialnya, dengan komponen-

Page 99: SCHISTOSOMIASIS PADA MASYARAKAT DATARAN TINGGI LINDU DI …digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/Digital... · 2020. 11. 18. · Salah satu penyakit yang cukup lama dialami

komponen perkelompokan, seperti kekerabatan, persahabatan, tetangga,

pekerjaan, dan komunitas. Proses ini berlaku pula dalam mengambil

keputusan perawatan medis yang harus diusahakan pada saat seseorang

jatuh sakit. Sebelum keputusan dibuat saran-saran diperoleh, diminta atau

tidak, dari orang-orang terdekat dari kelompok sosial mereka.

Persepsi penduduk desa atas kebutuhan kesehatan tidak selalu

sesuai dengan langklah-langkah yang harus dijalankan untuk memenuhi

kebutuhan kesehatan. Hal ini terjadi pada masyarakat Lindu, mereka

menempatkan kesehatan adalah hal yang utama bagi dirinya dan

keluarganya, sehingga menempatkan prioritas pengobatan atau

pemeliharaan kesehatan berdasarkan pemahaman yang diyakini. Namun

disisi lainnya pencegahan untuk tidak tertular penyakit, seperti sanitasi

lingkungan, tidak menggunakan air yang mengandung parasit,

menggunakan sepatu boot, tidak melewati areal fokus keong, hal tersebut

justru yang dapat menjamin kesehatan dirinya tidak dianggap oleh mereka

bahwa perilaku semacam ini akan mencegah penyakit schistosomiasis.

Persepsi masyarakat Lindu tentang schistosomiasis adalah telah

menganggap schistosomiais sebagai penyakit ringan, biasa dan tidak

berbahaya. Persepsi ini muncul karena masyarakat sering dihadapkan pada

masalah-masalah schistosomiasis baik dari gejala-gejala sakit yang sering

dirasakan serta masalah pengobatan dan kegiatan survey tinja yang secara

rutin dilakukan oleh petugas kesehatan. Bagi mereka obat schistosomiasis

sangat mudah didapat dengan sekali pengobatan mereka merasakan

kesembuhan. Persepsi semacam ini akan memberikan pengaruh pada pola-

Page 100: SCHISTOSOMIASIS PADA MASYARAKAT DATARAN TINGGI LINDU DI …digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/Digital... · 2020. 11. 18. · Salah satu penyakit yang cukup lama dialami

pola tindakan pencegahan, dan mereka akan lebih mengarah pada prioritas

utama yaitu pengobatan penyakit.

Seperti masyarakat lainnya, masyarakat Lindu memiliki konsep

tersendiri tentang sehat dan sakit. Hasil wawancara mendalam dengan

beberapa informan, informan mengatakan orang sehat adalah orang yang

masih bisa bekerja di kebun, di sawah dan menangkap ikan di danau,

semua aktifitas bisa dikerjakan. Sedangkan orang sakit adalah, orang yang

hanya bisa tinggal di rumah, yang semua anggota tubuhnya seperti orang

lumpuh tak berdaya, badan terasa panas dan dingin. Meskipun hasil

pemeriksaan tinja mereka positif schistosomiasis, aktivitas tetap berjalan

karena bagi mereka gejala-gejala yang ditimbulkan belum terlalu parah.

Pada kenyataannya orang Lindu dapat menentukan kondisi

kesehatannya baik bilamana ia tidak merasakan terjadi suatu kelainan fisik

maupun psikis. Ataupun mereka menyadari akan adanya kelainan tetapi

tidak terlalu menimbulkan perasaan sakit dan tidak dipersepsikan sebagai

kelainan yang memerlukan perhatian medis secara khusus, karena

dianggap bisa sembuh dengan sendirinya, atau kelainan ini sama sekali

tidak dianggap penyakit atau dianggap penyakit ringan.

Pemahaman masyarakat Lindu tentang konsep sehat dan sakit

didasarkan pada pengalaman sendiri. Bagi mereka sehat merupakan harta

yang paling berharga. Orang sehat adalah orang yang masih bisa bekerja,

masih bisa menjalankan aktivitas sehari-hari. Seperti ungkapan informan ibu

tuti (penderita) umur 39 tahun meyatakan bahwa:

Page 101: SCHISTOSOMIASIS PADA MASYARAKAT DATARAN TINGGI LINDU DI …digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/Digital... · 2020. 11. 18. · Salah satu penyakit yang cukup lama dialami

“ sehat bagi saya adalah orang yang masih bisa bekerja di sawah dan sakit orang yang tidak bisa bekerja yang sudah tak bisa jalan dan hanya bisa berbaring di tempat tidur”. Menurut ibu tuti jika pikiran sehat maka semuanya akan sehat, kita serahkan semuanya pada tuhan,karena kami percaya, tuhan adalah penjaga, penyembuh nomor satu bagi kehidupan keluarga kami ” ( wawancara tanggal 3 Maret 2013). Konsep sehat dan sakit setiap komunitas berbeda-beda ditiap

daerah. Ada kalanya konsep sehat sakit didasarkan pada pengalaman dan

pengetahuan masyarakat Sehubungan dengan itu, baik secara individual

maupun hidup bermasyarakat, manusia tidak terlepas dari religi atau sistem

kepercayaan kepada Tuhan sebagai penguasa alam. Hal ini terlihat saat

observasi nampak sebagian warga di Lindu melaksanakan ibadah di gereja

setiap hari sabtu dan minggu. Mereka memiliki persepsi dan percaya bahwa

penyembuh utama penyakit adalah Tuhan, tanpa ibadah semua tidak akan

sempurna. Menurut informan, schistosomiasis adalah penyakit yang

diberikan tuhan dan sangat yakin ada hikmah dibalik semua yang menimpa

desa mereka. Kepercayaan itu pula yang menguatkan mereka untuk tetap

bertahan hidup.

