LAPORAN PENELITIAN KEONG Oncomelania hupensis lindoensis Schistosomiasis masih menjadi masalah...
Transcript of LAPORAN PENELITIAN KEONG Oncomelania hupensis lindoensis Schistosomiasis masih menjadi masalah...
i
LAPORAN PENELITIAN
PEMETAAN FOKUS HOSPES PERANTARA SCHISTOSOMIASIS
KEONG Oncomelania hupensis lindoensis DI WILAYAH ENDEMIS
SCHISTOSOMIASIS DI INDONESIA TAHUN 2017
Penyusun
Junus Widjaja dan Tim
(Apkesi No: 20120210449)
BALAI LITBANG P2B2 DONGGALA
BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN KESEHATAN
KEMENTERIAN KESEHATAN RI
JL.MASITUDJU N0.58 LABUAN PANIMBA
TAHUN 2017
ii
JUDUL PENELITIAN
PEMETAAN FOKUS HOSPES PERANTARA SCHISTOSOMIASIS
KEONG Oncomelania hupensis lindoensis DI WILAYAH ENDEMIS
SCHISTOSOMIASIS DI INDONESIA TAHUN 2017
iii
iv
v
vi
vii
viii
SUSUNAN TIM PENELITI
Ketua Pelaksna :
Junus Widjaja, S.K.M.,M.Sc.
Anggota Tim Pelaksanaan Penelitian:
Hayani Anastasia, S.K.M, M.P.H.Anis Nur Widayati, S.Si., M.Sc.
Samarang, S.K.M., M.Si.Made Agus Nurjana, S.K.M., M.Epid.
Mujiyanto, S.Si, M.P.H.Malonda Maksud, S.K.M.Riri Arifah Patuba, S.K.M.
Rosmini, S.K.M., M.Sc.Sitti Chadijah, S.K.M.
drh. GunawanNi Nyoman Veridiana,S.K.M.
Phetisya Pamela F.S., S.Si.Ningsi, S,Sos, M.Si.
dr. Muchlis SyahnuddinAhmad Erlan, S.K.M., M.P.H.
Murni, S.Si.drh. Intan Tolistiawaty
Ade Kurniawan, S.K.M.Meiske Elisabath Koraag, S.Si.
Leonardo Taruk Lobo, S.SiHasrida Mustafa, S.Si
Yusran Udin, S.K.M., M.KesNurul Hidayah S.B, S.Si
Yuyun SrikandiRisti
NelfitaTri Juni Wijatmiko
Irawati GazaliLia Cahyatin, S.K.M.
ix
x
xi
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas
rahmat dan karuniaNya sehingga laporan akhir penelitian 2017 dengan judul " Pemetaan
fokus hospes perantara schistosomiasis Keong oncomelania hupensis lindoensis di wilayah
endemis schistosomiasis di indonesia tahun 2017" dapat diselesaikan tepat pada waktunya.
Terima kasih penulis ucapkan kepada seluruh masyarakat dataran tinggi Napu,
Bada dan Lindu yang telah bekerja sama membantu jalannya penelitian. Kepada Panitia
Pembina Ilmiah (PPI) dan Pusat Upaya Kesehatan Masyarakat Badan Litbangkes, atas
bimbingannya dalam penulisan proposal dan protokol penelitian. Kepala Balai Litbang
P2B2 Donggala yang telah memberikan izin sehingga penelitian ini dapat dibiayai dari
DIPA Balai Litbang P2B2 Donggala. Kepala Dinas Kesehatan Propinsi Sulawesi Tengah
serta beserta Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Poso dan Kepala Dinas Kesehatan
Kabupaten Sigi yang telah memfasilitasi penelitian ini.
Penulis juga menyampaikan Terima kaish kepada seluruh anggota tim serta reka-
rekan, atas segala bantuan dan dukungan doa sehingga penelitian ini dapat etrselesaikan
sesuai dengan waktu yang telah ditentukan. Penulis menyadari adanya kekurangan dalam
penulisan ini, oleh karena itu penulias mengharapkan masukan yang bersifat membangun
demi penyempurnaan di masa akan datang.
xii
RINGKASAN EKSEKUTIF
PEMETAAN FOKUS HOSPES PERANTARA SCHISTOSOMIASIS
KEONG Oncomelania hupensis lindoensis DI WILAYAH ENDEMIS
SCHISTOSOMIASIS DI INDONESIA TAHUN 2017
Schistosomiasis di Indonesia disebabkan oleh cacing trematoda jenis
Schistosoma japonicum (S. japonicum) dengan hospes perantara keong Oncomelania
hupensis lindoensis (O. hupensis lindoensis). Schistosomiasis masih menjadi masalah
kesehatan masyarakat di daerah endemis. Di Indonesia schistosomiasis hanya ditemukan
di Propinsi Sulawesi Tengah yaitu Dataran Tinggi Napu dan Dataran Tinggi Bada,
Kabupaten Poso serta Dataran Tinggi Lindu, Kabupaten Sigi. Tahun I (tahun 2017)
pemetaan habitat hospes perantara schistosomiasis keong O. hupensis lindoensis di
seluruh wilayah Napu, Lindu dan Bada. Penelitian merupakan penelitian
observasional dengan desain cross-sectional.
Di daerah endemis di Dataran Tinggi Napu ditemukan 208 daerah fokus keong
O. hupensis lindoensis yang tersebar pada 14 desa dari 25 desa yang disurvei. Luas
daerah fokus keong 882.639 m2. Jumlah daerah fokus keong paling banyak ditemukan di
Desa Wionawanga, Dodolo, Alitupu, Maholo, dan Watumaeta. Rata-rata jumlah
kepadatan keong yaitu 24,1/m2 sedangkan infection rate sebesar 5,4%. Jenis daerah fokus
keong O.h. lindoensis yang ditemukan berupa saluran air di kebun (coklat, kopi, jangung
dan bawang) dan di sawah yang tidak diolah. ada jugaberupa mata air di kebun dan aliran
air di semak belukar. Penanganan fokus keong O.h. lindoensis dengan perbaikan dan
pembuatan saluran air oleh dinas terkait terutama Pertanian dan Pekerjaan Umum.
Jumlah daerah fokus keong di wilayah Dataran Tinggi Bada sebanyak 18 daerah fokus
yang tersebar di empat desa dari 13 desa yang disurvei luas daerah fokus keong 514.216
m2. Kepadatan keong O.h. lindoensis di Dataran Tinggi Bada yaitu 6,1/m2 sedangkan
infection rate sebesar 1,9%. Jenis fokus O.hupensis lindoensis yang ditemukan berupa
saluran air di hutan, di kebun dan di sawah. Ada juga berupa kolam terlantar.
Penanganan fokus O.h. lindoensis disarankan dengan perbaikan, pembuatan drainase dan
pengolahan kolam oleh dinas terkait: Pertanian, PU dan Perikanan.
xiii
Jumlah daerah fokus keong di wilayah Dataran Tinggi Lindu 16 daerah fokus
tersebar di tiga desa dari empat yang telah di survei. Jumlah fokus keong O.hupensis.
lindoensis paling banyak yaitu Desa Anca. Luas daerah fokus keong 514.216 m2.
Kepadatan keong O.h. lindoensis di Dataran Tinggi Lindu yaitu 41,6/ m2
sedangkanInfection rate sebesar 5,9%. Jenis fokus keong O.h. lindoensis yang
ditemukan berupa aliran air di hutan lindung dan di kebun. Penanganan fokus keong O.h.
lindoensis didaerah ini masih harus di bahas dengan sektor terkait karena menyangkut
hutan lindung dan pertanian.
Berdasarkan survei masih terdapat sebaran keong O.hupensis lindoensis maka
harus segera dibuat perencanaan eliminasi schistosomiasis dengan metoda manajemen
lingkungan secara terpadu dan komprehensif, melibatkan semua sektor terkait dan
memperdayakan peran serta masyarakat.
xiv
ABSTRAK
PEMETAAN FOKUS HOSPES PERANTARA SCHISTOSOMIASIS
KEONG Oncomelania hupensis lindoensis DI WILAYAH ENDEMIS
SCHISTOSOMIASIS DI INDONESIA TAHUN 2017
Schistosomiasis di Indonesia hanya ditemukan yaitu Dataran Tinggi Napu dan Dataran
Tinggi Bada, Kabupaten Poso serta Dataran Tinggi Lindu, Kabupaten Sigi Propinsi
Sulawesi Tengah. Schistosomiasis di Indonesia disebabkan oleh cacing trematoda jenis
Schistosoma japonicum dengan hospes perantara keong Oncomelania hupensis lindoensis.
Keberadaan keong ini merupakan indikator penetapan daerah fokus hospes perantara
schistosomiasis. Penelitian observasional dengan desain cross-sectional telah dilakukan
untuk mengetahui distribusi daerah fokus keong di daerah endemis. Hasil survei
menemukan daerah fokus keong O.hupensis lindoensis di Dataran Tinggi Napu 208 daerah
fokus, Dataran Tinggi Lindu 16 daerah fokus dan 18 daerah fokus di Dataran Tinggi
Lindu, yang tersebar di 21 desa dengan luas daerah fokus schistosomiasis sebesar
1.407.225m2. Di Dataran Tinggi Napu luas daerah fokus 882.639m2 dengan rata-rata
kepadatan keong 24,1/m2 sedangkan rata-rata infection rate sebesar 5,4%. Di Dataran
Tinggi Bada luas daerah fokus keong 514.216 m2 dengan rata-rata kepadatan keong 6,1/m2
sedangkan rata-rata infection rate sebesar 1,9%. Di Dataran Tinggi Lindu luas fokus
keong 10.370 m2 dengan rata-rata kepadatan keong 41,6/m2 sedangkan rata-rata infection
rate sebesar 5,9%. Jenis fokus keong O.hupensis lindoensis yang ditemukan berupa saluran
air di kebun (coklat, kopi, jangung dan bawang), di hutan dan di sawah yang tidak diolah.
Ada juga berupa mata air dan kolam. Perlu perencanaan eliminasi schistosomiasis dengan
metoda manajemen lingkungan secara terpadu dan komprehensif, melibatkan semua sektor
terkait dan memperdayakan peran serta masyarakat.
