SATRIA NUGRAHA/RADAR SURABAYA TURUN · PDF fileArab di Surabaya. Kopi Arab dan gulai kacang...
Transcript of SATRIA NUGRAHA/RADAR SURABAYA TURUN · PDF fileArab di Surabaya. Kopi Arab dan gulai kacang...
layouter: nuryonolayouter: nuryono
HLI sejarah Univer sitas Airlangga Pur nawan Basundoro mengatakan, pe mukiman Tionghoa di tepian Su
ngai Kalimas ini semakin padat sekitar abad 19. Keberadaan Sungai Kalimas memiliki peranan penting dalam membangun kawasan Tionghoa di Surabaya.
“Di sebelah Selatan Jem batan Merah itu dulu terdapat pelabuhan kecil, yaitu Willemskade,” ujar Purnawan Basundoro.
MASYARAKAT Tionghoa ter kenal dengan perdagangannya. Sejarawan Unair Purn awan Basundoro menyebutkan, beberapa rumah mereka sejak jaman dahulu telah digunakan sebagai gudang dan toko. Hal itu terus berlanjut hingga sekarang, di mana Kampung Pecinan menjadi salah satu pusat perekonomian di Surabaya dan Indonesia Timur.
KEJAYAAN Kampung Pe cinan ini masih bisa ditelusuri. Mes ki usianya telah ratusan tahun, namun masih kokoh berdiri hingga kini. Peninggalan tersebut menjadi kekayaan budaya di Surabaya yang harus terus dijaga.
Penelusuran bisa dilakukan dari Stasiun Semut. Bangunan bikinan Pemerintah Kolonial tersebut telah berdiri satu abad lebih. Berjalanan ke arah Jalan Karet, ada suatu bangunan dengan pagar hijau. Diantara bangunan dengan arsitektur Tionghoa. Bangunan yang mirip tempat tinggal itu adalah Rumah Abu Keluarga The.
Rumah abu ini dibangun pada 1884. Menurut Ketua Surabaya Haritage Freddy H Istanto, rumah abu adalah tempat di mana para keturunan atau anak cucu mendoakan leluhur mereka yang sudah tiada.
Dibelakang deretan rumah ber gaya Tiongkok, terdapat satu pasar yang dulunya me ru
pakan lahan makam. Tepatnya ada di Jalan Slompretan. Pa sar tersebut bernama Pa sar Bong. Dahulunya pasar ini adalah makam Han Bwee Kong alias Han Bwee Sin (17271778).
Dia adalah kapiten atau pimpinan warga Ti ong hoa di Suraba ya. Me nurut Freddy awalnya peda gang yang ada berjualan di se kitaran ma kam. Na mun, lambat laun semakin ramai dan terus berkembang menempati lahan makam. “Makam sendiri dalam bahasa Tiongkok adalah Bong,” ungkapnya.
Perjalanan dilanjutkan ke arah Jembatan Merah, berbelok ke kanan. Gerbang de ngan tulisan Kya Kya men y a m b u t se tiap siapa saja y a n g
Pada awalnya, Kampung Pe cinan terbentuk di Chineseche Voorstraat atau Pecinan kulon (sekarang Jalan Karet). Hampir merata, bangunan di jalan tersebut berjejer dengan ar sitektur Tiongkok meng hadap Sungai Kalimas. Dipi lihnya kawasan tersebut, karena di anggap dapat men da tangkan keberuntungan. Sehingga banyak bangunan berjejer di tepian Sungai Kalimas.
Lambat laun, kawasan tersebut terus berkembang. Kampung Pecinan meluas ke sisi Timur hingga ke Kapasan dan Pasar Atom. Belanda
Sementara itu, mengenai sebutan Kembang Jepun, Purnawan menuturkan, berawal dari suatu rumah di kawasan itu yang berisikan wanita Jepang. Dia menduga, keber adaan rumah tersebut ada sekitar
1920. “Rumah hiburan tersebut da lam bahasa Jepang dina makan Karayuki San,” ungkapnya. Kembang sendiri berarti bunga dan Jepun adalah Jepang. Jika digabungkan, memiliki makna wanita Jepang. (bae/rak)
Pusat Perdagangan danSimpul Ekonomi di Surabaya
Masjid Ampel, JadiSalah Satu Icon Surabaya
Menikmati Kuliner Khas Timur Tengah
melintas. Bangunan tersebut belum lama berdiri, yakni sejak 2003. Kyakya sendiri mer u pakan salah satu wadah bagi masya rakat Tionghoa untuk berkum pul dan bercengkerama. KyaKya juga merupakan salah satu tempat warga Tiong hoa un tuk tuan yuan. Artinya, ber kum pul untuk makan bersama. (bae/rak)
“Kawasan Kembang Jepun ini dahulunya bernama Hendel Straat. Menurut artinya, adalah Jalan Perdagangan. Sesuai nama jalannya, maka rumah di kawasan tersebut juga memiliki berfungsi sebagai rumah dagang. Jadi tidak hanya untuk tem pat tinggal saja, melainkan berdagang,” ujar Purnawan.
