SANKSI PIDANA TERHADAP PELAKU PENISTAAN AGAMA MENURUT HUKUM ISLAM...

101
SANKSI PIDANA TERHADAP PELAKU PENISTAAN AGAMA MENURUT HUKUM ISLAM DAN HUKUM POSITIF ( Analisis Yurisprudensi Terhadap Perkara yang Bermuatan Penistaan Agama ) Skripsi Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Hukum Islam (SHI) Oleh : AHMAD RIZAL NIM : 104043201345 KONSENTRASI PERBANDINGAN HUKUM PROGRAM STUDI PERBANDINGAN MAZHAB DAN HUKUM FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1430 H / 2009 M

Transcript of SANKSI PIDANA TERHADAP PELAKU PENISTAAN AGAMA MENURUT HUKUM ISLAM...

Page 1: SANKSI PIDANA TERHADAP PELAKU PENISTAAN AGAMA MENURUT HUKUM ISLAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/8533/1/AHMAD... · mewujudkannya harus ada norma yang menjadi

SANKSI PIDANA TERHADAP PELAKU PENISTAAN AGAMA

MENURUT HUKUM ISLAM DAN HUKUM POSITIF

( Analisis Yurisprudensi Terhadap Perkara yang Bermuatan Penistaan Agama )

Skripsi

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan

Memperoleh Gelar Sarjana Hukum Islam (SHI)

Oleh :

AHMAD RIZAL

NIM : 104043201345

KONSENTRASI PERBANDINGAN HUKUM

PROGRAM STUDI PERBANDINGAN MAZHAB DAN HUKUM

FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

1430 H / 2009 M

Page 2: SANKSI PIDANA TERHADAP PELAKU PENISTAAN AGAMA MENURUT HUKUM ISLAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/8533/1/AHMAD... · mewujudkannya harus ada norma yang menjadi

PENGESAHAN PANITIA UJIAN

Skripsi yang berjudul “SANKSI PIDANA TERHADAP PELAKU PENISTAAN

AGAMA MENURUT HUKUM ISLAM DAN HUKUM POSITIF (ANALISIS YURISPRUDENSI PERKARA YANG BERMUATAN PENISTAAN AGAMA)”

ini telah diajukan dalam sidang Munaqasyah Fakultas Syariah dan Hukum

Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta pada tanggal 2 Juni 2009.

Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana

Hukum Islam (SHI) pada Program Studi Perbandingan Mazhab dan Hukum

(Konsentrasi Perbandingan Hukum).

Jakarta, 2 Juni 2009

Mengesahkan

Dekan,

Prof. Dr. H. Muhammad Amin Suma, SH, MA, MM

NIP. 150 210 422

PANITIA UJIAN MUNAQASYAH

Ketua : Prof. Dr. H. M. Amin Suma, SH, MA, MM (………….…….)

NIP : 150 210 422

Sekretaris : Dr. H. Muhammad Taufiqi, M.Ag (…………….….)

NIP : 150 290 159

Pembimbing I : Dr. H. Mujar Ibnu Syarif, M.Ag (…………….….)

NIP : 150 275 509

Pembimbing II : Nahrowi, SH., MH (…………….….)

NIP : 150 293 227

Penguji I : Asep Saepuddin Jahar, MA., Ph. D (…………….….)

NIP : 150 276 211

Penguji II : Dr. Fuad Thohari, M.Ag (…………….….)

NIP : 150 299 934

Page 3: SANKSI PIDANA TERHADAP PELAKU PENISTAAN AGAMA MENURUT HUKUM ISLAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/8533/1/AHMAD... · mewujudkannya harus ada norma yang menjadi

SANKSI PIDANA TERHADAP PELAKU PENISTAAN AGAMA MENURUT

HUKUM ISLAM DAN HUKUM POSITIF

(Analisis Yurisprudensi Perkara yang Bermuatan Penistaan Agama)

SKRIPSI

Diajukan kepada Fakultas Syariah dan Hukum

untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh

Gelar Sarjana Hukum Islam (SHI)

Oleh

Ahmad Rizal

NIM : 104043201345

Di Bawah Bimbingan

Pembimbing I Pembimbing II

Dr. H. Mujar Ibnu Syarif, M. Ag Nahrowi, SH., MH

NIP. 150 275 509 NIP.150 293 227

KONSENTRASI PERBANDINGAN HUKUM

PROGRAM STUDI PERBANDINGAN MAZHAB DAN HUKUM

FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

1430 H / 2009 M

Page 4: SANKSI PIDANA TERHADAP PELAKU PENISTAAN AGAMA MENURUT HUKUM ISLAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/8533/1/AHMAD... · mewujudkannya harus ada norma yang menjadi

LEMBAR PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa :

1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi

salah satu persyaratan memperoleh gelar strata 1 di Universitas Islam Negeri

(UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan

sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Universitas Islam Negeri (UIN)

Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. Jika di kemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya asli saya

atau merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia

menerima sanksi dari Allah SWT dan sanksi yang berlaku di Universitas

Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

Jakarta, 24 Rabiul Akhir 1430 H

20 April 2009

Ahmad Rizal

Page 5: SANKSI PIDANA TERHADAP PELAKU PENISTAAN AGAMA MENURUT HUKUM ISLAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/8533/1/AHMAD... · mewujudkannya harus ada norma yang menjadi

��� ا ا �� �� ا �� ���

KATA PENGANTAR

Tanpa petunjuk dan kekuatan yang diberikan oleh Allah Tuhan Yang Maha

Kuasa proses studi dan skripsi ini tidak lah mungkin terselesaikan. Sehingga penulis

memohon kepada Sang Maha Bijaksana lagi Maha Pemberi Jalan mudah-mudahan

skripsi ini juga bagian dari ibadah yang kelak akan mendapat balasan yang setimpal

dan bermanfaat bagi semuanya.

Shalawat dan salam juga selalu terlafalkan kepada pencetus revolusi dunia,

Muhammad SAW dengan ajaran yang universal menuntut ummat manusia kejalan

yang lurus dan benar.

Penulis juga banyak sekali berhutang pada seluruh pihak yang selama ini

membantu baik secara langsung maupun dengan dorongan moral yang tak

terhargakan sampai kapan pun dan dengan apapun. Mudah-mudahan suatu saat nanti

penulis dapat membalas dengan sesuatu yang pantas. Sehingga rasa terimakasih

penulis sampaikan kepada:

1. Bapak Prof. Dr. H. Muhammad Amin Suma, SH., MA., MM., sebagai Dekan

Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Bapak DR. K. H. Ahmad Mukri Aji, MA., MH., sebagai Ketua Program

Studi Perbandingan Mazhab dan Hukum dan Bapak DR. H. Muhammad

Taufiki, M.Ag., sebagai Sekretaris Program Studi Perbandingan Mazhab dan

Hukum.

Page 6: SANKSI PIDANA TERHADAP PELAKU PENISTAAN AGAMA MENURUT HUKUM ISLAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/8533/1/AHMAD... · mewujudkannya harus ada norma yang menjadi

3. Bapak Dr. H. Mujar Ibn Syarif, M. Ag dan Nahrowi, SH, MH., sebagai

Pembimbing, terima kasih atas bimbingan, kesabaran keramahan hati serta

nasehat-nasehat berharga yang bapak berikan.

4. Pimpinan Perpustakaan Umum dan Syari’ah UIN Syarif Hidayatullah

Jakarta beserta staf, yang telah memberikan penulis fasilitas untuk

mengadakan studi perpustakaan.

5. Yang tercinta kedua orang tuaku, Bpk. Sukiswo dan ibunda tercinta, Ibu.

Casri, yang tak pernah henti berdoa untukku. Kemudian kepada Kakak-

kakakku, Alimi, Fitria Suciati, Hikmiatun, Nurseha, Seati, Sahuri (Alm),

Nurcholis, tidak lupa pula keponakanku tercinta, Ajeng, Aliqa, Deby, Dhini,

Dinda, Essa, Fajar, Icha, Tegar, Najma, dan saudara-saudaraku yang telah

membantu baik secara langsung maupun dengan dorongan moral yang tak

terhargakan sampai kapan pun dan dengan apapun, terima kasih yang tak

terhingga, do’a dan kasih sayang kalian yang telah membuat penulis

semangat dalam menyelesaikan skripsi ini. Semoga Allah senantiasa

memberi keberkahan kepada kalian semua.

6. Terima kasih Untuk Guruku KH. E. Fachruddin Masthuro, selaku Pimpinan

Pondok Pesantren Almasthuriyah, yang selalu mengingatkan saya dalam

segala hal. Kemudian kepada Guru-guruku yang penulis tidak bisa sebutkan

namun tidak mengurangi rasa hormat penulis kepada beliau.

7. Kepada kawan-kawan seperjuanganku di kelas PH periode 2004 : Eka,

Hendra Hidayat, SH.I, Syamsul Rizal MZ, SH.I, Oyok Toli Salim, SH.I, dan

Page 7: SANKSI PIDANA TERHADAP PELAKU PENISTAAN AGAMA MENURUT HUKUM ISLAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/8533/1/AHMAD... · mewujudkannya harus ada norma yang menjadi

teman-teman yang lain semua mudah-mudahan persahabatan kita akan

terjalin untuk selamanya.

8. Kepada sahabat-sahabat setiaku (Rantang), Madinah, SH.I, Makdum,

Musthopa, Nessa Khoirunnisa, SE, Saipul dan Sulton,S.Sos.I, terima kasih

atas motivasinya dan doa yang selama ini kalian berikan, mudah-mudahan

tali sillaturahmi kita tetap terjalin untuk selamanya.

9. Spesial untuk seorang wanita dengan nama Riana Intan, S.IP, yang tidak

pernah berhenti mengingatkan dan memberikan semangat kepada saya dalam

menyelesaikan skripsi ini, saya tidak akan melupakan jasamu. Semoga Allah

SWT menjadikan orang yang sukses serta bermanfaat.

10. Dan terakhir buat teman-taman “Centro Margo City” khususnya untuk F.A

Children, Adet, Ade Wahyu, Anita, Dhani, Ela, Egi, Margi, Nurlaela. Juga

buat ex F.A Mens Apparel, Ari, Dedi, Rahman, Vina, Wita, Yudi. Terima

kasih, kalian semua adalah penyemangat hidup bagiku. Tidak lupa juga buat

team ROHIS “Centro Margo City” Abay, Haris, Irman, Juni, Mail, Mugi,

Sofyan, Semoga Allah SWT menjadikan kalian orang yang sukses.

Akhirnya, kepada semua pihak yang telah membantu dalam penyelesaian

skripsi ini, penulis menghaturkan terima kasih dan semoga Allah SWT membalas

semua kebaikan yang telah kalian berikan. Amin.

Jakarta, 24 Rabiul Akhir 1430 H

20 April 2009 M

Penulis

Page 8: SANKSI PIDANA TERHADAP PELAKU PENISTAAN AGAMA MENURUT HUKUM ISLAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/8533/1/AHMAD... · mewujudkannya harus ada norma yang menjadi

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .......................................................................................... i

DAFTAR ISI ........................................................................................................ iv

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah............................................................ 1

B. Pembatasan dan Perumusan Masalah ........................................ 7

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ................................................. 8

D. Metode Penelitian .................................................................... 9

E. Review Studi Terdahulu ............................................................ 10

F. Sistematika Penulisan................................................................ 11

BAB II SANKSI PIDANA DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM

A. Pengertian Sanksi Pidana .......................................................... 13

B. Macam-Macam Sanksi Pidana .................................................. 14

C. Sistem Sanksi Pidana ................................................................ 23

D. Prinsip dan Tujuan Sanksi Pidana ............................................. 28

BAB III SANKSI PIDANA DALAM PERSPEKTIF HUKUM POSITIF

A. Pengertian Sanksi Pidana .......................................................... 31

B. Macam-Macam Sanksi Pidana .................................................. 32

Page 9: SANKSI PIDANA TERHADAP PELAKU PENISTAAN AGAMA MENURUT HUKUM ISLAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/8533/1/AHMAD... · mewujudkannya harus ada norma yang menjadi

C. Sistem Sanksi Pidana ................................................................ 43

BAB IV SANKSI PIDANA TERHADAP PELAKU PENISTAAN AGAMA

MENURUT HUKUM ISLAM DAN HUKUM POSITIF

A. Pengertian Penistaan Agama ..................................................... 48

B. Dasar Hukum Larangan Penistaan Agama................................. 50

C. Unsur-Unsur Penistaan Agama.................................................. 56

D. Sanksi Pidana yang diberikan Terhadap Pelaku Penistaan Agama

Menurut Hukum Islam dan Hukum Positif ................................ 57

E. Analisis Yurisprudensi Beberapa Perkara yang Bermuatan

Penistaan Agama.......................................................................... 63

BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan............................................................................... 86

B. Saran......................................................................................... 88

DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN

Page 10: SANKSI PIDANA TERHADAP PELAKU PENISTAAN AGAMA MENURUT HUKUM ISLAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/8533/1/AHMAD... · mewujudkannya harus ada norma yang menjadi

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Hukum adalah semua aturan yang mengandung pertimbangan kesusilaan,

ditujukan kepada tingkah laku manusia dalam masyarakat dan yang menjadi pedoman

bagi penguasa-penguasa negara dalam melakukan tugasnya.1

Perjalanan manusia untuk melaksanakan amanah tidaklah mulus. Berbagai

rintangan, ujian, dan godaan menghadang ditengah jalan. Perjuangan manusia

semakin berat karena harus berhadapan dengan musuh yang tidak terlihat. Musuh-

musuh ini seringkali menipu daya manusia dengan perkataan-perkataan yang indah.

Firman allah dalam Al-Qur’an:

�����⌧�⌧� �� ������ ������� ������� �⌧��� �!"�#$�⌧% '�()�� *+,�-.��� �*/0

12�345��7 89:�;< �=��7 ��>?@ �A1/B<.��� � CDE�F 8

1/B� �G�⌧% ��H7C ��I :/����B� K 12�+1C⌧�B� ��I

L�M�N.O�0 )112: 6/ا����م( Artinya: Dan demikianlah kami jadikan tip-tiap nabi itu musuh, yaitu setan-setan

(dari jenis) manusia dan jenis jin, sebahagian mereka membisikan kepada

sebahagian yang lain perkataan-perkataan yang indah-indah untuk

menipu (manusia). Jikalau Tuhanmu menghendaki, niscaya mereka tidak

mengerjakannya, maka tinggalkanlah mereka dan apa yang mereka ada-

adakan. (QS. Al-An’am (6) :112)

1 C.S.T. Kansil, Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka,

1989), cet. 8. h.36

Page 11: SANKSI PIDANA TERHADAP PELAKU PENISTAAN AGAMA MENURUT HUKUM ISLAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/8533/1/AHMAD... · mewujudkannya harus ada norma yang menjadi

Agama Islam adalah agama yang membawa rahmat seluruh alam. Untuk

mewujudkannya harus ada norma yang menjadi aturan, dalam agama islam norma

tersebut dikenal dengan istilah syariah, yaitu suatu tatanan aturan kehidupan yang

mengatur hubungan antara manusia dan sesamanya juga hubungan antara manusia

dan tuhannya. Istilah syariah ini sebenarnya dalam kajian hukum Islam lebih

menggambarkan kumpulan norma-norma hukum yang merupakan dari proses tasyrî’.

Dalam istilah para ulama fiqh tasyrî’ bermakna menetapkan norma-norma hukum

untuk menata kehidupan manusia baik hubungan manusia dengan tuhannya maupun

dengan sesamanya.2

Syari’at yang dimaksud di sini adalan syariah yang mencakup ketentuan-

ketentuan Allah dan rasulnya dan norma-norma hukum hasi kajian ulama mujtahid

untuk mewujudkan kemaslahatan hidup manusia. Inilah yang terkenal dengan

Maqâsîd al-Syariah (tujuan perundang-undangan) dalam hukum Islam.

Dari uraian di atas terlihat bahwa hukum Islam sangat menjaga dan

memelihara urusan-arusan yang berkaitan dengan keyakinan (agama), hal itu terlihat

dimana urusan tentang pemeliharaan agama di tempatkan pada urusan-urusan yang

dharuri (adanya adalah mutlak), untuk itu setaip tindakan berkaitan dengan hal ini

sangat diperhatikan misalnya hukum murtad (penyelewengan akidah).

Untuk menghadapi fenomena berkembangnya aliran-aliran kepercayaan baru

dalam masyarakat, kita tidak harus menanggapinya secara emosional dan reaktif

2 Muhammad Faruq Nabhan, al-Madkhal li al-Tasyri’I al-Islami, (Beirut: Dar al-Qolam,

1981), h. 11

Page 12: SANKSI PIDANA TERHADAP PELAKU PENISTAAN AGAMA MENURUT HUKUM ISLAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/8533/1/AHMAD... · mewujudkannya harus ada norma yang menjadi

dengan prasangka-prasangka yang tidak berdasar (tanpa melihat akar permasalahan)

yang ada. Kita seharusnya lebih arif dan bijaksana dalam menyelesaikan masalah.

Kekerasan, teror, acaman serta pengucilan, bukanlah jalan keluar yang baik.

Menghancurkan, bahkan membunuh mereka yang dianggap sesat tanpa memperbaiki

kondisi kesemrawutan bangsa kita dari segala aspek, hanya akan melahirkan

kesesatan baru yang mungkin jauh lebih berbahaya.

Kemunculan nabi-nabi palsu kini banyak menyeret umat yang lemah iman.

Mereka yang lapar dan haus akan nilai-nilai religius lebih menyukai jalan pintas ke

surga. Ironisnya, kepada para nabi palsu itu mereka gantungkan sejuta harapan akan

ke surga dan kedamaian. Padahal surga yang ditawarkan oleh nabi palsu itu adalah

surga yang palsu pula3.

Bagi orang-orang yang beriman soal kenabian adalah ajaran yang sudah final.

Muhammad adalah nabi yang terakhir dan tidak ada nabi lagi setelah beliau. Allah

SWT menegaskan dalam Al-Qur’an:

�PI �QR⌧� F�S☺U��V G��7W ���:W ,�XI 12����R�,ZC ,[�$B� �A/�\'C

]G�� ?^B��? ?,`Za;bP ��� � �QR⌧� cG�� �����;7 d�e�⌧]

�f☺a;�� )40: 33/ا���اب( Artinya : “Muhammad itu sekali-kali bukanlah bapak dari seorang laki-

laki di antara kamu, tatapi dia adalah Rasulullah dan penutup

nabi-nabi. Dan Allah maha mengetahui segala sesuatu”. (QS.

Al-Ahzab (33) : 40)

3 Armansyah, Jejak Nabi “Palsu”, (Bandung: PT Mizan Publika, 2007), hal. ii

Page 13: SANKSI PIDANA TERHADAP PELAKU PENISTAAN AGAMA MENURUT HUKUM ISLAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/8533/1/AHMAD... · mewujudkannya harus ada norma yang menjadi

Sedangkan dalam hukum positif sebagai perwujudan aturan hukum untuk

mencapai kehudupan masyarakat yang damai dan sejahtera meliputi perlindungan

hukum terhadap hak-hak dasar warga negara, misalnya bidang agama. Hal itu sesuai

dengan sila pertama Pancasila “Ketuhanan Yang Maha Esa” dan Undang-Undang

Dasar 1945 Pasal 29 ayat 1 yang berbunyi “Negara Berdasar Ketuhanan Yang Maha

Esa”. Sebagai dasar negara yang mengakui keberadaan berbagai macam kepercayaan

(agama), jaminan kebebasan beragama ditujukan agar masyarakat Indonesia dapat

memilih menentukan keberagamaan mereka masing-masing tanpa intimidasi dari

pihak manapun. Disebutkan pula bahwa setiap umat beragama bebas untuk

menjalankan tata cara beribadah menurut agama yang dianutnya. Hal ini senada

dengan Azas kebebasan berkeyakinan yang dijamin Undang-Undang Dasar 1945

pasal 29 ayat (2) : “Negara manjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk

memeluk agamanya masing-masing dan untuk beribadat menurut agamanya dan

kepercayaannya itu”.

Pasal 28E ayat (1) menyebutkan, “Setiap orang bebas memeluk agama dan

beribadat menurut agamanya, memilih pendidikan dan pengajaran, memilih

pekerjaan, memilih kewarganegaraan, memilih tempat tinggal di wilayah negara dan

meninggalkannya, serta berhak kembali”. Ayat (2) pasal 28E menegaskan,”Setiap

orang berhak atas kebebasan meyakini kepercayaan, menyatakan pikiran dan sikap,

sesuai dengan hati nuraninya”, Artinya seseorang dijamin kebebasannya untuk

melakukan ibadah sesuai dengan ajaran agama dan kepercayaannya.

Page 14: SANKSI PIDANA TERHADAP PELAKU PENISTAAN AGAMA MENURUT HUKUM ISLAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/8533/1/AHMAD... · mewujudkannya harus ada norma yang menjadi

Tetapi perdebatan tentang penistaan atau penodaan agama senantiasa aktual,

baik dalam hukum Islam maupun positif, khususnya yang diatur dalam KUHP. Sebut

saja dalam komunitas umat Islam muncul aliran Salamullah yang di pimpin oleh Lia

Aminuddin (Lia Eden) Alias Syamsuruati, al-Qiyadah al-Islamiyah yang didirikan

oleh Ahmad Moshaddeq, aliran-aliran tersebut dianggap menyelewengkan nilai-nilai

dasar akidah Islam yang benar, hal ini juga dilegitimasi dengan keluarnya fatwa

Majelis Ulama Indonesia (MUI) tentang sesatnya aliran tersebut.4

Bukan hanya itu, peraturan tentang penodaan terhadap agama di Indonesia

diatur melalui instrumen Penetapan Presiden Republik Indonesia No. 1 Tahun 1965

tentang Pencegahan Penyalahgunaan atau Penodaan Agama. Ketentuan yang lebih

dikenal dengan UU PNPS No. 1 Tahun 1965 ini sangat singkat isinya, karena hanya

berisi 5 Pasal.5

Pasal 1 ketentuan ini menyatakan bahwa “Setiap orang dilarang dengan

sengaja di muka umum menceritakan, menganjurkan atau mengusahakan dukungan

umum, untuk melakukan penafsiran tentang sesuatu agama yang dianut di Indonesia

atau melakukan kegiatan-kegiatan agama yang menyerupai kegiatan-kegiatan

4 MUI berdiri pada 26 juli 1975 berasaskan Islam, berkedudukan di Ibu kota Negara, bersifat

keagamaan, kemasyarakatan, dan independent. Organisasi ini berfungsi sebagai wadah musyawarah,

forum silaturahmu para ulama, zuama dan para cendikiawan muslimyang mengayomi umat dan

mengembangkan kehidupan yang Islami, demokratis, akomodatif, dan insfiratif. Selain itu merupakan wadah yang mewakili umat Islam dalam hubungan dan konsultasi antar umat beragam sekaligus

pemberi fatwa terhadap umat Islam baik diminta atau tidak diminta. Lihat pedoman organisasi Majelis

Ulama Indonesia tahun 2001, h. 17-19

5 http://planetaswan.blogspot.com/2008/05/beragama-dan-kebebasan-tak berbatas.htmlabel:

Publika, diakses pada tanggal 11-04-2009

Page 15: SANKSI PIDANA TERHADAP PELAKU PENISTAAN AGAMA MENURUT HUKUM ISLAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/8533/1/AHMAD... · mewujudkannya harus ada norma yang menjadi

keagamaan dari agama itu, penafsiran dan kegiatan mana menyimpang dari pokok-

pokok ajaran agama itu.