Kata Kunci: Schistosomiasis, Fokus hospes perantara, Oncomelania hupensis lindoensis,
Sulawesi Tengah.
xv
DAFTAR ISI
JUDUL PENELITIAN.........................................................................................................ii
SUSUNAN TIM PENELITI .............................................................................................viii
PERSETUJUAN ATASAN ............................................... Error! Bookmark not defined.
KATA PENGANTAR ........................................................................................................xi
RINGKASAN EKSEKUTIF .............................................................................................xii
ABSTRAK ........................................................................................................................xiv
DAFTAR ISI...................................................................................................................... xv
DAFTAR TABEL............................................................................................................xvii
DAFTAR LAMPIRAN.....................................................................................................xix
I. PENDAHULUAN.................................................................................................... 1
A. Latar Belakang ......................................................................................................... 1
B. Pertimbangan/justisikasi Penelitian.......................................................................... 5
C. Perumusan Masalah Penelitian................................................................................. 5
D. Tujuan Penelitian...................................................................................................... 6
E. Manfaat Penelitian.................................................................................................... 7
II. METODE PENELITIAN......................................................................................... 9
A. Kerangka Teori ......................................................................................................... 9
B. Kerangka Konsep.................................................................................................... 10
C. Definisi Operasional............................................................................................... 11
D. Disain Penelitian..................................................................................................... 12
E. Tempat dan Waktu ................................................................................................. 12
F. Populasi dan Sampel .............................................................................................. 12
a. Definisi Populasi dan Sampel................................................................................. 12
b. Kriteria Inklusi dan Eksklusi .................................................................................. 13
c. Besar Sampel .......................................................................................................... 13
d. Cara Pemilihan Sampel .......................................................................................... 13
e. Instrumen Pengumpulan Data ................................................................................ 13
f. Bahan dan Prosedur pengumpulan data ................................................................. 13
g. Izin Penelitian......................................................................................................... 17
xvi
h. Pengolahan dan Analisis Data ................................................................................ 17
i. Etik Penelitian ........................................................................................................ 17
III. H A S I L ................................................................................................................ 18
A. Profil Kabupaten..................................................................................................... 18
1. Profil Kabupaten Sigi ............................................................................................ 18
2. Profil Kabupaten Poso ........................................................................................... 20
3. Profil Kecamatan Seko Kab. Luwu Utara.............................................................. 23
4. Profil kecamatan Rampi Kab. Luwu Utara. ............................................................ 23
5. Jumlah Daerah Fokus Keong Perantara schistosomiasis di Kab.Poso dan Kab. Sigi23
IV. PEMBAHASAN .................................................................................................... 38
V. KESIMPULAN DAN SARAN.............................................................................. 41
a. Kesimpulan............................................................................................................. 41
b. Saran....................................................................................................................... 41
DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................................... 42
UCAPAN TERIMA KASIH.............................................................................................. 43
xvii
DAFTAR TABEL
Table 1. Data Luas wilayah dan Jarak ke Ibukota Kab.Sigi Tahun 2015 ............................18
Table 2. Data Persentase dan Kepadatan Penduduk di Kab.Sigi Tahun 2015 .....................19
Table 3. Data Luas wilayah dan Jarak ke Ibukota Kabupaten Poso Tahun 2015 ................21
Table 4. Data Persentase penduduk dan Kepadatan Penduduk per km2 Ibukota KabupatenPoso Tahun 2015....................................................................................................22
Table 5. Jumlah Fokus Keong O.hupensis lindoensis Di Dataran Tinggi Napu KabupatenPoso Tahun 2017....................................................................................................24
Table 6.Jumlah Fokus Keong O hupensis lindoensis Di Dataran Tinggi Bada KabupatenPoso Tahun 2017....................................................................................................27
Table 7. Data Jumlah Fokus Keong O. hupensis lindoensis Di Dataran Tinggi LinduKabupaten Sigi Tahun 2017...................................................................................29
Table 8. Data Jumlah Fokus Keong O. hupensis lindoensis Di Wilayah Rampi dan SekoKabupaten Luwu Utara ..........................................................................................30
Table 9.Data Jumlah Fokus Keong O. hupensis lindoensis Di Dataran Tinggi NapuKabupaten Poso sampai Tahun 2017 .....................................................................31
Table 10. Data Jumlah Fokus Keong O. hupensis lindoensis Di Dataran Tinggi LinduKabupaten Sigi sampai Tahun 2017 ....................................................................32
Table 11. Data Jumlah Fokus Keong O. hupensis lindoensis Di Dataran Tinggi BadaKabupaten Poso sampai Tahun 2017...................................................................32
Table 12. Persentase Perubahan Fokus Keong O. hupensis lindoensis di Daerah EndemisSchistos0miasis Tahun 2017 ..............................................................................33
xviii
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1. Peta Daerah Endemis Schistosomiasis ............................................................... 6
Gambar 2. Kerangka teori .................................................................................................... 9
Gambar 3. Kerangka konsep .............................................................................................. 10
Gambar 4. Peta Distribusi Fokus Keong Penular Schistosomiasis di Dataran Tinggi Napu............................................................................................................................................ 34
Gambar 5. Peta Distribusi Fokus Keong Penular Schistosomiasis di Dataran Tinggi Bada35
Gambar 6. Peta Distribusi Fokus Keong Penular Schistosomiasis .................................... 36
Gambar 7. Peta Titik di temukan keong di wilayah Rampi Kab. Luwu Utara .................. 37
Gambar 8. Peta Titik di temukan keong di wilayah Seko Kab. Luwu Utara ..................... 37
xix
DAFTAR LAMPIRAN
lampiran 1 foto jenis keong perantara penular schistosomiasis. ............................................
1
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
. Schistosomiasis di Indonesia disebabkan oleh cacing trematoda jenis S.
japonicum dengan hospes perantara keong O. hupensis lindoensis.1 Telah diketahui
bahwa keong tersebut adalah keong amfibius, artinya keong tersebut hidup di daerah
yang lembab dan tidak bisa hidup di dalam air atau di daerah yang kering. Keong O.
hupensis lindoensis ditemukan di seluruh dataran tinggi daerah endemis dalam kantong-
kantong yang disebut fokus (focus), luasnya bervariasi antara beberapa meter persegi
sampai beberapa ribu meter persegi.2 Ada dua jenis habitat keong O. hupensis lindoensis
yaitu: pertama habitat alamiah atau natural habitat (daerah-daerah pinggiran hutan,
dalam hutan atau di tepi danau). Habitat keong tersebut hampir selalu terlindung dari
sinar matahari langsung karena adanya pohon-pohon besar, semak-semak, dan selalu
basah karena adanya air yang keluar secara terus menerus dari lereng di atasnya. Kedua
adalah habitat yang sudah dijamah manusia atau disturbed habitat berupa bekas sawah
yang sudah lama ditinggalkan dan tidak dikerjakan lagi atau atau abandoned rice fields,
padang rumput bekas daerah perladangan, tepi-tepi saluran pengairan dan lain-lain.2
Schistosomiasis selain di derita manusia juga menyerang pada semua jenis
mamalia baik hewan peliharaan maupun binatang liar. Schistosomiasis di Indonesia
hanya ditemukan di Provpinsi Sulawesi Tengah, yaitu Dataran Tinggi Napu dan Dataran
Tinggi Bada, Kabupaten Poso serta Dataran Tinggi Lindu, Kabupaten Sigi.2
Pengendalian schistosomiasis telah dilakukan sejak tahun 1974 tetapi hanya di daerah
yang terbatas, pengobatan dengan niridazole telah dicoba untuk mengobati penderita
schistosomiasis sebelum ditemukan Praziquantel, namun tidak efektif dan Niridazole
sangat toksik, menyebabkan efek samping yang berat. Setelah ditemukan Praziquantel,
dilakukan pengobatan massal di Dataran Tinggi Lindu dan Napu semenjak tahun 2000.2
Pemberantasan keong dilakukan dengan berbagai cara, mekanik dan kimia.
Pengendalian secara mekanik dilakukan dengan perbaikan saluran air dengan
agroengineering di daerah persawahan Paku di Lindu, pengeringan, pemarasan,
2
pembakaran dan penimbunan daerah fokus. Pengendalian secara kimia dilakukan dengan
penyemprotan molusisida baylucide pada daerah fokus.2
Pemetaan penyebaran O. hupensis lindoensis di seluruh daerah endemis telah
dilakukan pada tahun 2004 dan 2008. Pada tahun 2016 dilakukan pemetaan kembali pada
empat desa di daerah endemis. Ternyata dari pemetaan tersebut diketahui terdapat
perubahan yang signifikan dalam penyebaran fokus keong. Perubahan berupa
ditemukannya fokus baru, beberapa fokus lama yang tidak ditemukan lagi dan terdapat
fokus yang semua keongnya tidak mengandung serkaria.3
Prevalensi schistosomiasis di Lindu dan Napu berfluktuasi pada lima tahun
terakhir. Prevalensi kasus schistosomiasis di Lindu pada tahun 2011 – 2015 yaitu
berturut-turut 0,8%, 0,76%, 0,71%, 1,61% dan 1,3%. Prevalensi di Napu tahun 2011 –
2015 yaitu masing-masing 0,31%, 1,43%, 2,25%, 0,8%, 1,9%. Selain jumlah kasus
schistosomiasis pada manusia, angka infeksi pada keong dan tikus juga diukur. Pada
tahun 2015, infection rate pada keong adalah sebesar 3,4% di Lindu dan 4,8% di Napu
sedangkan infection rate pada tikus adalah sebesar 16% di Lindu dan 7,3% di Napu.2
Program pengendalian yang dilakukan hingga saat ini belum dapat menekan angka
infeksi schistosomiasis, karena adanya reinfeksi dari berbagai reservoar diantaranya
tikus, ternak masyarakat, termasuk hewan liar, bahkan masyarakat sendiri sebagai
sumber penular.4
Pemberantasan schistosomiasis dilakukan sejak tahun 1982 secara intensif, yang
dibagi menjadi 5 periode.2
- Periode pertama berlangsung sejak 1982-1986 dengan kegiatan berupa
pengobatan massal, survei tinja, dan survei tikus setiap enam bulan. Pada
periode ini prevalensi menurun secara signifikan dan partisipasi masyarakat
pada periode ini sangat bagus.