Dia melanjutkan, tanda bahwa sejak dahulu kawasan tersebut sudah menjadi pusat perdangan adalah dapat dilihat dari nama beberapa tempat yang menjadi pusat penimbunan komiditi sebelum diekspor. Salah satunya adalah Jalan Sui ker Straat. Yang secara harfiah, memiliki makna Jalan Gula. “Kemungkinan di sana
dahulunya ada gudang gula di sana,” jelasnya. Jalan Gula ini terletak di Kelurahan Bongkaran.
Masih menurut Purnawan, se lain komiditi gula yang memang menjadi unggulan ekspor mendampingi kopi dan rempahrempah. Di kampung Pe cinan juga terdapat beberapa gudang penyimpanan barang ekspor lainnya.
Seperti, kain, hasil bumi dan
impor. “Di sana juga ada beberapa perbankan,” ungkapnya.
Peranan kampung Pacinan ini memang sangat penting. Posisinya yang dekat dengan Heerenstraat, menjadikannya penghubung dengan pusat perdagangan di jaman Hindia Belanda. Dosen Unair yang bergelut di Sejarah Kota ini mengakui, orang Tionghoa selalu melakukan aktifitas perdagangan kecil hingga besar. Sebagian lagi, bekerja di pemerintahan meski jumlahnya tak banyak. Dia pun menuturkan bahwa beberapa pasar lantas muncul di sekitar Kampung Pecinan, diantaranya, Pasar Bong, Pasar Pabean dan Pasar Atom untuk memenuhi kebutuhan perdagangan. (bae/rak)
yang ketika itu berkuasa, memberi nama kawasan itu de ngan nama Chinese Camp. Un tuk menancapkan peng aruh di kampung Pecinan, Pe merintah Hindia Belanda ke mudian mengeluarkan ke bijakan Wijkensteltel atau Un dangundang yang meng atur tentang pengelompokan tiap etnis dalam satu wilayah pada 1866.
“Kebijakan pembagian itu dampak dari hak istimewa gubernur jenderal dipisahpisah. Setiap daerah ada pemimpinnya dari opsir yang ditunjuk pemerintah kolonial kala itu. Dimana kebijakan tersebut diikuti dengan keluarnya aturan passenstelsel, ini mengharuskan masyarakat keluar masuk di setiap kawasan menunjukkan kartu pas,” tambah Purnawan Basundoro.
Sisa Kejayaan Kampung Pecinan
Tidak ada catatan resmi menge nai kapan pertama kali mas yarakat Tionghoa tiba di Su rabaya. Belanda mencatat, sejak abad ke17 sudah me li hat kawa san pemukiman Ti ong hoa di tepi Sungai Kalimas.
KEMASYURAN Kampung Arab Surabaya sudah tidak diragukan lagi. Kampung Arab yang lokasinya dimulai dari Jk KH Mas Mansyur sam pai Jl Iskandar Muda. Yang terkenal di sini adalah Masjid Raden Rahmat atau Masjid Ampel Surabaya.
Masjid Ampel adalah se buah masjid kuno yang terletak di kelurahan Ampel, kecamatan Semampir, kota Surabaya, Jawa Timur. Masjid seluas 120 x 180 meter persegi ini didirikan pada tahun 1421 oleh Sunan Ampel, yang dide katnya terdapat kompleks pemakakaman Sunan Ampel. Masjid yang saat ini menjadi salah satu objek wisata religi di kota Surabaya ini, dike lilingi oleh bangunan berar sitektur Tiongkok dan Arab.
Ketua Takmir Masjid Ampel KH Muhammad Azmi Nawawi mengatakan, di samping kiri
MENIKMATI kuliner khas Timur Tengah menjadi salah satu sajian yang ada di Kam pung Arab di Surabaya. Kopi Arab dan gulai kacang hijau selalu iden tik menu kuliner masyarakat Arab. Di kawasan kampung Arab keberadaan budaya itu tak lepas dari pencetusnya.