Pelanggaran terhadap ketentuan Pasal 1 ini tidak bisa langsung dilakukan

upaya hukum dalam bentuk upaya penuntutan secara hukum. UU ini mengatur bahwa

setiap orang yang melanggar pasal 1 tersebut, maka ia akan diberikan perintah dan

peringatan keras untuk menghentikan perbuatannya dalam Surat Keputusan Bersama

(SKB) dari Menteri Agama, Jaksa Agung, dan Menteri Dalam Negeri.

Apabila setelah dikeluarkannya SKB tersebut, pelanggaran tersebut masih

berulang dilakukan, maka jika pelanggaran itu dilakukan oleh organisasi atau aliran

kepercayaan, maka Presiden dapat membubarkan organisasi tersebut dengan

pertimbangan dari Menteri Agama, Jaksa Agung, dan Menteri Dalam Negeri apabila

orang/organisasi tersebut masih melakukan penodaan agama, maka orang atau

anggota, dan atau pengurus organisasi tersebut dapat dipidana selama-lamanya 5

tahun.

Undang-undang ini juga memperkenalkan bentuk tindak pidana baru yaitu

tindak pidana penodaan agama ke dalam KUHP dalam Pasal 156 a. Namun,

penggunaan Pasal 156 a KUHP tetaplah tidak bisa dilakukan secara langsung, namun

harus dilakukan melalui beragam tindakan administratif pendahuluan.

Page 16: SANKSI PIDANA TERHADAP PELAKU PENISTAAN AGAMA MENURUT HUKUM ISLAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/8533/1/AHMAD... · mewujudkannya harus ada norma yang menjadi

Pasal 156 a KUHP

Dipidana dengan pidana penjara selama-lamanya lima tahun, barang siapa

dengan sengaja di muka umum mengeluarkan perasaan atau melakukan

perbuatan :

a. Yang pada pokoknya bersifat permusuhan, penyalahgunaan atau penodaan

terhadap suatu agama yang dianut di Indonesia

b. dengan maksud supaya orang tidak menganut agama apapun juga, yang

bersendikan ke-Tuhanan Yang Maha Esa.6

Dari latar belakang masalah di atas penulis tertarik ingin menuangkannya

dalam bentuk skripsi yang diberi judul “Sanksi Pidana Terhadap Pelaku Penistaan

Agama Menurut Hukum Islam dan Hukum Positif (Analisis Yurisprudensi

Perkara yang Bermuatan Penistaan Agama)”.

B. Pembatasan Dan Perumusan Masalah

Berdasarkan uraian dari latar belakang masalah maka dapat diidentifikasikan

ada beberapa yang dipermasalahkan dalam skripsi ini di antaranya :

1. Bagaimana sanksi pidana terhadap pelaku penistaan agama menurut hukum

Islam ?

2. Bagaimana sanksi pidana terhadap pelaku terhadap penistaan agama menurut

hukum positif ?

3. Apakah yurisprudensi perkara yang bermuatan penistaan agama yang ada di

Indonesia sudah relevan dengan hukum Islam ?

6 Moeljatno, Kitab undang-undang hukum pidana, (Bandung: PT Bumi Aksara, 2001), cet.

21, h. 59

Page 17: SANKSI PIDANA TERHADAP PELAKU PENISTAAN AGAMA MENURUT HUKUM ISLAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/8533/1/AHMAD... · mewujudkannya harus ada norma yang menjadi

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian

Secara umum penelitian ini bertujuan untuk mengembangkan dan menguji

kebenaran suatu objek penelitian. Mengembangkan berarti mengkaji lebih dalam

yang sudah berlaku. Sedangkan menguji kebenaran dilakukan jika terdapat terhadap

apa yang sudah ada sebelumnya.

Dari penelitian ini diharapkan dapat berguna bagi penulis sendiri dalam

memperluas wawasan keilmuan khususnya bidang ilmu hukum. Di samping itu, hasil

penelitian ini dapat digunakan sebagai referensi dalam memecahkan permasalahan di

bidang hukum serta mengetahui mengenai pandangan hukum Islam dan hukum

positif (KUHP) tentang penistaan agama yang berkembang di masyarakat Indonesia,

karena itu merupakan cermin nilai-nilai aqidah yang diyakini oleh masyarakat. Secara

khusus penelitian ini bertujuan :

1. Dapat mengetahui bagaimana penerapan sanksi pidana terhadap pelaku

penistaan agama menurut hukum Islam.

2. Untuk mengetahui sanksi pidana terhadap pelaku penistaan agama menurut

hukum positif.

3. Untuk memahami atau mengetahui kesesuaian yurisprudensi perkara yang

bermuatan penistaan agama dengan hukum Islam.

Page 18: SANKSI PIDANA TERHADAP PELAKU PENISTAAN AGAMA MENURUT HUKUM ISLAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/8533/1/AHMAD... · mewujudkannya harus ada norma yang menjadi

Manfaat penelitian di sini bertujuan :

1. Menyumbangkan pemikiran sebagai hasil kegiatan penelitian berdasarkan

prosedur, ilmiah, serta melatih kepekaan penulis terhadap masalah yang

penulis paparkan.

2. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi kepada masyarakat

untuk lebih mengetahui tentang penistaan agama sehingga terhindar dari

praktek penistaan agama.

3. Untuk menjelaskan tentang penistaan agama dalam ruang lingkup hukum

Islam dan undang-undang serta akibat dan penerapan hukumnya dalam

kehidupan masyarakat.

D. Metode Penelitian

Metode yang digunakan pada skripsi ini adalah Penelitian kepustakaan

(library reseach), yaitu penelitian yang dilakukan dengan cara mengkaji, buku-buku,

artikel, jurnal dan lain-lain yang ada relevansinya dengan tema skripsi ini.

Metode yang berikutnya yaitu penelitian analisis isi, yaitu penelitian yang

dilakukan dengan cara menganalisa kasus yang ada relevansinya dengan tema yang

ada pada skripsi ini, dalam hal ini penulis menganalisa putusan yang kasusnya berada

di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat dan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.

Teknik penulisan skripsi ini mengacu pada buku “Pedoman Penulisan Skripsi

Fakultas Syari’ah dan Hukum Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah

Jakarta 2007”.

Page 19: SANKSI PIDANA TERHADAP PELAKU PENISTAAN AGAMA MENURUT HUKUM ISLAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/8533/1/AHMAD... · mewujudkannya harus ada norma yang menjadi

1. Teknik Analisa Data

Penelitian menggunakan penelitian yang dihimpun dari berbagai sumber

pustaka yang berkaitan dengan obyek penelitian ini dengan berusaha mencari

gambaran dengan cara mengumpulkan data dan kemudian dijelaskan dengan analisa

serta dikaji berdasarkan teori dari berbagai sumber dan konsep dari para ahli sesuai

dengan permasalahan utama sehingga menjadi suatu pembahasan yang sistematis

untuk memperoleh hasil atau kesimpulan materi yang dapat diterima kebenarannya.

Sumber data penelitian ini terbagi pada dua sumber, yaitu: sumber data primer

dan sekunder. Sumber data primer dari Al-Qur’an dan Hadis sebagai sumber hukum

Islam dan dengan penjabaran pendapat dari para Ulama. Kemudian pijakan hukum

positifnya dari materi perundang-undangan yang terkait. Yaitu Kitab Undang-Undang

Hukum Pidana (KUHP) pasal 156 a. Sedangkan sumber sekunder, diambil dari karya

ilmiah yang berkaitan dengan permasalahan sanksi pidana terhadap pelaku penistaan

agama.

D. Review Studi Terdahulu

Dari data katalog yang penulis cari, ada satu skripsi yang pembahasannya

hampir sama dengan yang penulis bahas, skripsi tersebut berjudul Penodaan Agama

ditinjau dari Hukum Islam dan KUHP (Studi Kasus Aliran Jamaah Salamullah) yang

ditulis oleh Nurhasan, Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

tahun 2008. Dalam skripsi ini dia membahas penodaan agama menurut hukum Islam

dan KUHP, tinjauan umum tentang agama menurut hukum Islam dan hukum positif,

Page 20: SANKSI PIDANA TERHADAP PELAKU PENISTAAN AGAMA MENURUT HUKUM ISLAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/8533/1/AHMAD... · mewujudkannya harus ada norma yang menjadi

penodaan agama menurut hukum Islam dan hukum positif, kemudian menganalisa

kasus aliran jamaah Salamullah.

Yang membedakannya dengan skripsi yang akan penulis bahas adalah bahwa

skripsi yang akan penulis bahas akan memaparkan bagaimana sanksi pidana terhadap

pelaku penistaan agama dan juga akan membahas penistaan agama menurut hukum

Islam dan hukum positif, serta akan menganalisis yurisprudensi perkara yang

bermuatan penistaan agama, dalam hal ini penulis mengambil kasus aliran al-Qiyadah

al-Islamiyah dan aliran jamaah Salamullah.

E. Sistematika Penulisan

Dalam sistematika penyusunan, penulis membagi pembahasannya menjadi

lima bab, selanjutnya dari tiap bab dirinci menjadi sub-bab, dengan susunan sebagai

berikut :

BAB I : Pendahuluan. Dalam bab ini berisikan berupa latar belakang masalah,

pembatasan dan perumusan masalah, tujuan penelitian, metode penelitian, dan

sistematika penulisan.

BAB II :Sanksi Pidana dalam Perspektif Hukum Islam. Pokok bahasan dalam

bab ini tentang beberapa pengertian sanksi pidana, macam-macam sanksi pidana,

sistem sanksi pidana, prinsip dan tujuan sanksi pidana.

BAB III : Sanksi Pidana dalam Perspektif Hukum Positif. Uraian bab ini

tentang beberapa pengertian sanksi pidana, macam-macam sanksi pidana, sistem

sanksi pidana.

Page 21: SANKSI PIDANA TERHADAP PELAKU PENISTAAN AGAMA MENURUT HUKUM ISLAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/8533/1/AHMAD... · mewujudkannya harus ada norma yang menjadi

BAB IV : Sanksi Pidana Terhadap Pelaku Penistaan Agama Menurut Hukum

Islam dan Hukum Positif. Dalam bab ini menguraikan bagaimana sanksi pidana yang

diberikan terhadap pelaku penistaan agama menurut hukum Islam dan hukum positif,

serta analisis yuriprudensi perkara yang bermuatan penistaan agama.

BAB V : Penutup. Bab ini berupa kesimpulan, saran, dan berupa daftar

pustaka.

Page 22: SANKSI PIDANA TERHADAP PELAKU PENISTAAN AGAMA MENURUT HUKUM ISLAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/8533/1/AHMAD... · mewujudkannya harus ada norma yang menjadi

BAB II

SANKSI PIDANA DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM

A. Pengertian Sanksi (uqûbah)

Menurut Ahmad Fathi Bahasni sanksi (uqûbah) berarti balasan berbentuk

ancaman yang ditetapkan syar’i (Allah) untuk mencegah terhadap perbuatan-

perbuatan yang dilarangnya dan perbuatan meninggalkan yang ia perintahkan.7

Sedangkan Abdul Qadir Audah mendefinisikan sanksi atau hukuman adalah

balasan yang telah ditentukan untuk kepentingan orang banyak atas perbuatan

melanggar perintah Allah SWT.8

Di dalam kitabnya “Fatawa”, Ibnu Taimiyah menyatakan bahwa disyariatkan

hukuman merupakan rahmat dari Allah SWT untuk manusia yang timbul sebagai rasa

kasih sayangnya terhadap makhluk. Oleh karenanya adalah wajar Allah menjatuhkan

hukuman terhadap perbuatan dosa dengan maksud berbuat baik kepada manusia.

Maka ancaman, siksaan yang dijatuhkan dimaksudkan untuk mendidik pelakunya

demi merealisasikan kemaslahatan umum.

7 A. Fathi Bahasni, al- Uqubah fi al-fiqh al-Islami, (Beirut: Dar al-syuruq, 1983), cet. Ke-V,

h. 13

8 Abdul Qadir Audah, al-Tasyri’ al-Jinai al-Islami, (Beirut: Muassah al-Risalah, 1992), cet.

Ke-II, Juz 1, h. 812

Page 23: SANKSI PIDANA TERHADAP PELAKU PENISTAAN AGAMA MENURUT HUKUM ISLAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/8533/1/AHMAD... · mewujudkannya harus ada norma yang menjadi

B. Macam-Macam Sanksi (Uqûbah)

Hukuman dapat dibagi menjadi beberapa golongan menurut segi tinjauannya:

1. Berdasarkan Pertalian Satu Hukuman dengan lainnya

a. Hukuman Pokok (al-‘Uqûbah al-Asliyyah)

Hukuman pokok yaitu hukuman pokok yang telah ditetapkan pada

satu tindak pidana, seperti hukuman qisas bagi tindak pidana pembunuhan,

hukuman rajam bagi tindak pidana zina, dan hukuman potong tangan bagi

tindak pidana pencurian.9

b. Hukuman Pengganti (al-‘Uqûbah al-Badaliyah)

Hukuman pengganti yaitu hukuman yang menggantikan hukuman

pokok apabila hukuman pokok tidak dapat dilaksanakan karena adanya

alasan yang syar’i, seperti hukuman diyat sebagai pengganti hukuman

qisas dan hukuman ta’zîr sebagai pengganti hukuman hudûd dan qisas.

Pada dasarnya hukuman pengganti adalah hukuman pokok sebelum

berubah menjadi hukuman pengganti. Hukuman ini dianggap sebagai

hukuman pengganti hukuman yang lebih berat yang tidak bisa

dilaksanakan. Diyat adalah hukuman pokok pada tindak pidana

pembunuhan semi sengaja, tetapi ia dianggap sebagai hukuman pengganti

pada tindak pidana qisas. Ta’zîr juga adalah hukuman pokok untuk tindak

pidana ta’zîr, tetapi menjadi hukuman pengganti pada tindak pidana

9 Ahsin Sakho Muhammad, Ensiklopedi Hukum Pidana Islam, (Jakarta: PT. Karisma Ilmu,

2007), cet. Ke-I, jilid III, h. 39

Page 24: SANKSI PIDANA TERHADAP PELAKU PENISTAAN AGAMA MENURUT HUKUM ISLAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/8533/1/AHMAD... · mewujudkannya harus ada norma yang menjadi

hudûd dan qisas apabila hukuman keduanya tidak dapat dilaksanakan

karena adanya alasan yang syar’i.

c. Hukuman Tambahan (al’Uqûbah al-Tabâ’iyyah)

Hukuman tambahan yaitu hukuman yang mengikuti hukuman pokok

tanpa memerlukan keputusan tersendiri. Contohnya, larangan menerima

warisan bagi pembunuh. Larangan menerima waris ini adalah konsekuensi

atas penjatuhan hukuman mati terhadap pembunuh. Contoh lainnya,

dicabutnya hak sebagai saksi terhadap pelaku qazaf. Hukuman ini tidak

harus dikeluarkan melalui putusan hukuman, tetapi cukup dengan adanya

putusan penjatuhan hukuman qazaf.

d. Hukuman Pelengkap (Taklîmiyyah)

Hukuman pelengkap yaitu hukuman yang mengikuti hukuman

pokok dengan adanya putusan tersendiri dari hakim.10

Hukuman pelengkap sejalan dengan hukuman tambahan karena

keduanya merupakan konsekuensi/akibat dari hukuman pokok. Perbedaan

keduanya: hukuman tambahan tidak mensyaratkan adanya putusan

tersendiri dari hakim, sedangkan hukuman pelengkap mensyaratkan

adanya putusan tersebut. Contoh hukuman pelengkap adalah

mengalungkan tangan pencuri yang telah dipotong ke lehernya. Hukuman

pengalungan ini baru boleh dilakukan setelah dikeluarkannya putusan

hukuman tersebut.

4 Ibid., h. 40

Page 25: SANKSI PIDANA TERHADAP PELAKU PENISTAAN AGAMA MENURUT HUKUM ISLAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/8533/1/AHMAD... · mewujudkannya harus ada norma yang menjadi

2. Berdasarkan Kekuasaan Hakim dalam Menentukan Bentuk dan Jumlah

Hukuman

Dalam hal ini ada dua macam hukuman, yaitu sebagai berikut:

a. Hukuman yang hanya memiliki satu batas

Artinya tidak memiliki batas tertinggi atau batas terendah. Hukuman

ini tidak dapat dikurangi atau ditambah meskipun pada dasarnya bisa

ditambah atau dikurangi. Contohnya, pencelaan, teguran, nasihat, atau

cambukan yang ditetapkan sebagai hukuman hudûd (seperti hukuman dera

sebagai hukuman hudûd sebanyak delapan puluh kali atau seratus kali).

b. Hukuman yang memiliki dua batas (Batas Tertinggi atau Terendah)

Dalam hal ini hakim diberi kebebasan untuk memilih hukuman yang

sesuai antara kedua batas tersebut. Contohnya hukuman kurungan,

cambuk atau dera dalam hukuman ta’zîr.

3. Berdasarkan Kewajiban Menjatuhkan Suatu Hukuman

Dalam hal ini ada dua macam hukuman, yaitu sebagai berikut:

a. Hukuman yang telah ditentukan bentuk dan jumlahnya

Hukuman yang telah ditentukan bentuk dan jumlahnya yaitu

hukuman yang telah ditetapkan jenisnya dan telah dibatasi oleh syar’i

(Allah dan Rasul-Nya). Hakim wajib melaksanakannya tanpa boleh

mengurangi, menambah, atau menggantinya dengan hukuman lain.

Hukuman ini disebut juga dengan “uqûbah lazimah” (hukuman

Page 26: SANKSI PIDANA TERHADAP PELAKU PENISTAAN AGAMA MENURUT HUKUM ISLAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/8533/1/AHMAD... · mewujudkannya harus ada norma yang menjadi

keharusan) karena penguasa tidak boleh menggugurkan hukuman ini dan

memaafkan pelaku tindak pidana dari hukuman ini.

b. Hukuman yang tidak ditentukan bentuk dan jumlahnya

Hukuman yang tidak ditentukan bentuk dan jumlahnya yaitu

hukuman yang diserahkan kepada hakim untuk memilihnya dari

sekumpulan hukuman yang ada dianggap sesuai dengan keadaan tindak

pidana serta pelaku. Hukuman ini disebut dengan uqûbah mukhayyarah

(hukuman pilihan) karena hakim berhak memilih diantara sekumpulan

hukuman tersebut.

4. Berdasarkan Tempat dilakukannya Hukuman

Hukuman ini terbagi manjadi tiga, yaitu sebagai berikut:

a. Hukuman badan (Uqûbah Badaniyah)

Yaitu hukuman yang dijatuhkan atas badan sipelaku, seperti

hukuman mati, dera, dan penjara.

b. Hukuman jiwa (Uqûbah Nafsiyyah)

Yaitu hukuman yang dijatuhkan atas jiwa sipelaku. Contohnya

hukuman nasihat, celaan, dan ancaman.

c. Hukuman harta (Uqûbah Mâliyyah)

Yaitu hukuman yang ditimpakan pada harta pelaku, seperti hukuman

diyat, denda dan biaya administrasi.11

11 Ahsin Sakho Muhammad, Ensiklopedi Hukum Pidana Islam, h. 40

Page 27: SANKSI PIDANA TERHADAP PELAKU PENISTAAN AGAMA MENURUT HUKUM ISLAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/8533/1/AHMAD... · mewujudkannya harus ada norma yang menjadi

5. Berdasarkan Macamnya Tindak Pidana yang Diancamkan Hukuman

Adapun rincian hukuman-hukuman tersebut adalah sebagai terbut:

a. Hukuman yang telah ditetapkan terhadap tindak pidana hudûd

Hukuman hudûd terbagi menjadi tujuh macam, sesuai dengan bilangan

tindak pidana hudûd, yaitu:

1) Zina;

2) Qazaf;

3) Meminum minuman keras;

4) Mencuri;

5) Melakukan hirabah (gangguan keamanan);

6) Murtad;

7) Memberontak.

Hukuman yang ditetapkan terhadap segala tindak pidana tersebut disebut

had (hudûd). Hudûd adalah hukuman yang telah ditetapkan sebagai hak Allah

SWT atau hukuman yang telah ditetapkan untuk kemaslahatan masyarakat.

Dikatakan sebagai hak Allah karena hukuman ini tidak dapat digugurkan, baik

oleh individu maupun masyarakat. Para fuqoha menjadikan suatu hukuman

sebagai hak Allah SWT ketika kemaslahatan masyarakat menuntut demikian,

yakni menghilangkan kerusakan dari manusia dan mewujudkan pemeliharaan

dan ketentraman untuk mereka.12

6 Ibid., h. 41

Page 28: SANKSI PIDANA TERHADAP PELAKU PENISTAAN AGAMA MENURUT HUKUM ISLAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/8533/1/AHMAD... · mewujudkannya harus ada norma yang menjadi

1) Hukuman Zina

Dalam hukum Islam hukuman atas tindak pidana zina ada tiga:

a) Jilid (cambuk atau dera);

b) Taghrîb (diasingkan);

c) Rajam.

Hukuman dera dan pengasingan ditetapkan bagi pelaku zina gairu

muhsan (belum pernah menikah), sedangkan rajam ditetapkan bagi pelaku

zina muhsan (pelaku yang sudah melakukan hubungan seksual melalui

pernikahan yang sah). Apabila keduanya gairu muhsan, hukumannya adalah

dera dan dibuang, tetapi jika keduanya muhsan hukumannya adalah rajam.