Masyarakat Lindu memiliki persepsi bahwa schistosomiasis sebagai

penyakit alami yang diberikan tuhan yang tidak perlu lagi ditakuti. Seperti

yang dikatakan oleh informan K Melangko sebagai tokoh adat Lindu umur

72 tahun sebagai berikut :

“ saya merasakan tuhan menurunkan penyakit ini ke Lindu dengan bukti, kalau tidak ada penyakit schisto di kampung kita, mungkin orang di luar Lindu tidak akan tahu kampung kita, mungkin pemerintah tidak akan memperhatikan nasib kita yang tinggal di daerah terpencil ini. Schistosomiasis ini ada di Lindu karena lingkungan alam, terus terang kami juga bingung kenapa hanya ada di lindu mungkin lingkungan kami cocok untuk kehidupan keong sehingga di daerah lain schistosomiasis tidak ada ” (wawancara tanggal 3 maret 2013).

Page 102: SCHISTOSOMIASIS PADA MASYARAKAT DATARAN TINGGI LINDU DI …digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/Digital... · 2020. 11. 18. · Salah satu penyakit yang cukup lama dialami

Ungkapan informan di atas menunjukan bahwa schistosomiasis

adalah penyakit yang diberikan tuhan untuk mereka, dan diyakini dapat

mendatangkan keberuntungan bagi kehidupan orang Lindu. Ini nampak

pada sistem perekonomian warga Lindu yang sangat maju khususnya hasil

pertanian seperti beras kopi dan cacao, serta hasil penangkapan ikan mujair

di danau Lindu. Rata-rata penduduk di Lindu memiliki lahan pertanian yang

penghasilannya cukup memuaskan. Meskipun di sisi lain perilaku ekonomi

justru akan berdampak pada kondisi kesehatan mereka.

Persepsi masyarakat Lindu terkait dengan pengobatan

schistosomiasis. Mereka memiliki persepsi bahwa pengobatan

schistosomiasis hanya bisa dilakukan secara medis moderen melalui

petugas kesehatan dan tidak dapat disembuhkan melalui penyembuhan

secara tradisonal. Penyembuhan secara tradisional sudah pernah dilakukan

oleh warga dengan mengandalkan seorang sando (dukun) namun tidak

merasakan kesembuhan. Awalnya warga setempat menganggap bahwa

penyakit ini disebabkan oleh adanya gangguan setan, kutukan, gangguan

mahluk halus, namun setelah upaya berobat ke dukun ini dilakukan tidak

membuahkan hasil yang sempurna. Kemudian dibuatlah semacam ramuan

tradisional dan dioleskan ke bagian tubuh yang dianggap dapat memberikan

dampak yang baik terhadap penyakit ini. Ada yang mengobatinya dengan

daun jambu dan daun pepaya namun hal ini tidak berhasil juga, sehingga

warga menyerahkan sepenuhnya kepada pihak petugas kesehatan.

Page 103: SCHISTOSOMIASIS PADA MASYARAKAT DATARAN TINGGI LINDU DI …digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/Digital... · 2020. 11. 18. · Salah satu penyakit yang cukup lama dialami

Seperti yang dikemukakan oleh salah seorang penderita

schistosomiasis bapak Etmon (28 tahun) mangatakan bahwa :

“ Saya sering kurang enak badan, badan terasa sakit, pusing,mual hingga harus banyak istrahat di rumah, sudah berbagai macam cara pengobatan tradisional yang telah saya lakukan seperti ke sando (dukun) agar penyakit ini cepat sembuh. Selain itu saya minum obat ramuan seperti rebusan air papaya, saya pikir malaria namun tidak ada perubahan. Sehingga saya berobat ke Puskesmas, setelah diperiksa ternyata saya kena schistosomiasis. Obat yang dikasih cukup membuat saya sembuh ” ( wawancara 27 Januari 2013).

Tindakan pencarian pengobatan yang dilakukan oleh informan ini,

bisa berdasarkan pada pengalamannya saat merasakan sakit. Namun

karena keinginan untuk mencapai kesembuhan belum dirasakan sehingga

mengambil elternatif lain untuk melakukan pengobatan medis moderen.

Pada kenyataannya perawatan medis moderen mulai memegang

peranan yang penting dikalangan orang Lindu. Seseorang terserang

penyakit pertama-tama akan berusaha menyembuhkannya sendiri dengan

pengobatan rumah tangga seperti obat ramuan dari tumbuh-tumbuhan atau

ke dukun. Bilamana langkah pertama ini tidak membawa hasil, maka

langkah kedua ditentukan oleh perkiraan tentang kategori penyakit.

Berdasarkan asumsi tentang penyakit yang dirasakan tersebut seseorang

mencari pertolongan, jika dengan pertolongan seorang dokter mereka

merasakan kesembuhan maka akan muncul keyakinan bahwa dengan

pengobatan ke dokter atau petugas medis moderen lebih efektif dapat

menghilangkan penyakit yang dirasakan.

Hal ini sejalan dengan apa yang dinyatakan oleh Foster dalam

(Kalangie 1993:166), Bahwa sikap pragmatis bukan lagi merupakan suatu

Page 104: SCHISTOSOMIASIS PADA MASYARAKAT DATARAN TINGGI LINDU DI …digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/Digital... · 2020. 11. 18. · Salah satu penyakit yang cukup lama dialami

kenyataan yang asing di kalangan orang-orang desa. Bila mereka dapat

mengalami manfaat suatu perawatan medis moderen, mereka akan

mengesampingkan kepercayaan dan cara-cara perawatan medis tradisional

yang tidak efektif.

Selanjutnya, persepsi masyarakat dalam hal penggunaan alat

pelindung diri saat bekerja, rata-rata informan menyatakan pandangannya

bahwa penggunaan sepatu boot saat bekerja sangat baik untuk menghindari

agar tidak tertular schistosomiasis. Namun di sisi lain mereka merasa tidak

nyaman jika bekerja harus menggunakan sepatu boot. Begitu pula sikap

mereka terhadap penggunaan sepatu boot, ada yang menyatakan suka dan

tidak suka dalam penggunaan sepatu boot saat bekerja. Berbagai alasan

yang dikemukakan oleh informan, bahwa penggunaan alat pelindung diri

saat bekerja menimbulkan rasa tidak nyaman, susah bergerak jika

digunakan pada tempat-tempat yang berlumpur.

Persepsi dan sikap sebagian masyarakat Lindu terhadap

penggunaan alat pelindung diri saat bekerja di sawah dan di kebun,

tentunya berdasarkan pengalaman yang mereka lihat dan alami sendiri,

bahwa penggunaan alat pelindung diri saat bekerja membuat mereka sulit

untuk bergerak bebas khususnya di areal persawahan yang penuh lumpur.