Dari jejak penelusuran Radar Surabaya, warung kopi milik Ferry Basalamah ini menjadi ci kal bakal tempat lahirnya warungwarung gulai di kawasan kampung Arab. Warung itu terletak di salah satu sudut gang kecil Pabean Kulon V Surabaya. Berada di pinggir Jalan Panggung, warung kopi ini cukup sulit ditemukan. Untuk menemu kan warung itu, Radar Sura
baya harus memasuki gang selebar tiga meter. Di pojok gang langsung ditemukan warung berukuran 1,5 meter dengan pan jang sekitar 5 meteran. Ukuran warung memang cukup kecil dan sangat sederhana. Namun, dari pukul 07.30 hingga 16.00 tak pernah sepi pengunjung. Mayoritas pengunjung adalah keturunan Arab. Terkadang, para pengunjung meluber hingga di depan warung. Mereka menikmati kue dan kopi Arabnya.
“Ada mageli (roti arab)nya,” kata Zaki Basmeleh, salah satu pengunjung warung.
Mageli adalah satu kue Arab yang dijual di warung itu. Selain mageli, ternyata warung mungil itu juga menyediakan
menu makanan ringan Arab seperti sambosa, kamer, pastel ampel, dan lainnya.
Namun, yang spesial adalah warung itu terkenal dengan kopi Arabnya. Kopi yang dihar gai Rp 3.000 secangkir itu me miliki khas rasa rempah segar, seperti jahe, serai, kapulaga, keningar, dan pandan. Se mua nya disaring dan disajikan kala masih panas.
Ferry Basalamah, pemilik warung kopi, menjelaskan kopi Arab dengan cita rasa rempah itu biasanya hanya disediakan waktu pesta pernikahan saja. “Biasanya, saya mendapat pesanan banyak dari masyarakat ketika ada pesta perkawinan,” kata Ferry.
Meski hanya menyediakan kopi dan kue khas Arab, namun warung itu tak pernah sepi pengunjung. Hal itu dari awal mula sejarah dan budaya kopi dan makan di kampung Arab. Menurut Ferry, warung yang disewa dirinya itu awalnya merupakan warung yang berjualan kopi, roti maryam, gulai kacang hijau pada tahun 1940an. Pemilik dan penjualnya adalah Ali Babher yang merupakan orang Arab asli dari Hadramaut, Yaman Selatan. Ketika membuka warung itu tak pernah sepi pengunjung. Bahkan, pegawainya sampai pu luhan orang. Ketika Ali Babher meninggal, maka diteruskan oleh anaknya. Namun, usaha wa rung itu berubah konsep hanya dengan menjual kopi saja. Karena memang, istri dari sang pemilik pindah ke Besuki, untuk meng habiskan masa tuanya. (han/rak)
halaman masjid, terdapat sebuah sumur yang diyakini me rupakan sumur yang bertuah, biasanya digunakan oleh mereka yang meya kin innya untuk penguat janji atau sumpah. “Paling membludak sampai ratusan ribu kalau Ramadan, tapi kalau hari hari biasa ribuan,” kata dia. Untuk masuk ke sana, ada beberapa gerbang yang masing masing memiliki nama seperti Ga pura Peneksen, Gapura Madep, Gapura Ngamal, Gapura Poso dan Gapura Munggah. Kelima gapura itu memiliki makna lima Rukum Islam.
Di dalam makan sendiri terdapat sumursumur berse jarah, yang diyakini memiliki kelebihan. Makanya, banyak warga yang meminum air tersebut. Selain makam Sunan Ampel, terdapat tiga makam yang juga fenomenal yakni makam Mbah Soleh, Mbah Bolong
dan Makam Mas Mansyur. Ampel merupakan wisata
belanja yang potensial. Ganggang sempit yang menuju ke pusat kawasan yang di penuhi dengan pedagang kaki lima dan toko, bahkan sampai di sekitar Jl. Nyamplungan dan Jl. KH. Mas Mansyur. (han/rak)
ESKI sejarah mencatat bahwa sejak tahun 1451 kelompok Hadha rim, bersama dengan etnis Tionghoa dan India ditem pat
kan di Kota Bawah (Bene denstad), namun baru mulai tahun 1870an mengalami peningkatan pesat dengan wilayah timur laut menjadi pusat pemukimannya, yang hari ini dikenal sebagai kam pung Arab Surabaya. Wilayah ini dibatasi Selat Madura di sebelah Utara, Sungai Pegirian di Timur, Kembang Jepun di Utara, dan Kalimas di sisi Barat. Di antaranya, terbentang Kompe mentstraat (perkemahan jalan) dari Utara ke Selatan.
Sekarang ini lokasi yang dikenal sebagai kampong Arab berada di dua kecamatan yakni Pabean Cantikan dan Semampir.
Dengan wilayah seluas sekitar satu kilometer persegi, seja
rah dan peradaban baru
Sejarah mencatat pada 1820
merupakan masa di mana mening
katnya pendatang Hadharim (Arab asal Yaman Se latan) ke Pulau Jawa, kala itu
para pendatang asing telah di
tempatkan di distrikdistrik tertentu, dikenal
dengan Wijkenstelsel yang telah diatur oleh peme
rintah kolonial Belanda sesuai dengan strategi
mereka agar para pendatang tidak
bercampur dengan golongan
Bumiputera.
masyarakat Arab tercipta di kawasan Su rabaya Utara tersebut.