Apabila salah satunya muhsan sedangkan yang lain gairu muhsan, pelaku

pertama dijatuhi hukuman rajam, sedangkan yang gairu muhsan dijatuhi

hukuman cambuk.

2) Hukuman Qazaf (menuduh orang baik-baik malakukan zina tanpa bukti yang

jelas/fitnah)

Dalam hukum Islam tindak pidana qazaf dikenai dua hukuman:

a) Hukuman pokok berupan hukuman dera;

b) Hukuman tambahan berupa tidak diterima persaksian.

Dasar hukum qazaf adalah firman Allah SWT

!g�R%G�� �Q/I1>�0 �($� hieB�☺.��� '2�^ e^B�

K�/��j�0 �U���71Cj;7 �G���Uk4l e^�+��;�m���B�

Page 29: SANKSI PIDANA TERHADAP PELAKU PENISTAAN AGAMA MENURUT HUKUM ISLAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/8533/1/AHMAD... · mewujudkannya harus ada norma yang menjadi

�!"�n$o^ n������� pq K�/����.<B 12rsb t���$Uk�l

� ��7W 8 ��uv$B�jwW 2�+

�Q/4<[x$⌧O.��� )24/4: ا� �ر (

Artinya: “Dan orang-orang yang menuduh wanita-wanita yang baik-baik

(berbuat zina) dan mereka tidak mendatangkan empat orang saksi,

maka deralah mereka (yang menuduh itu) delapan puluh kali dera, dan

janganlah kamu terima kesaksian mereka buat selama-lamanya. Dan

mereka itulah orang-orang yang fasik”. (QS. An-Nur (24) :4)

3) Hukuman Meminum Minuman Keras

a) Hukuman Dera13

Hukum Islam menjatuhkan hukuman delapan puluh kali jera bagi pelaku

tindak pidana meminum minuman keras . Ini merupakan hukuman yang memiliki

satu batas karena hakim tidak dapat mengurangi, menambahi, atau menggantinya

dengan hukuman yang lain.

4) Hukuman Pencurian

a) Hukuman Potong Tangan (dan kaki)

Hukum Islam mengancamkan hukuman potong tangan (dan kaki) bagi

pelaku tindak pidana pencurian. Apabila seseorang mencuri untuk kali pertama,

yang dipotong adalah tangan kanannya, jika untuk kali kedua, yang dipotong

adalah kaki kirinya. Tangan yang dipotong mulai dari persendian telapak tangan,

sedangkan kaki yang dipotong mulai dari persendian mata kakinya.14

5) Hukuman Gangguan Keamanan (Hirâbah)

13 Ahsin Sakho Muhammad, Ensiklopedi Hukum Pidana Islam, h. 43

14 Ibid., h. 44

Page 30: SANKSI PIDANA TERHADAP PELAKU PENISTAAN AGAMA MENURUT HUKUM ISLAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/8533/1/AHMAD... · mewujudkannya harus ada norma yang menjadi

a) Hukuman Mati

Hukuman ini wajib dijatuhkan kepada pengganggu keamanan yang

melakukan pembunuhan. Hukuman ini adalah hukuman hudud, bukan qisas,

sehingga tidak bisa dimaafkan oleh wali korban.

b) Hukuman Mati disalib

Hukuman ini wajib dijatuhkan terhadap pengganggu keamanan yang

melakukan pembunuhan dan perampasan harta. Jadi hukuman ini dijatuhkan atas

pembunuhan dan pencurian harta sekaligus.15

c) Pemotongan Anggota Badan

Hukuman ini harus dijatuhkan kepada pelaku hirâbah (gangguan

keamanan) jika ia mengambil harta, tetapi tidak melakukan pembunuhan. Yang

dimaksud dengan pemotongan adalah memotong tangan kanan dan kaki kirinya

sekaligus secara silang.

d) Hukuman Pengasingan

Hukuman ini ditetapkan bagi pelaku hirâbah apabila ia hanya menakut

nakuti orang, tetapi tidak mengambil harta dan tidak membunuh.

e) Hukuman Tindak Pidana Murtad

1. Hukuman Mati

Hukum Islam menjatuhkan hukuman mati bagi pelaku murtad karena

perbuatan itu ditujukan terhadap agama Islam sebagai sistem sosial

masyarakat. Sikap menggampangkan dan ketidaktegasan dalam menghukum

15 Ibid., h. 45

Page 31: SANKSI PIDANA TERHADAP PELAKU PENISTAAN AGAMA MENURUT HUKUM ISLAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/8533/1/AHMAD... · mewujudkannya harus ada norma yang menjadi

tindak pidana murtad mengakibatkan terguncangnya sistem masyarakat

tersebut. Karena itu, tindak pidana ini dijatuhi hukuman terberat untuk

menumpas para pelakunya untuk melindungi masyarakat dan sistem sosial

mereka dari satu sisi sebagai peringatan dan pencegahan umum dari sisi

lainnya.16

2. Perampasan Harta

Hukuman tambahan bagi pelaku tindak pidana murtad adalah

perampasan harta pelakunya. Para fuqoha berbeda pendapat tantang cara

perampasan ini;. Menurut mazhab Maliki, Syafi’i, dan pendapat yang kuat

dari mazhab Hanbali, seluruh harta benda orang murtad dirampas. Sedangkan

menurut mazhab Abu Hanifah dan didukung oleh pendapat yang tidak kuat

dalam mazhab hanbali, hanya harta yang didapat dari pelaku murtad,

sedangkan harta yang didapat dari sebelum ia murtad diberikan kepada ahli

warisnya yang beragamaIslam.

f) Hukuman Pemberontakan

Tindak pidana pemberontakan ditujukan kepada sistem hukum dan

pelaksanaannya. Dalam hal ini hukum Islam bersikap keras karena apabila

bersikap memudahkan, akan timbul fitnah, kekacauan, dan ketidak stabilan dan

pada akhirnya akan menyebabkan kemunduran dan kehancuran masyarakat

umum. Tidak diragukan lagi bahwa hukuman mati adalah hukuman yang paling

10

Ibid., h. 65

Page 32: SANKSI PIDANA TERHADAP PELAKU PENISTAAN AGAMA MENURUT HUKUM ISLAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/8533/1/AHMAD... · mewujudkannya harus ada norma yang menjadi

mampu mencegah manusia dari melakukan tindak pidana ini yang biasanya

didorong oleh keserakahan serta mencintai kemuliaan dan kekuasaan.

C. Sistem Sanksi Pidana dalam Hukum Islam

Dalam hukum Islam perbuatan yang mengakibatkan kerugian bagi orang lain

atau masyarakat, baik anggota badan maupun jiwa, harta benda, perasaan, keamanan,

dapat dikatakan sebagai perbuatan jarimah.

Dalam hukum Islam tujuan pokok dari penjatuhan hukuman ialah pencegahan

(ar-rad’u waz-zajru), pengajaran serta pendidikan (al-islah wat-tahzîb).17

Adapun

yang dimaksud pencegahan ialah mencegah diri sipelaku untuk tidak mengukangi

perbuatannya dan mencegah diri orang lain dari perbuatan yang demikian. Dalam

hukum Islam, penjatuhan hukuman juga bertujuan membentuk masyarakat yang baik

yang dikuasai rasa saling menghormati dan mencintai antara sesama anggotanya

dengan mengetahui batas-batas hak dan kewajibannya.

Ditinjau dari perbuatannya, tindak pidana (jarîmah) dibedakan menjadi:

1. Jarimah Hudûd

Jarimah Hudûd yaitu, hukum yang diancam dengan had dan lebih ditentukan

oleh syara, dan menjadi hak Allah. Hukuman tersebut telah ditentukan oleh syara dan

tidak ada batas minimal dan maksimal, maka hukuman ini tidak bisa dilepaskan oleh

11 A. Hanafi, Asas-asas Hukum Pidana Islam, (Jakarta: Bulan Bintang, 1967), cet. Ke-1, h.

279

Page 33: SANKSI PIDANA TERHADAP PELAKU PENISTAAN AGAMA MENURUT HUKUM ISLAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/8533/1/AHMAD... · mewujudkannya harus ada norma yang menjadi

perseorangan (orang yang menjadi korban atau keluarganya) atau masyarakat yang

diwakili oleh Negara.

Hukuman had merupakan hak Allah yang tidak dapat dimaafkan dan

dihapuskan oleh manusia. Macam-macam tindak pidana hudûd adalah:

a. Tindak Pidana Riddah (murtad) ;

b. Tindak Pidana Hirâbah;

c. Tindak Pidana Bughât;

d. Tindak Pidana perzinahan;

e. Tindak Pidana Qazaf ;

f. Tindak Pidana pencurian;

g. Tindak Pidana konsumsi khamar (Syurb al-khamar).

Adapun macam-macam hukuman dari tindak pidana (jarîmah) hudûd yaitu:

a. Hukuman mati, hukuman ini dijatuhkan kepada pelaku jarimah hirâbah

yang melakukan pembunuhan.

b. Hukuman cambuk, hukuman ini dijatuhkan kepada pelaku zina yang belum

kawin dengan sebanyak seratus kali cambuk dan sebanyak delapan pulih

kali cambuk kepada yang melakukan tuduhan palsu zina terhadap orang

lain.18

c. Hukuman rajam, yaitu hukuman mati dengan cara lempar batu. Hukuman

ini dijatuhkan kepada pelaku zina muhsan (sudah kawin) baik laki-laki

maupun perempuan.

18 Ibid., h. 289-294

Page 34: SANKSI PIDANA TERHADAP PELAKU PENISTAAN AGAMA MENURUT HUKUM ISLAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/8533/1/AHMAD... · mewujudkannya harus ada norma yang menjadi

2. Jarimah Qisâs dan Diyat

Qisas bisa diartikan sebagai pembalasan setimpal dengan perbuatannya. Qisas

merupakan hukuman yang sesuai dengan rasa keadilan masyarakat, dimana perbuatan

diberi balasan sesuai dengan perbuatannya. Untuk terwujudnya keamanan dan

ketertiban, hukuman qisâs dapat lebih menjamin. Ibnu Mas’ud dan Zainal Abidin

membedakan tindak pidana qisas dan diyat berupa:

a. Pembunuhan dengan jalan sengaja. Ada tiga macam hukuman ialah hukuman

pokok, hukuman pengganti, dan hukuman tambahan.

1) Hukuman pokok dari pembunuhan dengan sengaja ialah berupa: Qisas,

membayar diyat dan ta’zîr;

2) Hukuman pengganti ialah berupa: Membayar diyat, berpuasa dua bulan

berturut-turut dan diberi ta’zîr;

3) Hukuman tambahan ialah berupa: Terlarangnya hak waris mewarisi dan

terlarangnya menerima wasiat.

b. Pembunuhan serupa disengaja (semi sengaja) hukumannya ialah:

1) Hukuman pokok ialah berupa: Membayar diyat;

2) Hukuman pengganti ialah berupa: Diberi ta’zîr dan berpuasa dua bulan

berturut-turut;

3) Hukuman tambahan ialah berupa: Terlarangnya waris mewarisi dan menerima

wasiat dari yang terbunuh.

c. Pembunuhan yang tidak disengaja, hukumannya ialah:

Page 35: SANKSI PIDANA TERHADAP PELAKU PENISTAAN AGAMA MENURUT HUKUM ISLAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/8533/1/AHMAD... · mewujudkannya harus ada norma yang menjadi

1) Hukuman pokok ialah berupa: membayar diyat;

2) Hukuman pengganti ialah berupa: ta’zîr dan berpuasa dua bulan berturut-

turut;

3) Hukuman tambahan ialah berupa: terlarangnya waris mewarisi dan menerima

wasiat dari yang terbunuh.

3. Jarimah Ta’zir

Jarimah ta’zîr ialah pidana diluar had dan qisas/diyat dan hukuman itu

dilaksanakan oleh penguasa dalam negara.

Adapun hukuman ta’zîr ialah:

a. Hukuman Mati: pada dasarnya hukuman ta’zîr adalah untuk memberi

pelajaran dan tidak sampai membinasakan, oleh karena itu hukuman mati

sebagai hukuman ta’zîr, merupakan suatu pengecualian dan hukuman

tersebut tidak boleh diperluas atau diserahkan seluruhnya kepada hakim, dan

menentukan jarimah yang dijatuhi hukuman;19

b. Hukuman Cambuk (jilid), merupakan hukuman pokok dalam syariat Islam,

dimana untuk jarimah hudud sudah tentu jumlahnya, misalkan 100 kali

untuk zina dan 80 kali untuk qazaf, sedang untuk jarimah ta’zîr tidak

tertentu jumlahnya. Dan dalam ta’zîr hukuman cambuk lebih diutamakan;

c. Hukuman Tahanan (penjara)

19 Ibnu Mas’ud dan Zainal Abidin, Fiqh Mazhab Syafi’i, (Bandung: CV Pustaka Setia, 2000),

cet. Ke-2, h. 325

Page 36: SANKSI PIDANA TERHADAP PELAKU PENISTAAN AGAMA MENURUT HUKUM ISLAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/8533/1/AHMAD... · mewujudkannya harus ada norma yang menjadi

Ada dua macam hukuman tahanan dalam syariat Islam, yaitu hukuman

tahanan terbatas dan hukuman tahanan tidak terbatas. Hukuman tahanan

terbatas yaitu: Batas hukuman terendah ini adalah satu hari, sedang batas

setinggi-tingginya tidak menjadi kesepakatan. Dan hukuman tahanan tidak

terbatas yaitu: sudah ditentukan masanya terlebih dahulu, melainkan dapat

berlangsung terus sampai terhukum mati atau taubat dan baik pribadinya;20

d. Hukuman Pengasingan

Mengenai masa pengasingan dalam jarimah ta’zîr, maka menurut mazhab

Syafi’i dan Ahmad tidak lebih dari satu tahun agar tidak melebihi masa

pengasingan yang telah ditetapkan sebagai hukuman had, yaitu satu tahun

juga. Menurut imam Abu Hanifah masa pengasingan bisa lebih dari satu

tahun, sebab pengasingan disini adalah hukuman ta’zîr dan bukan hukuman

had;

e. Hukuman Denda atau ganti rugi

Hukuman denda ditetapkan juga oleh Syariat Islam misalkan mengenai

mencuri buah yang masih tergantung dipohonnya yang didenda dengan dua

kali lipat dua kali harga buah tersebut.

20 A. Hanafi, Asas-asas Hukum Pidana Islam, h. 336-337

Page 37: SANKSI PIDANA TERHADAP PELAKU PENISTAAN AGAMA MENURUT HUKUM ISLAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/8533/1/AHMAD... · mewujudkannya harus ada norma yang menjadi

D. Prinsip dan Tujuan Sanksi

1. Prinsip Dasar Sanksi

Perlu diperhatikan bahwa prinsip dasar sebuah sanksi dalam pandangan

syariat terdiri dari dua prinsi dasar atau kaidah umum yaitu:21

a. Bertujuan memerangi segala bentuk tindak kejahatan, tanpa

memperdulikan kondisi dan status pelaku.

Maksud dari memerangi segala bentuk kejahatan, bertujuan untuk menjaga

kemaslahatan orang banyak dari segala tindak kejahatan.

b. Memperlihatkan kondisi dan status pelaku dengan tidak melupakan tujuan

sanksi untuk memerangi segala bentuk kejahatan.

Maksudnya dengan memperlihatkan kondisi dan status pelaku, bertujuan

sebagai pembenahan dan perbaikan baginya. Tidak dapat disangkal lagi bahwa

dua kaidah dasar ini terdapat perbedaan yang mendasar, satu sisi menjaga

kemaslahatan orang banyak dari pelaku kejahatan berarti tidak memperdulikan

keadaan dan status pelaku, disisi lain memperhatikan kondisi dan status pelaku

berarti akan meninggalkan penjagaan terhadap kemaslahatan orang banyak.

2. Tujuan Sanksi

Sanksi (Uqûbah) di dalam Islam telah terbukti mampu mencegah kejahatan,

menjamin keamanan, keadilan dan ketenteraman bagi masyarakat. Sanksi-sanksi

yang dijatuhkan terhadap pelaku tindak kriminal berfungsi sebagai “jawâzir”

21 Abdul Qadir ‘Audah, al-Tasyri’ al-Jinâi al-Islâmi, (Beirut: Muassasah al-Risalah, 1992),

cet. Ke-II, juz 1, h. 813

Page 38: SANKSI PIDANA TERHADAP PELAKU PENISTAAN AGAMA MENURUT HUKUM ISLAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/8533/1/AHMAD... · mewujudkannya harus ada norma yang menjadi

(pencegah), karena memiliki efek jera yang menghalangi orang lain untuk

melakukan kejahatan yang sama.22

Selain sebagai pencegah sanksi juga bertujuan

sebagai penebus dosa seorang muslim dari azab Allah SWT dihari kiamat.

Tujuan berlakunya sanksi terhadap siapa saja yang melanggar perintah

Allah SWT adalah untuk memperbaiki perilaku hamba, menjaganya dari

kerusakan , menyelamatkannya dari kebodohan, menunjukinya dari kesesatan,

mencegahnya dari kemaksiatan dan menjadikannya taat dan patuh.23

Allah SWT menurunkan syariat-Nya dan mengutus para rasul-Nya adalah

untuk memberikan pendidikan kepada sekalian manusia dan mengarahkannya

kepada jalan yang benar. Ia menetapkan sanksi bagi siapa saja yang melanggar

segala perintahnya untuk kemaslahatan mereka sendiri sekalipun mereka

membencinya. Mencegahnya dari perbuatan yang sesat meskipun mereka

menyukainya.

Oleh karena itu, penetapan sanksi adalah untuk memperbaiki perilaku setiap

individu, menjaga dan mengatur kepentingan orang banyak. Allah SWT dalam

menurunkan syariat-Nya berupa sekumpulan hukum-hukum, lalu memerintahkan

kepada kita untuk melaksanakannya, tidak merasa dirugikan walaupun seluruh

manusia di muka bumi ini melanggar segala perintahnya, begitu juga ia tidak

22 http//imankpr.multiply.com/journal/item/13/Hukuman Mati2, diakses pada tanggal 02-05-

2009

23Abdul Qadir ‘Audah, al-Tassyri’ al-Jinai al-Islami, (Beirut: Muassasah al-Risalah, 1992),

Cet. Ke-II, juz 1, h. 812

Page 39: SANKSI PIDANA TERHADAP PELAKU PENISTAAN AGAMA MENURUT HUKUM ISLAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/8533/1/AHMAD... · mewujudkannya harus ada norma yang menjadi

diuntungkan walaupun seluruh manusia di muka bumi ini mematuhi segala

perintahnya.

Sanksi pidana Islam yang diberlakukan tentu saja jika memenuhi ketentuan

syari’at akan berfungsi sebagai penebus dosa. Dengan begitu pelakunya tidak

akan disiksa di akhirat karena dosa kejahatan tersebut. Bagi orang yang

mengimani kehidupan akhirat berikut pahala dan siksanya, sifat ini memberikan

dorongan besar baginya untuk mengakui kejahatan yang ia perbuat sekaligus

menjalani hukuman dsengan penuh kerelaan bahkan dengan kegembiraan.24

24 http//imankpr.multiply.com/journal/item/13/Hukuman Mati 2 , diakses pada tanggal 02-05-

2009

Page 40: SANKSI PIDANA TERHADAP PELAKU PENISTAAN AGAMA MENURUT HUKUM ISLAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/8533/1/AHMAD... · mewujudkannya harus ada norma yang menjadi

BAB III

SANKSI PIDANA DALAM PERSPEKTIF HUKUM POSITIF

A. Pengertian Sanksi Pidana

Dalam membahas perihal hukum pidana, diantara persoalan penting yang

mustahil dilewatkan begitu saja ialah perihal sanksi pidana atau hukuman

dihubungkan dengan berat ringannya kejahatan maupun berkenaan dengan tujuan

sanksi pidana dikaitkan dengan perlindungan terhadap masyarakat khususnya pihak

korban.

Sanksi pidana terdiri dari dua kata sanksi dan pidana. Kata sanksi berarti

tindakan (hukum) yang memaksa orang untuk menepati janji atau menaati hukum.25

Sedangkan kata pidana berasal dari bahasa Sanskerta dalam bahasa Belanda disebut

“straf” dan dalam bahasa inggris disebut “penalty” artinya hukuman.26

Dalam kamus lain sanksi pidana bisa diartikan juga sebagai salah satu alat

pemaksa guna ditaatinya suatu kaidah, undang-undang, norma-norma hukum.

25 Pius A Partanto dan M. Dahlan Al-Barry, Kamus Ilmiah Populer, (Surabaya: Arkola, 1994),

h. 692

26 Subekti dan Tjitrosoedibyo, Kamus Hukum, (Pradnya Paramita, 1990), h. 83

Page 41: SANKSI PIDANA TERHADAP PELAKU PENISTAAN AGAMA MENURUT HUKUM ISLAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/8533/1/AHMAD... · mewujudkannya harus ada norma yang menjadi

Penegakan hukum pidana menghendaki sanksi hukum yaitu sanksi terdiri atas cerita

khusus yang dipaksakan kepada si bersalah.27

B. Macam-Macam Sanksi Pidana (hukuman)

Menurut hukum positif sebagaimana yang tercantum dalam pasal 10 kitab

undang-undang hukum pidana (KUHP), hukuman itu terdiri dari dua macam yaitu:

1. Hukuman Pokok

Yaitu hukuman yang dapat dijatuhkan bersama-sama pidana tambahan, dan

dapat juga dijatuhkan sendiri.28

Macam-macam hukuman pokok ialah:

a. Hukuman Mati

Hukuman mati masih tetap dipertahankan dalam KUHP di Indonesia.

Walaupun sejak tahun 1870 hukuman mati ini telah dihapuskan dari KUHP

Nederland. Adapun tindak pidana yang diancam hukuman mati yang penulis kutip

dari Media Hukum dan HAM ada 14 peraturan Indonesia yang membenarkan

berlakunya hukuman mati, yaitu:29

1) Pasal 104 KUHP: Makar membunuh Presiden dan Wakil Presiden.

27 Soesilo Prajogo, Kamus Hukum Internasional Indonesia, (Jakarta: WIPRES, 2007), cet. Ke-I,

h. 436 28 Hartono Hadi Soeprapto, Pengantar Tata Hukum Indonesia, (Yogyakarta: Liberty, 1993), cet.