- Periode kedua berlangsung pada tahun 1986-1990 dengan kegiatan berupa,
pemeriksaan tinja, pemeriksaan keong, pemeriksaan tikus dilanjutkan dengan
pengobatan selektif. Dalam periode ini sektor pertanian berperan serta dengan
melakukan pengelolaan lahan sehingga dapat mengeliminasi beberapa daerah
fokus, program transmigrasi, dan memobilisasi peran serta masyarakat.
3
- Periode ketiga berlangsung pada tahun 1991 sampai tahun 1993, dengan
kegiatan yang lebih terintegrasi. Pada periode ini sektor kesehatan bukan lagi
sebagai leading sector, akan tetapi digantikan oleh Bappeda. Pada periode ini
juga dibentuk Kelompok Kerja Schistosomiasis.2
- Periode keempat berlangsung pada tahun 1993-1998, dengan adanya
kelompok kerja schistosomiasis yang diberi nama integrated development
project. Program kerja kelompok tersebut dapat berlangsung dengan jadwal
dan pembiayaan yang lebih baik.
- Periode kelima tahun 1998 – 2005 yaitu dengan dimulainya CSIADCP
(Central Sulawesi Integrated Area Development and Conservation Project).
Suatu proyek pengembangan daerah dua kabupaten, Poso dan Donggala
dengan dana pinjaman dari Asian Development Bank (ADB) Pada periode ini
pengendalian schistosomiasis sangat intensif, peran lintas sektor sangat baik,
yaitu: kesehatan, pertanian, pekerjaan umum, transmigrasi, Program
Kesejahteraan Keluarga (PKK), dan peternakan.2 Pengendalian
schistosomiasis yang dilakukan oleh sektor kesehatan berupa kegiatan rutin
yaitu survei tinja, survei keong, pengobatan, survei fokus, dan survei tikus,
serta pembuatan jamban keluarga untuk penduduk di seluruh daerah endemis.
Pengendalian keong dilakukan secara mekanik dan kimia. Pengendalian
secara mekanik dilakukan dengan perbaikan saluran air di daerah fokus,
pengeringan daerah fokus, dan penimbunan. Pengendalian secara kimia
dilakukan dengan penyemprotan baylucide pada daerah fokus.2
Pada saat itu dilakukan juga pemetaan penyebaran keong O.hupensis lindoensis
dengan hasil sebagai berikut: di Dataran Tinggi Lindu telah ditemukan 144 fokus keong
terdiri dari 108 fokus lama dan 36 fokus baru. Berbagai metoda pemberantasan fokus
telah dilakukan semenjak tahun 1976 terhadap 108 fokus, hasilnya 75 fokus telah hilang
dan sisanya sebanyak 35 fokus masih positif keong O.hupensis lindoensis. Di dataran
tinggi Napu sebanyak 370 fokus keong ditemukan terdiri dari 164 fokus lama dan 206
fokus baru. Sejak tahun 2008 telah dilakukan pemberantasan keong di 164 fokus dan 57
fokus telah hilang. Sisanya (107) fokus masih positif keong O.hupensis lindoensis.5
4
Pemetaan fokus keong O.hupensis lindoensis pada tahun 2008 berhasil ditemukan
fokus keong O.hupensis lindoensis sebanyak 129 fokus, yang tersebar pada 16 sub desa
dari 4 desa yang ada di wilayah dataran tinggi Lindu. Total fokus tersebut terdiri dari 120
fokus yang masih positif keong, 68 fokus tidak positif keong, dan 1 fokus baru. Pada
tahun 2008 Fokus yang berhasil ditemukan di wilayah dataran Tinggi Napu sebanyak 369
fokus, terdiri atas 170 fokus positif, 166 fokus negatif dan 33 fokus baru. Sebanyak 49
fokus lama tidak ditemukan lagi. Pada tahun 2008 dilakukan juga pemetaan fokus keong
O. hupensis lindoensis di wilayah Dataran Tinggi Bada Kabupaten Poso, hasilnya
ditemukan 21 fokus baru yang tersebar di tiga desa (Kageroa, Tomehipi, dan Lengkeka)
di wilayah Kecamatan Lore Barat.5
Peran serta aktif masyarakat sangat penting dalam pengendalian schistosomiasis,
terlihat pada fase pengendalian periode dua. Pada periode kedua, PKK memegang
peranan penting dalam meningkatkan partisipasi masyarakat dengan cara membentuk dan
melatih kader untuk membantu petugas kesehatan dalam pembagian dan pengumpulan
pot tinja masyarakat, partisipasi masyarakat dalam pengobatan, serta meningkatkan
kesadaran masyarakat melalui penyuluhan kesehatan. Peran serta masyarakat pada fase
kedua sangat aktif sehingga dapat membantu menurunkan prevalensi schistosomiasis.
Setelah prevalensi menurun, maka kasus kronis sudah jarang ditemukan di masyarakat,
hal ini menyebabkan menurunnya kesadaran masyarakat untuk berpartisipasi dalam
pengendalian schistosomiasis, sehingga menyebabkan prevalensi schistosomiasis
kembali meningkat.
Peningkatan kasus schistosomiasis juga disebabkan kurang terintegrasinya peran
lintas sektor dalam pengendalian schistosomasis. Lintas sektor melaksanakan kegiatan
sesuai tugas pokok masing-masing, dan belum sesuai dengan saran dari sektor kesehatan
dalam pengendalian schistosomiasis.
Berdasarkan hal tersebut di atas maka dilakukan penelitian dengan judul
Eliminasi keong perantara O.hupensis lindoensis melalui peran lintas sektor di Sulawesi
Tengah. Penelitian ini akan dilaksanakan dalam empat tahap, yaitu:
- Pada tahun pertama akan dilaksanakan pemetaan habitat keong perantara
schistosomiasis di Dataran Tinggi Lindu, Napu, Besoa, dan Bada.
5
- Pada tahun kedua akan dilakukan penerapan metode manajemen lingkungan
eliminasi keong penular schistosomiasis di desa percontohan di Dataran
Tinggi Napu.
- Pada tahun ketiga penerapan metode manajemen lingkungan eliminasi keong
penular schistosomiasis di daerah endemis schistosomiasis di dataran tinggi
Napu dan
- Pada tahun keempat penerapan metode manajemen lingkungan eliminasi
keong penular schistosomiasis di daerah endemis schistosomiasis di dataran
tinggi Bada dan Lindu.
B. Pertimbangan/justisikasi Penelitian
Eliminasi schistosomiasis hanya dapat dilakukan dengan menghilangkan hospes
perantara.ra keong Ohl. keong Oncomelania hupensis lindoensis tersebut telah
dibuktikan di Jepang dan Cina yang telah berhasil melakukan eliminasi
schistosomiasis dengan menghilangkan keong melalui manajememn lingkungan.
Untuk itu perlu adanya peta penyebaran keong Oncomelania hupensis lindoensis
yang akurat sebagai acuan untuk eliminasi keong.
C. Perumusan Masalah Penelitian
Berdasarkan hasil pemetaan fokus yang dilakukan pada tahun 2004, 2008, dan 2016
menunjukkan fokus keong O.hupensis lindoensis masih tersebar luas di daerah
endemis, sehingga perlu dilakukan pemetaan kembali untuk pembaharuan data. Data
tersebut dapat dipakai sebagai data dasar untuk eliminasi keong dengan metode
manajemen lingkungan yang dilakukan bersama lintas sektor dibantu peran serta aktif
masyarakat.
6
Gambar 1. Peta Daerah Endemis Schistosomiasis
D. Tujuan Penelitian
1. Tujuan umum:
Mengeliminasi keong perantara schistosomiasis melalui manajemen lingkungan
dengan peran lintas sektor di Sulawesi Tengah selama 4 tahun.
7
Tujuan Umum Tahun 1 (2017):
Memetakan fokus keong O. hupensis lindoensis di dataran tinggi Napu-Besoa, Lindu,
2. Tujuan Khusus Tahap 1
1. Memetakan distribusi titik fokus keong O.hupensis lindoensis di Dataran Tinggi
Napu-Besoa, Bada, Lindu (Sulawesi Tengah), Rampi dan Seko (Sulawesi Selatan).
2. Menghitung luas fokus keong O.hupensis lindoensis di Dataran Tinggi Napu-
Besoa, Bada, Lindu (Sulawesi Tengah), Rampi dan Seko (Sulawesi Selatan).
3. Menghitung kepadatan dan infection rate (IR) keong O.hupensis lindoensis
Dataran Tinggi Napu-Besoa, Bada, Lindu (Sulawesi Tengah), Rampi dan Seko
(Sulawesi Selatan).
4. Mengidentifikasi penggunaan lahan daerah fokus O.hupensis lindoensis Dataran
Tinggi Napu-Besoa, Bada, Lindu (Sulawesi Tengah), Rampi dan Seko (Sulawesi
Selatan).
5. Mengidentifikasi manajemen lingkungan yang dapat dilakukan oleh lintas sektor
dalam pengendalian schistosomiasis Dataran Tinggi Napu-Besoa, Bada, dan
Lindu.
E. Manfaat Penelitian
Program :
Kerjasama lintas sector dan memberdayakan peranserta masyarakat
merupakan metoda yang paling tepat dalam program eliminasi
schistosomiasis
Peta dan data yang dihasilkan dapat menjadi dasar oleh sektor
terkait untuk melakukan eliminasi fokus O.hupensis lindoensis.
Antara lain :
- Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit (P2&P)
: Sebagai dasar peningkatan program eliminasi schistosomiasis
- Dinas Pekerjaan Umum : Menjadi acuan dalam mengupayakan
eliminasi keong perantara schistosomiasis dengan berbagai cara dan
metoda (pembuatan drainase, irigasi tersier, penimbunan dst).
8
- Dinas Perikanan : Menjadi acuan dalam pembuatan kolam ikan pada
fokus yang berpotensi.