Persepi dan sikap yang ada pada masyarakat merupakan

pernyataan pandangan suka dan tidak suka seorang individu terhadap suatu

situasi atau kondisi yang mereka lihat dan rasakan. Seperti pernyataan

bapak Lande salah seorang pengidap schistosomiasis, beliau memilik

persepsi bahwa percuma menggunakan alat pelindung diri (sepatu boot),

Page 105: SCHISTOSOMIASIS PADA MASYARAKAT DATARAN TINGGI LINDU DI …digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/Digital... · 2020. 11. 18. · Salah satu penyakit yang cukup lama dialami

kalau di sekitar sawah mereka masih ada fokus, dan secara sengaja mereka

masih menggunakan air dari fokus, utamanya setelah bekerja di sawah

ataupun di kebun. Bapak Lande berharap agar kiranya nanti ada obat yang

dapat memberantas keong.

Kalau kita melihat secara khusus masalah kesehatan yang terjadi

dikalangan masyarakat Lindu terkait dengan schistosomiasis, dapat

dikatakan adalah masalah-masalah budaya, sosial dan psikologis. Sehingga

membentuk perilaku dan persepsi yang dapat merugikan kesehatan baik

disadari maupun tidak disadari. Tidaklah mengherankan kalau orang Lindu

lebih mengarahkan pada usaha-usaha mencari jalan untuk mengatasi

masalah-masalah kesehatan dengan pengobatan tanpa upaya yang baik

dalam pencegahan schistosomiasis.

5.5 Upaya Petugas Kesehatan dan Peran Lembaga Lokal dalam Membantu Mencegah dan Menanggulangi Schistosomiasis.

Institusi lokal dalam komunitas harus dilihat sebagai suatu sistem

yang saling silang menyilang dan institusi lokal telah menyediakan jaring

pengaman sosial (sosial safety net) ketika komunitas lokal berada dalam

situasi krisis. Kehadiran institusi lokal bukan atas kepentingan

pribadi/individu tetapi atas kepentingan bersama, sehingga institusi lokal

lama kelamaan menduduki posisi penting dalam penyelenggaraan

pemerintahan lokal. Rasa saling percaya warga komunitas lokal yang

digalang dan diasah melalui institusi ini semakin hari semakin didambakan

sebagai modal sosial (sosial capital).

Page 106: SCHISTOSOMIASIS PADA MASYARAKAT DATARAN TINGGI LINDU DI …digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/Digital... · 2020. 11. 18. · Salah satu penyakit yang cukup lama dialami

Modal sosial yang secara garis besar merupakan unsur pelumas

yang sangat menentukan bagi terbangunnya kerjasama antar individu atau

kelompok atau terbangunnya suatu perilaku kerjasama kolektif. Dalam

modal sosial selalu tidak terlepas pada tiga elemen pokok yang ada pada

modal sosial yang mencakup (a) Kepercayaan/Trust (kejujuran, kewajaran,

sikap egaliter, toleransi, dan kemurahan hati); (b) Jaringan Sosial/Sosial

Networks (partisipasi, resiprositas, solidaritas, kerjasama); (c) Norma/norma

(nilai-nilai bersama, sanksi, aturan-aturan). Menurutnya ketiga elemen modal

sosial di atas berikut aspek-aspeknya pada hakikatnya adalah elemen-

elemen yang ada atau seharusnya ada dalam kehidupan sebuah kelompok

sosial, apakah kelompok itu bernama komunitas, masyarakat, suku bangsa,

atau kategori lainnya atau dengan kata lain elemen-elemen modal sosial

tersebut merupakan pelumas yang melicinkan berputarnya mesin struktur

sosial. (J. Mawardi : 2007:34)

Modal sosial merupakan sebuah langkah yang kerap diambil dalam

penanganan sebuah bencana atau permasalahan kompleks dari

masyarakat. Modal sosial merupakan sebuah upaya serta langkah-langkah

yang diambil berdasarkan hasil musyawarah yang dilakukan oleh para tokoh

adat, tokoh agama dan pihak kesehatan dalam mencegah dan

menanggulangi schistosomiasis.

Salah satu modal sosial yang bisa dijadikan sebagai landasan

kerjasama antara pemerintah dan masyarakat Lindu dalam penanggulangan

schistosomiasis adalah adat-istiadat. Satu sisi kehidupan orang-orang di

Dataran Lindu adalah, orang-orang yang taat terhadap aturan adat istiadat

Page 107: SCHISTOSOMIASIS PADA MASYARAKAT DATARAN TINGGI LINDU DI …digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/Digital... · 2020. 11. 18. · Salah satu penyakit yang cukup lama dialami

yang berlaku. Aturan adat sebagai hukum yang hidup dalam masyarakat

menjadi mekanisme yang mengatur tata cara hidup, bersosialisasi maupun

pemenuhan kebutuhan mereka. Tingkat kepatuhan terlihat dalam

mekanisme pelaksanaan sanksi (givu) terhadap setiap pelanggaran adat

yang diputuskan oleh lembaga adat melalui musyawarah adat. Pelaksanaan

adat merupakan bagian dari kebudayaan orang Lindu. Adat yang berlaku di

Dataran Lindu secara efektif mengontrol perilaku masyarakat menggunakan

sumber daya alam seperti hutan, kayu, penangkapan ikan, dan hubungan

sosial.

Jika aturan-aturan adat ini diberlakukan untuk mengontrol perilaku

kesehatan guna pencapaian derajat kesehatan masyarakat di Lindu terkait

dengan schistosomiasis, maka kemungkinan besar prevalensi

schistosomiasis di Lindu akan menurun. Seperti ungkapan beberapa tokoh

adat di Lindu. Mereka mau menerapkan sanksi (givu) untuk warga Lindu

yang tidak mengumpulkan stool tinja dan tidak menggunakan sepatu boot

saat berada di sawah maupun melewati daerah-daerah fokus keong, yaitu

sanksi di keluarkan dari kampung dan tidak akan diberikan pengobatan jika

sakit schistosomiasis. Namun sanksi ini tidak disepakati oleh beberapa

tokoh adat lainnya, karena bagi mereka sanksi tersebut sangat

memberatkan warga Lindu.