Ke-I, h. 109-110

29 Media Hukum dan HAM, Pusat Study Hukum dan HAM UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, h.

6

Page 42: SANKSI PIDANA TERHADAP PELAKU PENISTAAN AGAMA MENURUT HUKUM ISLAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/8533/1/AHMAD... · mewujudkannya harus ada norma yang menjadi

“Makar dengan maksud untuk membunuh atau merampas kemerdekaan

atau meniadakan kemampuan Presiden atau Wakil Presiden diancam

dengan pidana mati atau pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara

sementara”.

2) Pasal 124 (3) KUHP: Kejahatan terhadap keamanan Negara.

“Pidana mati atau pidana penjara seumur hidup atau penjara sementara

paling lama 20 tahun dijatuhkan jika:

a) Memberitahukan atau menyerahkan kepada musuh, menghancurkan

atau merusak sesuatu tempat atau pos yang diperkuat atau diduduki

suatu alat penghubung gudang persediaan perang, atau kas perang

ataupun Angkatan Laut, Angkatan Darat ataupun bagian daripadanya.

b) Menyebabkan atau memperlancar timbulnya huru hara pemberontakan

atau diserse dikalangan Angkatan Perang.

3) Pasal 340 KUHP: Pembunuhan berencana.

“Barang siapa dengan sengaja dan dengan direncanakan lebih dahulu

menghilangkan jiwa orang lain, dihukum karena pembunuhan

direncanakan (moord), dengan hukuman mati atau penjara seumur hidup

atau penjara semantara selama-lamanya 20 tahun.

4) Pasal 365 (4) KUHP: Pencurian dengan kekerasan.

“Diancam dengan pidana mati, atau pidana penjara seumur hidup atau

selama waktu tertentu paling lama 20 tahun, jika perbuatan

Page 43: SANKSI PIDANA TERHADAP PELAKU PENISTAAN AGAMA MENURUT HUKUM ISLAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/8533/1/AHMAD... · mewujudkannya harus ada norma yang menjadi

mengakibatkan luka berat atau mati dan dilakukan oleh dua orang atau

lebih dengan bersekutu, pula disertai oleh salah satu hal yang diterangkan

dalam nomor (10 dan (3).

5) Pasal 444 KUHP: Kejahatan terhadap pelayaran.

“Jika perbuatan kekerasan yang diterangkan pasal 438-441 mengakibatkan

seseorang yang dikapal diserang atau seseorang yang diserang itu mati

maka nahkoda, panglima atau pemimpin kapal dan mereka yang turut

serta melakukan perbuatan kekerasan diancam dengan pidana mati, atau

pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara selama waktu tertentu

paling lama 20 tahun.

6) dan 7) Pasal 479 (K) ayat 2 KUHP dan pasal 479 (0) ayat 2 KUHP:

Kejahatan penerbangan dan prasarana.

“Jika perbuatan itu mengakibatkan matinya seseorang atau hancurnya

pesawat udara itu dipidana dengan pidana mati atau pidana penjara

seumur hidup atau pidana penjara selama-lamanya 20 tahun”.

8) Pasal 2 Undang-Undang Nomor 31 tahun1999: Korupsi atau merugikan

Negara dalam keadaan tertentu.

“Tindakan korupsi untuk memperkaya orang lain atau orang lain diancam

dengan hukuman penjara minimal 4 tahun dan maksimal 20 tahun

ditambah denda minimal 200 jutu atau maksimal satu milyar”.

Page 44: SANKSI PIDANA TERHADAP PELAKU PENISTAAN AGAMA MENURUT HUKUM ISLAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/8533/1/AHMAD... · mewujudkannya harus ada norma yang menjadi

9) Pasal 80-82 Undang-Undang Nomor 22 tahun 1997 tentang: Memproduksi,

mengolah, menyediakan narkotika.

Pasal 80

(1) Barang siapa tanpa hak dan melawan hukum :

a. Memproduksi, mengolah, mengkonversi, perakit, atau

menyediakan narkotika golongan I, dipidana dengan pidana mati

atau penjara seumur hidup, atau pidana penjara selama-lamanya 20

tahun dan denda paling banyak Rp. 1.000.000.000.00 (satu miliar

rupiah).

(2) Apabila tindak pidana sebagaimana yang dimaksud dalam:

a. Ayat (1) huruf a didahului dengan pemufakatan jahat, dipidana

dengan pidana mati atau pidana penjara seumur hidup atau pidana

penjara paling singkat 4 tahun dan paling lama 20 tahun dan denda

paling sedikit Rp. 200.000.000.00 (dua ratus juta rupiah) dan

paling banyak Rp. 2. 000.000.000.00 (dua miliar rupiah).

(3) Apabila tindak pidana sebagaimana yang dimaksud dalam:

a. Ayat (1) huruf a dilakukan secara terorganisasi dipidana dengan

pidana mati atau pidana penjara seumur hidup atu pidana penjara

paling singkat 5 tahun dan paling lama 20 tahun dan denda paling

Page 45: SANKSI PIDANA TERHADAP PELAKU PENISTAAN AGAMA MENURUT HUKUM ISLAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/8533/1/AHMAD... · mewujudkannya harus ada norma yang menjadi

sedikit Rp. 500.000.000.00 (lima ratus juta rupiah) dan paling

banyak Rp. 5.000.000.000.00 (lima miliar rupiah).

Pasal 81

(4) Apabila tindak pidana sebagaimana yang dimaksud dalam:

a. Ayat (1) huruf a (membawa, mengirim, mengangkut narkotika

golongan I) dilakukan secara terorganisasi dipidana dengan pidana

mati atau pidana seumur hidup atau pidana penjara paling singkat

4 tahun dan paling lama 20 tahun dan denda paling sedikit Rp.

500.000.000.00 (lima ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp.

4.000.000.000.00 (empat miliar rupiah).

Pasal 82

(1) Barang siapa tanpa hak dan melawan hukum:

a. Mengimpor, mengekspor, menawarkan untuk dijual, menyalurkan,

menjual, membeli, menyerahkan, menerima, menjadi perantara

jual beli, atau menukar narkotika golongan I, dipidana dengan

pidana mati atau pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara

paling lama 20 tahun dan denda paling banyak Rp.

1.000.000.000.00 (satu miliar rupiah).

Page 46: SANKSI PIDANA TERHADAP PELAKU PENISTAAN AGAMA MENURUT HUKUM ISLAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/8533/1/AHMAD... · mewujudkannya harus ada norma yang menjadi

(2) Apabila tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf a

didahului dengan pemufakatan jahat maka terhadap tindak pidana

sebagaimana dimaksud dalam:

a. Ayat (1) huruf a, dipidana dengan pidana mati atau pidana penjara

seumur hidup atau pidana penjara seumur 4 tahun dan paling lama

20 tahun dan denda paling sedikit Rp. 200.000.000.00 (dua ratus

juta rupiah) dan paling banyak Rp. 2.000.000.000.00 (dua miliar

rupiah).

(3) Apabila tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam:

a. Ayat (1) huruf a dilakukan secara terorganisasi, dipidana dengan

pidana mati atau pidana penjara seumur hidup atau pidana

penjara paling singkat 5 tahun dan paling lama 20 tahun dan

denda paling sedikit Rp. 500.000.000.00 (lima ratus juta rupiah)

dan paling banyak Rp. 3.000.000.000.00 (tiga miliar rupiah).

10) Pasal 59 Undang-Undang Nomor 5 tahun 1997: Menyalahgunakan

obat-obatan psikotropika secara terorganisasi.

(1) Barang siapa:

a. Menggunakan psikotropika golongan I selain dimaksud dalam

pasal 4 ayat (2), atau

b. Memproduksi atau menggunakan dalam proses produksi

psikotropika golongan I sebagaimana dimaksud dalam pasal 6

Page 47: SANKSI PIDANA TERHADAP PELAKU PENISTAAN AGAMA MENURUT HUKUM ISLAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/8533/1/AHMAD... · mewujudkannya harus ada norma yang menjadi

c. Mengedarkan psikotropika golongan I tidak memenuhi

ketentuan sebagaimana dimaksud dalam pasal12 ayat (3), atau

d. Mengimpor psikotropika golongan I selain untuk kepentingan

ilmu pengetahuan, atau

e. Secara tanpa hak memiliki, menyimpan dan membawa

psikotropika golongan I.

Dipidana dengan pidana penjara paling singkat 4 tahun dan paling

lama 15 tahun dan denda paling sedikit Rp. 150.000.000.00 (seratus

lima puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp. 750.000.000.00 (tujuh

ratus lima puluh juta rupiah).

(2) Jika tindak pidana sebagaimana dimaksud ayat (1) dilakukan

secara terorganisasi dipidana dengan pidana mati atau pidana

penjara seumur hidup atau pidana penjara selama 20 tahun dan

pidana denda sebesar Rp. 750.000.000.00 (tujuh ratus lima puluh

juta rupiah).

11) Perpu Nomor 1 tahun 2002 Jo pasal 6 Undang-Undang Nomor 15

2003 tentang terorisme:

“ Setiap orang yang dengan sengaja menggunakan kekerasan atau

ancaman kekerasan yang menimbulkan suasana terror atau rasa

takut terhadap orang secara meluas atau menimbulkan korban yang

bersifat misal, dengan cara merampas atau menghilangkan nyawa

Page 48: SANKSI PIDANA TERHADAP PELAKU PENISTAAN AGAMA MENURUT HUKUM ISLAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/8533/1/AHMAD... · mewujudkannya harus ada norma yang menjadi

harta benda orang lain atau mengakibatkan kerusakan atau

kehancuran terhadap obyek-obyek vital yang strategis atau

lingkungan hidup atau fasilitas public atau fasilitas internasional,

dipidana dengan pidana mati atau pidana penjara seumur hidup

atau pidana penjara paling singkat 4 tahun dan paling lama 20

tahun”.

Di dalam praktek terdapat peraturan-peraturan lain bagaimana

hukuman mati itu harus dilaksanakan, yaitu:30

a) Dilaksanakan di dalam penjara;

b) Dilaksanakan oleh penuntut umum dan hakim yang bersangkutan yang

mengadili si terhukum;

c) Didampingi seorang dokter yang memastikan bahwa si terhukum

benar-benar mati;

d) Dilaksanakan oleh seorang algojo yang merupakan seorang pejabat

negeri;

e) Tiga kali dua puluh empat jam sebelum hukuman mati dijalankan

polisi harus diberitahukan kepada ketua terhukum oleh ketua

pengadilan negeri atau yang diwakilkan dengan dibantu oleh panitera,

atau jika ketua pengadilan negeri tidak ada di tempat maka oleh jaksa;

30 Satochid Kertanegara, Kumpulan Kuliah Hukum Pidana, (Jakarta: Balai Lektur Mahasiswa,

tth), cet. Ke-I, h. 273

Page 49: SANKSI PIDANA TERHADAP PELAKU PENISTAAN AGAMA MENURUT HUKUM ISLAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/8533/1/AHMAD... · mewujudkannya harus ada norma yang menjadi

f) Sejak si terhukum diberi tahu tentang hari akan dijalankannya

hukuman mati, ia harus dijaga ketat;

g) Seorang terhukum mati harus diizinkan bertemu dengan guru

keagamaan atau pendeta;

h) Persiapan-persiapan untuk menjalankan hukuman mati harus

dilakukan tanpa diketahui atau dapat terlihat oleh si terhukum;

i) Hukuman mati tidak boleh dijalankan pada hari minggu, hari raya

nasional atau keagamaan.31

b. Hukuman Penjara

Di Indonesia si terhukum selalu menjalani hukuman penjara bersama-sama

dengan terhukum lainnya, karena Indonesia tidak menganut system cellulair,

sehingga hal ini semakin memberatkan si terhukum orang yang melakukan kejahatan

yang bukan dikarenakan bakat-bakat jahatnya. Akan tetapi oleh karena mengalami

kesulitan-kesulitan dalam hidupnya, atau penderitaan, kemudian melakukan kejahatan

setelah pada dirinya di hinggapi pikiran-pikiran yang melemahkan.

Oleh karena itu timbulah anggapan bahwa penjara itu justru merupakan

“kursus kejahatan” bagi mereka yang sebenarnya tidak mempunyai bakat jahat, akan

tetapi perbuatannya hanyalah dikarenakan oleh kesulitan hidup

c. Hukuman Kurungan

31 Wiryono Projodikoro, Azas-azas Hukum Pidana di Indonesia, (Bandung: PT. Erasco, 1989),

cet. Ke-VI, h. 168

Page 50: SANKSI PIDANA TERHADAP PELAKU PENISTAAN AGAMA MENURUT HUKUM ISLAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/8533/1/AHMAD... · mewujudkannya harus ada norma yang menjadi

Jenis hukuman kurungan sifatnya mirip dengan hukuman penjara dengan

perbedaan sebagai berikut:

Pertama: Hukuman penjara diancamkan terhadap kejahatan berat, sedangkan

hukuman kurungan diancamkan sebagai hukuman alternatif.

Kedua: Hukuman penjara maksimal 15 tahun yang apabila disertai masalah-

masalah tertentu dapat dinaikan menjadi 20 tahun. Sedangkan maksimum hukuman

kurungan satu tahun yang hanya dapat dinaikan menjadi satu tahun empat bulan jika

ada ,masalah-masalah yang memberatkan.

Ketiga: Hukuman penjara pelaksanaannya dapat dilaksanakan disemua

tempat. Sedangkan hukuman kurungan hanya dapat dilaksanakan di dalam

lingkungan daerah dimana terhukum bertempat tinggal. Jika terhukum tidak

mempunyai tempat tinggak maka dihukum di dalam di daerah dimana ia berada.

d. Hukuman Denda

Hukuman denda adalah hukuman yang dijatuhkan terhadap harta kekayaan

terhukum.

2. Hukuman Tambahan

Sesuai dengan namanya maka pidana ini tidak dapat dijatuhkan tersendiri.

Jadi selalu dijatuhkan bersama-sama pidana pokok.32

Macam-macam hukuman tambahan sebagai berikut:

a. Pencabutan hak-hak tertentu

32 Hadi Soeprapto, Pengantar Tata Hukum, h. 109

Page 51: SANKSI PIDANA TERHADAP PELAKU PENISTAAN AGAMA MENURUT HUKUM ISLAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/8533/1/AHMAD... · mewujudkannya harus ada norma yang menjadi

Jenis hukuman tambahan ini disebut juga erestal, maksudnya hukuman

tambahan ini dijatuhkan terhadap kehormatan atau martabat seseorang. Adapun hak-

hak yang dapat dicabut ini meliputi lapangan hukum tata Negara dan lapangan hukum

perdata. Hal ini diatur dalam pasal 35 KUHP (1) yaitu hak-hak yang dapat dicabut itu

adalah:

1) Hak untuk memangku jabatan tertentu;

2) Hak untuk bekerja dalam angkatan perang atau alat kekuasaan lainnya;

3) Hak untuk memilih atau dipilih sebagai anggota Dewan Perwakilan Rakyat

(DPR) atau Daerah yang diatur menurut undang-undang;

4) Hak untuk menjadi penasihat atau wali terhadap orang yang bukan anaknya

sendiri;

5) Hak untuk melakukan kekuasaan sebagai orang tua wali terhadap anaknya

sendiri;

6) Hak untuk bekerja atau mata pencaharian tertentu.

Adapun jangka waktu pencabutan hak tersebut di atas terikat oleh jangka waktu

tertentu sebagaimana yang diatur dalam pasal 38 KUHP yaitu antara sua tahun dan

seumur hidup.

1) Seumur hidup

Jika hukuman pokok yang dijatuhkan itu adalah hukuman mati atau

hukuman seumur hidup.

Page 52: SANKSI PIDANA TERHADAP PELAKU PENISTAAN AGAMA MENURUT HUKUM ISLAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/8533/1/AHMAD... · mewujudkannya harus ada norma yang menjadi

2) Sekurang-kurangnya dua tahun atau setinggi-tingginya lima tahun lebih.

Jika hukuman yang dijatuhkan itu adalah hukuman penjara atau hukuman

kurungan.

b. Penyitaan terhadap barang-barang tertentu

Hukuman tambahan ini berupa perampasan atau pembinasaan terhadap barang-

barang tertentu. Adapun barang-barang yang dapat dirampas itu adalah barang yang

bersifat:

1. Milik terhukum sendiri, misalnya kepemilikan senjata api dengan tanpa

izin;

2. Barang-barang yang diperoleh terhukum dari kejahatan;

3. Barang-barang yang dipergunakan oleh terhukum untuk melakukan

kejahatan dengan sengaja.

c. Pengumuman keputusan hakim

Jika hukuman tambahan ini yaitu mengumumkan keputusan hakim agar umum

mengetahui bahwa terhukum telah melakukan perbuatan yang dapat dihukum.

Hukuman tambahan ini hanya dapat dijatuhkan apabila dinyatakan dengan tegas

dalam perumusan suatu delik. Pengumuman ini dilakukan oleh penuntut umum.

Biasanya dilakukan melalui pers dengan biaya pengumuman menjadi tanggungan

terhukum.

C. Sistem Sanksi Pidana dalam Hukum Positif

Page 53: SANKSI PIDANA TERHADAP PELAKU PENISTAAN AGAMA MENURUT HUKUM ISLAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/8533/1/AHMAD... · mewujudkannya harus ada norma yang menjadi

Tindak pidana yang sebagaimana tercantum dalam KUHP, sejak zaman

Hindia Belanda sampai sekarang merupakan sesuatu yang dibuat oleh orang yang

menimbulkan akibat pada orang lain baik merasa tidak senang, cidera maupun

matinya seseorang.

Menurut Moljatno, perbuatan pidana menurut wujud dan sifatnya

bertentangan dengan cara atau ketertiban yang dikehendaki oleh hukum, yaitu

perbuatan hukum atau melawan hukum.33

Lebih lanjut Moeljatno mengatakan bahwa perkataan perbuatan yaitu suatu

pengertian abstrak yang menunjuk kepada kedua keadaan konkret. Pertama, adanya

jaminan yang tertentu, dan yang kedua adanya orang yang berbuat yang

menimbulkan kejadian itu.34

Ada dua macam jenis hukuman sebagaimana diatur dalam pasal 10 KUHP

yaitu:

a. Pidana Pokok, terdiri atas:

1. Pidana Mati;

2. Pidana Penjara;

3. Kurungan;

4. Denda.

b. Pidana Tambahan, terdiri atas:

1. Pencabutan hak-hak tertentu;

33 Moeljatno, Asas-asas Hukum Pidana Islam, (Jakarta: Aneka Cipta, 1993), h. 2 34 Ibid., h. 54

Page 54: SANKSI PIDANA TERHADAP PELAKU PENISTAAN AGAMA MENURUT HUKUM ISLAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/8533/1/AHMAD... · mewujudkannya harus ada norma yang menjadi

2. Perampasan barang-barang tertentu;

3. Pengumuman keputusan hakim.35

1) Pidana Mati

Pidana mati dijalankan oleh algojo ditempat gantungan dengan

menjeratkan tali yang terikat ditiang gantungan pada leher terpidana

kemudian menjatuhkan papan tempat terpidana berdiri.

2) Pidana Penjara

Pidana seumur hidup atau selama waktu tertentu atau sementara

ditentukan minimum dan maksimum lamanya penjara berjumlah 15 tahun

atau 20 tahun untuk batas yang paling akhir.36

3) Hukuman Kurungan

Hukuman kurungan seringan-ringannya yang umum adalah satu hari

dan hukuman seberatnya yang umum adalah 1 tahun dan waktu 1 tahun

dapat ditambah paling lama sampai dengan 1 tahun 4 bulan.

4) Hukum Denda

Hukum denda diancam sering kali sebagai alternatif dengan hukuman

kurang terhadap hampir semua pelanggar hukum dalam buku III KUHP.

35 R. Soenarto Soerodibroto, KUHP dan KUHAP, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 1979),

edisi kelima, h. 16 36 Barda Nawawi Arief, Bunga Rampai Kebijakan Hukum Pidana, (Bandung: PT. Citra Aditya

Bakti, 1996), cet. Ke-I, h. 173

Page 55: SANKSI PIDANA TERHADAP PELAKU PENISTAAN AGAMA MENURUT HUKUM ISLAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/8533/1/AHMAD... · mewujudkannya harus ada norma yang menjadi

Terhadap semua kejahatan ringan hukuman denda diancam sebagai

alternative dengan hukuman penjara.

5) Pencabutan beberapa hak tertentu

Hukum ini disebut dalam KUHP pasal 35-38

Pasal 35 (1) hak-hak terpidana yang dengan putusan hakim dapat

dicabut dalam hal-hal yang ditentukan dalam Kitab Undang-Undang

Hukum Pidana (KUHP) antara lain:

a. Hak memegang jabatan pada umumnya atau jabatan tertentu;

b. Hak memasuki angkatan bersenjata;

c. Hak memilih dan dipilih dalam pemilihan yang diadakan berdasarkan

aturan-aturan umum;

d. Hak menjadi penasehat hukum atau pengurus atas penetapan

pengadilan, hak menjadi wali, wali pengawas pengampu atau

pengampu pengawas, atas orang yang bukan anak sendiri;

e. Hak menjalankan mata pencaharian tertentu

Ayat (2) hakim tidak berwenang memecat seorang pejabat dari

jabatannya, jika dalam aturan-aturan khusus ditentukan penguasa lain

untuk pemecatan itu.

6) Perampasan barang tertentu

Perampasan harus mengenai barang-barang diatur dalam pasal 39-42

KUHP

7) Pengumuman keputusan hakim

Page 56: SANKSI PIDANA TERHADAP PELAKU PENISTAAN AGAMA MENURUT HUKUM ISLAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/8533/1/AHMAD... · mewujudkannya harus ada norma yang menjadi

Pidana ini pun hanya dapat dikenakan dalam hal yang ditentukan oleh

undang-undang.