- Dinas Kehutanan : Menjadi acuan untuk penanaman tumbuhan yang
berpotensi untuk menyerap air lebih besar sehingga daaerah fokus
keong menjadi kering
- Dinas Perkebunan dan Pertanian : Sebagai dasar untuk melakukan
intensifikasi dan ekstensifikasi serta mekanisasi pertanian dalam
upaya untuk eliminasi fokus koeng.
Masyarakat : Masyarakat dapat melakukan kegiatan pengendalian
schistosomiasis secara mandiri serta dapat memberikan informasi
tentang fokus keong O. hupensis lindoensis yang positif dan negatif
yang ada di Daerah endemis.
Ilmu Pengetahuan: Didapatnya peta penyebaran keong perantara schistosomiasis serta
epidemiologi schistosomiasis di daerah endemis
Peneliti : Menambah pengalaman pengendalian schistosomiasis secara
terintegrasi.
9
II. METODE PENELITIAN
A. Kerangka Teori
Gambar 2. Kerangka teori
F.
G.
H.
I.
Pengobatan Pengurangan daerah fokus:- kimia- mekanik- biologi
Pengawasanreservoir
Peran lintas sektordan peran serta
masyarakat
Peta Habitat KeongOncomelania hupensis lindoensis
- Menentukan kepadatan keong- Menentukan infection rate
schistosomiasis pada keong- Menentukan luas habitat fokus- Mengidentifiksi tanaman pada
fokus.- Mengukur kondisi fisik fokus
Pemetaan habitat Survei keongOncomelania hupensis lindoensis
- Metode Ring- Metode man per minute
Analisis Citra/data spasial
- Citra Satelit- Foto udara- Peta rupa bumi
- Identifikasi penutuplahan
- Penentuan titik ordinat
EliminasiSchistosomiasis
Gambar 2.Kerangka Teori
10
B. Kerangka Konsep
Variabel independen Variabel dependen
Gambar 3. Kerangka konsep
Pemetaan Fokus Keong O. hupensislindoensis
- Luas habitat keong /fokus- Kepadatan keong- IR keong- Penggunaan lahan daerah fokus- Membuat manajemen
lingkungan dengan lintas sektor
Eliminasi fokus keong O.hupensis lindoensis (jumlahfocus yang berkurang secara
signifikan?)
Peran lintas sektor:- Mekanisasi pertanian- Penanaman tanaman produktif- Pembuatan saluran air
permanen- Pembuatan kolam
11
C. Definisi Operasional
No. Variabel Definisi Operasional Cara Ukur
1. Pemetaan daerah
fokus keong
schistosomiasis
pengambilan titik koordinat fokus
dengan menggunakan alat GPS
Survei
2. Fokus keong
O. hupensis lindoensis
Wilayah atau area ditemukannya
keong O. hupensis lindoensis yang
memiliki satu kesatuan ekosistem
yang sama.
Survei
Observasi
3. Jenis fokus Ciri suatu fokus yang dibedakan atas
fokus alamiah (primer) belum
terjamah oleh manusia dan fokus
sekunder yaitu area fokus keong
bekas olahan manusia seperti
sawah/ladang kebun dll.
Observasi
4. Ketinggian Keberadaan/posisi fokus keong O.
hupensis lindoensis yang diukur dari
atas permukaan laut.
pengukuran.
5. Luas fokus Luas daerah ditemukan keong O.
hupensis lindoensis
Pengukuran
6. Kepadatan keong Jumlah keong yang ditemukan dalam
setiap meter persegi (jumlah keong/m2)
Survei
7. Infection rate keong Jumlah keong yang Mengandung
stadium S. japonicum dibagi jumlah
keong yang dikoleksi di lokasi fokus
dalam persen
Survei
12
8. Penggunaan lahan
daerah fokus
Penggunaan daerah fokus keong pada
saat survei, misalnya pemukiman,
sawah, kebun, sawah yang ditinggalkan,
rawa, dan semua jenis habitat keong.
Survei, observasi
9. Manajemen
lingkungan
Perubahan lingkungan daerah fokus
menjadi bukan fokus dengan berbagai
metode.
Observasi
D. Disain Penelitian
Berdasarkan tujuan yang akan dicapai, maka penelitian ini termasuk dalam jenis
penelitian observasional dengan desain cross-sectional (tahap 1) dan quasi experimantal
(tahap 2 dan 3).
E. Tempat dan Waktu
Penelitian akan dilakukan selama 4 (empat) tahun dari tahun 2017-2020. Pada
tahun 2017 melakukan pemetaan daerah fokus di Dataran Tinggi Napu-Besoa, Bada dan
Lindu. Untuk pemetaan daerah fokus dilakukan di seluruh desa di Dataran Tinggi Napu-
Besoa, Bada dan Lindu (kecuali desa Sedoa, Watutau, Tomado, dan Tomehipi). Tahun
2018 akan dilaksanakan metode pemberantasan keong O. hupensis lindoensis di daerah
percontohan, dan dilanjutkan metode pengendalian pada seluruh fokus di daerah endemis
Dataran Tinggi Napu pada tahun 2019. Tahun 2020 metode pemberantasan keong
akan dilakukan di daerah endemis Dataran Tinggi Lindu, Kabupaten Sigi dan Dataran
Tinggi Bada, Kabupaten Poso, Sulawesi Tengah.
F. Populasi dan Sampel
a. Definisi Populasi dan Sampel
- Populasi pemetaan adalah seluruh area atau wilayah yang merupakan fokus
keong O. hupensis lindoensis yang ada di 15 desa di dataran tinggi Napu
13
(kecuali desa Sedoa dan Watutau).
- Sampel pemetaan adalah total populasi pemetaan.
b. Kriteria Inklusi dan Eksklusi
1. Kriteria Inklusi
● Lahan atau area ditemukan keong yang menjadi fokus keong O. hupensis
lindoensis.
2. Kriteria Eksklusi
● Penelitian ini tidak memiliki kriteria eksklusi
c. Besar Sampel
Tidak dilakukan perhitungan sampel sehingga jumlah sampel adalah sama dengan
fokus yang ditemukan keong O. hupensis lindoensis.13
d. Cara Pemilihan Sampel
Menggunakan metode non probability sampling (purposive sampling)
e. Instrumen Pengumpulan Data
- alat survei keong, form pengisian koordinat, dan alat untuk crushing keong O.
hupensis lindoensis
f. Bahan dan Prosedur pengumpulan data
1. Alat dan Bahan :
a. Pemetaan
Alat : GPS (Global Positioning System), komputer/laptop, meteran
Bahan : Peta Rupa Bumi Indonesia, Citra Satelit daerah endemis
schistosomiasis, peta Schistosomiasis tahun sebelumnya.
b. Survei keong
Alat : sepatu boot, topi, sarung tangan karet, jas hujan, pinset, gelang
besi (ring), petridish, mikroskop dissecting, jarum jara, botol sampel,
14
mistar, form keong.
Bahan : alkohol 70%, kapas, kantong keong, kapas, tissue, kertas, label,
slide, Aquadest, alat tulis.
2. Prosedur Kerja
a. Pemetaan
i. Citra Satelit
Citra satelit resolusi spasial tinggi. Citra yang diperoleh adalah citra
dengan waktu tahun perekaman terbaru sehingga informasi yang
diperoleh merupakan yang terbaru. Sedangkan citra radar SRTM
digunakan untuk menyajikan informasi topografi daerah penelitian.
ii. Pengolahan/ Interpretasi Citra Satelit
Interpretasi citra satelit dilakukan untuk mengidentifikasi kenampakan
secara rinci obyek muka bumi yang meliputi :
● Penutup lahan atau penggunaan lahan
● Sungai dan jaringan alur – alurnya dan arah aliran
● Jaringan jalan
Pemanfaatan jenis citra satelit yang lain berupa data citra yang disajikan
Google Earth juga dilakukan untuk membantu analisis.
iii. Pembuatan Peta Tentatif Fokus Keong Oncomelania hupensis lindoensis
Pembuatan peta tentatif akan dilaksanakan sebelum dilakukan survei
fokus. Keberadaan peta tentatif habitat keong O. hupensis lindoensis
akan mempermudah dalam pekerjaan di lapangan, proses pencarian
koleksi keong dengan data awal berupa daerah potensi habitat lebih
mudah dilakukan. Daerah potensi habitat ini dicatat koordinat
geografis/UTM nya sehingga sewaktu turun di lapangan tinggal
menyesuaikan dengan GPS (Global Positioning System). Pembuatan peta
ini menggunakan data dasar dari Peta Rupa Bumi Indonesia (RBI) yang
dilengkapi dengan interpretasi citra.
iv. Survei Lapangan
15
Survei di lapangan meliputi survei fokus /habitat, dan survei keong. Pada
kedua kegiatan ini dilakukan penentuan koordinat geografis/UTM
menggunakan GPS. Posisi titik ditemukannya keong, akan dilakukan
perekaman dengan GPS. Pengambilan foto maupun video tempat survei
dilakukan juga dilakukan karena merupakan informasi pendukung yang
dapat dimasukkan dalam basis data.
v. Penyusunan basis data spasial
Seluruh data baik data spasial dari GPS maupun data sekunder
pendukung setelah selesai survei lapangan dilakukan pemasukan dalam
sistem komputer sebagai salah satu komponen dalam Sistem Informasi
Geografis (SIG). Hasil dari manajemen dalam SIG ini akan
menghasilkan basis data spasial dan juga peta.
b. Identifikasi keong Oncomelania hupensis lindoensis.6
i. Pencarian fokus keong
● Petugas harus terlindung dari kemungkinan terinfeksinya serkaria
dengan menggunakan sepatu boot, sarung tangan karet dan membawa
peralatan berupa pinset, kantong keong, alat tulis dan kapas alkohol.
● Dilakukan pencarian keong di daerah yang dicurigai sebagai habitat
yang cocok untuk kehidupan keong O.h. lindoensis
ii. Bila ditemukan keong O.h. lindoensis, maka dilakukan pengambilan
sampel keong di lokasi tersebut dengan menggunakan metode man per
minute.
iii. Pengambilan sampel keong dengan metode man per minute
● Setiap pengambil keong mengambil keong selama 5 menit di satu
titik, diulang beberapa kali sampai semua area plot tercakup.