Terkait dengan peran petugas kesehatan dalam mencegah dan

menanggulangi schistosomiasis masih dalam bentuk upaya pencegahan

(preventif) dan promotif yaitu, menggerakan masyarakat melalui perantara

tokoh-tokoh masyarakat seperti tokoh adat, tokoh agama, tokoh pemuda

Page 108: SCHISTOSOMIASIS PADA MASYARAKAT DATARAN TINGGI LINDU DI …digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/Digital... · 2020. 11. 18. · Salah satu penyakit yang cukup lama dialami

dan para kader kesehatan. Khususnya dalam pengumpulan tinja dan

pengobatan schistosomiasis. Upaya petugas kesehatan selama ini adalah,

mengajak masyarakat untuk mewujudkan hidup sehat terbebas dari

schistosomiasis antara lain, menghimbau masyarakat untuk selalu

menggunakan alat pelindung diri seperti sepatu boot dan sarung tangan

saat beraktifitas di areal persawahan dan perkebunan, tidak menggunakan

air yang terkontaminasi parasit schistosomiasis seperti mencuci tangan,

buang air besar dan mandi di air yang yang mengandung parasit.

Langkah-langkah strategis selanjutnya yang dikerjakan oleh

petugas kesehatan dalam upaya promotif yaitu: mengubah persepsi

masyarakat yang selama ini masih menganggap schistosomiasis adalah

penyakit biasa dan tidak lagi ditakuti warga, masyarakat sudah sangat

bergantung pada pengobatan yang dilakukan setiap enam bulan sekali oleh

petugas kesehatan. Upaya mengubah persepsi dan perilaku masyarakat

Lindu dalam pencegahan schistosomiasis diperlukan waktu dan

penanganan terus-menerus. Langkah petugas kesehatan dalam upaya

promotif ini, dibantu oleh tokoh-tokoh masyarakat setempat. Salah satunya

adalah upaya tokoh adat dan tokoh agama, di mana disetiap kesempatan

saat ibadah berlangsung selalu memberikan penyuluhan kesehatan, dan

mengharapkan partisipasi warga saat pelaksanaan pengumpulan stool tinja

dan pengobatan schistosomiasis. Selain itu memberikan motivasi agar

masyarakat sadar akan bahaya schistosomiasis.

Menurut petugas kesehatan, sebagian besar masyarakat di Lindu

mempunyai kesadaran untuk patuh pada petugas kesehatan dan tokoh-

Page 109: SCHISTOSOMIASIS PADA MASYARAKAT DATARAN TINGGI LINDU DI …digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/Digital... · 2020. 11. 18. · Salah satu penyakit yang cukup lama dialami

tokoh masyarakat, namun kesadaran masyarakat kadang tidak berlangsung

lama. Hal ini nampak terlihat saat pengumpulan stool tinja banyak dari

warga yang tidak berpartisipasi, sehingga pengumpulan stool tinja hanya

mencapaii 70 % dari keseluruhan jumlah penduduk di Lindu.

Upaya lain yang dilakukan oleh petugas kesehatan adalah

memfasilitasi kegiatan-kegiatan desa, program-program pemberdayaan

masyarakat seperti memfasilitasi antara tokoh adat, kepala kampung

dengan pemerintah Kabupaten dan Propinsi, utamanya dalam hal

penanggulangan schistosomiasis. Salah satu upaya yang pernah dilakukan

pemerintah bersama tokoh-tokoh masyarakat di Lindu adalah, bekerja sama

menimbun lokasi-lokasi fokus keong menjadi lahan kering seperti, rawa-

rawa dan memperbaiki saluran-saluran air. Namun penanganannya untuk

saat ini terhenti, karena keterbatasan dana/biaya, sehingga perawatan rawa-

rawa menjadi terlantar dan saluran air menjadi tidak lancar, hal ini memicu

perkembangan hidup keong. Seperti ungkapan tokoh adat bapak K,

Melangko (72 tahun) sebagai berikut :

” Seperti di Anca ada puluhan lokasi yang menjadi tempat berkembangnya keong, kalau itu diperbaiki, saluran pembuangannya jadi baik sehingga cepat kering. Masalahnya kurangnya perawatan terhadap lokasi-lokasi itu karena terbatasnya dana sehingga focus mulai lagi berkembang. Akibatnya bukan hanya petani sawah yang terkena tetapi semua orang yang lalu lalang melewati akan terkena schistosomiasis. Pada saat gencar-gencarnya penanganan schistosomiosis dulu, daerah rawa-rawa tersebut kering, berbeda dengan kondisi sekarang menjadi tergenang air lagi ” (wawancara tanggal 03 maret 2013). Lebih lanjut di katakan oleh bapak Pinus (55 tahun) petugas laboratorium

schistosomiasis di Lindu sebagai berikut :

Page 110: SCHISTOSOMIASIS PADA MASYARAKAT DATARAN TINGGI LINDU DI …digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/Digital... · 2020. 11. 18. · Salah satu penyakit yang cukup lama dialami

“ Inisiatif pemberantasan fokus keong juga tidak muncul dari masyarakat karena daerah/tempat yang menjadi fokus keong adalah milik atau wilayah garapan warga lainnya. Kadang lokasi genangan air/rawa-rawa yang sebelumnya merupakan sawah dibiarkan oleh pemiliknya tidak terawat, saluran pembuangan tidak dibenahi. Oleh warga lainnya menganggap bahwa itu bukan kewajiban mereka untuk mengurus lokasi fokus keong karena bukan merupakan lahan hak miliknya”. (wawancara tanggal 11 februari 2013).

Berdasarkan hasil wawancara dengan informan menggambarkan,

penanganan schistosomiasis pernah dilakukan dan sangat membutuhkan

biaya yang sangat besar di mana lokasi fokus keong sebagian merupakan

lahan milik warga. Melihat kasus ini betapa pentingnya kesadaran

masyarakat dalam upaya pemberantasan schistosomiasis.

Upaya lain yang diberikan pemerintah adalah, bantuan kepada kader

kesehatan berupa pemberian insentif (reward) kepada para kader supaya

lebih bersemangat dalam melaksanakan tugasnya menjalankan sosialisasi

penyaluran kegiatan survey tinja. Bentuk kompensasi yang diberikan kepada

kader bersama anggota keluarganya (suami, istri dan anak) yaitu, fasilitas

berobat di Puskesmas Lindu termasuk kemudahan fasilitas berobat lanjut.