Di dalam KUHP menentukan tindak pidana penistaan agama adalah

kejahatan yang menodai suatu agama yang tercantum dalam pasal 156 a KUHP,

yang berbunyi:

Dipidana dengan pidana penjara selama-lamanya lima tahun, barang siapa

dengan sengaja di muka umum mengeluarkan perasaan atau melakukan

perbuatan:

c. Yang pada pokoknya bersifat permusuhan, penyalahgunaan atau penodaan

terhadap suatu agama yang dianut di Indonesia;

d. dengan maksud supaya orang tidak menganut agama apapun juga, yang

bersendikan ke-Tuhanan Yang Maha Esa.37

37 Moeljatno, S.H, Kitab undang-undang hukum pidana, cet. 21, h. 59

Page 57: SANKSI PIDANA TERHADAP PELAKU PENISTAAN AGAMA MENURUT HUKUM ISLAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/8533/1/AHMAD... · mewujudkannya harus ada norma yang menjadi

BAB IV

SANKSI PIDANA TERHADAP PELAKU PENISTAAN AGAMA MENURUT

HUKUM ISLAM DAN HUKUM POSITIF

A. Pengertian Penistaan Agama

Perkataan “menista” berasal dari kata “nista”. Sebagian pakar

mempergunakan kata celaan. Perbedaan istilah tersebut disebabkan penggunaan kata-

kata dalam menerjemahkan kata smaad dari bahasa belanda. “Nista” berarti hina,

rendah, cela, noda.38

Dalam bahasa sansekerta istilah agama berasal dari “a” artinya kesini dan

“gam” artinya berjalan-jalan. Sehingga dapat berarti peraturan-peraturan tradisional,

ajaran, kumpulan hukum-hukum. Pendeknya apa saja yang turun temurun dan

ditentukan oleh adaptasi kebiasaan.39

Menurut M. Taib Thahir Abdul Muin, agama adalah suatu peraturan yang

mendorong jiwa seseorang yang mempunyai akal, memegang peraturan tuhan dengan

kehendaknya sendiri untuk mencapai kebaikan hidup di dunia dan kebahagiaan kelak

di akherat.40

38 Leden Marpaung SH, Tindak Pidana Terhadap kehormatan, (Jakarta: PT. Raja Grafindo

Persada, 1997), cet. Ke-I, h. 11 39 Mujahid Abdul Manaf, Sejarah Agama-Agama, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 1996),

cet. Ke-2, h. 1

40 Ibid., h. 3

Page 58: SANKSI PIDANA TERHADAP PELAKU PENISTAAN AGAMA MENURUT HUKUM ISLAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/8533/1/AHMAD... · mewujudkannya harus ada norma yang menjadi

Dalam hukum Islam penistaan agama merupakan perbuatan yang dapat

dikategorikan perbuatan perusak akidah, yang diancam berdosa besar (bagi

pelakunya), karena hal ini bertentangan dengan norma agama Islam yang

telahditurunkan melalui al-Qur’an dan Nabi Muhammad sebagai rasul terakhir.

Di dalam KUHP memang mengenai pengertian penistaan agama tidak

dijelaskan dan tidak secara jelas di paparkan, namun di dalam buku lain dikatakan

bahwa definisi tantang penistaan agama adalah penyerangan dengan sengaja atas

kehormatan atau nama baik orang lain atau suatu golongan secara lisan maupun

tulisan dengan maksud untuk diketahui oleh orang banyak.41

Penodaan agama menurut Pasal 156 (a) KUHP merupakan salah satu bentuk

delik pers yang unsur-unsurnya adalah: Dengan sengaja dimuka umum mengeluarkan

perasaan atau melakukan perbuatan dapat dilakukan dengan lisan, tulisan ataupun

perbuatan lain; Ditujukan pada niat untuk memusuhi atau menghina, dengan

demikian, maka uraianuraian tertulis maupun lisan yang dilakukan secara objektif

mengenai agama; Serta menganggu ketentraman umat beragama.42

41 J.C.T. Simorangkir, S.H, Kamus Hukum, (Jakarta: Sinar Grafika, 1995), cet. Ke-5, h. 124

42 http://adln.lib.unair.ac.id/go.php?id=gdlhub-gdl-s1-2008-yulinantoh-8293&PHPSESSID=

a8764cbcbd82e3de543ea5dceb48224d, diakses pada tanggal 03-04-2009

Page 59: SANKSI PIDANA TERHADAP PELAKU PENISTAAN AGAMA MENURUT HUKUM ISLAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/8533/1/AHMAD... · mewujudkannya harus ada norma yang menjadi

B. Dasar Hukum Larangan Penistaan Agama

Sebelum membahas tentang dasar hukum mengenai larangan penistaan agama,

penulis akan sedikit lebih dahulu memaparkan tentang pengertian riddah atau murtad

yang menyebabkan orang dianggap telah melakukan penistaan terhadap suatu agama.

Menurut Sayyid Sabiq, riddah adalah kembalinya orang Islam yang berakal dan

dewasa dari agama Islam kepada kekafiran, dengan kehendak sendiri tanpa ada

paksaan dari siapapun.43

Menurut Imam an-Nawawi dalam kitab Minhaj al-Thâlibîn, murtad adalah

memutuskan keislaman baik dengan niat, ucapan, perbuatan yang menyebabkan

kufur, atau secara yakin menghina dan menentang baik dengan ucapan atau

perbuatan. Barang siapa yang tidak mengakui para utusan Allah, mendustakan salah

seorang utusan Allah, menghalalkan sesuatu yang secara ijma telah dinyatakan

haram, seperti berzina atau sebaliknya (mengharamkan sesuatu yang telah dinyatakan

halal secara ijma), seseorang yang tidak mengakui kewajiban yang telah disepakati

atau sebaliknya (mengakui sesuatu yang secara ijma tidak dianggap wajib) sebagai

suatu kewajiban, seseorang berniat akan melakukan kekufuran, maka semua itu bisa

menjadikan kafir, perbuatan yang bisa berakibat pelakunya dianggap kafir adalah apa

yang diniatkan dalam rangka menghina agama secara terang-terangan atau secara

tegas menolak agama tersebut, seperti melemparkan mushaf al-Qur’an ke tempat

yang kotor (menjijikan) dan seperti sujud kepada berhala atau matahari.44

43 Sayyid Sabiq, Fiqh al-Sunnah II, (Beirut: Dar Al-Fiqr), cet ke-IV, h. 381

44 Jalaluddin Muhammad bin Ahmad al-Mahali, Kanz al-Râghibîn syarh Minhaj al-Thâlibîn,

(Beirut: Dar al-Kutub al-Ilmiyyah, 2001), cet ke-1, h. 535

Page 60: SANKSI PIDANA TERHADAP PELAKU PENISTAAN AGAMA MENURUT HUKUM ISLAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/8533/1/AHMAD... · mewujudkannya harus ada norma yang menjadi

Menurut Wahbah az-Zuhaili, dalam kitabnya al-Fiqh al-Islami wa Adillatuhu,

mandefinisikan riddah adalah kembali dari agama Islam menuju kepada kekafiran,

baik hal itu dilakukan dengan sebatas niat atau perbuatan yang mengakibatkan pelaku

dianggap kafir, maupun dengan ucapan berupa penghinaan atau menentang

keyakinan.45

Adapun unsur-unsur penting dalam Murtad ada dua:

1. Keluar dari Islam

Dalam hal ini bisa berlaku dengan tiga cara:

a. Dengan melakukan perbuatan atau meninggalkan perbuatan;

b. Dengan perkataan atau ucapan;

c. Dengan itikad.

a) Murtad dengan perbuatan atau meninggalkan perbuatan

Murtad dengan perbuatan seperti melakukan perbuatan yang diharamkan

oleh Islam secara menolak pengharaman itu dengan sengaja atau dengan tujuan

menghina Islam, seperti sujud kepada berhala atu mencapakan al-Qur’an atau

kitab-kitab Hadis ke tempat yang kotor atu menghina isi kandungan atau

mempersendakan hukum-hukum yang terkandung di dalamnya. Temasuk juga

dalam kategori ini ialah melakukan sesuatu yang diharamkam oleh Islam dengan

menghalalkannya, seperti zina, minum arak, membunuh dan sebagainya dengan

menolak pengharaman.46

45 Wahbah az-Zuhaili, Al-fiqh al-Islami Wa Adillatuhu, (Damaskus: Dar Al-Fikr, 1989), juz VI,

h. 183

46 Abu Bakar Jabir al-Jazairi, Minhaju al-Muslim Kitab Aqaid wa Adub wa Akhlak wa Ibadat wa

Muamalat, (Kaherah: Maktab al-Saqafi, t. th), h. 458

Page 61: SANKSI PIDANA TERHADAP PELAKU PENISTAAN AGAMA MENURUT HUKUM ISLAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/8533/1/AHMAD... · mewujudkannya harus ada norma yang menjadi

b) Mengingkari Al-Qur’an dan Kandungannya

Kekufuran itu terus berlaku atas siapa saja yang membuat ketetapan bahwa

al-Qur’an itu bukanlah dari pada Allah SWT, melainkan adalah karya Muhammad,

demikian juga orang yang mengingkari isi kandungan al-Qur’an, baik secara

keseluruhan maupun secara perincian.

c) Murtad dengan Perkataan

Murtad dengan perkataan seperti mengeluarkan kata-kata yang dapat

menunjukan atau membawa kepada kekufuran, seperti mengingkari ketuhanan

dengan mengatakan Allah SWT tidak ada atau mengingkari keesaan Allah SWT

dengan mengatakan ada sekutu-sekutu bagi Allah SWT, mengaku menjadi Nabi,

membenarkan orang yang menjadi nabi, mengingkari para Nabi-nabi dan Malaikat,

mengingkari al-Qur’an dan sebagainya.

d) Murtad dengan Itikad

Murtad dengan itikad bisa berlaku apabila seseoarang ini mempunyai itikad

atau kepercayaan yang bertentangan dengan Islam, seperti meyakini alam ini tidak

ada penciptanya, atau beritikad bahwa al-Qur’an bukan dari Allah dan Nabi

Muhammad bukan utusan Allah.

2. Niat Jahat

Untuk mewujudkan kesalahan murtad, niat jahat merupakan unsur yang perlu.

Ia mengertikan bahwa seseorang itu sengaja melakukan perbuatan atau perkataan

kufur yang dia sendiri mengerti mengenai perbuatan atau perkataan itu. Dengan kata

Page 62: SANKSI PIDANA TERHADAP PELAKU PENISTAAN AGAMA MENURUT HUKUM ISLAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/8533/1/AHMAD... · mewujudkannya harus ada norma yang menjadi

lain, tidak memadai semata-mata sengaja melakukan perbuatan atau perkataan kufur,

tetapi juga ada niat kufur.47

Dari penjelasan di atas, jelas bahwa orang yang telah melecehkan atau

menghina Islam itu sudah termasuk orang yang dianggap murtad atau kufur. Dan

hukuman bagi orang yang murtad menuru hukum Islam adalah hukuman mati. Dasar

hukum ini berdasarkan kepada hadis Nabi sebagai berikut:

8 ی456 دم : �3ل(� ا�� م���د أن" رس�ل ا ,#"+ ا (#�' وس#"�: ام�ئ م�#� یA@= أن 8 ا�' ا8" ا وأن" رس�ل ا إ8" ��ء�=ى ;:ث

C�ا��"ا D�Fا� ,HI" ��� HI" رك �=ی ', وا��"K#�. (وا��م M48)روا

Artinya: “Dari Ibnu Mas’ud: Telah bersabda Rasulullah SAW: seorang muslim

yang menyaksikan bahwa tidak ada Tuhan yang sebenarnya

melainkan Allah; dan bahwasanya Nabi Muhammad pesuruhNya, ia

tidak halal dibunuh kecuali karena salah satu dari tiga sebab;

pertama orang perempuan yang sudah berkawin berzina, orang yang

membunuh orang, dan ketiga orang yang keluar dari

agamanya(agama Islam)” (H.R. Bukhari)

Hadis lain menyebutkan:

�3ل رس�ل ا ,#+ ا (#�' : و(� ا�� (�Pس رN+ ا ( ' �3ل49)رواM ا��RPرى(م� �="ل دی ' #K3�Q�M : وس#�

Artinya: “Dari Ibnu Abbas ra, ia berkata: Rasulullah SAW bersabda: Barang

siapa menukar agamanya maka bunuhlah ia.” (H.R. Bukhari).

47 Faizah haji Ismail, Undang-Undang Jinayah Islam, (Petaling Jaya, Selangor: Dewan Pustaka

Islam, 1991), h. 246

48 Imam abi Husain Bin Hajaj Qusairi Nisaiburi, Mukhtasar Shohih Muslim, (Beirut: Maktab al-

Alami, 2000), cet ke-1, hadis ke 1023, h. 271

49 Abu Abdillah Muhammad bin Ismail al-Bukhori, Sahih al-Bukhori, (Beirut: Dar al-fikr,

1401), jilid VIII, h. 50

Page 63: SANKSI PIDANA TERHADAP PELAKU PENISTAAN AGAMA MENURUT HUKUM ISLAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/8533/1/AHMAD... · mewujudkannya harus ada norma yang menjadi

Hukuman mati dalam kasus orang murtad telah disepakati tanpa keraguan lagi

keempat mazhab hukum Islam. Namun kalau seseorang dipaksa mengucapkan

sesuatu yang berarti murtad, maka dalam keadaan demikian dia tidak akan dihukum

murtad.

Jika ada seseorang mengatakan” seandainya fulan itu menjadi nabi, maka aku

akan membenarkannya”, maka menurut al Muthi’i ia telah Murtad. Al Muthi’i telah

merujuk perkataan imam Syafi’i yang mengatakan”. Ada beberapa orang yang

murtad setelah Islam, mereka adalah Thalhah, Musailamah, ‘Ansa beserta para

pengikut mereka”. Ulama dari kalangan mazhab Hanabilah memiliki pendapat yang

serupa, Ibnu Khudamah al Muhgni (2/2181) rujukan mazhab Hambali, menyatakan,

“barang siapa mengaku-ngaku sebagai nabi atau membenarkan seruannya, maka ia

telah murtad”.

Kekufuran para pengingkar syariat, tentu yang namanya nabi palsu menyeru

hal-hal yang mungkar dan bathil, sebagai mana fakta yang terjadi dilapangan, mereka

mengajak penganutnya untuk meninggalkan ajaran-ajaran Nabi Saw, seperti sholat,

zakat atau ibadah-ibadah lain yang sudah disepakati kewajibanya dalam Islam atau

menghalalkan apa yang diharamkan Allah serta mengharamkan apa yang dihalalkan

oleh Allah.

Mengamalkan ajaran-ajaran mereka itu tidak sebatas maksiat biasa karena hal

itu pun sudah masuk kewilayah kekufuran. Ibnu al Khudamah dalam al Mughni

mengatakan, “begitu juga (dihukumi murtad, bagi mereka yang mengingkari), dasar-

dasar Islam seperti zakat, puasa, haji, karena dalil yang menunjukan fardhunya

Page 64: SANKSI PIDANA TERHADAP PELAKU PENISTAAN AGAMA MENURUT HUKUM ISLAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/8533/1/AHMAD... · mewujudkannya harus ada norma yang menjadi

amalan-amalan itu hampir tidak bisa dihitung dan Ijma pun menyatakan hal yang

serupa “,

Tersebutkan dalam kitab Tafsir al Muhith

SCP" 5 م� ا�TQا "C� ��او إ�+ أن" ا UVW ة 8ت"�P4 أن" ا� Dوم� ذهQ50@� ز�=ی\

Artinya: " Barang siapa mengatakan bahwa kenabian belum putus (berakhir)

atau mengatakan bahwa wali lebih baik dari pada Nabi maka orang

itu adalah kafir Zindiq".

Firma Allah SWT tentang larangan penistaan agama :

�ة م� وم� یb cKP�� اa�س#�م دی � Q#� ی5PW م ' وه� CQ ا�_خ ا�R�س�ی�

)3/85:ال (�ان(

Artinya: “Barangsiapa mencari agama selain agama islam, Maka sekali-kali

tidaklah akan diterima (agama itu) daripadanya, dan dia di akhirat

termasuk orang-orang yang rugi”. (QS. Ali-Imran (3): 85)

Sedangkan dalam hukum positif (KUHP) larangan penistaan agama tercantum

pada pasal 156 a KUHP

Dipidana dengan pidana penjara selama-lamanya lima tahun, barang siapa

dengan sengaja di muka umum mengeluarkan perasaan atau melakukan

perbuatan :

e. Yang pada pokoknya bersifat permusuhan, penyalahgunaan atau penodaan

terhadap suatu agama yang dianut di Indonesia

f. dengan maksud supaya orang tidak menganut agama apapun juga, yang

bersendikan ke-Tuhanan Yang Maha Esa.51

50 Ibid., h. 254

51 Moeljatno, S.H, Kitab undang-undang hukum pidana, h. 59

Page 65: SANKSI PIDANA TERHADAP PELAKU PENISTAAN AGAMA MENURUT HUKUM ISLAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/8533/1/AHMAD... · mewujudkannya harus ada norma yang menjadi

C. Unsur-Unsur Penistaan Agama

Menentukan sesat atau tidaknya sebuah aliran paham keagamaan harus

dilakukan dengan hati-hati selain mendasarkan diri pada dalil-dalil keagamaan (an-

nushus as-syar’iyah), juga perlu meneliti latar belakang hingga muncul pemahaman

yang menyimpang tersebut.

Suatu paham dikatakan sesat jika bertentangan dengan akidah dan hukum-

hukum syariah yang qath’i (���), suatu paham yang menyimpang dari rukun Islam,

rukun iman, dan atau tidak mengimani kandungan al-Qur’an dan as-Sunnah dapat

dikategorikan sesat atau melecehkan suatu agama.

Majelis Ulama Indonesia dalam Rapat Kerja Nasional (RAKERNAS) tahun

2007 yang lalu menetapkan kriteria sebuah aliran keagamaan dianggap sesat

diantaranya adalah:52

1. Mengingkari dari salah satu rukun Islam yang lima (5) dan rukun Iman yang

enam (6);

2. Meyakini dan atau mengikuti aqidah yang tidak sesuai dengan dalil syar’i (Al-

Qur’an dan as-Sunnah);

3. Meyakini turunnya wahyu setelah Al-Qur’an;

4. Menginkari otentisitas atau kebenaran isi Al-Qur’an;

5. Melakukan penafsiran Al-Qur’an yang tidak berdasarkan kaidah-kaidah tafsir;

6. Mengingkari kedudukan hadis nabi sebagai sumber ajaran Islam;

52. Ma’ruf Amin, “Kebijakan Majelis Ulama Indonesia Tentang Aliran Sesat”, Mimbar Ulama,

no.341 (Rabi’ul Awal 1429/Maret 2008), h. 19.

Page 66: SANKSI PIDANA TERHADAP PELAKU PENISTAAN AGAMA MENURUT HUKUM ISLAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/8533/1/AHMAD... · mewujudkannya harus ada norma yang menjadi

7. Menghina, melecehkan atau merendahkan para Nabi dan Rasul;

8. Mengingkari Nabi Muhammad SAW sebagai Nabi dan Rasul yang terakhir;

9. Merubah, menambah atau mengurangi pokok-pokok ibadah yang telah

ditetapkan oleh syariah, seperti shalat fardhu tidak lima waktu dan pergi haji

tidak ke Baitullah;

10. Mengkafirkan sesama muslim tanpa dalil syar’i. (al-Quran dan Sunnah).

Kriteria tersebut apabila dilanggar satu poin saja maka sudah dianggap sesat

atau setelah melakukan penistaan terhadap agama, apalagi kalau yang dilanggar

beberapa atau keseluruhan point-point dalam kriteria tersebut.

D. Sanksi Pidana yang diberikan Terhadap Pelaku Penistaan Agama

Menurut Hukum Islam dan Hukum Positif

1. Menurut Hukum Islam

Dalam pembahasan ini mungkinkah pelaku penistaan agama dapat disamakan

hukumannya dengan orang yang murtad, karena adanya unsur kesengajaan (berniat)

melawan hukum Islam. Jika dilihat secara seksama, seandainya seseorang telah

secara nyata mengakui dari pernyataan-pernyataan, tulisan-tulisan, yang telah

diedarkan diberbagai media elektronik (khalayak ramai atau sembunyi-sembunyi)

bahwa ia telah menerima wahyu dari tuhan dan mengaku sebagai nabi atau mengakui

dirinya adalah jelmaan Jibril atau melanggar dasar akidah Islam, serta tidak mengakui

hukum-hukum syariat seperti akan kewajiban shalat dan rukun Islam lainnya maka ia

telah dianggap menyelewengkan agama.

Page 67: SANKSI PIDANA TERHADAP PELAKU PENISTAAN AGAMA MENURUT HUKUM ISLAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/8533/1/AHMAD... · mewujudkannya harus ada norma yang menjadi

Karena unsur yang dianggap adalah unsur yang dapat membuat seseorang

dianggap telah murtad karena melakukannya, maka dengan demikian hukuman yang

berlaku adalah hukuman murtad. Para ulama berbeda pendapat, hukuman mati dalam

hukum Islam termasuk dalam hukuman hudud. Apa akibat dari kemurtadan itu?.

Bagaimana jika ia insyaf dan kembali masuk Islam?Amalnya tidak dihapus dan

taubatnya diterima Allah SWT (itu pendapat ulama mazhab Syafi’i). Ulama mazhab

Maliki dan Hanafi berpendapat bahwa jika seseorang murtad kemudian insyaf, maka

amalan apa saja yang pernah dilakukan batal, terhapus dan sia-sia.

Abu Hanifah berpendapat bahwa hukuman mati tidak diberlakukan bagi

seorang murtad wanita, tetapi ia harus dipaksa kembali kepada Islam, pendapat ini

menyamakan dengan kafir harbi. Paksaan ini dengan cara menahan dan

mengeluarkannya setiap hari agar ia mau bertaubat dan ditawari untuk kembali ke

agama Islam.53

Begitu juga Imam Besar Masjid Istiqlal Prof. KH. Ali Mustofa Yakub

memfatwakan bahwa jika seseorang itu mau bertaubat maka berarti ia kembali

kedalam Islam, ttetapi jika ia tidak mau maka hukumannya murtad dan hukum bagi

murtad adalah hukuman mati.54

Sedangkan mazhab yang lain berbeda pendapat dengan imam Abu Hanifah,

mereka tidak membedakan antara laki-laki dan perempuan, laki-laki atau perempuan

53 Alaudin Al-Kasani, Bad’I As-Sana’I fi tarbisy Syara’I, jilid VII, h. 135

54 Ali Mustofa Yakub, Fatwa-Fatwa Imam Besar Masjid Istiqlal, (Jakarta: Pustaka Firdaus,

2007), h. 26

Page 68: SANKSI PIDANA TERHADAP PELAKU PENISTAAN AGAMA MENURUT HUKUM ISLAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/8533/1/AHMAD... · mewujudkannya harus ada norma yang menjadi

yang murtad itu dihukum mati.55

Dalam literatur hukum Islam, posisi produk fatwa

memang tidak mengikat, statusnya sama dengan ijtihad individual, ia hanya mengikat

bagi yang berfatwa dan berijtihad. Produk hukum Islam yang mengikat secara publik

ada dua: putusan pengadilan dan peraturan perundangan produk penguasa. Mirip teori

hukum pada umumnya.