● perpindahan titik minimal 1 meter persegi
● Keong diambil dengan pinset, dimasukkan ke dalam kantong keong
yang disediakan, dihitung di setiap titik
● Keong hasil pengumpulan keong dari satu titik dimasukkan satu
kantong keong.
16
● Misalnya ada 5 orang pengambil keong: A,B,C,D,E masing –
masing mengumpulkan 5 kantong / titik (5 menit x 5 kantong), maka:
Jumlah sampel = 5 org x 5 kantong= 25
● Luas satu titik selama 5 menit sama dengan luas 1 ring, yaitu 1/70 m
iv. Pelaksanaan kegiatan di laboratorium
● Keong dalam kantong-kantong dari lapangan dipindahkan ke dalam
petridish yang diberi label sesuai dengan nomor sampel yang tertera
pada kantong.
● Satu petridish hanya untuk satu kantong dan jumlah keong dihitung
serta dicatat pada formulir pemeriksaan keong.
● Kemudian keong diukur panjangnya satu per satu, berurut mulai dari
nomor sampel (nomor petridish) yang terkecil dan seterusnya dan
dicatat pada formulir. Hal ini dilakukan untuk memperkirakan umur
keong.
● Selanjutnya diperiksa apakah keong mengandung parasit di bawah
mikroskop dengan metode ”crushing”, hasilnya dimasukkan pula ke
dalam formulir tersebut.
● Metode Crushing :
- Letakkan tiga keong di atas slide yang bersih.
- Kemudian keong dipecahkan secara hati-hati dengan
menggunakan pinset sedang.
- Tambahkan 1 – 2 tetes air pada setiap keong yang dipecahkan,
lalu periksa di bawah mikroskop dissecting.
Jumlah sampel = jumlah pengambil keong x jumlah titik
pengambilan keong
Kepadatan keong (jumlah keong/m2) =
Jumlah keong yang didapat keseluruhan x 70Jumlah sampel
17
- Dengan menggunakan sepasang jarum jara atau pinset kecil,
dicari dengan teliti parasit-parasit yang ada dalam tubuh
keong, khususnya bentuk-bentuk serkaria dari S. japonicum.
- Catat hal-hal yang diketahui meliputi : jenis kelamin, bentuk
bentuk stadium Schistosoma yang ditemukan, seperti sporosis,
serkaria muda ataupun serkaria dewasa serta parasit lainnya pada
formulir pemeriksaan keong.
- Luas daerah fokus diukur dengan tracking dan meteran.
g. Izin Penelitian
Ijin penelitian diperoleh dari instansi pemerintah terkait (Kesbangpol Provinsi,
Kesbangpol Kabupaten, Dinas Kesehatan Provinsi, Dinas Kesehatan Kabupaten Poso, dan
Dinas Kesehatan Kabupaten Sigi).
h. Pengolahan dan Analisis Data
Data yang diperoleh dianalisis secara deskriptif. Alat bantu analisis adalah software
GIS.
i. Etik Penelitian
Penelitian ini akan dimintakan persetujuan etik (Ethical Clearence) dari Komisi
Etik Penelitian Kesehatan, Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan, Kementerian
Kesehatan RI.
18
III. H A S I L
A. Profil Kabupaten1. Profil Kabupaten Sigi
a. Geografi
Kabupaten Sigi terletak 0° 52" 16'- 2° 03" 21' lintang selatan dan 119° 38" 45'- 120°
21" 24' Berdasarkan letak geografis batas wilayah
- Sebelah Utara dengan Kabupaten Donggala dan Kota Palu.
- Sebelah Selatan dengan Kabupaten Luwu Propinsi Sulawesi Selatan.
- Sebelah Barat dengan Kabupaten Mamuju dan Mamuju Utara Propinsi Sulawesi
Barat.
- Sebelah Timur dengan Kabupaten Poso dan Kabupaten Parigi Moutong.
Luas wilayah kabupaten Sigi adalah berupa daratan seluas 5.196,02 km2, Akhir
tahun 2015 jumlah kecamatan di kabupaten Sigi sebanyak 15 kecamatan salah
satunya yang ditemukan kasus Schistosomiasis adalah kecamatan Lindu. Luas
wilayah kecamatan Lindu 552,03 km2. Berdasarkan jarak dari ibukota Kabupaten
Sigi, jarak dari ibu kota kabupaten sigi ke kecamatan lindu 89 km.7
Tabel 1. Data Luas wilayah dan Jarak ke Ibukota Kabupaten Sigi Tahun 2015
No Kecamatan IbukotaKecamatan
Luas (km2) Jarak Keibu
Kab.(km)1. Pipikoro Peana 956.13 1232. Kulawi Selatan Lawua 418.12 963. Kulawi Bolapapu 1.053.56 624. Lindu Tomado 552.03 895. Nokilalaki Kamarora A 75.19 356. Palolo Makmur 626.09 257. Gumbasa Pakuli 176.49 328. Dolo Selatan Baluase 584.71 139. Dolo Barat Kaleke 112.18 710. Tanambulava Sibalaya Utara 56.33 1711. Dolo Kota Pulu 36.05 712. Sigi Biromaru Mpanau 289.60 14
19
13. Marawola Binangga 38.65 1814. Marawalo Barat Dombu 150.51 3315. Kinovaro Porame 70.38 20
Sumber : Bappeda Kab. Sigi
b. Kependudukan
Penduduk Kabupaten sigi berdasarkan proyeksi penduduk tahun 2015 sebanyak
229.474 jiwa yang terdiri dari 117.794 jiwa penduduk laki-laki dan 111.680 jiwa
penduduk perempuan. Kepadatan penduduk di Kabupaten Sigi mencapai 44
jiwa/km2.
Tabel 2. Data Persentase dan Kepadatan Penduduk di Kabupaten Sigi Tahun 2015
No Kecamatan IbukotaKecamatan
PersentasePenduduk
KepadatanPendudukper km2
1. Pipikoro Peana 3,64 92. Kulawi Selatan Lawua 3,94 223. Kulawi Bolapapu 6,59 144. Lindu Tomado 2.19 95. Nokilalaki Kamarora A 2,62 806. Palolo Makmur 12,72 477. Gumbasa Pakuli 5,43 718. Dolo Selatan Baluase 6,72 269. Dolo Barat Kaleke 5,85 12010. Tanambulava Sibalaya Utara 3,66 14911. Dolo Kota Pulu 9,58 61012. Sigi Biromaru Mpanau 19,93 15813. Marawola Binangga 9,76 58014. Marawalo Barat Dombu 2,97 4515. Kinovaro Porame 4,42 144
Sumber : Bappeda Kab. Sigi
20
c. Kesehatan
Untuk memberikan pelayanan yang lebih merata. maka peranan puskesmas
semakin dirasakan manfaatnya. Pembangunan puskesmas dan polindes terus
dilakukan sehingga tahun 2015 telah terdapat 19 puskesmas dan 116 polindes. Bila
dilihat dari penyebarannya per kecamatan terlihat bahwa semua kecamatan telah
terdapat minimal satu buah puskesmas.
Sehubungan dengan penambahan fasilitas tersebut juga diikuti oleh penambahan
tenaga kesehatan. Hingga tahun 2015 telah ditempatkan 58 dokter yang terdiri dari
35 dokter umum, 13 dokter spesialis dan 10 dokter gigi.
2. Profil Kabupaten Poso
a. Geografi
Kabupaten Poso terletak 1° 06" 44,892'- 2° 12" 53,172' lintang selatan dan 120° 05"
96'- 120° 52" 4.8' Bujur Timur Berdasarkan letak geografis batas wilayah
- Sebelah Utara dengan Teluk Tomini dan Prop. Sulawesi Utara.
- Sebelah Selatan dengan Propinsi Sulawesi Selatan.
- Sebelah Barat dengan Kabupaten Donggala dan Kabupaten Parigi Moutong.
- Sebelah Timur dengan Kabupaten Tojo Una-una dan Kabupaten Morowali.
Luas wilayah kabupaten Poso adalah berupa daratan seluas 8.712,25 km2, Akhir tahun
2009 Kabupaten Poso mengalami pemekaran wilayah. jumlah kecamatan di kabupaten
Poso sebanyak 19 kecamatan, ada beberapa kecamatan yang ditemukan kasus
Schistosomiasis adalah kecamatan Lore Barat, Lore Utara, Lore Timur dan Lore Peore.
Berdasarkan jarak dari ibukota Kabupaten Poso masing-masing kecamatan dapat
dilihat pada tabel dibawah ini.8
21
Tabel 3. Data Luas wilayah dan Jarak ke Ibukota Kabupaten Poso Tahun2015
No Kecamatan IbukotaKecamatan
Luas (km2) Jarak keibukota
kabupaten(km)
1. Pamona Selatan Pendolo 399,86 1362. Pamona Barat Meko 272,16 963. Pamona Tenggara Korobono 487,4 1294. Pamona Utara Sulewana 560,05 565. Pamona Pusalemba Sangele 614,61 656. Pamona Timur Taripa 701,95 917. Lore Selatan Gintu 569,49 1248. Lore Barat Lengkeka 428,2 1299. Lore Utara Wuasa 864,61 11710. Lore Tengah Doda 976,37 15611. Lore Timur Maholo 423,87 10212. Lore Peore Watutau 327,87 10713. Poso Pesisir Mapane 437,39 1314. Poso Pesisir Selatan Tangkura 563,06 4215. Poso Pesisir Utara Tambarana 623,47 4516. Poso Kota Poso 12,8 017. Poso Kota Selatan Kawua 27,62 518. Poso Kota Utara Lawanga 20,04 319. Lage Tagolu 401,43 7,5
Sumber : Bappeda Kab. Poso
b. Kependudukan
Penduduk Kabupaten Poso sebanyak 225.379 jiwa yang terdiri dari 116.827 jiwa
penduduk laki-laki dan 108.552 jiwa penduduk perempuan. Kepadatan penduduk di
Kabupaten Sigi mencapai 44 jiwa/km2.