Salah satu gagasan lembaga lokal dan petugas kesehatan setempat

adalah, bagaimana memasukkan budaya hidup sehat ke dalam sistem nilai

budaya orang Lindu. Terutama dalam konteks partisipasi masyarakat dalam

pencegahan dan pengobatan schistosomiasis. Beberapa hal yang menjadi

faktor pendukung dalam proses penanggulangan schistosomiasis adalah:

- Lembaga adat memberikan jaminan untuk memotivasi warga

- Lembaga adat memfasilitasi sosialisasi kegiatan pengumpulan tinja dan

pengobatan

Page 111: SCHISTOSOMIASIS PADA MASYARAKAT DATARAN TINGGI LINDU DI …digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/Digital... · 2020. 11. 18. · Salah satu penyakit yang cukup lama dialami

- Terkait dengan penduduk musiman yang berada pada satu tempat

tertentu dan luput dari pemeriksaan tinja, lembaga adat menginstruksikan

bahwa pada saat pengumpulan tinja atau pembagian stool tinja harus

berada di desa

- Lembaga adat menghimbau kepada para petugas kesehatan, saat

pengumpulan tinja harus disesuaikan dengan musim bekerja orang-

orang penduduk musiman.

Bentuk kesepakatan bersama yang disepakati oleh petugas

kesehatan dan lembaga lokal adalah, diwajibkan seluruh warga Lindu untuk

mengumpulkan tinja, jika hal ini dilanggar maka petugas kesehatan tidak

akan memberikan pengobatan bagi warga yang tidak mengumpulkan tinja

meskipun secara klinis orang tersebut mengalami gejala-gejala

schistosomiasis. Namun bentuk kesepakatan ini masih saja dilanggar oleh

masyarakat karena belum ada sanksi atau aturan adat yang mengikat

kesepakatan ini. Seandainya bentuk kerjasama dalam penanggulangan

schistosomiasis ditegakkan dengan menggunakan sanksi atau aturan adat

yang kuat, seperti wajib menggunakan sepatu boot saat beraktivitas dan

wajib mengumpulkan tinja, memungkinkan prevalensi schistosomiasis akan

menurun di kawasan Lindu. Namun atas dasar kemanusiaan petugas

kesehatan masih tetap memberikan pengobatan bagi masyarakat yang

melanggar kesepakatan. Seperti yang dikemukakan oleh tokoh adat

setempat Bapak S. Toley (69 tahun) mengatakan bahwa ;

“ Kami ingin menerapkan sanksi adat, bagi warga yang tidak berperan serta, namun atas dasar kemanusiaan, kami dan petugas kesehatan tidak akan sampai hati melihat masyarakat mati karena schistosomiasis. Kami

Page 112: SCHISTOSOMIASIS PADA MASYARAKAT DATARAN TINGGI LINDU DI …digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/Digital... · 2020. 11. 18. · Salah satu penyakit yang cukup lama dialami

harus musyawarahkan dulu dengan masyarakat semuanya, agar kerjasama yang kami lakukan dapat membangun sistem kebersamaan dengan mengumpulkan berbagai macam saran dari masyarakat untuk kita rembug lalu kita sampaikan kepada pemerintah desa maupun pemerintah daerah ” (wawancara tanggal 28 januari 2013). Selain itu upaya pihak kesehatan, tokoh masyarakat dan tokoh

agama selalu memberikan pemahaman kepada masyarakat untuk

membangun kerjasama dalam penanggulangan schistosomiasis.

Pemahaman masyarakat akan bentuk kerjasama belum terjalin dengan baik,

sehingga upaya ini masih terus digalakkan oleh pihak kesehatan. Serupa

dengan hal yang dihadapi oleh pihak kesehatan, begitu pula yang dirasakan

oleh masyarakat Lindu, selain obat kiranya ada vaksin yang dapat

memberantas habitat keong.

Bentuk kerjasama yang dibangun diharapkan memberikan dampak

yang sangat positif apalagi kaitannya dengan kesehatan. Dengan kerjasama

antara pihak kesehatan dan masyarakat dapat membawa ke arah

perubahan yang lebih baik kepada warga untuk menerapkan pola hidup

sehat dan menjaga lingkungan sekitarnya. Adapun yang menjadi acuan

utama kerjasama dalam penanggulangan schistosomiasis adalah,

terbentuknya jaringan-jaringan sosial yang dianggap mampu memberikan

dorongan yang cukup kuat untuk membangun kesadaran dan motivasi

warga untuk bertindak dalam pencegahan schistosomiasis.

Jaringan-jaringan sosial yang diharapkan ini adalah sebuah institusi

atau lembaga yang dapat mengayomi seluruh kebutuhan kesehatan

masyarakat secara praktis dan sederhana. Adapun sebuah institusi atau

lembaga kesehatan yang terbangun saat ini adalah, pembangunan

Page 113: SCHISTOSOMIASIS PADA MASYARAKAT DATARAN TINGGI LINDU DI …digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/Digital... · 2020. 11. 18. · Salah satu penyakit yang cukup lama dialami

laboratorium schistosomiasis yang dikhususkan untuk kegiatan penelitian

dan kegiatan pengobatan schistosomiasis. Fungsi lainnya adalah, untuk

kegiatan survey tinja oleh petugas laboratorium kepada masyarakat. Dalam

pelaksanaannya petugas laboratorium bertugas untuk menyampaikan

perkembangan-perkembangan hasil penelitian yang didapatkan. Seperti

yang dikemukakan oleh bapak Pinus (55 tahun) petugas laboratorium

mengemukakan bahwa :

“ Setiap hasil survey tinja dan perkembangan hasil penelitian yang dilakukan selalu saya kabarkan kepada masyarakat dalam penyuluhan-penyuluhan kesehatan, maupun setiap ada rapat desa membahas mengenai penyakit keong ” (wawancara tanggal 11 Februari 2013). Laboratorium sebagai tempat musyawarah atau tempat penyuluhan

yang dilakukan petugas kesehatan kepada tokoh-tokoh masyarakat dan

kader kesehatan schistosomiasis. Hal-hal yang sering disampaikan adalah

mengenai gejala-gejala schistosomasis pertama kali memasuki kulit, ruam

dan gatal-gatal bisa terjadi. Sekitar 4 sampai 8 minggu kemudian muncul

gejala-gejala klinis seperti demam, panas-dingin, nyeri otot, lelah, rasa tidak

nyaman, mual, dan nyeri perut bisa terjadi.