Sedangkan persoalan eksekusi menurut Didin Hafiduddin, yang mengikuti

sidang komisi fatwa, bukanlah urusan lembaga fatwa . Misalnya mereka yang

berstatus nurtad dan sesat mau diapakan? Di usir atau di bubarkan?. Keputusan fatwa

itu tidak eksekutorial, beda dengan putusan pengadilan. Peran-peran fatwa adalah

memberikan pendapat hukum, eksekusi ditangan pemerintah.56

Dalam hadis riwayat Abu Dawud, disebutkan dengan redaksi

... ،5KW�Q ،'��ورس ور5h یR�ج م� ا��":م �6�Qرب ارواM (...57اویD#j، اوی I�م� ا8رض

+k�� داودوا��و,66' ا��6آ�)ا� Artinya: "…orang yang keluar dari Islam, lalu melawan Allah Rasul-Nya,

kemudian, ia dihukum mati, disalib, atau di asingkan dari tanah

airnya…" (HR. Abu Dawud dan Nasa'i serta disahihkan oleh

Hakim).

55 Muhammad Abdullah bin Qudamah, Al-Mughni ‘alâ Mukhtasar Al-kharoqy, (al-Manar, t. th),

jilid 1, h. 74

56 Dawan Rahardjo, Majelis Ulama itu Adalah Aliran Sesat, Laporan khusus Gatra, 1 agustus

2005, no. 38

57 Muhammad Abdullah bin Qudamah, Al-Mughni ‘alâ Mukhtasar Al-kharoqy, (al-Manar, t. th),

jilid 1, h. 14

Page 69: SANKSI PIDANA TERHADAP PELAKU PENISTAAN AGAMA MENURUT HUKUM ISLAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/8533/1/AHMAD... · mewujudkannya harus ada norma yang menjadi

Hadis tersebutkan tidak menyatakan murtad secara sederhana, tetapi disertai

dengan pembangkangan kepada Tuhan dan Rasulnya. Adapun hadis yang paling jelas

menyatakan jenis sanksi bagi tindakan riddah adalah yang diriwayatkan dari Ibnu

Abas.

Jika memang Al-Qur’an bermaksud memberikan hukuman pidana bagi pelaku

penistaan agama, dan beberapa hadis yang digunakan sebagai dasar pidananya riddah

adalah shahih, maka ijtihad merupakan alternatif untuk menjawab persoalan riddah di

Indonesia ini. Ijtihad juga diperbolehkan dalam bidang yang telah ada nas al-Qur’an

dan Hadisnya. Sebagai contoh Umar bin Khatab sahabat Nabi yang menjadi Khalifah

Nabi yang kedua pernah melakukan ijtihad dalam beberapa masalah hukum,

walaupun nas al-Qur’an dan Hadis telah menyebutkan secara jelas, diantaranya

mengenai tanah rampasan perang, dera bagi minuman keras, hukuman bagi pencuri.

Hal ini sesuai dengan prinsip bahwa perhatian hukum syara' terhadap larangan

lebih besar daripada perhatian terhadap apa-apa yang diperitah oleh Allah SWT, yaitu

menjauhi segala ancaman yang dapat merusak akidah kita sehinga menimbulkan

perpecahan antara umat Islam sendiri.58

Dari penjelasan diatas bahwa sanksi pidana yang diberikan terhadap pelaku

penistaan agama itu pada dasarnya disamakan dengan hukuman murtad, hukumannya

adalah hukuman mati. Jadi sanksi pidana yang diberikan terhadap pelaku penistaan

agama menurut hukum Islam adalah sanksi yang diberlakukan terhadap orang yang

murtad. Murtad dalam pandangan hukum Islam berarti keluar dari Islam atau tidak

58. Abdul Mudjib, Kaidah-Kaidah Ilmu Fiqh: Al Qawa'idul Fiqhiyah, (Jakarta: Kalam Mulia,

2001), h.39

Page 70: SANKSI PIDANA TERHADAP PELAKU PENISTAAN AGAMA MENURUT HUKUM ISLAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/8533/1/AHMAD... · mewujudkannya harus ada norma yang menjadi

mengakui kebenaran Islam, baik dengan berpindah agama lain (konversi agama) atau

menjadi tidak beragama sama sekali (atheis).

2. Menurut Hukum Positif

Sanksi pidana dalam KUHP sesungguhnya bersifat reaktif dalam suatu

perbuatan, sedangkan sanksi tindakan lebih bersifat antisipatif terhadap pelaku

perbuatan tersebut.59

Menurut Alf Ross Sanksi pidana adalah suatu sanksi yang harus memenuhi dua

syarat/tujuan. Pertama: pidana dikenakan kepada pengenaan penderitaan terhadap

orang yang bersangkutan. Kedua: pidana itu harus merupakan suatu pernyataan

pencelaan terhadap perbuatan si pelaku.60

Perumusan sanksi pidana dalam KUHP pada umumnya memakai dua pilihan,

misalnya pidana penjara atau denda (system alternative). Jika dipandang dari sudut

sifatnya , sanksi merupakan akibat hukum dari pada pelanggaran suatu kaidah,

hukuman dijatuhkan berhubung dilanggarnya suatu normaoleh seseorang.

Mengenai aturan penodaan agama, sanksi yang dikenakan adalah sanksi penjara

sebagai bagian dari sanksi pidana dengan membuat pelaku tersebut menderita, sanksi

penodaan agama ini diatur dalam pasal 2 UU PNPS No 1/1965 (jo Undang-Undang

No 5/1965) dan pasal 156a KUHP. Pasal 2 UU PNPS No 1/1965 menyebutkan: Ayat

(1)

59 M. Solehuddin, Sistem Sanksi dalam Hukum Pidana, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada,

2003), h. 32

60

Ibid., h. 144

Page 71: SANKSI PIDANA TERHADAP PELAKU PENISTAAN AGAMA MENURUT HUKUM ISLAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/8533/1/AHMAD... · mewujudkannya harus ada norma yang menjadi

“Barang siapa melanggar ketentuan tersebut dalam pasal 1 diberi perintah dan

peringatan keras untuk menghentikan perbuatannya itu di dalam suatu

keputusan bersama Menteri Agama, Menteri/Jaksa Agung dan Menteri Dalam

Negeri”. Ayat (2) “Apabila pelanggaran tersebut dalam ayat (1) dilakukan oleh

organisasi atau sesuatu aliran kepercayaan, maka Presiden Republik Indonesia

dapat membubarkan organisasi itu dan menyatakan organisasi atau aliran

tersebut sebagai organisasi atau aliran terlarang, satu dan lain setelah

Presiden mendapat pertimbangan dari Menteri Agama, Menteri/Jaksa Agung

dan Menteri Dalam Negeri.

Sesuai dengan kepribadian Indonesia, maka terhadap orang-orang ataupun

penganut-penganut suatu aliran kepercayaan maupun anggota maupun anggota

pengurus organisasi yang melanggar larangan tersebut dalam pasal 1, untuk

permulaannya dirasa cukup diberi nasehat seperlunya. Apabila penyelewengan itu

dilakukan oleh organisasi atau penganut-penganut kepercayaan dan mempunyai efek

yang cukup serius bagi masyarakat yang beragama, maka Presiden berwenang untu

membubarkan organisasi itu dan untuk menyatakan sebagai organisasi atau aliran

terlarang dengan akibat-akibatnya.

Dalam pasal 3 disebutkan:

“Apabila, setelah dilakukan tindakan oleh Menteri Agama bersama-sama

Menteri/Jaksa Agung dan Menteri Dalam Negeri atau oleh Presiden Republik

Indonesia menurut ketentuan pasal 2 terhadap orang, organisasi atau aliran

kepercayaan, mereka masih terus melanggar ketentuan dalam pasal 1, maka

orang, penganut, anggota dan atau anggota Pengurus Organisasi yang

bersangkutan dari aliran itu dipidanna dengan pidana penjara selama-lamanya

lima tahun”.

Pemberian ancaman pidana yang diatur dalam pasal ini adalah tindakan lanjutan

terhadap anasir-anasir yang tetap mengabaikan peringatan tersebut, dalam pasal 2.

Oleh karena aliran kepercayaan biasanya tidak mempunyai bentuk seperti

organisasi/perhimpunan, di mana mudah dibedakan siapa pengurus dan siapa

Page 72: SANKSI PIDANA TERHADAP PELAKU PENISTAAN AGAMA MENURUT HUKUM ISLAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/8533/1/AHMAD... · mewujudkannya harus ada norma yang menjadi

anggotanya, maka mengenai aliran kepercayaan, hanya penganutnaya yang masih

melakukan pelanggaran yang dapat dikenakan pidana, sedang pemuka aliran sendiri

yang menghentikan kegiatannya tidak dapat dituntut. Mengingat sifat dari tindak

pidana dalam pasal ini, maka ancaman pidana 5 tahun dirasa sudah wajar.

Dalam pasal 4 disebutkan: Pada KUHP diadakan pasal baru yaitu pasal 156a

yang berbunyi: “Dipidana dengan pidana penjara selama-lamanya lima tahun

barang siapa dengan sengaja di muka umum mengeluarkan perasaan atau

melakukan perbuatan: a. Yang pada pokoknya bersifat permusuhan, penyalah-

gunaan atau penodaan terhadap suatu agama yang dianut di Indonesia. b. Dengan

maksud agar orang tidak menganut agama apapun juga yang bersendikan

Ketuhanan Yang Maha Esa”.

Sanksi penjara tersebut diberlakukan jika tersangka telah terbukti secara sah

dan meyakinkan dan diputuskan oleh pengadilan dengan ancaman hukuman

maksimal lima tahuk penjara, dikatakan maksimal, artinya jumlah pidana tersebut

pelaku penistaan agama dalam KUHP adalah lima tahun penjara atau bahkan dapat

diberikan hukuman minimum.

E. Analisis Yurisprudensi Perkara yang Bermuatan Penistaan Agama (Kasus

Lia Aminuddin dan Ahmad Moshaddeq)

1. Putusan Terhadap Lia Eden (Nomor: 677/PID.B/2006/PN. Jkt. Pst)

a) Dakwaan Terhadap Lia Aminuddin alias Lia Eden

Page 73: SANKSI PIDANA TERHADAP PELAKU PENISTAAN AGAMA MENURUT HUKUM ISLAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/8533/1/AHMAD... · mewujudkannya harus ada norma yang menjadi

Bahwa terdakwa Symsuriati alias Lia Aminuddin alias Lia Eden bersama

dengan Muhammad Abdul Rachman yang bertempat di jalan Mahoni Nomor. 30 Rt.

008 Rw. 05 Kelurahan Bungur, Kecamatan Senen, Jakarta Pusat, telah melakukan

perbuatan yang pada pokoknya bersifat permusuhan, penyalahgunaan atau penodaan

terhadap suatu agama yang dianut di Indonesia.

Terdakwa menyatakan dirinya sebagai Malaikat Jibril, pada tanggal 11 Juni

2000 dengan menulis surat kepada MUI dengan judul surat “peringatan terakhir

Jibril “. Pada tanggal 20 Juni 2000 mengatasnamakan Allah telah mengirim surat

kepada Menteri Agama RI, pada tanggal 3 April 2001 terdakwa mengatasnamakan

Allah telah menulis menggunakan kop “ Gods Kingdom “ berisi antara lain bahwa “

aku Malaikat Jibril bersumpah menyatakan datangnya hari kiamat atas perintah Allah.

Aku bersumpah itulah perintahnya kepadaku atas bangsa Indonesia”.

Bahwa pernyataan-pernyataan atau tulisan oleh terdakwa Syamsuriati alias Lia

Aminuddin alias Lia Eden diatas ditujukan kepada agama tertentu yaitu agama Islam

sedangkan pernyataan-pernyataan tulisan terdakwa tersebut sangat bertentangan

dengan ajaran Islam dan aqidah Islam.

Terdakwa menyatakan Muhammad Abdurachman sebagai reinkarnasi Nabi

Muhammad saw, selain itu juga terdakwa menyatakan membenarkan sholat 2 bahasa.

Terdakwa juga menyatakan atas nama Tuhan yang maha Rahim dan Terpercaya telah

berdiri kerajaan Tuhan dijalan Mahoni nomor 30 Wilayah Senen Jakarta, terdakwa

juga menyatakan firman Allah babi tidak haram lagi.

Page 74: SANKSI PIDANA TERHADAP PELAKU PENISTAAN AGAMA MENURUT HUKUM ISLAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/8533/1/AHMAD... · mewujudkannya harus ada norma yang menjadi

Bahwa terdakwa Syamsuriati alias Lia Aminuddin alias Lia Eden bersama

dengan Muhammad Abdul Rachman yang bertempat di jalan Mahoni Nomor. 30, Rt

008/05, Kelurahan Bungur Kecamatan Senen Jakarta Pusat, telah melakukan

perbuatan yang pada pokoknya bersifat permusuhan, penyalahgunaan atau penodaan

terhadap suatu agama yang dianut di Indonesia dengan maksud supaya isinya

diketahui secara umum. Perbuatan tersebut dilakukan oleh terdakwa sebagai berikut:

Pada tahun 1997 terdakwa mendirikan yayasan Salamullah. Pada bulan April 2005

dan bulan Desember 2005 atau setidaknya pada tahun 2005 melakukan perbarengan

beberapa perbuatan yang harus dipandang sebagai perbuatan yang berdiri sendiri

sehingga merupakan beberapa kejahatan, secara melawan hukum memaksa orang

lain, tidak melakukan atau membiarkan sesuatau dengan memakai kekerasan,

sesuatau perbuatan lain maupun perlakuan yang tidak menyenangkan atau dengan

memakai ancaman kekerasan, sesuatu perbuatan lain terhadap sendiri maupun orang

lain.

b) Putusan Lia Aminuddin alias Lia Eden

Berdasarkan uraian diatas maka Jaksa Penuntut Umum dalam perkara ini,

dengan memperhatikan ketentuan Undang-undang yang bersangkutan menunutut

supaya majelis hakim yang mengadili perkara ini memutuskan:

a. Menyatakan terdakwa Syamsuriati alias Lia Aminuddin alias Lia Eden tidak

terbukti bersalah melakukan tindak pidana sebagaimana tersebut dalam pasal

157 ayat (1) KUHP jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP dalam dakwaan kedua.

b. Membebaskan terdakwa dari dakwaan kedua tersebut.

Page 75: SANKSI PIDANA TERHADAP PELAKU PENISTAAN AGAMA MENURUT HUKUM ISLAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/8533/1/AHMAD... · mewujudkannya harus ada norma yang menjadi

c. Menyatakan terdakwa Syamsuriati alias Lia Aminuddin alias Lia Eden telah

terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana “secara

bersama-sama melakukan penodaan terhadap suatu agama” sebagaimana

tersebut dalam pasal 156a KUHP jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP dalam

dakwaan kesatu dalam tindak pidana secara melawan hukum, memaksa orang

melakukan suatu perbuatan lain maupun perlakuan yang tidak menyenangkan

terhadap orang” sebagaiman tersebut dalam pasal 335 ayat (1) jo KUHP. pasal

165 ayat 1 KUHP dalam dakwaan ketiga.

d. Menjatuhkan pidana kepada terdakwa dengan pidana penjara selama dua

tahun dikurangi selama terdakwa berada dalam tahanan sementara dengan

perintah tetap ditahan.

e. Membankan biaya perkara kepada terdakwa sebesar Rp. 5000,-(lima ribu

rupiah)

Demikian diputuskan dalam rapat permusyawaratan majelis hakim Pengailan

Negeri Jakarta Pusat dan putusan tersebut dibacakan dalam persidangan yang terbuka

untuk umum pada hari kamis tanggal 29 Juni 2006.

2. Putusan Terhadap Ahmad Moshaddeq (Nomor: 277/PID.B/2008/PN.Jkt.

Sel)

a) Dakwaan Terhadap Ahmad Moshaddeq

Bahwa terdakawa Drs. H. Abdussalam Alias Moshaddeq alias al Masih al

Mau’ud pada tanggal 23 Juli 2006, tanggal 7, 19 Oktober 2007, atau pada waktu-

Page 76: SANKSI PIDANA TERHADAP PELAKU PENISTAAN AGAMA MENURUT HUKUM ISLAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/8533/1/AHMAD... · mewujudkannya harus ada norma yang menjadi

waktu lain pada bulan Juli tahun 2006 sampai tahun 2007, di Gedung, Serbaguna

Bintaro, sektor IX Kab. Tanggerang, di Gedung BPPT Jl. Ragunan No. 30 Pasar

Minggu Jakarta Selatan atau setidak-tidaknya di tempat-tempat lain dimana

Pengadilan Negeri Jakarta Selatan berwenang memeriksa dan mengadili perkaranya

berdasarkan Pasal 84 ayat (2) Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP)

karena terdakwa diketemukan atau ditahan dan tempat kediaman sebagian besar saksi

yang dipanggil lebih dekat pada tempat pengadilan Negeri Jakarta selatan, terdakwa

yang dengan sengaja di muka umum mengeluarkan perasaan atau penodaan terhadap

suatu agama yang dianut di Indonesia, perbuatan yang mana dilakukan Terdakwa

dengan cara sebagai berikut:

a. Pada mulanya terdakwa adalah penganut agama Islam yang dianut oleh

umat Islam di Indonesia, pada bulan Juli 2006 setelah terdakwa

melakukan nyepi/bertapa (tahanus) selama 40 hari 40 malam di gunung

Bunder Kecamatan Pamijahan Bogor Jawa barat, dihadapan 54 umatnya

terdakwa mengikrarkan atau mengumumkan dirinya sebagai Rasul dengan

gelar “ Al Masih Al Mau’ud “ yang artinya “ Juru selamat yang dijanjikan

“. Pada saat itu terdakwa berkata “ yang percaya kepada saya sebagai

Rasul, silahkan maju kedepan untuk bersyahadat, lalu mereka mendekat

ke terdakwa dan terdakwa mengajarkan kalimat syahadat dengan

berbahasa arab yang berbunyi:

اش@= ان 8 إ�' إ8" ا وأش@= أن" ا��m� أ��(�د رس�ل ا

Page 77: SANKSI PIDANA TERHADAP PELAKU PENISTAAN AGAMA MENURUT HUKUM ISLAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/8533/1/AHMAD... · mewujudkannya harus ada norma yang menjadi

Artinya: "Aku bersakasi tidak ada tuhan selain Allah dan al Masih al

Mau'ud utusan Allah”

Selain itu juga terdakwa ajarkan kalimat tersebut kedalam bahasa

Indonesia yang berbunyi: “saya bersaksi tiada tuhan selain Allah dan saya

bersaksi anda al Masih al Mau’ud utusan Allah. Setelah mereka

memahami. Kemudian mereka bergiliran maju kedepan satu persatu

sambil berjabat tangan dan sambil saling menatap mata, mengucapkan

kalimat syahadat tersebut.

b. Terdakwa menjadi Nabi atau Rasul dalam komunitas al Qiyadah al

Islamiyah mengajarkan kepada umatnya dengan membawa/ menggunakan

nama “ Agama Islam “ dengan ajaranya sebagai berikut:

1. Ajaran terdakwa yakni membaca syahadat yang artinya: saya bersaksi

tiada tuhan selain Allah dan saya bersaksi anda al Masih al Mau’ud

utusan Allah.

2. Ajaran terdakwa untuk melaksanakan sholat dalam sehari semalam

hanya satu kali yakni sholat malam atau yang disebut qiyâmul lail

sebanyak 11 rakaat dengan menghafal Al-Qur’an dan belum

mewajibkan sholat 5 waktu.

3. Ajaran terdakwa belum mewajibkan puasa di bulan Ramadhan.

4. Ajaran terdakwa belum melaksanakan zakat tapi hanya melaksanakan

shodakoh dalam arti untuk membersihkan diri atau penyucian dari

segala dosa atau penebus dosa.

Page 78: SANKSI PIDANA TERHADAP PELAKU PENISTAAN AGAMA MENURUT HUKUM ISLAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/8533/1/AHMAD... · mewujudkannya harus ada norma yang menjadi

5. Ajaran terdakwa belum mewajibkan bagi yang mampu untuk

melaksanakan ibadah haji, karena haji menurut ajaran terdakwa hanya

berkumpul.

c. Bahwa kegiatan terdakwa Drs. H. Abdussalam alias Ahmad Moshaddeq

alias al Masih al Mau’ud selaku pimpinan komunitas al Qiyadah al

Islamiyah dan menyatakan sebagai Nabi dan Rasul setelah Nabi

Muhammad SAW dengan gelar al Masih al Mau’ud.

d. Adapun bentuk kegiatan yang dilakukan oleh terdakwa pada tanggal 7

Oktober 2007 terdakwa Drs. H. Abdussalam alias Ahmad Moshaddeq

alias al Masih al Mau’ud datang ke kantor saksi M. Amin Djamaludin di

LPPI dalam rangka silaturrahim untuk meyakinkan ajaran yang dibawanya

dengan memberikan buku-buku yang dijadikan baginya sebagai pedoman

pengetahuan ajaran yang di bawanya.

e. Kegiatan terdakwa selanjutnya adalah melakukan pertemuan dengan

umatnya dalam rangka penyebaran ajaran yang diajarkan dalam komunitas

al Qiyadah al Islamiyah tersebut dalam bentuk ta’lim.

b) Putusan Hakim

Dalam memutuskan perkara hakim mempunyai pertimbangan-pertimbangan

untuk memutuskan perkara ini diantaranya yaitu:

Menimbang bahwa, nota pembelaan penasehat hukum terdakwa bahwa

memang benar telah menyatakan bertaubat dihadapan tokoh-tokoh Islam dikantor

Kepolisian Daerah Ibu Kota Jakarta sebagaimana keterangan saksi H. Said Agil Siraj

Page 79: SANKSI PIDANA TERHADAP PELAKU PENISTAAN AGAMA MENURUT HUKUM ISLAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/8533/1/AHMAD... · mewujudkannya harus ada norma yang menjadi

dan saksa H.Agus Miftah namun bahwa bertobatnya terdakwa setelah atas yang

bersangkutan dilakukan pengusutan menurut aturan hukum bahwa tindak pidana

umum (bukan delik aduan) tidaklah dapat dihentikan pengusutannya dengan

pertaubatan tersebut, bahwa terhadap pembelaan penasehat hukum terdakwa bahwa

terdakwa dapat ditintut atas dakwaan pasal 156 huruf a KUHP.