Ibarat kampung mandiri, kampung Arab yang dimulai da ri mengitari Jalan KH Mas Mansyur, Jalan Ampel, Jalan Panggung, Jalan Sasak, Jalan Pa bean, Jalan Ke tapang, Jalan Kalimas, dan lainnya itu memang sangat spesial.
Hanya memiliki luas kurang lebih 1 kilometer (km) persegi yang dimulai dari titik nol Masjid Sunan Ampel, kampung Arab memiliki sejarah, kebudayaan, perekonomian yang maju hingga kini.
Ketua Komunitas Arab Su rabaya Abdullah Al Batati menjelaskan bila kampung Arab bisa di sebut kampung mandiri. Sebab, selain memiliki kebudayaan unik diban dingkan wi la
yah Surabaya lain nya, kampung Arab ini me miliki tingkat pereko nomian yang cu kup tinggi. “Jika kam pung se panjang satu km ini diisolasi, Insya Allah kami bisa bertahan,” jelas Abdullah.
Maklum saja, sepan jang sejarah kota Su rabaya, kampung Arab memang me miliki ke istimewaan. Menjadi pusat perdagangan dan perkembangan religi.
Di kampung yang Arab memili ki tiga pasar yakni Pasar Peguru an, Pasar Pabean, dan Pasar Kam bing. Selain itu, ada dua rumah sakit (RS) ternama, yakni RS AlIrsyad dan RS Muhammdyah. Me miliki dua sungai yakni Sungai Nyam plungan dan Su ngai Pegirian. Identik dengan kam pung sa udagar dari Timur Tengah, kam pung Arab memang memiliki tingkat religi yang cukup tinggi. Hal itu di ketahui dari banyaknya jumlah lang gar atau musala yang ada di kawasan itu. Diperkirakan ada 50 lebih musala yang ada di kampung tersebut. “Sejarah nya, dulu santri Su nan Ampel membuka musala di sekitar kampung,” ujar dia. (han/rak)
hingga Pengumuman Informasi
SATRIA NUGRAHA/RADAR SURABAYA
TURUN TEMURUN: Warga keturunan Arab banyak menekuni jual minyak wangi dan tasbih.
SATRIA NUGRAHA/RADAR SURABAYA
SILATURAHIM: Warga keturunan Arab yang menghuni di sekitar Ampel.
SATRIA NUGRAHA/RADAR SURABAYA
TRADISI: Wanita keturanan Arab menggunakan hena, terutama saat prosesi pernikahan.
ARSITEKTUR JAWA KUNO: Masjid Sunan Ampel yang menjadi pusat syiar Islam.
ANDY SATRIA/RADAR SURABAYA
SATRIA NUGRAHA/RADAR SURABAYA
KHAS: Salah satu sudut perkampungan Arab di Surabaya.
IJAB KABUL: Adat pernikahan warga keturunan
Arab tetap dipertahankan.
ANDY SATRIA/RADAR SURABAYA
SIMPAN ABU JENAZAH LELUHUR: Rumah Abu Keluarga The (The Goan Tjing) di Ja lan Karet 48 Surabaya. The Goan Tjing ini pernah menjabat mayor Tionghoa (majoor der Chineezen), pemimpin tertinggi masyarakat Tionghoa yang diangkat Belanda.
ANDY SATRIA/RADAR SURABAYA
KHUSYUK: Umat Tri Dharma bersembahyang di Kelenteng Cokro.
ANDY SATRIA/RADAR SURABAYA
KESENIAN DARI TIONGKOK: Suasana perayaan Imlek dimeriahkan barongsai di Kampung Pecinan Tambak Bayan.
ANDY SATRIA/RADAR SURABAYA
KAWASAN BISNIS: Pintu gerbang KyaKya di Jalan Kembang Jepun.
TERTUA DI SURABAYA: Kelenteng Hong Tiek Hian atau Kelenteng Dukuh, yang dibangun oleh pasukan Tartar pada zaman Khu Bilai Khan pada awal Kerajaan Mojopahit.
SATRIA NUGRAHA/RADAR SURABAYA
HALAMAN 26
HALAMAN 60 I RADAR SURABAYA l RABU, 31 MEI 2017 RADAR SURABAYA l RABU, 31 MEI 2017 I HALAMAN 61
ANDY SATRIA/RADAR SURABAYA
MURAL KHAS: Salah satu sudut
kampung Tambak Bayan.