Hal seperti inilah yang harus diketahui oleh warga setempat,

pentingnya membangun kerjasama untuk mengadakan penyuluhan-

penyuluhan kesehatan tidak lain adalah demi pencapaian tujuan secara

bersama. Berikut seperti yang diungkapkan oleh tokoh agama Gayus Lago

(42 tahun) bahwa :

“ Di dalam agama kami juga diajarkan tentang sebuah kerjasama antar umat beragama, saya ditunjuk sebagai orang yang mampu memberikan motivator dalam kontrol sosial masyarakat, ketika beribadah di gereja saya memimpin doa memohon kepada tuhan kami agar penyakit ini

Page 114: SCHISTOSOMIASIS PADA MASYARAKAT DATARAN TINGGI LINDU DI …digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/Digital... · 2020. 11. 18. · Salah satu penyakit yang cukup lama dialami

segera dijauhkan dari kampung ini, dan mengharap masyarakat punya kesadaran untuk melindungi keluarganya dari bahaya schistosomiasis” (wawancara tanggal 21 Februari 2013). Ungkapan informan di atas memberikan gambaran, bahwa tokoh-

tokoh agama memiliki peran dalam penanggulangan schistosomiasis,

utamanya memberikan motivasi warga untuk melakukan pencegahan

schistosomiasis.

Dalam penanggulangan schistosomiasis sangatlah dibutuhkan peran

petugas kesehatan dan lembaga lokal yang dapat mengayomi masyarakat

dalam melakukan pencegahan penyakit. Pengembangan lebih kepada

motivasi dan pengetahuan pemberdayaan masyarakat dalam memanfaatkan

sumberdaya alam dan lingkungan dengan means yang dimiliki atau

dikuasai, yaitu teknologi. ”Empower” adalah proses di mana orang

memperoleh pengetahuan, ketrampilan dan keinginan untuk mengkritisi dan

menganalisa situasi yang mereka hadapi dan mengambil tindakan yang

tepat untuk merubah kondisi tersebut.

Page 115: SCHISTOSOMIASIS PADA MASYARAKAT DATARAN TINGGI LINDU DI …digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/Digital... · 2020. 11. 18. · Salah satu penyakit yang cukup lama dialami

BAB VI

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan uraian hasil penelitian dan pembahasan maka dapat

disimpulkan sebagai berikut :

1. Hasil penelitian menunjukkan, masyarakat Lindu telah mengetahui

etiologi penyakit, gejala, penularan dan pengobatan schistosomiasis.

Penyebab schistosomiasis adalah keong ataupun tertular cacing

schistosomiasis, dengan gejala-gejala awal demam, gatal-gatal, mual,

sakit kepala, yang sering disebut oleh warga Lindu penyakit keong.

Berdasarkan pengalaman yang dialami dan pengetahuan masyarakat

bahwa schistosomiasis hanya bisa disembuhkan oleh obat yang

diberikan petugas kesehatan, dan tidak dapat disembuhkan melalui

penyembuhan secara tradisonal (dukun dan obat ramuan tradisional

dsbnya). Begitu pula halnya dengan proses penularan schostosomiasis,

informan memiliki pengetahuan bahwa penularan terjadi karena tidak

menggunakan alat pelindung diri (sepatu boot), melewati dan

menggunakan air yang bersumber dari fokus keong.

2. Persepsi masyarakat tentang schistosmiasis, telah menganggap sebagai

penyakit biasa, sering di alami dan tidak di takuti lagi, Hal ini terjadi

karena masyarakat dengan mudah mendapatkan obat schistosomiasis,

dan telah berharap dengan pengobatan yang dilakukan oleh petugas

kesehatan.

Page 116: SCHISTOSOMIASIS PADA MASYARAKAT DATARAN TINGGI LINDU DI …digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/Digital... · 2020. 11. 18. · Salah satu penyakit yang cukup lama dialami

3. Perilaku terkait dengan schistosomiais, hasil penelitian menunjukkan

masyarakat tidak melakukan pencegahan schistosomiasis, seperti

menggunakan alat pelindung diri (sepatu boot) saat beraktifitas di kebun

dan di sawah, masih memiliki kebiasaan BAB (buang air besar) dan

mandi di aliran-aliran air yang dicurigai mengandung parasit

schistosomiasis.

4. Peran petugas kesehatan dalam penanggulangan schistosomiasis

selama ini telah menunjukkan pelayanan yang baik pada sistem

pencegahan schistosomiasis, yaitu melakukan pengobatan secara rutin

kepada masyarakat setiap enam bulan sekali. Kerjasama ini diperankan

pula oleh lembaga-lembaga lokal seperti tokoh adat, tokoh agama, tokoh

pemuda. Namun kendala yang mereka hadapi adalah perilaku

masyarakat yang masih kurang menunjukkan perilaku pencegahan yang

baik dalam melindungi diri untuk tidak tertular schistosomiasis.

5. Nampak dari hasil observasi dan wawancara mendalam dengan

informan dari beberapa faktor di atas, lingkungan dan perilaku

merupakan faktor yang paling besar pengaruhnya (dominan) terhadap

tinggi rendahnya prevalensi schistosomiasis di Lindu. Tingkah laku

penduduk rata-rata tidak menggunakan alat pelindung diri saat

beraktifitas dan mengandalkan pada pengobatan medis tanpa

memikirkan cara pencegahan dan penanggulangan yang baik untuk tidak

tertular schistosomiasis. Proses penularan akan terus terjadi jika perilaku

pencegahan terhadap penyakit ini tidak dilakukan, di dukung pula oleh

Page 117: SCHISTOSOMIASIS PADA MASYARAKAT DATARAN TINGGI LINDU DI …digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/Digital... · 2020. 11. 18. · Salah satu penyakit yang cukup lama dialami

lingkungan alam yang senantiasa menyediakan habitat keong untuk

tetap hidup dan berkembang biak di seputar kawasan Lindu.