22
Tabel 4. Data Persentase Penduduk dan Kepadatan Penduduk per km2 KabupatenPoso Tahun 2015
No Kecamatan IbukotaKecamatan
PersentasePenduduk
KepadatanPendudukper km2
1. Pamona Selatan Pendolo 0,09 51,762. Pamona Barat Meko 0,04 38,633. Pamona Tenggara Korobono 0,03 14,964. Pamona Utara Sulewana 0,06 24,565. Pamona Pusalemba Sangele 0,09 32,956. Pamona Timur Taripa 0,05 15,287. Lore Selatan Gintu 0,03 11,128. Lore Barat Lengkeka 0,01 7,399. Lore Utara Wuasa 0,06 15,5010. Lore Tengah Doda 0,02 4,6411. Lore Timur Maholo 0,02 12,9312. Lore Peore Watutau 0,01 10,0813. Poso Pesisir Mapane 0,10 51,7714. Poso Pesisir Selatan Tangkura 0,04 17,6815. Poso Pesisir Utara Tambarana 0,07 28,3216. Poso Kota Poso 0,10 1782,4217. Poso Kota Selatan Kawua 0,04 366,5118. Poso Kota Utara Lawanga 0,05 621,3119. Lage Tagolu 0,09 50,99
Sumber : Bappeda Kabupaten Poso
c. Kesehatan
Pada tahun 2015 di Kabupaten Poso terdapat 2 rumah sakit, 23 puskesmas, 268
posyandu, 5 klinik dan 141 polindes yang tersebar di seluruh Kabupaten Poso.
23
3. Profil Kecamatan Seko Kabupaten Luwu Utara
Luas wilayah Kecamatan Seko tercatat 2.109.4 Km2 dan secara Secara Geografis dan
Topografis Kecamatan Seko terletak antara 10 58’ 14” - 20 29’ 7”, Lintang Selatan, 1190
32’ 33” - 1200 3’ 44” Bujur Timur, yang berbatasan dengan :
Di sebelah Utara : Dengan Kecamatan Rampi
Di sebelah Selatan : Dengan Kabupaten Toraja
Di sebelah Timur : Dengan Kecamatan Limbong
Di sebelah Barat : Dengan Kabupaten Mamuju Provinsi Sulawesi
administrasi Pemerintahan Kecamatan Seko terdiri dari 12 desa, 45 Dusun. Terdapat
sekitar 4 (Empat) sungai besar yang mengaliri wilayah Kecamatan Seko yakni sungai
Betue, Sungai Lodang, Sungai Rante Kasumbong dan Sungai Uro. Sungai yang
terpanjang dan terbesar adalah Sungai Betue yang melewati hampir semua desa di
Kecamatan Seko. Kecamatan Seko berada pada ketinggian antara 1.113 sampai 1.485
meter diatas permukaan laut, dengan tofografi sebagian besar wilayahnya berbukit-bukit. 9
4. Profil Kecamatan Rampi Kabupaten Luwu Utara.
Kecamatan Ranpi terdiri atas enam desa, yaitu Tedeboe, Bangkok, Dodolo,
Onondowa, Sulaku, dan Leboni. Desa yang menjadi akses penduduk menuju dan dari
Bada adalah Desa Dodolo.10
5. Jumlah Daerah Fokus Keong Perantara schistosomiasis di Kabupaten Poso danKabupaten Sigi
Survei daerah fokus keong dilakukan di tiga wilayah endemis schistosomiasis di
Indonesia yaitu Dataran Tinggi Napu Kabupaten Poso, Dataran Tinggi Bada Kabupaten
Poso dan Dataran Tinggi Lindu Kabupaten Sigi Propinsi Sulawesi Tengah. Daerah fokus
tersebar diseluruh wilayah daerah tersebut. Hasil pemetaan pada masing-masing daerah
dapat dilihat pada tabel berikut:
24
Tabel 5. Jumlah Fokus Keong O.hupensis lindoensis Di Dataran Tinggi Napu KabupatenPoso Tahun 2017
No Desa Kecamatan Jml fokusyangditemukan
Jenis fokus Luasfokus(m2)
Rata -rataKepadatankeongO.hupensislindoensis(/m2)
Rata-rataInfectionRate (%)
PenangananLintas Sektor
1. Wuasa Lore utara 4 Saluran airdikebuncoklat,sawah,kebunjagung dansawah tdkdiolah
155.640 5 6 Pengeringan,pembersihansaluran air&penyemprotanmoluskisida,perbaikansaluran air,pengaktifansawah danpengolahanlahan
2. Banyusari Lore utara 1 Saluran airdikebuncoklat
291 6,5 0,4
3. Watumaeta
Lore utara 19 Saluran airdikebun dansalurandipancuran
113.832 4 3,5
4. Alitupu Lore utara 23 Saluran airdikebun,parapa,salurandekatpemukiman
182.969 4,9 6,5 Pengeringan,pembersihansaluran air&penyemprotanmoluskisida,perbaikansaluran air,pengaktifansawah danpengolahanlahan
5. Kaduwa Lore utara 11 Saluran airdikebun,lahankosong dandisemakbelukar
90.793 5,9 5
6. Winowanga
Lore utara 39 Saluran airdikebun danmata air
75.859 6,6 5,6
7. Maholo Lore timur 24 Saluran 70.222 4,7 0,9
25
dikebun dansawah tdkdiolah
8. Tamadue Lore timur 7 Saluran airdipinggirjalan desa
66.198 1,8 7,6
9. Tinimbo Lore timur 9 Saluran airdikebun dansawah tidakdiolah dandisemakbelukar
14.043 2,6 4,8
10 Mekasari Lore timur 16 Mata airdikebuncoklat dankopi
13.531 4,1 5,4 Pengeringan,pembersihansaluran air&penyemprotanmoluskisida,perbaikansaluran air,pengaktifansawah danpengolahanlahan
11 Kalimago Lore timur 14 Saluran airdikebun
24.025 3,6 1,7
12 Wanga Lore Peore 5 Saluran airdikebun danrawa
21.244 0,9 21,4
13. Siliwanga Lore peore 1 Salurandisawah
850 1,3 20,3
14 Dodolo Lore peore 34 Saluran airdikebun, danswah tdkdiolah dansemakbelukar
53.142 6,2 4,7
15 Betue Lore peore 0
16 Talabosa Lore peore 0
17 Rompo Lore peore 0
18 Katu Lore peore 0
19 Torire Lore Tengah 0
26
20 Doda Lore tengah 0
21 Lempe Lore tengah 0
22 Hangira Lore tengah 0
23 Pendele Lore Tengah 0
24 Baleura Lore tengah 0
25 Bariri Lore tengah 0
26 Biau(dusun diwatutau)
Lore peore 0
Jumlah daerah fokus keong yang masih ditemukan yaitu 208 daerah fokus yang tersebar
pada 14 desa di Dataran Tinggi Napu. Jenis fokus keong O.h. lindoensis yang ditemukan
berupa saluran air di kebun (cokelat, kopi, jangung dan bawang) dan di sawah yang tidak
diolah. Ada juga berupa mata air di kebun dan aliran air di semak belukar. Luas daerah
fokus 882.639 m2. Rata-rata kepadatan keong 24,1/m2 dan rata-rata infection rate 5,4%.
Daerah fokus keong paling banyak ditemukan di Desa Winowanga dan Desa Dodolo.
27
Tabel 6. Jumlah Fokus Keong O. hupensis lindoensis Di Dataran Tinggi BadaKabupaten Poso Tahun 2017
No Desa Kecamatan Jmlfokusyangditemukan
Jenis fokus Luasfokus(m2)
Rata -rataKepadatankeongO.hupensislindoensis(/m2)
Rata-rataInfectionRate (%)
PenangananLintasSektor
1. Kageroa Lore barat 4 Bekaskolam &
saluran airdi sawah
3.025 2,5 0 Pembersihansaluran air
2. Tuare Lore barat 8 Bekaskolam,
saluran airdikebun
4.414 4,9 0 Pengaktifankolam,
pembersihansaluran air,pembuatansaluran air,
pembersihankebun
3. Lengkeka Lore barat 5 Saluran airdikebun
dan hutan,kolam
2.734 3,3 14,9 Pengolahankolam,
pembuatanperlindungan
mata air,pembuatansaluran air
bersih,pembuatan
saluan
4. Kolori Lore barat 1 Saluran airdisawah
187 0,1 0 Pembersihansaluran air,
penyemprotan
moluskisida
5. Lelio Lore barat 0
28
6. Gintu Lore selatan 0
7. Bewa Lore selatan 0
8. Pada Lore selatan 0
9. Bomba Lore selatan 0
10 Badangkaia
Lore selatan 0
11 Bakekau Lore selatan 0
12 Bulili Lore selatan 0
13. Runde Lore Selatan 0
Hasil survei keong di Dataran Tinggi Bada, daerah fokus keong O.h. lindoensis
ditemukan di Desa Lengkeka, Desa Tuare, Desa Kageroa dan Desa Kolori. Jumlah daerah
fokus keong O.h. lindoensis yang ditemukan sebanyak 18 fokus. Jenis fokus O.h.
lindoensis yang ditemukan berupa mata air, kolam, saluran di kebun dan di sawah. Ada
juga berupa kolam terlantar. Luas daerah fokus 10.370 m2. Rata rata kepadatan keong
6,1/m2 dan rata-rata infection rate 1,9%. Daerah fokus keong paling banyak ditemukan di
Desa Tuare.