Mengenai taubat yang telah dilakukan terdakwa setelah terjadinya perbuatan

pidana ini, majelis menilai bahwa perbuatan terdakwa tersebut haruslah didasari oleh

suatu kesadaran mendalam bahwa terdakwa mengakui tekah terlanjur melakukan

suatu perbuatan yang salah, perbuatan keliru dan sesat sehingga dengan kesadaran

tersebut dia minta ampun kepada Tuhan.

Bahwa ternyata dalam keterangan terdakwa dipersidangan dan dari uraian

pembelaan terdakwa, ternyata terdakwa tidak sedikitpun mengakui bahwa apa yang

telah dilakukannya adalah perbuatan yang salah dan keliru bahkan terdakwa dalam

pembelaannya justru telah menyampaikan argumentasi kebenaran ajarannya tersebut

sehingga majelis memandang bahwa perbuatan taubat yang dilakukan terdakwa

tidaklah dapat menjadi alasan untuk meringankan bagi terdakwa.

Berdasarkan bahwa terdakwa telah ditahan maka sesuai dengan ketentuan pasal

22 ayat 4 KUHAP, maka lamanya masa penahanan yang telah dijalani terdakwa

dikurangkan seluruhnya dari pidana yang dijatuhkan.

Selanjutnya majelis hakim sesuai kewewenangannya dalam pasal 193 ayat 2

huruf b KUHAP menetapkan terdakwa tetap ditahan, oleh karena terdakwa telah

Page 80: SANKSI PIDANA TERHADAP PELAKU PENISTAAN AGAMA MENURUT HUKUM ISLAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/8533/1/AHMAD... · mewujudkannya harus ada norma yang menjadi

dinyatakan bersalah dan dipidana maka akan dibebani pula untuk membayar biaya-

biaya perkara.

Berdasarkan keterangan saksi-saksi, alat bukti dan tuntutan jaksa penuntut

umum serta pertimbangan-pertimbangan diatas maka hakim (Majelis Hakim)

memutuskan:

Menyatakan terdakwa Drs. H. Abdussalam alias Ahmad Mosaddeq alias Al

Masih Al Mau’ud telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan

tindak pidana dengan sengaja dimuka umum melakukan perbuatan yang pada

pokoknya bersifat penodaan terhadap suatu agama yang dianut di Indonesia dengan

menjatuhkan pidana terhadap Drs. H. Abdussalam alias Ahmad Mosaddeq alias Al

Masih Al Mau’ud dengan pidana penjara selama 4 tahun dan menetapkan lamanya

terdakwa berada dalam tahanan dikurangkan seluruhnya dari pidana yang dijatuhkan

serta menetapkan terdakwa tetap ditahan dan membebankan biaya perkara kepada

terdakwa sebesar Rp.2000,-

Demikian diputuskan dalam rapat permusyawaratan Majelis Hakim Pengadilan

Negeri Jakarta Selatan pada hari jum’at tanggal 11 april 2008.

F. Analisis Yurisprudensi

1) Dalam Hukum Islam

Sekitar abad ke-15, Raden Fatah berkuasa di Kerajaan Demak Bintara sekitar

pantai utara Jawa Tengah. Ketika itu, wali songo memegang otoritas dalam

memberikan pendapat hukum (Islam). Mereka dikisahkan memvonis mati Syekh Siti

Page 81: SANKSI PIDANA TERHADAP PELAKU PENISTAAN AGAMA MENURUT HUKUM ISLAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/8533/1/AHMAD... · mewujudkannya harus ada norma yang menjadi

Jenar karena ia berpendapat Tuhan telah bersemayam dalam dirinya. Saat hamba

(kawula) dan Tuhan (gusti) telah menyatu, seseorang tidak perlu lagi shalat.

Ada yang menyebutkan Syekh Siti Jenar sebenarnya telah mencapai puncak

perjalanan spiritualnya hingga ia dapat merasakan “kehadiran” Tuhan dalam dirinya.

Kesalahannya hanya terletak pada penyebarluasan ajarannya karena dapat

menyesatkan orang awam. Ada pula yang menganalisis, eksekusi atas Siti Jenar

berlatar politik. Alasannya, Ki Ageng Pengging, seorang murid Siti Jenar. Ia dan

pengikutnya tidak mau tunduk pada kekuasaan Raden Fatah. Pengging adalah

keturunan terakhir raja Majapahit, Prabu Brawijaya.

Dalam sejarah Islam, ada nama Musailamah ibn Habib dari Bani Hanifah.

Setelah Rasulullah wafat, ia mengaku sebagai nabi. Musailamah menyebarluaskan

syair-syair (menirukan Al-Qur’an) yang diklaimnya sebagai wahyu dari Tuhan.

Pengikutnya banyak dan membangun berbasis kekuatan di Yamamah. Karena

kesalahan aqidah ini hingga Khalifah Abu Bakar (ra.) memerangi mereka. Peristiwa

ini tercatat dalam sejarah Islam sebagai Perang Yamamah.

Tiga divisi pasukan yang diturunkan. Pertama, yang dipimpin Ikrimah ibn Abu

Jahal. Kedua, yang dipimpin Syurahbil ibn Hasanah. Baik Ikrimah maupun

Syurahbil, gagal menaklukkan Musailamah. Pasukan ketiga di bawah pimpinan

Khalid ibn Walid yang pada akhirnya dapat memenangkan Perang Yamamah.

Musailamah terbunuh. Sebagian besar pengikutnya juga ikut tewas.

Kita mungkin tidak menduga, untuk mendukung pasukan Khalid, Abu Bakar

(ra.) akhirnya menyertakan kelompok masyarakat yang sangat ia sayangi: para

Page 82: SANKSI PIDANA TERHADAP PELAKU PENISTAAN AGAMA MENURUT HUKUM ISLAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/8533/1/AHMAD... · mewujudkannya harus ada norma yang menjadi

penghafal Al Qur’an dan pasukan Perang Badar. Bila seorang nabi palsu dan

ajarannya tidaklah dianggap berbahaya, mengapa Khalifah Abu Bakar (ra.)

menurunkan pasukan khusus dan menyatakan perang dengan mereka.61

Setelah penulis mengamati kasus penistaan terhadap agama yang dilakukan

oleh Abdus Salam alias Ahmad Moshaddeq alias al Masih al Mau’ud dan Syamsuriati

alias Lia Aminuddin alias Lia Eden, dan telah diputus oleh majelis hakim Pengadilan

Negeri Jakarta Selatan dan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat dikarenakan syarat

pemberian hukuman itu telah terpenuhi dan masing-masing diputus hukuman penjara

empat tahun untuk Ahmad Mushaddeq dan dua tahun penjara untuk Lia Aminuddin

dengan pertimbangan terbukti melanggar pasal 156a KUHP. Walaupun putusan telah

dijatuhkan akan tetapi menurut hukum Islam putusan tersebut tidaklah sesuai dan

tidaklah memberikan keadilan yang sesungguhnya.

Dari sejarah penistaan agama di atas Majelis Ulama Indonesia (MUI)

mengeluarkan fatwa bahwa aliran Al-Qiyadah Al-Islamiyah sesat, dan meminta

pemerintah melarang penyebaran paham baru tersebut, serta menindak tegas

pemimpinnya.

Masyarakat perlu mewaspadai aliran yang didirikan oleh Ahmad Moshaddeq

ini, karena mengajarkan adanya nabi baru sesudah Nabi Muhammad dengan

menobatkan dirinya sebagai nabi terakhir itu,” kata ketua MUI, KH Ma`ruf Amin, di

kantor MUI di Masjid Istiqlal, Jakarta, Kamis.

61 http://planetaswan.blogspot.com/2008/05/beragama-dan-kebebasan-tak-berbatas.htmlabel:

Publika, diakses pada tanggal 11-04-2009

Page 83: SANKSI PIDANA TERHADAP PELAKU PENISTAAN AGAMA MENURUT HUKUM ISLAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/8533/1/AHMAD... · mewujudkannya harus ada norma yang menjadi

Aliran sesat tersebut juga mengajarkan syahadat baru, yakni:

اش@= ان 8 إ�' إ8" ا وأش@= أن" ا��m� أ��(�د رس�ل اArtinya: "Aku bersakasi tidak ada tuhan selain Allah dan al Masih al Mau'ud

utusan Allah"

Di mana umat yang tidak beriman kepada “al-Masih al-Mau`ud” berarti kafir

dan bukan muslim. Pendirinya Ahmad Moshaddeq, yang sejak 23 Juli 2006 setelah

bertapa selama 40 hari 40 malam, mengaku dirinya mendapat wahyu dari Allah dan

mengaku sebagai Rasul menggantikan posisi Muhammad SAW.

Siapa yang mengaku Nabi setelah Nabi Muhammad SAW maka di kafir, karena

dia telah mendustakan Allah SWT, mendustakan Rasulullah SAW, mendustakan Ijmâ

(kesepakatan) kaum muslimin, karena kaum muslimin sepakat tidak ada lagi Nabi

setelah Nabi Muhammad SAW.62

Selain itu, ujar Ma`ruf, aliran baru ini tak mewajibkan shalat, puasa dan haji,

karena pada abad ini masih dianggap tahap perkembangan Islam awal sebelum

akhirnya terbentuk khilafah Islamiyah. Kitab suci yang digunakan adalah al-Qur`an,

tetapi meninggalkan hadis dan menafsirkannya sendiri. Aliran tersebut juga mengenal

penebusan dosa dengan menyerahkan sejumlah uang kepada al-Masih al-Mau`ud.

Dakwah aliran Al-Qiyadah Al-Islamiyah itu, disebutkannya, cukup mengkhawatirkan

karena telah menyebar ke beberapa provinsi, antara lain di Jawa Barat, Jakarta,

Yogyakarta, dan tercatat ribuan orang mengikuti dakwahnya.

62 Hartono Ahmad Jaiz, Nabi-Nabi Palsu dan Para Penyesat Umat, (Jakarta: Pustaka Al-

Kautsar, 2008), cet. Ke-I, h. 60

Page 84: SANKSI PIDANA TERHADAP PELAKU PENISTAAN AGAMA MENURUT HUKUM ISLAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/8533/1/AHMAD... · mewujudkannya harus ada norma yang menjadi

MUI menyatakan bahwa aliran ini berada di luar Islam, dan orang yang

mengikutinya adalah murtad (keluar dari ajaran Islam). “Bagi mereka yang sudah

terlanjur mengikutinya diminta bertobat dan segera kembali kepada ajaran Islam yang

sejalan dengan al-Quran dan hadis,” katanya. Aliran sesat tersebut, tambah Ma`ruf,

telah terbukti menodai dan mencemari ajaran Islam karena mengajarkan sesuatu yang

menyimpang dengan mengatasnamakan Islam.

Pada tanggal 03 Oktober 2007 MUI menetapkan fatwa tentang aliran Al-

Qiyadah al-Islamiyah berdasarkan karena aliran ini mengajarkan tentang, adanya

syahadat baru, adanya Nabi/Rasul baru sesudah Nabi Muhammad SAW, belum

mewajibkan sholat, puasa dan haji. Oleh karena itu aliran Al-Qiyadah al-Islamiyah

tersebut adalah sesat dan menyesatkan serta berada di luar Islam.63

MUI juga menyatakan terhadap aliran jamaah Salamullah yang di dirikan oleh

Lia Aminuddin dianggap juga sesat karena ia merasa dirinya sebagai jelmaan

malaikat Jibril. Dan itu jelas telah menodai suatu agama yaitu agama Islam. Dan MUI

juga meminta kepada pemerintah menindak tegas dan memberi hukuman kapada

pelaku dengan hukuman yang setimpal dan yang berlaku. MUI mem fatwakan

bahwa: Pertama, keyakinan atau akidah tentang malaikat termasuk Malaikat Jibril,

baik mengenai sifat maupun tugasnya harus didasarkan pada keterangan atau

penjelasan dari wahyu (Al-Qur’an dan Hadis). Kedua, tidak ada satupun ayat maupun

hadis yang menyatakan bahwa Malaikat Jibril masih diberi tugas oleh Allah untuk

menurunkan ajaran pada umat manusia, baik ajaran baru maupun ajaran yang bersifat

63 Ibid., h. 408

Page 85: SANKSI PIDANA TERHADAP PELAKU PENISTAAN AGAMA MENURUT HUKUM ISLAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/8533/1/AHMAD... · mewujudkannya harus ada norma yang menjadi

penjelasan terhadap ajaran agama yang telah ada. Hal ini karena ajaran Allah telah

sempurna. Ketiga, pengakuan seseorang bahwa dirinya didampingi dan mendapat

ajaran keagamaan dari Malaikat Jibril bertentangan dengan Al-Qur’an. Oleh karena

itu, pengakuan tersebut dipandang sesat dan menyesatkan.64

Dalam lapangan hukum Islam penistaan agama merupakan perbuatan yang

dikategorikan perbuatan perusakan akidah yang diancam dosa besar, dan dapat

dikategorikan dalam hukum murtad. Sedangkan perbuatan menafsirkan ayat Al-

Qur’an dengan sekehendak hati atau penyelewengan tahrîf baik secara maknawî atau

lafzi.

Hukuman bagi sesorang yang murtad adalah hukuman mati, maka hukuman

yang pantas bagi Ahmad Mosaddeq dan Lia Aminuddin adalah hukuman mati secara

maksimal karena ia telah melakukan perbuatan yang bukan saja merusak pribadinya

tetapi juga mempengaruhi orang lain dan menyatakan penentangannya kepada

khalayak umum dan tidak bertaubat, dalam hal ini ia dapat dikategorikan orang yang

murtad.

Prof. KH. Ali Musthofa Ya’kub, MA, mengatakan bahwa bagi siapa saja yang

menafsirkan Al-Qur’an sesuai pendapatnya sendiri maka itu berarti penistaan

terhadap ayat-ayat Al-Qur’an dan kalau dia orang Islam maka bersiaplah untuk

masuk neraka.65

64 Hartono Ahmad Jaiz, Aliran dan Paham Sesat di Indonesia, (Jakarta: Pustaka Al-Kautsar,

2002), cet. Ke-2, h. 155

65 Putusan No. 677/PID.B/2006/PN. JKT. PST

Page 86: SANKSI PIDANA TERHADAP PELAKU PENISTAAN AGAMA MENURUT HUKUM ISLAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/8533/1/AHMAD... · mewujudkannya harus ada norma yang menjadi

MUI menyatakan tentang aliran yang dipimpin Lia Aminuddn alian Lia Eden,

bahwa tidak ada satupun ayat maupun hadis yang menyatakan bahwa Malaikat Jibril

masih diberi tugas oleh Allah untuk menurunkan ajaran kepada umat manusia, baik

ajaran baru atau ajaran yang bersifat penjelasan terhadap ajaran agama yang telah

ada. Hal ini karena ajaran Allah telah sempurna. Pengakuan seorang bahwa dirinya

didampingi dan mendapat ajaran keagamaan dari Malaikat Jibril bertentangan dengan

Al-Qur’an. Oleh karena itu , pengakuan itu dipandang sesat dan menyesatkan.66

Menurut akidah Islam, Malaikat Jibril hanya turun kepada para Nabi untuk

menyampaikan wahyu Allah, dan mengingat Nabi Muhammad SAW adalah Nabi

terakhir. Maka Malaikat Jibril tidak lagi turun menemui manusia untuk

menyampaikan wahyu.67

Dalam kasus diatas pelaku melakukan penistaan terhadap agama Islam, dan hal

ini termasuk ke dalam hukum pidana Islam (jinâyah). Pelaku dapat dikategorikan

sebagai orang yang murtad dengan i’tikad. Mereka mengaku sebagai Nabi dan

Malaikat yang dibuktikan melalui ucapan dan perbuatan, lebih lagi mereka berusaha

menyebarkan ajarannya kepada orang lain, sehingga seharusnya mereka mendapat

hukuman mati. Namun sebelum dilaksanakan hukuman mati, orang yang murtad itu

harus diberi kesempatan untuk bertaubat dalam jangka waktu tiga hari tiga malam

dan taubatnya cukup dengan mengucap dua kalimat syahadat.

66 Ahmad Jaiz, Nabi-Nabi Palsu dan Para Penyesat Umat, (Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 2008),

cet. Ke-I, h. 410

67 Hartono Ahmad Jaiz, Aliran dan Paham Sesat di Indonesia, (Jakarta: Pustaka Al-Kautsar,

2002), cet. Ke-2, h. 148

Page 87: SANKSI PIDANA TERHADAP PELAKU PENISTAAN AGAMA MENURUT HUKUM ISLAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/8533/1/AHMAD... · mewujudkannya harus ada norma yang menjadi

Dan apabila penulis menganalisis lebih jauh tentang sanksi yang dijatuhkan

majelis hakim, maka hukuman yang dijatuhkan tidaklah cukup untuk menimbulkan

efek jera untuk pelaku, karena majelis hakim hanya memberi hukuman penjara saja.

Dengan kata lain perbuatan itu akan dapat dilakukan kembali setelah habis masa

tahanannya dan juga akan bermunculan nabi-nabi serta malaikat-malaikat palsu yang

lainnya.

Dengan adanya hukuman mati yang ditetapkan oleh syari’at Islam, ini akan

memberikan shock therapy untuk perorangan atau masyarakat dalam menjaga

terciptanya keteraturan dalam kehidupan bermasyarakat. Selain itu juga dapat

mengurangi tindak pidana untuk yang lainnya karena bagi calon pelaku akan berfikir

untuk yang kedua kalinya dalam melakukan suatu tindak pidana.

Apabila orang yang telah keluar dari ajaran Islam maak orang tersebut di

anggap murtad, dan orang yang murtad hendaknya diajak kembali kepada agama

Islam, selama tiga hari dan diingatkan dengan disertai dengan peringatan-peringatan.

Jika kembali lagi kepada agama Islam maka tidak dibunuh. Tetapi jika tidak mau

kembali maka hukumannya adalah dibunuh dengan pedang sebagai hukumannya.

Apabila orang yang murtad telah dibunuh maka jangan dimandikan, jangan

dishalatkan atau dikubur di dalam kuburan orang-orang muslim. Dan jangan diwarisi

atau menerima warisan. Harta yang ditinggalkan menjadi harta rampasan bagi kaum

muslimin untuk kepentingan dan kemaslahatan bersama.68

68 Ahmad Jaiz, Nabi-Nabi Palsu dan Para Penyesat Umat, (Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 2008),

cet. Ke-I, h. 63-64

Page 88: SANKSI PIDANA TERHADAP PELAKU PENISTAAN AGAMA MENURUT HUKUM ISLAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/8533/1/AHMAD... · mewujudkannya harus ada norma yang menjadi

2) Menurut Hukum Positif

Di negara kita persoalan agama merupakan persoalan yang sangat sensitif dan

merupakan salah satu sumbu peledak yang dapat menghancurkan sendi-sendi

kehidupan berbangsa dan bernegara. Mungkin masih segar dalam ingatan kita

bagaimana konflik antar umat beragama terjadi di Ambon, Maluku yang bukan saja

membawa petaka untuk pihak-pihak yang bertikai namun juga membawa derita yang

berkepanjangan yang masih terasa hingga saat ini khususnya di Maluku.

Untuk itulah diperlukan adanya suatu ketegasan sikap khususnya bagi

pemerintah untuk dapat segera menyikapi masalah-masalah penodaan agama yang

bersumber dari peristiwa-peristiwa yang awalnya dianggap sepele namun kemudian

memberi dampak yang cukup besar. Sikap pemerintah yang perlu diambil adalah

dalam hal penegakan hukum terhadap kasus-kasus penodaan agama. Beruntung bagi

kita perangkat untuk penegakan hukum dalam delik penodaan agama telah kita

miliki.

Hal itu dapat kita rujuk dari KUHP yakni pasal 156 huruf a. Pada prinsipnya

kedua pasal tersebut melarang seseorang dengan sengaja dimuka umum untuk

mengeluarkan perasaan atau melakukan perbuatan yang pada pokoknya bersifat

permusuhan, kebencian, penyalahgunaan dan penodaan terhadap suatu agama dan

atau suatu golongan rakyat Indonesia. Jadi berdasarkan kedua pasal di atas tidaklah

boleh seseorang itu dengan sengaja melakukan hal-hal yang menyebabkan timbulnya

perasaan kebencian, permusuhan, penyalahgunaan dan atau penodaan baik terhadap

suatu agama maupun terhadap suatu golongan masyarakat. Ancaman hukuman untuk

Page 89: SANKSI PIDANA TERHADAP PELAKU PENISTAAN AGAMA MENURUT HUKUM ISLAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/8533/1/AHMAD... · mewujudkannya harus ada norma yang menjadi

yang melanggar kedua pasal tersebut ialah pidana penjara selama empat sampai lima

tahun.69

Selain di KUHP, larangan terhadap penodaan agama juga diatur dalam

Penetapan Presiden RI Nomor 1 Tahun 1965 tentang pencegahan penyalahgunaan

dan atau penodaan agama dan keputusan Menteri Agama RI Nomor 70 Tahun 1978

tentang pedoman penyiaran agama. Dari kedua aturan tersebut yang penting kita

soroti ialah keputusan Menteri Agama RI Nomor 70 Tahun 1978 yang pada

pokoknya mengatur hal-hal sebagai berikut :

a. Untuk menjaga stabilitas nasional dan demi tegaknya kerukunan antar umat

beragama, pengembangan dan penyiaran agama supaya dilaksanakan dengan

semangat kerukunan, tenggang rasa, teposeliro, saling menghargai, hormat

menghormati antar umat beragama sesuai jiwa Pancasila;

b. Penyiaran agama tidak dibenarkan untuk ditujukan terhadap orang dan atau

orang-orang yang telah memeluk suatu agama lain;

c. Bilamana ternyata pelaksanaan pengembangan dan penyiaran agama

sebagaimana yang dimaksud di atas, menimbulkan terganggunya kerukunan

hidup antar umat beragama akan diambil tindakan sesuai dengan peraturan

perundang-undangan yang berlaku.