Hal ini sejalan dengan penjabaran Foster Anderson, bahwa aspek

biologis dan aspek sosio-budaya dari tingkah laku manusia dapat

mempengaruhi kesehatan dan penyakit pada manusia. Dapat

disimpulkan adanya hubungan timbal balik antara perilaku penduduk

dengan kondisi lingkungan alamnya, sehingga schistosomiasis sangat

sulit untuk diberantas.

B. Saran-Saran

Melihat kenyataan yang terjadi pada masyarakat di Lindu, penulis

mengajukan beberapa saran untuk dijadikan sebagai bahan pertimbangan

menuju masyarakat Lindu sehat dan terbebas dari schistosomiasis :

1. Perlunya pemberdayaan masyarakat dalam hal penanggulangan

schistosomiasis, di mana masyarakat diharapkan memiliki kesadaran

individual maupun kelompok, untuk melindungi diri dan keluarganya dari

bahaya schistosomiasis.

2. Perlunya peningkatan pengetahuan, sikap dan perilaku positif

masyarakat melalui promosi kesehatan, guna terciptanya motivasi

menuju perilaku pencegahan yang lebih baik terhadap schistosomiasis

3. Diharapkan pemerintah Kabupaten Sigi maupun Propinsi dapat

memberikan perhatian pada lingkungan masyarakat Lindu, khususnya

tempat berkembangbiak keong, untuk dijadikan lahan kering ataupun

lahan pertanian warga Lindu.

Page 118: SCHISTOSOMIASIS PADA MASYARAKAT DATARAN TINGGI LINDU DI …digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/Digital... · 2020. 11. 18. · Salah satu penyakit yang cukup lama dialami

4. Diharapkan pemerintah Kabupaten Sigi dan Badan Penelitian dan

Pengembangan Daerah, untuk melakukan penelitian guna menemukan

vaksin schistosomiasis yang mampu membasmi tempat-tempat

perindukkan keong .

Page 119: SCHISTOSOMIASIS PADA MASYARAKAT DATARAN TINGGI LINDU DI …digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/Digital... · 2020. 11. 18. · Salah satu penyakit yang cukup lama dialami

DAFTAR PUSTAKA

A. Buku

Anderson, Foster. (2009). Antropologi Kesehatan. Jakarta : Penerbit Universitas Indonesia.

E.K.M, Masinambow. (1997). Koenjaraningrat dan Antropologi di Indonesia. Jakarta : Penerbit Asosiasi Antropologi Indonesia Bekerjasama dengan Yayasan Obor Indonesia.

Hadidjaja, P. (1985). Schistosomiasis di Sulawesi Tengah Indonesia. Jakarta

: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Hasbullah, J. (2006). Sosial Kapital Menuju Keunggulan Budaya Manusia

Indonesia. Jakarta : MR-United Press. Kalangie, N. (1993). Kebudayaan Dan Kesehatan. Pengembangan

Pelayanan Kesehatan Primer Melalui Pendekatan Sosiobudaya. Jakarta. Penerbit Megapoln.

Marimbi, H. (2009). Sosiologi dan Antropologi Kesehatan. Yogyakarta:

Penerbit Nuha Medika. Mulyanto D. (2008). Antropologi Marx, Karl Marx Tentang Masyarakat Dan

Kebudayaan : Jakarta. Penerbit buku Ultimus. Notoatmodjo, S. (2003). Ilmu Kesehatan Masyarakat, Prinsip-Prinsip Dasar.

Jakarta : Penerbit PT Rineka Cipta. Jakarta. 2003.

Notoatmodjo, S. (2007). Promosi Kesehatan & Ilmu Perilaku. Jakarta : Penerbit PT Rineka Cipta.

Notoatmodjo, S. (2011). Kesehatan Masyaraka Ilmu dan Seni. Jakarta : Penerbit PT Rineka Cipta.

Poerwanto, H. (2000). Kebudayaan Dan lingkungan Dalam Perspektif

Antropologi. Yogyakarta : Penerbit Pustaka Pelajar. Petunjuk Teknis Pemberantasan schistosomiasis P2M. (1989). Depkes.

Page 120: SCHISTOSOMIASIS PADA MASYARAKAT DATARAN TINGGI LINDU DI …digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/Digital... · 2020. 11. 18. · Salah satu penyakit yang cukup lama dialami

Rooger, M Keesing & Samuel Gunawan. (2006). Antropologi Budaya Suatu Perspektif Kontemporer. Jakarta : Penerbit Erlangga.

Sarwono, Solito.(2004). Sosiologi Kesehatan Beberapa Konsep dan

Aplikasinya. Yogyakarta: Penerbit Gadjah Mada University Press.

Satori, D & Komariah, A. (2009). Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung.

Penerbit Alvabeta.

B. Jurnal

Djkeky,R.Djhotn. (2002). Penerapan Ilmu Antropologi kesehatan Dalam Pembangunan Kesehatan Masyarakat Papua. Jurnal Antropologi Papua ISSN-1693-1099. vol 1 no 1 Agustus .

J,Mawardi M. (2007). Peranan Sosial Kapital Dalam Pemberdayaan

Masyarakat. Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, USU. (volume III) .

Jastal. (2008). Analisis Spasial Epidemiologi Schistosomiasis Dengan

Menggunakan Penginderaan Jauh Dan Sistem Informasi Geografis Di Sulawesi Tengah : Laporan Balai Litbangkes P2B2 Donggala.

Hasyim Hamzah, (2008). Manajemen Penyakit lingkungan Berbasis

Wilayah. Jurnal Manajemen Pelayanan Kesehatan : Vol 11 no 2.

Kasnodiharjo. (1994). Penularan Schistosomiasis dan Penanggulangannya

– Pandangan dari Perilaku. Badan penelitian dan pengembangan kesehatan. Jakarta : Jurnal Cermin Dunia Kedokteran No 96.

Kasnodiharjo. (1990). Pengetahuan, Sikap Dan Perilaku Penduduk Dalam Hubungannya Dengan Schistosomiasis Setelah Dilakukan Pemberantasan Di Daerah Lindu, Napu Sul-Tengah. Jakarta : Badan penelitian Dan Pengembangan Kesehatan. Jurnal cermin Dunia Kedokteran no 60. Ditjen PPM dan PLP.