29
Tabel 7. Data Jumlah Fokus Keong O. hupensis lindoensis Di Dataran Tinggi LinduKabupaten Sigi Tahun 2017
No Desa Kecamatan
Jml fokusyangditemukan
Jenis fokus Luasfokus(m2)
Rata -rataKepadatankeongO.hupensislindoensis(/m2)
Rata-rataInfectionRate (%)
PenangananLintas Sektor
1. Anca Lindu 12 Rembesanair dihutan,Saluran airdi kebundandihutan
19.784
69,1 4,4 - Pembuatansaluranair/PU- Penanamanpohontanamankeras, dibuatpenangkapchament area,pembersihandrainase &survei ternakberkala
2. Langko
Lindu 1 Aliran airtepi hutandan rawa
6.886 3,5 14,5 Pembuatansaluran
3. Puroo Lindu 3 Sawahtidakdiolah danrawa
487.546
3 72,9 Pencetakansawah,pembuatansaluran air
4. Olu Lindu 0 - - - -
Pada Tabel di atas Desa yang ditemukan daerah fokus keong O.hupensis lindoensis yaitu
Desa Anca, Desa Langko dan Desa Puroo. Jumlah fokus keong O.hupensis lindoensis
yang ditemukan sebanyak 16 daerah fokus. Jenis fokus berupa rembesan air, saluran air
30
dikebun dan sawah tidak diolah. Luas daerah fokus keong 514.216 m2. Rata-rata
kepadatan keong 41,6/m2 dan rata-rata infection rate 5,9%. Daerah fokus keong paling
banyak ditemukan di Desa Anca.
Tabel 8. Data Jumlah Daerah Habitat Keong Di Wilayah Rampi dan SekoKabupaten Luwu Utara Propinsi Sulawesi Selatan Tahun 2017
No Desa Kecamatan Jumlahhabitat keongyangditemukan
Jenisfokus
Keterangan
1.
2.
3.
4.
Dodolo
Onondowa
Marante
Taloto
Rampi
Rampi
Seko
Seko
2
1
1
1
Saluran airdi kebun
Saluran air
Saluran air
Aliran airdi pinggirsungai
Keong yang ditemukan di Rampi dan Seko memiliki morfologi yang menyerupai
dengan keong O.hupensis lindoensis, akan tetapi memiliki ukuran yang lebih kecil.
Ukuran keong yang ditemukan maksimal 2 mm, dengan ulir cangkang 3 buah, sedangkan
keong O.hupensis lindoensis memiliki jumlah ulir cangkang 5-6 ulir. Berdasarkan hal
tersebut maka dilakukan konfirmasi ke Laboratorium Malakologi, Pusat penelitian
Biologi, LIPI, Bogor. Hasil identifikasi keong tersebut menurut LIPI adalah termasuk
dalam Family Hydrobiidae, genus Sulawesidrobia, (Ponder dan Haase, 2005). Keong
tersebut merupakan sinonim dari jenis Indopyrgus bonnei (Abbot). Hasil pemeriksaan
pada keong di seko juga ditemukan sporocysta berekor satu yang belum teridentifikasi
spesiesnya.
31
C. Jumlah fokus Keong 2004-2017
Tabel 9.Data Jumlah Fokus Keong O. hupensis lindoensis Di Dataran Tinggi NapuKabupaten Poso sampai Tahun 2017
No Desa
Jumlah Fokus KeongO.hupensis lindoensis
Ket2004 2008
2016-2017
1 Sedoa 36 56 33Tahun 2016 hanya satu desayang disurvei keong yaituDesa Sedoa
2 Watumaeta 33 35 193 Alitupu 66 66 234 Kaduwa kampung 23 16 115 UPT Kaduwa 23 17 06 Dodolo 14 18 347 Wanga 4 4 58 Siliwanga 3 3 29 Wuasa 23 17 4
10 Winowanga 44 45 3911 Watutau 6 6 212 Betue 4 3 013 Torire 1 6 014 UPT Tamadue 21 25 015 Tamadue kampung 30 11 716 Maholo 42 32 2417 Kalimago 6 9 1418 Mekarsari 1619 Tinimbo 920 Banyusari 1
Total 379 369 243
Pada tahun 2016-2017 jumlah daerah fokus O.hupensis lindoensis cenderung menurun
sebanyak 243 daerah fokus bila dibandingkan jumlah daerah fokus tahun 2004 sebanyak
379 daerah fokus. Jumlah daerah fokus masih banyak ditemukan di Desa Winowanga,
Desa Dodolo, Desa Maholo, Desa Alitupu, Desa Sedoa dan Desa Watumaeta.
32
Tabel 10. Data Jumlah Fokus Keong O. hupensis lindoensis Di Dataran TinggiLindu Kabupaten Sigi sampai Tahun 2017
No Desa
Jumlah Fokus KeongO.hupensis lindoensis
Ket2004 2008
2006-2017
1 Anca 64 60 12Tahun 2016 hanya satu desayang disurvei keong yaitudesa Tomado
2 Puroo 11 13 33 Tomado 64 53 164 Langko 6 3 1
Total 145 129 32
Pada tabel diatas jumlah fokus cenderung menurun mulai tahun 2006-2017, Sejak tahun
2004 jumlah fokus yang ditemukan sebanyak 178 fokus sampai dengan tahun 2017
jumlah fokus yang masih ditemukan keong ohl sebanyak 10 fokus. Ada beberapa jumlah
fokus tetap banyak yaitu Desa Anca, Desa Tomado dan Desa Langko..
Tabel 11. Data Jumlah Fokus Keong O. hupensis lindoensis Di Dataran Tinggi BadaKabupaten Poso sampai Tahun 2017
No Desa
Jumlah Fokus KeongO.hupensis lindoensis
Ket2004 2008
2016-2017
1 Kageroa 0 15 4Tahun 2016 hanya satu desayang disurvei keong yaituDesa Tomihipi
2 Tuare 83 Kolori 0 0 14 Lilio 0 0 05 Tomihipi 0 2 86 Lengkeka 0 4 5
Total 0 21 26
33
Pada tabel diatas sejak tahun 2008 jumlah fokus yang ditemukan 21 fokus sampai dengan
tahun 2017 jumlah fokus yang masih ditemukan keong sebanyak 28 fokus. Ada beberapa
jumlah fokus tetap banyak yaitu Desa Kageroa, Desa Tuare dan Desa Tomihipi.
Table 12. Persentase Perubahan Fokus Keong O. hupensis lindoensis di DaerahEndemis Schistos0miasis Tahun 2017
No Daerah Jumlah fokus Jumlah fokus Perubahan Jumlah%
2008 2016-2017 Fokus1 Lindu 129 31 Sawah 49 42
Kebun 20 17Gabung 46 39Kering 2 2
2 Napu 369 243 Sawah 26 21Kebun 35 29Gabung 49 40Tertimbun 8 7Kering 3 2
3 Bada 21 26 Sawah 0 0Kebun 0 0Gabung 2 10Tertimbun 0 0Kering 0 0
Pada tabel di atas penurunan jumlah fokus diakibatkan karena pengaktifan sawah atau
kebun, fokus mengalami kekeringan dan tertimbun. Ada beberapa titik fokus digabungkan
menjadi satu titik fokus karena masih satu area ekosisitim yang sama.
34
D. Peta Distribusi Fokus Keong Perantara schistosomiasis
Gambar 4. Peta Distribusi Fokus Keong Perantara Schistosomiasis di DataranTinggi Napu
Sedoa
Watumaeta
Wuasa
Alitupu
Winowangga
Mekarsari
Maholo
Tamadue
Kalemago
Dodolo
Banyusari
Kaduwa
Torire
Wanga
Siliwanga
Watutau
Betue
35
Gambar 5. Peta Distribusi Fokus Keong Perantara Schistosomiasis di DataranTinggi Bada
Kalemago
Kolori
Lengkeka
Kageroa
Tomihipi
Tuare
36
Gambar 6. Peta Distribusi Fokus Keong Perantara Schistosomiasis di DataranTinggi Lindu
Anca
Tomado
Langko
Puroo
37
Gambar 7. Peta Titik ditemukan keong di wilayah Rampi Kabupaten Luwu Utara
Gambar 8. Peta Titik ditemukan keong di wilayah Seko Kabupaten Luwu Utara
38
IV. PEMBAHASAN
Jumlah fokus yang ditemukan keong O. hupensis lindoensis saat ini sebanyak 242
fokus (208 fokus di Napu, 18 fokus di Bada, 16 fokus di Lindu) dan bila dibandingkan
dengan jumlah fokus yang ditemukan pada tahun 2008 sebanyak 498 fokus (369 fokus di
Napu dan 129 fokus di Lindu), sudah berkurang fokus keong O. hupensis lindoensis, ini
disebabkan karena fokus keong O. hupensis lindoensis sudah diolah menjadi sawah atau
kebun oleh masyarakat dan juga fokus keong O. hupensis lindoensis yang mengalami
kekeringan, terendam banjir dan tertimbun tanah. Faktor lain adalah saat survei fokus
keong dijadikan satu fokus karena jarak lokasi fokus sangat berdekatan dan masih satu
area ekosistim. Sawah atau tanah yang dikerjakan atau diolah secara aktif dan teratur tidak
dijumpai keong O. hupensis lindoensis.
Keong Oncomelania memegang peranan penting dalam penularan schistosomiasis,
oleh karena perkembangan stadium larvanya mulai dari mirasidium sampai bentuk serkaria
terjadi dalam keong tersebut.2 Sedangkan habitat keong O. hupensis lindoensis merupakan
sumber penularan schistosomiasis pada manusia karena adanya keong O. hupensis
lindoensis yang terinfeksi dan adanya larva serkaria yang disebut fokus. kondisi lapangan
yang cocok adanya rerumputan atau pohon besar atau kecil yang berguna sebagai
pelindung terhadap radiasi sinar matahari yang kuat. Genangan air yang tenang
merupakan media perkembangan bagi anak keong serta menjaga kelembaban. Keadaan
tanah yang berlumpur merupakan media untuk perkembangan alga sebagai makanan
keong.
Jenis fokus O. hupensis lindoensis yang ditemukan paling banyak berupa saluran
air di kebun, di sawah, di hutan lindung dan dipinggir jalan. Jenis lain yaitu mata air dan
rembesan air. Masih adanya fokus O. hupensis lindoensis yang aktif karena fokus ini
selalu terlindung dari sinar matahari karena adanya pohon-pohon besar maupun kecil dan
selalu basah karena adanya air yang keluar secara terus menerus secara perlahan, Daerah
ini selalu basah sepanjang tahun.