69 http://www.mail-archive.com/[email protected]/msg02084.html, diakses pada

tanggal 08-05-09

Page 90: SANKSI PIDANA TERHADAP PELAKU PENISTAAN AGAMA MENURUT HUKUM ISLAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/8533/1/AHMAD... · mewujudkannya harus ada norma yang menjadi

Jika ditinjau dari sudut KUHP yang berdasar pada Penetapan Presiden No 1

tahun 196570

, putusan pengadilan negeri Jakarta Pusat dan Jakarta Selatan tentang

penistaan agama yang dipimpin oleh Ahmad Moshaddeq dan Lia Aminuddin belum

sesuai dengan amanat undang-undang yang berlaku di Indonesia. Dalam putusan

tersebut terdakwa hanya dijatuhi hukuman 2 tahun penjara bagi Lia Aminuddin dan 4

tahun penjara bagi Ahmad Moshaddeq, padahal dalam perkara tersebut terdakwa

telah terbukti secara meyakinkan melakukan perbuatan penistaan agama (pasal 156a

KUHP) dan tindakan tidak menyenangkan yang seharusnya dihukum 5 tahun penjara

atas pelanggaran dakwaan pertama.

Jadi hukuman bagi Ahmad Moshaddeq seharusnya 5 tahun penjara dan bagi

Lia Aminuddin 8 tahun penjara karena disebabkan tidak adanya alasan-alasan atau

hal-hal memperingan atas putusan terhadap tindak pidana yang dilakukannya.

Mengenai aturan penistaan agama sanksi yang dikenakan adalah sanksi penjara

sebagai bagian dari sanksi pidana dengan membuat pelaku tersebut menderita, sanksi

pidana ini diatur dalam pasal 2 UU PNPS No 1/1965 (jo Undang-undang No 5/1969

dan pasal 156a (KUHP). Pasal 2 UU PNPS No 1/1965 menyebutkan: ayat (1),

“Barang siapa melanggar ketentuan tersebut dalam pasal 1 diberi perintah dan

peringatan keras untuk menghentikan perbuatannya itu di dalam suatu keputusan

bersama Menteri Agama, Menteri/Jaksa Agung dan Menteri Dalam Negeri. Ayat (2)

70 Penetapan Presiden Indonesia No 1 tahun 1965 (UU No 1/PNPS tentang Pencegahan

Penodaan Agama di Indonesia) yang berbunyi: dalam pasal 1 “Setiap orang dilarang dengan sengaja

dimuka umum menceritakan, menganjurkan atau mengusahakan dukungan umum untuk melakukan

penafsiran tentang sesuatu agama yang dianut di Indonesia atau melakukan kegiatan-kegiatan

keagamaan yang menyerupai kegiatan-kegiatan keagamaan dari itu, kegiatan mana menyimpang dan

pokok-pokok ajaran agama itu.

Page 91: SANKSI PIDANA TERHADAP PELAKU PENISTAAN AGAMA MENURUT HUKUM ISLAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/8533/1/AHMAD... · mewujudkannya harus ada norma yang menjadi

apbila pelanggaran tersebut dalam ayat (1) dilakukan oleh organisasi atau sesuatu

aliran kepercayaan, maka Presiden Republik Indonesia dapat membubarkan

organisasi itu dan menyatakan organisasi tersebut sebagai organisasi atau aliran

terlarang, satu dan lain setelah Presiden mendapat pertimbangan dari Menteri Agama,

Menteri/Jaksa Agung”.

Ajaran Ahmad Moshaddeq juga telah dilarang beredar oleh Kejaksaan Negeri

Jakarta untuk wilayah Jakarta sejak 29 Oktober 2007. Para pentolannya ditangkap

polisi untuk diproses. Kemudian dilarang secara Nasional diseluruh wilayah

Indonesia oleh pakem (Pengawas Aliran Kepercayaan Masyarakat) Kejaksaan

Agung, November 2007.71

Jaksa Penuntut Umum (JPU) menyatakan perbuatan terdakwa terbukti secara

sah dan meyakinkan dan selama persidangan tidak ditemukan adanya hal-hal yang

dapat menghapuskan kesalahan terdakwa, baik alasan pemaaf maupun alasan

pembenar.

Pada dakwaan pertama, Lia dijerat Pasal 156a KUHP jo Pasal 55 ayat 1 ke

ssatu KUHP. Dalam pasal tersebut disebutkan barangsiapa dengan sengaja di muka

umum mengeluarkan perasaan atau melakukan perbuatan yang pada pokoknya

bersifat permusuhan, penyalahgunaan atau penodaan terhadap suatu agama yang

dianut di Indonesia, dipidana maksimal lima tahun penjara.

Pada dakwaan kedua, Lia dijerat pasal 157 ayat 1 KUHP jo pasal 55 ayat satu

kesatu KUHP tentang menyiarkan, mempertunjukkan atau menempelkan tulisan atau

71 Ibid., h. 5

Page 92: SANKSI PIDANA TERHADAP PELAKU PENISTAAN AGAMA MENURUT HUKUM ISLAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/8533/1/AHMAD... · mewujudkannya harus ada norma yang menjadi

lukisan di muka umum yang isinya mengandung pernyataan perasaan permusuhan,

kebencian atau penghinaan di antara atau terhadap golongan-golongan rakyat

Indonesia supaya isinya diketahui umum.

Sedangkan pada dakwaan ketiga, Lia dijerat pasal 335 ayat satu kesatu KUHP

jo pasal 65 ayat 1 KUHP tentang melakukan perbuatan tidak menyenangkan, karena

membakar salah satu pengikutnya yang berumur sembilan tahun dalam suatu kegiatan

penyucian komunitas Eden. JPU menyatakan hal yang memberatkan Lia adalah

karena perbuatannya telah merusak akidah dan ajaran Islam serta melukai perasaan

umat Islam. Selain itu, Lia juga tanpa merasa bersalah dengan semaunya sendiri

mengubah makna ayat-ayat Al-Qur’an.

Perbuatan terdakwa juga menyesatkan dan meresahkan masyarakat di

kalangan umum Islam. Terdakwa juga telah melecehkan lembaga peradilan dengan

dalih sebagai Malaikat Jibril di depan persidangan menyatakan pengadilan tidak

berwenang mengadili, karena terdakwa yang berhak melakukan penghakiman," tutur

JPU Arief Basuki.

Sebaliknya, JPU menyatakan tidak ada hal yang meringankan bagi terdakwa.

JPU menyatakan perbuatan Lia yang menyebarkan ajarannya bahwa Lia adalah

Malaikat Jibril yang diutus untuk menyampaikan wahyu Tuhan, serta perbuatannya

yang msenyatakan shalat dalam dua bahasa sah serta daging babi adalah halal, telah

menodai ajaran Islam.

Nabi palsu yang dianggap jelmaan Nabi Muhammad SAW itu semula

mendapatkan vonis bebas oleh Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, setelah Lia Eden

Page 93: SANKSI PIDANA TERHADAP PELAKU PENISTAAN AGAMA MENURUT HUKUM ISLAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/8533/1/AHMAD... · mewujudkannya harus ada norma yang menjadi

terkena sendiri hukuman dua tahun atas tingkah polanya yang terbukti menodai

agama Islam, diantaranya menghalalkan daging babi, atas nama apa yang Lia klaim

sebagai wahyu dari Malaikat Jibril. Setelah menikmati putusan bebas ternyata nabi

palsu Abdul Rahman dikenai vonis tiga tahum penjara oleh Mahkama Agung, 9

November 2007.72

Dari sini kita bisa memahami, dalam pengalaman sebelumnya, siapapun yang

diadili dengan jeratan “penodaan agama” orang itu akan sulit lepas. Karena itu, tanpa

bermaksud mencampuri urusan hakim, saya menduga kuat, Lia Eden akan menjadi

korban baru dari pasal ini dan dia divonis sebagai orang yang menodai agama. Lia

Eden dan tim pengacaranya boleh saja membuat berbagai argumen tentang kebebasan

beragama yang dijamin konstitusi dan undang-undang, namun vonisnya akan tetap

menyatakan Lia Eden telah sesat dan menodai agama Islam.73

Selanjutnya hukuman yang diberikan majelis hakim terhadap pelaku tindak

pidana penodaan terhadap agama yang dilakukan oleh Ahmad Musaddeq hanya 4

tahun. Hukuman ini dibawah apa yang ditetapkan pasal 156a KUHP yang ancaman

hukumannya 5 tahun.

Tetapi di balik itu semua hakim mempunyai interpretasi dalam menggunakan

hukum sesuai dengan bukti-bukti dan keterangan para saksi di dalam persidangan,

jadi walaupun di dalam KUHP disebutkan hukuman yang ditetapkan sangat

72 Ibid., h. 209

73 http://www.wahidinstitute.org/Program/Email_page?id=223/penodaan-agama-untuk-lia-eden,

diakses pada tanggal 08-05-09

Page 94: SANKSI PIDANA TERHADAP PELAKU PENISTAAN AGAMA MENURUT HUKUM ISLAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/8533/1/AHMAD... · mewujudkannya harus ada norma yang menjadi

memberatkan akan tetapi dalam prakteknya hukuman sangat meringankan pelaku dan

itu terbukti dari contoh putusan hakim dalam tindak pidana penodaan terhadap agama

tersebut. Dan akibat hukuman yang ditetapkan sangat meringankan para pelaku maka

tidak menimbulkan efek jera baik dalam tindak pidana penodaan terhadap agama

maupun tindak pidana lainnya dan ini merupakan bentuk ketidaktegasan aparat

hukum dalam memutuskan suatu perkara.

Hal ini tidak terlepas dari peran kepolisian sebagai penyidik perkara tersebut,

sehingga Jaksa Penuntut Umum hanya menuntut 4 tahun bagi Ahmad Moshaddeq,

yang pada akhirnya majelis hakim pun tidak akan jauh memutus perkara tersebut

sesuai dengan tuntutan Jaksa Penuntut Umum. Apalagi hakim di Indonesia hanya

bertugas menjalankan undang-undang untuk menjatuhkan hukuman bagi pelaku,

karena sistem hukum di Indonesia menganut sistem hukum Eropa Kontinental yaitu

masih kebanyakan menggunakan hukum Belanda.

Oleh sebab itu hukum yang berlaku di Indonesia untuk kasus penodaan

agama, dalam hal ini tidaklah sesuai dengan apa yang disyariatkan oleh Islam, yang

benar-benar asli hukum yang diciptakan Allah dan disampaikan kepada Nabi

Muhammad Saw.

Bahwasanya seseorang yang telah mengaku atau merasa sebagai dirinya Nabi

atau Malaikat itu dapat dikategorikan sebagai orang yang tidak percaya atau

mengingkari adanya Rukun iman, dan barang siapa yang mengingkari rukun iman

berarti dia telah keluar dari Islam, dan barang siapa yang keluar dari Islam berarti

hukuman yang pantas adalah hukuman mati atau dibunuh.

Page 95: SANKSI PIDANA TERHADAP PELAKU PENISTAAN AGAMA MENURUT HUKUM ISLAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/8533/1/AHMAD... · mewujudkannya harus ada norma yang menjadi

BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Setelah penulis mengamati dengan cermat atas data-data yang telah didapatkan

maka penulis menyimpulkan:

1. Sanksi pidana yang diberikan terhadap pelaku penistaan agama menurut

hukum Islam adalah sanksi yang diberlakukan terhadap orang yang murtad.

Murtad dalam pandangan hukum Islam berarti keluar dari Islam atau tidak

mengakui kebenaran Islam, baik dengan berpindah agama lain (konversi

agama) atau tidak mempunyai agama sama sekali (atheis). Hukuman bagi

orang yang murtad dalam hukum Islam adalah hukuman mati.

2. Sedangkan sanksi pidana yang diberikan terhadap pelaku penistaan agama

menurut hukum positif yaitu sesuai yang tercantum dalam KUHP yaitu pasal

156a dipidana dengan pidana penjara selama-lamanya lima tahun, barang

siapa dengan sengaja di muka umum mengeluarkan perasaan atau melakukan

perbuatan yang pada pokoknya bersifat permusuhan, penyalahgunaan atau

penodaan terhadap suatu agama yang dianut di Indonesia dengan maksud

supaya orang tidak menganut agama apapun juga, yang bersendikan

Ketuhanan Yang Maha Esa. Namun dalam kasus yang ada pada skripsi ini

pelaku penistaan agama yaitu Ahmad Moshaddeq diberi hukuman empat

Page 96: SANKSI PIDANA TERHADAP PELAKU PENISTAAN AGAMA MENURUT HUKUM ISLAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/8533/1/AHMAD... · mewujudkannya harus ada norma yang menjadi

tahun penjara dan Lia Aminuddin dua tahun penjara. Putusan itu semua

karena pertimbangan hakim yang memutuskan.

3. Yurisprudensi perkara yang bermuatan agama yang ada di Indonesia belum

relevan dengan hukum Islam. Karena menurut pandangan hukum pidana

Islam, putusan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan dan Pengadilan Negeri

Jakarta Pusat tidak sesuai dan tidaklah memberikan keadilan yang

sesungguhnya. Menurut hukum pidana Islam, apabila seseorang mengaku

sebagai nabi atau mengaku sebagai malaikat Jibril dan tidak mempercayai

Nabi Muhammad Saw sebagai nabi terakhir serta menyebarkan ajarannya

yang dianggap sesat kepada orang lain, maka ia sudah tergolong kepada

tindak pidana jarîmah murtad dan hukumannya adalah hukuman mati atau

dibunuh. Tetapi sebelum dieksekusi pelaku diberi kesempatan untuk

bertaubat. Sedangkan menurut hukum pidana positif, pelaku seharusnya

dikenakan hukuman pidana penjara paling lama 5 tahun, tetapi Pengadilan

Negeri Jakarta Pusat hanya menjatuhkan hukuman selama 2 tahun. Disinilah

kekurang efektifnya hukum yang berlaku di Indonesia sehingga dalam kasus

penodaan agama pelaku hanya dikenakan sanksi yang begitu ringan, sehingga

akan menimbulkan aliran-aliran sesat baru yang meresahkan di tengah

masyarakat Indonesia yang memang mayoritas beragama Islam.

Page 97: SANKSI PIDANA TERHADAP PELAKU PENISTAAN AGAMA MENURUT HUKUM ISLAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/8533/1/AHMAD... · mewujudkannya harus ada norma yang menjadi

B. Saran

Agar tidak muncul lagi aliran atau paham sesat yang lainnya dan membuat

kasus penistaan agama di Indonesia semakin meluas, saran saya:

1. Kepada pemerintah agar memberi hukuman yang setimpal sesuai aturan yang

ada agar para pelaku penistaan agama tidak mengulanginya lagi dan tidak ada

lagi aliran-aliran sesat seperti yang sudah ada sekarang. Juga harus

diperhatikan pemahaman ajaran agama yang benar, maksudnya pemahaman

ajaran agama Islam secara benar adalah pemahaman ajaran sebagaimana

yang telah diajarkan Rasulullah SAW. Sejalan dengan tata cara pemahaman

nash yang telah Rasulullah SAW sampaikan kepada para sahabat, dan

kemudian diformulasikan oleh para imam Mazhab dalam bentuk metodologi

dalam pengambilan hukum Islam.

2. Untuk masyarakat umum khususnya umat Islam harus mengikuti apa-apa

yang telah disampaikan oleh Rasulullah SAW dan memahaminya

sebagaimana yang dilakukan oleh para sahabat. Mengikuti apa-apa yang telah

disampaikan oleh Rasulullah SAW artinya adalah berpegang teguh kepada Al

Quran dan Sunnah. Kemudian peningkatan iman dan ketakwaan di dalam

masyarakat untuk berpeganglah pada tali agama dan hukum yang berlaku di

Indonesia, serta kenali berbagai fenomena yang sekarang begitu merebak di

seluruh media informasi baik cetak, visual ataupun audio visual. Terkadang

tak sedikit hikmah yang dapat diambil dan harus ada suatu wadah atau forum

kebebasan menyatakan pendapat, dan membiarkan masyarakat mendengarkan

Page 98: SANKSI PIDANA TERHADAP PELAKU PENISTAAN AGAMA MENURUT HUKUM ISLAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/8533/1/AHMAD... · mewujudkannya harus ada norma yang menjadi

semuanya lalu menyimpulkan mana yang benar dan mana yang tidak, serta

diperlukan ketegasan Majelis Ulama Indonesia (MUI) dalam menyikapi

adanya berbagai macam pendapat tentang paham atau aliran yang berkembang

di masyarakat.

3. Selayaknya ada pihak-pihak yang tetap berjuang dan berusaha dengan segala

daya dan kekuatan agar aliran-aliran menistakan suatu agama tersebut bisa

dilarang oleh pemerintah Indonesia demi memurnikan ajaran Islam yang

benar, berdasarkan Al-Qur’an dan Al-Hadis sesuai dengan pemahaman

salafush shalih, bukan pemahaman versi oriental yang berusaha merusak

Islam dari dalam. Karena, kalau Al-Qur’an dan As-Sunnah itu dipahami

seperti selera orientalis, yahudi, nashrani, dan aneka anteknya yang

memunculkan aliran-aliran sesat, maka akibatnya Islam tinggal namanya, dan

Al-Qur’an tinggal tulisannya, sedang masjid-masjidnya ramai dan megah

tetapi jauh dari petunjuk Allah dan Rasul-Nya. Itu justru tanda-tanda akhir

zaman bagi Islam.

Page 99: SANKSI PIDANA TERHADAP PELAKU PENISTAAN AGAMA MENURUT HUKUM ISLAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/8533/1/AHMAD... · mewujudkannya harus ada norma yang menjadi

DAFTAR PUSTAKA

Al-Qur’an Al-Karim

Abdullah, M. Sufyan Raji, Mengenal Aliran-Aliran dalam Islam dan Ciri-Ciri

Ajarannya, Jakarta: Pustaka Al Riyadl 2007

Amin, Ma’ruf, “Kebijakan Majelis Ulama Indonesia Tentang Aliran Sesat”, Mimbar

Ulama, no.341 Rabi’ul Awawl 1429/Maret 2008.

Arief, Barda Nawawi, Bunga Rampai Kebijakan Hukum Pidana, Bandung: PT. Citra

Aditya Bakti, 1996

Armansyah, Jejak Nabi “Palsu”, Bandung: PT Mizan Publika, 2007

Audah, Abdul Qadir, al-Tassyri’ al-Jinai al-Islami, Beirut: Muassah al-Risalah, 1992

Bahasni, A. Fathi, al- Uqubah fi al-fiqh al-Islami, Beirut: Dar al-syuruq, 1983

Fathoni, Muslih, Faham Mahd Syi’ah dan Ahmadiyah dalam Perspektif, Jakarta : PT

Raja Grafindo Persada, 1994

Hanafi, A., Asas-asas Hukum Pidana Islam, Jakarta: Bulan Bintang, 1967

http://adln.lib.unair.ac.id/go.php?id=gdlhub-gdl-s1-2008-yulinantoh-

8293&PHPSESSID=a8764cbcbd82e3de543ea5dceb48224d, diakses pada

tanggal 03-04-2009

http://planetaswan.blogspot.com/2008/05/beragama-dan-kebebasan-tak-

berbatas.htmlabel: Publika, diakses pada tanggal 11-04-2009

http//imankpr.multiply.com/journal/item/13/Hukuman Mati2, diakses pada tanggal

02-05-2009

http://www.wahidinstitute.org/Program/Email_page?id=223/penodaan-agama-untuk-

lia-eden, diakses pada tanggal 08-05-09

http://www.mail-archive.com/[email protected]/msg02084.html, diakses

pada tanggal 08-05-09

Jaiz, Hartono Ahmad, Aliran dan Paham Sesat di Indonesia, Jakarta: Pustaka Al-

Kautsar, 2002

Page 100: SANKSI PIDANA TERHADAP PELAKU PENISTAAN AGAMA MENURUT HUKUM ISLAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/8533/1/AHMAD... · mewujudkannya harus ada norma yang menjadi

, Nabi-Nabi Palsu dan Para Penyesat Umat, Jakarta: Pustaka Al-

Kautsar, 2008

Kansil, C.S.T., Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum Indonesia, Jakarta : Balai

Pustaka, 1989

Kertanegara, Satochid, Kumpulan Kuliah Hukum Pidana, Jakarta: Balai Lektur

Mahasiswa, tth

Manaf, Mujahid Abdul, Sejarah Agama-Agama, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada,

1996

Marpaung, Leden, Tindak Pidana Terhadap kehormatan, Jakarta: PT. Raja Grafindo

Persada, 1997

Mas’ud, Ibnu dan Abidin, Zainal, Fiqh Mazhab Syafi’I, Bandung: CV Pustaka Setia,

2000

Media Hukum dan HAM, Pusat Study Hukum dan HAM UIN Syarif Hidayatullah

Jakarta

Moeljatno, Asas-asas Hukum Pidana Islam, Jakarta: Aneka Cipta, 1993

Moeljatno, Kitab undang-undang hukum pidana, Bandung : PT Bumi Aksara, 2001

Mudjib Abdul, Kaidah-Kaidah Ilmu Fiqh: Al Qawa'idul Fiqhiyah, Jakarta: Kalam

Mulia, 2001

Muhammad, Ahsin Sakho, Ensiklopedi Hukum Pidana Islam, Jakarta: PT. karisma

Ilmu, 2007

Partanto, Pius A dan Al-Barry, M. Dahlan, Kamus Ilmiah Populer, Surabaya: Arkola,

1994

Projodikoro, Wiryono, Azas-azas Hukum Pidana di Indonesia, Bandung: PT. Erasco,

1989

Rakernas MUI 2007, Mengapa Diperlukan Adanya Kriteria Aliran sesat.”, Mimbar

Ulama, no.341 Rabi’ul Awawl 1429/Maret 2008.

Simorangkir, J.C.T., Kamus Hukum, Jakarta: Sinar Grafika, 1995

Soeprapto, Hartono Hadi, Pengantar Tata Hukum Indonesia, Yogyakarta: Liberty,

1993

Page 101: SANKSI PIDANA TERHADAP PELAKU PENISTAAN AGAMA MENURUT HUKUM ISLAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/8533/1/AHMAD... · mewujudkannya harus ada norma yang menjadi

Soerodibroto, R. Soenarto, KUHP dan KUHAP, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada,

1979

Soesilo Prajogo, Kamus Hukum Internasional Indonesia, Jakarta: WIPRES, 2007

Solehuddin, M, Sistem Sanksi dalam Hukum Pidana, Jakarta: PT. Raja Grafindo

Persada, 2003

Subekti dan Tjitrosoedibyo, Kamus Hukum, Pradnya Paramita, 1990

Syamsu, Nazwar, Al-Quran tentang Alinsaan, Jakarta : Ghalia Indonesia, 1983

Zainuddin, Fachruddin HS, Nasaruddin Thaha, Djohar Arifin, Terjemah Hadist Sahih

Buchari, Jakarta : Widjaya, 1961