Kasnodiharjo. (1997). Masalah Sosio Budaya Dalam Upaya Pemberantasan Schistosomiasis Di Sulawesi Tengah. Jakarta : Pusat Penelitian Ekologi Kesehatan. Badan Penelitian Dan

Page 121: SCHISTOSOMIASIS PADA MASYARAKAT DATARAN TINGGI LINDU DI …digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/Digital... · 2020. 11. 18. · Salah satu penyakit yang cukup lama dialami

Pengembangan Kesehatan. Jurnal Cermin Kedokteran no 118.

Kasnodihardjo. (1990). Aspek Sosial Budaya Dalam Penanggulangan

Filariasis. .Jakarta : Cermin dunia Kedokteran no 64. Rosmini. (2010). Studi Epidemologi Schistososmiasis di Dataran Tinggi

Bada Kabupaten Poso, Propinsi Sulawesi Tengah : Laporan Balai Litbangkes P2B2 Donggala.

Rosmini & Soeyoko. (2009). Penularan schistosomiasisi di desa Dodolo dan

Mekarsari Dataran Tinggi Napu Sulawesi Tengah: Media Litbang kesehatan Vol 10 no 3.

Sudomo, M & Pretty M.D Sasono. (2007). Pemberantasan Schistosomiasis

Di Indonesia. Jakarta : Buletin Penelitian Kesehatan vol. 35 no I. Depkes.

C. Situs Internet

Sejarah schistosomiasis. Online : http://ekspedisi.kompas.com.schistosomiasis.penyakit kuno.di Lore. Lindu. ( di akses tanggal 07 Oktober 2012).

Hubungan Aspek Sosial Budaya dan Kesehatan. Online: file:///D:/download/hubungan-aspek-sosial-budaya-dan.html.

(di akses tanggal 12 Juni 2013).

Perilaku kesehatan. Online : http://id. Wikipedia.org//wiki/perilaku manusia. ( diakses, tanggal 28 November 2012).

Siklus penularan schistosomiasis. Online : www.tanyadokter.com/disaese.as?/id. (diakses tanggal 12 Oktober 2012.

Lingkungan Sosial dan Budaya. Online : http://massofa.wordpress.com.pengertian-lingkungan-sosial-

budaya. (di akses, tanggal 08 November 2012) .

Pengertian Etnomendisin. Online : (http:// chenmank.blogsstool.com/etnomedisi. (di akses tanggal 08 November 2012).

Page 122: SCHISTOSOMIASIS PADA MASYARAKAT DATARAN TINGGI LINDU DI …digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/Digital... · 2020. 11. 18. · Salah satu penyakit yang cukup lama dialami

Lampiran 1. Daftar nama Informan

NAMA INFORMAN

UMUR

1. Amos (Petugas Laboratorium Schisto)

2. Pinus ( Petugas Laboratorium Schisto)

3. Bolemata (Penderita)

4. Etmon (penderita)

5. Lande (Penderita)

6. Nin (Penderita – Ibu Rumah Tangga)

7. Andy Maku (Penderita)

8. Tuti (Penderita- Ibu rumah Tangga)

9. Arwin Sukara ( Kepala Puskesmas)

10. Gayus Lago ( Tokoh Agama)

11. Desy ( Kader schisto)

12. Sherly Lago ( Kader Schisto)

13. S. Toley ( Tokoh Adat)

14. K. Melangko ( Tokoh Adat)

59

55

67

28

45

40

49

39

51

42

30

43

69

72

Page 123: SCHISTOSOMIASIS PADA MASYARAKAT DATARAN TINGGI LINDU DI …digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/Digital... · 2020. 11. 18. · Salah satu penyakit yang cukup lama dialami

LAMPIRAN

Gambaran Umum Lokasi Penelitian

Aktifitas petani yang berisiko terinfeksi schistosomiasis

Kebiasaan warga yang berisiko terinfeksi schistosomiasis

Page 124: SCHISTOSOMIASIS PADA MASYARAKAT DATARAN TINGGI LINDU DI …digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/Digital... · 2020. 11. 18. · Salah satu penyakit yang cukup lama dialami

Salah satu tempat BAB (buang air besar) warga di Desa Puroo

Papan tanda areal fokus keong

Page 125: SCHISTOSOMIASIS PADA MASYARAKAT DATARAN TINGGI LINDU DI …digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/Digital... · 2020. 11. 18. · Salah satu penyakit yang cukup lama dialami

Kebiasaan warga tidak menggunakan sepatu boot saat berangkat kerja

Aktifitas petani yang berisiko terinfeksi schistosomiasis

Page 126: SCHISTOSOMIASIS PADA MASYARAKAT DATARAN TINGGI LINDU DI …digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/Digital... · 2020. 11. 18. · Salah satu penyakit yang cukup lama dialami

Aktifitas petani yang berisiko terinfeksi schistosomiasis

Desa Tomporene (Tomado)

Page 127: SCHISTOSOMIASIS PADA MASYARAKAT DATARAN TINGGI LINDU DI …digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/Digital... · 2020. 11. 18. · Salah satu penyakit yang cukup lama dialami

Desa Langko

Desa Puroo

Page 128: SCHISTOSOMIASIS PADA MASYARAKAT DATARAN TINGGI LINDU DI …digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/Digital... · 2020. 11. 18. · Salah satu penyakit yang cukup lama dialami

Danau Lindu Berada di desa Tomado

Danau berada di Desa Anca

Page 129: SCHISTOSOMIASIS PADA MASYARAKAT DATARAN TINGGI LINDU DI …digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/Digital... · 2020. 11. 18. · Salah satu penyakit yang cukup lama dialami

Wawancara Peneliti dengan salah satu informan di Desa Puroo

Areal Jalan menuju Dataran Lindu

Page 130: SCHISTOSOMIASIS PADA MASYARAKAT DATARAN TINGGI LINDU DI …digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/Digital... · 2020. 11. 18. · Salah satu penyakit yang cukup lama dialami

PETA KECAMATAN LINDU

Page 131: SCHISTOSOMIASIS PADA MASYARAKAT DATARAN TINGGI LINDU DI …digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/Digital... · 2020. 11. 18. · Salah satu penyakit yang cukup lama dialami

Sumber : BPS Sulteng 2013