Jenis fokus berupa saluran air lokasi ini ada sebagian besar berada disekitar tempat
tinggal masyarakat, seperti saluran air di kebun coklat, kebun bawang, kebun kopi dan
39
sawah yang berada disekitar rumah masyarakat. Ada fokus ohl berupa mata air yang
mengalir langsung kerumah-rumah masyarakat yang digunakan untuk keperluan sehari-
hari seperti mandi dan cuci.
Penularan schistosomiasis menunjukkan penularan schistosomiasis terjadi karena
adanya kontribusi bersama-sama antara faktor keong O. hupensis lindoensis, kontak
manusia dan binatang mamalia yang berperan sebagai reservoir dengan daerah fokus.
Kejadian schistosomiasis sangat berhubungan dengan perilaku buang air besar di jamban
keluarga, mandi/mencuci disungai, menggunakan alat pelindung diri bila ke daerah fokus
dan menggunakan sumber air minum dari mata air. Begitu pula halnya penelitian
schistosomiasis di Dataran Tinggi Lindu, menunjukkan adanya hubungan antara perilaku
pemanfaaatan air terhadap tingkat kejadian schistosomiasis serta penggunaan sepatu boot
dan pemanfaatan jamban. Persentase jamban yang memenuhi syarat pada 3 wilayah
endemis schistosomiasis berkisar antara 41% sampai 93%.
Pada umumnya masyarakat menggunakan air bersih yang berasal dari mata air
untuk keperluan sehari-hari. beberapa fokus O. hupensis lindoensis berupa mata air yang
langsung mengalir ke rumah masyarakat, hal ini menunjukkan penularan schistosomiasis
masih dapat terjadi. Lokasi fokus keong O. hupensis lindoensis yang terletak di muara
danau lindu sangat rawan sebagai sumber penularan schistosomiasis, karena sering dilalui
oleh masyarakat baik yang dari lindu atau masyarakat dari kecamatan palolo yang
melakukan aktifitas memancing ikan di danau lindu.
` Kebiasaan masyarakat yang sering melakukan aktivitas di areal fokus keong
memungkinkan penularan schistosomiasis pada manusia akan terus terjadi. Sebagian
besar penduduk masih bekerja sebagai petani di sawah dan di kebun. Pekerjaan tersebut
erat kaitannya dengan penularan schistosomiasis. Dengan mengolah sawah dan kebun,
memungkinkan orang terinfeksi schistosomiasis cukup besar. Untuk mengairi sawah
penduduk umumnya memanfaatkan air yang berasal dari air fokus keong.
Persebaran fokus O. hupensis lindoensis selain dipengaruhi oleh aktivitas manusia
dapat juga disebabkan karena ada aktifitas hewan mamalia yang merupakan host definitif
dari cacing shcitosoma japonicum penyebab schistosomiasis. Hewan mamalia yang dapat
menjadi hewan host definitif antara lain tikus (Rattus exulans, Ratus hoffmani, Ratus
40
chysocomus, Ratus marmosurus dan Ratus celebensis), babi hutan (Sus srcofa), luwak
(Viverra tangalunga) dan kerbau liar (Bubalus bubalis).11
Prevalensi menurun akan tetapi dengan adanya orang yang masih terinfeksi
menunjukkan reinfeksi masih terus berlangsung dan infeksi schistosoma masih
mengancam penduduk pada tiga wilayah tersebut. Reinfeksi masih berlangsung
dimungkinkan karena masih adanya sumber infeksi yang berasal dari hewan reservoar dan
kebiasan manusia yang memungkinkan kontak dengan larva infektif sehingga infeksi
berlangsung secara terus menerus.
Fluktuasi Prevalensi schistosomiasis kemungkinan juga disebabkan karena adanya
reinfeksi. Masyarakat yang pernah menderita schistosomiasis dan telah mendapat
pengobatan kembali melakukan kegiatan sehari-hari di daerah fokus yaitu di sawah,
kebun coklat, kebun sayur ataupun melintasi daerah fokus. Fluktuasi prevalensi
schistosomiasis terjadi karena adanya reinfeksi schistosomiasis.12
Untuk pengendalian fokus O. hupensis lindoensis diperlukan kerjasama dengan
lintas sektor karena fokus O. hupensis lindoensis ada yang terletak di daerah pertanian
seperti sawah dan kebun, ada juga fokus O.h. lindoensis yang terletak di hutan lindung,
beberapa fokus O. hupensis lindoensis di kolam ikan. Sehingga perlu Pembuatan atau
perbaikan saluran air oleh Pertanian dan PU untuk membuat saluran air dan perlindungan
mata air khususnya untuk menyediaan air bersih yang digunakan oleh masyarakat.
Sementara fokus O. hupensis lindoensis yang ada di hutan lindung diperlukan peran dari
khususnya dari Kementerian kehutanan dalam hal ini Taman Nasional Lore Lindu
(TNLL).13
41
V. KESIMPULAN DAN SARAN
a. Kesimpulan
1. Jumlah fokus keong O. hupensis lindoensis yang ditemukan
a. Di dataran tinggi Napu 208 fokus
b. Di dataran tinggi Lindu 16 fokus
c. Di dataran tinggi Bada 18 fokus
2. Luas habitat keong O. hupensis lindoensis
a. Di dataran tinggi Napu 882.639 m2
b. Di dataran tinggi Lindu 514.216 m2
c. Di dataran tinggi Bada 10.370 m2
3. Rata-rata jumlah kepadatan keong O. hupensis lindoensis
a. Di dataran tinggi Napu 24,1/m2
b. Di dataran tinggi Lindu 41,6/m2
c. Di dataran tinggi Bada 6,1/m2
3. Rata-rata Infection rate keong O. hupensis lindoensis
a. Di dataran tinggi Napu 5,4%
b. Di dataran tinggi Lindu 5,9%
c. Di dataran tinggi Bada 1,9%
4. Penggunaan lahan fokus keong yaitu kebun, sawah, kolam dan mata air.
5. Manajemen lingkungan lintas sektor yaitu pembuatan saluran air di kebun, sawah
dan dipinggir jalan, pencetakan sawah, pembuatan penampungan air dan pembersihan
saluran air dan penyemprotan moluskisida
b. Saran
Berdasarkan hasil dari survei sebaran keong O.hupensis lindoensis harus segera
dibuat perencanaan eliminasi schistosomiasis dengan metoda manajemen lingkungan
secara terpadu dan komprehensif, melibatkan semua sektor terkait dan
memperdayakan peran serta masyarakat.
42
DAFTAR PUSTAKA
1. Hadidjaja P. Schistosomiasis Di Indonesia. 1st ed. Jakarta: UI Press; 1985.
2. Sudomo M. Penyakit Parasitik Yang Kurang Diperhatikan di Indonesia. OrasiPengukuhan Profr Ris Bid Entomol dan Moluska. 2008.
3. Samarang dkk, Pemetaan Fokus Keong di beberapa daerah Endemis Schistosomiasis,2016
4. Dinas Kesehatan Propinsi Sulawesi Tengah. Laporan Tahunan SchistosomiasisSulawesi Tengah. 2015
5. Jastal dkk Analisis Spasial Epidemiologi schistosomiasis menggunakan penginderaan
jauh dan sistem informasi geografis di Sulawesi Tengah, 2008.
6. Anonim. Petunjuk Teknis Pemberantasan Schistosomiasis. Sub Direktorat Filariasis
dan Schistosomiasis, Direktorat P2B2, Ditjen.PPM&PLP, Departemen Kesehatan RI.
2015.
7. Bappeda Kab. Sigi, Kabupaten Sigi dalam Angka, 2016.
8. Bappeda Kab. Poso, Kabupaten Poso dalam Angka , 2016
9. Profile Puskesmas Seko, 2016
10. Profil Puskesmas Rampi, 2016
11. Nurjana MA, Samarang. Infeksi Schistosoma japonicum pada Hospes Reservoir Tikus
di Dataran Tinggi Napu, Kabupaten Poso, Sulawesi tengah Tahun 2012. Media Penelit
dan Pengemb Kesehat. 2013;23(3):137-142.
12. Leonardo, LR, Acosta LP, Olv RM. Difficulties and strategies in the control of
Schistosomiasis in The Philippines. Acta Tropica, Vol.2. No. 2. 2002.
13. Nurwidayati A. Kajian Hubungan Antara Daerah Perindukan Keong PerantaraSchistosomiasis Terhadap Kejadian Schistosomiasis di Napu, Kabupaten Poso,Sulawesi Tengah. JVektor Penyakit. 2008;2(1):31-37.
43
UCAPAN TERIMA KASIH
Ucapan terima kasih pada kesempatan ini kami sampaikan kepada Kepala Badan
Litbang Kesehatan, karena penelitian ini dapat terlaksana berkat dukungan dana dari
Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan, Kemenkes RI Tahun 2017. Ketua PPI
Pusat Upaya Kesehatan Masyarakat Badan Litbang Kesehatan, Ketua Komisi Etik Badan
Litbang Kesehatan, P2M Pusat, Kepala Balai Litbang P2B2 Donggala atas disetujuinya
usulan ini.
Tak lupa juga kami ucapakan terima kasih kepada Pemerintah Daerah Propinsi
Sulawesi Tengah, Pemda Kab.Poso, Pemda Kab. Sigi, Puskesmas setempat, atas izin
penelitian dan dukungan yang telah diberikan kepada kami.
Kami juga mengucapkan terima kasih atas dukungan dari berbagai pihak,
termasuk kerjasama dengan teman-teman Balai Litbang P2B2 Donggala yang telah
banyak memberikan bantuan tenaga dan saran selama kegiatan penelitian berlangsung
sehingga dapat terselesaikan sesuai dengan harapan. Terima kasih juga kami sampaikan
kepada petugas laboratorium schistosomiasis Dataran Tinggi Lindu, Bada dan Lindu yang
secara kooperatif telah mendukung kegiatan penelitian ini.
1
Lampiran
Foto jenis fokus keong perantara penular schistosomiasis
Saluran perpipaan air bersih
Saluran air di kebun coklat
2
Sawah tidak diolah
Saluran air di pinggir jalan
3
Jenis keong yang ditemukan di Rampidan Seko